Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PENDAHULUAN

IBU POST SC DENGAN INDIKASI PEB

Disusun Oleh :

KIKIPITRIYANI

433131440119034

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HORIZON KARAWANG


A. Pengertian
Sectio Caessarea adalah salah satu persalinan buatan dimana janin dilahirkan melalui
suatu insisi pada dinding depan perut dan dinding rahim dalam keadaan utuh serta berat
janin di atas 500 gram (Sarwono,2012) Sectio Caessarea ialah tindakan untuk melahirkan
janin dengan berat badan di atas 500 gram melalui sayatan pada dinding uterus yang utuh
(Gulardi dan wiknjosastro,2011) Sectio Caessarea adalah pembedahan untuk melahirkan
janin membuka dinding perut dan dinding rahim (Mansjoer,2012).

Pre- eklampsia adalah sekumpulan gejala yang timbul pada wanita hamil, bersalin dan
nifas yang terdiri dari hipertensi sebelumnya, sedangkan gejalanya biasanya muncul
setelah kehamilan berumur 28 minggu atau lebih (Rustam Muchtar, 1998). Pre-
eklampsia adalah penyakit dengan tanda-tanda hipertensi, edema, dan protein uria yang
timbul karena kehamilan. (Ilmu kebidanan, 2005). Pre-eklampsia adalah penyakit dengan
tanda- tanda hipertensi, edema, dan protein uria yang timbul akibat kehamilan. Penyakit
ini umumnya terjadi pada triwulan ke -3 kehamilan, tetapi dapat terjadi sebelumnya
misalnya pada mula hidafidosa (Sarwono Prawiroharjo : 2006 : 282). Pre-eklampsia
berat merupakan kesatuan penyakit yang disebabkan oleh kehamilan walaupun belum
jelas bagaimana terjadi di Indonesia preeclampsia, eklampsia, disamping perdarahan dan
infeksi masih merupakan sebab utama kematian ibu dan sebab kematian perinatal yang
tinggi (Prof. Dr. Sarwono Prawiroharjo, Ds06). Pre-eklampsia berat adalah suatu
komplikasi kehamilan yang ditandai dengan timbulnya hipertensi 160/110 mmHg, atau
lebih disertai proteinuria dan atau diserati edema pada kehamilan 20 minggu atau lebih
(Asuhan Patologi Kebidanan : 2009)

B. Penyebab

Penyebab preeklampsia hingga kini masih belum diketahui secara pasti. “Meskipun
demikian, penyebab preeklampsia setelah melahirkan adalah pada pasien dengan
preeklampsia ini mengalami gangguan pertumbuhan serta perkembangan plasenta yang
menyebabkan kerusakan endotel pembuluh darah pada ibu sehingga menyebabkan
timbulnya gejala-gejala hipertensi dan lain sebagainya.” Ujar Dokter Dian. Adapun
faktor risiko terjadi preeklampsia diantaranya:

 Memiliki riwayat atau masalah kesehatan seperti diabetes, penyakit ginjal, tekanan
darah tinggi, penyakit autoimun (lupus), atau sindroma antifosfolipid
 Memiliki riwayat preeklampsia pada kehamilan sebelumnya
 Hamil pada usia diatas 35 tahun atau kurang dari 18 tahun
 Hamil pertama kali
 Obesitas
 Kehamilan kembar
 Jarak kehamilan sangat jauh (10 tahun atau lebih) dari kehamilan sebelumnya
 Selain itu juga faktor genetik, diet makanan atau nutrisi, serta gangguan pembuluh
darah

C. Patofisiologi
Pada preekamsia terdapat penurunan plasma dalam sirkulasi dan terjadi peningkatan
heatokrit. Perubahan ini menyebabkan penurunan perfusi ke organ, termasuk ke uteri
plasental fatal unit. Vasopasme merupakan dasar dari timbulnya proses preeklamsia.
Kontriksi vaskuler menyebabkan resistensi aliran darah dan timbulnya hipertensi arterial.
Vasopasme dapat diakibatkan karena adanya peningkatan sentitifitas dari sirculating
pressors. Preeklamsia yang berat dapat mengakibatkan kerusakan organ tubuh yang lain.
Gangguan perfusi plasenta dapat sebagai pemicu timbulnya gangguan pertumbuhan
plasenta sehingga dapat berakibat terjadinya intra uterin growth retardation

Preeklamsia berat dihubungkan dengan kerusakan enditelial vaskuler yang disebabkan


oleh vasopasme dan vasokontriksi arterior. Sirkulasi arteri terganggu oleh adanya are
kontriksi dan dilatasi yang bergantian. Kerusakan endoterial menyebabkan kebocoran
plasma kedalam ruang ekstravaskuler dan memungkinkan terjadinya agregasi trombosit.
Tekanan oasmotik koloid menurun saat protein masuk keruang ekstravaskuler, dan
wanita beresiko mengalami hipovolemia dan perubahan perfusi dan oksigenasi jaringan.
Edema paru dapat terjadi paru non kardiogenik atau kardiogenik. Edema paru non
kardiogenik terjadi karena kapiler pulmonari menjadi lebih permeable dan rentang
terhadap kebocoran cairan. Edema paru kardiogenik terjadi karena peningkatan tekanan
hidrostatik dalam kapiler pulmonari. Vasospasmen arteri dan erusakan endotelial juga
mengurangi perfusi keginjal. Penurunan perfusi keginjal menyebabkan penurunan GFR
dan oliguria. Kerusakan endotial kapiler hlomerulus memungkinkan protein menebus
membran kapiler dan masuk kedalam urin, yang menyebabkan proteinuria, peningkatan
nitrogen urea darah dan peningkatan kreatinin serum. Hati juga terpengaruh oleh
vasopasme multisistem dan kerusakan endotelial. Penurunan perfusi kehati menyebabkan
iskemik dan nekrosis (Manuaba, 2009)
D. Pathway

Faktor Penyebab

Preeklamsia

Kerusakan endotel vaskuller

Vasokontraksi meningkat, vasokdilatasi


menurun

TD meningkat, protein uria,


transudasi

Kejang/ penurunan kesadaran

Terminasi kehamilan

Pervagina

Sistem kardiovaskuler Sistem saraf

Perubahan pereabilitas Kehilangan darah dan


pembuku darah cairan Diskontinutas/luka

Retensi sodium dan air Perdarahan Imonilisasi Dx : r esiko infeksi

Dx : resiko syok
Edem Nyeri

Dx : kelebihan volume
cairan Dx : nyeri a kut
E. Gambaran klinik
Pre-ekslampsia berat, bila satu atau lebih tanda atau gejala dibawah ini ditemukan :
a. Tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg
b. Tekanan darah diastolik ≥ 110 mmHg
c. Peningkatan kadar enzim hati atau ikterus
d. Trombosit < 100.000/mm3
e. Oliguria < 400 ml / 24 jam
f. Protein uria > 30 / liter
g. Nyeri epigastrium
h. Perdarahan retina
i. Edema pulmonum
j. Gangguan cerebral dan virus
k. Pandangan mata kabur
l. Bengkak pada muka dan tangan

Ekslampsia ditandai oleh gejala-gejala pre-ekslampsia berat dan kejang :


a. Kejang dapat terjadi tidk tergantung dari beratnya hipertensi
b. Kejang bersifat tonik klonik, menyerupai kejang pada epilepsy grand mal
c. Koma terjadi sesudah kejang, dapat berlangsung lama (berjam-jam).
(Sarwono, pelayanan kesehatan matemal dan neonatal)

F. Penatalaksanaan medis
1. Pemberian cairan
Karena 24 jam pertama penderita puasa pasca operasi, maka pemberian cairan
perintavena harus cukup banyak dan mengandung elektrolit agar tidak terjadi
hipotermi, dehidrasi atau komplikasi pada organ tubuh lainnya. Cairan yang biasa
diberikan biasanya DS 10%, garam fisiologi dan RL secara bergantian dan jumlah
tetesan bergantung kebutuhan. Bila kadar Hb rendah berikan transfusi darah sesuai
kebutuhan.

2. Diet
Pemberian cairan perinfus biasanya diberikan setelah penderita flatus lalu dimulailah
pemberian minuman dan makanan peroral. Pemberian minuman dengan jumlah yang
sedikit sudah boleh dilakukan pada 6-10 jam pasca operasi, berupa air puti dan air
teh

3. Mobilisasi
Mobilisasi dilakukan secara bertahap melalui : miring kanan dan kiri dapat
dilakukan 6-10 jam setelah operasi; latihan pernafasan dapat dilakukan penderita
sambil tidur telentang sedini mungkin setelah sadar; hari kedua post operasi,
penderita dapat didudukan selama 5 menit dan diminta untuk bernafas dalam lalu
menghembuskannya; kemudian posisi tifur telentang dapat diubah menjadi posisi
setengah duduk (semi fowler); selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari
pasien dianjurkan belajar duduk selama sehari, belajar berjalan dan kemudian
berjalan sendiri pada hari ke 3 sampai hari ke 5 pasca operasi

4. Katerisasi
Kandung kemih yang penuh menimbulkan nyeri dan tidak enak pada penderita,
menghalangi involusi uterus dan menyebabkan perdarahan. Kateter biasanya
terpasang 24-48 jam/lebih lama lagi tergantung jenis operasi dan keadaan penderita.

5. Pemberian obat-obatan
Pada pasien pre-eklamsia berat harus segera diberi obat sedatif kuat untuk encegah
timbulnya kejang. Apabila sudah 12-24 jam bahaya akut sudah diatasi, tindakan
terbaik adalah menghentikan kehamilan. Sebagai pengobatan mencegah timbulnya
kejang, dapat diberikan larutan mgnesium sulfat (MgSO4) 20% dengan dosis 4 gram
secara intravena loading dose dalam 4-5 menit. Kemudian dilanjutkan dengan
MgSO4 40% sebanyak 12 gram dalam 500 cc ringer laktat (RL) atau sekitar 14 tetes
permenit. Tambahan magnesium sulfat hanya dapat diberikan jika diuresis pasien
baik, refleks patella positif dan frekuensi pernafasan lebih dari 16 kali/menit. Obat
ini memiliki efek menenangkan, menurunkan tekanan darah dan meningkatkan
diuresis. Selain magnesium sulfat, pasien pre eklamsia dapat juga diberikan
klorpromazin dengan dosis 50 mg secara intramuskular ataupun diazepam 20 mg
secara intramuscular (Wiknjosastro, 2006).
G. Komplikasi

Apabila kondisi ini tidak segera diatasi maka dapat menyebabkan komplikasi serius,
bahkan dapat mengancam jiwa. Beberapa diantaranya adalah :

 Stroke
 Kelebihan cairan diparu-paru
 Pembuluh darah tersumbat karena gumpalan darah
 Eklammpsia post partum yang dapat memengaruhi fungsi otak dan menyebabkan
kejang hingga menyebabkan kerusakan permanen pada mata, ginjal, dan otak
 Sindrom HELLP (Hemolysis Elevated Liver Enzymes and Low Platelet Count)
atau hemolisis (penghancuran sel darah merah). Peningkatan enzim hati dan
jumlah trombosit yang rendah

H. Konsep Asuhan keperawatan


I. Pengkajian
1) Data biografi
Biasanya terjadi pada prigmigravida <20 tahun atau >35 tahun
2) Riwayat keperawatan
Persepsi ibu terhadap kehamilan/persalinan/nifas
3) Riwayat obstetri
a. Riwayat menstruasi
b. Riwayat kehamilan, persalinan, nifas yang lalu
c. Kehamilan sekarang
d. Persalinan sekarang
e. Keadaan bayi
f. Post partum sekarang
4) Riwayat keluarga berencana
Perlu dikaji apakah melaksanakan KB, bila melaksanakan jenis kontrasepsi
apa yang digunakan, sejak kapan menggunakan dan masalah yang terjadi saat
menggunakan kontrasepsi
5) Riwayat kesehatan
a. Keluhan utama biasanya demam atau sakit kepala
b. Riwayat kesehatan sekarang; hipertensi, edema pada ekstremitas
tengkuk terasa berat, sakit kepal didaerah frontal, nyeri epigastrium,
mual dan muntah
c. Riwayat kesehatan sebelumnya; obesitas, penyakit ginjal, anemia,
diabetes melitus, hipertensi/preeklampsia sebelum hamil
d. Riwayat kehamilan : gamelly, molahidatidosa, hidramnion, riwayat
eklampsia atau preeklamsia sebelumnya
e. Psikososial dan spriritual : emosi yang tidak stabil dapat
menyebabkan kecemasan. Biasanya dalam kondisi yang labil dan
mudah marah, ibu khawatir akan keadaan dirinya dan janin, tkut
anaknya nanti lahir cacat atau meninggal dunia.
f. Riwayat penyakit keluarga
Kemungkinan menpunyai riwayat preelkampsia dan eklampsia dalam
keluarga
6) Kebutuhan dasar khusus
a. Pola nutrisi
b. Pola eliminasi
c. Pola personal hygiene
d. Pola istirahat dan tidur
e. Pola aktivitas dan latihan
f. Pekerjaan dan olahraga
g. Pola kebiasaan yang mempengaruhi kesehatan; merokok, minuman
keras dan ketergantungan obat
7) Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum, kesadaran, TTV, dan data antropometri
Pada ibu postpartum periksa TTV setiap 15 menit selama 1 jam
pertama, kemudian setiap 30 menit pada jam selanjutnya
b. Sistem penglihatan
Konjungtiva sedikit anemis, edapada retina
c. Sistem pernapsan
d. Sirkulasi jantung
e. Sistem pencernaan
Nyeridaerah epigastriumanoreksi, mual dan muntah
f. Sistem uro genital
Kandung kemih post partum akan cepat terisikarenadiuresis
postpartum dan cairan intravena. Oliguria dan proteinuria
g. Sistem integumen
Selama kehamilan otot-otot abdomen secara bertahap melebar dan
terjadipenurunantonus otot. Pada periode postpartupenurunan tonus
ototjeas terihat. Muskulus rektus abdominis memisah. Ekstemitas
hiper refleksi dan klonus pada kaki
h. Dada dan aksila

II. Diagnosa keperawatan


1. Kelebihan volume cairan b.d gangguan mekanisme regulasi
2. Nyeri akut b.d agen cedera fisik
3. Resiko syok b.d kehilangan cairan aktif
4. Resiko ifeksi b.d diskontinuitas jaringan’

III. Perencanaan
1) Kelebihan volume cairan b.d gangguan mekanisme regulasi
Intervensi :
a. Timbang berat badan setiap hari
b. Monitor TTV
c. Monitor edema perifer
d. Monitor intake dan output
e. Berikan infus IV (Ringer laktat)
f. Tinggikan posisi kepala
g. Batasi asupan natrium
h. Kolaborasi dalam pemberian obat

Rasional :

a. Memantau perubahan berat badan


b. Memantau perubahan TTV
c. Memantau edema pasien
d. Mengetahui keseimbangan cairan didalam tubuh
e. Mencegah peningkatan preload
f. Memperbaiki ventilasasi pasien
g. Mencegah peningkatan edema
h. Mengurangi cairan dalam tubuh

2) Nyeri akut b.d agen cedera fisik


Intervensi :
a. Lakukan pengkajian nyeri dengan PQRST
b. Kendalikan faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi respon pasien
terhadap ketidaknyamanan
c. Ajarkan teknik management nyeri seperti pernapasan dalam
Rasional :
a. Untuk mengetahui skala, intensitas dan frekuensi nyeri
b. Menghindari faktor-faktor yang dapat menyebabkan rasa nyeri
bertambah
c. Melatih ibu agar bisa mengendalikan/beradaptasi
d. Memantau hasil intervensi yang sudah diberikan

3) Resiko syok b.d kehilangan cairan aktif


Intervensi :
a. Observasi TTV
b. Anjurkan pasien untuk istirahat yang cukup
c. Berikan transfusi sesuai kebutuhan
Rasional :
a. Tanda-tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui keadaan umum
pasien
b. Istirahat yang cukup akan menurunkan kebutuhan energi dan
kerjametaboisme tidak meningkat
c. Transfusidarah dapatmenggantikan cairan tubuh yang hilang

4) Resiko ifeksi b.d diskontinuitas jaringan


Intervensi :
a. Lakukan perawatan parienal setiap4jam
b. Catat tanggal dan waktu pecah ketuban
c. Lakukan pemeriksaan vagina hanya bila sangat perlu dengan
menggunakan teknikaseptik
d. Pantau suhu, nadi dan sel darah putih
e. Gunakan teknik asepsis bedah pada persiapan peralatan menurunkan
resiko kontaminasi
f. Berikan antibiotik sesuai indikasi
Rasional :
a. Membantu meningkatkan kebersihan, mencegah terjadinya infeksi
uterus asenden dan kemungkinan sepsisah klien dan janin rentan pada
infeksi saluran asenden dan kemungkinan sepsis
b. Dalam 4 jam setelah ketuban pecah akan terjadi infeksi
c. Pemeriksaan vagina berulang meningkatkan resiko infeksi endometrial
d. Peningkatan suhu atau nadi dapat menandakan infeksi
e. Digunakan dengan kewaspadaan karena pemakaian antibiotik dapat
merangsang pertumbuhan yang berlebih dari organisme resisten

Anda mungkin juga menyukai