Mengapa pasien
juga mengeluh pusing dan mual pandangan kabur?
Bengkak
Pada beberapa wanita hamil, terjadi peningkatan sensitifitas vaskuler
terhadap angiotensin II. Peningkatan ini menyebabkan hipertensi dan
kerusakan vaskuler, akibatnya akan terjadi vasospasme. Vasospasme
menurunkan diameter pembuluh darah ke semua organ, fungsi-fungsi organ
sseperti plasenta, ginjal, hati, dan otak menurun sampai 40-60%. Gangguan
plasenta menimblkan degenerasi pada plassenta dan kemungkinan terjadi
IUGR dan IUFD pada fetus. Aktivitas uterus dan sensitifitas terhadap oksitosin
meningkat.
Penurunan perfusi ginjal menurunkan GFR dan menimbulkan perubhan
glomelurus, protein keluar melalui urine, asam urat menurun, garam dan air
dithan, tekanan osmotik plasma menurun, cairankeluar dari intravaskuler,
menyebabkan hemokonsentrasi, peningkatan viskositas darah dan edema
jaringan berat dan peningkatan hematokrit. Pada pre-eklampsia berat terjadi
penuruna volume darah, edema berat dan berat badan naik dengan cepat.
Edema
Dapat terjadi pada kehamilan normal. Edema yang terjadi pada kehamilan
mempunyai banyak interpretasi, misalnya 40% edema dijumpai pada hamil
normal. 60% edema dijumpai dengan hipertensi, dan 80% edema dijumpai
pada kehamilan dengan hipertensi dan proteinuria.
Edema terjadi karena hipoalbuminemia atau kerusakan sel endothel
kapilar. Edema yang patologik adalah edema yang nondependent pada muka
dan tangan, atau edema generelisata, dan biasanya disertai dengan kenaikan
berat badan yang cepat.
Penyebaran edema generalisata terutama diatur oleh gaya gravitasi yg
mempengaruhi tekanan hidrostatik kapiler. Dengan demikian, edema
biasanya terjadi pd tmpat dg tekanan hidrostatik kapiler pling tinggi (
daerah yg rendah, misalnya daerah tungkai atau sakral pd saat
berbaring) , atau pd tempat dg tekanan interstisial paling rendah (
daerah periorbital,muka,skrotal).
SUMBER : PATOFISIOLOGI
Fisiologis
Sistem kardiovaskuler selama kehamilan harus memenuhi kebutuhan
yang meningkat antara ibu dan janin. Peningkatan curah jantung
selama kehamilan berkisar 40% pada trimester pertama dan kedua
(Murray dalam Wylie). Peningkatan curah jantung memungkinkan darah
mengalir malalui sirkulasi tambahan yang terbentuk di uterus yang
membesar dan dinding plasenta dan memenuhi kebutuhan tambahan
pada organ lainnya di tubuh ibu.
Jumlah dan panjang pembuluh darah yang dialirkan ke plasenta
meningkat sehingga terjadi vasodilatasi sebagai akibat aktivitas hormon
progesteron pada otot polos dinding pembuluh darah. Selama kehamilan
terjadi peningkatan volume plasma darah hingga 50% dan jumlah sel
darah meningkat hingga 18% untuk mengompensasi penurunan volume
darah akibat pembentukan darah ekstra dan vasodilatasi (Blackburn
dalam Wylie). Peningkatan volume plasma yang diimbangi dengan
jumlah sel darah dan protein dalam darah yang bersikulasi dapat
menyebabkan penurunan cairan pada kompartemen cairan interstisial
dinding kapiler, sehingga mengakibatkan edema pada wanita hamil.
Sumber : Manuaba, Candradinata.. 2008 . Gawat Darurat Obstetri Ginekologi
Dan Obstetri Ginekologi Social Untuk Profesi Bidan. Jakarta : EGC
Hipertensi
Istilah hipertensi gestasional digunakan sekarang ini untuk menjelaskan
setiap bentuk hipertensi yang berhubungan dengan kehamilan. Istilah ini
telah dipilih untuk menekankan hubungan sebab dan akibat antara
kehamilan dan hipertensi – preeklamsi dan eklamsi.5
Wanita hamil dengan hipertensi secara luas dapat dibagi menjadi 3
kategori yaitu hipertensi kronis, hipertensi non-proteinuri (kadang dikenal
sebagai pregnancy-induced hypertension), dan pre-eklamsi. Menurut The
International Society for the Study of Hypertension in Pregnancy (ISSHP)
klasifikasi hipertensi pada wanita hamil dibagi menjadi :
1. Hipertensi gestasional dan/atau proteinuria selama kehamilan,
persalinan, atau pada wanita hamil yang sebelumnya normotensi dan non-
proteinuri.
- Hipertensi gestasional (tanpa proteinuria)
- Proteinuria gestasional (tanpa hipertensi)
- Hipertensi gestasional dengan proteinuria (pre-eklamsi)
2. Chronic hypertension (sebelum kehamilan 20 minggu) dan penyakit
ginjal kronis (proteinuria sebelum kehamilan 20 minggu)
- Hipertensi kronis (without proteinuria)
- Penyakit ginjal kronis (proteinuria dengan atau tanpa hipertensi)
- Hipertensi kronis dengn superimposed
- Pre-eklamsi (proteinuria)
3. Unclassified hypertension dan/atau proteinuria
4. Eklampsia.18
Klasifikasi hipertensi pada kehamilan oleh Working Group of the NHBPEP
(2000) dibagi menjadi 5 tipe, yaitu :
Hipertensi gestasional
Preeklamsi
Eklamsi
Preeklamsi superimposed pada hipertensi kronis
Hipertensi kronis
Etiologi
Setiap teori yang memuaskan tentang etiologi dan patofisiologi preeklamsi
harus menerangkan pengamatan bahwa hipertensi yang disebabkan oleh
kehamilan jauh lebih memungkinkan terjadi pada wanita yang :
1. Terpapar vili korialis untuk pertama kalinya.
2. Terpapar vili korialis yang berlimpah, pada gemeli atau mola hidatidosa.
3. Memiliki penyakit vaskular yang telah ada sebelumnya.
4. Secara genetik memiliki predisposisi terhadap hipertensi yang berkembang
selama kehamilan.5
Tulisan-tulisan yang menjelaskan tentang eklamsia telah dibuat pada tahun
2200 Sebelum Masehi (Lindheimer dan kawan-kawan, 1999). Dengan
demikian tidaklah heran bahwa sejumlah mekanisme telah dikemukakan
untuk menerangkan penyebabnya. Menurut Sibai (2003), sebab-sebab
potensial yang mungkin menjadi penyebab preeklamsi adalah sebagai
berikut :
1. Invasi trofoblastik abnormal pembuluh darah uterus.
2. Intoleransi imunologis antara jaringan plasenta ibu dan janin.
3. Maladaptasi maternal pada perubahan kardiovaskular atau inflamasi dari
kehamilan normal.
4. Faktor nutrisi.
5. Pengaruh genetik.5
2.6.1. Invasi Trofoblastik Abnormal
Pada implantasi normal, arteri spiralis uterus mengalami remodelling yang
luas ketika diinvasi oleh trofoblas endovaskular (Gambar 2.1). Akan tetapi,
pada preeklamsi terdapat invasi trofoblastik yang tidak lengkap. Pada
kasus ini, pembuluh darah decidua, tetapi bukan pembuluh darah
myometrial, menjadi sejajar dengan trofoblas endovaskular. Meekins dan
kawan-kawan (1994) menjelaskan jumlah arteri spiralis dengan trofoblas
endovaskular pada plasenta wanita normal dan wanita dengan preeklamsi.
Madazli dan kawan-kawan (2000) membuktikan bahwa besarnya defek invasi
trofoblastik terhadap arteri spiralis berhubungan dengan beratnya
hipertensi.5,11
Faktor genetik,
Imunologi,
atau, Inflamasi
Penurunan
Perfusi
Uteroplasenta
Kebocoran Aktivasi
Vasospasme
kapiler koagulasi
Iskemia
Hipertensi oliguria Edema Proteinuria
hepar
Trombositopenia
Kejang Solusio Hemokonsentrasi
Mual, pusing
Pandangan Kabur
eklampsia ringan jarang sekali menyebabkan kematian ibu. Oleh karena itu,
sebagian besar pemeriksaan anatomik-patologik berasal dari penderita
eklampsia yang meninggal, Perdarahan, infark, nekrosis dan trombosis
pembuluh darah kecil pada penyakit ini dapat ditemukan dalam berbagai alat
tubuh. Perubahan tersebut mungkin disebabkan oleh vasospasme arteriola.
Penimbunan vibrin dalam pembuluh darah merupakan faktor penting juga
dalam patogenesis kelainan-kelainan tersebut.
Retina: kelainan yang ditemukan pada retina ialah spasme pada arteriola
dekat diskus optikus. Terlihat edema pada diskus optikus dan retina.
4. Jika teraba bagian yang berdenyut, apakah bermasalah dalam janin atau
tidak?
Dapat diberikan dengan dua cara, yaitu IV dan IM. Rute intravena
lebihdisukai karena dapat dikontrol lebih mudah dan waktu yang
dibutuhkan untuk mencapai tingkat terapetik lebih singkat. Rute
intramuskular cenderung lebihnyeri dan kurang nyaman, digunakan
jika akses IV atau pengawasan ketat pasientidak mungkin. Pemberian
magnesium sulfat harus diikuti dengan pengawasanketat atas pasien
dan fetos.
Selama persalinan, leher rahim Anda menjadi lebih pendek dan menipis
dalam rangka untuk meregangkan dan membuka sekitar kepala bayi Anda.
Pemendekan dan penipisan leher rahim disebut penipisan. Dokter akan
dapat memberitahu Anda jika ada perubahan serviks selama pemeriksaan
panggul. Penipisan diukur dalam persentase dari 0% sampai 100%. Jika
tidak ada perubahan pada serviks, itu digambarkan sebagai 0%
dihapuskan. Ketika leher rahim adalah setengah ketebalan normal, itu
adalah 50% dihapuskan. Ketika leher rahim sudah benar-benar menipis,
itu adalah 100% dihapuskan.
Peregangan dan pembukaan serviks disebut pelebaran dan diukur dalam
sentimeter, dengan pelebaran lengkap berada di 10 cm.
Penipisan dan pelebaran adalah akibat langsung dari kontraksi uterus yang
efektif. Kemajuan dalam persalinan diukur dengan berapa banyak serviks
telah membuka dan menipis untuk memungkinkan bayi untuk melewati
vagina.
Eff 20% :
kala I; Tahap Pembukaan
Pada kala pengeluaran janin, rasa mulas terkordinir, kuat, cepat dan lebih
lama, kira-kira 2-3 menit sekali. Kepala janin turun masuk ruang panggul
sehingga terjadilah tekanan pada otot-otot dasar panggul yang secara
reflektoris menimbulkan rasa mengedan. Anda merasa seperti mau buang
air besar, dengan tanda anus terbuka. Pada waku mengedan, kepala janin
mulai kelihatan, vulva (bagian luar alat kelamin) membuka dan perineum
(daerah antara anus-alat kelamin) meregang. Dengan mengedan terpimpin,
akan lahirlah kepala diikuti oleh seluruh badan janin.
Ibu akan merasakan tekanan yang kuat di daerah perineum. Daerah
perineum bersifa elastis, tapi bila dokter/bidan memperkirakan perlu
dilakukan pengguntingan di daerah perineum (episiotomi), maka tindakan
ini akan dilakukan dengan tujuan mencegah perobekan paksa daerah
perineum akibat tekanan bayi
Dimulai setelah bayi lahir, dan plasenta akan keluar dengan sendirinya.
Proses melahirkan plasenta berlangsung antara 5-30 menit. Pengeluaran
plasenta disertai dengan pengeluaran darah kira-kira 100-200 cc. Dengan
adanya kontraksi rahim, plasenta akan terlepas. Setelah itu dokter/bidan
akan memeriksa apakah plasenta sudah terlepas dari dinding
rahim. Setelah itu barulah dokter/bidan membersihkan segalanya
termasuk memberikan jahitan bila tindakan episiotomi dilakukan
http://www.webmd.com/baby/labor-signs?page=2
Mekonium dapat keluar (intrauterin)bila terjadi stres / kegawatan
intrauterin. Mekonium yang terhirup bisa menyebabkanpenyumbatan
parsial ataupun total pada saluran pernafasan, sehingga
terjadigangguan pernafasan dan gangguan pertukaran udara di paru-
paru. Selain itu,mekonium juga berakibat pada iritasi dan peradangan
pada saluran udara,menyebabkan suatu pneumonia kimiawi
Normalnya, mekonium baru akan dikeluarkan oleh tubuh bayi pada saat
dia mulai mengonsumsi makanan padat pertama. Pada bayi yang diberi
susu formula, mekonium lebih cepat dikeluarkan. Pada kondisi stres di
dalam kanudngan, misalnya akibat kekurangan kadar oksigen, bayi
akan mengeluarkan mekonium sehingga tercampur dengan cairan
amniom (air ketuban).
Kondisi stres juga akan membuat bayi menghirup dengan kuat cairan
amnion berisi mekonium sehingga masuk ke dalam paru-paru dan
menyebabkan pembengkakan (pneumonitis). Ini mengakibatkan
penyumbatan saluran pernapasan dan membuat bayi mengalami kesulitan
bernapas. Bila tidak mendapat penanganan yang tepat dan cepat, kondisi
ini dapat berakibat fatal.
http://www.ayahbunda.co.id/Artikel/Gizi+dan+Kesehatan/apa.itu.mekoni
um/001/001/1578/1/4.
1. Konservatif
a. Rawat rumah sakit dengan tirah baring.
b. Tidak ada tanda-tanda infeksi dan gawat janin.
c. Umur kehamilan kurang 37 minggu.
d. Antibiotik (amoksisilin 3 x 500 mg selama 5 hari)
e.Memberikan tokolitik=bila ada kontraksi uterus dan memberikan
kortikosteroid = mematangkan fungsi paru janin.
f. Jangan melakukan periksa dalam vagina kecuali ada tanda-tanda
persalinan.
g. Melakukan terminasi kehamilan bila ada tanda-tanda infeksi atau
gawat janin.
h. Bila dalam 3 x 24 jam tidak ada pelepasan air dan tidak ada
kontraksi uterus
maka lakukan mobilisasi bertahap. Apabila pelepasan air
berlangsung terus,
lakukan terminasi kehamilan.
2. Aktif
Bila didapatkan infeksi berat maka berikan antibiotik dosis tinggi.
Bila ditemukan tanda-tanda inpartu, infeksi dan gawat janin maka
lakukan terminasi kehamilan.
a. Induksi atau akselerasi ( vacuum atau forcep) persalinan.
b. Lakukan seksiosesaria bila induksi atau akselerasi persalinan
mengalami
kegagalan.
c. Lakukan seksio histerektomi bila tanda-tanda infeksi uterus berat
ditemukan.
Pedoman Diagnosis dan Terapi Obstetri dan Ginekologi, dr. I.M.S. Murah
Manoe, Sp.OG., dr. Syahrul Rauf, Sp.OG., dr. Hendrie Usmany, Sp.OG.
(editors). Bagian / SMF Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran
Universitas Hasanuddin, Rumah Sakit Umum Pusat, dr. Wahidin
Sudirohusodo, Makassar, 1999.
Bila janin hidup & tdpt prolaps tali pusat, dirujuk dgn posisi panggul
lbh tinggi dr badannya, bila mungkin dgn posisi bersujud
Bila perlu kepala janin didorong dgn 2 jari agar tali pusat tdk tertekan
kepala janin, tali pusat di vulva dibungkus kain hangat yg dilapisi
plastik
Bila tjd demam/infeksi, diberi penisilin prokain 1,2 juta IU i.m. &
ampisilin atau eritromisin 1 gr per oral
Pd kehamilan < 32 minggu dilakukan tindakan konservatif, yaitu tirah
baring, diberi sedatif fenobarbital 3x30 mg, antibiotik selama 5 hr &
glukokortikosteroid (dexametason 3x5 mg selama 2 hr)
Pd kehamilan 33-35 minggu, lakukan terapi konservatif selama 24 jam
lalu induksi persalinan
Pd kehamilan > 36 minggu, bila ada his, pimpin meneran & lakukan
akselerasi bila ada inersia uteri
Bila tdk ada his, lakukan induksi persalinan bila ketuban pecah < 6 jam
& skor pelvik < 5, atau ketuban pecah > 6 jam & skor pelvik > 5
Sectio sesaria bila ketuban pecah < 5 jam & skor pelvik < 5
Bila ada infeksi, akhiri persalinan
(Arief Mansjoer, dkk.2007.Kapita Selekta Kedokteran.Jakarta:Media
Aesculapius)
Konsep Pre-Eklamsi
1 Pengertian Pre-eklamsia
Preeklamsia dan eklamsia merupakan kumpulan kumpulan gejala yang
timbul pada ibu hamil, bersalin dan dalam masa nifas yang terdiri dari trias :
proteinuri, hipertensi,dan edema, yang kadang-kadang disertai konvulsi
sampai koma. Ibu tersebut tidak menunjukkan tanda-tanda kelainan-kelainan
vaskular atau hipertensi sebelumnya ( Mochtar, 2007).
Preeklamsi adalah penyakit dengan tanda-tanda hipertensi, proteinuria,
dan edema yang timbul karena kehamilan. Penyakit ini umumnya terjadi
dalam triwulan ke tiga pada kehamilan, tetapi dapat terjadi sebelumnya
misalnya pada mola hidatidosa Prawirohardjo 2005 yang dikutip oleh Rukiyah
(2010).
2 Etiologi
Menurut Mochtar (2007), Etiologi penyakit ini sampai saat ini belum
diketahui dengan pasti. Banyak teori-teori dikemukakan oleh para ahli yang
mencoba menerangkan penyebabnya.oleh karena itu disebut ”Penyakit teori”,
namun belum ada yang memberikan jawaban yang memuaskan. Teori yang
sekarang dipakai sebagai penyebab preeklamsia adalah teori ”iskemia
plasenta”. Namun teori ini belum dapat menerangkan semua hal yang
bertalian dengan penyakit ini.
Teori yang dapat diterima haruslah dapat menerangkan : (a) Mengapa
frekuensi menjadi tinggi pada: primigravida, kehamilan ganda,
hidramnion,dan molahidatidosa; (b) Mengapa frekuensi bertambah seiring
dengan tuanya kehamilan ,umumnya pada triwulan ke III; (c)Mengapa terjadi
perbaikan keadaan penyakit, bila terjadi kematian janin dalam kandungan; (d)
mengapa frekuensi menjadi lebih rendah pada kehamilan berikutnya; dan (e)
Penyebab timbulnya hipertensi,proteinuria,edema dan konvulsi sampai koma.
Dari hal-hal tersebut diatas, jelaslah bahwa bukan hanya satu faktor,
melainkan banyak faktor yang menyebabkan pre-eklamsia dan eklamsia.
Adapun teori-teori yang dihubungkan dengan terjadinya preeklamsia adalah :
a) Peran prostasiklin dan trombiksan
Pada preeklamsia dan eklamsia didapatkan kerusakan pada endotel
vaskular, sehingga terjadi penurunan produksi prostsiklin (PGI 2) yang pada
kehamilan normal meningkat, aktifasi pengumpulan dan fibrinolisis, yang
kemudian akan digant trombin dan plasmin,trombin akan mengkonsumsi anti
trombin III, sehingga terjadi deposit fibrin. Aktifasi trombosit menyebabkan
pelepasan tromboksan (TXA2) dan serotonin, sehingga terjadi vasospasme dan
kerusakan endotel.
b) Peran faktor imunologis
Menurut Rukiyah (2010), Preeklamsia sering terjadi pada kehamilan
pertama dan tidak timbu lagi pada kehamilan berikutnya. Hal ini dapat
ditererangkan bahwa pada kehamilan pertama pembentukan blocking
antibodies terhadap antigen plasenta tidak sempurna, yang semakin
sempurna pada kehamilan berikutnya. Beberapa data yang mendukung
adanya sistem imun pada penderita PE-E, beberapa wanita dengan PE-E
mempunyai komplek imun dalam serum, beberapa studi juga mendapatkan
adanya aktifasi sistem komplemen pada PE-E diikuti proteinuria.
c) Faktor genetik
Beberapa bukti menunjukkan peran faktor genetik pada kejadian PE-E
antara lain : (1) preeklamsia hanya terjadi pada manusia; (2) terdapatnya
kecenderungan meningkatnya frekuensi PE-E pada anak-anak dari ibu yang
menderita PE-E; (3) kescenderungan meningkatnya frekuensi PE-E pada anak
dan cucu ibu hamil dengan riwayat PE-E dan bukan pada ipar mereka; (4)
peran renin-angiotensin-aldosteron sistem (RAAS).
Yang jelas preeklamsia merupakan salah satu penyebab kematian pada
ibu hamil, disamping infeksi dan perdarahan, Oleh sebab itu, bila ibu hamil
ketahuan beresiko, terutama sejak awal kehamilan, dokter kebidanan dan
kandungan akan memantau lebih ketat kondisi kehamilan tersebut.
Beberapa penelitian menyebutkan ada beberapa faktor yang dapat
menunjang terjadinya preeklamsia dan eklamsia. Faktor-faktor tersebut antara
lain,gizi buruk, kegemukan, dan gangguan aliran darah kerahim. Faktor resiko
terjadinya preeklamsia, preeklamsia umumnya terjadi pada kehamilan yang
pertama kali, kehamilan di usia remaja dan kehamilan pada wanita diatas usia
40 tahun. Faktor resiko yang lain adalah riwayat tekanan darah tinggi yang
kronis sebelum kehamilan, riwayat mengalami preeklamsia sebelumnya,
riwayat preeklamsia pada ibu atau saudara perempuan,
kegemukan,mengandung lebih dari satu orang bayi, riwayat kencing manis,
kelainan ginjal, lupus atau rematoid artritis.
3 Patofisiologi
Menurut Mochtar (2007) Pada preeklamsia terjadi spasme pembuluh
darah disertai dengan retensi garam dan air. Pada biopsi ginjal ditemukan
spasme hebat arteriola glomerolus. Pada beberapa kasus, lumen arteriola
sedemikian sempitnya sehingga hanya dapat dilalui oleh satu sel darah merah.
Jadi jika semua arteriola dalam tubuh mengalami spasme, maka tekanan
darah akan naik, sebagai usaha untuk mengatasi kenaikan tekanan perifer
agar oksigenasi jaringan dapat dicukupi.
Sedangkan kenaikan berat badan dan edema yang disebabkan oleh
penimbunan air yang berlebihan dalam ruangan intertisial belum diketahui
penyebabnya, mungkin karena retensi air dan garam. Proteinuria dapat
disebabkan oleh spasme arteriola sehingga terjadi perubahan glomerolus.
4 Klasifikasi
Menurut Mochtar (2007), Dibagi menjadi dua golongan, yaitu :
1) Pre-eklamsia ringan, bila disertai keadaan sebagai berikut
a) Tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih yang diukur pada posisi
berbaring terlentang: atau kenaikan diastolik 15 mmHg atau lebih; atau
kenaikan sistolik 30 mmHg atau lebih. Cara pengukuran sekurang-kurangnya
pada dua kali pemeriksaan dengan jarak 1 jam,sebaiknya 6 jam.
b) Edema umum, kaki jari tangan, dan muka, atau kenaikan berat badan ≥
1 kg per minggu.
c) Proteinuria kwantitatif ≥ 0,3 gr per liter,kwalitatif 1+ atau 2+ pada urin
kateter atau midstream.
2) Pre-eklamsia berat, bila disertai keadaan sebagai berikut :
a) Tekanan darah 160/110 mmHg atau lebih.
b) Proteinuria ≥ 5gr per liter.
c) Oliguria, yaitu jumlah urin kurang dari 500 cc per 24 jam.
d) Adanya gangguan serebral, gangguan visus, dan rasa nyeri di
epigastrium.
e) Terdapat edema paru dan sianosis.
5 Perubahan Pada Organ-Organ
Menurut Mochtar (2007) pada penderita preeklamasi dapat terjadi
perubahan pada organ-organ, antara lain :
1) Otak
Pada pre-eklamsia aliran darah dan pemakaian oksigen tetap dalam
batas-batas normal. Pada eklamsia, resistensi pembuluh darah meninggi, ini
terjadi pula pada pembuluh darah otak. Edema yang terjadi pada otak dapat
menimbulkan kelainan serebral dan gangguan visus, bahkan pada keadaan
lanjut dapat terjadi perdarahan.
2) Plasenta dan rahim
Aliran darah menurun ke plasenta dan menyebabkan gangguan
plasenta, sehingga terjadi gangguan pertumbuhan janin dan karena
kekurangan oksigen terjadi gawat janin. Pada pre-eklamsia dan eklamsiasering
terjadi peningkatan tonus rahim dan kepekaanya terhadap rangsang, sehingga
terjadi partus prematus.
3) Ginjal
Filtrasi glomerolus berkurang oleh karena aliran ke ginjal menurun. Hal
ini menyebabkan filtrasi natrium melalui glomerolus menurun, sebagai
akibatnya terjadilah retensi garam dan air. Filtrasi glomerolus dapat turun
sampai 50% dari normal sehingga pada keadaan lanjut dapat terjadi oliguria
dan anuria.
4) Paru-paru
Kematian ibu pada pre-eklamsia dan eklamsia biasanya disebabkan oleh
edema paru yang menimbulkan decompensasi cordis. Bisa pula karena
terjadinja aspirasi pnemonia,atau abses paru.
5) Mata
Dapat dijumpai adanya edema retina dan spasme pembuluh darah. Bila
terdapat hal-hal tersebut, maka harus di curigai terjadinya pre eklamsia berat.
Pada eklamsia dapat terjadi ablasio retina yang disebabkan odema intra-okuler
dan merupakan salah satu indikasi untuk melakukan terminasi kehamilan.
Gejala lain yang dapat menunjukkan tanda pre-eklamsia berat adalah adanya
skotoma, diplopia, dan ambliopia. Hal ini disebabkan adanya perubahan
peredaran darah dalam pusat penglihatan di korteks serebri,atau di dalam
retina.
6) Keseimbangan air dan elektrolit
Pada pre-eklamsia ringan biasanya tidak dijumpai perubahan yang
nyata pada metabolisme air, elektrolit, kristaloit, dan protein serum. Jadi,
tidak terjadi gangguan keseimbangan elektrolit. Gula darah, kadar natrium
bikarbonat dan pH darah berada berada pada batas normal. Pada pre-
eklamsia berat dan eklamsia, kadar gula darah naik sementara, asam laktat
dan asam organik lainya naik,sehingga cadangan alkali akan turun. Keadaan
ini biasanya disebabkan oleh kejang-kejang. Setelah konvulsi selesai zat-zat
organik dioksidasi, dan dilepaskan natrium yang lalu bereaksi dengan
karbonik sehingga terbentuk natrium bikarbonat. Dengan demikian cadangan
alkalidapat kembali pulih normal.
Oleh beberapa penulis/ahli kadar asam urat dalam darah dipakai untuk
menentukan arah preeklamsia menjadi baik atau tidak setelah penanganan.
6 Frekuensi
Ada yang melaporkan angka kejadian sebanyak 6% dari seluruh
kehamilan, dan 12% pada kehamilan primigravida. Menurut beberapa penulis
lain frekuensi dilaporkan sekitar 3-10%.
Lebih banyak dijumpai pada primigravida daripada multigravida,
terutama primigravida usia muda.
Faktor-faktor predisposisi untuk terjadinya preeklamsia adalah
molahidatidosa, diabetes melitus, kehamilan ganda, hidrops fetalis, obesitas,
dan umur yang lebih dari 35 tahun (Mochtar, 2007).
7 Diagnosis
Menurut Mochtar (2007), Diagnosis ditegakkan berdasarkan :
1) Gambaran klinik : pertambahan berat badan yang berlebihan, edema,
hipertensi, dan timbul proteinuria.
Gejala subjektif : sakit kepala didaerah frontal,nyeri epigastrium; gangguan
visus; penglihatan kabur, skotoma, diplopia; mual dan muntah. Gangguan
serebral lainya : Oyong, reflek meningkat, dan tidak tenang.
2) Pemeriksaan : tekanan darah tinggi, refleks meningkat, dan proteinuria
pada pemeriksaan laboratorium.
.8 Penatalaksanaan
Tujuan dasar penatalaksanaan untuk setiap kehamilan dengan penyulit
preeklamsia adalah :
1) Terminasi kehamilan dengan trauma sekecil mungkin bagi ibu dan janinya.
2) Lahirnya bayi yang kemudian dapat berkembang.
3) Pemulihan sempurna kesehatan ibu
Pada kasus preeklasmia tertentu, terutama pada wanita menjelang atau
sudah aterm, tiga tujuan tersebut dapat terpenuhi oleh induksi persalinan.
Dengan demikian, informasi terpenting yang perlu dimiliki oleh ahli obstetri
agar penanganan kehamilan berhasil dan terutama kehamilan dengan penyulit
hipertensi, adalah kepastian usia janin (Cuningham dkk,2005).
Penanganan Preeklamsia ringan menurut Cuningham dkk. (2005), dapat
dilakukan dengan dua cara tergantung gejala yang timbul yakni :
1) Penatalaksanaan rawat jalan pasien preeklamsia ringan, dengan cara : ibu
dianjurkan banyak istirahat (berbaring,tidur/miring), diet : cukup protein,
rendah karbohidrat,lemak dan garam; pemberian sedativa ringan : tablet
phenobarbital 3x30 mg atau diazepam 3x2 mg/oral selama 7 hari (atas
instruksi dokter); roborantia; kunjungan ulang selama 1 minggu; pemeriksaan
laboratorium: hemoglobin, hematokrit, trombosit, urin lengkap, asam urat
darah, fungsi hati, fungsi ginjal.
2) Penatalaksanaan rawat tinggal pasien preeklamsi ringan berdasarkan
kriteria : setelah duan minggu pengobatan rawat jalan tidak menunjukkan
adanya perbaikan dari gejala-gejala preeklamsia; kenaikan berat badan ibu
1kg atau lebih/minggu selama 2 kali berturut-turut (2 minggu); timbul salah
satu atau lebih gejala atau tanda-tanda preeklamsia berat.
Bila setelah satu minggu perawatan diatas tidak ada perbaikan maka
preeklamsia ringan dianggap sebagai preeklamsia berat. Jika dalam perawatan
dirumah sakit sudah ada perbaikan sebelum 1 minggu dan kehamilan masih
preterm maka penderita tetap dirawat selama 2 hari lagi baru dipulangkan.
Perawatan lalu disesuaikan dengan perawatan rawat jalan.
Perawatan obstetri pasien preeklamsia menurut Rukiyah (2010)
adalah :
EKLAMPSIA
BATASAN
Eklampsia adalah kejadian satu atau lebih episode kejang yang disusul
dengan koma pada penderita dengan preeklampsia. Kejadiannya dapat
antepartum (40 – 50%), intrapartum (20 – 35%), atau post partum (10 – 40%).
Eklampsia post partum yang terjadi lambat ( lebih dari 48 jam tetapi sebelum
4 minggu) jarang terjadi akan tetapi dapat terjadi.
PATOFISIOLOGI
Sama dengan preeklampsia ringan / berat, hanya dengan akibat yang serius
pada organ yang terlibat.
PENGELOLAAN
Pada 15% kasus, tidak ditemukan adanya hipertensi atau proteinuria sebelum
terjadi eklampsia. Oleh karenya setiap penderita yang didiagnosis dengan
hipertensi dalam kehamilan harus dicurigai kemungkinan timbulnya
eklampsia, terutama yang disertai dengan gejala-gejala sistem saraf sentral.
Persalinan adalah terapi terbaik terhadap eklampsia, tetapi hanya jika kondisi
maternal stabil. Diperlukan adanya kerjasama multidisipliner, usaha yang
efisien, dan waktu yang tepat.
1) Dasar – dasar pengelolaan eklampsia adalah:
a) Terapi suportif untuk stabilisasi ibu.
b) Selalu ingat ABC (airway, breathing, circulation) resusitasi.
c) Pastikan jalan nafas tetap terbuka.
d) Mengatasi dan mencegah terjadinya kejang.
e) Koreksi adanya hipoksemia dan acidemia.
f) Mengatasi dan mencegah penyulit yang ada, khususnya hipertensi krisi.
g) Melahirkan janin pada saat yang tepat dengan cara persalinan yang tepat.
2) Terapi medikamentosa:
Lihat terapi medikamentosa pada pengelolaan preeklampsia berat.
3) Perawatan kejang:
a) Tempatkan penderita pada ruang isolasi atau ruangan khusus dengan
lampu terang. Tidak diperkenankan ditempatkan di ruangan gelap, sebab jika
terjadi sianosis tidak dapat diketahui.
b) Tempat tidur penderita harus cukup lebar, dapat di ubah dalam posisi
Trendelenburg dan posisi kepala lebih tinggi.
c) Rendahkan kepala ke bawah, diaspirasi lendir dalam orofaring guna
mencegah aspirasi pneumonia.
d) Isipkan spatel lidah antara lidah dan gigi rahang atas.
e) Fiksasi badan harus kendor agar jika terjadi kejang tidak terjadi fraktus.
f) Rail tempat tidur harus dipasang dan terkunci dengan kuat.
4) Perawatan koma:
a) Derajat kedalaman koma diukur dengan “Glasgow – Coma Scale”.
b) Usahakan jalan nafas atas tetap terbuka.
c) Hindari terjadinya dekubitus.
d) Perhatikan nutrisi penderita.
5) Perawatan khusus yang harus berkonsultasi dengan bagian lain:
Konsultasi dengan bagian lain perlu dilakukan apabila terjadi penyulit sebagai
berikut:
a) Edema paru-paru.
b) Oliguria renal.
c) Diperlukannya katetrisasi arteria pulmonalis.
6) Pengelolaan eklampsia:
a) Sikap dasar pengelolaan eklampsia: semua kehamilan dengan eklampsia
harus diakhiri (diterminasi) tanpa memandang umur kehamilan dan keadaan
janin. Berarti sikap yang diambil adalah: aktif.
b) Saat pengakhiran kehamilan, ialah bila “sudah terjadi stabilisasi
(pemulihan) hemodinamika dan metabolisme ibu”.
c) Stabilisasi dicapai selambat-lambatnya dalam 4 – 8 jam, setelah salah satu
atau lebih keadaan seperti di bawah ini, yaitu:
1) Setelah pemberian obat anti kejang terakhir.
2) Setelah kejang terakhir.
3) Setelah pemberian obat-obat anti hipertensi terakhir.
4) Setelah penderita mulai sadar (dapat dinili dengan GCS yang meningkat).
7) Cara persalinan:
Bila sudah diputuskan untuk melakukan tindakan aktif terhadap
kehamilannya, maka dipilih cara persalinan yang memenuhi syarat pada saat
tersebut.
8) Perawatan pasca persalinan:
Tetap monitor tanda-tanda vital penderita, lakukan pemeriksaan laboratorium
lengkap dalam 24 jam pasca persalinan.
PENYULIT
a) Kematian maternal: Di negara maju sekitar 1 – 2%, dan di negara
berkembang mencapai sekitar 10%.
b) Kematian perinatal: Di negara maju sekitar 6 – 12%, dan di negara
berkembang mencapai sekitar 25%.
Penyulit pada maternal:
a) Abruption sekitar 7 – 10%.
b) DIC sekitar 7 – 11%.
c) HELLP sekitar 10 – 15%.
d) Edema pulmoner sekitar 3 – 5%.
e) Gagal ginjal sekitar 5 – 9%.
f) Aspirasi pneumonia sekitar 2 – 3%.
g) Cardiopulmonary arrest sekitar 2 – 5%.
Penyulit perinatal:
a) Preterm birth sekitar 50%.
b) Intra Uterine Growth Restriction (IUGR).
c) Gawat janin.
d) Intra Uterine Fetal Death (IUFD).
DM pada kehamilan
1. Klasifikasi
a) DM yang memang sudah diketahui sebelumnya dan
kemudian menjadi Hamil (DM = DMH = DM pragestasional).
Sebagian besar termasuk golongan IDDM (Insulin Dependent
DM).
b) DM yang baru saja ditemukan pada saat kehamilan (DM
Gestasional = DMG). Umumnya termasuk golongan NIDDM
(Non Insulin Dependent DM)
2. Pathogenesis
Pada DMG jumlah / fungsi insulin yang tidak optimal
perubahan kinetika insulin dan resistensi terhadap efek insulin.
Akibatnya : komposisi sumber energi dalam plasma ibu berubah
(kadar gula darah tinggi, kadar insulin tetap tinggi).
Melalui difusi terfasilitasi dalam membran plasenta, pada sirkulasi
janin juga ikut terjadi komposisi sumber energi yang abnormal
(menyebabkan kemungkinan terjadi berbagai komplikasi). Selain itu
terjadi juga hiperinsulinemia, sehingga janin mengalami juga
gangguan metabolik (hipoglikemia, hipomagnesemia, hipokalsemia,
hiperbilirubinemia dsb).
Pengukuran Kadar
(mg/dl)
Puasa < 90
Osmotik diuresis
Poliuria
Haus
dehidrasi
Komplikasi
Dalam kehamilan
Abortus dan partus prematurus
Pre eklampsia
Hidramnion
Kelainan letak janin
Insufisiensi plasenta
Dalam persalinan
o Inersia uteri dan atonia uteri
o Distosia bahu karena anak besar
o Kelahiran mati
o Lebih sering pengakhiran partus dengan tindakan misal
seksiosesarea
o Lebih mudah terjadi infeksi
o Angka kematian maternal lebih tinggi
Prognosis
Prognosis bagi ibu hamil biasanya baik apalagi apabila penyakitnya
segera diketahui, dan ditangani oleh dokter di bidangnya
Kematian sangat jarang terjadi dan apabila terjadi kematian biasanya
pada DM yang lama dan berat dan yang disertai kelainan pembuluh
darah dan ginjal
Prognosis untuk janinnya lebih buruk ( tergantung pada berat dan
lamanya penyakit, insufisiensi plasenta, prematuritas, gawat nafas,
cacat kongenital, komplikasi persalinan )
Angka kematian perinatal 10 – 15 %
( “Ilmu Kebidanan”, )
6. Penatalaksaan
7. Prognosis
Bila penyakit ditangani oleh dokter ahli penyakit dalam serta
kehamilan dan persalinan diawasi dan ditolong oleh ahli
kebidanan biasanya prognosis baik
DM berat dan diderita lama apalagi ada komplikasi prognosis
buruk
Prognosis jelek, factor-faktor mortalitas dan morbiditas adalah
Berat dan lamanya sakit dan asetonuria
Insufiensi plasenta
Komplikasi dan distosia persalinan
Sindrom gawat nafas
Prematuria dan cacat bawaan
Prof.Dr.Rustam Mochtar,MPH. Editor: Dr.Delfi Lutan,DSOG. Sinopsis
Obstetri: Obstetri Fisiologi Obstetri Patologi. Jillid 1. Edisi 2. EGC,HAL
93
13.Komplikasi