Anda di halaman 1dari 47

1. Mengapa pasien akhir – akhir ini mengeluh kaki bengkak ?

Mengapa pasien
juga mengeluh pusing dan mual pandangan kabur?

Bengkak
Pada beberapa wanita hamil, terjadi peningkatan sensitifitas vaskuler
terhadap angiotensin II. Peningkatan ini menyebabkan hipertensi dan
kerusakan vaskuler, akibatnya akan terjadi vasospasme. Vasospasme
menurunkan diameter pembuluh darah ke semua organ, fungsi-fungsi organ
sseperti plasenta, ginjal, hati, dan otak menurun sampai 40-60%. Gangguan
plasenta menimblkan degenerasi pada plassenta dan kemungkinan terjadi
IUGR dan IUFD pada fetus. Aktivitas uterus dan sensitifitas terhadap oksitosin
meningkat.
Penurunan perfusi ginjal menurunkan GFR dan menimbulkan perubhan
glomelurus, protein keluar melalui urine, asam urat menurun, garam dan air
dithan, tekanan osmotik plasma menurun, cairankeluar dari intravaskuler,
menyebabkan hemokonsentrasi, peningkatan viskositas darah dan edema
jaringan berat dan peningkatan hematokrit. Pada pre-eklampsia berat terjadi
penuruna volume darah, edema berat dan berat badan naik dengan cepat.

Dari factor resiko  spasme arteriola – arteriola tubuh  tekanan perifer


pembuluh darah me ↑  lumen pembuluh darah > sempit  volume
darah yg masuk dlm pembuluh darah > sedikit  jantung melakukan
kompensasi untuk me ↑ volume darah agar oksigenisasi ke jaringan
tercukupi dengan cara me ↑ kerjanya dalam brkontraksi memompa
darah  hipertensi
Spasme arteriola glomerulus  aliran darah ke glomerulus me ↓ 
filtrasi glomerulus me ↓  filtrasi natrium me ↓  sehingga terjadi
retensi garam dan air (urin yang di ekskresikan jadi sedikit )  retensi
garam dan air  cairan intravaskuler berpindah ke ruang interstisial 
lama kelamaan terjadi edema
Spasme ateriola glomerulus  terjadi perubahan pada glomerulus 
proteinuria
Sinopsis Obstetri, Prof. Dr. Rustam Mochtar, MPH

Edema
Dapat terjadi pada kehamilan normal. Edema yang terjadi pada kehamilan
mempunyai banyak interpretasi, misalnya 40% edema dijumpai pada hamil
normal. 60% edema dijumpai dengan hipertensi, dan 80% edema dijumpai
pada kehamilan dengan hipertensi dan proteinuria.
Edema terjadi karena hipoalbuminemia atau kerusakan sel endothel
kapilar. Edema yang patologik adalah edema yang nondependent pada muka
dan tangan, atau edema generelisata, dan biasanya disertai dengan kenaikan
berat badan yang cepat.
Penyebaran edema generalisata terutama diatur oleh gaya gravitasi yg
mempengaruhi tekanan hidrostatik kapiler. Dengan demikian, edema
biasanya terjadi pd tmpat dg tekanan hidrostatik kapiler pling tinggi (
daerah yg rendah, misalnya daerah tungkai atau sakral pd saat
berbaring) , atau pd tempat dg tekanan interstisial paling rendah (
daerah periorbital,muka,skrotal).

SUMBER : PATOFISIOLOGI

Fisiologis
Sistem kardiovaskuler selama kehamilan harus memenuhi kebutuhan
yang meningkat antara ibu dan janin. Peningkatan curah jantung
selama kehamilan berkisar 40% pada trimester pertama dan kedua
(Murray dalam Wylie). Peningkatan curah jantung memungkinkan darah
mengalir malalui sirkulasi tambahan yang terbentuk di uterus yang
membesar dan dinding plasenta dan memenuhi kebutuhan tambahan
pada organ lainnya di tubuh ibu.
Jumlah dan panjang pembuluh darah yang dialirkan ke plasenta
meningkat sehingga terjadi vasodilatasi sebagai akibat aktivitas hormon
progesteron pada otot polos dinding pembuluh darah. Selama kehamilan
terjadi peningkatan volume plasma darah hingga 50% dan jumlah sel
darah meningkat hingga 18% untuk mengompensasi penurunan volume
darah akibat pembentukan darah ekstra dan vasodilatasi (Blackburn
dalam Wylie). Peningkatan volume plasma yang diimbangi dengan
jumlah sel darah dan protein dalam darah yang bersikulasi dapat
menyebabkan penurunan cairan pada kompartemen cairan interstisial
dinding kapiler, sehingga mengakibatkan edema pada wanita hamil.
Sumber : Manuaba, Candradinata.. 2008 . Gawat Darurat Obstetri Ginekologi
Dan Obstetri Ginekologi Social Untuk Profesi Bidan. Jakarta : EGC

Hipertensi
Istilah hipertensi gestasional digunakan sekarang ini untuk menjelaskan
setiap bentuk hipertensi yang berhubungan dengan kehamilan. Istilah ini
telah dipilih untuk menekankan hubungan sebab dan akibat antara
kehamilan dan hipertensi – preeklamsi dan eklamsi.5
Wanita hamil dengan hipertensi secara luas dapat dibagi menjadi 3
kategori yaitu hipertensi kronis, hipertensi non-proteinuri (kadang dikenal
sebagai pregnancy-induced hypertension), dan pre-eklamsi. Menurut The
International Society for the Study of Hypertension in Pregnancy (ISSHP)
klasifikasi hipertensi pada wanita hamil dibagi menjadi :
1. Hipertensi gestasional dan/atau proteinuria selama kehamilan,
persalinan, atau pada wanita hamil yang sebelumnya normotensi dan non-
proteinuri.
- Hipertensi gestasional (tanpa proteinuria)
- Proteinuria gestasional (tanpa hipertensi)
- Hipertensi gestasional dengan proteinuria (pre-eklamsi)
2. Chronic hypertension (sebelum kehamilan 20 minggu) dan penyakit
ginjal kronis (proteinuria sebelum kehamilan 20 minggu)
- Hipertensi kronis (without proteinuria)
- Penyakit ginjal kronis (proteinuria dengan atau tanpa hipertensi)
- Hipertensi kronis dengn superimposed
- Pre-eklamsi (proteinuria)
3. Unclassified hypertension dan/atau proteinuria
4. Eklampsia.18
Klasifikasi hipertensi pada kehamilan oleh Working Group of the NHBPEP
(2000) dibagi menjadi 5 tipe, yaitu :
 Hipertensi gestasional
 Preeklamsi
 Eklamsi
 Preeklamsi superimposed pada hipertensi kronis
 Hipertensi kronis
Etiologi
Setiap teori yang memuaskan tentang etiologi dan patofisiologi preeklamsi
harus menerangkan pengamatan bahwa hipertensi yang disebabkan oleh
kehamilan jauh lebih memungkinkan terjadi pada wanita yang :
1. Terpapar vili korialis untuk pertama kalinya.
2. Terpapar vili korialis yang berlimpah, pada gemeli atau mola hidatidosa.
3. Memiliki penyakit vaskular yang telah ada sebelumnya.
4. Secara genetik memiliki predisposisi terhadap hipertensi yang berkembang
selama kehamilan.5
Tulisan-tulisan yang menjelaskan tentang eklamsia telah dibuat pada tahun
2200 Sebelum Masehi (Lindheimer dan kawan-kawan, 1999). Dengan
demikian tidaklah heran bahwa sejumlah mekanisme telah dikemukakan
untuk menerangkan penyebabnya. Menurut Sibai (2003), sebab-sebab
potensial yang mungkin menjadi penyebab preeklamsi adalah sebagai
berikut :
1. Invasi trofoblastik abnormal pembuluh darah uterus.
2. Intoleransi imunologis antara jaringan plasenta ibu dan janin.
3. Maladaptasi maternal pada perubahan kardiovaskular atau inflamasi dari
kehamilan normal.
4. Faktor nutrisi.
5. Pengaruh genetik.5
2.6.1. Invasi Trofoblastik Abnormal
Pada implantasi normal, arteri spiralis uterus mengalami remodelling yang
luas ketika diinvasi oleh trofoblas endovaskular (Gambar 2.1). Akan tetapi,
pada preeklamsi terdapat invasi trofoblastik yang tidak lengkap. Pada
kasus ini, pembuluh darah decidua, tetapi bukan pembuluh darah
myometrial, menjadi sejajar dengan trofoblas endovaskular. Meekins dan
kawan-kawan (1994) menjelaskan jumlah arteri spiralis dengan trofoblas
endovaskular pada plasenta wanita normal dan wanita dengan preeklamsi.
Madazli dan kawan-kawan (2000) membuktikan bahwa besarnya defek invasi
trofoblastik terhadap arteri spiralis berhubungan dengan beratnya
hipertensi.5,11

Gambar 2.1 Implantasi plasenta normal5

Dengan menggunakan mikroskop elektron, De Wolf dan kawan-kawan


(1980) meneliti pembuluh darah yang diambil dari tempat implantasi plasenta
pada uterus. Mereka memperhatikan bahwa perubahan pada preeklampsia
awal meliputi kerusakan endotelial, perembesan isi plasma pada dinding
arteri, proliferasi sel miointimal, dan nekrosis tunika media. Mereka
menemukan bahwa lipid mengumpul pertama kali pada sel-sel myointimal dan
kemudian pada makrofag akan membentuk atherosis (Gambar 2.2).
Obstruksi lumen arteriol spiral oleh atherosis dapat mengganggu aliran
darah plasenta. Perubahan-perubahan ini dianggap menyebabkan perfusi
plasenta menjadi berkurang secara patologis, yang pada akhirnya
menyebabkan sindrom preeklamsi.5
Gambar 2.2 Atherosis5
2.6.2 Faktor imunologis
Karena preeklamsi terjadi paling sering pada kehamilan pertama,
terdapat spekulasi bahwa terjadi reaksi imun terhadap antigen paternal
sehingga menyebabkan kelainan ini.5
Hanya ada sedikit data yang mendukung keberadaan teori bahwa
preeklamsi adalah proses yang dimediasi sistem imun. Perubahan adaptasi
pada sistem imun dalam patofisiologi preeklamsia dimulai pada awal trimester
kedua. Wanita yang cenderung mengalami preeklamsi memiliki jumlah T
helper cells (Th1) yang lebih sedikit.dibandingkan dengan wanita yang
normotensif. Ketidakseimbangan ini terjadi karena terdapat dominasi Th2 yang
dimediasi oleh adenosin. Limfosit T helper ini mengeluarkan sitokin
spesifik yang memicu implantasi dan kerusakan pada proses ini dapat
menyebabkan preeklamsi.3,5,16
2.6.3 Vaskulopati dan Perubahan Inflamasi
Perubahan-perubahan yang terjadi merupakan akibat dari respon dari
plasenta karena terjadi iskemik sehingga akan menimbulkan urutan proses
tertentu. Desidua juga memiliki sel-sel yang bila diaktivasi maka akan
mengeluarkan agen noxious. Agen ini dapat menjadi mediator yang
mengakibatkan kerusakan sel endotel. Sitokin tertentu seperti tumor necrosis
factor- (TNF-) dan interleukin memiliki kontribusi terhadap stres oksidatif
yang berhubungan dengan preeklamsi. Stres oksidatif ditandai dengan
adanya oksigen reaktif dan radikal bebas yang akan menyebabkan
pembentukan lipid peroksida. Hal ini akan menghasilkan toksin radikal yang
merusak sel-sel endotel, memodifikasi produksi Nitric Oxide, dan mengganggu
keseimbangan prostaglandin. Fenomena lain yang ditimbulkan oleh stres
oksidatif meliputi pembentukan sel-sel busa pada atherosis, aktivasi koagulasi
intravaskular (trombositopeni), dan peningkatan permeabilitas (edema dan
proteinuria).6,3
Penyakit Gangguan Trofoblas
vaskuler ibu Plasentasi Berlebihan

Faktor genetik,
Imunologi,
atau, Inflamasi

Penurunan
Perfusi
Uteroplasenta

Zat Vasoaktif : Aktivasi Zat perusak :


Prostaglandin, Endotel Sitokin,
Nitro-oksida, Peroksidase
Endotelin Lemak

Kebocoran Aktivasi
Vasospasme
kapiler koagulasi

Iskemia
Hipertensi oliguria Edema Proteinuria
hepar

Trombositopenia
Kejang Solusio Hemokonsentrasi

Bagan 2.1 Patofisiologi terjadinya gangguan hipertensi akibat kehamilan. 5


2.6.4 Faktor nutrisi
Tekanan darah pada individu-individu yang tidak hamil dipengaruhi oleh
sejumlah pengaruh makanan, termasuk mineral dan vitamin. Beberapa studi
telah membuktikan hubungan antara kekurangan makanan dan insidensi
terjadinya preeklamsi. Hal ini telah didahului oleh studi-studi tentang
suplementasi dengan berbagai unsur seperti zinc, kalsium, dan magnesium
yang dapat mencegah preeklamsi. Studi lainnya, seperti studi oleh John dan
kawan-kawan (2002), membuktikan bahwa dalam populasi umum dengan diet
tinggi buah dan sayuran yang memiliki efek antioxidant berhubungan
dengan tekanan darah yang menurun.3,5,8
2.6.5 Faktor genetik
Predisposisi herediter terhadap hipertensi tidak diragukan lagi
berhubungan dengan preeklamsi dan tendensi untuk terjadinya preeklamsi
juga diturunkan. Penelitian yang dilakukan oleh Kilpatrick dan kawan-kawan
menunjukkan adanya hubungan antara antigen histokompatibilitas HLA-
DR4 dengan hipertensi proteinuria. Menurut Hoff dan kawan-kawan, respon
imun humoral maternal yang melawan antibodi imunoglobulin fetal anti HLA-
DR dapat menimbulkan hipertensi gestasional.3,5
2.7 Patofisiologi

Pada orang dengan diabetes mellitus, hipertensi berhubungan dengan


resistensi insulin dan abnormalitas pada sistem renin-angiotensin dan
konsekuensi metabolik yang meningkatkan morbiditas. Abnormalitas
metabolik berhubungan dengan peningkatan diabetes mellitus pada
kelainan fungsi tubuh/ disfungsi endotelial. Sel endotelial mensintesis
beberapa substansi bioaktif kuat yang mengatur struktur fungsi
pembuluh darah. Substansi ini termasuk nitrit oksida, spesies reaktif
lain, prostaglandin, endothelin, dan angiotensin II.
Pada individu tanpa diabetes, nitrit oksida membantu menghambat
atherogenesis dan melindungi pembuluh darah. Namun
bioavailabilitas pada endothelium yang diperoleh dari nitrit oksida
diturunkan pada individu dengan diabetes mellitus.

Hiperglikemia menghambat produksi endothelium, mesintesis aktivasi


dan meningkatkan produksi superoksid anion yaitu sebuah spesies
oksigen reaktif yang merusak formasi nitrit oksida. Produksi nitrit
oksida dihambat lebih lanjut oleh resistensi insulin, yang
menyebabkan pelepasan asam lemak berlebih dari jaringan adipose.
Asam lemak bebas, aktivasi protein kinase C, menghambat
phosphatidylinositol 3 dan meningkatkan produksi
spesies oksigen reaktif.
Semua mekanisme ini secara langsung mengurangi bioavailabilitas .
(Rodbard, 2007)

Hipertensi yang terjadi pada preeklamsi adalah akibat vasospasme,


dengan konstriksi arterial dan penurunan volume intravaskular relatif
dibandingkan dengan kehamilan normal. Sistem vaskular pada wanita hamil
menunjukkan adanya penurunan respon terhadap peptida vasoaktif seperti
angiotensin II dan epinefrin. Wanita yang mengalami preeklamsi menunjukkan
hiperresponsif terhadap hormon-hormon ini dan hal ini merupakan gangguan
yang dapat terlihat bahkan sebelum hipertensi tampak jelas. Pemeliharaan
tekanan darah pada level normal dalam kehamilan tergantung pada interaksi
antara curah jantung dan resistensi vaskular perifer, tetapi masing-masing
secara signifikan terganggu dalam kehamilan. Curah jantung meningkat 30-
50% karena peningkatan nadi dan volume sekuncup. Walaupun angiotensin
dan renin yang bersirkulasi meningkat pada trimester II, tekanan darah
cenderung untuk menurun, menunjukkan adanya reduksi resistensi vaskular
sistemik. Reduksi diakibatkan karena penurunan viskositas darah dan
sensivitas pembuluh darah terhadap angiotensin karena adanya prostaglandin
vasodilator. 4,5,7
Ada bukti yang menunjukkan bahwa adanya respon imun maternal yang
terganggu terhadap jaringan plasenta atau janin memiliki kontribusi terhadap
perkembangan preeklamsi. Disfungsi endotel yang luas menimbulkan
manifestasi klinis berupa disfungsi multi organ, meliputi susunan saraf pusat,
hepar, pulmonal, renal, dan sistem hematologi. Kerusakan endotel
menyebabkan kebocoran kapiler patologis yang dapat bermanifestasi pada
ibu berupa kenaikan berat badan yang cepat, edema non dependen (muka
atau tangan), edema pulmonal, dan hemokonsentrasi. Ketika plasenta ikut
terkena kelainan, janin dapat terkena dampaknya akibat penurunan aliran
darah utero-plasenta. Penurunan perfusi ini menimbulkan manifestasi klinis
seperti tes laju jantung janin yang non-reassuring, skor rendah profil biofisik,
oligohidramnion, dan pertumbuhan janin terhambat pada kasus-kasus yang
berat.4,5,7
Selama kehamilan normal, tekanan darah sistolik hanya berubah sedikit,
sedangkan tekanan darah diastolik turun sekitar 10 mmHg pada usia
kehamilan muda (13-20 minggu) dan naik kembali pada trimester ke III.
Pembentukkan ruangan intervillair, yang menurunkan resistensi vaskular,
lebih lanjut akan menurunkan tekanan darah.4,5,7
Patogenesis pada konvulsi eklamsi masih menjadi subyek penelitian dan
spekulasi. Beberapa teori dan mekanisme etiologi telah dipercaya sebagai
etiologi yang paling mungkin, tetapi tidak ada satupun yang dengan jelas
terbukti. Beberapa mekanisme etiologi yang dipercaya sebagai patogenesis
dari konvulsi eklamsi meliputi vasokonstriksi atau vasospame serebral,
hipertensi ensefalopati, infark atau edema serebral, perdarahan serebral, dan
ensefalopati metabolik. Akan tetapi, tidak ada kejelasan apakah penemuan ini
merupakan sebab atau efek akibat konvulsi.4,5,7,19
 Bagaimana kriteria hipertensi pada kehamilan ? dan kapan dikatakan
hipertensi?
Secara fisiologis wanita hamil mengalami perubahan pada system
kardiovaskuler yaitu pada kehamilan trimester dua terjadi penurunan tekanan
sistolik rata-rata 5 mmHg dan tekanan diastolic 10 mmHg dan normal kembali
pada trimester 3. Tekanan darah juga meningkat 4-5 hari setelah persalinan,
rata-rata 6 mmHg untuk sistolik dan 4 mmHg untuk diastolic. Kehamilan 8
minggu dan puncak 20-30 minggu, terjadi pertahnan perier bawah pada usia
trimester pertama. Volume darah meningkat sebesar 40%, terjadi peningkatan
aktivitas system rennin angiotensis.
klasifikasi hipertensi kronis berdasarkan JNC VII dapat dilihat pada tabel
2.3.13
Sistolik Diastolik
Klasifikasi
(mmHg) (mmHg)
Normal < 120 < 80
Pre – hipertensi 120 – 139 80 – 89
Hipertensi
140 – 159 90 – 99
stadium I
Hipertensi
≥ 160 ≥ 100
stadium II
Tabel 2.3 Klasifikasi Hipertensi Kronis 13
Pada beberapa wanita dengan hipertensi kronis, tekanan darah dapat
meningkat sampai tingkat abnormal, khususnya setelah 24 minggu. Jika
disertai oleh proteinuria, maka preeklamsi yang mendasarinya dapat
didiagnosis.
Perubahan Fisiologi Normal pada Tekanan Darah selama Kehamilan
Pada awal trimester pertama, ada penurunan tekanan darah dikarenakan
vasodilatasi aktif, yang dicapai melalui aksi dari mediator lokal seperti
prostacyclin dan nitric oxide. Penurunan tekanan darah ini secara primer
mempengaruhi tekanan diastolik dan turun sebesar 10 mmHg adalah hal yang
biasa pada gestasi usia 13-20 minggu. 1 Tekanan darah terus menurun hingga
22-24 minggu titik terendah dicapai. Setelah ini, adanya peningkatan bertahap
pada tekanan darah hingga istilah ukuran pre-kehamilan dicapai. Secara
cepat setelah tekanan darah biasanya turun, kemudian peningkatan selama
lima hari pertama post natal. Meskipun wanita yang tekanan darahnya normal
pada kehamilan dapat mengalami hipertensi sementara pada periode awal
postpartum, kemungkinan merefleksikan derajat instabilitas vasomotor.
Definisi Hipertensi pada Kehamilan & Pengukuran Tekanan Darah
Hipertensi pada kehamilan didiagnosa baik dari peningkatan absolut
tekanan darah atau dari peningkatan relatif diatas pengukuran yang didapat
pada saat pembukuan. Konvensi untuk nilai absolut untuk sistolik adalah 140
mmHg atau diastolik 90 mmHg. Bagaimanapun, hal ini musti dikenali bahwa
tekanan darah terkait dengan gestasi. Tekanan darah diastolik 90 mmHg
adalah 3 standar deviasi diatas rata-rata untuk kehamilan pertengahan, 2SD
pada 34 minggu, dan 1,5 SD pada kehaliran. Definisi untuk peningkatan
relatif tekanan darah disertakan baik peningkatan tekanan sistolik 30 mmHg
atau tekanan diastolik 15 mmhg diatas tekanan darah pada saat dibukukan.
Tekanan darah harus meningkat sedikitnya pada 2 kesempatan dan
pengkuran harus dibuat dengan wanita tersebut duduk dan menggunakan
ukuran cuff yang sesuai. Pada trimester kedua dan trimester ketiga akhir,
kembalinya vena dapat merusak uterus gravida, dan jika posisi supine,
tekanan darah diambil sebaiknya dengan berbaring pada sisi tubuhnya.
Fase I korotkoff dan V (tidak tampak) sebaiknya digunakan, dibandingkan
dengan fase IV (menutup), sejak hal ini lebih menghasilkan 2 dan
menunjukkan korelasi yang lebih baik dengan tekanan darah diastolik dalam
kehamilan. 3 Jika fase V tidak ada, fase IV sebaiknya direkam. Sistem otomatis
untuk pengukuran tekanan darah menunjukkan tidak dapat dipercaya pada
pre eclampsia berat 3-4 dan menjadi rekaman dibawah nilai yang sebenarnya

Mual, pusing

Pandangan Kabur
eklampsia ringan jarang sekali menyebabkan kematian ibu. Oleh karena itu,
sebagian besar pemeriksaan anatomik-patologik berasal dari penderita
eklampsia yang meninggal, Perdarahan, infark, nekrosis dan trombosis
pembuluh darah kecil pada penyakit ini dapat ditemukan dalam berbagai alat
tubuh. Perubahan tersebut mungkin disebabkan oleh vasospasme arteriola.
Penimbunan vibrin dalam pembuluh darah merupakan faktor penting juga
dalam patogenesis kelainan-kelainan tersebut.
Retina: kelainan yang ditemukan pada retina ialah spasme pada arteriola
dekat diskus optikus. Terlihat edema pada diskus optikus dan retina.

Sumber : Patofisiologi Robin

Ada hubungan dengan TIK?

2. Apa interpretasi tanda vital, TD 180/110, nadi 100x/menit, RR 24/mnt, suhu


37 C
3. Mengapa pasien mengaku BB naik cukup banyak pada kehamilan?
kenaikan berat badan yang abnormal dan edema terjadi secara dini
dan mencerminkan pemuaian ini berkaitan dengan peningkatan
permeabilitas kapiler yang ditimbulkan oleh vasokonstriksi arteriol.
Peningkatan permeabilitas kapiler memungkinkan cairan berdifusi dari
ruang intravaskuler sehingga mengakibatkan pemuaian ruang
ekstrasel.kenaikan berat badan yang terlalu banyak dan edema,
khususnya kalau terbatas pada tungkai bawah, tidak menetapkan
diagnosis preeklamsia.
Edema yang mencakup muka dan tangan perlu diperhatikan tapi
masih bukan diagnosis. Peningkatan berat badan sekitar 1 pon
(0,45) perminggu adalah normal namun bila melebihi 2 pon
dalam seminggu, atau 6 pon dalam sebulan kemungkinan
preeklamsia perlu dicurigai.

Pengaruh peningkatan berat badan pada ibu hamil


1. Kecepatan peningkatan berat yang direkomendasikan mencapai 1 sampai 2kg
selama trimester pertama dan
2. kemudian 0,4 kilogram per minggu yang memiliki berat standart terhadap
tinggi badan.
Peningkatan berat progresif secara bertahap pada dua trimester terakhir
umumnya merupakan peningkatan jaringan lemak dan jaringan tidak
berlemak. Selama trimester ke dua peningkatan terutama terjadi pada
ibu,sedangkan pada trimester ketiga kebanyakan merupakan pertumbuhan
janin.penting bagi perawat untuk memantau laju peningkatan berat guna
mengidentifikasi setiap pola abnormal yag mengindikasi interfensi oleh tenaga
professional.
Peningkatan berat yang menyolok kemungkinan di sebabkan oleh ratensi
cairan yang berlebihan. Peningkatan lebih dari 3kg per bulan khususnya
setelah minggu 20 gestasi , dapat mengindikasi masalah yang serius. Seperti
hipertensi akibat kehamilan.
Kehamilan bukanlah saat untuk melakukan diet. Bagi wanita yang
ramping dan sangat memperhatikan bentuk tubuh (BMI<19,8), peningkatan
berat badan merupakan masalah besar. Palsenta ibu, yang tidak mendapat
makanan yang adekuat, sering kali berisi lebih sedikit sel yang ukurannya
lebih kesil dan kurang mampu mensintesis nutrient yang dibutuhkan
janin.Ibu harus diberi penjelasan tentang efek nutrisi tidak adekuat pada
perkembvangan janin.

Sumber : Manuaba, Candradinata.. 2008 . Gawat Darurat Obstetri Ginekologi


Dan Obstetri Ginekologi Social Untuk Profesi Bidan. Jakarta : EGC

4. Jika teraba bagian yang berdenyut, apakah bermasalah dalam janin atau
tidak?

Plasenta yang seperti apa?

5. Mengapa di puskesmas diberikan MgSO4?


MgSO4 ( Sulfas manesicus) PILIHAN UTAMA untuk mengatasi
kejang pada PE-E
Merupakan salah satu obat yang digunakan untuk mengatasi kejang 
mengurangi kepekaan saraf pusat pada hubungan neuromuscular tanpa
memepengaruhi bagian lain dari susunan saraf.

Obat ini menyebabkan vasodilatasi, menurunkan tekanan darah,


meningkatkan dieresis dan menambah aliran darah ke uterus.
Magnesium sulfat (MgSO4)
Tujuan utama pemberian magnesium sulfat adalah untuk mencegah
kejang berkelanjutan dan mengakhiri kejang yang sedang berlanjut. Di
samping itu jugauntuk mengurangi komplikasi yang terjadi pada ibu
dan janin. Pada pemberian MgSO4 pasien harus dievaluasi bahwa
refleks tendon dalam masih ada, pernafasansekurangnya 12 kali per
menit dan urine output sedikitnya 100 ml dalam 4 jam.

Magnesium sulfat merupakan antikonvulsan yang efektif dan


membantumencegah kejang kambuh an dan mempertahankan aliran
darah ke uterus danaliran darah ke fetus. Magnesium sulfat berhasil
mengontrol kejang eklamptik pada >95% kasus. Selain itu zat ini
memberikan keuntungan fisiologis untuk fetusdengan meningkatkan
aliran darah ke uterus.

Mekanisme kerja magnesium sulfat adalah menekan


pengeluaranasetilkolin pada motor endplate. Magnesium sebagai
kompetisi antagonis kalsium juga memberikan efek yang baik untuk otot
skelet. Magnesium sulfat dikeluarkansecara eksklusif oleh ginjal dan
mempunyai efek antihipertensi.

Dapat diberikan dengan dua cara, yaitu IV dan IM. Rute intravena
lebihdisukai karena dapat dikontrol lebih mudah dan waktu yang
dibutuhkan untuk mencapai tingkat terapetik lebih singkat. Rute
intramuskular cenderung lebihnyeri dan kurang nyaman, digunakan
jika akses IV atau pengawasan ketat pasientidak mungkin. Pemberian
magnesium sulfat harus diikuti dengan pengawasanketat atas pasien
dan fetos.

Terapi magnesium biasanya dilanjutkan 12-24 jam setelah bayi lahir,


dapatdihentikan jika tekanan darah membaik serta diuresis yang
adekuat. Kadar magnesium harus diawasi pada pasien dengan
gangguan fungsi ginjal, pada level6-8 mg/dl. Pasien dengan urine output
yang meningkat memerlukan dosis rumatanuntuk mempertahankan
magnesium pada level terapetiknya. Pasien diawasiapakah ada tanda-
tanda perburukan atau adanya keracunan magnesium

Dosis pemberian MgSO4


1. Dosis inisial: 4-6 g. IV bolus dalam 15-20 menit; bila kejangtimbul
setelah pemberian bolus, dapat ditambahkan 2 g. IV dalam 3-5
menit.Kurang lebih 10-15% pasien mengalami kejang lagi setelah
pemberianloading dosis.
2. Dosis rumatan: 2-4 g./jam IV per drip. Bila kadar magnesium >10
mg/dl dalam waktu 4 jam setelah pemberian per bolus maka dosis
rumatandapat diturunkan.Pasien dapat mengalami kejang ketika
mendapat magnesium sulfat. Bilakejang timbul dalam 20 menit
pertama setelah menerima loading dose, kejang biasanya pendek dan
tidak memerlukan pengobatan tambahan. Bila kejang timbul>20
menit setelah pemberian load-ing dose, berikan tambahan 2-4
grammagnesium.
Kontraindikasi pemberian MgSO
adalah pada pasien dengan hipersensitif terhadap magnesium, adanya
blok pada jantung, penyakit Addison, kerusakan otot jantung, hepatitis
berat, atau myasthenia gravis.

Interaksi MgSO4 terhadap obat lain adalah jika penggunaan bersamaan


dengannifedipin dapat menyebabkan hipotensi dan blokade
neuromuskular. Kategorikeamanan pada kehamilan : A - aman pada
kehamilan.
Perhatikan selalu adanya refleks yang hilang, depresi nafas dan
penurunanurine output: Pemberian harus dihentikan bila terdapat
hipermagnesia dan pasienmungkin membutuhkan bantuan ventilasi.
Depresi SSP dapat terjadi pada kadar serum 6-8 mg/dl, hilangnya
refleks tendon pada kadar 8-10 mg/dl, depresi pernafasan pada kadar
12-17 mg/dl, koma pada kadar 13-17 mg/dl dan henti jantung pada
kadar 19-20 mg/dl. Bila terdapat tanda keracunan magnesium,
dapatdiberikan kalsium glukonat 1 g. IV secara perlahan
Sumber : Norwitz, Errol. 2007. At a Glance Obstetri dan Ginekologi.
Jakarta: Erlangga. Hlm: 88-89.
Scott, James. Danforth, Buku Saku Obstetri dan Ginekologi. Jakarta:
Widya Medika. Hlm: 202-213

The mechanism of action of magnesium sulphate is that it inhibits the


release of acetylcholine (ACh) at the neuronal-muscular junction, the
point where nerve cells communicate with muscle cells. The anticonvulsant
effect of orally administered phenytoin is due to stabilizing neuronal activity by
decreasing the ion flux across depolarizing membranes. Benzodiazepines
depress all levels of the central nervous system such as the limbic and reticular
formation, possibly by increasing activity of gamma-amino-butyric acid (GABA).

FARMAKOKINETIK DAN FARMAKODINAMIK


Magnesium merupakan kation kedua yang terbanyak ditemukan dalam
cairan intraseluler. Magnesium diperlukan untuk aktifitas sistem enzim
tubuh dan berfungsi penting dalam transmisi neurokimiawi dan
eksitabilitas otot. Kurangnya kation ini dapat menyebabkan gangguan
1,2
struktur dan fungsi dalam tubuh .
Pada wanita hamil terdapat penurunan kadar magnesium darah, walaupun
tidak ditemukan perbedaan yang bermakna antara kehamilan normal dan
preeklampsia-eklampsia. Penurunan kadar magnesium dalam darah pada
penderita preeklampsia dan eklampsia mungkin dapat diterangkan atas
5
dasar hipervolemia yang fisiologis pada kehamilan . 3
A. Absorbsi dan ekskresi
Seorang dewasa membutuhkan magnesium 20-40 meq/hari dimana
hanya 1/3 bagian diserap dibagian proksimal usus halus melalui suatu
proses aktif yang berhubungan erat dengan sistem transport kalsium.
Bila penyerapan magnesium kurang akan menyebabkan penyerapan
1,2
kalsium meningkat dan sebaliknya .
Garam magnesium sedikit sekali diserap oleh saluran pencernaan.
Pemberian magnesium parenteral segera didistribusikan ke cairan
ekstrasel, sebagian ketulang dan sebagian lagi segera melewati plasenta.
Ekskresi magnesium terutama melalui ginjal, sedikit melalui penapasan,
air susu ibu, saliva dan diserap kembali melalui tubulus ginjal bagian
proksimal. Bila kadar magnesium dalam darah meningkat maka
penyerapan ditubulus ginjal menurun, sedangkan clearence ginjal
meningkat dan sebaliknya. Peningkatan kadar magnesium dalam darah
dapat disebabkan karena pemberian yang berlebihan atau terlalu lama
dan karena terhambatnya ekskresi melalui ginjal akibat adanya
1,2,10
insufisiensi atau kerusakan ginjal .
Pada preeklampsia dan eklampsia terjadi spasme pada seluruh
pembuluh darah sehingga aliran darah ke ginjal berkurang yang
menyebabkan GFR dan produksi urine berkurang. Oleh karena itu
2,10
mudah terjadi peninggian kadar magnesium dalam darah .
Ekskresi melalui ginjal meningkat selama pemberian glukosa,
amonium klorida, furosemide, asam etakrinat dan merkuri organik.
Kekurangan magnesium dapat disebabkan oleh karena penurunan
absorbsi misalnya pada sindroma malabsorbsi, by pass usus halus,
malnutrisi, alkholisme, diabetik ketoasidosis, pengobatan diuretika,
2
diare, hiperaldosteronisme, hiperkalsiuri, hiperparatiroidisme .
Cruikshank et al menunjukan bahwa 50% magnesium akan
diekskresikan melalui ginjal pada 4 jam pertama setelah pemberian
bolus intravena, 75% setelah 20 jam dan 90% setelah 24 jam pemberian.
Pitchard mendemontrasikan bahwa 99% magnesium akan diekskresikan
2
melalui ginjal setelah 24 jam pemberian intavena . 4
B. Mekanisme Kerja
1. Sistem Enzym
Magnesium merupakan ko-faktor dari semua enzym dalam rangkaian
reaksi adenosin fosfat (ATP) dan sejumlah besar enzym dalam
rangkaian metabolisme fosfat. Juga berperan penting dalam
metabolisme intraseluler, misalnya proses pengikatan messanger-
1
RNA dalam ribosom.
2. Sistem susunan syaraf dan cerebro vaskuler.
Mekanisme dan aksi magnesium sulfat mesih belum diketahui dan
menjadi pokok pembahasan. Beberapa penulis berpendapat bahwa
aksi magnesium sulfat di perifer pada neuromuskular junction
dengan minimal atau tidak ada sama sekali pengaruh pada sentral.
Tapi sebagian besar penulis berpendapat bahwa aksi utamanya
2
adalah sentral dengan efek minimal blok neuromuskuler.
Magnesium menekan saraf pusat sehingga menimbulkan anestesi
dan mengakibatkan penurunan reflek fisiologis. Pengaruhnya
terhadap SSP mirip dengan ion kalium. Hipomagnesemia
mengakibatkan peningkatan iritabilitas SSP, disorientasi,
kebingungan, kegelisahan, kejang dan perilaku psikotik. Suntikan
magnesium sulfat secara intravena cepat dan dosis tinggi dapat
menyebabkan terjadinya kelumpuhan dan hilangnya kesadaran. Hal
ini mungkin disebabkan karena adanya hambatan pada
1,4,11,12
neuromuskular perifer.
Penghentian dan pencegahan kejang pada eklampsia tanpa
menimbulkan depresi umum susunan syaraf pusat pada ibu maupun
10
janin.
Donaldson (1978,1986) serta beberapa neurolog lainnya dengan
alasan yang sulit dimengerti, secara keliru menekankan bahwa
magensium sulfat merupakan anti konvulsan yang bekerja perifer
dan karenanya merupakan obat yang jelek. Obat ini hanya bekerja
pada konsentrasi yang menyebabkan kelumpuhan dan akibatnya
pasien eklampsia yang diobati akan menjadi tenang diluar tetapi
1
masih kejang-kejang didalam.
Thurnau dkk. (1987) memperlihatkan bahwa konsentrasi
magnesium dalam cairan serebrospinal setelah terapi magnesium
pada preeklampsia mengalami sedikit peningkatan tetapi sangat
bermakna. Borges dan Gucer (1978) mengajukan bukti yang
meyakinkan bahwa ion magnesium menimbulkan efek pada susunan
saraf pusat yang jauh lebih spesifik dari pada depresi umum. Borges
dkk. mengukur kerja magnesium sulfat yang diberikan secara
parenteral terhadap aktifitas syaraf epileptik pada primata dibawah
tingkat manusia yang tidak diberi obat dan dalam keadaan sadar.
Magnesium akan menekan timbulnya letupan neuron dan lonjakan
pada EEG interiktal dari kelompok neuron yang dibuat epileptik
dengan pemberian penisilin G secara topikal. Derajat penekanan
akan bertambah seiring dengan meningkatnya kadar magnesium
plasma dan akan berkurang dengan menurunnya kadar
10
magnesium.
3. Sistem neuromuskular
Magnesium mempunyai pengaruh depresi langsung terhadap otot
rangka. Kelebihan magnesium dapat menyebabkan :
- Penurunan pelepasan asetilkolin pada motor end-plate oleh syaraf
simpatis.
- Penurunan kepekaan motor end-plate terhadap asetilkolin.
- Penurunan amplitudo potensial motor end-plate.
Pengaruh yang paling berbahaya adalah hambatan pelepasan
asetilkolin. Akibat kelebihan magnesium terhadap fungsi
neuromuskular dapat diatasi dengan pemberian kalsium, asetilkolin
1,2,10
dan fisostigmin.
Bila kadar magnesium dalam darah melebihi 4 meq/liter reflek
tendon dalam mulai berkurang dan mungkin menghilang dalam
kadar 10 meq/liter. Oleh karena itu selama pengobatan magnesium
1,2,9
sulfat harus dikontrol refleks fatela .
4. Sistem syaraf otonom
Magnesium menghambat aktifitas dan ganglion simpatis dan dapat
digunakan untuk mengontrol penderita tetanus yang berat dengan
cara
6
mencegah pelepasan katekolamin sehingga dapat menurunkan
kepekaan reseptor adrenergik alfa.
5. Sistem Kardiovaskular
Pengaruh magnesium terhahap otot jantung menyerupai ion kalium.
Kadar magnesium dalam darah yang tinggi yaitu 10-15 meq/liter
menyebabkan perpanjangan waktu hantaran PR dan QRS interval
pada EKG. Menurunkan frekuensi pengiriman infuls SA node dan
pada kadar lebih dari 15 meq/liter akan menyebabkan bradikardi
bahkan sampai terjadi henti jantung yaitu pada kadar 30 meq/liter.
Pengaruh ini dapat terjadi karena efek langsung terhadap otot
jantung atau terjadi hipoksemia akibat depresi pernapasan.
Kadar magnesium 2-5 meq/liter dapat menurunkan tekanan darah.
Hal ini terjadi karena pengaruh vasodilatasi pembuluh darah, depresi
otot jantung dan hambatan gangguan simpatis. Magnesium sulfat
dapat menurunkan tekanan darah pada wanita hamil dengan
preeklampsia dan eklampsia, wanita tidak hamil dengan tekanan
darah tinggi serta pada anak-anak dengan tekanan darah tinggi
2,10
akibat penyakit glomerulonefritis akut.
Hutchinson dalam penelitiannya mendapatkan sedikit penurunan
darah arteri setelah diberikan magnesium sulfat 4 gram secara
intravena dan dalam waktu 15-20 menit normal kembali. Sedangkan
Thiagarajah dkk dalam penelitiannya tidak mendapatkan perubahan
yang bermakna baik penurunan tekanan darah, perubahan denyut
jantung ataupun tahanan perifer. Cotton dkk (1842), mengumpulkan
data-data menggunakanan kateterisasi ateri pulmonal dan radial.
Setelah pemberian 4 gram magnesium sulfat intravena dalam waktu
15 menit, tekanan darah arteri rata-rata sedikit menurun. Pemberian
magnesium menurunkan tahanan vaskuler sistemik serta tekanan
arteri rata-rata, dan secara bersamaan juga meningkatkan curah
10
jantung tanpa disertai depresi miokardium.
7
6. Sistem pernapasan
Magnesium dapat menyebabkan depresi pernapasan bila kadarnya
lebih dari 10 meq/liter bahkan dapat menyebabkan henti napas bila
10
kadarnya mencapai 15 meq/liter.
Somjen memonitor secara ketat dua orang penderita dengan kadar
magnesium dalam darah 15 meq/liter akan didapati kelumpuhan
otot pernapasan tanpa disertai gangguan kesadaran maupun
2,10
sensoris.
Sebagai pengobatan hipermagnesia segera setelah terjadi depresi
pernapasan diberikan kalsium glukonas dengan dosis 1 gram (10 ml
dari larutan 10%) secara intravena dalam waktu 3 menit dan
dilakukan pernapasan buatan sampai penderita dapat bernapas
sendiri. Pemberian ini dapat dilanjutkan 50 ml kalsium glukonas 10%
yang dilarutkan dalam dektrose 10% per infus. Bila keadaan tidak
dapat diatasi dianjurkan untuk hemodialisis atau peritoneum dialisis.
7. Uterus
Pengaruh magnesium sulfat terhadap kontraksi uterus telah banyak
dipelajari oleh para sarjana. Hutchinson dkk meneliti 32 penderita
yang diberi 4 gram MgSO4 secara intravena dan mendapatkan
adanya penurunan kontraksi uterus yang nyata pada 21 penderita ,
pada 7 penderita terdapat penurunan kontraksi uterus yang sedang
dan pada 4 penderita malah di dapatkan penambahan kekuatan
kontraksi uterus. Perubahan kontraksi ini hanya berlangsung selama
3-15 menit dimana kadar magnesium meningkat dari 2 meq/liter
menjadi 7-8 meq/liter dan menurun kembali 5-6 meq/liter pada
akhir menit ke-15. lama dan derajat perubahan sangat individual,
2
bahkan diperoleh perbaikan sifat kontraksi uterus.
P2KS SUMATRA UTARA

6. Bagaimana interpretasi dari pemeriksaan vaginam yang didapatkan?


Effacement

servik mulai membuka (dilatasi) dan mendatar atau menipis

(effacement) yaitu pemendekan serviks sampai ketebalannya berkurang

Selama persalinan, leher rahim Anda menjadi lebih pendek dan menipis
dalam rangka untuk meregangkan dan membuka sekitar kepala bayi Anda.
Pemendekan dan penipisan leher rahim disebut penipisan. Dokter akan
dapat memberitahu Anda jika ada perubahan serviks selama pemeriksaan
panggul. Penipisan diukur dalam persentase dari 0% sampai 100%. Jika
tidak ada perubahan pada serviks, itu digambarkan sebagai 0%
dihapuskan. Ketika leher rahim adalah setengah ketebalan normal, itu
adalah 50% dihapuskan. Ketika leher rahim sudah benar-benar menipis,
itu adalah 100% dihapuskan.
Peregangan dan pembukaan serviks disebut pelebaran dan diukur dalam
sentimeter, dengan pelebaran lengkap berada di 10 cm.

Penipisan dan pelebaran adalah akibat langsung dari kontraksi uterus yang
efektif. Kemajuan dalam persalinan diukur dengan berapa banyak serviks
telah membuka dan menipis untuk memungkinkan bayi untuk melewati
vagina.

Makna dari pembukaan 1 cm :

Eff 20% :
kala I; Tahap Pembukaan

In partu (partus mulai) ditandai dengan lendir bercampur darah, karena


serviks mulai membuka dan mendatar. Darah berasal dari pecahnya
pembuluh darah kapiler sekitar karnalis servikalis karena pergeseran
ketika serviks mendatar dan terbuka. Pada kala ini terbagi atas dua fase
yaitu:
Fase Laten: dimana pembukaan serviks berlangsung lambat, sampai
pembukaan 3 cm
Fase aktif: yang terbagi atas 3 subfase yaitu akselerasi, steady dan
deselerasi
Kala I adalah tahap terlama, berlangsung 12-14 jam untuk kehamilan
pertama dan 6-10 jam untuk kehamilan berikutnya. Pada tahap ini mulut
rahim akan menjadi tipis dan terbuka karena adanya kontraksi rahim
secara berkala untuk mendorong bayi ke jalan lahir. Pada setiap kontraksi
rahim, bayi akan semakin terdorong ke bawah sehingga menyebabkan
pembukaan jalan lahir. Kala I persalinan di sebut lengkap ketika
pembukaan jalan lahir menjadi 10 cm, yang berarti pembukaan sempurna
dan bayi siap keluar dari rahim.
Masa transisi ini menjadi masa yang paling sangat sulit bagi ibu. Menjelang
berakhirnya kala I, pembukaan jalan lahir sudah hampir sempurna.
Kontraksi yang terjadi akan semakin sering dan semakin kuat. Anda
mungkin mengalami rasa sakit yang hebat, kebanyakan wanita yang
pernah mengalami masa inilah yang merasakan masa yang paling berat.
Anda akan merasakan datangnya rasa mulas yang sangat hebat dan terasa
seperti ada tekanan yang sangat besar ke arah bawah, seperti ingin buang
air besar.
Menjelang akhir kala pertama, kontraksi semakin sering dan kuat, dan bila
pembukaan jalan lahir sudah 10 cm berarti bayi siap dilahirkan dan proses
persalinan memasuki kala II.

Kala II; Tahap Pengeluaran Bayi

Pada kala pengeluaran janin, rasa mulas terkordinir, kuat, cepat dan lebih
lama, kira-kira 2-3 menit sekali. Kepala janin turun masuk ruang panggul
sehingga terjadilah tekanan pada otot-otot dasar panggul yang secara
reflektoris menimbulkan rasa mengedan. Anda merasa seperti mau buang
air besar, dengan tanda anus terbuka. Pada waku mengedan, kepala janin
mulai kelihatan, vulva (bagian luar alat kelamin) membuka dan perineum
(daerah antara anus-alat kelamin) meregang. Dengan mengedan terpimpin,
akan lahirlah kepala diikuti oleh seluruh badan janin.
Ibu akan merasakan tekanan yang kuat di daerah perineum. Daerah
perineum bersifa elastis, tapi bila dokter/bidan memperkirakan perlu
dilakukan pengguntingan di daerah perineum (episiotomi), maka tindakan
ini akan dilakukan dengan tujuan mencegah perobekan paksa daerah
perineum akibat tekanan bayi

Kala III; Tahap Pengeluaran Plasenta

Dimulai setelah bayi lahir, dan plasenta akan keluar dengan sendirinya.
Proses melahirkan plasenta berlangsung antara 5-30 menit. Pengeluaran
plasenta disertai dengan pengeluaran darah kira-kira 100-200 cc. Dengan
adanya kontraksi rahim, plasenta akan terlepas. Setelah itu dokter/bidan
akan memeriksa apakah plasenta sudah terlepas dari dinding
rahim. Setelah itu barulah dokter/bidan membersihkan segalanya
termasuk memberikan jahitan bila tindakan episiotomi dilakukan

Kala IV; Tahap Pengawasan

Tahap ini digunakan untuk melakukan pengawasan terhadap bahaya


perdarahan. Pengawasan ini dilakukan selam kurang lebih dua jam. Dalam
tahap ini ibu masih mengeluarkan darah dari alat kelamin, tapi tidak
banyak, yang berasal dari pembuluh darah yang ada di dinding rahim
tempat terlepasnya plasenta, dan setelah beberapa hari anda akan
mengeluarkan cairan sedikit darah yang disebut lokia yang berasal dari
sisa-sisa jaringan.
Pada beberapa keadaan, pengeluaran darah setelah proses kelahiran
menjadi banyak. Ini disebabkan beberapa faktor seperti lemahnya kontraksi
atau tidak berkontraksi otot-otot rahim. Oleh karena itu perlu dilakukan
pengawasan sehingga jika perdarahan semakin hebat, dapat dilakukan
tindakan secepatnya.

Verralis, Sylvia. 1997. “Anatomi dan Fisiologi Terapan Dalam Kebidanan”.


Jakarta
: EGC.

http://www.webmd.com/baby/labor-signs?page=2
Mekonium dapat keluar (intrauterin)bila terjadi stres / kegawatan
intrauterin. Mekonium yang terhirup bisa menyebabkanpenyumbatan
parsial ataupun total pada saluran pernafasan, sehingga
terjadigangguan pernafasan dan gangguan pertukaran udara di paru-
paru. Selain itu,mekonium juga berakibat pada iritasi dan peradangan
pada saluran udara,menyebabkan suatu pneumonia kimiawi

keluarnya mekonium atau air ketuban yang bercampur mekonium per


vaginam pada presentasi kepala merupakan gejala gawat janin (fetal
distress). diduga ini sebagai hasil relaksasi spingter real dan peristaltik
yang bertambah sebagai akibat anoxis. faktor2 etiologisnya meliputi lilitan
tali pusat, partus lama, toxemia gravidarum. pada sebagian kasus tidak
diketahui penyababnya

Keluarnya mekonium intrauterine terjadi akibat dari stimulasi saraf


saluranpencernaan yang sudah matur dan biasanya akibat dari stres
hipoksia pada fetus.Fetus yang mencapai masa matur, saluran
gastrointestinalnya juga matur, sehinggastimulasi vagal dari kepala
atau penekanan pusat menyebabkan peristalsis danrelaksasi sfingter
ani, sehingga menyebabkan keluarnya mekonium. Mekoniumsecara
langsung mengubah cairan amniotik, menurunkan aktivitas anti-
bakterial dansetelah itu meningkatkan resiko infeksi bakteri perinatal.
Selain itu, mekonium dapat mengiritasi kulit fetus, kemudian
meningkatkan insiden eritema toksikum.Bagaimanapun, komplikasi yang
paling berat dari keluarnya mekonium dalam uterus adalah aspirasi cairan
amnion yang tercemar mekonium sebelum, selama, maupunsetelah
kelahiran. Aspirasi cairan amnion mekonial ini akan menyebabkan
hipoksiamelalui 4 efek utama pada paru, yaitu: obstruksi jalan nafas
(total maupun parsial),disfungsi surfaktan, pneumonitis kimia dan
hipertensi pulmonal

Sumber : Manuaba, Candradinata.. 2008 . Gawat Darurat Obstetri


Ginekologi Dan Obstetri Ginekologi Social Untuk Profesi Bidan. Jakarta :
EGC
Mekonium adalah kotoran atau feses yang dihasilkan bayi selama di dalam
rahim. Mekonium dibentuk dalam saluran pencernaan bayi darii bahan
baku berupa materi “sampah” metabolisma tubuh yang bersifat steril, dan
umumnya berwarna hijau.

Normalnya, mekonium baru akan dikeluarkan oleh tubuh bayi pada saat
dia mulai mengonsumsi makanan padat pertama. Pada bayi yang diberi
susu formula, mekonium lebih cepat dikeluarkan. Pada kondisi stres di
dalam kanudngan, misalnya akibat kekurangan kadar oksigen, bayi
akan mengeluarkan mekonium sehingga tercampur dengan cairan
amniom (air ketuban).

Kondisi stres juga akan membuat bayi menghirup dengan kuat cairan
amnion berisi mekonium sehingga masuk ke dalam paru-paru dan
menyebabkan pembengkakan (pneumonitis). Ini mengakibatkan
penyumbatan saluran pernapasan dan membuat bayi mengalami kesulitan
bernapas. Bila tidak mendapat penanganan yang tepat dan cepat, kondisi
ini dapat berakibat fatal.

http://www.ayahbunda.co.id/Artikel/Gizi+dan+Kesehatan/apa.itu.mekoni
um/001/001/1578/1/4.

Cairan ketuban yang keluar pada kondisi seperti ini?

7. Mengapa dilakukan pemeriksaan reflek fisiologis?

8. Pembagian bidang hogde?

9. Bagaimana penatalaksanaan dari ibu hamil tersebut?


 Penatalaksanaan

1. Konservatif
a. Rawat rumah sakit dengan tirah baring.
b. Tidak ada tanda-tanda infeksi dan gawat janin.
c. Umur kehamilan kurang 37 minggu.
d. Antibiotik (amoksisilin 3 x 500 mg selama 5 hari)
e.Memberikan tokolitik=bila ada kontraksi uterus dan memberikan
kortikosteroid = mematangkan fungsi paru janin.
f. Jangan melakukan periksa dalam vagina kecuali ada tanda-tanda
persalinan.
g. Melakukan terminasi kehamilan bila ada tanda-tanda infeksi atau
gawat janin.
h. Bila dalam 3 x 24 jam tidak ada pelepasan air dan tidak ada
kontraksi uterus
maka lakukan mobilisasi bertahap. Apabila pelepasan air
berlangsung terus,
lakukan terminasi kehamilan.

2. Aktif
Bila didapatkan infeksi berat maka berikan antibiotik dosis tinggi.
Bila ditemukan tanda-tanda inpartu, infeksi dan gawat janin maka
lakukan terminasi kehamilan.
a. Induksi atau akselerasi ( vacuum atau forcep) persalinan.
b. Lakukan seksiosesaria bila induksi atau akselerasi persalinan
mengalami
kegagalan.
c. Lakukan seksio histerektomi bila tanda-tanda infeksi uterus berat
ditemukan.
Pedoman Diagnosis dan Terapi Obstetri dan Ginekologi, dr. I.M.S. Murah
Manoe, Sp.OG., dr. Syahrul Rauf, Sp.OG., dr. Hendrie Usmany, Sp.OG.
(editors). Bagian / SMF Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran
Universitas Hasanuddin, Rumah Sakit Umum Pusat, dr. Wahidin
Sudirohusodo, Makassar, 1999.

 Bila janin hidup & tdpt prolaps tali pusat, dirujuk dgn posisi panggul
lbh tinggi dr badannya, bila mungkin dgn posisi bersujud
 Bila perlu kepala janin didorong dgn 2 jari agar tali pusat tdk tertekan
kepala janin, tali pusat di vulva dibungkus kain hangat yg dilapisi
plastik
 Bila tjd demam/infeksi, diberi penisilin prokain 1,2 juta IU i.m. &
ampisilin atau eritromisin 1 gr per oral
 Pd kehamilan < 32 minggu dilakukan tindakan konservatif, yaitu tirah
baring, diberi sedatif fenobarbital 3x30 mg, antibiotik selama 5 hr &
glukokortikosteroid (dexametason 3x5 mg selama 2 hr)
 Pd kehamilan 33-35 minggu, lakukan terapi konservatif selama 24 jam
lalu induksi persalinan
 Pd kehamilan > 36 minggu, bila ada his, pimpin meneran & lakukan
akselerasi bila ada inersia uteri
 Bila tdk ada his, lakukan induksi persalinan bila ketuban pecah < 6 jam
& skor pelvik < 5, atau ketuban pecah > 6 jam & skor pelvik > 5
 Sectio sesaria bila ketuban pecah < 5 jam & skor pelvik < 5
 Bila ada infeksi, akhiri persalinan
(Arief Mansjoer, dkk.2007.Kapita Selekta Kedokteran.Jakarta:Media
Aesculapius)

10.Pemeriksaan penunjang apakah yang disarankan?

11.Bagaimana keadaan yang memungkinkan untuk merujuk pasien?


12.DD
pre-eklampsia

Suatu penyakit dengan ditandai oleh hipertensi, edema dan proteinuria


yang disebabkan secara langsung oleh kehamilan dan biasanya
mendahului dari terjadinya eklampsia.
Wiknjosastro, H., 2006, Ilmu Kebidanan. Jakarta
Faktor resiko
 Primigravida & primipaternitas
 Hiperplasentosis misalnya mola hidatidosa , kehamilan multiple , DM
 Umur yang ekstrim
 Riwayat keluarga pernah preeklamsia & eklamsia
 Penyakit2 ginjal dan hipertensi sebelum kehamilan
 Obesitas
Wiknjosastro, H., 2006, Ilmu Kebidanan. Jakarta
Preeklamsi ringan bila disertai dgn keadaan berikut:
tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih yg diukur pd keadaan
berbaring terlentang, atau kenaikan diastolic ≥ 15mmHg, kenaikan
sistolik≥ 30mmHg
edema kaki, jari tangan, muka; atau kenaikan berat badan ≥1
kg/minggu
proteinuria kuantitatif ≥0,3 gr/lt atau kualitatif 1+ atau 2+ pd urin
kateter ato midstream
Preeklamsia berat
tekanan darah ≥160/110mmHg
proteinuria ≥5gr/lt
oliguria, dimana jumlah urin ‹500cc/24 jam
adanya gangguan serebral, gangguan visus, dan rasa nyeri
diepigastrium
terdapt edema paru dan sianosis
Sinopsis Obstetri, Prof. Dr. Rustam Mochtar, MPH

PRE EKLAMSIA (KERACUNAN KEHAMILAN)


Dr. Suparyanto, M.Kes

Konsep Pre-Eklamsi
1 Pengertian Pre-eklamsia
Preeklamsia dan eklamsia merupakan kumpulan kumpulan gejala yang
timbul pada ibu hamil, bersalin dan dalam masa nifas yang terdiri dari trias :
proteinuri, hipertensi,dan edema, yang kadang-kadang disertai konvulsi
sampai koma. Ibu tersebut tidak menunjukkan tanda-tanda kelainan-kelainan
vaskular atau hipertensi sebelumnya ( Mochtar, 2007).
Preeklamsi adalah penyakit dengan tanda-tanda hipertensi, proteinuria,
dan edema yang timbul karena kehamilan. Penyakit ini umumnya terjadi
dalam triwulan ke tiga pada kehamilan, tetapi dapat terjadi sebelumnya
misalnya pada mola hidatidosa Prawirohardjo 2005 yang dikutip oleh Rukiyah
(2010).
2 Etiologi
Menurut Mochtar (2007), Etiologi penyakit ini sampai saat ini belum
diketahui dengan pasti. Banyak teori-teori dikemukakan oleh para ahli yang
mencoba menerangkan penyebabnya.oleh karena itu disebut ”Penyakit teori”,
namun belum ada yang memberikan jawaban yang memuaskan. Teori yang
sekarang dipakai sebagai penyebab preeklamsia adalah teori ”iskemia
plasenta”. Namun teori ini belum dapat menerangkan semua hal yang
bertalian dengan penyakit ini.
Teori yang dapat diterima haruslah dapat menerangkan : (a) Mengapa
frekuensi menjadi tinggi pada: primigravida, kehamilan ganda,
hidramnion,dan molahidatidosa; (b) Mengapa frekuensi bertambah seiring
dengan tuanya kehamilan ,umumnya pada triwulan ke III; (c)Mengapa terjadi
perbaikan keadaan penyakit, bila terjadi kematian janin dalam kandungan; (d)
mengapa frekuensi menjadi lebih rendah pada kehamilan berikutnya; dan (e)
Penyebab timbulnya hipertensi,proteinuria,edema dan konvulsi sampai koma.
Dari hal-hal tersebut diatas, jelaslah bahwa bukan hanya satu faktor,
melainkan banyak faktor yang menyebabkan pre-eklamsia dan eklamsia.
Adapun teori-teori yang dihubungkan dengan terjadinya preeklamsia adalah :
a) Peran prostasiklin dan trombiksan
Pada preeklamsia dan eklamsia didapatkan kerusakan pada endotel
vaskular, sehingga terjadi penurunan produksi prostsiklin (PGI 2) yang pada
kehamilan normal meningkat, aktifasi pengumpulan dan fibrinolisis, yang
kemudian akan digant trombin dan plasmin,trombin akan mengkonsumsi anti
trombin III, sehingga terjadi deposit fibrin. Aktifasi trombosit menyebabkan
pelepasan tromboksan (TXA2) dan serotonin, sehingga terjadi vasospasme dan
kerusakan endotel.
b) Peran faktor imunologis
Menurut Rukiyah (2010), Preeklamsia sering terjadi pada kehamilan
pertama dan tidak timbu lagi pada kehamilan berikutnya. Hal ini dapat
ditererangkan bahwa pada kehamilan pertama pembentukan blocking
antibodies terhadap antigen plasenta tidak sempurna, yang semakin
sempurna pada kehamilan berikutnya. Beberapa data yang mendukung
adanya sistem imun pada penderita PE-E, beberapa wanita dengan PE-E
mempunyai komplek imun dalam serum, beberapa studi juga mendapatkan
adanya aktifasi sistem komplemen pada PE-E diikuti proteinuria.
c) Faktor genetik
Beberapa bukti menunjukkan peran faktor genetik pada kejadian PE-E
antara lain : (1) preeklamsia hanya terjadi pada manusia; (2) terdapatnya
kecenderungan meningkatnya frekuensi PE-E pada anak-anak dari ibu yang
menderita PE-E; (3) kescenderungan meningkatnya frekuensi PE-E pada anak
dan cucu ibu hamil dengan riwayat PE-E dan bukan pada ipar mereka; (4)
peran renin-angiotensin-aldosteron sistem (RAAS).
Yang jelas preeklamsia merupakan salah satu penyebab kematian pada
ibu hamil, disamping infeksi dan perdarahan, Oleh sebab itu, bila ibu hamil
ketahuan beresiko, terutama sejak awal kehamilan, dokter kebidanan dan
kandungan akan memantau lebih ketat kondisi kehamilan tersebut.
Beberapa penelitian menyebutkan ada beberapa faktor yang dapat
menunjang terjadinya preeklamsia dan eklamsia. Faktor-faktor tersebut antara
lain,gizi buruk, kegemukan, dan gangguan aliran darah kerahim. Faktor resiko
terjadinya preeklamsia, preeklamsia umumnya terjadi pada kehamilan yang
pertama kali, kehamilan di usia remaja dan kehamilan pada wanita diatas usia
40 tahun. Faktor resiko yang lain adalah riwayat tekanan darah tinggi yang
kronis sebelum kehamilan, riwayat mengalami preeklamsia sebelumnya,
riwayat preeklamsia pada ibu atau saudara perempuan,
kegemukan,mengandung lebih dari satu orang bayi, riwayat kencing manis,
kelainan ginjal, lupus atau rematoid artritis.
3 Patofisiologi
Menurut Mochtar (2007) Pada preeklamsia terjadi spasme pembuluh
darah disertai dengan retensi garam dan air. Pada biopsi ginjal ditemukan
spasme hebat arteriola glomerolus. Pada beberapa kasus, lumen arteriola
sedemikian sempitnya sehingga hanya dapat dilalui oleh satu sel darah merah.
Jadi jika semua arteriola dalam tubuh mengalami spasme, maka tekanan
darah akan naik, sebagai usaha untuk mengatasi kenaikan tekanan perifer
agar oksigenasi jaringan dapat dicukupi.
Sedangkan kenaikan berat badan dan edema yang disebabkan oleh
penimbunan air yang berlebihan dalam ruangan intertisial belum diketahui
penyebabnya, mungkin karena retensi air dan garam. Proteinuria dapat
disebabkan oleh spasme arteriola sehingga terjadi perubahan glomerolus.
4 Klasifikasi
Menurut Mochtar (2007), Dibagi menjadi dua golongan, yaitu :
1) Pre-eklamsia ringan, bila disertai keadaan sebagai berikut
a) Tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih yang diukur pada posisi
berbaring terlentang: atau kenaikan diastolik 15 mmHg atau lebih; atau
kenaikan sistolik 30 mmHg atau lebih. Cara pengukuran sekurang-kurangnya
pada dua kali pemeriksaan dengan jarak 1 jam,sebaiknya 6 jam.
b) Edema umum, kaki jari tangan, dan muka, atau kenaikan berat badan ≥
1 kg per minggu.
c) Proteinuria kwantitatif ≥ 0,3 gr per liter,kwalitatif 1+ atau 2+ pada urin
kateter atau midstream.
2) Pre-eklamsia berat, bila disertai keadaan sebagai berikut :
a) Tekanan darah 160/110 mmHg atau lebih.
b) Proteinuria ≥ 5gr per liter.
c) Oliguria, yaitu jumlah urin kurang dari 500 cc per 24 jam.
d) Adanya gangguan serebral, gangguan visus, dan rasa nyeri di
epigastrium.
e) Terdapat edema paru dan sianosis.
5 Perubahan Pada Organ-Organ
Menurut Mochtar (2007) pada penderita preeklamasi dapat terjadi
perubahan pada organ-organ, antara lain :
1) Otak
Pada pre-eklamsia aliran darah dan pemakaian oksigen tetap dalam
batas-batas normal. Pada eklamsia, resistensi pembuluh darah meninggi, ini
terjadi pula pada pembuluh darah otak. Edema yang terjadi pada otak dapat
menimbulkan kelainan serebral dan gangguan visus, bahkan pada keadaan
lanjut dapat terjadi perdarahan.
2) Plasenta dan rahim
Aliran darah menurun ke plasenta dan menyebabkan gangguan
plasenta, sehingga terjadi gangguan pertumbuhan janin dan karena
kekurangan oksigen terjadi gawat janin. Pada pre-eklamsia dan eklamsiasering
terjadi peningkatan tonus rahim dan kepekaanya terhadap rangsang, sehingga
terjadi partus prematus.
3) Ginjal
Filtrasi glomerolus berkurang oleh karena aliran ke ginjal menurun. Hal
ini menyebabkan filtrasi natrium melalui glomerolus menurun, sebagai
akibatnya terjadilah retensi garam dan air. Filtrasi glomerolus dapat turun
sampai 50% dari normal sehingga pada keadaan lanjut dapat terjadi oliguria
dan anuria.
4) Paru-paru
Kematian ibu pada pre-eklamsia dan eklamsia biasanya disebabkan oleh
edema paru yang menimbulkan decompensasi cordis. Bisa pula karena
terjadinja aspirasi pnemonia,atau abses paru.

5) Mata
Dapat dijumpai adanya edema retina dan spasme pembuluh darah. Bila
terdapat hal-hal tersebut, maka harus di curigai terjadinya pre eklamsia berat.
Pada eklamsia dapat terjadi ablasio retina yang disebabkan odema intra-okuler
dan merupakan salah satu indikasi untuk melakukan terminasi kehamilan.
Gejala lain yang dapat menunjukkan tanda pre-eklamsia berat adalah adanya
skotoma, diplopia, dan ambliopia. Hal ini disebabkan adanya perubahan
peredaran darah dalam pusat penglihatan di korteks serebri,atau di dalam
retina.
6) Keseimbangan air dan elektrolit
Pada pre-eklamsia ringan biasanya tidak dijumpai perubahan yang
nyata pada metabolisme air, elektrolit, kristaloit, dan protein serum. Jadi,
tidak terjadi gangguan keseimbangan elektrolit. Gula darah, kadar natrium
bikarbonat dan pH darah berada berada pada batas normal. Pada pre-
eklamsia berat dan eklamsia, kadar gula darah naik sementara, asam laktat
dan asam organik lainya naik,sehingga cadangan alkali akan turun. Keadaan
ini biasanya disebabkan oleh kejang-kejang. Setelah konvulsi selesai zat-zat
organik dioksidasi, dan dilepaskan natrium yang lalu bereaksi dengan
karbonik sehingga terbentuk natrium bikarbonat. Dengan demikian cadangan
alkalidapat kembali pulih normal.
Oleh beberapa penulis/ahli kadar asam urat dalam darah dipakai untuk
menentukan arah preeklamsia menjadi baik atau tidak setelah penanganan.
6 Frekuensi
Ada yang melaporkan angka kejadian sebanyak 6% dari seluruh
kehamilan, dan 12% pada kehamilan primigravida. Menurut beberapa penulis
lain frekuensi dilaporkan sekitar 3-10%.
Lebih banyak dijumpai pada primigravida daripada multigravida,
terutama primigravida usia muda.
Faktor-faktor predisposisi untuk terjadinya preeklamsia adalah
molahidatidosa, diabetes melitus, kehamilan ganda, hidrops fetalis, obesitas,
dan umur yang lebih dari 35 tahun (Mochtar, 2007).
7 Diagnosis
Menurut Mochtar (2007), Diagnosis ditegakkan berdasarkan :
1) Gambaran klinik : pertambahan berat badan yang berlebihan, edema,
hipertensi, dan timbul proteinuria.
Gejala subjektif : sakit kepala didaerah frontal,nyeri epigastrium; gangguan
visus; penglihatan kabur, skotoma, diplopia; mual dan muntah. Gangguan
serebral lainya : Oyong, reflek meningkat, dan tidak tenang.
2) Pemeriksaan : tekanan darah tinggi, refleks meningkat, dan proteinuria
pada pemeriksaan laboratorium.
.8 Penatalaksanaan
Tujuan dasar penatalaksanaan untuk setiap kehamilan dengan penyulit
preeklamsia adalah :
1) Terminasi kehamilan dengan trauma sekecil mungkin bagi ibu dan janinya.
2) Lahirnya bayi yang kemudian dapat berkembang.
3) Pemulihan sempurna kesehatan ibu
Pada kasus preeklasmia tertentu, terutama pada wanita menjelang atau
sudah aterm, tiga tujuan tersebut dapat terpenuhi oleh induksi persalinan.
Dengan demikian, informasi terpenting yang perlu dimiliki oleh ahli obstetri
agar penanganan kehamilan berhasil dan terutama kehamilan dengan penyulit
hipertensi, adalah kepastian usia janin (Cuningham dkk,2005).
Penanganan Preeklamsia ringan menurut Cuningham dkk. (2005), dapat
dilakukan dengan dua cara tergantung gejala yang timbul yakni :
1) Penatalaksanaan rawat jalan pasien preeklamsia ringan, dengan cara : ibu
dianjurkan banyak istirahat (berbaring,tidur/miring), diet : cukup protein,
rendah karbohidrat,lemak dan garam; pemberian sedativa ringan : tablet
phenobarbital 3x30 mg atau diazepam 3x2 mg/oral selama 7 hari (atas
instruksi dokter); roborantia; kunjungan ulang selama 1 minggu; pemeriksaan
laboratorium: hemoglobin, hematokrit, trombosit, urin lengkap, asam urat
darah, fungsi hati, fungsi ginjal.
2) Penatalaksanaan rawat tinggal pasien preeklamsi ringan berdasarkan
kriteria : setelah duan minggu pengobatan rawat jalan tidak menunjukkan
adanya perbaikan dari gejala-gejala preeklamsia; kenaikan berat badan ibu
1kg atau lebih/minggu selama 2 kali berturut-turut (2 minggu); timbul salah
satu atau lebih gejala atau tanda-tanda preeklamsia berat.
Bila setelah satu minggu perawatan diatas tidak ada perbaikan maka
preeklamsia ringan dianggap sebagai preeklamsia berat. Jika dalam perawatan
dirumah sakit sudah ada perbaikan sebelum 1 minggu dan kehamilan masih
preterm maka penderita tetap dirawat selama 2 hari lagi baru dipulangkan.
Perawatan lalu disesuaikan dengan perawatan rawat jalan.
Perawatan obstetri pasien preeklamsia menurut Rukiyah (2010)
adalah :

1) Kehamilan preterm (kurang 37 minggu) : bila desakan darah mencapai


normotensi selama perawatan, persalinan ditunggu sampai aterm; bila
desakan darah turun tetapi belum mencapai normotensi selama perawtan
maka kehamilanya dapat diakhiri pada umur kehamilan 37 minggu atau lebih.
2) Kehamilan aterm (37 minggu atau lebih) : persalinan ditunggu sampai
terjadi onset persalinan atau dipertimbangkan untuk melakukan persalinan
paa taksiran tanda persalinan.
3) Cara persalinan : persalinan dapat dilakukan secara spontan bila perlu
memperpendek kala II.
Ditinjau dari umur kehamilan dan perkembangan gejala-gejala preeklamsia
berat selama perawatan maka perawatan dibagi menjadi :
1) Perawatan aktif yaitu kehamilan segera diakhiri atau diterminasi ditambah
pengobatan medicinal.
2) Perawatan konservatif yaitu kehamilan tetap dipertahankan ditambah
pengobatan medicinal.
2. Konsep Pencegahan Preeklamsi
Menurut Cuningham dkk. (2005), Berbagai strategi telah
digunakan sebagai upaya untuk mencegah preeklamsia. Biasanya strategi-
strategi ini mencakup manipulasi diet dan usaha farmakologis untuk
memodifikasi mekanisme patofisiologis yang diperkirakan berperan dalam
terjadinya preeklamsia. Usaha farmakologis mencakup pemakaian aspirin
dosis rendah dan antioksidan.
1 Manipulasi diet
Salah satu usaha paling awal yang ditujukan untuk mencegah
preeklamsia adalah pembatasan asupan garam selama hamil, Knuist dkk.
(1998) yang dikutip oleh Cuningham (2005).
Berdasarkan sebagian besar studi di luar amerika serikat, ditemukan
bahwa wanita dengan diet rendah kalsium secara bermakna beresiko lebih
tinggi mengalami hipertensi akibat kehamilan. Hal ini mendorong dilakukanya
paling sedikit 14 uji klinis acak yang menghasilkan metaanalisis yang
memperlihatkan bahwa suplementasi kalsium selama kehamilan
menyebabkan penurunan bermakna tekanan darah serta mencegah
preeklamsia. Namun studi yang tampaknya definitif dilakukan oleh Lavine
dkk.,(1997) yang dikutip oleh Cuningham (2005). Studi ini adalah suatu uji
klinis acak yang disponsori oleh the National Institute of Child Health and
Human development. Dalam uji yang menggunakan penyamar-ganda ini,4589
wanita nulipara sehat dibagi secara acak untuk mendapat 2g suplemen
kalsium atau plasebo.
Manipulasi diet lainya untuk mencegah preeklamsia yang telah diteliti
adalah pemberian empat sampai sembilan kapsul yang mengandung minyak
ikan setiap hari. Suplemen harian ini dipilih sebagai upaya untuk
memodifikasi keseimbangan prostaglandin yang diperkirakan berperan dalam
patofisiologi preeklamsia.
2 Aspirin dosis rendah
Dengan aspirin 60 mg atau plasebo yang diberikan kepada wanita
primigravida peka-angiotensin pada usia kehamilan 28 minggu. Menurunya
insiden preeklamsi pada kelompok terapi diperkirakan disebabkan oleh
supresi selektif sintesis tromboksan oleh trombosit serta tidak terganggunya
produksi prostasiklin. Berdasarkan laporan ini dan laporan lain dengan hasil
serupa, dilakukan uji klinis acak multisentra pada wanita beresiko rendah dan
tinggi di amerika serikat dan negara lain. Uji-uji klinis ini secara konsisten
menperlihatkan aspirin dosis rendah efektif untuk mencegah preeklamsia.
Dalam suatu analisis sekunder terhadap uji klinis intervensi resiko-tinggi,
memperlihatkan bahwa pemberian aspirin dosis rendah secara bermakna
menurunkan kadar tromboksan B2 ibu.
3 Antioksidan
Serum wanita hamil normal memiliki mekanisme antioksidan yang
berfungsi mengendalikan peroksidasi lemak yang diperkirakan berperan dalam
disfungsi sel endotel pada preeklamsia. serum wanita dengan preeklamsia
memperlihatkan penurunan mencolok aktivitas antioksidan. Schirif
dkk.,(1996) yang dikutip oleh Cuningham (2005), menguji hipotesis bahwa
penurunan aktifitas antioksidan berperan dalam preeklamsia dengan
mempelajari konsumsi diet serta konsentrasi vitamin E dalam plasma pada 42
kehamilan dengan 90 kontrol. Mereka menemukan kadar vitamin E plasma
yang tinggi pada wanita dengan preeklamsia, tetapi konsumsi vitamin E dalam
diet tersebut tidak berkaitan dengan preeklamsia. Mereka berspekulasi bahwa
tingginya kadar vitamin E yang diamati disebabkan oleh respons terhadap
stres oksidatif pada preeklamsia.
Penelitian sistematik pertama yang dirancang untuk menguji hipotesis
bahwa terapi antioksidan untuk wanita hamil akan mengubah cedera sel
endotel yang dikaitkan dengan preeklamsia. Sebanyak 283 wanita hamil 18
sampai 22 minggu yang beresiko preeklamsia dibagi secara acak untuk
mendapat terapi antioksidan atau plasebo. Terapi antioksidan secara
bermakna menurunkan aktivasi sel endotel dan mengisyaratkan bahwa terapi
semacam ini mungkin bermanfaat untuk mencegah preeklamsia. Juga terjadi
penurunan bermakna insiden preeklamsia pada mereka yang mendapat
vitamin C dan E dibandingkan dengan kelompok kontrol (17 versus 11
persen,p <0,02).
4 Pemeriksaan antenatal
Pemeriksaan antenatal care yang teratur dan bermutu serta teliti,
mengenali tanda-tanda sedini mungkin (preeklamsi ringan), lalu diberikan
pengobatan yang cukup supaya penyakit tidak menjadi lebih berat. Harus
selalu waspada terhadap kemungkinan terjadinya preeklamsia kalau ada
faktor-faktor predisposisi, memberikan penerangan tentang manfaat istirahat
dan tidur, ketenangan, serta pentingnya mengatur diet rendah garam, lemak,
serta karbohidrat dan tinggi protein, juga menjaga kenaikan berat badan yang
berlebihan (Mochtar,2007).
Terapi paling efektif adalah pencegahan. Pada awal perawatan
prenatal,identifikasi wanita hamil yang beresiko tinggi, pengenalan, dan
laporan gejala-gejala peringatan fisik merupakan komponen inti untuk
mengoptimalkan hasil pada maternal dan perinatal. Kemampuan perawat
dalam memeriksa faktor-faktor dan gejala-gejala preeklamsia pada klien tidak
dapat terlalu dihrapkan. Perawat dapat melakukan banyak hal dalam tugas
pendukung. Tindakan harus diambil untuk menambah pengetahuan dan
akses publik pada perawatan antenatal. Konseling, penyerahan sumberdaya
masyarakat, pengerahan sistem pendukung, konseling nutrisi dan informasi
tentang adaptasi normal pada kehamilan merupakan komponen pencegahan
yang esensial pada perawatan (Bobak, Jensen.2000).

EKLAMPSIA

BATASAN
Eklampsia adalah kejadian satu atau lebih episode kejang yang disusul
dengan koma pada penderita dengan preeklampsia. Kejadiannya dapat
antepartum (40 – 50%), intrapartum (20 – 35%), atau post partum (10 – 40%).
Eklampsia post partum yang terjadi lambat ( lebih dari 48 jam tetapi sebelum
4 minggu) jarang terjadi akan tetapi dapat terjadi.

PATOFISIOLOGI
Sama dengan preeklampsia ringan / berat, hanya dengan akibat yang serius
pada organ yang terlibat.

GEJALA KLINIS – DIAGNOSIS


a) Kehamilan di atas 20 minggu, pada saat persalinan, atau pada saat nifas.
b) Ditemukan tanda-tanda preeklampsia.
c) Disertai adanya kejang dan atau koma.
d) Kadang kadang disertai gangguan fungsi organ.
DIAGNOSIS BANDING
a) Hamil dengan epilepsi.
b) Hamil dengan meningitis / ensefalitis.

PENGELOLAAN
Pada 15% kasus, tidak ditemukan adanya hipertensi atau proteinuria sebelum
terjadi eklampsia. Oleh karenya setiap penderita yang didiagnosis dengan
hipertensi dalam kehamilan harus dicurigai kemungkinan timbulnya
eklampsia, terutama yang disertai dengan gejala-gejala sistem saraf sentral.
Persalinan adalah terapi terbaik terhadap eklampsia, tetapi hanya jika kondisi
maternal stabil. Diperlukan adanya kerjasama multidisipliner, usaha yang
efisien, dan waktu yang tepat.
1) Dasar – dasar pengelolaan eklampsia adalah:
a) Terapi suportif untuk stabilisasi ibu.
b) Selalu ingat ABC (airway, breathing, circulation) resusitasi.
c) Pastikan jalan nafas tetap terbuka.
d) Mengatasi dan mencegah terjadinya kejang.
e) Koreksi adanya hipoksemia dan acidemia.
f) Mengatasi dan mencegah penyulit yang ada, khususnya hipertensi krisi.
g) Melahirkan janin pada saat yang tepat dengan cara persalinan yang tepat.
2) Terapi medikamentosa:
Lihat terapi medikamentosa pada pengelolaan preeklampsia berat.
3) Perawatan kejang:
a) Tempatkan penderita pada ruang isolasi atau ruangan khusus dengan
lampu terang. Tidak diperkenankan ditempatkan di ruangan gelap, sebab jika
terjadi sianosis tidak dapat diketahui.
b) Tempat tidur penderita harus cukup lebar, dapat di ubah dalam posisi
Trendelenburg dan posisi kepala lebih tinggi.
c) Rendahkan kepala ke bawah, diaspirasi lendir dalam orofaring guna
mencegah aspirasi pneumonia.
d) Isipkan spatel lidah antara lidah dan gigi rahang atas.
e) Fiksasi badan harus kendor agar jika terjadi kejang tidak terjadi fraktus.
f) Rail tempat tidur harus dipasang dan terkunci dengan kuat.
4) Perawatan koma:
a) Derajat kedalaman koma diukur dengan “Glasgow – Coma Scale”.
b) Usahakan jalan nafas atas tetap terbuka.
c) Hindari terjadinya dekubitus.
d) Perhatikan nutrisi penderita.
5) Perawatan khusus yang harus berkonsultasi dengan bagian lain:
Konsultasi dengan bagian lain perlu dilakukan apabila terjadi penyulit sebagai
berikut:
a) Edema paru-paru.
b) Oliguria renal.
c) Diperlukannya katetrisasi arteria pulmonalis.
6) Pengelolaan eklampsia:
a) Sikap dasar pengelolaan eklampsia: semua kehamilan dengan eklampsia
harus diakhiri (diterminasi) tanpa memandang umur kehamilan dan keadaan
janin. Berarti sikap yang diambil adalah: aktif.
b) Saat pengakhiran kehamilan, ialah bila “sudah terjadi stabilisasi
(pemulihan) hemodinamika dan metabolisme ibu”.
c) Stabilisasi dicapai selambat-lambatnya dalam 4 – 8 jam, setelah salah satu
atau lebih keadaan seperti di bawah ini, yaitu:
1) Setelah pemberian obat anti kejang terakhir.
2) Setelah kejang terakhir.
3) Setelah pemberian obat-obat anti hipertensi terakhir.
4) Setelah penderita mulai sadar (dapat dinili dengan GCS yang meningkat).
7) Cara persalinan:
Bila sudah diputuskan untuk melakukan tindakan aktif terhadap
kehamilannya, maka dipilih cara persalinan yang memenuhi syarat pada saat
tersebut.
8) Perawatan pasca persalinan:
Tetap monitor tanda-tanda vital penderita, lakukan pemeriksaan laboratorium
lengkap dalam 24 jam pasca persalinan.

PENYULIT
a) Kematian maternal: Di negara maju sekitar 1 – 2%, dan di negara
berkembang mencapai sekitar 10%.
b) Kematian perinatal: Di negara maju sekitar 6 – 12%, dan di negara
berkembang mencapai sekitar 25%.
Penyulit pada maternal:
a) Abruption sekitar 7 – 10%.
b) DIC sekitar 7 – 11%.
c) HELLP sekitar 10 – 15%.
d) Edema pulmoner sekitar 3 – 5%.
e) Gagal ginjal sekitar 5 – 9%.
f) Aspirasi pneumonia sekitar 2 – 3%.
g) Cardiopulmonary arrest sekitar 2 – 5%.
Penyulit perinatal:
a) Preterm birth sekitar 50%.
b) Intra Uterine Growth Restriction (IUGR).
c) Gawat janin.
d) Intra Uterine Fetal Death (IUFD).

DM pada kehamilan

1. Klasifikasi
a) DM yang memang sudah diketahui sebelumnya dan
kemudian menjadi Hamil (DM = DMH = DM pragestasional).
Sebagian besar termasuk golongan IDDM (Insulin Dependent
DM).
b) DM yang baru saja ditemukan pada saat kehamilan (DM
Gestasional = DMG). Umumnya termasuk golongan NIDDM
(Non Insulin Dependent DM)
2. Pathogenesis
Pada DMG  jumlah / fungsi insulin yang tidak optimal 
perubahan kinetika insulin dan resistensi terhadap efek insulin.
Akibatnya : komposisi sumber energi dalam plasma ibu berubah
(kadar gula darah tinggi, kadar insulin tetap tinggi).
Melalui difusi terfasilitasi dalam membran plasenta, pada sirkulasi
janin juga ikut terjadi komposisi sumber energi yang abnormal
(menyebabkan kemungkinan terjadi berbagai komplikasi). Selain itu
terjadi juga hiperinsulinemia, sehingga janin mengalami juga
gangguan metabolik (hipoglikemia, hipomagnesemia, hipokalsemia,
hiperbilirubinemia dsb).

3. Pengaruh kehamilan pada diabetes


Diabetes dalam kehamilan lebih sukar diatur karena toleransi
terhadap glucose berubah-ubah kadang-kadang diperlukan insulin
lebih banyak, kadang kurang, wanita hamil jg mudah menderita
acidosis

4. Pengaruh diabetes terhadap kehamilan


Kemungkinan gestose 4 lebih besar
Infeksi lebih mudah terjadi terutama pyelitis dan pyelonefritis
Kemungkinan abortus dan partus prematurus sedikit lebih
besar
Bayi sering besar
Anak sering mati intrauterine terutama setelah minggu ke 35 
akibat hypoglycemia
Setelah lahir anak sering mengalami hypoglicaemia dan
hypoxia
Sering terjadi hidramnion
Kelainan congenital lebih sering dijumpai
Perdarahan post partum lebih besar kemungkinannya
Laktasi kadang-kadang kurang
5. Diagnosis
Anamnese keluaraga yang dibebani dgn diabetes, bayi-bayi yang
berat, bayi dengan kelainan congenital, hydramnion, gestose, dan
bahkan abortus.
Ditanyakan adanya polyphagi, polyuri, poly dipsi, dan pruritus
vulvae.
Riwyat persalinan yang lalu  abortus, partus prematurius,
kematian janin dan anak besar.
Pemeriksaan Lab ; Glucose tolerance test, pemeriksaan urin, kadar
gula darah puasa dan post prandial.
 Anamnesis  riwayat keluarga diabetes, riwayat melahirkan bayi >
4 kg, riwayat lahir mati, dan riwayat abortus berulang.
 PF  obesitas, pengukuran lingkaran perut (lebih dari normal 
curiga makrosomia).
 PP :
 Pemeriksaan gula darah (Sullivan dkk, 1973) :
- Pasien diberi tes beban glukosa oral 50 gr, dan 1 jam
kemudian diperiksa kadar gula darahnya  bila nilai
glukosa plasma > 150 mg/dl (atau 130 mg/dl darah) maka
perlu dilanjutkan dengan tes toleransi glukosa 3 jam.
- Tes toleransi glukosa  pasien diberi beban glukosa oral
100 gr, kemudian diperiksa kadar gula darahnya dengan
kriteria sbb :
Kadar glukosa pada pasien
normal

Pengukuran Kadar
(mg/dl)

Puasa < 90

Jam 1 < 165


Jam 2 < 145

Jam 3 < 125

USG  deteksi dini adanya kecurigaan cacat bawaan


Kardiotografi  pemeriksaan fungsi janin-plasenta untuk
pemantauan denyut jantung dan gerakan janin secara serial
tiap minggu setelah 36 minggu.
 Gambaran Klinis

Defisiensi insulin gluconeogenesis 


glycogenolysis 
Katabolisme protein
Ambilan glukosa
otot 
jar.perifer 
Katabolisme lemak
jaringan 
glukosuria Melam
batas

Osmotik diuresis

Poliuria
Haus
dehidrasi
 Komplikasi
Dalam kehamilan
 Abortus dan partus prematurus
 Pre eklampsia
 Hidramnion
 Kelainan letak janin
 Insufisiensi plasenta
Dalam persalinan
o Inersia uteri dan atonia uteri
o Distosia bahu karena anak besar
o Kelahiran mati
o Lebih sering pengakhiran partus dengan tindakan misal
seksiosesarea
o Lebih mudah terjadi infeksi
o Angka kematian maternal lebih tinggi
 Prognosis
Prognosis bagi ibu hamil biasanya baik apalagi apabila penyakitnya
segera diketahui, dan ditangani oleh dokter di bidangnya
Kematian sangat jarang terjadi dan apabila terjadi kematian biasanya
pada DM yang lama dan berat dan yang disertai kelainan pembuluh
darah dan ginjal
Prognosis untuk janinnya lebih buruk ( tergantung pada berat dan
lamanya penyakit, insufisiensi plasenta, prematuritas, gawat nafas,
cacat kongenital, komplikasi persalinan )
Angka kematian perinatal 10 – 15 %

( “Ilmu Kebidanan”, )

6. Penatalaksaan
7. Prognosis
Bila penyakit ditangani oleh dokter ahli penyakit dalam serta
kehamilan dan persalinan diawasi dan ditolong oleh ahli
kebidanan biasanya prognosis baik
DM berat dan diderita lama apalagi ada komplikasi prognosis
buruk
Prognosis jelek, factor-faktor mortalitas dan morbiditas adalah
 Berat dan lamanya sakit dan asetonuria
 Insufiensi plasenta
 Komplikasi dan distosia persalinan
 Sindrom gawat nafas
 Prematuria dan cacat bawaan
Prof.Dr.Rustam Mochtar,MPH. Editor: Dr.Delfi Lutan,DSOG. Sinopsis
Obstetri: Obstetri Fisiologi Obstetri Patologi. Jillid 1. Edisi 2. EGC,HAL
93

13.Komplikasi

Anda mungkin juga menyukai