Anda di halaman 1dari 20

1.

Konsep Dasar Preeklamsia


a. Pengertian Preeklamsia
Preeklamsia atau biasa disebut Kehamilan Incduced
Hypertension (PIH) kehamilan atau toksemia kehamilan, ditandai
dengan Tekanan darah meningkat, oedema, bahkan adanya
proteinuria. Biasanya preeklamsia terjadi pada ibu yang usia
kehamilannya 20 minggu keatas atau tiap triwulan dari kehamilan,
pada kehamilan 37 minggu tersebut umumnya preeklamsia biasa
terjadi hingga minggu pertama setelah persalinan (Lalenoh, 2018).
Preeklamsia adalah sekumpulan gejala yang timbul pada
wanita hamil, bersalin dan nifas yang terdiri dari hipertensi, edema
dan proteinuria yang muncul pada kehamilan 20 minggu sampai
akhir minggu pertama setelah persalinan (Muzalfah et al, 2018).
b. Faktor Resiko Preeklamsia
Preeklamsia adalah penyakit spesifik selama kehamilan tanpa
etiologi yang jelas Wang. et al (2020), Menurut Norma & Mustika
(2013)terdapat beberapa faktor resiko terjadinya preeklamsia :
1) Primigravida atau kehamilan pertama
Ibu yang pertama kali hamil sering mengalami stress dalam
menghadapi persalinan. Stress emosi yang terjadi pada
primigravida menyebabkan peningkatan pelepasan corticotropic-
releasing hormone (CRH) oleh hipothalamus, yang kemudian
menyebabkan peningkatan kortisol (Nur & Arifuddin, 2017).
Berdasarkan teori immunologik, preeklamsia pada
primigravida terjadi. karena di primigravida pembentukan
blocking antibody terjadi mengenai antigen yang belum sempurna,
primigravida juga mengalami pembentukan Human Leucoyte
Antigen (HLA-G) memainkan peran dalam memodulasi respons
imun sehingga hasil konsepsi ditolak pada klien atau intoleransi
ibu terhadap plasenta yang dapat menyebabkan preeklamsia.
2) Morbid obesitas atau biasa disebut kegemukan,
Penyakit ini menyertai kehamilan seperti diabetes mellitus,
Obesitas dapat mengakibatkan kolesterol meningkat, bahkan
mengakibatkan jantung lebih cepat dan bekerja berat. Klien
dengan obesitas dalam tubuhnya semakin banyak jumlah darah
yang terkandung yang berarti semakin parah jantung dalam
memompa darah sehingga dapat menyebabkan preeklamsia.
Preeklamsia lebih menjurus terjadi pada klien yang memiliki
Riwayat Diabetes mellitus dikarenakan saat klien kebutuhan janin
yaitu plasenta lebih berperan aktif dalam memenuhi semua
kebutuhannya.
3) Usia Kehamilan
Preeklamsia muncul setelah klien dengan usia kehamilan 20
minggu dengan Gejala kenaikan tekanan darah. Jika terjadi
preeklamsia di bawah 20 minggu, masih dikategorikan hipertensi
kronik. Sebagian besar preeklamsia terjadi pada minggu >37
minggu dan semakin tua kehamilan maka semakin berisiko untuk
terjadinya preeklamsia.
4) Riwayat Hipertensi,
Orang dengan hipertensi sebelum kehamilan (hipertensi kronis)
memiliki risiko 4-5 kali terjadi preeklamsia pada kehamilannya.
Angka kejadian hipertensi kronis pada kehamilan yang disertai
preeklamsia sebesar 25%. Sedangkan bila tanpa hipertensi kronis
angka kejadian preeklamsia hanya 5% (Malha et al., 2018).
5) Usia
Klien pada usia >35 tahun rentan mengalami masalah
kesehatan salah satunya adalah preeklamsia. Karena adanya
perubahan jaringan rahim dan saluran lahir yang tidak fleksibel
seperti halnya pembuluh darah, disebabkan oleh peningkatan
tekanan darah. Seiring bertambahnya umur semakin mudah
terjadinya vasokonstriksi pada pembuluh darah ibu, proteinuria
dan edema. Sebenarnya pada umur 35 tahun belum dianggap
rentan, tetapi kapasitas reproduksi semakin menurun sehingga
dianggap sebagai fase untuk berhenti hamil.
c. Klasifikasi Preeklamsia

Menurut (Lalenoh, 2018) klasifikasi preeklamsia atau


hipertensidalam kehamilan terbagi 3, yaitu :
1) Preeklamsia Ringan
a) Kenaikan TD 140/90mmHg

b) Adanya pembengkakan kaki, muka, jari tangan serta berat


badannaik 1kg lebih tiap minggunya
c) Adanya Proteinuria
d) Tidak ada nyeri kepala
2) Preeklamsia Sedang
Tekanan darah Sistolik 150-159 mmHg, tekanan diastolic 100-109
mmHg
3) Preeklamsia Berat
a) Tekanan darah senilai >160/100 mmHg
b) Adanya proteinuria >5 gram/L
c) Jumlah urine kurang (Oliguria) dari 500 cc/24Jam
d) Serebral terganggu, visus terganggu dan timbul nyeri
padaepigastium
e) Terjadi pembengkakan/edema paru atau sianosis
f) Ada kejang (Eklampsia)
g) Timbul keluhan subjektif, seperti : nyeri, gangguan
penglihatan,sakit kepala, gangguan kesadaran ataupun odema
paru
d. Manifestasi Klinis Preeklamsia
Menurut Bothamley & Boyle (2013) ada beberapa manifestasi
preeklamsia, yaitu :
1) Bertambahnya Berat Badan, terjadi kenaikan berat badan yaitu
±1 kgbeberapa kali seminggu

2) Timbul pembengkakan akibat BB meningkat, pembekakan pada


kaki,muka dan pergelangan pada tangan
3) Hipertensi / tekanan darah tinggi (yang di ukur selama 30 menit
setelahpasien beristirahat) dengan tekanan darah >140/90 mmHg
4) Proteinuria
a) adanya protein dalam urine sebesar 0,3 gram/L/hari atau
pemeriksaan kualitatif senilai +1/+2
b) kadar proteinuria 1 g/I yang dikeluarkan melalui kateter yang
di ambil sebanyak 2 kali setiap 6 jam.
5) Tanda dan gejala lainnya yaitu : gangguan penglihatan, nyeri
epigastric,sakit kepala, mual dan muntah, penurunan Gerakan janin
dan ukuran janin lebih kecil tidak sesuai dengan usia kehamilan
ibu.
e. Patofisiologi dan PATWAY
Normal Pregnancy
Preeklamsia (Malha et al., 2018)

Kehamilan yang normal, arteri spiral uteri invasiv ke dalam


trofoblas, menyebabkan peningkatan aliran darah dengan lancar
untuk kebutuhan oksigen dan nutrisi janin. Pada preeklamsia,
terjadi gangguan sehingga aliran darah tidak 15 lancar dan terjadi
gangguan pada plasenta. Peningkatan sFlt1 menyebabkan plasenta
memproduksi free vascular endothelial growth factor (VEGF) dan
penurunan placental growth factor (PlGF). Selanjutnya
menyebabkan disfungsi endotel pada pembuluh ibu mengakibatkan
penyakit multi-organ: hypertension, glomerular dysfunction,
proteinuria, brain edema, liver edema, coagulation abnormalities
Menurut Lalenoh (2018) patofisiologi terjadinya hipertensi
dalam kehamilan atau preeklamsia terdapat beberapa teori teori
yang berkaitan dengan Preeklamsia dan edema diantaranya adalah
sebagai berikut :
1) Teori kelainan vaskularisasi plasenta

Cabang-cabang Arteri uterus dan arteri ovarioum memberikan


aliran darah menuju rahim dan plasenta. kemudian keduanya
akan masuk meometrium dalam bentuk arteri aquaria sehingga
dapat memberikan cabang arteri radial. arteri radial tersebut akan
masuk ke endometrium sehingga menjadi anggota dari arteri
basal dari cabang arteri spiral. Dengan kehamilan yang normal,
biasa terdapat trofoblas yang masuk kedalam lapisan otot arteri
spiral. Trofoblas juga masuk kedalam bagian arteri spiral,
sehingga jaringan matriks menjadi longgar serta lumen spiral
menjadi lebih lebar. Lumen arteri spiral terjadi vasodilatasi dan
distensi sehingga berdampak terjadinya hipotensi, resistensi
pembuluh darah juga menurun, bahkan dapat membuat aliran
darah ke daerah plasenta utero itu meningkat.
Tekanan darah yang tinggi pada masa kehamilan membuat
tidak terdapat invasi yang cukup lengkap di dalam sel trofoblas
yang di lapisi otot arteri spiral untuk tetap kaku dan keras maka
tidak mungkin terjadidistensi dan vasodilatasi akibat lumen arteri
spiral itu sendiri. Maka mengakibatkan arteri spiral mengalami
pengecilan lumen pembuluh darah sehingga alirah darah
uteroplasenta itu menjadi berkurang, berakibat tidak adanya
oksigen yang cukup dalam jaringan untuk mempertahankan
fungsi tubuh, dan iskemia pada plasenta.
2) Teori iskemia plasenta, radikal bebas dan disfungsi endotel

Iskemia yang dialami plasenta serta tidak adanya oksigen


yangcukup dalam jaringan untuk mempertahankan fungsi tubuh
itu akan menimulkan radikal bebas atau senyawa oksidan.
Radikal bebas merupakan senyawa yang mendapatkan elektron
atom atau molekul yang memiliki elektron tetapi tidak memiliki
pasangan. Iskemik pada plasenta dapat menghasilkan sebuah
oksidan penting yaitu radikal hidroksi yang toksik, terutama
membran endotel didalam pembuluh darah untuk perlindungan
dalam tubuh yang normal yaitu produksi oksidan
Hadirnya radikal hidroksil ini didalam pembuluh darah
dianggap sebagai racun mengalir dalam aliran darah, sehingga
hipertensi dalam kehamilan tersebut biasa disebut dengan
"Toksemia". Radikal hidroksil tersebut dapat menghancurkan
membrane yang menyimpan asam lemak tidak jenuh membuat
lemak perioksida. Lemak peroksida dapatmenghancurkan protein
sel endotel dan juga nucleus.
Preeklamsia teruji kadar oksidan yang lebih khusus
meningkatnya lemak peroksida, sedangkan antioksidan mis. fat-
soluble sebagai vitamin dalams preeklamsia mengalami
penurunan, yang mengakibatkan dominasi kadar lemak oksidatif
peroksida yang tinggi. Lemak perioksidan seperti oksidan
sangat toksik bersirkulasi aliran darah ke seluruh tubuh tetapi
menghancurkan membrane sel sendotel itu sendiri. Selaput sel
endotel sangat rentan terhadap kerusakan akibat peroksida lemak
yang relatif gemuk. Secara langsung berkaitan dengan peraliran
darah dan yang menampung begitu banyak asam lemak Tak
jenuh. Lemak peroksida yang terkena sel endotel, sel
endeotel mengalami kerusakan, membrane sel endotel itu
sendiri yang mulai mengalami kerusakan. Kerusakan tersebut
mengakibatkan gangguan fungsi endotel, dan bahkan kerusakan
pada struktur sel endotel secaramenyeluruh.
3) Teori pembenaran imunologik ibu dan janin
Ibu dengan kehamilan yang normal, respon imunnya tidak
lagi tolak keberadaan konsepsi. Terdapat Human Leukocyte
Antigen Protein G (HLA-G), yang sangat memiliki berperan
penting terkait modulasi respon imun seseorang, sehingga untuk
menolak hasil konsepsi (plasenta) ibu tidak bisa. Dengan adanya
kehadiran HLA-G maka penyerbuan sel trofoblas menuju
kedalam jaringan desidua ibu bisa terjasi. Ibu yang mengalami
preeklamsia maka plasenta mengalami penurunan pada HLA-G.
Penurunan tersebut pada daerah desi dua plasenta,
maka terlambat invasi trovoblas menuju desidua. Jadi,
pentingnya invasitrofoblas ini sehingga menjadikan jaringan
desidua yang lunak, jugarapuh mudah dilatasi arteri spiral.
Produksi sitikon yang dirangsang oleh HLA-G untuk
mempermudah terjadinya reaksi inflamasi.
4) Teori penyesuaian kardiovaskuler
Klien normal, pembuluh darahnya refrakter. Refrakter
adalah suatu pembuluh darah yang tidak peka dengan adanya
impuls bahan vasepresor, untuk menimbulkan respon
vasokontrinksi makadibutuhkan kadar vasopresor yang tinggi.
Klien normal, sintesis prostaglandin dalam sel endotel
melindungi pembuluh darah refrakter pada vasopressor.Tetapi
pada preeklamsia, kekuatan refrakter menghilang
terhadap bahan vasokonstriktor, pada kenyataannya sensitivitas
meningkat terhadap vasopresor. kekuatan refraktori pembuluh
darah menghilangnya bahan vasopressor sehingga membuat
pembuluh darahjadi sensitif akan bahan vasopresor.

5) Teori stimulus inflamasi


Teori yang didasarkan pada fakta adanya proses inflamasi
ketika pelepasan puing-puing trofoblas dalam peredarah darah
merupakan stimulus utama. Klien yang normal, memiliki jumlah
puing trofoblas yang masih batas wajar, sehingga reaksi inflasi
dalam batas normal dan plasenta lepaskan puing-puing trofoblas
sebagai nekrotik trofoblas dan sisa proses apoptosis karena reaksi
stres oksidatif. Bahan asing tersebut yang memicu munculnya
proses inflamasi. Berbeda dengan adanya proses apoptisis atau
kematian sel pada ibu hami yang terkena preeklamsia membuat
produksi debris apoptosis dan trofoblas nekrotik mengalami
peningkatan maka terjadi peningkatan stress oksidatif.
f. Pemeriksaan Penunjang

Menurut Saifuddin (2016), Pemeriksaan Laboratorium


Preeklamsia adalah sebagai berikut :
1)Pemeriksaan darah lengkap, hemoglobin menurun kadar normal
Hb pada ibu yang sedang hamil adalah 12-14 gram%,
peningkatanhemaktrosit (dengan nilai 37-43 vol%), dan trombosit
mengalami penurunan (dengan nilai 150.000-450.000/mm3) Tes urin, yang
ditemukan proteinuria
2)Tes fungsi hati, Bilirubin mengalami peningkatan (yang Normalnya
<1 mg / dl), serum Glutamat Pirufat trasaminase (SGPT) mengalami
peningkatan dari nilai normal (N = 15-45 u / ml), Aspartat
aminomtrasferase (AST) >60 ul, SGOT juga mengalami peningkatan
(N= <31 u/l), maka total protein serum menurun (N = 6,7-8,7 g/dl)
3) Tes asam urat, peningkatan asam urat (N = 2,4-2,7 mg/dl)
4) Radiologi
a) Ultrasonografi, adanya perlambatan pertumbuhan janin
intrauterin,respirasi intrauterin melambat, aktivitas pada janin
melambat, dancairan ketuban dengan volume sedikit.

b) Kardiografi, ditemukan denyut jantung janin (DJJ) dapat


diketahui bahwa mengalami kelemahan.

g. Penatalaksanaan Preeklamsia
Menurut Adriani & Wirjatmadi (2016), Penatalaksanaan
Preeklamsia memiliki beberapa prinsip dan beberapa
penatalaksanaan sesuai dengan tingkat klasifikasinya, yaitu :
Prinsip penatalaksanaan Preeklamsia
1) Melindungi klien dari penyebab tekanan darah meningkat
2) Mencegah progresovitas penyakit menjadi eklampsia
3) Menurunkan atau mengatasi risiko janin (pertumbuhan janin yang
terlambat, solusio plasenta, hipoksia sampai terjadi kematian pada
janin)
4) Melahirkan dengan cara yang aman dan cepat sesegera mungkin
setelah matur, atau imatur jika diketahui adanya resiko pada janin
danklien juga lebih berat jika persalinan ditunda lebih lama.
Penatalaksanaan preeklamsia ringan:

1) Dapat dikatakan tidak mempunyai resiko bagi ibu maupun janin


2) Lakukan istirahat yang cukup
3) Bila klien tidak bisa tidur berikan luminal 1-2 x 30 mg/hari
4) Pemberian asam asetilsalisilat (aspirin) 80 mg/hari
5) Jika tekanan darah tidak menurun, anjurkan beri obat
antihipertensi
6) Diet rendah garam dan diuretik
7) Jika maturitas janin masih lama, lanjutkan kehamilan, periksa
tiap satukali dalam seminggu
8) Indikasi rawat: jika terjadi perburukan, tekanan darah tidak
menurun setelah dua minggu rawat jalan, peningkatan berat
badan melebihi 1kg/minggunya dua kali secara berurutan, atau
jika klien menunjukkan tanda-tanda preeklamsia berat. Silahkan
berikan obat antihipertensi.
9) Jika selama perawatan tidak ada perubahan, tata laksana
sebagai preeklamsia berat. Jika ada perubahan maka lanjutkan rawat
jalan.
10) Pengakhiran kehamilan: ditunggu sampai usia kehamilan 40
minggu,kecuali ditemukan pertumbuhan janin terhambat, gawat
janin, solusioplasenta, eclampsia, atau indikasi terminasi lainnya.
Minimal usia 38minggu, janin sudah dinyatakan matur.
11) Persalinan pada preeklamsia ringan dapat dilakukan spontan
atau dengan bantuan ekstraksi untuk mempercepat kala II.
Penatalaksanaan preeklamsia berat, Dapat ditangani secara aktif
atau konservatif :

1) Aktif berarti kehamilan diakhiri/diterminasi bersama dengan


pengobatan medisinal
2) Konsevatif berartikehamilan dipertahankan Bersama dengan
pengobatan medisinal
3) Prinsip tetap pemantauan janin dengan klinis, USG, kardiografi.

h. Pencegahan Preeklamsia
Klien yang sudah memiliki Pengalaman ibu pribadi
sebelumnya sudah mendapatkan informasi bagaimana cara
melakukan pencegahan preeklamsia/eklamsia sehingga saat ini
sudah bisa melakukan pencegahan lebih awal kebudayaan akan
memberikan pengalaman pada seorang untuk berhati-hati dalam
melakukan suatu tindakan. Tindakan pencegahan yang biasa
didapatkan dalam kelas klien yang telah memberikan materi dalam
melakukan pencegahan preeklamsia/eklamsia, materi yang sering
didapatkan merupakan pendidikan sebagai suatu sistem yang
mempunyai pengaruh dalam pembentukan sikap yang nantinya akan
berdampak pada perilaku klien.
Timbulnya preeklamsia tidak bisa dicegah sepenuhnya, tetapi
bisa diberikan pengetahuan dan pengawasan yang baik untuk ibu
yang sedang hamil, diantaranya :
1) Pemeriksaan Kehamilan
Kunjungan kehamilan / ANC (Antenatal Care) merupakan
salah satu upaya yang dapat dilakukan sebagai pencegahan awal
dari preeklamsia (Nur & Arifuddin, 2017). Rajinlah
memeriksakan kehamilan di Pelayanan Kesehatan, Jika timbul
perubahan perasaan ibu dan gerak janin dalam Rahim.
Pemeriksaan kehamilan yang bermutu dan teratur serta teliti dapat
menemukan tanda-tanda dini terjadinya preeklamsia, agar
penyakit tidak menjadi lebih berat maka diberikan pengobatan
yang cukup dan pemberian terapi yang tepat untuk ibu dan
janinnya harus dilakukan dalam waktu penanganan semestinya.
Tujuan utama dari penanganan ini adalah mencegah terjadinya
preeklamsia berat, yang akan mengarah pada eklampsia maupun
komplikasi (Anasitu, 2015).
2) Diet Makan
Makanlah makanan yang memiliki protein tinggi,
karbohidrat tinggi, vitamin cukup, lemak rendah, rendah garam
dan yang lebih penting yaitu dianjurkan untuk hindari
penambahan berat badan (Marmi, 2011).
3) Istirahat yang cukup
Dalam bertambahnya usia istirahat yang cukup disesuaikan
kemampuan dan kebutuhan, dianjurkan agar klien lebih sering duduk
atau baring mengarah belakang janin agar aliran darah menuju ke
plasenta tidak terganggu (Marmi, 2011).Strategi ini biasanya melibatkan
manipulasi diet dan upaya farmakologis untuk mengubah mekanisme
patofisiologi yang diduga berperan dalam perkembangan preeklamsia.
Terapi farmakologis mencakup penggunaan antioksidan.
i. Komplikasi Preeklamsia

Menurut (Lyall & Belfort, 2007) bila preeklamsia tidak cepat


ditangani dapat menimbulkan komplikasi yang akan menyebabkan
kematian pada ibu dan janinnya, yaitu
1) Kurangnya aliran darah menuju ke plasenta Preeklamsia dapat
mempengaruhi arteri yang membawa darah menuju plasenta. Jika
sampai di plasenta namun darah yang sampai tidak cukup, maka terjadi
kekurangan oksigen dan pertumbuhan pada melambat atau lahir
dengan barat bayi yang lebih rendah akibat kekurangan nutrisi.
2) Terlepasnya Plasenta Resiko terlepasnya plasenta dari dinding
rahim sebelum ibu melahirkan salah satunya yaitu akibat dari
Preeklamsia yang meningkatkan terjadinya resiko yang
mengakibatkan pendarahan sehingga dapat mengancam ibu dan bayinya.
3) Sindrom HELLP Hemolyssi (enzim sel darah merah) atau yang
biasa disingkat dengan (HELLP), adalah tingginya enzim hati dan
rendahnya trombosit.Gejala, yang timbul biasanya pusing, muntah, sakit
kepala dan sakitperut pada bagian atas.
4) Eklampsia Preeklamsia jika tidak dikontrol, maka akan terjadi
eklampsia. Eklampsia menyebabkan terjadinya kerusakan yang
permanen organ klien, seperti hati, dan ginjal. Eklampsia yang parah
menimbulkanibu mengatasi koma, kerusakan pada otak dan menyebabkan
kematian yang gagal

KONSEP KEPERAWATAN
1. Pengkajian

Pengkajian adalah pengumpulan data secara lengkap dan sistematis untuk

dikaji dan dianalisis sehingga masalah kesehatan dan keperawatan yang dihadapi

pasien baik fisik, mental, sosial maupun spiritual dapat ditentukan (Purba,

2019).Pada tahap pengkajian peneliti memakai pendekatan dengan model

keperawatan Adaptasi Roy. Proses pengumpulan data dimulai dengan mengkaji

data demografi, dilanjutkan dengan pengkajian data stimuli umum, lalu pengkajian

tahap pertama atau First Level Assesmentyang meliputi fisiologi, konsep diri, fungsi

peran dan ketergantungan atau interdependensi, kemudian pengkajian tahap

kedua atau SecondLevel Assesment yang meliputi stimulus fokal, kontekstual dan
residual. Pengkajian stimulus menitiberatkan pada faktor penyebab dan faktor

pendukung munculnya perilaku respon yang tidak efektif (Hidayati, 2014).

1) Data Demografi
Mengkaji identitas klien dan pasangan klien yang meliputi : Nama, Umur,

Pendidikan, Pekerjaan, Status Perkawina, Pernikahan, Lama Pernikahan, Agama,

Suku, No. Rekam Medis, Sumber Informasi dantanggal dilakukan pengkajian.

2) Stimuli Umum
Pada tahap ini selain Alasan masuk rumah sakit, Riwayat penyakit ibu

sekarang dan Riwayat penyakit yang lalu perlu dikaji, apakah ibu ada menderita

penyakit akut dan kronis. Pada riwayat penyakit keluarga hal yang perlu dikaji

adalah jenis penyakit keturunan serta penyakit penyakit menular lainnya yang

pernah diderita keluarga. Selanjutnya Riwayat Obsterti dan Gynecologi ibu yang

perlu dikaji adalah segala hal yang berhubungan dengan riwayat menstruasi ibu

termasuk menarche. Dilanjutkan dengan pengkajian terhadap Riwayat ANC,

Status obstetric ibu, Riwayat persalinan yang lalu, Riwayat perkawinan serta

Riwayat pemakaian alat kontrasepsi.

3) First Level Assessment


a. Pengkajian fungsi fisiologis

Pengkajian berhubungan dengan struktur dan fungsi tubuh, mengidentifikasi

sembilan kebutuhan dasar fisiologis yang harus dipenuhi untuk mempertahankan

integritas, terdisir dari 5 kebutuhan fisiologis dasar dan 4 kebutuhan fisiologis

kompleks. Kesembilan kebutuhan fisiologis tersebut adalah : Oksigenasi, Nutrisi,

Eliminasi, Aktifitas dan istirahat, Keamanan, Sensori, Cairan dan elektrolit, Fungsi

neurologis, Fungsi endokrin.

b. Pengkajian konsep diri

Beberapa hal yang dapat mempengaruhi konsep diri pasien adalah dampak

penyakit, perubahan akan memberi dampak pada gambaran diri, ideal diri, moral,

etik dan spiritual pasien. Pengkajian difokuskan pada bagaiman penerimaan pasien
terhadap penyakit, terapi yang dijalani, harapan pasien dan penatalaksanaan

selanjutnya serta nilai yang diyakini terkait dengan penyakit dan terapinya.

c. Pengkajian fungsi peran

Fungsi peran berkaitan dengan pola-pola interaksi seseorang dalam

hubungannya dengan orang lain, bagaimana peran klien dalam keluarga, adakah

energy dan waktu pasien melakukan aktifitas dirumah, apakah pasien mempunyai

pekerjaan tetap, bagaimanan dampak penyakit saat ini terhadap peran klien,

termasuk peran klien dalam masyarakat.

d. Pengkajian interdependensi

Pengkajian menggambarkan tentang ketergantungan atau hubungan klien

dengan orang terdekat, siapakah orang yang paling bermakna dalam kehidupannya,

sikap memberi dan menerima terhadap kebutuhan dan aktifitas kemasyarakatan.

Kepuasan dan kasih sayang untuk mencapai integritas suatu hubungan serta

keseimbangan antara ketergantungan dan kemandirian dalam menerima sesuatu

untuk dirinya. Perlu juga dikaji bagaimana pasien memenuhi kebutuhan

interdependensi dalam keterbatasan dan perubahan status kesehatan yang dialami.

4) Second Level Assesment


Pada tahap ini termasuk pengkajan stimuli yang signifikan terhadap

perubahan perilaku seseorang.

2. Diagnosa Keperawatan

Masalah Keperawatan atau Diagnosa keperawatan merupakan suatu

penilaian klinis mengenai respon klien terhadap masalah kesehatan atau proses

kehidupan yang dialaminya baik yang berlangsung actual maupun potensial.

Diagnosa keperawatan bertujuan mengidentifikasi respon individu, keluarga, dan

komunitas terhadap situasi yang berkaitan dengan kesehatan.Diagnosa keperawatan

yang ditegakkan menurut teori adaptasi Roy diperoleh dari hasil pengkajian yang

sudah dilakukan mengikuti 4 mode adaptasi yaitu fisiologi, konsep diri, fungsi

peran dan interdependesi serta dihubungkan dengan stimulus yang berkaitan


Hidayati (2014). Diagnosa keperawatan yang muncul pada kasus preeklampsi

sebagai berikut:

1) Gangguan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan ventilasi-perfusi

2) Nyeri akut b.d adgen pencedera fisiologis

3) Gangguan eliminasi urine b.d penurunan kapasitas kandung kemih

4) Resiko infeksi d.d efek prosedur invasif


5) Menyusui tidak efektif b.d payudara bengkak

6) Gangguan proses keluarga b.d perubahan peran keluarga

7) Resiko gangguan perlekatan d.d ketidakmampuan orangtua memenuhi

kebutuhan bayi

3. Intervensi Keperawatan

Intervensi Perencanaan adalah kategori dari perilaku keperawatan dimana

tujuan yang berpusat pada klien dan hasil yang diperkirakan ditetapkan dan

intervensi keperawatan dipilih untuk mencapai tujuan tersebut. Perencanaan

merupakan langkah awal dalam menentukan apa yang dilakukan untuk membentu

klien dalam memenuhi serta mengatasi masalah keperawatan yang telah ditentukan.

Tahap perencanaan keperawatan adalah menentukan prioritas diagnose keperawatan,

penetapan kriteria evaluasi dan merumuskan intervensi keperawatan (Purba, 2019).

Pendekatan intervensi keperawatan menurut Roy direncanakan dengan tujuan

merubah stimulus fokal, kontekstual dan residual serta memperluas kemampuan

koping klien pada tatanan yang adaptif sehingga kemampuan adaptasi meningkat,

Fokus aktifitas dalam intervensi keperawatan ditujukan pada penyelesain etiologi

dalam diagnosa kepeerawatn klien (Hidayati, 2014).Berikut Intervensi yang dapat

dilakukan ;

1) Gangguan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan ventilasi-perfusi.


a. Tujuan umum : Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama waktu

tertentu diharapkan pertukaran gas meningkat

b. Kriteria hasil (NOC) :


a) Pasien melaporkan keluhan sesak berkurang.

b) Tidak terdenga bunyi nafas tambahan.

c) Tanda – tanda vital dalam batas normal

c. Intervensi ( Dukungan Ventilasi )(NIC) :

a) Observasi

(1) Identifikasi adanya kelelahan otot bantu nafas.

(2) Identifikasi efek perubahan posisi terhadap status pernafasan.

(3) Monitor status respirasi dan oksigenisasi.

b) Terapeutik

(1) Pertahankan kepatenan jalan nafas.

(2) Berikan posisi semi fowler atau fowler.

(3) Fasilitasi mengubah posisi senyaman mungkin.

(4) Berikan oksigenisasi sesuai kebutuhan.

c) Edukasi

(1) Ajarkan melakukan tehnik relaksasi nafas dalam

(2) Ajarkan mengubah posisi secara mandiri

2) Nyeri akut b.d adgen pencedera fisiologis.


a. Tujuan umum : Setelah dilakukan intervensi keperawatanselama

waktu tertentu diharapkan tingkat nyeri berkurang.

b. Kriteria hasil(NOC) :

a) Pasien melaporkan keluhan nyeri berkurang

b) Keluhan nyeri meringis menurun

c) Pasien menunjukkan sikap protektif menurun.

d) Pasien tidak tampak gelisah.

c. Intervensi ( Manajemen Nyari ) (NIC) :

a) Observasi

(1) Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,intensitas nyeri.

(2) Identifikasi skala nyeri.


(3) Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingannyeri.

(4) Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri

(5) Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudahdiberikan.

b) Terapeutik

(1) Berikan tehnik norfarmakologis untuk mengurangi rasanyeri

(2) Fasilitasi istirahat dan tidur

c) Edukasi

(1) Jelaskan penyebab, periode dan pemicu nyeri.

(2) Jelaskan strategi meredakan nyeri

(3) Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri.

(4) Ajarkan tehnik nonfarmakologis untuk mengutanginyeri.

d) Kolaborasi Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu

3) Gangguan eliminasi urine b.d penurunan kapasitas kandung kemih.


a. Tujuan Umum : Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama waktu

tertentu diharapkan eliminasi urine pasien membaik.

b. Kriteria Hasil (NOC)

a) Pasien melaporkan sensasi berkemihnya meningkat.

b) Pasien melaporkan dapat berkemih dengan tuntas.

c) Tidak ada tandan – tanda distensi kadnung kemih.


c. Intervensi ( Manajemen Eliminasi Urine) (NIC) :

a) Observasi

Monitor eliminasi urine (Frekuensi, konsistensi, volume danwarna).

b) Terapeutik

(1) Catat waktu-waktu dan haluaran berkemih

(2) Ambil sampe urine tenga ( Midstream ).

c) Edukasi

(1) Identifikasi tanda dan gejala infeksi saluran kemih.

(2) Ajarkan mengambil spesimen urine midstream.


4) Resiko infeksi d.d efek prosedur invasif .
a. Tujuan Umum : Setelah dilakukan intrevensi keperawatanselama waktu

tertentu diharapkan tingkat infeksi menurun.

b. Kriteria Hasil (NOC)

a) Tidak ada tandan –tanda infeksi ( Demam, Nyeri, Kemerahandan Bengkak).

b) Kadar sel darah putih membaik.

c. Intervensi ( Pencegahan Infeksi) (NIC)

a) Observasi

Monitor tanda dan gejalan infeksi lokal dan sistemik.

b) Terapeutik

(1) Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasiendan lingkungan pasien.

(2) Pertahankan tehnik aseptik pada psien beresiko tinggi.


c) Edukasi

(1) Jelaskan tanda dan gejala infeksi

(2) Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar.

(3) Ajarkan cara memeriksa kondisi luka post operasi.

(4) Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi.

5) Menyusui tidak efektif b.d payudara bengkak.


a. Tujuan Umum : Setelah dilakuan intervensi keperawatan selamawaktu tertentu

diharapkan status menyusui membaik.

b. Kriteria Hasil (NOC) :

a) Perlekatan bayi pada payudara ibu meningkat.

b) Kemampuan ibu memposisikan bayi dengan benarmeningkat.

c) Pancaran ASI meningkat

d) Suplai ASI adekuat meningkat.

e) Pasien melaporkan payudara tidak bengkak

c. Intervensi ( Konseling Laktasi ) (NIC) :

a) Observasi
(1) Identifikasi permasalahan yang ibu alami selama prosesmenyusui.

(2) Identifikasi keinginan dan tujuan menyusui.

(3) Identifikasi keadaan emosional ibu saat akan dilakukankonseling menyusui.

b) Terapeutik

(1) Gunakan tehnik mendengar aktif.

(2) Berikan pujian terhadap perilaku ibu yang benar.

c) Edukasi

Ajarkan tehnik menyusui yang tepat sesuai kebutuhan ibu.

6) Gangguan proses keluarga b.d perubahan peran keluarga


a. Tujuan Umum : Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama waktu

tertentu diharapkan kemampuan untuk berperan dalm fungsi keluarga membaik.

b. Kriteria Hasil (NOC)

a) Keluarga melaporkan dapat menigkatkan adaptasi terhadapsituasi.

b) Kemampuan keluarga berkomunikasi secara terbuka diantara anggota keluarga

meningkat.

c. Intervensi ( Dukungan Koping Keluarga ) (NIC)

a) Observasi

(1) Identifikasi respons emosional terhadap kondisi pasiensaat ini.

(2) Identifikasi beban prognosi secara psikologis.

(3) Identifikasi pemahaman tentang perawatan setelah pulang.

b) Terapeutik

(1) Dengarkan masalah, perasaan, dan pertanyaan keluarga.

(2) Terima nilai nilai keluarga dengan cara yang tidakmenghakimi.

(3) Hargai dan dukung mekanisme koping adaptif yangdigunakan.

c) Edukasi

Infomasikan fasilitas perawatan kesehatan yang tersedia.

7) Resiko gangguan perlekatan d.d ketidakmampuan orangtua memenuhi


kebutuhan bayi
a. Tujuan Umum : Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama waktu

tertentu diharapkan kemampuan berinteraksi ibu dan bayi meningkat.

b. Kriteria Hasil (NOC)

a) Pasien menunjukkan peningkatan verbalisasi perasaan positifterhadap bayi.

b) Pasien menunjukkan peningkatan perilaku mencium bayi, tersenyum bayi,

melakukan kontak mata dengan bayi, berbicara dengan bayi, kepada bayi serta

berespon dengan isyarat bayi.

c) Pasien menunjukkan peningkatan dalam menggendong bayinya untuk menyusui.

c. Intervensi ( Promosi Perlekatan ) (NIC) :

a) Observasi

(1) Monitor kegiatan menyusui.

(2) Identifikasi kemampuan bayi menghisap dan menelanASI.

(3) Identifikasi payudara ibu.

(4) Monitor perlekatan saat menyusui

b) Terapeutik

Diskusikan dengan ibu masalah selama proses menyusui.

c) Edukasi

(1) Ajarkan ibu menopang seluruh tubuh bayi.

(2) Anjurkan ibu melepas pakaian bagian atas agar bayi dapat menyentuh payudara

ibu.

(3) Ajarkan ibu agar bayi yang mendekati kearah payudara ibu dari bagian bawah.

(4) Anjurkan ibu untuk memegang payudara menggunakan jarinya sepertu huruf

“ C”.

(5) Anjurkan ibu untuk menyusui pada saat mulut bayi terbuka lebar sehingga

areola dapat masuk dengan sempurna.

(6) Ajarkan ibu mengenali tanda bayi siap menyusui.

4. Implementasi

Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yangdilakukan oleh


perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi ke

status kesehatan yang lebih baik yang menggambarkan kriteria hasil yang

diharapkan (Potter & Perry, 2011).

Kegiatan dalam pelaksanaan juga meliputi pengumpulan data berkelanjutan,

mengobservasi respon klien selama dan sesudah pelaksaan tindakan, serta menilai

data yang baru.

5. Evaluasi

Evaluasi, yaitu penilaian hasil dan proses. Penilaian hasil menentukan

seberapa jauh keberhasilan yang dicapai sebagai keluaran dari tindakan. Penilaian

proses menentukan apakah ada kekeliruan dari setiap tahapan proses mulai dari

pengkajian, diagnosa, perencanaan,tindakan, dan evaluasi itu sendiri (Purba, 2019)

Pada tahap ini, hal yang dilakukan adalah membandingkan tingkah laku

klien sebelum dan sesudah implementasi. Hal ini terkait kemampuan klien dengan

preeklampsia primigravida dalam beradaptasi dan mencegah timbulnya kembali

masalah yang pernah dialami. Pada klien preeklampsia multigravida dapat

mengevaluasi kemampuan masalah adaptasi yang pernah dialami, kemampuan

adaptasi ini meliputi seluruh aspek baik psiko maupun social (Hidayati, 2014).

Anda mungkin juga menyukai