Disusun oleh
Soffie seftiani
C.0105.21.182
Tahun 2024
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Tujuan
1. Mahasiswa dapat mengetahui defenisi pre-eklamsi berat
2. Mahasiswa dapat memahami etiologi preeklampsia berat
3. Mahasiswa dapat memahami tandan dan gejala
4. Mahasiswa dapat memahami patofiologis preeklampsia berat
5. Mahasiswa dapat memahami Pencegahan preeklampsia berat
6. Mahasiswa dapat memahami Faktor resiko preeklampsia berat
7. Mahasiswa dapat memahami penatalaksanaan preeklampsia berat
8. Mahasiswa dapat memahami komplikasi preeklampsia berat
C. Rumusan masalah
1. Apa defenisi pre-eklamsi berat
2. Apa etiologi preeklampsia berat
3. Bagaimana tanda dan gejala preeklampsia berat
4. Mahasiswa dapat memahami patofiologis preeklampsia berat
5. Mahasiswa dapat memahami Pencegahan preeklampsia berat
6. Mahasiswa dapat memahami Faktor resiko preeklampsia berat
7. Mahasiswa dapat memahami penatalaksanaan preeklampsia berat
8. Mahasiswa dapat memahami komplikasi preeklampsia berat
BAB II
PEMBAHASAN
A. Defenisi
Pre-eklamsi berat adalah suatu komplikasi kehamilan yang ditandai dengan timbulnya
hipertensi 160/110 mmHg atau lebih disertai proteinuria dan/atau edema pada kehamilan 20
minggu atau lebih (Ai Yeyeh.R, 2011). Sedangkan menurut Rozihan (2007), Pre-eklampsia
berat ialah penyakit dengan tanda-tanda khas seperti tekanan darah tinggi (hipertensi),
pembengkakan jaringan (edema), dan ditemukannya protein dalam urin (proteinuria) yang
timbul karena kehamilan. Penyakit ini umumnya terjadi dalam triwulan ke-3 kehamilan,
tetapi dapat juga terjadi pada trimester kedua kehamilan. Pre-eklamasi berat menurut Ilmu
Kebidanan Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiharjo, Fak. UI Jakarta (1998), diikuti
dengan timbulnya hipertensi disertai protein urin dan edema akibat kehamilan setelah usia
kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pre-
eklamsia berat adalah komplikasi yang terjadi pada saat kehamilan dengan ciri yang khas
yaitu disertai dengan hipertensi ≥160/110 mmHg dan atau disertai dengan adanya protein
urine positif 2 dan atau 3 dan lazim disertai dengan oedema pada kehamilan ≤20 minggu.
Etiologi penyakit ini sampai saat ini belum diketahui dengan pasti. Banyak teori-teori
dikemukakan oleh para ahli yang mencoba menerangkan penyebabnya. Oleh karena itu
disebut “penyakit teori” namun belum ada memberikan jawaban yang memuaskan. Tetapi
terdapat suatu kelainan yang menyertai penyakit ini yaitu :
- Spasmus arteriola
- Koagulasi intravaskuler
Walaupun vasospasme mungkin bukan merupakan sebab primer penyakit ini, akan tetapi
vasospasme ini yang menimbulkan berbagai gejala yang menyertai eklampsia (Obstetri
Patologi : 1984)
Teori yang dewasa ini banyak dikemukakan sebagai sebab preeklampsia ialah iskemia
plasenta. Akan tetapi, dengan teori ini tidak dapat diterangkan semua hal yang bertalian
dengan penyakit itu. Rupanya tidak hanya satu faktor, melainkan banyak faktor yang
menyebabkan preeklampsia dan eklampsia. (Ilmu Kebidanan : 2005).
Faktor pertama adalah genetik, jika ibu atau mertua kita memiliki riwayat preeklampsia,
kita juga berisiko mengalaminya pada satu kali atau lebih kehamilan, yang kedua adalah
adanya kelainan pembuluh darah. Penyempitan pembuluh darah bisa mengakibatkan suplai
darah ke organ-organ vital seperti ginjal dan hati jadi berkurang.
Faktor makanan diduga juga bisa menyebabkan preeklamsia pada kehamilan. Kekurangan
kalsium pada tubuh ibu hamil yang dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah
yang berujung pada preeklamsia. Kalsium dapat membantu menjaga pembuluh darah dan
menjaga tekanan darah tetap normal. Demikian pula, kekurangan protein, protein yang
berlebihan, minyak ikan, vitamin D dan faktor makanan lainnya juga berperan sebagai
penyebab preeklamsiaa.
Obesitas juga disebut-sebut sebagai penyebab lain preeklamsia. Indeks masa tubuh yang
tinggi berkaitan dengan diabetes, tekanan darah tinggi serta resistensi insulin, dapat
mempengaruhi sistem inflamasi.
Adapun tanda dan gejala yang terjadi pada ibu hamil yang mengalami pre-eklamsi berat yaitu
tekanan darah sistolik >160 mmHg dan diastolik >110 mmHg, terjadi peningkatan kadar
enzim hati dan atau ikterus, trombosit <100.000/mm3, terkadang disertai oligouria
<400ml/24 jam, protein urine >2-3 gr/liter, ibu hamil mengeluh nyeri epigastrium, skotoma
dan gangguan visus lain atau nyeri frontal yang berat, perdarahan retina dan oedema
pulmonum. Terdapat beberapa penyulit juga yang dapat terjadi, yaitu kerusakan organ-organ
tubuh seperti gagal ginjal, gagal jantung, gangguan fungsi hati, pembekuan darah, sindrom
HELLP, bahkan dapat terjadi kematian pada bayi, ibu dan atau keduanya bila pre-eklamsi
tidak segera ditangani dengan baik dan benar (Ai Yeyeh.R, 2011).
Pada pre eklampsia terjadi spasme pembuluh darah disertai dengan retensi garam dan air.
Pada biopsi ginjal ditemukan spasme hebat arteriola glomerulus. Pada beberapa kasus, lumen
arteriola sedemikian sempitnya sehingga hanya dapat dilakui oleh satu sel darah merah. Jadi
jika semua arteriola dalam tubuh mengalami spasme, maka tenanan darah akan naik sebagai
usaha untuk mengatasi tekanan perifer agar oksigenasi jaringan dapat dicukupi. Sedangkan
kenaikan berat badan dan edema yang disebabkan oleh penimbunan air yang berlebihan
dalam ruangan interstitial belum diketahui sebabnya, mungkin karena retensi air dan garam.
Proteinuria dapat disebabkan oleh spasme arteriola sehingga terjadi perubahan pada
glomerulus (Sinopsis Obstetri, Jilid I, Halaman 199).
Pada preeklampsia yang berat dan eklampsia dapat terjadi perburukan patologis pada
sejumlah organ dan sistem yang kemungkinan diakibatkan oleh vasospasme dan iskemia
(Cunniangham,2003).
Wanita dengan hipertensi pada kehamilan dapat mengalami peningkatan respon terhadap
berbagai substansi endogen (seperti prostaglandin, tromboxan) yang dapat menyebabkan
vasospasme dan agregasi platelet. Penumpukan trombus dan perdarahan dapat
mempengaruhi sistem saraf pusat yang ditandai dengan sakit kepala dan defisit syaraf lokal
dan kejang. Nekrosis ginjal dapat menyebabkan penurunan laju filtrasi glomelurus dan
proteinuria. Kerusakan hepar dari nekrosis hepatoseluler menyebabkan nyeri epigastrium dan
peningkatan tes fungsi hati. Manifestasi terhadap kardiovaskuler meliputi penurunan volume
intavaskuler, meningkatnya kardiakoutput dan peningkatan tahanan pembuluh perifer.
Peningkatan hemolisis microangiopati menyebabkan anemia dan trobositopeni. Infark
plasenta dan obstruksi plasenta menyebabkan pertumbuhan janin terhambat bahkan kematian
janin dalam rahim (Michael,2005).
1. Perubahan kardiovaskuler
Gangguan fungsi kardiovaskuler yang parah sering terjadi pada preeklamsia dan eklampsia.
Berbagai gangguan tersebut pada dasarnya berkaitan dengan peningkatan afterload jantung
akibat hipertensi, preload jantung yang secara nyata dipengaruhi oleh berkurangnya secara
patologis hipervolemia kehamilan atau yang secara iatrogenik ditingkatkan oleh larutan
onkotik/kristaloid intravena, dan aktifasi endotel disertai ekstravasasi kedalam ekstravaskuler
terutama paru (Cunningham,2003).
3. Mata
Dapat dijumpai adanya edema retina dan spasme pembuluh darah. Selain itu dapat terjadi
ablasio retina yang disebabkan oleh edema intraokuler dan merupakan salah satu indikasi
untuk melakukan terminasi kehamilan. Gejala lain yang menunjukkan pada preeklampsia
berat yang mengarah pada eklampsia adalah adanya skotoma, diplopia dan ambliopia. Hal ini
disebabkan oleh adaanya perubahan peredaran darah dalam pusat penglihatan dikorteks
serebri atau didalam retina (Rustam,1998).
4. Otak
Pada penyakit yang belum berlanjut hanya ditemukan edema dan anemia pada korteks
serebri, pada keadaan yang berlanjut dapat ditemukan perdarahan (Trijatmo,2005).
5. Uterus
Aliran darah ke plasenta menurun dan menyebabkan gangguan pada plasenta, sehingga
terjadi gangguan pertumbuhan janin dan karena kekurangan oksigen terjadi gawat janin. Pada
preeklampsia dan eklampsia sering terjadi peningkatan tonus rahim dan kepekaan terhadap
rangsangan, sehingga terjad partus prematur.
6. Paru-paru
Kematian ibu pada preeklampsia dan eklampsia biasanya disebabkan oleh edema paru yang
menimbulkan dekompensasi kordis. Bisa juga karena aspirasi pnemonia atau abses paru
(Rustam, 1998).
Pemeriksaan antenatal yang teratur dan teliti dapat menemukan tanda-tanda dini
preeklampsia, dan dalam hal itu harus dilakukan penanganan semestinya. Kita perlu lebih
waspada akan timbulnya preeklampsia dengan adanya faktor-faktor predisposisi seperti yang
telah diuraikan di atas. Walaupun timbulnya preeklamsia tidak dapat dicegah sepenuhnya,
namun frekuensinya dapat dikurangi dengan pemberian penerangan secukupnya dan
pelaksanaan pengawasannya yang baik pada wanita hamil. Penerangan tentang manfaat
istirahat dan diet berguna dalam pencegahan. Istirahat tidak selalu berarti berbaring di tempat
tidur, namun pekerjaan sehari-hari perlu dikurangi, dan dianjurkan lebih banyak duduk dan
berbaring. Diet tinggi protein dan rendah lemak, karbohidrat, garam dan penambahan berat
badan yang tidak berlebihan perlu dianjurkan. Mengenal secara dini preeklampsia dan segera
merawat penderita tanpa memberikan diuretika dan obat antihipertensif, memang merupakan
kemajuan yang penting dari pemeriksaan antenatal yang baik.
F. Faktor Resiko
Menurut Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiharjo (2005), faktor resiko pre- eklamsia berat
adalah :
1. Riwayat Preeklampsia
3. Kegemukan
4. Kehamilan ganda, Preeklampsia lebih sering terjadi pada wanita yang mempunyai
bayi kembar atau lebih.
G. Penatalaksanaan
Ditinjau dari umur kehamilan dan perkembangan gejala-gejala pre-eklamsia berat selama
perawatan maka perawatan dibagi menjadi perawatan aktif yaitu kehamilan segera diakhiri
atau diterminasi ditambah pengobatan medicinal dan perawatan konservatif yaitu kehamilan
tetap dipertahankan ditambah pengobatan medicinal (AYeyeh.R, 2011). Adapun
penjelasannya adalah sebagai berikut :
1. Perawatan aktif
Pada setiap penderita sedapat mungkin sebelum perawatan aktif dilakukan pemeriksaan fetal
assesment yakni pemeriksaan nonstrees test (NST) dan ultrasonograft (USG), dengan indikasi
(salah satu atau lebih), yakni :
a) Pada ibu
Usia kehamilan 37 minggu atau lebih, dijumpai tanda-tanda atau gejala impending eklamsia,
kegagalan terapi konservatif yaitu setelah 6 jam pengobatan meditasi terjadi kenaikan
desakan darah atau setelah 24 jam perawatan edicinal, ada gejala-gejala status quo (tidak ada
perbaikan).
b) Janin
Hasil fetal assesment jelek (NST dan USG) yaitu ada tanda intra uterine growth retardation
(IUGR)/janin terhambat.
c) Hasil laboratorium
Adanya HELLP syndrome (haemolisis dan peningkatan fungsi hepar dan trombositopenia).
2. Pengobatan medicinal pasien pre-eklamsi berat (dilakukan dirumah sakit dan atas
instruksi dokter), yaitu segera masuk rumah sakit dengan berbaring miring ke kiri ke satu sisi.
Tanda vital diperiksa setiap 30 menit, reflek patella setiap jam, infus dextrose 5% dimana
setiap 1 liter diselingi dangan infus RL (60-125 cc/jam) 500cc, berikan antasida, diet cukup
protein, rendah karbohidrat, lemak dan garam, pemberian obat anti kejang (MgSO4),
diuretikum tidak diberikan kecuali bila ada tanda-tanda edema paru, payah jantung kongestif
atau edema anasarka. Diberikan furosemid injeksi 40 mg/IM.
3. Antihipertensi diberikan bila tekanan darah sistolis lebih 180 mmHg atau MAP lebih 125
mmHg. Sasaran pengobatan adalah tekanan diastolis kurang 105 mmHg (bukan kurang 90
mmHg) karena akan menurunkan perfusi plasenta, dosis antihipertensi sama dengan dosis
antihipertensi pada umumnya.
5. Bila tidak tersedia antihipertensi parenteral dapat diberikan tablet antihipertensi secara
sublingual diulang selang 1 jam, maksimal 4-5 kali. Bersama dengan awal pemberian
sublingual maka obat yang sama mulai diberikan secara oral (Syakib Bakri, 1997).
6. Pengobatan jantung jika ada indikasinya yakni ada tanda-tanda menjurus payah jantung,
diberikan digitalisasi cepat dengan celidanid D.
7. Lain-lain seperti konsul bagian penyakit dalam/jantung atau mata. Obat-obat antipiretik
diberikan bial suhu rectal lebih dari 38,5 0C dapat dibantu dengan pemberian kompres dingin
atau alkohol atau xylomidon 2 cc secara IM, antibiotik diberikan atas indikasi saja. Diberikan
ampicillin 1 gr/6 jam secara IV perhari. Anti nyeri bila penderita kesakitan atau gelisah
karena kontraksi uterus. Dapat diberikan petidin HCL 50-75 mg sekali saja, selambat-
lambatnya 2 jam sebelum janin lahir.
8. Pengobatan Obstetrik
Pengobatan obstetri dilakukan dengan cara terminasi terhadap kehamilan yang belum inpartu,
yaitu :
a) Induksi persalinan: tetesan oksitocyn dengan syarat nilai bishop 5 atau lebih dan
dengan fetal heart monitoring.
b) Seksio Sesaria (dilakukan oleh dokter ahli kandungan), bila: fetal assessment jelek.
Syarat tetesan oksitocyn tidak dipenuhi (nilai bishop <5) atau adanya kontraindikasi tetesan
oksitocyn; 12 jam setelah dimulainya tetesan oksitocyn belum masuk fase aktif. Pada
primigravida lebih diarahkan untuk dilakukan terminasi dengan seksio sesaria.
H. Komplikasi
Ø Atonia uteri
Ø Ablasi retina
Ø Gagal jantung
Ø Prematuritas
Ø Kematian janin
Ø Solusio plasenta
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pre-eklamsi berat adalah suatu komplikasi kehamilan yang ditandai dengan timbulnya
hipertensi 160/110 mmHg atau lebih disertai proteinuria dan/atau edema pada kehamilan 20
minggu atau lebih (Ai Yeyeh.R, 2011). Sedangkan menurut Rozihan (2007), Pre-eklampsia
berat ialah penyakit dengan tanda-tanda khas seperti tekanan darah tinggi (hipertensi),
pembengkakan jaringan (edema), dan ditemukannya protein dalam urin (proteinuria) yang
timbul karena kehamilan.
Faktor pertama adalah genetik, jika ibu atau mertua kita memiliki riwayat preeklampsia,
kita juga berisiko mengalaminya pada satu kali atau lebih kehamilan, yang kedua adalah
adanya kelainan pembuluh darah. Penyempitan pembuluh darah bisa mengakibatkan suplai
darah ke organ-organ vital seperti ginjal dan hati jadi berkurang.
B. Saran
Pre-eklamsia berat memiliki beberapa faktor penyebab seperti faktor genetik namun
pelaksanaannya harus diawai dengan baik oleh tenaga kesehatan supaya dapat ditanggulangi
dan tidak terjadi eklamsia yang dapat membahayakan kesehatan ibu dan janin.