Anda di halaman 1dari 18

ASUHAN KEPERAWATAN POSTNATAL PADA Ny.

R (37 TAHUN) P3A0 POST


PARTUM DENGAN SECTIO CAESAREA
ATAS INDIKASI PRE EKLAMSI BERAT+MOW
DI RUANG LILI RSUD TIDAR MAGELANG

Tugas ini disusun untuk memenuhi Tugas Praktek Keperawatan Maternitas

Pembimbing Akademik : Dr. Anggorowati, S. Kep, M. Kep, Sp. Kep. Mat

Pembimbing Klinik: Ns. Emi Nurhayati, S. Kep

Oleh:

Budi Utomo 22020117210041

Eliana Sari 22020117210035

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS ANGKATAN XXX


JURUSAN KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2018
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pre-eklamsia dan eklamsia merupakan kumpulan gejala yang timbul pada ibu
hamil, bersalin dan dalam masa nifas yang terdiri dari trias: hipertensi, proteinuria
dan oedema, yang kadang-kadang disertai konvulsi sampai koma. Ibu tersebut tidak
menunjukkan tanda-tanda kelainan vaskuler atau hipertensi sebelumnya (Mochtar,
1998).
Preeklamsia berat sangat berisiko terhadap ibu dan menyebabkan kegawatan
pada janin sehingga perlu dilakukan sectio caesarea. Sectio caesarea adalah cara
melahirkan janin dengan menggunakan insisi pada perut dan uterus. Adapun
indikasi dilakukan tindakan sectio caesarea adalah plasenta previa, distosia serviks,
ruptur uteri mengancam, disproporsi cepalo pelviks, eklamsi dan pre eklamsi, salah
satunya pre eklamsi berat (Muchtar, Rustam, 2007).
Perawatan pasien dengan Sectio Caesaria (SC) merupakan masalah yang
rawan karena banyaknya komplikasi yang didapatkan baik pada ibu dan janin
seperti aspirasi metabolisme pulmonary, infeksi pada luka, infeksi saluran kemih,
cedera bladder atau bowel dan komplikasi akibat anastesi diantaranya adalah
perubahan pola nafas, brakikardi maupun kelemahan fisik. Pada pasien Post SC
perawatan yang utama adalah balance cairan dan pemenuhan kebutuhan dasar.
Balance cairan harus selalu dimonitor karena pada pasien post SC kehilangan cairan
darah sehingga intake dan output diharapkan tetap seimbang untuk menghindari
dehidrasi. Sedangkan pemenuhan kebutuhan dasar sangat diperhatikan oleh perawat
karena pada pasien post SC masih dalam kondisi immobilisasi. Permasalahan
tersebut memerlukan perawatan yang komprehensif dari perawat. Maka untuk
mengatasi hal tersebut peran perawat sebagai pelaksana keperawatan dituntut untuk
memiliki kemampuan yang memadai dalam menanggulanginya diantaranya
kemampuan untuk membantu perawatan menurunkan tekanan darah, membantu
ADL (Activity Daily Living) pasien, memberi pertolongan mental serta pendidikan
pada pasien dan keluarga. Berdasarkan penjelasan di atas sehingga penulis tertarik
untuk melakukan studi kasus tentang ibu post SC dengan indikasi Preeklamsia berat.
Ny.R (37 tahun) P3A0 dengan post sectio caesarea emergency atas indikasi pre
eklamsi berat memiliki gejala diantaranya klien mengalami oliguria dengan urine
yang keluar sebanyak 50 cc selama 11 jam, dan terdapat edema derajat I di kedua
ekstremitas bawah.
B. Rumusan Masalah
Tekanan darah tinggi bisa menjadi salah satu faktor timbulnya komplikasi pada
pasca operasi dengan riwayat pre eklamsi berat. Sehingga memerlukan perawatan
yang komprehensif. Pada Ny.R sudah muncul gejala komplikasi akibat tingginya
tekanan darah yaitu adanya pembengkakan pada ekstremitas. Berdasarkan hal
tersebut penulis ingin melakukan perawatan pada Ny.R dengan post sectio caesarea
atas indikasi pre eklamsi berat.
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu memberikan asuhan keperawatan maternitas postnatal pada
Ny.R dengan memperhatikan ada atau tidaknya komplikasi.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui hasil pengkajian Ny.R meliputi riwayat antenatal care, riwayat
obstrektik, riwayat persalinan sekarang, data psikososial dan laporan
persalinan.
b. Mengetahui masalah keperawatan yang muncul pada Ny.R P3A0 dengan
post sectio caesarea emergency atas indikasi pre eklamsi berat.
c. Menentukan diagnosa keperawatan yang muncul pada Ny.R setelah
menjalani operasi section caesarea
d. Membuat rencana tindakan keperawatan yang diberikan pada Ny.R untuk
mengatasi masalah keperawatan yang muncul setelah menjalani operasi
section caesarea
e. Melakukan implementasi tindakan keperawatan kepada Ny.R selama
perawatan di RS setelah menjalani operasi section caesarea

BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian
Preeklampsia adalah sindrom yang terdiri dari tingginya tekanan darah
(hipertensi). Tingginya kadar protein dalam urin (hemaproteuria) dan banyaknya
cairan yang ditahan oleh tubuh sehingga tungkai kaki ibu hamil seakan-akan
menjadi bengkak (Iis, 2006).
Preeklampsia merupakan komplikasi kehamilan yang ditandai dengan
peningkatan tekanan darah disertai proteinuria pada wanita hamil yang sebelumnya
tidak mengalami hipertensi. Biasanya sindroma ini muncul pada akhir trimester
kedua sampai ketiga kehamilan. Gejalanya berkurang atau menghilang setelah
melahirkan (Dharma, Wibowo, & Raranta, 2005).
Preeklampsia disebut juga keracunan kehamilan, suatu penyakit khas
kehamilan dimana ibu hamil mengalami kenaikan tekanan darah mendadak
(>140/90 mmHg) pada usia kehamilan 2 minggu disertai kebocoran protein di urine
(Purnama, 2014).
Jadi preeklampsia adalah penyakit pada ibu hamil yang ditandai dengan
kenaikan tekanan darah (>140/90 mmHg), tingginya kadar protein dalam urin
(hemaproteuria) dan banyaknya cairan yang ditahan oleh tubuh sehingga tungkai
kaki ibu hamil seakan-akan menjadi bengkak. Biasanya sindroma ini muncul pada
akhir trimester kedua sampai ketiga kehamilan. Kelainan ini terjadi selama masa
kehamilan, persalinan, dan masa nifas yang akan berdampak pada ibu dan bayi.
B. Etiologi
Etiologi preeklampsia tidak diketahui secara pasti. Beberapa faktor risiko yang
berhubungan dengan kejadian preeklampsia seperti nullipara, multiparietas, riwayat
keluarga preeklampsia, hipertensi kronis, diabetes melitus, penyakit ginjal, riwayat
preeklampsia onset dini pada kehamilan sebelumnya, riwayat sindrom HELLP
(hemolysis, elevated liver enzymes, low platelet), obesitas, dan mola hidatidosa
(Myrtha, 2015).
C. Tanda dan Gejala
Tanda preklampsia adalah hipertensi, nyeri pada kuadran kanan atas (hati),
vasopasme retina, edema wajah dan klonus. Sedangkan gejala preeklampsia adalah,
gangguan penglihatan, sakit kepala, ketidaknyamanan pada epigastrik, edema dan
mual muntah. Gejala utama pada preeklampsia adalah sakit kepala migran
(Obstetric Medicine Curriculum, 2010).
D. Klasifikasi
1. Preeklampsia Ringan
a. Hipertensi dengan sistolik/diastolik >140/90mmHg, sedikitnya enam jam
pada dua kali pemeriksaan tanpa kerusakan organ.
b. Proteinurea >300 mg/24 jam atau >1+dipstik
c. Edema generalisata yaitu pada lengan, muka, dan perut
2. Preeklampsia Berat
a. Tekanan darah sistolik/diastolik >160/110mmHg, sedikitnya enam jam pada
dua kali pemeriksaan.
b. Proteinurea >5gram/24jam atau >3+dipstik pada sampel urin sewaktu yang
dikumpulkan paling sedikit 4 jam sekali
c. Oliguria <400 ml/24 jam
d. Kenaikan kadar kreatinin plasma >1,2 mg/dl (Obstetric Medicine
Curriculum, 2010).
E. Patofisiologi
Adaptasi fisiologis normal pada kehamilan meliputi peningkatan volume
plasma darah, vasodilatasi, penurunan resistensi vaskular sistemik (systemik
vascular resistance/ SVR), peningkatan curah jantung, dan penurunan tekanan
osmotik koloid. Pada preeklampsia, volume plasma yang beredar menurun,
sehingga terjadi hemokonsentrasi dan peningkatan hematokrit maternal. Perubahan
ini membuat perfusi organ maternal menurun, termasuk perfusi ke unit janin
uteroplasenta. Vasospasme siklik lebih lanjut menurunkan perfusi organ dengan
menghancurkan sel-sel darah merah, sehingga kapasitas oksigen maternal menurun.
Vasospasme merupakan sebagian mekanisme dasar tanda dan gejala yang
menyertai preeklampsia. Vasospasme merupakan akibat peningkatan sensivitas
terhadap tekanan peredaran darah, seperti angiotensin II dan kemungkinan suatu
ketidakseimbangan antara prostasiklin prostaglandin dan tromboksan A2
(Consensus, 1990 dalam Bobak, Lowdermilk, & Jansen, 2004).
Selain kerusakan endotelial, vasospasme arterial turut menyebabkan
peningkatan permeabilitas kapiler. Keadaan ini meningkatkan edema dan lebih
lanjut menurunkan volume intravaskular, mempredisposisi pasien yang mengalami
preeklampsia mudah menderita edema paru (Dildy dkk, 1991 dalam Bobak,
Lowdermilk, & Jansen, 2004).
Preeklampsia adalah suatu keadaan hiperdinamik dimana temuan khas
hipertensi dan proteinuria merupakan akibat hiperfungsi ginjal. Untuk
mengendalikan sejumlah besar darah yang berperfusi di ginjal, timbul reaksi
vasospasme ginjal sebagai suatu mekanisme protektif, tetapi hal ini akhirnya akan
mengakibatkan proteinuria dan hipertensi yang khas untuk preeklampsia (Easterling
& Benedetti, 1989 dalam Bobak, Lowdermilk, & Jansen, 2004).
Hubungan sistem imun dengan preeklampsia menunjukkan bahwa faktor-
faktor imunologi memainkan peran penting dalam perkembangan preeklampsia.
Keberadaan protein asing, plasenta, atau janin bisa membangkitkan respons
imunologis lanjut. Teori ini didukung oleh peningkatan insiden preeclampsia-
eklampsia pada ibu baru (pertama kali terpapar jaringan janin) dan ibu hamil dari
pasangan yang baru (materi genetik yang berbeda) (Sibai, 1991 dalam Bobak,
Lowdermilk, & Jansen, 2004).
Predisposisi genetik dapat merupakan faktor imunologi lain (Chesley, 1984
dalam Bobak, Lowdermilk, & Jansen, 2004). Adanya frekuensi preeklampsia dan
eklampsia pada anak dan cucu wanita yang memiliki riwayat eklampsia,
menunjukkan suatu gen resesif autosom yang mengatur respons imun maternal
(Sibai, 1991 dalam Bobak, Lowdermilk, & Jansen, 2004).
F. Komplikasi
1. Masalah yang mempengaruhi ibu
a. Fits (eklampsia/kejang)
Eklampsia menggambarkan jenis kejang atau fit (kontraksi involunter
dari otot) bahwa wanita hamil dapat mengalaminya, biasanya dari minggu 20
kehamilan atau segera setelah melahirkan.
Selama fit eklampsia, lengan, kaki, leher atau rahang ibu akan berkedut
tanpa sadar dan berulang, gerakan tersentak-sentak, kehilangan kesadaran
dan mungkin mengompol. Kejang biasanya berlangsung kurang dari satu
menit. Sementara kebanyakan wanita membuat pemulihan penuh setelah
eklampsia, ada risiko kecil cacat tetap atau kerusakan otak jika fit parah.
Penelitian telah menemukan bahwa obat yang disebut magnesium
sulfat banyak digunakan untuk mengobati eklampsia saat terjadi dan untuk
mengobati wanita yang mungkin berisiko.
b. Sindrom HELLP
Sindrom HELLP adalah gangguan hati dan pembekuan darah langka
yang dapat mempengaruhi wanita hamil. Ini paling mungkin terjadi segera
setelah bayi dilahirkan, tetapi dapat muncul setiap saat setelah 20 minggu
kehamilan, dan dalam kasus yang jarang terjadi sebelum 20 minggu.
Huruf dalam nama HELLP berdiri untuk setiap bagian dari kondisi:
"H" adalah untuk hemolisis: sel-sel darah merah dalam darah memecah.
"EL" adalah untuk peningkatan enzim hati (protein): tingginya jumlah enzim
dalam hati adalah tanda kerusakan hati. "LP" adalah untuk jumlah trombosit
yang rendah: trombosit adalah zat dalam darah yang membantu untuk
bekuan.
c. Stroke
Suplai darah ke otak dapat terganggu sebagai akibat dari tekanan darah
tinggi. Hal ini dikenal sebagai pendarahan otak, atau stroke. Jika otak tidak
mendapatkan cukup oksigen dan nutrisi dari darah, sel-sel otak akan mulai
mati, menyebabkan kerusakan otak dan mungkin kematian.
d. Masalah organ
1) Edema paru. Cairan menumpuk di dalam dan sekitar paru-paru
menyebabkan paru-paru berhenti bekerja sehingga mencegah paru-paru
menyerap oksigen.
2) Gagal ginjal. Apabila ginjal tidak dapat menyaring produk limbah dari
darah. Hal ini menyebabkan racun dan cairan berada di dalam tubuh.
3) Gangguan fungsi hati. Hati memiliki banyak fungsi, termasuk mencerna
protein dan lemak, memproduksi empedu dan mengeluarkan racun.
Kerusakan yang mengganggu fungsi-fungsi ini bisa berakibat fatal.
e. Gangguan pembekuan darah
Sistem pembekuan darah ibu dapat memecah, dikenal sebagai
(disseminated intravascular coagulation). Hal ini dapat menghasilkan terlalu
banyak pendarahan karena tidak ada cukup protein dalam darah untuk
membuatnya menggumpal, atau bekuan darah mengembangkan seluruh
tubuh karena protein yang mengontrol pembekuan darah menjadi normal
aktif. Gumpalan darah ini dapat mengurangi atau memblokir aliran darah
melalui pembuluh darah dan kemungkinan merusak organ (NHS Choices,
2015).
2. Masalah yang mempengaruhi bayi
Bayi dari beberapa wanita dengan pre-eklampsia dapat tumbuh lebih
lambat di dalam rahim dari normal, karena kondisi kekurangan jumlah nutrisi
dan oksigen dari ibu ke bayinya. Bayi ini sering lebih kecil dari biasanya,
terutama jika preeklampsia terjadi sebelum 37 minggu.
Jika preeklampsia parah, bayi mungkin akan lahir sebelum waktunya
dimana perkembangan organ belum sempurna. Hal ini dapat menyebabkan
komplikasi serius, seperti kesulitan bernapas akibat paru-paru belum sempurna
(neonatal respiratory distress syndrome). Bayi biasanya perlu rawat di unit
perawatan intensif neonatal sehingga dapat dipantau dan diobati.
Beberapa bayi dari wanita dengan preeklampsia bahkan bisa mati dalam
kandungan dan mati saat lahir. Diperkirakan bahwa sekitar 1.000 bayi meninggal
setiap tahun karena pre-eklampsia. Sebagian besar bayi ini meninggal karena
komplikasi yang terkait dengan lahir sebelum pada waktunya (NHS Choices,
2015).
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan urine (biokimia darah, estimasi urea darah, asam urat, kreatinin)
2. Jumlah trombosit
Trombositopenia ibu dapat diinduksi akut oleh preeklampsia-eklampsia.
Trombositopenia yang jelas didefinisiakan oleh jumlah platelet kurang dari
100.000 mm3 menunjukkan penyakit yang parah.
3. Tes fungsi hati
Preeklampsia berat, terkadang ada perubahan dalam tes fungsi hati. Ada
peningkatan serum alkali fosfastase banyak yang karena panas alkali fosfastase
stabil berasal dari plasenta
4. Pemeriksaan fundus optik
Pemeriksaan rutin dari oculi fundus sekarang prosedur diterima dan diperlukan
dalam penyelidikan dan pengelolaan preklampsia. (Mudaliar & Menon’s, 2005)
H. Pengkajian
1. Pemeriksaan Umum: tekanan darah dicek selama kehamilan, tes urin untuk
mengetahui kadar protein dalam urin, edema menunjukan retensi cairan,
kenaikan berat badan yang cepat merupakan suatu petujuk dari retensi cairan
yang patologik.
2. Pemeriksaan Retina: spasme arteriolar dan kilauan retina dapat terlihat.
3. Pemeriksaan Toraks: karena edema paru merupakan satu dari komplikasi serius
dari preeklampsia berat, paru-paru harus diperiksa secara teliti.
4. Pemeriksaan Abdomen: rasa sakit daerah hepar merupakan suatu tanda potensial
yang tidak menyenangkan dari preeklampsia berat dan dapat meramalkan ruptur
dari hepar.
5. Pemeriksaan Uterus: untuk menilai umur kehamilan, adanya kontraksi uterus
dan presentasi janin.
6. Pemeriksaan Pelvis: keadaan serviks dan stasi dari bagian terbawah merupakan
pertimbangan yang penting dalam merencanakan kelahiran per vaginam atau per
abdominam. (Forbes & Elizabeth Watt, 2011)
I. Penatalaksanaan (Sright, 2004)
1. Memantau dan meningkatkan resolusi komplikasi
a. Pantau tanda-tanda vital dan DJJ (Denyut Jantung Janin)
b. Minimalkan stimulus eksternal; meningkatkan istirahat dan relaksasi
c. Ukur dan catat haluaran urine, kadar protein, dan berat jenis urine
d. Kaji edema pada muka, lengan, tangan, pergelangan kaki, dan kaki. Edema
dinilai dari distribusi, derajat dan pitting. Jika edema di bagian wajah kurang
jelas, tanyakan apakah edema lebih jelas saat bangun tidur. Edema dapat
digambarkan sebagai dependen atau pitting. Edema dependen adalah edema
dibagian tubuh bawah, apabila sedang berjalan edema ini terlihat jelas
dibagian kaki dan pergelangan kaki, apabila berbaring lebih terlihat jelas
dibagian sakrum. Edema pitting akan meninggalkan lekukan kecil setelah
bagian yang bengkak ditekan dengan jari dan lekukan ini akan hilang dalam
10-30 detik.
e. Timbang berat badan klien setiap hari untuk mengetahui pola kenaikan berat
badan yang abnormal dan kenaikan berat badan.
f. Periksa tekanan darah secara akurat dan konsisten untuk memantau
perubahan kecil selama masa kehamilan
g. Periksa refleks tendon dalam setiap 4 jam. Hilangnya RTP (Refleks Tendon
Profunda) adalah tanda dini keracunan magnesium yang mengancam. Kaji
dan catat hasil reflek bisep, patela serta klonus pada pergelangan kaki.
h. Kaji apakah ada pelepasan plasenta, sakit kepala, dan gangguan penglihatan,
nyeri ulu hati, dan perubahan tingkat kesadaran
2. Memberikan pengobatan yang sesuai program
3. Melakukan tirah baring dan pengaturan posisi
4. Memulai pencegahan kejang
Kejang dapat terjadi sampai 72 jam setelah kelahiran.
5. Membahas kebutuhan emosional dan psikososial
J. Penatalaksanaan Medis
1. Pemeriksaan dasar
a. Laboratorium
Hitung jumlah sel darah dengan trombosit, GTT, BUN, Keratinin, ANA, UA,
C&S urine, urine 24 jam untuk klirens protein dan keratinin, pemeriksaan
urine 24 jam untuk asam vanilly mande-lic dan metanefrin untuk
menyingkirkan feokromositoma.
b. Ultrasonografi: Pemeriksaan aliran Doppler.
c. EKG
d. Ekokardiogram: Untuk hipertensi berat atau tanda-tanda penyakit jantung.
e. Pemeriksaan sinar-X dan komplemen serum: Untuk hipertensi berat atau
proteinuria signifikan.
2. Terapi antihipertensi
a. Untuk mencapai diastolik <110 mm Hg:
1) Hidralazin 5-10 mg IV
2) Labetolol 20-40 mg IV (dengan tambahan 10 mg)
3) Nifedipin 10 mg SL
4) Diuretik diindikasikan untuk edema paru
b. Terapi MgSO4
Untuk antikonvulsan dan meredakan vasospasme serebral. MgSO 4 20% 4-6
g IV selama 20 menit kurangi dosis rimatan menjadi 1-2 g/jam. (Sinclair,
2009)
c. Petidin 100 mg, prometazin 50 mg, diberikan dengan infus intravena.
d. Infus glukosa 5% ditambah valium 10 mg. (maks. 120mg/24 jam).
K. Diagnosa dan Intervensi Keperawatan
1. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer
Peripheral sensation management
a. Monitor adanya daerah tertentu yang hanya peka terhadap panas/ tumpul/
tajam/ dingin
b. Instruksikan keluarga untuk mengobservasi kulit jika ada lesi atau laserasi
c. Diskusikan mengenai penyebab perubahan sensasi
2. Kelebihan volume cairan b.d. kerusakan fungsi glomerulus sekunder terhadap
penurunan cardiac output
Fluid management
a. Pertahankan catatan inteke dan output yang akurat
b. Pasang urine kateter bila diperlukan
c. Monitor vital sign
d. Monitor indikasi retensi atau kelebihan cairan
e. Kaji lokasi dan luas edema
f. Monitor masukan makanan atau cairan dan hitung inteke kalori
g. Monitor status nutrisi
h. Kolaborasi pemberian diuretik
Fluid monitoring
a. Tentukan riwayat jumlah dan tipe inteke cairan dan eliminasi
b. Monitor vital sign
c. Catat secara akurat inteke dan output
d. Monitor adanya distensi leher, edema perifer dan penambahan berat badan
e. Monitor tanda dan gejala dari edema
3. Resiko cedera
Environment management
a. Sediakan lingkungan yang aman untuk pasien
b. Identifikasi kebutuhan keamanan pasien sesuai dengan kondisi fisik dan
fungsi kognitif pasien dan riwayat penyakit terdahulu
c. Menghindarkan lingkungan yang berbahaya
d. Memasang pengaman tempat tidur
e. Menganjurkan keluarga untuk menemani pasien
f. Memindahkan barang-barang yang dapat membahayakan
g. Berikan penjelasan pada pasien dan keluarga atau pengunjung adanya
perubahan status kesehatan dan penyebab penyakit
BAB IV

PEMBAHASAN

Ny.R (37 tahun), status obstetri P3A0 dengan post sectio caesarea + MOW atas
indikasi pre eklamsia berat mendapatkan perawatan di Ruang Lili RSUD Tidar Unit
Kebidanan mulai tanggal 27 Maret 2018. Hasil pengkajian di dapatkan adanya nyeri di
abdomen (luka post operasi) skala 7 (rentan 1-10) menggunakan NRS (Numeric Rating
Scale).
Asuhan keperawatan pada Ny.R dilakukan selama tiga hari dengan diagnosa
keperawatan yang muncul pada Ny R sejumlah 4 yaitu; (1) Resiko ketidakefektifan
perfusi jaringan otak berhubungan dengan hipertensi; (2) Nyeri akut berhubungan
dengan agen cedera fisik:luka sectio caesarea; (3) Diskontinuitas pemberian ASI
berhubungan dengan bayi dirawat terpisah; (4) Resiko infeksi berhubungan dengan
prosedur invasive.

Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak pada Ny. R dilakukan monitoring


tanda-tanda vital, serta meganjurkan untuk diit rendah garam. Hal ini dilakukan
mengingat adanya kenaikan tekanan darah dan protein urin positif yang sangat
signifikan. Kenaikan tekanan darah dan protein urin ini disebabkan oleh karena
hiperfungsi ginjal, sehingga timbul reaksi vasospasme ginjal sebagai suatu mekanisme
protektif yang memicu adanya kenaikan tekanan darah yang khas dan adanya protein
urin (Easterling & Benedetti, 1989 dalam Bobak, Lowdermilk, & Jansen,
2004).monitoring tekanan darah serta anjuran untuk diiit rendah garam sangat
diperlukan untyk mengetahui perkembangan tekanan darah ibu dan dengan diit rendah
garam diharapkan tekanan darah klien tidak mengalami kenaikan yang tajam.

Nyeri pada Ny. R berskala 7 masuk dalam kategori nyeri sedang.


Penatalaksanaan yang dilakukan adalah dengan pemberian relaksasi dan analgetik (Bird,
2006). Pemberian relaksasi pada Ny. R dengan menggunakan teknik relaksasi nafas
dalam dan finger hold, dimana adanya perpaduan antara nafas dalam serta motivasi.
Pemberian analgesik berupa ketoprofen 100mg suppositoriadengan dosis 2x100
mg/hari. Pemberian relaksasi nafas dalam dengan genggam jari menurut beberapa jurnal
sangat efektif untuk menurunkan nyeri. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan
oleh Linatu Sofiyah dan Atun roudatul pada tahun 2014 yang menyatakan bahwa teknik
relaksasi genggam jari dapat menurunkan skala nyeri pada pasien post operasi sectio
caesarea di RSUD Prof. Dr. Margono Soekardjo Purwokerto. Selama perawatan hari ke
1 sampai hari ke 3, klien mengalami penurunan nyeri yang signifikan tentu saja hal
tersebut juga besar pengaruhnya karena pemberian analgesik disaat yang bersamaan.
Grafik 1 Penurunan Nyeri Pengkajian- Hari ke 3

Diskontinuitas pemberian ASI pada Ny.r dilakukan motivasi dan edukasi pada
hari pertama. Motivasi dan edukasi yang diberikan adalah mengenai pentingnya
memberikan ASI eksklusif bagi bayi, serta menganjurkan kepada ibu untuk
membersihkan dot dterlebih dahulu sebelum digunakan untuk menampung ASI yang
akann diberikan kepada bayinya. Indikator pencapaiannya adalah Ny.R mau memompa
ASI nya dan memberikan kepada bayinya yang dirawat terpisah.

Resiko infeksi pada Ny.R dilakukan selama tiga hari. Program yang dijalankan
antara lain menjaga kebersihan daerah sekitar luka post operasi, mengedukasi klien agar
mengkonsumsi makanan tinggi protein agar luka cepet kering. Tidak ada kemerahan,
nanah, ataupun demam.akan tetapi hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan
adanaya kenaikan leukosit yaitu 13,1. Dilakukan tindakan kolaborasi pemberian
cefotaxime 2x1 gr via intra vena. Edukasi terus dilakukan dalam menjaga kebersihan
daerah sekitar luka.

BAB V

PENUUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil laporan asuhan keperawatan postnatal pada Ny. R (37 tahun)
P3A0 dengan post sectio caesarea + MOW atas indikasi pre eklamsi berat di ruang
Lili RSUD Tidar Unit Kebidanan Kota Magelang, kesimpulan yang dapat diambil
antara lain:

1. Ny. R(37 tahun) P3A0 dengan post sectio caesarea+MOW atas indikasi pre
eklamsi berat memiliki gejala dantaranya adalah klein merasa nyeri pada luka
post SC dengan skala nyeri 7 dari skala nyeri 1-10, tampak adanya balutan luka
post SC pada simpisis pubis sepanjang 18 cm, dan terdapat edema pada
eketremitas bawah dengan derajat edema 1.

2. Diagnosa keperawatan yang muncul adalah:

a. Resiko ketidakefektifan perfusi jarinagn otak berhubungan dengan


hipertensi (00201)

b. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik:luka post SC (00132)

c. Diskontinuitas pemberian ASI berhubungan dengan bayi raawat terpisah


(00105)

d. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif (00004)

3. Tindakan yang diberikan kepada klien adalah monitoring TTV, head up position,
analgesic administration, incision site care, dan teaching Process mengenai ASI,
dan infection control.

4. Evaluasi setelah dilakukan tindakan keperawatan antara lain masalah resiko


ketidak efektifan perfusi jaringan otak teratasi terlihat dari tanda 0tanda vital
yang ,enunjukkan kestabilan. Nyeri klein dapat teratasi, hasil evaluasi
keperawatan klien selama 3 hari terdapat penurunan nyeri yang signifikan pada
klien setelah kolaborasi pemberian analgesik dan teknik relaksasi nafas dalam
dan genggam jari. Pada masalah diskontinuitas pemberian ASI klien mau
memompa dan memebrikan ASI eksklusiv kepada bayinya, serta untuk masalah
resiko infeksi juga tercapai dengan indikator tidak ada tanda infeksi selama hari
perawatan.
B. Saran

1. Perawat
Kerjasama antara perawat dengan tenaga kesehatan lainnya dan keluarga sangat
diperlukan untuk membantu proses pemulihan kondisi pasien pasca persalinan.
Perawat diharapkan dapat memberikan intervensi keperawatan yang tepat sesuai
dengan masalah keperawatan yang muncul.
2. Mahasiswa
Diharapkan mampu memperdalam ilmu dan intervensi yang dapat dilakukan
terkait perawatan pasca persalinan terutama pada klien dengan riwayat pre
eklamsi berat.
3. Klien
Diharapkan dapat mengaplikasikan intervensi keperawatan yang telah diberikan
oleh mahasiswa sehingga dapat dijadikan salah satu cara untuk mengatasi
masalah kesehatan yang dialami.

DAFTAR PUSTAKA

Bobak, Irene., Lowdermilk., Deitra., Jensen, Margaret. 2010. Buku Ajar Keperawatan
Maternitas. Jakarta: EGC.
Dharma, R., Wibowo, N., Raranta, H. P. 2005. Disfungsi Endotel pada Preeklampsia.
Makara Kesehatan; 9(2): 63-69.
Forbes, H., Elizabeth, W. 2011. Jarvis's Physical Examination and Health Assessment.
Australian and New Zealand: Evolve Resources.
Iis, S. 2006. Seri Kesehatan Ibu dan Anak: Masa Kehamilan dan Persalinan. Jakarta :
Gramedia.
Linatu Sofiyah, dkk. 2014. Pengaruh Teknik Relaksasi Genggam Jari terhadap
Perubahan Skala Nyeri Pada Pasien Post Operasi sectio Caesarea d RSUD
PROF.DR.Margono Soekardjo Purwokerto.http://ipibrowser.portal
garuda.ac.id/diakses pada tanggal 06 April 2018.
Mochtar, Rustam. 2007. Sinopsis Obstetri. Jakarta: EGC
Mudaliar & Menon’s . 2005. Clinical Obstetrics (Tenth Edition). India: Orient
Longman.
Myrtha, R. 2015. Penatalaksanaan Tekanan Darah pada Preeklampsia.
Sinclair, Constance. 2009. Buku Saku Kebidanan. Jakarta: EGC.
Sright, Barbara R. 2004. Panduan Belajar: Keperawatan Ibu-Bayi Baru Lahir (Edisi
ke-3). Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai