Anda di halaman 1dari 48

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN PREEKLAMSI


BERAT DI RUANG VK BERSALIN RSUD DR. H. MOCH. ANSARI
SALEH BANJARMASIN

Tanggal 9 – 14 Desember 2019

Oleh :
Nur Azizah, S.Kep
NIM 1930913320014

PROGRAM PROFESI NERS ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
2019
LEMBAR PENGESAHAN

NAMA : Nur Azizah, S.Kep

NIM : 1930913320014

JUDUL LP : Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Preeklamsi Berat di


Ruang VK Bersalin RSUD Dr. H. Moch. Ansari Saleh
Banjarmasin

Banjarmasin, Desember 2019


Mengetahui,

Pembimbing Akademik Pembimbing Lahan

Devi Rahmayanti.,Ns.,M.Imun Helmina S.Kep, Ns


NIP. 19780101 200812 2 002 NIP. 19750101 199002 02 008
KONSEP DASAR PREEKLAMSIA BERAT

A. Definisi
Preeklamsia adalah kelainan multiorgan spesifik pada kehamilan yang
ditandai dengan adanya hipertensi, edema dan proteinuria tetapi tidak
menunjukkan tanda-tanda kelainan vaskuler atau hipertensi sebelumnya,
adapun gejalanya biasanya muncul setelah kehamilan berumur 20 minggu
(Obgynacea, 2009). Preeklamsia adalah hipertensi yang timbul setelah 20
minggu kehamilan disertai dengan proteinuria, penyakit ini umumnya terjadi
dalam triwulan ketiga dalam kehamilan, atau segera setelah persalinan
(Prawirohardjo, 2008).

B. Etiologi
Menurut Bobak (2005) preeklamsia umumnya terjadi pada kehamilan
pertama, kehamilan diusia remaja dan kehamilan wanita diatas 40th, namun
ada beberapa faktor resiko yang dapat menyebabkan terjadinya preeklamsia,
faktor tersebut adalah :
a) Riwayat kencing manis, kelainan ginjal, lupus atau rematoid arthritis
b) Riwayat tekanan darah tinggi yang kronis sebelum kehamilan
c) Kegemukan
d) Riwayat mengalami preeklamsia sebelumnya
e) Riwayat preeklamsia pada ibu atau saudara perempuan
f) Gizi buruk
g) Gangguan aliran darah ke Rahim
h) Kehamilan kembar

C. Faktor Resiko
1) Faktor usia
Usia 20-30 tahun adalah periode paling aman untuk hamil atau
melahirkan, akan tetapi di negara berkembang sekitar 10% - 20% bayi
dilahirkan dari ibu yang usianya tergolong remaja. Dari penelitian
didapatkan bahwa dua tahun setelah menstruasi yang pertama, seorang
wanita masih sangat mungkin terjadinya hipertensi dan kejang di
karenakan mengalami tekanan yang baru dirasakan saat pertama kali
melahirkan sehingga menyebabkan preeklamsia dan eklamsia.12 Usia
wanita remaja pada kehamilan pertama atau nulipara umur belasan tahun
(usia muda kurang dari 20 tahun) juga masih sangat mungkin terjadinya
hipertensi pada kehamilannya dikarenakan organ reproduksi didalam
tubuhnya masih belum matang secara sempurna. Dan terjadi peningkatan
hubungan usia terhadap preeklamsia dan eklamsia pada wanita hamil
yang berusia diatas 35 tahun, hal ini dikarenakan organ reproduksi sudah
mengalami penurunan, sehingga rentan terjadinya hipertensi dalam
kehamilannya. Maka faktor usia berpengaruh terhadap terjadinya
preeklamsia dan eklamsia.
2) Paritas
Dari penelitian didapatkan bahwa Primigravida mengalami kejadian
preeklamsia dan eklamsia sebesar 3-8 % dari semua kasus hipertensi pada
kehamilan. Faktor yang mempengaruhi preeklamsia dan eklamsia lebih
tinggi frekuensinya pada primigravida dibandingkan dengan multigravida,
terutama pada primigravida dengan usia muda. Hal tersebut dikarenakan
wanita dengan preeklamsia dan eklamsia dapat mengalami kelainan
aktivasi imun dan hal ini dapat menghambat invasi trovoblas pada
pembuluh darah ibu. Sehingga preeklamsia dan eklamsia lebih sering
terjadi pada wanita yang terpajan antigen paternal untuk yang pertama
kali seperti kehamilan pertama kali atau kehamilan pertama dengan
pasangan baru.
3) Riwayat hipertensi
Salah satu faktor risiko terjadinya preeklamsia atau eklamsia adalah
riwayat hipertensi kronis, atau penyakit vaskuler hipertensi sebelumnya,
atau hipertensi esensial.12 Sebagian besar kehamilan dengan hipertensi
esensial berlangsung normal sampai cukup bulan. Pada kira-kira sepertiga
diantara para wanita penderita tekanan darahnya tinggi setelah kehamilan
30 minggu tanpa disertai gejala lain. Kira-kira 20% menunjukkan
kenaikan yang lebih mencolok dan dapat disertai satu gejala preeklampsia
atau lebih, seperti edema, proteinuria, nyeri kepala, nyeri epigastrium,
muntah, gangguan visus ( Supperimposed preeklampsia ), bahkan dapat
timbul eklampsia dan perdarahan otak.
4) Kehamilan ganda
Preeklamsia dan eklamsia mempunyai risiko 3 kali lebih sering terjadi
pada kehamilan ganda dari 105 kasus kembar dua didapatkan 28,6%
kejadian preeklamsia dan didapatkan satu kasus kematian ibu karena
eklamsia. Dari hasil yang tercantum diatas, sebagai faktor penyebabnya
adalah dislensia uterus.
5) Faktor Genetik
Preeklamsia merupakan penyakit yang diturunkan, preeklamisa dan
eklamsia lebih sering ditemukan pada anak wanita dari ibu yang
menderita preeklamsia.11 Dan preeklamsia juga lebih sering ditemukan
pada anak wanita yang mempunyai riwayat preeklamsia dan eklamsia
dalam keluarga. Karena faktor ras dan genetika merupakan unsur yang
penting sebagai faktor risiko yang mendasari terjadinya hipertensi kronis.
6) Obesitas
Kegemukan disamping menyebabkan kolesterol tinggi dalam darah juga
menyebabkan kerja jantung lebih berat, karena jumlah darah yang berada
dalam badan sekitar 15% dari berat badan, semakin gemuk seseorang
maka semakin banyak pula jumlah darah yang terdapat didalam tubuh
yang berarti semakin berat juga fungsi pemompaan jantung, sehingga
dapat menimbulkan terjadinya preeklamsia.

D. Manifestasi Klinis
a) Preeklamsia ringan:
Preeklamsia ringan adalah timbulnya hipertensi disertai proteinuria
dan/atau edema setelah umur kehamilan 20 minggu atau segera setelah
persalinan. Gejala ini dapat timbul sebelum umur kehamilan 20 minggu
disertai dengan keadaan minimal 1 dari gejala sebagai berikut:
1) Tekanan darah 140/90mmHg atau lebih yang diukur pada posisi
berbaring terlentang, atau dengan kenaikkan diastolic 15 mmHg atau
lebih, atau kenaikan sistolik 30mmHg atau lebih atau sistol 140 mmHg
sampai kurang 160 mmHg, diastol 90 mmHg sampai kurang 110
mmHg. Cara pengukuran sekurang kurangnya pada 2 kali pemeriksaan
dengan jarak periksa 1jam, sebaiknya 6 jam.
2) Edema umum, kaki, jari tangan dan muka serta kenaikkan berat badan
1 kg atau lebih setiap minggunya dan edema paru.
3) Proteinuria kwantitatif 0,3 gr atau lebih per liter, kwalitatif 1 + atau 2+
pada urin kateter atau midstream
4) Nyeri kepala, nyeri epigastrium dan gangguan penglihatan
b) Preeklamsia berat
1) Tekanan darah 160/100 mmHg atau lebih
2) Proteinuria 5gr atau lebih per liter
3) Serum kreatinin > 1,1 mg/dl
4) Oliguria, yaitu jumlah urin kurang dari 500 cc per 24 jam
5) Adanya gangguan serebal, gangguan visus, dan rasa nyeri pada
epigastrium
6) Terdapat edema paru atau sianosis
7) Keluhan subjektif : nyeri epigastrium, gangguan penglihatan, nyeri
kepala, odema paru, dan sianosis gangguan kesadaran.
Pemeriksaan : kadar enzim hati meningkat disertai ikterus, perdarahan
pada retina, tromosit kurang dari 100.000 /mm.

E. Patofisologi
Menurut Mochtar (2011) pada preeklamsia terdapat penurunan plasma
dalam sirkulasi dan terjadi peningkatan hematokrit, dimana perubahan pokok
pada preeklamsia yaitu mengalami spasme pembuluh darah, perlu adanya
kompensasi hipertensi yaitu suatu usaha untuk mengatasi kenaikan tekanan
perifir agar oksigenasi jaringan tercukupi. Sperof (1973) menyatakan bahwa
dasar terjadinya Preeklampsia adalah iskemik uteroplasentar, sehingga terjadi
ketidakseimbangan antara massa plasenta yang meningkat dengan aliran
perfusi sirkulasi darah plasenta yang berkurang.
Disfungsi plasenta juga ditemukan pada preeklampsia, sehingga terjadi
penurunan kadar 1 α-25 (OH)2 dan Human Placental Lagtogen (HPL),
akibatnya terjadi penurunan absorpsi kalsium dari saluran cerna. Untuk
mempertahankan penyediaan kalsium pada janin, terjadi perangsangan
kelenjar paratiroid yang mengekskresi paratiroid hormon (PTH) disertai
penurunan kadar kalsitonin yang mengakibatkan peningkatan absorpsi
kalsium tulang yang dibawa melalui sirkulasi ke dalam intra sel. Peningkatan
kadar kalsium intra sel mengakibatkan peningkatan kontraksi pembuluh
darah, sehingga terjadi peningkatan tekanan darah.
Teori kelainan vaskularisasi plasenta menjelaskan bahwa pada
preeklampsia tidak terjadi invasi sel-sel trofoblas pada lapisan otot arteri
spiralis dan jaringan matriks sekitarnya. Lapisan otot arteri spiralis menjadi
tetap kaku dan keras sehingga lumen arteri spiralis tidak memungkinkan
mengalami distensi dan vasodilatasi. Akibatnya arteri spiralis relatif
mengalami vasokonstriksi dan terjadi kegagalan remodeling arteri spiralis
sehingga aliran darah utero plasenta menurun dan terjadilah hipoksia dan
iskemia plasenta.
Plasenta yang mengalami iskemia akibat tidak terjadinya invasi
trofoblas secara benar akan menghasilkan radikal bebas. Salah satu radikal
bebas penting yang dihasilkan plasenta iskemia adalah radikal hidroksil.
Radikal hidroksil akan mengubah asam lemak tidak jenuh menjadi peroksida
lemak. Kemudian, peroksida lemak akan merusak membran sel endotel
pembuluh darah . Kerusakan membran sel endotel mengakibatkan
terganggunya fungsi endotel, bahkan rusaknya seluruh struktur sel endotel.
Keadaan ini disebut sebagai disfungsi endotel.
Pada waktu terjadi kerusakan sel endotel yang mengakibatkan disfungsi
sel endotel, maka akan terjadi gangguan metabolisme prostaglandin karena
salah satu fungsi sel endotel adalah memproduksi prostaglandin. Dalam
kondisi ini terjadi penurunan produksi prostasiklin (PGE2) yang merupakan
suatu vasodilator kuat. Kemudian, terjadi agregasi sel-sel trombosit pada
daerah endotel yang mengalami kerusakan. Agregasi trombosit memproduksi
tromboksan yang merupakan suatu vasokonstriktor kuat. Peningkatan
produksi bahan-bahan vasopresor (endotelin) dan penurunan kadar NO
(vasodilatator), serta peningkatan faktor koagulasi juga terjadi.
F. Pathway
G.penyebab: usia, riwayat hipertensi, kehamilan ganda,
Faktor
primigravida

Pre Ekslmsia

Kerusakan endotel
vaskuler

Vasokontraksi meningkat,
Vasodilator menurun

Tekanan darah meningkat,


protein uria, transudasi

Kejang / penurunan
kesadaran

Terminasi
kehamilan

Pervagina Pervagina

Sistem Sistrm
Sistem saraf
Urologi kardiovaskuler

Dilatasi Perubahan Diskontinutas


pereabilitas perdarahan
menurun / luka
pembuku darah

Retensi sodium kehilangan Dx. Risiko


Oliguria Imobilisasi Nyeri
dan air cairan darah Infeksi

Dx. Risiko Dx. Nyeri


Edem Edem Syok Akut
Dx Risiko
Perdarahan

Dx. Kelebihan volume cairan


H. Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan fetal assesment yaitu NST (Non Stress Test) dan USG
(Ultrasonography). Indikasi : Ibu dengan usia kehamilan 37 minggu atau
lebih. Adanya tanda-tanda atau gejala impending eklamsia, kegagalan
terapi konservatif yaitu setelah 6 jam pengobatan meditasi terjadi
kenaikan desakan darah atau setelah 24 jam perawatan medisinal, ada
gejala-gejala status quo (tidak ada perbaikan). Pada janin akan muncul
hasil fetal assesment jelek (NST dan USG)
2) Laboratorium
Adanya “HELLP syndrome” (hemolisis dan peningkatan fungsi hepar,
trombositopenia). Pemeriksaan laboratorium dasar harus dilakukan di
awal kehamilan pada wanita dengan faktor resiko menderita
preeklampsia, yang terdiri dari pemeriksaan kadar enzim hati, hitung
trombosit, kadar kreatinin serum, dan protein total pada urin 24 jam. Pada
wanita yang telah didiagnosis preeklampsia, harus dilakukan juga
pemeriksaan kadar albumin serum, LDH, apus darah tepi, serta waktu
perdarahan dan pembekuan. Semua pemeriksaan ini harus dilakukan
sesering mungkin untuk memantau progresifitas penyakitprotein uri
dengan kateter atau midstream ( biasanya meningkat hingga 0,5 gr/lt atau
+3 hingga +4 pada skala kualitatif ), kadar hematokrit menurun, BJ urine
meningkat, serum kreatini meningkat, uric acid biasanya > 7 mg/100 ml.

I. Penatalaksanaan
a) Preeklamsia ringan
Penatalaksanaan rawat jalan pasien preeklamsia ringan :
1) Perbanyak istirahat (berbaring tidur/miring).
2) Diet : cukup protein, rendah karbohidrat, lemak dan garam.
3) Sedativa ringan : tablet phenobarbital 3 x 30 mg atau diazepam 3x2
mg per oral selama 7 hari.
4) Roborantia
5) Kunjungan ulang setiap 1 minggu.
6) Pemeriksaan laboratorium : hemoglobin, hematokrit, trombosit, urine
lengkap, asam urat darah, fungsi hati, fungsi ginjal.3
Penatalaksanaan rawat tinggal pasien preeklamsia ringan berdasarkan
kriteria :
1) Setelah 2 minggu pengobatan rawat jalan tidak menunjukkan adanya
perbaikan dari gejala-gejala preeklamsia
2) Kenaikan berat badan ibu 1 kg atau lebih per minggu selama 2 kali
berturut-turut (2 minggu).
3) Timbul salah satu atau lebih gejala atau tanda-tanda preeklamsia berat.
Bila setelah 1 minggu perawatan di atas tidak ada perbaikan maka
preeklamsia ringan di anggap sebagai preeklamsia berat. Bila dalam
perawatan di rumah sakit sudah ada perbaikan sebelum 1 minggu dan
kehamilan masih preterm maka penderita tetap dirawat selama 2 hari
lagi baru dipulangkan. Perawatan lalu disesuaikan dengan perawatan
rawat jalan.
b) Ditinjau dari umur kehamilan dan perkembangan gejala-gejala
preeklamsia berat selama perawatan, maka perawatan PEB dibagi
menjadi:
1) Perawatan aktif yaitu kehamilan segera diakhiri atau diterminasi
ditambah pengobatan medisional.
2) Perawatan konservatif yaitu kehamilan tetap dipertahankan ditambah
pengobatan medisinal. Indikasi : bila kehamilan preterm kurang 37
minggu tanpa disertai tanda-tanda ipending eklamsia dengan keadaan
janin baik. Pengobatan medisial : sama dengan perawatan medisial
pada pengelolaan aktif. Hanya loading dose MgSO4 diberikan
intravenous.
Gambaran Umum Penanganan Preeklamsia

J. Komplikasi
1) Solusio plasenta
Solusio plasenta adalah lepasnya plasenta dari dinding rahim. Pada
penderita preeklamsi ini terjadi karena adanya vasospasme pada
pembuluh darah yang menyebabkan aliran darah ke plasenta terganggu.
Sehingga nutrisi menuju ke janin atau plasenta berkurang kemudian
terjadi sianosis yang menyebabkan plasenta lepas dari dinding rahim.
2) Perdarahan otak: Merupakan penyebab utama kematian maternal
penderita eklampsia. Kelainan mata: Kehilangan penglihatan sementara
dapat terjadi. Perdarahan pada retina dapat ditemukan dan merupakan
tanda gawat yang menunjukkan adanya apopleksia serebri.
3) Edema paru
Paru-paru menunjukkan berbagai tingkat edema dan perubahan karena
bronkopneumonia sebagai akibat aspirasi. Kadang-kadang ditemukan
abses paru-paru.
4) Nekrosis hati: Terjadi pada daerah periportal akibat vasospasme arteriol
umum. Diketahui dengan pemeriksaan fungsi hati, terutama dengan
enzim.
5) Sindrom HELLP (hemolisis, elevated liver enzymes, dan low platelet).
Merupakan sindrom kumpulan gejala klinis berupa gangguan fungsi hati,
hepatoseluler (peningkatan enzim hati [SGPT,SGOT], gejala subjektif
[cepat lelah, mual, muntah, nyeri epigastrium]), hemolisis akibat
kerusakan membran eritrosit oleh radikal bebas asam lemak jenuh dan tak
jenuh. Trombositopenia (<150.000/cc), agregasi (adhesi trombosit di
dinding vaskuler), kerusakan tromboksan (vasokonstriktor kuat), lisosom.
6) Prematuritas
Kelainan ginjal: Berupa endoteliosis glomerulus yaitu pembengkakan
sitoplasma sel endotelial tubulus ginjal tanpa kelainan struktur lainnya.
Bisa juga terjadi anuria atau gagal ginjal.
7) DIC (Disseminated Intravascular Coagulation):
DIC adalah gangguan serius yang terjadi pada mekanisme pembekuan
darah pada tubuh. Pada penderita preeklamsi terjadi proteinuria yaitu
protein yang keluar bersama urin akibat dari kerusakan ginjal. Sedangkan
dalam mekanisme pembekuan darah di perlukan fibrinogen yang
merupakan protein. Sehingga pada penderita preeklamsi karena terjadi
kekurangan protein dalam darah menyebabkan mekanisme pembekuan
darah terganggu kemudian terjadinya DIC.
8) Eklamsi
Jika preeklamisa berat disertai dengan gejala kejang dan atau koma, maka
disebut eklamsia. Eklamsia adalah kelainan akut pada wanita hamil,
dalam persalinan atau masa nifas yang ditandai dengan timbulnya kejang
(bukan timbul akibat kelainan neurologik) dan atau koma dimana
sebelumnya sudah menunjukkan gejala-gejala preeklamsia. Penyebab
eklamsia belum diketahui secara jelas. Mekanisme penyakit ini hampir
sama dengan preeklamsia dengan akibat yang lebih serius pada organ-
organ hati, ginjal, otak, paru-paru dan jantung yakni terjadi nekrosis dan
perdarahan pada organ-organ tersebut.
Gejala klinis yang muncul pada eklamsi antara lain :
1) Tanda-tanda preeklamsia (hipertensi, edema dan proteinuria)
2) Kejang-kejang dan atau koma
3) Kadang-kadang disertai gangguan fungsi organ.
4) Pemeriksaan dan diagnosis. Berdasarkan gejala klinis diatas seperti
hipertensi, edema, proteinuria, kejang-kejang dan lainnya.
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN PREEKLAMSIA
BERAT

A. Anamnesa
a) Identitas klien dan penanggung jawab
Meliputi nama, umur ibu yang berusia dibawah 20 tahun atau lebih dari
35 tahun, pendidikan, suku bangsa, pekerjaan, agama, alamat, status
perkawinan, ruang rawat, nomor medical record, diagnosa medik, yang
mengirim, cara masuk, alasan masuk, keadaan umum, tanda vital dengan
tekanan darah diatas 160/100.
b) Keluhan utama
Nyeri kepala, pusing, penglihatan kabur, bengkak pada ekstremitas atau
tubuh, sering buang air kecil.
c) Data Riwayat penyakit
1) Riwayat kesehatan sekarang.
Meliputi keluhan atau yang berhubungan dengan gangguan atau
penyakit dirasakan saat ini dan keluhan yang dirasakan pasien. Pada
PEB meliputi pusing, nyeri kepala, nyeri epigastrium, bengkak dan
sering buang air kecil.
2) Riwayat Kesehatan Dahulu
Meliputi penyakit lain yang dapat mempengaruhi penyakit sekarang,
misalnya gizi kurang pada ibu, DM, jantung, hipertensi, masalah
ginekologi/urinary, penyakit endokrin, HIV/AIDS, dll
3) Riwayat kehamilan
Riwayat kehamilan meliputi pada saat kehamilan, persalinan, dan
nifas sebelumnya bagi klien multipara. Jumlah kehamilan (GPA)
jumlah anak hidup, jumlah kelahiran premature, jumlah kegugura,
jumlah persalinan dengan tindakan, riwayat pedarahan, riwayat
kehamilan dengan hypertensi, berat badan bayi lahir
d) Riwayat pembedahan: Kaji adanya pembedahan yang pernah dialami oleh
klien, jenis pembedahan, kapan, oleh siapa dan di mana tindakan tersebut
berlangsung.
B. Pemeriksaan Fisik
1) Inspeksi adalah proses observasi yang sistematis yang tidak hanya
terbatas pada penglihatan tetapi juga meliputi indera pendengaran dan
penghidu. Hal yang diinspeksi antara lain mengobservasi kulit terhadap
warna, perubahan warna, laserasi, lesi terhadap drainase, pola pernafasan
terhadap kedalaman dan kesimetrisan, bahasa tubuh, pergerakan dan
postur, penggunaan ekstremitas, adanya keterbatasan fifik, dan seterusnya
2) Palpasi adalah menyentuh atau menekan permukaan luar tubuh dengan
jari.
 Sentuhan: merasakan suatu pembengkakan, mencatat suhu, derajat
kelembaban dan tekstur kulit atau menentukan kekuatan kontraksi
uterus.
 Tekanan: menentukan karakter nadi, mengevaluasi edema,
memperhatikan posisi janin atau mencubit kulit untuk mengamati
turgor.
 Pemeriksaan dalam: menentukan tegangan/tonus otot atau respon
nyeri yang abnormal
3) Perkusi adalah melakukan ketukan langsung atau tidak langsung pada
permukaan tubuh tertentu untuk memastikan informasi tentang organ atau
jaringan yang ada dibawahnya.
 Menggunakan jari: ketuk lutut dan dada dan dengarkan bunyi yang
menunjukkan ada tidaknya cairan , massa atau konsolidasi.
 Menggunakan palu perkusi: ketuk lutut dan amati ada tidaknya
refleks/gerakan pada kaki bawah, memeriksa refleks kulit perut
apakah ada kontraksi dinding perut atau tidak
4) Auskultasi adalah mendengarkan bunyi dalam tubuh dengan bentuan
stetoskop dengan menggambarkan dan menginterpretasikan bunyi yang
terdengar. Mendengar: mendengarkan di ruang antekubiti untuk tekanan
darah, dada untuk bunyi jantung/paru abdomen untuk bising usus atau
denyut jantung janin.
C. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan darah (albumin yang menurun) dan urin (protein dalam urin +3
atau +4 serta pemeriksaan penunjang.
D. Data lain-lain :
a) Kaji mengenai perawatan dan pengobatan yang telah diberikan selama
dirawat di RS.
b) Data psikososial. Kaji orang terdekat dengan klien, bagaimana pola
komunikasi dalam keluarga, hal yang menjadi beban pikiran klien dan
mekanisme koping yang digunakan.
c) Status sosio-ekonomi: Kaji masalah finansial klien
d) Kaji mengenai pengetahuan klien tentang KB, apakah klien setuju,
apakah klien menggunakan kontrasepsi, dan menggunakan KB jenis apa.
e) Kaji kepala dan leher bayi
f) Payudara
g) pemeriksaan genetalia ( vulva oeden / tan )
h) VT
i) Vagina
j) Portio
k) Pembukaan, ketuban
E. Diagnosa yang Mungkin Muncul
1) Kelebihan volume cairan b.d gangguan mekanisme regulasi
2) Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis
3) Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak b.d gangguan transpor
oksigen

Analisis Data

No Data Etiologi Masalah


1. DS : Gangguan Kelebihan volume
- Ungkapan perasaan terasa mekanisme cairan
bengkak sejak awal kehamilan regulasi
DO :
- Tampak bengkak pada kaki klien
- Edema derajat 1, 2 atau 3
- Saat udem di palpasi warna kulit
kembali dalam > 2detik
- Terdapat protein dalam urin
- Tekanan darah diatas 150/90
2. DS : Agen cedera Nyeri akut
- Ungkapan yang mengatakan nyeri biologis
pada kepala
- Ungkapan yang mengatakan nyeri
pada bagian abdomen
DO :
- Klien tampak meringis menahan
nyeri
- Klien tampak mengeuh kesakitan
- Teraba kontraksi uterus
3. Faktor resiko Gangguan Resiko ketidakefektifan
- Ungkapan yang mengatakan transpor oksigen perfusi jaringan otak
nafasnya terasa sesak
- tampak sesak
- Nafas tampak cepat dan megap-
megap
4. Faktor Risiko Pasca Partum Risiko Perdarahan
- Tekanan darah > 140 mmHg dengan PEB
- Terjadi pengeluaran darah yang
berlebih
No. Diagnosa Keperawatan dan Intervensi Rasional
Tujuan

1. Kelebihan volume cairan b.d Manajemen Elektrolit : Hipomagnesemia 1. Takikardia dan hipertensi terjadi
gangguan regulasi 1. Monitor keseimbangan elektrolit dan karena a) kegagalan ginjal untuk
Setelah dilakukan tindakan eliminasi urin mengeluarkan urin, b) pembatasan
keperawatan selama 1x60 menit 2. Berikan MgSO4 sesuai anjuran cairan berlebihan selama mengobati
cairan tubuh klien dalam 3. Monitor reaksi obat dan Informasikan hipovolemia/hipotensi atau
keadaan normal. tentang efek samping obat perubahan fase oliguria gagal ginjal
NOC : 4. Pasang kateter urin dengan teknik steril dan perubahan pada sisten renin-
1. Keseimbangan cairan 5. Dapatkan spesimen urin angiotensin.
Kriteria hasil : 6. Batasi cairan sesuai indikasi. 2. MgSO4 berfungsi menurunkan
1. Tekanan darah klien kembali tekanan darah
normal 3. Reaksi MgSO4 yang kebanyakan
2. Derajat edema menurun tidak diketahui oleh klien berupa
bahkan hilang panas pada seluruh tubuh dan
gelisah
4. Pada klien dengan peningkatan
tekanan darah akan
mengkompensasikan tubuh untuk
sering buang air kecil
5. Mengetahui kadar protein dalam
urin
6. Curah jantung tergantung pada
volume sirkulasi (dipengaruhi oleh
kelebihan dan kekurangan cairan)
dan fungsi otot miokardial.

2. Nyeri akut berhubungan dengan Pain Management


agen injuri biologis. 1. Ambang nyeri setiap orang berbeda
1. Lakukan pengkajian nyeri secara
Tujuan: setelah dilakukan dengan demikian akan dapat
komprehensif termasuk lokasi,
tindakan keperawatan selama menentukan tindakan perawatan
karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas
1x60 menit diharapkan klien yang sesuai dengan respon pasien
dan faktor presipitasi
dapat beradaptasi terhadap nyeri. terhadap nyerinya
2. Ajarkan teknik posisi dan relaksasi untuk
NOC: 2. Dengan nafas dalam otot-otot dapat
mengurangi nyeri
1. Pain control berelaksasi, terjadi vasodilatasi
2. Comfort level pembuluh darah, expansi paru
Kriteria Hasil: optimal sehingga kebutuhan 02
1. Klien dapat beristirahat pada jaringan terpenuhi
3. Kaji kontraksi uterus dan
2. Klien mengatakan dapat ketidaknyamanan (awitan, frekuensi, 3. Kontraksi uterus merupakan hal
mengontrol rasa nyeri durasi, intensitas, dan gambaran yang normal sebelum persalinan
ketidaknyamanan)
4. Kontrol lingkungan yang dapat
mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, 4. Mencegah bertambahnya tekanan
pencahayaan, dan kebisingan psikologis klien terhadap nyeri
5. Kolaborasikan dengan dokter jika ada
keluhan dan tindakan penanganan nyeri 5. Jika dengan tindakan keperawatan
yang tidak berhasil tidak dapat menyelesaikan
permasalahan kline, maka
berdiskusi dengan tenaga medis lain
merupakan hal yang tepat.

3. Resiko ketidakefektifan perfusi Pencegahan Kejang


jaringan : Otak b.d gangguan 1. Monitor tekanan darah tiap 4 jam 1. Tekanan diastole > 110 mmHg dan
transpor oksigen 2. Catat tingkat kesadaran pasien sistole 160 atau lebih merupkan
3. Kaji adanya tanda-tanda eklampsia indikasi dari PIH
NOC : Perfusi Jaringan : Otak
(hiperaktif, reflek patella dalam, penurunan 2. Penurunan kesadaran sebagai
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan elama 1x24 jam nadi,dan respirasi, nyeri epigastrium dan indikasi penurunan aliran darah otak
diharapkan perfusi jaringan oliguria ) 3. Gejala tersebut merupakan
serebral klien adekuat 4. Monitor adanya kontraksi uterus manifestasi dari perubahan pada
5. Kolaborasi dengan tim medis dalam otak, ginjal, jantung dan paru yang
pemberian anti hipertensi mendahului status kejang
6. Pertahankan tirah baring atau dorong
istirahat adekuat 4. Kejang akan meningkatkan
7. Berikan tambahan oksigen tambahan sesuai kepekaan uterus yang akan
dengan indikasi. memungkinkan terjadinya
persalinan
5. Anti hipertensi untuk menurunkan
tekanan darah
6. Menurunkan konsumsi
oksigen/kerja jantung.
7. Memaksimalkan sediaan oksigen
untuk kebutuhan miokardial untuk
8. menurunkan kerja jantung dan
hipoksia seluler
4. Risiko perdarahan dengan faktor Pengurangan Perdarahan Uterus Post Pengurangan Perdarahan Uterus Post
risiko post partum (dengan PEB) Partum Partum
1. Evaluasi adanya distensi kandung kemih 1. Mengecek apakah terdapat distensi
NOC: Keparahan Kehilangan
2. Dukung pengosongan kandung kemih pada kandung kemih
Darah
3. Observasi karakteristik lokhea (warna, 2. Kandung kemih yang terisi penuh
Setelah dilakukan tindakan bekuan, jumlah) akan membuat penurunan kontraksi
keperawatan selama 1x30 menit 4. Berikan oksitoksin uterus
diharapkan pengeluaran darah 5. Monitor tanda-tanda vital 3. Mengetahui karakteristik lokhea
dapat terkontrol dengan kriteria 6. Berikan carian IV 4. Untuk meningkatkan kontraksi
hasil: uterus

1. Tidak terdapat perdarah 5. Mengetahui tanda-tanda vital

pervagina yang berlebih 6. Cairan IV dapat membantu

2. Tekanan darah dalam rentang mencegah syok

normal
3. Tidak terdapat pucat pada
kulit dan membrane mukosa
KONSEP TEORI PERSALINAN
1. DEFINISI
 Persalinan adalah suatu proses yang dialami, peristiwa normal, namun apabila
tidak dikelola dengan tepat dapat berubah menjadi abnormal (Mufdillah & Hidayat,
2008).
Persalinan adalah suatu proses terjadinya pengeluaran bayi yang cukup bulan
atau hampir cukup bulan, disusul dengan pengeluaran plasenta dan selaput janin dari
tubuh ibu (Mitayani, 2009).
Persalinan normal adalah proses pengeluaran janin yang terjadi pada
kehamilan cukup bulan (37-42 minggu), lahir spontan dengan presentasi belakang
kepala yang berlangsung dalam 18 jam, tanpa komplikasi baik pada ibu maupun pada
janin (Prawirohardjo, 2006).

2. SEBAB-SEBAB PERSALINAN
Penyebab persalinan belum pasti diketahui,namun beberapa teori
menghubungkan dengan faktor hormonal,struktur rahim,sirkulasi rahim,pengaruh
tekanan pada saraf dan nutrisi (Hafifah, 2011).
a. Teori penurunan hormone
1-2 minggu sebelum partus mulai, terjadi penurunan hormone
progesterone dan estrogen. Fungsi progesterone sebagai penenang otot –otot polos
rahim dan akan menyebabkan kekejangan pembuluh darah sehingga timbul his
bila progesterone turun.
b. Teori placenta menjadi tua
Turunnya kadar hormone estrogen dan progesterone menyebabkan
kekejangan pembuluh darah yang menimbulkan kontraksi rahim.
c. Teori distensi Rahim
Rahim yang menjadi besar dan merenggang menyebabkan iskemik otot-
otot rahim sehingga mengganggu sirkulasi utero-plasenta.
d. Teori iritasi mekanik
Di belakang servik terlihat ganglion servikale(fleksus franterrhauss). Bila
ganglion ini digeser dan di tekan misalnya oleh kepala janin akan timbul kontraksi
uterus.
e. Induksi partus
Dapat pula ditimbulkan dengan jalan gagang laminaria yang dimasukan
dalam kanalis servikalis dengan tujuan merangsang pleksus frankenhauser,
amniotomi pemecahan ketuban), oksitosin drip yaitu pemberian oksitosin menurut
tetesan perinfus.
           
3. PATOFISIOLOGI

4. TANDA-TANDA MULAINYA PERSALINAN

Tanda-tanda permulaan persalinan adalah Lightening atau settling atau


dropping yang merupakan kepala turun memasuki pintu atas panggul terutama pada
primigravida. Perut kelihatan lebih melebar, fundus uteri turun. Perasaan sering-sering
atau susah buang air kecil karena kandung kemih tertekan oleh bagian terbawah janin.
Perasaan sakit diperut dan dipinggang oleh adanya kontraksi-kontraksi lemah diuterus
(fase labor pains). Servik menjadi lembek, mulai mendatar dan sekresinya bertambah
bisa bercampur darah (bloody show) (Haffieva, 2011).

Tanda-Tanda In Partu :
a. Rasa sakit oleh adanya his yang dating lebih kuat, sering dan teratur.
b. Keluar lendir dan bercampur darah yang lebih banyak, robekan kecil pada
bagian  servik.
c. Kadang-kadang ketuban pecah
d. Pada pemeriksaan daam, servik mendatar.

5. FAKTOR PERSALINAN
a. Passage (Jalan Lahir)
Merupakan jalan lahir yang harus dilewati oleh janin terdiri dari rongga
panggul, dasar panggul, serviks dan vagina. Syarat agar janin dan plasenta dapat
melalui jalan lahir tanpa ada rintangan, maka jalan lahir tersebut harus
normal. Passage terdiri dari:
1). Bagian keras tulang-tulang panggul (rangka panggul)
a). Os. Coxae
- Os illium
- Os. Ischium
- Os. Pubis
b). Os. Sacrum = promotorium
c). Os. Coccygis
2). Bagian lunak : otot-otot, jaringan dan ligamen-ligamen
       Pintu Panggul
a) Pintu atas panggul (PAP) = Disebut Inlet dibatasi oleh promontorium,
linea inominata dan pinggir atas symphisis.
b) Ruang tengah panggul (RTP) kira-kira pada spina ischiadica, disebut
midlet.
c) Pintu Bawah Panggul (PBP) dibatasi simfisis dan arkus pubis, disebut
outlet.
d) Ruang panggul yang sebenarnya (pelvis cavity) berada antara inlet dan
outlet.
       Bidang-bidang:
a) Bidang Hodge I : dibentuk pada lingkaran PAP dengan bagian atas
symphisis dan promontorium.
b) Bidang Hodge II : sejajar dengan Hodge I setinggi pinggir bawah
symphisis.
c) Bidang Hodge III : sejajar Hodge I dan II setinggi spina ischiadika kanan
dan kiri.
d) Bidang Hodge IV : sejajar Hodge I, II dan III setinggi os coccygis
b. Power
Power adalah kekuatan atau tenaga untuk melahirkan yang terdiri dari his
atau kontraksi uterus dan tenaga meneran dari ibu. Power merupakan tenaga
primer atau kekuatan utama yang dihasilkan oleh adanya kontraksi dan retraksi
otot-otot rahim.
Kekuatan yang mendorong janin keluar (power) terdiri dari:
1) His (kontraksi otot uterus)
Adalah kontraksi uterus karena otot – otot polos rahim bekerja
dengan baik dan    sempurna. Pada waktu kontraksi otot – otot rahim
menguncup sehingga menjadi tebal dan lebih pendek. Kavum uteri
menjadi lebih kecil serta mendorong janin dan kantung amneon ke arah
segmen bawah rahim dan serviks.
2) Kontraksi otot-otot dinding perut
3) Kontraksi diafragma pelvis atau kekuatan mengejan
4) Ketegangan dan ligmentous action terutama ligamentum rotundum.
Kontraksi uterus/His yang normal karena otot-otot polos rahim bekerja dengan
baik dan sempurna mempunyai sifat-sifat:
1) Kontraksi simetris
2) Fundus dominan
3) Relaksasi
4) Involuntir : terjadi di luar kehendak
5) Intermitten : terjadi secara berkala (berselang-seling).
6) Terasa sakit
7) Terkoordinasi
8) Kadang dapat dipengaruhi dari luar secara fisik, kimia dan psikis
Perubahan-perubahan akibat his:
1) Pada uterus dan servik, Uterus teraba keras/padat karena kontraksi.
Tekanan hidrostatis air ketuban dan tekanan intrauterin naik serta
menyebabkan serviks menjadi mendatar (effacement) dan terbuka
(dilatasi).
2) Pada ibu Rasa nyeri karena iskemia rahim dan kontraksi rahim. Juga ada
kenaikan nadi dan tekanan darah.
3) Pada janin Pertukaran oksigen pada sirkulasi utero-plasenter kurang, maka
timbul hipoksia janin. Denyut jantung janin melambat (bradikardi) dan
kurang jelas didengar karena adanya iskemia fisiologis.
Dalam melakukan observasi pada ibu – ibu bersalin hal – hal yang harus
diperhatikan dari his:
1) Frekuensi his Jumlah his dalam waktu tertentu biasanya permenit atau 
persepuluh menit.
2) Intensitas his Kekuatan his diukurr dalam mmHg. intensitas dan frekuensi
kontraksi uterus bervariasi selama persalinan, semakin meningkat waktu
persalinan semakin maju. Telah diketahui bahwa aktifitas uterus
bertambah besar jika wanita tersebut berjalan – jalan sewaktu persalinan
masih dini.
3) Durasi atau lama his Lamanya setiap his berlangsung diukur dengan detik,
misalnya selama 40 detik.
4) Datangnya his Apakah datangnya sering, teratur atau tidak.
5) Interval Jarak antara his satu dengan his berikutnya, misalnya his datang
tiap 2 sampe 3 menit.
6) Aktivitas his Frekuensi x amplitudo diukur dengan unit Montevideo.

His Palsu
His palsu adalah kontraksi uterus yang tidak efisien atau spasme usus,
kandung kencing dan otot-otot dinding perut yang terasa nyeri. His palsu
timbul beberapa hari sampai satu bulan sebelum kehamilan cukup bulan. His
palsu dapat merugikan yaitu dengan membuat lelah pasien sehingga pada
waktu persalinan sungguhan mulai pasien berada dalam kondisi yang jelek,
baik fisik maupun mental.

Kelainan kontraksi Otot Rahim


a) Inertia Uteri
1) His yang sifatnya lemah, pendek dan jarang dari his yang normal
yang    terbagi menjadi: Inertia uteri primer: apabila sejak semula
kekuatannya sudah lemah.
2) Inertia uteri sekunder: His pernah cukup kuat tapi kemudian melemah.
Dapat ditegakkan dengan melakukan evaluasi pada pembukaan, bagian
terendah terdapat kaput dan mungkin ketuban telah pecah. His yang
lemah dapat menimbulkan bahaya terhadap ibu maupun janin sehingga
memerlukan  konsultasi atau merujuk penderita ke rumah sakit,
puskesmas atau ke dokter spesialis.
b) Tetania uteri
His yang terlalu kuat dan terlalu sering, sehingga tidak terdapat
kesempatan reaksi otot rahim. Akibat dari tetania uteri dapat terjadi :
1) Persalinan Presipitatus
2) Persalinan yang berlangsung dalam waktu tiga jam. Akibat mungkin
fatal
3) Terjadi persalinan tidak pada tempatnya
- Terjadi trauma janin, karena tidak terdapat persiapan dalam
persalinan.
- Trauma jalan lahir ibu yang luas dan menimbulkan perdarahan 
inversion  uteri.
- Tetania uteri menyebabkan asfiksia intra uterin sampai kematian
janin  dalam Rahim.
c) Inkoordinasi otot Rahim
Keadaan Inkoordinasi kontraksi otot rahim dapat menyebabkan
sulitnya kekuatan otot rahim untuk dapat meningkatkan pembukaan atau
pengeluaran janin dari dalam rahim. Penyebab inkoordinasi kontraksi otot
rahim adalah:
1) Faktor usia penderita elative tua
2) Pimpinan persalinan
3) Karena induksi persalinan dengan oksitosin
4) Rasa takut dan cemas
c. Passanger
Passanger  terdiri dari janin dan plasentaa. Janin merupakan passangge
utama dan bagian janin yang paling penting adalah kepala karena bagian yang
paling besar dan keras dari janin adalah kepala janin. Posisi dan besar kepala
dapat mempengaruhi jalan persalinan.
Kelainan – kelainan yang sering menghambat dari pihak passangger
adalah  kelainan ukuran dan bentuk kepala anak seperti hydrocephalus ataupun
anencephalus, kelainan letak seperti letak muka atau pun letak dahi, kelainan
kedudukan anak seperti kedudukan lintang atau letak sungsang.

d. Psikis (Psikologis)
Perasaan positif berupa kelegaan hati, seolah-olah pada saat itulah benar-
benar terjadi realitas “kewanitaan sejati” yaitu munculnya rasa bangga bias
melahirkan atau memproduksi anaknya. Mereka seolah-olah mendapatkan
kepastian bahwa kehamilan yang semula dianggap sebagai suatu “keadaan yang
belum pasti “ sekarang menjadi hal yang nyata.
Psikologis meliputi:
1) Melibatkan psikologis ibu, emosi dan persiapan intelektual
2) Pengalaman bayi sebelumnya
3) Kebiasaan adat
4) Dukungan dari orang terdekat pada kehidupan ibu
Sikap negatif terhadap peralinan dipengaruhi oleh:
1) Persalinan sebagai ancaman terhadap keamanan
2) Persalinan sebagai ancaman pada self-image
3) Medikasi persalinan
4) Nyeri persalinan dan kelahiran

e. Penolong
Peran dari penolong persalinan dalam hal ini Bidan adalah mengantisipasi
dan menangani komplikasi yang mungkin terjadi pada ibu dan janin. Proses
tergantung dari kemampuan skill dan kesiapan penolong dalam menghadapi
proses persalinan.

6. KALA PERSALINAN
Persalinan dibagi dalam empat kala menurut Prawirohardjo (2006) yaitu:
a. Kala I (kala pembukaan)
In partu (partu mulai) ditandai dengan keluarnya lendir bercampur darah,
servik mulai membuka dan mendatar, darah berasal dari pecahnya pembuluh
darah kapiler, kanalis servikalis.
Kala pembukaan dibagi menjadi 2 fase:
a) Fase laten
Pembukaan servik berlangsung lambat, sampai pembukaan berlangsung 2 jam,
cepat menjadi 9 cm.
b) Fase aktik
Berlangsung selama 6 jam dibagi atas 3 sub fase:
a) Periode akselerasi : berlangsung 2 jam, pembukaan menjadi 4 cm.
b) Periode dilatasi maksimal (steady) selama 2 jam, pembukaan berlangsung
2 jam, cepat menjadi 9 cm.
c) Periode deselerasi berlangsung lambat dalam waktu 2 jam pembukaan
menjadi 10 cm.
Akhir kala I servik mengalami dilatasi penuh, uterus servik dan vagina
menjadi saluran yang continue, selaput amnio ruptur, kontraksi uterus kuat tiap 2-
3 menit selama 50-60 detik untuk setiap kontraksi, kepala janin turun ke pelvis.

b. Kala II (pengeluaran janin)


His terkoordinir cepat dan lebih lama, kira-kira 2-3 menit sekali, kepala
janin telah turun dan masuk ruang panggul, sehingga terjadilah tekanan pada otot-
otot dasar panggul yang secara reflek menimbulkan rasa ngedan karena tekanan
pada rectum sehingga merasa seperti BAB dengan tanda anus membuka. Pada
waktu his kepala janin mulai kelihatan, vulva membuka dan perineum meregang.
Dengan his mengedan yang terpimpin akan lahir dan diikuti oleh seluruh badan
janin. Kala II pada primi 1.5-2 jam, pada multi 0.5 jam.
Mekanisme persalinan:
Janin dengan presentasi belakang kepala, ditemukan hampir sekitar 95 %
dari semua kehamilan.Presentasi janin paling umum dipastikan dengan palpasi
abdomen dan kadangkala diperkuat sebelum atau pada saat awal persalinan
dengan pemeriksaan vagina (toucher). Pada kebanyakan kasus, presentasi
belakang kepala masuk dalampintu atas panggul dengan sutura sagitalis
melintang. Oleh karena itu kita uraikan dulu mekanisme persalinan dalam
presentasi belakang kepala dengan posisi ubun-ubun kecil melintang dan anterior.
Karena panggul mempunyai bentuk yang tertentu , sedangkan ukuran-
ukuran kepala bayi hampir sama besarnya dengan dengan ukuran dalam panggul,
maka jelas bahwa kepala harus menyesuaikan diri dengan bentuk panggul mulai
dari pintu atas panggul, ke bidang tengah panggul dan pada pintu bawah panggul,
supaya anak dapat lahir. Misalnya saja jika sutura sagitalis dalam arah muka
belakang pada pintu atas panggul, maka hal ini akan mempersulit persalinan,
karena diameter antero posterior adalah ukuran yang terkecil dari pintu atas
panggul. Sebaliknya pada pintu bawah panggul, sutura sagitalis dalam jurusan
muka belakang yang menguntungkan karena ukuran terpanjang pada pintu bawah
panggul ialah diameter antero posterior.
Gerakan-gerakan utama dari mekanisme persalinan adalah:
1) Penurunan kepala.
2) Fleksi.
3) Rotasi dalam ( putaran paksi dalam)
4) Ekstensi.
5) Ekspulsi.
6) Rotasi luar ( putaran paksi luar)
Dalam kenyataannya beberapa gerakan terjadi bersamaan,  akan tetapi untuk
lebih jelasnya akan dibicarakan gerakan itu satu persatu.
1) Penurunan Kepala.
Pada primigravida, masuknya kepala ke dalam pintu atas panggul 
biasanya sudah terjadi pada bulan terakhir dari kehamilan, tetapi pada
multigravida biasanya baru terjadi pada permulaan persalinan. Masuknya
kepala ke dalam PAP, biasanya dengan sutura sagitalis melintang dan
dengan fleksi yang ringan. Masuknya kepala melewati pintu atas panggul
(PAP), dapat dalam keadaan asinklitismus yaitu bila sutura sagitalis
terdapat di tengah-tengah jalan lahir tepat di antara simpisis dan
promontorium.     
Pada sinklitismus os parietal depan dan belakang sama tingginya. Jika
sutura sagitalis  agak ke depan mendekati simpisis atau agak ke belakang
mendekati promontorium, maka dikatakan kepala dalam keadaan
asinklitismus, ada 2 jenis asinklitismus yaitu:
- Asinklitismus posterior:   Bila sutura sagitalis mendekati simpisis dan
os  parietal belakang lebih rendah dari os parietal depan.
- Asinklitismus anterior:   Bila sutura sagitalis mendekati promontorium
sehingga os parietal depan lebih rendah dari os parietal belakang.
Derajat sedang asinklitismus pasti terjadi pada persalinan normal, tetapi
kalau berat gerakan ini dapat menimbulkan disproporsi sepalopelvik
dengan panggul yang berukuran normal sekalipun.
Penurunan kepala lebih lanjut terjadi pada kala I dan kala II persalinan.
Hal ini disebabkan karena adanya kontraksi dan retraksi dari segmen atas
rahim, yang menyebabkan tekanan langsung fundus pada bokong janin.
Dalam waktu yang bersamaan terjadi relaksasi dari segmen bawah rahim,
sehingga terjadi penipisan dan dilatasi servik. Keadaan ini menyebabkan
bayi terdorong ke dalam jalan lahir. Penurunan kepala ini juga disebabkan
karena tekanan cairan intra uterine, kekuatan mengejan atau adanya
kontraksi otot-otot abdomen dan melurusnya badan anak.
- Sutura sagitalis terdapat di tengah-tengah jalan lahir tepat di antara
simpisis dan promontorium.
- Sutura sagitalis mendekati simpisis dan os  parietal belakang lebih
rendah dari os parietal depan.
- Sutura sagitalis mendekati promontorium sehingga os parietal depan
lebih rendah dari os parietal belakang
2) Fleksi
Pada awal persalinan, kepala bayi dalam keadaan fleksi yang ringan.
Dengan majunya kepala biasanya fleksi juga bertambah. Pada pergerakan
ini dagu dibawa lebih dekat ke arah dada janin sehingga ubun-ubun kecil
lebih rendah dari ubun-ubun besar hal ini disebabkan karena adanya
tahanan dari dinding seviks, dinding pelvis dan lantai pelvis. Dengan
adanya fleksi, diameter suboccipito bregmatika (9,5 cm) menggantikan
diameter suboccipito frontalis (11 cm). sampai di dasar panggul, biasanya
kepala janin berada dalam keadaan fleksi maksimal.
c) Rotasi Dalam (Putaran Paksi Dalam)
Putaran paksi dalam adalah pemutaran dari bagian depan sedemikian
rupa sehingga bagian terendah dari bagian depan janin memutar ke depan
ke bawah simpisis. Pada presentasi belakang kepala bagian yang terendah
ialah daerah ubun-ubun kecil dan bagian inilah yang akan memutar ke
depan kearah simpisis. Rotasi dalam penting untuk menyelesaikan
persalinan, karena rotasi dalam merupakan suatu usaha untuk
menyesuaikan posisi kepala dengan bentuk jalan lahir khususnya bidang
tengah dan pintu bawah panggul.
d) Ekstensi
Sesudah kepala janin sampai di dasar panggul dan ubun-ubun kecil
berada di bawah simpisis, maka terjadilah ekstensi dari kepala janin. Hal ini
di sebabkan karena sumbu jalan lahir pada pintu bawah panggul mengarah
ke depan dan ke atas sehingga kepala harus mengadakan fleksi untuk
melewatinya. Kalau kepala yang fleksi penuh pada waktu mencapai dasar
panggul tidak melakukan ekstensi maka kepala akan tertekan pada
perineum dan dapat menembusnya.
Subocciput yang tertahan pada pinggir bawah simpisis akan menjadi
pusat pemutaran (hypomochlion), maka lahirlah berturut-turut pada pinggir
atas perineum: ubun-ubun besar, dahi, hidung, mulut dan dagu bayi dengan
gerakan ekstensi.
e) Rotasi Luar (Putaran Paksi Luar)
Kepala yang sudah lahir selanjutnya mengalami restitusi yaitu kepala
bayi memutar kembali ke arah punggung anak untuk menghilangkan torsi
pada leher yang terjadi karena putaran paksi dalam. Bahu melintasi pintu
dalam keadaan miring. Di dalam rongga panggul bahu akan menyesuaikan
diri dengan bentuk panggul yang dilaluinya, sehingga di dasar panggul
setelah kepala bayi lahir, bahu mengalami putaran dalam dimana ukuran
bahu (diameter bisa kromial) menempatkan diri dalam diameter
anteroposterior dari pintu bawah panggul. Bersamaan dengan itu kepala
bayi juga melanjutkan putaran hingga belakang kepala berhadapan dengan
tuber ischiadikum sepihak.
f) Ekspulsi
Setelah putaran paksi luar, bahu depan sampai di bawah simpisis dan
menjadi hipomochlion untuk kelahiran bahu belakang. Setelah kedua bahu
bayi lahir, selanjutnya seluruh badan bayi dilahirkan searah dengan sumbu
jalan lahir.
Dengan kontraksi yang efektif, fleksi kepala yang adekuat, dan janin
dengan ukuran yang rata-rata, sebagian besar oksiput yang posisinya
posterior berputar cepat segera setelah mencapai dasar panggul, dan
persalinan tidak begitu bertambah panjang. Tetapi pada kira-kira 5-10 %
kasus, keadaan yang menguntungkan ini tidak terjadi. Sebagai contoh
kontraksi yang buruk atau fleksi kepala yang salah atau keduanya, rotasi
mungkin tidak sempurna atau mungkin tidak terjadi sama sekali,
khususnya kalau janin besar.

c. Kala III (pengeluaran plasenta)


Setelah bayi lahir, kontraksi, rahim istirahat sebentar, uterus teraba keras
dengan fundus uteri sehingga pucat, plasenta menjadi tebal 2x sebelumnya.
Beberapa saat kemudian timbul his, dalam waktu 5-10 menit, seluruh plasenta
terlepas, terdorong kedalam vagina dan akan lahir secara spontan atau dengan
sedikit dorongan dari atas simpisis/fundus uteri, seluruh proses berlangsung 5-30
menit setelah bayi lahir. Pengeluaran plasenta disertai dengan pengeluaran darah
kira-kira 100-200 cc.

d. Kala IV
Pengawasan, selama 2 jam setelah bayi dan plasenta lahir, mengamati
keadaan ibu terutama terhadap bahaya perdarahan post partum. Dengan menjaga
kondisi kontraksi dan retraksi uterus yang kuat dan terus-menerus. Tugas uterus
ini dapat dibantu dengan obat-obat oksitosin.

7. PEMERIKSAAN PENUNJANG
- USG
- Pemeriksaan Hb

8. PENATALAKSANAAN
Menurut Wiknjosastro (2005), penatalaksanaan yang diberikan untuk
penanganan plasenta previa tergantung dari jenis plasenta previanya yaitu:
a. Kaji kondisi fisik klien
b. Menganjurkan klien untuk tidak coitus
c. Menganjurkan klien istirahat
d. Mengobservasi perdarahan
e. Memeriksa tanda vital
f. Memeriksa kadar Hb
g. Berikan cairan pengganti intravena RL
h. Berikan betametason untuk pematangan paru bila perlu dan bila fetus masih
premature.

PERSIAPAN PERSALINAN
a. Ibu
1) Gurita, 3 buah
2) Baju tidur, 3 buah
3) Underware secukupnya
4) Handuk, sabun, shampoo, sikat gigi dan pasta gigi
5) Pembalut khusus, 1 bungkus
6) Under pad (dapat dibeli di apotik), 3 lembar
b. Bayi
1) Popok dan gurita bayi, 1-2 buah.
2) Baju bayi, 1-2 buah
3) Diaper (popok sekali pakai) khusus new baby born, 1-2 buah.
4) Selimut,topi dan kaos kaki bayi
5) Perlengkapan Resusitasi bayi baru lahir
c. Penolong
1) Memakai APD, terdiri dari : Sarung Tangan steril, Masker, Alas kaki,
celemek.
2) Menyiapkan tempat persalinan, perlengkapan dan bahan
Penolong persalinan harus menilai ruangan dimana proses persalinan
akan berlangsung. Ruangan tersebut harus memiliki pencahayaan atau
penerangan yang cukup. Tempat tidur dengan kasur yang dilapisi kain
penutup yang bersih, kain tebal, dan pelapis anti bocor. Ruangan harus
hangat (tetapi jangan pamas), harus rersedia meja atau permukaan yang
bersih dan mudah dijangkau untuk meletakkan peralatan yang diperlukan.
3) Menyiapkan tempat dan lingkungan kelahiran bayi.
Memastikan bahwa rungan tersebut bersih, hangat (minimal 25oC,
pencahayaan cukup dan bebas dari tiupan angin.
4) Alat
       Partus Set (didalam wadah stenis yang berpenutup):
a) 2 klem Kelly atau 2 klem kocher
b) Gunting tali pusat
c) Benang tali pusat
d) Kateter nelaton
e) Gunting episiotomy
f) Alat pemecah selaput ketuban
g) 2 psang sarung tangan dtt
h) Kasa atau kain kecil
i) Gulungan kapas basah
j) Tabung suntik 3 ml dengan jarum i.m sekali pakai
k) Kateter penghisap de lee (penghisap lender)
l) 4 kain bersih
m) 3 handuk atau kain untuk mengeringkan bayi
5) Bahan
a) Partograf
b) Termometer
c) Pita pengukur
d) Feteskop/ dopler
e) Jam tangan detik
f) Stetoskop
g) Tensi meter
h) Sarung tangan bersih
6) Obat-Obatan
        Ibu
a) 8 Ampul Oksitosin 1 ml  10 U (atau 4 oksitosin 2ml U/ml.
b) 20 ml Lidokain 1% tanpa Epinefrin atau 10ml Lidokain 2% tanpa
Epinefrin.
c) 3 botol RL
d) 2 Ampul metal ergometrin maleat ( disimpan dalam suhu 2-80C         
Bayi   
a) Salep mata tetrasiklin
b) Vit K 1 mg
Untuk melakukan asuhan persalinan normal (APN) dirumuskan 58 langkah asuhan persalinan
normal sebagai berikut:
I. Mengenali Gejala dan Tanda Kala Dua
Langkah 1
Dengarkan, lihat dan periksa gejala dan tanda Kala Dua
 Ibu merasakan dorongan kuat dan meneran
 Ibu merasakan regangan yang semakin meningkat pada rektum dan vagina
 Perineum tampak menonjol
 Vulva dan sfinger ani membuka.

II. Menyiapkan Pertolongan Persalinan


Langkah 2
Pastikan kelengkapan peralatan, bahan dan obat-obatan esensial untuk menolong persalinan
dan menatalaksana komplikasi ibu dan bayi baru lahir. Untuk asfiksia: tempat tidur datar dan
keras, 2 kain dan 1 handuk bersih dan kering, lampu sorot 60 watt dengan jarak 60 cm dari
tubuh bayi
 Gelarlah kain di atas perut ibu, tempat resusitasi dan ganjal bahu bayi
 Siapkan oksitosin 10 unit dan alat suntik steril sekali pakai di dalam partus set.
Langkah 3
Kenakan atau pakai celemek plastik.
Langkah 4
Lepaskan dan simpan semua perhiasan yang dipakai, cuci tangan dengan sabun dan air bersih
mengalir kemudian keringkan tangan dengan tissue atau handuk pribadi yang bersih dan
kering.
Langkah 5
Pakai sarung tangan DTT untuk melakukan pemeriksaan dalam.
Langkah 6
Masukkan oksitosin ke dalam tabung suntik (Gunakan tangan yang memakai sarung tangan
DTT dan steril. Pastikan tidak terkontaminasi pada alat suntik).
III. Memastikan Pembukaan Lengkap dan Keadaan Janin Baik
Langkah 7
Bersihkan vulva dan perineum, seka dengan hati-hati dari depan ke belakang dengan
menggunakan kapas atau kasa yang dibasahi air DTT
 Jika introitus vagina, perineum atau anus terkontaminasi tinja, bersihkan dengan
seksama dari arah depan ke belakang
 Buang kapas atau pembersih (terkontaminasi) dalam wadah yang tersedia
 Ganti sarung tangan jika terkontaminasi (dekontaminasi, lepaskan dan rendam dalam
larutan klorin 0,5% – Langkah 9)
Langkah 8
Lakukan periksa dalam untuk memastikan pembukaan lengkap.
 Bila selaput ketuban dalam belum pecah dan pembukaan sudah lengkap maka lakukan
amniotomi.
Langkah 9
Dekontaminasi sarung tangan dengan cara mencelupkan tangan yang masih memakai sarung
tangan ke dalam larutan klorin 0,5% kemudian lepaskan dan rendam dalam keadaan terbalik
dalam larutan 0,5% selama 10 menit. Cuci kedua tangah setelah sarung tangan dilepaskan.
Langkah 10
Periksa denyut jantung janin (DJJ) setelah kontraksi/ saat relaksasi uterus untuk memastikan
bahwa DJJ dalam batas normal (120 – 160 x/ menit)
 Ambil tindakan yang sesuai jika DJJ tidak normal
 Dokumentasikan hasil-hasil pemeriksaan dalam, DJJ dan semua hasil-hasil penilaian
serta asuhan lainnya pada partograf. 
IV. Menyiapkan Ibu dan Keluarga Untuk Membantu Proses Bimbingan Meneran
Langkah 11
Beritahukan bahwa pembukaan sudah lengkap dan keadaan janin baik dan bantu ibu dalam
menemukan posisi yang nyaman dan sesuai dengan keinginannya
 Tunggu hingga timbul rasa ingin meneran, lanjutkan pemantauan kondisi dan
kenyamanan ibu dan janin (ikuti pedoman penatalaksanaan fase aktif) dan
dokumentasikan sesuai temuan yang ada
 Jelaskan pada anggota keluarga tentang bagaimana peran mereka untuk mendukung
dan memberi semangat pada ibu untuk meneran secara benar.
Langkah 12
Pinta keluarga membantu menyiapkan posisi meneran (Bila ada rasa ingin meneran dan
terjadi kontraksi yang kuat, bantu ibu ke posisi setengah duduk atau posisi lain yang
diinginkan dan pastikan ibu merasa nyaman).
Langkah 13
Laksanakan bimbingan meneran pada saat ibu merasakan ada dorongan kuat untuk meneran:
 Bimbing  ibu agar dapat meneran secara benar dan efektif
 Dukung dan beri semangat pada saat meneran dan perbaiki cara meneran apabila
caranya tidak sesuai
 Bantu ibu mengambil posisi yang nyaman sesuai pilihannya (kecuali posisi berbaring
terlentang dalam waktu yang lama)
 Anjurkan ibu untuk beristirahat di antara kontraksi
 Anjurkan keluarga memberi dukungan dan semangat untuk ibu
 Berika cukup asupan cairan per-oral (minum)
 Menilai DJJ setiap kontraksi uterus selesai
 Segera rujuk jika bayi belum atau tidak akan segera lahir setelah 120 menit (2 jam)
meneran (primigravida) atau 60 menit (1 jam) meneran (multigravida).
Langkah 14
Anjurkan ibu untuk berjalan, berjongkok atau mengambil posisi yang nyaman, jika ibu belum
merasa ada dorongan untuk meneran dalam 60 menit.
V. Mempersiapkan Pertolongan Kelahiran Bayi
Langkah 15
Letakkan handuk bersih (untuk mengeringkan bayi) di perut ibu, jika kepala bayi telah
membuka vulva dengan diameter 5-6 cm.
Langkah 16
Letakkan kain bersih yang dilipat 1/3 bagian dibawah bokong ibu
Langkah 17
Buka tutup partus set dan perhatikan kembali kelengkapan alat dan bahan
Langkah 18
Pakai sarung tangan DTT pada kedua tangan
VI. Persiapan Pertolongan Kelahiran Bayi
Lahirnya kepala
Langkah 19
Setelah tampak kepala bayi dengan diameter 5-6 cm membuka vulva maka lindungi perineum
dengan satu tangan yang dilapisi dengan kain bersih dan kering. Tangan yang lain menahan
kepala bayi untuk menahan posisi defleksi dan membantu lahirnya kepala. Anjurkan ibu
untuk meneran perlahan sambil bernapas cepat dan dangkal.
Langkah 20
Periksa kemungkinan adanya lilitan tali pusat dan ambil tindakan yang sesuai jika hal itu
terjadi, dan segera lanjutkan proses kelahiran bayi
 Jika tali pusat melilit leher secara longgar, lepaskan lewat bagian atas kepala bayi
 Jika tali pusat melilit leher secara kuat, klem tali pusat di dua tempat dan potong
diantara klem tersebut.
Langkah 21
Tunggu kepala bayi melakukan putaran paksi luar secara spontan.
Lahirnya bahu
Langkah 22
Setelah kepala melakukan putaran paksi luar, pegang secara biparental. Anjurkan ibu untuk
meneran saat kontraksi. Dengan lembut gerakkan kepala ke arah bawah dan distal hingga
bahu depan muncul di bawah arkus pubis dan kemudian gerakkan arah atas dan distal untuk
melahirkan bahu belakang.
Lahirnya badan dan tungkai
Langkah 23
Setelah kedua bahu lahir, geser tangan bawah ke arah perineum ibu untuk menyanggah
kepala, lengan dan siku sebelah bawah. Gunakan tangan atas untuk menelusuri dan
memegang lengan dan siku sebelah atas.
Langkah 24
Setelah tubuh dan lengan lahir, penelusuran tangan atas berlanjut ke punggung, bokong dan
kaki. Pegang kedua mata kaki (masukkan telunjuk diantara kaki dan pegang masing-masing
mata kaki dengan ibu jari dan jari-jari lainnya).

VII. Penanganan Bayi Baru Lahir


Langkah 25
Lakukan penilaian (selintas):
 Apakah bayi menangis kuat dan/ atau bernapas tanpa kesulitan?
 Apakah bayi bergerak dengan aktif?
Jika bayi tidak bernapas atau megap-megap segera lakukan tindakan resusitasi (Langkah 25
ini berlanjut ke langkah-langkah prosedur resusitasi bayi baru lahir dengan asfiksi).
Langkah 26
Keringkan dan posisikan tubuh bayi di atas perut ibu
 Keringkan bayi mulai dari muka, kepala, dan bagian tubuh lainnya (tanpa
membersihkan verniks) kecuali bagian tangan
 Ganti handuk basah dengan handuk kering
 Pastikan bayi dalam kondisi mantap di atas perut ibu.
Langkah 27
Periksa kembali perut ibu untuk memastikan tak ada bayi lain dalam uterus (hamil tunggal).
Langkah 28
Beritahukan pada ibu bahwa penolong akan menyuntikkan oksitosin (agar uterus berkontraksi
baik).
Langkah 29
Dalam waktu 1 menit setelah bayi lahir, suntikkan oksitosin 10 unit (intramuskuler) di 1/3
paha atas bagian distal lateral (lakukan aspirasi sebelum menyuntikkan oksitosin).
Langkah 30
Dengan menggunakan klem, jepit tali pusat (dua menit setelah bayi lahir pada sekitar 3 cm
dari pusar (umbilikus) bayi. Dari sisi luar klem penjepit, dorong isi tali pusat ke arah distal
(ibu) dan lakukan penjepitan kedua pada 2 cm distal dari klem pertama.
Langkah 31
Pemotongan dan pengikatan tali pusat
 Dengan satu tangan, angkat tali pusat yang telah dijepit kemudian lakukan
pengguntingan tali pusat (lindungi perut bayi) di antara 2 klem tersebut
 Ikat tali pusat dengan benang DTT/ steril pada satu sisi kemudian lingkarkan kembali
benang ke sisi berlawanan dan lakukan ikatan kedua menggunakan benang dengan
simpul kunci
 Lepaskan klem dan masukkan dalam wadah yang telah disediakan.
Langkah 32
Tempatkan bayi untuk melakukan kontak kulit ibu ke kulit bayi. Letakkan bayi dengan posisi
tengkurap di dada ibu. Luruskan bahu bayi sehingga bayi menempel dengan baik di dinding
dada-perut ibu. Usahakan kepala bayi berada di antara payudara ibu dengan posisi lebih
rendah dari puting payudara ibu.
Langkah 33
Selimuti ibu dan bayi dengan kain hangat dan pasang topi di kepala bayi.
VIII. Penatalaksanaan Aktif Kala Tiga
Langkah 34
Pindahkan klem pada tali pusat hingga berjarak 5 – 10 cm dari vulva.
Langkah 35
Letakkan satu tangan di atas kain pada perut ibu, di tepi atas simfisis, untuk mendeteksi.
Tangan lain menegangkan tali pusat.
Langkah 36
Setelah uterus berkontraksi, tegangkan tali pusat ke arah bawah sambil tangan yang lain
mendorong uterus ke arah belakang – atas (dorso-kranial) secara hati-hati (untuk mencegah
inversio uteri). Jika plasenta tidak lahir setelah 30-40 detik, hentikan penegangan tali pusat
dan tunggu hingga timbul kontraksi berikutnya dan ulangi prosedur di atas.
 Jika uterus tidak segera berkontraksi, minta ibu, suami atau anggota keluarga untuk
melakukan stimulasi puting susu.
Mengeluarkan plasenta
Langkah 37
Lakukan penegangan dan dorongan dorso-kranial hingga plasenta terlepas, minta ibu
meneran sambil penolong menarik tali pusat dengan arah sejajar lantai dan kemudian ke arah
atas, mengikuti poros jalan lahir (tetap lakukan tekanan dorso-kranial)
 Jika tali pusat bertambah panjang, pindahkan klem hingga berjarak sekitar 5-10 cm
dari vulva dan lahirkan plasenta
 Jika plasenta tidak lepas setelah 15 menit menegangkan tali pusat:
1. Beri dosis ulangan oksitosin 10 unit IM
2. Lakukan kateterisasi (aseptik) jika kandung kemih penuh
3. Minta keluarga untuk menyiapkan rujukan
4. Ulangi penegangan tali pusat 15 menit berikutnya
5. Segera rujuk jika plasenta tidak lahir dalam 30 menit setelah bayi lahir
6. Bila terjadi perdarahan, lakukan plasenta manual.
Langkah 38
Saat plasenta muncul di introitus vagina, lahirkan plasenta dengan kedua tangan. Pegang dan
putar plasenta hingga selaput ketuban terpilin kemudian lahirkan dan tempatkan plasenta
pada wadah yang telah disediakan.
 Jika selaput ketuban robek, pakai sarung tangan DTT atau steril untuk melakukan
eksplorasi sisa selaput kemudian gunakan jari-jari tangan atau klem DTT atau steril
untuk mengeluarkan bagian selaput yang tertinggal.
Rangsangan taktil (masase) uterus
Langkah 39
Segera setelah plasenta dan selaput ketuban lahir, lakukan masase uterus, letakkan telapak
tangan di fundus dan lakukan masase dengan gerakan melingkar secara lembut hingga uterus
berkontraksi (fundus teraba keras)
 Lakukan tindakan yang diperlukan jika uterus tidak berkontraksi setelah 15 detik
melakukan rangsangan taktil/ masase.
IX. Menilai Perdarahan
Langkah 40
Periksa kedua sisi plasenta baik bagian ibu maupun bayi dan pastikan selaput ketuban
lengkap dan utuh. Masukkah plasenta ke dalam kantung plastik atau tempat khusus.
Langkah 41
Evaluasi kemungkinan laserasi pada vagina dan perineum. Lakukan penjahitan bila laserasi
menyebabkan perdarahan.

X. Melakukan Asuhan Pasca Persalinan


Langkah 42
Pastikan uterus berkontraksi dengan baik dan tidak terjadi perdarahan pervaginam.
Langkah 43
Beri cukup waktu untuk melakukan kontak kulit ibu – bayi (di dada ibu paling sedikit 1 jam)
 Sebagian besar bayi akan berhasil melakukan inisiasi menyusu dini dalam waktu 30-
60 menit. Menyusu pertama biasanya berlangsung sekitar 10-15 menit. Bayi cukup
menyusu dari satu payudara
 Biarkan bayi berada di dada ibu selama 1 jam walaupun bayi sudah berhasil menyusu.
Langkah 44
Lakukan penimbangan/ pengukuran bayi, beri tetes mata antibiotik profilaksis, dan vitamin
K1 1mg intramuskular di paha kiri anterolateral setelah satu jam kontak kulit ibu – bayi.
Langkah 45
Berikan suntikan imunisasi Hepatitis B (setelah satu jam pemberian Vitamin K1) di paha
kanan anterolateral.
 Letakkan bayi di dalam jangkauan ibu agar sewaktu-waktu bisa disusukan
 Letakkan kembali bayi pada dada ibu bila bayi belum berhasil menyusu di dalam satu
jam pertama dan biarkan sampai bayi berhasil menyusu.
Evaluasi
Langkah 46
Lanjutkan permantauan kontraksi dan mencegah perdarahan per vaginam
 2-3 kali dalam 15 menit pertama pasca persalinan
 Setiap 15 menit pada 1 jam pertama pasca persalinan
 Setiap 20-30 menit pada jam kedua pasca persalinan
 Jika uterus tidak berkontraksi dengan baik, melakukan asuhan yang sesuai untuk
menatalaksana atonia uteri.
Langkah 47
Ajarkan ibu/ keluarga cara melakukan masase uterus dan menilai kontraksi.
Langkah 48
Evaluasi dan estimasi jumlah kehilangann darah.

Langkah 49
Periksa nadi ibu dan keadaan kandung kemih setiap 15 menit selama 1 jam pertama pasca
persalinan dan setiap 30 menit selama 2 jam pertama persalinan
 Periksa temperatur ibu sekali setiap jam selama 2 jam pertama pasca persalinan
 Melakukan tindakan yang sesuai untuk temuan yang tidak normal.
Langkah 50
Periksa kembali kondisi bayi untuk memastikan bahwa bayi bernapas dengan baik (40-60
kali/ menit) serta suhu tubuh normal (36,5 – 37,5).
Kebersihan dan keamanan
Langkah 51
Tempatkan semua peralatan bekas pakai dalam larutan klorin 0,5% untuk dekontaminasi (10
menit). Cuci dan bilas peralatan setelah didekontaminasi.
Langkah 52
Buang bahan-bahan yang terkontaminasi ke tempat sampah yang sesuai.
Langkah 53
Bersihkan badan ibu menggunakan air DTT. Bersihkan sisa cairan ketuban, lendir dan darah.
Bantu ibu memakai pakaian yang bersih dan kering.
Langkah 54
Pastikan ibu merasa nyaman, Bantu ibu memerikan ASI. Anjurkan keluarga untuk memberi
ibu minuman dan makanan yang diinginkannya.
Langkah 55
Dekontaminasi tempat bersalin dengan larutan klorin 0,5%.
Langkah 56
Celupkan sarung tangan kotor ke dalam larutan klorin 0,5%, balikkan bagian dalam keluar
dan rendam dalam larutan klorin 0,5% selama 10 menit.
Langkah 57
Cuci kedua tangan dengan sabun dan air bersih mengalir kemudian keringkan dengan tissue
atau handuk yang kering dan bersih.
Dokumentasi
Langkah 58
Lengkapi partograf (halaman depan dan belakang), periksa tanda vital dan asuhan kala I
DAFTAR PUSTAKA

Bobak, L. 2005. Keperawatan Maternitas, Edisi 4.Jakarta: EGC

Herdman, T.H. & Kamitsuru, S. (Eds.). 2014. NANDA International Nursing

Depkes (2008). Pelatihan Klinik Asuhan Persalinan Normal. Jakarta: USAID

Diagnoses: Definitions and Classification 2015-2017. Oxford: Wiley Blackwell.

Gary dkk. (2006). Obstetri Williams, Edisi 21. Jakarta, EGC.

Lukas, E. 2013. Penanganan Terkini Preeklamsia. FK UNHAS

Mansjoer, Arif. 2007. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3 Jilid II. Jakarta: Media
Aesculapius

Mitayani. (2009). Asuhan Keperawatan Maternitas. Jakarta: EGC

Moorhead Sue, Marion Johnson, Meridean L.M., et al. (Eds.). 2008. Nursing
Outcomes Classification (NOC), Fifth Edition. St. Louis Missouri: Mosby
Inc.

Prawiroharjo, S. 2010. Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Edisi ke-12.


Jakarta: Bina Pustaka

Prawiroharjo, S.2008. Ilmu Kebidanan. Edisi ke-4. Jakarta: Bina Pustaka


Setiono, Wiwing. (2014). Laporan pendahuluan persalinan normal. Dimuat
dalam http://lpkeperawatan.blogspot.com/2013/11/laporan-pendahuluan-
persalinan-normal.html#.U_h8ZMWSw0o (Diakses tanggal 24 Agustus
2014).

Wiknjosostro. (2002). Ilmu Kebidanan Edisi III. Jakarta: Yayasan Bima pustaka


Sarwana Prawirohardjo.

Anda mungkin juga menyukai