Anda di halaman 1dari 17

Eklampsia

Makalah

Disusun untuk memenuhi tugas Problem Based Learning


Disusun oleh :

S. Krissattryo Rosarianto I.

Kelompok B-5

102011374

ryorosarianto@gmail.com

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

2014
2 | P a g e


PENDAHULUAN


1. Latar Belakang
Hipertensi dalam kehamilan merupakan 5-15% penyulit kehamilan dan merupakan salah
satu dari tiga penyebab tertinggi mortalitas dan morbiditas ibu bersalin. Di Indonesia mortalitas
dan morbiditas hipertensi dalam kehamilan juga masih cukup tinggi. Hal ini disebabkan selain
oleh etiologi tidak jelas, juga oleh perawatan dalam persalinan masih ditangani oleh petugas
non medik dan sistem rujukan yang belum sempurna. Hipertensi dalam kehamilan dapat dialami
oleh semua lapisan ibu hamil sehingga pengetahuan tentang pengelolaan hipertensi dalam
kehamilan harus benar-benar dipahami oleh semua tenaga medik baik di pusat maupun di
daerah.
1
2. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam makalah ini adalah seorang perempuan berusia 18 tahun,
primigravida dibawa ke UGD karena kejang-kejang.
3. Hipotesis
Hipotesis dalam makalah ini adalah perempuan berusia 18 tahun tersebut diduga
menderita eklampsia.

3 | P a g e

ISI



1. Fisiologi Perempuan Hamil
Perubahan anatomi dan fisiologi pada perempuan hamil sebagian besar sudah terjadi
setelah fertilisasi dan terus berlanjut selama kehamilan. Kebanyakan perubahan ini merupakan
respons terhadap janin. Satu hal yang menakjubkana adalah bahwa hampir semua perubahan
ini akan kembali seperti keadaan sebelum hamil setelah proses persalinan dan menyusui selesai.


a. Sirkulasi dan Tekanan Darah
Pada minggu ke-5 cardiac output akan meningkat dan perubahan ini terjadi
untuk mengurangi resistensi vaskular sistemik. Selain itu, juga terjadi peningkatan
denyut jantung. Antara minggu ke 10 dan 20 terjadi peningkatan volume plasma
sehingga juga terjadi peningkatan preload. Performa ventrikel selama kehamilan
dipengaruhi oleh penurunan resistensi vaskular sistemik dan perubahan pada aliran
pulsasi arterial. Kapasistas vaskular juga akan meningkat untuk memenuhi
kebutuhan. Peningkatan estrogen dan progesteron juga akan menyebabkan
terjadinya vasodilatasi dan penurunan resistensi vaskular perifer.
1

Sejak pertengahan kehamilan pembesaran uterus akan menekan vena kava
inferior dan aorta bawah ketika berada dalam posisi terlentang. Penekanan vena kava
inferior ini akan mengurangi darah balik vena ke jantung. Akibatnya, terjadinya
penurunan preload dan cardiac output sehingga akan menyebabkan terjadinya
hipotensi arterial yang dikenal dengan sindrom hipotensi supine dan pada keadaan
yang cukup berat akan mengakibatkan ibu kehilangan kesadaran. Penekanan pada
aorta ini juga akan mengurangi aliran darah uteroplasenta ke ginjal. Selama trimester
akhir posisi terlentang akan membuat fungsi ginjal menurun jika dibandingkan dengan
posisi miring. Karena alasan inilah tidak dianjurkan ibu hamil dalam posisi terlentang
pada akhir kehamilan.
1

Volume darah akan meningkat secara progresif mulai minggu ke 6-8 kehamilan
dan mencapai puncakny pada minggu ke-32-34 dengan perubahan kecil setelah minggu
tersebut. Volume plasma akan meningkat kira-kira 40-45%. Hal ini dipengaruhi oleh aksi
progesteron dan estrogen pada ginjal yang diinisiasi oleh jalur renin0angiotensisn dan
aldosteron. Penambahan volume darah ini sebagian besar berupa plasma dan eritrosit.
1

4 | P a g e

Eritropoetin ginjal akan meningkatkan jumlah sel darah merah sebanyak 20-30%
tetapi tidak sebanding dengan peningkatan volume plasma sehingga akan
mengakibatkan hemodilusi dan penurunan konsentrasi hemoglobin.
1

b. Traktus Urinarius
Glukosuria selama kehamilan mungkin bukan suatu kelainan. Peningkatan nyata
filtrasi glomerulus, bersama dengan gangguan kapasitas reabsorpsi tubulus terhadap
glukosa yang difiltrasi, merupakan penyebab sebagian besar penyebab kasus
glukosuria.
2

Proteinuria normalnya tidak dijumpai pada kehamilan meskipun sesekali terjadi
ringan selama atau segera setelah persalinan yang melelahkan.Eksresi 24 jam rerata
adalah 115 mg, dengan batas atas 95% adalah 260 mg/hari tanpa perbedaan signifikan
oleh trimester.Para peneliti ini juga memperlihatkan bahwa ekskresi albumin minimal
dan berkisar dari 5 sampai 30 mg/hari.
2

Hematuria sering terjadi karena kontaminasi sewaktu pengukuran sampel. Jika
tidak,hematuria sering mengisyaratkan infeksi saluran kemih. Hematuria sering terjadi
setelah persalinan dan pelahiran yang sulit karena trauma pada kandung kemih dan
uretra.
2

c. Metabolisme Air
Meningkatnya retensi air adalah perubahan normal fisiologis pada kehamilan.
Retensi ini diperantarai, paling tidak sebagian, oleh penurunan osmolalitas plasma yang
dipicu oleh perubahan ambang osmotik untuk haus dan sekresi vasopresin.
2

Pada aterm, kandungan air di janin, plasenta dan cairan amnion mendekati 3,5
L. Sebanyak 3,0 L lainnya terakumulasi akibat meningkatnya volume darah ibu serta
ukuran uterus dan payudara. Edema pitting jelas terlihat di pergelangan kaki dan
tungkai sebagian besar wanita hamil, khususnya pada sore hari. Penimbunan cairan ini
disebabkan oleh meningkatnya tekanan vena dibawah uterus akibat sumbatan parsial
vena kava. Penurunan tekanan osmotik koloid interstitium akibat kehamilan normal
juga berperan meyebabkan kehamilan pada kehamilan tahap lanjut.
2


2. Hipertensi dalam kehamilan
Hipertensi ialah tekanan darah sistolik dan diastolik 140/90 mmHg. Pengukuran
tekanan darah sekurang-kurangnya dilakukan 2 kali selang 4 jam.
2

5 | P a g e

Penyakit hipertensif mempersulit 5 hingga 10 persen kehamilan; bersama perdarahan
dan infeksi, mereka membentuk suatu trias yang mematikan, yang berperan besar dalam angka
kesakitan serta kematian ibu.. Pada kasus kehamilan dengan hipertensi, sindrom preeklamsia,
baik terisolasi maupun bertumpang tindih dengan hipertensi kronis, merupakan yang paling
berbahaya.
Klasifikasi yang dipakai di Indonesia adalah berdasarkan Report of the National High
Blood Pressure Education Program Working Group on high Blood Pressure in Pregnancy tahun
2001, ialah:
1

a. Hipertensi kronik adalah hipertensi yang timbul sebelum umur kehamilan 20 minggu
atau hipertensi yang pertama kali didiagnosis setelah umur kehamilan 20 minggu dan hipertensi
menetap sampai 12 minggu pascapersalinan.
b. Preeklampsia adalah hipertensi yang timbul setelah 20 minggu kehamilan disertai
dengan proteinuria.
c. Eklampsia adalah preeklampsia yang disertai dengan kejang-kejang dan/atau koma
d. Hipertensi kronik dengan superimposed preeklampsia adalah hipertensi kronik disertai
tanda-tanda preeklampsia atau hipertensi kronik disertai proteinuria.
e. Hipertensi gestational (disebut juga transient hypertension) adalah hipertensi yang
timbul pada kehamilan tanpa disertai proteinuria dan hipertensi menghilang setelah 3 bulan
pascapersalinan atau kehamilan dengan tanda-tanda preeklampsia tetapi tanpa proteinuria.

3. Eklampsia
a. Definisi
Istilah eklampsia berasal dari bahasa Yunani dan berarti "halilintar". Kata
tersebut dipakai karena seolah-olah gejala-gejala eklampsia timbul dengan tiba-tiba
tanpa didahului oleh tanda-tanda lain. Sekarang kita ketahui bahwa eklampsia pada
umumnya timbul pada wanita hamil atau dalam nifas dengan tanda-tanda pre-
eklampsia. Pada wanita yang menderita eklampsia timbul serangan kejang yang diikuti
oleh koma. Eklampsia lebih sering pada primigravida daripada multipara. Tergantung
dari saat timbulnya eklampsia dibedakan eklampsia gravidarum (eklampsia
antepartum),eklampsia parturientum (eklampsia intrapartum), dan eklampsia
puerperale (eklampsia postpartum). Kebanyakan terjadi antepartum. Perlu
6 | P a g e

dikemukakan bahwa pada eklampsia gravidarum sering kali persalinan mulai tidak
lama kemudian.
3

Dengan pengetahuan bahwa biasanya eklampsia didahului oleh pre-eklampsia,
tampak pentingnya pengawasan antenatal yang teliti dan teratur, sebagai usaha untuk
mencegah timbulnya penyakit itu.
3

Eklampsia lebih sering terjadi pada :
3

1) Kehamilan kembar
2) Hydramnion
3) Mola hydatidosa

b. Etiologi
Laporan mengenai eklamsia telah ditelusuri hingga sejauh 2200 SM. Sejumlah
besar mekanisme telah diajukan untuk menjelaskan penyebabnya. Preeklamsia tidaklah
sesederhana satu penyakit, melainkan merupakan hasil akhir berbagai faktor yang
kemungkinan meliputi sejumlah faktor pada ibu, plasenta, dan janin. Faktor-faktor yang
saat ini dianggap penting mencakup:
Implantasi plasenta disetai invasi trofoblastik abnormal pada pembuluh darah
uterus.
Toleransi imunologis yang bersifat maladaptif diantara jaringan maternal,
paternal (plasental), dan fetal.
Maladaptasi maternal terhadap perubahan kardiovaskuler atau inflamatorik
yang terjadi pada kehamilan normal.
Faktor-faktor genetik, termasuk gen predisposisi yang diwariskan, serta
pengaruh epigenetik.

c. Epidemiologi
Karena dalam batas tertentu dapat dicegah melalui asuhan antenatal yang
adekuat, insiden eklamsia telah menurun selama beberapa tahun terakhir. Di negara
maju, insiden eklamsia mungkin sekitar 1 dalam 2000 kelahiran.

d. Diagnosis Kerja
7 | P a g e

Eklampsia merupakan kasus akut pada penderita preeklampsia, yang disertai
dengan kejang menyeluruh dan koma. Sama halnya dengan preeklampsia, eklampsia
dapat timbul pada ante, intra, dan postpartum. Eklampsia postpartum umumnya hanya
terjadi dalam waktu 24 jam pertama setelah persalinan.
Pada penderita preeklampsia yang akan kejang, umumnya memberi gejala-
gejala atau tanda-tanda yang khas, yang dapat dianggap sebagai tanda prodoma akan
terjadinya kejang. Preeklampsia yang disertai dengan tanda-tanda prodoma ini disebut
sebagai impending eclampsia atau imminent eclampsia.
Preeklamsia yang disertai komplikasi kejang umum tonik-klonik sangat
meningkatkan resiko bagi ibu maupun janin. Kejang eklamtik hampir selalu didahului
oleh preeklampsia. Eklamsia paling sering terjadi pada trimester ketiga dan menjadi
semakin sering saat kehamilan mendekati aterm. Pada beberapa tahun akhir, telah
terjadi pergeseran yang semakin besar pada insiden eklamsia ke arah periode
pascapartum. Pergeseran ini diduga berkaitan dengan perbaikan akses asuhan pranatal,
deteksi preeklamsia yang lebih dini, dan penggunaan magnesium sulfat profilaktik.

e. Diagnosis Banding
Diagnosis eklampsia umumnya tidak mengalami kesukaran. Dengan adanya
tanda dan gejala pre-eklampsia yang disusul oleh serangan kejangan seperti telah
diuraikan, maka diagnosis eklampsia sudah tidak diragukan. Walaupun demikian,
eklampsia harus dibedakan dari (1) epilepsi; dalam anamnesis diketahui adanya
serangan sebelum hamil atau pada hamil-muda dan tanda pre-eklampsia tidak ada; (2)
kejang karena obat anestesia; apabila obat anestesia lokal tersuntikkan ke dalam
vena, dapat timbul kejang; (3) koma karena sebab lain, seperti diabetes, perdarahan
otak, meningitis, ensefalitis, uremia, keracunan.
2


f. Pemeriksaan Penunjang
Pengukuran berbagai penanda biologis biokimiawi, dan biofisik yang terlibat
dalam patofisiologi preeklamsia di awal kehamilan atau selama kehamilan telah
diajukan sebagai cara untuk memprediksi timbulnya preeklamsia. Usaha-usaha telah
dilakukan untuk mengidentifikasi penanda dini plasentasi yangterganggu,
8 | P a g e

tergganggunya perfusi plasenta, aktivasi dan disfungsi sel endotel, serta aktivasi sistem
koagulasi.
1. Velosimetri Doppler Arteria Uterina
Invasi trofoblastik yang abnormal pada arteria spiralis, menyebabkan
berkurangnya perfusi plasenta dan meningkatnya tahanan terhadap aliran balik
pada arteria uterina. Bertambahny velosimetri arteria uterina yang ditentukan
dengan ultrasonografi Doppler, pada trimester pertama atau kedua seharusnya
dapat memberikan bukti tak langsung proses ini sehingga berperan sebagai uji
prediktif untuk preeklamsia, meningkatnya tahanan aliran menyebabkan
timbulnya pola gelombang abnormal yang tampak sebagai bertambahnya takik
diastolik.
2. Asam Urat dalam Serum
Hiperurisemia kemungkinan terjadi akibat berkurangnya bersihan asam
urat karena menurunnya filtrasi glomerulus, bertambahnya reabsorpsi di
tubulus dan menurunnya sekresi. Sebagian besar kalangan menggunakan kadar
asam urat untuk memprediksi preeklamsia.
3. Mikroalbuminuria
Sejumlah peneliti telah mengevaluasi nilai potensial mikroalbuminuria
sebagai pemeriksaan yang dapat memprediksi preeklamsia. Sensitivitas
mikroalbuminuria berkisar dari 7 hingga 90%, dan spesifitasnya berkisar dari 29
dan 97 persen.
4. Fibronektin
Fibronektin dilepaskan dari sel sendotel dan matriks ekstrasel setelah
terjadinya cedera endotel. Lebih dari 20 tahun yang lalu Stubbs dkk, melaporkan
bahwa kadar fibronektin dalam plasma meningkat pada perempuan dengan
preeklamsia.
g. Gejala Klinik
Pada umumnya kejang didahului oleh makin memburuknya pre-eklampsia dan
terjadinya gejala-gejala nyeri kepala di daerah frontal, gangguan penglihatan, mual
keras, nyeri di epigastrium, dan hiperrefleksia. Bila keadaan ini tidak dikenal dan tidak
segera diobati, akan timbul kejangan; terutama pada persalinan bahaya ini besar.
Konvulsi eklampsia dibagi dalam 4 tingkat, yaitu :
2
9 | P a g e

1. Tingkat awal atau aura (Tingkat Invasi). Keadaan ini berlangsung kira-kira 30 detik.
Mata penderita terbuka tanpa melihat, kelopak mata bergetar demikian pula
tangannya, dan kepala diputar ke kanan atau ke kiri.
2

2. Kemudian timbul tingkat kejangan tonik (Tingkat Kontraksi) yang berlangsung
kurang lebih 30 detik. Dalam tingkat ini seluruh otot menjadi kaku, wajahnya kelihatan
kaku, tangan menggenggam, dan kaki membengkok ke dalam. Pernapasan berhenti,
muka mulai menjadi sianotik, lidah dapat tergigit.
2

3. Stadium ini kemudian disusul oleh tingkat kejangan klonik (Tingkat Konvulsi) yang
berlangsung antara 1 2 menit. Spasmus tonik menghilang. Semua otot berkontraksi
dan berulang-ulang dalam tempo yang cepat. Mulut membuka dan menutup dan lidah
dapat tergigit lagi. Bola mata menonjol. Dari mulut ke luar ludah yang berbusa, muka
menunjukkan kongesti dan sianosis. Penderita menjadi tak sadar. Kejang klonik ini dapat
demikian hebatnya, sehingga penderita dapat terjatuh dari tempat tidurnya. Akhirnya,
kejangan terhenti dan penderita menarik napas secara mendengkur.
2

4. Sekarang ia memasuki tingkat koma. Lamanya ketidaksadaran tidak selalu sama
secara perlahan-lahan penderita menjadi sadar lagi, Kalau pasien sadar kembali maka ia
tidak ingat sama sekali apa yang telah terjadi, lamanya coma dari beberapa menit
sampai berjam-jam, akan tetapi dapat terjadi pula bahwa sebelum itu timbul serangan
baru dan yang berulang, sehingga ia tetap dalam koma.
2

Selama serangan tekanan darah meninggi, nadi cepat, dan suhu meningkat
sampai 40 derajat Celcius. Sebagai akibat serangan dapat terjadi komplikasi-komplikasi
seperti (1) lidah tergigit; perlukaan dan fraktura; (2) gangguan pernapasan; (3) solusio
plasenta; dan (4) perdarahan otak.
2

Sebab kematian eklampsia ialah : oedeme paru-paru, apoplexia dan accidosis.
Atau pasien mati setelah beberapa hari karena pneumonia aspirasi, kerusakan hati dan
gangguan faal ginjal.
Kadang-kadang terjadi eklampsia tanpa kejang, gejala yang menonjol adalah
koma. Eklampsia semacam ini disebut eclampsia sine eclampsi, dan terjadi pada
kerusakan hati yang berat. Pernafasan biasanya cepat dan berbunyi, pada eklampsia
yang berat ada cyanosis.
Setelah persalinan keadaan pasien berangsur baik, kira-kira dalam 12-24 jam.
Juga kalau anak mati di dalam kandungan sering kita lihat bahwa beratnya penyakit
10 | P a g e

akan berkurang. Proteinuri hilang dalam 4-5 hari sedangkan tensi normal kembali kira-
kira 2 minggu.

h. Patofisiologi
Vasokonstriksi merupakan dasar patogenesis Preeklampsi-eklampsi.
Vasokonstriksi menimbulkan peningkatan total perifer resisten dan menimbulkan
hipertensi. Adanya vasokonstriksi juga akan menimbulkan hipoksia pada endotel
setempat, sehingga terjadi kerusakan endotel, kebocoran arteriole disertai perdarahan
mikro pada tempat endotel. Selain itu Hubel (1989) mengatakan bahwa adanya
vasokonstriksi arteri spiralis akan menyebabkan terjadinya penurunan perfusi
uteroplasenter yang selanjutnya akan menimbulkan maladaptasi plasenta.
Hipoksia/anoksia jaringan merupakan sumber reaksi hiperoksidase lemak,
sedangkan proses hiperoksidasi itu sendiri memerlukan peningkatan konsumsi oksigen,
sehingga dengan demikian akan mengganggu metabolisme di dalam sel Peroksidase
lemak adalah hasil proses oksidase lemak tak jenuh yang menghasilkan hiperoksidase
lemak jenuh. Peroksidase lemak merupakan radikal bebas. Apabila keseimbangan antara
perok-sidase terganggu, dimana peroksidase dan oksidan lebih domi-nan, maka akan
timbul keadaan yang disebut stess oksidatif.
4

Pada Preeklampsi-eklampsi serum anti oksidan kadarnya menurun dan plasenta
menjadi sumber terjadinya peroksidase lemak. Sedangkan pada wanita hamil normal,
serumnya mengandung transferin, ion tembaga dan sulfhidril yang berperan sebagai
antioksidan yang cukup kuat. Peroksidase lemak beredar dalam aliran darah melalui
ikatan lipoprotein. Peroksidase lemak ini akan sampai kesemua komponen sel yang
dilewati termasuk sel-sel endotel yang akan mengakibatkan rusaknya sel-sel endotel
tersebut. Rusaknya sel-sel endotel tersebut akan meng-akibatkan antara lain :
4

adesi dan agregasi trombosit,
gangguan permeabilitas lapisan endotel terhadap plasma
terlepasnya enzim lisosom, tromboksan dan serotonin sebagai akibat dai rusaknya
trombosit
produksi prostasiklin terhenti
terganggunya keseimbangan prostasiklin dan tromboksan
11 | P a g e

terjadi hipoksia plasenta akibat konsumsi oksigen oleh peroksidase
i. Penatalaksanaan
Perawatan dara eklampsia yang utama ialah terapi suportif untuk stabilisasi
fungsi vital, yang harus selalu diingat Airway, Breathing, Circulation (ABC), mengatasi
dan mencegah kejang, mengatasi hipoksemia dan asidemia mencegah trauma pada
pasien pada waktu kejang, mengendalikan tekanan darah, khususnya pada waktu krisis
hipertensi, melahirkan janin pada waktu yang tepat dan dengan cara yang tepat.
1
Perawatan medikamentosa dan perawatan suprotif eklampsia, merupakan
perwatan yang sangat penting. Tujuan utama pengobatan medikamentosa eklampsia
ialah mencegah dan menghentikan kejang, mencegah dan mengatasi penyulit,
khususnya hipertensi krisis, mencapai stabilisasi ibu seoptimal mungkin sehingga dapat
melahirkan janin pada saat dan dengan cara yang tepat.
1

1. Mengendalikan Kejang
Pada kasus preeklamsia yang lebih berat, juga kasus eklamsia,
magnesium sulfat yang diberikan secara parenteral merupakan antikonvulsan
yang efektif dan tidak menimbulkan penekanan sistem saraf pusat pada ibu
maupun janin. Magnesium sulfat dapat diberikan secara intravena melalui infus
kontinu atau secara intramuskular melalui injeksi berkala. Dosis untuk
preeklamsia berat adalah sama dengan dosis untuk eklamsia. Karena persalinan
dan pelahiran merupakan saat yang paling mungkin untuk terjadinya kejang,
perempuan dengan preeklamsia-eklamsia biasanya diberikan magnesium sulfat
selama persalinan dan 24 jam pascapartum.
2

Kejang eklamtik hampir selalu dicegah atau dihentikan oleh kadar
magnesium dalam plasma yang dipertahankan pada kisaran 4,8-8,4 mg/dL.
Refleks patella menghilang jika kadar plasma mencapai sekitar 10 meq/L atau
12 mg/dL, tanda ini merupakan peringatan akan terjadinya keracunan
magnesium. Jika kadar plasma meningkat melebihi 10 meq/L, pernapasan
melemah, dan pada kadar 12 meq/L terjadi paralisis pernapasan yang diikuti
dengan henti napas.
2

Terapi dengan kalsium glukonat atau kalsium klorida 1 g intravena,
disertai dengan penghentian magnesium sulfat, biasanya memulihkan depresi
12 | P a g e

napas ringan hingga sedang. Untuk depresi napasyang berat dan henti napas,
intubasi trakea segera dan ventilasi mekanis dapat menyelamatkan jiwa.
2


2. Mengendalikan hipertensi
Hipertensi yang berbahaya dapat menyebabkan perdarahan
serebrovaskuler, ensefalopati hipertensif, dan dapat memicu kejang eklamtik
pada perempuan dengan preeklamsia. Komplikasi lainnya meliputi gagal
jantung kongestif afterload dan solusio plasenta.
2

Karena itu, National High Blood Pressure Education Program Working
Group secara khusus merekomendasikan bahwa tatalaksana mencakup
penurunan tekanan darah sistolik hingga 160 mmHg.Berdasarkan hasil
pengamatan, terapi antihipertensi diberikan pada perempuan yang memiliki
tekanan darah sistolik 160mmHg atau tekanan darah diastolik 110 mmHg.
2

Terdapat beberapa obat yang tersedia untuk menurunkan tekanan
darah yang sangat tinggi secara cepat pada perempuan dengan penyakit
hipertensi gestational. Tiga obat utama yang paling sering digunakan di
Amerika Utara dan Eropa adalah hydralazine, labetalol, dan nifedipine. Selama
bertahun-tahun hydralazine parenteral merupakan satu-satunya diantara
ketiga obat ini yang tersedia. Namun, saat ditemukannya labetalol parenteral,
banyak yang beranggapan bahwa obat ini sama efektifnya dengan hydralazine
untuk penggunaan obstetris. Kemudian ditemukan nifedipine yang diberikan
per oral, dan obat ini menjadi sangat populer sebagai terapi lini pertama untuk
hipertensi gestational berat.
2

Hydralazine diberikan secara intravena dalam dosis inisial 5 mg, diikuti
dengan dosis 5 hingga 10 mg dalam interval 15-20 menit hingga tercapainya
respons yang diharapkan. Respons sasaran antepartum atau intrapartum
adalah penurunan tekanan darah diastolik hingga 90-100 mmHg, tetapi tidak
lebih rendah dari ini agar tidak terjadi perburukan perfusi plasental.
Hydralazine yang diberikan dengan cara tadi telah terbukti sangat efektif dalam
mencegeha perdarahan otak.
2

Obat antihipertensif lain yang efektif dan lazim digunakan di Amerika
Serikat adalah labetalol intravena- penyekat 1 dan penyekat nonselektif.
13 | P a g e

Sebagian ahli lebih memilih labetalol dibandingkan hydralazine karena efek
sampingya sedikit (Sibai, 2003). Sibai (2003) menganjurkan dosis labetalol
20 hingga 40 mg tiap 10-15 menit sebanyak yang diperlukan, dengan dosis
maksimum 220 mg per siklus terapi.
2

Nifedipine menjadi populer karen efektivitasnya dalam mengendalikan
hipertensi akut terkait kehamilan. Kelompok kerja NHBPEP menganjurkan dosis
inisial 10 mg per oral, yang dapat diulang dalam 30 menit jika diperlukan.
2

3. Terapi Cairan
Larutan ringer Laktat diberikan secar rutin dalam laju 60 ml hingga tidak
melebihi 125 ml per jam, kecuali terdapat kehilangan cairan berlebihan akibat
muntah, diare, atau diaforesis, atau yang lebih mungkin, kehilangan darah
dalam jumlah berlebihan akibat pelahiran. Oliguria umum dijumpai pada
preeklampsia berat. Jadi, bila digabungkan dengan pengetahuan bahwa volume
darah ibu kemungkinan berkurang dibandingkan pada kehamilan normal, timbul
keinginan untuk memperbanyak cairan intravena. Infus cairan dalam jumlah
besar akan menambah maldistribusi cairan ekstravaskular sehingga
meningkatkan resiko edema paru dan otak secara nyata.
2

4. Pelahiran
Untuk menghindari resiko [ada ibu akibat pelahiran dengan bedah
caesar, awalnya dilakukan langkah-langkah untuk mencapai pelahiran per
vaginam pada perempuan dengan eklampsia. Setelah kejang, persalinan sering
kali maju secara spontan atau dapat berhasil diinduksi bahkan pada
perempuan yang masih jauh dari aterm sekalipun. Penyembuhan cepat tidak
langsung terjadi setelah pelahiran melalui jalan apapun, tetapi morbiditas berat
saat masa nifas lebih jarang terjadi pada perempuan yang melahirkan per
vagina.
Sikap terhadap kehamilan ialah semua kehamilan dengan eklampsia
harus diakhiri, tanpa memandang umur kehamilan dan keadaan janin.
Persalinan diakhiri bila sudah mencapai stabilisasi (pemuliham hemodinamika
dan metabolisme ibu. Pada perawatan pascapersalinan, bila persalinan terjadi
pervaginam, monitoring tanda-tanda vital dilakukan sebagaimana lazimnya.

14 | P a g e

j. Komplikasi
Komplikasi yang terberat ialah kematian ibu dan janin. Usaha utama ialah
melahirkan bayi hidup dari ibu yang menderita pre-eklampsia dan eklampsia. Komplikasi
yang tersebut di bawah ini biasanya terjadi pada pre-eklampsia berat dan eklampsia.
3
1. Solusio plasenta. Komplikasi ini biasanya terjadi pada ibu yang menderita hipertensi
akut dan lebih sering terjadi pada pre-eklampsia. Di Rumah Sakit Dr. Cipto
Mangunkusumo 15,5% solusio plasenta disertai pre-eklampsia.
3
2. Hipofibrinogenemia. Pada pre-eklampsia berat Zuspan (1978) menemukan 23%
bipofibrinogenemia, maka dari itu penulis menganjurkan pemeriksaan kadar fibrinogen
secara berkala.
3

3. Hemolisis. Penderita dengan pre-eklampsia berat kadang-kadang menunjukkan gejala
klinik hemolisis yang dikenal karena ikterus. Belum diketahui dengan pasti apakah ini
merupakan kerusakan sel-sel hati atau destruksi sel darah merah. Nekrosis periportal
hati yang sering ditemukan pada autopsi penderita eklampsia dapat
menerangkanikterus tersebut.
3

4. Perdarahan otak. Komplikasi ini merupakan penyebab utama kematian maternal
penderita eklampsia.
3

5. Kelainan mata. Kehilangan penglihatan untuk sementara, yang berlangsung sampai
seminggu, dapat terjadi. Perdarahan kadang-kadang terjadi pada retina; hal ini
merupakan tanda gawat akan terjadinya apopleksia serebri.
3

6. Edema paru-paru. Zuspan (1978) menemukan hanya satu penderita dari 69 kasus
eklampsia, hal ini disebabkan karena payah jantung.
3

7. Nekrosis hati. Nekrosis periportal hati pada pre-eklampsia-eklampsia merupakan akibat
vasopasmus arteriol umum. Kelainan ini diduga khas untuk eklampsia, tetapi ternyata
juga ditemukan pada penyakit lain. Kerusakan sel-sel hati dapat diketahui dengan
pemeriksaan faal hati, terutama penentuan enzim-enzimnya.
3
8. Sindroma HELLP. Yaitu haemolysis, elevated liver enzymes, dan low platelet count.
3

9. Kelainan ginjal. Kelainan ini berupa endoteliosis glomerulus yaitu pembengkakan
sitoplasma sel endotelial tubulus ginjal tanpa kelainan struktur lainnya. Kelainan lain
yang dapat timbul ialah anuria sampai gagal ginjal.
3

10. Komplikasi lain. Lidah tergigit, trauma dan frakura karena jatuh akibat kejang-kejang
pneumonia aspirasi, dan DIC (disseminated intravascular coogulation).
3

15 | P a g e

11. Prematuritas, dismaturitas dan kematian jani intra-uterin.
3


k. Pencegahan
Pada umumnya timbulnya eklampsia dapat dicegah, atau frekuensinya
dikurangi. Usaha-usaha untuk menurunkan frekuensi eklampsia terdiri atas :
3

1. Meningkatkan jumlah balai pemeriksaan antenatal dan mengusahakan agar semua
wanita hamil memeriksakan diri sejak hamil-muda;
2. Mencari pada tiap pemeriksaan tanda-tanda pre-eklampsia dan mengobatinya segara
apabila ditemukan;
3. Mengakhiri kehamilan sedapat-dapatnya pada kehamilan 37 minggu ke atas apabila
setelah dirawat tanda-tanda pre-eklampsia tidak juga dapat dihilangkan.

l. Prognosis
Bila penderita tidak terlambat dalam pemberian pengobatan, maka gejala
perbaikan akan tampak jelas setelah kehamilannya diakhiri. Segera setelah persalinan
berakhir perubahan patofisiologik akan segera pula mengalami perbaikan. Diuresis
terjadi 12 jam kemudian setelah persalinan. Keadaan ini merupakan tanda prognosis
yang baik, karena hal ini merupakan gejala pertama penyembuhan. Tekanan darah
kembali nprmal dalam beberapa jam kemudian.
5

Eklampsia tidak mempengaruhi kehamilan berikutnya, kecuali pada janin dari
ibu yang sudah tidak mempunyai hipertensi kronik. Prognosis janin pada penderita
eklampsia juga tergolong buruk. Seringkali janin mati intrauterin atau mati pada fase
neonatal karena memang kondisi bayi sudah sangat inferior.


16 | P a g e

PENUTUP


1. Kesimpulan
Kesimpulan dari makalah ini adalah perempuan berusia 18 tahun tersebut menderita
eklampsia. Eklampsia merupakan kasus akut pada penderita preeklampsia yang ditandai dengan
hipertensi yang timbul setelah 20 minggu kehamilan disetai dengan proteinuria dan disertai
juga dengan kejang menyeluruh dan koma.



17 | P a g e

DAFTAR PUSTAKA

1. Wiknjosastro. H, Prof, dr, SpOG. Ilmu Kebidanan. Ed.4, Cet. 3. Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo. Jakarta: 2013. Hal 530 553.
2. Cunningham GF. Obstetri Williams. Ed 23, Vol 2. Jakarta: EGC, 2012.h. 741-778.
3. Wiknjosastro. H, Prof, dr, SpOG. Ilmu Kebidanan. Ed.3, Cet. 8. Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo. Jakarta: 2006. Hal 281 300
4. Rambulangin, John, Penanganan Pendahuluan Prarujukan Penderita Preeklampsia Berat dan
Eklampsia, Cermin Dunia Kedokteran; 2003.
http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/cdk_139_kebidanan_dan_penyakit_kandungan.pdf)
5. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal Neonatal. 2006. Preeklmapsia Berat dan
Eklampsia Hal M-38. Ed.1, Cet. 11. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Anda mungkin juga menyukai