Anda di halaman 1dari 43

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dewasa ini kematian maternal sangatlah tinggi dimana kematian ini
disebabkan oleh beberapa factor diantaranya penyulit dan komplikasi
komplikasi pada saat kehamilan.Saat bersalin dan dalam 42 hari sesudah
berakhirnya persalinan dimana keadaan ini mempengaruhi dan mengancam
kesehatan ibu dan bayi.Sekarang ini AKI di Indonesia masih cukup tinggi
yakni antara 750-1000 per 100.000 kelahiran hidup.
Sebagian komplikasi persalinan, kejadiannya tidak dapat diduga
sebelum ataupun tidak dapat dihindari. Besarnya kemungkinan terjadi
komplikasi persalinan tiap ibu tidak sama, tergantung keadaan elama
kehamilan apakah ibu hamil tersebut tanpa masalah termasuk kelompok
rendah atau resiko tinggi dan kehamilan resiko sangat tinggi. (Sarwono, 2002)
Eklampsia merupakan penyulit dalam proses persalinan yang
kejadiannya senantiasa tetap tinggi. Tingginya angka kejadian eklampsia dapat
mengancam hidp eklampsi yang tidak terkontrol memberikan kontribusi yang
sangat besar terhadap tingginya angka kematian.
Eklamsi pada umumnya didahului oleh makin memburuknya pre
eklamsi dan terjadinya gejala gejala nyeri kepala didaerah frontal, gangguan
penglihatan, nyeri epigastrium, dan hiperrefleksia. Bila keadaan ini tidak
dikenal dan tidak segera diobati, akan timbul kejang. Terutama pada
persalinan bahaya ini besar.
Diagnosis eklampsia umumnya tidak mengalami kesukaran.Dengan
adanya tanda dan gejala preeklamsia yang disusul serangan kejang seperti
telah diuraikan, maka diagnosis eklamsi sudah tidak diragukan. Walaupun
demikian, eklamsi harus dibedakan dari : epilepsy (dalam anamnesis diketahui
adanya serangan sebelum hamil atau pada hamil muda dan tanpa preeklamsia
tidak ada, kejang karena obat anestesi, kejang karena sebab lain seperti
diabetes, perdarahan otak, meningitis, ensefalitis, dan lain-lain. (Sarwono,
2002)

Dengan besarnya pengaruh eklampsia terhadap tingginya tingkat


kematian bulin, maka sudah selayaknya dilakukan upaya untuk mencegah dan
menanganikasus-kasus eklampsia. Perawatan pada bulin dengan eklamsia
merupakan salah satu usaha nyata yamg dapat dilakukan untuk mencegah
timbulnya komplikasi-komplikasi sebagai akibat lanjut dari eklampsia
tersebut.
1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.

Apa definisi dari Eklampsia?


Apa penyebab atau etiologi pada klien dengan Eklampsia?
Apa saja klasifikasi Eklampsia?
Bagaimana patofisiologi pada klien dengan Eklampsia?
Bagaimana manifestasi klinis yang terjadi pada klien dengan Eklampsia?
Bagaimana Web Of Caution (WOC) pada klien dengan Eklampsia?
Bagaimana komplikasi yang akan terjadi pada klien dengan Eklampsia?
Bagaimana pemeriksaan diagnostik dan pemeriksaan penunjang yang

dapat dilakukan klien dengan Eklampsia?


i. Bagaimana penatalaksanaan dan pengobatan yang dapat dilakukan pada
klien dengan Eklampsia?
j. Bagaimana pelaksanaan asuhan keperawatan yang dilakukan pada klien
dengan Eklampsia?
1.3 Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah :
1.3.1 Tujuan Umum
Membantu mahasiswa dalam memahami tentang konsep dasar
kegawatdaruratan medik pada pelayanan keperawatan kritis yaitu
Eklampsia serta dengan adanya makalah ini, di harapkan dapat
membantu para mahasiswa khususnya dibidang keperawatan gawat
darurat dalam proses pembelajaran dan dapat pula menambah
pengetahuan para pembacanya terkait dengan penanganan keperawatan
kritis gawat darurat utama pada klien dengan Eklampsia dalam lingkup
perawatan pasien kritis.
1.3.2 Tujuan Khusus
a.
Mengetahui pengertian Eklampsia.

b.

Mengetahui penyebab atau etiologi pada klien dengan

c.

Eklampsia.
Mampu membedakan

d.
e.

Eklampsia.
Mengetahui patofisiologi pada klien dengan Eklampsia.
Mengetahui manifestasi klinis yang terjadi pada klien dengan

f.
g.

Eklampsia.
Mampu memahami web of caution (WOC) Eklampsia.
Memahami komplikasi yang terjadi pada klien dengan

h.

Eklampsia.
Mengetahui pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan

i.

pada klien dengan Eklampsia.


Memahami penatalaksanaan dan pengobatan yang dapat

j.

dilakukan pada klien dengan Eklampsia.


Mengetahui pelaksanaan asuhan keperawatan yang dilakukan

klasifikasi

pada

klien

dengan

pada klien dengan Eklampsia.


1.4 Manfaat Penulisan
Adapun manfaat dari penulisan makalah ini adalah diharapkan
mahasiswa dapat mengetahui dan memahami bagaimana konsep dasar akan
pelayanan keperawatan kritis pada klien dengan yaitu Eklampsia terutama
dalam konsep masalah pasien kritis dalam bidang gawat darurat, sehingga
dengan begitu mahasiswa dapat dengan mudah untuk melakukan asuhan dan
tindakan serta penanganan keperawatan yang tepat dalam perawatan pasien
kritis

1.5 Metode Penulisan


Dalam pembuatan makalah ini penulis menggunakan metode
perpustakaan (liberary research) yakni pengutipan dan pengumpulan datadata pada buku dan internet yang berkaitan dengan pembahasan konsep
dasar keparawatan gawat darurat pada pelayanan keperawatan kritis yaitu
Eklampsia terutama dalam konsep masalah yang terjadi pada pasien kritis
dalam perawatan pasien kritis.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Anatomi Fisiologi Organ Reproduksi Wanita
Organ reproduksi wanita secara umum dibagi dua, yaitu organ
reproduksi wanita yang terdapat di luar dan di dalam tubuh.
a. Organ Reproduksi Wanita Luar

Vulva terbagi atas sepertiga bagian bawah vagina,klitoris, dan


labia.Hanya mons dan labia mayora yang dapat terlihat pada genetalia
eksterna wanita. Arteri pudenda interna mengalirkan darah ke vulva.
Arteri ini berasal dari arteri iliaka interna bagian posterior, sedangkan
aliran limfatik dari vulva mengalir ke nodus inguinalis.

Alat genetalia luar terdiri dari :


1) Mons veneris/pubis (Tundun)
Bagian yang menonjol berupa tonjolan lemak yang besar
terletak di atas simfisis pubis. Area ini mulai ditumbuhi bulu pada
masa pubertas (Syaifudin, 1997).
2) Labia Mayora (bibir besar)
Dua lipatan dari kulit diantara kedua paha bagian atas.
Labia mayora banyak mengandung urat syaraf (Syaifudin, 1997).
Labia mayora merupakan struktur terbesar genetalia eksterna
wanita dan mengelilingi organ lainnya, yang berakhir pada mons
pubis.
3) Labia Minora (bibir kecil)
Berada di sebelah dalam labia mayora. Jadi untuk
memeriksa labia minora, harus membuka labia mayora terlebih
dahulu.
4) Klitoris (Kelentit)

Sebuah jaringan ikat erektil kecil kira-kira sebesar biji


kacang hijau yang dapat mengeras dan tegang (erectil) yang
mengandung urat saraf (Syaifudin, 1997), jadi homolog dengan
penis dan merupakan organ perangsang seksual pada wanita.
5) Vestibulum (serambi)
Merupakan rongga yang berada di antara bibir kecil (labia
minora), muka belakang dibatasi oleh klitoris dan perineum. Dalam
vestibulum terdapat muara-muara dari : liang senggama (introitus
vagina),urethra,kelenjar bartolini, dan kelenjar skene kiri dan
kanan (Syaifudin, 1997).
6) Himen (selaput dara)

Lapisan/membran tipis yang menutupi sebagian besar dari


liang senggama, ditengahnya berlubang supaya kotoran menstruasi
dapat mengalir keluar, letaknya mulut vagina pada bagian ini,
bentuknya

berbeda-beda

ada

yang

seperti

bulan

sabit.

Konsistensinya ada yang kaku, dan ada yang lunak, lubangnya ada
yang seujung jari, ada yang dapat dilalui satu jari (Syaifudin,1997).
Himen mungkin tetap ada selama pubertas atau saat hubungan
seksual pertama kali.
7) Perineum (kerampang)
Merupakan bagian terendah dari badan berupa sebuah garis
yang menyambung kedua tuberositas iski, daerah depan segitiga
kongenital dan bagian belakang segitiga anal, titik tengahnya

disebut badan perineum terdiri dari otot fibrus yang kuat di sebelah
depan anus.
b. Organ reproduksi wanita dalam.
1) Vagina
Vagina merupakan organ yang berbentuk tabung dan
membentuk sudut kurang lebih 60 derajat dengan bidang
horizontal. Namun,posisi ini berubah sesuai dengan vesika
urinaria. Dinding sentral vagina yang ditembusserviks panjangnya
7,5 cm, sedangkan panjang dinding posterior kurang lebih 9 cm.
dinding anterior dan posterior ini tebal dan dapat diregang. Dinding
lateralnya di bagian kranial melekat pada Ligamen Cardinale, dan
di bagian Caudal melekat pada diafragma pelvis sehingga lebih
rigid dan terfiksasi. Dinding depan liang senggama 9 cm lebih
pendek daripada dinding belakang. Pada puncak vagina menonjol
leher Rahim yang disebut posterio. Bentuk vagina dalam berlipatlipat disebut ligae.
2) Uterus (Rahim)
Uterus merupakan

organ

berongga

dengan

dinding

muscular tebal,berotot,berbentuk buah pir, terletak didalam kavum


pelvis minor antara vesikula urinaria dan rectum. Panjang uterus
7,5 cm, lebar 5 cm, tebal 2,5 cm,berat 50 gr. Uterus merupakan
organ dimana ovum yang telah di buahi secara normal tertanam
dan tempat normal dimana organisme selanjutnya tumbuh dan
mendapat makanan sampai ia lahir.
3) Ovarium
Secara anatomi ukuran dan bentuk ovarium tergantung
umur dan stadium dari siklus menstruasi. Bentuk ovarium sebelum
ovulasi adalah ovoid dengan permukaan licin dan berwarna merah
muda keabu-abuan. Setelah mengalami ovulasi,maka permukaan
ovarium tidak rata lagi karena banyaknya jaringan parut dan
warnanya berubah menjadi abu-abu
.
Merupakan kelenjar berbentuk buah kenari terletak di
kanan dan kiti uterus di bawah tuba uterine. Pada dewasa muda

ovarium berbentuk ovoid pipih dengan panjang kurang lebih 4 cm,


lebar 2 cm, tebal 1 cm,
dan beratnya 7 g.
4) Tuba fallopii
Tuba
fallopii
memiliki panjang kurang
lebih 10 cm, dapat dibagi
atas 4 bagian (dari uterus
ke

ovarium).

Ada

saluran telur kiri dan kanan, panjang kira-kira 12 cm diameter 3-8


mm.

Perubahan Fisiologi Kehamilan


Segala perubahan fisik dialami wanita selama hamil berhubungan
dengan beberapa sistem yang disebabkan oleh efek khusus dari hormon.
Perubahan ini terjadi dalam rangka persiapan perkembangan janin,
menyiapkan tubuh ibu untuk bersalin, perkembangan payudara untuk
pembentukan/produksi air susu selama masa nifas. (Salmah dkk, 2006)
a. Uterus
Uterus akan membesar pada bulan-bulan pertama di bawah
pengaruh estrogen dan progesteron yang kadarnya meningkat.
Pembesaran ini pada dasarnya disebabkan oleh hipertrofi otot polos
uterus.Pada bulan-bulan pertama kehamilan bentuk uterus seperti buah
advokat, agak gepeng.Pada kehamilan 4 bulan uterus berbentuk bulat
dan pada akhir kehamilan kembali seperti semula, lonjong seperti telur.

Perkiraan umur kehamilan berdasarkan tinggi fundus uteri :


1) Pada kehamilan 4 minggu fundus uteri blum teraba
2) Pada kehamilan 8 minggu, uterus membesar seperti telur bebek
fundus uteri berada di belakang simfisis.
3) Pada kehamilan 12 minggu kira-kira sebesar telur angsa, fundus
uteri 1-2 jari di atas simfisis pubis.
4) Pada kehamilan 16 minggu fundus uteri kira-kira pertengahan
5)
6)
7)
8)

simfisis dengan pusat.


Kehamilan 20 minggu, fundus uteri 2-3 jari di bawah pusat.
Kehamilan 24 minggu, fundus uteri kira-kira setinggi pusat.
Kehamilan 28 minggu, fundus uteri 2-3 jari di atas pusat.
Kehamilan 32 minggu, fundus uteri pertengahan umbilicus dan

prosessus xypoideus.
9) Kehamilan 36-38 minggu, fundus uteri kira-kira 1 jari di bawah
prosessus xypoideus.
10) Kehamilan 40 minggu, fundus uteri turun kembali kira-kira 3 jari di
bawah prosessus xypoideus.
b. Vagina
Vagina dan vulva juga mengalami perubahan akibat hormon
estrogen

sehingga

tampak

lebih

merah,

agak

kebiru-biruan

(livide).Tanda ini disebut tanda Chadwick.


c. Ovarium
Pada permulaan kehamilan masih terdapat korpus luteum
graviditatis sampai terbentuknya plasenta pada kira-kira kehamilan 16
minggu. Namun akan mengecil setelah plasenta terbentuk, korpus
luteum ini mengeluarkan hormon estrogen dan progesteron. Lambat laun
fungsi ini akan diambil alih oleh plasenta.
d. Payudara
Payudara akan mengalami perubahan, yaitu mebesar dan tegang
akibat hormon somatomammotropin, estrogen, dan progesteron, akan
tetapi belum mengeluarkan air susu. Areola mammapun tampak lebih
hitam karena hiperpigmentasi.
e. Sistem Sirkulasi

Sirkulasi darah ibu dalam kehamilan dipengaruhi oleh adanya


sirkulasi ke plasenta, uterus yang membesar dengan pembuluhpembuluh darah yang membesar pula.Volume darah ibu dalam
kehamilan bertambah secara fisiologik dengan adanya pencairan darah
yang disebut hidremia. Volume darah akan bertambah kira-kira 25%,
dengan puncak kehamilan 32 minggu, diikuti dengan cardiac output
yang meninggi kira-kira 30%.
f. Sistem Respirasi
Wanita hamil pada kelanjutan kehamilannya tidak jarang mengeluh
rasa sesak nafas.Hal ini ditemukan pada kehamilan 32 minggu ke atas
karena usus tertekan oleh uterus yang membesar ke arah diafragma
sehingga diafragma kurang leluasa bergerak. (Wiknjosastro, H. 2006.
Hal. 96)
g. Traktus Digestivus
Pada bulan pertama kehamilan terdapat perasaan enek (nausea)
karena hormon estrogen yang meningkat.Tonus otot traktus digestivus
juga menurun.Pada bulan-bulan pertama kehamilan tidak jarang
dijumpai gejala muntah pada pagi hari yang dikenal sebagai moorning
sickness dan bila terlampau sering dan banyak dikeluarkan disebut
hiperemesis gravidarum.
h. Traktus Urinarius
Pada bulan-bulan pertama kehamilan kandung kencing tertekan
oleh uterus yang membesar sehingga ibu lebih sering kencing dan ini
akan hilang dengan makin tuanya kehamilan, namun akan timbul lagi
pada akhir kehamilan karena bagian terendah janin mulai turun
memasuki Pintu Atas Panggul.
i. Kulit
Pada kulit terjadi perubahan deposit pigmen dan hiperpigmentasi
karena pengaruh hormon Melanophore Stimulating Hormone (MSH)
yang dikeluarkan oleh lobus anterior hipofisis. Kadang-kadang terdapat

10

deposit pigmen pada dahi, pipi, dan hidung, dikenal sebagai kloasma
gravidarum. Namun Pada kulit perut dijumpai perubahan kulit menjadi
kebiru-biruan yang disebut striae livide.
j. Metabolisme dalam Kehamilan
Pada wanita hamil Basal Metabolik Rate (BMR) meningkat hingga
15-20 %.Kelenjar gondok juga tampak lebih jelas, hal ini ditemukan
pada kehamilan trimester akhir.Protein yang diperlukan sebanyak 1
gr/kg BB perhari untuk perkembangan badan, alat kandungan, mammae,
dan untuk janin, serta disimpan pula untuk laktasi nanti.Janin
membutuhkan 30-40 gr kalsium untuk pembentukan tulang terutama
pada trimester ketiga.Dengan demikian makanan ibu hamil harus
mengandung kalsium, paling tidak 1,5-2,5 gr perharinya sehingga dapat
diperkirakan 0,2-0,7 gr kalsium yang tertahan untuk keperluan janin
sehingga janin tidak akan mengganggu kalsium ibu. Wanita hamil juga
memerlukan tambahan zat besi sebanyak 800 mg untuk pembentukan
haemoglobin dalam darah sebagai persiapan agar tidak terjadi
perdarahan pada waktu persalinan.
k. Kenaikan Berat Badan
Peningkatan berat badan ibu selama kehamilan menandakan
adaptasi ibu terhadap pertumbuhan janin. Perkiraan peningkatan berat
badan adalah 4 kg dalam kehamilan 20 minggu, dan 8,5 kg dalam 20
minggu kedua (0,4 kg/minggu dalam trimester akhir) jadi totalnya 12,5
kg.

2.2 Definisi Eklampsia


Eklampsia yang dianggap sebagai komplikasi besar preeklampsia
secara umum didefinisikan sebaga onset awal kejang grand mal dan atau koma
yang tak dapat diketahui penyebabnya selama periode kehamilan atau setelah
persalinan pada seorang wanita dengan tanda atau gejala preeklampsia. Ia
biasanya terjadi pada usia 20 minggu kehamilan atau pada periode setelah
kehamilan.
11

Eklampsia merupakan kejadian konvulsi yang berkaitan dengan tanda


dan gejala pre-eklampsia. Eklampsia berasal dari kata yunani yang berarti kilat
dan sering menyerang dengan keganasaan random yang sama dan memiliki
kesamaan efek yang merusak. Kejang yang merupaakan gambaran kunci
eklampsia diperkirakan disebabkan oleh vasospasme hebat arteri serebri,
edema sekunder akibat kerusakan iskemik endotel pembuluh darah, dan
pembentukan bekuan intra vaskular. (Kedaruratan dalam Persalinan, 2008)
Merupakan kelanjutan dari preeklampsia ringan dan berat serta dapat
terjadi antepartum, intrapartum dan pascapartus sekitar 24 jam pertama.
Eklampsia selalu ditandai oleh stadia impending eklampsia (Manuaba. 2001:
421)
Eklamsi adalah Penyakit akut
dengan kejang dan coma pada wanita
hamil

dan

dalam

nifas

dengan

hipertensi, oedema dan proteinuria


(Obtetri

Patologi,R.

Sulaeman

Sastrowinata, 1981 ).
Eklampsia adalah kelainan akut pada ibu hamil, saat hamil tua,
persalinan atau masa nifas ditandai dengan timbulnya kejang atau koma,
dimana

sebelumnya

sudah

menunjukkan

gejala-gejala

preeclampsia

(hipertensi, edems, proteinuri). (Wirjoatmodjo, 2000: 49).


Eklamsi lebih sering terjadi pada primigravidarum dari pada multipara
(Obtetri Patologi,R. Sulaeman Sastrowinata, 1981 ).
Eklampsia adalah kejang atau koma pada pasien preeklampsia.
Kondisi tersebut dapat terjadi sebelum, saat persalinan, atau pascasalin.
Insidensi di negara maju berkisar antara 1/2000 hingga 1/3448 kehamilan.
Untuk negara berkembang angka tersebut diperkirakan lebih tinggi lagi.
Sebagian besar kasus (90%) muncul pada trimester ketiga kehamilan hingga
48 jam pascasalin, sementara sisanya sebelum kehamilan 20 minggu.
Dilaporkan ada kasus eklampsia yang terjadi pada 23 hari pasca salin. Data di
Amerika Serikat, eklampsia merupakan penyebab kematian kedua kematian
ibu. (Obstetri Emergensi, 2012)

12

Eklampsia adalah penyakit akut


dengan kejang dan coma pada wanita
hamil dan dalam masa nifas disertai
dengan

hypertensi

oedema

dan

proteinuria. (obstetric patologi, unpad,


1984).
Eklampsia lebih sering terjadi pada primagravidae dari pada
multiparae. Eklampsia juga sering terjadi pada : kehamilan kembar,
hydramnion, mola hidatidosa. Eklampsia post partum umumnya hanya terjadi
dalam waktu 24 jam pertama setelah persalinan.
Eklampsia selalu menjadi masalah yang serius, bahkan merupakan
salah satu keadaan paling berbahaya dalam kehamilan. Statistik menunjukkan
di Amerika Serikat kematian akibat eklampsia mempunyai kecenderungan
menurun dalam 40 tahun terakhir, dengan persentase 10 % 15 %. Antara
tahun 1991 1997 kira-kira 6% dari seluruh kematian ibu di Amerika Serikat
adalah akibat eklampsia, jumlahnya mencapai 207 kematian. Kenyataan ini
mengindikasikan bahwa eklampsia dan pre eklamsia berat harus selalu
dianggap sebagai keadaan yang mengancam jiwa ibu hamil. Eklampsia di
Indonesia masih merupakan penyakit pada kehamilan yang meminta korban
besar dari ibu dan bayi. Dari berbagai pengumuman, diketahui kematian ibu
berkisar antara 9,8% - 25,5% sedangkan kematian bayi lebih tinggi lagi, yakni
42,2%-48,9%. Sebaliknya, kematian ibu dan bayi di negara maju lebih kecil.
Tingginya kematian ibu dan anak di negara-negara yang kurang maju
disebabkan oleh kurang sempurnanya pengawasan antenatal dan natal. Sebab
kematian bayi terutama oleh hipoksia intrauterin dan prematuritas.
Berlawanan dengan yang sering diduga, eklampsia tidak menyebabkan
hipertensi menahun. Ditemukan bahwa pada penderita yang mengalami
eklampsia

pada

kehamilan

pertama,

frekuensi

hipertensi

15

tahun

kemudian/lebih, tidak lebih tinggi daripada mereka yang hamil tanpa


eklampsia.
2.3 Etiologi Eklampsia

13

Etiologi dan patogenesis Pre eklampsia dan Eklampsia saat ini masih
belum sepenuhnya dipahami, masih banyak ditemukan kontroversi, itulah
sebabnya penyakit ini sering disebut the disease of theories. Pada saat ini
hipotesis utama yang dapat diterima untuk dapat menerangkan terjadinya
Eklampsia adalah : factor imunologi, genetik, penyakit pembuluh darah, dan
keadaan

dimana

jumlah

throphoblast

yang

berlebihan

dan

dapat

mengakibatkan ketidakmampuan invasi throphoblast terhadap arteri spiralis


pada awal trimester satu dan dua.
Sebab eklampsia belum diketahui benar, salah satu teori yang
dikemukakan ialah bahwa eklampsia disebabakan ischaemia rahim dan
plasenta (ischaemia uteroplacenta). Selama kehamilan uterus memerlukan
darah lebih banyak. Pada molahydatidosa, hidramnion, kehamilan ganda,
multipara, pada akhir kehamilan, pada persalinan, juga pada penyakit
pembuluh darah ibu, diabetes, perdarahan darah dalam dinding rahim
kurang, maka keluarlah zat- zat dari plasenta atau decidua yang
menyebabkan vasospasmus dan hypertensi.
Menurut Manuaba, IBG, 2001 penyebab secara pasti belum
diketahui, tetapi banyak teori yang menerangkan tentang sebab akibat dari
penyakit ini, antara lain:
a. Teori Genetik
Eklamsia merupakan penyakit keturunan dan penyakit yang lebih
sering ditemukan pada anak wanita dari ibu penderita pre eklamsia.
b. Teori Imunologik
Kehamilan sebenarnya merupakan hal yang fisiologis. Janin yang
merupakan benda asing karena ada faktor dari suami secara imunologik
dapat diterima dan ditolak oleh ibu. Adaptasi dapat diterima oleh ibu bila
janin dianggap bukan benda asing dan rahim tidak dipengaruhi oleh sistem
imunologi normal sehingga terjadi modifikasi respon imunologi dan
terjadilah adaptasi. Pada eklamsia terjadi penurunan atau kegagalan dalam
adaptasi imunologik yang tidak terlalu kuat sehingga konsepsi tetap
berjalan.

14

c. Teori Iskhemia Regio Utero Placental


Kejadian eklamsia pada kehamilan dimulai dengan iskhemia utero
placenta menimbulkan bahan vaso konstriktor yang bila memakai
sirkulasi, menimbulkan bahan vaso konstriksi ginjal. Keadaan ini
mengakibatkan peningkatan produksi renin angiotensin dan aldosteron.
Renin angiotensin menimbulkan vasokonstriksi general, termasuk oedem
pada arteriol. Perubahan ini menimbulkan kekakuan anteriolar yang
meningkatkan sensitifitas terhadap angiotensin vasokonstriksi selanjutnya
akan mengakibatkan hipoksia kapiler dan peningkatan permeabilitas pada
membran glumerulus sehingga menyebabkan proteinuria dan oedem lebih
jauh.
d. Teori Radikal Bebas
Faktor yang dihasilkan oleh ishkemia placenta adalah radikal
bebas. Radikal bebas merupakan produk sampingan metabolisme oksigen
yang sangat labil, sangat reaktif dan berumur pendek. Ciri radikal bebas
ditandai dengan adanya satu atau dua elektron dan berpasangan. Radikal
bebas akan timbul bila ikatan pasangan elektron rusak. Sehingga elektron
yang tidak berpasangan akan mencari elektron lain dari atom lain dengan
menimbulkan kerusakan sel. Pada eklamsia sumber radikal bebas yang
utama adalah placenta, karena placenta dalam pre eklamsia mengalami

15

iskhemia. Radikal bebas akan bekerja pada asam lemak tak jenuh yang
banyak dijumpai pada membran sel, sehingga radikal bebas merusak sel.
Pada eklamsia kadar lemak lebih tinggi daripada kehamilan normal, dan
produksi radikal bebas menjadi tidak terkendali karena kadar anti oksidan
juga menurun.
e. Teori Kerusakan Endotel
Fungsi sel endotel adalah melancarkan sirkulasi darah, melindungi
pembuluh darah agar tidak banyak terjadi timbunan trombosit dan
menghindari pengaruh vasokonstriktor. Kerusakan endotel merupakan
kelanjutan dari terbentuknya radikal bebas yaitu peroksidase lemak atau
proses oksidase asam lemak tidak jenuh yang menghasilkan peroksidase
lemak asam jenuh. Pada eklamsia diduga bahwa sel tubuh yang rusak
akibat adanya peroksidase lemak adalah sel endotel pembuluh darah.
Kerusakan endotel ini sangat spesifik dijumpai pada glumerulus ginjal
yaitu berupa glumerulus endotheliosis. Gambaran kerusakan endotel
pada ginjal yang sekarang dijadikan diagnosa pasti adanya pre eklamsia.
f. Teori Trombosit
Placenta pada kehamilan normal membentuk derivat prostaglandin
dari asam arakidonik secara seimbang yang aliran darah menuju janin.
Ishkemi regio utero placenta menimbulkan gangguan metabolisme yang
menghasilkan radikal bebas asam lemak tak jenuh dan jenuh. Keadaan
ishkemi regio utero placenta yang terjadi menurunkan pembentukan
derivat prostaglandin (tromboksan dan prostasiklin), tetapi kerusakan
trombosit meningkatkan pengeluaran tromboksan sehingga berbanding 7 :
1 dengan prostasiklin yang menyebabkan tekanan darah meningkat dan
terjadi kerusakan pembuluh darah karena gangguan sirkulasi.
g. Teori Diet Ibu Hamil
Kebutuhan kalsium ibu hamil 2 - 2 gram per hari. Bila terjadi
kekurangan kalsium, kalsium ibu hamil akan digunakan untuk memenuhi
kebutuhan janin, kekurangan kalsium yang terlalu lama menyebabkan
dikeluarkannya

kalsium

otot

sehingga

menimbulkan

kelemahan

konstruksi otot jantung yang mengakibatkan menurunnya strike volume

16

sehingga aliran darah menurun. Apabila kalsium dikeluarkan dari otot


pembuluh darah akan menyebabkan konstriksi sehingga terjadi
vasokonstriksi dan meningkatkan tekanan darah.
Sedangkan

menurut

buku

Obstetri

Emergensi,

2012

untuk

memahami eklamsi maka diperlukan pengetahuan mengenai faktor risiko


yakni
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.

Kehamilan pertama
Riwayat eklamsi sebelumnya
Kehamilan multifetus
Hipertensi kronis / penyakit ginjal
Riwayat penyakit vaskuler kolagen
Kehamilan mola komplit / parsial
Hipertensi gestasional-preeklamsi disertai dengan:
1) Nyeri kepala hebat
2) Perubahan penglihatan yang menetap / pandangan kabur
3) Nyeri hebat epigastrik / kuadran kanan atas
4) Perubahan status mental
2.4 Klasifikasi Eklampsia
Eklamsia adalah preeklamsia berat yang dilanjutkan dengan keadaan

kejang dan/atau sampai koma.


a. Eklampsia gravidarum (50 %)
Eklampsia (kejang) yang terjadi pada usia kehamilan 28 minggu.
b. Eklampsia parturientum (40 %)
Eklampsia (kejang) yang terjadi ketika proses persalinan. Dan terjadi saat
inpartu dimana batas dengan eklamsi gravidarum sukar dibedakan
terutama saat inpartu.
c. Eklampsia puerperium (10 %)
Eklampsia (kejang) yang terjadi pada masa nifas 40 hari setelah
melahirkan.
Eklampsia di bagi menjadi 3 golongan :
a. Eklampsia antepartum ialah eklampsia yang terjadi sebelum persalinan
(ini paling sering terjadi),
1) kejadian 15% sampai 60 %
2) serangan terjadi dalam keadaan hamil
b. Eklampsia intrapartum ialah eklampsia saat persalinan
17

1) Kejadian sekitar 30 % sampai 35 %


2) Saat sedang inpartu
3) Batas dengan eklampsia gravidarum sulit ditentukan
c. Eklampsia postpartum ialah eklampsia setelah persalinan
1) Kejadian jarang
2) Terjadinya serangan kejang atau koma setelah persalinan berakhir
Kejang kejang pada eklampsia terdiri dari 4 tingkat :
a. Tingkat awal atau aura
1) Berlangsung 30 35 detik
2) Tangan dan kelopak mata gemetar
3) Mata terbuka dengan pandangan kosong
4) Kepala di putar ke kanan atau ke kiri
b. Tingkat kejang tonik
1) Berlangsung sekitar 30 detik
2) Seluruh tubuh kaku : wajah kaku, pernafasan berhenti, dapat diikuti
sianosis, tangan menggenggam, kaki di putar kedalam, lidah dapat
tergigit.
c. Tingkat kejang klonik
1) Berlangsung 1 sampai 2 menit
2) Kejang tonik berubah menjadi kejang klonik
3) Konsentrasi otot berlangsung cepat
4) Mulut terbuka tertutup dan lidah dapat tergigit sampai putus
5) Mata melotot
6) Mulut berbuih
7) Muka terjadi kongesti dan tampak sianosis
8) Penderita dapat jatuh, menimbulkan trauma tambahan
d. Tingkat koma
1) Setelah kejang klonik berhenti penderita menarik nafas
2) Diikuti,yang lamanya bervariasi
2.5 Patofisiologi Eklampsia
Eklampsia dimulai dari iskemia uterus plasenta yang diduga
berhubungan dengan berbagai faktor. Satu diantaranya adalah peningkatan
resisitensi intra mural pada pembuluh miometrium yang berkaitan dengan
peninggian tegangan miometrium yang ditimbulkan oleh janin yang besar
pada primipara, anak kembar atau hidraminion.
Iskemia utero plasenta mengakibatkan timbulnya vasokonstriksor
yang bila memasuki sirkulasi menimbulkan ginjal, keadaan yang belakangan
ini mengakibatkan peningkatan produksi rennin, angiostensin dan aldosteron.
Rennin angiostensin menimbulkan vasokontriksi generalisata dan semakin
18

memperburuk iskemia uteroplasenta. Aldosteron mengakibatkan retensi air


dan elektrolit dan udema generalisator termasuk udema intima pada arterior.
Pada eklampsia terdapat penurunan plasma dalam sirkulasi dan terjadi
peningkatan hematokrit. Perubahan ini menyebabkan penurunan perfusi ke
organ, termasuk ke utero plasental fatal unit. Vasospasme merupakan dasar
dari timbulnya proses eklampsia. Konstriksi vaskuler menyebabkan resistensi
aliran darah dan timbulnya hipertensi arterial. Vasospasme dapat diakibatkan
karena adanya peningkatan sensitifitas dari sirculating pressors. Eklamsi yang
berat dapat mengakibatkan kerusakan organ tubuh yang lain. Gangguan
perfusi plasenta dapat sebagai pemicu timbulnya gangguan pertumbuhan
plasenta sehinga dapat berakibat terjadinya Intra Uterin Growth Retardation.
Perubahan pada organ-organ:
a. Perubahan pada otak
Pada eklampsi, resistensi pembuluh darah meninggi, ini terjadi
pula pada pembuluh darah otak. Edema terjadi pada otak yang dapat
menimbulkan kelainan serebral dan kelainan pada visus. Bahkan pada
keadaan lanjut dapat terjadi perdarahan.
b. Perubahan pada rahim
Aliran darah menurun ke plasenta menyebabkan gangguan
plasenta, sehingga terjadi gangguan pertumbuhan janin dan karena
kekurangan oksigen terjadi gawat janin. Pada pre-eklampsi dan
eklampsi sering terjadi bahwa tonus rahim dan kepekaan terhadap
rangsangan meningkat maka terjadilah partus prematurus.
c. Perubahan ada ginjal
Filtrasi glomerulus berkurang oleh karena aliran ke ginjal
kurang. Hal ini menyebabkan filfrasi natrium melalui glomerulus
menurun, sebagai akibatnya terjadilah retensi garam dan air. Filtrasi
glomerulus dapat turun sampai 50% dari normal sehingga pada
keadaan lanjut dapat terjadi oliguria dan anuria.
d. Perubahan pada paru-paru
Kematian wanita pada pre-eklampsi dan eklampsi biasanya
disebabkan

oleh

edema

paru.

Ini

disebabkan

oleh

adanya

19

dekompensasi kordis. Bisa pula karena terjadinya aspires pnemonia.


Kadang-kadang ditemukan abses paru.
e. Perubahan pada mata
Dapat ditemukan adanya edema retina spasmus pembuluh
darah. Pada eklampsi dapat terjadi ablasio retina disebabkan edema
intra-okuler dan hal ini adalah penderita berat yang merupakan salah
satu indikasi untuk terminasi kehamilan. Suatu gejala lain yang dapat
menunjukkan arah atau tanda dari pre-eklampsi berat akan terjadi
eklampsi adalah adanya: skotoma, diplopia, dan ambliopia. Hal ini
disebabkan perubahan peredaran darah dalam pusat penglihatan di
korteks serebri atau dalam retina.
f. Perubahan pada keseimbangan air dan elektrolit
Pada pre-eklampsi berat dan pada eklampsi : kadar gula darah
naik sementara asam laktat dan asam organik lainnya naik sehingga
cadangan alkali akan turun. Keadaan ini biasanya disebabkan oleh
kejang-kejang. Setelah konvulsi selesai zat-zat organik dioksidasi
sehingga natrium dilepas lalu bereaksi dengan karbonik sehingga
terbentuk bikarbonat natrikus. Dengan begitu cadangan alkali dapat
kembali pulih normal.
2.6 Manifestasi Klinis Eklampsia
Eklampsia selalu didahului oleh gejala gejala preeklampsia yang
berat seperti :
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.

Sakit kepala yang keras


Penglihatan kabur
Nyeri di ulu hati
Kegelisahan dan hyperrefleksi sering mendahuli serangan kejang
Tekanan darah > 140/90 mmHg.
Terjadi proteinuria.
Terjadinya penimbunan cairan dalam jaringan tubuh sehingga ada

pembengkakan pada tungkai dan kaki.


h. Serta kejang-kejang.
Serangan eklampsia biasanya meliputi tiga fase berikut:

20

a. Prodromal, jika serangan eklampsia yang akan terjadi digambarkan oleh


kemungkinan laporan gangguan visual, kedutaan otot, kongesti wajah,
mulut berbusa, dan/ atau kehilangan kesadaran yang semakin dalam.
b. Tonus-klonus, yaitu pada awalnya terjadi kontraksi otot menyeluruh dan
tidak ada pernapasan. Keadaan ini diikuti oleh berulangnya sentakan
aktivitas otot yang ireguler.
c. Abatemen, yang terjadi dalam 1 1/2 menit awitan sepanjang waktu saat
terjadi usaha napas kembali dan pengembalian kesadaran secara bertahap,
tetapi mungkin dengan keadaan bingung dan agitasi.
Eklampsia digolongkan menjadi kasus antepartum, intrapartum dan
post partum, adapun tanda dan gejalanya sebagai berikut:
a. Eklamsia ringan
1) Peningkatan tekanan darah >140/90 mmHg
2) Keluarnya protein melalui urine (proteinuria) dengan hasil lab
proteinuria kuantitatif (esbach) >=300mg/24 jam
3) Kenaikan berat badan lebih dari 1 kg seminggu
4) Bengkak kedua kaki, lengan dan kelopak mata
b. Eklamsi berat
1) Tekanan darah 160/110 mmHg
2) Proteinuria kuantitatif > = 2 gr/24 jam
3) terdapat protein di dalam urine dalam jumlah yang signifikan
4) Trombosit kurang dari 100.000/mm3
Gejala klinis Eklampsia adalah sebagai berikut:
a. Terjadi pada kehamilan 20 minggu atau lebih
b. Terdapat tanda-tanda pre eklamsi ( hipertensi, edema, proteinuri, sakit
kepala yang berat, penglihatan kabur, nyeri ulu hati, kegelisahan atu
hiperefleksi)
c. Kejang-kejang atau koma
d. Kadang kadang disertai gangguan fungsi organ.
Eklampsia terjadi pada kehamilan 20 minggu atau lebih, yaitu:
kejang-kejang atau koma. Kejang dalam eklampsia ada 4 tingkat, meliputi :
a. Tingkat invasi (tingkat permulaan)
1) Berlangsung 30-35 detik
2) Mata terpaku dan terbuka tanpa melihat (pandangan kosong)
3) Kelopak mata dan tangan bergetar
4) Kepala diputar ke kanan dan ke kiri (kepala dipalingkan kesatu
pihak)

21

5) Kejang kejang hals terlihat pada muka.


b. Tingkat kontraksi (tingkat kejang tonik)
1) berlangsung kira-kira 20-30 detik
2) Seluruh otot badan menjadi kaku, wajah kaku, tangan menggenggam
(mengepal) dan kaki membengkok ke dalam, otot respirasi menjadi
spasme yang menyebabkan pernafasan berhenti, muka mulai
kelihatan sianosis, lidah dapat tergigit,
c. Tingkat konvulsi (tingkat kejang klonik)
Terjadilah kejang yang timbul hilang, rahang membuka dan
menutup begitu pula mata, otot otot muka dan otot badan berkontraksi
dan berelaksasi berulang. Kejang ini sangat kuat hingga pasien dapat
terlempar dari temapt tidur atau lidahnya tergigit. Ludah yang berbuih
bercampur darah keluar dari mulutnya, mata merah, muka biru, Setelah
berlangsung 1-2 menit kejang klonik berhenti dan penderita tidak sadar,
menarik nafas seperti mendengkur.
d. Tingkat coma
Setelah kejang clonis ini pasien jatuh dalam coma. Lamanya
coma ini dari beberapa menit sampai berjam jam. Kalau pasien sadar
kembali maka ia tidak ingat sama sekali apa yang telah terjadi. Kadang
antara kesadaran timbul serangan baru dan akhirnya penderita tetap
dalam keadaan koma (Muchtar Rustam, 1998: 275).
Setelah beberapa waktu, terjadi serangan baru dan kejadian yang
dilukiskan diatas berulang lagi kadang kadang 10 20 kali.
Sebab kematian eklampsia adalah odema paru paru, apoplexy dan
acidosis. Atau pasien mati setelah beberapa hari karena pneumoni aspirasi,
kerusakan hati atau gangguan faal ginjal. Kadangkadang terjadi eklampsia
tanpa kejang ;gejala yang menonjol ialah coma. Eklampsia se,acam ini
disebut eklampsia sine eklampsia dan terjadi pada kerusakan hati yang berat.
Karena kejang merupakan gejala yang khas dari eklampsia maka eklampsia
sine eklampsia sering dimasukkan preeklampsia yang berat. Pada eklampsia
tekanan darah biasanya tinggi sekitar 180/110 mmHg.
Nadi kat dan berisi tetapi kalau keadaan sudah memburuk menjadi
kecil dan cepat. Demam yang tinggi memburuk prognosa. Demam ini rupa

22

rupanya cerebral. Pernafasan biasanya cepat dan berbunyi, pada eklampsia


yang berat ada cyanosis.
Proteinuria hamper selalu ada malahan kadang kadang sangat
banyak juga odema biasanya ada. Pada eklampsia antepartum biasanya
persalianan mulai setelah beberapa waktu. Tapi kadang kadang pasien
berangsr baik tidak kejang lagi dan sadar sedangkan kehamilan ters
berlangsung.
Eklampsia yang tidak segera disusul dengan persalinan disebut
eklampsia intercurrent. Dianggap bahwa pasien yang sedemikian bukan
sembuh tapi jatuh ke tingkat yang lebih ringan ialah dari eklampsia ke dalam
keadaan preeklampsia. Jadi kemngkinan eklampsia tetap mengancam pasien
semacam ini sebelum persalianan terjadi.
Setelah persalianan keadaan pasien berangsr baik, kira kira dalam 12
24 jam. Juga kalau anak mati didalam kandungan sering kita lihat bahwa
beratnya penyakit berkurang. Proteinria hilang dalam 4 5 hari sedangkan
tekanan darah normal kembali dalam kira kira 2 minggu. Ada kalanya pasien
yang telah menderita eklampsia menjadi psychotis, biasanya pada hari ke 2
atau ke 3 postpartum dan berlangsung 2 3 mingg. Prognosa pada munya
baik, penyulit laiannya ialah hemiplegic dan ganguuan penglihatan karena
odema retina.

2.7 WOC Eklampsia

23

24

2.8 Komplikasi Eklampsia


Komplikasi yag terberat adalah kematian ibu dan janin. Usaha utama
ialah melahirkan bayi hidup dari ibu yang menderita eklampsia. Komplikasi
di bawah ini biasanya terjadi pada eklampsia:

25

a. Solusio plasenta.
Komplikasi ini biasanya terjadi pada ibu yang

menderita

hipertensi akut dan lebih sering terjadi pada pre-eklampsia. Di rumah Sakit
Dr. Cipto Mangunkusumo 15,5% solusio plasenta disertai pre-eklampsia.
b. Hipofibrinogenemia
Pada eklampsia, ditemukan 23% hipofibrinogenemia. Maka perlu
dilakukan pemeriksaan kadar fibrinogen secara berkala.
c. Hemolisis
Penderita dengan eklampsia berat kadang-kadang menunjukkan
gejala klinik hemolisis yang dikenal karena ikterus. Belum diketahui
dengan pasti apakah ini merupakan kerusakan sel-sela hati atau destruksi
sel darah merah. Nekrosis periportal hati yang sering ditemukan pada
autopsi penderita eklampsia dapat menerangkan ikterus tersebut.
d. Perdarahan otak
Komplikasi ini merupakan penyebab utama kematian maternal
penderita eklampsia.
e. Kelainan mata
Kehilangan penglihatan untuk sementara, yang berlangsung sampai
seminggu, dapat terjadi. Perdarahan kadang-kadang terjadi pada retina, hal
ini merupakan tanda gawat akan terjadinya apopleksia serebri.
f. Edema paru-paru
Zuspan (1978) menemukan hanya satu penderita dari 69 kasus
eklampsia, hal ini disebabkan karena payah jantung.
g. Nekrosis hati
Nekrosis periportal hati pada eklampsia merupakan akibat
vasopasmus arteriol umum. Kelainan ini diduga khas untuk eklampsia,
tapi ternyata juga ditemukan pada penyakit lain. Kerusakan sel-sel hati
juga dapat diketahui dengan pemeriksaan faal hati, terutama penentuan
enzim-enzimnyz.
h. Sindroma HEELP
Yaitu haemolysis, elevated liver enzymes, dan low platelet.
i. Kegagalan Ginjal

26

Kelainan ini berupa endoteliosis glomerulus yaitu pembengkakan


sitoplasma sel endotelialtubulus ginjal tanpa kelainan struktur lainnya.
Kelainan lain yang dapat timbul ialah anuria sampai gagal ginjal.
j. Komplikasi lain
Lidah tergigit, trauma dan fraktura karena jatuh akibat kejangkejang, pneumonia aspirasi, dan DIC (dessiminated intravaskuler
coogulation)
k. Prematuritas, dismaturitas, dan kematian intra-uterin.
1.

Komplikasi ibu
a)
b)
c)
d)
e)
f)
g)
h)
i)
j)
k)
l)
m)

2.

CVA ( Cerebro Vascular Accident )


Sianosis
Edema paru
Perdarahan otak dan kegagalan jantung mendadak
Lidah tergigit (kejang)
Jatuh dan terjadi perlukaan dan fraktur
Gangguan fungsi ginjal
Perdarahan atau abrasio retina
Gangguan fungsi hati dan menimbulkan ikterus
Gangguan fungsi adrenal
DIC ( Dissemined Intrevasculer Coagulopaathy )
Payah jantung.
Merangsang persalinan

Komplikasi janin

a)

Asfiksia mendadak

b)

Solusio placenta

c)

Persalinan prematur

d)

Gawat janin

e)

IUGR (Intra.Uterine Growth Retardation)

f)

Kematian janin dalam rahim.


2.9 Pemeriksaan Penunjang Eklampsia
a. Pengukuran tekanan darah
Pengukuran tekanan darah harus dilakukan dengan hati-hati. Banyak
bukti dalam literatur yang menunjukan bahwa pengukuran ini kerap

27

dilakukan secara asal , yang umumnya berdampak besar pada praktik


yang dilakukan. Fakto-faktor yang perlu dipertimbangkan antara lain :
1) Peralatan.
Sfigmomanometri air
raksa masih menjadi
standr emas untuk
pengukuran

tkenan

darah

tetapi,

demi

akan

alasan

keselamatan terkait penggunaan air raksa, kebanyaan unit tidak


lagi

menyediakan

alat

ini

di

area

klinis.

Gunakan

sfigmomanometri air raksa untuk pembacaan pertama apabila


memungkinkan, dan jika

ada keraguan (CEMACH, 2004;

RCOG,2006). Jika alat ini tidak tersedia, cocokan hasil


pemeriksaan dengan alat atomatis tervalidasi lainya untuk
mengikatkan keakuratan . peralatan yang biasanya digunakan
adalah mesin android, dan alat ini reliabel apabila dipelihara
dengan baik. Mesin ini perlu dikalibrasi untuk menjamin
keakuratannya. Ada banyak jenis alat otomatis yang tersedia,
meskipun sedikit sekali yang telah tervalidasi untuk digunakan
selama kehamilan, dan bahkan lebih sedikit lagi yang tervalidasi
akurat untuk memprediksi preeklampsia.
2) Ukuran menset. Selalu digunakan ukuran menset yang tepat.
Kantong standr (23 cm x 12 cm ) terlalu kecil untuk sedikitnya
25% ibu hamil. Menset yang terlalu kecil dapat meningkatkan
hasil pengukuran > 10 mm hg sehingga terjadi overdiagnosis
hipertensi. Menset yang terlalu tesar menimbulkan pengaruh yang
berlawanan (meskipun tidak besar), yakni menurut hasil
pengukuran < 5 mm hg (shennan dan shennan , 1996).
3) Posisi ibu. Pastikan ibu duduk dengan nyaman dan dengan posisi
yang tepat : skala air raksa sejajar dengan jantung. Jika
menggunakan alat otomatis, pastikan posisi ibu sesuai dengan

28

instruksi yang diberikan pabrikan. Jangan berbicara pada ibu dan


larang ibu bicara selama pemeriksaan berlangsung.
4) Digit yang dipilih / digit yang dihindari. Pembuatan digit terakhir
tekan darah ke 0 terjadi pada lebih dari 80% pengukuran tekanan
darah pada asyhan anternal. Operator cenderung menghindari
digit yang memerlukan tindakan, mis, mereka mencatat tekanan
diastolik 88, bukan 90.
5) Bunyi korotkoff. Selama pengukuran, kemkiskan menset pada
kecepatan 2-3 mm/detik. Cara ini mencegah overdiagnosis
hipertensi diastolik. Korotkoff 4 (bunyi yang berubah atau
semakin sayup )tidak lagi direkomendasikan karena adanya
masalah

reproduktibilitas.

RCOG

(2006)

kini

mengrekomendasikan penggunaan korotkoff 5 (hilangnya suara ).


6) Pembacaan ganda. Pembacaan ini penting karena adanya variasi
alami tekanan darah (RCOG,2006).
b. Pemeriksaan urine
Selama pemeriksaan urine , dapat
muncul

perbedaan

interpretasi

proteinuria. Hasil negatif palsu


sering kali muncul ketika kita
menggunakan urinalis dipstik. Di
sejumlah

unit,

sebagai

hasil

negatif palsu ini berkurang dengan


penggunaan alat pembaca dipstick
otomatis. Netode ini relatif murah
untuk membatasi bias operator. Tapi , secara umum:
1) Penampungan urine 24 jam harus digunakan untuk memastikan
diagnosis preeklampsia apabila proteinuria cukup signifikan, kecuali
jika bayi harus segera dilahirkan atas indikasi gejala lainnya (RCOG,
2006).
2) Ibu dengan proteinuria > 300 mg dalam 24 jam harus dianggap
beresiko.
3) Inovasi baru
mengikatkan

berupa

alat

proteinuria

otomatis

dengan

samping

kreatinin

ranjang

belum

yang

dievaluasi
29

sepenuhnya, tapi alat ini dapat membantu praktik klinis di masa yang
akan datang (RCOG, 2006).
c. Pada biopsy ginjal, ditemukan spasme hebat arteriola glomerulus
d. Pemeriksaan Fungsi hati
1) Bilirubin meningkat ( N= < 1 mg/dl )
2) LDH ( laktat dehidrogenase ) meningkat
3) Aspartat aminomtransferase ( AST ) > 60 ul.
4) Serum Glutamat pirufat transaminase (SGPT) meningkat (N= 15-45
u/ml)
5) Serum glutamat oxaloacetic trasaminase (SGOT) meningkat (N= <31
u/l)
6) Total protein serum menurun ( N= 6,7-8,7 g/dl )
e. Pemeriksaan Laboratorium
1) Hitung trombosit. Disfungsi endotel mengakibatkan disfungsi
trombosit. Jika hitung trombosit >50x109 per liter, homoestosis
cendrung akan normal. Akan tetapi , jika hitung trombosit turun
hingga dibawah 100, sering kali dipertimbangkan untuk melahirkan
bayi.
2) Pemeriksa pembekuan , jika trombosit <100 x 109/I (RCOG, 2006)
pemeriksa ini perlu sebab preeklampsia dapat menyebabkan
koagulasi intra vaskuler diseminata.
3) Kadar asam urat dan urat. Pemeriksa ini digunakan untuk mengkaji
tingkat keparahan dan perjalanan penyakit . akan tetapi, penyakit
yang berat bisa saja muncul saat konsentrasi asam urat rendah ,
normal dan tinggi (lie et al, 1998).
4) Konsentrasi urea dan kreatinin plasma. Peningkatan kadar dua zat ini
biasanya berkaitan dengan gangguan lanjut pada ginjal dan penyakit
serius. Keduanya tidak dapat digunakan sebagai indikator awal
tingkat keparahan penyakit , tetapi harus diperiksa untuk mengkaji
perjalanan penyakit ginjal.
Perubahan umum pemeriksaan laboratorium pada preeklampsia
Normal
PIH
Hemoglobin/Hemtokrit
12 sampai 16/37
Bisa meningkat
Trombosit
PT/PTT
Fibrinogen
Fibrin Split Product (FSP)
Nitrogen Urea Darah (BUN)

sampai 47
Tidak berubah
Tidak berubah
150 sampai 400
Tidak ada
9 sampai 20

Tidak berubah
Tidak berubah
300 sampai 600
Tidak ada
<10
30

Kreatinin
Dehidrogenasi laktat (LDH)
Aspartat Aminotransferase
(SGOT)
Alanin Aminotransferase

0,5 sampai 1,3


84 sampai 220
4 sampai 20

<1,0
Tidak berubah
Tidak berubah

3 sampai 21

Tidak berubah

(SGPT)
Protein
0 sampai 100
0 sampai 300
Klirens kreatinin
97 sampai 137
130 sampai 180
Sel burr/schistocytes
Tidak ada
Tidak ada
f. Uji fungsi hati. Preeklampsia dapat menyebabkan berbagai masalah
penyakit pada hati, misalnya, hemato subkapsuler, ruptur, dan infark hati.
g. Tinggi simfisis fundus (pengukuran akurat) dan atau pengkajian
ultrsonografipertumbuhan janin.
h. Kardiotokografi (CTG). Dapat memberi informasi tentng kesejahtraan
janin, tapi tidak dapat mempredeksi preeklampsia (RCOG, 2006).
i. Pengkajian volume cairan ketuban (indesk cairan ketuban atau AFI).
j. Analisis doppler arteri umbilikus.
2.10
Penatalaksanaan Eklampsia
2.10.1 Penanganan Eklampsia
Preeklamsi berat dan eklamsia ditangani dengaan cara yang
sama, dengan pengecualian bahwa pelahiran harus dalam 12 jam
awitan konvulsi pada eklamsi. Semua kasus preeklamsi berat harus
ditanani secara akitif. Tanda dan gejala eklamsia yang segera
terjadi( pendangan kabur, hipereffeksia) tidak dapat dipercaya dan
penatalaksanaan ibu hamil tidak direkomendasikan
a. Penatalaksaan Selama Konvulsi
1) Siapkan peralatan (jalan nafas, alat pengisap, masker dan kantung,
oksigen) dan berikan oksigen 4-6 L per menit
2) Lindungi ibu dari cidera tetapi jangan meretensi ibu secara aktif
3) Siapkan anti konvulsi
b. Penatalaksanaan Umum
1) Pasang infuse IV dan infuse cairan IV Ringer Laktat
2) Diet cukup protein, rendah korbohidrat, lemak dan garam.
3) Antasida.
4) Diuretika antepartum: manitol postpartum: spironolakton ( non K
release), furosemide (K release). Indikasi: edema paru-paru, gagal
jantung kongestif (CHF), edema nasarka.
5) Antipiretika, jika suhu > 38,5oC
6) Setelah kovulsi terjadi

31

a) Berikan anti konvulsi


b) Atur posisi ibu miring ke kiri untuk mengurangi resiko aspirasi
sekresi, muntah,dan darah
c) Aspirasi mulut dan tenggorokan, jika perlu
7) Pantau tanda-tanda vital (denyut nadi, tekanan darah, pernafasan),
reflek, dan denyut jantung janin setiap jam.
a) Jika tekanan darah diastolic tetep diatas 110 mmhg, berikan
anti hipertensi. Turunkan tekanan darah

diastolic sampai

kurang dari 100 mmhg tetepi tidak dibawah 90 mmhg


b) Pantau katetr urine untuk memantau haluran urine dan
proteinuria
c) Pertahankan pencatatan kesimbangan cairan yang ketat (pantau
jumlah asupan cairan dan haluran urine) untuk mencegah
kelebihan cairan
d) Jika haluran urine kurang dari 30 ml per jam
(1) Tahan pemberian magnesium sulfat dan infuskan cairan iv
(salin normal atau laktat ringer) sebanyak 1 L per 8 jam
(2) Pantau timbulnya edema paru
e) Jangan pernah meninggalkan ibu sendiri. Konvulsi yang diikuti
dengan aspirasi muntahan dapat menyebabkan kematian ibu
dan janin
f) Auskultasi basis paru setiap jam untuk mengetahui adanya
rales yang menunjukkan edema paru. Jika rales terdengar,
tahan pemberian cairan dan berikan furosemid 40 mg melalui
IV satu kali
g) Kaji status pembekuan darah dengan menggunakan uji
pembekuan darah di sisi tempat tidur. Kegagalan darah untuk
membeku selama 7 menit atau bentuk bekuan darah lunak
yang mudah pecah menunjukan koagulopati
2.10.2 Penanganan Farmakoterapi
Pemberian terapi farmakoterapi pada kasus preeklampsia dan
eklampsia bertujuan untuk menurunkan angka kematian, mencegah
komplikasi dan memperbaiki kondisi eklampsia.4
Tabel 1. Kategori keamanan obat-obatan untuk wanita hamil (US FDA)4
Kategori A

Studi kontrol pada wanita hamil gagal memperlihatkan adanya


risiko pada fetus di trimester pertama (dan tidak terdapat bukti

32

adanya risiko pada penggunaan trimester berikutnya) dan adanya


kemungkinan dapat memberikan efek buruk pada fetus amat sangat
kecil.
Penelitian-penelitian

pada

reproduksi

binatang

gagal

memperlihatkan adanya risiko pada fetus tetapi tidak terdapat studi


Kategori B

kontrol pada wanita hamil atau penelitian pada reproduksi binatang


memperlihatkan adanya efek samping yang tidak dikuatkan pada
studi kontrol pada wanita hamil trimester pertama (dan tidak
terdapat bukti adanya risiko pada penggunaan trimester berikutnya).
Studi pada binatang mengungkapkan adanya efek samping pada
fetus (teratogenik, embrio-sidal, atau lainnya) dan tidak terdapat

Kategori C

studi kontrol pada wanita hamil. Atau penelitian baik pada binatang
maupun wanita hamil tidak ada. Obat diberikan hanya bila terdapat
keuntungan potensial yang sebanding dengan risiko buruk pada
fetus.
Adanya bukti berisiko pada fetus manusia, namun karena
keuntungan

Kategori D

dalam

penggunaan

pada

wanita

hamil

maka

penggunaanya masih dapat diterima. (misalnya penggunaannya


pada situasi yang me-ngancam nyawa, sedangkan obat lain yang
lebih aman tidak dapat digunakan atau tidak efektif)
Penelitian pada binatang maupun manusia memperlihatkan adanya
abnormalitas fetus atau terbukti adanya risiko berdasarkan

Kategori X

pengalaman manusia atau keduanya. Penggunaannya pada wanita


hamil jauh lebih merugikan dibandingkan keuntungannya. Penggunaan obat ini merupakan kontraindikasi pada wanita hamil atau
pada mereka yang mungkin akan hamil.

a. Antikonvulsi
Factor utama dalam terapi antikonvulsi adalah pemberian
antikonvulsi yang adekuat. Konvulsi paaibu yang dirawat di rumah
sakit paling sering disebabkan oleh terapi yang tidak adekuat.
Magnesium sulfat merupakan obat pilihan untuk mencegah dan
mengatasi konvulsi pada preeklamsi berat dan eklamsia.

33

Jika magnesium sulfat tidak tersedia, dapat digunakan


diazepam. Walaupun dosis tunggal diazepam jarang menyebabkan
depresi pernafasan pada neonates, pemberian obat ini melalui iv dalam
jangka panjang meningkatkan resiko depresi pernafasan pada bayi
yang mungkin sudah menderita depresi pernafasan dari efek iskemia
uteroplasenta dan kelahiran premature. Efeknya dapat berlangsung
selama beberapa hari.
1) Jadwal pemberian magnesium sulfat utuk preeklamsi berat dan
eklamsia
Dosis muatan
(a) Berikan 4g larutan magnesium sulfat 20% melalui iv selama lima menit
(b) Selanjutnya diberikan secara tepat 10g larutan magnesium sulfat 50%: berikan 5g
pada stiap bokong melalui injeksi im dalam dengan 1 ml lignokain 2% dalam
spuit yang sama. Pastikan menggunakan teknik aseptic ketika memberikan
magnesium sulfat melalui injeksi im dalam. Ingatkan ibu bahwa prasaan hangat
akan dirasakan ketika magnesium sulfat diberikan
(c) Jika konvulsi kembali terjad setelah 15 menit, berikan 2g larutan magnesium
sulfat 50% melalui iv selama 5 menit
Dosis rumatan
(a) Berikan 5g larutan magnesium sulfat 50% dengan 1 ml lignokain
2% dalam spuit yang sama melalui injeksi im dalam ke bokong
secara bergantian setiap 4 jam. Lanjutkan terapi selama 24 jam
setelah pelahiran atau konvulsi terakhir, kapanpun konvulsi terjadi
(b) Jika larutan magnesium sulfat 50% tidak tersedia, berikan 1g
larutan magnesium sulfat 20% melalui iv setiap jam dengan infuse
yang berkelanjutan
Pantau tanda-tanda toksisitas pada ibu dengan ketat
Sebelum mengulangi pemberian obat, pastikan bahwa
1) Frekuensi pernafasan minimal 16 kali permenit
2) Ada reflek patella
3) Haluran urine kurang dari 30 ml per jam selama 4 jam
Persiapkan antidote
34

(1) Bantu ventilasi (masker dan kantung, peralatan asentis, intubasi)


(2) Berikan kalsium glukonat mulai melawan efek magnesium sulfat
dan pasien mulai bernafas
2) Jadwal pemberian diazepam untuk preeklamsi berat dan eklamsia
Diazepam digunakan hanya bila tidak tersedia magnesium sulfat
(a) Pemberian melalui itravena
Dosis muatan
(1) Diazepam 10 mg melalui iv diberikan secara perlahan selama dua
menit
(2) Jika konvulsi kembali terjadi, ulangi pemberian dosis muatan
Dosis rumatan
(1) Diazepam 40 mg dalam 500 ml cairan iv (salin normal atau laktat
ringer) ditrasi agar ibu tetap tenangtetapi tetap terjaga
(2) Depresi pernafasan pada ibu dapat terjadi jika dosis yang masuk
lebih dari 30 mg dalam satu jam
a. Bantu ventilasi (masker dan kantung, peralatan anastesi,
intubasi) jika perlu
b. Jangan member lebih dari 100 mg dalam 24 jam
(b) Pemberian melalui rectal
(1) Berikan diazepam melalui rectal jika pemberian melalui iv tidak
memungkinkan. Dosis muatan adalah 20 mg dalam spuit
berukuran 10 ml. lepaskan jarum, lubrikasi tabung spuit, dan
masukkan spuit kedalam rectum sampai setengah panjang rectum.
Keluarkan obat dari spuit dan spuit tetap terpasang, tahan bokong
secara bersamaan selama 10 menit untuk mencegah obat mengalir
ke luar. Cara lain, obat dimasukkan kedalam rectum melalui
karteker
(2) Jika konvulsi tidak terkontrol dalam 10 menit, berikan tambahan
diazepam 10 ng atau lebih, bergantung pada ukuran tubuh ibu dan
respon klinisnya. Siapkan bantuan ventilasi
b. Antihipertensi
Hipertensi yang berasosiasi dengan eklampsia dapat dikontrol
dengan

adekuat

dengan

menghentikan

kejang.

Antihipertensi

digunakan bila tekanan diastolik >110 mmHg. untuk mempertahankan

35

tekanan diastolik pada kisaran 90-100 mmHg. Antihipertensi


mempunyai 2 tujuan utama:
1) Menurunkan angka kematian maternal dan kematian yang
berhubungan dengan kejang, stroke dan emboli paru
2) Menurunkan angka kematian fetus dan kematian yang disebabkan
oleh IUGR, placental abruption dan infark.
Bila tekanan darah diturunkan terlalu cepat akan menyebabkan
hipoperfusi uterus. Pembuluh darah uterus biasanya mengalami
vasodilatasi maksimal dan penurunan tekanan darah ibu akan
menyebabkan penurunan perfusi uteroplasenta. Walaupun cairan
tubuh total pada pasien eklampsia berlebihan, volume intravaskular
mengalami penyusutan dan wanita dengan eklampsia sangat sensitif
pada perubahan volume cairan tubuh. Hipovolemia menyebabkan
penurunan perfusi uterus sehingga penggunaan diuretik dan zat-zat
hiperosmotik harus dihindari.4
Obat-obatan yang biasa digunakan untuk wanita hamil dengan
hipertensi adalah hidralazin dan labetalol. Nifedipin telah lama
digunakan tetapi masih kurang dapat diterima.
1) Hidralazin
Merupakan vasodilator arteriolar langsung yang menyebabkan takikardi dan peningkatan cardiac output. Hidralazin
membantu meningkatkan aliran darah ke uterus dan mencegah
hipotensi. Hidralazin dimetabolisir di hati. Dapat mengontrol
hipertensi pada 95% pasien dengan eklampsia.
Dosis: 5 mg IV ulangi 15-20 menit kemudian sampai
tekanan darah <110 mmHg. Aksi obat mulai dalam 15 menit,
puncaknya 30-60 menit, durasi kerja 4-6 jam. Kontraindikasi:
Hipersensitif terhadap hidralazin, penyakit rematik katup mitral
jantung. Interaksi: MAOI dan beta-bloker dapat meningkatkan
toksisitas hidralazin dan efek farmakologi hidralazin dapat
berkurang bila berinteraksi dengan indometasin. Peringatan: Pasien
dengan infark miokard, memiliki penyakit jantung koroner; Efek
36

sampingnya kemerahan, sakit kepala, pusing-pusing, palpitasi,


angina dan sindrom seperti idiosinkratik lupus (biasanya pada
penggunaan kronik). Kategori keamanan pada kehamilan: C keamanan penggunaanya pada wanita hamil belum pernah
ditetapkan.4
2) Labetalol
Merupakan beta-bloker non selektif. Tersedia dalam
preparat IV dan per oral. Digunakan sebagai pe-ngobatan alternatif
dari hidralazin pada penderita eklampsia. Aliran darah ke
uteroplasenta tidak dipe-ngaruhi oleh pemberian labetalol IV.4
Dosis penggunaan labetolol awal adalah 20 mg, dosis
kedua ditingkatkan hingga 40 mg, dosis berikutnya hingga 80 mg
sampai dosis kumulatif maksimal 300 mg; Dapat diberikan secara
konstan melalui infus; Aksi obat dimulai setelah 5 menit, efek
puncak pada 10-20 menit, durasi kerja obat 45 menit sampai 6 jam.
Kontraindikasi: Hipersensitif pada labetalol, shock kardiogenik,
edema paru, bradikardi, blok atrioventrikular, gagal jantung
kongestif yang tidak terkompensasi; penyakit saluran nafas reaktif,
bradikardi berat. Interaksi: Menurunkan efek diuretik dan
meningkatkan toksisitas dari metotreksat, litium, dan salisilat.
Menghilangkan refleks takikardi yang disebabkan oleh penggunaan
nitrogliserin tanpa efek hipotensi. Simetidin dapat meningkatkan
kadar labetalol dalam gula darah. Glutetimid dapat menurunkan
efek labetalol de-ngan cara menginduksi enzim mikrosomal.
Peringatan: Hati-hati bila digunakan pada pasien dengan gangguan
fungsi hati. Hentikan penggunaan bila terdapat tanda disfungsi hati.
Pada pasien yang berumur dapat terjadi keracunan ataupun respons
yang rendah. Kategori keamanan pada kehamilan : C-keamanan
penggunaanya pada wanita hamil belum ditetapkan.4
3) Nifedipin

37

Merupakan Calcium Channel Blocker yang mempunyai


efek vasodilatasi kuat arteriolar. Hanya tersedia dalam bentuk
preparat oral.
Dosis pemberian nifedipin adalah 10 mg per oral, dapat
ditingkatkan sampai dosis maksimal 120 mg/ hari. Kontraindikasi
pemakaian adalah pasien dengan hipersensitif terhadap nifedipin.
Hati-hati pada penggunaan bersamaan dengan obat lain yang
berefek menurunkan tekanan darah, termasuk beta blocker dan
opiat; H2 bloker (simetidin) dapat meningkatkan toksisitas. Dapat
menyebabkan edema ekstremitas bawah, jarang namun dapat
terjadi hepatitis karena alergi. Masalah utama penggunaan nifedipin
adalah hipotensi. Hipotensi biasanya terjadi bila mengkonsumsi
kalsium. Sebaiknya dihindari pada kehamilan dengan IUGR dan
pada pasien dengan fetus yang terlacak memiliki detak jantung
abnormal. Kategori keamanan pada kehamilan: C - Keamanan
penggunaannya pada wanita hamil belum ditetapkan.4
4) Klonidin
Merupakan agonis selektif reseptor 2 ( beta 2-agonis). Obat
ini merangsang adrenoreseptor 2 di SSP dan perifer, tetapi efek
antihipertensinya terutama akibat perangsangan reseptor 2 di SSP.4
Dosis pemberian klonidin dimulai dengan pemberian 0.1
mg dua kali sehari, dapat ditingkatkan 0.1-0.2 mg/hari sampai 2.4
mg/hari. Penggunaan klonidin menurunkan tekanan darah sebesar
30-60 mmHg, dengan efek puncak 2-4 jam dan durasi kerja 6-8
jam. Efek samping yang sering terjadi adalah mulut kering dan
sedasi, gejala ortostatik kadang terjadi. Penghentian mendadak
dapat menimbulkan reaksi putus obat. Kontraindikasi pada
pemakaina obat ini adalah bisa terjadi sick-sinus syndrome, blok
artrioventrikular derajat dua atau tiga. Interaksi dengan obat-obatan
seperti diuretik, vasodilator, -bloker dapat mening-katkan efek
antihipertensi. Pemberian bersamaan dengan -bloker dan atau
glikosida jantung dapat menurunkan denyut jantung dan disritmia.
38

Pemberian

bersamaan

dengan

antidepresan

trisiklik

dapat

menurunkan kemampuan klonidin dalam menurunkan tekanan


darah. Hati-hati pada pasien dengan kelainan ritme jantung,
kelainan sistem konduksi AV jantung, gagal ginjal, gangguan
perfusi SSP ataupun perifer, depresi, polineuropati, konstipasi.
Dapat menurunkan kemampuan mengendarai mobil ataupun
mengoperasikan mesin. Kategori keamanan pada kehamilan: C keamanan penggunaannya pada wanita hamil belum ditetapkan.
c. Kortikosteroid
Pada pre-eklampsia berat kortikosteroid hanya diberikan pada
kehamilan preterm < 34 minggu dengan tujuan untuk mematangkan
paru janin. Semua kehamilan 34 minggu yang akan diakhiri
diberikan

kortikosteroid

dalam

bentuk

dexamethasone

atau

betamethasone.10
National Institute of Health (NIH, 2000) menganjurkan
pemberian kortikosteroid pada semua wanita dengan usia kehamilan
24-34 minggu yang berisiko melahirkan preterm, termasuk penderita
pre-eklampsia berat. Pemberian betamethasone 12 mg intra-muskuler
dua dosis dengan interval 24 jam, atau pemberian dexamethasone 6
mg intra-vena empat dosis dengan interval 12 jam.10

2.10.3 Penanganan Obstetrik


Pengobatan

definitf

untuk

eklampsi

adalah

persalinan.

Memperpanjang kehamilan dapat meningkatkan risiko kematian.


Maturitas merupakan hal yang sangat bernilai dalam persalinan akan
tetapi tidak layak jika dilakukan pada ibu dengan kondisi yang tidak
stabil meskipun telah terjadi fetal distress. Oleh karena itu stabilisasi
dan penentuan waktu persalinan sangatlah penting. Stabilisasi
dilakukan dengan pemberian farmakoterapi. Sehingga ketika kejang
telah terkontrol, hipertensi telah diatasi dan hipoksia telah dikoreksi
maka persalinan dapat dilakukan. Persalinan pervaginam dapat
39

dilakukan akan tetapi operasi seksio biasanya lebih diperlukan pada


primigravida dengan keadaan serviks yang tidak baik. Pemberian
prostaglandin

pervaginam

meningkatkan

kesuksesan

induksi.

Monitoring dan kontrol hipertensi juga harus dilakukan pada saat


persalinan. Jika bayi prematur dan kejang tidak ada serta keadaan ibu
stabil maka persalinan dapat ditunda. Pada keadaan ini kortikosteroid
dapat diberikan untuk menyiapkan keadaan janin yang baik serta dalam
24 jam keadaan kehamilan harus dinilai kembali.11
a. Persalinan
Persalinan yang ditentukan waktunya merupakan batu loncatan
dalam pengobatan pre-eklmpsia dan eklampsia. Persalinan dapat
dilakukan jika pasien sudah dalam keadaan stabil. Pada kasus kehamilan
kurang dari 34 minggu memerlukan manajemen konservatif yang layak
dan dilakukan juga monitoring pada keadaan ibu dan janin.
Persalinan dapat dilakukan terlebih dahulu dengan melakukan
induksi persalinan dengan menggunakan prostaglandin, sintosinon atau
dengan amniotomi (pemecahan kulit ketuban).
Induksi persalinan adalah suatu upaya stimulasi mulainya proses
persalinan. (dari tidak ada tanda-tanda persalinan, distimulasi menjadi
ada). Bedakan dengan akselerasi persalinan yang merupakan suatu
upaya mempercepat proses persalinan, sudah ada tanda-tanda persalinan,
namun kemajuannya lambat, sehingga diakselerasi menjadi cepat.
Indikasi pokok untuk induksi persalinan:
1) Untuk janin yang masih dalam kandungan, pertimbangannya adalah
kondisi ekstrauterin akan lebih baik daripada intrauterin, atau kondisi
intrauterin lebih tidak baik atau mungkin membahayakan.
2) Untuk ibu, pertimbangannya adalah menghindari / mencegah /
mengatasi rasa sakit atau masalah lain yang dapat membahayakan
nyawa ibu.
Metode induksi persalinan:
1) Surgikal

40

a) Melepaskan / memisahkan selaput kantong ketuban dari segmen


bawah uterus (stripping), atau
b) Memecahkan selaput kantong ketuban (amniotomi)
Stripping, dapat dengan cara :
(1) Manual (dengan jari tengah / telunjuk dimasukkan dalam kanalis
servikalis)
(2) Dengan balon kateter Foley yang dipasang di dalam segmen
bawah uterus melalui kanalis servikalis, diisi cairan (dapat
sampai 100 cc pada Foley no.24), diharapkan akan mendorong
selaput ketuban di daerah segmen bawah uterus sampai terlepas.
Amniotomi dilakukan dengan cara, selaput ketuban dilukai /
dirobek dengan menggunakan separuh klem Kocher (ujung yang
bergigi tajam), steril, dimasukkan ke kanalis servikalis dengan
perlindungan jari-jari tangan.
2) Medisinal
Dengan menggunakan obat-obat untuk stimulasi aktifitas
uterus, misalnya spartein sulfat, prostaglandin (misoprostolderivat
prostaglandin) atau oksitosin.
b. Tindakan operasi
Operasi seksio caesarea bukan merupakan indikasi pada kasus
pre-eklampsia dan eklampsia. Seksio hanya dilakukan jika terdapat
kontraindikasi persalinan pervaginam atau jika terdapat kegagalan dalam
induksi persalinan serta adanya indikasi obstetrik tambahan.
Indikasi dilakukannya operasi Caesar adalah :
1) Indikasi ibu
a) CPD
b) Bekas luka, atresia atau stenosis traktus genitalis
c) Neoplasma
d) Gagal dalam kemajuan perrsalinan
e) Operasi Caesar sebelumnya sudah 2 kali dilakukan
f) Histerektomi

41

g) Miomektomi ekstensif
h) Dalam beberapa kasus dengan jahitan serviks atau repair pada
pasien yang inkompeten
i) Hemorargik antepartum (placenta previa)
j) Gagal induksi
2) Indikasi bayi
a) Fetal distress
b) Riwayat obstetrik
c) Prolaps tali pusat
d) Insufisiensi plasenta, IUGR, lebih bulan dan ketika telah diinduksi
gagal
e) Ibu dengan DM dan ketika diinduksi gagal
f) Inkomptabiliti Rh-ketika induksi gagal dan persalinan pervaginam
susah dilaksanakan dan untuk kasus sisa janin
g) Caesaria postmortem- biasanya jarang berhasil
h) Infeksi herpes tipe II dengan membrane yang intak
i) Malpresentasi dan malposisi
j) Presentasi kaki
3) Lain-lain
a) Primitua
b) Operasi sukses untuk kasus fistula vesikovaginal dan stress
inkontinensia
c) Anomali uterus kongenital
d) Gagal persalinan dengan alat
Perawatan segera pada ibu yang mengalami serangan eklampsia:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Panggil bantuan (ahli anestesi dan ahli obstetri).


Lindungi dari cedera selama fase tonus-klonus.
Pertahankan jalan napas (bersihkan dengan penghisapan jika diperlukan).
Berikan suplemen oksigenasi.
Ubah posisi ibu, yaitu miring ke kiri (posisi pemulihan).
Pasang akses intravena dan pantau keseimbangan cairan.
Obati konvulsi.
Berikan sedatif yang memungkinkan untuk mencegah hiperstimulasi.
42

9. Pantau tanda-tanda vital.


10. Kaji kesejahteraan janin (risiko gawat janin akibat hipksia atau solusio
plasenta).
11. Capai stabilitas kondisi ibu.
12. Rencanakan model kelahiran.
13. Laksanakan rencana tanpa keterlambatan lebih lanjut.

43

Anda mungkin juga menyukai