Anda di halaman 1dari 32

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Preeklampsia adalah masalah kesehatan yang terjadi setelah 20 minggu
kehamilan yang ditandai dengan adanya hipertensi dan proteinuria
(Hermanto,2013).
Preeklampsia dapat berakibat buruk baik pada ibu maupun janin yang
dikandungnya. Komplikasi pada ibu berupa sindroma HELLP (Hemolysis, Elevated
Liver Enzyme, Low Platelet), edema paru, gangguan ginjal, perdarahan, solusio
plasenta bahkan kematian ibu. Komplikasi pada bayi dapat berupa kelahiran
premature, gawat janin, berat badan lahir rendah atau intra uterine fetal death
(IUFD).
Angka kejadian preeklampsia berkisar antara 5 – 15% dari seluruh kehamilan
di seluruh dunia. Berdasarkan Depkes RI 2005, dilaporkan bahwa 50.000 ibu
meninggal dunia karena preeklampsia dan eklampsia. Insiden preeklampsia dan
preeklampsia berat (PEB) berkisar antara 1:1000 sampai 1:1700 (Hermanto,2013).
Preeklampsia bersama dengan penyakit hipertensi kehamilan lainnya
merupakan merupakan salah satu dari tiga penyebab kematian dan kesakitan
terbanyak pada ibu hamil dan melahirkan di samping infeksi dan perdarahan
(Chunningham, et al, 2007). Sampai saat ini etiologi preeklampsia belum diketahui
secara pasti. Terdapat beberapa hipotesis mengenai etiologi preeklampsia antara lain
iskemik plasenta, maladaptasi imun dan factor genetik. Akhir-akhir ini disfungsi
endotel dianggap berperan dalam patogenesis preeclampsia.
Di Indonesia, preeklampsia dan eklampsia masih merupakan salah satu
penyebab utama mortalitas maternal dan perinatal. Sebagian besar mortalitas
tersebut disebabkan oleh keterlambatan diagnosis dan penanganan dini
preeklampsia dan eklampsia, sehingga pasien tidak sempat mendapat penanganan
yang adekuat sebelum sampai ke rumah sakit rujukan, atau sampai ke rumah sakit
rujukan dalam kondisi yang sudah buruk. Belum semua rumah sakit rujukan
memiliki fasilitas perawatan intensif yang memadai untuk menangani kasus
eklampsia pada khususnya, sehingga pengetahuan mengenai pengenalan faktor

1
resiko untuk dapat mendeteksi secara dini preeklampsia sangat diperlukan agar tidak
terjadi keterlambatan penanganan pertama dan rujukan.

2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi dan Klasifikasi Preeklampsia Berat


Preeklampsia merupakan sindrom spesifik-kehamilan berupa berkurangnya
perfusi organ akibat vasospasme dan aktivasi endotel, yang ditandai dengan
hipertensi yang timbul setelah 20 minggu kehamilan disertai dengan proteinuria
(Cunningham, et al, 2007). Hipertensi ialah tekanan darah ≥140/90 mmHg. Dengan
catatan, pengukuran darah sekurang-kurangnya dilakukan 2 kali selang 4 jam.
Sedangkan proteinuria adalah adanya 300 mg protein dalam urin 24 jam atau sama
dengan ≥1+ dipstick (Angsar, 2008).
Preeklampsia termasuk dalam kelompok penyakit hipertensi dalam
kehamilan, yakni hipertensi yang ditemukan pada masa kehamilan. Preeklampsia
dapat berkembang dari preeklampsia yang ringan sampai preeklampsia yang berat
(George, 2007).
Preeklampsia berat ialah preeklampsia dengan tekanan darah sistolik ≥ 160
mmHg dan tekanan darah diastolik ≥ 110 mmHg disertai proteinuria ≥ 5 g/ 24 jam
atau kualitatif 4+. Sedangkan pasien yang sebelumnya mengalami preeclampsia
kemudian disertai kejang dinamakan eklampsia (Angsar, 2008). Penggolongan
preeclampsia menjadi preeclampsia ringan dan preeclampsia berat dapat
menyesatkan karena preeclampsia ringan dalam waktu yang relative singkat dapat
berkembang menjadi preeclampsia berat (Cunningham, et al, 2007).
Preeklampsia berat dibagi menjadi:
a) Preeklampsia berat tanpa impending eclampsia
b) Preeklampsia berat dengan impending eclampsia.
Disebut impending eclampsia bila preeklampsia berat disertai gejala-gejala subjektif
berupa :
 Muntah-muntah
 Sakit kepala yang keras karena vasospasm atau oedema otak
 Nyeri epigastrium karena regangan selaput hati oleh haemorrhagia atau oedema,
atau sakit karena perubahan pada lambung

3
Gangguan penglihatan: penglihatan menjadi kabur sampai terkadang buta.
Hal ini disebabkan karena vasospasm, oedema atau ablation retinae. Perubahan –
perubahan ini dapat dilihat dengan ophtalmoskop (Angsar, 2008).

2.2 Faktor Resiko Preeklampsia Berat


Terdapat banyak faktor resiko untuk terjadinya hipertensi dalam kehamilan,
termasuk preeclampsia berat, yaitu:
 Primigravida, primipaternitas
 Hiperplasentosis, misalnya: mola hidatidosa, kehamilan multiple, diabetes
mellitus, hidrops fetalis, bayi besar.
 Umur yang ekstrim.
Kejadian preeklampsia berdasarkan usia banyak ditemukan pada kelompok
usia ibu yang ekstrim yaitu kurang dari 20 tahun dan lebih dari 35 tahun (Bobak,
2004). Menurut Potter (2005), tekanan darah meningkat seiring dengan
pertambahan usia sehingga pada usia 35 tahun atau lebih terjadi peningkatkan
risiko preeklamsia.
 Riwayat keluarga pernah preeclampsia/ eklampsia.
 Penyakit-penyakit ginjal dan hipertensi yang sudah ada sebelum hamil (Angsar,
2008)
 Resiko preeclampsia meningkat dari 4.3 % pada ibu hamil dengan BMI kurang
dari 19,8 kg/m2 hingga 13,3% pada ibu hamil dengan BMI lebih dari 35 kg/m2
 Faktor lingkungan juga memiliki kontribusi. Sebuah penelitian melaporkan
bahwa ibu hamil yang tinggal di dataran tinggi Colorado memiliki insiden
preeclampsia yang tinggi.
Walaupun merokok selama hamil berkaitan dengan dampak negative pada kehamilan
secara umum, namun merokok berkaitan dengan menurunnya resiko hipertensi
kehamilan. Plasenta previa telah dilaporkan menurunkan resiko hipertensi dalam
kehamilan (Cunningham, et al, 2007).

4
2.3 Etiologi Preeklampsia Berat
Setiap teori mengenai etiologi dan patofisiologi preeclampsia harus dapat
menjelaskan alasan mengapa hipertensi pada kehamilan cenderung terjadi pada:
 Wanita yang terpapar dengan villi korionik untuk pertama kali
 Wanita yang terpapar oleh vili korionik dalam jumlah besar, seperti pada
kehamilan kembar atau kehamilan mola.
 Wanita dengan predisposisi penyakit vaskuler sebelumnya.
 Wanita dengan predisposisi genetic ada yang pernah menderita hipertensi selama
kehamilan.
Vili korionik yang dapat mencetuskan preeclampsia tidak harus berada di
dalam rahim. Sedangkan ada atau tidaknya janin bukanlah suatu syarat untuk
terjadinya preeklampsia. Namun demikian, terlepas dari etiologinya, kaskade
peristiwa yang mengarah ke sindrom preeklampsia ditandai dengan sejumlah
kelainan yang mengakibatkan kerusakan endotel vaskular dengan vasospasme,
transudasi plasma, dan sequelae iskemik dan trombotik. Menurut Sibai (2003),
penyebab potensial saat ini masuk akal adalah sebagai berikut:
1. Invasi trofoblas abnormal pada pembuluh darah rahim.
2. Intoleransi imunologi antara jaringan ibu dan fetoplacental.
3. Maladaptasi ibu terhadap perubahan kardiovaskular atau perubahan respon
inflamasi dari kehamilan normal.
4. Faktor defisiensi nutrisi.
5. Faktor genetic (Cunningham, et al, 2007).

2.4 Patogenesis Preeklampsia Berat


2.4.1 Vasospasme
Konsep vasospasme diajukan oleh Volhard (1918) berdasarkan
pengamatan langsung tentang pembuluh darah kecil di kuku, mata, dan
conjunctivae bulbar. Ia juga menduga dari perubahan histologis terlihat dalam
berbagai organ yang terkena.
Penyempitan pembuluh darah menyebabkan peningkatan resistensi dan
hipertensi berikutnya. Pada saat yang sama, kerusakan sel endotel

5
menyebabkan kebocoran yang interstisial melalui darah konstituen, termasuk
platelet dan fibrinogen, yang disimpan pada subendothelial.
Wang dan kolega (2002) juga menunjukkan gangguan protein endothel
junctional. Suzuki dan rekannya (2003) menjelaskan perubahan resistensi
ultrastruktural di wilayah subendothelial arteri pada wanita preeklampsia.
Dengan aliran darah yang berkurang karena maldistribusi, iskemia jaringan
sekitarnya akan menyebabkan nekrosis, perdarahan, dan lain organ akhir
gangguan karakteristik sindrom tersebut (Cunningham, et al, 2007).

2.4.2 Aktivasi sel endotel


Selama dua dekade terakhir, aktivasi sel endotel menjadi bintang dalam
pemahaman kontemporer dari patogenesis preeklampsia. Dalam skema ini,
faktor yang tidak diketahui - kemungkinan berasal dalam plasenta - juga
dikeluarkan ke sirkulasi ibu dan memprovokasi aktivasi dan disfungsi vaskular
endotelium. Sindrom klinis preeklampsia diperkirakan merupakan hasil dari
perubahan sel endotel yang luas.
Selain mikropartikel, Grundmann dan rekan (2008) telah melaporkan
bahwa sirkulasi sel endotel, secara signifikan meningkat empat kali lipat dalam
darah perifer wanita preeklampsia.
Endotelium utuh memiliki sifat antikoagulan, dan sel endotel
menumpulkan respon otot polos vaskular untuk agonis dengan melepaskan
oksida nitrat. Sel endotel yang rusak atau teraktivasi dapat memproduksi oksida
nitrat dan mengeluarkan zat yang mempromosikan koagulasi dan meningkatkan
kepekaan terhadap vasopressors (Cunningham, et al, 2007).
Pada waktu terjadi kerusakan sel endotel yang mengakibatkan disfungsi
sel endotel akan terjadi:
 Gangguan metabolism prostaglandin (vasodilator kuat)
 Agregasi sel trombosit untuk menutup endotel yang mengalami kerusakan.
Agregasi trombosit ini memproduksi tromboksan (TXA2), suatu
vasokonstriktor kuat. Dalam keadaan normal, kadar prostasklin lebih

6
tinggi daripada kadar tromboksan. Pada preeclampsia, terjadi sebaliknya
sehingga berakibat naiknya tekanan darah.
 Peningkatan endotelin (vasopresor), penurunan oksida nitrit (vasodilator).
 Peningkatan faktor koagulasi.
Bukti lebih lanjut dari aktivasi endotel termasuk perubahan karakteristik
morfologi endotel kapiler glomerulus, permeabilitas kapiler meningkat, dan
meningkatnya konsentrasi mediator yang berperan untuk menimbulkan aktivasi
endotel. Penelitian menunjukkan bahwa serum dari wanita dengan
preeklampsia merangsang sel endotel yang dikultur untuk memproduksi
prostasiklin dalam jumlah yang lebih besar dibandingkan serum wanita hamil
normal (Cunningham, et al, 2007).

7
Gb.1. Patofisiologi Preeklampsi

2.5 Diagnosis Preeklampsia Berat


Digolongkan preeclampsia berat bila ditemukan satu atau lebih gejala
sebagai berikut:
 Tekanan darah sistolik ≥160 mmHg dan tekanan darah diastolic ≥ 110 mmHg.
Tekanan darah tidak turun meskipun ibu hamil sudah dirawat di rumah sakit dan
sudah menjalani tirah baring.

8
 Proteinuria lebih 5 g/24 jam atau 4+ dalam pemeriksaan kualitatif.
 Oliguria, yaitu produksi urin <500 cc/24 jam.
 Peningkatan kreatinin plasma (>1.2 mg/dL).
 Gangguan visus dan serebral: penurunan kesadaran, nyeri kepala, skotoma, dan
pandangan kabur.
 Nyeri epigastrium atau nyeri pada kuadran kanan atas abdomen (akibat
teregangnya kapsula Glisson oleh karena nekrosis hepatoseluler, iskemia, dan
edema).
 Gangguan fungsi hepar (peningkatan kadar AST dan ALT)
 Edema paru-paru dan sianosis.
 Hemolisis mikroangiopati (ditandai dengan peningkatan LDH)
 Trombositopenia (<100.000/mm3)
 Pertumbuhan janin intra uterin yang terlambat.
 Sindrom HELLP.

2.6. Penatalaksanaan
Prinsip penatalaksanaan preeklampsia adalah sebagai berikut :
1. Melindungi ibu dari efek peningkatan tekanan darah
2. Mencegah progresifitas penyakit menjadi eklampsia
3. Mengatasi dan menurunkan komplikasi pada janin
4. Terminasi kehamilan dengan cara yang paling aman
Perawatan preeklampsia berat dibagi menjadi dua unsur:
 Pertama adalah rencana terapi pada penyulitnya: yaitu terapi medikamentosa
dengan pemberian obat-obatan untuk penyulitnya
 Kedua baru menentukan rencana sikap terhadap kehamilannya: yang tergantung
pada umur kehamilannya dibagi 2, yaitu:
 Ekspektatif; Konservatif : bila umur kehamilan < 37 minggu, artinya:
kehamilan dipertahankan selama mungkin sambil memberi terapi
medikamentosa
 Aktif, agresif: bila umur kehamilan > 37 minggu, artinya kehamilan diakhiri
setelah mendapat terapi medikamentosa untuk stabilisasi.

9
2.6.1 Penanganan di Puskesmas
Mengingat terbatasnya fasilitas yang tersedia di Puskesmas, secara
prinsip pasien dengan PEB dan eklampsia harus dirujuk ke tempat pelayanan
kesehatan dengan fasilitas yang lebih lengkap. Persiapan yang perlu dilakukan
dalam merujuk pasien PEB atau eklampsia adalah sebagai berikut :
1. Pada pasien PEB/Eklampsia sebelum berangkat, pasang infus RD 5,
berikan SM 20 % 4 g iv pelan-pelan selama 5 menit, bila timbul kejang
ulangan berikan SM 20 % 2 g iv pelan-pelan. Bila tidak tersedia berikan
injeksi diazepam 10 mg iv secara pelan-pelan selama 2 menit, bila timbul
kejang ulangan ulangi dosis yang sama.
2. Untuk pasien dengan eklampsia diberikan dosis rumatan setelah initial
dose di atas dengan cara : injeksi SM 40 % masing-masing 5 g im pada
glutea kiri dan 5g pada glutea kanan bergantian, atau drip diazepam 40 mg
dalam 500 c RD 5 28 tetes per menit.
3. Pasang Oksigen dengan kanul nasal atau sungkup.
4. Menyiapkan surat rujukan berisi riwayat penyakit dan obat-obat yang
sudah diberikan.
5. Menyiapkan partus kit dan sudip lidah.
6. Menyiapkan obat-obatan : injeksi SM 20 %, injeksi diazepam, cairan
infuse, dan tabung oksigen.
7. Antasid untuk menetralisir asam lambung sehingga bila mendadak kejang
dapat mencegah terjadinya aspirasi isi lambung yang sangat asam.

2.6.2 Penanganan di rumah sakit


Dasar pengelolaan PEB terbagi menjadi dua. Pertama adalah
pengelolaan terhadap penyulit yang terjadi, kedua adalah sikap terhadap
kehamilannya.
Penanganan penyulit pada PEB meliputi (Prasetyorini, 2009):
a. Pencegahan Kejang
• Tirah baring, tidur miring kiri

10
• Infus RL atau RD5
• Pemberian anti kejang MgSO4 yang terbagi menjadi dua tahap, yaitu
:
- Loading / initial dose : dosis awal
- Maintenance dose : dosis rumatan
 Pasang Foley catheter untuk monitor produksi urin
Tabel 1. Tatacara Pemberian SM pada PEB
Loading dose Maintenance dose
SM 20 % 4 g iv pelan-pelan - SM 40 % 10 g im, terbagi pada
selama 5 menit glutea kiri dan kanan
- SM 40 % 5 g per 500 cc RD5 30
tts/m
1. SM rumatan diberikan sampai
24 jam pada perawatan
konservatif dan 24 jam setelah
persalinan pada perawatan aktif
Syarat pemberian SM :
- Reflex patella harus positif
- Respiration rate > 16 /m
- Produksi urine dalam 4 jam 100cc
- Tersedia calcium glukonas 10 %
Antidotum :
Bila timbul gejala intoksikasi SM dapat diberikan injeksi Calcium
gluconas 10 %, iv pelan-pelan dalam waktu 3 menit
Bila refrakter terhadap SM dapat diberikan preparat berikut :
1. Sodium thiopental 100 mg iv
2. Diazepam 10 mg iv
3. Sodium amobarbital 250 mg iv
4. Phenytoin dengan dosis :
- Dosis awal 100 mg iv
- 16,7 mg/menit/1 jam

11
500 g oral setelah 10 jam dosis awal diberikan selama 14 jam
b. Antihipertensi
• Hanya diberikan bila tensi ≥ 180/110 mmHg atau MAP ≥ 126
• Bisa diberikan nifedipin 10 – 20 mg peroral, diulang setelah 30 menit,
maksimum 120 mg dalam 24 jam
• Penurunan darah dilakukan secara bertahap :
- Penurunan awal 25 % dari tekanan sistolik
- Target selanjutnya adalah menurunkan tekanan darah < 160/105
mmHg atau MAP < 125
c. Diuretikum
Tidak diberikan secara rutin karena menimbulkan efek :
• Memperberat penurunan perfusi plasenta
• Memperberat hipovolemia
• Meningkatkan hemokonsentrasi
Indikasi pemberian diuretikum :
1. Edema paru
2. Payah jantung kongestif
3. Edema anasarka

Berdasarkan sikap terhadap kehamilan, perawatan pada pasien PEB


dibedakan menjadi perawatan konservatif dan perawatan aktif.
a. Perawatan konservatif
1. Tujuan :
• Mempertahankan kehamilan hingga tercapai usia kehamilan yang
memnuhi syarat janin dapat hidup di luar rahim
• Meningkatkan kesejahteraan bayi baru lahir tanpa mempengaruhi
keselamatan ibu
2. Indikasi :
Kehamilan < 37 minggu tanpa disertai tanda dan gejala impending
eklampsia
3. Pemberian anti kejang :

12
Seperti Tabel 1 di atas, tapi hanya diberikan maintainance dose (
loading dose tidak diberikan )
4. Antihipertensi
Diberikan sesuai protokol untuk PER.
5. Induksi Maturasi Paru
Diberikan injeksi glukokortikoid, dapat diberikan preparat
deksametason 2 x 16 mg iv/24 jam selama 48 jam atau betametason
24 mg im/24 jam sekali pemberian.
6. Cara perawatan :
• Pengawasan tiap hari terhadap gejala impending eklampsia
• Menimbang berat badan tiap hari
• Mengukur protein urin pada saat MRS dan tiap 2 hari sesudahnya
• Mengukur tekanan darah tiap 4 jam kecuali waktu tidur
• Pemeriksaan Lab : DL, LFT, RFT, lactic acid dehydrogenase,
Albumin serum dan faktor koagulasi
• Bila pasien telah terbebas dari kriteria PEB dan telah masuk
kriteria PER, pasien tetap dirawat selama 2 – 3 hari baru
diperbolehkan rawat jalan. Kunjungan rawat jalan dilakukan 1
minggu sekali setelah KRS.
7. Terminasi kehamilan
• Bila pasien tidak inpartu, kehamilan dipertahankan sampai aterm
• Bila penderita inpartu, persalinan dilakukan sesuai dengan
indikasi obstetrik
b. Perawatan aktif
1. Tujuan : Terminasi kehamilan
2. Indikasi :
(i). Indikasi Ibu :
• Kegagalan terapi medikamentosa :
- Setelah 6 jam dimulainya terapi medikamaentosa terjadi
kenaikan tekanan darah persisten

13
- Setelah 34 jam dimulainya terapi medikamentosa terjadi
kenaikan tekanan darah yang progresif
• Didapatkan tanda dan gejala impending preeclampsia
• Didapatkan gangguan fungsi hepar
• Didapatkan gangguan fungsi ginjal
• Terjadi solusio plasenta
• Timbul onset persalinan atau ketuban pecah
(ii). Indikasi Janin
• Usia kehamilan ≥ 37 minggu
• PJT berdasarkan pemeriksaan USG serial
• NST patologis dan Skor Biofisikal Profil < 8
• Terjadi oligohidramnion
(iii). Indikasi Laboratorium
• Timbulnya HELLP syndrome
3. Pemberian antikejang : Seperti protokol yang tercantum pada tabel 1.
4. Terminasi kehamilan :
Bila tidak ada indikasi obstetrik untuk persalinan perabdominam,
mode of delivery pilihan adalah pervaginam dengan ketentuan sebagai
berikut :
(i) Pasien belum inpartu
• Dilakukan induksi persalinan bila skor pelvik ≥ 5. Bila skor
pelvik < 5 bisa dilakukan ripening dengan menggunakan
misoprostol 25 μg intravaginal tiap 6 jam. Induksi persalinan
harus sudah mencapai kala II sejak dimulainya induksi, bila
tidak maka dianggap induksi persalinan gagal dan terminasi
kehamilan dilakukan dengan operasi sesar.
• Indikasi operasi sesar :
- Indikasi obstetrik untuk operasi sesar
- Induksi persalinan gagal
- Terjadi maternal distress
- Terjadi fetal compromised

14
- Usia kehamilan < 33 minggu
(ii) Pasien sudah inpartu
• Perjalanan persalinan dilakukan dengan mengikuti partograf
• Kala II diperingan
• Bila terjadi maternal distress maupun fetal compromised,
persalinan dilakukan dengan operasi sesar
• Pada primigravida direkomendasikan terminasi dengan operasi
sesar

2.7.Komplikasi Preeklampsia Berat


2.7.1. Penyulit Ibu
a. SSP : Perdarahan Intrakranial
Thrombosis vena sentral
Hipertensi ensephalopati
Edema cerebri
Edema retina
Macular atau retinal detachment
Kebutaan cortex
b. Gastrointestinal-hepatik:
Subcapsular hematoma hepar
Ruptur kapsul hepar
Ascites
c. Ginjal : Gagal ginjal akut
Nekrosis Tubular Akuta
d. Hematologik:
DIC
Trombositopenia
e. Kardiopulmonal:
Edema paru
Arrest napas
Cardiac arrest

15
Iskemia miokardium
(Angsar, 2008)

2.7.2. Penyulit Janin


a. PJT
b. Solusio plasenta
c. IUFD
d. Kematian neonatal
e. Prematuritas
f. Cerebral palsy (Prasetyorini, 2009)

16
BAB 3
LAPORAN KASUS

A. Identitas Pasien
Nama : Ny. ER
No. Register : 00-37-97-80
Tempat Tanggal Lahir: Pasuruan 7 Oktober 1994
Umur : 24 tahun
Pendidikan : S1
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Menikah : Satu kali
Lama menikah : 1 tahun
Alamat : Gondangwetan, Pasuruan
Suami : Tn. A
Suami Ke :1
Umur : 27 tahun
Pendidikan : S1
Pekerjaan : PNS
Tanggal MRS : 19 November 2018 (pukul 11.04)

B. Anamnesis
Keluhan Utama
Tekanan darah tinggi

Riwayat Penyakit Sekarang


Tanggal 19-11-2018 pukul 08.00
- Pasien periksa rutin ke Puskesmas Gondangwetan. Saat pemeriksaan
didapatkan tekanan darah pasien tinggi. Pasien juga mengeluhkan pusing,
mual dan pandangan kabur sejak kemarin. Muntah (-) Nyeri ulu hati (-).

17
Tanggal 19-11-2018 Pukul 11.04
- Pasien dirujuk ke RSUD Bangil

Riwayat Penyakit Dahulu


 DM (-)
 Hipertensi (-)
 Asma (-)
 Myopia ODS

Riwayat Penyakit Keluarga


 DM (-)
 Hipertensi (-)
 Asma (-)

Riwayat Obat
 Minum vitamin (+): (asam folat + suplemen tambah darah (Fe) saat
hamil)
 Minum jamu (-)
 Pijat oyok (-)
 Rumput fatimah (-)

Riwayat Kontrasepsi
Pasien tidak pernah KB sebelumnya

Riwayat Persalinan
No. At-P-I-Ab-E BBL Lahir Penolong L/P Umur H/M
1. Hamil saat ini

Riwayat Haid
 Menarche : usia 13 tahun
 HPHT : 08-03-2018

18
 TP : 15-12-2018

Riwayat ANC : 4x kunjungan

C. Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum : Baik GCS :456
TB : 156 cm
BB : 70 kg
BMI : 28,8 ( Overweight)
Vital Sign : Tensi : 160/100 mmHg; Nadi : 92x/menit
Suhu : 36,5oC; RR : 20x/menit
K/L : An -/- Ict -/- Cya -/-, Dysp -/-
Kel.Tiroid : dbn
KGB : dbn
Thorax : Cardio : S1 S2 tunggal, Murmur (-)
Pulmo : rh ≡│≡ , wh ≡│≡
Abdomen : TFU : 28 cm; Letak janin : membujur
TBJ : 2325 gr; His (-)
DJJ (+) 136x/menit;

Pemeriksaan Leopold
Leopold I : bagian fundus teraba bulat, lunak yang berarti bokong
Leopold II : perut ibu sebelelah kiri teraba lebar dan memberikan tahanan
keras yang berarti punggung, perut ibu sebelah kanan teraba
bagian kecil-kecil yang berarti ekstremitas
Leopold III : bagian terbawah teraba bulat, keras yang berarti kepala
Leopold IV : bagian terbawah janin belum masuk PAP

Genetalia Eksterna : Aliran cairan ketuban (-), fluxus (-) fluor (-)
Inspekulo : Tidak dilakukan
VT : Pembukaan : 0-1 cm
Effisement : 25 %
Hodge :1

19
Ketuban : (+)
Presentasi : kepala
Denominator : sde
UPD : normal

Ekstremitas : Oedem : -/- Akral hangat : +/+


+/+ +/+

D. PemeriksaanPenunjang
 DarahLengkap
PEMERIKSAAN HASIL SATUAN NILAI
RUJUKAN
Leukosit (WBC) 8,648 3,70-10,1
Neutrofil 5,7 % 39,3-73,7
Limfosit 28 % 18,0-48,3
Monosit 5,1 % 4,40-12,7
Eosinofil 0,1 % 0,600-7,30
Basofil 0,1 % 0,00-1,70
Eritrosit (RBC) 4,803 106/uL 4,2-11,0
Hemoglobin (HGB) 13,52 g/dL 12,0-16,0
Hematokrit (HCT) 39,55 % 38-47
MCV 82,33 um3 81,1-96,0
MCH 28,15 Pg 27,0-31,2
MCHC 34,19 g/dL 31,8-35,4
RDW 10,40 % 11,5-14,5
PLT 175 x 103/uL 155-366
MPV 9,339 fL 6,90-10,6
Faal Hati

SGOT 16,54 U/L < 31

20
SGPT 8,36 U/L < 39

Albumin 3,5 g/dl 3,5-5,1

Bilirubin total 0,87 Mg/dl

Bilirubin direct 0,24 Mg/dl 0,1 – 0,4

Bilirubin indirect 0,63 Mg/dl 0,2 – 0,7

Faal Ginjal

BUN 7 mg/dl 7,8-20,23

Kreatinin 0,609 mg/dl 0,6-1,0

Urine Lengkap

Glukosa NEGATIF Mg/dl Negative

Bilirubin NEGATIF Negative

Keton NEGATIF Mg/dl Negative

Berat Jenis 1,015 1000

Darah NEGATIF Negative

Ph 6,0 5

Protein +3 Mg/dl Negative

Urobilinogen NEGATIF <= 0,2

Nitrit NEGATIF Negative

Leukosit NEGATIF u/L

Sedimen urine

Eritrosit 27,9 ≤ 30,7

21
Lekosit 25,4 ≤ 39,0

Epitel 7,8 ≤ 45,6

Warna Kuning jernih

Bakteri 162,5 ≤ 385,8

 NST

Base line rate : 120 bpm


Variability : 5-10 dpm
Acceleration : (+)
Decceleration : (-)
Kesan : Kardiotopografi kategori I (normal)

E. Diagnosis
G1P0000 Ab000 gr 36- 37minggu T/H
+ PEB
+ Impending Eklampsia
+ ODS High Myopia

22
F. Penatalaksanaan
1. Planning Diagnosa
USG, NST, DL,UL
2. Planning Terapi
 Inj. SM full dose dengan SM 20% 4gr bolus pelan lanjut maintenance
dengan SM 40% dalam RD5% drip 1gr/jam s.d 24 jam post op
 Inj. Dexamethason 1x24mg IM -> IMP
 Pro terminasi dengan SC cito
 Inj. Cefuroxim 1 amp
 Inj. Metolopramid 1 amp
 inj. Ranitidin 1 amp
 peroral :
 Nifedipin 3x10mg
 Metildopa 3x500mg
3. Planning Monitoring
Ibu : Keadaan umum, keluhan, TTV, his, fluxus
Janin : DJJ
4. Planning Edukasi
KIE (Komunikasi, Infomasi, Edukasi) pasien dan keluarga tentang :

- Kondisi pasien saat ini

- Diagnosis pasien

- Prosedur tindakan medis yang akan dilakukan

- Efek samping dan komplikasi dari tindakan yang dilakukan

G. Hasil Laporan Persalinan

Nama : Ny. ER
No. Register : 00-37-97-80
Umur : 24 Tahun
Jenis Persalinan : SC

23
Lahir pada : 19 November 2018 pukul 14.45
Diagnosa sebelum persalinan : G1P00000 Ab000 gr 36-37 minggu T/H
+ PEB
+ Impending eklampsia
+ ODS high Myopia

Diagnosa sesudah persalinan : P1001Ab000 PP SCTP + IUD hari 0 a/i


PEB
+ Impending eklampsia
+ ODS high Myopia

H. Laporan Bayi
 Berat badan (BB) : 1970 gr
 Panjang badan (PB) : 46 cm
 Lingkar kepala (LK) : 32 cm
 Lingkar dada (LD) : 27 cm
 Lingkar Lengan (LL) : 8 cm
 APGAR score (AS) : 5-6

I. Follow Up Pasien
Tanggal 19-11-2017 (Post op jam 14.45)
S : Keluar darah nifas dari jalan lahir. Nyeri post op (+). Pusing
(-) mual (-) muntah (-) pandangan kabur (-) nyeri epigastrium
(-)
O : K/U cukup
TD : 130/80 mmHg, N : 84 x/m, RR : 20 x/m, Suhu : 36,5
K/L : An -/-, Ict -/-, Cyan -/-, Dysp -/-
Thorax : Cardio : S1 S2 tunggal, Mur (-)
Pulmo : rh ≡│≡ , wh ≡│≡
Abdomen : TFU 2 jari dibawah pusat, Kontraksi uterus
(+) baik

24
Genetalia ext : lochea rubra (+)
Ekstremitas : Oed.em =/=; Akral hangat +/+
+/+
A : P1001 Ab000 ppSCTP IUD dengan SAB H-1 a/i PEB + Impending
eklampsia + ODS high Myopia

Pdx : DL 2 jam post op


Ptx : - puasa sd BU + / flatus +
 Tidak boleh angkat kepala s.d. 12 jam post op
 Drip SM 40% 10g dlm 500cc RD5 1g/jam s.d. 24 jam
post op
 Drip Oxytocin 20 IU dlm 500cc RL 28tpm s.d. 12 jam
post op
 Pro Transfusi PRC 2lb/hr s.d. Hb ≥8g/dl bila Hb
≤8gr/dl
 Inj. Cefuroxim 2x750mg
 Inj. Ranitidin 2x1 iV
 Inj. Ketorolac 3x1 IV
 Inj. Kalnex 500 mg IV
 Tx. Oral : - Nifedipin 3x10mg
 Metildopa 3x500mg
PMo : Observasi TTV dan keluhan pasien

Tanggal 20-11-2017
S : Keluar darah nifas dari jalan lahir, nyeri luka OP (+).Pusing
(-) mual (-) muntah (-) pandangan kabur (-) nyeri epigastrium
(-)
O : K/U cukup
TD : 120/80 mmHg, N : 80 x/m, RR : 20 x/m, Suhu : 36,7
K/L : An -/-, Ict -/-, Cyan -/-, Dysp -/-
Thorax : Cardio : S1 S2 tunggal, Mur (-)

25
Pulmo : rh ≡│≡ , wh ≡│≡
Abdomen : TFU 2 jari bawah pusat, BU (+)
Genetalia ext : Lochea rubra (+)
Ekstremitas : oedem =/= ; Akral hangat +/+
+/+
A : P1001 Ab000 ppSCTP IUD dengan SAB H-2 a/i PEB + Impending
eklampsia + ODS high Myopia

Ptx : - Diet TKTP


 Drip SM 40% 10g dlm 500cc RD5 1g/jam s.d. 24 jam
post op
 Inj. Cefuroxim 2x750mg
 Inj. Ranitidin 2x1 iV
 Inj. Ketorolac 3x1 IV
 Inj. Kalnex 500 mg IV
 Tx. Oral : - Nifedipin 3x10mg
- Metildopa 3x500mg
PMo : Observasi TTV dan keluhan pasien

Tanggal 21-11-2017
S : Keluar darah nifas dari jalan lahir, nyeri luka OP (+)
O : K/U cukup
TD : 140/90 mmHg, N : 80 x/m, RR : 20 x/m, Suhu : 36,5
K/L : An -/-, Ict -/-, Cyan -/-, Dysp -/-
Thorax : Cardio : S1 S2 tunggal, Mur (-)
Pulmo : rh ≡│≡ , wh ≡│≡
Abdomen : TFU 2 jari bawah pusat, BU
(+)
Genetalia ext : Lochea rubra (+)
Ekstremitas : oedem =/= ; Akral hangat +/+
+/+

26
A : P1001 Ab000 ppSCTP IUD dengan SAB H-2 a/i PEB +
Impending eklampsia + ODS high Myopia
Pdx :-
Ptx : - Diet TKTP
 Tx oral
o Cefadroxil 2 x 1
o Asammefenamat 3 x 1
o Rob 1 x 1
o Nifedipin 3x10mg
o Metildopa 3x500mg

PMo : Pasien boleh pulang

27
BAB 4

PEMBAHASAN

Pasien Ny. ER dengan diagnosis G1P0000 Ab000 gr 36- 37minggu T/H + PEB +
Impending Eklampsia + ODS High Myopia ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan
fisik, maupun pemeriksaan penunjang.

Dari data anamnesis, didapatkan bahwa pasien merupakan seorang wanita, 24


tahun dengan usia kehamilan 36 minggu didapatkan keluhan utama tekanan darah
tinggi. Pasien periksa rutin ke Puskesmas Gondangwetan. Saat pemeriksaan
didapatkan tekanan darah pasien tinggi. Pasien juga mengeluhkan pusing, mual dan
pandangan kabur sejak satu hari sebelum ke puskesmas. Muntah (-) Nyeri ulu hati (-
). Lalu pasien dirujuk ke RSUD Bangil. sehingga dapat disimpulkan bahwa pasien
mengalami PEB dengan Impending Eklampsia.

Tabel 1. Perbandingan data pasien dengan penegakan diagnosis plasenta previa

Pasien PEB

Anamnesis  Usia Kehamilan 36  Preeklampsia ditandai dengan


minggu hipertensi yang timbul setelah

 Tekanan darah tinggi 20 minggu kehamilan disertai


dengan proteinuria .
disertai mual, pusing
 Preeklampsia berat ialah
dan pandangan kabur.
preeklampsia dengan tekanan
darah sistolik ≥ 160 mmHg dan
tekanan darah diastolik ≥ 110
mmHg disertai proteinuria ≥ 5
g/ 24 jam atau kualitatif 4+.
 Impending eclampsia bila
preeklampsia berat disertai

28
gejala-gejala subjektif berupa :
 Muntah-muntah
 Sakit kepala
 Nyeri epigastrium
 Pandangan kabur

Pemeriksaan Tensi : 160/100 mmHg;  Preeklampsia berat ialah


Fisik preeklampsia dengan tekanan
darah sistolik ≥ 160 mmHg dan
tekanan darah diastolik ≥ 110
mmHg disertai proteinuria ≥ 5
g/ 24 jam atau kualitatif 4+.

Pemeriksaan  Pemeriksaan  proteinuria ≥ 5 g/ 24 jam atau


Penunjang Laboratorium kualitatif 4+.

UL -> Protein + 3

Dalam penanganannya, dilakukan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan


penunjang DL,UL,NST didapatkan kesan PEB. Pada pasien ini diputuskan untuk
terminasi dengan SC cito karena didapatkan tanda – tanda impending.

29
BAB 5
KESIMPULAN

Pasien Ny. ER usia 24 tahun dengan G1P0000 Ab000 kehamilan 36 minggu


datang ke RSUD Bangil dengan keluhan tekanan darah tinggi 160/100 mmHg .
Pasien juga mengeluh pusing, mual dan pandangan kabur. Hasil UL didapatkan
Protein +3. Gejala-gejala di atas khas untuk diagnosis PEB dengan Impending
eklampsia. Pada pasien ini dilakukan operasi seksio caesarea atas indikasi PEB
dengan impending eklampsia. Prognosis dari ibu baik karena segera dilakukan
terminasi dan diberikan terapi sehingga tidak terjadi kejang. Namun prognosis pada
bayi seringkali menimbulkan resiko seperti lahir premature dan BBLR.

30
DAFTAR PUSTAKA

Angsar, 2008. Hipertensi dalam Kehamilan dalam Buku Ilmu Kebidanan Edisi
keempat halaman 534-559, editor: Saifudin, Abdul Bari, Jakarta: PT Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Cunningham FG, Mac Donald PC, Gant NF, Leveno KJ, Gilstrap LC, Hankins GD et
al. 2001, Hypertension Disorders in Pregnancy. Williams Obstetrics. 21th ed.
London: Prentice-Hall International, 2001: 567-618.

Dekker GA, Sibai BM, Etiology and Pathogenesis of Preeclampsia: Current


Concepts. Am J Obstet Gynecol 1998; 179: 1359-1375.

Handaya, 2001. Penanganan preeklampsia/eklampsia. Jakarta: Prosiding Seminar


Konsep Mutakhir Preeklampsia.

Hermanto,2013. Hubungan Indeks Massa Tubuh Ibu Dan Peningkatan Berat Badan
Saat Kehamilan Dengan Preeklampsia. Bagian Obstetri dan Ginekologi
Fakultas Kedokteran Unsrat RSUP Prof. Dr. R.D Kandou Manado.

Isler CM, Rinehart BK, Terrone DA, Martin RW, Magann EF, Martin JN. Maternal
Mortality with HELPP (Hemolysis, Elevated Liver Enzymes, And Low
Platelets) Syndrome. Am J Obstet Gynecol 1999; 181: 924-928.

Prasetyorini, N, 2009. Penanganan Preeklampsia dan Eklampsia. Seminar POGI


Cabang Malang. Divisi Kedokteran Feto Maternal - FKUB/RSSA Malang

Roberts JM, Redman CWG. Preeclampsia: More Than Pregnancy-induced


Hypertension. Lancet 1993; 341: 1447-1454.

Roberts JM, Taylor RN, Musci TJ, Rodgers GM, Hubel CA, McLaughlin.
Preeclampsia: An Endothelial Cell Disorder. Am J Obstet Gynecol 1989; 161:
1200-1204.

31
Wang Y, Alexander JS. Placental Pathophysiology in Preclampsia. Pathophysiology
2000; 6: 261-270.

32

Anda mungkin juga menyukai