1102012067
Blok Emergency
Skenario 1 Perdarahan Persalinan
Hipertensi kronik
Preeclampsia-eklamsia
Hipertensi kronik dengan superimposed preeklamsia
Hipertensi gestasional.
2.
3.
4.
5.
1.4 Patofisiologi
Penyebab hipertensi dalam kehamilan hingga kini belum diketahui dengan jelas. Banyak
teori telah dekemukakan tentang terjadinya hipertensi dalam kehamilan, tetapi tidak ada
satu pun teori tersebut dianggap mutlak benar. Teori-teori yang sekarang banyak dianut
adalah:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
c)
d)
e)
f)
atau kadar proteinuria secara tiba tiba atau trombositopenia < 100.000/mm3 pada
penderita hipertensi dan proteinuria sebelum kehamilan 20 minggu.
5. Hipertensi Kronis
TD 140 / 90 mmHg sebelum kehamilan atau sebelum kehamilan 20 minggu dan tidak
terkait dengan penyakit trofoblas gestasional
HT terdiagnosa pertama kali setelah kehamilan 20 minggu dan menetap sampai > 12
minggu pasca persalinan.
ALT = Alanin aminotranferase AST = Aspartate aminotranferase
LDH = Lactate Dehydrogenase
Diadaptasi dari National High Blood Presssure in Pregnancy (2000)
Dari : Cunningham FG et al : Hypertensive Disorder In Pregnancy in Williams
Obstetrics , 22nd ed, McGraw-Hill, 2005
Diagnosis Banding
Kejang pada eklampsia harus dipikirkan kemungkinan kejang karena penyakit lain. Oleh
karena itu diagnosis banding eklamsia menjadi sangat penting, misalnya perdarahan otak,
hipertensi, lesi otak, kelainan metabolok, meningitis, epilepsi iatrogenik. Eklampsia selalu
didahului oleh pre-eklampsia. Perawatan pranatal untuk kehamilan dengan predisposisi
preeklampsia perlu ketat dilakukan agar dapat dikenal sedini mungkin gejala-gejala
prodoma preeklampsia. Sering dijumpai perempuan hamil yang tampak sehat mendadak
kejang-kejang eklampsia, karena tidak terdeteksi adanya preeklampsia sebelumnya.
Kejang-kejang dimulai dengan kejang tonik. Tanda-tanda kejang tonik adalah dengan
dimulainya gerakan kejang berupa twitching dari otot-otot muka khususnya sekitar mulut,
yang beberapa detik kemudian disusul kontraksi otot-otot tubuh yang menegang, sehingga
seluruh tubuh menjadi kaku. Pada keadaan ini wajah penderita mengalami distorsi, bola
mata menonjol, kedua lengan fleksi, tangan menggenggam, kedua tungkai dalam posisi
invers. Semua otot tubuh pada saat ini dalam keadaan kontraksi tonik. Keadaan ini
berlangsung 15-30 detik.
Kejang tonik ini segera disusul dengan kejang klonik. Kejang klonik dimulai dengan
terbukanya rahang dengan tiba-tiba dan tertutup kembali dengan kuat disertai pula dengan
terbuka dan tertutupnya kelopak mata. Kemudian disusul dengan kontraksi intermiten
pada otot muka dan otot-otot seluruh tubuh. Begitu kuat kontraksi otot-otot tubuh ini
sehingga seringkali penderita terlempar dari tempat tidur. Seringkali pula lidah tergigit
akibat kontraksi otot rahang yang terbuka. Dari mulut keluar liur yang berbusa yang
kadang-kadang disertai dengan bercak-bercak darah. Wajah tampak membengkak karena
kongesti dan pada konjungtiva mata dijumpai titik-titik perdarahan.
Pada waktu timbul kejang, diafragma terfiksir sehingga pernafasan tertahan, kejang klonik
terjadi kurang lebih 1 menit. Setelah itu berangsur-angsur kejang melemah dan akhirnya
penderita diam tidak bergerak.
Lama kejang klonik ini kurang lebih 1 menit kemudian berangsur-angsur kontraksi
melemah dan akhirnya berhenti serta penderita jatuh ke dalam koma. Pada waktu timbulo
kejang, tekanan darah dengan cepat meningkat. Demikian juga suhu badan meningkat
yang mungkin oleh karena gangguan cerebral. Penderita mengalami Incontinensia disertai
dengan oli guria atau anuria dan kadang-kadang terjadi aspirasi bahan muntah.
Koma yang terjadi setelah kejang, berlangsung sangat bervariasi dan bila tidak segera
tidak diberi obat-obat anti kejang akan segera disusul dengan episode kejang berikutnya.
Setelah berakhirnya kejang, frekuensi pernafasan meningkat, dapat mencapai 50 kali
permenit akibat terjadinya hiperkardia atau hipoksia. Pada beberapa kasus bahkan dapat
menimbulkan sianosis. Penderita yang sadar kembali dari koma umumnya mengalami
disorientasi dan sedikit gelisah.
1.6 Terapi
Usia kehamilan 37
minggu
Atau
Usia kehamilan 34 minggu atau
lebih
TDK
Evaluasi janin:
Dengan
preeklampsia : 2
minggu sekali dengan
uji nonstress
Dengan hipertensi
gestasional :1 minggu
sekalikehamilan
dengan uji37
Usia
minggu atau lebih
Dengan:
YA
Prostaglandin jika
Inpartu atau KPD
diperlukan untuk
induksi
Gambar 1. Manajemen Hipertensi Gestasional ringan atau preeklampsia tanpa
tanda bahaya
7
Eklampsia
Prioritas utama adalah menjaga jalan napas agar tetap bebas serta mencegah cedera
dan aspirasi ini lambung. Diazepam dan lorazepam hanya boleh digunakan jika
kejang tetap bertahan. Pemberian MgSO4 parenteral sangatlah direkomendasikan
untuk pasien eclampsia setelah kejang berlalu.
Hipertensi kronis dalam kehamilan
Beberapa anti hipertensi lini pertama yang dapat digunakan dalam kehamilan adalah:
- Metildopa 500-2000 mg dibagi dalam 2-4 dosis sehari. Metildopa merupakan
golongan adrenergic yang diekskresikan terutama melalui ginjal efek
samping utamanya adalah sedasi dan hipotensi postural
- Labetalol dosis awal 2 x 100 mg dapat dinaikan setiap minggu sampai
maksimal 2400mg sehari. Titrasi dosis tidak boleh lebih dari 2x200 mg setiap
harinya
- Nifedipin dengan dosis 30 mg sehari. Nifedipin harus hati-hati digunakan pada
pasien yang mendapatkan MgSO4 karena berpotensi memperkuat blockade
kanal kalsium pada otot.
- Antihipertensi golongan ACE Blocker dan ARB merupakan kontraindikasi
karena dapat menyebabkan defek ginjal, anuria, dan kematian janin
1.7 Pencegahan
Beberapa poin terbaru dikeluarkan oleh ACOG pada tahun 2013 mengenai pencegahan
preeklampsia:
Pemberian aspirin 60-80 mg/hari dimulai pada akhir trisemester pertama disarankan
pada perempuan dengan riwayat eclampsia dan kelahiran preterm kurang dari 34
minggu atau preeklampsia pada lebih dari satu kehamilan sebelumnya
Tirah baring atau pembatasan aktivitas fisik lain tidak disarankan sebagai pencegahan
primer preklampsia dan komplikasinya
Asupan garam harian disarankan untuk tidak restriksi selama kehamilan untuk
pencegahan preeklampsia
1.8 Komplikasi
1.
Perubahan Kardiovaskuler
Perubahan ini pada dasarnya berkaitan dengan meningkatnya afterload jantung akibat
hipertensi, preload jantung yang secara nyata dipengaruhioleh berkurangnya secara
patologis hipervolemia kehamilan.
2. Perubahan hematologis
3. Gangguan fungsi ginjal
4. Edema paru
1.9 Prognosis
Prognosis selalu dipengaruhi oleh komplikasi yang menyertai penyakit tersebut.
Prognosis untuk hipertensi dalam kehamilan selalu serius. Penyakit ini adalah penyakit
paling berbahaya yang dapat mengenai wanita hamil dan janinnya. Angka kematian ibu
akibat hipertensi ini telah menurun selama 3 dekade terakhir ini dari 5% -10% menadi
kurang dari 3% kasus.
dilakukan oleh Ducloy di Swedia melaporkan dalam 894.619 kelahiran didapatkan 0,5%
terjadi solusio plasenta.
Cunningham di Amerika Serikat melakukan penelitian pada 763 kasus kematian ibu
hamil yang disebabkan oleh perdarahan. Hasilnya dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel Kematian ibu hamil yang disebabkan perdarahan.
No.
Penyebab Perdarahan
Sampel
(%)
1.
Solusio Plasenta
141
19
2.
125
16
3.
Atonia Uteri
115
15
4.
Koagulopathi
108
14
5.
Plasenta Previa
50
6.
44
7.
Perdarahan Uterus
44
8.
Retained Placentae
32
Pada tabel diketahui bahwa solusio plasenta menempati tempat pertama sebagai
penyebab kematian ibu hamil yang disebabkan oleh perdarahan dalam masa kehamilan.
Menurut data yang diperoleh dari Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Cipto
Mangunkusumo (RSUPNCM) Jakarta didapat angka 2% atau 1 dalam 50 persalinan.
Antara tahun 1968-1971 solusio plasenta terjadi pada kira-kira 2,1% dari seluruh
persalinan, yang terdiri dari 14% solusio plasenta sedang dan 86% solusio plasenta berat.
Solusio plasenta ringan jarang didiagnosis, mungkin karena penderita terlambat datang
ke rumah sakit atau tanda-tanda dan gejalanya terlalu ringan sehingga tidak menarik
perhatian penderita maupun dokternya.
2.3 Etiologi
Penyebab primer dari solusio plasenta tidak diketahui tetapi berikut ini adalah beberapa
faktor resiko solusi plasenta :
Riwayat dahulu solusio plasenta / solusio plasenta rekurens
Ketuban pecah preterm/korioamnionitis
Sindrom pre-eklampsia
Hipertensi kronik
Merokok/nikotin
Mioma di belakang plasenta terutama mioma submukosum
Gangguan sistem pembekuan darah seperti trombofilia.
Acquired antiphospholipid autoantibodies
Trauma abdomen dalam kehamilan
10
Plasenta sirkumvalata
Usia muda
2.4 Patofisiologi
1) Perdarahan dapat terjadi dari pembuluh darah plasenta atau uterus yang membentuk
hematoma pada desidua,sehingga plasenta terdesak dan akhirnya terlepas. Apabila
perdarahan sedikit,hematoma yang kecil itu hanya akan mendesak jaringan
plasenta,pedarahan darah antara uterus dan plasenta belum terganggu,dan tanda serta
gejala pun belum jelas. Kejadian baru diketahui setelah plasenta lahir,yang pada
pemeriksaan di dapatkan cekungan pada permukaan maternalnya dengan bekuan
darah yang berwarna kehitam-hitaman.
Biasanya perdarahan akan berlangsung terus-menerus karena otot uterus yang telah
meregang oleh kehamilan itu tidak mampu untuk lebih berkontraksi menghentikan
perdarahannya. Akibatnya hematoma retroplasenter akan bertambah besar,sehingga
sebagian dan seluruh plasenta lepas dari dinding uterus. Sebagian darah akan
menyeludup di bawah selaput ketuban keluar dari vagina atau menembus selaput ketuban
masuk ke dalam kantong ketuban atau mengadakan ektravasasi di antara serabut-serabut
otot uterus.
Apabila ektravasasinya berlangsung hebat,maka seluruh permukaan uterus akan
berbercak biru atau ungu. Hal ini di sebut uterus Couvelaire (Perut terasa sangat tegang
dan nyeri). Akibat kerusakan jaringan miometrium dan pembekuan retroplasenter,maka
banyak trombosit akan masuk ke dalam peredaran darah ibu,sehinga terjadi pembekuan
intravaskuler dimana-mana,yang akan menghabiskan sebagian besar persediaan
fibrinogen. Akibatnya terjadi hipofibrinogenemi yang menyebabkan gangguan
pembekuan darah tidak hanya di uterus tetapi juga pada alat-alat tubuh yang lainnya.
Keadaan janin tergantung dari luasnya plasenta yang terlepas dari dinding uterus.
Apabila sebagian besar atau seluruhnya terlepas,akan terjadi anoksia sehingga
mengakibatkan kematian janin. Apabila sebagian kecil yang terlepas,mungkin tidak
berpengaruh sama sekali,atau juga akan mengakibatkan gawat janin. Waktu sangat
menentukan beratnyaa gangguan pembekuan darah,kelainan ginjal,dan keadaan janin.
Makin lama penanganan solusio plasenta sampai persalinan selesai,umumnya makin
hebat komplikasinya.
2) Pada solusio plasenta,darah dari tempat pelepasan akan mencari jalan keluar antara
selaput janin dan dinding rahim hingga akhirnya keluar dari serviks hingga terjadilah
perdarahan keluar atau perdarahan terbuka.
Terkadang darah tidak keluar,tetapi berkumpul di belakang plasenta membentuk
hematom retroplasenta. Perdarahan semacam ini disebut perdarahan ke dalam atau
perdarahan tersembunyi.
Solusio plasenta dengan perdarahan tersembunyi menimbulkan tanda yang lebih khas
karena seluruh perdarahan tertahan di dalam dan menambah volume uterus. Umumnya
lebih berbahaya karena jumlah perdarahan yang keluar tidak sesuai dengan beratnya
11
syok. Perdarahan pada solusio plasenta terutama berasal dari ibu,namun dapat juga
berasal dari anak.
Perdarahan keluar
Perdarahan tersembunyi
2. Plasenta
terlepas
luas,uterus
keras/tegang.
3. Jarang berhubungan dengan hipertensi.
Terlepasnya plasenta sebelum waktunya menyebabkan timbunan darah antara plasenta dan
dinding uterus yang menimbulkan gangguan penyulit terhadap ibu dan janin.
Penyulit terhadap ibu
1. Berkurangnya darah dalam sirkulasi darah 1. Tergantung pada luasnya plasenta yang
umum
lepas dapat menimbulkan asfiksia
ringan sampai kematian dalam uterus.
2. Terjadi
penurunan
tekanan
darah,peningkatan nadi dan pernapasan
3. Ibu tampak anemis
4. Dapat timbul gangguan pembekuan
darah,karena
terjadi
pembekuan
intravaskuler diikuti hemolisis darah
sehingga fibrinogen makin berkurang dan
memudahkan
terjadinya
perdarahan
(hipofibrinogenemia)
5. Dapat timbul perdarahan packapartum
setelah persalinan karena atonia uteri atau
gangguan pembekuan darah
6. Dapat timbul gangguan fungsi ginjal dan
terjadi emboli yang menimbulkan
komplikasi sekunder
7. Timbunan
darah
yang
meningkat
dibelakang plasenta dapat menyebabkan
uterus menjadi keras,padat dan kaku.
2.5 Tatalaksana
Penanganan kasus-kasus solusio plasenta didasarkan kepada berat atau ringannya gejala
klinis, yaitu:
12
13
Frekuensi (%)
1.
Perdarahan pervaginam
78
2.
66
3.
Gawat janin
60
4.
22
5.
17
6.
Uterus hipertonik
17
7.
Kematian janin
15
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa perdarahan pervaginam merupakan gejala atau
tanda dengan frekuensi tertinggi pada kasus-kasus solusio plasenta.
Berdasarkan kepada gejala dan tanda yang terdapat pada solusio plasenta klasik
umumnya tidak sulit menegakkan diagnosis, tapi tidak demikian halnya pada bentuk
solusio plasenta sedang dan ringan. Solusio plasenta klasik mempunyai ciri-ciri nyeri
yang hebat pada perut yang datangnya cepat disertai uterus yang tegang terus menerus
seperti papan, penderita menjadi anemia dan syok, denyut jantung janin tidak terdengar
dan pada pemeriksaan palpasi perut ditemui kesulitan dalam meraba bagian-bagian janin.
Prosedur pemeriksaan untuk dapat menegakkan diagnosis solusio plasenta antara lain :
1. Anamnesis
14
2. Inspeksi
3. Palpasi
4. Auskultasi
Sulit dilakukan karena uterus tegang, bila denyut jantung terdengar biasanya di atas
140, kemudian turun di bawah 100 dan akhirnya hilang bila plasenta yang terlepas
lebih dari satu per tiga bagian.
5. Pemeriksaan dalam
6. Pemeriksaan umum
Tekanan darah semula mungkin tinggi karena pasien sebelumnya menderita penyakit
vaskuler, tetapi lambat laun turun dan pasien jatuh dalam keadaan syok. Nadi cepat,
kecil dan filiformis.
7. Pemeriksaan laboratorium
15
Urin : Albumin (+), pada pemeriksaan sedimen dapat ditemukan silinder dan
leukosit.
Darah : Hb menurun, periksa golongan darah, lakukan cross-match test. Karena
pada solusio plasenta sering terjadi kelainan pembekuan darah
hipofibrinogenemia, maka diperiksakan pula COT (Clot Observation test) tiap l
jam, tes kualitatif fibrinogen (fiberindex), dan tes kuantitatif fibrinogen (kadar
normalnya 15O mg%).
8. Pemeriksaan plasenta
Plasenta dapat diperiksa setelah dilahirkan. Biasanya tampak tipis dan cekung di
bagian plasenta yang terlepas (kreater) dan terdapat koagulum atau darah beku yang
biasanya menempel di belakang plasenta, yang disebut hematoma retroplacenter.
9. Pemeriksaaan Ultrasonografi (USG)
Pada pemeriksaan USG yang dapat ditemukan antara lain :
2.6 Prognosis
Prognosis ibu tergantung luasnya plasenta yang terlepas dari dinding uterus, banyaknya
perdarahan, ada atau tidak hipertensi menahun atau preeklamsia, tersembunyi tidaknya
perdarahan, dan selisih waktu terjadinya solusio plasenta sampai selesainya persalinan.
Angka kematian ibu pada kasus solusio plasenta berat berkisar antara 0,5-5%. Sebagian
besar kematian tersebut disebabkan oleh perdarahan, gagal jantung dan gagal ginjal.
Hampir 100% janin pada kasus solusio plasenta berat mengalami kematian. Tetapi ada
literatur yang menyebutkan angka kematian pada kasus berat berkisar antara 50-80%.
Pada kasus solusio plasenta ringan sampai sedang, keadaan janin tergantung pada
luasnya plasenta yang lepas dari dinding uterus, lamanya solusio plasenta berlangsung
dan usia kehamilan. Perdarahan lebih dari 2000 ml biasanya menyebabkan kematian
janin. Pada kasus-kasus tertentu tindakan seksio sesaria dapat mengurangi angka
kematian janin.
2.7 Komplikasi
Komplikasi solusio plasenta pada ibu dan janin tergantung dari luasnya plasenta yang
terlepas, usia kehamilan dan lamanya solusio plasenta berlangsung.
Komplikasi yang dapat terjadi pada Ibu:
1. Syok perdarahan
Pendarahan antepartum dan intrapartum pada solusio plasenta hampir tidak dapat
dicegah, kecuali dengan menyelesaikan persalinan segera. Bila persalinan telah
16
diselesaikan, penderita belum bebas dari perdarahan postpartum karena kontraksi uterus
yang tidak kuat untuk menghentikan perdarahan pada kala III persalinan dan adanya
kelainan pada pembekuan darah. Pada solusio plasenta berat keadaan syok sering tidak
sesuai dengan jumlah perdarahan yang terlihat.
Titik akhir dari hipotensi yang persisten adalah asfiksia, karena itu pengobatan segera
ialah pemulihan defisit volume intravaskuler secepat mungkin. Angka kesakitan dan
kematian ibu tertinggi terjadi pada solusio plasenta berat. Meskipun kematian dapat
terjadi akibat nekrosis hipofifis dan gagal ginjal, tapi mayoritas kematian disebabkan
syok perdarahan dan penimbunan cairan yang berlebihan. Tekanan darah tidak
merupakan petunjuk banyaknya perdarahan, karena vasospasme akibat perdarahan akan
meninggikan tekanan darah. Pemberian terapi cairan bertujuan mengembalikan stabilitas
hemodinamik dan mengkoreksi keadaan koagulopathi. Untuk tujuan ini pemberian darah
segar adalah pilihan yang ideal, karena pemberian darah segar selain dapat memberikan
sel darah merah juga dilengkapi oleh platelet dan faktor pembekuan.
2. Gagal ginjal
Gagal ginjal merupakan komplikasi yang sering terjadi pada penderita solusio plasenta,
pada dasarnya disebabkan oleh keadaan hipovolemia karena perdarahan yang terjadi.
Biasanya terjadi nekrosis tubuli ginjal yang mendadak, yang umumnya masih dapat
ditolong dengan penanganan yang baik. Perfusi ginjal akan terganggu karena syok dan
pembekuan intravaskuler. Oliguri dan proteinuri akan terjadi akibat nekrosis tubuli atau
nekrosis korteks ginjal mendadak. Oleh karena itu oliguria hanya dapat diketahui dengan
pengukuran pengeluaran urin yang harus secara rutin dilakukan pada solusio plasenta
berat. Pencegahan gagal ginjal meliputi penggantian darah yang hilang secukupnya,
pemberantasan infeksi, atasi hipovolemia, secepat mungkin menyelesaikan persalinan
dan mengatasi kelainan pembekuan darah.
3. Kelainan pembekuan darah
Kelainan pembekuan darah pada solusio plasenta biasanya disebabkan oleh
hipofibrinogenemia. Dari penelitian yang dilakukan oleh Wirjohadiwardojo di
RSUPNCM dilaporkan kelainan pembekuan darah terjadi pada 46% dari 134 kasus
solusio plasenta yang ditelitinya.
Kadar fibrinogen plasma normal pada wanita hamil cukup bulan ialah 450 mg%, berkisar
antara 300-700 mg%. Apabila kadar fibrinogen plasma kurang dari 100 mg% maka akan
terjadi gangguan pembekuan darah.
Mekanisme gangguan pembekuan darah terjadi melalui dua fase :
a. Fase I
Pada pembuluh darah terminal (arteriole, kapiler, venule) terjadi pembekuan darah,
disebut disseminated intravasculer clotting. Akibatnya ialah peredaran darah kapiler
(mikrosirkulasi) terganggu. Jadi pada fase I, turunnya kadar fibrinogen disebabkan
17
karena pemakaian zat tersebut, maka fase I disebut juga coagulopathi consumptive.
Diduga bahwa hematom subkhorionik mengeluarkan tromboplastin yang menyebabkan
pembekuan intravaskuler tersebut. Akibat gangguan mikrosirkulasi dapat mengakibatkan
syok, kerusakan jaringan pada alat-alat yang penting karena hipoksia dan kerusakan
ginjal yang dapat menyebabkan oliguria/anuria.
b. Fase II
Fase ini sebetulnya fase regulasi reparatif, yaitu usaha tubuh untuk membuka kembali
peredaran darah kapiler yang tersumbat. Usaha ini dilaksanakan dengan fibrinolisis.
Fibrinolisis yang berlebihan malah berakibat lebih menurunkan lagi kadar fibrinogen
sehingga terjadi perdarahan patologis. Kecurigaan akan adanya kelainan pembekuan
darah harus dibuktikan dengan pemeriksaan laboratorium, namun di klinik pengamatan
pembekuan darah merupakan cara pemeriksaan yang terbaik karena pemeriksaan
laboratorium lainnya memerlukan waktu terlalu lama, sehingga hasilnya tidak
mencerminkan keadaan penderita saat itu.
4. Apoplexi uteroplacenta (Uterus couvelaire)
Pada solusio plasenta yang berat terjadi perdarahan dalam otot-otot rahim dan di bawah
perimetrium kadang-kadang juga dalam ligamentum latum. Perdarahan ini menyebabkan
gangguan kontraktilitas uterus dan warna uterus berubah menjadi biru atau ungu yang
biasa disebut Uterus couvelaire. Tapi apakah uterus ini harus diangkat atau tidak,
tergantung pada kesanggupannya dalam membantu menghentikan perdarahan.
Komplikasi yang dapat terjadi pada janin :
1. Fetal distress
2. Gangguan pertumbuhan/perkembangan
3. Hipoksia dan anemia
4. Kematian
3. Memahami dan Menjelaskan Plasenta Previa
Definisi
Plasenta previa adalah plasenta berimplantasi pada segmen bawah uteri sehingga menutupi
sebagian hingga seluruh ostium uteri internum.
Klasifikasi
18
Letak rendah (berada di segmen bawah rahim dimana tepi bawah pada jarak 2 cm dari
ostium uteri internum)
Ada juga yang membaginya berdasarkan Grade 1-4 atau minor (grade 1-2)/ major (grade 3-4)
Grade 1 : tepi plasenta berada di segmen bawah namun tidak mencapai ostium
internum
Etiologi
Riwayat operasi uterus sebelumnya (miomektomi); kuretase ; abortus 2x ;
kehamilan usia tua 40 tahun, memiliki resiko tinggi
Diagnosis
Awalnya, sedikit lalu berhenti sendiri. Kemudian, akan berulang tanpa sebab yang
jelas dan lebih banyak. Biasanya di mulai pada trisemester 2
Pada kehamilan lanjut, bagian bawah janin tidak masuk pintu atas panggul
Plasenta previa sulit di diagnosis hingga sekitar minggu 28 yang mana segmen bawah
mulai terbentuk. Untuk membantu menegakan diagnosis di butuhkan pemeriksaan USG.
Tatalaksana
Setiap waita hamil yang mengalami perdarahan dalam trisemester kedua atau ketiga
harus di rawat dalam rumah sakit. Jika kemudian perdarahan tidak banyak dan berhenti serta
janin dalam keadaan sehat dan masih premature di bolehkan pulang dilanjutkan dengan rawat
jalan. Jika terjadi solusio plasenta dan datang dengan tanda his maka dipertimbangkan
pemberian sulfas magnesikus untuk menekan his sementara sembari memberi steroid untuk
mempercepat pematangan paru janin.
Perdarahan dalam trisemester ketiga perlu pengawasan lebih ketat dengan istirahatt
baring yang lebih lama dalam rumah sakit sampai melahirkan. Jika pada waktu perdarahan
yang banyak perlu dilakukan terminasi jika janin sudah viable.
Prognosis
19
Prognosis ibu dan janin pada plasenta previa dewasa ini lebih baik karena diagnosis yang
lebih dini dan ketersedian transfuse darah dan cairan infus di hampir semua rumah sakit
kabupaten.
4. Memahami dan Menjelaskan Ruptura Uteri
Definisi
Ruptura uteri komplit ialah keadaan robekan pada rahim dimana telah terjadi hubunga
langsung antara rongga amnion dan rongga peritoneum
Pada rupture uteri inkomplit kedua rongga tersebut masih di batasi oleh peritoneum viserale.
Klasifikasi
Klasifikasi menurut sebabnya di bagi sebagai berikut;
Sebelum kelahiran anak : his spontan yang kuat dan terus menerus, pemakaian
oksitosin dan prostaglandain untuk merangsang persalinan
Diagnosis
Gambaran klinis rupture uteri sangat khas seperti keadaan ibu gelisah karena nyeri abdomen
atau his kuat yang berkelanjutan disertai tanda-tanda gawat janin.
Penanganan
Tindakan terpilih hanyalah histerektomi dan resusitasi serta antibiotika yang sesuai.
Diperlukan infus cairan kristaloid dan transfuse darah yang banyak, tindakan antisyok, serta
pemberian antibiotic spectrum luas.
Komplikasi
Syok hipovolemik karena perdarahan yang hebat dan sepsis akibat infeksi.
20
DAFTAR PUSTAKA
Corwin & Elizabeth, J 2009, Buku saku patofisiologi, edk 3, Nike Budhi, EGC,
Jakarta.
DeCherney, AH & Pernoll, ML 2009, Obstetric & Gynecologic Diagnosis &
Treatment, 10th edn, McGraw-Hill, New York.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/25583/4/Chapter%20II.pdf
Jim Belinda, et al. Hypertension in Pregnancy A Comprehensive Update.
Cardiology in Review. Volume 18. Number 4.
Manuaba, IBG, Manuaba, IAC & Manuaba, IBGF 2007, Pengantar kuliah obstetri,
EGC, Jakarta.
Manurung, RT & Wiknjosastro 2007, Mortalitas maternal pada preeklampsia berat
dan eklampsia di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Cipto Mangunkusumo tahun 2003
2005 dan faktor-faktor yang mempengaruhinya, Indonesian Journal of
Obstetrics and Gynecology, vol. 31, no. 1, hh. 33 - 41.
Maulidya., Rahardjo E.2002.Sindrom HELLP, Preeklampsia dan Perdarahan
Otak. Majalah kedokteran terapi intensif vol 2 no 1. Hal :45.
Norwitz, Errol. 2007. At a Glance Obstetri dan Ginekologi. Jakarta: Erlangga.
Hlm: 88-89.
Obstetri William : panduan ringkas / Kenneth J. Lereno, Egi Komara Yudha, Nike
Budhi Subekti, Jakarta EGC 2009.
Prawirodihardjo, S . 2014. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka.
Saifuddin, A B. 2014. Ilmu Kebidanan Sarwono Prawihardjo Ed 4. Jakarta : PT
Bina Pustaka.
21