Anda di halaman 1dari 21

Dimas Adriyono Wibowo

1102012067

Blok Emergency
Skenario 1 Perdarahan Persalinan

1. Memahami dan Menjelaskan Hipertensi dalam Kehamilan


1.1 Definisi
Hipertensi dalam kehamilan adalah adanya tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih setelah
kehamilan 20 minggu pada wanita yang sebelumnya normotensif, atau kenaikan tekanan
sistolik 30 mmHg dan atau tekanan distolik 15 mmHg di atas nilai normal.
1.2 Etiologi
Penyebab primer belum diketahui pasti, namun ada beberapa faktor yang menjadi
predisposisi
1. Faktor kardio-reno-vaskuler
Glomerulonefritis kronik, hipertensi essensial, sindroma preeklamsia dan eklamsia.
Pada penelitian di Parkland, ditemukan bahwa terdapat hipertensi pada separuh kasus
solusio plasenta berat, dan separuh dari wanita yang hipertensi tersebut mempunyai
penyakit hipertensi kronik, sisanya hipertensi yang disebabkan oleh kehamilan.
2. Faktor trauma
Dekompresi uterus pada hidroamnion dan gemeli.
Tarikan pada tali pusat yang pendek akibat pergerakan janin yang banyak/bebas, versi
luar atau tindakan pertolongan persalinan
Trauma langsung, seperti jatuh, kena tendang, dan lain-lain.
3. Faktor paritas ibu
Lebih banyak dijumpai pada multipara dari pada primipara. Beberapa penelitian
menerangkan bahwa makin tinggi paritas ibu makin kurang baik keadaan endometrium.
4. Faktor usia ibu
Makin tua umur ibu, makin tinggi frekuensi hipertensi menahun.
5. Leiomioma uteri (uterine leiomyoma) yang hamil dapat menyebabkan solusio plasenta
apabila plasenta berimplantasi di atas bagian yang mengandung leiomyoma.
6. Faktor pengunaan kokain
Penggunaan kokain mengakibatkan peninggian tekanan darah dan peningkatan
pelepasan katekolamin yang bertanggung jawab atas terjadinya vasospasme pembuluh
darah uterus dan berakibat terlepasnya plasenta. Namun, hipotesis ini belum terbukti
secara definitive.
7. Faktor kebiasaan merokok.
Ibu yang perokok juga merupakan penyebab peningkatan kasus solusio plasenta
sampai dengan 25% pada ibu yang merokok 1 (satu) bungkus per hari. Ini dapat
diterangkan pada ibu yang perokok plasenta menjadi tipis, diameter lebih luas dan
beberapa abnormalitas pada mikrosirkulasinya.

8. Riwayat solusio plasenta sebelumnya


Hal yang sangat penting dan menentukan prognosis ibu dengan riwayat solusio
plasenta adalah bahwa resiko berulangnya kejadian ini pada kehamilan berikutnya jauh
lebih tinggi dibandingkan dengan ibu hamil yang tidak memiliki riwayat solusio plasenta.
9. Pengaruh lain, seperti anemia, malnutrisi/defisiensi gizi, tekanan uterus pada vena cava
inferior dikarenakan pembesaran ukuran uterus oleh adanya kehamilan, dan lain-lain.
1.3 Klasifikasi
Klasifikasi yang dipakai di Indonesia adalah berdasarkan Report of the National High
Blood Pressure Education Program Working Group on High Blood Pressure in
Pregnancy tahun 2001, ialah:
1.
2.
3.
4.

Hipertensi kronik
Preeclampsia-eklamsia
Hipertensi kronik dengan superimposed preeklamsia
Hipertensi gestasional.

Penjelasan pembagian klasifikasi


1.

Hipertensi kronik adalah hipertensi yang timbul sebelum umur kehamilan 20


minngu atau hipertensi yang pertama kali didiagnosis setelah umur kehamilan 20
minggu dan hipertensi menetapsampai 12 minggu persalinan.
Preeklamsia adalah hypertensi yang timbul setelah 20 minggu kehamilan disertai
dengan proteinuria
Eklamsia adalah preeklamsi yang disertai dengan kejang-kejang dan/atau koma
Hipertensi kronik dengan superimposed preeklamsia adalah hipertensi kronik
disertai tanda-tanda preeklamsia atau hipertensi kronik disertai proteinuria
Hipertensi gestasional( disebut juga transient hypertension) adalah hipertensi yang
timbul pada kehamilan tanpa disertai dengan proteinuria dan hypertensi
menghilang setelah 3 bulan pasca persalinan atau kehamilan dengan tanda-tanda
preeklamsia tetapi tanpa proteinuria.

2.
3.
4.
5.

1.4 Patofisiologi
Penyebab hipertensi dalam kehamilan hingga kini belum diketahui dengan jelas. Banyak
teori telah dekemukakan tentang terjadinya hipertensi dalam kehamilan, tetapi tidak ada
satu pun teori tersebut dianggap mutlak benar. Teori-teori yang sekarang banyak dianut
adalah:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Teori kelainan vaskularisasi plasenta


Teori iskemia plasenta, radikal bebas, dan disfungsi endotel
Teori intoleransi imunologik antara ibu dan janin
Teori adaptasi kardiovaskularori genetic
Teori defisiensi gizi
Teori inflamasi
Teori Stimulasi Inflamasi
2

1) Teori kelainan vaskularisasi plasenta


Pada kehamilan normal, rahim dan plasenta mendapatkan aliran darah dari cabang
cabang arteri uterina dan arteri ovarika yang menembus miometrium dan menjadi arteri
arkuata, yang akan bercabang menjadi arteri radialis. Arteri radialis menembus
endometrium menjadi arteri basalis memberi cabang arteri spiralis. Pada kehamilan
terjadi invasi trofoblas kedalam lapisan otot arteri spiralis, yang menimbulkan degenerasi
lapisan otot tersebut sehingga terjadi distensi dan vasodilatasi arteri spiralis, yang akan
memberikan dampak penurunan tekanan darah, penurunan resistensi vaskular, dan
peningkatan aliran darah pada utero plasenta. Akibatnya aliran darah ke janin cukup
banyak dan perfusi jaringan juga meningkat, sehingga menjamin pertumbuhan janin
dengan baik. Proses ini dinamakan remodelling arteri spiralis. Pada pre eklamsia terjadi
kegagalan remodelling menyebabkan arteri spiralis menjadi kaku dan keras sehingga
arteri spiralis tidak mengalami distensi dan vasodilatasi, sehingga aliran darah utero
plasenta menurun dan terjadilah hipoksia dan iskemia plasenta.
2) Teori Iskemia Plasenta, Radikal bebas, dan Disfungsi Endotel
a. Iskemia Plasenta dan pembentukan Radikal Bebas
Karena kegagalan Remodelling arteri spiralis akan berakibat plasenta mengalami
iskemia, yang akan merangsang pembentukan radikal bebas, yaitu radikal hidroksil (OH) yang dianggap sebagai toksin. Radiakl hidroksil akan merusak membran sel yang
banyak mengandung asam lemak tidak jenuh menjadi peroksida lemak. Periksida lemak
juga akan merusak nukleus dan protein sel endotel
b. Disfungsi Endotel
Kerusakan membran sel endotel mengakibatkan terganggunya fungsi endotel, bahkan
rusaknya seluruh struktur sel endotel keadaan ini disebut disfungsi endotel, yang akan
menyebabkan terjadinya :
a)
b)

c)
d)
e)
f)

Gangguan metabolisme prostalglandin, yaitu menurunnya produksi prostasiklin


(PGE2) yang merupakan suatu vasodilator kuat.
Agregasi sel-sel trombosit pada daerah endotel yang mengalami kerusakan.
Agregasi trombosit memproduksi tromboksan (TXA2) yaitu suatu
vasokonstriktor kuat. Dalam Keadaan normal kadar prostasiklin lebih banyak
dari pada tromboksan. Sedangkan pada pre eklamsia kadar tromboksan lebih
banyak dari pada prostasiklin, sehingga menyebabkan peningkatan tekanan
darah.
Perubahan khas pada sel endotel kapiler glomerulus (glomerular endotheliosis) .
Peningkatan permeabilitas kapiler.
Peningkatan produksi bahan bahan vasopresor, yaitu endotelin. Kadar NO
menurun sedangkan endotelin meningkat.
Peningkatan faktor koagulasi

3) Teori intoleransi imunologik ibu dan janin


Pada perempuan normal respon imun tidak menolak adanya hasil konsepsi yang bersifat
asing. Hal ini disebabkan adanya Human Leukocyte Antigen Protein G (HLA-G) yang
dapat melindungi trofoblas janin dari lisis oleh sel natural killer (NK) ibu. HLA-G juga
akan mempermudah invasis el trofoblas kedalam jaringan desidua ibu. Pada plasenta ibu
yang mengalami pre eklamsia terjadi ekspresi penurunan HLA-G yang akan
mengakibatkan terhambatnya invasi trofoblas ke dalam desidua. Kemungkinan terjadi
Immune-Maladaptation pada pre eklamsia.
4) Teori Adaptasi kardiovaskular
Pada kehamilan normal pembuluh darah refrakter terhadap bahan vasopresor. Refrakter
berarti pembuluh darah tidak peka terhadap rangsangan vasopresor atau dibutuhkan
kadar vasopresor yang lebih tinggi untuk menimbulkan respon vasokonstriksi. Refrakter
ini terjadi akibat adanya sintesis prostalglandin oleh sel endotel. Pada pre eklamsia
terjadi kehilangan kemampuan refrakter terhadap bahan vasopresor sehingga pembuluh
darah menjadi sangat peka terhadap bahan vasopresor sehingga pembuluh darah akan
mengalami vasokonstriksi dan mengakibatkan hipertensi dalam kehamilan.
5) Teori Genetik
Ada faktor keturunan dan familial dengan model gen tunggal. Genotype ibu lebih
menentukan terjadinya hipertensi dalam kehamilan secara familial jika dibandingkan
dengan genotype janin. Telah terbukti bahwa ibu yang mengalami pre eklamsia, 26%
anak perempuannya akan mengalami pre eklamsia pula, sedangkan hanya 8% anak
menantu mengalami pre eklamsia.
6) Teori Defisiensi Gizi
Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa defisiensi gizi berperan dalam terjadinya
hipertensi dalam kehamilan. Penelitian terakhir membuktikan bahwa konsumsi minyak
ikan dapat mengurangi resiko pre eklamsia. Minyak ikan banyak mengandung asam
lemak tidak jenuh yang dapat menghambat produksi tromboksan, menghambat aktivasi
trombosit, dan mencegah vasokonstriksi pembuluh darah.
7) Teori Stimulasi Inflamasi
Teori ini berdasarkan bahwa lepasnya debris trofoblas di dalam sirkulasi darah
merupakan rangsangan utama terjadinya proses inflamasi. Berbeda dengan proses
apoptosis pada pre eklamsia, dimana pada pre eklamsia terjadi peningkatan stres
oksidatif sehingga produksi debris trofoblas dan nekrorik trofoblas juga meningkat.
Keadaan ini mengakibatkan respon inflamasi yang besar juga. Respon inflamasi akan
mengaktifasi sel endotel dan sel makrofag/granulosit yang lebih besar pula, sehingga
terjadi reaksi inflamasi menimbulkan gejala gejala pre eklamsia pada ibu.

1.5 Diagnosis dan Diagnosis Banding


Diagnosis Hipertensi Dalam Kehamilan
1. HG-Hipertensi Gestasional
TD-Tekanan darah 140/90 mmHg terjadi pertama kali dalam kehamilan. Tidak terdapat
Proteinuria, Tekanan darah kembali normal dalam waktu < 12 minggu pasca persalinan.
Diagnosa akhir hanya dapat ditegakkan pasca persalinan. Dapat disertai dengan gejala PE
Berat : nyeri epgastrium atau trombositopenia.
2. Preeclampsia
1. Pre eclampsia ringan
Diagnosis preeklampsia ringan ditegakkan berdasarkan timbulnya hipertensi
disertai proteinuria dan/atau edema setelah kehamilan 20 minggu.
- Hipertensi : Sistolik/diastolic 14/90 mm Hg. Kenaikan sistolik 30 mmHg dan
kenaikan diastolic 15 mmHg tidak dipakai lagi sebagai kriteria pre eclampsia
- Proteinuria : 300 mg/24 jam atau +1 dipstick
- Edema : edema local tidak dimasukan dalam kriteria pre eclampsia, kecuali
edema pada lengan, muka dan perut, edema generalisata.
2. Pre eclampsia Berat
Diagnosis ditegakkan berdasarkan kriteria preeklampsia berat sebagaimana
tercantum di bawah ini. Preeklampsia di golongkan preeklampsia berat bila
ditemukan satu atau lebih gejala sebagai berikut.
- Tekanan darah sistolik 160 mmHg dan tekanan darah diastolic 110 mmHg.
Tekanan darah ini tidak turun meskipun ibu hamil sudah di rawat di rumah sakit
dan menjalani tirah baring.
- Proteinuria lebih 5 g/ 24 jam atau 4 + dalam pemeriksaan kualitatif
- Oliguria yaitu produksi urin kurang dari 500 cc/ 24 jam
- Kenaikan kadar kreatinin plasma
- Gangguan visus dan serebral : penurunan kesadaran, nyeri kepala , scotoma dan
pandangan kabur
- Nyeri epigastrium atau nyeri pada kuadran kanan atas abdomen (tereganggnya
kapsula glisonni)
- Edema paru-paru dan sianosis
- Hemolisis mikroangiopati
- Trombositopenia berat: < 100.000 sel /mm 3 atau penurunan trombosit dengan
cepat
- Gangguan fungsi hepar (kerusakan hepatosellular): peningkatan kadar alanine
dan aspartate aminotransferase
- Sindrom HELLP (Hemolisis Evaluated Liver enzymes Low Platelets count)
3. Eklampsia
Kejang yang tidak diakibatkan oleh sebab lain pada penderita pre eklampsia
4. Superimposed Preeklampsia ( pada hipertensi kronik )
Proteinuria new onset 300 mg / 24 jam pada penderita hipertensi yang tidak
menunjukkan adanya proteinuria sebelum kehamilan 20 minggu. Atau Peningkatan TD

atau kadar proteinuria secara tiba tiba atau trombositopenia < 100.000/mm3 pada
penderita hipertensi dan proteinuria sebelum kehamilan 20 minggu.
5. Hipertensi Kronis
TD 140 / 90 mmHg sebelum kehamilan atau sebelum kehamilan 20 minggu dan tidak
terkait dengan penyakit trofoblas gestasional
HT terdiagnosa pertama kali setelah kehamilan 20 minggu dan menetap sampai > 12
minggu pasca persalinan.
ALT = Alanin aminotranferase AST = Aspartate aminotranferase
LDH = Lactate Dehydrogenase
Diadaptasi dari National High Blood Presssure in Pregnancy (2000)
Dari : Cunningham FG et al : Hypertensive Disorder In Pregnancy in Williams
Obstetrics , 22nd ed, McGraw-Hill, 2005
Diagnosis Banding
Kejang pada eklampsia harus dipikirkan kemungkinan kejang karena penyakit lain. Oleh
karena itu diagnosis banding eklamsia menjadi sangat penting, misalnya perdarahan otak,
hipertensi, lesi otak, kelainan metabolok, meningitis, epilepsi iatrogenik. Eklampsia selalu
didahului oleh pre-eklampsia. Perawatan pranatal untuk kehamilan dengan predisposisi
preeklampsia perlu ketat dilakukan agar dapat dikenal sedini mungkin gejala-gejala
prodoma preeklampsia. Sering dijumpai perempuan hamil yang tampak sehat mendadak
kejang-kejang eklampsia, karena tidak terdeteksi adanya preeklampsia sebelumnya.
Kejang-kejang dimulai dengan kejang tonik. Tanda-tanda kejang tonik adalah dengan
dimulainya gerakan kejang berupa twitching dari otot-otot muka khususnya sekitar mulut,
yang beberapa detik kemudian disusul kontraksi otot-otot tubuh yang menegang, sehingga
seluruh tubuh menjadi kaku. Pada keadaan ini wajah penderita mengalami distorsi, bola
mata menonjol, kedua lengan fleksi, tangan menggenggam, kedua tungkai dalam posisi
invers. Semua otot tubuh pada saat ini dalam keadaan kontraksi tonik. Keadaan ini
berlangsung 15-30 detik.
Kejang tonik ini segera disusul dengan kejang klonik. Kejang klonik dimulai dengan
terbukanya rahang dengan tiba-tiba dan tertutup kembali dengan kuat disertai pula dengan
terbuka dan tertutupnya kelopak mata. Kemudian disusul dengan kontraksi intermiten
pada otot muka dan otot-otot seluruh tubuh. Begitu kuat kontraksi otot-otot tubuh ini
sehingga seringkali penderita terlempar dari tempat tidur. Seringkali pula lidah tergigit
akibat kontraksi otot rahang yang terbuka. Dari mulut keluar liur yang berbusa yang
kadang-kadang disertai dengan bercak-bercak darah. Wajah tampak membengkak karena
kongesti dan pada konjungtiva mata dijumpai titik-titik perdarahan.

Pada waktu timbul kejang, diafragma terfiksir sehingga pernafasan tertahan, kejang klonik
terjadi kurang lebih 1 menit. Setelah itu berangsur-angsur kejang melemah dan akhirnya
penderita diam tidak bergerak.
Lama kejang klonik ini kurang lebih 1 menit kemudian berangsur-angsur kontraksi
melemah dan akhirnya berhenti serta penderita jatuh ke dalam koma. Pada waktu timbulo
kejang, tekanan darah dengan cepat meningkat. Demikian juga suhu badan meningkat
yang mungkin oleh karena gangguan cerebral. Penderita mengalami Incontinensia disertai
dengan oli guria atau anuria dan kadang-kadang terjadi aspirasi bahan muntah.
Koma yang terjadi setelah kejang, berlangsung sangat bervariasi dan bila tidak segera
tidak diberi obat-obat anti kejang akan segera disusul dengan episode kejang berikutnya.
Setelah berakhirnya kejang, frekuensi pernafasan meningkat, dapat mencapai 50 kali
permenit akibat terjadinya hiperkardia atau hipoksia. Pada beberapa kasus bahkan dapat
menimbulkan sianosis. Penderita yang sadar kembali dari koma umumnya mengalami
disorientasi dan sedikit gelisah.
1.6 Terapi

Manajemen Pre eclampsia ringan


Tatalaksana preeklampsia yang paling utama adalah terminasi kehamilan. Keputusan
terminasi kehamilan bergantung pada beberapa hal, seperti beratnya penyakit,
kematangan janin, kondisi ibu dan janin, serta kondisi serviks
Temuan ibu dan janin

Usia kehamilan 37
minggu

Usia kehamilan 37 minggu atau


lebih

Rawat inap atau rawat


jalan dengan evaluasi
setiap 2 minggu

Atau
Usia kehamilan 34 minggu atau
lebih

TDK

Evaluasi janin:

Dengan
preeklampsia : 2
minggu sekali dengan
uji nonstress

Dengan hipertensi
gestasional :1 minggu
sekalikehamilan
dengan uji37
Usia
minggu atau lebih

Dengan:

Tanda inpartu atau KPD

Hasil CTG abnormal

Perkiraan berat bayi


YArendah
melalui USG lebih
dari 5 %
Lahirkan (Terminasi
kehamilan)

Manajemen Pre eclampsia berat

YA

Kondisi ibu atau janin


memburuk

Prostaglandin jika
Inpartu atau KPD
diperlukan untuk
induksi
Gambar 1. Manajemen Hipertensi Gestasional ringan atau preeklampsia tanpa
tanda bahaya
7

Eklampsia
Prioritas utama adalah menjaga jalan napas agar tetap bebas serta mencegah cedera
dan aspirasi ini lambung. Diazepam dan lorazepam hanya boleh digunakan jika
kejang tetap bertahan. Pemberian MgSO4 parenteral sangatlah direkomendasikan
untuk pasien eclampsia setelah kejang berlalu.
Hipertensi kronis dalam kehamilan
Beberapa anti hipertensi lini pertama yang dapat digunakan dalam kehamilan adalah:
- Metildopa 500-2000 mg dibagi dalam 2-4 dosis sehari. Metildopa merupakan
golongan adrenergic yang diekskresikan terutama melalui ginjal efek
samping utamanya adalah sedasi dan hipotensi postural
- Labetalol dosis awal 2 x 100 mg dapat dinaikan setiap minggu sampai
maksimal 2400mg sehari. Titrasi dosis tidak boleh lebih dari 2x200 mg setiap
harinya
- Nifedipin dengan dosis 30 mg sehari. Nifedipin harus hati-hati digunakan pada
pasien yang mendapatkan MgSO4 karena berpotensi memperkuat blockade
kanal kalsium pada otot.
- Antihipertensi golongan ACE Blocker dan ARB merupakan kontraindikasi
karena dapat menyebabkan defek ginjal, anuria, dan kematian janin

1.7 Pencegahan
Beberapa poin terbaru dikeluarkan oleh ACOG pada tahun 2013 mengenai pencegahan
preeklampsia:
Pemberian aspirin 60-80 mg/hari dimulai pada akhir trisemester pertama disarankan
pada perempuan dengan riwayat eclampsia dan kelahiran preterm kurang dari 34
minggu atau preeklampsia pada lebih dari satu kehamilan sebelumnya
Tirah baring atau pembatasan aktivitas fisik lain tidak disarankan sebagai pencegahan
primer preklampsia dan komplikasinya

Asupan garam harian disarankan untuk tidak restriksi selama kehamilan untuk
pencegahan preeklampsia

1.8 Komplikasi
1.

Perubahan Kardiovaskuler
Perubahan ini pada dasarnya berkaitan dengan meningkatnya afterload jantung akibat
hipertensi, preload jantung yang secara nyata dipengaruhioleh berkurangnya secara
patologis hipervolemia kehamilan.

2. Perubahan hematologis
3. Gangguan fungsi ginjal
4. Edema paru
1.9 Prognosis
Prognosis selalu dipengaruhi oleh komplikasi yang menyertai penyakit tersebut.
Prognosis untuk hipertensi dalam kehamilan selalu serius. Penyakit ini adalah penyakit
paling berbahaya yang dapat mengenai wanita hamil dan janinnya. Angka kematian ibu
akibat hipertensi ini telah menurun selama 3 dekade terakhir ini dari 5% -10% menadi
kurang dari 3% kasus.

2. Memahami dan menjelaskan Perdarahan Antepartum (Solutio Plasenta)


2.1 Definisi
Solusio plasenta adalah terlepasnya sebagian atau seluruh permukaan maternal plasenta
dari tempat implantasinta yang normal pada lapisan desidua endometrium sebelum
waktunya lahir. Solusio plasenta merupakan hasil akhir dari suatu proses yang bermula
dari suatu keadaan yang dapat memisahkan vili-vili korialis plasenta dari tempat
implantasinya pada desidua basalis, sehingga terjadi perdarahan.
2.2 Epidemiologi
Insiden solusio plasenta bervariasi antara 0,2-2,4 % dari seluruh kehamilan. Literatur lain
menyebutkan insidennya 1 dalam 77-89 persalinan, dan bentuk solusio plasenta berat 1
dalam 500-750 persalinan . Slava dalam penelitiannya melaporkan insidensi solusio
plasenta di dunia adalah 1% dari seluruh kehamilan. Di sini terlihat bahwa tidak ada
angka pasti untuk insiden solusio plasenta, karena adanya perbedaan kriteria
menegakkan diagnosisnya.
Penelitian Cunningham di Parkland Memorial Hospital melaporkan 1 kasus dalam 500
persalinan. Tetapi sejalan dengan penurunan frekuensi ibu dengan paritas tinggi, terjadi
pula penurunan kasus solusio plasenta menjadi 1 dalam 750 persalinan. Menurut hasil
penelitian yang dilakukan Deering didapatkan 0,12% dari semua kejadian solusio
plasenta di Amerika Serikat menjadi sebab kematian bayi. Penelitian retrospektif yang
9

dilakukan oleh Ducloy di Swedia melaporkan dalam 894.619 kelahiran didapatkan 0,5%
terjadi solusio plasenta.
Cunningham di Amerika Serikat melakukan penelitian pada 763 kasus kematian ibu
hamil yang disebabkan oleh perdarahan. Hasilnya dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel Kematian ibu hamil yang disebabkan perdarahan.
No.

Penyebab Perdarahan

Sampel

(%)

1.

Solusio Plasenta

141

19

2.

Laserasi/ Ruptura uteri

125

16

3.

Atonia Uteri

115

15

4.

Koagulopathi

108

14

5.

Plasenta Previa

50

6.

Plasenta Akreta/ Inkreta/ Perkrata

44

7.

Perdarahan Uterus

44

8.

Retained Placentae

32

Pada tabel diketahui bahwa solusio plasenta menempati tempat pertama sebagai
penyebab kematian ibu hamil yang disebabkan oleh perdarahan dalam masa kehamilan.
Menurut data yang diperoleh dari Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Cipto
Mangunkusumo (RSUPNCM) Jakarta didapat angka 2% atau 1 dalam 50 persalinan.
Antara tahun 1968-1971 solusio plasenta terjadi pada kira-kira 2,1% dari seluruh
persalinan, yang terdiri dari 14% solusio plasenta sedang dan 86% solusio plasenta berat.
Solusio plasenta ringan jarang didiagnosis, mungkin karena penderita terlambat datang
ke rumah sakit atau tanda-tanda dan gejalanya terlalu ringan sehingga tidak menarik
perhatian penderita maupun dokternya.
2.3 Etiologi
Penyebab primer dari solusio plasenta tidak diketahui tetapi berikut ini adalah beberapa
faktor resiko solusi plasenta :
Riwayat dahulu solusio plasenta / solusio plasenta rekurens
Ketuban pecah preterm/korioamnionitis
Sindrom pre-eklampsia
Hipertensi kronik
Merokok/nikotin
Mioma di belakang plasenta terutama mioma submukosum
Gangguan sistem pembekuan darah seperti trombofilia.
Acquired antiphospholipid autoantibodies
Trauma abdomen dalam kehamilan
10

Plasenta sirkumvalata
Usia muda
2.4 Patofisiologi
1) Perdarahan dapat terjadi dari pembuluh darah plasenta atau uterus yang membentuk
hematoma pada desidua,sehingga plasenta terdesak dan akhirnya terlepas. Apabila
perdarahan sedikit,hematoma yang kecil itu hanya akan mendesak jaringan
plasenta,pedarahan darah antara uterus dan plasenta belum terganggu,dan tanda serta
gejala pun belum jelas. Kejadian baru diketahui setelah plasenta lahir,yang pada
pemeriksaan di dapatkan cekungan pada permukaan maternalnya dengan bekuan
darah yang berwarna kehitam-hitaman.
Biasanya perdarahan akan berlangsung terus-menerus karena otot uterus yang telah
meregang oleh kehamilan itu tidak mampu untuk lebih berkontraksi menghentikan
perdarahannya. Akibatnya hematoma retroplasenter akan bertambah besar,sehingga
sebagian dan seluruh plasenta lepas dari dinding uterus. Sebagian darah akan
menyeludup di bawah selaput ketuban keluar dari vagina atau menembus selaput ketuban
masuk ke dalam kantong ketuban atau mengadakan ektravasasi di antara serabut-serabut
otot uterus.
Apabila ektravasasinya berlangsung hebat,maka seluruh permukaan uterus akan
berbercak biru atau ungu. Hal ini di sebut uterus Couvelaire (Perut terasa sangat tegang
dan nyeri). Akibat kerusakan jaringan miometrium dan pembekuan retroplasenter,maka
banyak trombosit akan masuk ke dalam peredaran darah ibu,sehinga terjadi pembekuan
intravaskuler dimana-mana,yang akan menghabiskan sebagian besar persediaan
fibrinogen. Akibatnya terjadi hipofibrinogenemi yang menyebabkan gangguan
pembekuan darah tidak hanya di uterus tetapi juga pada alat-alat tubuh yang lainnya.
Keadaan janin tergantung dari luasnya plasenta yang terlepas dari dinding uterus.
Apabila sebagian besar atau seluruhnya terlepas,akan terjadi anoksia sehingga
mengakibatkan kematian janin. Apabila sebagian kecil yang terlepas,mungkin tidak
berpengaruh sama sekali,atau juga akan mengakibatkan gawat janin. Waktu sangat
menentukan beratnyaa gangguan pembekuan darah,kelainan ginjal,dan keadaan janin.
Makin lama penanganan solusio plasenta sampai persalinan selesai,umumnya makin
hebat komplikasinya.
2) Pada solusio plasenta,darah dari tempat pelepasan akan mencari jalan keluar antara
selaput janin dan dinding rahim hingga akhirnya keluar dari serviks hingga terjadilah
perdarahan keluar atau perdarahan terbuka.
Terkadang darah tidak keluar,tetapi berkumpul di belakang plasenta membentuk
hematom retroplasenta. Perdarahan semacam ini disebut perdarahan ke dalam atau
perdarahan tersembunyi.
Solusio plasenta dengan perdarahan tersembunyi menimbulkan tanda yang lebih khas
karena seluruh perdarahan tertahan di dalam dan menambah volume uterus. Umumnya
lebih berbahaya karena jumlah perdarahan yang keluar tidak sesuai dengan beratnya

11

syok. Perdarahan pada solusio plasenta terutama berasal dari ibu,namun dapat juga
berasal dari anak.
Perdarahan keluar

Perdarahan tersembunyi

1. Keadaan umum penderita relative lebih


baik.

1. Keadaan penderita jauh lebih jelek.

2. Plasenta terlepas sebagian atau inkomplit.

2. Plasenta

terlepas

luas,uterus

keras/tegang.
3. Jarang berhubungan dengan hipertensi.

3. Sering berkaitan dengan hipertensi.

Terlepasnya plasenta sebelum waktunya menyebabkan timbunan darah antara plasenta dan
dinding uterus yang menimbulkan gangguan penyulit terhadap ibu dan janin.
Penyulit terhadap ibu

Penyulit terhadap janin

1. Berkurangnya darah dalam sirkulasi darah 1. Tergantung pada luasnya plasenta yang
umum
lepas dapat menimbulkan asfiksia
ringan sampai kematian dalam uterus.
2. Terjadi
penurunan
tekanan
darah,peningkatan nadi dan pernapasan
3. Ibu tampak anemis
4. Dapat timbul gangguan pembekuan
darah,karena
terjadi
pembekuan
intravaskuler diikuti hemolisis darah
sehingga fibrinogen makin berkurang dan
memudahkan
terjadinya
perdarahan
(hipofibrinogenemia)
5. Dapat timbul perdarahan packapartum
setelah persalinan karena atonia uteri atau
gangguan pembekuan darah
6. Dapat timbul gangguan fungsi ginjal dan
terjadi emboli yang menimbulkan
komplikasi sekunder
7. Timbunan
darah
yang
meningkat
dibelakang plasenta dapat menyebabkan
uterus menjadi keras,padat dan kaku.
2.5 Tatalaksana
Penanganan kasus-kasus solusio plasenta didasarkan kepada berat atau ringannya gejala
klinis, yaitu:

12

a. Solusio plasenta ringan


Ekspektatif, bila usia kehamilan kurang dari 36 minggu dan bila ada perbaikan
(perdarahan berhenti, perut tidak sakit, uterus tidak tegang, janin hidup) dengan tirah
baring dan observasi ketat, kemudian tunggu persalinan spontan.
Bila ada perburukan (perdarahan berlangsung terus, gejala solusio plasenta makin jelas,
pada pemantauan dengan USG daerah solusio plasenta bertambah luas), maka kehamilan
harus segera diakhiri. Bila janin hidup, lakukan seksio sesaria, bila janin mati lakukan
amniotomi disusul infus oksitosin untuk mempercepat persalinan.
b. Solusio plasenta sedang dan berat
Apabila tanda dan gejala klinis solusio plasenta jelas ditemukan, penanganan di rumah
sakit meliputi transfusi darah, amniotomi, infus oksitosin dan jika perlu seksio sesaria.
Apabila diagnosis solusio plasenta dapat ditegakkan berarti perdarahan telah terjadi
sekurang-kurangnya 1000 ml. Maka transfusi darah harus segera diberikan. Amniotomi
akan merangsang persalinan dan mengurangi tekanan intrauterin. Keluarnya cairan
amnion juga dapat mengurangi perdarahan dari tempat implantasi dan mengurangi
masuknya tromboplastin ke dalam sirkulasi ibu yang mungkin akan mengaktifkan faktorfaktor pembekuan dari hematom subkhorionik dan terjadinya pembekuan intravaskuler
dimana-mana. Persalinan juga dapat dipercepat dengan memberikan infus oksitosin yang
bertujuan untuk memperbaiki kontraksi uterus yang mungkin saja telah mengalami
gangguan.
Gagal ginjal sering merupakan komplikasi solusio plasenta. Biasanya yang terjadi adalah
nekrosis tubuli ginjal mendadak yang umumnya masih dapat tertolong dengan
penanganan yang baik. Tetapi bila telah terjadi nekrosis korteks ginjal, prognosisnya
buruk sekali. Pada tahap oliguria, keadaan umum penderita umumnya masih baik. Oleh
karena itu oliguria hanya dapat diketahui dengan pengukuran pengeluaran urin yang teliti
yang harus secara rutin dilakukan pada penderita solusio plasenta sedang dan berat,
apalagi yang disertai hipertensi menahun dan preeklamsia. Pencegahan gagal ginjal
meliputi penggantian darah yang hilang, pemberantasan infeksi yang mungkin terjadi,
mengatasi hipovolemia, menyelesaikan persalinan secepat mungkin dan mengatasi
kelainan pembekuan darah.
Kemungkinan kelainan pembekuan darah harus selalu diawasi dengan pengamatan
pembekuan darah. Pengobatan dengan fibrinogen tidak bebas dari bahaya hepatitis, oleh
karena itu pengobatan dengan fibrinogen hanya pada penderita yang sangat memerlukan,
dan bukan pengobatan rutin. Dengan melakukan persalinan secepatnya dan transfusi
darah dapat mencegah kelainan pembekuan darah.
Persalinan diharapkan terjadi dalam 6 jam sejak berlangsungnya solusio plasenta. Tetapi
jika itu tidak memungkinkan, walaupun sudah dilakukan amniotomi dan infus oksitosin,
maka satu-satunya cara melakukan persalinan adalah seksio sesaria.

13

Apoplexi uteroplacenta (uterus couvelaire) tidak merupakan indikasi histerektomi. Akan


tetapi, jika perdarahan tidak dapat dikendalikan setelah dilakukan seksio sesaria maka
tindakan histerektomi perlu dilakukan.
2.6 Diagnosis
Keluhan dan gejala pada solusio plasenta dapat bervariasi cukup luas. Sebagai contoh,
perdarahan eksternal dapat banyak sekali meskipun pelepasan plasenta belum begitu luas
sehingga menimbulkan efek langsung pada janin, atau dapat juga terjadi perdarahan
eksternal tidak ada, tetapi plasenta sudah terlepas seluruhnya dan janin meninggal
sebagai akibat langsung dari keadaan ini. Solusio plasenta dengan perdarahan
tersembunyi mengandung ancaman bahaya yang jauh lebih besar bagi ibu, hal ini bukan
saja terjadi akibat kemungkinan koagulopati yang lebih tinggi, namun juga akibat
intensitas perdarahan yang tidak diketahui sehingga pemberian transfusi sering tidak
memadai atau terlambat.
Menurut penelitian retrospektif yang dilakukan Hurd dan kawan-kawan pada 59 kasus
solusio plasenta dilaporkan gejala dan tanda pada solusio plasenta:
Tabel 2. 2 Tanda dan Gejala Pada Solusio Plasenta
No. Tanda atau Gejala

Frekuensi (%)

1.

Perdarahan pervaginam

78

2.

Nyeri tekan uterus atau nyeri pinggang

66

3.

Gawat janin

60

4.

Persalinan prematur idiopatik

22

5.

Kontraksi berfrekuensi tinggi

17

6.

Uterus hipertonik

17

7.

Kematian janin

15

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa perdarahan pervaginam merupakan gejala atau
tanda dengan frekuensi tertinggi pada kasus-kasus solusio plasenta.
Berdasarkan kepada gejala dan tanda yang terdapat pada solusio plasenta klasik
umumnya tidak sulit menegakkan diagnosis, tapi tidak demikian halnya pada bentuk
solusio plasenta sedang dan ringan. Solusio plasenta klasik mempunyai ciri-ciri nyeri
yang hebat pada perut yang datangnya cepat disertai uterus yang tegang terus menerus
seperti papan, penderita menjadi anemia dan syok, denyut jantung janin tidak terdengar
dan pada pemeriksaan palpasi perut ditemui kesulitan dalam meraba bagian-bagian janin.
Prosedur pemeriksaan untuk dapat menegakkan diagnosis solusio plasenta antara lain :
1. Anamnesis
14

Perasaan sakit yang tiba-tiba di perut, kadang-kadang pasien dapat menunjukkan


tempat yang dirasa paling sakit.
Perdarahan pervaginam yang sifatnya dapat hebat dan sekonyong-konyong (nonrecurrent) terdiri dari darah segar dan bekuan-bekuan darah yang berwarna
kehitaman.
Pergerakan anak mulai hebat kemudian terasa pelan dan akhirnya berhenti (anak
tidak bergerak lagi).
Kepala terasa pusing, lemas, muntah, pucat, mata berkunang-kunang. Ibu terlihat
anemis yang tidak sesuai dengan jumlah darah yang keluar pervaginam.
Kadang ibu dapat menceritakan trauma dan faktor kausal yang lain.

2. Inspeksi

Pasien gelisah, sering mengerang karena kesakitan.


Pucat, sianosis dan berkeringat dingin.
Terlihat darah keluar pervaginam (tidak selalu).

3. Palpasi

Tinggi fundus uteri (TFU) tidak sesuai dengan tuanya kehamilan.


Uterus tegang dan keras seperti papan yang disebut uterus in bois (wooden
uterus) baik waktu his maupun di luar his.
Nyeri tekan di tempat plasenta terlepas.
Bagian-bagian janin sulit dikenali, karena perut (uterus) tegang.

4. Auskultasi
Sulit dilakukan karena uterus tegang, bila denyut jantung terdengar biasanya di atas
140, kemudian turun di bawah 100 dan akhirnya hilang bila plasenta yang terlepas
lebih dari satu per tiga bagian.
5. Pemeriksaan dalam

Serviks dapat telah terbuka atau masih tertutup.


Kalau sudah terbuka maka plasenta dapat teraba menonjol dan tegang, baik
sewaktu his maupun di luar his.
Apabila plasenta sudah pecah dan sudah terlepas seluruhnya, plasenta ini akan
turun ke bawah dan teraba pada pemeriksaan, disebut prolapsus placenta, ini
sering meragukan dengan plasenta previa.

6. Pemeriksaan umum
Tekanan darah semula mungkin tinggi karena pasien sebelumnya menderita penyakit
vaskuler, tetapi lambat laun turun dan pasien jatuh dalam keadaan syok. Nadi cepat,
kecil dan filiformis.
7. Pemeriksaan laboratorium

15

Urin : Albumin (+), pada pemeriksaan sedimen dapat ditemukan silinder dan
leukosit.
Darah : Hb menurun, periksa golongan darah, lakukan cross-match test. Karena
pada solusio plasenta sering terjadi kelainan pembekuan darah
hipofibrinogenemia, maka diperiksakan pula COT (Clot Observation test) tiap l
jam, tes kualitatif fibrinogen (fiberindex), dan tes kuantitatif fibrinogen (kadar
normalnya 15O mg%).

8. Pemeriksaan plasenta
Plasenta dapat diperiksa setelah dilahirkan. Biasanya tampak tipis dan cekung di
bagian plasenta yang terlepas (kreater) dan terdapat koagulum atau darah beku yang
biasanya menempel di belakang plasenta, yang disebut hematoma retroplacenter.
9. Pemeriksaaan Ultrasonografi (USG)
Pada pemeriksaan USG yang dapat ditemukan antara lain :

Terlihat daerah terlepasnya plasenta


Janin dan kandung kemih ibu
Darah
Tepian plasenta

2.6 Prognosis
Prognosis ibu tergantung luasnya plasenta yang terlepas dari dinding uterus, banyaknya
perdarahan, ada atau tidak hipertensi menahun atau preeklamsia, tersembunyi tidaknya
perdarahan, dan selisih waktu terjadinya solusio plasenta sampai selesainya persalinan.
Angka kematian ibu pada kasus solusio plasenta berat berkisar antara 0,5-5%. Sebagian
besar kematian tersebut disebabkan oleh perdarahan, gagal jantung dan gagal ginjal.
Hampir 100% janin pada kasus solusio plasenta berat mengalami kematian. Tetapi ada
literatur yang menyebutkan angka kematian pada kasus berat berkisar antara 50-80%.
Pada kasus solusio plasenta ringan sampai sedang, keadaan janin tergantung pada
luasnya plasenta yang lepas dari dinding uterus, lamanya solusio plasenta berlangsung
dan usia kehamilan. Perdarahan lebih dari 2000 ml biasanya menyebabkan kematian
janin. Pada kasus-kasus tertentu tindakan seksio sesaria dapat mengurangi angka
kematian janin.
2.7 Komplikasi
Komplikasi solusio plasenta pada ibu dan janin tergantung dari luasnya plasenta yang
terlepas, usia kehamilan dan lamanya solusio plasenta berlangsung.
Komplikasi yang dapat terjadi pada Ibu:
1. Syok perdarahan
Pendarahan antepartum dan intrapartum pada solusio plasenta hampir tidak dapat
dicegah, kecuali dengan menyelesaikan persalinan segera. Bila persalinan telah

16

diselesaikan, penderita belum bebas dari perdarahan postpartum karena kontraksi uterus
yang tidak kuat untuk menghentikan perdarahan pada kala III persalinan dan adanya
kelainan pada pembekuan darah. Pada solusio plasenta berat keadaan syok sering tidak
sesuai dengan jumlah perdarahan yang terlihat.
Titik akhir dari hipotensi yang persisten adalah asfiksia, karena itu pengobatan segera
ialah pemulihan defisit volume intravaskuler secepat mungkin. Angka kesakitan dan
kematian ibu tertinggi terjadi pada solusio plasenta berat. Meskipun kematian dapat
terjadi akibat nekrosis hipofifis dan gagal ginjal, tapi mayoritas kematian disebabkan
syok perdarahan dan penimbunan cairan yang berlebihan. Tekanan darah tidak
merupakan petunjuk banyaknya perdarahan, karena vasospasme akibat perdarahan akan
meninggikan tekanan darah. Pemberian terapi cairan bertujuan mengembalikan stabilitas
hemodinamik dan mengkoreksi keadaan koagulopathi. Untuk tujuan ini pemberian darah
segar adalah pilihan yang ideal, karena pemberian darah segar selain dapat memberikan
sel darah merah juga dilengkapi oleh platelet dan faktor pembekuan.
2. Gagal ginjal
Gagal ginjal merupakan komplikasi yang sering terjadi pada penderita solusio plasenta,
pada dasarnya disebabkan oleh keadaan hipovolemia karena perdarahan yang terjadi.
Biasanya terjadi nekrosis tubuli ginjal yang mendadak, yang umumnya masih dapat
ditolong dengan penanganan yang baik. Perfusi ginjal akan terganggu karena syok dan
pembekuan intravaskuler. Oliguri dan proteinuri akan terjadi akibat nekrosis tubuli atau
nekrosis korteks ginjal mendadak. Oleh karena itu oliguria hanya dapat diketahui dengan
pengukuran pengeluaran urin yang harus secara rutin dilakukan pada solusio plasenta
berat. Pencegahan gagal ginjal meliputi penggantian darah yang hilang secukupnya,
pemberantasan infeksi, atasi hipovolemia, secepat mungkin menyelesaikan persalinan
dan mengatasi kelainan pembekuan darah.
3. Kelainan pembekuan darah
Kelainan pembekuan darah pada solusio plasenta biasanya disebabkan oleh
hipofibrinogenemia. Dari penelitian yang dilakukan oleh Wirjohadiwardojo di
RSUPNCM dilaporkan kelainan pembekuan darah terjadi pada 46% dari 134 kasus
solusio plasenta yang ditelitinya.
Kadar fibrinogen plasma normal pada wanita hamil cukup bulan ialah 450 mg%, berkisar
antara 300-700 mg%. Apabila kadar fibrinogen plasma kurang dari 100 mg% maka akan
terjadi gangguan pembekuan darah.
Mekanisme gangguan pembekuan darah terjadi melalui dua fase :
a. Fase I
Pada pembuluh darah terminal (arteriole, kapiler, venule) terjadi pembekuan darah,
disebut disseminated intravasculer clotting. Akibatnya ialah peredaran darah kapiler
(mikrosirkulasi) terganggu. Jadi pada fase I, turunnya kadar fibrinogen disebabkan

17

karena pemakaian zat tersebut, maka fase I disebut juga coagulopathi consumptive.
Diduga bahwa hematom subkhorionik mengeluarkan tromboplastin yang menyebabkan
pembekuan intravaskuler tersebut. Akibat gangguan mikrosirkulasi dapat mengakibatkan
syok, kerusakan jaringan pada alat-alat yang penting karena hipoksia dan kerusakan
ginjal yang dapat menyebabkan oliguria/anuria.
b. Fase II
Fase ini sebetulnya fase regulasi reparatif, yaitu usaha tubuh untuk membuka kembali
peredaran darah kapiler yang tersumbat. Usaha ini dilaksanakan dengan fibrinolisis.
Fibrinolisis yang berlebihan malah berakibat lebih menurunkan lagi kadar fibrinogen
sehingga terjadi perdarahan patologis. Kecurigaan akan adanya kelainan pembekuan
darah harus dibuktikan dengan pemeriksaan laboratorium, namun di klinik pengamatan
pembekuan darah merupakan cara pemeriksaan yang terbaik karena pemeriksaan
laboratorium lainnya memerlukan waktu terlalu lama, sehingga hasilnya tidak
mencerminkan keadaan penderita saat itu.
4. Apoplexi uteroplacenta (Uterus couvelaire)
Pada solusio plasenta yang berat terjadi perdarahan dalam otot-otot rahim dan di bawah
perimetrium kadang-kadang juga dalam ligamentum latum. Perdarahan ini menyebabkan
gangguan kontraktilitas uterus dan warna uterus berubah menjadi biru atau ungu yang
biasa disebut Uterus couvelaire. Tapi apakah uterus ini harus diangkat atau tidak,
tergantung pada kesanggupannya dalam membantu menghentikan perdarahan.
Komplikasi yang dapat terjadi pada janin :
1. Fetal distress
2. Gangguan pertumbuhan/perkembangan
3. Hipoksia dan anemia
4. Kematian
3. Memahami dan Menjelaskan Plasenta Previa
Definisi
Plasenta previa adalah plasenta berimplantasi pada segmen bawah uteri sehingga menutupi
sebagian hingga seluruh ostium uteri internum.

Klasifikasi

Totalis atau komplit (menutupi ostium uteri internum)

Parsialis (menutupi sebagian ostium uteri internum)

18

Marginalis (tepi plasenta berada di pinggir ostium uteri internum)

Letak rendah (berada di segmen bawah rahim dimana tepi bawah pada jarak 2 cm dari
ostium uteri internum)

Ada juga yang membaginya berdasarkan Grade 1-4 atau minor (grade 1-2)/ major (grade 3-4)

Grade 1 : tepi plasenta berada di segmen bawah namun tidak mencapai ostium
internum

Grade 2 : tepi plasenta mencapai ostium internum namun tidak menutupinya

Grade 3 : plasenta menutupi ostium internum, asimetris

Grade 4 : plasenta menutupi ostium internum, letaknya di sentral

Etiologi
Riwayat operasi uterus sebelumnya (miomektomi); kuretase ; abortus 2x ;
kehamilan usia tua 40 tahun, memiliki resiko tinggi
Diagnosis

Perdarahan warna merah segar, tanpa rasa nyeri

Awalnya, sedikit lalu berhenti sendiri. Kemudian, akan berulang tanpa sebab yang
jelas dan lebih banyak. Biasanya di mulai pada trisemester 2

Pada kehamilan lanjut, bagian bawah janin tidak masuk pintu atas panggul

Umumnya, kondisi janin baik hingga terjadi perdarahan agak banyak

Plasenta previa sulit di diagnosis hingga sekitar minggu 28 yang mana segmen bawah
mulai terbentuk. Untuk membantu menegakan diagnosis di butuhkan pemeriksaan USG.
Tatalaksana
Setiap waita hamil yang mengalami perdarahan dalam trisemester kedua atau ketiga
harus di rawat dalam rumah sakit. Jika kemudian perdarahan tidak banyak dan berhenti serta
janin dalam keadaan sehat dan masih premature di bolehkan pulang dilanjutkan dengan rawat
jalan. Jika terjadi solusio plasenta dan datang dengan tanda his maka dipertimbangkan
pemberian sulfas magnesikus untuk menekan his sementara sembari memberi steroid untuk
mempercepat pematangan paru janin.
Perdarahan dalam trisemester ketiga perlu pengawasan lebih ketat dengan istirahatt
baring yang lebih lama dalam rumah sakit sampai melahirkan. Jika pada waktu perdarahan
yang banyak perlu dilakukan terminasi jika janin sudah viable.
Prognosis

19

Prognosis ibu dan janin pada plasenta previa dewasa ini lebih baik karena diagnosis yang
lebih dini dan ketersedian transfuse darah dan cairan infus di hampir semua rumah sakit
kabupaten.
4. Memahami dan Menjelaskan Ruptura Uteri
Definisi
Ruptura uteri komplit ialah keadaan robekan pada rahim dimana telah terjadi hubunga
langsung antara rongga amnion dan rongga peritoneum
Pada rupture uteri inkomplit kedua rongga tersebut masih di batasi oleh peritoneum viserale.
Klasifikasi
Klasifikasi menurut sebabnya di bagi sebagai berikut;

Kerusakan atau anomaly uterus yang telah ada sebelum hamil:


-

Pembedahan pada myometrium

Trauma uterus koinsidental

Kelainan bawaan: kehamilan dalam bagian rahim yang tidak berkembang

Kerusakan atau anomaly uterus yang terjadi selama kehamilan:


-

Sebelum kelahiran anak : his spontan yang kuat dan terus menerus, pemakaian
oksitosin dan prostaglandain untuk merangsang persalinan

Dalam periode intrapartum : ekstraksi bokong, anomaly janin yang


menyebabkan distensi berlebihan pada segmen bawah rahim

Cacat rahim yang di dapat: plasenta inkreta dan akreta

Diagnosis
Gambaran klinis rupture uteri sangat khas seperti keadaan ibu gelisah karena nyeri abdomen
atau his kuat yang berkelanjutan disertai tanda-tanda gawat janin.
Penanganan
Tindakan terpilih hanyalah histerektomi dan resusitasi serta antibiotika yang sesuai.
Diperlukan infus cairan kristaloid dan transfuse darah yang banyak, tindakan antisyok, serta
pemberian antibiotic spectrum luas.
Komplikasi
Syok hipovolemik karena perdarahan yang hebat dan sepsis akibat infeksi.

20

DAFTAR PUSTAKA

Corwin & Elizabeth, J 2009, Buku saku patofisiologi, edk 3, Nike Budhi, EGC,
Jakarta.
DeCherney, AH & Pernoll, ML 2009, Obstetric & Gynecologic Diagnosis &
Treatment, 10th edn, McGraw-Hill, New York.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/25583/4/Chapter%20II.pdf
Jim Belinda, et al. Hypertension in Pregnancy A Comprehensive Update.
Cardiology in Review. Volume 18. Number 4.
Manuaba, IBG, Manuaba, IAC & Manuaba, IBGF 2007, Pengantar kuliah obstetri,
EGC, Jakarta.
Manurung, RT & Wiknjosastro 2007, Mortalitas maternal pada preeklampsia berat
dan eklampsia di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Cipto Mangunkusumo tahun 2003
2005 dan faktor-faktor yang mempengaruhinya, Indonesian Journal of
Obstetrics and Gynecology, vol. 31, no. 1, hh. 33 - 41.
Maulidya., Rahardjo E.2002.Sindrom HELLP, Preeklampsia dan Perdarahan
Otak. Majalah kedokteran terapi intensif vol 2 no 1. Hal :45.
Norwitz, Errol. 2007. At a Glance Obstetri dan Ginekologi. Jakarta: Erlangga.
Hlm: 88-89.
Obstetri William : panduan ringkas / Kenneth J. Lereno, Egi Komara Yudha, Nike
Budhi Subekti, Jakarta EGC 2009.
Prawirodihardjo, S . 2014. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka.
Saifuddin, A B. 2014. Ilmu Kebidanan Sarwono Prawihardjo Ed 4. Jakarta : PT
Bina Pustaka.

21

Anda mungkin juga menyukai