Anda di halaman 1dari 19

A.

Definisi
1. Sectio Caesarea
Sectio caesarea adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka
dinding perut dan dinding uterus. Sectio caesarea adalah suatu cara melahirkan janin
dengan membuat sayatan pada dinding uterus melalui depan perut atau vagina. Atau
disebut juga histerotomia untuk melahirkan janin dari dalam Rahim (Sarwono, 2005).
2. Hipertensi Kronis

Hipertensi pada kehamilan merupakan penyakit tidak menular penyebab kematian


maternal. Penyakit tidak menular (PTM) merupakan penyakit kronis yang tidak
ditularkan dari orang ke orang. PTM diantaranya adalah hipertensi, diabetes, penyakit
jantung, stroke, kanker, dan penyakit paru obstruktif kronis (PPOK). PTM merupakan
penyebab kematian hampir 70% di dunia. Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) tahun 2007 dan 2013, tampak kecenderungan peningkatan prevalensi
PTM seperti hipertensi, diabetes, stroke, dan penyakit sendi/rematik/encok.
Fenomena ini diprediksi akan terus berlanjut (Kemenkes RI, 2018).

Hipertensi pada kehamilan sering terjadi dan merupakan penyebab utama


kematian ibu melahirkan, serta memiliki efek serius lainnya saat melahirkan.
Hipertensi pada kehamilan terjadi pada 5% dari semua kehamilan. Di Amerika
Serikat angka kejadian kehamilan dengan hipertensi mencapai 6-10 %, dimana
terdapat 4 juta wanita hamil dan diperkirakan 240.000 disertai hipertensi setiap tahun.
Hipertensi merupakan faktor risiko stroke dan insidennya meningkat pada kehamilan
dimana 15% kematian ibu hamil di Amerika disebabkan oleh pendarahan
intraserebral (Malha et al., 2018).

Hipertensi kronis pada kehamilan apabila tekanan darahnya ≥140/90 mmHg,


terjadi sebelum kehamilan atau ditemukan sebelum 20 minggu kehamilan. Seringkali
merupakan hipertensi esensial / primer, dan didapatkan pada 3,6-9% kehamilan
Hipertensi kronis pada kehamilan adalah hipertensi (≥ 140/90 mmHg) yang telah ada
sebelum kehamilan. Dapat juga didiagnosis sebelum minggu ke-20 kehamilan.
Ataupun yang terdiagnosis untuk pertama kalinya selama kehamilan dan berlanjut ke
periode post-partum (Malha et al., 2018). .
Peningkatan tekanan darah pada hipertensi kronis terjadi sebelum minggu ke-20
kehamilan, dapat bertahan lama sampai lebih dari 12 minggu pasca persalinan
(Leeman et al., 2016).

B. Etiologi
faktor dari ibu dilakukannya sectio caesarea adalah plasenta previa , panggul
sempit, partus lama, distosia serviks, pre eklamsi dan hipertensi. Sedangkan faktor dari
janin adalah letak lintang dan letak bokong. indikasi ibu dilakukan sectio caesarea adalah
ruptur uteri iminen, perdarahan antepartum, ketuban pecah dini. Sedangkan indikasi dari
janin adalah fetal distres dan janin besar melebihi 4.000 gram.
Dari beberapa factor sectio caesarea diatas dapat diuraikan beberapa penyebab
sectio caesarea sebagai berikut :
1. CPD (Chepalo Pelvik Disproportion)
2. KPD (Ketuban Pecah Dini)
3. Janin Besar (Makrosomia)
4. Kelainan Letak Janin
5. Bayi kembar
6. Faktor hambatan jalan lahir
7. PEB (Pre-Eklamsi Berat)
Pre-eklamsi dan eklamsi merupakan kesatuan penyakit yang langsung disebabkan
oleh kehamilan, sebab terjadinya masih belum jelas. Setelah perdarahan dan infeksi, pre-
eklamsi dan eklamsi merupakan penyebab kematian maternal dan perinatal paling
penting dalam ilmu kebidanan. Karena itu diagnosa dini amatlah penting, yaitu mampu
mengenali dan mengobati agar tidak berlanjut menjadi eklamsi.
Pre-eklamsi ialah penyakit dengan tanda-tanda hipertensi, edema, dan proteinuria
yang timbul karena kehamilan. Penyakit ini umumnya terjadi pada trimester III
kehamilan, tetapi dapat terjadi sebelumnya, misalnya pada mola hidatidosa. Hipertensi
biasanya timbul lebih dahulu dari pada tanda-tanda lain. Untuk menegakkan diagnosis
pre-eklamsi, kenaikan tekanan sistolik harus 30 mmHg atau lebih diatas tekanan yang
biasanya ditemukan, atau mencapai 140 mmHg atau lebih. Kenaikan tekanan diastolik
sebenarnya lebih dapat dipercaya. Apabila tekanan diastolik naik dengan 15 mmHg atau
lebih, atau menjadi 100 mmHg atau lebih, maka diagnosis hipertensi dapat dibuat.
Penentuan tekanan darah dilakukan minimal 2 kali dengan jarak waktu 6 jam pada
kedaan istirahat.
Prawirohardjo (2013), menjelaskan penyebab hipertensi dalam kehamilan belum
diketahui secara jelas. Namun ada beberapa faktor risiko yang menyebabkan terjadinya
hipertensi dan dikelompokkan dalam faktor risiko.

Beberapa faktor risiko sebagai berikut :

1. Primigravida, primipaternitas
2. Hiperplasentosis, misalnya : mola hidatidosa, kehamilan multipel, diabetes
melitus, hidrops fetalis, bayi besar.
3. Umur
4. riwayat keluarga pernah pre eklampsia/ eklampsia
5. penyakit- penyakit ginjal dan hipertensi yang sudah ada sebelum hamil
6. obesitas
C. Pathofisiologi
Adanya beberapa kelainan/hambatan pada proses persalinan yang menyebabkan
bayi tidak dapat lahir secara normal / spontan, misalnya plasenta previa sentralis dan
lateralis, panggul sempit, disproporsi cephalo pelvic, rupture uteri mengancam, partus
lama, partus tidak maju, pre-eklamsia, distosia serviks, dan malpresentasi janin. Kondisi
tersebut menyebabkan perlu adanya suatu tindakan pembedahan yaitu Sectio Caesarea
(SC).
Dalam proses operasinya dilakukan tindakan anestesi yang akan menyebabkan
pasien mengalami imobilisasi sehingga akan menimbulkan masalah intoleransi aktivitas.
Adanya kelumpuhan sementara dan kelemahan fisik akan menyebabkan pasien tidak
mampu melakukan aktivitas perawatan diri pasien secara mandiri sehingga timbul
masalah defisit perawatan diri.
Penyebab hipertensi dalam kehamilan hingga kini belum diketahui dengan jelas.
Banyak teori telah dikemukakan tentang terjadinya hipertensi dalam kehamilan,
diantaranya adalah :
1. teori kelainan vaskularisasi plasenta

kehamilan normal, rahim dan plasenta mendapat aliran darah dari cabang-
cabang arteri uterina dan arteri ovarika. Kedua pembuluh darah tersebut
menembus miometrium berupa uteri arkuarta dan memberi cabang arteri
radialis. Arteri radialis menembus endometrium menjadi arteri basalis dan
artrei basalis memberi cabang arteri spiralis.

Kehamilan normal akan terjadi invasi trofoblas ke dalam lapisan otot arteri
spiralis yang menimbulkan degenerasi lapisan otot tersebut sehingga terjadi
dilatasi arteri spiralis. Invasi trofoblas juga memasuki jaringan sekitar arteri
spiralis, sehingga jaringan matriks menjadi gembur dan memudahkan arteri
spiralis mengalami distensi dan dilatasi. Keadaan ini akan memberi dampak
penurunan tekanan darah, penurunan resistensi vaskular, dan peningkatan
tekanan darah pada daerah utero plasenta. Akibatnya aliran darah ke janin
cukup banyak dan perfusi jaringan juga meningkat, sehingga dapat menjamin
pertumbuhan janin dengan baik. Proses ini sering dinamakan dengan
remodeling arteri spiralis.
Sebaliknya pada hipertensi dalam kehamilan tidak terjadi invasi sel- sel
trofoblas pada lapisan otot arteri spiralis dan jaringan matriks sekitarrya.
Lapisan otot arteri spiralis menjadi tetap kaku dan keras sehingga lumen arteri
spiralis tidak memungkinkan mengalami distensi dan vasodilatasi. Akibatnya
arteri spiralis relatif mengalami vasokonstriksi dan terjadi kegagalan
remodeling arteri spiralis. Sehingga aliran darah uteroplasenta menurun, dan
terjadi hipoksia dan iskemia plasenta.
2. Teori iskemia plasenta, radikal bebas, dan disfungsi endotel

Plasenta yang mengalami iskemia dan hipoksia akan menghasilkan oksidan


yang disebut juga radikal bebas. Iskemia plasenta tersebut akan
menghasilkan oksidan penting, salah satunya adalah radikal hidroksil yang
sangat toksis, khususnya terhadap membran sel endotel pembuluh darah.
Radikal hidroksil tersebut akan merusak membran sel yang mengandung
banyak asam lemak tidak jenuh menjadi peroksida lemak. Peroksida lemak
tersebut selain akan merusak membran sel, juga akan merusak nukleus, dan
protein sel endotel.

Peroksida lemak sebagai oksidan akan beredar diseluruh tubuh dalam aliran
darah dan akan merusak membran sel endotel. Akibat sel endotel terpapar
terhadap peroksida lemak, maka terjadi kerusakan sel endotel, yang
kerusakannya dimulai dari membran sel endotel.
3. Teori intoleransi imunologik antara ibu dan janin

HLA-G (human leukocyte antigen protein G) merupakan prakondisi untuk


terjadinya invasi trofoblas kedalam jaringan desidua ibu, disamping untuk
menghadapi sel natular killer. HLA-G tersebut akan mengalami penurunan
jika terjadi hipertensi dalam kehamilan. Hal ini menyebabkan invasi desidua
ke trofoblas terhambat. Awal trimester kedua kehamilan perempuan yang
mempunyai kecendrungan terjadi pre-eklampsia, ternyata mempunyai
proporsi helper sel yang lebih rendah bila dibanding pada normotensif.
4. Teori adaptasi kardiovaskuler
Daya refrakter terhadap bahan konstriktor akanhilangjika terjadi hipertensi dalam
kehamilan, dan ternyata terjadi peningkatan kepekaan terhadap bahan-bahan
vasopresor. Artinya daya refrakter pembuluh darah terhadap bahan vasopresor
hilang hingga pembuluh darah menjadi sangat peka terhadap bahan vasopresor.

5. Teori Genetik

Genotip ibu lebih menentukan terjadinya hipertensi dalam kehamilan secara


familial jika dibandingkan dengan genotipe janin. Telah terbukti bahwa
pada ibu yang mengalami pre-eklampsia, 2,6% anak perempuannya akan
mengalami preeklampsia pula, sedangkan hanya 8% anak menantu
mengalami preeklampsia.
6. Teori defisiensi gizi
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kekurangan defisiensi gizi berperan
dalam terjadinya hipertensi dalam kehamilan. Misalnya seorang ibu yang
kurang mengkonsumsi minyak ikan, protein dan lain-lain
7. Teori stimulus inflamasi
Teori ini berdasarkan fakta bahwa lepasnya debris trofoblas di dalam
sirkulasi darah merupakan rangsangan utama terjadinya proses inflamasi.
Plasenta juga akan melepaskan debris trofoblas dalam kehamilan normal.
Sebagai sisa-sisa proses apoptosis dan nekrotik trofoblas, akibar reaksi steress
oksidatif.
Berdasarkan teori diatas menjelaskan patofisiologi hipertensi dalam
kehamilan terjadi karena adanya vasokonstriksi arteriol, vasospasme sistemik, dan
kerusakan pembuluh darah merupakan karakteristik terjadinya hipertensi dalam
kehamilan. Sirkulasi arteri terganggu karena adanya segmen yang menyempit dan
melebar yang berselang-seling. Kerja vasospastik tersebut merusak pembuluh
darah akibat adanya penurunan suplai darah dan penyempitan pembuluh darah di
area tempat terjadinya pelebaran. Apabila terjadi kerusakan pada endotelium
pembuluh darah, trombosit, fibrinogen, dan hasil darah lainnya akan dilepaskan ke
dalam interendotelium. Kerusakan pembuluh darah akan mengakibatkan
peningkatan permeabilitas albumin, dan akan mengakibatkan perpindahan cairan
dari ruang intravaskuler ke ruang ekstravaskuler yang terlihat secara klinis sebagai
edema.
D. Pathway

Hipertensi
Kronis

Sectio Caesarea

Post Operasi SC

Luka post Nifas


Post Ansestasi operasi
Spinal
Nifas
Uterus
Jaringan Jaringan
Penurunan kerja terputus terbuka Uterus
Kontraksi
pons uterus
Merangsang Proteksi Kontraksi
area sensorik kurang uterus
motorik Tidak adekuat
Penurunan kerja
otot eliminasi Tidak adekuat
Invasi bakteri
Nyeri Atonia uretri

Penurunan Atonia uretri


peristaltic usus Resiko Infeksi
Perdarahan

Perdarahan
Hb
Konstipasi
Hb
Kekurangan
O2

Kelemahan

Defisit
perawatan diri
E. Manifestasi Klinis

Gejala yang timbul akan beragam, sesuai dengan tingkat PIH dan organ
yang dipengaruhi.
1) Spasme pembuluh darah ibu serta sirkulasi dan nutrisi yang buruk dapat
mengakibatkan kelahiran dengan berat badan dan kelahiran prematur.
2) Mengalami hipertensi diberbagai level.

3) Protein dalam urin berkisar dari +1 hingga +4.

4) Gejala neurologi seperti pandangan kabur, sakit kepala dan hiper refleksia
mungkin akan terjadi.
5) Berpotensi gagal hati.

6) kemungkinan akan mengalami nyeri di kuadran kanan atas.

7) meningkatnya enzim hati.

8) jumlah trombosit menurun


F. Pemeriksaan diagnostic

1. Uji urin kemungkinan menunjukkan proteinuria

2. Pengumpulan urin selama 24 jam untuk pembersihan kreatinin dan protein.


3. Fungsi hati : meningkatnya enzim hati (meningkatnya alamine
aminotransferase atau meningkatnya aspartate ).
4. Fungsi ginjal: profil kimia akan menunjukkan kreatinin dan elektrolit
abnormal, karena gangguan fungsi ginjal.
5. Tes non tekanan dengan profil biofisik.

6. USG seri dan tes tekanan kontraksi untuk menentukan status janin

7. Evaluasi aliran doppler darah untuk menentukan status janin dan ibu.
G. Penatalaksanaan
1. Penatalaksaan Medis Post SC
a. Pemberian Cairan
Karena 24 jam pertama penderita puasa pasca operasi, maka pemberian
cairan perintavena harus cukup banyak dan mengandung elektrolit agar tidak
terjadi hipotermi, dehidrasi, atau komplikasi pada organ tubuh lainnya. Cairan
yang biasa diberikan biasanya DS 10%, garam fisiologi dan RL secara bergantian
dan jumlah tetesan tergantung kebutuhan. Bila kadar Hb rendah diberikan
transfusi darah sesuai kebutuhan.
b. Diet
Pemberian cairan perinfus biasanya dihentikan setelah penderita flatus lalu
dimulailah pemberian minuman dan makanan peroral. Pemberian minuman
dengan jumlah yang sedikit sudah boleh dilakukan pada 6 - 10 jam pasca operasi,
berupa air putih dan air teh.
c. Mobilisasi
Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi:
1) Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6 - 10 jam setelah operasi
2) Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur telentang sedini
mungkin setelah sadar
3) Hari kedua post operasi, penderita dapat didudukkan selama 5 menit dan
diminta untuk bernafas dalam lalu menghembuskannya.
4) Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi posisi setengah duduk
(semifowler)
5) Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, pasien dianjurkan belajar
duduk selama sehari, belajar berjalan, dan kemudian berjalan sendiri pada hari
ke-3 sampai hari ke5 pasca operasi.
d. Kateterisasi
Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak enak pada
penderita, menghalangi involusi uterus dan menyebabkan perdarahan. Kateter
biasanya terpasang 24 - 48 jam / lebih lama lagi tergantung jenis operasi dan
keadaan penderita.

e. Pemberian obat-obatan
1) Antibiotik
Cara pemilihan dan pemberian antibiotic sangat berbeda-beda setiap institusi
2) Analgetik dan obat untuk memperlancar kerja saluran pencernaan
a) Supositoria = ketopropen sup 2x/24 jam
b) Oral = tramadol tiap 6 jam atau paracetamol
c) Injeksi = penitidine 90-75 mg diberikan setiap 6 jam bila perlu
3) Obat-obatan lain
Untuk meningkatkan vitalitas dan keadaan umum penderita dapat diberikan
caboransia seperti neurobian I vit. C

4) Perawatan luka
Kondisi balutan luka dilihat pada 1 hari post operasi, bila basah dan berdarah
harus dibuka dan diganti

5) Perawatan rutin
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan adalah suhu, tekanan
darah, nadi,dan pernafasan.

2. Penatalaksanaan Medis Hipertensi Kronis

Pengobatan untuk hipertensi kronis adalah di rumah sakit untuk evaluasi


menyeluruh, pemeriksaan laboratorium lengkap serta kultur, pemeriksaan
kardiovaskuler pulmonal (foto thorax, EKG, fungsi paru).

Penatalaksanaan terhadap hipertensi dalam kehamilan tersebut juga


dijelaskan oleh Purwaningsih dan Fatmawati (2010) dan Prawirohardjo
(2013), beberapa penatalaksanaan hipertensi dalam kehamilan diantaranya :
a. Anjurkan melakukan latihan isotonik dengan cukup istirahat dan tirah
baring.

b. Hindari kafein, merkok, dan alkohol.

c. Diet makanan yang sehat dan seimbang, yaitu dengan mengkonsumsi


makanan yang mengandung cukup protein, rendah karbohidrat, garam
secukupnya, dan rendah lemak.
d. Menganjurkan agar ibu melakukan pemeriksaan secara teratur, yaitu
minimal 4 kali selama masa kehamilan. Tetapi pada ibu hamil dengan
hipertensi dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan kehamilan yang
lebih sering, terutama selama trimester ketiga, yaitu harus dilakukan
pemeriksaan setiap 2 minggu selama 2 bulan pertama trimester ketiga,
dan kemudian menjadi sekali seminggu pada bulan terakhir kehamilan.
e. Lakukan pengawasan terhadap kehidupan dan pertumbuhan janin dengan
USG.
f. Pembatasan aktivitas fisik.
g. Penggunaan obat- obatan anti hipertensi dalam kehamilan tidak diharuskan,
karena obat anti hipertensi yang biasa digunakan dapat menurunkan perfusi
plasenta dan memiliki efek yang merugikan bagi janin. Tetapi pada hipertensi
berat, obat-obatan diberikan sebagai tindakan sementara. Terapi anti hipertensi
dengan agen farmakologi memiliki tujuan untuk mengurangi tekanan darah
perifer, mengurangi beban kerja ventrikel kiri, meningkatkan aliran darah ke
uterus dan sisitem ginjal serta mengurangi resiko cedera serebrovaskular

H. Konsep Asuhan Keperawatan pada Kasus Hipertensi dalam Kehamilan


1. Identitas
Identitas umum ibu, seperti : nama, tempat tanggal lahir/umur, pendidikan, suku
bangsa, pekerjaan, agama dan alamat rumah
2. Data riwayat kesehatan
a. Riwayat kesehatan sekarang
Biasanya ibu akan mengalami: sakit kepala di daerah frontal, terasa sakit di ulu
hati/ nyeri epigastrium, bisa terjadi gangguan visus, mual dan muntah, tidak nafsu
makan, bisa terjadi gangguan serebral, bisa terjadi edema pada wajah dan
ekstermitas, tengkuk terasa berat, dan terjadi kenaikan berat badan 1 kg/ minggu
b. Riwayat kesehatan dahulu
Biasanya akan ditemukan riwayat: kemungkinan ibu menderita penyakit
hipertensi pada kehamilan sebelumnya, kemungkinan ibu mempunyai riwayat
preeklampsia dan eklampsia pada kehamilan terdahulu, biasanya mudah terjadi
pada ibu dengan obesitas, ibu mungkin pernah menderita gagal ginjal kronis.

c. Riwayat perkawinan
Biasanya terjadi pada wanita yang menikah di bawah usia 20 tahun atau di atas
35 tahun.

d. Riwayat Obstetri
Biasanya hipertensi dalam kehamilan paling sering terjadi pada ibu hamil
primigravida, kehamilan ganda, hidramnion, dan molahidatidosa dan semakin
semakin tuanya usia kehamilan
3. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum
Biasanya ibu hamil dengan hipertensi akan mengalami kelemahan.
b. TD
Pada ibu hamil dengan hipertensi akan ditemukan tekanan darah darah sistol
diatas 140 mmHg dan diastol diatas 90 mmHg.
c. Nadi
Biasanya pada ibu hamil dengan hipertensi akan ditemukan denyut nadi yang
meningkat, bahkan pada ibu yang mengalami eklampsia akan ditemukan nadi
yang semakin cepat
d. Nafas
Biasanya pada ibu hamil dengan hipertensi akan ditemuksn nafas pendek, dan
pada ibu yang mengalami eklampsia akan terdengar bunyi nafas yang berisik dan
ngorok.
e. Suhu
Ibu hamil yang mengalami hipertensi dalam kehamilan biasanya tidak ada
gangguan pada suhunya, tetapi jika ibu hamil tersebut mengalami eklampsia maka
akan terjadi peningkatan suhu
f. BB
Biasanya akan terjadi peningkatan berat badan lebih dari 0,5 kg/minggu, dan pada
ibu hamil yang mengalami preeklampsia akan terjadi peningkatan BB lebih dari 1
kg/minggu atau sebanyak 3 kg dalam 1 bulan
g. Kepala
Biasanya ibu hamil akan ditemukan kepala yang berketombe dan kurang bersih
dan pada ibu hamil dengan hipertensi akan mengalami sakit kepala.
h. Wajah
Biasanya pada ibu hamil yang mengalami preklampsia/eklampsia wajah tampak
edema.
i. Mata
Biasanya ibu hamil dengan hipertensi akan ditemukan konjungtivasub anemis,
dan bisa juga ditemukan edema pada palvebra. Pada ibu hamil yang mengalami
preeklampsia atau eklampsia biasanya akan terjadi gangguan penglihat yaitu
penglihatan kabur.
j. Hidung
Biasanya pada ibu hamil tidak ditemukan gangguan
k. Bibir
Biasanya akan ditemukan mukosa bibir lembab
l. Mulut
Biasanya terjadi pembengkakan vaskuler pada gusi, menyebabkan kondisi gusi
menjadi hiperemik dan lunak, sehingga gusi bisa mengalami pembengkakan dan
perdarahan
m. Leher
Biasanya akan ditemukan pembesaran pada kelenjer tiroid
n. Thorax
1) Paru-paru
Biasanya akan terjadi peningkatan respirasi, edema paru dan napas pendek
2) Jnatung
Pada ibu hamil biasanya akan terjadi palpitasi jantung, pada ibu yang
mengalami hipertensi dalam kehamilan,khususnya pada ibu yang mengalami
preeklampsia beratakan terjadi dekompensasi jantung.
o. Payudara
Biasanya akan ditemukan payudara membesar, lebih padat dan lebih keras, puting
menonjol dan areola menghitam dan membesar dari 3 cm menjadi 5 cm sampai 6
cm, permukaan pembuluh darah menjadi lebih terlihat
p. Abdomen
Pada ibu hamil akan ditemukan umbilikus menonjol keluar, danmembentuk suatu
area berwarna gelap di dimding abdomen, serta akanditemukan linea alba dan
linea nigra. Pada ibu hamil dengan hipertensibiasanya akan ditemukan nyeri pada
daerah epigastrum, dan akanterjadi anoreksia, mual dan muntah
q. Pemeriksaan janin
Biasanya ibu hamil dengan hipertensi bisa terjadi bunnyi jantung janin yang tidak
teratur dan gerakan janin yang melemah
r. Ekstremitas
Pada ibu yang mengalami hipertensi dalam kehamilan bisa ditemukan edema pada
kaki dan tangan juga pada jari-jari
s. Sistem Persyarafan
Biasanya ibu hamil dengan hipertensi bisa ditemukan hiper refleksia, klonus pada
kaki
t. Genitourinaria
Biasanya ibu hamil dengan hipertensi akan didapatkan oliguria dan proteinuria,
yaitu pada ibu hami dengan preeklampsia
4. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
1) Pemeriksaan darah lengkap dengan hapusan darah

 Penurunan hemoglobin (nilai rujukan atau kadar normal untuk


wanita hamil adalah 12-14 gr%)
 Hematokrit meningkat (nilai rujukan 37-43 vol%)

 Trombosit menurun (nilai rujukan 150-450 ribu/mm3


2) Urinalisis
Untuk menentukan apakah ibu hamil dengan hipertensi tersebut mengalami
proteinuria atau tidak. Biasanya pada ibu hipertensi ringan tidak ditemukan
protein dalam urin
3) Pemeriksaan fungsi hati

 Bilirubin meningkat (N=< 1 mg/ dl)

 LDH (Laktat dehidrogenase) meningkat

 Aspartat aminomtransferase (AST) > 60 ul.

 Serum glutamat pirufat transaminase (SGPT) meningkat (N: 15-45


u/ml).
 Serum glutamat oxaloacetic trasaminase (SGOT) meningkat (N: <
31 u/l).
 Total protein serum normal (N: 6,7-8,7 g/dl).

4) Tes kimia darah


Asam urat meningkat (N: 2,4-2,7 mg/ dl).
b. Radiologi
1) Ultrasonografi : bisa ditemukan retardasi pertumbuhan janin intrauterus,
pernapasan intrauterus lambat, aktivitas janin lambat, dan volume cairan
ketuban sedikit.
2) Kardiotografi : Diketahui denyut jantung janin lemah
c. Data social ekonomi
Hipertensi pada ibu hamil biasanya lebih banyak terjadi pada wanita dengan
golongan ekonomi rendah, karena mereka kurang mengonsumsi makanan yang
mengandung protein dan juga melakukan perawatan antenatal yang teratur.
d. Data Psikologi
Biasanya ibu yang mengalami hipertensi dalam kehamilan berada dalam kondisi
yang labil dan mudah marah, ibu merasa khawatir akan keadaan dirinya dan
keadaan janin dalam kandungannya, dia takut anaknya nanti lahir cacat ataupun
meninggal dunia, sehingga ia takut untuk melahirkan.
5. Diagnosa Keperawatan
1) Nyeri berhubungan dengan agen cedera biologis
2) Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan trauma jaringan
3) Defisit perawatan diri b/d kelemahan fisik akibat tindakan anestesi dan
pembedahan

I. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN


No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi
Keperawatan hasil
1 Nyeri akut Setelah diberikan 1. Lakukan pengkajian
berhubungan dengan asuhan keperawatan secara komprehensif
pelepasan mediator selama 2 x 24 jam tentang nyeri
nyeri (histamin, diharapkan nyeri klien meliputi lokasi,
prostaglandin) akibat berkurang / terkontrol karakteristik, durasi,
trauma jaringan dengan kriteria hasil : frekuensi, kualitas,
dalam pembedahan  Klien melaporkan intensitas nyeri dan
(section caesarea) nyeri berkurang / faktor presipitasi.
terkontrol 2. Observasi respon
 Wajah tidak tampak nonverbal dari
meringis ketidaknyamanan
 Klien tampak rileks, (misalnya wajah
dapat berisitirahat, meringis) terutama
dan beraktivitas ketidakmampuan
sesuai kemampuan untuk
berkomunikasi
secara efektif.
3. Kaji efek
pengalaman nyeri
terhadap kualitas
hidup (ex:
beraktivitas, tidur,
istirahat, rileks,
kognisi, perasaan,
dan hubungan
sosial)
4. Ajarkan
menggunakan teknik
nonanalgetik
(relaksasi progresif,
latihan napas dalam,
imajinasi, sentuhan
terapeutik.)
5. Kontrol faktor -
faktor lingkungan
yang yang dapat
mempengaruhi
respon pasien
terhadap
ketidaknyamanan
(ruangan, suhu,
cahaya, dan suara)
6. Kolaborasi untuk
penggunaan kontrol
analgetik, jika
perlu. 
2 Risiko tinggi Setelah diberikan 1. Tinjau ulang kondisi
terhadap infeksi asuhan keperawatan dasar / faktor risiko
berhubungan dengan selama 2x 24 jam yang ada sebelumnya.
trauma jaringan / diharapkan klien tidak Catat waktu pecah
luka bekas operasi mengalami infeksi ketuban.
(SC) dengan kriteria hasil : 2. Kaji adanya tanda
 Tidak terjadi tanda infeksi (kalor, rubor,
- tanda infeksi dolor, tumor, fungsio
(kalor, rubor, laesa)
dolor, tumor, 3. Lakukan perawatan
fungsio laesea) luka dengan teknik
 Suhu dan nadi aseptik
dalam batas 4. Inspeksi balutan
normal ( suhu = abdominal terhadap
36,5 -37,50 C, eksudat / rembesan.
frekuensi nadi = 60 Lepaskan balutan
- 100x/ menit) sesuai indikasi
WBC dalam batas 5. Anjurkan klien dan
normal (4,10-10,9 keluarga untuk
10^3 / uL)  mencuci tangan
sebelum / sesudah
menyentuh luka
6. Pantau peningkatan
suhu, nadi, dan
pemeriksaan
laboratorium jumlah
WBC / sel darah putih

3 Defisit perawatan diri Setelah diberikan 1. Monitor tingkat


b/d kelemahan fisik asuhan keperawatan kemandirian
akibat tindakan selama 2x 24 jam 2. Identifikasi kebutuhan
anestesi dan diharapkan klien tidak alat bantu kebersihan
pembedahan mengalami deficit diri
perawatan diri dengan 3. Sediakan lingkungan
kriteria hasil : yang terapeutik
 Mempertahankan 4. Siapkan keperluan
kebersihan diri pribadi
 Kemampuan 5. Damping dalam
mengenakan melakukan perawatan
pakaian diri sampaimandiri
 Kemampuan 6. Fasilitasi
ketoilet kemandirian, bantu
(BAB/BAK) jika tidak mampu
melakukan perawatan
diri
7. Jadwal rutinitas
perawat diri
8. Anjurkan perawatan
diri secara konsisten
sesuai kemampuan
DAFTAR PUSTAKA

Kristiyani, Sagung Desy. 2018. Laporan Kasus: Hipertensi dalam


Kehamilan.Http://Download.Portalgaruda.Org. Diakses tanggal 22
November 2021

Manuaba, Chandranita.dkk. 2013.Gawat Darurat Obstetri Ginekologi & Obstetri


Ginekologi Sosial Untuk Profesi Bidan . Jakarta : EGC
Mitayani.2011.Asuhan Keperawatan Maternitas.Jakarta:Salemba Medika
Moorhead, dkk. 2016. Nursing Outcomes Classification(NOC),
5thIndonesian Edition , ISBN Indonesia: CV Mocomedia and is Published by
Arrangement With Elsevier Inc
NANDA. (2015). Diagnosis Keperawatan: Defenisi dan Klasifikasi 2015- 2017.
Alih bahasa: Budi Anna Keliat, dkk. Jakarta: EGC

Setyawati dkk. 2017. Faktor Risiko Hipertensi Pada Wanita Hamil Di Indonesia
(Analisis Data Riskesdas 2013).Http://Download.Portalgaruda.Org.
Diakses tanggal 22 November 2021

Anda mungkin juga menyukai