Anda di halaman 1dari 17

SATUAN ACARA PENYULUHAN

PENGENALAN TENTANG STRATEGI PELAKSANAAN 7 DIAGNOSA


KEPERAWATAN JIWA

Disusun Oleh:

Mahasiswa Profesi Ners

(Kelompok 10, 11 & 12)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO

TAHUN 2021/2022
Pokok Bahasan : Pendidikan Kesehatan Pengenalan Tentang Strategi Pelaksaan 7
Diagnosa Keperawatan Jiwa

Topik : Pengenalan Tentang Strategi Pelaksanaan 7 Diagnosa Keperawatan Jiwa

Sasaran : Petugas Pelayanan Dinas Sosial

Tempat : Di Ruang Aula

Hari/Tanggal : Jum’at 11 Februari 2022

Waktu :

Penyuluh :

A. Tujuan
1. Tujuan Instruksional Umum (TIU)
Setelah dilakukan kegiatan penyuluhan diharapkan Bapak/Ibu petugas Pelayanan
Dinas Sosial mengetahui dan mengerti tentang tujuh diagnosa keperawatan jiwa
2. Tujuan Instruksional Khusus (TIK)
Setelah melaksanakan kegiatan penyuluhan diharapkan Bapak/Ibu petugas Pelayanan
Dinas Sosial mampu:
a. Mengetahui pengertian halusinasi, risiko bunuh diri, risiko perilaku kekerasan,
isolasi sosial, waham, harga diri rendah, defisit perawatan diri.
b. Mengetahui tanda gejala halusinasi, risiko bunuh diri, risiko perilaku kekerasan,
isolasi sosial, waham, harga diri rendah, defisit perawatan diri.
c. Mengetahui langkah- langkah halusinasi, risiko bunuh diri, risiko perilaku
kekerasan, isolasi sosial, waham, harga diri rendah, defisit perawatan diri.
B. Sub Pokok
a. Pengertian halusinasi, risiko bunuh diri, risiko perilaku kekerasan, isolasi sosial,
waham, harga diri rendah, defisit perawatan diri.
b. Tanda gejala halusinasi, risiko bunuh diri, risiko perilaku kekerasan, isolasi sosial,
waham, harga diri rendah, defisit perawatan diri.
c. Langkah- langkah halusinasi, risiko bunuh diri, risiko perilaku kekerasan, isolasi
sosial, waham, harga diri rendah, defisit perawatan diri.

C. Kegiatan penyuluhan

Tahap Waktu Kegiatan penyuluhan Media Metode


Pendahuluan 08.00- 08.15 Mempersiapkan peserta, alat dan
WIB pemateri
Pembukaan 08.15- 08.30 Pembukaan acara Lembar Ceramah
WIB - Memberi pembukaan Balik
- Memperkenalkan diri
- Menjelaskan tujuan
- Kontrak waktu
Penyajian 08.30- 09.00 - Pengertian halusinasi, Ceramah
WIB risiko bunuh diri, risiko
perilaku kekerasan, isolasi
sosial, waham, harga diri
rendah, defisit perawatan
diri.
- Tanda gejala halusinasi,
risiko bunuh diri, risiko
perilaku kekerasan, isolasi
sosial, waham, harga diri
rendah, defisit perawatan
diri.
- Langkah- langkah
halusinasi, risiko bunuh
diri, risiko perilaku
kekerasan, isolasi sosial,
waham, harga diri rendah,
defisit perawatan diri
Penutup 09.00- 09.30 - Tanya jawab Ceramah
WIB - Menyimpulkan hasil
penyuluhan
- Memberikan salam
penutup

D. Setting Tempat
Ket:
: Penyuluh
: Peserta penyuluhan

E. Media penyuluhan
1. Media
Lembar Balik, PPT
2. Sarana
Ruang Aula, mic, sound, LCD, bangku, proyektor, meja.
MATERI TENTANG TUJUH DIAGNOSA KEPERAWATAN JIWA

A. Pengertian Gangguan Jiwa


Menurut WHO (2020), gangguan jiwa adalah sekelompok gejala yang ditandai dengan
perubahan pikiran perasaan dan perilaku seseorang yang menimbulkan disfungsi dalam
menjalankan aktivitas sehari-hari.

B. Tujuh Diagnosa Keperawatan Jiwa


I. Harga Diri Rendah
a. Pengertian
Menurut Narulita (2017) Harga diri rendah adalah kondisi seseorang yang
menilai keberadaan dirinya lebih rendah dibandingkan orang lain yang berfikir hal
yang negatif pada diri sendiri, sehingga menimbulkan perasaan sebagai individu yang
gagal, tidak mampu, dan tidak berprestasi serta berperilaku menarik diri dan
menghindari interaksi dari orang lain.
b. Tanda dan Gejala
Menurut Rahmawati, (2019) tanda dan gejala pada harga diri rendah yaitu :
1. Data Subyektif
a) Mengintrospeksi diri sendiri.
b) Perasaan diri yang berlebihan.
c) Perasaan tidak mampu dalam semua hal
d) Selalu merasa bersalah
e) Sikap selalu negatif Pada diri sendiri
f) Bersikap pesimis dalam kehidupan.
g) Mengeluh sakit fisik.
h) Pandangan hidup yang terpolarisasi.
i) Menentang kemampuan diri sendiri.
j) Menjelek-jelekkan diri sendiri
k) Merasakan takut dan cemas dalam suatu keadaan.

2. Data Objectif
a) Produktivitas menjadi menurun
b) Perilaku distruktif yang terjadi pada diri sendiri.
c) Perilaku distruktif yang terjadi pada orang lain.
d) Penyalahgunaan suatu zat
e) Tindakan menarik dri dari hubungan sosial
f) Muncul tanda depresiseperti sukar tidur dan makan.
g) Muncul tanda depresi seperti sukar tidur dan makan.
h) Gampang tersinggung dan mudah marah.
c. Cara Penanganan
Sp 1 :
Mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki pasien
Membantu klien menilai kemampuan yang masih dapat digunakan
Membantu klien memilih/menetapakan kemampuan yang akan dilatih
Sp 2 :
melatih klien melakukan kegiatan lain yang sesai dengan kemampuan klien dan
menyususn rencana tindakan
Sp 1 Keluarga :
Mendiskusikan masalah yang dihadapi keluarga dalam merawat klien dirumah,
menjelaskan tentang pengertian, tanda dan gejala, mendemonstrasikan cara merawat klien
dengan harga dirirendah dan memberi kesempatan kepada keluarga untuk mempraktekan
cara merawat.
II. Isolasi Sosial
a. Pengertian

Isolasi sosial adalah suatu keadaan kesepian yang dialami oleh seseorang karena
orang lain menyatakan sikap yang negatif dan mengancam. Isolasi sosial merupakan
kondisi kesendirian yang di alami oleh individu dan diterima sebagai ketentuan orang lain
sebagai suatu keadaan yang negatif atau mengancam (Towsend, 2018). Isolasi sosial
adalah suatu keadaan dimana individu mengalami suatu kebutuhan atau mengharapakan
untuk melibatkan orang lain, akan tetapi tidak dapat membuat hubungan tersebut
(Carpenito, 2015).
Keadaan ketika individu atau kelompok mengalami atau merasakan kebutuhan
atau keinginan untuk meningkatkan keterlibatan dengan orang lain tetapi tidak mampu
untuk membuat kontak (Carpenito-Moyet, 2015). Kondisi sendirian, yang dialami
individu dan dipersepsikan disebabkan orang lain dan sebagai kondisi yang negatif dan
mengancam (Townsend, 2013).
b. Tanda dan Gejala
1. Mengeskpresikan perasaan kesepian, dan penolakan.
2. Keinginan untuk kontak lebih banyak dengan orang lain tetapi tidak mampu.
3. Melaporkan ketidaknyamanan dalam situasi sosial.
4. Menggambarkan kurang hubungan yang berarti (Carpenito-Moyet, 2015).
5. Merasakan waktu berjalan lambat
6. Ketidakmampuan untuk berkonsentrasi dan mengambil keputusan
7. Perasaan tidak berguna
8. Perasaan penolakan
9. Kurang aktivitas secara verbal maupun fisik
10. Tampak depresif, cemas atau marah
11. Kegagalan untuk berinteraksi dengan orang lain didekatnya
12. Sedih, afek dangkal
13. Tidak komunikatif
14. Menarik diri
15. Kontak mata buruk
16. Larut dalam pikiran dan ingatan sendiri
c. Cara Penanganan :
SP 1 : Membina hubungan saling percaya, membantu pm mengenal penyebab isolasi
sosial, membantu mengenal keuntungan dan kerugian tidak berhubungan dengan orang
lain, mengajarkan pm untuk berkenalan
SP 2 : Mengajarkan berinteraksi secara bertahap ( berkenalan dengan orang pertama dan
seorang perawat)
SP 3 : Melatih berinteraksi secara bertahap ( berkenalan dengan orang kedua seorang pm )
SP 1 Keluarga :
Memberikan penyuluhan kepada keluarga tentang masalah isolasi social, penyebab isolasi
social, dan cara merawat klien dengan isolasi social
SP 2 Keluarga :
Melatih keluarga mempraktekan cara merawat klien dengan masalah isolasi sosia
dihadapan klien
SP 3 Keluarga :
Membuat prencanaan pulang bersama keluarga

III. Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi


a. Pengertian
Halusinasi merupakan suatu kondisi individu menganggap jumlah serta pola
stimulus yang datang (baik dari dalam maupun dari luar) tidak sesuai dengan kenyataan,
disertai distorsi dan gangguan respons terhadap stimulus tersebut baik respons yang
berlebihan maupun yang kurang memadai (Townsend, 2016).
Halusinasi adalah satu gejala gangguan jiwa pada individu yang ditandai dengan
perubahan sensori persepsi, merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan,
pengecapan perabaan atau penghiduan. Pasien merasakan stimulus yang sebenarnya tidak
ada (Keliat, Akemat, 2010).
b. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala halusinasi dinilai dari hasil observasi terhadap pasien serta
ungkapan pasien. Tanda dan gejala pasien halusinasi adalah sebagai berikut:
1. Data Obyektif
a) Bicara atau tertawa sendiri.
b) Marah-marah tanpa sebab
c) Memalingkan muka ke arah telinga seperti mendengar sesuatu
d) Menutup telinga
e) Menunjuk-nunjuk ke arah tertentu.
f) Ketakutan pada sesuatu yang tidak jelas.
g) Mencium sesuatu seperti sedang membaui bau-bauan tertentu.
h) Menutup hidung.
i) Sering meludah.
j) Muntah.
k) Menggaruk-garuk permukaan kulit.
2. Data Subyektif: Pasien mengatakan
a) Mendengar suara-suara atau kegaduhan.
b) Mendengar suara yang mengajak bercakap-cakap.
c) Mendengar suara menyuruh melakukan sesuatu yang berbahaya.
d) Melihat bayangan, sinar, bentuk geometris, bentuk kartun, melihat hantu atau
monster.
e) Mencium bau-bauan seperti bau darah, urin, feses, kadang-kadang bau itu
menyenangkan.
f) Merasakan rasa seperti darah, urin atau feses
g) Merasa takut atau senang dengan halusinasinya.
h) Mengatakan sering mendengar sesuatu pada waktu tertentu saat sedang sendirian.
i) Mengatakan sering mengikuti isi perintah halusinasi
c. Cara Penanganan
SP 1 : Membantu mengenal halusinasi, menjelaskan cara – cara mengontrol halusinasi,
mengajarkan mengontrol halusinasi dengan cara pertama : menghardik
SP 2 : Melatih menggunakan obat secara teratur
SP 3: Melatih mengontrol halusinasi dengan cara ke tiga : bercakap – cakap dengan orang
lain
SP 4 : Melatih mengontrol halusinasi dengan cara : melaksanakan aktivitas terjadwal
SP 1 Keluarga :
Pendidikan kesehatan tentang pengertian, tanda dan gejala jenis halusinasi dan cara
merawat klien halusinasi
SP 2 Keluarga :
Melatih keluarga praktek merawat klien langsung dihadapan klien
SP 3 Keluarga :
Membuat perencanaan pulang bersama keluarga
IV. Risiko Perilaku Kekerasan
a. Pengertian
Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai
seseorang secara fisik maupun psiklogis. Berdasarkan definisi tersebut maka perilaku
kekerasan dapat dilakukakn secara verbal, diarahkan pada diri sendiri, orang lain dan
lingkungan. Perilaku kekerasan dapat terjadi dalam dua bentuk yaitu sedang berlangsung
kekerasan atau perilaku kekerasan terdahulu (riwayat perilaku kekerasan).
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seorang melakukan tindakan
yang dapat membahayakan secara fisik, baik kepada diri sendiri maupun orang lain dan
lingkungan yang dirasakan sebagai ancaman (Dewi, 2015).
b. Tanda dan Gejala
Perawat dapat mengidentifikasi dan mengobservasi tanda dan gejala perilaku kekerasan
(Damaiyanti, 2012), yaitu:
1. Data Objektif
a. Muka merah dan tegang
b. Mata melotot atau pandangan tajam
c. Tangan mengepal
d. Rahang mengatup
e. Wajah memerah dan tegang
f. Postur tubuh kaku
g. Jalan mondar mandir
2. Data Subjektif :
a. Klien mengeluh perasaan terancam, marah dan dendam
b. Klien menguungkapkan perasaan tidak berguna
c. Klien mengungkapkan perasaan jengkel
d. Klien mengungkapkan adanya keluhan fisik seperti dada berdebar-debar, rasa
tercekik dan bingung
e. Klien mengatakan mendengar suara-suara yang menyuruh melukai diri sendiri,
orang lain dan lingkungan
f. Klien mengatakan semua orang ingin menyerangnya

c. Cara Penanganan
SP 1 : Membina hubungan saling percaya, identifikasi penyebab perasaan marah, tanda
dan gejala yang dirasakan, perilaku kekerasan yang dilakukan, akibatnya serta cara
mengontrol secara fisik
SP 2 : Melatih mengontrol perilaku kekerasan dengan obat
SP 3 : Latihan cara mengontrol perilaku kekerasan secara fisik kedua : dengan pukul
bantal dan minum obat
SP 4 : Latihan mengontrol perilaku kekerasan secara sosial dan verbal
SP 5 : Perilaku kekerasan secara spiritual
SP 1 Keluarga :
Memberikan penyuluhan kepada keluarga tentang cara merawat klien perilaku kekerasan
dirumah
SP 2 Keluarga :
Melatih keluarga melakukan cara-cara mengontrol kemarahan
SP 3 Keluarga :
Membuat perencanaan pulang bersama keluarga

V. Defisit Perawatan Diri


a. Pengertian
Defisit perawatan diri adalah kurangnya perawatan diri pada pasien dengan
gangguan jiwa terjadi akibat adanya perubahan proses pikir sehingga kemampuan untuk
melakukan aktivitas perawatan diri menurun. Kurang perawatan diri terlihat dari
ketidakmamppuan merawat kebersihan diri antaranya mandi, makan minum secara
mandiri, berhias secara mandiri, toileting (BAK/BAB) (Damaiyanti, 2012).
Defisit perawatan diri adalah suatu kondisi pada seseorang yangmengalami
kelemahan kemampuan dalam melakukan atau melengkapi aktivitas perawatan diri secara
mandiri seperti mandi (hygiene), berpakaian/berhias, makan, dan BAB/BAK (toileting)
(Fitria, 2012).
b. Tanda dan gejala
Adapun tanda dan gejala defisit perawatan diri humenurut Fitria (2009) sebagai
berikut :
1. Mandi/hygiene
Klien mengalami ketidakmampuan dalam membersihkan badan, memperoleh atau
mendapatkan sumber air, mengatur suhu atau aliran air, mendapatkan perlengkapan
mandi, mengeringkan tubuh, serta masuk dan keluar kamar mandi.
2. Berpakaian/berhias
Klien mempunyai kelemahan dalam meletakan atau mengambil potongan pakaian,
menanggalkan pakaian, serta memperoleh atau menukar pakaian klien juga memiliki
ketidakmampuan untuk mengenakan pakaian dalam, memilih pakaian, menggunakan
alat tambahan, menggunakan kancing tarik, melepaskan pakaian, menggunakan kaos
kaki,mempertahankan penampilan pada tingkat yang memuaskan, mengambil pakaian
dan mengenakan sepatu. Menurut Mukhripah (2008) mengatakan ketidakmampuan
berhias atau berdandan, ditandai dengan rambut acak-acakan, pakaian kotor, dan tidak
rapi, pakaian tidak sesuai, pada pasien laki-laki tidak bercukur, pada pasien wanita
tidak berdandan.
3. Makan
Klien mempunyai ketidakmampuan dalam menelan makanan, mempersiapkan
makanan, menangani perkakas, mengunyah makanan, menggunakan alat tambahan,
mendapatkan makanan, membuka container, memanipulasi makanan dalam mulut,
mengambil makanan dari wadah lalu memasukanya ke dalam mulut, melengkapi
makan, mencerna makanan menurut cara yang diterima oleh masyarakat, mengambil
cangkir atau gelas, serta mencerna cukup makanan dengan aman.
4. BAB/BAK
Klien memiliki keterbatasan atau ketidakmampuan dalam mendapatkan jamban atau
kamar kecil, duduk atau bangkit dari jamban, memanipulasi pakaian untuk toileting,
membersihkan diri setelah BAB/BAK dengan tepat, dan menyiram toilet atau kamar
kecil.
c. Cara Penanganan
SP 1: Mendiskusikan pentingnya kebersihan diri, cara-cara merawat diri dan melatih klien
tentang cara-cara perawatan kebersihan diri.
SP 2 : Percakapan saat melatih klien laki-laki berdandan : Berpakaian, menyisir rambut,
bercukur
SP 3 : Percakapan melatih berdandan untuk klien wanita: berpakaian, menyisir rambut,
berhias
SP 4 : Percakapan melatih klien makan secara mandiri :
- Menjelaskan cara meniapkan makan
- Menjelaskan cara makan yang tertib
- Menjelaskan cara merapikan peralatan makan setelah makan
- Praktek makan sesuai dengan tahapan makan yang baik
Sp 5 : Percakapan mengajarkan klien melakukan BAB/BAK secara mandiri :
- Menjelaskan tempat BAB/BAK yang sesuai
- Menjelaskan cara membersihkan diri setelah BAB dan BAK
- Menjelaskan cara membersihkan tempat BAB dan BAK
SP 1 Keluarga :
Memberikan pendidikan kesehatan pada keluarga tentang masalah perawatan diri dan cara
merawat anggota keluarga yang mengalami masalah kurang perawatan diri
SP 2 Keluarga :
Melatih keluarga cara melatih klien
SP 3 Keluarga :
Membuat perencanaan pulang bersama keluarga

VI. Gangguan Proses Pikir : Waham


a. Pengertian
Waham adalah keyakinan seseorang yang berdasarkan penilaian realitas yang
salah. Keyakinan klien tidak konsisten dengan tingkat intelektual danlatar belakang
budaya klien ( Keliat, 2010).
Waham adalah keyakinan klien yang tidak sesuai dengan kenyataan, tetapi
dipertahankan dan tidak dapat diubah secara logis oleh orang lain.Keyakinan ini berasal
dari pemikiran klien yang sudah kehilangan kontrol.(Depkes RI, 2000 dalam Fitria,
2012).
Gangguan isi pikir dapat diidentifikasi dengan adanya waham. Waham atau delusi
adalah ide yang salah dan bertentangan atau berlawanan dengan semua kenyataan dan
tidak ada kaitannya degan latar belakang budaya ( Keliat, 2010).

b. Tanda dan gejala


Tanda dan Gejala Menurut Direja, (2011) yaitu :
1. Terbiasa menolak makan, tidak ada perhatian pada perawatan diri, Ekspresi wajah
sedih dan ketakutan
2. Gerakan tidak terkontrol
3. Mudah tersinggung
4. Isi pembicaraan tidak sesuai dengan kenyataan dan bukan kenyataan
5. Menghindar dari orang lain, mendominasi pembicaraan, berbicara kasar, menjalankan
kegiatan keagamaan secara berlebihan.
c. Cara Penanganan
SP 1: Membina hubungan saling percaya; mengidenifikasi kebutuhan yang tidak
terpenuhi dan cara memenuhi kebutuhan; mempraktekkan pemenuhan kebutuhan yang
tidak terpenuhi.
SP 2 : Mengindentifikasi kemampuan positif klien dan membantu mempraktekkannya
SP 3 : Mengajarkan dan melatih cara minum obat yang benar
SP 1 Keluarga :
Membina hubungan saling percaya, mengidentifikasi masalah, menjelaskan proses
terjadinya masalah dan obat klien
SP 2 Keluarga :
Melatih keluarga cara melatih klien
SP 3 Keluarga :
Membuat perencanaan pulang bersama keluarga
VII. Risiko Bunuh Diri
a. Pengertian
Resiko Bunuh diri adalah resiko untuk mencederai diri sendiri yang dapat mengancam
kehidupan.
b. Tanda dan gejala
Tanda dan gejala menurut fitria (2019) yaitu :
1. Mengungkapkan keinginan untuk mati
2. Mengungkapkan rasa bersalah dan keputusan
3. Impulsif
4. Menunjukan perilaku yg mencurigakan
5. Memiliki riwayat percobaan bunuh diri
6. Verbal terselubung, status emosional, kesehatan mental, kesehatan fisik,
pengangguran, umur 15-18 th atau diatas 45 th, status perkawinan, pekerjaan, konfilik
interpesonal, latar belakang keluarga, menjadi korban perilaku kekerasan saat kecil

c. Cara Penanganan
Ancaman percobaan bunuh diri dengan diagnosa keperawatan : Resiko Bunuh Diri
SP 1 : Membina hubungan saling percaya, Percakapan untuk melindungi pasien dari
percobaan bunuh diri
SP 1 Keluarga :
Percakapan dengan keluarga untuk melindungi klien yang mencoba bunuh diri
Isyarat bunuh diri dengan diagnosa harga diri rendah
SP 1 : Percakapan untuk meningkatkan harga diri pasien isyarat bunuh diri
SP 2 : Percakapan meningkatkan kemampuan dalam menyelesaikan masalah pada pasien
isyarat bunuh diri
SP 1 Keluarga : percakapan untuk mengajarkan keluarga untuk cara merawat anggota
keluarga beresiko bunuh diri
SP 2 Keluarga : Melatih keluarga cara merawat klien resiko bunuh diri
SP 3 Keluarga : membuat perencanaan pulang bersama keluarga
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, L. J. 2015. Diagnosa Keperawatan : Aplikasi pada Praktek Klinik (Terjemahan).


Edisi 6. Jakarta: EGC.
Damaiyanti, Mukhripah dan Iskandar. 2012. Asuhan Keperawatan Jiwa. Bandung : Refika
Aditama.

Dewi, Kartika Sari. 2015. Buku Ajar Kesehatan Mental. Semarang: UPT UNDIP Press
Semarang.
Direja, Ade Herman S. 2011. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha. Medika

Doenges, M.E, Townsend, M.C dan Moorhouse, M.F. 2017. Rencana Asuhan Keperawatan
Psikiatri. Edisi 3. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Fitria, Nita. 2012. Prinsip Dasar dan Amplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan Strategi
Pelaksanaan Tindakan. Jakarta: Salemba Medika.
Keliat, Budi Anna. 2010. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta : EGC.
Keliat, B.A dan Akemat. (2016). Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa. Cetakan I.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Narullita, D. 2017. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Harga Diri Rendah Pada
Lansia Di Kabupaten Bungo Propinsi Jambi Tahun 2016.Jurnal Endurance:
Kajian Ilmiah Problema Kesehatan,2(3), 354-361. http://doi.org/10.22216/jen.v2i3.203
Rahmawati, E. D. 2019. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Skizofrenia Residual Dengan
Masalah Harga Diri Rendah Kronik Di Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. Arif
Zainudin Surakarta(Doctoral dissertation, Universitas Muhammadiyah
Ponorogo).http://eprints.umpo.ac.id/id/eprint/5092.
Townsend. M.C. 2016. Buku Saku Diagnosis Keperawatan Psikiatri Rencana Asuhan &
Medikasi Psikotropik. Edisi 5. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Townsend, M. C., & Morgan, K. I. 2018. Psychiatric Mental Health Nursing: Concepts of Care
in Evidence-Based Practice (9 ed.). Philadelphia: F.A. Davis Company.
Trimelia. 2011. Asuhan Keperawatan Klien Halusinasi. Jakarta : TIM
Yosep, I. 2011. Keperawatan Jiwa. Bandung: PT Refika Aditama

Anda mungkin juga menyukai