Step II
1. Mengapa pasien akhir – akhir ini mengeluh kaki bengkak ? Mengapa pasien
juga mengeluh pusing dan mual? Mengapa pasien mengeluh pandangan
kabur?
2. Patofisiologi dari diagnosis
3. Apa interpretasi tanda vital, TD 180/110, nadi 100x/menit, RR 24/mnt, suhu
37 C
4. Mengapa pasien mengaku BB naik cukup banyak pada kehamilan?
5. Jika teraba bagian yang berdenyut, apakah bermasalah dalam janin atau
tidak?
6. Mengapa di puskesmas diberikan MgSO4?
7. Bagaimana interpretasi dari pemeriksaan yang didapatkan?
8. Mengapa dilakukan pemeriksaan reflek fisiologis?
9. Pembagian bidang hogde?
10.Bagaimana penatalaksanaan dari ibu hamil tersebut?
11.Pemeriksaan penunjang apakah yang disarankan?
12.Bagaimana keadaan yang memungkinkan untuk merujuk pasien?
13.DD
14.Komplikasi
Step 7
1. Mengapa pasien akhir – akhir ini mengeluh kaki bengkak ? Mengapa pasien
juga mengeluh pusing dan mual pandangan kabur?
Edema :
PERUBAHAN CAIRAN DAN ELEKTROLIT
Pada perempuan dengan preeklamsia berat, volume cairan ekstrasel, yang
bermanifestasi edema, biasanya jauh lebih besar dibandingkan perempuan denga kehamilan
normal. Mekanisme yang berperan dalam retensi patologis cairan ini diduga terjadi akibat
cedera endotel. Selain eddema umum dan priteinuria, perempuan-perempuan ini memiliki
tekanan onkotik plasma yang menurun. Penurunan ini menyebabkan ketidakseimbangan filtrasi
dan semakin mendorong cairan intravaskular ke dalam intersisium sekelilingnya.
Cuningham, dkk. 2013. Obstetri Williams. Jakarta : EGC
Pusing :
Gunawan, Johanes. Supriyadi, Teddy. Kapita Selekta Kedaruratan Obstetri dan Ginekologi. Jakarta
: EGC.
Pandangan kabur :
Gunawan, Johanes. Supriyadi, Teddy. Kapita Selekta Kedaruratan Obstetri dan Ginekologi. Jakarta
: EGC.
Mata
Pada preeklampsia tampak edema retina, spasmus menyeluruh pada satu atau
beberapa arteri, jarang terjadi perdarahan atau eksudat. Spasmus arteri retina yang
nyata dapat menunjukkan adanya preeklampsia yang berat, tetapi bukan berarti spasmus
yang ringan adalah preeklampsia yang ringan.
gejala yang menunjukan akan terjadinya eklampsia. Keadaan ini disebabkan oleh
perubahan aliran darah pada pusat penglihatan di korteks serebri maupun didalam
Definisi
Hipertensi yang terjadi pada kehamilan. Merupakan 5- 15 % penyulit kehamilan dan
merupakan salah satu dari penyebab tertinggi mortalitas dan morbiditas ibu bersalin.
(Ilmu Kebidanan, Sarwono Prawirohardjo)
Tekanan darah sistolik dan diastolik ≥140/90 mmHg.
Faktor resiko
o Primigravida, primipaternalis
o Hiperplasentosis, misalnya mola hidatidosa, kehamilan multipel, DM, hidrops
fetalis, bayi besar
o Umur yang ekstrim
o Riwayat keluarga pernah preeklampsia atau eklampsi
o Penyakit ginjal atau hipertensi yang sudah ada sebelumnya
o Obesitas
(Ilmu Kebidanan, Sarwono Prawirohardjo)
Klasifikasi
1. Hipertensi kronik : hipertensi yang timbul sebelum umur kehamilan 20 minggu atau
hipertensi yang pertama kali didiagnosis setelah umur kehamilan 20 minggu dan
menetap sampai 12 minggu pascapersalinan.
2. Preeklampsia- eklampsia
a. Preeklampsia : hipertensi yang timbul setelah 20 minggu kehamilan disertai
dengan proteinuria.
b. Eklampsia : preeklampsia yang disetai dengan kejang-kejang dan /atau koma.
3. Hipertensi kronik dengan superimposed preeklampsia : hipertensi kronik disertai
dengan tanda-tanda preeklampsia atau hipertensi dengan proteinuria.
4. Hipertensi gestasional : disebut juga transient hipertensi, yaitu hipertensi yang
timbul pada kehamilan tanpa disertai dengan proteinuria dan hipertensi menghilang
setelah 3 bulan pascapersalinan atau kehamilan dengan tanda-tanda preeklampsia
tetapi tanpa proteinuria.
Patofisiologi
Banyak teori yang dikemukakan tentang terjadinya hipertensi dalam kehamilan, tetapi
tidak ada satu pun teori tersebut yang dianggap mutlak benar. Teori yang sekarang
banyak dianut adlah :
1. TEORI KELAINAN VASKULARISASI PLASENTA
Tidak terjadi invasi sel-sel trofoblas pada lapisan otot arteri spiralis dan jaringan
matriks sekitarnya àlapisan otot a.spiralis tetap kaku dan keras àlumen a. Spiralis
tidak mengalam distensi atau vasodilatasi àa. Spiralis vasokonstriksià kegagalan
“remodelling arteri spiralis”à aliran darah utteroplasenta menurun àhipoksia dan
iskemik plasenta.
Manifestasi klinik
a. Hipertensi : Tekanan darah sistolik dan diastolik ≥140/90 mmHg.
b. Proteinuria : adanya 300 mg protein dala urin selama 24 jam.
c. Edema : faktor resiko timbulnya hipertensi dalam kehamilan bila
didapatkan edema generalisata atau kenaikan berat badan > 0.57 kg/minggu.
Hipertensi :
Fisiologis
Selama kehamilan normal terdapat perubahan-perubahan
dalam sistem kardiovaskuler, renal dan endokrin. Pada
kehamilan trimester kedua akan terjadi perubahan tekanan
darah, yaitu penurunan tekanan sistolik rata-rata 5 mmHg
dan tekanan darah diastolik 10 mmHg, yang selanjutnya
meningkat kembali dan mencapai tekanan darah normal
pada usia kehamilan trimester ketiga. Pada keadaan
istirahat, curah jantung meningkat 40% dalam kehamilan.
Perubahan tersebutmulai terjadi pada kehamilan 8 minggu
dan mencapai puncak pada usia kehamilan 20-30minggu.
Tahanan perifer menurun pada usia kehamilan trimester
pertama. Keadaan inidisebabkan oleh meningkatnya aktifitas
sistem renin – angiotensin aldosteron dan juga sistemsaraf
simpatis.
Sumber : Chapman, Vicky. 2006. Asuhan Kebidanan
Persalinan Dan Kelahiran. Jakarta: EGC
Patologis
Sedangkan menurut Angsar (2008) teori – teorinya
tentang proses patologis kenaikan tekanan darah pada
ibu hamil adalah sebagai berikut:
1) Teori kelainan vaskularisasi plasenta
Pada kehamilan normal, rahim dan plasenta
mendapatkan aliran darah dari cabang – cabang arteri
uterina dan arteri ovarika yang menembus miometrium
dan menjadi arteri arkuata, yang akan bercabang
menjadi arteri radialis. Arteri radialis menembus
endometrium menjadi arteri basalis memberi cabang
arteri spiralis. Pada kehamilan terjadi invasi trofoblas
kedalam lapisan otot arteri spiralis, yang menimbulkan
degenerasi lapisan otot tersebut sehingga terjadi
distensi dan vasodilatasi arteri spiralis, yang akan
memberikan dampak penurunan tekanan darah,
penurunan resistensi vaskular, dan peningkatan aliran
darah pada utero plasenta. Akibatnya aliran darah ke
janin cukup banyak dan perfusi jaringan juga
meningkat, sehingga menjamin pertumbuhan janin
dengan baik. Proses ini dinamakan remodelling arteri
spiralis. Pada pre eklamsia terjadi kegagalan
remodelling menyebabkan arteri spiralis menjadi kaku
dan keras sehingga arteri spiralis tidak mengalami
distensi dan vasodilatasi, sehingga aliran darah utero
plasenta menurun dan terjadilah hipoksia dan iskemia
plasenta.
OBSTETRI & GINEKOLOGI. EDISI 9. 2009. Ralph C. Benson dan Martin L. Pernoll
Pola makan
Mengkonsumsi makanan yang berlebihan yang berarti jumlah kalori yang dibutuhkan tubuh
jumlahnya berlebih. Apabila konsumsi makanan yang berlebihan tidak diimbangi oleh sekresi
insulin dalam jumlah yang cukup akan menyeababkan kadar gula dalam darah meningkat.
Kegemukan / obesitas biasanya terjadi pada usia 40 tahun
Sebenarnya DM bisa menjadi penyebab dan akibat. Sebagai penyebab, obesitas
menyebabkan sel beta ( yang mengsekresi insulin dalam darah) pankreas penghasil insulin
hipertropi yang pada gilirannya akan kelelahan dan jebol sehingga insulin menjadi berkurang
produksinya. Sebagai akibat pengguna insulin sebagai terapi diabetes melitus belebihan
menyebabkan penimbunan lemak subkutan yang berlebian pula.
Kenaikan berat badan dan edema yang disebabkan penimbunan cairan yang
berlebihan dalam ruang interstitial. Bahwa pada eklampsia dijumpai kadar aldosteron
yang rendah dan konsentrasi prolaktin yang tinggi dari pada kehamilan normal.
Aldosteron penting untuk mempertahankan volume plasma dan mengatur retensi air
dan natrium. Serta pada eklampsia permeabilitas pembuluh darah terhadap protein
meningkat.
Menurut Mochtar (2007) Pada preeklamsia terjadi spasme pembuluh darah disertai
dengan retensi garam dan air. Pada biopsi ginjal ditemukan spasme hebat arteriola
glomerolus.
Lemak 3,5 kg
Payudara 0,4 kg
Uterus 1,0 kg
Darah 1,3 kg
Cairan ekstraselular 1,5-4,5 kg
Janin 3,4 kg
Plasenta 0,7 kg
Cairan amnion 0,8 kg
Penambahan BB total pd kehamilan aterm 12,5 kg (kisaran 0-23
kg)
Sumber : Norwitz & Schorge. At a Glance Obstetri & Ginekologi
Edisi Kedua. EMS (hal. 78)
4. Jika teraba bagian yang berdenyut, apakah bermasalah dalam janin atau
tidak?
Obstetri Williams
Mekanisme kerja magnesium sulfat adalah menekan pengeluaran asetilkolin pada motor
endplate. Magnesium sebagai kompetisi antagonis kalsium juga memberikan efek yang
baik untuk otot skelet. Magnesium sulfat dikeluarkan secara eksklusif oleh ginjal dan
mempunyai efek antihipertensi.
Dapat diberikan dengan dua cara, yaitu IV dan IM. Rute intravena lebih disukai karena
dapat dikontrol lebih mudah dan waktu yang dibutuhkan untuk mencapai tingkat
terapetik lebih singkat. Rute intramuskular cenderung lebih nyeri dan kurang nyaman,
digunakan jika akses IV atau pengawasan ketat pasientidak mungkin. Pemberian
magnesium sulfat harus diikuti dengan pengawasanketat atas pasien dan fetos.
Terapi magnesium biasanya dilanjutkan 12-24 jam setelah bayi lahir, dapatdihentikan jika
tekanan darah membaik serta diuresis yang adekuat. Kadar magnesium harus diawasi
pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal, pada level6-8 mg/dl. Pasien dengan urine
output yang meningkat memerlukan dosis rumatanuntuk mempertahankan magnesium
pada level terapetiknya. Pasien diawasiapakah ada tanda-tanda perburukan atau adanya
keracunan magnesium
Interaksi MgSO4 terhadap obat lain adalah jika penggunaan bersamaan dengannifedipin
dapat menyebabkan hipotensi dan blokade neuromuskular. Kategorikeamanan pada
kehamilan : A - aman pada kehamilan.
Perhatikan selalu adanya refleks yang hilang, depresi nafas dan penurunanurine output:
Pemberian harus dihentikan bila terdapat hipermagnesia dan pasienmungkin
membutuhkan bantuan ventilasi. Depresi SSP dapat terjadi pada kadar serum 6-8 mg/dl,
hilangnya refleks tendon pada kadar 8-10 mg/dl, depresi pernafasan pada kadar 12-17
mg/dl, koma pada kadar 13-17 mg/dl dan henti jantung pada kadar 19-20 mg/dl. Bila
terdapat tanda keracunan magnesium, dapatdiberikan kalsium glukonat 1 g. IV secara
perlahan
Sumber : Norwitz, Errol. 2007. At a Glance Obstetri dan Ginekologi. Jakarta: Erlangga.
Hlm: 88-89.
Scott, James. Danforth, Buku Saku Obstetri dan Ginekologi. Jakarta: Widya Medika. Hlm:
202-213
Retraksi adalah pemendekan otot-otot rahim yang menetap setelah terjadinya kontraksi.
Serabut otot tidak mengadakan relaksasi penuh pada akhir kontraksi, tetapi akan
mempertahankan sebagian gerakan memendek dan menebal tersebut. Sebagai akibat
dari retraksi, segmen atas dinding uterus secara berangsur-angsur menjadi lebih pendek
serta lebih tebal dan kavum uteri menjadi lebih kecil. Sementara itu, otot-otot segmen
atas yang mengadakan kontraksi dan retraksi menyebabkan serabut-serabut segmen
bawah yang memiliki fungsi khusus serta serviks tertarik ke atas dan ke luar sehingga
terjadi penipisan (effacement) serta dilatasi serviks.
Ilmu Kebidanan: Patologi Dan Fisiologi Persalinan
2. Servik yang inkompetensia, kanalis sevikalis yang selalu terbuka oleh karena
kelainan pada serviks uteri (akibat persalinan, kuretase).
4. Trauma oleh beberapa ahli disepakati sebagai faktor predisposisi atau penyebab
terjadinya KPD. Trauma yang didapat misalnya hubungan seksual, pemeriksaan
dalam, maupun amniosintesis menyebabkan terjadinya KPD karena biasanya disertai
infeksi
5. Kelainan letak misalnya lintang, sehingga tidak ada bagian terendah yang
menutupi pintu atas panggul (PAP) yang dapat menghalangi tekanan terhadap
membran bagian bawah.
KALA 1
Adalah waktu untuk pembukaan servix sampai menjadi pembukaan lengkap 10 cm.
In partu ditandai dengan keluarnya lendir bercampur darah, kerana servics mulai membuka
dan mendatar. Darah berasal dari pecahnya pembuluh darah kapiler sekirtar kanalis
servicalis karena pergeseran ketika serviks mendatar dan terbuka.
Kala 1 dibagi atas 2 fase:
1. fase laten: dimana pembukaan servics berlangsung lambat; sampai pembukaan 3 cm
berlangsung dalam 7-8 jam
2. fase aktif: berlangsung selama 6 jam dan dibagi atas 3 sub fase:
- periode akselerasi : berlangsung selama 2 jam, pembukaab menjaid 4cm
- periode dilatasi maksimal : selama 2 jam pembukaaan berlangsung cepat menjadi 9cm
- periode deselerasi: berlangsung lambat, dalam waktu 2 jam pembukaan 10 cm atau
lengkap.
Dalam buku2, proses pembukaan servisc disebut dengan berbagai istilah: melembek
(softening), menipis (thined out),obliterasi, mendatar dan tertarik keatas dan membuka.
Fase fase yang dikemukanan diatas dijumpai pada primigravisa. Bedanya dengan multi
gravida adalah:
Primi Multi
Servik mendatar dulu Mendatar dan membuka bisa
baru dilatasi bersamaan
Berlangsung 13-14jam Berlangsung 6-7 jam
KALA 2
Pada kala pengeluaran janin, his terkoordinir, kuat, cepat, dan lebih lama, kira kira 2-3 m enit
sekali. Kepala janin telah turun masuk ruangan panggul sehingga terjasi tekanan pada otot
dasar panggul yang secara reflektoris menimbulkan rasa mengejan. Karena pada rektum,
ibu merasa seperti mau buang air besar, dengan adanya tanda anus terbuka. Pada waktu
his, kepala janin mulai kelihatan vulva membuka dan perineum meregang. Dengan his
mengejan yang terpimpin, akan lahirlah kepala, diikuti oleh seluruh badan janin. Kala 2 pada
primi : 1,5-2 jam, pada multi 0,5-1 jam
KALA 3
Setelah lahir, kontraksi rahim istirahat sebentar. Uterus teraba keras dengan fundus uteri
setinggi pusat dan berisi plasenta yang menjadi tebal 2x sebelumnya. Beberapa saat
kemudian, timbul his pelepasan dan pengeluaran uri. Dalam waktu 5-10 menit, plasenta
terlepas, terdorong kedalam vagina dan akan lahir spontan atau dengan sedikit dorongandai
atas simpisis atau fundus uteri. Seluruh proses biasanya berlangsug selama 5-30 menit
setelah bayi lahir pengeluaran plasenta disertai dengan pengeluaran darah kira kira 100-
200cc.
KALA 4
Adalah kala pengawasan selama 1 jam setelah bayi lahir dan uri lahir untuk mengamati
keadaan ibu terutama terhadap bahaya perdarahan postpartum
Lamanya persalinan pada primi dan multi adalah:
primi Multi
Kala 1 13 jam 7 jam
Kala 2 1 jam 0,5 jam
Kala3 0,5 jam 0,25 jam
Lama 14,5 jam 7,75 jam
persalina
n
7. Mengapa dilakukan pemeriksaan reflek fisiologis?
Penatalaksanaan
12.DD
-Preeklampsia
a. definisi :
penyakit dengan tanda-tanda hipertensi, edema, dan proteinuria yang timbul karena
kehamilan. Penyakit ini umumnya terjadi dalam triwulan ke-3 kehamilan, tetapi dapat
terjadi sebelumnya, misalnya mola hidatidosa.
( Ilmu Kebidanan, Prof. dr. Hanifa Wiknjosastro )
b. Etiopatogenesis
Untuk etiologinya belum diketahui secara pasti (idiopatik), karena bersifat multifaktor dan
tidak diketahui secara jelas mana yang sebab dan mana yang akibat. Tapi frekuensinya
dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti :
Jumlah primigravida
Keadaan sosial-ekonomi
Perbedaan kriterium dalam penentuan diagnosis, dll
Faktor predisposisi à DM, mola hidatidosa, kehamilan ganda, hidrops fetalis, umur >
35 tahun, dan obesitas.
(Wiknjosastro, H., 2006, “Ilmu Kebidanan”, YBP-SP : Jakarta)
Patofisiologi
Pada pre eklampsia terjadi spasme pembuluh darah disertai dengan retensi garam dan
air. Pada biopsi ginjal ditemukan spasme hebat arteriola glomerulus. Pada beberapa
kasus, lumen arteriola sedemikian sempitnya sehingga hanya dapat dilakui oleh satu sel
darah merah. Jadi jika semua arteriola dalam tubuh mengalami spasme, maka tenanan
darah akan naik sebagai usaha untuk mengatasi tekanan perifer agar oksigenasi jaringan
dapat dicukupi. Sedangkan kenaikan berat badan dan edema yang disebabkan oleh
penimbunan air yang berlebihan dalam ruangan interstitial belum diketahui sebabnya,
mungkin karena retensi air dan garam. Proteinuria dapat disebabkan oleh spasme
arteriola sehingga terjadi perubahan pada glomerulus
Manifestasi klinis
RINGAN
Diagnosis
Penatalaksanaan
1.
Pre-eklamsi ringan
Pengobatan hanya bersifat simtomatis dan selain rawat inap, maka
penderita dapat dirawat jalan dengan skema periksa ulang yang lebih sering,
misalnya 2 kali seminggu.
Penanganan pada penderita rawat jalan atau rawat inap adalah dengan
istirahat di tempat tidur, diit rendah garam dan berikan obat-obatan seperti
valium tablet 5 mg dosis 3kali sehari atau fenobarbital tablet 30 mg dengan dosis
3 kali 1 sehari.
Diuretika dan obat antihipertensi tidak dianjurkan, karena obat ini tidak
begitu bermanfaat, bahkan bisa menutupi tanda dan gejala pre-eklamsi berat.
Dengan cara di atas biasanya pre-eklamsi ringan jadi tenang dan hilang, ibu hamil
dapat dipulangkan dan diperiksa ulang lebih sering dari biasa.
Bila gejala masih menetap, penderita tetap rawat inap. Monitor keadaan
janin: kadar estriol urin, lakukan amnioskopi, USG, dan sebagainya. bila keadaan
mengizinkan barulah dilakukan induksi partus pada usia kehamilan minggu 37
keatas.
Pre-eklamsi berat
a) Pre-eklamsi berat pada kehamilan kurang dari 37 minggu
(1) Jika janin belum menunjukan tanda-tanda maturitas paru-paru dengan uji
kocok dan rasio L/S maka penangannya adalah sebagai berikut:
Berikan suntikan sulfas maknesikus dengan dosis 8 gr
intramuskuler, kemudian disusul dengan injeksi tambahan 4 gr
intramuskuler setiap 4 jam (selama tidak ada kontraindikasi)
Jika ada perbaikan jalannya penyakit, pemberian sulfas
magnesikus dapat diteruskan lagi selama 24 jam sampai dicapai
kriteria pre-eklamsi ringan (kecuali ada kontraindikasi)
Selanjutnya ibu dirawat, di periksa, dan keadaan janin di monitor,
serta Berat Badan ditimbang seperti pada pre-eklamsi ringan,
sambil mengawasi timbulnya lagi gejala
Jika dengan terapi di atas tidak timbul perbaikan, dilakukan
terminasi kehamilan dengan induksi partus atau tindakan lain
tergantung keadaan.
(2) Jika pada pemeriksaan telah dijumpai tanda-tanda kematangan paru
janin, maka penatalaksanaan kasus sama seperti pada kehamilan diatas
37 minggu.
Eklampsia
Definisi:
Eklamsia didefinisikan sebagai kejadian kejang pada wanita dengan preeklamsia yang ditandai
dengan hipertensi yang tiba-tiba, proteinuria dan udem yang bukan disebabkan oleh adanya
koinsidensi penyakit neurology lain.Kejang pada eklamsia dapat berupa kejang motorik fokal
atau kejang tonok klonik umum.Eklamsia terjadi pada 0,3% kehamilan , dan terutama terjadi
antepartum pada usia kehamilan 20-40 minggu atau dalam beberapa jam sampai 48 jam dan
kadang-kadang lebih lama dari 48 jam setelah kelahiran.Beberapa tanda dan gejala peringatan
yang mendahului eklamsia dapat berupa peningkatan tekanan darah yang tiba-tiba, nyeri
kepala, perubahan visual dan mental, retensi cairan, dan hiperrefleksia, fotofobia, iritabel, mual
dan muntah.Untuk menentukan dengan pasti kondisi neuropatologik yang menjadi pemicu
kejang dapat dilakukan pemeriksaan diagnostic seperti foto rongen, CT scan atau MRI.
Manifestasi klinis:
Tingkat koma
Lamanya tidak selalu sama, dimana perlahan-lahan menjadi sadar kembali dari koma,
tapi dapat terjadi serangan baru dan berulang, sehingga tetap dalam koma.
Selama serangan : tekanan darah meninggi, nadi cepat dan suhu meningkat sampai 40 oC.
Komplikasi yang dapat terjadi akibat serangan : lidah tergigit sehingga terjadi perlukaan dan
fraktura, gangguan pernapasan, solusio plasenta, perdarahan otak.
Ditandai oleh :
spastisitas vaskular diseluruh tubuh
Kejang klonik pada ibu
Sering diikuti dengan koma
Penurunan hebat keluaran ginjal
Malfungsi hati
Hipertensi berat
Keadaan toksik umum pada tubuh
Sumber : buku ajar fisiologi kedokteran
Eklampsi dapat timbul pada ante, intra, dan post partum.
Eklampsi post partum umumnya hanya terjadi dalam waktu 24 jam pertama setelah
persalinan.
Pada pre eklampsi yang akan mengalami kejang, biasanya diawali dengan tanda
prodoma.keadaan ini disebut impending eklampsi atau imminent eklampsia
Sumber : ilmu kebidanan sarwono prawirohardjo
Manifestasi klinis
Kejang dimulai kejang tonik. Tanda kejang tonik :
o Gerakan kejang berupa twitching dari otot muka disekitar mulut.
o Kontraksi otot tubuh yang menegangàseluruhh tubuh kaku
Pada keadaan ini :
wajah distorsi,
bola mata menonjol,
kedua lengan fleksi,
tangan menggenggam,
kedua tungkai dalam posisi inverse
berlangsung 15-30 detik
Kejang klonik
Dimulai dengan terbukanya rahang secara tiba- tiba dan tertutup kembali
dengan kuat, disertai pula tertutup dan terbukanya kelopak mata.
Disusul dengan kontraksi intermiten pada otot muka dan otot seluruh
tubuhà kontraksi kuatàpenderita terlempar.
Lidah tergigit-gigit akibat kotraksi otot rahang.
Dari mulut keluarliur berbusa yang kadang disertai bercak darah
Wajah tampak bengkak karena kongesti
Pada konjungtiva mata dijumpai bintik perdarahan.
Kejang klonik berlangsung I menit
Berangsur kontraksi melemahàberhentiàpenderita jatuh koma
Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan :
1. Untuk menghentikan dan mencegah kejang.
2. Mencegah dan mengatasi penyulit, khususnya hipertensi krisis
3. Sebagai penunjang untuk mencapai stabilisasi keadaan ibu seoptimal
mungkin
4. Mengakhiri kehamilan dengan trauma ibu seminimal mungkin.
a. Pengobatan Medisinal
b. Pengobatan Obstetrik
1. Sikap dasar : Semua kehamilan dengan eklampsia harus diakhiri
dengan tanpa memandang umur kehamilan dan keadaan janin.
2. Bilamana diakhiri, sikap dasar : Kehamilan diakhiri bila sudah terjadi
stabilisasi (pemulihan) hemodinamik dan metabolisme ibu.
Stabilisasi ibu dicapai dalam 4-8 jam setelah salah satu atau lebih
keadaan dibawah :
o Setelah pemberian obat anti kejang terakhir.
o Setelah kejang terakhir
o Setelah pemberian obat-obat antihipertensi terakhir
o Penderita mulai sadar (responsif dan orientasi)
c. Terminasi Kehamilan
1. Apabila pada pemeriksaan, syarat-syarat untuk mengakhiri
persalinan pervaginam dipenuhi maka persalinan tindakan dengan
trauma yang minimal.
2. Apabila penderita sudah inpartu pada fase aktif, langsung dilakukan
amniotomi lalu diikuti partograf. Bila ada kemacetan dilakukan
seksio sesar.
3. Tindakan seksio sesar dilakukan pada keadaan :
o Penderita belum inpartu
o Fase laten
o Gawat janin
4. Tindakan seksio sesar dikerjakan dengan mempertimbangkan
keadaan atau kondisi ibu.
Komplikasi
Lidah tergigit
Terjadi perlukaan dan fraktur
Gangguan pernafasan
Perdarahan otak
Solutio plasenta
Merangsang persalinan
Prof.Dr.Rustam Mochtar,MPH. Editor: Dr.Delfi Lutan,DSOG. Sinopsis Obstetri:
Obstetri Fisiologi Obstetri Patologi. Jillid 1. Edisi 2. EGC
Definisi
pecahnya ketuban sebelum in partu, yaitu bila pembukaan pada primi kurang dari 3 cm
dan pada multipara kurang dari 5 cm.
Sumber : Prof. Dr. Rustam Mochtar, MPH. editor : Dr. Delfi Lutan, DSOG. Synopsis
Obstetri. Edisi 2. EGC.
Etiologi
Patofisiologi
TAYLOR dkk, telah menyelidiki KPD ternyata ada hubungannya dengan hal berikut:
a. Adanya hipermotilitas rahim yang sudah lama terjadi seelum ketuban pecah,
b. Selaput ketuban terlalu tipis
c. Infeksi (amnionitis atau korioamnionitis)
d. Faktor-faktor lain yang merupakan predisposisi aialah: multipara, malposisi,
disproporsi, cervix incompeten, dll
e. Ketuban pecah dini artifiasial (amniotomi), dimana ketuban dipecahkan terlalu
dini.
Kolagen terdapat pada lapisan kompakta amnion, fibroblas, jaringan retikuler korion dan
trofoblas. Sintesis maupun degradasi jaringan kolagen dikontrol oleh sistem aktifitas dan
inhibisi interleukin-1 (IL-1) dan prostaglandin.
Jika ada infeksi dan inflamasi à terjadi peningkatan aktifitas IL-1 dan prostaglandin à
menghasilkan kolagenase jaringan à terjadi depolimerisasi kolagen pada selaput
korion / amnion à menyebabkan selaput ketuban tipis, lemah dan mudah pecah
spontan.
Sumber : Prof. Dr. Rustam Mochtar, MPH. editor : Dr. Delfi Lutan, DSOG. Synopsis Obstetri.
Edisi 2. EGC.
Manifestasi klinis
o air ketubanà warna putih keruh, jernih, bening, hijau, kecoklatan
o demamà infeksi
o janiin mudah diraba
o selaput ketuban tidak ada, air ketuban kering(px dalam, inspekulo)
Sumber : Kapita selekta,jilid 1 ,edisi ketiga
Diagnosis
Apabila ada keluhan ketuban pecah dalam kehamilan, maka harus dilakukan pemeriksaan untuk
membuktikan bahwa memang benar yang mengalir keluar adalah air ketuban.
Beberapa cara untuk membuktikan air ketuban: dengan pemeriksaan inspekulo tampak air
ketuban mengalir dari ostium, dengan mengukur pH cairan vagina menggunakan kertas lakmus
merah yang akan menjadi biru atau pemeriksaan mikroskopis. Disadari bahwa kedua
pemeriksaan terakhir dapat memberikan hasil positip palsu.
o Memeriksa adanya cairan yang berisi mekonium, verniks kaseosa, rambut lanugo
atau bila telah terinfeksi berbau
o Inspekulo : lihat dan perhatikan apakah air ketuban keluar dari kanalis servisis dan
apakah ada bagian yng sudah pecah
o Gunakan kertas lakmus ( litmus)
bila menjadi biru (basa)-air ketuban
bila menjadi merah (asam)-air urin
o Pemeriksaan pH forniks posterior pada PROM pH adalah basa ( air ketuban)
o Pemeriksaan histopatologi air (ketuban)
o aborization dan sitologi air ketuban
Sumber : Prof. Dr. Rustam Mochtar, MPH. editor : Dr. Delfi Lutan, DSOG. Synopsis Obstetri.
Edisi 2. EGC.
Penatalaksanaan
1. Konservatif
a. Rawat rumah sakit dengan tirah baring.
b. Tidak ada tanda-tanda infeksi dan gawat janin.
c. Umur kehamilan kurang 37 minggu.
d. Antibiotik (amoksisilin 3 x 500 mg selama 5 hari)
e.Memberikan tokolitik=bila ada kontraksi uterus dan memberikan kortikosteroid =
mematangkan fungsi paru janin.
f. Jangan melakukan periksa dalam vagina kecuali ada tanda-tanda persalinan.
g. Melakukan terminasi kehamilan bila ada tanda-tanda infeksi atau gawat janin.
h. Bila dalam 3 x 24 jam tidak ada pelepasan air dan tidak ada kontraksi uterus
maka lakukan mobilisasi bertahap. Apabila pelepasan air berlangsung terus,
lakukan terminasi kehamilan.
2. Aktif
Bila didapatkan infeksi berat maka berikan antibiotik dosis tinggi. Bila ditemukan
tanda-tanda inpartu, infeksi dan gawat janin maka lakukan terminasi kehamilan.
a. Induksi atau akselerasi ( vacuum atau forcep) persalinan.
b. Lakukan seksiosesaria bila induksi atau akselerasi persalinan mengalami
kegagalan.
c. Lakukan seksio histerektomi bila tanda-tanda infeksi uterus berat ditemukan.
Pedoman Diagnosis dan Terapi Obstetri dan Ginekologi, dr. I.M.S. Murah Manoe, Sp.OG.,
dr. Syahrul Rauf, Sp.OG., dr. Hendrie Usmany, Sp.OG. (editors). Bagian / SMF Obstetri dan
Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin, Rumah Sakit Umum Pusat, dr.
Wahidin Sudirohusodo, Makassar, 1999.
DM gestasional
Definisi :
Diabetes mellitus gestasional (GDM) didefinisikan sebagai derajat apapun intoleransi glukosa
dengan onset atau pengakuan pertama selama kehamilan. (WHO-World Health Organisation
2011). Hal ni berlaku baik insulin atau modifikasi diet hanya digunakan untuk pengobatan dan
apakah atau tidak kondisi tersebut terus berlangsung setelah kehamilan. Ini tidak
mengesampingkan kemungkinan bahwa intoleransi glukosa yang belum diakui mungkin telah
dimulai bersamaan dengan kehamilan.
repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/22337/.../Chapter%20II.pdf
Etiologi :
Selama kehamilan, peningkatan kadar hormon tertentu dibuat dalam plasenta (organ yang
menghubungkan bayi dengan tali pusat ke rahim) nutrisi membantu pergeseran dari ibu ke
janin. Hormon lain yang diproduksi oleh plasenta untuk membantu mencegah ibu dari
mengembangkan gula darah rendah.
Selama kehamilan, hormon ini menyebabkan terganggunya intoleransi glukosa progresif (kadar
gula darah yang lebih tinggi). Untuk mencoba menurunkan kadargula darah, tubuh membuat
insulin lebih banyak supaya sel mendapat glukosa bagi memproduksi sumber energi.
Biasanya pankreas ibu mampu memproduksi insulin lebih (sekitar tiga kali jumlahnormal) untuk
mengatasi efek hormon kehamilan pada tingkat gula darah. Namun,jika pankreas tidak dapat
memproduksi insulin yang cukup untuk mengatasi efek dari peningkatan hormon selama
kehamilan, kadar gula darah akan naik, mengakibatkan GDM.
Faktor resiko :
Klasifikasi :
1. Klasifikasi
TTI (Tak Tergantung Insulin) / NIDDM (Non Insulin Dependent Dabetes Mellitus) à
merupakan DM yang tidak memerlukan insulin dalam pengendalian kadar gula darah.
TI (Tergantung Insulin) / IDDM (Insulin Dependent Dabetes Mellitus) à merupakan DM
yang memerlukan insulin dalam mengendalikan kadar gula darah.
Klasifikasi menurut White :
Kelas A à diabetes kimiawi (diabetes laten, subklinis / diabetes kehamilan), dimana TTG
tidak normal à penderita tidak memerlukan insulin, cukup dengan diet saja, dan
prognosis bagi ibu dan anak baik.
Kelas B à diabetes dewasa, diketahui secara klinis setelah umur 19 tahun dan
berlangsung < 10 tahun, dan tidak disertai kelainan pembuluh darah.
Kelas C à diabetes yang diderita antara 10-19 tahun / timbul pada umur antara 10-19
tahun, dan tanpa kelainan pembuluh darah.
Kelas D à diabetes yang diderita lama sekitar 20 tahun / lebih, atau diderita sebelum
umur 10 tahun, atau disertai kelainan pembuluh darah termasuk arteriosklerosis pada
retina dan tungkai, dan retinitis.
Kelas E à diabetes yang disertai perkapuran pada pembuluh-pembuluh darah panggul
termasuk arteria uterina.
Kelas F à diabetes dengan nefropatia, termasuk glomerulonefritis dan pielonefritis.
Kemudian dibuat modifikasi tambahan : kelas R untuk penderita dengan komplikasi retinitis
proliferans / dengan perdarahan dalam korpus vitreum, kelas H untuk penyakit koroner,
kelas T untuk transplantasi ginjal.
Diabetes juvenilis à diabetes yang sudah diderita dalam masa kanak-kanak mempunyai
gambaran klinik yang berbeda-beda beratnya dan menunjukkan kecenderungan untuk
timbul keto-asidosis. Penyakitnya sukar dikuasai dan lebih memerlukan insulin.
Penderita lebih mudah mengalami komplikasi ginjal, retina, pembuluh darah dan urat
saraf.
Pre-diabetes à penderita yang tidak menunjukkan gejala-gejala penyakit, walaupun
sejak semula ia sudah mempunyai dasar kelainan anatomik dan metabolik, yang tidak
terjadi jelas dalam bentuk gangguan metabolisme hidrat-arang. Gejala-gejala penyakit
baru timbul bila terjadi sesuatu yang memberatkan seperti kehamilan, infeksi,
kegemukan, gangguan gizi, neoplasma, emosi, pengobatan, dll.
(Wiknjosastro, H., 2006, “Ilmu Kebidanan”, YBP-SP : Jakarta)
Patogenesis :
Kehamilan adalah suatu kondisi diabetogenic ditandai dengan resistensi insulin dengan
peningkatan kompensasi sebagai respon β-sel dan hyperinsulinemia. Resistensi insulin biasanya
dimulai pada trimester kedua dan memaju ke seluruh sisa dari kehamilan. Plasenta sekresi
hormon seperti progesteron, kortisol laktogen, plasenta, prolaktin, dan hormon pertumbuhan,
merupakan penyumbang utama kepada resistensi insulin yang terlihat dalam kehamilan.
Resistensi pada insulin mungkin berperan dalam memastikan bahwa janin memiliki tenaga yang
cukup dari glukosa dengan mengubah metabolisme energi ibu dari karbohidrat ke lemak.
Wanita dengan GDM memiliki keparahan yang lebih besar dari resistensi insulin dibandingkan
dengan resistensi insulin terlihat pada kehamilan normal. Mereka juga memiliki penurunan dari
peningkatan kompensasi dalam sekresi insulin, khususnya pada fase pertama sekresi insulin.
Penurunan pada insulin fase pertama mungkin menandakan kerusakan fungsi sel β. Xiang et al
menemukan bahwa wanita dengan GDM Latino meningkat resistensi terhadap pengaruh insulin
pada clearance glukosa dan produksi dibandingkan dengan wanita hamil normal.
Selain itu, mereka menemukan bahwa wanita dengan GDM mengalami penurunan
67% sebagai kompensasi β-sel mereka dibandingkan dengan normal peserta kontrol hamil.
Ada juga kebanyakan wanita dengan GDM yang memiliki bukti autoimun sel islet. Prevalensi
dilaporkan antibodi sel islet pada wanita dengan GDM berkisar 1,6-38%. Prevalensi autoantibodi
lain, termasuk autoantibodi insulin dan antibody asam glutamat dekarboksilase, juga telah
variabel. Wanita-wanita ini mungkin menghadapi risiko untuk mengembangkan bentuk
autoimun diabetes di kemudianhari. Akhirnya, dalam 5% dari semua kasus GDM, β-sel
ketidakmampuan untuk mengkompensasi resistensi insulin adalah hasil dari cacat di β-sel,
seperti mutasi pada glukokinase.
(Sumber : Journal Clinical Diabetes January 2005 Vol 23)
Patofisiologi :
Janin yang menerima pemasokan gula darah yang berlebihan akan memproduksi insulin
sehingga terjadi hiperinsulinemia. Glukosa dibakar oleh oksigen menjadi ATP dan diubah
menjadi protein dan lemak, pengaruh insulin akan mengubah glukosa menjadi cadangan
lemak dan glikogen, dimana hal ini akan menyebabkan makrosomia (indikasi seksio sesarea).
Manifestasi klinis :
Anamnesis à riwayat keluarga diabetes, riwayat melahirkan bayi > 4 kg, riwayat lahir
mati, dan riwayat abortus berulang.
PF à obesitas, pengukuran lingkaran perut (lebih dari normal à curiga
makrosomia).
PP :
Pemeriksaan gula darah (Sullivan dkk, 1973) :
- Pasien diberi tes beban glukosa oral 50 gr, dan 1 jam kemudian
diperiksa kadar gula darahnya à bila nilai glukosa plasma > 150 mg/dl (atau 130
mg/dl darah) maka perlu dilanjutkan dengan tes toleransi glukosa 3 jam.
- Tes toleransi glukosa à pasien diberi beban glukosa oral 100 gr,
kemudian diperiksa kadar gula darahnya dengan kriteria sbb :
Kadar glukosa pada pasien normal
Pengukuran Kadar (mg/dl)
Puasa < 90
Jam 1 < 165
Jam 2 < 145
Jam 3 < 125
Penatalaksanaan :
Manajemen Farmakalogi
Insulin adalah terapi farmakologis yang paling konsisten yang telah ditunjukkan untuk
mengurangi morbiditas janin ketika ditambahkan dengan evaluasi Terapi Nutrisi Medis (MNT).
Pemilihan kehamilan untuk terapi insulin dapat didasarkan pada ukuran glikemia ibu dengan
atau tanpa penilaian karakteristik pertumbuhan janin. Ketika kadar glukosa ibu digunakan,
terapi insulin dianjurkan ketika MNT gagal untuk mempertahankan glukosa dipantau
berdasarkan kadar glukosa berikut:
Glukosa darah puasa seluruh : ≤ 95 mg / dl (5,3 mmol / l)
Glukosa plasma puasa : ≤ 105 mg / dl (5,8 mmol / l)atau
Glukosa darah postprandial 1-jam keseluruhan : ≤ 140 mg / dl (7,8 mmol / l)
Glukosa 1-jam postprandial plasma : ≤ 155 mg / dl (8,6 mmol / l) atau
Glukosa darah postprandial 2-jam keseluruhan: ≤ 120 mg / dl (6,7 mmol / l)
Glukosa postprandial plasma 2-jam : ≤ 130 mg / dl (7,2 mmol / l)
Insulin harus digunakan bila insulin yang diresepkan, dan Pemantauan
Glukosa Darah Mandiri Harian (SMBG) harus dibimbing dan waktu dosis
regimen insulin. Penggunaan insulin analog belum cukup teruji di GDM.
Pengukuran lingkar perut janin awal pada trimester ketiga dapat
mengidentifikasi sebagian besar bayi tanpa risiko kelebihan makrosomia
dengan tidak adanya terapi insulin ibu. Pendekatan ini telah diuji terutama
pada kehamilan dengan ibu kadar glukosa serum puasa <105 mg / dl (5,8
mmol / l).
13.Komplikasi