Anda di halaman 1dari 13

Preeklampsia

Definisi preeklampsia

Preeklampsia (PE) merupakan kumpulan gejala atau sindroma yang


mengenai wanita hamil dengan usia kehamilan di atas 20 minggu dengan
tanda utama berupa adanya hipertensi dan proteinuria. Bila seorang wanita
memenuhi kriteria preeklampsia dan disertai kejang yang bukan disebabkan
oleh penyakit neurologis dan atau koma maka ia dikatakan mengalami
eklampsia. Umumnya wanita hamil tersebut tidak menunjukkan tanda-tanda
kelainan vaskular atau hipertensi sebelumnya.

Etiologi preeklampsia

Etiologi preeklampsia sampai sekarang belum diketahui dengan pasti.


Banyak teori dikemukakan, tetapi belum ada yang mampu memberi jawaban
yang memuaskan. Oleh karena itu, preeklampsia sering disebut sebagai “the
disease of theory”. Teori yang dapat diterima harus dapat menerangkan hal-hal
berikut7:
1. peningkatan angka kejadian preeklampsia pada primigravida,
kehamilan ganda, hidramnion, dan mola hidatidosa
2. peningkatan angka kejadian preeklampsia seiring bertambahnya usia
kehamilan
3. perbaikan keadaan pasien dengan kematian janin dalam uterus
4. penurunan angka kejadian preeklampsia pada kehamilan-kehamilan
berikutnya
5. mekanisme terjadinya tanda-tanda preeklampsia, seperti hipertensi,
edema, proteinuria, kejang dan koma.

Sedikitnya terdapat empat hipotesis mengenai etiologi preeklampsia hingga


saat ini, yaitu:
1. Iskemia plasenta, yaitu invasi trofoblas yang tidak normal terhadap
arteri spiralis sehingga menyebabkan berkurangnya sirkulasi
uteroplasenta yang dapat berkembang menjadi iskemia plasenta.
Gambar 2.1. Etiologi preeklampsia menurut teori iskemik plasenta
Implantasi plasenta pada kehamilan normal dan PE Implantasi plasenta
normal yang memperlihatkan proliferasi trofoblas ekstravilus membentuk satu
kolom di bawah vilus penambat. Trofoblas ekstravilus menginvasi desidua dan
berjalan sepanjang bagian dalam arteriol spiralis. Hal ini menyebabkan endotel
dan dinding pembuluh vaskular diganti diikuti oleh pembesaran pembuluh
darah.

2. Peningkatan toksisitas very low density lipoprotein (VLDL).


3. Maladaptasi imunologi, yang menyebabkan gangguan invasi arteri
spiralis oleh sel-sel sinsitiotrofoblas dan disfungsi sel endotel yang
diperantarai oleh peningkatan pelepasan sitokin, enzim proteolitik
dan radikal bebas.
4. Genetik. Teori yang paling diterima saat ini adalah teori iskemia
plasenta. Namun, banyak faktor yang menyebabkan preeklampsia
dan di antara faktor-faktor yang ditemukan tersebut seringkali sukar
ditentukan apakah faktor penyebab atau merupakan akibat

Klasifikasi preeklampsia

Preeklampsia dibagi menjadi preeklampsia ringan dan preeklampsia


berat (PEB):7,16
1. Preeklampsia ringan Dikatakan preeklampsia ringan bila :
a. Tekanan darah sistolik antara 140-160 mmHg
b. diastolik 90-110 mmHg
c. Proteinuria minimal (< 2g/L/24 jam)
d. Tidak disertai gangguan fungsi organ

2. Preeklampsia berat
Dikatakan preeklampsia berat bila :
a. Tekanan darah sistolik > 160 mmHg atau tekanan darah
diastolik > 110mmHg
b. Proteinuria (> 5 g/L/24 jam) atau positif 3 atau 4 pada
pemeriksaan kuantitatif
c. Bisa disertai dengan :
i. Oliguria (urine ≤ 400 mL/24jam)
ii. Keluhan serebral, gangguan penglihatan
iii. Nyeri abdomen pada kuadran kanan atas atau
daerahepigastrium
iv. Gangguan fungsi hati dengan hiperbilirubinemia
v. Edema pulmonum, sianosis
vi. Gangguan perkembangan intrauterine
vii. Microangiopathic hemolytic anemia, trombositopen

3. Jika terjadi tanda-tanda preeklampsia yang lebih berat dan disertai


dengan adanya kejang, maka dapat digolongkan ke dalam eklampsia.
Preklampsia berat dibagi dalam beberapa kategori, yaitu:
a.PEB tanpa impending eclampsia
b.PEB dengan impending eclampsia dengan gejala-gejala
impending di antaranya nyeri kepala, mata kabur, mual dan
muntah, nyeri epigastrium, dan nyeri abdomen kuadran kanan
atas

Epidemiologi preeklampsia

Insidens preeklampsia sebesar 4–5 kasus per 10.000 kelahiran hidup


pada negara maju. Di negara berkembang insidensnya bervariasi antara 6–10
kasus per 10.000 kelahiran hidup. Angka kematian ibu akibat kasus
preeklampsia bervariasi antara 0-4%. Angka kematian ibu meningkat karena
komplikasi yang dapat mengenai berbagai sistem tubuh. Penyebab kematian
terbanyak wanita hamil akibat preeklampsia adalah perdarahan intraserebral
dan edema paru. Efek preeklampsia pada kematian perinatal berkisar antara
10-28%. Penyebab terbanyak kematian perinatal disebabkan prematuritas,
pertumbuhan janin terhambat, dan solutio plasenta. Sekitar 75% eklampsia
terjadi antepartum dan sisanya terjadi pada postpartum. Hampir semua kasus
(95%) eklampsia antepartum terjadi pada trimester ketiga. Angka kejadian
preeklampsia rata-rata sebanyak 6% dari seluruh kehamilan dan 12% pada
kehamilan primigravida. Kejadian penyakit ini lebih banyak dijumpai pada
primigravida terutama primigravida pada usia muda daripada multigravida.
Penelitian mengenai prevalensi preeklampsia dan PEB di Indonesia dilakukan
di Rumah Sakit Denpasar. Pada primigravida frekuensi preeklampsia/eklampsia
lebih tinggi bila dibandingkan dengan multigravida, terutama primigravida
muda. Hasil penelitian tersebut menunjukkan insidensi preeklampsia pada
primigravida 11,03%. Angka kematian maternal akibat penyakit ini 8,07% dan
angka kematian perinatal 27,42%. Sedangkan pada periode Juli 1997 s/d Juni
2000 didapatkan 191 kasus (1,21%) PEB dengan 55 kasus di antaranya dirawat
konservatif. Selain primigravida, faktor risiko preeklampsia lain di antaranya
adalah
1. nullipara
2. kehamilan ganda
3. obesitas
4. riwayat keluarga dengan preeklampsia atau eklampsia
5. riwayat preeklampsia pada kehamilan sebelumnya
6. abnormalitas uterus yang diperoleh pada Doppler pada usia
kandungan 18 dan 24 minggu
7. diabetes melitus gestasional
8. trombofilia
9. hipertensi

Patofisologi Preklampsia

Perubahan pokok yang didapatkan pada preeklampsia adalah adanya


spasme pembuluh darah disertai dengan retensi garam dan air. Bila spasme
arteriolar juga ditemukan di seluruh tubuh, maka dapat dipahami bahwa
tekanan darah yang meningkat merupakan kompensasi mengatasi kenaikan
tahanan perifer agar oksigenasi jaringan tetap tercukupi. Sedangkan
peningkatan berat badan dan edema yang disebabkan penimbunan cairan
yang berlebihan dalam ruang interstitial belum diketahui penyebabnya.
Beberapa literatur menyebutkan bahwa pada preeklampsia dijumpai kadar
aldosteron yang rendah dan kadar prolaktin yang tinggi dibandingkan pada
kehamilan normal. Aldosteron penting untuk mempertahankan volume plasma
dan mengatur retensi air serta natrium. Pada preeklampsia permeabilitas
pembuluh darah terhadap protein meningkat

Turunnya tekanan darah pada kehamilan normal ialah karena


vasodilatasi perifer yang diakibatkan turunnya tonus otot polos arteriol. Hal ini
kemungkinan akibat meningkatnya kadar progesteron di sirkulasi, dan atau
menurunnya kadar vasokonstriktor seperti angiotensin II, adrenalin, dan
noradrenalin, dan atau menurunnya respon terhadap zat-zat vasokonstriktor.
Semua hal tersebut akan meningkatkan produksi vasodilator atau prostanoid
seperti PGE2 atau PGI2. Pada trimester ketiga akan terjadi peningkatan
tekanan darah yang normal seperti tekanan darah sebelum hamil.
1. Regulasi volume darah
Pengendalian garam dan homeostasis meningkat pada
preeklampsia. Kemampuan untuk mengeluarkan natrium juga
terganggu, tetapi pada derajat mana hal ini terjadi sangat bervariasi dan
pada keadaan berat mungkin tidak dijumpai adanya edema. Bahkan jika
dijumpai edema interstitial, volume plasma adalah lebih rendah
dibandingkan pada wanita hamil normal dan akan terjadi
hemokonsentrasi. Terlebih lagi suatu penurunan atau suatu peningkatan
ringan volume plasma dapat menjadi tanda awal hipertensi.

2. Volume darah, hematokrit, dan viskositas darah


Rata-rata volume plasma menurun 500 ml pada preeklampsia
dibandingkan hamil normal, penurunan ini lebih erat hubungannya
dengan wanita yang melahirkan bayi dengan berat bayi lahir rendah
(BBLR).

3. Aliran Darah di Organ-Organ


a. Aliran darah di otak
Pada preeklampsia arus darah dan konsumsi oksigen
berkurang 20%. Hal ini berhubungan dengan spasme pembuluh
darah otak yang mungkin merupakan suatu faktor penting dalam
terjadinya kejang pada preeklampsia maupun perdarahan otak

b. Aliran darah ginjal dan fungsi ginjal


Terjadi perubahan arus darah ginjal dan fungsi ginjal yang
sering menjadi penanda pada kehamilan muda. Pada
preeklampsia arus darah efektif ginjal rata-rata berkurang 20%,
dari 750 ml menjadi 600ml/menit, dan filtrasi glomerulus
berkurang rata-rata 30%, dari 170 menjadi 120ml/menit, sehingga
terjadi penurunan filtrasi. Pada kasus berat akan terjadi oligouria,
uremia dan pada sedikit kasus dapat terjadi nekrosis tubular dan
kortikal.
Plasenta ternyata membentuk renin dalam jumlah besar,
yang fungsinya mungkin sebagai cadangan menaikkan tekanan
darah dan menjamin perfusi plasenta yang adekuat. Pada
kehamilan normal renin plasma, angiotensinogen,
angiotensinogen II, dan aldosteron meningkat nyata di atas nilai
normal wanita tidak hamil. Perubahan ini merupakan kompensasi
akibat meningkatnya kadar progesteron dalam sirkulasi. Pada
kehamilan normal efek progesteron diimbangi oleh renin,
angiotensin, dan aldosteron, tetapi keseimbangan ini tidak terjadi
pada preeklampsia.
Sperof (1973) menyatakan bahwa dasar terjadinya
preeklampsia adalah iskemi uteroplasenter dimana terjadi
ketidakseimbangan antara massa plasenta yang meningkat
dengan aliran perfusi sirkulasi darah plasenta yang berkurang.
Apabila terjadi hipoperfusi uterus, akan dihasilkan lebih banyak
renin uterus yang mengakibatkan vasokonstriksi dan
meningkatnya kepekaan pembuluh darah. Di samping itu
angiotensin menimbulkan vasodilatasi lokal pada uterus akibat
efek prostaglandin sebagai mekanisme kompensasi dari
hipoperfusi uterus. Laju filtrasi glomerulus dan arus plasma ginjal
menurun pada preeklampsia, tetapi karena hemodinamik pada
kehamilan normal meningkat 30% sampai 50%, nilai pada
preeklampsia masih di atas atau sama dengan nilai wanita tidak
hamil. Klirens fraksi asam urat yang menurun, kadang-kadang
beberapa minggu sebelum ada perubahan pada GFR, dan
hiperuricemia dapat merupakan gejala awal. Dijumpai pula
peningkatan pengeluaran protein biasanya ringan sampai sedang.
Preeklampsia merupakan penyebab terbesar sindrom nefrotik
pada kehamilan. Penurunan hemodinamik ginjal dan peningkatan
protein urin adalah bagian dari lesi morfologi khusus yang
melibatkan pembengkakan sel-sel intrakapiler glomerulus yang
merupakan tanda khas patologi ginjal pada preeklampsia.

c. Aliran darah uterus dan choriodesidua


Perubahan arus darah di uterus dan choriodesidua adalah
perubahan patofisiologi terpenting pada preeklampsia, dan mungkin
merupakan faktor penentu hasil kehamilan. Namun yang disayangkan
adalah belum ada satu pun metode pengukuran arus darah yang
memuaskan baik di uterus maupun di desidua.

d. Aliran darah di paru-paru


Kematian ibu pada preeklampsia dan eklampsia biasanya karena
edema paru yang menimbulkan dekompensasi cordis.

e. Aliran darah di mata


Dapat dijumpai adanya edema dan spasme pembuluh darah
orbital. Bila terjadi halhal tersebut, maka harus dicurigai terjadinya
preeklampsia berat. Gejala lain yang mengarah ke eklampsia adalah
skotoma, diplopia, dan ambliopia. Hal ini disebabkan oleh adanya
perubahan peredaran darah dalam pusat penglihatan di korteks serebri
atau dalam retina.

f. Keseimbangan air dan elektrolit


Terjadi peningkatan kadar gula darah yang meningkat untuk
sementara, asam laktat dan asam organik lainnya, sehingga konvulsi
selesai, zat-zat organik dioksidasi dan dilepaskan natrium yang lalu
bereaksi dengan karbonik dengan terbentuknya natrium bikarbonat.
Dengan demikian cadangan alkali dapat pulih kembali.

Manifestasi Klinis Preklampsia

Dua gejala yang sangat penting pada preeklampsia adalah hipertensi dan
proteinuria. Gejala ini merupakan keadaan yang biasanya tidak disadari oleh
wanita
hamil. Pada waktu keluhan lain seperti sakit kepala, gangguan penglihatan, dan
nyeri epigastrium mulai timbul, hipertensi dan proteinuria yang terjadi
biasanya sudah berat.

1. Tekanan darah
Kelainan dasar pada preeklampsia adalah vasospasme arteriol
sehingga tanda peringatan awal muncul adalah peningkatan tekanan
darah. Tekanan diastolik merupakan tanda prognostik yang lebih baik
dibandingkan tekanan sistolik dan tekanan diastolik sebesar 90 mmHg
atau lebih menetap menunjukan keadaan abnormal.
2. Kenaikan berat badan.
Peningkatan berat badan yang terjadi tiba-tiba dan kenaikan
berat badan yang berlebihan merupakan tanda pertama preeklampsia.
Peningkatan berat badan sekitar 0,45 kg per minggu adalah normal,
tetapi bila lebih dari 1 kg dalam seminggu atau 3 kg dalam sebulan maka
kemungkinan terjadinya preeklampsia harus dicurigai. Peningkatan berat
badan yang mendadak serta berlebihan terutama disebabkan oleh
retensi cairan dan selalu dapat ditemukan sebelum timbul gejala edema
nondependen yang terlihat jelas, seperti edema kelopak mata, kedua
lengan, atau tungkai yang membesar.

3. Proteinuria.
Derajat proteinuria sangat bervariasi menunjukan adanya suatu
penyebab fungsional dan bukan organik. Pada preeklampsia awal,
proteinuria mungkin hanya minimal atau tidak ditemukan sama sekali.
Pada kasus yang berat, proteinuria biasanya dapat ditemukan dan
mencapai 10 gr/l. Proteinuria hampir selalu timbul kemudian
dibandingkan dengan hipertensi dan biasanya terjadi setelah kenaikan
berat badan yang berlebihan.

4. Nyeri kepala.
Gejala ini jarang ditemukan pada kasus ringan, tetapi semakin sering
terjadi pada kasus yang lebih berat. Nyeri kepala sering terasa pada daerah
frontalis dan oksipitalis, dan tidak sembuh dengan pemberian analgesik
biasa. Pada wanita hamil yang mengalami serangan eklampsia, nyeri kepala
hebat hampir selalu mendahului serangan kejang pertama.

5. Nyeri epigastrium.
Nyeri epigastrium atau nyeri kuadran kanan atas merupakan
keluhan yang sering ditemukan pada preeklampsia berat dan dapat
menjadi presiktor serangan kejang yang akan terjadi. Keluhan ini
mungkin disebabkan oleh regangan kapsula hepar akibat edema atau
perdarahan.

6. Gangguan penglihatan.
Gangguan penglihatan yang dapat terjadi di antaranya pandangan
yang sedikit kabur, skotoma, hingga kebutaan sebagian atau total.
Keadaan ini disebabkan oleh vasospasme, iskemia, dan perdarahan
petekie pada korteks oksipital.
Penegakan Diagnosis preeklamsia

1)    Preeklampsia ringan, bila disertai keadaan sebagai berikut:


a. Tekanan darah 140/90 mmHg, atau kenaikan diastolik 15 mmHg
atau lebih, atau kenaikan sistolik 30 mmHg atau lebih setelah 20
minggu kehamilan dengan riwayat tekanan darah normal.
Pemeriksaan 2 kali selang 6 jam dalam keadaan istirahat (untuk
pemeriksaan pertama dilakukan 2 kali setelah istirahat 10 menit).
b. Proteinuria kuantitatif ≥ 0,3 gr/liter/24 jam atau kualitatif 1+ atau
2+ pada urine kateter atau midstream.
2)    Preeklampsia berat, bila disertai keadaan sebagai berikut:
•        Tekanan darah 160/110 mmHg atau lebih
•        Proteinuria 5 gr atau lebih perliter dalam 24 jam atau kualitatif 3+
atau 4+.
•        Oligouri, yaitu jumlah urine kurang dari 500 cc per 24 jam.
•        Kadar enzim meningkat disertai ikterus
•        Perdarahan pada retina
•        Trombosit kurang dari 100.000/mm.11
•        Adanya gangguan serebral, gangguan penglihatan, dan rasa nyeri
di epigastrium.
•        Terdapat edema paru dan sianosis
•        Trombositopeni
•        Gangguan fungsi hati
•        Pertumbuhan janin terhambat

Penatalaksanaan

Tujuan dasar dari penatalaksanaan preeklampsia adalah:


1. terminasi kehamilan dengan kemungkinan setidaknya terdapat
trauma pada ibu maupun janin
2. kelahiran bayi yang dapat bertahan
3. pemulihan kesehatan lengkap pada ibu Persalinan merupakan
pengobatan untuk preeklampsia. Jika diketahui atau diperkirakan janin
memiliki usia gestasi preterm, kecenderungannya adalah
mempertahankan sementara janin di dalam uterus selama beberapa
minggu untuk menurunkan risiko kematian neonatus. Khusus pada
penatalaksanaan preeklampsia berat (PEB), penanganan terdiri dari
penanganan aktif dan penanganan ekspektatif. Wanita hamil dengan
PEB umumnya dilakukan persalinan tanpa ada penundaan. Pada
beberapa tahun terakhir, sebuah pendekatan yang berbeda pada wanita
dengan PEB mulai berubah. Pendekatan ini mengedepankan
penatalaksanaan ekspektatif pada beberapa kelompok wanita dengan
tujuan meningkatkan luaran pada bayi yang dilahirkan tanpa
memperburuk keamanan ibu.

Adapun terapi medikamentosa yang diberikan pada pasien


dengan PEB antara lain adalah:
a. tirah baring
b. oksigen
c. kateter menetap
d. cairan intravena.
Cairan intravena yang dapat diberikan dapat berupa
kristaloid maupun koloid dengan jumlah input cairan 1500 ml/24
jam dan berpedoman pada diuresis insensible water loss, dan
central venous pressure (CVP). Balans cairan ini harus selalu
diawasi.
e. Magnesium sulfat (MgSO4). Obat ini diberikan dengan dosis 20
cc MgSO4 20% secara intravena loading dose dalam 4-5 menit.
Kemudian dilanjutkan dengan MgSO4 40%sebanyak 30 cc dalam
500 cc ringer laktat (RL) atau sekitar 14 tetes/menit. Magnesium
sulfat ini diberikan dengan beberapa syarat, yaitu:
1. refleks patella normal
2. frekuensi respirasi >16x per menit
3. produksi urin dalam 4 jam sebelumnya >100cc atau 0.5
cc/kgBB/jam
4. disiapkannya kalsium glukonas 10% dalam 10 cc sebagai
antidotum. Bila nantinya ditemukan gejala dan tanda
intoksikasi maka kalsium glukonas tersebut diberikan dalam
tiga menit.
f. Antihipertensi
Antihipertensi diberikan jika tekanan darah diastolik >110
mmHg. Pilihan antihipertensi yang dapat diberikan adalah
nifedipin 10 mg. Setelah 1 jam, jika tekanan darah masih tinggi
dapat diberikan nifedipin ulangan 10 mg dengan interval satu jam,
dua jam, atau tiga jam sesuai kebutuhan. Penurunan tekanan
darah pada PEB tidak boleh terlalu agresif yaitu tekanan darah
diastol tidak kurang dari 90 mmHg atau maksimal 30%.
Penggunaan nifedipin ini sangat dianjurkan karena harganya
murah, mudah didapat, dan mudah mengatur dosisnya dengan
efektifitas yang cukup baik.
g. Kortikosteroid
Penggunaan kortikosteroid direkomendasikan pada semua
wanita usia kehamilan 24-34 minggu yang berisiko melahirkan
prematur, termasuk pasien dengan PEB. Preeklampsia sendiri
merupakan penyebab ±15% dari seluruh kelahiran prematur. Ada
pendapat bahwa janin penderita preeklampsia berada dalam
keadaan stres sehingga mengalami percepatan pematangan paru.
Akan tetapi menurut Schiff dkk, tidak terjadi percepatan
pematangan paru pada penderita preeklampsia.

Dalam lebih dari dua dekade, kortikosteroid telah diberikan pada masa
antenatal dengan maksud mengurangi komplikasi, terutama RDS, pada bayi
prematur. Apabila dilihat dari lamanya interval waktu mulai saat pemberian
steroid sampai kelahiran, tampak bahwa interval 24 jam sampai tujuh hari
memberi keuntungan yang lebih besar dengan rasio kemungkinan (odds
ratio/OR) 0,38 terjadinya RDS. Sementara apabila interval kurang dari 24 jam
OR 0,70 dan apabila lebih dari 7 hari OR 0,41.
Penelitian US Collaborative tahun 1981 melaporkan perbedaan
bermakna insiden RDS dengan pemberian steroid antenatal pada kehamilan
30-34 minggu dengan interval antara 24 jam sampai dengan tujuh hari.
Sementara penelitian Liggins dan Howie mendapati insidens RDS lebih rendah
apabila interval waktu antara saat pemberian steroid sampai kelahiran adalah
dua hari sampai kurang dari tujuh hari dan perbedaan ini bermakna. Mereka
menganjurkan steroid harus diberikan paling tidak 24 jam sebelum terjadi
kelahiran agar terlihat manfaatnya terhadap pematangan paru janin.
Pemberian steroid setelah lahir tidak bermanfaat karena kerusakan telah
terjadi sebelum steroid bekerja. National Institutes of Health (NIH)
merekomendasikan:
1. Semua wanita hamil dengan kehamilan antara 24–34 minggu yang
dalam persalinan prematur mengancam merupakan kandidat untuk
pemberian kortikosteroid antenatal dosis tunggal.

2. Kortikosteroid yang dianjurkan adalah betametason 12 mg sebanyak


dua dosis dengan selang waktu 24 jam atau deksametason 6 mg
sebanyak 4 dosis intramuskular dengan interval 12 jam.

3. Keuntungan optimal dicapai 24 jam setelah dosis inisial dan


berlangsung selama tujuh hari. Pemberian deksamethason yaitu 15 mg
dalam sekali pemberian.

Komplikasi preeklampsia

1. Kejang-kejang (eklampsia)

Eklampsia merupakan jenis kejang (kontraksi involunter dari otot)


yang dapat dialami wanita hamil, biasanya dari minggu 20 kehamilan
atau beberapa waktu setelah melahirkan.

2. Sindrom hellp
Sindrom HELLP adalah gangguan hati dan pembekuan darah
langka yang dapat terjadi pada wanita hamil. Kemungkinan besar terjadi
setelah bayi dilahirkan, tetapi dapat muncul kapan saja setelah 20
minggu kehamilan dan sebelum 20 minggu dalam kasus yang jarang
terjadi.

3. Stroke
Suplai darah ke otak dapat terganggu sebagai akibat dari tekanan
darah tinggi. Hal ini dikenal sebagai perdarahan otak atau stroke. Jika
otak tidak mendapatkan cukup oksigen dan nutrisi dari darah, sel-sel
otak akan mati sehingga menyebabkan kerusakan otak bahkan
kematian.

4. Masalah organ
a. Pulmonary oedema  – di mana cairan menumpuk di dalam dan di
sekitar paru-paru, membuat paru-paru berhenti bekerja dengan baik
yaitu menghalangi paru-paru menyerap oksigen.
b. Gagal ginjal – bila ginjal tidak dapat menyaring produk limbah dari
darah. Hal ini menyebabkan racun dan cairan tertumpuk di dalam
tubuh.
c. Gagal hati – gangguan fungsi hati. Hati memiliki banyak fungsi
termasuk mencerna protein dan lemak, memproduksi empedu dan
mengeluarkan racun. Setiap kerusakan yang mengganggu fungsi-
fungsi ini bisa berakibat fatal.

5. Gangguan pembekuan darah


Hal ini bisa mengakibatkan perdarahan karena tidak ada cukup
protein dalam darah untuk membuatnya menggumpal, atau gumpalan
darah berkembang ke seluruh tubuh karena protein yang mengontrol
pembekuan darah menjadi aktif dengan tidak normal.

6. Masalah yang mempengaruhi bayi


Bayi dengan ibu penderita preeklampsia dapat tumbuh lebih
lambat di dalam rahim dari seharusnya karena kondisinya mengurangi
jumlah nutrisi dan oksigen dari ibu untuk bayinya. Bayi-bayi ini seringkali
lebih kecil dari biasanya, terutama jika preeklampsia terjadi sebelum 37
minggu.

Anda mungkin juga menyukai