Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Preeklamsia merupakan suatu sindrom spesifik pada kehamilan yang ditandai
dengan trias gejala klinis berupa peningkatan tekanan darah, edema pada ekstremitas
bawah, dan proteinuria. Edema tungkai tidak dipakai lagi sebagai kriteria hipertensi
dalam kehamilan, kecuali edema anasarka. Frekuensi preeklamsia untuk tiap negara
berbeda-beda karena banyak faktor yang mempengaruhinya, jumlah gravida, keadaan
sosial ekonomi, perbedaan kriteria dalam penentuan diagnosis dan lain sebagainya.1
Pada primigravida dan grandemultigravida frekuensi lebih tinggi bila
dibandingkan dengan multigravida, terutama primigravida. Penelitian yang dilakukan
di Rumah Sakit Hasan Sadikin selama periode 2001-2002 didapatkan angka kejadian
preeklamsia sebesar 10,3%.2

1.2. Batasan masalah


Laporan kasus ini membahas tentang preeklampsia, etiologi, faktor risiko,
gambaran klinis, Patofisiologi, Diagnosis, Penatalaksanaan preeklampsia, serta
pembahasan kasus.

1.3. Tujuan penulisan


Adapun tujuan penulisan laporan kasus ini:
1. Memahami dan mampu mendiagnosis preeklampsia.

2. Memahami penatalaksanaan pasien preeklampsia.


3. Mamahami perioperatif care pada pasien preeklampsia.
4. Meningkatkan kemampuan penulisan ilmiah di bidang kedokteran khususnya di
bagian Ilmu Anestesiologi dan Terapi Intensif.

1.4

Metode penulisan
Penulisan laporan kasus ini menggunakan metode tinjauan pustaka yang

mengacu kepada beberapa literatur serta pembahasan kasus.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.

Pengertian Preeklampsia
Pre-eklampsia dalam kehamilan adalah apabila dijumpai tekanan darah 140/90
mmHg setelah kehamilan 20 minggu (akhir triwulan kedua sampai triwulan ketiga)
atau bisa lebih awal terjadi.3
Pre-eklampsia adalah salah satu kasus gangguan kehamilan yang bisa menjadi
penyebab kematian ibu. Kelainan ini terjadi selama masa kehamilan, persalinan, dan
masa nifas yang akan berdampak pada ibu dan bayi.1
Hipertensi (tekanan darah tinggi) di dalam kehamilan terbagi atas pre-eklampsia
ringan, preklampsia berat, eklampsia, serta superimposed hipertensi (ibu hamil yang
sebelum kehamilannya sudah memiliki hipertensi dan hipertensi berlanjut selama
kehamilan). Tanda dan gejala yang terjadi serta tatalaksana yang dilakukan masingmasing penyakit di atas tidak sama.4

B.

Etiologi Preeklampsia5
Etiologi penyakit ini sampai saat ini belum diketahui dengan pasti. Secara
teoritik urutan urutan gejala yang timbul pada preeklamsi ialah edema, hipertensi, dan
terakhir proteinuri. Sehingga bila gejala-gejala ini timbul tidak dalam urutan diatas
dapat dianggap bukan preeklamsi.
Dari gejala tersebut timbur hipertensi dan proteinuria merupakan gejala yang
paling penting. Namun, penderita seringkali tidak merasakan perubahan ini. Bila
penderita sudah mengeluh adanya gangguan nyeri kepala, gangguan penglihatan atau
nyeri epigastrium, maka penyakit ini sudah cukup lanjut.

C.

Faktor Risiko Preeklamsia5


Kehamilan pertama
Riwayat keluarga dengan pre-eklampsia atau eklampsia
Pre-eklampsia pada kehamilan sebelumnya
Ibu hamil dengan usia kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun

D.
a.

Wanita dengan gangguan fungsi organ (diabetes, penyakit ginjal, migraine, dan
tekanan darah tinggi)
Kehamilan kembar
Gambaran Klinis Preeklampsia4
Gejala subjektif
Pada preeklampsia didapatkan sakit kepala di daerah frontal, skotoma,
diplopia, penglihatan kabur, nyeri di daerah epigastrium, mual atau muntah-muntah.
Gejala-gejala ini sering ditemukan pada preeklampsia yang meningkat dan
merupakan petunjuk bahwa eklampsia akan timbul. Tekanan darah pun akan
meningkat lebih tinggi, edema dan proteinuria bertambah meningkat.

b.

Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik yang dapat ditemukan meliputi; peningkatan tekanan
sistolik 30mmHg dan diastolik 15 mmHg atau tekanan darah meningkat lebih dari
140/90mmHg. Tekanan darah pada preeklampsia berat meningkat lebih dari 160/110
mmHg dan disertai kerusakan beberapa organ. Selain itu kita juga akan menemukan
takikardia, takipnu, edema paru, perubahan kesadaran, hipertensi ensefalopati,
hiperefleksia, pendarahan otak.

E.

Patofisiologi Preeklampsia5
Pada preeklampsia yang berat dan eklampsia dapat terjadi perburukan
patologis pada sejumlah organ dan sistem yang kemungkinan diakibatkan oleh
vasospasme dan iskemia. Wanita dengan hipertensi pada kehamilan dapat mengalami
peningkatan respon terhadap berbagai substansi endogen (seperti prostaglandin,
tromboksan)

yang

dapat

menyebabkan

vasospasme

dan agregasi platelet.

Penumpukan trombus dan pendarahan dapat mempengaruhi sistem saraf pusat yang
ditandai dengan sakit kepala dan defisit saraf lokal dan kejang. Nekrosis ginjal dapat
menyebabkan penurunan laju filtrasi glomerulus dan proteinuria. Kerusakan hepar
dari nekrosis hepatoseluler menyebabkan nyeri epigastrium dan peningkatan tes
fungsi hati. Manifestasi terhadap kardiovaskuler meliputi penurunan volume
intravaskular, meningkatnya cardiac output dan peningkatan tahanan pembuluh
4

perifer.

Peningkatan

hemolisis

microangiopati

menyebabkan

anemia

dan

trombositopeni. Infark plasenta dan obstruksi plasenta menyebabkan pertumbuhan


janin terhambat bahkan kematian janin dalam rahim. Perubahan pada organ-organ:
1)

Perubahan kardiovaskuler.
Gangguan fungsi kardiovaskuler yang parah sering terjadi pada preeklampsia
dan eklampsia. Berbagai gangguan tersebut pada dasarnya berkaitan dengan
peningkatan afterload jantung akibat hipertensi, preload jantung yang secara nyata
dipengaruhi oleh berkurangnya secara patologis hipervolemia kehamilan atau yang
secara iatrogenik ditingkatkan oleh larutan onkotik atau kristaloid intravena, dan
aktivasi endotel disertai ekstravasasi ke dalam ruang ektravaskular terutama paru.

2)

Metabolisme air dan elektrolit


Hemokonsentrasi yang menyerupai preeklampsia dan eklampsia tidak
diketahui penyebabnya. Jumlah air dan natrium dalam tubuh lebih banyak pada
penderita preeklampsia dan eklampsia daripada pada wanita hamil biasa atau
penderita dengan hipertensi kronik. Penderita preeklampsia tidak dapat mengeluarkan
dengan sempurna air dan garam yang diberikan. Hal ini disebabkan oleh filtrasi
glomerulus menurun, sedangkan penyerapan kembali tubulus tidak berubah.
Elektrolit, kristaloid, dan protein tidak menunjukkan perubahan yang nyata pada
preeklampsia. Konsentrasi kalium, natrium, dan klorida dalam serum biasanya dalam
batas normal

3)

Mata
Dapat dijumpai adanya edema retina dan spasme pembuluh darah. Selain itu
dapat terjadi ablasio retina yang disebabkan oleh edema intra-okuler dan merupakan
salah satu indikasi untuk melakukan terminasi kehamilan. Gejala lain yang
menunjukan tanda preeklampsia berat yang mengarah pada eklampsia adalah adanya
skotoma, diplopia, dan ambliopia. Hal ini disebabkan oleh adanya perubahan
preedaran darah dalam pusat penglihatan di korteks serebri atau di dalam retina.
5

4)

Otak
Pada penyakit yang belum berlanjut hanya ditemukan edema dan anemia pada
korteks serebri, pada keadaan yang berlanjut dapat ditemukan perdarahan.

5)

Uterus
Aliran darah ke plasenta menurun dan menyebabkan gangguan pada plasenta,
sehingga terjadi gangguan pertumbuhan janin dan karena kekurangan oksigen terjadi
gawat janin. Pada preeklampsia dan eklampsia sering terjadi peningkatan tonus rahim
dan kepekaan terhadap rangsangan, sehingga terjadi partus prematur.

6)

Paru-paru
Kematian ibu pada preeklampsia dan eklampsia biasanya disebabkan oleh
edema paru yang menimbulkan dekompensasi kordis. Bisa juga karena terjadinya
aspirasi pneumonia, atau abses paru.

F.

Diagnosis Preeklampsia5
Diagnosis preeklampsia dapat ditegakkan dari gambaran klinik dan
pemeriksaan laboratorium. Dari hasil diagnosis, maka preeklampsia dapat
diklasifikasikan menjadi dua golongan yaitu;
1) Preeklampsia ringan, bila disertai keadaan sebagai berikut:
Tekanan darah 140/90 mmHg, atau kenaikan diastolik 15 mmHg atau lebih, atau
kenaikan sistolik 30 mmHg atau lebih setelah 20 minggu kehamilan dengan riwayat
tekanan darah normal.
Proteinuria kuantitatif 0,3 gr perliter atau kualitatif 1+ atau 2+ pada urine kateter
atau midstream.

2) Preeklampsia berat, bila disertai keadaan sebagai berikut:


Tekanan darah 160/110 mmHg atau lebih.
6

Proteinuria 5 gr atau lebih perliter dalam 24 jam atau kualitatif 3+ atau 4+.
Oligouri, yaitu jumlah urine kurang dari 500 cc per 24 jam.
Adanya gangguan serebral, gangguan penglihatan, dan rasa nyeri di epigastrium.
Terdapat edema paru dan sianosis
Trombositopeni
Gangguan fungsi hati
Pertumbuhan janin terhambat
G.

Penatalaksanaan Preeklampsia5
Diagnosis dini, supervisi medikal yang ketat, waktu persalinan merupakan
persyaratan yang mutlak dalam penatanlaksanaan preeklamsi. Persalinan merupakan
pengobatan yang utama. Setelah diagnosis ditegakkan, penatalaksanaan selanjutnya
harus berdasarkan evaluasi awal terhadap kesejahteraan ibu dan janin. Berdasarkan
hal ini, keputusan dalam penatalaksanaan dapat ditegakkan, yaitu apakah
hospitalisasi, ekspektatif atau terminasi kehamilan serta harus memperhitungkan
beratnya penyakit, keadaan ibu dan janin, dan usia kehamilan. Tujuan utama
pengambilan strategi penatalaksanaan adalah keselamatan ibu dan kelahiran janin
hidup yang tidak memerlukan perawatan neonatal lebih lanjut dan lama.
Penatalaksanaa pada preeklamsi dibagi berdasarkan beratnya preeklamsi, yaitu :

1.

Preeklamsi ringan
Pada preeklamsi ringan, observasi ketat harus dilakukan untuk mengawasi
perjalanan penyakit karena penyakit ini dapat memburuk sewaktu-waktu. Adanya
gejala seperti sakit kepala, nyeri ulu hati, gangguan penglihatan dan proteinuri
meningkatkan risiko terjadinya eklamsi dan solusio plasenta. Pasien-pasien dengan
gejala seperti ini memerlukan observasi ketat yang dilakukan di rumah sakit. Pasien
harus diobservasi tekanan darahnya setiap 4 jam, pemeriksaan klirens kreatinin dan
protein total seminggu 2 kali, tes fungsi hati, asam urat, elektrolit, dan serum albumin
setiap minggu. Pada pasien preeklamsi berat, pemeriksaan fungsi pembekuan seperti
protrombin time, partial tromboplastin time, fibrinogen, dan hitung trombosit.
Perkiraan berat badan janin diperoleh melalui USG saat masuk rumah sakit dan setiap
7

2 minggu. Perawatan jalan dipertimbangkan bila ketaatan pasien baik, hipertensi


ringan, dan keadaan janin baik. Penatalaksanaan terhadap ibu meliputi observasi ketat
tekanan darah, berat badan, ekskresi protein pada urin 24 jam, dan hitung trombosit
begitu pula keadaan janin (pemeriksaan denyut jantung janin 2x seminggu). Sebagai
tambahan, ibu harus diberitahu mengenai gejala pemburukan penyakit, seperti nyeri
kepala, nyeri epigastrium, dan gangguan penglihatan. Bila ada tanda-tanda progresi
penyakit, hospitalisasi diperlukan. Pasien yang dirawat di rumah sakit dibuat
senyaman mungkin. Ada persetujuan umum tentang induksi persalinan pada
preeklamsi ringan dan keadaan servik yang matang (skor Bishop >6) untuk
menghindari komplikasi maternal dan janin. Akan tetapi ada pula yang tidak
menganjurkan penatalaksanaan preeklamsi ringan pada kehamilan muda. Saat ini
tidak ada ketentuan mengenai tirah baring, hospitalisasi yang lama, penggunaan obat
anti

hipertensi

dan

profilaksis

anti

konvulsan.

Tirah

baring

umumnya

direkomendasikan terhadap preeklamsi ringan. Keuntungan dari tirah baring adalah


mengurangi edema, peningkatan pertumbuhan janin, pencegahan ke arah preeklamsi
berat, dan meningkatkan outcome janin. Medikasi anti hipertensi tidak diperlukan
kecuali tekanan darah melonjak dan usia kehamilan 30 minggu atau kurang.
Pemakaian sedatif dahulu digunakan, tatapi sekarang tidak dipakai lagi karena
mempengaruhi denyut jantung istirahat janin dan karena salah satunya yaitu
fenobarbital mengganggu faktor pembekuan yang tergantung vitamin K dalam janin.
Sebanyak 3 penelitian acak menunjukkan bahwa tidak ada keuntungan tirah baring
baik di rumah maupun di rumah sakit walaupun tirah baring di rumah menurunkan
lamanya waktu di rumah sakit. Sebuah penelitian menyatakan adanya progresi
penyakit ke arah eklamsi dan persalinan prematur pada pasien yang tirah baring di
rumah. Namun, tidak ada penelitian yang mengevaluasi eklamsi, solusio plasenta, dan
kematian janin. Pada 10 penelitian acak yang mengevaluasi pengobatan pada wanita
dengan preeklamsi ringan menunjukkan bahwa efek pengobatan terhadap lamanya
kehamilan, pertumbuhan janin, dan insidensi persalinan preterm bervariasi antar
penelitian. Oleh karena itu tidak terdapat keuntungan yang jelas terhadap pengobatan
preeklamsi ringan.
8

Pengamatan terhadap keadaan janin dilakukan seminggu 2 kali dengan NST


dan USG terhadap volume cairan amnion. Hasil NST non reaktif memerlukan
konfirmasi lebih lanjut dengan profil biofisik dan oksitosin challenge test.
Amniosentesis untuk mengetahui rasio lesitin:sfingomielin (L:S ratio) tidak umum
dilakukan karena persalinan awal akibat indikasi ibu, tetapi dapat berguna untuk
mengetahui tingkat kematangan janin. Pemberian kortikosteroid dilakukan untuk
mematangkan paru janin jika persalinan diperkirakan berlangsung 2-7 hari lagi. Jika
terdapat pemburukan penyakit preeklamsi, maka monitor terhadap janin dilakukan
secara berkelanjutan karena adanya bahaya solusio plasenta dan insufisiensi
uteroplasenter.
2.

Preeklamsi berat
Tujuan penatalaksanaan pada preeklamsi berat adalah mencegah konvulsi,
mengontrol tekanan darah maternal, dan menentukan persalinan. Persalinan
merupakan terapi definitif jika preeklamsi berat terjadi di atas 36 minggu atau
terdapat tanda paru janin sudah matang atau terjadi bahaya terhadap janin. Jika terjadi
persalinan sebelum usia kehamilan 36 minggu, ibu dikirim ke rumah sakit besar
untuk mendapatkan NICU yang baik.
Pada preeklamsi berat, perjalanan penyakit dapat memburuk dengan progresif
sehingga menyebabkan pemburukan pada ibu dan janin. Oleh karena itu persalinan
segera direkomendasikan tanpa memperhatikan usia kehamilan. Persalinan segera
diindikasikan bila terdapat gejala impending eklamsi, disfungsi multiorgan, atau
gawat janin atau ketika preeklamsi terjadi sesudah usia kehamilan 34 minggu. Pada
kehamilan muda, bagaimana pun juga, penundaan terminasi kehamilan dengan
pengawasan ketat dilakukan untuk meningkatkan keselamatan neonatal dan
menurunkan morbiditas neonatal jangka pendek dan jangka panjang.
Pada usia kehamilan 38 minggu, wanita dengan preeklamsi ringan dan
keadaan serviks yang sesuai harus diinduksi. Setiap wanita dengan usia kehamilan
32-34 minggu dengan preeklamsi berat harus dipertimbangkan persalinan dan janin
sebaiknya diberi kortikosteroid. Pada pasien dengan usia kehamilan 23-32 minggu
yang menderita preeklamsi berat, persalinan dapat ditunda dalam usaha untuk
9

menurunkan morbiditas dan mortalitas perinatal. Jika usia kehamilan < 23 minggu,
pasien harus diinduksi persalinan untuk terminasi kehamilan.
Tujuan obyektif utama penatalaksanaan wanita dengan preeklamsi berat
adalah mencegah terjadinya komplikasi serebral seperti ensefalopati dan perdarahan.
Ibu hamil harus diberikan magnesium sulfat dalam waktu 24 jam setelah diagnosis
dibuat. Tekanan darah dikontrol dengan medikasi dan pemberian kortikosteroid untuk
pematangan paru janin. Batasan terapi biasanya bertumpu pada tekanan diastolik 110
mmHg atau lebih tinggi. Beberapa ahli menganjurkan mulai terapi pada tekanan
diastolik 105 mmHg , sedangkan yang lainnya menggunakan batasan tekanan arteri
rata-rata > 125 mmHg. Tujuan dari terapi adalah menjaga tekanan arteri rata-rata
dibawah 126 mmHg (tetapi tidak lebih rendah dari 105 mmHg) dan tekanan diastolik
< 105 mmHg (tetapi tidak lebih rendah dari 90 mmHg). Terapi inisial pilihan pada
wanita dengan preeklamsi berat selama peripartum adalah hidralazin secara IV dosis
5 mg bolus. Dosis tersebut dapat diulangi bila perlu setiap 20 menit sampai total 20
mg. Bila dengan dosis tersebut hidralazin tidak menghasilkan perbaikan yang
diinginkan, atau jika ibu mengalami efek samping seperti takikardi, sakit kepala, atau
mual, labetalol (20 mg IV) atau nifedipin (10 mg oral) dapat diberikan. Akan tetapi
adanya efek fetal distres terhadap terapi dengan hidralazin, beberapa peneliti
merekomendasikan penggunaan obat lain dalam terapi preeklamsi berat. Pada 9
penelitian acak yang membandingkan hidralazin dengan obat lain, hanya satu
penelitian yang menyebutkan efek samping dan kegagalan terapi lebih sering
didapatkan pada hidralazin.
Bila ditemukan masalah setelah persalinan dalam mengontrol hipertensi berat
dan jika hidralazin intra vena telah diberikan berulang kali pada awal puerperium,
maka regimen obat lain dapat digunakan. Setelah pengukuran tekanan darah
mendekati normal, maka pemberian hidralazin dihentikan. Jika hipertensi kembali
muncul pada wanita post partum, labetalol oral atau diuretik thiazide dapat diberikan
selama masih diperlukan.
Pemberian cairan infus dianjurkan ringer laktat sebanyak 60-125 ml perjam
kecuali terdapat kehilangan cairan lewat muntah, diare, diaforesis, atau kehilangan
10

darah selama persalinan. Oliguri merupakan hal yang biasa terjadi pada preeklamsi
dan eklamsi dikarenakan pembuluh darah maternal mengalami konstriksi
(vasospasme) sehingga pemberian cairan dapat lebih banyak. Pengontrolan perlu
dilakukan secara rasional karena pada wanita eklamsi telah ada cairan ekstraselular
yang banyak yang tidak terbagi dengan benar antara cairan intravaskular dan
ekstravaskular. Infus dengan cairan yang banyak dapat menambah hebat maldistribusi
cairan tersebut sehingga meninggikan risiko terjadinya edema pulmonal atau edema
otak.
Indikasi persalinan pada preeklamsi dibagi menjadi 2, yaitu :
a. Indikasi ibu
- Usia kehamilan 38 minggu
- Hitung trombosit < 100.000 sel/mm3
- Kerusakan progresif fungsi hepar
- Kerusakan progresif fungsi ginjal
- Suspek solusio plasenta
- Nyeri kepala hebat persisten atau gangguan penglihatan
- Nyeri epigastrium hebat persisiten, nausea atau muntah
b.

Indikasi janin

- IUGR berat
- Hasil tes kesejahteraan janin yang non reassuring
-Oligohidramnion

11

BAB III
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN

Nama

: NY. TFH

No RM

: 87 09 14

Umur

: 42 tahun

Pekerjaan

: ibu rumah tangga

Jenis Kelamin

: Perempuan

Alamat

: JL. Suka dame kec. Pangkalan kerinci, pelalawan

Status

: Menikah

Masuk RS

: 5 November 2014

Rujukan Rumah Sakit Evarina

II. ANAMNESIS
Keluhan utama
Dada terasa berdebar
Riwayat penyakit sekarang

1 hari sebelum masuk rumah sakit pasien mengeluhkan dada terasa berdebar,
pandangan kabur tidak ada, pasien mengeluhkan nyeri kepala, nyeri ulu hati
tidak ada dan kejang tidak ada. Nyeri pinggang menjalar ke ari-ari (-), keluar

air-air dari jalan lahir (-), keluar lendir darah (-).


2 tahun yang lalu saat melahirkan anak pertama pasien mengeluhkan hal yang
sama bahkan sampai kejang satu kali dan dilakukan tindakan sectio cesaria.

Riwayat Operasi Sebelumnya

Tahun 2012 bulan agustus operasi SC anak pertama eklamsia

Riwayat Penyakit Keluarga

Hipertensi (-), DM (-), Asma (-), Jantung (-), Alergi (-)

Riwayat Menstruasi

Menarch pada usia 13 tahun, teratur tiap bulan, lama menstruasi 5-7 hari,
siklus 30 hari.
12

Riwayat kontrasepsi
Tidak ada memakai alat kontrasepsi
Riwayat obstetrik
G2P1A0H1
Anamnesis yang berkaitan dengan anestesi
AMPLE
A
M
P

Obat (-), makanan (-)


Tidak ada mengkonsumsi obat
Hipertensi (-), DM (-), Asma (-), Jantung (-), Batuk (-),

L
E

Pilek (-)
Pasien puasa 8 jam sebelum tindakan operasi.
G2P2A0 dengan dada terasa berdebar

III. PEMERIKSAAN FISIK


Status generalis
Keadaan umum
Kesadaran
Vital sign
Tekanan Darah
Nadi
Nafas
Suhu

: tampak sakit ringan.


: Komposmentis
:
:
:
:

200/120 mmHG
94 x/i
18 x/i
36,7 C

a. Airway
- Clear, tidak ada sumbatan jalan nafas.
- Suara nafas vesikuler, tidak ada suara nafas tambahan.
- Respiratory Rate (RR) : 18 kali/menit.
- Penilaian LEMON
L (Look)
: Tidak terdapat kelaianan.
E (Evaluation)
: Jarak antara gigi seri pasien 3 jari.
Jarak tulang tiroid dengan dagu 3 jari.
Jarak benjolan tiroid dengan dasar mulut 2
jari
M (mallampati Score) : Grade 2
O (Obstruction)
: Trauma (-).
N (Neck Mobility)
: Tidak ada keterbatasan gerakan kepala
b. Breathing
- Suara napas vesikuler
- Tidak ada retraksi iga
- Tidak ada penggunaan otot-otot bantu pernapasan
c. Circulation

13

Akral hangat, tidak pucat, kering.


Heart Rate (HR) 94 kali/menit, tegangan volume kuat dan teratur.
Capillarity refill time (CRT) < 2 detik.
Tekanan darah : 200/120 mmHg.
Konjungtiva tidak anemis.

d. Disability : GCS 15 (E: 4 V: 5 M: 6).


e. Exposure : Pasien diselimuti.
Pemeriksaan kepala

Mata

reaktif, isokor
Mulut
: Sianosis (-), Gigi palsu (-) Palatum, uvula dan arkus

faring (+)
Mandibula : Gerakan sendi temporomandibular tidak terbatas
Leher
: tidak terdapat kekakuan leher

: Kojungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik, pupil

Pemeriksaan Thorax

Inspeksi

kanan kiri sama.


Palpasi
: vokal fremitus kanan kiri sama.
Perkusi
: sonor pada kedua lapangan paru, pekak jantung dalam

batas normal
Auskultasi : suara napas vesikuler, ronkhi (-/-), wheezing (-/-), suara

: simetris kiri dan kanan, retraksi (-/-), gerakan napas

jantung

normal tidak ada suara tambahan

Pemeriksaan Abdomen
Tinggi fundus uteri 3 jari diatas pusat, puka, kepala belum masuk PAP.
Pemeriksaan Ekstremitas : Dalam batas normal, tidak terdapat kelemahan
motorik.
IV.

PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Tanggal 05 November 2014


Hemoglobin

: 12,3 g/dL

Hematokrit

: 36,8 %

Leukosit

: 12.800/L

Eritrosit

: 4.680.000/ L
14

Trombosit

: 377.000/L

Protein

: +1 (positif satu)

Ureum

: 17,1 mg/dl

Creatinin

: 9,62 mg/dl

SGOT

: 37,4 U/L

SGPT

:22 U/L

V. DIAGNOSIS KERJA
G2P1A0H1 gravid 38-39 minggu + belum inpartu + Preeklamsi berat
VI. ANESTESI
Anestesi regional teknik spinal
VII. STATUS ASA
ASA kelas III E
VIII. RENCANA PENATALAKSANAAN
Sectio cesaria
I.

Persiapan operasi
Persiapan pasien

Pasien dipuasakan 8 jam sebelum operasi.


Pasien di instruksikan mandi sebeum menjalani tindakan operasi dan

menjaga oral hygiene serta berdoa.


Pasien dipastikan tidak menggunakan gigi palsu dan gigi tidak ada

goyang
Memasang akses intravena (18 G) dengan menggunakan tranfusi set

dan memberikan pasien loading cairan kristaloid.


Pasien diminta untuk melepaskan besi-besi yang yang ada atau melekat

ditubuh pasien.
Pakaian pasien dilepas dan diganti dengan baju operasi.
Pasien diposisikan tidur telentang.
Di kamar operasi, pasien dipasang tensimeter dan saturasi oksigen.
Evalusi nadi, tekanan darah, dan saturasi oksigen. Pada pasien ini
didapatkan nadi pre anastesi 84x/i, tekanan darah 140/80 mmHg, dan
saturasi oksigen 100%.

15

Terapi Cairan
Masalah sering ditemukan pada peri operatif adalah
1. Hipovolemia : a. perdarahan, dehidrasi
b. Potensial puasa
2. hipervolemia
Terapi cairan perioperatif
a. Preoperatif.
1. Pasien normohidrasi
2. Pengganti puasa : 2 ml/kgBB/jam puasa
3. Cairan yang digunakan kristaloid
4. Pemberian cairan dibagi dalam 3 jam selama anestesi
a. 50% dalam 1 jam pertama
b. 25% dalam 1 jam kedua
c. 25% dalam 1 jam ktiga
Perdarahan :
Hitung EBV
Jika perdarahan
10% EBV berikan kristaloid subsitusi dengan perbandingan 1:2-4ml cairan
10% kedua berikan koloid 1:1 ml cairan
>20% EBV berikan darah 1:1 ml darah
Persiapan alat
16

Mempersiapkan mesin anestesi, monitor, selang penghubung(connector),


face mask, tensimeter, oksimeter, memastikan selang gas O2 dan N2O
terhubung dengan sumber sentral, mengisi vaporizer sevoflurane dan

isoflurane.
Menyiapkan spuit 5 cc, jarum spinal no. 25 G, Kassa alkohol, kassa

povidone iodine dan handscoen steril


Mempersiapkan obat induksi spinal bucain 15 mg
Menyiapkan obat-obatan untuk resusitasi seperti lidokain, atropin, efedrin

dan neostigmine
Mempersiapkan obat-obatan tambahan sesuai kasus seperti ketorolac,

tramadol, asam traneksamat dan antibiotik.


Alat infus kontinius

Tahapan anastesi
Induksi
-

Pasien dalam posisi duduk membungkuk, dilakukan tindakan aseptik


dan antiseptik, kemudian ditusuk didaerah lumbal 4-5 dengan
menggunakan jarum spinal no. 25 G. Jarum dipastikan menembus
ruang subarakhnoid dengan keluarnya LCS, diinjeksikan fentanyl 0,03
mg dilanjutkan dengan bupivakain 15 mg dan diberikan plester
ditempat tusukan pasien dibaringkan kembali.

Maintenance
-

Inhalasi
: O2 sebanyak 2 L/menit
Oxytocin inj : 10 iu
Ergometrin maleat inj : 200 mg
Pethidin : 30 mg

Recovery
-

Drip Ketorolac 60 mg dalam RL 500 cc


Drip Tramadol 100 mg dalam RL 500 cc
Drip Oxytocin 10 iu dalam RL 500 cc

Instruksi post operasi di recovery room


-

Oksigenasi dengan nasal kanul O2 2 L/menit


Awasi nadi, tekanan darah, frekuensi nafas, dan saturasi oksigen.

17

Instruksi post operasi di ruangan perawatan


-

Awasi tanda-tanda vital, kesadaran dan diuresis


Tidur telentang, jangan duduk atau mengangkat kepala selama 24 jam
Cairan RL 20 tetes/menit

BAB IV
PEMBAHASAN
Setelah dilakukan rangkaian pemeriksaan diagnostik di Rumah Sakit
Umum Daerah Arifin Achmad pada pasien didapatkan diagnosa

G2P1A0H1

gravid 38-39 minggu + belum inpartu + Preeklamsi berat. Sehingga dilakukan


tindakan penatalakasanaan berupa Sectio cesaria. Sebelum dilakukan tindakan
anestesi didapatkan hasil pemeriksaan nadi pre anastesi 84x/i, tekanan darah
140/80 mmHg, dan saturasi oksigen 100% dan penentuan status operasi yaitu
ASA II.
Anestesi spinal (subaraknoid) adalah anestesi regional dengan tindakan
penyuntikan obat anestetik lokal ke dalam ruang subaraknoid. Anestesi spinal atau
subaraknoid juga disebut sebagai anelgesi atau blok spinal intradural atau blok
intratekal. Dengan indikasi pada pasien yaitu akan dilakukan pembedahan pada
daerah anogenital dimana indikasi pasien ini di daerah abdomen bawah.
Premedikasi tidak diberikan pada pasien ini. Induksi regional anestesi berupa
anestesi spinal dengan teknik subarchnoid block. Pasien dalam posisi duduk
membungkuk, dilakukan tindakan aseptik dan antiseptik, kemudian ditusuk
didaerah lumbal 4-5 dengan menggunakan jarum spinal no. 25 G. Jarum

18

dipastikan menembus ruang subarakhnoid dengan keluarnya LCS, diinjeksikan


fentanyl 0,03 mg dilanjutkan dengan bupivakain 15 mg dan diberikan plester
ditempat tusukan. Selama operasi berlangsung pasien diberi oksigen 2 liter/menit
Oxytocin 10 iu, Ergometrin maleat 200 mg, Pethidin 30 mg. Ketika proses
penjahitan sampai pasien di ruangan recovery diberikan Drip Ketorolac 60 mg,
Tramadol 100 mg, Oxytocin 10 iu dalam RL 500 cc dengan 15tpm.
Tidak diberikannya obat-obatan premedikasi pada pasien ini dengan alasan
kondisi pasien dalam keadaan tenang. Induksi menggunakan bupivakain 15 mg.
Bupivakain merupakan obat anestesi yang bekerja mencegah proses terjadinya
depolarisasi pada membran saraf pada tempat suntikan, sehingga membran akson
tidak dapat bereaksi dengan asetil kholin yang menyebabkan membran tetap
semipermeabel dan tidak terjadi perubahan potensial. Hal ini menyebabkan aliran
impuls yang melewati saraf tersebut berhenti sehingga segala macam ransang atau
sensasi tidak sampai ke sistem saraf pusat. Hal ini menimbulkan parestesia hingga
analgesia, paresis sampai paralisis dan vasodilatasi pembuluh darah pada daerah
yang terblok. Bupivakain merupakan obat anestesi lokal yang memiliki potensi
kuat dan durasi yang panjang hingga 10 jam. Pemberian oksigen sebanyak 2
liter/menit adalah bertujuan untuk menjaga oksigenasi pada pasien. Injeksi
Oxytocin 10 iu, Ergometrin maleat 200 mg yang diberikan bertujuan untuk
merangsang kontraksi uterus dan mengurangi perdarahan pada dinding uterus.
Setelah operasi selesai oksigen kanul dilepas pasien selanjutnya dibawa ke
ruang perawatan pemulihan diberikan drip Ketorolac 60 mg, Tramadol 100 mg,
Oxytocin 10 iu dalam RL 500 cc drip serta diberi oksigen 2 liter/menit dan
pengawasan tanda-tanda vital, memperhatikan kelancaran aliran cairan irigasi
vesika urinaria untuk mencegah sumbatan pada kateter akibat bekuan darah.
Pasien dikirim kembali ke ruangan setelah memenuhi kriteria pemulihan.

19

DAFTAR PUSTAKA

1. Cunningham F, Leveno K, Bloom S, Hauth J, Gilstrap L, Wenstrom K,


Hypertensive Disorders in Pregnancy, dalam William Obstetrics, edisi ke22, New York: McGraw-Hill, 2005 : 761-808
2. Roeshadi, RH 2003, Upaya menurunkan angka kesakitan dan kematian ibu
preeklamsia dan eklamsia, Indonesia Journal of Obstretics and
Gynecology, vol. 31, hal. 123-133.
3. Karkata, MK 2006, Faktor resiko terjadinya hipertensi dalam kehamilan,
Indonesian Journal of Obstretic and Gynecology, vol. 24, hal 88-92.
4. Medicine Blog, 2011, Introduction to Preeclamsia, diunduh tanggal 7
November 2014
5. Prawirohardjo S, Pre-eklampsia dan Eklampsia, dalam Ilmu Kebidanan,
edisi ke-3, Wiknjosastro H, Saifuddin A, Rachimhadhi T, penyunting,
Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2005: 281-30

20

21

Anda mungkin juga menyukai