Anda di halaman 1dari 22

ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY.

M DENGAN DIAGNOSA MEDIS


PREEKLAMSIA BERAT DI RUANG BERSALIN RSUD PRAYA

Disusun oleh:
Nama: Yulinda Rahayu
Nim: 053 STYC20

YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM NUSA TENGGARA BARAT


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YARSI MATARAM
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
MATARAM
2022
LAPORAN PENDAHULUAN

1. Definisi Pre-Eklampsia

Preeklampsia adalah beberapa gejala yang timbul pada wanita hamil


seperti hipertensi, edema dan proteinuria yang muncul pada kehamilan 20 minggu
hingga akhir minggu pertama setelah persalinan. Definisi lain mengenai
preeklamsi adalah kumpulan gejala pada ibu hamil, bersalin dan nifas dalam 3
trias, hipertensi, proteinuria, dan edema dan bisa juga disertai dengan konvulsi
hingga koma. Ibu tersebut tidak menunjukkan tanda-tanda kelainan vaskular atau
hipertensi sebelumnya. (Sukarni dan Wahyu, 2013; Mitayani, 2009).

Definisi preeklampsia berat adalah peningkatan tekanan darah


sekurangkurangnya 160 mmHg sistolik atau 110 mmHg diastolik. Alat tensimeter
sebaiknya menggunakan tensimeter air raksa, namun apabila tidak tersedia dapat
menggunakan tensimeter jarum atau tensimeter otomatis yang sudah divalidasi.
Laporan terbaru menunjukkan pengukuran tekanan darah menggunakan alat
otomatis sering memberikan hasil yang lebih rendah.

2. Klasifikasi Pre-Eklampsia

Menurut Sukarni dan Wahyu (2013), preeklampsia dibagi menjadi 2


bagian antara lain:

a. Pre-eklampsia ringan
Keadaan ini apabila disertai dengan keadaan berikut ini, adanya tekanan
darah 140/90 mmHg atau lebih edema umum, kaki, jari tangan dan muka,
kenaikan berat badan 1 kg atau lebih per minggu dan proteinuria kuantitatif 0,3 gr
atau lebih per liter.
b. Pre-eklampsia berat
Keadaan ini disertai dengan gejala Tekanan darah 160/110 mmHg atau lebih, proteinuria 5
gr atau lebih per liter, oliguria, yaitu jumlah urine kurang dari 500 cc per 24 jam, adanya
gangguan serebral, gangguan visus dan rasa nyeri pada epigastrium, dan terdapat edema paru dan
sianosis

3. Etiologi

Penyebab preeklamsia belum diketahui secara pasti. Tidak semua wanita memiliki
penyebab preeklamsia yang sama. Adapun teori yang menjelaskan mengenai penyebab
preeklampsia meliputi invasi tropoblas, kelainan congenital, keruskan endotel, vascular,
maladaptasi kardiovaskular, serta defisiensi atau kelebihan gizi. Adapun faktor lain yang juga
mempengaruhi yaitu faktor imunologi dan predisposisi genetik (Lowdermilk et al, 2013).

Menurut Ratnawati (2017), penyebab preeklamsi hingga saat ini belum diketahui secara
pasti, meskipun banyak teori yang menerangkan penyebab preeklamsi antara lain, bertambahnya
frekuensi pada primigraviditas, kehamilan ganda, hidramnion, dan mola hidatidosa serta
bertambahnya frekuensi karena kehamilan yang tua. Kemudian, ada teori lain yang menyatakan,
prakiraan etiologi dari kelainan ini sering dikenal sebagai the diseases of theory. Adapun teori-
teori tersebut antara lain

a. Faktor imunologis

Terjadinya pembentukan antibodi dengan antigen terhadap plasenta yang tidak sempurna.
Pada kejadian preeclampsia terjadi kehamilan pertama dan tidak muncul pada kehamilan
berikutnya

b. Faktor genetik/familial

Pada anak dari ibu preeklamsia mengalami peran rennin angiotensin aldosteron system
(RAAS). Kemudian melakukan pemantauan fungsi ginjal dari protein urin dan fungsi hati.
Menurut Wiknjosastro (2008) fraktor predisposisi/risiko tersebut antara lain:
1) Usia/umur: primigravida dengan usia dibawah 20 tahun dan semua ibu dengan
usia diatas 35 tahun dianggap lebih rentan.
2) Paritas: primigravida memiliki insideni hipertensi hampir dua kali lipat
3) Faktor keturunan (genetic): bukti adanya pewarisan secara genetik paling
mungkin disebabkan oleh turunan resesif.
4) Status sosial ekonomi: pre eklamsia dan eklamsia lebih umum ditemui pada
kelompok sosial ekonomi rendah.
5) Komplikasi obstetrik: kehamilan kembar, kehamilan mola atau hidrops fetalis.
6) Riwayat penyakit yang sudah ada sebelumnya: Hipertensi, Diabetes Melitus,
penyakit ginjal, System Lupus Erytematosus (SLE), sindrom antifosfolipid
antibody

4. Patofisiologi

Preeklampsia memiliki tahapan-tahapan terjadinya preeklampsia. Tahapan-tahapan dalam


terjadinya preeklampsia ada 2 tahapan. Tahapan pertama adanya plasenta abnormal (penurunan
perfusi plasenta), hal ini terjadi karena implantasi abnormal dan adanya perkembangan yang
abnormal dan pembuluh darah plasenta. Pada umunya, plasenta normal mengalami
perkembangan ditandai dengan invasi arteri spiral uterus desidua dan miometrium oleh
sitotrofoblas yang sangat besar. Oleh karena itu, dapat mengubah pembuluh darah uterus dari
kecil menjadi bertahan sesuai dengan kapasitas caliber yang tinggi. Perubahan ini mningkatkan
aliran darah uterus yang dibutuhkan dalam mempertahnakan janin pada masa kehamilan. Pada
preeklamsia terjadi ketidakabnormalan pada ibu hamil. Keabnormalan tersebut terjadi karena
invasi arteri yang terbatas pada desidua superficial yang membuat segmen miometrium menjadi
sempit dan tidak berair. Kemudian terjadi hipoksia karena kekurangan pasokan darah yang
terjadi berkepanjangan. Jika tekanan oksigen tidak berubah, maka endolisasi gagal terjadi.

Pada tahap kedua, terjadinya disfungsi endotel dikaitkan dengan protein antiangiogenik.
Adanya ketidakseimbangan pada faktor-faktor angiogenik yang menjadii perantara antara
plasenta abnormal. Protein antiangogenik disebut tirosin kinase yang larut dalam (sFlt-1) dan
memblokir reseptor transmembran untuk faktor pertumbuhan endotel vascular (VEGF) dan
menghambat pertumbuhan plasenta (PIGF). Sehingga secara klinis disebut peningkatan tekanan
darah dan proteinuria dengan melibatkan sistem multiorgan (Uzan dkk, 2011).

5. Manifestasi Klinik
Menurut Mitayani (2009), ada beberapa tanda dari preeklamsi, antara lain:
a. Hipertensi
Adanya tekanan darah tinggi, terjadinya tekanan darah antara 140/90 mmHg yang dianggap
sebagai gejala awal pada ibu hamil. Tekanan diastolik merupakan tanda prognostik yang lebih
andal dibandingkan tekanan sistolik. Tekanan diastolik sebesar 90 mmHg atau lebih
menunjukkan keadaan yang abnormal
b. Kenaikan berat badan
Adanya kenaikan berat badan yang berlebihan adalah gejala awal preeklamsi. Peningkatan
BB normal adalah 0,5 kg per minggu. Bila adanya kenaikan berat badan 1 kg dalam seminggu,
maka kemungkinan adanya preeklamsi. Adanya peningkatan berat badan disebabkan oleh retensi
cairan.
c. Proteinuria
Adanya protein didalam urin. Proteinuria yang dikeluarkan antara 300 mg atau lebih yang
dikeluarkan urine dalam 24 jam. Pada preeklamsi ringan, proteinuria hanya minimal positif
satu, dua atau tidak ada sama sekali. Pada kasus preeklamsi berat, proteinuria sebesar 10 g/dl.
d. Nyeri kepala
Nyeri kepala biasanya tidak ditemukan pada kasus ringan, dan sering terjadi pada kasus
berat. Biasanya terjadi didaerah frontal dan oksipital. Nyeri ini tidakk akan sembuh jika
diberikan analgesik biasa.
e. Nyeri epigastrium
Nyeri epigastriuum merupakan tanda gejala saat preeklamsi berat. Hal tersebut terjadi
karena adanya tekanan pada kapsula hepar akibat edema atau perdarahan yang ada
f. Gangguan penglihatan
Terjadi karena spasme arterial, iskemia dan edema retina serta pada kasus-kasus langka
yang disebabkan oleh ablasio retina. Penglihatan menjadi kabur atau terdapat bintik-bintik. Pada
preeklamsia ringan tidak terdapat gangguan penglihatan.
Sedangkan tanda dan gejala pada preeklamsia berat diantaranya :
1. Tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg.
2. Tekanan darah diastolik ≥ 110 mmHg.
3. Peningkatan kadar enzim hati dan atau ikterus (kuning).
4. Trombosit < 100.000/mm3.
5. Oliguria (jumlah air seni < 400 ml/24 jam).
6. Proteinuria (protein dalam air seni > 3 g/L).
7. Nyeri ulu hati.
8. Gangguan penglihatan atau nyeri kepala bagian depan yang berat.
9. Perdarahan di retina (bagian mata).
10. Edema (penimbunan cairan) pada paru.
11. Koma.

6. Penatalaksanaan
Menurut Purwaningsih dan Fatmawati (2010), penatalaksaan preeklampsia antara lain :
a. Anjurkan ibu hamil untuk melakukan latihan isotonik dengan cukup istirahat dan berbaring
b. Hindari mengkonsumsi garam (Na) yang berlebih
c. Hindari konsumsi kafein, merokok dan alkohol
d. Diet makanan yang sehat dan seimbang
e. Lakukan pengawasan dan melihat perkembangan janin dengan USG
f. Pembatasan aktivitas fisik
g. Kolaborasi pemberian anti hipertensi

7. Dampak preeklampsia
Preeklampsia memiliki dampak bagi kesehatan ibu dan janin menurut Mitayani (2009),
antara lain :
a. Pada ibu hamil
1) Eklampsia
2) Solusio Plasenta
3) Perdarahan subkapsula hepar
4) Kelainan pembekuan darah (DIC)
5) Sindrom HELLP (hemolisis, elevated, liver, enzymes, dan low platelet count)
6) Ablasio plasenta
7) Gagal jantung hingga syok dan kematian
b. Pada Janin
a. Terhambatnya pertumbuhan dalam uterus
b. Kelahiran premature
c. Asfiksia neonatorum
d. Kematian dalam uterus
e. Peningkatan angka kematian dan kesakitan prenatal
Pre Eklamsi

Gangguan Multi Organ

Otak Darah Paru Hati Mata

Endotheliosis Penumpukan darah Vasokontriksi PD miokard Spasmus arteriola


Edema serebri

Peningkatan tek.intrakranial PD pecah SDM pecah Peningkatan LAEDP Edema duktus


optikus Gangguan kontraktilitas dan retina
miokard
Kongesti vena pulmonal
Perdarahan Anemia
hemolitik Diplopia
etidakefektifa n Perfusi Jaringan Otak
Kejang
Proses perpindahan Payah jantung

Ketidakseimb angan suplay & kebutuhancairan


Kelemahan O2 karena Risiko Cedera
Risiko perbedaan Penurunan Curah
Cedera
Timbul edema Jantung
(gangguan fungsi alveoli
(ronchi, rales, takipnea,
PaCO2 menurun
Intoleransi Aktivitas

Gangguan
Pertukaran
Gas
8. Pengkajian

a. Data Subjektif
1) Umur biasanya sering terjadi pada primigravida , < 20 tahun atau > 35 tahun
2) Riwayat kesehatan ibu sekarang : terjadi peningkatan tekanan darah, adanya
edema, pusing, nyeri epigastrium, mual, muntah, penglihatan kabur, pertambahan
berat badan yang berlebihan yaitu naik > 1 kg/minggu, pembengkakan ditungkai,
muka, dan bagian tubuh lainnya, dan urin keruh dan atau sedikit (pada pre
eklamsia berat < 400 ml/24 jam).
3) Riwayat kesehatan ibu sebelumnya : penyakit ginjal, anemia, vaskuler esensial,
hipertensi kronik, DM.
4) Riwayat kehamilan: riwayat kehamilan ganda, mola hidatidosa, hidramnion serta
riwayat kehamilan dengan pre eklamsia atau eklamsia sebelumnya
5) Pola nutrisi : jenis makanan yang dikonsumsi baik makanan pokok maupun
selingan
6) Psikososial spiritual : Emosi yang tidak stabil dapat menyebabkan kecemasan,
oleh karenanya perlu kesiapan moril untuk menghadapi resikonya.
b. Riwayat Kesehatan
1) keluhan Utama : biasanya klirn dengan preeklamsia mengeluh demam, sakit
kepala,
2) Riwayat kesehatan sekarang : terjadi peningkatan tensi, oedema, pusing,
nyeri
epigastrium, mual muntah, penglihatan kabur
3) Riwayat kesehatan sebelumnya : penyakit ginjal, anemia, vaskuler esensial,
hipertensi kronik, DM
4) Riwayat kehamilan : riwayat kehamilan ganda, mola hidatidosa, hidramnion
serta
riwayat kehamilan dengan pre eklamsia atau eklamsia sebelumnya
5) Pola nutrisi : jenis makanan yang dikonsumsi baik makanan pokok maupun
selingan
6) Psiko sosial spiritual : Emosi yang tidak stabil dapat menyebabkan
kecemasan,
oleh karenanya perlu kesiapan moril untuk menghadapi resikonya
b. Riwayat Kehamilan
Riwayat kehamilan ganda, mola hidatidosa, hidramnion serta
riwayat kehamilan dengan eklamsia sebelumnya.
c. Riwayat KB
Perlu ditanyakan pada ibu apakah pernah / tidak megikuti KB jika
ibu pernah ikut KB maka yang ditanyakan adalah jenis kontrasepsi, efek
samping. Alasan pemberhentian kontrasepsi (bila tidak memakai lagi)
serta lamanya menggunakan kontrasepsi.

c. Data Objektif

1) Pemeriksaan Fisik
a) Inspeksi : edema yang tidak hilang dalam kurun waktu 24 jam.
b) Palpasi : untuk mengetahui TFU, letak janin, dan lokasi edema.
c) Perkusi : untuk mengetahui refleks patella sebagai syarat pemberian SM jika
refleks positif.
d) Auskultasi : mendengarkan DJJ untuk mengetahui adanya fetal distress.
Selain itu, untuk pre eklamsia ringan tekanan darah pasien > 140/90 mmHg
atau peningkatan sistolik > 30 mmHg dan diastolik > 15 mmHg dari tekanan
biasa (base line level/tekanan darah sebelum usia kehamilan 20 minggu).
Sedangkan untuk pre eklamsia berat tekanan darah sistolik > 160 mmHg, dan
atau tekanan darah diastolik > 110 mmHg.
2) Pemeriksaan Penunjang
a) Tanda vital yang diukur dalam posisi terbaring atau tidur, diukur 2 kali
dengan interval 4-6 jam
b) Laboratorium : proteinuria dengan kateter atau midstream (biasanya
meningkat hingga 0,3 gr/lt atau lebih dan +1 hingga +2 pada skala kualitatif),
kadar hematokrit menurun, BJ urine meningkat, serum kreatinin meningkat, uric
acid biasanya > 7 mg/100 ml.
c) Berat badan : peningkatannya lebih dari 1 kg/minggu.
d) Tingkat kesadaran: penurunan GCS sebagai tanda adanya kelainan pada otak.
e) USG: untuk mengetahui keadaan janin.
f) NST: untuk mengetahui kesejahteraan janin.

9. Diagnosa Keperawatan

a. Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan pre


eklamsia berat.

b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ventilasi-


perfusi akibat penimbunan cairan paru : adanya edema paru.

c. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan preload dan


afterload.

d. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan mekanisme


regulasi.

e. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum.

f. Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan penyebab multipel.

g. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b.d faktor


psikologis dan ketidakmampuan untuk mencerna, menelan, dan
mengabsorpsi makanan.

h. Risiko cedera berhubungan dengan diplopia, dan peningkatan


intrakranial: kejang
10. Rencana Asuhan Keperawatan
Dx Tujuan Intervensi Rasional
Risiko Setelah dilakukan tindakan keperawatan Neurologic monitoring
ketidakefektifan selama 1 jam diharapkan status 1. Monitor ukuran pupil, 1. Klien dengan cedera
perfusi jaringan neurologi membaik dan ketidakefektifan bentuk, simetris dan kepala akan
otak berhubungan perfusi jaringan serebral teratasi dengan reaktifitas pupil mempengaruhi
dengan pre indikator: 2. Monitor keadaan klien reaktivitas pupil karena
eklamsia berat. NOC: Management neurology dengan GCS pupil diatur oleh syaraf
Indikator Awal Target 3. Monitor TTV cranialis
Status neurologi: 2 3 4. Monitor status 2. Mengetahui
syaraf sensorik dan respirasi: ABClevels, penurunan kesadaran
motorik dbn pola nafas, kedalaman klien
Ukuran pupil 4 4 nafas, RR 3. Memantau kondisi
Pulil reaktif 3 4 5. Monitor reflek muntah hemodinamik klien
Pola pergerakan 3 4 6. Monitor pergerakan otot 4. Mengetahui kondisi
mata 7. Monitor tremor pernafasan klien
Pola nafas 3 5 8. Monitor reflek babinski 5. Peningkatan TIK
TTV dalam batas 3 4 9. Identifikasi kondisi 6. Memonitor kelemahan
normal gawat darurat pada 7. Memonitor persyarafan
Pola istirahat dan 3 4 pasien. di perifer
tidur 10. Monitor tanda 8. Reflek babinsky (+)
Tidak muntah 5 5 peningkatan tekanan menunjukan adanya
Tidak gelisah 3 4 intrakranial perdarahan otak
Keterangan : 11. Kolaborasi dengan dokter jika 9. Peningkatan TIK
1= keluhan ekstrim terjadi perubahan kondisi pada dengan tanda muntah
2= keluhan substansial klien proyektil, kejang,
3= keluhan sedang penurunan kesadaran
4= keluhan ringan
5= tidak ada
keluhan
Gangguan Setelah dilakukan tindakan keperawatan NIC: Airway management
pertukaran gas 3x24 jam, status respiratori: pertukaran a. Posisikan klien untuk a. Untuk mempermudah
berhubungan gas dengan indikator: memaksimalkan pertukaran gas
dengan ventilasi- 1. Status mental dalam batas potensi ventilasinya.
perfusi akibat normal (5) b. Identifikasi kebutuhan klien b. Untuk memantau
penimbunan cairan 2. Dapat melakukan napas akan insersi jalan nafas baik kondisi jalan nafas klien
paru : adanya dalam (5) aktual maupun potensial.
edema paru. 3. Tidak terlihat sianosis (5) c. Lakukan terapi fisik dada c. Untuk mengeluarkan
4. Tidak mengalami somnolen (4) sputum
5. PaO2 dalam rentang normal (4) d. Auskultasi suara nafas, tandai area d. Memantau kondisi
6. pH arteri normal (4) penurunan atau hilangnya ventilasi pernafasan klien
7. ventilasi-perfusi dalam kondisi dan adanya bunyi tambahan
seimbang (4) e. Monitor status pernafasan dan e. Memantau kondisi klien
oksigenasi, sesuai kebutuhan

Penurunan curah Setelah dilakukan tindakan 1. Evaluasi adanya nyeri dada 1. Menunjukan jantung
jantung keperawatan selama 3x24 jam 2. Catat adanya disritmia jantung dalam kondisi
berhubungan diharapkan penurunan curah jantung 3. Catat adanya tanda dan abnormal
dengan perubahan teratasi dengan indikator: NOC: gejala penurunan cardiac 2. Takikardi, bradikardi
preload dan - Cardiac Pump effectiveness putput 3. Tanda dan gejala
afterload. - Circulation Status 4. Monitor status pernafasan penurunan cardiac
- Vital Sign Status yang menandakan gagal output
- Tissue perfusion: perifer jantung : pucat, akral
5. Monitor balance cairan dingin, udema
6. Monitor respon pasien ekstermitas
terhadap efek pengobatan 4. Gagal jantung kiri
antiaritmia menyebabkan udema
7. Monitor adanya dyspneu, di paru dan gagal
fatigue, tekipneu dan ortopneu jantung kanan
8. Anjurkan untuk menurunkan stress menyebabkan udema
9. Monitor TD, nadi, suhu, dan RR ekstermitas
10. Monitor irama jantung 5. Mengetahui adanya
11. Monitor frekuensi dan kelebihan cairan
irama pernapasan karena klien biasanya
12. Monitor pola pernapasan abnormal udema
6. Mengetahui respon
pasien terhadap obat
Indikator Awal Target
TTV dbn 2 3
Dapat mentoleransi 1 3
aktivitas, tidak ada
kelelahan
Tidak ada edema 1 1
paru
Tidak ada asites 5 5
Tidak ada udema 2 2
Perifer 13. Monitor suhu, warna, 7. Udema paru
Tidak terjadi 5 5 dan kelembaban kulit menyebabkan dyspnea
penurunan 14. Monitor sianosis perifer 8. Stres menambah
kesadaran 15. Jelaskan pada pasien tujuan berat kerja jantung
Tidak ada distensi 5 5 dari pemberian oksigen 9. Mengetahui
Vena jugularis 16. Kelola pemberian obat anti kondisi
Warna kulit normal 1 2 aritmia dan vasodilator hemodinamik klien
10. Suara jantung
tambahan, S3, S4
11. Ronchi basah
menunjukan adanya
cairan di pulmo
12. Dyspnea, cepat
dan dangkal
13. Memungkinkan terjadinya
sianosis
14. Kurang 02
menyebabkan sianosis
perifer
15. Membantu suplai O2
ke pasien
16. Obat antiaritmia dan
vasodilatator untuk
membantu
pengelolaan
S
kontraktilitas jantung
Keterangan :
1= keluhan ekstrim
2= keluhan substansial
3= keluhan sedang
4= keluhan ringan
5= tidak ada
keluhan

Kelebihan volume Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Monitor pengeluaran urin, catat 1. Pengeluaran urin
cairan berhubungan selama 3x24 jam, diharapkan volume jumlah dan warna saat dimana mungkin sedikit dan pekat
dengan gangguan cairan pasien stabil dengan kriteria hasil: diuresis terjadi. karena penurunan perfusi
mekanisme 1. Keseimbangan intake dan output ginjal. Pemantauan urin
regulasi cairan (4). dengan memperhatikan
2. TTV normal (4). jumlah dan warna urin
3. BB stabil dan tidak terdapat edema akan membantu dalam
(4). proses penentuan
4. Menyatakan pemahaman tentang diagnosa pasien.
pembatasan cairan individual (5). 2. Monitor dan hitung intake dan 2. Pemantauan intake dan
output cairan selama 24 jam. output cairan membantu
dalam proses penentuan
keseimbangan cairan dan
elektrolit pasien.
3. Pertahankan duduk atau tirah baring 3. Posisi duduk atau tirah
dengan posisi semifowler atau baring dengan posisi
posisi yang nyaman bagi pasien semifowler dapat
selama fase akut. meningkatkan filtrasi
ginjal dan menurunkan
produksi ADH sehingga
meningkatkan diuresis.
4. Monitor TTV terutama TD dan 4. Hipertensi dan
CVP (bila ada). peningkatan CVP
menunjukkan kelebihan
cairan dan dapat
menunjukkan kongesti
paru serta gagal jantung.
5. Monitor rehidrasi cairan dan batasi 5. Pemantauan dan
asupan cairan. pembatasan cairan akan
menentukan BB ideal,
keluaran urin, dan respon
terhadap terapi.
6. Timbang berat badan setiap hari 6. Berat badan, turgor kulit,
jika memungkinkan dan amati dan adanya edema
turgor kulit serta adanya edema. mempengaruhi kondisi
cairan dalam tubuh.
7. Kolaborasi pemberian medikasi 7. Diuretik bertujuan untuk
seperti pemberian diuretik: menurunkan volume
furosemid, spironolacton, dan plasma dan menurunkan
hidronolacton. retensi cairan dijaringan
sehingga menurunkan
risiko terjadinya edema.

Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Kaji aktivitas dan periode istirahat 1. Mengetahui aktivitas dan
berhubungan selama 3x24 jam, pasien mempunyai pasien, rencanakan dan jadwalkan periode istirahat pasien
dengan kelemahan cukup energi untuk beraktivitas periode istirahat dan tirah baring serta upaya untuk
umum sehingga toleran terhadap aktivitas, yang cukup dan adekuat. menurunkan keletihan dan
dengan kriteria hasil: kelemahan pasien.
1. TTV normal (4).
2. EKG normal (4). 2. Berikan latihan aktivitas fisik 2. Tahapan-tahapan yang
3. Koordinasi otot, tulang, dan secara bertahap (ROM, ambulasi diberikan membantu
anggota gerak lainnya baik (4). dini, cara berpindah, dan proses aktivitas secara
4. Pasien melaporkan kemampuan pemenuhan kebutuhan dasar). perlahan dengan
dalam ADL (4). menghemat tenaga namun
tujuan tepat.
3. Bantu pasien dalam memenuhi 3. Mengurangi pemakaian
kebutuhan dasar. enargi sampai kekuatan
pasien pulih kembali.
4. Lakukan terapi komponen darah 4. Mencegah dan
sesuai resep bila pasien menderita mengurangi anemia berat
anemia berat. yang berakibat pada
kelemahan.
5. Kaji aktivitas dan respon pasien 5. Menjaga kemungkinan
setelah latihan aktivitas (Monitor adanya respon abnormal
TTV). dari tubuh sebagai akibat
dari latihan.

Ketidakseimbangan Setelah dilakukan tidakan keperawatan 1. Kaji pola makan, kebiasaan 1. Meningkatkan nafsu
nutrisi: kurang dari selama 3x24 jam diharapkan kebutuhan makan, dan makanan yang disukai makan pasien dan
kebutuhan tubuh nutrisi pasien terpenuhi dengan kriteria pasien. menghindari makanan
b.d faktor hasil: yang alergi.
psikologis dan a. Masukan per oral meningkat (5). 2. Monitor KU pasien,
2. Kaji TTV pasien secara rutin, status
ketidakmampuan b. Porsi makan yang disediakan mual, muntah, dan bising usus. mengetahui kemampuan
untuk mencerna, habis (5). pasien dalam memenuhi
menelan, dan c. Masa dan tonus otot baik (5). kebutuhan nutrisi.
mengabsorpsi d. Tidak terjadi penurunan BB (5). 3. Berikan makanan sesuai diet 3. Meminimalkan anoreksia
makanan. e. Mual dan muntah tidak ada (5). dan berikan selagi hangat. dan mengurangi iritasi
gaster.
4. Jelaskan pentingnya makanan 4. Pasien termotivasi untuk
untuk kesembuhan. makan.
5. Anjurkan pasien makan 5. Meningkatkan
sedikit tetapi sering. kenyamanan saat
6. Anjurkan pasien untuk makan.
meningkatkan asupan nutrisi yang 6. Glukosa dalam
adekuat terutama makanan yang karbohidrat cukup efektif
banyak mengandung karbohidrat untuk pemenuhan energi,
atau glukosa, protein, dan sedangkan lemak sulit
makanan berserat. untuk diserap sehingga
akan membebani hepar,
protein baik untuk
meningkatkan dan
mempercepat
kesembuhan pasien,
makanan berserat
membantu mencegah
7. Kolaborasi dengan ahli gizi terjadinya konstipasi.
untuk pemberian diet sesuai 7. Meningkatkan proses
indikasi. penyembuhan
Risiko cedera Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Identifikasi keterbatasan fisik 1. Mengetahui penyebab
berhubungan selama 3x24 jam, diharapkan tidak dan kognitif pasien yang dapat pasien mengalami
dengan diplopia, terjadi cedera, dengan kriteria hasil: meningkatkan risiko cedera. risiko cedera.
dan peningkatan 1. Pasien tidak mengeluh pusing 2. Ajarkan pasien untuk 2. Memberikan
intrakranial: kejang (5). meminimalkan cedera, misalnya pengetahuan kepada
2. Pasien tidak mengalami cedera ketika ditempat tidur maka pasien sehinggapasien
(5). gunakan side rail, ketika bisa terhindar dari
3. Pasien mampu menjelaskan cara mobilitas dari tempat tidur cedera.
mencegah terjadinya cedera (5) anjurkan untuk dibantu oleh
keluarga atau gunakan tongkat 3. Mengantisipasi hal-
sebagai pegangan dan jika hal yang dapat
pasien pusing anjurkan untuk menyebabkan
istirahat terlebih dahulu. terjadinya cedera.
3. Dampingi pasien dalam 4. Sayuran hijau dapat
melakukan pemenuhan menambah darah dan
kebutuhan ADL. mengobati anemia
serta diet rendah
4. Anjurkan pasien untuk banyak garam dapat
mengurangi
mengkonsumsi makanan yang
kekambuhan penyakit
dapat menambah darah seperti
hipertensi.
sayur-sayuran hijau dan diet
rendah garam untuk
menurunkan tekanan darah,
sehingga bisa mengurango
pusing.
DAFTAR PUSTAKA

Lowdermilk, Deitra Lonard., S. E. Perry., K. Cashion. 2013. Keperawatan Maternitas.


Singapura: Elsevier.

Mitayani. 2009. Asuhan Keperawatan Maternitas. Jakarta: Salemba Medika..

Norwitz, E. R dan Schorge, J.O. 2010. At a Glance Obstetri dan Ginekologi. Jakarta: Erlangga.

Purwaningsih, Wahyu dan Siti Fatmawati. 2010. Asuhan Keperawatan Maternitas. Yogyakarta:
Nuha Medika.

Ratnawati. 2017. Asuhan Keperawatan Maternitas. Yogyakarta: Pustaka Baru Press.

Sukarni, Icemi dan Wahyu P. 2013. Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Yogyakarta: Nuha
Medika.

Anda mungkin juga menyukai