Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

A. Tinjauan Umum tentang impending eklampsia

1. Pengertian Impending eklampsia

Impending eklampsia merupakan masalah yang serius dalam

kehamilan karena komplikasi-komplikasi yang dapat timbul baik pada ibu

maupun pada janin. Komplikasi pada ibu antara lain gagal ginjal akibat

nekrosis tubuler akut, nekrosis kortikal akut, gagal jantung, edema paru,

trombositopenia, DIC, dan cerebrovascular accident. Sedangkan komplikasi

pada janin antara lain prematuritas ekstrem, intrauterine growth retardation

(IUGR), abruptio plasenta, dan asfiksia perinatal. Oleh karena itu dibutuhkan

penanganan secara cepat dan tepat apabila dijumpai kasus kehamilan dengan

impending eklampsia.

Preeklampsia adalah kelainan multisystem spesifik pada kehamilan

yang ditandai oleh timbulnya oedema, hipertensi, dan proteinuria setelah

umur kehamilan 20 minggu.Kelainan ini dianggap berat jika tekanan darah

dan proteinuria meningkat secara bermakna atau terdapat tanda-tanda

kerusakan organ (termasuk gangguan pertumbuhan janin).

Impending eklampsia adalah preeklampsia yang disertai keluhan

seperti; nyeri epigastrium.Nyeri kepala frontal, scotoma, dan pandangan

kabur (gangguan susunan syaraf pusat), gangguan fungsi hepar dengan

meningkatnya alanine atau aspartate amino transferase, tanda-tanda hemolisis

dan micro angiopatik, trombositopenia < 100.000/ mm3, munculnya

komplikasi sindroma HELLP.

2. Etiologi Impending eklampsia

Etiologi penyakit ini sampai sekarang belum dapat diketahui dengan

pasti.
Teori yang dapat diterima harus dapat menerangkan hal-hal sebagai berikut:

1. Sebab bertambahnya frekuensi pada primigravida, kehamilan ganda, hidramnion, dan

mola hidatidosa.

2. Sebab bertambahnya frekuensi pada bertambahnya usia kehamilan.

3. Sebab dapat terjadinya perbaikan keadaan penderita dengan kematian janin intrauterin.

4. Sebab jarangnya ditemukan kejadian preeklampsia pada kehamilan berikutnya.

5. Sebab timbulnya hipertensi, edema, proteinuria, kejang, dan koma.

Iskemia plasenta; peningkatan deportasi trofoblas, yang merupakan konsekuensi dari

iskemia, akhirnya dapat menimbulkan disfungsi endotel.

Pada kehamilan normal, invasi trofoblas ke dalam jaringan desidua menghasilkan

suatu ‘perubahan fisiologis’ pada arteri spiralis.Untuk memenuhi kebutuhan kehamilan

maka jalan yang paling mungkin adalah membesarkan diameter arteri. Pada wanita

hamil, pembesaran diameter arteri spiralis meningkat 4- 6 kali lebih besar daripada

arteri spiralis wanita tidak hamil, yang akan memberikan peningkatan aliran darah

10.000 kali dibandingkan aliran darah wanita tidak hamil. Maka kemampuan

melebarkan diameter arteri spiralis ini merupakan kebutuhan utama untuk keberhasilan

kehamilan.

Hasil akhir dari perubahan fisiologis yang normal adalah arteri spiralis yang tadinya

tebal dan muskularis menjadi lebih lebar berupa kantung yang elastis, bertahanan

rendah dan aliran cepat, dan bebas dari kontrol neurovascular normal, sehingga

memungkinkan arus darah yang adekuat untuk pemasokan oksigen dan nutrisi bagi

janin.

Pada preeklampsia terjadi defisiensi plasentasi.Terjadi kegagalan pada invasi

trofoblas, sehingga ‘perubahan fisiologis’ pada arteri spiralis tidak terjadi.Perubahan

hanya terjadi pada sebagian arteri spiralis segmen desidua, sementara arteri spiralis

segmen miometrium masih diselubungi oleh sel-sel otot polos.Selain itu ditemukan pula

adanya hyperplasia tunika media dan thrombosis. Garis tengah arteri spiralis
40% lebih kecil dibandingkan pada kehamilan normal, hal ini menyebabkan tahanan

terhadap aliran darah bertambah dan pada akhirnya menyebabkan insufisiensi dan

iskemia.

3. Faktor resiko impending eklampsia

Insidens preeklamsia relatif stabil antara 4-5 kasus per 10.000 kelahiran

hidup pada negara maju.Pada negara berkembang insidens bervariasi antara 6-10

kasus per 10.000 kelahiran hidup. Angka kematian ibu bervariasi antara 0%-4%.

Kematian ibu meningkat karena komplikasi yang dapat mengenai berbagai sistem

tubuh. Penyebab kematian terbanyak ibu adalah perdarahan intraserebral dan oedem

paru. Kematian perinatal berkisar antara 10%-28%. Penyebab terbanyak kematian

perinatal disebabkan karena prematuritas, pertumbuhan janin terhambat, dan

meningkatnya karena solutio plasenta. Sekitar kurang lebih 75% eklampsi terjadi

antepartum dan 25% terjadi pada postpartum. Hampir semua kasus ( 95% ) eklampsi

antepartum terjadi pada terjadi trisemester ketiga.

Dilaporkan angka kejadian rata-rata sebanyak 6% dari seluruh kehamilan

dan 12 % pada kehamilan primigravida. Lebih banyak dijumpai pada primigravida

daripada multigravida terutama primigravida usia muda.

Faktor risiko preeklampsia adalah:

- Nullipara

- Kehamilan ganda

- Obesitas

- Riwayat keluarga preeklampsia – eklampsia

- Riwayat preeklampsia pada kehamilan sebelumnya

- Diabetes mellitus gestasional

- Adanya trombofilia

- Adanya hipertensi atau penyakit ginjal


4. Patofisiologi

Perubahan pokok yang didapatkan pada preeklampsia adalah adanya

spasme pembuluh darah disertai dengan retensi garam dan air.Bila dianggap bahwa

spasmus arteriolar juga ditemukan diseluruh tubuh, maka mudah dimengerti bahwa

tekanan darah yang meningkat nampaknya merupakan usaha mengatasi kenaikan

tahanan perifer, agar oksigenasi jaringan dapat tercukupi.Peningkatan berat badan

dan oedema yang disebabkan penimbunan cairan yang berlebihan dalam ruang

interstitial belum diketahui sebabnya. Telah diketahui bahwa pada preeklampsia

dijumpai kadar aldosteron yang rendah dan kadar prolaktin yang tinggi daripada

kehamilan normal. Aldosteron penting untuk mempertahankan volume plasma

dan mengatur retensi air dan natrium. Pada preeklampsia permeabilitas pembuluh

darah terhadap protein meningkat.

5. Manifestasi klinis impending eklampsia

Dua gejala yang sangat penting pada preeklampsia yaitu hipertensi dan

proteinuria, merupakan kelainan yang biasanya tidak disadari oleh wanita hamil.Pada

waktu keluhan seperti oedema, sakit kepala, gangguan penglihatan atau nyeri

epigastrium mulai timbul, kelainan tersebut biasanya sudah berat.

- Tekanan darah

Kelainan dasar pada preeklampsi adalah vasospasme arteriol, sehingga tidak

mengherankan bila tanda peringatan awal yang paling bisa diandalkan adalah

peningkatan tekanan darah.Tekanan diastolik mungkin merupakan tanda

prognostik yang lebih andal dibandingakan tekanan sistolik, dan tekanan diastolik

sebesar 90 mmHg atau lebih menetap menunjukan keadaan abnormal.

- Kenaikan Berat badan

Peningkatan berat badan yang terjadi tiba-tiba dapat mendahului serangan

preeklampsia, dan bahkan kenaikan berat badan yang berlebihan merupakan tanda
pertama preeklampsia pada wanita. Peningkatan berat badan sekitar 0,45 kg

perminggu adalah normal tetapi bila melebihi dari 1 kg dalam seminggu atau 3 kg

dalam sebulan maka kemungkinan terjadinya preeklampsia harus dicurigai.

Peningkatan berat badan yang mendadak serta berlebihan terutama disebabkan oleh

retensi cairan dan selalu dapat ditemukan sebelum timbul gejala edem non

dependen yang terlihat jelas, seperti kelopak mata yang membengkak, kedua tangan

atau kaki yang membesar.

- Proteinuria

Derajat proteinuria sangat bervariasi menunjukan adanya suatu penyebab

fungsional (vasospasme) dan bukannya organik. Pada preeklampsia awal,

proteinuria mungkin hanya minimal atau tidak ditemukan sama sekali. Pada kasus

yang paling berat, proteinuria biasanya dapat ditemukan dan mencapai 10 gr/lt.

Proteinuria hampir selalu timbul kemudian dibandingkan dengan hipertensi dan

biasanya lebih belakangan daripada kenaikan berat badan yang berlebihan.

- Nyeri kepala

Jarang ditemukan pada kasus ringan, tetapi akan semakin sering terjadi pada

kasus-kasus yang lebih berat. Nyeri kepala sering terasa pada daerah frontalis dan

oksipitalis, dan tidak sembuh dengan pemberian analgesik biasa.Pada wanita hamil

yang mengalami serangan eklampsi, nyeri kepala hebat hampir dipastikan

mendahului serangan kejang pertama.

- Nyeri epigastrium

Nyeri epigastrium atau nyeri kuadran kanan atas merupakan keluhan yang sering

ditemukan preeklampsi berat dan dapat menunjukan serangan kejang yang akan

terjadi. Keluhan ini mungkin disebabkan oleh regangan kapsula hepar akibat

oedem atau perdarahan.


- Gangguan penglihatan

Seperti pandangan yang sedikit kabur, skotoma hingga kebutaan sebagian atau total.

Disebabkan oleh vasospasme, iskemia dan perdarahan ptekie pada korteks oksipital.

6. Klasifikasi impending eklampsia


Kriteria minimum untuk mendiagnosis preeklampsia adalah adanya

hipertensi dan proteinuria. Kriteria lebih lengkap digambarkan oleh Working Group

of theNHBPEP( 2000 ) seperti digambarkan dibawah ini:

- Preeklampsia Ringan, disebut preeklamsi ringan bila terdapat:

1. Tekanan darah >140 / 90 mmHg pada kehamilan > 20 minggu.

2. Proteinuria kuantitatif (Esbach)  300 mg / 24 jam, atau dipstick +1.

- Preeklampsia Berat dibagi menjadi

Preeklampsia Berat tanpa impending eclampsia

Preeklampsia Berat dengan impending eclampsia, disebut impending

eklampsia bila pada pre eklampsia berat ditemukan gejala subjektif seperti;

nyeri epigastrium. Nyeri kepala frontal, scotoma, dan pandangan kabur

(gangguan susunan syaraf pusat).

Disebut preeklampsia berat bila ditemukan satu atau lebih gejala sebagai
berikut:

1. Tekanan darah >160 / 110 mmHg.

2. Proteinuria kuantitatif Esbach 2 gr / 24 jam, atau dipstick  +2.

(menurut Prof. DR. Dr Sarwono.P Sp.OG kuatitatif >5gr/24 jam

atau kualitatif ≥ +4).

3. Oliguria.

4. Kenaikan kadar kreatinin plasma.

5. Adanya sakit kepala hebat atau gangguan serebral, gangguan


penglihatan

6. Nyeri di daerah epigastrium yang menetap

7. Peningkatan SGOT / SGPT.


6. Penatalaksanaan impending eklampsia

Pada dasarnya penangan preeklampsi terdiri atas pengobatan medik dan

penanganan obstetrik. Penanganan obsterik ditujukan untuk melahirkan bayi

pada saat yang optimal, yaitu sebelum janin mati dalam kandungan, akan tetapi

sudah cukup matur untuk hidup diluar uterus.

Tujuan pengobatan adalah :

1. Mencegah terjadinya eklampsi.


2. Anak harus lahir dengan kemungkinan hidup besar.
3. Persalinan harus dengan trauma yang sedikit-sedikitnya.
4. Mencegah hipertensi yang menetap.

Pada umumnya indikasi untuk merawat penderita preeklampsia di rumah

sakit ialah:

1. Tekanan darah sistolik 140 mm Hg atau lebih.

2. Proteinuria 1+ atau lebih.

3. Kenaikan berat badan 1,5 kg atau lebih dalam seminggu yang berulang.

4. Penambahan oedem berlebihan secara tiba-tiba.

Pengobatan preeklampsia yang tepat ialah pengakhiran kehamilan


karena tindakan tersebut menghilangkan sebabnya dan mencegah terjadinya

eklampsia dengan bayi yang masih premature.

7. Komplikasi impending eklampsia

Komplikasi terberat kematian pada ibu dan janin. Usaha utama ialah

melahirkan bayihidup dari ibu yang menderita preeklampsi. Komplikasi yang biasa

terjadi :
a. Solutio plasenta, terjadi pada ibu yang menderita hipertensi

b. Hipofibrinogenemia, dianjurkan pemeriksaan fibrinogen secara berkala.

c. Nekrosis hati, akibat vasospasmus arteriol umum.

d. Sindroma HELLP, yaitu hemolisis,elevated liver enzymes dan low


platelet.

e. Kelainan ginjal

f. DIC.

g. Prematuritas, dismaturitas, kematian janin intra uterine

8. Prognosis impending eklampsia

Prognosa terhadap ibu maupun janinnya tergantung kepada usia kehamilan dan

keadaan ibu pada waktu datang ke RS, kapan dan dengan cara apa kelahiran terjadi.

Angka mortalitas perinatal meningkat pada keadaan kehamilan yang terjadi dengan

hipertensi seperti juga pada keadaan hipertensi lainnya. Tergantung kepada waktu

terjadinya hipertensi dan beratnya hipertensi.banyak terjadi kematian neonatal oleh

karena terjadinya persalinan prematur baik karena persalinan spontan oleh karena

induksi persalinan pada preeklampsia berat.


B. Tinjauan Umum Tentang asma

1. Definisi asma

Asma adalah suatu keadaan dimana saluran nafas mengalami

penyempitan karena hiperaktivitas terhadap rangsangan tertentu, yang

menyebabkan peradangan ; penyempitan ini bersifat berulang namun

reversible, dan diantar episode penyempitan bronkus tersebut terdapat

keadaan ventilasi yang lebih normal (Sylvia & Wilson, 2006) dalam

(Nurarif Huda, 2016).

Penyakit asma adalah penyakit yang terjadi akibat adanya

penyempitan saluran pernapasan sementara waktu sehingga sulit bernapas.

Asma terjadi ketika ada kepekaan yang meningkat terhadap rangsangan

dari lingkungan sebagai pemicunya. Diantaranya adalah dikarenakan

gangguan emosi, kelelahan jasmani, perubahan cuaca, temperatur, debu,

asap, bau-bauan yang merangsang, infeksi saluran napas, faktor makanan

dan reaksi alergi (Hasdianah, 2014). Beberapa faktor penyebab asma,

antara lain umur pasien, status atopi, faktor keturunan, serta faktor

lingkungan. Asma dibedakan menjadi 2 jenis, (Nurarif Huda, 2016) yaitu :

a. Asma bronkial : Penderita asma bronkial, hipersensitif dan hiperaktif

terhadap rangsangan dari luar, seperti debu rumah, bulu binatang, asap

dan bahan lain penyebab alergi. Gejala kemunculannya sangat


mendadak, sehingga gangguan asma bisa datang secara tiba-tiba.

Gangguan asma bronkial juga bisa muncul lantaran adanya radang

yang mengakibatkan penyempitan saluran pernapasan bagian bawah.

Penyempitan ini akibat berkerutnya otot polos saluran pernapasan,

pembengkakan selaput lendir, dan pembentukan timbunan lendir yang

berlebihan.

b. Asma kardial : Asma yang timbul akibat adanya kelainan jantung.

Gejala asma kardial biasanya terjadi pada malam hari, disertai sesak

napas yang hebat. Kejadian ini disebut nocturnal paroxymul dispnea.

Biasanya terjadi pada saat penderita sedang tidur.

2. Etiologi

Menurut (Wijaya & Putri, 2013) dalam bukunya dijelaskan klasifikasi

asma berdasarkan etiologi adalah sebagai berikut :

a. Asma ekstrinsik/alergi

Asma yang disebabkan oleh alergen yang diketahui sudah terdapat

semenjak anak-anak seperti alergi terhadap protein, serbuk sari bulu

halus, binatang, dan debu. Asma ekstrinsik sering dihubungkan dengan

adanya suatu predisposisi genetik terhadap alergi. Oleh karena itu jika

ada faktor-faktor pencetus spesifik seperti yang disebutkan di atas,

maka akan terjadi serangan asma ekstrinsik.

b. Asma instrinsik/idopatik

Asma yang tidak ditemukan faktor pencetus yang jelas, tetapi adanya

faktor-faktor non spesifik seperti : flu, latihan fisik atau emosi sering
memicu serangan asma. Asma ini sering muncul/timbul sesudah usia

40 tahun setelah menderita infeksi sinus/ cabang trancheobronkial. .

Srerangan asma ini menjadi lebih berat dan sering sejalan dengan

berlalunya waktu dan dapat berkembang menjadi bronkhitis kronik dan

emfisema. Beberapa pasien akan mengalami asma gabungan.

c. Asma campuran

Asma yang terjadi/timbul karena adanya komponen ekstrinsik dan

intrinsik.

Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi

timbulnya serangan asma :

a. Faktor predisposisi

Genetik : Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun

belum diketahui bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita

dengan penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat juga

menderita penyakit alergi. Karena adanya bakat alergi ini, penderita

sangat mudah terkena penyakit asma bronkhial jika terpapar dengan

foktor pencetus. Selain itu hipersentifisitas saluran pernafasannya juga

bisa diturunkan.

b. Faktor presipitasi

Alergen Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu

1) Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan

Contohnya : debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur,

bakteri dan polusi


2) Ingestan, yang masuk melalui mulut

Contohnya : makanan dan obat-obatan

3) Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit

Contohnya : perhiasan, logam dan jam tangan

c. Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering

mempengaruhi asma. Atmosfir yang mendadak dingin merupakan

faktor pemicu terjadinya serangan asma. Kadang-kadang serangan

berhubungan dengan musim, seperti: musim hujan, musim kemarau,

musim bunga. Hal ini berhubungan dengan arah angin serbuk bunga

dan debu.

d. Stress/ gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain

itu juga bisa memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping

gejala asma yang timbul harus segera diobati penderita asma yang

mengalami stress/gangguan emosi perlu diberi nasehat untuk

menyelesaikan masalah pribadinya. Karena jika stressnya belum

diatasi maka gejala asmanya belum bisa diobati.

e. Lingkungan kerja Mempunyai hubungan langsung dengan sebab

terjadinya serangan asma. Hal ini berkaitan dengan dimana dia

bekerja. Misalnya orang yang bekerja di laboratorium hewan, industri

tekstil, pabrik asbes, polisi lalu lintas. Gejala ini membaik pada waktu

libur atau cuti.

f. Olah raga/ aktifitas jasmani yang berat Sebagian besar penderita asma

akan mendapat serangan jika melakukan aktifitas jasmani.


3. Klasifikasi Asma

Pembagian derajat asma menurut Pedoman Asma Anak Indonesia

sebagai berikut :

Tabel 2.1
Pembagian Derajat Klinis Asma Pada Anak
Parameter klinis, Persisten Persisten Persisten Berat
Asma kebutuhan Ringan Sedang
obat,
dan faal paru
Frekuensi serangan < 1 x/ bulan > 1 x/ bulan Sering
Lama serangan < 1 minggu > 1 minggu Hampir sepanjang
tahun, hampir tidak
ada remisi
Diantara serangan Tanpa gejala Ada gejala Gejala siang dan
malam
Tidur dan Aktivitas Tidak terganggu Sering Sangat terganggu
terganggu
Pemeriksaan fisik Normal Ada kelainan Tidak pernah normal
diluar serangan
Obat pengendali (anti Tidak perlu Perlu nonsteroid Perlu steroid
inflamasi)
Uji faal paru (diluar PEF/FEV1>80% PEF/FEV1 60- PEF/FEV1 <60%
serangan)
80% variabilitas 20 - 30%
Variabilitas faal paru Variabilitas Variabilitas Variabilitas >50%
(bila ada serangan)
>15% >30%
Sumber : PNAA 2004 (Buku Ajar Respirologi Anak 109)

Tabel 2.2
Penilaian Derajat Serangan Asma pada Anak

Ringan Sedang Berat


Parameter Ancaman
Klinis,fungsi henti napas
paru ,
laboratorium
Sesak Berjalan Berbicara Istirahat
(breathless) Bayi: Bayi: tangis Bayi: berhenti
menangis pendek , lemah, makan
keras kesulitan menyusui

Posisi Bias Lebih suka Duduk


berbaring duduk bertopang
lengan
Bicara
Kalimat Penggal kalimat Kata-kata

Kesadaran
Mungkin Biasanya Biasanya Kebingungan
irritable irritable irritable
Sianosis Tidak ada Tidak ada Ada
Mengi Sedang, sering Nyaring, Sangat Sulit/tidak
hanya sepanjang nyaring, terdengar
pada akhir ekspirasi + terdengar
ekspirasi inspirasi tanpa

stetoskop
Otot Bantu Biasanya Biasanya ya Ya Gerakan
napas tidak paradoks
torako-

abdominal
Retraksi Dangkal, Sedang, Dalam, Dangkal/hilang
retraksi ditambah ditambah napas
interkostal retraksi cuping
suprasternal hidung
Laju napas Takipnea Takipnea Takipnea Bradipnea
Pedoman nilai baku laju napas pada anak sadar :Usia
: Laju napas normal :
<2 bulan <60 /menit
2 -12 bulan <50 /menit
1 - 5 tahun <40 /menit
6 - 8 tahun <30 /menit
Laju nadi
Normal Takikardi Takikardi Bradikardi

Pedoman nilai baku laju nadi pada anak :


Usia : Laju nadi normal

2 -12 bulan <160 /menit


1 - 2 tahun <120 /menit
3 - 8 tahun <110 /menit
Pulsus Tidak ada Ada Ada Tidak ada,
Paradoksus < 10 mmHg < 10-20 mmHg < 20 mmHg tanda kelelahan
(pemeriksaan
otot napas
tidak praktis)
PEFR/FEV1 % Nilai dugaan/nilai terbaik
-Pra > 60% 40 -60 % < 40%
bronkodilator
-Pasca > 80% 60 -80 % <60%
bronkodilator Response < 2
jam
SaO2 (%) >95 % 91-95% <90%
PaO2 Normal >60 mmHg <60 mmHg
(biasanya tidak
perlu
diperiksa)
PaCO2
<45 mmHg <45 mmHg >45 mmHg
Sumber : GINA 2006 (Buku Ajar Respirologi Anak) dalam (Nurarif Huda,
2016)

4. Patofisiologi

Patofisiologi asma adanya debu, asap rokok, bulu binatang, hawa

dingin terpapar pada penderita dan benda-benda tersebut setelah terpapar

ternyata tidak dikenali oleh sistem di dalam tubuh penderita sehingga

dianggap sebagai benda asing yang masuk (antigen). Obstruksi saluran

nafas pada asma merupakan kombinasi spasme otot bronkus ,sumbatan

mucus, edema dan inflamasi dinding. Gangguan yang berupa obstruksi

saluran nafas yang berupa obstruksi saluran napas bisa dinilai dengan

VEP1 ( volume ekspirasi pakasa detik pertama) ,penyempitan saluran

nafas dapat terjadi baik pada saluran nafas yang besar, maupun sedang.

Gejala mengi menandakan adanya penyempitan sauran nafas besar

sedangkan pada saluan nafas kecil gejala batuk dan sesak. Penyempitan

bronkus akan menurunkan jumlah oksigen luar masuk saat inspirasi

sehingga menurunkan oksigen yang dalam darah. Kondisi ini berakibat

pada penurunan oksigen jaringan sehingga penderita terlihat pucat dan

lemah. Pembengkakan mukosa bronkus juga akan meningkatkan sekresi


mukus dan meningkatkan pergerakan silia pada mukosa. Sehingga

menyebabkan gangguan pada pertukaran gas (Setiyohadi, 2010).

5. Manifestasi Klinis

Tanda dan gejala asma yang biasa sering muncul adalah mengi,

peningkatan frekuensi pernafasan, hyperventilation, hyperinflasi, fluktuasi

kadar CO2. Hyperventilation yang diikuti dengan kecemasan merupakan

gejala yang sering ditemukan pada penderita asma, sehingga

mengakibatkan bronkokonstriksi jalan nafas (Holloway, Elizabeth A. Wes,

2007). Hyperventilation merupakan suatu kondisi dimana CO2 dalam

darah dan alveoli berkurang sehingga kompensasi jalan nafas mengalami

konstriksi bertujuan untuk menghindari kehilangan CO secara berlebih

(Bruton, 2005). Selain itu penebalan dinding jalan nafas karena

remodelling jalan nafas meningkat dengan tajam dan berkontribusi

terhadap obstruksi aliran udara. Hal ini akan menyebabkan terjadinya

penyempian bronkus sehingga terjadilah sesak napas (Melastuti & Husna,

2015).

6. Pemeriksaan Penunjang

Menurut Ngastiyah (2013) dalam (Pery Abenita, 2019), ada

beberapa pemeriksaan diagnostik bagi para penderita asma, antara lain :

i. Uji faal paru

Uji faal paru dikerjakan untuk menentukan derajat obstruksi, menilai

hasil provokasi bronkus, menilai hasil pengobatan dan mengikuti

perjalanan penyakit. Alat yang digunakan untuk uji faal paru adalah
peak flow meter, caranya anak disuruh meniup flow meter beberapa

kali (sebelumnya menarik napas dalam melalui mulut kemudian

menghembuskan dengan kuat) dan dicatat hasil.

ii. Foto toraks

Foto toraks dilakukan terutama pada anak yang baru berkunjung

pertama kali di poliklinik, untuk menyingkirkan kemungkinan ada

penyakit lain. Pada pasien asma yang telah kronik akan terlihat jelas

adanya kelainan berupa hiperinflasi dan atelektasis.

iii. Pemeriksaan darah hasilnya akan terdapat eosinofilia pada darah tepi

dan sekret hidung. Bila tidak eosinofilia kemungkinan bukan asma.

Selain itu juga, dilakukan uji tuberkulin dan uji kulit dengan

menggunakan alergen.

Sedangkan pemeriksaan penunjang menurut (Smelzer, 2002) dalam

(Nurarif Huda, 2016) :

a. Spirometer : dilakukan sebelum dan sesudah bronkodilator hirup

(nebulizer/inhaler), positif jika peningkatan VEP/KVP > 20%.

Spirometri dapat digunakan untuk diagnosis dan memantau gejala

pernapasan dan penyakit, persiapan operasi, penelitian epidemiologi

serta penelitian lain. Pengukuran faal paru digunakan untuk menilai

obstruksi jalan napas, reversibilitas kelainan faal paru dan variabilitas

faal paru sebagai penilaian tidak langsung hiperesponsif jalan napas

(Azhar & Berawi, 2015).

b. Sputum : eosinofil meningkat


c. Eosinofil darah meningkat

d. Uji Kulit

Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergen yang

dapat menimbulkan reaksi yang positif pada asma (Tanjung, 2003).

e. RO dada yaitu patologis paru/komplikasi asma

f. AGD : terjadi pada asma berat pada fase awal terjadi hipoksemia dan

hipokapnia (PCO2 turun) kemudian fase lanjut normocapnia dan

hiperkapnia (PCO2 naik).

g. Foto dada AP dan lateral. Hiperinflasi paru, diameter anteroposterior

membesar pada foto lateral, dapat terlihat bercak konsolidasi yang

tersebar.

7. Penatalaksanaan

Tujuan utama penatalaksanaan Asma (Pusdatin Kementrian

Kesehatan RI, 2015) adalah mencapai asma terkontrol sehingga penderita

asma dapat hidup normal tanpa hambatan dalam melakukan aktivitas

sehari-hari. Pada prinsipnya penatalaksanaan asma dibagi menjadi 2, yaitu

: penatalaksanaan asma jangka panjang dan penatalaksanaan asma

akut/saat serangan.

i. Tatalaksana Asma Jangka Panjang adalah edukasi, obat Asma (pengontrol

dan pelega), dan menjaga kebugaran (senam asma). Obat pelega diberikan

pada saat serangan, obat pengontrol ditujukan untuk pencegahan serangan

dan diberikan dalam jangka panjang dan terus menerus.


ii. Tatalaksana Asma Akut pada Anak dan Dewasa Tujuan tatalaksana

serangan Asma akut:

1. Mengatasi gejala serangan asma

2. Mengembalikan fungsi paru ke keadaan sebelum serangan

3. Mencegah terjadinya kekambuhan

4. Mencegah kematian karena serangan asma

Menurut (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2003) dalam (Nurarif

Huda, 2016) ada program penatalaksanaan asma meliputi 7 komponen,

yaitu :

a. Edukasi yang baik akan menurunkan morbiditi dan mortaliti.

Edukasi tidak hanya ditujukan untuk penderita dan keluarga tetapi

juga pihak lain yang membutuhkan energi pemegang keputusan,

pembuat perencanaan bidang kesehatan/asma, profesi kesehatan.

b. Monitor berat asma secara berkala dan penilaian klinis berkala

antara 1-6 bulan dan monitoring asma oleh penderita sendiri

mutlak dilakukan pada penatalaksanaan asma. Hal tersebut

disebabkan berbagai faktor antara lain :

1) Gejala dan berat asma berubah, sehingga membutuhkan

perubahan terapi

2) Pajanan pencetus menyebabkan penderita mengalami

perubahan pada asmanya


3) Daya ingat (memori) dan motivasi penderita yang perlu

direview, sehingga membantu penanganan asma terutama asma

mandiri.

c. Identifikasi dan mengendalikan faktor pencetus

d. Merencanakan dan memberikan pengobatan jangka panjang

Penatalaksanaan asma bertujuan untuk mengontrol penyakit,

disebut sebagai asma terkontrol. Terdapat 3 faktor yang perlu

dipertimbangkan :

1) Medikasi asma ditujukan untuk mengatasi dan mencegah gejala

obstruksi jalan napas, terdiri atas pengontrol dan pelega.

2) Tahapan pengobatan

3) Penanganan asma mandiri (pelangi asma) hubungan penderita

dokter yang baik adalah dasar yang kuat untuk terjadi

kepatuhan dan efektif penatalaksanaan asma. Rencanakan

pengobatan asma jangka panjang sesuai kondisi penderita,

realistik/ memungkinkan bagi penderita dengan maksud

mengontrol asma.

e. Menetapkan pengobatan pada serangan akut Pengobatan pada

serangan akut antara lain : Nebulisasi agonis beta 2 tiap 4 jam,

alternatifnya Agonis beta 2 subcutan, Aminofilin IV, Adrenalin

1/1000 0,3 ml SK, dan oksigen bila mungkin Kortikosteroid

sistemik.
f. Kontrol secara teratur pada penatalaksanaan jangka panjang

terdapat 2 hal yang penting diperhatikan oleh dokter yaitu:

1) Tindak lanjut (follow-up) teratur

2) Rujuk ke ahli paru untuk konsultasi atau penangan lanjut bila

diperlukan

g. Pola hidup sehat

1) Meningkatkan kebugaran fisik

Senam asma Indonesia (SAI) adalah salah satu bentuk olahraga

yang dianjurkan karena melatih dan menguatkan otot-otot

pernapasan khususnya, selain manfaat lain pada olahraga

umumnya.

2) Berhenti atau tidak pernah merokok

3) Lingkungan kerja kenali lingkungan kerja yang berpotensi

dapat menimbulkan asma

Penatalaksanaan pada pasien menggunakan pendekatan keluarga (Alfa et

al., 2020) sebagai berikut :

a. Kunjungan keluarga pertama dilakukan pendekatan dan pengenalan

terhadap pasien serta menerangkan maksud dan tujuan kedatangan,

diikuti dengan anamnesis tentang keluarga dan perihal penyakit yang

diderita

b. Intervensi secara non farmakologis dilakukan dengan bantuan media

intervensi berupa poster yang berisikan tentang penyakit asma,

penyebab, faktor risiko, faktor pencetus pencegahan.


c. Edukasi kepada pasien dan keluarganya mengenai jenis aktivitas

fisik/olahraga yang dapat dilakukan oleh pasien.

d. Edukasi dan evaluasi cara pemakaian obat. Agar obat yang digunakan

lebih efektif dan dapat mengontrol asma pasien dengan dosis yang

tepat.

8. Komplikasi

Komplikasi yang sering terjadi pada penyakit asma (Wijaya & Putri, 2013)

dalam (Wiyanti, 2019) meliputi:

i. Status asmatik

ii. Gagal nafas (respiratory failure)

iii. Pneumothorax

iv. Pneumomediastinum dan emfisema sub kutis

v. Atelektasis

vi. Aspirasi

vii. Sumbatan saluran nafas yang meluas/gagal nafas

viii. Asidosis
DAFTAR PUSTAKA

Alfa, N., Mayasari, D., Kedokteran, F., Lampung, U., Komunitas, B. K.,
Kedokteran, F., & Lampung, U. (2020). Penatalaksanaan Asma
dengan Faktor Risiko Debu Melalui Pendekatan Kedokteran
Keluarga Asthma Management with Dust Risk Factors through the
Family Medicine Approach.J Agromedicine Unila, 7, 58–66.

Hotnida, N. (2020). Manfaat Madu untuk Penderita Asma.


Klikdokter.https://www.klikdokter.com/info-
sehat/read/3644247/manfaat-madu-untuk- penderita-asma

Khairani. (2019). Penderita Asma di Indonesia. Pusdatin.Kemenkes.Go.Id.


Nurul, Wa. (2020). 10 Penyebab Asma dan Faktor Pemicunya,
Kenali SediniMungkin. Kapanlagi.Com.

Padila. (2013). Buku Ajar Keperawatan Gawat Darurat. Nuha Medika.

Pery Abenita. (2019). KARYA TULIS ILMIAH ASUHAN KEPERAWATAN


PADAAn. N. A DENGAN ASMA BRONKIAL.

Pusdatin Kementrian Kesehatan RI. (2015). Hari Asma Sedunia.

Saliha, Z. (2017). Analisis Pemahaman Penderita Asma tentang Penyakit Asma

Utama Ardhi Yudha Saktya. (2018). Keperawatan Medikal


Bedah SistemRespirasi. Deepbublish.

Wijaya, I. M. K. (2017). Aktivitas Fisik (Olahraga) Pada Penderita Asma.


Proceedings Seminar Nasional FMIPA UNDIKSHA, 5(1), 336–341.

Anda mungkin juga menyukai