Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pre-eklampsi ialah penyakit dengan tanda-tanda hipertensi, edema dan proteinuria
yang timbul karena kehamilan. Pada kondisi berat pre-eklamsia dapat menjadi eklampsia
dengan penambahan gejala kejang-kejang.
Pre-eklampsia dan eklampsia merupakan kesatuan penyakit, yakni yang langsung
disebabkan oleh kehamilan, walaupun belum jelas bagaimana hal ini terjadi, istilah
kesatuan penyakit diartikan bahwa kedua peristiwa dasarnya sama karena eklampsia
merupakan peningkatan dari pre-eklamsia yang lebih berat dan berbahaya dengan
tambahan gejala-gejala tertentu. Pre-eklampsia berat dan eklampsiamerupakanrisikoyang
membahayakan ibu di samping membahayakan janin melaluiplacenta.
Beberapa kasus memperlihatkan keadaan yang tetap ringan sepanjang kehamilan.
Pada stadium akhir yang disebut eklampsia, pasien akan mengalami kejang, Jika
eklampsia tidak ditangani secara cepat akan terjadi kehilangan kesadaran dan kematian
karena kegagalan jantung, kegagalan ginjal, kegagalan hati atau perdarahan otak. Oleh
karena itu kejadian kejang pada penderita eklampsia harus dihindari.Karena eklampsia
menyebabkan angka kematian sebesar 5% atau lebih tinggi.
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana asuhan keperawatan kegawatdaruratan pada pasien pre-eklamsia dan
eklamsia?
1.3 Tujuan Penulisan
Mampu memahami asuhan keperawatan kegawatdaruratan pada pasien pre-eklampsia
dan eklampsia.

1
BAB II
PEMBAHASAN
1.1 PRE-EKLAMPSIA
1. Definisi
Preeklampsia ialah penyakit dengan tanda-tanda hipertensi, edema, dan proteinuria
yang timbul karena kehamilan. Penyakit ini umumnya terjadi dalam trimester III
kehamilan, tetapi dapat terjadi sebelumnya, misalnya pada molahidatidosa. (Hanifa
Wiknjosastri, 2014).
Kegawatdaruratan preeklamsia (toksemia gravidarum) adalah kondisi
gawatdaruran yang diakibatkan oleh hipertensi, edema, dan proteinuria yang dapat
muncul pada kehamilan setelah 20 minggu sampai akhir minggu pertama setelah
persalinan (Sukarn, ZH, 2013 : 169).
1) Klasifikasi Preeklampsia
Menurut nita dan Mustika (2013) Preeklamsia digolongkan ke dalam
preeklamsia dan preeklamsia berat dengan gejala dan tanda sebegai berikut:
a. Preeklamsia
a) Tekanan darah Kenaikan tekanan darah systole ≥ 30mmHg atau
diastole > 15 mmHg ( dari tekanan darah sebelum hamil). Pada
kehamilan 20 minggu atau lebih dari atau sistole ≥ 140 ( < 160 mmHg)
diastole ≥ 90 mmHg (≤ 110 mmHg) dengan interval pemeriksaan 6 jam.
b) Kenaikan berat badan 1 kg atau lebih dalam seminggu
c) Protein uria 0,3 gr atau lebih dengan tingkat kualitatif plus 1 sampai 2
pada urin kateter atau urin aliran pertengahan.
d) Edema dependen, bengkak di mata, wajah, jari, bunyi pulmoner tidak
terdengar
e) Hiperefleksi + 3, tidak ada klonus di pergelangan kaki
f) Pengeluaran urine sama dengan masukan ≥ 30 ml/jam
g) Nyeri kepala sementara, tidak ada gangguan penglihatan,
tidak ada nyeri ulu hati
b. Preeklamsia berat
a) Tekanan darah 160/110 mmHg
b) Oliguria, urin kurang dari 400 cc/ 24 jam
c) Proteinuria lebih dari 3 gr/liter
d) Keluhan subjektif seperti nyeri epigastrium gangguan penglihatan,

2
nyeri kepala, edema paru dan sianosis, gangguan kesadaran.
e) Pemeriksaan kadar enzim hati meningkat disertai ikterus, perdarahan
pada retina, trombosit kurang dari 100.000/mm
2) Etiologi
Etiologi pasti Preeklampsia Berat masih belum diketahui. Walaupun
begitu, beberapa peneliti menduga kuat adanya hubungan antara preeklamsia
dengan kelainan pada pembuluh darah plasenta. Diduga bahwa pembuluh
darah plasenta mengalami kelainan sehingga menjadi lebih sempit
dibandingkan normal. Hal ini akan menyebabkan gangguan dalam aliran darah
melalui pembuluh darah sehingga menyebabkan peningkatan tekanan darah
dan gangguan pertumbuhan janin intrauterin (English FA, 2015). Adapun
factor resiko terjadinya preeklamsia adalah :
a. Primigravida atau > dari 10 tahun sejak kelahiran anak terakhir
b. Kehamilan anak pertama dengan pasangan baru
c. Ada riwayat preklamsia sebelumnya
d. Genetic
e. Kehamilan kembar
f. Kondisi medis tertentu seperti hipertensi esensial, penyakit
ginjal dan diabetes
g. Adanya proteinuria saat pemeriksaan (>1 + pada >1 kali
pemeriksaan atau > 0,3 gram /4 jam ).
h. Umur ≥40 tahun
i. Obesitas IMT >35)
3) Patofisiologi preeklamsia
Pada Preeklampsia yang berat dapat terjadi perburukan patologis pada
sejumlah organ dan sistem yang kemungkinan diakibatkan oleh vasospasme
dan iskemia (Cunningham, 2013). Perubahannya pada organ-organ :
a. Otak Terjadi tekanan darah tinggi yang dapat menyebabkan autoregulasi
tidak berfungsi, pada saat auto regulasi tidak berfungsi sebagaimana
fungsinya, jembatan penguat endotel akan terbuka dan dan dapat
menyebabkan plasma dan sel-sel darah merah keluar ke ruang
ekstravaskuler. Hal ini akan menimbulkan perdarahan petekie atau
perdarahan itrakranial yang sangat banyak
b. Mata Pada preeklamsia tampak edema retina, spasmus setempat atau
3
menyeluruh pada satu atau beberapa arteri, jarang terjadi perdarahan atau
eksudat.
c. Paru Edema paru biasanya terjadi pada pasien preeklamsia berat. Edema
paru biasa diakibatkan oleh kardiogenik ataupun non-kardiogenik dan
biasa terjadi setelah melahirkan.
d. Hati Pada preklamsia berat terdapat perubahan fungsi dan integritas
hepar, termasuk perlambatan ekskresi bromosulfoftalein dan peningkatan
kadar aspartate aminotransferase serum. Sebagian besar peningkatan
fosfatase alkali serum disebabkan oleh fostafase alkali tahan panas yang
berasal dari plasenta.
e. Ginjal Pada preeklamsia berat keterlibatan ginjal menonjol dan kreatinin
plasma dapat meningkat beberapa kali lipat dari nilai normal ibu tidak
hamil atau berkisaran hingga 2-3 mg/dl. Hal ini di sebakan oleh
perubahan instrikssi ginjal yang di timbukan oleh vasoplasme hebat.
f. Darah Kebanyakan pasien dengan prreklamsia memiliki pembekukan
darah yang normal. Perubahan tersamar yang mengarah ke koangulasi
inravaskuler dan dekstruksi eritrosit.
g. Plasenta Menurunnya aliran darah ke plasenta mengakibatkan gangguan
fungsi plasenta. Pada hipertensi yang agak lama, pertumbuhan janin
terganggu dan pada hipertensi yang singkat dapat terjadi gawat janin
hingga kematian janin akibat kurangnya oksigenasi untuk janin.
4) Tanda dan gejala klinis
Menurut Mitayani (2014) Preeklamsi berat dapat di disertai dengan
satu atau lebih tanda dan gejala berikut:
a. Tekanan darah tinggi diakibatkan pembuluh darah plasenta mengalami
kelainan sehingga menjadi lebih sempit dibanding normalnya, hal ini
menyebabkan gangguan dalam aliran darah melalui pembuluh darah
sehingga muncul tanda dan gejala peningkatan tekanan darah dan
gangguan pertumbuhan janin.
b. Invasi trofoblasi mengakibatkan arteri spiralis bersifat inkomplit sehingga
Aliran darah uteroplasenta berkurang hal ini akan memicu respon
inflamasi yang merusak sel endotel, rusaknya sel endotel dalam
pembuluh darah akan menyebabkan meningkatnya permeabilitas vaskuler
dan akan memicu vasokonstriksi. Peningkatan permeabilitas vaskurler.
4
Sehingga muncul tanda dan gejala protein urune meningkat dan edema
pada ibu hamil yang menderita preeklamsia berat.
c. Ablasio retina yang menyebabkan edema intra okuler sehingga terjadi
perubahan perendaran darah yang mengakibatkan pusat penglihatan
kabur/terganggu,
d. Pada preeklamsia dan eklamsia di sebabkan oleh edema paru yang
menimbukan dekompensasi kordis. Sehingga cairan di paru-paru
meningkat sehingga terjadinya aspirasi pneumonia atau abses paru yang
menimbulkan tanda dan gejala sesak napas,sianosis dan adanya suara
napas tambahan (Ronchi) dan penumpukan secret.
e. Preeklamsia bisa berkembang menjadi eklamsia yang di tandai dengan
kejang-kejang, Hal ini di akibatkah oleh Kadar gula darah meningkat
menyebabkan asam laktat dan asam organic meningkat, sehingga
cadangan alkali menurun yang mengakibatkan kejang-kejang.
f. Pemeriksaan penunjang
a) Pemeriksaan laboratorium
b) Pemeriksaan darah lengkap dengan hapusan darah
c) Radiologi
g. Penatalaksanaan kegawadaruratan preeklamsia
1) Penatalaksanaan preeklamsia ringan
a) Periksa kehamilan 2x seminggu
b) Lakukan pemantaun tekanan darah, proteinuria, reflex
dan kondisi janin.
c) Anjurkan untuk banyak istrahat/ tirah baring
d) Diet rendah garam dan protein. (pudiastuti, R, D, 2015).
2) Penatalaksanaan berat
Pada preeklamsia berat, pengobatan yang dilakukan adalah secara
medical, yaitu sebagai berukut :
a) Segera masuk ke rumah sakit
b) Posisikan tidur miring kiri hal ini akan meningkatkan aliran darah
dan nutrisi ke plasenta dan janin. Ginjal ibu hamil juga akan
bekerja lebih efisien, dengan menghilangkan cairan dan sampah
dari dalam tubuh. Dengan posisi ini cairan yang menumpuk di kaki
dan tangan, yang mengakibatkan kaki bengkak akan berkurang.
5
c) Bebaskan jalan napas jika terjadi sumbatan jalan napas dan lakukan
intubasi jika perlu.
d) Berikan oksigen jika terjadi sesak napas
e) Tanda vital di periksa setiap 30 menit, memeriksa reflex patella
setiap jam.
f) Memasang infus dengan cairan dextrose 5% dimana setiap 1 liter
diseringi dengan cairan infus RL (60-125 cc/Jam) 500 cc.
g) Pemberian anti kejang/ anti konvulsan magnesium sulfat (MgSO4)
sebagai pencegah dan terapi kejang. MgSO4 merupakan obat
pilihan untuk mencegah dan mengatasi kejang pada preeklamsia
berat dan eklamsia.
h) Jika pasien mengalami penurunan kesadaran: bebaskan jalan napas,
barikan pada satu sisi, ukur suhu, dan periksa apakah ada kaku
kuduk.
2.2 Eklampsia
1. Definisi
Eklampsia adalah kejang pada wanita yang disebabkan oleh hipertensi yang
disebabkan kehamilan (hipertensi gestasional), sebuah penyebab signifikan
kematian ibu melahirkan.
Eklampsia adalah kelainan pada masa kehamilan, dalam persalinan, atau
masa nifas yang ditandai dengan timbulnya kejang (bukan timbul akibat kelainan
saraf) dan / atau koma dimana sebelumnya sudah menunjukkan gejala-gejala pre-
eklampsia.
2. Patofisiologi
Sama dengan pre eklampsia dengan akibat yang lebih serius pada organ-organ
hati, ginjal, otak, paru-paru dan jantung yakni terjadi nekrosis dan perdarahan
pada organ-organ tersebut.
3. Gambaran Klinik
Eklampsi merupakan kasus akut pada penderita pre-eklampsia, yang disertai
dengan kejang menyeluruh atau koma. Sama halnya dengan pre eklampsia,
eklampsia dapat timbul pada ante, intra, dan postpartum. Eklampsia postpartum
umumnya hanya terjadi dalam waktu 24 jam pertama setelah persalinan.
Pada penderita preeklampsia yang akan kejang, umunya memberi gejala-
gejala atau tanda-tanda khas yang dapat dianggap sebagai tanda prodoma akan
6
terjadinya kejang. Preeclampsia yang disertai dengan tanda-tanda prodoma ini
disebut sebagai impending edampsia atau imminent eclampsia.
4. Diagnosa banding
Kejang pada eklampsia harus dipikirkan kemungkinan kejang akibat penyakit lain.
Diagnosa banding eklampsia menjadi sangat penting, misalnya perdarahan otak,
hipertensi, lesi otak, kelainan metabolik, meningitis, epilepsi iatrogenik.
1) Tingkat Awal (Aura).
Keadaaan ini berlangsung kira–kira 30 detik, mata penderita terbuka tanpa
melihat, kelopak mata bergetar. Demikian pula tangannya dan kepala berputar
ke kiriataukekanan.
2) Tingkat kejang tonik.
Berlangsung 15-30 detik atau kurang dari 30 detik, dalam tingkat ini semua
otot menjadi kaku, wajahnya keliatan kaku ( distorsi ), bola mata menonjol,
tangan menggenggam, kaki membengkok ke dalam, pernapasan berhenti,muka
menjadi sianotik, lidah dapat tergigit.
3) Tingkat Kejang Klonik.
Berlangsung antara 1-2 menit, semua otot berkontraksi dan berulang-ulang
dalam tempo yang cepat, terbukanya rahang secara tiba-tiba dan tertutup
kembali dengan kuat disertai pula dengan terbuka dan tertutupnya kelopak
mata. Kemudian disusul dengan kontraksi intermitten pada otot-oto muka dan
otot seluruh tubuh. Begitu kuat kontraksi otot-otot tubuh ini, sehingga
seringkali penderita terlempar dari tempat tidur. Seringpula lidah tergigit, dan
mulut keluar liur yang berbusa kadan disertai bercak-bercak darah, wajah
tampak membengkak karena kongesti dan sianosis, pada konjungtiva mata
dijumpai bintik-bintik pendarahan, klien menjadi tidak sadar.
4) Tingkat Koma.
Lama kesadaran tidak selalu sama, secar perlahan-lahan pendrita mulai sadar
lagi, akan tetapi dapat terjadi pula bahwa sebelum itu timbul serangan baru
dan berulang sehingga ia tetap dalam koma. Selama serangan tekanan darah
meninggi, nadi cepat dan suhu meningkat sampai 40 derajat celcius, mungkin
karena gangguan serebral. Penderita mengalami inkontinensia disertai dengan
oliguria atauanuria dan kadang-kadang terjadi aspirasi bahkan muntah.
Penderita yang sadar kembali dari koma, umumnya mengalami disorientasi
dan sedikit gelisah.
7
5. Perawatan Eklampsia
Perawatan dasar eklampsia yang utama ialah terapi suportif untuk stabilisasi
fungsi vital, yang harus selalu diingat Airway, Breathing, Circulation (ABC),
mengatasi dan mencegah kejang, mengatasi hipoksemia dan asidemia mencegah
trauma pada pasien pada waktu kejang, mengendalikan tekanan darah, khususnya
pada waktu krisis hipertensi, melahirkan janin pada waktu yang tepat dan dengan
cara yang tepat.
Perawatan medikamentosa dn perawatan suportif eklampsia, merupakan
perawatan yang sangat penting. Tujuan utama pengobatan medikamentosa
eklampsia adalah mencegah dan menghentikan kejang, mencegah dan mengatasi
penyulit, khususnya hipertensi kritis, mencapai stabilisasi ibu seoptimal mungkin
sehingga dapat melahirkan janin pada saat dan dengan cara yang tepat.
6. Penanganan preeklampsia berat dan eklampsia
Penanganan preeklampsia berat dan eklampsia sama, kecuali bahwa
persalinan harus berlangsung dalam 6 jam setelah timbulnya kejang pada
eklampsia.
 Monitoring selama di rumah sakit
Pemeriksaan sangat teliti diikuti dengan observasi harian tentang tanda-tanda
klinik berupa: nyeri kepala, gangguan visus, nyeri epigastrium, dan kenaikan
cepat berat badan. Selain itu, perlu dilakukan penimbangan berat badan,
pengukuran proteinuria, pengukuran tekanan darah, pemeriksaan
laboratorium, dan pemeriksaan USG dan NST.
 Manajemen umum perawatan preeklampsia berat
Perawatan preeklampsia berat sama halnya dengan perawatan preeklampsia
ringan, dibagi menjadi dua unsur:
- Sikap terhadap penyakitnya, yaitu pemberian obat-obat atau terapi
medisinalis.
- Sikap terhadap kehamilannya ialah: Aktif: manajemen agresif,
kehamilan diakhiri (terminasi) setiap saat bila keadaan hemodinamika sudah
stabil.
 Sikap terhadap penyakit: pengobatan medikamentosa
Penderita preeklampsia berat harus segera masuk rumah sakit untuk rawat
inap dan dianjurkan tirah baring miring ke satu sisi (kiri).

8
Perawatan yang penting pada preeklampsia berat ialah pengelolaan cairan
karena penderita preeklampsia dan eklampsia mempunyai risiko tinggi untuk
terjadinya edema paru dan oliguria. Sebab terjadinya kedua keadaan tersebut
belum jelas, terapi faktor yang sangat menentukan terjadinya edema paru dan
oliguria ialah hipovolemia, vasospasme, kerusakan sel endotel, penurunan
gradien tekanan onkotik koloid/pulmonary capillary wedge pressure.
Oleh karena itu, monitoring input cairan (melalui oral ataupun infus) dan
output cairan (melalui urin) menjadi sangat penting. Artinya harus dilakukan
pengukuran secara tepat berapa jumlah cairan yang dimasukkan dan
dikeluarkan melalui urin.
Bila terjadi tanda-tanda edema paru, segera dilakukan tindakan koreksi.
Cairan yang diberikan dapat berupa (a) 5 % Ringer-dekstrose atau cairan
garam faali jumlah tetesan: < 125 cc/jam atau (b) Infus Dekstrose 5 % yang
tiap 1 liternya diselingi dengan infus Ringer laktat (60-125 cc/jam) 500cc.
Dipasang Foley catheter untuk mengukur pengeluaran urin. Oliguria terjadi
bila produksi urin < 30 cc/jam dalam 2-3 jam atau < 500 cc/24 jam.
Diberikan antasida untuk menetralisir asam lambung sehingga bila mendadak
kejang, dapat menghindari risiko aspirasi asam lambung yang sangat asam.
Diet yang cukup protein, rendah karbohidrat, lemak, dan garam.
Pengelolaan kejang:
1. Beri obat anti kejang (anti konvulsan)
2. Perlengkapan untuk penanganan kejang (jalan nafas, penghisap lendir,
masker oksigen, oksigen)
3. Lindungi pasien dari kemungkinan trauma
4. Aspirasi mulut dan tenggorokan
5. Baringkan pasien pada sisi kiri, posisi Trendelenburg untuk mengurangi
risiko aspirasi
6. Berikan O2 4-6 liter/menit
7. Pengelolaan umum
8. Jika tekanan diastolik ≥ 110 mmHg, berikan antihipertensi sampai tekanan
diastolik antara 90-100 mmHg
9. Pasang infus Ringer Laktat dengan jarum besar no.16 atau lebih
10. Ukur keseimbangan cairan, jangan sampai terjadi overload
11. Kateterisasi urin untuk pengukuran volume dan pemeriksaan proteinuria
9
12. Infus cairan dipertahankan 1.5 - 2 liter/24 jam
13. Jangan tinggalkan pasien sendirian. Kejang disertai aspirasi dapat
mengakibatkan kematian ibu dan janin
14. Observasi tanda vital, refleks dan denyut jantung janin setiap 1 jam
15. Auskultasi paru untuk mencari tanda edema paru. Adanya krepitasi
merupakan tanda adanya edema paru. Jika ada edema paru, hentikan
pemberian cairan dan berikan diuretik (mis. Furosemide 40 mg IV)
16. Nilai pembekuan darah dengan uji pembekuan. Jika pembekuan tidak terjadi
setelah 7 menit, kemungkinan terdapat koagulopati
Penatalaksanaan asuhan pada ibu dengan eklampsi adalah:
1. Segera istirahat baring selama ½-1 jam.
2. Nilai kembali tekanan darah, nadi, pernafasan, reflek patella, bunyi jantung
bayi, dan dieresis
3. Berikan infus terapi anti kejang ( misalnya MgSO4 ) dengan catatan reflek
patella harus (+), pernafasan lebih dari 16 kali per menit serta diuresis baik
(harus sesuai instruksi dokter)
4. Ambil contoh darah untuk pemeriksaan laboratorium, seperti : Hb, Ht,
leukosit, LED, ureum, kreatinin, gula darah, elektolit dan urin lengkap.
5. Bila dalam 2 jam setelah pemberian obat anti kejang (MgSO4), tekanan
darah tidak turun biasanyadiberikan antihipertensi parenteral atau oral
sesuai instruksi dokter.
6. Bila pasien sudah tenang, bisa dinilai keadaan kehamilan pasien dan
monitor DJJ.
7. Siapkan alat-alat pertolongan persalinan
8. Postpartum boleh diberikan uterotonika dan perinfus.

10
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
1. Pengkajian primer
Pengkajian adalah proses pengumpulan data secara sistematis yang bertujuan
untuk menentukan status kesehatan dan fungsional pasien pada saat ini dan riwayat
sebelumnya (Potter & Perry, 2013). Pengkajian keperawatan terdiri dari dua tahap
yaitu mengumpulkan dan verifikasi data dari sumber primer dan sekunder dan yang
kedua adalah menganalisis seluruh data sebagai dasar untuk menegakkan diagnosis
keperawatan.
Menurut Jevon dan Ewens (2007), pengkajian Airway (A), Breathing (B),
Circulation (C), Disabillity (D), Expossure (E) pada pengkajian gawat darurat adalah
:
1) Airway (jalan napas) Pada pengkajian airway pada pasien dengan preelamsia
masalah yang terjadi apabila adanya cairan dalam paru dan edema paru
menimbulkan gejala penumpukan secret, adanya suara napas tambahan.
2) Breathing Pada pengkajian breathing pada pasien dengan preeklamsia masalah
yang terjadi apabila edema paru dan menimbulkan gejala sesak napas, adanya
suara napas tambahan, dan sianosis mengakibatkan pasien mengalami sulit
bernapas karena adanya cairan dalam paru.
3) Circulation Kegawadaruratan pada pengkajian ini khususnya pada pasien dengan
preeklamsia dilakukan pengkajian warna kulit dan capillary refill time
memanjang (>2 detik), HB menurun, Ekstermitas dingin, Edema pada ekstermitas
dan Tekanan darah meningkat. Pengkajian circulation pada pasien dengan
preeklamsia ditemukan adanya masalah dalam sirkulasi yang diakibatkan karena
adanya penurunan HGB, akral teraba dingin, warna kulit pucat, pengisian kapiler
>2 detik.
4) Disability Kegawadaruratan pada preeklamsia pengkajian disability dilakukan
pengkajian neurologi untuk mengetahui kondisi umum dengan pemeriksaan cepat
yaitu mengecek tingkat kesadaran dan reaksi pupil (tutu, 2015). Pengkajian
disability pada pasien dengan preeklamsia ditemukan ablasio retina yang
menyebabkan edema pada itra ocular sehingga pasien mengalami sakit kepala dan
pengihatan kabur.
5) Exposure Secara khusus, pemeriksaan harus dipusatkan pada adanya indikasi
11
peningkatan suhu tubu, dan kondisi pasien secara umum yang dapat
mengakibatkan keadaan umum pasien semakin buruk kegawadarutan pada kasus
preeklamsia masalah yang terjadi pada eksposure yaitu nyeri pada abdomen.
2. Pengkajian Sekunder
pengkajian yang dilakukan terhadap preeklamsia antara lain:
1) Identitas umum ibu: nama, alamat, jenis kelamin, umur, pekerjaan,No CM,
diagnose medis
2) Data riwayat kesehatan Riwayat kesehatan dahulu
a. Kemungkinan ibu menderita penyakit hipertensi sebelum hamil
b. Kemungkinan ibu mempunyai riwayat preeklamsia pada kehamilan
terdahulu
c. Biasanya mudah terjadi pada ibu dengan obesitas
d. Ibu mgkin perna menderita penyakit ginjal kronis
3) Riwayat kesehatan sekarang
a. Ibu menderita sakit kepada daerah frontal
b. Gangguan visus : penglihatan kabur, skotoma dan diplopia
c. Mual muntah tidak ada nafsu makan
d. Edema pada ekstermitas
e. Tengkuk terasa berat
4) Riwayat kesehatan keluarga
Kemungkinan mempunyai riwayat preeklamsia ringan atau berat dan eklamsia
dalam keluarga Riwayat perkawinan. Biasanya terjadi pada wanita yanga
menikah dibawah usia 20 tahun atau di atas 35 tahun.
3. Data subjektif
1) Kenaikan berat badan yang timbul secara cepat dalam waktu yang singkat
menunjukan adanya retensi cairan dan dapat merupakan gejala dini dari
preeklamsia. Pasien sadar akan edema yang menyeluruh, terutama pembengkakan
pada muka. Keluhan yang umum adalah sesaknya cincin pada jari-jarinya
2) Sakit kepala : meskipun sakit kepala gejala yang relative biasa selama kehamilan,
sakit kepala dapat juga menjadi gejala awal dari edema otak. Sebagai
konsekuensinya, tekanan darah pasien harus di tentukan.
3) Gangguan pengklihatan mungkin merupakan gejala dari preeklamsia dan dapat
menunjukan spasme arteriolar retina, iskemia, edema atau pada kasus-kasus yang
jarang, pelepasan retina.
12
4) Nyeri epigastrium atau kuadran kanan atas menunjukan pembekakan hepar yang
berhubungan dengan preeklamsia berat atau menandakanruptur hematoma
subkasuler hepar.
4. Data Objektif
1) Pemeriksaan umum : tekanan darah meningkat
2) Periksaan fisik
3) Edema menujukan retensi cairan. Edema pada muka dan tangan tampaknya lebih
menunjukan retensi cairan yang patologik.
4) Kenaikan berat badan yang cepat merupakan suatu petunjuk dari retensi cairan
ekstra vaskuler.
5) Pemeriksaan retina: spasme artiolar dan kilauan retina dapat terlihat.
6) Pemeriksaan thoraks: karna edema paru merupakan satu dari komplikasi serius
dari preeklamsia berat, paru-paru harus di periksa secara teliti.
a. Reflex tendon profunda( lutut dan kaki): hiperrefleksia dan klonus merupakan
dari petunjuk dari peningkatan iritabilitas susunan saraf pusat dan mungkin
meramalkan suatu kejang eklamsia.
b. Periksaan abdomen : rasa sakit daerah hepar merupakan suatu tanda potensial
yang tidak menyenangkan dari preeklamsia berat.pemeriksaan uterus penting
untuk menilai umur kehamilan, adanya kontraksi uterus dan presentasi janin.
c. Pemeriksaan pelvis : keadaan servis dan stasi dari bagian terbawa merupakan
pertimbangan yang penting dalam merencanakan kelahiran pervaginam atau
perabdominam.
3.2 Diagnosa
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan spasme jalan nafas
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan gangguan neurologis (kejang)
3. Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan peningkatan tekanan darah
4. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis
5. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot
6. Deficit nutrisi berhubungan dengan kurangnya asupan makanan
7. Ansietas berhubungan dengan ancaman terhadap konsep diri
8. Resiko perfusi perifer tidak efektif

13
3.3 Intervensi
1. Latihan batuk efektif
Observasi
Identifikasikemampuan batuk
Monitor adanya retensi sputum
Monitor tanda dan gejala infeksi saluran napas
Monitor input dan output cairan (mis. jumlah dan karakteristik)
Terapeutik
Atur posisi semi-Fowler atau Fowler
Pasang perlak dan bengkok di pangkuan pasien
Buang sekret pada tempat sputum
Edukasi
Jelaskan tujuan dan prosedur batuk efektif
Anjurkan tarik napas dalam melalui hidung selama 4 detik, ditahan selama 2 detik,
kemudian keluarkan dari mulut dengan bibir mencucu (dibulatkan) selama 8 detik
Anjurkan mengulangitarik napas dalam hingga 3 kali
Anjurkan batuk dengan kuat langsung setelah tarik napas dalam yang ke-3
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian mukolitik atau ekspektoran, jika perlu
2. Manajemen jalan napas
Observasi
Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha napas)
Monitor bunyi napas tambahan (misalnya: gurgling, mengi, wheezing, ronchi kering)
Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)
Terapeutik
Pertahankan kepatenan jalan napas dengan head-tilt dan chin-lift (jaw thrust jika
curiga trauma fraktur servikal)
Posisikan semi-fowler atau fowler
Berikan minum hangat
Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
Lakukan penghisapan lender kurang dari 15 detik
Lakukan hiperoksigenasi sebelum penghisapan endotrakeal
Keluarkan sumbatan benda padat dengan forsep McGill
14
Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi
Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika tidak ada kontraindikasi
Ajarkan Teknik batuk efektif
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran, mukolitik, jika perlu.
3. Perawatan sirkulasi
Observasi
Periksa sirkulasi perifer (mis: nadi perifer, edema, pengisian kapiler, warna, suhu,
ankle-brachial index)
Identifikasi faktor risiko gangguan sirkulasi (mis: diabetes, perokok, orang tua,
hipertensi, dan kadar kolesterol tinggi)
Monitor panas, kemerahan, nyeri, atau bengkak pada ekstremitas
Terapeutik
Hindari pemasangan infus, atau pengambilan darah di area keterbatasan perfusi
Hindari pengukuran tekanan darah pada ekstremitas dengan keterbatasan perfusi
Hindari penekanan dan pemasangan tourniquet pada area yang cidera
Lakukan pencegahan infeksi
Lakukan perawatan kaki dan kuku
Lakukan hidrasi
Edukasi
Anjurkan berhenti merokok
Anjurkan berolahraga rutin
Anjurkan mengecek air mandi untuk menghindari kulit terbakar
Anjurkan menggunakan obat penurun tekanan darah, antikoagulan, dan penurun
kolesterol, jika perlu
Anjurkan minum obat pengontrol tekanan darah secara teratur
Anjurkan menghindari penggunaan obat penyekat beta
Anjurkan melakukan perawatan kulit yang tepat (mis: melembabkan kulit kering pada
kaki)
Anjurkan program rehabilitasi vascular
Ajarkan program diet untuk memperbaiki sirkulasi (mis: rendah lemak jenuh, minyak
ikan omega 3)
Informasikan tanda dan gejala darurat yang harus dilaporkan (mis: rasa sakit yang
15
tidak hilang saat istirahat, luka tidak sembuh, hilangnya rasa).
3.4 Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan merupakan tahap keempat proses keperawatan yang
dimulai setelah perawat menyusun rencana keperawatan (Potter & Perry, 2013). Pada
tahap ini perawat akan mengimplementasikan intervensi yang telah direncanakan
berdasarkan hasil pengkajian dan penegakan diagnosa yang diharapkan dapat mencapai
tujuan dan hasil sesuai yang diinginkan untuk mendukung dan meningkatkan status
kesehatan klien.
Penerapan implementasi keperawatan yang dilakukan perawat harus berdasarkan
intervensi berbasis bukti atau telah ada penelitian yang dilakukan terkait intervensi
tersebut. Hal ini dilakukan agar menjamin bahwa intervensi yang diberikan aman dan
efektif (Miler, 2012). Dalam tahap implementasi perawat juga harus kritis untuk menilai
dan mengevaluasi respon pasien terhadap pengimplementasian intervensi yang diberikan.
3.5 Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan tahap kelima dari proses keperawatan. Tahap ini sangat penting
untuk menentukan adanya perbaikan kondisi atau kesejahteraan klien (Potter & Perry.
2013). Hal yang perlu diingat bahwa evaluasi merupakan proses kontinu yang terjadi saat
perawat melakukan kontak dengan klien. Selama proses evaluasi perawat membuat
keputusan-keputusan klinis dan secara terus-menerus mengarah kembali ke asuhan
keperawatan. Tujuan asuhan keperawatan adalah membantu klien menyelesaikan masalah
kesehatan aktual, mencegah terjadinya masalah resiko, dan mempertahankan status
kesehatan sejahtera. Proses evaluasi menentukan keefektifan asuhan keperawatan yang
diberikan.
Perawat dapat menggunakan format evaluasi SOAP untuk mengevaluasi hasil
implementasi yang dilakukan. Poin S merujuk pada respon subjektif pasien setelah
diberikan tindakan. Poin O melihat pada respon objektif yang dapat diukur pada pasien
setelah dilakukannya implementasi. Poin A adalah analisis perawat terhadap
implementasi yang dilakukan. Poin P adalah perencanaan terkait tindakan selanjutnya
sesuai analisis yang telah dilakukan sebelumnya

16
BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Kegawatdaruratan preeklamsia (toksemia gravidarum) adalah kondisi gawatdaruran
yang diakibatkan oleh hipertensi, edema, dan proteinuria yang dapat muncul pada
kehamilan setelah 20 minggu sampai akhir minggu pertama setelah persalinan (Sukarn,
ZH, 2013 : 169).
Eklampsia adalah kelainan pada masa kehamilan, dalam persalinan, atau masa nifas
yang ditandai dengan timbulnya kejang (bukan timbul akibat kelainan saraf) dan / atau
koma dimana sebelumnya sudah menunjukkan gejala-gejala pre-eklampsia.
4.2 Saran
1. Makalah ini dapat digunakan sebagai salah satu masukan dalam rangka meningkatkan
program pemerintah dalam usaha pemberantasan penderita preeklamsia dan eklamsia.
2. Makalah ini dapat digunakan sebagai masukan untuk mengetahui apa saja faktor-
faktor yang menyebabkan penyakit preeklamsia dan eklamsia.
3. Perawat semakin memaksimalkan perannya untuk membantu upaya pemberantasan
penyakit preeklamsi dan eklamsia.

17
DAFTAR PUSTAKA
Abildgaard U and Heimdal K. Pathogenesis of the syndrome of hemolysis, elevated liver
enzymes, and low platelet count (HELLP): a review. Eur J Obstet Gynecol Reprod
Biol. 2013;166(2):117-23.
American College of Obstetricians and Gynecologists, Task Force on Hypertension in
Pregnancy. Hypertension in pregnancy. Report of the American. College of
Obstetricians and Gynecologists’ Task Force on
Hypertension in Pregnancy. Obstet Gynecol. 2013;122 (5):1122-31.
BKKBN, 2013, Angka kematian ibu. Jakarta: BKKBN
http://www.depkes.go.id/pdf.php?id=17021000003 di akses 26
November 2019
Bothamley, J., Boyle, M. 3013. Patofisiologi dalam kebidanan dan
keperawatan, Jakarta: EGC
Cunningham FG, et.al., editor. William’s Obstetric Textbook. 24th ed. New York: Mc
Graw Hill; 2014.
English FA, and Kenny LC, and McCarthy FP. Risk factors and effective management of
preeclampsia. Integrated Blood Pressure Control. 2015;8: 7-12.
Fauziyah Y. 2012. Obstetri patologi untuk mahasiswa kebidanan dan keperawatan,
Yogyakarta: Nuha Medika

18

Anda mungkin juga menyukai