Anda di halaman 1dari 27

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pre Eklamsia

2.1.1 Pengertian

Preeklampsia dan eklampsia merupakan salah satu komplikasi

kehamilan yang disebabkan langsung oleh kehamilan itu sendiri, sebab

terjadinya masih belum jelas. Preeklampsia merupakan suatu kondisi

spesifik kehamilan dimana hipertensi terjadi setelah minggu ke 20 pada

wanita yang sebelumnya memiliki tekanan darah normal (Cunningham,

2006).

Preeklampsia adalah penyakit dengan tanda-tanda hipertensi,

oedema, dan proteinuria yang timbul saat kehamilan. Pre eklampsia

berat adalah penyakit yang mempuyai dua atau lebih gejala seperti

tekanan sistolik Tekanan darah sistolik ³ 160 mmHg, Tekanan darah

diastolik ³ 110 mmHg, proteinuria > 5 g dalam 24 jam, Oliguaria < 400

ml/24 jam, keluhan serebral, nyeri epigasrtium, edema paru-paru atau

sianosis (Wiknjosastro, 2007).

Preeklampsia dan eklamsia merupakan kumpulan gejala yang

timbul pada wanita hamil, bersalin dan dalam masa nifas yang terdiri

dari trias : hipertensi, proteinurine dan odema ; yang kadang-kadang

disertai konvulsi sampai koma. Wanita tersebut tidak menunjukkan

tanda-tanda kelainan-kelainan vaskuler atau hipertensi sebelumnya

(Mochtar, 2010).

7
8

2.1.2 Etiologi

Etiologi penyakit ini sampai saat ini belum diketahui dengan

pasti. Banyak teori-teori dikemukakan para ahli yang mencoba

menerangkan penyebabnya, namun belum ada yang memberikan

jawaban yang memuaskan. Teori yang sekarang ini dipakai sebagai

penyebab Preeklampsia adalah teori “iskemia plasenta”. Namun teori

ini belum dapat menerangkan semua hal yang berkaitan dengan

penyakit ini. Rupanya tidak hanya satu faktor yang menyebabkan pre

eklampsia dan eklampsia. Diantara faktor-faktor yang ditemukan

sering kali sukar ditentukan mana yang sebab dan mana yang akibat

(Winkjosastro, 2007).

Teori yang mengemukakan tentang bagaimana terjadi hipertensi

pada kehamilan cukup banyak, antara lain : teori genetik, teori

immunologis, teori iskemia regio uteroplasentes, teori kerusakan

endotel pembuluh darah, teori radikal bebas, teori trombosit, teori diet.

Sehingga Zweifel (1922) menyebutnya sebagai “disease of

theory”, karena tidak dijumpai satu teori yang dapat menerangkan

semua gejala yang ditimbulkannya secara kompleks (Manuaba,

2010).Teori-teori pre eklamsia menurut Bobak, 2004, adalah :

1. Peran Prostasiklin dan Tromboksan

Pada preeklamsia dan eklamsia didapatkan kerusakan pada

endotelvaskuler,sehingga sekresi vasodilatator prostasiklin oleh

sel-sel endotelial plasenta berkurang, sedangkan pada kehamilan

normal, prostasiklin meningkat. Sekresi tromboksan oleh trombosit


9

bertambah sehingga timbul vasokonstriksi generalisata dan

sekresialdosteron menurun akibat perubahan ini menyebabkan

pengurangan perfusi plasenta sebanyak 50%,hipertensi dan

penurunan volume plasma.

2. Peran Faktor Imunologis

Preeklamsia sering terjadi pada kehamilan pertama karena pada

kehamilan pertama terjadi pembentukanblocking antibodies

terhadap antigen plasenta tidak sempurna. Padapreeklamsia terjadi

kompleks imun humoral dan aktivasikomplemen.Hal ini dapat

diikuti dengan terjadinya pembentukan proteinuria

3. Iskemik dari uterus

Terjadi karena penurunan aliran darah di uterus.

4. Defisiensi kalsium

Diketahui bahwa kalsium berfungsi membantu mempertahankan

vasodilatasi dari pembuluh darah

5. Disfungsi dan aktivasi dari endothelial

Kerusakan sel endotel vaskuler maternal memiliki peranan penting

dalam patogenesis terjadinya preeklamsia. Fibronektin dilepaskan

oleh sel endotel yangmengalami kerusakan dan meningkat secara

signifikan dalam darah wanita hamildengan preeklamsia. Kenaikan

kadar fibronektinsudah dimulai pada trimester pertama kehamilan

dan kadar fibronektin akan meningkat sesuai dengan

kemajuankehamilan
10

2.1.3 Patofisiologi

Perubahan pokok pada preeklampsia adalah spasmus pembuluh

darah disertai dengan retensi garam dan air. Dengan biopsi ginjal,

Althchek dkk. (1968) menemukan spasmus yang hebat pada arteriola

glomerulus. Pada beberapa kasus lumen arteriola demikian kecilnya

sehingga hanya dilalui oleh satu sel darah merah. Bila dianggap bahwa

spasmus arteriola juga ditemukan di seluruh tubuh, maka mudah

dimengerti bahwa tekanan darah yang meningkat tampaknya

merupakan usaha mengatasi kenaikan tahanan perifer, agar oksigenisasi

jaringan dapat dicukupi, kenaikan berat badan dan oedema disebabkan

penimbunan cairan yang berlebihan dalam ruang interstitial belum

diketahui sebabnya.

Telah diketahui bahwa pada preeklampsia dijumpai kadar

aldosteron yang rendah dan konsentrasi prolaktin yang tinggi daripada

kehamilan normal. Aldosteron penting untuk mempertahankan volume

plasma dan mengatur retensi air dan natrium. Pada preeklampsia

permeabilitas pembuluh darah terhadap protein meningkat

(Wiknjosastro, 2007). Perubahan-perubahan yang terjadi pada

preeklampsia :

1. Perubahan pada plasenta dan uterus

Menurunnya aliran darah ke plasenta mengakibatkan gangguan

fungsi plasenta. Hal ini menyebabkan terjadinya gawat janin

sampai kematiannya karena kekurangan oksigenasi. Kenaikan


11

tonus uterus dan kepekaan terhadap perangsangan sering

didapatkan pada preeklampsia dan eklampsia.

2. Perubahan pada ginjal

Disebabkan oleh aliran darah ke dalam ginjal menurun, sehingga

menyababkan filtrasi glomerulus mengurang. Penurunan filtrasi

glomerulus akibat spasmus arteriolus ginjal menyebabkan filtrasi

natrium melalui glomerulus menurun, yang menyebabkan retensi

garam dan air.

3. Perubahan pada retina

Pada peeklampsia tampak oedema retina, spasmus setempat atau

menyeluruh pada satu atau beberapa arteri jarang terlihat

perdarahan atau eksudat. perubahan lainnya pada retina yaitu

retinopatia arteriosklertika, ablasio retina, skotoma, diplopia dan

ambliopia.

4. Perubahan pada paru-paru

Oedema paru-paru merupakan sebab utama kematian preeklampsia

dan eklampsia. Komplikasi ini disebabkan oleh dekompensasio

kordis kiri.

5. Perubahan pada otak

Resistensi pembuluh darah dalam otak pada hiertensi dalam

kehamilan lebih tinggi daripada eklampsia. Walaupun demikian,

aliran darah ke otak dan pemakaian oksigen oleh otak hanya

menurun pada eklampsia.


12

6. Perubahan pada metabolisme air dan elektrolit

Hemokonsentrasi yang menyertai preeklampsia dan eklampsia

tidak diketahui sebabnya. Terjadi pergeseran cairan dari ruang

intravaskuler ke ruang interstisial. Kejadian ini diikuti oleh

kenaikan hematokrit, peningkatan protein serum, sering

bertambahnya oedema menyebabkan volume darah mengurang

dengan akibat hipoksia. Dengan perbaikan keadaan,

hemokonsentrasi berkurang, sehingga turunnya hematokrit dapat

dipakai sebagai ukuran tentang perbaikan keadaan penyakit dan

tentan berhasilnya pengobatan.

2.1.4 Manifestasi Klinis

Menurut Mochtar (2010) Preeklamsi dapat di klasifikasikan menjadi 2

macam :

1. Preeklamsi Ringan

Preeklamsi Ringan adalah suatu sindroma spesifik kehamilan

dengan menurunnya perfusi organ yang berakibat terjadinya

vasospasme pembuluh darah dan aktivasi endotel;

Dengan tanda gejala berikut:

a. Tekanan darah ≥ 140/90 mmHg pada kehamilan > 20 minggu

b. Proteinuria ≥ 300 mg/24 jam atau ≥ 1+ dispstick

c. Tekanan darah 140 atau kenaikan 30 mmHg dengan interval

pelaksanaan 6 jam.

d. Tekanan darah diastolic 90 atau kenaikan 15 mmHg dengan

interval pelaksanaan 6 jam.


13

e. Kenaikan berat badan 1 kg atau lebih dalam seminggu

f. Proteinuria kuantitatif 0,3 gr atau lebih dengan tingkat

kualitatif plus 1 sampai 2 urin keteter atau midstream.

2. Preeklamsi Berat

Preeklamsi berat ialah preeklamsia dengan tekanan darah sistolik

≥160 mmHg dan tekanan darah diastolik ≥110 mmHg disertai

proteinnuria lebih 5 g/24 jam.Dengan tanda gejala berikut :

a. Tekanan darah ≥ 160/110 mmHg pada kehamilan > 20 minggu

b. Serum Creatinine > 1.2 mg/dL (kecuali bila sebelumnya sudah

abnormal)

c. Trombosit < 100.0000 / mm3

d. Nyeri kepala atau gangguan visual persisten

e. Nyeri epigastrium

f. Oligouria, urin kurang dari 40 cc/24 jam

g. Proteinuria lebih dari 3gr/liter

h. Adanya gangguan selebral, gangguan virus dan rasa nyeri di

epigastrium.

i. Terdapat edema paru dan sianosis.

2.1.5 Faktor-Faktor Penyebab

Kondisi yang dihubungkan dengan pre eklamsia menurut Varney, 2007

adalah :

1. Nuliparitas

2. Penyakit trofoblastik (70% terjadi pada kasus mola hidatidosa)

3. Nis Kehamilan kembar, tanpa memperhatikan paritas


14

4. Riwayat penyakit : hiperttensi kronis, penyakit ginjal kronis,

diabetes militus pra-kehamilan

5. Riwayat pre eklamsia atau eklamsia dalam keluarga

6. Riwayat pre eklamsia sebelumnya

7. Peningkatan resiko untuk multipara yang memiliki pasangan seks

yang baru

8. Etnis Amerika-Affrika dan Asia

2.1.6 Penatalaksanaan Pre Eklamsia

Pre-eklampsia dan eklampsia merupakan komplikasi kehamilan

yang berkelanjutan dengan penyebab yang sama. Oleh karena itu,

pencegahan atau diagnosis dini dapat mengurangi kejadian dan

menurunkan angka kesakitan dan kematian. Untuk dapat menegakkan

diagnosis dini diperlukan pengawasan hamil yang teratur dengan

memperhatikan kenaikan berat badan, kenaikan tekanan darah, dan

pemeriksaan untuk menentukan proteinuria. Pemeriksaan antenatal

yang teratur dan teliti dapat menemukan tanda- tanda dini pre-

eklampsia, dan dalam hal itu harus dilakukan penanganan semestinya.

Karena para wanita biasanya tidak mengemukakan keluhan dan jarang

memperhatikan tanda-tanda preeklampsia yang sudah terjadi, maka

deteksi dini keadaan ini memerlukan pengamatan yang cermat dengan

masa- masa interval yang tepat.Kita perlu lebih waspada akan

timbulnya pre-eklampsia dengan adanya faktor-faktor predisposisi

seperti yang telah diuraikan diatas. Walaupun timbulnya pre-eklampsia

tidak dapat dicegah sepenuhnya, namun frekuensinya dapat dikurangi


15

dengan pemberian penerangan secukupnya dan pelaksanaan

pengawasan yang baik pada wanita hamil, antara lain:

1. Diet makanan.

Makanan tinggi protein, tinggi karbohidrat, cukup vitamin, dan

rendah lemak. Kurangi garam apabila berat badan bertambah atau

edema. Makanan berorientasi pada empat sehat lima sempurna.

Untuk meningkatkan protein dengan tambahan satu butir telus setiap

hari.

2. Cukup istirahat

Istirahat yang cukup pada hamil semakin tua dalam arti bekerja

seperlunya dan disesuaikan dengan kemampuan. Lebih banyak

duduk atau berbaring ke arah punggung janin sehingga aliran darah

menuju plasenta tidak mengalami gangguan.

3. Pengawasan antenatal (hamil)

Bila terjadi perubahan perasaan dan gerak janin dalam rahim segera

datang ke tempat pemeriksaan. Keadaan yang memerlukan

perhatian:

a. Uji kemungkinan pre-eklampsia:

1) Pemeriksaan tekanan darah atau kenaikannya

2) Pemeriksaan tinggi fundus uteri

3) Pemeriksaan kenaikan berat badan atau edema

4) Pemeriksaan protein urin

5) Kalau mungkin dilakukan pemeriksaan fungsi ginjal, fungsi

hati, Gambaran darah umum, dan pemeriksaan retina mata.


16

b. Penilainan kondisi janin dalam rahim

1) Pemantauan tingi fundus uteri

2) Pemeriksaan janin: gerakan janin dalam rahim, denyut jantung

janin, pemantauan air ketuban

3) Usulkan untuk melakukan pemeriksaan ultrasonografi.

4) Dalam keadaan yang meragukan, maka merujuk penderita

merupakan sikap yang harus dipilah (Winkjosastro, 2007).

2.1.7 Cara Menilai Ibu Hamil Dengan Resiko Pre Eklamsia

Tes yang ideal untuk deteksi dini preeklampsia harus

sederhana, mudah dikerjakan, tidak memakan waktu lama, non

invasif, sensitivitasnya tinggi dan mempunyai nilai prediksi

positif yang tinggi.

1. Mean Artery Pressure (MAP)

Rumus : MAP = systole + 2 diastole


3
Apabila hasil > 90 mmHg ibu beresiko mengalami pre eklamsia

ringan/pre eklamsia berat.

2. Roll Over Test (ROT)

Roll-over test pertama kalidiperkenalkan oleh Gant dan dilakukan

pada usia kehamilan28-32 minggu. Pasien berbaring dalam sikap

miring ke kiri,kemudian tekanan darah diukur, dicatat dan diulangi

sampaitekanan darah tidak berubah. Ulangi 2 menit kemudian

penderita tidur terlentang, diukur dan dicatat kembali tekanan

darahnya. Setelah itu dibedakan selisih tekanan darah diastolik

antara tidur miring dan terlentang. Tes dianggap positif bila selisih
17

tekanan darah diastolikantara posisi baring ke kiri dan terlentang

menunjukkan 20mmHg atau lebih. Tes ini mempunyai sensitivitas

88%,spesifitas 95%, nilai prediksi positif 93% dan nilai prediksi

negatif 91%.

3. Kenaikan berat badan dan Index Masa Tubuh (IMT).

Seringkali gejala pertama yang mencurigakan adanya

pre eklamsia ialah terjadi kenaikan berat badan yang melonjak

tinggidan dalam waktu singkat. Kenaikan berat badan 0,5 kg setiap

minggu dianggap masih dalam batas wajar, tetapi bila kenaikan

berat badan mencapai 1 kg perminggu atau 3 kg perbulan

maka harus diwaspadai kemungkinan timbulnya pre eklamsia. Ciri

khas kenaikan berat badan penderita pre eklamsia ialah kenaikan

yangberlebihan dalam waktu singkat, bukan kenaikan berat badan

yang merata sepanjang kehamilan, karena berat badan yang

berlebihan tersebut merupakan refleksi dari pada edema.

Cara mengukur IMT adalah :

BB (kg)
TB (meter)2
Dengan penilaian :

a. Obesitas ringan : IMT > 30 - < 35

b. Obesitas berat : IMT > 35 - < 40

c. Obesitas sangat berat : IMT > 40

Bila terdapat kelainan langsung konsul ke dokter spesialis

kebidanan dan kandungan.


18

Hasil yang didapat langsung dicatat pada buku KIA, status ibu,dan

kohort ibu hamil.

2.1.8 Penanganan pre-eklampsia

Ibu hamil dengan preeklampsia ringan dapat dilakukan rawat inap

maupun rawat jalan. Pada rawat jalan ibu hamil dianjurkan banyak

istirahat (tidur miring ke kiri). Pada umur kehamilan diatas 20 minggu

tidur dengan posismiring dapat menghilangkan tekanan rahim pada

vena kava inferior yang mengalirkan darah dari ibu ke janin, sehingga

meningkatkan aliran darah balik dan akan menambah curah jantung.

Hal ini berarti pula meningkatkan aliran darah ke organ-organ vital.

Penambahan aliran darah ke ginjal akan meningkatkan laju filtrasi

glomerolus dan meningkatkan diuresis sehingga akan meningkatkan

ekskresi natrium, menurunkan reaktivitas kardiovaskuler, sehingga

mengurangi vasospasme. Peningkatan curah jantung akan

meningkatkan pula aliran darah ke rahim, menambah oksigenasi

plasenta dan memperbaiki kondisi janin dan rahim. Pada preeklampsia

tidak perlu dilakukan retriksi garam jika fungsi ginjal masih normal.

Diet yang mengandung 2 g natrium atau 4-6 g NaCl (garam dapur)

adalah cukup. Diet diberikan cukup protein, rendah karbohidrat, lemak

dan garam secukupnya. Tidak diberikan obat-obatan diuretik,

antihipertensi dan sedatif (Winkjosastro, 2007).

Pada keadaan tertentu ibu hamil dengan preeklampsia ringan

perlu dirawat di rumah sakit yaitu dengan kriteria bila tidak ada

perbaikan yaitu tekanan darah, kadar proteinuria selama lebih dari 2


19

minggu dan adanya satu atau lebih gejala dan tanda preeklampsia berat.

Selama di rumah sakit dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan

laboratorik. Pemeriksaan kesejahteraan janin, berupa pemeriksaan USG

dan Doppler khususnya untuk evaluasi pertumbuhan janin dan jumlah

cairan amnion (Winkjosastro, 2007).

Perawatan obstetrik yaitu sikap terhadap kehamilan. Kehamilan

preterm ialah kehamilan antara 22 sampai ≤37 minggu. Pada umur

kehamilan <37 minggu bila tanda dan gejala tidak memburuk,

kehamilan dapat dipertahankan sampai aterm tapi jika umur kehamilan

>37 minggu persalinan ditunggu sampai timbul onset persalinan atau

dipertimbangkan untuk melakukan induksi persalinan pada taksiran

tanggal persalinan dan tidak menutup kemungkinan dapat dilakukan

persalinan secara spontan (Winkjosastro, 2007).

Penanganan pre eklamsia menurut Waspodo, 2010 adalah :

1. Pengelolaan hipertensi dalam kehamilan tanpa protein urin :

a. Jika kehamilan < 35 minggu, lakukan pengelolaan rawat jalan:

1) Lakukan pemantauan tekanan darah, proteinuria dan kondisi

janin setiapminggu

2) Jika tekanan darah meningkat, kelola sebagai preeclampsia

3) Jika kondisi janin memburuk atau terjadi pertumbuhan janin

yang terhambat,rawat dan pertimbangkan terminasi

kehamilan

b. Jika kehamilan < 35 minggu dan tidak terdapat tanda perbaikan,

1) Lakukan penilaian 2 kali seminggu secara rawat jalan:


20

a) Lakukan pemantauan tekanan darah, proteinuria, refleks

dan kondisi janin

b) Lebih banyak istirahat

c) Diet biasa

d) Tidak perlu pemberian obat

2) Jika tidak memungkinkan rawat jalan, rawat di rumah sakit :

a) Diet biasa

b) Lakukan pemantauan tekanan darah 2 kali sehari,

proteinuria 1 kali sehari

c) Tidak memerlukan pengobatan

d) Tidak memerlukan diuretik, kecuali jika terdapat edema

paru,dekompensasi jantung atau gagal ginjal akut

e) Jika tekanan diastolik turun sampai normal, pasien dapat

dipulangkan:Nasehatkan untuk istirahat dan perhatikan

tanda preeklampsia berat, Periksa ulang 2 kali seminggu,

Jika tekanan diastolik naik lagi rawat kembali

f) Jika tidak terdapat tanda perbaikan tetap dirawat

g) Jika terdapat tanda pertumbuhan janin terhambat,

pertimbangkan terminasi kehamilanJika proteinuria

meningkat, kelola sebagai preeklampsia berat Jika

kehamilan > 35 minggu, pertimbangkan terminasi

kehamilan.
21

h) Jika serviks matang, lakukan induksi dengan Oksitosin 5

IU dalam 500 mlRinger Laktat/Dekstrose 5% IV 10

tetes/menit atau dengan prostaglandin

i) Jika serviks belum matang, berikan prostaglandin,

misoprostol atau kateterFoley, atau lakukan terminasi

dengan bedah Caesar

2. Penanganan preeklampsia berat dan eklampsia sama, kecuali bahwa

persalinan harusberlangsung dalam 6 jam setelah timbulnya kejang

pada eklampsia.

a. Pengelolaan kejang:

1) Beri obat anti kejang (anti konvulsan)

2) Perlengkapan untuk penanganan kejang (jalan nafas, penghisap

lendir, maskeroksigen, oksigen)

3) Lindungi pasien dari kemungkinan trauma

4) Aspirasi mulut dan tenggorokan

5) Baringkan pasien pada sisi kiri, posisi Trendelenburg untuk

mengurangi risikoaspirasi

6) Berikan O24-6 liter/menit

b. Pengelolaan umum eklamsia menurut Waspodo, 2010 :

1) Jika tekanan diastolik > 110 mmHg, berikan antihipertensi

sampai tekanan diastolik antara 90-100 mmHg

2) Pasang infus Ringer Laktat dengan jarum besar no.16 atau

lebih

3) Ukur keseimbangan cairan, jangan sampai terjadi overload


22

4) Kateterisasi urin untuk pengukuran volume dan pemeriksaan

proteinuria

5) Infus cairan dipertahankan 1.5 - 2 liter/24 jam

6) Jangan tinggalkan pasien sendirian. Kejang disertai aspirasi

dapat mengakibatkankematian ibu dan janin

7) Observasi tanda vital, refleks dan denyut jantung janin setiap 1

jam

8) Auskultasi paru untuk mencari tanda edema paru. Adanya

krepitasi merupakantanda adanya edema paru. Jika ada edema

paru, hentikan pemberian cairan danberikan diuretik (mis.

Furosemide 40 mg IV)

9) Nilai pembekuan darah dengan uji pembekuan. Jika

pembekuan tidak terjadisetelah 7 menit, kemungkinan terdapat

koagulopati

10) Anti konvulsan

11) Magnesium sulfat merupakan obat pilihan untuk mencegah

dan mengatasi kejang pada preeklampsia dan eklampsia.

Alternatif lain adalah Diasepam, dengan risiko terjadinya

depresi neonatal.
23

TABEL 2.1 Dosis Magnesium Sulfat untuk Preeklampsia dan


Eklampsia
MAGNESIUM SULFAT UNTUK PREEKLAMPSIA DAN
EKLAMPSIA
Alternatif I
Dosis awal :MgSO4 4 g IV sebagai larutan 40% selama 5 menit.
Segera dilanjutkan dengan 15 ml MgSO4 (40%) 6 gdalam
larutan Ringer Asetat / Ringer Laktat selama6 jam Jika
kejang berulang setelah 15 menit, berikanMgSO4 (40%) 2 g
IV selama 5 menit
Dosis pemeliharaan : MgSO4 1 g / jam melalui infus Ringer
Asetat /Ringer Laktat yang diberikan sampai 24 jampostpartum
Alternatif II
Dosis awal Dosis pemeliharaan : MgSO4 4 g IV sebagai larutan
40% selama 5 menit, Diikuti dengan MgSO4 (40%) 5 g IM dengan 1
ml Lignokain (dalam semprit yang sama) Pasien akan merasa agak
panas pada saat pemberian MgSO4.
Sebelum pemberian MgSO4 ulangan, lakukan pemeriksaan:
1. Frekuensi pernafasan minimal 16 kali/menit
2. Refleks patella (+)
3. Urin minimal 30 ml/jam dalam 4 jam terakhir
4. Frekuensi pernafasan >16 kali/menit
Hentikan pemberianMgSO4, jika :
1. Refleks patella (-)bradipnea (<16 kali/menit)
Siapkan antidotum : Jika terjadi henti nafas :
1. Bantu pernafasan dengan ventilator
2. Berikan Kalsium glukonas 1 g (20 ml dalam larutan10%) IV
perlahan-lahan sampai pernafasan mulai lagi
(Waspodo, 2010).

TABEL 2.2Dosis Diazepam untuk Preeklampsia dan Eklampsia


24

DIASEPAM UNTUK PREEKLAMPSIA DAN


EKLAMPSIA
Dosis awal :
Diasepam 10 mg IV pelan-pelan selama 2 menit
Jika kejang berulang, ulangi pemberian sesuai dosis awal
Dosis pemeliharaan :
Diasepam 40 mg dalam 500 ml larutan Ringer laktat melalui
infus
Depresi pernafasan ibu baru mungkin akan terjadibila dosis > 30
mg/jam
Jangan berikan melebihi 100 mg/jam
(Waspodo, 2010).

12) Anti hipertensi

a) Obat pilihan adalah Nifedipin, yang diberikan 5-10 mg oral

yang dapat diulangsampai 3 kali/24 jam.

b) Jika respons tidak membaik setelah 10 menit, berikan

tambahan 5 mg Nifedipin sublingual.

c) Labetolol 10 mg oral. Jika respons tidak membaik setelah

10 menit, berikan lagiLabetolol 20 mg oral.

3. Perawatan post partum

a. Anti konvulsan diteruskan sampai 24 jam postpartum atau kejang

yang terakhir

b. Teruskan terapi hipertensi jika tekanan diastolik masih > 90

mmHg

c. Lakukan pemantauan jumlah urin

4. Rujukan

Pre eklamsia yang memerlukan rujukan adalah :

a. Terdapat oliguria (< 400 ml/24 jam)


25

b. Terdapat sindroma HELLP

c. Koma berlanjut lebih dari 24 jam setelah kejang

2.2 Perdarahan Post Partum

2.2.1 Pengertian perdarahan post partum

Yang dinamakan perdarahan pasca persalinan secara tradisional

ialah perdarahan yang melebihi 500cc pada kala III (Sastrawinata,

2005). Istilah perdarahan post partum digunakan apabila perdarahan

500 ml atau lebih setelah kala III selesai/setelah plasenta lahir

(Wiknjosastro, 2005).

Perdarahan pervaginam yang melebihi 500 ml setelah bersalin

didefinisikan sebagai perdarahan post partum. Perkiraan kehilangan

darah biasanya tidak sebanyak sebenarnya, kadang-kadang hanya

setengah dari sebenarnya. Darah tersebut bercampur dengan cairan

amnion atau urin..darah juga tersebar pada spons, handuk, dan kain, di

dalam ember dan di lantai. Volume darah yang hilang juga bervariasi

akibatnya sesuai dengan kadar hemoglobin ibu. Seorang ibu dengan

kadar hemoglobin normal akan dapat menyesuaikan diri terhadap

kehilangan darah yang akan berakibat fatal pada anemia (Saifuddin,

2002).

Perdarahan post partum didefinisikan sebagai hilangnya 500ml

atau lebih darah setelah kala III persalinan selesai (Cunningham, 2006).

2.2.2 Macam-macam perdarahan post partum


26

Perdarahan pasca persalinan dibagi menjadi : 1) perdarahan

pasca persalinan dini/primer ialah perdarahan ≥500 cc pada 24 jam

pertama setelah persalinan, 2) perdarahan pasca persalinan

lambat/sekunder ialah perdarahan ≥500 cc setelah 24 jam persalinan

(Sastrawinata, 2005).

Perdarahan post partum dibagi menjadi : 1) perdarahan setelah

bayi lahir dan dalam 24 jam pertama persalinan disebut perdarahan

persalinan primer (P3), 2) perdarahan setelah 24 jam pertama persalinan

(perdarahan pasca persalinan sekunder atau (P2S) (Saifuddin, 2002)

Perdarahan post partum dibagi menjadi : 1) perdarahan primer

terjadi dalam 24 jam pertama setelah anak lahir, 2) perdarahan

sekunder terjadi setelah 24 jam pertama sesudah anak lahir

(Wiknjosastro, 2005).

2.2.3 Faktor penyebab perdarahan post partum

Hal-hal yang menyebabkan perdarahan post partum ialah :

1. Atonia uteri yaitu bila miometrium tidak berkontraksi. Uterus

menjadi lunak dan pembuluh darah pada daerah bekas perlekatan

plasenta terbuka lebar . Atonia merupakan penyebab tersering

perdarahan post partum (Wiknjosastro, 2008).

Faktor presdisposisi untuk terjadinya atonia uteri menurut (Mochtar,

2010) adalah :

a. Umur : umur terlalu muda atau sudah tua

b. Paritas : sering dijumpai pada multipara dan grandemultipara

c. Partus lama dan partus terlantar


27

d. Pre eklamsia dan eklamsia

e. Obstetric operatif dan narkose

f. Uterus terlalu regang dan besar : gemelli, hidramnion, janin besar

g. Kelainan pada uterus : mioma uteri, couvelair uterus pada solutio

plasenta

h. Factor sosioekonomis : malnutrisi

2. Perlukaan jalan lahir : robekan jalan lahir merupakan penyebab

kedua tersering dari perdarahan pasca persalinan. Robekan dapat

terjadi bersamaan dengan atonia uteri (Saifuddin, 2002).

3. Terlepasnya sebagian plasenta dari uterus : perdarahan hanya terjadi

pada plasenta yang sebagian atau seluruhnya telah lepas dari dinding

rahim. Banyak atau sedikitnya perdarahan tergantung luasnya bagian

plasenta yang telah lepas (Wiknjosastro, 2008).

4. Tertinggalnya sebagian dari plasenta : sisa plasenta dan selaput

ketuban yang masih tertinggal dalam rongga rahim dapat

menimbulkan perdarhan post partum dini atau perdarahan post

partum lambat. Pada perdarahan post partum lambat gejalanya sama

dengan subinvolusio rahim, yaitu perdarahan yang berulang atau

berlangsung terus dan berasal dari rongga rahim. Perdarahan akibat

sisa plasenta jarang menimbulkan syok (Wiknjosastro, 2008).

5. Hematoma : hematoma yang biasanya terdapat pada daerah-

daerahyang mengalami laserasi yang banyak bila tidak direparasi

dengan segera (Winkjosastro, 2005).


28

6. Penyakit darah, kelainan pembekuan darah, misalnya afibrinogen

atau hipofibrinogenemia yang sering dijumpai pada :

a). Perdarahan yang banyak

b). Solutio plasenta

c). Kematian janin yang lama dalam kandungan

d). Pre ekalmsia dan ekalmsia

e). Infeksi, hepatitis dan septik syok

2.2.4 Diagnosis Perdarahan Post Partum

Diagnosis perdarahan post partum menurut Winkjosatro, 2005 adalah :

1. Untuk membuat diagnosis perdarahan post partum perlu diperhatikan

ada perdarahan yang menimbulkan hipotensi dan anemia. Apabila

hal ini dibiarkan berlangsung terus, pasien akan jatuh dalam keadaan

syok. Perdarahan post partum tidak hanya terjadi pada mereka yang

mempunyai faktor presdisposisi, tetapi pada setiap persalinan

kemungkinan untuk terjadi perdarahan psot partum selalu ada.

2. Perdarahan yang terjadi disini dapat deras atau merembes saja.

Perdarahan yang deras biasanya akan segera menarrik perhatian,

sehingga cepat ditangani, sedangkan perdarahan yang merembes

karena kurang namapak seringkali tidak mendapat perhatian yang

seharunsnya. Perdarahan yang bersifat merembes ini bila

berlangsung lama akan mengakibatkan kehilangan darah yang

banyak. Untuk menentukan jumlah perdarahan, maka darah yang

keluar setelah uri lahir langsung ditampung dan dicatat.


29

3. Kadang-kadang perdarahan terjadi tidak keluar dari vagina, tetapi

menumpuk di vagina dan di dalam uterus. Keadaan ini biasanya

diketahui karena adanya kenaikan dari tingginya fundus uteri setelah

uri lahir.

4. Untuk menentukan etologi dari perdarahan post partum diperlukan

pemeriksaan yang lengkap yang meliputi anamnesis, pemeriksaan

umum, pemeriksaan abdomen dan pemeriksaan dalam.

5. Pada atonia uteri terjadi kegagalan kontraksi uterus, sehingga pada

palpasi abdomen uterus didapatkan membesar dan lembek.

Sedangkan pada laserasi jalan lahir uterus berkontraksi dengan baik,

sehingga pada palpasi teraba uterus yang keras. Dengan pemeriksaan

dalam dilakukan eksplorasi bvagina, uterus dan pemeriksaan

inspekulo. Dengan cara ini dapat ditentukan adanya robekan dari

serviks, vagina, hematoma dan adanya sisa-sisa plasenta.

2.2.5 Penatalaksanaan Perdarahan Post Partum

Menurut Winkjosastro, 2008 dalam buku Pelatihan Pelayanan

Obstetri dan Neonatal Emergensi Dasar, penanganan perdarahan post

partum perlu perbaikan dalam hal : 1) resusitasi cairan, 2) pengetahuan

tentang obat/uterotonika, 3) tata cara rujukan (tampon uterus).

1. Resusitasi cairan

Resusitasi cairan dalam kasus perdarahan post partum perlu

pengetahuan dan ketrampilan dalam :

a. Estimasi total blood volume (TBV)


30

Normal blood volume untuk orang dewasa 7% dari berat badan

ideal. Volume darah : 7% (70cc/kgBB).

b. Estimasi blood loss

1) Nadi < 100 = blood loss 750 ml

2) Nadi > 100 = blood loss 750-1500 ml

3) Nadi > 120 = blood loss 1500-2000 ml

4) Nadi > 140 = blood loss > 2000 ml,

c. Jenis dan jumlah cairan pengganti

Jenis dan cairan pengganti dalam perdarahan post partum adalah :

1) Crystalloid (3 kali estimasi Blood loss)

2) Cairan colloid(estimasi blood loss)

3) Darah (estimasi blood loss).

2. Pengetahuan tentang obat/uterotonika

Dosis maksimum obat yng dipakai dalam perdarahan post

partum,seperti terlihat pada tabel 2.3.

Tabel 2.3 Dosis maksimum pemberian obat pada perdarahan post partum
Jenis dan cara Oksitosin Ergometrin Misoprostol
Dosis awal IV : 20 unit/1 liter
IM atau IV lambat Oral atau
RL guyur : 0,2 mg rectal 400
IM : 10 unit mcg
Dosis IV : 20 unit/1 liter
Ulangi 0,2 mg IM 400 mcg 2-4
lanjutan RL tetesan 40 setelah 15 menit . jam setelah
tetes/menit Ulangan IM/IV dosis
tiap 2-4 jam
Dosis 3 liter dengan Total 1 mg atau 6 Total 1200
maksimal/hari oksitosin dosis mcg atau 3
dosis
Precaution IV cepat/bolus Hipertensi, Pre Asma br
bisa menyebabkan Eklamsia, vitium
hipotensi cordis
(Winkjosastro, 2008)

3. Tata cara cara rujukan (tampon uterus).


31

Pengetahuan tentang tata cara rujukan pasien perdarahan post

partum:

a. Tampon kasa uterus, dapat dilakukan sejak awal, pada persiapan

merujuk, pada persiapan operasi, tetapi banyak kelemahan, yaitu :

1) perdarahan tersembunyi, 2) perdarahan sulit diukur, 3)

pemasangan sukar, 4) resiko infeksi, 5) menimbulkan trauma

iatrogenik, 5) resiko perdarahan ulang dan rasa nyeri saat dilepas.

b. Tampon kondom kateter. Mudah mengerjakannya, syaratnya : 1)

pasien diinfus dan diberi oksitosin drip, 2) kondom kateter

dipertahankan 6-24-48 jam di dalam uterus tergantung dari

keadaaan pasien, 3) untuk mengevaluasi perdarahan dan

kontrasksi uterus sudah baik maka kondom kateter dikempiskan

secara bertahap.

2.2.6 Cara menghitung jumlah perdarahan

Cara menghitung jumlah perdarahan adalah dengan menimbang

underpad yang belum dipakai, dan setelah dipakai. Dengan menghitung

berat berat underpad dan mengetahui berat jenis darah (ρ darah 1,054-

1,06) kita bisa menghitung jumlah perdarahan yaitu dengan rumus

menurut (Sugiyarto dan Ismiyati, 2008) :

𝛒 = massa benda (gr)/volume benda (cc)

2.3 Hubungan Pre Eklamsia Dengan Perdarahan Post Partum


32

Preeklampsia adalah penyakit dengan tanda-tanda hipertensi, oedema,

dan proteinuria yang timbul saat kehamilan. Pre eklampsia berat adalah

penyakit yang mempuyai dua atau lebih gejala seperti tekanan sistolik

Tekanan darah sistolik ³ 160 mmHg, Tekanan darah diastolik ³ 110 mmHg,

proteinuria > 5 g dalam 24 jam, Oliguaria < 400 ml/24 jam, keluhan serebral,

nyeri epigasrtium, edema paru-paru atau sianosis (Wiknjosastro, 2007).

Perdarahan post partum didefinisikan sebagai hilangnya 500ml atau

lebih darah setelah kala III persalinan selesai (Cunningham, 2006).Salah satu

faktor presdisposisi perdarahan post partum ialah : pre eklamsia.

Hipertensi dalam kehamilan merupakan 5–15 % penyulit kehamilan

dan merupakan salah satu dari tiga penyebab tertinggi dari mortalitas dan

morbiditas ibu bersalin. Ibu dengan preeklamsi-eklampsia terjadi perubahan

pada organ-organ penting di dalam tubuh, salah satunya adalah disfungsi sel

endotel, yaitu kerusakan sel endotel sebagai akibat dari terpaparnya sel

endotel oleh peroksida lemak yang bersifat toksik yang beredar ke seluruh

tubuh yang dapat merusak sel endotel, begitu pula sel endotel yang ada di

uterus, sehingga perlu diwaspadai adanya perdarahan pada pasca salin

sebagai akibat dari kegagalan miometrium untuk berkontraksi (Saifuddin,

2010).

Pada penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Evaningtyas (2011),

Hubungan Antara Anemia, Bayi Besar Dan Pre Eklampsia Dengan Kejadian

Perdarahan Post Partum Primer Di RSUD Kraton Kabupaten Pekalongan

tahun 2011, adalah penelitian dengan tehnik crossectional sampling di RSUD

Kraton Kabupaten Pekalongan. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian


33

Evaningtyas, terletak pada subyek penelitian, populasi dan sampel penelitian,

lokasi penelitian serta jenis penelitian deskriptif korelatif. Kesamaan

penelitian adalah terletak pada preeklampsi pada ibu bersalin.

Anda mungkin juga menyukai