Anda di halaman 1dari 7

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Angka Kematian Bayi (AKB) merupakan indikator pertama dalam

menentukan derajat kesehatan anak. Selain itu, angka kematian bayi juga

merupakan cerminan dari status kesehatan masyarakat. Sebagian besar penyebab

kematian bayi dan balita adalah masalah yang terjadi pada bayi baru lahir/neonatal

(umur 0 – 28 hari). Masalah neonatal ini meliputi asfiksia (kesulitan bernafas saat

lahir), Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) dan infeksi (Depkes, 2011). Menurut

UNICEF dan WHO (2005), penurunan kejadian BBLR merupakan salah satu

kontribusi penting dalam Millennium Development Goal (MDGs) untuk

menurunkan kematian bayi. Pencapaian tujuan dari MDGs dicapai dengan

memastikan kesehatan anak pada awal kehidupannya. Oleh karena itu, BBLR

merupakan masalah kesahatan yang perlu mendapatkan perhatian mengingat

BBLR merupakan salah satu indikator untuk menilai kemajuan dari tujuan MDGs

ini.

BBLR didefinisikan sebagai bayi dengan berat lahir kurang dari 2.500

gram dengan tidak memandang masa kehamilan (WHO, 2011). BBLR

memberikan kontribusi sebesar 60-80% dari semua kematian neonatal. Prevalensi

global BBLR adalah 15,5%, yang berjumlah sekitar 20 juta BBLR lahir setiap

tahun dan 96,5% dari mereka berasal dari negara berkembang. Ada variasi yang

signifikan dari prevalensi BBLR di beberapa negara, dengan insiden tertinggi di

Asia Tengah (21,7%) dan terendah di Eropa (6,4%) (WHO, 2013). Angka

1
2

Kematian Bayi (AKB) di Indonesia masih tinggi, sebagian besar kematian

neonatal terjadi pada 0-6 hari (78,5%). Target MDGs 2015 adalah menurunkan

angka kematian bayi (AKB) kelahiran hidup menjadi 23 per 1000 kelahiran hidup.

Sedangkan hasil survey demografi dan kesehatan indonesia (SDKI) tahun 2007,

AKB masih 34/1.000 kelahiran hidup. Berdasarkan hasil analisa pada tahun 2012

jumlah kematian bayi yang utama adalah 38,03% BBLR, 27,38% asfiksia, 3,70%

infeksi, 9,10% trauma lahir, dan 18,38% penyebab lain (Profil Dinkes Jatim,

2012). Sementara itu jumlah BBLR yang dilaporkan di Propinsi Jawa Timur

sebanyak 19.712 (3,32%) dari 594.461 bayi baru lahir. Sedangkan angka kejadian

BBLR di Kota Surabaya sebanyak 1.128 (2,76%) kelahiran hidup (Profil Dinkes

Jatim, 2012).

Berdasarkan survey penelitian yang dilakukan peneliti di Puskesmas Jagir

Surabaya didapatkan data angka kejadian bayi dengan berat badan lahir rendah

seperti pada tabel berikut:

Tabel 1.1 Data Kejadian BBLR di Puskesmas Jagir Surabaya


Tahun Jumlah Persalinan Jumlah BBLR %
2012 277 18 6,5
2013 296 20 6,7
2014 326 29 8,8
Sumber : Register Partus Puskesmas Jagir Kota Surabaya Tahun 2012 – 2014

Tabel 1.1 menunjukkan data angka kejadian BBLR di Puskesmas Jagir Surabaya

selama 3 tahun (2012-2014) menunjukkan angka kejadian yang masih tinggi yaitu

6,5%-8,8%. Angka ini lebih besar dibandingkan dengan target Indonesia sehat

2010 yakni angka BBLR setinggi-tingginya 7% (Depkes RI, 2009).

Berat badan lahir rendah sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara

lain usia kehamilan, umur ibu, paritas, penyakit ibu, jarak kehamilan, gizi ibu

hamil, kehamilan kembar, sosial ekonomi dan lain-lain. Usia reproduksi yang
3

aman untuk kehamilan dan persalinan adalah 20-30 tahun (Winkjosastro, 2005).

Kehamilan pada usia muda (< 20 tahun) sering terjadi penyulit (komplikasi) bagi

ibu dan janin. Hal ini disebabkan belum matangnya alat reproduksi untuk hamil,

sehingga dapat merugikan kesehatan ibu maupun perkembangan dan pertumbuhan

janin, mengakibatkan kelahiran prematur, BBLR dan cacat bawaan (Manuaba,

1998). Sedangkan pada kelompok usia kehamilan lebih dari 35 tahun memiliki

risiko terhadap kesehatan ibu dan bayinya (Soetjiningsih, 2005). Keadaan ini

karena otot-otot dasar panggul tidak elastis lagi sehingga mudah terjadi penyulit

kehamilan dan persalinan, problem kesehatan seperti pre-eklampsia, hipertensi,

diabetes mellitus, anemia yang dapat mengakibatkan kelahiran prematur, BBLR,

dan cacat bawaan. Paritas 2-3 merupakan paritas paling aman ditinjau dari sudut

kematian maternal. Paritas 1 dan paritas tinggi (lebih dari 3) mempunyai angka

kematian maternal lebih tinggi (Winkjosastro, 2002). Mempunyai anak lebih dari

4 akan meningkatkan risiko pada ibu dan bayinya. Ibu yang paling sering hamil,

lebih-lebih dengan jarak yang pendek, akan menyebabkan ibu terlalu payah,

akibat dari hamil, melahirkan, menyusui risiko lahir yang dialami adalah anemia

pada ibu, risiko perdarahan, mendapatkan bayi yang cacat, bayi berat badan lahir

rendah dan sebagainya (Soetjiningsih, 2007).

Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan peneliti di Puseksmas Jagir

Surabaya didapatkan data pada tahun 2014 kejadian BBLR sebanyak 29 bayi. 3

bayi yang mengalami BBLR disebabkan karena faktor ibu yaitu kurang gizi, 10

bayi BBLR disebabkan karena faktor usia ibu teralu tua diatas 35 tahun, 11 bayi

BBLR disebabkan karena faktor paritas ibu yaitu ibu yang baru memiliki anak

pertama, 4 bayi BBLR disebabkan karena faktor jarak kehamilan ibu yang terlalu
4

dekat, 2 bayi BBLR karena faktor ibu yang aktif bekerja selama kehamilan. Dari

studi pendahuluan yang dilakukan peneliti dapat disimpulkan faktor terbesar

penyebab terjadinya BBLR adalah faktor usia ibu dan paritas ibu. Oleh karena ittu

peneliti melakukan penelitian tentang umur dan paritas ibu dengan kejadian

BBLR.

Dampak yang terjadi pada bayi dengan berat badan lahir rendah

mempengaruhi tumbuh kembang anak selanjutnya (Soetjingsih, 2007). Bayi

dengan berat badan lahir rendah akan mengalami gangguan pada pertumbuhan,

dikarenakan bayi dengan BBLR mengalami retradasi pertumbuhan sejak dalam

kandungan dan memiliki kecenderungan pertumbuhan yang lambat dalam hal

pertambahan tinggi, berat dan lingkar kepala. Bayi tersebut akan berukuran lebih

kecil bahkan setelah 4 sampai 6 tahun dilahirkan dibandingkan dengan bayi

dengan berat badan normal. Sedangkan pada tingkat perkembangannya gangguan

disebabkan oleh kerusakan fungsi otak yang mengiringi retradasi

pertumbuhannya, karena kurangnya pertumbuhan kepala secara tidak langsung

berarti perkembangannya otak menjadi buruk, perkembangan kepala berkaitan

dengan hasil perkembangan saraf yang buruk (Surasmi Astring, 2005).

Dengan melihat faktor penyebab terjadinya BBLR maka dapat

dipertimbangkan langkah untuk menghindari yaitu mulai dari ibu hamil

melakukan pengawasan hamil dengan seksama dan teratur, melakukan konsultasi

masalah penyakit yang menyertai kehamilan, gizi ibu, waktu yang tepat untuk

hamil. Untuk itu ibu bersalin diharapkan melakukan persalinan di fasilitas

kesehatan agar mendapat pengawasan dan penanganan kemungkinan adanya

komplikasi.
5

Dengan melihat faktor penyebab terjadinya BBLR maka dapat

dipertimbangkan langkah untuk menghindari yaitu mulai dari ibu hamil

melakukan pengawasan hamil dengan seksama dan teratur, melakukan konsultasi

masalah penyakit yang menyertai kehamilan, gizi ibu, waktu yang tepat untuk

hamil. Untuk itu ibu bersalin diharapkan melakukan persalinan di fasilitas

kesehatan agar mendapat pengawasan dan penanganan kemungkinan adanya

komplikasi.

Berdasarkan uraian di atas, dapat diketahui adanya masalah yaitu masih

tingginya angka kejadian BBLR di Puskesmas Jagir Surabaya dibandingkan

dengan angka harapan/target minimal kejadian BBLR Indonesia sehat 2010

sebesar 7%. Maka perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang usia dan paritas

ibu bersalin dengan angka kejadian BBLR di Puskesmas Jagir Surabaya.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang dan perumusan masalah, maka

dapat dirumuskan :

”Adakah hubungan antara umur dan paritas ibu bersalin dengan kejadian BBLR di

Puskesmas Jagir Kota Surabaya Tahun 2015?”.

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui hubungan antara umur dan paritas ibu bersalin dengan kejadian

BBLR di Puskesmas Jagir Kota Surabaya Tahun 2015.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengidentifikasi umur ibu bersalin di Puskesmas Jagir Kota Surabaya

Tahun 2015.
6

2. Mengidentifikasi paritas ibu bersalin di Puskesmas Jagir Kota Surabaya

Tahun 2015.

3. Mengidentifikasi kejadian BBLR di Puskesmas Jagir Kota Surabaya

Tahun 2015.

4. Menganalisis hubungan antara umur ibu bersalin dengan kejadian BBLR

di Puskesmas Jagir Kota Surabaya Tahun 2015.

5. Menganalisis hubungan antara paritas ibu bersalin dengan kejadian BBLR

di Puskesmas Jagir Kota Surabaya Tahun 2015.

6. Menganalisis hubungan antara umur dan paritas ibu bersalin dengan

kejadian BBLR di Puskesmas Jagir Kota Surabaya Tahun 2015.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi wacana ilmiah dan tambahan

wawasan pengetahuan serta pengalaman dalam melakukan penelitian dan

penyusunan usulan penelitian.

1.4.2 Manfaat Praktis

1. Bagi Peneliti

Diharapkan dapat menambah pengetahuan dan pengalaman nyata dalam

melakukan penelitian tentang hubungan antara usia dan paritas dengan kejadian

BBLR.

2. Bagi Institusi Pendidikan

Sebagai bahan kajian baru dibidang kesehatan ibu dan anak guna

penelitian lebih lanjut.


7

3. Bagi Profesi

Diharapkan dapat menambah pengetahuan dan dapat lebih meningkatkan

kualitas pelayanan terhadap ibu hamil dan bersalin.

4. Bagi Puskesmas

Sebagai bahan masukan bagi puskesmas setempat dan meningkatkan

asuhan kebidanan pada ibu hamil dan bersalin.

Anda mungkin juga menyukai