PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
yang dapat mengancam jiwa seseorang, hal ini dapat terjadi selama
kehamilan, ketika kelahiran bahkan saat hamil. Sangat banyak sekali penyakit
pada ibu dan bayi baru lahir (Walyani & Purwoastuti, 2015).
Angka Kematian Ibu (AKI) di dunia masih tinggi dengan jumlah 289.000
jiwa. Beberapa Negara berkembang AKI yang cukup tinggi seperti di Afrika
Sub-Saharan sebanyak 179.000 jiwa, Asia Selatan sebanyak 69.000 jiwa, dan
hidup, dan Malaysia sebanyak 29 per 100.000 kelahiran hidup (WHO, 2017).
1
2
selain itu juga ada 4 penyebab utama dari kematian ibu, janin, dan bayi baru
lahir (BBL) yaitu dapat disebabkan oleh adanya perdarahan saat bersalin,
macet atau distosia (Walyani & Purwoastuti, 2015). Berdasarkan Data yang
Indonesia AKI pada tahun 1991 sampai dengan 2007 mengalami penurunan
dari 390 menjadi 228 per 100.000 kelahiran hidup, sejak tahun 2012
per 100.000 kelahiran hidup, namun pada tahun 2015 jumlah AKI
menunjukkan penurunan dari 359 menjadi 305 per 100.000 kelahiran hidup
menurunkan angka kematian ibu dengan jumlah 102 per 100.000 kelahiran
11.199 persalinan. Terdapat 109 kasus dan 17 kasus penyakit jantung yang
kelahiran dari 59 ibu yang hamil disertai penyakit jantung. Terdapat 47 kasus
3
paling banyak ditemui pada prematur 24 kejadian IUFD (Intra Uterine Fetal
Death) atau 6 kasus (9,5%) dan tanpa kejadian stillbirth. Selain itu sebanyak
5 kasus (7,9%) terjadi kematian dalam 7 hari setelah bayi lahir yaitu sebanyak
4 bayi lahir dengan berat badan kurang dari 1000 gram dan terdapat 1 bayi
(SDKI) pada tahun 2012, kejadian meninggalnya ibu sebesar 19 per 1.000
kelahiran hidup, hal ini memberikan kontribusi sebesar 59% dari kematian
bayi. Hasil survei penduduk antar sensus (SUPAS) tahun 2015, bahwa jumlah
AKB sebanyak 22,23 per 1.000 jumlah kelahiran hidup, hal ini sudah sesuai
kelahiran hidup AKB merupakan jumlah kematian bayi dalam rentang usia 0
tinggi. Kehamilan yang beresiko tinggi di Indonesia pada tahun 2017 seperti
umur ibu <18 tahun dan >34 tahun, jarak kelahiran kurang dari 2 tahun, dan
jumlah anak yang terlalu banyak >3 (BKKBN, 2017). Penelitian yang telah
menyatakan bahwa 75% responden berusia 20-35 tahun, <20 dan >35 tahun
sebesar 25%. Kejadian komplikasi kehamilan pada ibu dengan usia beresiko
mempunyai proporsi yang sama yaitu 20% dan 31,4%. Usia ibu yang tidak
dengan kehamilan < 20 dan > 35 tahun beresiko tinggi akan mengalami
kondisi ibu fisik ibu yang belum siap dalam menghadapi kehamilan. Namun
kehamilan ini lebih aman ketika ibu berusia diatas 20-35 tahun, resiko akan
mengalami peningkatan kembali saat usia ibu lebih dari 35 tahun (Syalfina,
2017).
kehamilan sampai pasca bersalin yang telah dipengaruhi oleh beberapa faktor
diantaranya, status gizi ibu saat kehamilan, kondisi sosial ekonomi juga dapat
serta keadaan sosial ekonomi ibu yang rendah. Tingginya kasus kematian ibu
di Provinsi Jawa Tengah sebanyak 602 kasus atau setara dengan 109,65 per
kematian maternal waktu nifas, 22,92% pada waktu hamil dan 13,95 pada
dari tahun 2014 yaitu dari 115,7% menjadi 88,22 %. Angka kematian ini
sejumlah 15 ibu yang teridi dari 2 kematian ibu hamil, dan 13 kematian ibu
saat nifas. Penyebab kematian ibu antara lain pendarahan dengan jumlah 5,
peredarah darah (jantung, stroke) serta 3 kematian ibu karena kanker dan
ileus. Berbeda dengan data AKI yang mengalami penurunan, AKB ditahun
AKB di Kabupaten Klaten, 121 berada dalam usia 0-6 hari (perinatal), 34
berada pada rentan umur 7-28 hari (neonatal), dan 65 berada dalam rentan 29
220 kasus kematian bayi diantaranya paling banyak disebabkan oleh Berat
Klaten, 2016).
Agustus 2018 data dari 3 bulan terakhir yaitu Mei sampai dengan bulan Juli
6
2018 jumlah ibu hamil sebanyak 1.225 ibu hamil dan sebanyak 37 ibu hamil
segi agama, norma budaya, etika, serta segi kesehatan (Kemenkes RI, 2014).
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan hasil dari masalah yang diuraikan di atas maka dapat dibuat
keluarga berencana ”
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
strategis, yaitu sebagai bagian dari upaya komprehensif yang terdiri dari
life cycle/siklus hidup dan prinsip continuum of care merupakan salah satu
bagian dari pelayanan KB dalam upaya peningkatan derajat kesehatan ibu dan
anak (KIA). Jenis dan sasaran yang dituju dari pelayanan KB diberikan sesuai
remaja, ibu hamil, ibu nifas, wanita usia subur (WUS) yang tidak sedang
hamil. Suami dan istri memiliki kedudukan, hak, dan kewajiban yang sama
Wanita usia subur (WUS) adalah wanita yang berusia antara 15 sampai 49
yang belum menikah, menikah dan sudah pernah menikah/janda dan wanita pada
Pemilihan kontrasepsi pada WUS dibagi menjadi 3 fase. Fase menunda kehamilan
yaitu pada usia kurang dari 20 tahun. Fase menjarangkan kehamilan yaitu pada
usia antara 20 sampai 35 tahun. Fase tidak hamil lagi yaitu pada WUS dengan usia
lebih dari 35 tahun (BKKBN, 2012). Kategori yang memenuhi syarat untuk
(MEC) (2015) :
a. Suatu kondisi yang mana tidak ada larangan untuk penggunaan metode
b. Suatu kondisi dimana keuntungan dari penggunaan metode ini secara umum
lebih besar daripada teori atau risiko yang telah terbukti. Artinya secara umum
c. Suatu kondisi dimana teori atau risiko yang telah terbukti biasanya lebih besar
tersebut biasanya tidak direkomendasikan kecuali tidak ada metode lain yang
d. Suatu kondisi yang menunjukkan resiko kesehatan yang tidak dapat diterima
jika metode kontrasepsi ini digunakan. Artinya, metode tersebut tidak dapat
digunakan.
kontrasepsi dibagi menjadi Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP) dan Non
pantang berkala.
3. Suntik progestin
banyak digunakan (Kemenkes RI, 2016). Salah satu metode suntik yang menjadi
menggunakan progestin, yaitu bahan tiruan dari progesteron tersedia dalam 2 jenis
kemasan, yakni:
2) Pada ibu yang tidak haid, suntikan pertama dapat diberikan setiap saat asal
dipastikan ibu tidak hamil, namun selama 7 hari setelah suntikan tidak boleh
3) Pada ibu menyusui: setelah 6 minggu pasca persalinan, sementara pada ibu
2014).
lendir rahim tipis dan atrofi, serta menghambat transportasi gamet oleh tuba
(Saifuddin, 2011).
yaitu central nervous system (CNS) yang lebih tinggi dipengaruhi oleh stimuli
internal dan eksternal. Sistem ini berefek positif atau negatif terhadap sekresi
portal hipofisis. Sekresi hormon ini akan menstimulasi kelenjar hipofisis anterior
Pengaruh hormon FSH dan LH yaitu pada tingkat ovarium untuk memacu
diproduksi di ovarium oleh sel luteal dan oleh sel granulosa dalam jumlah sedikit
pada saat sebelum terjadinya lonjakan LH. Hormon ini penting untuk
menjadi tebal, sehingga porsio dan serviks menjadi sangat sempit dan getah
Rahim tipis dan atrofi dan menghambat transportasi gamet oleh tuba. Hal
ini terjadi karena kadar Folikel Stimulating Hormone (FSH) dan Luteinizing
hormone (LH) menurun serta tidak terjadi lonjakan LH. Kondisi hipoestrogenik
dangkal dan atrofis dengan kelenjar – kelenjar yang tidak aktif. Pemakaian jangka
hampir tidak didapatkan jaringan bila dilakukan biopsi, tetapi perubahan tersebut
akan kembali normal dalam waktu 90 hari setelah suntikan DMPA berakhir (Veisi
e. Keuntungan
menekan produksi ASI, dapat digunakan oleh perempuan usia lebih dari 35 tahun
dilakukan secara teratur dan sesuai jadwal yang telah ditentukan (BKKBN, 2012).
Keterbatasan pada metode ini adalah klien sangat bergantung pada tempat
sarana pelayanan kesehatan untuk suntikan ulang, tidak dapat dihentikan sewaktu-
bulan. Efek samping DMPA yaitu berat badan meningkat, nyeri tulang, vagina
g. Peringatan pemakaian
terganggu.
4) Sakit kepala migrain, sakit kepala berulang yang berat, atau kaburnya
penglihatan.
5) Perdarahan berat yang 2 kali lebih panjang dari masa haid atau 2 kali lebih
masalah yang terjadi selama siklus respons seksual yang menghambat seseorang
untuk merasakan kepuasan dari aktivitas seksualnya (Chen et al, 2013). Istilah
disfungsi seksual menunjukkan adanya gangguan pada salah satu atau lebih aspek
b. Siklus respon seksual (Master dan Johnson, 1966 dalam Rahmawati, 2011):
Fase ini merupakan fase pertama dari siklus respon seksual yang ditandai
dan fantasi seksual. Perubahan yang terjadi pada fase ini ditandai dengan
perubahan fisiologi seksual, yakni adanya lubrikasi pada vagina selama 10-30
detik, genetalia eksterna membesar, 1/3 bagian bawah vagina menyempit, 2/3
bagian atas vagina memanjang dan vagina membesar. Ukuran klitoris meningkat
dan menjadi sensitif. Respon sistemik pada fase ini yaitu peningkatan denyut
2) Fase Plateau
Fase kedua terjadi ketika seseorang mencapai gairah tingkat tinggi untuk
waktu sementara waktu. Skala 1 sampai 10 dengan skala 10 untuk orgasme, maka
pada areola payudara dan bagian dalam vagina. Otot – otot yang mendukung
terjadinya
14
kontraksi rahim yang menyebabkan rahim terangkat dan hal ini akan membuka
3) Fase orgasme
Orgasme adalah keadaan ketika tubuh penuh degan respon sistemik yang
mencakup perubahan dalam aliran darah, ketegangan otot, dan otak. Fase ini
dan diikuti dengan pelepasan involunteri dan tegangan seksual serta kontraksi
ritmik otot – otot perineal, uterus, 1/3 vagina bawah, disertai peningkatan denyut
4) Fase resolusi
Pada fase ini perempuan mengalami relaksasi seluruh tubuh dan perasaan
nyaman. Tanda yang terjadi yaitu kembalinya fungsi tubuh ke keadaan pre
Faktor kontekstual meliputi hal – hal yang bersifat kekinian seperti masalah
kesehatan dan fungsi seksual pasangan (Graziottin, Serafini, dan Palacios, 2009).
seksual wanita. Hal tersebut dikarenakan fungsi seksual wanita sebagai suatu
yang terdiri dari kondisi medis termasuk perawatan yang diterima (hipertensi dan
2015).
kondisi psikiatris seperti depresi dan kecemasan. Faktor sosial yang berpengaruh
nilai agama dan moral bisa berpengaruh secara negatif pada hasrat seksual
terutama perempuan yang dibesarkan pada budaya dan agama yang bersifat
seksual seperti konflik, atau disfungsi seksual pada pasangan, tekanan finansial,
karir, serta tanggung jawab keluarga (Kingsberg dan Woodard, 2015). Hasil
al, 2016).
seksual wanita)
sebagai tidak adanya fantasi seksual dan hasrat untuk melakukan aktivitas seksual.
Gangguan ini ditandai dengan keengganan dan menghidari semua atau hampir
semua yang berkaitan dengan kontak seksual bersama pasangan. Gangguan gairah
seksual didefinisikan terjadi terus menerus atau berulang dan sebagian atau
(APA, 2013). Pada dasarnya gangguan ini disebabkan oleh faktor fisik dan psikis,
antara lain adalah kejemuan, perasaan bersalah, stress yang berkepanjangan, dan
adanya orgasme. Gangguan ini merupakan keluhan seksual yang umum terjadi
penyebab fisik dan psikis. Penyebab fisik yaitu penyakit sistem saraf pusat seperti
Gangguan ini meliputi vaginismus yaitu kondisi spasme pada otot vagina,
Dispareunia
17
adalah istilah umum untuk sakit/nyeri saat berhubungan seksual karena gangguan
keluarnya cairan lubrikasi dan ketika hal ini terjadi terus menerus atau berulang,
Sexual Fuction Index (FSFI) oleh Rosen et al (2000) untuk mengukur perubahan
fungsi seksual terhadap aktivitas seksual pada wanita dalam 4 minggu terakhir.
Kuesioner ini telah disusun berdasarkan kondisi dan situasi setempat sehingga
dikalikan sesuai domain lalu dijumlahkan pada tiap domain, setelah itu dihitung
secara keseluruhan.
Seksual Wanita
18
DMPA dengan gangguan fungsi seksual wanita diperoleh hasil yang masih
hormonal yang secara langsung dapat mempengaruhi faktor – faktor seperti libido
fungsi seksual dengan berkontribusi pada kekeringan vagina terutama pada wanita
dan mukosa vagina. Atrofi mukosa vagina dan vagina kering bisa menyebabkan
jangka panjang terutama pada pemakaian lebih dari 3 tahun berhubungan dengan
gangguan fungsi seksual. Penurunan atau masalah fungsi seksual pada akseptor
satu tahun 70,80%, 2 tahun 73,90%, dan lebih dari 3 tahun sebesar 77,80%
(Hasan, et.al.,
2014).
ada hubungan antara lama pemakaian DMPA dengan kejadian disfungsi seksual.
Namun pada beberapa penelitian lain hubungan suntik DMPA dengan kejadian
berhubungan dengan komposisi hormon pada metode ini (Boozalis, et al., 2017).
D. Kerangka Teori
Mekanisme kerja dari suntik DMPA sebagai alat kontrasepsi yaitu mencegah
terkait dengan hubungan suami istri. Gangguan yang terjadi pada salah satu
atau keseluruhan selama siklus respon seksual ini disebut disfungsi seksual.
disfungsi seksual masih beragam. Faktor – faktor lain yang berpengaruh pada