PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
kematian ibu (AKI) dan angka kematian bayi (AKB), sehingga AKI dan AKB
Berdasarkan hasil Survei Penduduk Antar Sensus (SUPAS) pada tahun 2015,
AKI dan AKB menunjukkan penurunan menjadi 305 kematian ibu per
100.000 kelahiran hidup dan 23 per 1.000 kelahiran hidup yang sebelumnya
pada tahun 2012 sebesar 359 kematian ibu per 100.000 kelahiran hidup dan 32
kematian bayi per 1.000 kelahiran hidup. Angka tersebut masih jauh dari
sebanyak 70 kematian ibu per 100.000 kelahiran hidup dan AKB 12 per 1.000
kelahiran hidup (Kemenkes RI, 2016). Dari data di atas dapat disimpulkan
66,4 per 100.000 kelahiran hidup. AKB di DIY pada tahun yang sama
sebanyak 329 kematian bayi atau 8 per 1.000 kelahiran hidup (Dinkes DIY,
ibu tahun 2015 sebanyak 4 orang per 14.134 kelahiran hidup atau AKI sebesar
28,3 per 100.000 kelahiran hidup, sedangkan jumlah kematian ibu di wilayah
kerja Puskesmas Gamping II yaitu nol. AKB di Kabupaten Sleman tahun 2015
1
2
adalah 51 bayi atau 3,61 per 1.000 kelahiran hidup, sedangkan jumlah
II tahun 2016 sebanyak 144,3 per 100.000 kelahiran hidup, meningkat dari
tahun 2015 dan AKB mengalami penurunan menjadi nol yang sebelumnya
II sebesar 100% dan cakupan kunjungan keempat (K4) ibu hamil dengan satu
kali kunjungan pada trimester I dan II serta 2 kali kunjungan pada trimester III
Gamping II mencapai 100% dan cakupan kunjungan ibu nifas (KF3) mencapai
Usia Subur (WUS) dengan KEK, yaitu WUS dengan lingkar lengan atas
kurang dari 23,5 cm. Hasil Riskesdas tahun 2013 menunjukkan bahwa
Angka Kecukupan Gizi (AKG) adalah 44,8%. Sementara itu, proporsi ibu
hamil KEK usia 15-19 tahun 2015 di Indonesia mencapai 31%. Prevalensi ibu
hamil yang menderita KEK di DIY tahun 2015 adalah 9,11%. Sedangkan
prevalensi ibu hamil yang menderita KEK di Kabupaten Sleman pada tahun
atau kelainan yang dapat menyebabkan kecacatan dan atau kematian, seperti
yang menjadi penyebab kematian terbanyak yaitu asfiksia, bayi berat lahir
rendah, dan infeksi (Kemenkes RI, 2016). Menurut SDKI tahun 2012,
BBLR di Indonesia tahun 2010 sebesar 8,8%. Prevalensi BBLR di DIY pada
tahun yang sama sebesar 4,81%. Angka tersebut lebih rendah dari prevalensi
BBLR tingkat nasional yang mencapai 8,8% (Dinkes DIY, 2016). Kejadian
BBLR ini bisa disebabkan oleh berbagai faktor salah satunya nutrisi ibu pada
Janin Terhambat (PJT) yang nantinya akan mengarah pada keluaran janin
model ini mampu memberikan proses pembelajaran yang unik dimana bidan
menjadi lebih memahami tentang filosofi kebidanan. Selain itu model ini juga
memberikan hubungan timbal balik yang baik dari pasien kepada bidan
pemberian asuhan berfokus terhadap wanita (Yanti, 2015). Hal tersebut juga
sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan No. 97 tahun 2014 pada BAB I
sebanyak 66 dari 747 ibu hamil (8,8%) pada tahun 2016. Subjek penelitian
adalah ibu hamil dengan usia kehamilan 30-32 minggu. Ny. S merupakan
salah satu ibu hamil dengan usia kehamilan 30-32 minggu dan KEK yang juga
B. Rumusan Masalah
lebih tinggi apabila tidak dapat tertangani dengan baik, oleh karena itu
kesehatan serta kesejahteraan ibu dan bayi. Ny. S merupakan ibu hamil
trimester III yang memiliki risiko KEK dan Pertumbuhan Janin Terhambat.
Gamping II?”
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
2. Tujuan Khusus
Janin Terhambat.
dan neonatus pada bayi Ny. S umur 26 tahun dengan KEK dan
Janin Terhambat.
D. Ruang Lingkup
1. Sasaran
adalah ibu hamil trimester III dengan KEK dan Pertumbuhan Janin
2. Tempat
3. Waktu
E. Manfaat Penelitian
1. Manfaat teoritis
mahasiswa.
2. Manfaat praktis
b. Bagi Mahasiswa
c. Bagi Klien