Anda di halaman 1dari 151

BAB 1

PENDAHULUAN

1. 1 Latar Belakang

Berdasarkan data dari World Health Organization (WHO) tahun 2016 Angka

Kematian Ibu (AKI) diseluruh dunia diperkirakan 216/100.000 kelahiran hidup

dan angka kematian neonatal turun 47% antara tahun 1990- 2015, yaitu dari

36/1000 kelahiran hidup menjadi 19/1000 kelahiran hidup pada tahun 2016

(World Health Organization, 2016). Keberhasilan upaya kesehatan ibu, di

antaranya dapat dilihat dari indikator Angka Kematian Ibu (AKI). Indikator ini

tidak hanya mampu menilai program kesehatan ibu, terlebih lagi mampu menilai

derajat kesehatan masyarakat. Berdasarkan hasil Survei Penduduk Antar Sensus

(SUPAS) 2016, AKI di Indonesia kembali menunjukkan penurunan menjadi

305/100.000 kelahiran hidup. Begitu pula dengan Angka Kematian Bayi (AKB) di

Indonesia juga menunjukkan penurunan menjadi 22,23/1.000 kelahiran hidup

(Kemenkes RI, 2016).

Berdasarkan profil kesehatan di Kabupaten Magetan data pelayanan

kebidanan terhadap kesehatan ibu dan anak sebagai berikut :

Cakupan K1 tahun 2015 mengalami kenaikan cukup tinggi dari tahun

sebelumnya yaitu 98,92%, sedangkan tahun 2015-2016 cakupan K1 relatif sedikit

menurun yaitu 97,3%.. Angka ini belum mencapai target K1 di Kabupaten

Magetan 100%. Sama halnya dengan cakupan K4 tahun 2015 yang mengalami

kenaikan dari tahun sebelumnya yaitu 91,83 dan tahun 2015-2016 cakupan K4

juga relatif tetap namun angka ini juga belum mencapai target K4 di Kabupaten

1
2

Magetan. Hal ini bisa menyebabkan tidak terdeteksinya komplikasi misalnya

anemia dalam kehamilan, hipertensi kehamilan (pre eklampsi, eklampsia),

kelainan posisi janin yang dapat mengganggu proses selama persalinan.

Cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan mengalami

kenaikan pada tahun 2015 yaitu 95,01%, sedangkan tahun 2016 95,6% angka

tetap atau tidak mengalami kenaikan, keadaan menunjukkan cakupan linakes

stabil sehingga memungkinkan terdeteksinya penyulit seperti perdarahan, ketuban

pecah dini (KPD), persalinan macet, pre eklampsia ringan ataupun berat, hingga

eklampsia. Cakupan kunjungan nifas mengalami kenaikan dari tahun sebelumnya

yaitu tahun 2014 91,1%, tahun 2015 94,97%, tahun 2016 95,4%. namun angka ini

juga belum mencapai tarjet kunjungan nifas sehigga bisa mengakibatkan tidak

terdeteksi terjadinya masalah dalam masa nifas yaitu involusi, lactase, lochea

contoh dapat terjadi kelainan seperti bendungan ASI, mastitis, payudara abses, pre

eklampsia ringan ataupun berat, hingga anemia dalam masa nifas., dan sedangkan

KN lengkap juga mengalami kenaikan tahun 2014 96,6%, tahun 2015 98,74%,

tahun 2016 99,0%. namun juga masih belum memenuhi tarjet KN maka bisa

menimbulkan tidak terdeteksinya sedini mungkin bila terdapat kelainan atau

masalah kesehatan pada neonates. Dan dampak yang terjadi yaitu pada bayi baru

lahir seperti BBLR (bayi berat lahir rendah), asfiksia, tetanus neonatorum,

kelainan kongenital, bahkan akan timbul kematian perinatal. dan peserta KB aktif

mengalami kenaikan dari tahun ke tahun meskipun rata-rata kenaikan signifikan

pada tahun 2016 hal ini berdampak apabila lambat dalam penggunaan kontrasepsi,
3

maka akan mengakibatkan munculnya masalah pertumbuhan penduduk yang tidak

terkendali dan klien tidak mendapatkan akses pelayanan yang berkualitas

Upaya pemerintah dalam mengenali komplikasi yang tejadi pada ibu dan bayi

yaitu sesuai kebijakan dimulai dari program ANC dilakukan minimal 4 kali, pada

tribulan pertama dimulai dari konsepsi sampai 3 bulan (0-12) minggu, 1 kali pada

tibulan ke 2 (13-28) minggu dan 2 kali pada tribulan ke 3 (29-42) minggu.

(Rukiyah 2009). Selain ANC pemerintah juga meluncurkan program Perencanaan

Peralinan dan Pencegahan Komplikasi P4K dengan stiker yang telah terbukti

mampu meningkatkan secara signifian cangkupan pertolongan persalinan oleh

tenaga kesehatan (kemenkes RI 2016). Sedangkan pada masa nifas kunjungan

dilakukan miniml 3 kali, kunjungan 1 pada 6 jam sampai 3 hari, kunjungan ke 2

pada hari ke 4-28 dan kunjungan ke 3 pada hari ke 29-42. (Saifuddin,2014).

Pelayanan kesehatan pada bayi baru lahir dilakukan dengan 3 kali kunjungan,

kunjungan ke 1 pada usia 6-48 jam, kunjungan ke 2 hari ke 3- 7, kunjungan ke 3

hari ke 8-28 selain itu bayi jugam mendapatkan pemeriksaan fisik, tali pusat,

perawatan pada mata,vit K, dan imunisasi HB0 (Kemenkes RI 2016).

Berdasarkan paparan diatas penulis tertarik memberikan asuhan kebidanan

berkesinambungan (continuity of care) pada ibu hamil trimester III fisiologis,

bersalin, nifas, neonatus, dan keluarga berencana pascasalin. Dilaksanakannya

asuhan kebidanan secara continuity of care diharapkan ibu dapat menjalani masa

kehamilan, persalinan, nifas, neonatus dan keluarga berencana (KB) tanpa adanya

penyulit atau komplikasi.


4

1. 2 Rumusan Masalah

Bagaimana Asuhan Kebidanan pada kehamilan, persalinan, nifas, neonatus, dan

keluarga berencana secara berkesinambungan (continuity of care).

1. 3 Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum

Memberikan asuhan kebidanan secara continuity of care pada ibu hamil,

bersalin, nifas, neonatus dan KB dengan menggunakan pendekatan manajemen

kebidanan.

1.3.2 Tujuan Khusus

Setelah dilakukan asuhan kebidanan pada ibu hamil trimester III fisiologis,

bersalin, nifas, neonatus dan KB pasca salin secara continuity of care,

diharapkan:

1. Melakukan pengkajian, menetapkan diagnosa, perencanaan, pelaksanaan,

evaluasi dan dokumentasi pada ibu hamil trimester III.

2. Melakukan pengkajian, menetapkan diagnosa, perencanaan, pelaksanaan,

evaluasi dan dokumentasi pada ibu bersalin.

3. Melakukan pengkajian, menetapkan diagnosa, perencanaan, pelaksanaan,

evaluasi dan dokumentasi pada ibu masa nifas.

4. Melakukan pengkajian, menetapkan diagnosa, perencanaan, pelaksanaan,

evaluasi dan dokumentasi pada neonatus.

5. Melakukan pengkajian, menetapkan diagnosa, perencanaan, pelaksanaan,

evaluasi dan dokumentasi pada ibu KB paska salin.


5

1. 4 Sasaran, Tempat Dan Waktu Asuhan Kebidanan

1. Sasaran

Sasaran asuhan kebidanan ditujukan kepada ibu dengan memperhatikan

continuity of care dimulai hamil trimester III fisiologis, bersalin, nifas, neonatus

dan KB pasca salin dengan menggunakan pendekatan manajemen kebidanan.

2. Tempat Asuhan kebidanan di lakukan

Tempat yang digunakan untuk memberikan asuhan kebidanan secara continuity

of care mulai hamil trimester III fisiologis, bersalin, nifas, neonatus dan keluarga

berencana dilaksanakan di bidan praktek mandiri (BPM) atau PONED di sekitar

wilayah Kabupaten Magetan serta kunjungan dirumah pasien.

3. Waktu

Waktu untuk penyusunan proposal LTA dimulai bulan Februari 2018 sampai.

Maret 2018
6

1. 5 Manfaat

1.5.1 Manfaat Teoritis

Menambah pengetahuan, pengalaman dan wawasan, terkait dengan

asuhan kebidanan pada ibu hamil, bersalin, nifas, BBL dan KB dengan

Continuity of Care.

1.5.2 Manfaat Praktis

1. Bagi Penulis

Dapat dijadikan referensi dan mengaplikasikan ilmu yang telah didapat pada

kenyataan dan menambah pengalaman melalui studi kasus khususnya asuhan

kebidanan pada ibu hamil trimester III fisiologis bersalin, nifas, neonatus dan

keluarga berencana (KB) pascasalin sebagai dasar melaksanakan praktik

kebidanan professional.

2. Bidan Praktek Mandiri

Dapat dijadikan sebagai tambahan referensi pengetahuan dan perkembangan

aplikasi asuhan kebidanan continuity of care mulai hamil trimester III,

bersalin, nifas, neonatus dan keluarga berencana secara nyata dilapangan.

3. Institusi Pendidikan

Dapat dijadikan sebagai referensi mahasiswa kebidanan tentang

pengembangan kebidanan continuity of care mulai hamil trimester III

fisiologis, bersalin, nifas, neonatus dan keluarga berencana dan aplikasi

secara nyata di lapangan.


7

4. Pasien

Dapat mengetahui dan meningkatkan pengetahuan pasien mengenai

pelayanan kebidanan secara continuity of care yang optimal dan berkualitas

sesuai dengan standar.

1.6 Keaslian Laoran Kasus

Tabel 1.2
Keaslian Laporan Tugas Akhir
NO NAMA JUDUL LTA HASIL
1 Lisa Dian P Asuhan Kebidanan Pada Hamil dengan resiko rendah, bersalin
Ny “K” Hamil Trimester spontan tanpa ada penyulit, pada nifas hari
III, Bersalin, Nifas, ke-3 mengalami konstipasi, neonatus
Neonatus, dan Keluarga normal, menyusu secara ekslusif,
Berencana di BPM Ny “S” pelayanan KB ssudah diberikan, ibu
Kabupaten Magetan menggunakan KB IUD post plasenta
2 Friska Asuhan Kebidanan Pada Hamil dengan resiko tinggi dengan
Alviadewi Ny “I” Hamil Trimester kehamilan berjarak kurang dari 2 tahun,
III, Bersalin, Nifas, bersalin spontan dengan episiotomi, masa
Neonatus, dan Keluarga nifas normal, neonatus normal, menyusu
Berencana di BPM Ny secara ekslusif, pelayanan KB sudah
“W” Kabupaten Magetan diberikan, ibu calon akseptor KB Kalender

3 Ita Puspita Asuhan Kebidanan Pada Setelah diberikan Asuhan kebidanan


Sari Ny. “S” masa Kehamilan, secara continuity of care dapat
Persalinan, Nifas, disimpulkan bahwa Ny. “S” hamil dengan
Neonatus, dan Keluarga normal, bersalin dengan kala 1 memanjang
Berencana (KB) Di Bpm dan lilitan tali pusat, neonatus dengan
Ny.”S” Selotinatah, asfiksia, nifas normal dan menggunakan
Kabupaten Magetan KB IUD
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Pada BAB ini penulis menguraikan teori tentang asuhan kebidanan pada

ibu dalam masa kehamilan, persalinan, nifas, neonatus, dan Keluarga Berencana

(KB).

2.1 Asuhan Kebidanan Kehamilan

2.1.1 Pengkajian

1. Data subjektif

a. Biodata

1) Nama

Digunakan untuk menetapkan identitas pasti pasien yang kemungkinan

memiliki nama sama (Manuaba, 2012)

2) Umur

Kehamilan pada usia muda < 20 tahun memiliki resiko tinggi karena belum

matangnya alat reproduksi yang dapat merugikan pada perkembangan janin

dan kesehatan ibu, usia reproduksi sehat antara 20-30 tahun. Umur

primigravida kurang dari 16 tahun atau diatas 35 tahun merupakan batas usia

reproduksi sehat (Manuaba, 2012)

3) Agama

Agama dikaji untuk memberikan dukungan moral terhadap kegiatan yang

dilakukan sesuai ketentuan agama. Informasi ini dapat menuntun ke diskusi

tentang pentingnya agama dalam kehidupan klien, tradisi keagamaan dalam

8
9

kelahiran, dan pada beberapa kasus penggunaan produk darah untuk

menyiapkan segala kemungkinan yang terjadi pada masa nifas. Selain itu

untuk bayi yang dilahirkan dan pemilihan alat kontrasepsi yang dapat

mempengaruhi menurut suatu keyakinan agama tertentu (Marmi, 2014).

4) Pendidikan

Pada ibu hamil dengan pendidikan rendah, kadang ketika tidak mendapatkan

cukup informasi mengenai kesehatannya maka ibu tidak tahu mengenai cara

melakukan perawatan kehamilan (Romauli, 2011).

5) Pekerjaan

Pekerjaan rumah tangga sehari-hari dapat dilakukan, akan tetapi harus

dikurangi seiring tuanya kehamilan. Selain itu ibu juga harus memperhatikan

hal-hal yang dapat membahayakan kehamilan (Manuaba, 2012)

6) Penghasilan

Penghasilan yang terbatas dan putus kerja akan mengakibatkan minimnya

penghasilan yang didapat sehingga menimbulkan berbagai masalah

kebidanan terutama masalah gizi selain itu juga dapat menimbulkan stress

pada ibu (Manuaba, 2012)

7) Status Marital

Apabila ibu menikah lebih dari 1 kali, dikhawatirkan adanya penyakit seksual

(Manuaba, 2012)
10

8) Umur kawin

Menikah pada umur 20-30 tahun merupakan masa reproduksi sehat karena

alat-alat reproduksi telah mencapai kematangan yang dimana alat reproduksi

tersebut sudah siap untuk menjadi tempat pertumbuhan dan perkembangan

janin (Manuaba, 2012)

9) Alamat

Untuk menetapkan identitas pasien apabila memiliki nama yang sama tetapi

memiliki alamat yang berbeda (Manuaba., 2012)

b. Keluhan utama

Keluhan-keluhan yang sering dialami pada ibu hamil trimester III yaitu

meliputi: keluhan peningkatan frekuensi berkemih sering terjadi pada ibu

hamil trimester III terutama pada ibu primigravida, hal ini disebabkan oleh

bagian terbawah janin yang akan menurun masuk pada panggul dan

menyebabkan adanya tekanan pada kandung kemih. Bagian janin yang sudah

masuk kedalam panggul akan mengurangi untuk ruang distensi kandung

kemih yang menyebabkan ibu hamil trimester III sering buang air kecil.

(Varney, 2007).

Edema dependen yang terjadi pada ekstremitas bagian bawah disebabkan

oleh adanya peningkatan tekanan pada vena, gangguan sirkulasi vena ini

disebabkan oleh tekanan uterus yang semakin membesar pada vena panggul

saat wanita tersebut duduk atau berdiri dan juga pada vena kava inferior pada

saat telentang (Varney, 2007).


11

Konstipasi yang timbul pada trimester III disebabkan karena menurunnya

peristaltic yang disebabkan relaksasi otot polos pada usus besar karena adanya

peningkatan progesteron. Tekanan yang terjadi pada usus akibat pembesaran

uterus dapat mengakibatkan menurunnya motilitas pada saluran

gastrointestinal yang menyebabkan terjadinya kosntipasi (Varney, 2007).

Selain itu penyebab terjadinya konstipasi yaitu uterus yang makin membesar

dan adanya penekanan pada rectum. Cara untuk mengatasi terjadinya

konstipasi dapat dilakukan dengan cara banyak mengkonsumsi buah dan sayur

(Manuaba., 2012).

Nyeri pinggang yang terjadi bertambah intensitasnya seiring dengan

bertambahnya usia kehamilan. Pada ibu hamil trimester III biasanya akan

berjalan dengan cara tubuh cenderung ke belakang akibat peningkatan

lordosis, ini akan menyebabkan peregangan otot punggung dan menimbulkan

rasa sakit atau nyeri (Varney, 2007).

Hemoroid yang terjadi pada ibu hamil trimester III sering didahului

dengan adanya konstipasi. Progesteron menyebabkan relaksasi dinding vena

dan usus besar. Pembesaran uterus menyebabkan peningkatan vena hemoroid

yang akan mengganggu sirkulasi vena (Varney, 2007). Hemoroid semakin

membesar pada saat hamil karena adanya tekanan vena disekitar uterus dan

menimbulkan bendungan aliran darah, adanya factor hormonal dan juga dapat

disebabkan oleh keturunan. Pada grande multipara gejala yang dimiliki akan

semakin tampak. Hemoroid tidak hanya terjadi pada saat masa kehamilan,
12

tetapi juga dapat berlangsung beberapa waktu saat setelah persalinan

(Manuaba, 2012).

Sakit pinggang yang dialami ibu hamil trimester III disebabkan karena

peningkatan hormone progesteron dan relaxin, uterus yang semakin

membesar, dan adanya perubahan titik berat tubuh yang yang agak kebelakang

(Manuaba, 2012).

Nyeri ulu hati yang terjadi pada ibu hamil trimester III disebabkan karena

adanya proses regurgitasi dari asam lambung sehingga menimbulkan rasa

panas pada daerah epigastrium esophagus. Sebab lain yang yaitu regurgitasi

esophagus karena melemahnya sfingter pylorus. Keluhan ini bertambah sesuai

dengan membesarnya usia kehamilan dan pembesaran uterus (Manuaba,

2012).

c. Riwayat kesehatan

1) Jantung

Kehamilan yang disertai penyakit jantung akan memberatkan

penyakit jantung yang telah diderita karena penyakit jantung tersebut

dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan janin. Penyakit

jantung dapat diklasifikasikan berdasarkan stadium. Pada stadium pertama

penyakit jantung tidak disertai gejala pada aktivitas yang biasa dilakukan.

Stadium II pada saat istirahat tidak terdapat gejala tetapi pada aktivitas

fisik terbatas dan telah menunjukkan adanya payah jantung yang yaitu

cepat lelah, palpitasi, sesak nafas atau nyeri dada, edema tungkai atau

tangan. Stadium III gerakan ibu sangat terbatas karena dengan aktivitas
13

fisik yang sangat ringan pun telah menunjukkan adanya payah jantung.

Stadium IV pada keadaan istirahat pun ibu sudah menunjukkan adanya

payah jantung (Manuaba, 2012).

2) Hipertensi

Menurut Manuaba (2012: 135) pembagian hipertensi pada kehamilan,

antara lain:

a) Hipertensi esensial

Hipertensi esensial disebabkan faktor herediter atau faktor lingkungan

dan emosi yang labil. Ditandai dengan tekanan darah antara 140/90

mmHg dan 160/100 mmHg. Kehamilan dengan hipertensi esensial

dapat berlangsung sampai aterm tanpa gejala menjadi preeklamsi tidak

murni. Sekitar 20% dapat menjadi preeklamsi tidak murni

(superimposed) yang disertai gejala protein urin, edema, dan terdapat

keluhan nyeri epigastrium, sakit kepala, penglihatan kabur dan mual

serta muntah (Manuaba, 2012).

b) Hipertensi karena penyakit ginjal

Gejala penyakit ginjal pada kehamilan disertai hipertensi adalah suhu

badan yang meningkat dan gangguan miksi (berkemih) (Manuaba,

2012)

c) Tuberculosis

Penyakit tuberculosis paru masih banyak dijumpai pada ibu hamil.

Penyakit tuberculosis yang tenang tidak akan menyebabkan kematian

pada ibu sampai kehamilan aterm. Tetapi apabila penyakit tersebut


14

bersifat aktif maka diperlukan pengobatan yang tepat dan pengawasan

ketat untuk dapat mengurangi bahaya terhadap kehamilan maupun bayi

saat menyusui. Gejala penyakit tuberculosis yaitu batuk menahun dan

berdarah (Manuaba, 2012).

d) Asma

Penyakit asma dalam batas wajar tidak mempengaruhi kehamilan.

Asma yang berat akan berpengaruh pada pertumbuhan dan

perkembangan janin dalam rahim melalui gangguan pertukaran O2 dan

CO2 (Manuaba 2012). Wanita yang mengalami asma berat akan terus

mengalami dan semakin buruk pada masa hamil dan apabila wanita

memiliki riwayat asma pada kehamilan sebelumnya maka akan terjadi

pada kehamilan sekarang (Varney, 2007).

e) Anemia

Anemia pada wanita hamil dapat menimbulkan dampak pada

kehamilan, persalinan, dan nifas yang meliputi : abortus, persalinan

prematuritas, hambatan tumbuh kembang janin, mudah terjadi infeksi,

Ketuban Pecah Dini (KPD), hiperemesis gravidarum, gangguan his ,

kala I memanjang, perdarahan postpartum, atonia uteri, subinvolusio

uteri, infeksi puerperium, dll. Sedangkan pada janin dapat terjadi

BBLR, IUFD, persalinan prematuritas dll (Manuaba, 2012).

f) Sifilis

Penyakit sifilis dapat menembus plasenta setelah usia kehamilan 16

minggu. Terdapat tanda yang pasti untuk menegakkan diagnosis


15

penyakit sifilis yaitu terdapat luka pada genetalia, mulut maupun

tempat lainnya. Pengaruh terhadap kehamilan yaitu persalinan

prematuritas atau kematian janin dalam rahim dan infeksi pada bayi

(Manuaba, 2012).

g) TORCH3

Penyakit TORCH3 yang terdiri dari toksoplasmosis, sitomegalovirus,

herpes simpleks dan rubella yang dialami ibu hamil dapat

menimbulkan kelainan congenital meliputi mikrosefali, ketulian dan

kebutaan, abortus, persalinan premature dan pertumbuhan janin

terhambat (Manuaba, 2012 ).

h) HIV

Human Immunodeficiency Virus (HIV) telah banyak terjadi pada ibu

rumah tangga dan akan berdampak pada bayi yang dikandungnya.

Dalam memberikan asuhan maupun pertolongan persalinan tenaga

kesehatan harus memastikan bahwa seluruh tubuh terlindungi dari

cairan tubuh ibu (Manuaba, 2012).

d. Riwayat Kesehatan Keluarga

Penyakit tertentu dapat terjadi secara genetik atau berkaitan dengan

keluarga atau etnisitas, dan beberapa diantaranya berkaitan dengan lingkungan

fisik atau sosial tempat keluarga tersebut tinggal. Diabetes meskipun tidak

diturunkan secara genetik, memiliki kecenderungan terjadi pada anggota

keluarga lain, terutama jika mereka hamil atau obesitas. Hipertensi juga

memiliki komponen familial, dan kehamilan kembar juga memiliki insiden


16

yang lebih tinggi pada keluarga tertentu. Beberapa kondisi seperti anemia sel

sabit dan talasemia lebih banyak terjadi pada ras/suku bangsa tertentu (Fraser,

2009).

e. Riwayat Kebidanan

1) Haid

Amenorea (terlambat haid) merupakan tanda dugaan adanya kehamilan. Ibu

yang mengetahui hari pertama haid terakhirnya maka akan dapat menghitung

perkiraan persalinan menurut rumus Naegle (Manuaba, 2012).

2) Riwayat hamil, bersalin, dan nifas lalu

Diabetes pada kehamilan yang terdiagnosis pada kehamilan pertama biasanya

akan berulang pada kehamilan berikutnya (Varney, 2007). Pada ibu

pascapersalinan yang tidak menyusui masa infertilitasnya rata-rata

berlangsung selama 6 minggu, sedangkan pada ibu yang menyusui masa

infertilitasnya lebih lama, namun kembalinya kesuburan tidak dapat

diperkirakan (Saifuddin, 2010).

3) Riwayat Kontrasepsi

Pemakakaian alat kontrasepsi dan jenis kontrasepsi yang digunakan klien

dikaji untuk mengetahui lama pemakaian, dan keluhan yang dirasakan selama

pemakaian. Dan terkadang kehamilan dapat terjadi ketika IUD masih

terpasang. Selama trimester 1 apabila tali IUD tampak maka dapat dilepas

oleh perawat praktik atau dirujuk ke dokter. Membiarkan IUD terpasang dapat

meningkatkan risiko aborsi septik (Marmi, 2011).


17

f. Pola kebiasaan sehari-hari

1) Nutrisi

Wanita hamil harus menambah 300 kalori selain asupan 2.200

kalori yang dianjurkan bagi wanita yang tidak mengandung dan 60 gram

protein, yakni 10 gram per hari melebihi asupan 50 gram yang dianjurkan

bagi wanita yang tidak mengandung. Semua ibu hamil (kecuali wanita

yang memilki kontraindikasi medis seperti hemokromatosis) harus

menerima suplemen zat besi dalam bentuk zat besi ferro 30 miligram pe

hari. Suplemen asam folat sebanyak 200 hingga 400 mikrogram atau 0,4

hingga 0,8 miligram setiap hari mengurangi angka kejadian anemia

megaloblastik, sebaiknya digunakan bersama zat besi jika wanita

menunjukkan indikasi anemia. Mengkonsumsi vitamin C 250 miligram

bersama makanan akan meningkatkan absorpsi zat besi non heme dari

sumber makanan dan juga zat besi dari suplemen zat besi (Varney, 2007).

Tabel 2.1

Kebutuhan makanan sehari-hari wanita tidak hamil dan hamil

Kalori dan zat makanan Tidak hamil Hamil


Kalori 2000 2300
Protein 55 gr 65 gr
Kalsium 0,5 gr 1 gr
Zat besi 12 gr 17 gr
Vitamin A 5000 UI 6000 UI
Vitamin D 400 UI 600 UI
Tiamin 0,8 mg 1 mg
Riboflavin 1,2 mg 1,3 mg
Niasin 13 mg 15 mg
Vitamin C 60 mg 90 mg
Sumber : Sofian. 2015 Sinopsis Obstetri, Jakarta, halaman 14.
18

2) Eliminasi

Sembelit sering terjadi mungkin karena memanjangnya waktu

transit dan tekanan pada usus bagian bawah oleh uterus atau bagian

presentasi janin. Selain itu rasa tidak nyaman yang disebabkan oleh

lewatnya massa feses yang keras, dapat terjadi perdarahan dan fisura yang

nyeri pada mukosa rektum yang edematosa dan hiperemik (Leveno,

2009). Kostipasi terjadi karena penurunan peristaltik yang disebabkan

relaksasi otot polos pada usus besar ketika terjadi peningkatan jumlah

progesteron (Helen Varney, Jan M. Kriebs, 2007). Posisi telentang atau

tegak dapat menyebabkan obstruksi ureterik akibat pembesaran uterus

yang mengompresi kedua ureter pada lingkar pelvik, sehingga

menyebabkan stasis urin dan peningkatan resiko saluran perkemihan pada

kehamian (Fraser, 2009).

3) Personal hygiene

Menurut (Marmi, 2011) personal hygiene sangat diperlukan selama

kehamilan, karena kebersihan badan mengurangkan kemungkinan infeksi.

Kebersihan selama kehamilan meliputi:

a) Pakaian yang baik untuk wanita hamil ialah pakaian yang enak dipakai

tidak boleh menekan badan. Penggunaan bra yang dapat menopang

payudara agar mengurangi rasa tidak nyaman karena pembesaran

payudara.
19

b) Dianjurkan untuk selalu menyikat gigi setelah makan karena ibu hamil

sangat rentan terhadap terjadinya carries dan gingivitis (Saifuddin,

2010).

c) Pemeliharaan payudara

Mempersiapkan payudara untuk proses laktasi dapat dilakukan

perawatan payudara dengan cara membersihkan setiap kali mandi.

Apabila puting susu masih tenggelam dilakukan pengurutan pada

daerah areola mengarah menjauhi puting susu untuk menonjolkan

puting.

d) Kebersihan genetalia

Kebersihan vagina harus dijaga betul-betul dengan lebih sering

membersihkannya, memakai celana yang selalu bersih dan kering,

jangan menggunakan obat atau menyemprot ke vagina, dan setelah

BAB atau BAK dilap dengan lap khusus.

4) Aktivitas

Ibu hamil dianjurkan jalan-jalan di pagi hari dalam udara yang masih

segar (Sofian, 2015). Wanita hamil juga dianjurkan untuk berjalan selama

20-30 menit pada akhir minggu ketiga (Helen Varney, Jan M. Kriebs,

2007). Hal ini bertujuan untuk menguatkan otot dasar panggul, dan dapat

mempercepat turunnya kepala bayi. Senam hamil dapat dimulai pada usia

kehamilan sekitar usia 24 sampai 28 minggu (Manuaba, 2012).


20

5) Istirahat dan tidur

Ibu hamil harus mengurangi semua kegiatan yang melelahkan. Selain

itu ibu hamil juga harus menghindari posisi duduk, berdiri dalam waktu

yang sangat lama. Ibu harus mempertimbangkan pola istirahat dan tidur

untuk mendukung kesehatan sendiri dan bayinya. Kebiasaan tidur terlalu

malam dan kegiatan-kegiatan malam hari harus dipertimbangkn dan kalau

mungkin harus bisa dikurangi, sebaiknya ibu hamil dapat tidur malam

sekitar 8 jam dan tidur siang atau istirahat sekitar 1 jam (Marmi, 2011).

6) Rekreasi

Ibu hamil harus berhati-hati ketika melakukan perjalanan yang

cenderung lama dan melelahkan, karena dapat menimbulkan

ketidaknyamanan dan dapat mengakibatkan oedema tungkai karena kaki

tergantung jika duduk terlalu lama. Sabuk pengaman yang digunakan juga

harus longgar sehingga tidak menekan perut yang menonjol (Marmi,

2011).

7) Hubungan seksual

Hubungan seks pada wanita hamil yang sehat umumnya dianggap

tidak berbhaya sebelum 4 minggu terakhir kehamilan. Jika ada ancaman

abortus atau persalinan prematur maka koitus harus dihindari

(Cunningham, 2006).

g. Riwayat psikososial dan spiritual

Trimester 3 pada kehamilan sering disebut periode penantian dengan penuh

kewaspadaan. Pada saat ini ibu hamil tidak sabar menantikan kelahiran sang bayi,
21

berjaga-jaga atau menunggu tanda gejala persalinan, merasa cemas dengan

kehidupan bayinya, dan dirinya sendiri, merasa canggung, jelek, berantakan,

mengalami proses duka lain ketika mengantisipasi hilangnya perhatian dan hak

istimewa khusus selama hamil, sehingga perhatian dari seorang suami sangat

diperlukan (Marmi, 2011). Selain kepercayaan masyarakat desa kepada Tuhan

Yang Maha Esa sangat mendalam, sering dijumpai orang jawa juga mengadakan

selamatan-selamatan untuk memohon rezeki maupun perlindungan (Syafrudin &

Meriam, 2016).

h. Riwayat ketergantungan

Wanita hamil yang merokok akan memiliki berbagai gangguan terhadap hasil

akhir kehamilan, gangguan-gangguan tersebut seperti berat lahir rendah akibat

persalinan, kematian janin dan bayi serta solusio plasenta. Pemakaian alkohol

selama kehamilan dpat menyebabkan sindrom alkohol janin yang ditandai dengan

adanya gangguan pertumbuhan, kelainan wajah, dan disfungsi susunan saraf otak.

Pemakaian kroni obat-obat terlarang termasuk turunan opium, barbiturat, dan

amfetamin dalam dosis besar selama hamil akan membahayakan janin, gawat

janin, berat lahir rendah dan gangguan serius akibat putus obat segera setelah lahir

(Cunningham, 2006).

i. Latar belakang sosial budaya

Berhubungan dengan adat istiadat terutama mengenai makanan, jika ada

makanan yang dipantang adat akantetapi baik untuk ibu hamil maka sebaiknya

harus tetap dikonsumsi. Begitupula sebaliknya. Terikatnya dengan mitos karena

melakukan pantangan terhadap berbagai makanan dapat menyebabkan perempuan


22

kehilangan gizi dan nutrisi dari makanan tertentu, misalnya adanya larangan-

larangan diet terhadap vegetarian yang dapat menyebabkan ibu menderita

defisiensi vitamin D, kalsium, zat besi, hipokalsemi, dan rakhitis (Syafrudin &

Meriam, 2016). Kepercayaan yang masih ada dimasyarakat yaitu mengenai ibu

hamil seperti ibu hamil harus membawa benda-benda tajam seperti gunting dan

peniti yang diselipkan dibaju ibu supaya tidak mendapat gangguan dari makhluk

halus, tidak diperbolehkan minum es karena bayinya akan besar, tidak boleh

makan-makanan yang amis-amis misalnya makan udang karena persalinannya

akan lama dan tidak boleh makan buah-buahan seperti nanas, durian, mentimun,

mitos ini sangat dipercaya oleh sebagian masyarakat karena dapat menyebabkan

keputihan. Selain itu masyarakat percaya bahwa nanas bisa mengakibatkan

keguguran. Faktanya mengkonsumsi nanas dan mentimun justru disarankan

karena tinggi kandungan vitamin C dan serat yang penting untuk menjaga

kesehatan tubuh dan melancarkan proses pembuangan sisa-sisa pencernaan

(Romauli, 2011)

2. Data Objektif

a. Pemeriksaan umum

1) Keadaan umum baik, kesadaran composmentis. Nilai kesadaran ibu

baik apabila dapat menjawab semua pertanyaan. Selain itu dalam

keadaan yang sadar akan menunjukkan tidak ada kelainan psikologis

(Manuaba, 2012).
23

2) Tanda-tanda vital

a) Tekanan darah

Pemeriksaan tekanan darah secara rutin merupakan cara yang efektif

untuk mendeteksi preeklamsi. Tekanan darah 140/90 merupakan

batasan terendah titik awal kemungkinan preeklamsia. Kenaikan

sistolik tidak boleh lebih dari 30 mmHg dan diastolik tidak boleh

lebih dari 15 mmHg (Manuaba, 2012).

b) Nadi

Kisaran denyut nadi normal sekitar 60-80 kali per menit (Vaughan,

2011). Selama hamil denyut nadi ibu sedikit naik, akantetapi jarang

yang melebihi 100 denyut per menit (Marmi, 2011).

c) Suhu

Suhu tubuh ibu normal adalah 36-37,5oC (Fransisca, 2015). Suhu

tubuh lebih dari 37,5oC perlu diwaspadai adanya infeksi. Infeksi

yang terjadi pada ibu hamil dapat ditandai dengan demam. Bahaya

yang terjadi pada ibu dapat diakibatkan karena efek dehidrasi,

asupan nutrisi yang buruk, dan ketidakseimbangan elektrolit. Selain

itu bahaya pada janin dapat menyebabkan malformasi kongenital

(Helen Varney, Jan M. Kriebs, 2007).

d) Pernapasan

Untuk memenuhi kebutuhan O2 pada kehamilan terjadi perubahan

sistem pernafasan. Selain itu juga terjadi desakan dinding diafragma

disebabkan karena dorongan pada rahim yang membesar pada usia


24

kehamilan 32 minggu. Karena adanya desakan rahim dan kebutuhan

O2 yang menigkat maka ibu hamil bernafas lebih dalam 20 sampai

25% daripada biasanya (Manuaba, 2012).

3) Pemeriksaan antropometri

a) Tinggi badan

Ukuran tinggi badan pada ibu menentukan ukuran panggul. Tinggi

badan normal yang baik untuk ibu hamil >145 cm (Al Yeyeh

Rukiyah, 2009).

b) Berat badan

Kenaikan berat badan pada trimester pertama masih sulit, karena

masih dalam masa emesis gravidarum. Berat badan dalam seminggu

tidak boleh lebih dari 0,5 kg. Selama hamil kenaikan berat badan

rata-rata sekitar 12-16 kg. Apabila kenaikannya berlebih harus

dievaluasi (Manuaba, 2012)..

Tabel 2.2
Anjuran Pertambahan Berat Badan Total untuk Wanita Hamil dengan
Kehamilan Tunggal
IMT prahamil Pertambahan total yang
dianjurkan dalam kg

Rendah (IMT <19,8) 12,5-18

Normal (IMT 19,8-26) 11,5-16

Tinggi (IMT >26-29) 7-11,5

Obesitas (IMT >29) <7

Sumber: Leveno. 2009. Obstetri Williams Panduan Ringkas Edisi


21, Jakarta, halaman 46.
25

b. Pemeriksaan fisik

1) Kepala

Proporsi pertumbhan rambut dibandingkan dengan rambut yang sudah

ada mengalami peningkatan pada kehamilan sehingga wanita

mencapai akhir kehamilan dengan banyak rambut tua (Fraser, 2009).

2) Wajah

Terdapat kloasma/melasma atau topeng kehamilan yang disebabkan

oleh deposisi melanin pada makrofag epidermal atau dermal,

hirsutisme ringan banyak terjadi selama kehamilan, terutama pada

wajah (Fraser, 2009).

3) Mata

Konjungtiva pucat atau cukup merah sebagai gambaran tentang anemia

secara kasar. Edema kelopa mata memungkikan wanita hamil

menderita hipoalbuminemia, tanda preeklampsi berat, anemia

(Manuaba, 2012).

4) Mulut

Wanita hamil mengalami perubahan dalam pengecapan segera setelah

konsepsi yang disebabkan oleh hormon pada saliva, saliva menjadi

lebih asam saat kehamilan dan pada indra penciuman. Dibawah

pengaruh estrogen, gusi menjadi lebih berpembuluh terjadi hiperplasia

dan edema. Penurunan ketebalan permukaan epitel gusi berkontribusi

terhadap peningkatan frekuensi penyakit gusi selama kehamilan.


26

Hiperplasia gusi menyebabkan terbentuknya masa yang rapuh

menyerupai tumar yang disebut epulis (Wals, 2008).

5) Leher

Menurut I.B. G Manuaba (2010: 162) kemungkinan pada pemeriksaan

leher dijumpai:

a) Bendungan vena : dapat terjadi karena kemungkinan terdapat

gangguan aliran darah akibat penyakit jantung atau aneurisma vena.

b) Kelenjar tiroid : dapat membesar pada saat hamil. Perlu

dilakukan evaluasi mengenai hipertiroid.

c) Pembengkakan limfe : dapat terjadi karena kemungkinan adanya

infeksi.

6) Dada

Pada saat auskultasi terhadap bunyi murmur, bunyi klik atau deviasi

lain dari normal. Pada ibu dengan riwayat pernafasan (asma, bronchitis

kronis, merokok), paru harus di auskultasi untuk adanya penurunan

upaya (Walsh, 2012). Terjadi Sesak nafas karena pembesaran uterus

sehingga terjadi penekanan diafragma (Helen Varney, Jan M. Kriebs,

2007).

7) Payudara

Pada areola mamae dan papila mamae terdapat pigmentasi karena

MSH dan hormon seks. Selain itu kelenjar montgomery dan pembuluh

darah vena juga semakin tampak (Manuaba, 2012).


27

8) Abdomen

Pembesaran abdomen ke depan atau ke samping (pada ascites

abdomen membesar ke samping), tidak ada bekas luka, tampak

gerakan janin (Marmi, 2011). Kandung kemih yang penuh, kolon yang

terdistensi, atau obesitas, dapat memberi kesan yang salah tentang

ukuran janin. Selain itu, BSC (Bekas Sectio Caesarea) dapat

mengindikasikan adanya operasi abdomen atau obstetrik yang pernah

dilakukan sebelumnya (Fraser, 2009).

9) Genetalia

Pada genetalia dilakukan pemeriksaan adanya pengeluaran fluor.

Apabila ada pengeluaran fluor kemungkinan ibu terinfeksi dan terkena

trikomonas vaginalis atau kandida albikans ataupun terinfeksi

vaginosis bakterialis. Apabila di vulva terdapat kondiloma akuminata

kemungkinan ibu terinfeksi virus, jika ukurannya besar maka

persalinan sebaiknya dengan SC. Selain itu pada vagina terdapat

perubahan warna menjadi biru, hal ini dapat terjadi karena

hipervaskularisasi. Pada ibu yang multigravida biasanya terdapat luka

perineum karena bekas episiotomi (Manuaba, 2012)..

10) Anus

Progesteron dapat menyebabkan relaksasi dinding vena dan usus besar

sehingga dapat menyebabkan konstipasi. Hemoroid sering didahului

karena konstipasi. Selain itu, pembesaran uterus dapat menyebabkan


28

peningkatan tekanan, secara spesifik juga secara umum pada vena

hemoroid (Helen Varney, Jan M. Kriebs, 2007).

11) Ekstremitas

Varises dapat terjadi karena pengaruh hormon estrogen dan

progesteron sehingga dapat mengakibatkan penampakan pembuluh

darah vena disekitar kaki dan betis. Penampakan pembuluh darah vena

ini akan hilang setelah persalinan (Manuaba, 2012). Selain itu juga

dapat muncul edema pada kaki dan pergelangan kaki saja biasanya

merupakan edema dependen yang disebabkan oleh penurunan aliran

darah vena akibat penekanan uterus yang membesar, hal ini merupakan

tanda klasik pre eklamsi (Helen Varney, Jan M. Kriebs, 2008).

c. Pemeriksaan khusus

1) Tinggi fundus uteri (TFU) Mc. Donald

Tuanya kehamilan dalam bulan dihitung dari jarak fundus-simpisis

dalam cm dibagi 3,5 (Sofian, 2015).

Tabel 2.3
Pemantauan tumbuh kembang janin (nilai normal)
Usia Kehamilan Tinggi Fundus
Dalam cm Menggunakan penunjuk
badan
28 minggu 28 cm (±2 cm) Di tengah, antara
umbilikus dan prosesus
sifoideus
29-35 minggu Usia kehamilan dalam -
minggu = cm (±2 cm)
36 minggu 36 cm (±2 cm) Pada prosesus sifoideus

Sumber: Saifuddin, Abdul Bari, 2014, Buku Acuan Nasional Pelayanan


Kesehatan Maternal dan Neonatal, Jakarta, Hal 93.
29

2) TBJ

Menurut Sofian (2015: 41) cara mengukur tafsiran berat janin (TBJ)

menurut rumus Johnson Tausak: BB = (MD-n) x 155

Keterangan: BB =

Keterangan:

BB = berat badan janin

MD = jarak symphisis-fundus uteri

n = 11 jika kepala sudah masuk Pintu Atas Panggul (PAP),

n = 12 jika kepala belum masuk PAP

Tabel 2.4 Tafsiran Berat Janin menurut Usia kehamilan


Usia Kehamilan (minggu) Berat Janin (g)
28 1000
30 1300
32 1700
34 2100
38 2900
40 3400
Sumber: Cunningham et al. 2006. Obstetri Williams Edisi 21, Jakarta,
halaman 144.

3) Palpasi

a) Leopold I

Tujuan leopold I untuk menentukan tinggi fundus uteri, bagian janin

dalam fundus dan konsistensi fundus. Pada letak membujur sungsang,

teraba kepala bulat keras dan melenting pada goyangan. Pada letak

kepala akan teraba bokong pada fundus, tidak keras, tidak melanting

dan tidak bulat. Pada letak lintang, fundus uteri tidak diisi oleh bagian-

bagian janin (Manuaba, 2012). Selain itu juga dapat menggunakan


30

variasi knebel untuk menentukan letak kepala/bokong dengan satu

tangan di fundus dan tangan lain di atas simpisis (Manuaba, 2012).

b) Leopold II

Leopold II digunakan untuk menentukan letak punggung janin,

yang teraba rata dengan tulang iga seperti papan cuci. Pada letak

lintang untuk menentukan kepala janin (Manuaba, 2012). Selain itu

juga dapat menggunakan variasi budin dipergunakan pada letak

membujur, untuk lebih menetapkan punggung janin dengan satu

tangan menekan di fundus ibu (Manuaba, 2012).

c) Leopold III

Tujuan leopold III untuk menentukan bagian terbawah janin dan

apakah bagian terbawah janin sudah masuk atau masih goyang.

Jika bagian terbawah janin adalah kepala maka akan teraba bulat

dan keras sedangkan bokong akan teraba tidak keras dan tidak

bulat. Pada letak lintang simfisis pubis akan kosong (Manuaba,

2012). Selain itu juga dapat menggunakan variasi Ahfeld

menentukan letak punggung dengan pinggir tangan kiri diletakkan

ditengah perut (Manuaba, 2012).

d) Leopold IV

Leopold IV untuk menentukan seberapa jauh janin sudah masuk

pintu atas panggul, bila bagian terendah masuk PAP telah

melampaui lingkaran terbesarnya maka tangan yang melakukan


31

pemeriksa divergen, sedangkan bila lingkaran terbesarnya belum

masuk PAP maka tangan pemeriksa konvergen (Manuaba, 2012).

4) Auskultasi

Setelah punggung janin diketahui, kemudian pemeriksaan denyut

jantung janin dengan cara sebagai berikut:

a) Kaki ibu diluruskan sehingga punggung janin lebih dekat dengan

dinding perut ibu.

b) Punktum maksimum denyut jantung janin ditetapkan disekitar

skapula.

c) Denyut jantung janin dihitung dengan cara menghitung 5 detik

pertama, interval 5 detik dilanjutkan menghitung untuk 5 detik

kedua, interval 5 detik dilanjutkan menghitung untuk 5 detik ketiga.

Jumlah perhitungan selama 3 kali setiap 5 detik dikalikan 4, sehingga

denyut jantung janin selama satu menit dapat ditetapkan (Ai Yeyeh

Rukiyah, 2010). Jumlah denyut jantung janin normal antara 120

sampai 160 denyut per menit.

5) Perkusi

Perkusi dilakukan untuk reflek lutut. Normalnya relek lutut positif,

apabila reflek lutut negatif maka dapat disebabkan hypovitaminose

vitamin B1. Jika refleknya sangat aktif dapat berkaitan dengan gestosis

(Manuaba, 2012)..

6) Pemeriksaan panggul

Menurut Saifuddin (2010: 198-199) pemeriksaan panggl luar meliputi:


32

a) Distansia spinarum (± 24 cm – 26 cm), jarak antara kedua spina

ilika anterior superior sinistra dan dekstra.

b) Distansia kristarum (± 28 cm – 30 cm), jarak yang terpanjang antara

dua tempat yang simetris pada krista iliaka sinistra dan dekstra. Jika

ukuran ini lebih kecil 2 – 3 cm dari nilai normal dapat dicurigai

panggul patologik.

c) Distansia oblikua eksterna (ukuran miring luar), jarak antara spina

iliaka sinistra dan spina iliaka anterioir superior dekstra dan spina

iliaka posterior dekstra ke spina iliaka anterior superior sinistra. Jika

panggul normal maka kedua ukuran ini tidak banyak berbeda.

d) Konjugata eksterna (Boudeloque) ± 18 cm, jarak antara bagian atas

simfisis ke spinosus lumbal 5.

e) Distansia tuberum (± 10,5 cm), jarak antara tuber iskii kanan dan

kiri. Bila jarak kurang dari normal, maka arkus pubis lebih kecil

dari 90 derjat.

f) Ukuran lingkar panggul (80-90 cm), dari pinggir atas simfisis ke

pertengahan antaraspina iliaka anerior superior dan trochanter

mayor sepihak dan kembali melalui tempat yang sama (Marmi,

2011).

7) Kedudukan janin dalam Rahim

Janin tunggal dapat disimpulkan dari ukuran perut tidak lebih besar

dari usia kehamilan, tidak teraba 3 bagian besar. Rasionalnya tidak

teraba 2 bagian besar yang berdampingan,terdengan satu punctum


33

maksimum detak jantung janin, dengan pemeriksaan

rontgen/ultrasonografi (USG) dapat dipastikan hamil tunggal

(Manuaba, 2012). Intrauterin yaitu apabila gerakan janin tidak

terasa nyeri, palpasi janin tidak teraba dibawah kulit abdomen, ada

kontraksi Braxton Hicks, pemeriksaan ultrasonografi positif (Manuaba,

2012). Situs (letak) adalah hubungan sumbu panjang ibu dengan

sumbu panjang janin sehingga dijumpai kedudukan membujur atau

lintang. Hubungan sumbu panjang janin dan sumbu panjang rahim

dikenal dua bentuk membujur (letak kepala, letak sungsang) dan letak

lintang. Habitus (sikap) apabila pada letak janin yang fisiologis badan

melengkung menyesuaikan diri dengan rahim, kepala fleksi dimana

dagu menempel pada dada, lengan bersilang didepan dada, kaki

melipat pada paha dan lutut rapat pada badan, kepala janin berada

diatas panggul (Manuaba, 2012).

8) Pemeriksaan penunjang

(a) Pemeriksaan darah

(1) Golongan darah

Pengambilan darah bertujuan untuk mengetahui golongan

darah ibu dan faktor Rhesus (Rh) yang perlu dilakukan pada

kunjungan pertama. Ibu dengan rhesus negatif beresiko

mengalami keguguran, amniosentesis, atau trauma uterus,

harus diberi anti-gammaglobulin D dalam beberapa hari setelah

pemeriksaan. Jika titrasi menunjukkan peningkatan respons


34

antibodi, harus dilakukan pemeriksaan yang lebih sering dalam

rangka merencanakan penatalaksanaan pengobatan oleh

spesialis rhesus. Golongan darah digunakan untuk persiapan

calon pendonor darah apabila ibu mengalami kegawatdaruratan

seperti perdarahan selama persalinan (Fraser, 2009). Selain itu

pengambilan darah vena juga digunakan untuk pemeriksaan

(The Veneral Disease Research Laboratory) VDRL yaitu untuk

mengetahui apakah ibu terkena sifilis atau tidak. Semua ibu

harus diperiksa pada kunjungan pemeriksaan kehamilan perma

dan periksa ulang pada trimester ke-3, terutama pada ibu yang

berisiko tinggi seperti pasangan seks multiple, riwayat PMS

atau tinggal dalam komunitas dengan prevalensi sifilis tinggi

(Wals, 2008).

(1) Haemoglobin

Pemeriksaan hemoglobin (Hb) dapat dilakukan dengan

menggunakan alat Sahli. Pemeriksaan ini dilakukan 2 kali

selama kehamilan, yaitu pada trimester 1 dan trimester 3. Hasil

pemeriksaan Hb dengan Sahli dapat digolongkan sebagai

berikut, tidak anemia Hb 11 g%, anemia ringan 9-10 gr%,

anemia sedang 7-8 gr%, anemia berat <7 gr% (Al Yeyeh

Rukiyah, 2009).
35

(2) Protein urin

Pemeriksaan urin dilakukan pada kunjungan pertama dan setiap

kunjungan trimester III. Diperiksa dengan ditetesi asam asetat

5%, kemudian dibakar, apabila setelah dipanaskan warnanya

urin menjadi keruh berarti ada protein dalam urin. Cara menilai

hasil:

Urin jernih : (-), Ada kekeruhan ringan tanpa endapan

: (+), Kekeruhan mudah terlihat dan ada endapan : (++), Urin

lebih keruh dan endapan lebih jelas: (+++), Sangat keruh

berkeping besar atau bergumpal : (++++)

(3) Urin reduksi

Menurut Al Yeyeh Rukiyah (2009: 163) pemeriksaan urin

reduksi digunakan untuk melihat adanya glukosa dalam urin.

Urin normal tidak mengandung glukosa. Urin ibu dapat

mengandung glukosa apabila memiliki riwayat penyakit

diabetes melitus. Hasilnya pemeriksaan (urin dibakar) :

negatif berwarna biru/hijau,

+1 atau kadar <0,5% berwarna hijau/kuning hijau

++2 atau kadar 0,5-1% berwarna kuning kehijauan

+3 atau kadar 1-2% berwarna jingga

+3 atau kadar >2% berwarna merah bata


36

(4) Ultrasonografi (USG)

Pemeriksaan ultrasonografi pada trimester kedua dan ketiga

adalah untuk mengkaji jumlah janin, presentasi janin,

dokumentasi aktivitas jantung janin, lokalisasi plasenta,

pengkajian volume cairan amnion (pengukuran kantung

tunggal atau indeks cairan amnion); menghitung usia

kehamilan dengan menggunakan setidaknya dua parameter

pada janin (diameter biparietal, lingkar abdomen dan panjang

femur) deteksi dan evaluasi massa panggul ibu, survei anatomi

janin untuk mengetahui malformasi keseluruhan (garis tengah

serebral, jantung dengan keempat biliknya, lambung, ginjal,

kandung kemih dan identifikasi semua tungkai janin) (Helen

Varney, Jan M. Kriebs, 2007).

(5) Non Stress Test (NST).

Pemeriksaan ini dilakukan untuk menilai hubungan gambaran

DJJ dan aktivitas janin. Penilaian dilakukan terhadap frekuensi

dasar DJJ, variabilitas dan timbulnya akselerasi yang menyertai

gerakan janin (Marmi, 2011).

(6) Pemeriksaan Hepatitis/HbSAg

Diambil dari darah vena, dilakukan pada pemeriksaan hamil

yang pertama, bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya virus

hepatitis di dalam darah baik dalam kondisi aktif maupun


37

sebagai karier. Bayi yang dikandungan akan terinfeksi saat

lahir dan dapat menjadi karier kronis (Marmi, 2011).

(7) Pemeriksaan HIV

Skrining untuk pemeriksaan HIV untuk ibu hamil sangat

direkomendasikan dan bertujuan untuk mengurangi transmisi

vertikal kepada janin. Skrining ini harus mendapatkan

persetujuan tindakan dari ibu untuk melakukan tes darah dan

menawarkan konseling yang tepat sebelum dan setelah skrining

dilaksanakan (Fraser, 2009).

(8) Kartu Skor Poedji Rochjati (KSPR)

Untuk mendeteksi risiko ibu hamil dapat menggunakan kartu

skor Poedji Rochyati. Terdiri dari Kehamilan Risiko Rendah

(KRR) dengan skor 2 ditolong oleh bidan, Kehamilan Risiko

Tinggi (KRT) dengan skor 6-10 ditolong oleh bidan/dokter dan

Kehamilan Risiko Sangat Tinggi (KRST) dengan skor >12

ditolong oleh dokter (Kemenkes RI, 2017).

2.1.2 Diagnosa Kebidanan

Menurut RI Kemenkes (2011: 5) perihal Keputusan Menteri Kesehatan RI No.

938/Menkes/SK/VIII/2007 tentang Standar Asuhan Kebidanan, dalam perumusan

diagnosa dan atau masalah kebidanan, bidan menganalisa data yang diperoleh

pada pengkajian, menginterpretasikannya secara akurat dan logis untuk

menegakkan diagnosa dan masalah kebidanan yang tepat. Kriteria hasil

perumusan diagnosa dan atau masalah adalah:


38

1. Diagnosa sesuai dengan nomenklatur kebidanan.

2. Masalah dirumuskan sesuai dengan kondisi klien.

3. Dapat diselesaikan dengan asuhan kebidanan secara mandiri, kolaborasi, dan

rujukan.

Diagnosa kebidanan menurut Manuaba (2012: 123-131) adalah G1/>1PAPIAH, usia

kehamilan 28-40 minggu, janin hidup, tunggal/ganda, intrauterine/ekstrauterin,

situs bujur/lintang, habitus fleksi, posisi puka/puki, presentasi

kepala/bokong/lintang, kesan jalan lahir normal, keadaan umum ibu dan janin

baik/lemah dengan risiko rendah sampai dengan risiko sangat tinggi. Dengan

kemungkinan masalah menurut Varney, Kriebs dan Gegor (2007: 537-543),

adalah sebagai berikut: peningkatan frekuensi berkemih, nyeri ulu hati, konstipasi,

kram tungkai, edema dependen, dispareunia, nyeri pinggang bawah, sesak nafas,

dan hemoroid.

2.1.3 Perencanaan

Menurut RI Kemenkes (2011: 6) bidan merencanakan asuhan kebidanan

berdasarkan diagnosa dan masalah yang ditegakkan.

1. Diagnosa kebidanan: G1/>1PAPIAH, usia kehamilan 28-40 minggu, janin hidup,

tunggal/kembar, intrauterin, situs bujur, habitus fleksi, posisi pinggang

kanan/pungung kiri, presentasi kepala/bokong kesan panggul normal,

keadaan umum ibu dan janin baik dengan risiko rendah sampai dengan risiko

sangat tinggi (Manuaba, 2012). Dengan kemungkinan masalah menurut

Varney, Kriebs dan Gegor (2007: 537-543), adalah sebagai berikut:

peningkatan frekuensi berkemih, nyeri ulu hati, konstipasi, kram tungkai,


39

edema dependen, dispareunia, nyeri pinggang bawah, sesak nafas, dan

hemoroid.

2. Tujuan (Walyani, 2015: 7):

a. Memantau kemajuan kehamilan untuk memastikan kesehatan ibu dan

tumbuh kembang janin.

b. Meningkatkan dan mempertahankan kesehatan fisik, mental dan social

pada ibu dan bayi.

c. Ibu dapat mengerti dan beradaptasi dengan ketidaknyamanan selama

kehamilan trimester III sehingga tidak menimbulkan kecemasan.

3. Kriteria hasil:

Keadaan ibu menurut Romauli (2011: 173):

a. Keadaan umum baik.

b. Kesadaran komposmentis.

c. Tanda-tanda vital normal (TD:100/70-130/90 mmHg, N:60-100 x/menit,

S:36 – 37,5ºC, R:16-24 x/menit).

d. Peningkatan BB 0,5 kg/minggu.

e. Pemeriksaan laboratorium :

Hb ≥ 11 g%, protein urine (-), reduksi urine (-).

Keadaan janin menurut Manuaba (2012: 116-130):

a. DJJ 120-160 x/menit.

b. TFU sesuai dengan usia kehamilan seperti tabel 2.6

c. TBJ normal seperti tabel 2.4

d. Situs bujur dan presentasi kepala.

e. Gerakan janin 10 gerakan/12 jam.


40

f. Tidak terjadi komplikasi kehamilan meliputi perdarahan dan keluar

cairan per vaginam, sakit kepala yang hebat, penglihatan kabur, bengkak

di wajah dan jari-jari tangan, gerak janin tidak terasa, nyeri perut yang

hebat (Marmi, 2011)

4. Intervensi menurut Varney, (2007: 554-556):

a. Jelaskan tentang ketidaknyamanan dan masalah yang mungkin timbul

pada ibu hamil trimester III.

Rasional : Pengetahuan tentang ketidaknyamanan dan masalah yang

mungkin timbul pada ibu hamil trimester III akan mengubah cara

pandang klien mengenai dirinya, sehingga klien dapat menghargai dan

menerima keadaan dirinya (Fraser, 2009).

b. Diskusikan tentang kebutuhan dasar ibu hamil meliputi nutrisi, eliminasi,

istirahat dan tidur, personal hygiene, aktivitas, hubungan seksual,

perawatan payudara, dan senam hamil.

Rasional: Dengan memenuhi kebutuhan dasar ibu hamil, maka

kehamilandapat berlangsung dengan aman dan lancar (Marmi, 2014).

c. Jelaskan tentang tanda bahaya kehamilan trimester III yang

mengindikasikan pentingnya menghubungi tenaga kesehatan dengan

segera. Menurut Romauli (2011: 153) adalah: perdarahan pervaginam,

sakit kepala yang hebat, penglihatan kabur, bengkak pada muka dan jari

tangan, keluar cairan pervaginam, dan gerakan janin tidak terasa.

Rasional: Mengidentifikasi tanda bahaya dalam kehamilan, supaya ibu

mengetahui kebutuhan yang harus dipersiapkan untuk menghadapi

kemungkinan keadaan darurat (Romauli, 2011).


41

d. Jelaskan tentang persiapan kelahiran bayi.

Menurut Romauli (2011: 146–148), ada lima komponen penting dalam

rencana persalinan, antara lain:

1) Membuat rencana persalinan yang meliputi: memilih tempat

persalinan, tenaga terlatih, bagaimana menghubungi tenaga

kesehatan tersebut, bagaimana transportasi ke tempat persalinan,

siapa yang akan menemani pada saat persalinan, berapa banyak

biaya yang dibutuhkan dan menentukan calon pendonor darah.

2) Membuat rencana untuk pengambilan keputusan jika terjadi

kegawatdaruratan.

3) Mempersiapkan sistem transportasi jika terjadi kegawatdaruratan.

4) Membuat rencana atau pola menabung.

5) Mempersiapkan peralatan yang diperlukan untuk persalinan.

Rasional: Dengan adanya rencana persalinan akan mengurangi

kebingungan dan kekacauan pada saat persalinan serta meningkatkan

kemungkinan bahwa ibu akan menerima asuhan yang sesuai dan tepat

waktu (Marmi, 2011)

e. Jelaskan tentang tanda-tanda persalinan.

Rasional: Mengidentifikasi kebutuhan yang harus dipersiapkan untuk

mempersiapkan persalinan dan kemungkinan keadaan darurat. Tanda-

tanda persalinan menurut Manuaba (2010: 173) adalah terjadi his

persalinan, pengeluaran lendir dan darah, pengeluaran cairan.

f. Pesankan untuk kontrol ulang sesuai jadwal atau sewaktu-waktu bila ada

keluhan.
42

Menurut Varney, (2007: 531), kunjungan ulang bagi wanita yang

mengalami perkembangan normal selama kehamilan biasanya

dijadwalkan sebagai berikut:

1) Hingga usia kehamilan 28 minggu, kunjungan dilakukan setiap

empat minggu sekali.

2) Antara minggu ke-28 hingga 36, setiap dua minggu.

3) Antara minggu ke-36 hingga persalinan, dilakukan setiap minggu.

Rasional: Riwayat kunjungan ulang mendasar dirancang untuk

mendeteksi setiap gejala atau hal subyektif tertentu yang

mengindikasikan komplikasi atau rasa tidak nyaman yang dialami setiap

wanita sejak kunjungan terakhir (Varney, 2007).

Intervensi masalah/keluhan utama:

Masalah 1: Nyeri pinggang sehubungan dengan pergeseran pusat gravitasi

wanita karena berat uterus yang membesar.

Tujuan: Nyeri pinggang teratasi, ibu mampu beradaptasi dengan

keadaannya dan tidak cemas (Varney, 2007).

Kriteria (Varney, 2007):

1) Nyeri pinggang berkurang

Skala nyeri 0 (tidak nyeri) atau nyeri turun menjadi nyeri ringan/sedang

skala 1-2.

2) Aktifitas sehari-hari tidak terganggu.

3) Keluhan nyeri pinggang berkurang, secara verbal ataupun nonverbal ibu

tidak menunjukkan rasa nyeri, muka tidak tegang/menahan nyeri.

4) Tanda-tanda vital normal (TD:100/70-130/90 mmHg, N:60-100

x/menit, S:36 – 37,5ºC, R:16-24 x/menit) ( Romauli, 2011).


43

Intervensi pada keluhan nyeri pinggang menurut Varney (2007: 542)

adalah:

1) Tekuk kaki daripada membungkuk ketika mengangkat apapun.

Lebarkan kedua kaki dan tempatkan satu kaki sedikit di depan kaki

yang lain saat menekukkan kaki.

Rasional: Menekuk kaki akan membuat kedua tungkai yang menopang

berat badan bukan pinggang. Melebarkan kedua kaki dan menempatkan

satu kaki sedikit di depan kaki yang lain akan memberi jarak yang

cukup saat bangkit dari posisi setengah jongkok (Varney, 2007).

2) Hindari membungkuk berlebihan dan mengangkat beban.

Rasional: Menghilangkan tegang pada pinggang bawah yang

disebabkan oleh peningkatan lengkung vertebra lumbosakral dan

pengencangan otot-otot pinggang (Doenges, 2001).

3) Gunakan sepatu tumit rendah.

Rasional: Sepatu tumit tinggi tidak stabil untuk menopang berat tubuh

dan memperberat masalah pada pusat gravitasi, sehingga cidera kaki

sering terjadi (Walyani, 2015).

4) Berikan pijatan atau usapan pada pinggang dengan gerakan mengurut.

Rasional: Memberikan kenyamanan dan mengurangi nyeri. Massase

dapat menghambat perjalanan rangsang nyeri pada sistem saraf pusat

(Mender, 2004)

5) Gunakan kasur yang menyokong (bagian pinggang tidak terlalu cekung

ke dalam) dan posisikan badan dengan menggunakan bantal sebagai

pengganjal.
44

Rasional: Kasur yang menyokong dan penggunaan bantal dapat

meluruskan pinggang serta meringankan tarikan, regangan dan

meningkatkan relaksasi (Manuaba, 2012).

Masalah 2: Hemoroid sehubungan dengan konstipasi atau pembesaran

uterus mengakibatkan peningkatan tekanan, secara spesifik juga secara

umum pada vena hemoroid, penurunan tonus otot karena efek progesteron.

Tujuan: Hemoroid tidak terjadi/ tidak semakin parah (Varney, 2007).

Kriteria hasil:

1) BAB 1-2 x/hari, konsistensi BAB lunak

2) BAB tidak berdarah dan tidak nyeri

3) Derajat hemoroid tidak bertambah:

a) Derajat 1 : Perdarahan dan gatal.

b) Derajat 2 : Hemoroid keluar saat BAB namun masih bisa

dimasukkan kembali.

c) Derajat 3 : Hemoroid sudah keluar tanpa BAB dan sulit

dimasukkan kembali.

Intervensi pada masalah hemoroid menurut Varney, (2007: 539) adalah:

1) Hindari konstipasi, caranya: minum air minimal 8 gelas/hari, istirahat

cukup, minum air hangat saat bangun tidur, makan makanan berserat

alami, dan lakukan latihan fisik (senam hamil) secara rutin.

Rasional: Meminum air putih hangat ketika perut dalam keadaan

kosong meningkatkan peristaltik usus (Walyani, 2015). Semua kegiatan


45

ini memfasilitasi sirkulasi vena sehingga mencegah kongesti pada usus

besar yang dapat menyebabkan konstipasi dan berlanjut pada hemoroid.

2) Segera BAB jika terasa dan hindari mengejan terlalu kuat saat defekasi.

Rasional: Mengejan yang terlalu kuat akan memicu terjadinya

hemoroid (Walyani, 2015).

3) Mandi berendam air hangat.

Rasional: Hangatnya air tidak hanya memberikan kenyamanan, tetapi

juga meningkatkan sirkulasi darah (Walyani, 2015).

4) Anjurkan ibu untuk mengkonsumsi makanan tinggi serat untuk

menghindari konstipasi.

Rasional: Makanan tinggi serat menjadikan feses tidak terlalu padat/

keras sehingga mempermudah pengeluaran feses (Walyani, 2015).

2.1.4 Pelaksanaan

Menurut RI Kemenkes (2011:6) perihal Keputusan Menteri Kesehatan RI No.

938/MENKES/SK/VIII/2007 tentang Standar Asuhan Kebidanan dari masa hamil

bersalin, nifas, neonatus dan KB, bidan melaksanakan rencana asuhan kebidanan

secara komprehensif, efektif, efisien dan aman berdasarkan evidence based

kepada klien/pasien dalam bentuk upaya promotif, preventif, kuratif, dan

rehabilitatif. Dilaksanakan secara mandiri, kolaborasi, dan rujukan.


46

2.1.5 Evaluasi

Menurut RI Kemenkes (2011:7) perihal Keputusan Menteri Kesehatan RI No.

938/MENKES/SK/VIII/2007 tentang Standar Asuhan Kebidanan dari masa hamil,

bersalin, nifas, neonatus dan KB, bidan melakukan evaluasi secara sistimatis dan

berkesinambungan untuk melihat keefektifan dari asuhan yang sudah diberikan,

sesuai dengan perubahan perkembangan kondisi klien. Evaluasi atau penilaian

dilakukan segera setelah selesai melaksanakan asuhan sesuai kondisi klien. Hasil

evaluasi segera dicatat dan dikomunikasikan pada klien dan/atau keluarga. Hasil

evaluasi harus ditindak lanjuti sesuai dengan kondisi klien/pasien. Evaluasi ditulis

dalam bentuk catatan perkembangan SOAP, yaitu sebagai berikut:

S : Adalah data subjektif, mencatat hasil anamnesa.

O : Adalah data objektif, mencatat hasil pemeriksaan.

A : Adalah hasil analisa, mencatat diagnosa dan masalah kebidanan.

P : Adalah penatalaksanaan, mencatat seluruh perencanaan dan

penatalaksanaan yang sudah dilakukan seperti tindakan antisipatif, tindakan

segera, tindakan secara komprehensif, penyuluhan, dukungan, kolaborasi,

evaluasi/follow up, dan rujukan.

Ttd Nama Terang

Petugas
47

2.2. Asuhan Persalinan

2.2.1 Pengkajian Data

1. Data subyektif

a. Biodata

1) Umur

Usia di bawah 16 tahun atau di atas 35 tahun mengakibatkan wanita

rentan terhadap komplikasi. Usia di bawah 16 tahun meningkatkan

insiden preeklamsi, usia lebih dari 35 tahun meningkatkan insiden

diabetes, hipertensi kronis, persalinan yang lama pada nulipara,

sectio caesarea (SC), kelahiran preterm, intrauterine growth

retardation (IUGR), anomali kromosom, dan kematian janin

(Verney, 2008).

2) Pendidikan

Pendidikan yang kurang membuat masyarakat tetap berorientasi

pada pengobatan dan pelayanan tradisional sehingga mempengaruhi

kesejahteraan ibu (Manuaba, 2012)

3) Gravida dan para

Paritas mempengaruhi durasi persalinan dan insiden komplikasi.

Semakin tinggi paritas, insiden abrubsio plasenta, plasenta previa,

perdarahan uterus, mortalitas ibu, dan mortalitas perinatal juga

meningkat (Verney , 2008)

b. Keluhan utama

Menurut (Manuaba, 2012), keluhan yang dirasakan ibu antara lain:

kekuatan his makin sering terjadi dan teratur dengan jarak kontraksi yang
48

semakin pendek serta nyeri menjalar ke depan, pengeluaran lendir atau

lendir bercampur darah, disertai ketuban pecah.

b. Riwayat kesehatan dahulu

1) Penyakit jantung

Menurut Saifuddin (2010: M-106–108) penyakit jantung kelas I dan

II prinsip persalinannya adalah pervaginam dengan mempercepat

kala II, sedapat mungkin hindari mengejan, jika perlu lakukan

episiotomi dan akhiri persalinan dengan ekstrasi vakum. Penyakit

jantung kelas III dan IV tidak boleh hamil, karena bahaya terlampau

besar. Persalinan dilakukan dengan SC.

2) Pneumonia

Pneumonia yang terjadi saat persalinan perlu pertolongan yang tepat

dengan mempercepat persalinan kala II. Dalam menghadapi keadaan

penyakit pneumonia pada saat persalinan, bidan sebaiknya merujuk

penderita sehingga mendapat pertolongan yang cepat dan tepat di

tempat dengan fasilitas yang cukup (Manuaba, 2012).

3) Hipertensi

Pada ibu dengan penyakit hipertensi, janin bertumbuh lambat

(dismaturitas), dilahirkan prematur atau mati dalam kandungan.

Sering pula terjadi solusio plasenta yang mempunyai akibat buruk,

baik bagi ibu maupun anak (Wiknjosastro, 2006).


49

4) Asma

Penyakit asma yang berat dapat mempengaruhi pertumbuhan dan

perkembangan janin dalam rahim melalui gangguan pertukaran O2

dan CO2, pengawasan hamil dan pertolongan persalinan dapat

berlangsung biasa, kecuali terdapat indikasi pertolongan dengan

tindakan operasi (Manuaba, 2012).

5) Gonorrhea

Bayi yang dilahirkan dari ibu penderita gonorrhoe dapat menderita

konjungtivitis gonorrhoe neonatorum atau blenore neonatorum

(Wiknjosastro, 2006)

6) HIV/ AIDS

Transmisi vertikal virus HIV/AIDS ibu kepada janinnya telah

banyak terbukti, tapi belum jelas diketahui kapan transmisi perinatal

itu terjadi. Persalinan SC tidak menjadi indikasi dalam menurunkan

risiko infeksi kepada bayi yang dilahirkan. Perawatan pasca salin

perlu memperhatikan kemungkinan penularan melalui pembalut

wanita, lokhea, luka episiotomi, ataupun luka SC (Wiknjosastro,

2006).

c. Riwayat kesehatan sekarang

1) Anemia dalam kehamilan memberi pengaruh kurang baik bagi ibu,

baik dalam kehamilan, persalinan maupun dalam nifas dan masa

selanjutnya. Berbagai penyulit dapat timbul akibat anemia, seperti:

abortus, partus prematur, partus lama karena inersia uteri,


50

perdarahan pasca salin karena atonia uteri, syok, infeksi baik

intrapartum maupun pasca salin, anemia yang sangat berat dengan

Hb < 4 g/100 ml dapat menyebabkan dekompensasi kordis

(Wiknjosastro, 2006). Kadar Hb normal adalah ≥11g% (Manuaba,

2012).

2) Bahaya varises dalam persalinan, baik yang di vulva/vagina maupun

yang di tungkai kemungkinan pecahnya pembuluh darah. Selain

bahaya perdarahan yang berakibat fatal, dapat pula terjadi emboli

udara (Wiknjosastro, 2006).

3) Bayi yang dilahirkan dari ibu penderita gonorrhea dapat menderita

konjungtivitis, gonorrhea neonatorum atau disebut juga blenore

neonatorum (Wiknjosastro, 2006).

4) Transmisi vertikal virus AIDS ibu kepada janinnya telah banyak

terbukti, tapi belum jelas diketahui kapan transmisi perinatal terjadi.

Dalam persalinan SC, bukan indikasi menurunkan risiko infeksi

kepada bayi yang dilahirkan. Perawatan pasca salin perlu

memperhatikan kemungkinan penularan melalui pembalut wanita,

lokhea, luka episiotomi, ataupun luka bekas persalinan SC

(Wiknjosastro, 2006).

d. Riwayat kesehatan keluarga

Menurut (Wiknjosastro, 2006 : 387-521) :

1) Pengaruh diabetes dalam persalinan antara lain: inersia uteri dan

atonia uteri, distosia bahu karena anak besar, kelahiran mati, lebih
51

sering pengakhiran partus dengan tindakan termasuk SC, lebih

mudah terjadi infeksi, angka kematian maternal lebih tinggi.

2) Pengaruh asma pada ibu dan janin sangat tergantung dari sering dan

beratnya serangan, karena ibu dan janin akan kekurangan oksigen

atau hipoksia. Keadaan hipoksia bila tidak segera di atasi tentu akan

berpengaruh pada janin, dan sering terjadi keguguran, persalinan

prematur atau berat janin tidak sesuai dengan usia kehamilan

(gangguan pertumbuhan janin).

3) Pada kehamilan kembar yang berasal dari satu telur, faktor hereditas

mempengaruhi terjadinya kehamilan kembar itu.

e. Riwayat kebidanan

1) Haid

Bila seorang wanita datang dengan haid terlambat dan diduga ada

kehamilan, maka dapat ditentukan tanggal perkiraan persalinan, jika

hari pertama haid terakhir diketahui dan siklus ± 28 hari. Rumus

yang dipakai adalah rumus Naegele. Perkiraan persalinan menurut

rumus ini adalah: Hari +7, Bulan -3, dan Tahun +1 (Wiknjosastro,

2006).

2) Kehamilan yang lalu

Terminasi kehamilan dapat mempengaruhi viabilitas kehamilan

berikutnya. Dilatasi dan kuretase menyebabkan inkompetensi

serviks. Aborsi spontan berulang dapat mengindikasikan adanya

kondisi seperti abnormalitas genetik, ketidak seimbangan hormon,

atau inkompetensi seviks (Fraser, 2009).


52

3) Persalinan yang lalu

a) Lama persalinan sebelumnya merupakan indikasi untuk

memperkirakan lama persalinan kali ini sehingga

memungkinkan untuk membedakan persalinan antara

primigravida dan gravida selanjutnya serta persalinan dengan

paritas yang lebih tinggi. Untuk mengidentifikasi kelahiran

melalui seksio sesarea atau pelahiran operatif pervaginam

sebelumnya (Verney, 2008).

b) Ukuran bayi terbesar yang dilahirkan pervaginam memastikan

keadekuatan panggul wanita untuk ukuran bayi saat ini. Juga

untuk mengantisipasi kemungkinan komplikasi jika dibanding

dengan Taksiran Berat Janin (TBJ) (Verney, 2008).

c) Wanita yang mempunyai riwayat melahirkan bayi kecil dari

ayah yang sama cenderung memiliki bayi yang kecil juga pada

kehamilan ini (Varney, 2008).

d) Semua wanita dengan riwayat SC pada segmen uterus bawah

(insisi tranversal bawah atau vertikal bawah) dan tidak memiliki

kontraindikasi di anjurkan menjalani persalinan pervaginam

(Verney, 2008).

4) Nifas yang lalu

Pada hari pertama dan kedua lokhea rubra atau lokhea cruenta,

terdiri atas darah segar bercampur sisa-sisa selaput ketuban, sel-sel

desidua, sisa-sisa verniks caseosa, lanugo, dan mekonium. Hari


53

berikutnya darah bercampur lendir dan disebut lokhea sanguinolenta.

Setelah satu minggu, lokhea cair tidak berdarah lagi, warnanya agak

kuning disebut lokhea serosa. Setelah 2 minggu, lokhea hanya

merupakan cairan putih disebut sebagai lokhea alba. Biasanya

lokhea berbau agak sedikit amis, kecuali terdapat infeksi dan akan

berbau busuk, umpamanya pada adanya lokheastasis (lokhea tidak

lancar keluar dan infeksi) (Wiknjosastro, 2006). Hemoroid menjadi

traumatis dan menjadi edema selama wanita mendorong bayi pada

kala II persalinan karena tekanan bayi dan distensi saat melahirkan

(Verney, 2008).

f. Pola kehidupan sehari-hari

1) Nutrisi

Ibu diperbolehkan mengkonsumsi makanan rendah lemak dan

rendah residu sesuai selera untuk memberinya energi. Namun,

makan dan minum selama persalinan akan menyebabkan ibu

mengalami peningkatan resiko regurgitasi dan aspirasi isi lambung

(Fraser, 2009).

Penyerapan lambung terhadap makanan padat jauh berkurang.

Apabila kondisi ini diperburuk oleh penurunan lebih lanjut sekresi

asam lambung selama persalinan, maka saluran cerna bekerja

dengan lambat sehingga waktu pengosongan lambung menjadi lebih

lama. Cairan tidak dipengaruhi dan waktu yang dibutuhkan untuk

pencernaan di lambung tetap seperti biasa. Makanan yang dicerna


54

selama periode menjelang persalinan atau fase laten persalinan

cenderung tetap berada dalam lambung. Maka, saat persalinan

dianjurkan untuk makan dan minum dalam porsi tidak berlebih guna

mempertahankan energi dan hidrasi (Verney, 2008).

2) Eliminasi

Selama persalinan, ibu harus dianjurkan berkemih setiap 1-2 jam.

Urin yang berada dalam kandung kemih merupakan massa yang

tidak dapat ditekan sehingga dapat mengganggu penurunan bagian

presentasi janin atau mengurangi kapasitas uterus untuk

berkontraksi, meningkatkan risiko perdarahan pasca salin. Kandung

kemih yang penuh juga dapat menghambat masuknya kepala janin

ke dalam gelang panggul (Fraser, 2009).

3) Istirahat dan tidur

Umumnya wanita lebih suka berbaring karena sakit ketika ada his

(Wiknjosastro, 2006). Keletihan dan penurunan fisik pada wanita

dipengaruhi oleh tingkat keletihannya saat memasuki persalinan,

rumatan hidrasi selama persalinan, lama persalinan, dan kemampuan

menghadapi tuntutan kondisi dan situasi yang terjadi. Kehilangan

kemampuan koping dapat meningkatkan keletihan dan keletihan

dapat menurunkan kemampuan koping wanita, atau semakin lama

persalinan, wanita merasakan keletihan yang lebih besar, sebaliknya

keletihan juga dapat mengakibatkan persalinan berlangsung lama

(Varney, 2008).
55

4) Personal hygiene

Pencukuran perineal rutin tidak dilakukan selama beberapa tahun

terakhir. Riset menunjukkan bahwa pencukuran perineal tidak perlu

dilakukan dan tidak meningkatkan angka terjadinya infeksi. Bagi ibu

yang sedang berada pada proses persalinan normal, mandi air hangat

(birthing pool) dapat menjadi pereda nyeri efektif yang dapat

meningkatkan mobilitas tanpa peningkatan efek samping bagi ibu

atau bayinya (Fraser, 2009).

5) Aktivitas

Ibu yang berada pada masa persalinan harus mampu berambulasi

ketika dan selama ia menginginkannya, tidak ada kontraindikasi

untuk hal tersebut. Berjalan pada awal persalinan dapat menstimulasi

persalinan. Sebagian besar ibu merasa lebih rileks dan mampu

mengatasi persalinan mereka dengan lebih baik ketika mereka dapat

berjalan. Bebas berjalan, duduk di kursi, menggunakan toilet, dan

sebagainya tentunya lebih kondusif untuk mencapai persalinan yang

nyaman, dan progesif, yang berorientasi pada proses normal, bukan

orientasi keadaan sakit, yakni hanya berbaring di tempat tidur

(Varney, 2008).

6) Riwayat ketergantungan

Kenyataan bahwa wanita-wanita yang terlalu banyak merokok

melahirkan anak yang lebih kecil, atau mudah mengalami abortus

dan partus prematurus. Ketergantungan pada obat-obatan, terutama

pada triwulan I dan II kehamilan mengakibatkan kelainan organik


56

pada janin seperti pada obat yang teratogenik dan dapat terjadi

abortus dan partus prematurus pada golongan obat yang dapat

menimbulkan his (Wiknjosastro, 2006).

7) Psikososial dan spiritual

Menurut (Fraser & Cooper, 2009)

a) Mood yang berubah-ubah sering terjadi dan dorongan energi

juga dapat dialami

b) Sebagian mungkin memandang kontraksi yang dialami sebagai

kekuatan positif yang memotivasi dan memberikan kehidupan.

Sebagian lain mungkin merasakan kontraksi ini sebagai rasa

nyeri dan melawan kontraksi tersebut

c) Seorang ibu dapat menyambut peristiwa ini dengan perasaan

senang karena sebentar lagi ia akan melihat bayinya, ibu yang

lain mungkin merasa gembira karena pada akhirnya

kehamilannya ini akan berakhir dan ia mengalami berbagai

kesukaran

d) Ibu cemas membayangkan bahwa melahirkan seorang anak akan

terasa sangat sakit dan khawatir tentang kemampuaannya

mengendalikan rasa nyeri

e) Sejalan dengan kemajuan persalinan, ibu dapat merasa kurang

percaya diri terhadap kemampuan kopingnya menghadapi sifat

kontraksi yang kuat untuk dapat mengendalikan tubuhnya.


57

8) Latar belakang sosial budaya

Menurut Walsh (2012: 170), faktor yang dikaitkan dengan risiko

nutrisi tinggi pada kehamilan adalah dari faktor sosial/kultural

diantaranya adalah pola makan yang tidak biasa (vegetarian),

keyakinan yang mencakup larangan makanan khusus, dukungan

sosial buruk.

2. Data obyektif

a. Pemeriksaan umum

1) Keadaan umum

Kondisi umum selama kala II persalinan akan bergantung pada

kondisi umumnya di akhir kala I persalinan. Jika wanita memasuki

tahap kedua persalinan sudah kehabisan tenaga, ia akan mengalami

kesulitan mengerahkan tenaga yang diperlukan untuk mendorong,

terutama jika pada ibu primigravida (Verney, 2008).

2) Tanda-tanda vital

a) Tekanan darah diukur setiap 2-4 jam, kecuali jika tidak normal,

pengukuran yang lebih sering diperlukan bergantung pada

situasi individu. Hipotensi dapat terjadi akibat posisi terlentang,

syok, atau anestesi epidural. Pada ibu yang mengalami

preeklamsi atau hipertensi esensial selama kehamilan, persalinan

lebih meningkatkan tekanan darah (Fraser, 2009). Pada waktu-

waktu diantara kontraksi, tekanan darah kembali ke tingkat

sebelum persalinan. Dengan mengubah posisi tubuh dari

telentang ke posisi miring. Perubahan tekanan darah selama


58

kontraksi dapat di hindari. Nyeri, rasa takut dan kekhawatiran

dapat semakin meningkatkan tekanan darah (Varney, 2008).

b) Frekuensi nadi merupakan indikator yang baik dari kondisi fisik

ibu. Jika frekuensi nadi meningkat lebih dari 100 denyut per

menit, hal tersebut dapat mengindikasikan adanya ansietas,

nyeri, infeksi, ketosis, atau perdarahan. Frekuensi nadi biasanya

dihitung setiap 1-2 jam selama awal persalinan dan setiap 30

menit jika persalinan lebih cepat (Fraser, 2009).

c) Suhu tubuh harus tetap berada dalam rentang normal. Pada

persalinan normal, suhu tubuh maternal harus diukur sedikitnya

setiap 4 jam (Fraser, 2009). Sedikit meningkat selama

persalinan, tertinggi selama dan segera setelah melahirkan. Yang

dianggap normal ialah peningkatan suhu yang tidak lebih dari

0.5 sampai 10C yang mencerminkan peningkatan metabolisme

selama persalinan (Varney, 2008).

d) Sedikit peningkatan frekuensi pernapasan masih normal, selama

persalinan dan mencerminkan peningkatan metabolisme yang

terjadi (Varney, 2008).

3) Berat badan

Berat badan wanita hamil akan naik kira-kira di antara 6,5-16,5 kg.

Kenaikan berat badan yang terlalu banyak sering ditemukan pada

preeklamsi dengan akibat peningkatan morbiditas dan mortalitas ibu

dan janin (Wiknjosastro, 2006). Selama hamil terjadi kenaikan berat

badan 0,5 kg/minggu (Manuaba, 2012)


59

b. Pemeriksaan fisik

1) Kepala

a) Muka

Edema ialah penimbunan secara umum dan berlebihan dalam jaringan

tubuh, dan biasanya dapat diketahui dari kenaikan berat badan serta

pembengkakan kaki, jari tangan, dan muka (Wiknjosastro, 2006).

b) Mata

Kehilangan penglihatan untuk sementara, yang berlangsung selama

seminggu dapat terjadi. Perdarahan kadang-kadang terjadi pada retina,

hal ini merupakan tanda gawat akan terjadinya apopleksia serebri

(Wiknjosastro, 2006).

c) Mulut dan gigi

Pada triwulan pertama kehamilan mengalami mual atau muntah.

Keadaan ini menyebabkan perawatan gigi tidak diperhatikan dengan

baik, sehingga timbul karies, gingivitis, dan sebagainya. Bila

kerusakan gigi ini tidak diperhatikan dengan baik, hal itu dapat

mengakibatkan komplikasi seperti sepsis puerperalis karena infeksi di

rongga mulut (Wiknjosastro, 2006).

2) Leher

Bendungan vena di leher (misalnya pada penyakit jantung). Dalam

kehamilan biasa kelenjar gondok (kelenjar tiroid) mengalami

hiperfungsi dan kadang-kadang disertai pembesaran ringan.

Metabolisme basal dapat meningkat sampai 15-25%. Setelah


60

persalinan fungsi dan besarnya kelenjar gondok pulih lagi. Akan

tetapi walaupun tampak gejala-gejala yang dapat menyerupai

hiperfungsi glandula tiroid, namun wanita itu tidak menderita

hipertiroidismus (Wiknjosastro, 2006).

3) Payudara

Menjelang persalinan, perlu dilakukan pemeriksaan terhadap kondisi

puting ibu misalnya kolostrum kering atau berkerak, muara duktus

yang tersumbat kemajuan dalam megeluarkan puting yang rata atau

inversi pada wanita yang merencanakan untuk menyusui (Varney ,

2008).

4) Abdomen

Linea nigra dapat terlihat sebagai garis berwarna gelap akibat

pigmentasi yang terletak memanjang di bagian tengah abdomen di

bawah dan terkadang di bawah umbilikus. Mengindikasikan adanya

operasi abdomen atau obstetrik yang pernah dilakukan sebelumnya

(Fraser, 2009). Saat kontraksi uterus dimulai nyeri akan terjadi

selama beberapa detik dan akan hilang kembali di akhir kontraksi.

Ketika meraba adanya kontraksi, bidan akan mengetahui dimulainya

kontraksi sebelum ibu merasakannya. Uterus harus selalu terasa

lebih keras setiap kontraksi. Kontraksi yang terlalu lama, atau sangat

kuat dan urutannya singkat akan menimbulkan masalah seperti

hipoksia janin. Hiperstimulasi harus dipertimbangkan jika oksitosin


61

diberikan melalui infus. Infus harus dihentikan jika kondisi janin

memburuk atau terjadi hiperstimulasi.

Selama kala 1 persalinan penurunan hampir selalu dapat diraba

dengan palpasi abdomen. Biasanya digambarkan dengan istilah 1/5

kepala, yang masih dapat dipalpasi di atas gelang pelvis. Pada wanita

primipara, kepala janin biasanya mengalami engagement sebelum

persalinan dimulai. Jika tidak demikian, tinggi kepala harus

diperkirakan dengan sering melakukan palpasi abdomen untuk

mengobservasi apakah kepala janin dapat melewati gelang pelvis

dengan bantuan kontraksi yang baik (Fraser, 2009).

5) Genetalia

Keluar lendir bercampur darah dalam (show) yang lebih banyak

karena robekan-robekan kecil pada serviks (Sofian, 2011).

Pengeluaran cairan, pada beberapa kasus terjadi ketuban pecah yang

menimbulkan pengeluaran cairan (Manuaba, 2012). Luka parut di

vagina mengindikasikan adanya riwayat robekan perineum atau

tindakan episiotomi sebelumnya (Wiknjosastro, 2008).

6) Anus

Normal tidak ada benjolan atau pengeluaran darah dari anus

(Romauli, 2011).

7) Ekstremitas

Edema pada kaki dan pergelangan kaki saja biasanya merupakan

edema dependen yang disebabkan oleh penurunan aliran darah vena

akibat penekanan uterus yang membesar (Varney, 2008).


62

c. Pemeriksaan khusus

1) Tinggi Fundus Uteri (TFU)

Mengukur tinggi fundus uteri dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu

dengan menggunakan cm (rumus Mc. Donald) dan dengan

menggunakan jari (Leopold).

2) Menentukan usia kehamilan

Manuaba (2012: 128), menjelaskan untuk menetapkan usia

kehamilan dapat dilakukan dengan mendengarkan denyut jantung

janin, denyut jantung janin akan terdengar pada usia kehamilan lebih

dari 16 minggu. Memperhitungkan masuknya kepala ke pintu atas

panggul terutama pada primigravida masuknya kepala ke pintu atas

panggul terjadi pada minggu ke 36, mempergunakan ultrasonografi

dengan melihat jarak biparietal, tulang tibia, dan panjang lingkaran

abdomen janin. Mempergunakan hasil pemeriksaan air ketuban,

semakin tua usia kehamilan semakin sedikit air ketuban.


63

3) Penurunan kepala janin

Penuruan kepala janin melalui sistem perlimaan dapat dilihat pada

tabel 2.7 :

Tabel 2.6
Penurunan Kepala Janin melaui Sistem Perlimaan
No. Periksa Periksa Keterangan
luar dalam
Kepala di atas PAP, mudah
1. 5/5 -
digerakkan (konvergen)
Sulit digerakkan, bagian terbesar
2. 4/5 HI – II kepala belum masuk panggul
(konvergen)
Bagian terbesar belum masuk panggul
3. 3/5 HII – III
(sejajar)
Bagian terbesar kepala sudah masuk
4. 2/5 HIII +
panggul (divergen)
5. 1/5 HIII – IV Kepala di dasar panggul (divergen)
6. 0/5 HIV Di perineum (divergen)
Sumber: Saifuddin, 2010. Buku Panduan Praktis Pelayanan
Kesehatan Maternal dan Neonatal, Jakarta, halaman N-10.

4) Auskultasi

Lokalisasi punctum maksimum denyut jantung janin dapat

dipergunakan untuk mengetahui sikap badan janin (Wiknjosastro,

2006). Selama kala satu persalinan, nilai DJJ selama dan segera

setelah kontraksi uterus, dengarkan DJJ selama minimal 60 detik,

sedikitnya 30 detik setelah kontraksi berakhir. Lakukan penilaian

DJJ tersebut lebih dari satu kontraksi. Gangguan kondisi kesehatan

janin dicerminkan dari DJJ yang kurang dari 120 atau lebih dari

160x/ menit (Wiknjosastro, 2008). Selama kala dua persalinan nilai


64

dan catat DJJ setiap 30 menit (lebih sering jika ada tanda-tanda

gawat janin) (Wiknjosastro, 2008).

5) Perkusi

Hiperefleksi (3+ dan 4+) merupakan salah satu tanda preeklamsi

berat. Klonus biasanya terlihat menjelang eklamsi atau pada eklamsi

aktual (Varney, 2008).

6) His

His persalinan mempunyai ciri khas pinggang terasa nyeri yang

menjalar ke depan, sifatnya teratur, interval semakin pendek, dan

kekuatannya semakin besar, mempunyai pengaruh terhadap

perubahan serviks, semakin beraktivitas (jalan) kekuatan semakin

bertambah/ bertambah nyeri (Manuaba, 2010). Menambahkan

frekuensi his adalah jumlah his dalam waktu tertentu. Amplitudo

dikalikan dengan frekuensi his dalam 10 menit menggambarkan

keaktifan uterus dan ini diukur dengan unit Montevideo. Seumpama

amplitudo 50 mmHg, frekuensi his 3x dalam 10 menit, maka

aktivitas uterus adalah 50x3=150 unit Montevideo. Nilai yang

adekuat untuk terjadinya persalinan ialah 120–150 unit Montevideo.

Amplitudo uterus terus meningkat sampai 60 mmHg pada akhir kala

I dan frekuensi his menjadi 2–4 kontraksi tiap 10 menit. Juga durasi

his meningkat dari 20 detik pada permulaan partus sampai 60–90

detik pada akhir kala I atau pada permulaan kala II (Saifuddin, 2014)
65

7) Pemeriksaan dalam

Pemeriksaan dalam diperlukan untuk menilai vagina, terutama pada

dindingnya apakah ada bagian yang menyempit; keadaan serta

pembukaan serviks; kapasitas panggul; ada atau tidak adanya

penghalang (tumor) pada jalan lahir; sifat fluor albus dan apakah ada

alat yang sakit umpamanya bartholinitis, uretritis, sistitis dan

sebagainya; pecah tidaknya ketuban; yang terpenting ialah presentasi

kepala janin; turunnya kepala dalam ruang panggul; penilaian

besarnya kepala terhadap panggul; dan apakah partus telah mulai

atau sampai dimana partus berlangsung. Bidang Hodge digunakan

untuk menentukan sampai manakah bagian terendah janin turun

dalam panggul pada persalinan (Winkjosastro, 2006).

d. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan dan pengawasan Hb dapat dilakukan dengan menggunakan

alat Sahli. Hasil pemeriksaan Hb dengan Sahli dapat digolongkan sebagai

berikut : Hb > 11 g% disebut tidak anemia, Hb 9-10 g% disebut anemia

ringan, Hb 7- 8 g% disebut anemia sedang, Hb ≤ 7 g% disebut anemia

berat (Manuaba, 2010: 239). Diagnosis preeklamsi ringan yaitu hasil tes

celup urin menunjukkan proteinuria 1+ atau pemeriksaan protein

kuantitatif menunjukkan hasil >300 mg/24 jam. Pada preeklamsi berat

hasil tes celup urin menunjukkan proteinurea ≥2+ atau pemeriksaan

protein kuantitatif menunjukkan hasil >5 gram/24 jam. Pada hasil

pemeriksaan superimposed preeklamsia pada hipertensi kronik tes celup


66

urin menunjukkan protein urin >1+ atau trombosit <100.000 sel/uL pada

usia kehamilan >20 minggu (Kemenkes RI, 2013).

2.2.2 Diagnosa Kebidanan

Menurut Manuaba (2012: 123-131) perumusan diagnosa persalinan adalah

G1/>1PAPIAH, usia kehamilan 28-40 minggu, tunggal/ganda, hidup,

intrauterin/ekstrauterin, situs bujuRasionallintang, habitus fleksi,

punggung kiri/kanan, presentasi kepala/bokong, hodge I–IV, kesan

panggul normal, inpartu kala I (laten/aktif) sampai kala IV dengan

kemungkinan masalah menurut Walsh (2008: 260-287) adalah nyeri dan

emesis . Sedangkan menurut Wiknjosastro (2008: 51-118) yaitu potensial

kala I dan kala II memanjang, robekan serviks, vagina, dan perineum,

avulsi tali pusat dan potensial terjadi retensio plasenta serta atonia uteri.

2.2.3 Perencanaan

1. Diagnosa:

G....PAPIAH, usia kehamilan 28-40 minggu, tunggal/ganda, hidup,

intrauterin/ekstrauterine, situs bujur/lintang, habitus fleksi, posisi puka/puki,

presentasi kepala/bokong, hodge I-IV, inpartu kala I fase laten/aktif (akselerasi,

dilatasi maksimal, deselerasi) sampai kala IV (Manuaba, 2012).

2. Tujuan:

Setelah dilakukan asuhan kebidanan diharapkan tidak terjadi komplikasi selama

persalinan (Manuaba, 2012)

3. Kriteria:
67

a. Kesejahteraan ibu

1) Keadaan umum: kesadaran komposmentis (Romauli, 2011: 172).

2) TD meningkat selama kontraksi disertai peningkatan sistolik rata-rata

15 (10-20) mmHg dan diastolik rata-rata 5-10 mmHg, nadi meningkat

lebih dari 100 denyut per menit, hal tersebut dapat mengindikasikan

adanya ansietas, nyeri, infeksi, ketosis, atau perdarahan, suhu tubuh

harus tetap berada dalam rentang normal (Fraser, 2009).

3) His terjadi 2-3 kali dalam 10 menit, lamanya ≥ 40 detik

(Wiknjosastro, 2008).

4) Penurunan kepala sesuai yaitu 5/5 jika kepala teraba di atas simphisis

pubis, 4/5 jika kepala telah memasuki pintu atas panggul, 3/5 jika

sebagian (2/5) kepala telah memasuki rongga panggul, 2/5 jika hanya

sebagian dari kepala masih berada di atas simphisis dan 3/5 bagian

telah turun melewati bidang tengah rongga panggul (tidak dapat

digerakkan), 1/5 jika hanya 1 dari 5 jari masih dapat meraba bagian

kepala yang berada di atas simphisis dan 4/5 bagian kepala telah

masuk ke dalam rongga panggul, 0/5 jika bagian kepala sudah tidak

dapat diraba dari pemeriksaan luar dan seluruh bagian kepala sudah

masuk ke dalam rongga panggul (Wiknjosastro, 2008).

5) Kala I terdiri dari dua fase yaitu fase laten dan fase aktif. Pada

umumnya fase laten berlangsung hampir atau hingga 8 jam. Pada

pembukaan 4 cm hingga mencapai pembukaan lengkap atau 10 cm

(fase aktif), akan terjadi dengan kecepatan rata-rata 1 cm per jam

(nulipara atau primigravida) atau lebih dari 1 cm hingga 2 cm


68

(multipara) (Wiknjosastro, 2008). Kala I pada primigravida ± 12 jam

sedangkan multigravida ± 8 jam (Manuaba, 2012).

6) Jika ibu primigravida dan bayinya belum lahir atau persalinan tidak

akan segera terjadi setelah dua jam meneran maka ia harus segera

dirujuk. Apabila pada ibu multigravida belum juga melahirkan bayinya

atau persalinan tidak akan segera terjadi setelah satu jam meneran

maka ia harus segera dirujuk (Wiknjosastro, 2008). Apabila

pembukaan sudah lengkap tapi ibu tidak ada dorongan meneran maka

anjurkan perubahan posisi, lakukan stimulasi puting susu, kosongkan

kandung kemih, penuhi kebutuhan nutrisi, nilai DJJ, kontraksi, dan

tanda-tanda vital (Wiknjosastro, 2008). Kala II pada primigravida ±

50 menit sedangkan pada multigravida ± 30 menit (Manuaba, 2012).

7) Kala III berlangsung rata-rata 5-10 menit, dan paling lama berlangsung

30 menit (Varney, Kriebs dan Gregor, 2008). Jika plasenta belum lahir

dalam waktu 15 menit, berikan 10 unit oksitosin IM dosis kedua,

kosongkan kandung kemih, dan rangsangan puting susu. Apabila

setelah 30 menit plasenta tidak lahir lakukan rujukan (Wiknjosastro,

2008).

8) Perdarahan normal (400-500 cc) (Manuaba, 2012).

b. Kesejahteraan bayi

1) DJJ kuat dan teratur, frekuensi 120-160 x/menit (Wiknjosastro, 2008).

2) Bayi baru lahir normal yaitu langsung menangis atau bernafas spontan

dan tonus otot bayi baik (Wiknjosastro, 2008).


69

4. Intervensi:

a. Intervensi Kala I menurut Saifuddin (2014: 109) yaitu:

1) Hadirkan orang terdekat seperti suami, keluarga, atau teman dekat.

Rasional: Hasil persalinan yang baik ternyata erat hubungannya

dengan dukungan dari keluarga yang mendampingi ibu selama

proses persalinan (Wiknjosastro, 2008).

2) Bantu ibu mengatur aktivitas dan posisi. Posisi disesuaikan dengan

keinginan ibu, sebaiknya tidak dalam posisi terlentang lurus.

Rasional: Jika ibu berbaring terlentang maka berat uterus dan isinya

(janin, cairan ketuban, plasenta dan lain-lain) menekan vena kava

inferior ibu. Hal ini akan mengurangi pasokan oksigen melalui

sirkulasi uteroplasenter sehingga akan menyebabkan hipoksia pada

bayi. Berbaring terlentang juga akan mengganggu kemajuan

persalinan dan menyulitkan ibu untuk meneran secara efektif

(Wiknjosastro, 2008).

3) Bimbing ibu untuk rileks sewaktu ada his. Ibu diminta menarik nafas

panjang, tahan nafas sebentar, kemudian dilepaskan dengan cara

meniup sewaktu ada his.

Rasional: Dapat memblok impuls nyeri dalam korteks serebral

melalui respon kondisi dan stimulasikan, memudahkan kemajuan

persalinan (Doenges, 2001).


70

4) Lakukan masase pada punggung atau mengusap perut ibu.

Rasional: Usapan pada punggung dengan pemberian tekanan

eksternal pada tulang belakang (lumbal) menghilangkan tekanan

internal pada tulang belakang (lumbal) oleh kepala janin sehingga

mengurangi nyeri. Usapan pada perut dapat meningkatkan

kenyamanan dan merupakan ekspresi kepedulian terhadap wanita

(Varney, 2008).

5) Berikan nutrisi yang cukup pada ibu.

Rasional: Makanan ringan dan asupan cairan yang cukup selama

persalinan akan memberi lebih banyak energi dan mencegah

dehidrasi. Dehidrasi bisa memperlambat kontraksi dan/atau

membuat kontraksi menjadi tidak teratur dan kurang efektif

(Wiknjosastro, 2008).

6) Anjurkan ibu untuk berkemih sesering mungkin dan memastikan

kandung kemih tetap kosong .

Rasional: Kandung kemih yang penuh menganggu penurunan kepala

(Wiknjosastro, 2008).

7) Pantau kondisi ibu dan janin dengan menilai DJJ setiap ½ jam,

frekuensi dan lamanya kontraksi uterus setiap ½ jam, nadi setiap ½

jam, pembukaan serviks setiap 4 jam, pernurunan bagian terbawah

janin setiap 4 jam, tekanan darah dan temperatur suhu setiap 4 jam

Rasional: Memantau kondisi ibu dan bayi (Wiknjosastro, 2008).


71

b. Intervensi Kala II menurut Nurjasmi,dkk (2016: 174-180):

1) Dengar dan lihat tanda gejala kala II. Tanda gejala kala II yaitu ibu

merasakan ada dorongan ingin meneran, tekanan pada anus, dan

terlihat kondisi vulva yang membuka dan perineum yang menonjol

Rasional: Gejala dan tanda kala II merupakan mekanisme alamiah

bagi ibu dan penolong persalinan bahwa proses pengeluaran bayi

sudah dimulai (Wiknjosastro, 2008).

2) Pastikan perlengkapan peralatan, bahan, dan obat-obatan esensial

untuk menolong persalinan dan menatalaksana komplikasi ibu dan

bayi baru lahir.

Rasional: Ketidakmampuan untuk menyediakan semua

perlengkapan, bahan-bahan, dan obat-obat esensial pada saat

diperlukan akan meningkatkan risiko terjadinya penyulit pada ibu

dan bayi baru lahir sehingga keadaan ini dapat membahayakan

keselamatan jiwa mereka (Wiknjosastro, 2008).

3) Pakai alat pelindung diri.

Rasional: Alat pelindung diri merupakan penghalang atau barier

antara penolong dengan bahan-bahan yang berpotensi untuk

menularkan penyakit (Wiknjosastro, 2008).

4) Lepas dan simpan semua perhiasan yang dipakai, cuci tangan dengan

sabun dan air bersih mengalir kemudian keringkan tangan dengan

tisu atau handuk pribadi yang bersih dan kering.


72

Rasional: Cuci tangan adalah prosedur yang paling penting dari

pencegahan penyebaran infeksi yang menyebabkan kesakitan dan

kematian ibu dan bayi baru lahir (Wiknjosastro, 2008).

5) Pakai sarung tangan DTT pada tangan yang akan digunakan untuk

periksa dalam.

Rasional: Penggunaan sarung tangan merupakan tindakan

kewaspadaan universal untuk melindungi dari setiap cairan atau

rabas yang mungkin atau patogen yang menular melalui darah

(Varney, 2008).

6) Masukkan oksitosin ke dalam tabung suntik (gunakan tangan yang

bersarung tangan DTT) dan steril (pastikan tidak terjadi kontaminasi

pada alat suntik).

Rasional: Semua perlengkapan dan bahan-bahan dalam partus set

harus dalam keadaan desinfeksi tingkat tinggi (DTT) atau steril

(Wiknjosastro, 2008).

7) Bersihkan vulva dan perineum, seka dengan hati-hati dari depan ke

belakang dengan menggunakan kapas atau kassa yang dibasahi air

DTT.

Rasional: Pencegahan infeksi pada persalinan kala II diantaranya

melakukan pembersihan vulva dan perineum menggunakan air DTT

(Wiknjosastro, 2008).

8) Lakukan periksa dalam untuk memastikan pembukaan lengkap.

Rasional: Pemeriksaan dalam digunakan untuk menilai pembukaan

dan penipisan serviks, memastikan tali pusat atau bagian kecil


73

(tangan dan kaki) tidak teraba, menilai penurunan bagian terbawah

janin dan tentukan bagian tersebut telah masuk ke dalam rongga

panggul, menilai derajat penyusupan tulang kepala janin

(Wiknjosastro, 2008).

9) Dekontaminasi sarung tangan dengan cara mencelupkan tangan yang

masih memakai sarung tangan ke dalam larutan klorin 0,5%,

kemudian lepaskan dan rendam dalam keadaan terbalik dalam

larutan klorin 0,5% selama 10 menit. Cuci kedua tangan setelah

sarung tangan dilepaskan.

Rasional: Pencegahan infeksi sangat penting dalam menurunkan

kesakitan dan kematian ibu dan bayi baru lahir. Upaya dan

keterampilan untuk melaksanakan prosedur pencegahan infeksi

secara baik dan benar melindungi penolong persalinan terhadap

risiko infeksi (Wiknjosastro, 2008).

10) Periksa DJJ setelah kontraksi/saat relaksasi uterus untuk memastikan

bahwa DJJ dalam batas normal (120–160 x/menit).

Rasional: Mendeteksi bradikardia janin dan hipoksia berkenaan

dengan penurunan sirkulasi maternal dan penurunan perfusi plasenta

yang disebabkan oleh anastesia, valsava manuver, atau posisi yang

tidak tepat (Doenges, 2001).

11) Beritahukan bahwa pembukaan sudah lengkap dan keadaan janin

baik dan bantu ibu dalam menemukan posisi yang nyaman dan

sesuai dengan keinginannya.


74

Rasional: Jika ibu berbaring terlentang maka berat uterus dan isinya

(janin, cairan ketuban, plasenta dan lain-lain) menekan vena kava

inferior ibu. Hal ini akan mengurangi pasokan oksigen melalui

sirkulasi uteroplasenter sehingga akan menyebabkan hipoksia pada

bayi. Berbaring terlentang juga akan mengganggu kemajuan

persalinan dan menyulitkan ibu untuk meneran secara efektif

(Wiknjosastro, 2008).

12) Minta bantuan keluarga untuk menyiapkan posisi meneran (bila ada

rasa ingin meneran dan terjadi kontraksi yang kuat, bantu ibu ke

posisi setengah duduk atau posisi lain yang diinginkan dan pastikan

ibu merasa nyaman).

Rasional: Posisi duduk atau setengah duduk dapat memberikan rasa

nyaman bagi ibu dan memberi kemudahan baginya untuk beristirahat

di antara kontraksi. Keuntungan dari kedua posisi ini adalah gaya

gravitasi untuk membantu ibu melahirkan bayinya (Wiknjosastro,

2008).

13) Laksanakan bimbingan meneran pada saat ibu merasa ada dorongan

kuat untuk meneran.

Rasional: Meneran secara berlebihan menyebabkan ibu sulit

bernapas sehingga terjadi kelelahan yang tidak perlu dan

meningkatkan risiko asfiksia pada bayi sebagai akibat turunnya

pasokan oksigen melalui plasenta (Wiknjosastro, 2008).

14) Anjurkan ibu untuk berjalan, berjongkok atau mengambil posisi

nyaman, jika ibu belum merasa ada dorongan untuk meneran dalam

60 menit.
75

Rasional: Posisi berjalan, berdiri, atau jongkok dapat membantu

turunnya kepala bayi dan seringkali memperpendek waktu

persalinan (Wiknjosastro, 2008).

15) Letakkan handuk bersih (untuk mengeringkan bayi) di perut ibu, jika

kepala bayi telah membuka vulva dengan diameter 5–6 cm.

Rasional: Handuk pada perut ibu digunakan untuk persiapan

mengeringkan bayi saat bayi lahir (Wiknjosastro, 2008).

16) Letakkan kain bersih yang dilipat 1/3 bagian di bawah bokong ibu.

Rasional: Untuk melindungi perineum dan mengendalikan keluarnya

kepala bayi secara bertahap dan hati-hati serta dapat mengurangi

regangan berlebihan (robekan pada vagina dan perineum)

(Wiknjosastro, 2008).

17) Buka tutup partus set dan perhatikan kembali kelengkapan alat dan

bahan.

Rasional: Ketidaklengkapan alat, bahan-bahan, dan obat-obat

esensial pada saat diperlukan akan meningkatkan risiko terjadinya

penyulit pada ibu dan bayi baru lahir sehingga keadaan ini dapat

membahayakan keselamatan jiwa mereka (Wiknjosastro, 2008).

18) Pakai sarung tangan DTT pada kedua tangan.

Rasional: Penggunaan sarung tangan merupakan tindakan

kewaspadaan universal untuk melindungi dari setiap cairan atau

rabas yang mungkin atau patogen yang menular melalui darah

(Varney, 2008).
76

19) Setelah tampak kepala bayi dengan diameter 5–6 cm membuka

vulva maka lindungi perineum dengan satu tangan yang dilapisi kain

bersih dan kering. Tangan yang lain menahan kepala bayi untuk

menahan posisi defleksi dan membantu lahirnya kepala. Anjurkan

ibu untuk meneran perlahan atau bernapas cepat dan dangkal.

Rasional: Melindungi perineum dan mengendalikan keluarnya bayi

secara bertahap dan hati-hati dapat mengurangi regangan berlebihan

(robekan) pada vagina dan perineum (Wiknjosastro, 2008).

20) Periksa kemungkinan adanya lilitan tali pusat dan ambil tindakan

yang sesuai jika hal itu terjadi, dan segera lanjutkan proses kelahiran.

Rasional: Perasat ini dilakukan untuk mengetahui apakah tali pusat

berada di sekeliling leher bayi dan jika memang demikian, untuk

menilai seberapa ketat tali pusat tersebut sebagai dasar untuk

memutuskan cara mengatasi situasi tersebut (Varney, 2008).

21) Tunggu hingga kepala janin selesai melakukan putaran paksi luar

secara spontan.

Rasional: Pengamatan yang cermat dapat mencegah setiap

gangguan, memberi waktu untuk bahu berotasi internal ke arah

diameter anteroposterior pintu bawah panggul (Varney, 2008).

22) Setelah kepala melakukan putaran paksi luar, pegang secara

biparietal. Anjurkan ibu untuk meneran saat kontraksi. Dengan

lembut gerakkan kepala ke arah bawah dan distal hingga bahu depan

muncul di bawah arkus pubis dan kemudian gerakkan arah atas dan

distal untuk melahirkan bahu belakang.


77

Rasional: Penempatan tangan ini dirancang untuk mencegah

memegang bayi di bawah mandibula atau di sekeliling leher untuk

melahirkan bahu dan badan bayi. Kelahiran bahu dan badan bayi

dengan gerakan ke arah atas dan luar secara biparietal merupakan

mekanisme persalinan yang disebut kelahiran bahu dan tubuh

dengan fleksi lateral melalui kurva carus (Varney, 2008).

23) Setelah bahu lahir, geser tangan bawah untuk kepala dan bahu.

Gunakan tangan atas untuk menelusuri dan memegang lengan dan

siku sebelah atas.

Rasional: Tangan ini mutlak penting untuk mengontrol lengan atas,

siku, dan bahu belakang saat bagian-bagian ini dilahirkan karena jika

tidak tangan atau siku dapat menggelincir keluar dan menimbulkan

laserasi perineum (Varney, 2008).

24) Setelah tubuh dan lengan lahir, penelusuran tangan atas berlanjut ke

punggung, bokong, tungkai dan kaki. Pegang kedua mata kaki

(masukkan telunjuk di antara kaki dan pegang masing-masing mata

kaki dengan ibu jari dan jari-jari lainnya).

Rasional: Tindakan ini memungkinkan anda menahan bayi sehingga

anda dapat mengontrol pelahiran badan bayi yang tersisa dan

menempatkan bayi aman dalam rengkuhan tangan anda tanpa ada

kemungkinan tergelincir melewati badan atau tangan atau jari-jari

anda (Varney, 2008).


78

25) Lakukan penilaian bayi baru lahir.

Rasional: Proses penilaian sebagai dasar pengambilan keputusan

bukanlah suatu proses sesaat yang dilakukan 1 kali. Penilaian ini

menjadi dasar keputusan apakah bayi perlu resusitasi.

26) Keringkan bayi mulai dari muka, kepala, dan bagian tubuh lainnya

kecuali bagian tangan tanpa membersihkan verniks. Ganti handuk

basah dengan handuk/kain yang kering. Biarkan bayi di atas perut

ibu.

Rasional: Hipotermi mudah terjadi pada bayi yang tubuhnya dalam

keadaan basah atau tidak segera dikeringkan dan diselimuti

walaupun berada di dalam ruangan yang relatif hangat

(Wiknjosastro, 2008). Meletakkan bayi di atas abdomen ibu,

memungkinkan ibu segera kontak dengan bayinya, menyebabkan

uterus berkontraksi, dan mempertahankan bayi bebas dari cairan

yang saat ini terakumulasi di meja atau tempat tidur di area antara

kaki ibu (Varney, 2008).

27) Memeriksa kembali uterus untuk memastikan tidak ada lagi bayi

dalam uterus.

Rasional: Oksitosin menyebabkan uterus berkontraksi yang akan

sangat menurunkan pasokan oksigen pada bayi. Jangan menekan

kuat korpus uteri karena dapat terjadi kontraksi tetanik yang akan

menyulitkan pengeluaran plasenta (Wiknjosastro, 2008).

28) Memberitahukan ibu bahwa ia akan disuntikkan oksitosin agar

uterus berkontraksi baik.


79

Rasional: komunikasi yang baik tetap diperlukan agar ibu lebih

kooperatif dalam asuhan (Wiknjosastro, 2008).

29) Dalam waktu 1 menit setelah bayi lahir, suntikkan oksitosin 10 unit

IM (intramuskuler) di 1/3 paha atas bagian distal lateral (lakukan

aspirasi sebelum menyuntikkan oksitosin).

Rasional: Oksitosin merangsang fundus uteri untuk berkontraksi

dengan kuat dan efektif sehingga dapat membantu pelepasan

plasenta dan mengurangi kehilangan darah. Aspirasi sebelum

penyuntikan akan mencegah penyuntikan oksitosin ke pembuluh

darah (Wiknjosastro, 2008).

30) Dalam waktu 2 menit setelah bayi lahir, jepit tali pusat dengan klem

kira-kira 3 cm dari pusat bayi. Dorong isi tali pusat ke arah distal

(ibu) dan jepit kembali tali pusat pada 2 cm distal dari klem pertama.

Rasional: Memberi cukup waktu bagi tali pusat mengalirkan darah

kaya zat besi kepada bayi.

31) Lakukan pemotongan dan pengikatan tali pusat. Dengan satu tangan,

pegang tali pusat yang dijepit, lakukan pemotongan tali pusat

diantara 2 klem tersebut. Mengikat tali pusat dengan benang DTT

atau steril pada 1 sisi, kemudian melingkarkan kembali benang

tersebut dan mengikatnya dengan simpul kunci pada sisi lainnya.

Rasional : penjepitan dilakukan untuk menghindari percikan darah

yang masih mengalir dari tali pusat dan menghindari perdarahan

aktif dari tali pusat. Tali pusat pada sisi fetal harus terfiksasi dengan

baik untuk mencegah bayi kehilangan darah yang berasal dari tali
80

pusat. Pastikan benang yang digunakan steril untuk menghindari

infeksi (Varney, 2008).

32) Letakkan bayi tengkurap di dada ibu untuk kontak kulit ke kulit.

Lakukan inisiasi menyusu dini (IMD) dan biarkan bayi tetap

melakukan kontak kulit ke kulit di dada ibu paling sedikit 1 jam

(Wiknjosastro, 2008).

Rasional: IMD dan kontak kulit antara ibu dengan bayi akan

menstabilkan pernapasan, mengendalikan temperatur tubuh bayi,

menurunkan kejadian ikterus, serta merangsang produksi oksitosin

dan prolaktin pada ibu, memberikan kekebalan pasif pada bayi.

Kolostrum adalah imunisasi pertama bagi bayi (Wiknjosastro, 2008).

c. Intervensi Kala III menurut Nurjasmi, dkk (2016: 174-180) :

1) Pindahkan klem pada tali pusat hingga berjarak 5–10 cm dari vulva

(Wiknjosastro, 2008).

Rasional: Memegang tali pusat lebih dekat ke vulva akan mencegah

avulsi (Wiknjosastro, 2008).

2) Letakkan 1 tangan di atas kain pada perut ibu, di tepi atas simfisis

untuk mendeteksi. Tangan lain menegangkan tali pusat

(Wiknjosastro, 2008).

Rasional: Tindakan ini dilakukan untuk mendeteksi tanda-tanda

pelepasan plasenta meliputi uterus mengalami perubahan bentuk dan

tinggi, fundus berada di bawah pusat, tali pusat memanjang, dan

semburan darah mendadak dan singkat (Wiknjosastro, 2008).


81

3) Setelah uterus berkontraksi, tegangkan tali pusat ke arah bawah

sambil tangan yang lain mendorong uterus ke arah belakang-atas

(dorso-kranial) secara hati-hati. Jika plasenta tidak lahir setelah 30–

40 detik, hentikan penegangan tali pusat dan tunggu hingga timbul

kontraksi berikutnya dan ulangi prosedur di atas (Wiknjosastro,

2008).

Rasional: Melahirkan plasenta dengan teknik dorso-kranial dapat

mencegah terjadinya inversio uteri (Wiknjosastro, 2008).

4) Lakukan penegangan dan dorongan dorso-kranial hingga plasenta

terlepas, minta ibu meneran sambil penolong menarik tali pusat

dengan arah sejajar lantai dan kemudian ke arah atas, mengikuti

poros jalan lahir (tetap lakukan tekanan dorso-kranial)

(Wiknjosastro, 2008).

Rasional: Segera melepaskan plasenta yang telah terpisah dari

dinding uterus dapat mencegah kehilangan darah yang tidak perlu

(Wiknjosastro, 2008).

5) Saat plasenta muncul di introitus vagina, lahirkan plasenta dengan

kedua tangan. Pegang dan putar plasenta hingga selaput ketuban

terpilin kemudian lahirkan dan tempatkan plasenta pada wadah yang

telah disediakan (Wiknjosastro, 2008).

Rasional: Melahirkan plasenta dan selaputnya dengan hati-hati akan

membantu mencegah tertinggalnya selaput ketuban di jalan lahir

(Wiknjosastro, 2008).
82

6) Segera setelah plasenta dan selaput ketuban lahir, lakukan masase

uterus, letakkan telapak tangan di fundus dan lakukan masase

dengan gerakan melingkar dengan lembut hingga uterus berkontraksi

(fundus teraba keras) (Wiknjosastro, 2008).

Rasional: Tindakan masase fundus uteri dilakukan agar uterus

berkontraksi. Jika uterus tidak berkontraksi dalam waktu 15 detik,

lakukan penatalaksanaan atonia uteri (Wiknjosastro, 2008).

7) Periksa kedua sisi plasenta baik bagian ibu maupun bayi dan

pastikan selaput ketuban lengkap dan utuh. Masukkan plasenta ke

dalam kantong plastik atau tempat khusus plasenta (Wiknjosastro,

2008).

Rasional: Inspeksi plasenta, ketuban, dan tali pusat bertujuan untuk

mendiagnosis normalitas plasenta, perlekatan, dan tali pusat, untuk

skrining kondisi yang tidak normal dan untuk memastikan apakah

plasenta dan membran telah dilahirkan seluruhnya (Varney, 2009).

8) Evaluasi kemungkinan laserasi pada vagina dan perineum. Lakukan

penjahitan bila laserasi menyebabkan perdarahan (Wiknjosastro,

2008).

Rasional: Penjahitan laserasi untuk menyatukan kembali jaringan

tubuh dan mencegah kehilangan darah. Penjahitan digunakan untuk

mendekatkan kembali jaringan tubuh dan mencegah kehilangan

darah (Wiknjosastro, 2008). Menurut (Wiknjosastro, 2008) ada

beberapa tingkatan derajat laserasi, yaitu :


83

a) Derajat 1: Laserasi mulai dari mukosa vagina–komisura

posterior–kulit perineum.

b) Derajat 2: Laserasi mulai dari mukosa vagina–komisura

posterior–kulit perineum–otot perineum.

c) Derajat 3: Mukosa vagina–komisura posterior–kulit perineum–

otot perineum–otot sfingter ani.

d) Derajat 4: Mukosa vagina–komisura posterior–kulit perineum–

otot perineum–otot sfingter ani–dinding depan rektum.

d. Intervensi Kala IV menurut Nurjasmi, dkk (2016: 174-180) :

1) Pastikan uterus berkontraksi dengan baik dan tidak terjadi

perdarahan pervaginam (Wiknjosastro, 2008).

Rasional: Jika uterus tidak berkontraksi dengan segera setelah

kelahiran plasenta, maka ibu dapat mengalami perdarahan sekitar

350–500 cc/menit dari bekas tempat melekatnya plasenta

(Wiknjosastro, 2008).

2) Pastikan kandung kemih kosong. Jika penuh lakukan kateterisasi.

Rasional : kandung kemih yang penuh menghambat kontraksi uterus

sehingga dapat terjadi perdarahan (Wiknjosastro, 2008).

3) Celupkan tangan yang masih memakai sarung tangan ke dalam

larutan klorin 0,5% bersihkan noda darah dan cairan tubuh, lepaskan

secara terbalik dan rendam sarung tangan dalam larutan klorin 0,5%

selama 10 menit. Cuci tangan dengan sabun dan air bersih mengalir,

keringkan tangan dengan tissue atau handuk pribadi yang bersih dan
84

kering. Kemudian pakai sarung tangan untuk melakukan

pemeriksaan fisik bayi.

Rasional: Pencegahan infeksi sangat penting dalam menurunkan

kesakitan dan kematian ibu dan bayi baru lahir. Upaya dan

keterampilan untuk melaksanakan prosedur pencegahan infeksi

secara baik dan benar melindungi penolong persalinan terhadap

risiko infeksi (Wiknjosastro, 2008).

4) Ajarkan ibu/keluarga cara melakukan masase uterus dan menilai

kontraksi.

Rasional: Jika ibu dan keluarga mengetahui cara melakukan masase

uterus dan memeriksa kontraksi maka ibu dan keluarga mampu

untuk segera mengetahui jika uterus tidak berkontraksi dengan baik

(Wiknjosastro, 2008).

5) Periksa nadi ibu dan keadaan kandung kemih setiap 15 menit selama

1 jam pertama pasca salin dan setiap 30 menit selama jam kedua

pasca salin.

Rasional : Sebagian besar kesakitan dan kematian ibu disebabkan

oleh perdarahan pasca persalinan terjadi selama 4 jam pertama

setelah kelahiran bayi. Karena itu sangatlah penting untuk memantau

ibu secara ketat segera setelah persalinan (Wiknjosastro, 2008).

6) Evaluasi dan estimasi jumlah kehilangan darah.

Rasional: Memperkirakan kehilangan darah hanyalah salah satu cara

untuk menilai kondisi ibu (Wiknjosastro, 2008).


85

7) Memeriksa kembali bayi untuk memastikan bahwa bayi bernafas

dengan baik. Pantau tanda-tanda bahaya pada bayi setiap 15 menit.

Pastikan bahwa bayi bernapas dengan baik (40–60 kali/menit) serta

suhu tubuh normal (36,5–37,5 °C).

Rasional: Mekanisme pengaturan temperatur tubuh pada bayi baru

lahir (BBL) belum berfungsi sempurna. Oleh karena itu, jika tidak

dilakukan upaya pencegahan kehilangan panas tubuh maka bayi baru

lahir dapat mengalami hipotermia (Wiknjosastro, 2008).

8) Tempatkan semua peralatan bekas pakai dalam larutan klorin 0,5%

untuk dekontaminasi (10 menit). Cuci dan bilas peralatan setelah

didekontaminasi.

Rasional: Mencuci dan membilas adalah tindakan yang dilakukan

untuk menghilangkan semua cemaran darah, cairan tubuh atau benda

asing dari kulit atau instrumen/peralatan (Wiknjosastro, 2008).

9) Buang bahan-bahan yang terkontaminasi ke tempat sampah yang

sesuai.

Rasional: Sebagian besar limbah persalinan dan kelahiran bayi

adalah sampah terkontaminasi. Jika tidak dikelola dengan benar,

sampah terkontaminasi berpotensi untuk menginfeksi siapapun yang

melakukan kontak atau menangani sampah tersebut termasuk

anggota masyarakat (Wiknjosastro, 2008).


86

10) Bersihkan ibu dengan menggunakan air DTT. Bersihkan sisa cairan

ketuban, lendir, dan darah. Bantu ibu memakai pakaian yang bersih

dan kering.

Rasional: Kebersihan dan kondisi kering meningkatkan kenyamanan

dan relaksasi serta menurunkan risiko infeksi (Varney, 2008).

11) Pastikan ibu merasa nyaman. Bantu ibu memberikan ASI. Anjurkan

keluarga untuk memberi ibu minuman dan makanan yang

diinginkannya.

Rasional: Pemberian ASI secara dini bisa merangsang produksi ASI,

memperkuat refleks menghisap bayi. Refleks menghisap awal pada

bayi paling kuat dalam beberapa jam pertama setelah lahir

(Wiknjosastro, 2008).

12) Dekontaminasi tempat bersalin dengan larutan klorin 0,5%.

Rasional: Dekontaminasi adalah tindakan yang dilakukan untuk

memastikan bahwa petugas kesehatan dapat menangani secara aman

berbagai benda yang terkontaminasi darah dan cairan tubuh

(Wiknjosastro, 2008).

13) Celupkan sarung tangan kotor ke dalam larutan klorin 0,5%,

balikkan bagian dalam ke luar dan rendam dalam larutan klorin 0,5%

selama 10 menit.

Rasional: Larutan klorin 0,5% cepat mematikan virus (Wiknjosastro,

2008).
87

14) Cuci kedua tangan dengan sabun dan air mengalir.

Rasional: Cuci tangan merupakan upaya yang paling penting untuk

mencegah kontaminasi silang (Saifuddin, 2010).

15) Pakai sarung tangan bersih/ DTT untuk melakukan pemeriksaan fisik

bayi.

Rasional: Penggunaan sarung tangan merupakan tindakan

kewaspadaan universal untuk melindungi dari setiap cairan atau

rabas yang mungkin atau patogen yang menular melalui darah

(Varney, 2008).

16) Lakukan pemeriksaan fisik bayi baru lahir. Pastikan kondisi bayi

baik, pernapasan normal (40-60x/ menit) dan temperatur tubuh

normal (36,5-37,5oC) setiap 15 menit.

Rasional: Dari hasil pemeriksaan, bidan memastikan tingkat

kesejahteraan bayi baru lahir dan mengidentifikasi masalah yang

mungkin terjadi dan masalah yang sedang terjadi (Varney, 2008).

17) Setelah 1 jam pemberian vitamin K1 1 mg intramuskular di paha kiri

anterolateral, berikan imunisasi Hepatitis B di paha kanan

anterolateral. Letakkan bayi dalam jangkauan ibu agar sewaktu-

waktu dapat disusukan.

Rasional : Vitamin K1 injeksi 1 mg IM untuk mencegah perdarahan

bayi baru lahir akibat defisiensi vitamin K yang dapat dialami oleh

sebagian bayi baru lahir. Imunisasi Hepatitis B bermanfaat untuk

mencegah infeksi Hepatitis B terhadap bayi, terutama jalur

penularan ibu ke bayi (Wiknjosastro, 2008).


88

18) Celupkan tangan di larutan klorin 0,5%, dan lepaskan secara terbalik

lalu rendam. Cuci tangan dengan sabun dan air bersih mengalir,

keringkan tangan dengan handuk pribadi yang bersih dan kering

kemudian pakai sarung tangan.

Rasional: Pencegahan infeksi sangat penting dalam menurunkan

kesakitan dan kematian ibu dan bayi baru lahir. Upaya dan

keterampilan untuk melaksanakan prosedur pencegahan infeksi

secara baik dan benar melindungi penolong persalinan terhadap

risiko infeksi (Wiknjosastro, 2008).

19) Cuci kedua tangan dengan sabun dan air mengalir lalu keringkan

dengan tissue atau handuk pribadi yang bersih dan kering.

Rasional: Cuci tangan merupakan upaya yang paling penting untuk

mencegah kontaminasi silang (Saifuddin, 2010).

20) Lengkapi partograf, periksa TTV, dan asuhan kala IV.

Rasional: Tekanan darah sistolik dan diastolik mengalami

peningkatan setelah melahirkan, suhu akan stabil dalam 24 jam

pertama pasca persalinan, denyut nadi akan meningkat selama

persalinan dan kembali normal pada jam pertama pasca salin

(Varney, 2008).
89

Masalah dalam Kala I

1) Masalah 1 : Kurang pengetahuan sehubungan dengan kemajuan

persalinan

Intervensi menurut Doenges, (2001: 268-269), antara lain:

a) Berikan informasi tentang prosedur dan kemajuan persalinan normal

Rasional: Pendidikan antepartal dapat memudahkan persalinan dan proses

kelahiran, membantu klien mempertahankan kontrol selama persalinan,

membantu meningkatkan sikap positif dan menurunkan ketergantungan pada

medikasi.

b) Demonstrasikan teknik pernapasan/relaksasi dengan tepat untuk setiap

fase persalinan.

Rasional: Pasangan yang tidak siap perlu belajar mekanisme koping pada

penerimaan untuk menurunkan stress dan ansietas.

c) Dapatkan persetujuan terhadap prosedur. Jelaskan prosedur rutin dan

kemungkinan risiko yang berhubungan dengan persalinan dan melahirkan.

Rasional: Klien perlu mendapatkan infomasi yang tepat untuk membuat

pilihan persetujuan.

2) Masalah 2 : Gangguan rasa nyaman (nyeri) karena peregangan

jaringan/ hipoksia.

Intervensi menurut Doenges (2001: 277) adalah:

a) Bantu dalam penggunaan teknik relaksasi dengan tarik napas panjang dari

hidung dan menghembuskannya dari mulut dan masase abdomen.


90

Rasional: Dapat memblok impuls nyeri dalam korteks cerebral melalui

respon kondisi dan stimulasikan, memudahkan kemajuan persalinan.

b) Bantu tindakan kenyamanan (misalnya gosokan punggung, perawatan

mulut, perubahan posisi, perawatan perineal).

Rasional: Meningkatkan relaksasi dan higiene. Posisi miring kiri

menurunkan tekanan uterus, tetapi pengubahan posisi secara periodik

mencegah kekakuan otot dan meningkatkan kenyamanan.

c) Anjurkan klien untuk berkemih setiap 1-2 jam.

Rasional: Mempertahankan kandung kemih bebas distensi, yang dapat

meningkatkan ketidaknyamanan, mempengaruhi penurunan janin dan

memperlama persalinan.

3) Masalah 3: Keletihan

Intervensi menurut Doenges (2001: 292) adalah:

a) Kaji derajat keletihan.

Rasional: Keletihan dapat mengganggu kemampuan fisik dan psikologis

klien.

b) Sediakan lingkungan dengan penerangan redup dan tidak

membingungkan klien.

Rasional: Penurunan stresor membantu meningkatkan istirahat.

c) Pertahankan supaya klien tetap mendapatkan informasi tentang kemajuan

persalinan.

Rasional: Menyadari bahwa persalinan maju ke arah tujuan dapat membantu

klien mempertahankan usaha maksimal.


91

d) Anjurkan klien untuk menutup mata, meluruskan kaki, dan rileks di

antara kontraksi.

Rasional: Posisi yang nyaman memudahkan relaksasi otot.

4) Masalah 4 : Resiko Ketuban Pecah Dini

Tujuan : Bayi segera lahir tanpa komplikasi

Kriteria :

a. Tidak terjadi infeksi maternal maupun neonatal

b. Tidak terjadi hipoksia karena kompresi tali pusat

Intervensi :

a) Pastikan diagnosis (Uji Lakmus)

Rasional : penentuan diagnose untuk menentukan asuhan yang diberikan

b) Baringkan ibu miring kiri

Rasional : Miring kiri dapat menambah suplai oksigen ke janin

c) Observasi DJJ

Rasional : kesejahteraan janin ditentukan dari DJJ. Kegawatan janin

ditunjukan dari DJJ yang kurang dari 120 dan lebih dar 160 kali per menit

d) Jika ketuban pecah >12 jam lakukan rujukan dengan BAKSOKU

Dampingi ibu ke tempat rujukan dan bawa partus set, kateter penghisap lender

Delee dan handuk atau kain

Rasional : dukungan member keyakinan kepada ibu bahwa persalinannya bisa

berlangsung dengan aman dan lancar.

5) Masalah 5 : Potensial terjadi kala II memanjang

Intervensi menurut Wiknjosastro (2008: 51) sebagai berikut:


92

a) Segera rujuk ibu ke fasilitas yang memiliki kemampuan penatalaksanaan

gawat darurat obstetri dan bayi baru lahir.

b) Dampingi ibu ke tempat rujukan. Berikan dukungan dan semangat.

6) Masalah 6 : Distosia Bahu

Tujuan : Janin lahir selamat tanpa ada komplikasi

Kriteria menurut Saifuddin (2014:600) :

a) Tidak terjadi trauma persalinan pada bayi

b) Tidak terjadi cidera fleksus brakialis

c) Tidak terjadi hipoksia

Intervensi menurut (Saifuddin, 2014: 602-604) :

a) Pertama lakukan maneuver Mc Robert (ibu telentang bahu posterior

memfleksikan kedua paha sehingga lutut menjadi sedekat mungkin ke

dada, dan rotasikan kedua kaki kea rah luar)

Rasional : Manuver Mc Robert akan mempermudah bahu posterior melewati

promotorium dan masuk ke dalam panggul

b) Lakukan maneuver Rubin (memutar bahu secara langsung atau melakukan

tekanan suprapubik kearah dorsal)

Rasional : Manuver Rubin membutuhkan kekuatan lebih rendah untuk

melahirkan bahu dibandingkan dengan posisi bahu anteroposterior atau

punggung bayi mengahadap kearah posterior.

c) Melahirkan bahu posterior, posisi merangkak dan Manuver Wood

(memasukkan tangan penolong kearah punggung bayi, temuka bahu

posterior, telusuri lengan atas dan buat sendi siku menjadi fleksi. Pegang
93

bagian lengan bawah mengusap kearah dada bayi, sehingga bahu posterior

lahir)

Rasional :Langkah ini akan membuat bahu posterior lahir dan

memberikanruang cukup bagi bahu anterior masuk ke bawah simpisis.

7) Masalah 7 : Potensial terjadi Gawat Janin dan Asfiksia

Tujuan : Setelah dilakukan asuhan diharapkan tidak terjadi gawat janin

Kriteria :

a) DJJ normal 120-160x / menit

b) Bayi menangis kuat dan gerak aktif

Intervensi :

a) Siapkan alat resusitasi pada setiap menolong persalinan

Rasional : alat resusitasi perlengkapan yang harus dipersiapkan setiap

menolong persalinan

b) Sebelum bayi lahir lakukan penilaian apakah bayi cukup bulan dan

ketuban jernih

Rasional :Penilaian sebagai dasar keputusan apakah bayi perlu resusitasi

c) Lakukan observasi DJJ

Rasional : mendeteksi keadaan janin

d) Jika terjadi fetal ditress atur posisi ibu miring kiri

Rasiona : Miring ke kiri meningkatkan suplai oksigen ke janin

e) Jika DJJ <120x / menit atau >160x / menit siapkan rujukan

Rasional : Menandakan terjadinya gawat janin

Potensi terjadinya masalah pada Kala III


94

8) Masalah 6 : Resiko Retensio Plasenta

Tujuan : Plasenta dapat segera lahir

Kriteria :

a) Plasenta lahir kurang dari 30 menit

b) Tidak ada sisa plasenta di dalam uterus

Intervensi menurut Wiknjosastro (2014: 94):

a) Saat ada kontraksi lakukan peregangan talipusat terkendali selama 30-40

detik. Jika tidak ada kontraksi istirahatkan. Jika PTT selama 15 menit

tidak ada tanda-tanda pelepasan plasenta injeksikan oksitosin kedua. Jika

PTT selama 30 menit tidak ada tanda tanda pelepasan observasi

perdarahan dan segera lakukan manual plasenta.

Rasional : Peregangan tai pusat terkendali dilakukan sebagai usaha

melepaskan plasenta sehingga plasenta bisa lahir.

9) Masalah 9 : Avulsi Talipusat

Tujuan : Tidak terjadi avulse tali pusat

Kriteria :

a) Plasenta lahir kurang dari 30 menit

b) Plasenta lahir lengkap

Intervensi :

a) Saat ada kontraksi lakukan peregangan talipusat terkendali selama 30-40

detik. Jika tidak ada kontraksi istirahatkan. Jika PTT selama 15 menit

tidak ada tanda-tanda pelepasan plasenta injeksikan oksitosin kedua. Jika


95

PTT selama 30 menit tidak ada tanda tanda pelepasan observasi

perdarahan dan segera lakukan manual plasenta.

Rasional : Peregangan tai pusat terkendali dilakukan sebagai usaha

melepaskan plasenta sehingga plasenta bisa lahir.

b) Jika terjadi avulse talipusat lakukan manual plasenta

Rasional : membantu mengeluarkan plasenta

Potensial Masalah Kala IV

10) Masalah 8 : Terjadi Atonia Uteri

Tujuan : Tidak terjadi atonia uteri

Kriteria :

a) Uterus berkontraksi dengan baik (bundar, keras)

b) Perdarahan <500cc

Intervensi menurut (Wiknjosastro, 2014) :

a) Segera setelah plasenta dan selaput ketuban lahir lakukan masase uterus 15

kali dalam 15 detik

Rasional : Tindakan masase uteri dilakukan agar uterus berkontraksi dengan

baik

b) Jika uterus tidak berkontaksi dalam waktu 15 detik dan perdarahan >500

cc, lakukan penatalaksanaan atonia uteri

Rasional : penatalaksanaan atonia uteri untuk menghentikan perdarahan

11) Masalah 9 : Robekan Jalan Lahir

Tujuan : Memperbaiki robekan jalan lahir


96

Kriteria : Robekan tidak terjadi sampai ke derajat yang lebih luas, perdarahan

<500 cc

Intervensi :

a) Lakukan pemeriksaan secara hati-hati

Rasional : Pemeriksaan untuk menentukan diagnose

b) Jika terjadi laserasi derajat 1 dan 2 lakukan penjahitan

Rasional : Penjahitan laserasi mencegah terjadinya perdarahan aktif

c) Jika laserasi derajat 3 atau 4 atau robekan serviks pasang infuse dengan

menggunakan jarum ukuran 16 atau 18G dan berikan cairan RL, segera

rujuk ibu ke fasilitas dengan kemampuan kegawatdaruratan obstetric

dengan BAKSOKU

Rasional : Upaya penanganan kegawatdaruratan maternal

d) Dampingi ibu ke tempat rujukan

Rasional : Mengantisipasi adanya masalah / koplikasi dalam perjalanan

12) Masalah 12 : Sub Involusio uteri

Tujuan : Setelah diberikan asuhan involusi bisa berlangsung normal

Kriteria :

a) TFU 2 jari bawah pusat (setelah plasenta lahir)

b) Kansung kemih kososng

Intervensi :

a) Bantu ibu mengosongkan kandung kemih, kemudia masase uterus hingga

berkontraksi dengan baik (Wiknjosastro, 2008)

Rasional : Kandung kemih kosong tidak menghalangi uterus berkontraksi.


97

b) Jika ibu tidak dapat berkemih, katetrisasi kandung kemih dengan teknik

aseptic. Kemudian masase uterus hingga berkontaksi dengan baik

(Wiknjosastro, 2008)

Rasional : Kateterisasi membantu mengosongkan kandung kemih.

c) Lakukan IMD (Inisiasi Menyusu Dini), anjurkan ibu melakukan mobilisasi

dan menyusui bayinya sesering mungkin.

Rasional : IMD, melakukan mobilisasi dan menyusui bayi sesering mungkin

dapat membantu proses involusi.

2.3 Konsep Dasar Nifas dan Menyusui Serta Asuhan Kebidanan Nifas dan

Menyusui

2.3.1 Pengkajian Data

1. Data subyektif

a. Biodata

1) Agama

Agama melarang untuk melakukan hubungan seksual sampai waktu

tertentu setelah 40 hari atau 6 minggu setelah kelahiran (Purwanti,

2012).

2) Pekerjaan

Pada ibu nifas normal pekerjaan yang berat bisa mengakibatkan ibu

kelelahan, secara tidak langsung dapat menyebabkan involusi dan

laktasi terganggu (Marmi, 2011).


98

b. Keluhan utama

Masalah yang dihadapi yang berkaitan dengan masa nifas, misalnya nyeri

pada jalan lahir karena adanya laserasi pada perineum (Ambarwati, 2010).

After pain (Wiknjosastro, 2007). Bendungan ASI, puting lecet dan mastitis

(Tanto, 2014).

c. Riwayat Kesehatan

Adanya riwayat penyakit kronis (Kanker, Diabetes, Hipertensi) seperti

diabetes militus pengaruhnya terhadap ibu nifas sering mengakibatkan

infeksi dan menghambat penyembuhan luka jalan lahir, baik rupture

perineum maupun luka episiotomy, hipertensi mengakibatkan terjadinya

perdarahan, jantung dapat menyebabkan kolaps (Ambarwati, 2010).

d. Riwayat Kesehatan Keluarga

Adanya pengaruh penyakit keluarga terhadap gangguan kesehatan pasien

dan bayinya, yaitu apabila ada penyakit yang menyertainya (Ambarwati.,

2010). Ibu nifas yang tinggal dengan keluarga yang memiliki penyakit

menular (TBC, Influenza, Hepatitis) akan berpotensi tertular penyakit

tersebut (Winkjosastro, 2007).

e. Riwayat kebidanan

1) Riwayat haid

Dengan memberikan ASI kembalinya menstruasi atau haid sulit

diperhitungkan dan bersifat individu. Sebagian besar menstruasi

kembali setelah 4–6 bulan (Manuaba, 2012).


99

2) Riwayat persalinan sekarang

Menurut Ambarwati dan Wulandari (2010:134) Jenis persalinan antara

lain spontan, forsep, ekstrasi vakum, atau bedah sesar, keadaan bayi

meliputi PB, BB, penolong persalinan, mengalami komplikasi atau

tidak yang bisa mempengaruh pada masa nifas saat ini.

3) Riwayat nifas yang lalu

Masa nifas yang lalu tidak ada penyakit seperti perdarahan pasca salin

dan infeksi nifas. Ibu menyusui eksklusif sampai usia anak 6 bulan.

Terdapat pengeluaran lokhea rubra sampai hari ke-3 berwarna merah.

Lokhea serosa hari ke-4 sampai ke-9 warna kecoklatan. Lokhea alba

hari ke-10 sampai ke-15 warna putih dan kekuningan. Ibu dengan

riwayat pengeluaran lochea purulenta, lochea stasis, infeksi uterin, rasa

nyeri berlebihan memerlukan pengawasan khusus dan ibu meneteki

kurang dari 2 tahun (Manuaba, 2012).

4) Riwayat KB

Menurut Manuaba (2012: 204), pemeriksaan pascasalin merupakan

waktu yang tepat untuk membicarakan metode KB untuk menjarangkan

atau menghentikan kehamilan. Khusus untuk mendapatkan pelayanan

kontap wanita Metode Operasi Wanita (MOW) sama sekali tidak

menginginkan kehamilan kembali. KB yang bisa digunakan untuk ibu

pasca persalinan antara lain : MAL, Kondom, Pil, Suntik, Implant,

AKDR, Kontap (Ambarwati, 2010).


100

f. Pola kebiasaan sehari-hari

1) Nutrisi

Ibu menyusui harus mengkonsumsi tambahan 500 kalori tiap hari.

Minum sedikitnya 3 liter air setiap hari (dianjurkan ibu untuk minum

setiap kali selesai menyusui). Makan dengan diet berimbang untuk

mendapatkan karbohidrat, lemak, protein, mineral, dan vitamin yang

cukup. Sumber tenaga berasal dari makanan yang mengandung

karbohidrat dan lemak. Makanan yang mengandung karbohidrat (padi-

padian, kentang, umbi, jagung, sagu, tepung, roti, mie dan lain-lain),

lemak hewani (mentega dan keju), sedangkan lemak nabati (minyak

sawit, sayur dan margarin). Protein berguna untuk penggantian sel-sel

yang rusak yang bisa didapat dari telur, daging, ikan, udang, kerang,

susu, keju, tahu, tempe, kacang-kacangan dan lain-lain. Mineral, air dan

vitamin melindungi tubuh dari serangan penyakit dan mengatur

metabolisme tubuh yang diperoleh dari semua jenis sayur dan buah.

Pil zat besi harus diminum untuk menambah zat gizi setidaknya selama

40 hari pasca salin. Minum kapsul vitamin A (200.000 unit) agar bisa

memberikan vitamin A kepada bayinya melalui ASI (Saifuddin, 2009).

2) Eliminasi

Menurut Sulistyawati (2009: 101), dalam 6 jam pertama pascasalin,

pasien sudah harus dapat buang air kecil. Dan dalam 24 jam pertama,

pasien juga sudah harus dapat buang air besar


101

3) Personal hygiene

Sarankan ibu untuk mencuci tangan dengan sabun dan air sebelum dan

sesudah membersihkan daerah kelaminnya (Saifuddin, 2014: 127).

Pakaian agak longgar terutama di daerah dada sehingga payudara tidak

tertekan. Daerah perut tidak perlu diikat dengan kencang karena tidak

akan memengaruhi involusi. Pakaian dalam sebaiknya yang menyerap,

sehingga lochea tidak memberikan iritasi pada sekitarnya. Pembalut

sebaiknya dibuang setiap saat terasa penuh dengan lokhea (Manuaba,

2012: 202).

4) Istirahat

Ibu nifas istirahat tidur pada siang hari ± 2 jam, malam 7-8 jam. Kurang

istirahat akan mempengaruhi jumlah ASI yang diproduksi,

memperlambat proses involusi uterus dan memperbanyak perdarahan,

menyebabkan depresi dan ketidakmampuan untuk merawat bayi dan

dirinya sendiri (Saifuddin, 2009).

5) Aktivitas

Ibu post partum yang riwayat persalinannya tidak dengan penyulit atau

komplikasi, sebaiknya dapat memulai mobilisasi 2 jam pasca salin

seperti jalan ketoilet, tidur miring, dan duduk (Ambarwati., 2010).

Pasien sectio caesarea biasanya mulai ambulasi 24-36 jam setelah

melahirkan.
102

g. Riwayat ketergantungan

Merokok dapat menyebabkan penyempitan pembuluh darah pada uterus

sehingga menghambat proses involusi, sedangkan alkohol dan narkotika

mempengaruhi kandungan ASI yang langsung mempengaruhi

perkembangan psikologis bayi dan mengganggu proses bonding antara ibu

dan bayi (Manuaba, 2012).

h. Latar belakang sosial budaya

Menurut Saifuddin (2014: 130-131), kebiasaan yang tidak bermanfaat

antara lain menghindari makanan berprotein, seperti ikan/telur karena ibu

menyusui perlu tambahan kalori sebesar 500 kalori/hari, penggunaan bebat

perut segera pada masa nifas (2–4 jam pertama), penggunaan kantong es

atau pasir untuk menjaga uterus berkontraksi, memisahkan bayi dari

ibunya untuk masa yang lama pada 1 jam setelah kelahiran karena masa

transisi adalah masa kritis untuk ikatan batin ibu dan bayi untuk mulai

menyusu. Menurut Manuaba (2012: 201) kebiasaan yang tidak bermanfaat

yaitu wanita yang mengalami masa puerpurium diharuskan tidur telentang

selama 40 hari, kebiasaan membuang susu jolong, wanita setelah

melahirkan tidak boleh melakukan gerakan apapun kecuali duduk

bersenden ditempat tidur.


103

i. Psikososial dan spiritual

Menurut (Wulandari & Handayani, 2011), membagi 3 tahap psikologis

masa nifas menjadi 3, yaitu:

1) Taking in (1–2 hari pasca salin)

Periode ketergantungan hari ke 1-2 setelah melahirkan. Ibu terfokus

pada dirinya sendiri. Sering menceritakan pengalaman proses

persalinannya. Ibu cenderung menjadi pasif terhadap lingkungannya.

Oleh karena itu kondisi ibu perlu dipahami dengan menjaga komunikasi

yang baik.

2) Taking hold (3–10 hari pasca salin)

Berlangsung antara 3–10 hari setelah melahirkan. Fase ini ibu merasa

khawatir akan ketidakmampuan dan rasa tanggung jawabnya dalam

merawat bayi. Perasaannya sangat sensitif sehingga mudah tersinggung,

oleh karena itu ibu memerlukan dukungan. Ini merupakan kesempatan

yang baik untuk menerima berbagai penyuluhan dalam merawat diri

dan bayinya sehingga tumbuh rasa percaya diri.

3) Letting go

Fase ini berlangsung 10 hari setelah melahirkan, ibu sudah menerima

tanggung jawab akan peran barunya. Ibu sudah mulai menyesuaikan

diri dengan ketergantungan bayinya.


104

4) Depresi postpartum

Menurut Bahiyatun (2009: 129), ciri-ciri ibu yang mengalami depresi

postpartum antara lain perasaan gagal, perasaan bersalah pada saat

melahirkan, kesepian, dan rendahnya status sosial.

5) Postpartum blues

Menurut Bahiyatun (2009: 129), postpartum blues terjadi 10–15 hari

postpartum. Pada saat ini, ibu mengalami kesedihan emosi, labil, lebih

mudah menangis, lelah, gelisah, susah tidur, mudah tidur.

j. Seksual

Banyak budaya yang mempunyai tradisi menunda hubungan suami istri

sampai masa waktu tertentu, misalnya setelah 40 hari atau 6 minggu

setelah persalinan (Saifuddin, 2010).

Diperbolehkan setelah 40 hari/6 minggu tetapi keputusan tergantung

pasangan. Amannya setelah darah merah berhenti dan tidak ada rasa nyeri

(Sulistyawati, 2009).

2. Data Obyektif

a. Keadaan Umum

Kesadaran composmetis (Manuaba, 2012: 114).

b. Tanda-tanda vital

1) Tekanan darah
105

Tekanan darah normal saat nifas 90/60-120/90 mmHg (Marmi,

2012:104). Tekanan darah tinggi pada saat ibu pasca salin dapat

menandakan terjadinya preeklampsi postpartum (Sulistyawati, 2009).

2) Nadi

Denyut nadi normal pada orang dewasa adalah 60–80 kali per menit.

Denyut nadi di atas 100 kali per menit pada masa nifas

mengindikasikan adanya suatu infeksi, hal ini salah satunya bisa

diakibatkan oleh proses persalinan sulit atau karena kehilangan darah

yang berlebihan (Ambarwati., 2010).

3) Suhu

Dalam 1 hari (24 jam) post partum, suhu badan akan naik sedikit

(37,5°C – 38°C) sebagai akibat kerja keras sewaktu melahirkan,

kehilangan cairan, dan kelelahan. Bila suhu tidak turun, kemungkinan

adanya infeksi pada endometrium (mastitis, traktus genetalis atau

sistem lain) (Ambarwati, 2010).

4) Pernafasan

Pernafasan harus berada dalam rentang normal, yaitu sekitar 20-30

x/menit (Bahiyatun, 2009).

c. Pemeriksaan fisik

1) Mata

Simetris, konjungtiva normal warna merah muda, bila pucat

menandakan anemia. Sklera normal berwarna putih, bila kuning

menandakan ibu mungkin terinfeksi hepatitis, bila merah kemungkinan


106

ada konjungtivitis. Kelopak mata yang bengkak kemungkinan adanya

pre eklamsia (Romauli, 2011).

2) Leher

Normal bila tidak ada pembesaran kelenjar tiroid tidak ada pembesaran

limfe dan tidak ditemukan bendungan vena jugularis (Romauli, 2011).

3) Dada

a) Paru-paru

Auskultasi respirasi normal, tidak wheezing, tidak ada ronchi.

Perkusi pada paru-paru orang normal adalah resonan yang terdengar

dug-dug-dug (Manuaba, 2010).

4) Payudara dan putting susu

Simetris/tidak, konsistensi, ada pembengkakan/tidak, putting

menonjol/tidak, lecet/tidak, kolostrum sudah keluar/belum (Bahiyatun,

2009).

5) Abdomen

Pada abdomen, periksa posisi uterus atau tinggi fundus uteri, kontraksi

uterus, dan ukuran kandung kemih (Saifuddin, 2014).

a) Pemeriksaan uterus

Ukuran uterus akan mengecil. Setelah2 hari persalinan, setinggi

sekitar umbilicus. Setelah 2 minggu, masuk panggul. Setelah 4

minggu kembali ke ukuran semula. Kontraksi miometrium

membantu dalam proses involusi. Kontraksi berlangsung dalam 2-3

hari pertama masa nifas. Selama 12 jam pertama setelah melahirkan,


107

kontraksi uterus akan kuat. Sehari setelah postpartum, kontraksi akan

berkurang sejalan dengan perubahan involusi (Tanto C. , 2014).

Gambar 2.1

TFU dan Involusi Uterus


Sumber : Varney, Helen, dkk. 2008. Buku Ajar Asuhan
Kebidanan Edisi 4 Volume 2. Jakarta, halaman 959.
b) Evaluasi tonus otot abdomen dengan memeriksa Derajat Diastasis Rekti

(DDR).

Setelah melahirkan normalnya diastasis rekti sekitar 5 cm dan

menjadi 2 cm dan akan kembali normal setelah 6-8 minggu.

6) Genetalia dan anus

a) Lokhea rubra/merah

Lokhea ini keluar pada hari pertama sampai hari ke-4 masa post

partum. Cairan yang keluar berwarna merah karena terisi darah segar,

jaringan sisa-sisa plasenta,dinding rahim, lemak bayi lanugo (rambut

bayi ), dan mekonium.

b) Lokhea sanguelenta

Lokhea ini berwarna merah kecoklatan dan berlendir, serta berlangsung

dari hari ke-4 sampai hari ke-7 post partum.


108

c) Lokhea serosa

Lokhea ini berwarna kuning kecoklatan karena mengandung serum,

leukosit, dan robekan atau laserasi plasenta. Keluar pada hari ke-7

sampai ke-14.

d) Lokhea alba

Lokhea ini mengandung leukosit, sel desidua, sel epitel, selaput lendir

serviks, dan serabut jaringan yang mati. Lokhea alba ini dapat

berlangsung selama 2-6 minggu post partum (Sulistiawati, 2009).

Kriteria abnormal:

Merah terang, bau busuk, mengeluarkan darah beku, perdarahan berat

(memerlukan pengganti pembalut 0-2 jam)

Keadaan perineum:

Derajat robekan perineum:

Derajat I : Mukosa vagina dan kulit perineum.

Derajat II : Mukosa vagina, sampai otot perineum.

Derajat III : Mukosa vagina sampai otot spingter.

Derajat IV : Mukosa vagina, sampai mukosa rectum.

7) Ekstremitas

Tidak terdapat flagmasia alba dolens, yang merupakan salah satu bentuk

infeksi puerperalis yang mengenai pembuluh darah vena femoralis yang

terinfeksi dan disertai bengkak pada tungkai, berwarna putih, terasa

sangat nyeri, tampak bendungan pembuluh darah, suhu tubuh meningkat

(Manuaba, 2012).
109

Keadaan ekstremitas: untuk memeriksa adanya tromboplebitis, varises,

odema, mengukur reflek patella (jika ada komplikasi menuju eklampsi

post partum). (Bahiyatun, 2009)

8) Terapi yang didapat

Terapi yang diberikan pada ibu nifas menurut Bahiyatun (2009), yaitu:

1) Pil zat besi 40 tablet harus diminum untuk menambah zat gizi

setidaknya selama 40 hari pasca salin.

2) Vitamin A 200.000 unit agar bisa memberikan vitamin A kepada bayi

melalui ASInya.

Menurut RI Kemenkes (2013) suplemen vitamin A kapsul 200.000 IU

diminum segera setelah persalinan dan 1 kapsul 200.000 IU diminum 24

jam kemudian.

2.3.2 Diagnosa Kebidanan

P1/>1APIAH, pasca salin hari ke 1–42, persalinan normal/tindakan, laktasi

lancar/tidak, involusi normal/abnormal, lokhea normal/abnormal, keadaan

psikologis ibu baik, keadaan umum ibu dan bayi baik/buruk. Kemungkinan

masalah yaitu nyeri pada jalan lahir karena adanya laserasi pada perineum

(Ambarwati, 2010). After pain (Wiknjosastro, 2007). Bendungan ASI, . puting

lecet dan mastitis (Tanto, 2014)


110

2.3.3 Perencanaan

Diagnosa: P1/>1APIAH, pasca salin hari ke 1–42, persalinan normal/tindakan,

laktasi lancar/tidak, involusi normal/abnormal, lokhea normal/abnormal, keadaan

psikologis ibu baik, keadaan umum ibu dan bayi baik/buruk. Kemungkinan

masalah yaitu nyeri pada jalan lahir karena adanya laserasi pada perineum

(Ambarwati, 2010). After pain (Wiknjosastro, 2007). Bendungan ASI, pPuting

lecet dan mastitis (Tanto, 2014)

Tujuan: Masa nifas berjalan normal tanpa komplikasi bagi ibu dan bayi

(Manuaba, 2012).

Kriteria:

1. Keadaan umum: kesadaran komposmetis (Manuaba, 2012).

2. Tanda-tanda vital (Manuaba, 2012):

T: 110/70-130/90 mmHg N: 60-80 x/menit

S: 36-37,5 °C R: 16-24 x/menit

a. TTV normal :

T : 100/70- 130/90 mmHg

N :72- 88X/menit

S : 36,5-37,50 C

R : 16-24x/menit

b. Laktasi lancar

c. Involusi baik

1) Kontraksi uterus baik TFU hari 1 2 jari bawah pusat

2) Setelah 7-10 hari tidak teraba dari luar


111

d. Lochea normal yaitu :

1) Hari 1-3 masa nifas lochea rubra warna merah berisi lender dan darah

2) Hari 3-7 masa nifas lochea sanguenolenta warna kecoklatan

3) Hari 7-14 masa nifas lochea serosa warna kekuningan

4) >14 hari masa nifas lochea alba warna putih

Intervensi menurut (Saifuddin, 2014) :

1. Lakukan pemeriksaan TTV, KU, laktasi, involusi, dan lokhea.

Rasional: Menilai status ibu, dan untuk mencegah, mendeteksi dan menangani

masalah yang terjadi.

2. Jelaskan tentang fisiologi nifas, meliputi: laktasi, involusi, dan lokhea.

Rasional: Ibu memahami perubahan-perubahan yang terjadi pada ibu nifas.

3. Jelaskan perubahan psikologi masa nifas

Rasional: Ibu memahami tahapan yang teerjadi pada ibu nifas

4. Jelaskan tentang kebutuhan dasar ibu nifas dan pemenuhannya meliputi nutrisi,

eliminasi, personal hygiene, aktivitas, istirahat, perawatan payudara, senam

nifas, perawatan BBL, kehidupan seksual, dan KB.

Rasional: Ibu mampu mengerti pola kehidupan seharí-hari yang baik selama

masa nifas.

5. Jelaskan mengenai tanda bahaya nifas (perdarahan lewat jalan lahir, keluar

cairan berbau dari jalan lahir, bengkak di wajah, tangan dan kaki, atau sakit

kepala dan kejang-kejang, demam lebih dari 2 hari, pyudara bengkak disertai

rasa sakit, ibu terlihat sedih, murung, menangis tanpa sebab) (Kemenkes RI,

2016)
112

Rasional: Deteksi dini adanya kelainan sehingga bisa segera diatasi.

6. Jelaskan mengenai hal-hal yang harus dihindari oleh ibu selama nifas

(membuang ASI yang pertama keluar/kolostrum, membersihkan payudara

dengan alkohol/povidon/obat merah/sabun, mengikat perut terlalu kencang,

menempelkan daun-daunan pada kemaluan) (Kemenkes RI, 2016)

Rasional: Ibu mengetahui hal yang harus dihindari selama masa nifas.

7. Jelaskan mengenai komplikasi nifas

a. Subinvolusi

Subinvolusi terjadi jika proses kontraksi uterus tidak terjadi seperti

seharusnya dan kontraksi berhenti. Proses involusi mungkin dihambat oleh

sisa plasenta atau infeksi (Varney,2008).

b. Flegmasia alba dolen

Menurut Manuaba (2012: 418), flegmasia alba dolen merupakan salah satu

bentuk infeksi puerpuralis yang mengenai pembuluh darah vena femoralis.

Vena femoralis yang terinfeksi disertai pembentukan trombosis dapat

menimbulkan gejala klinis seperti terjadi pembengkakan pada tungkai,

vena tampak berwarna putih, terasa sangat nyeri, tampak bendungan

pembuluh darah, suhu tubuh dapat meningkat.

Rasional: Pengetahuan ibu tentang komplikasi masa nifas meningkat

sehingga jika ibu mengalami hal tersebut, ibu segera pergi ke tenaga

kesehatan untuk memperoleh pertolongan

8. Diskusikan mengenai perawatan bayi sehari-hari (pemberian ASI, cara

menjaga bayi tetap hangat, perawatan tali pusar) (Kemenkes RI, 2016)
113

Rasional : Bayi memerlukan perawatan khusus, dengan pengetahuan yang baik

ibu dapat merawat bayi dengan benar.

9. Jelaskan pada ibu cara dan posisi menyusui yang benar (Kemenkes RI, 2016)

Rasional : Ibu dapat menyusui bayinya dengan cara yang benar

10. Jelaskan pada ibu cara memompa dan menyimpan ASI (Kemenkes RI, 2016)

Rasional : Ibu bisa tetap memberikan ASI sewaktu-waktu

11. Beritahu ibu jadwal kunjungan selama nifas (6 jam post partum – 3 hari, 4-28

hari, 29-42 hari) (Kemenkes RI, 2016)

Rasional : Untuk mengetahui laktasi, involusi dan lochea normal dan

kembalinya fungsi alat kandungan.

Masalah 1 : Nyeri luka perineum sehubungan dengan laserasi atau

episiotomi

Tujuan : Rasa nyeri berkurang secara bertahap

Kriteria :

1. Rasa nyeri pada ibu berkurang. Skala nyeri 0 (tidak nyeri) atau nyeri turun

menjadi nyeri ringan/sedang skala 1-2. Aktivitas ibu tidak terganggu.

2. Tanda-tanda vital normal: T: 110/70-130/90 mmHg, N:60-80 x/menit, S: 36-

37,5 °C, R: 16-24 x/menit (Manuaba, 2012)

Intervensi menurut (Saifuddin, 2014):

1. Makan makanan berprotein tinggi (daging, telur, ayam, ikan)

Rasional : Protein merupakan zat pembangun, luka yang menyebabkan nyeri

dapat pulih cepat dengan asupan protein melalui peningkatan nutrisi.


114

2. Melakukan latihan kegel.

Rasional : meningkatkan sirkulasi ke area tersebut sehingga mempercepat

penyembuhan

3. Lakukan observasi tanda-tanda infeksi dan perawatan pada luka perineum

Rasional : Untuk mendeteksi adanya komplikasi pada post partum.

Masalah 2 : After pain

Tujuan: Rasa nyeri berkurang, ibu merasa nyaman

Kriteria:

1. Secara verbal ibu tidak menunjukkan rasa nyeri, muka tidak terlihat tegang/

menahan sakit. Skala nyeri 0-1 (tidak nyeri) atau nyeri turun menjadi nyeri

ringan/sedang skala 2-3.

2. Tanda-tanda vital normal:

T: 110/70-130/90 mmHg, N:60-80 x/menit, S: 36-37,5 °C,

R: 16-24 x/menit (Manuaba, 2012: 114)

Intervensi :

1. Pengosongan kandung kemih.

Rasional: Kandung kemih yang penuh mengubah posisi uterus ke atas,

menyebabkan relaksasi dan kontraksi uterus yang lebih nyeri.

2. Berbaring dengan bantal atau gulungan selimut diletakkan di bawah abdomen.

Rasional: Kompresi uterus yang konstan pada posisi tersebut dapat mengurangi

kram secara signifikan. Posisi ini menjaga kontraksi tetap baik dan

menghilangkan nyeri (Bahiyatun, 2013).


115

3. Pemberian Analgesik

Rasional: Nyerinya cukup berat sehingga memerlukan penggunaan analgesik

setelah melahirkan pervaginam.

Masalah 3 : Bendungan ASI

Tujuan : Tidak terjadi bendungan ASI (Bahiyatun, 2009).

Kriteria (Bahiyatun, 2009) :

1) Payudara tidak bengkak

2) ASI keluar, bayi menetek kuat

Intervensi menurut Bahiyatun (2009: 124), yaitu:

1. Menyusui sesering mungkin atau 2-3 jam sekali secara teratur

Rasional: Produksi ASI mulai meningkat pada 2-3 hari pasca salin, sering

menyusui dapat mengurangi pembengkakan pada payudara.

2. Menyusui secara bergantian, payudara kanan dan kiri.

Rasional: Menyusui di salah satu payudara dapat membuat payudara yang lain

menjadi bengkak.

3. Kompres payudara dengan air hangat menggunakan handuk/kain

Rasional: Air hangat dapat merelaksasi otot payudara supaya tidak tegang.

4. Gunakan bra yang kuat untuk menyangga dan tidak menekan payudara.

Rasional: Bra yang terlalu menekan payudara dapat memperparah

pembengakan dan nyeri yang dialami.

5. Jika payudara masih terasa penuh, keluarkan secara manual.

Rasional: Pengosongan payudara secara manual dapat membantu mengurangi

pembengkakan payudara.
116

6. Berikan terapi parasetamol/asetaminofen.

Rasional: Terapi parasetamol/asetaminofen dapat mengurangi nyeri.

2.4 Asuhan Kebidanan Neonatus

2.4.1 Pengkajian

1. Data Subjektif

a. Biodata bayi dan orangtua

Alat identifikasi harus tercantum nama (bayi dan ibunya), tanggal lahir,

nomor bayi, jenis kelamin dan unit (Saifuddin, 2014). Setelah bayi lahir,

segera pasang identitas untuk menghindari bayi tertukar, gelang identitas

tidak boleh dilepaskan sampai penyerahan bayi (Manuaba, 2012).

b. Umur

Menurut Marmi (2012: 1) neonatus adalah bayi yang berusia 0-28 hari.

menurut Manuaba (2010: 204) dalam waktu 30 detik bayi menangis kuat

dan bernapas sempurna serta nilai Apgar 1 menit pertama sudah mencapai

8 sampai 10. Segera setelah bayi lahir dilakukan Inisiasi Menyusu Dini

(IMD) paling sedikit dilakukan 1 jam (Wiknjosastro, 2014).

c. Keluhan Utama

Menurut ladewig (2006: 180-) keluhan utama pada bayi baru lahir antara

lain hipoglikemi, hipotermia, ikterik, dan bayi rewel. Rochmah, (2013: 77-

85) menambahkan masalah bayi baru lahir antara lain bercak mongol,

hemangioma, Muntah dan gumoh, stomatitis, ruam popok, seborea,

furunkel, miliariasis, obstipasi, ikterus, diare, dan infeksi neonatus.


117

d. Riwayat antenatal

Menurut Manuaba (2012: 113), pelayanan kesehatan janin dilakasanakan

melalui pemeriksaan antenatal pada ibu hamil yang dilakukan paling

sedikit empat kali selama kehamilan. Jadwal pemeriksaan dilakukan

sebanyak 12-13 kali selama hamil. Menurut Varney (2008: 893,917)

pengkajian usia gestasi penting karena ketika dimasukkan dalam sebuah

bagan dengan berat dan panjang badan lahir, bagan tersebut menunjukkan

apakah bayi Sesuai Masa Kehamilan (SMK), Kecil Masa Kehamilan

(KMK) atau Besar Masa Kehamilan (BMK). Selain itu komplikasi selama

hamil perlu dikaji seperti perdarahan selama kehamilan dapat

menyebabkan defek plasenta, hipertensi dalam kehamilan dapat

menyebabkan retardasi pertumbuhan dan prematuritas, diabetes

gestasional dapat menyebabkan makrosomia dan trauma lahir,

polihidramnion dapat menyebabkan masalah ginjal pada neonatus dan

ketidakmampuan untuk menelan, oligohidramnion dapat menyebabkan

defek pada amniotic band, sindrom dehidrasi dan kelainan ginjal/kandung

kemih pada neonatus, ketidaksesuaian ukuran dan usia kehamilan dapat

menyebabkan retriksi pertumbuhan, bayi lahir besar dan trauma, infeksi

selama kehamilan dapat menyebabkan transmisi perinatal.

e. Riwayat natal

Menurut M. Sholeh Kosim (2007) dalam Dwienda (2014:5) yang

dikatakan bayi normal adalah berat lahir antara 2500-4000 gram, cukup

bulan, lahir langsung menangis dan tidak ada kelainan kongenital yang
118

berat. Menurut Manuaba (2010: 204) dalam waktu 30 detik bayi menangis

kuat dan bernapas sempurna serta nial Apgar 1 menit pertama sudah

mencapai 8 sampai 10. Segera setelah bayi lahir dilakukan Inisiasi

Menyusu Dini (IMD) paling sedikit dilakukan 1 jam (Wiknjosastro, 2014:

120).

f. Riwayat postnatal

Menurut Saifuddin, (2014: N-31 - N-35) segera setelah bayi lahir

dilakukan IMD paling sedikit 1 jam. Setelah dilakukan IMD berikan

vitamin K 0,5-1 mg secara IM dipaha kiri anterolateral, berikan obat mata

tetrasiklin 1% pada kedua mata, lakukan pemeriksaan fisik pada bayi dan

setelah 1-2 jam pemberian vitamin K1, berikan imunisai Hepatitis B 0,5

ml secra intramuskular dipaha kanan anterolateral (Wiknjosastro, 2014).

g. Pola kebiasaan sehari-hari

1) Nutrisi

Segera setelah bayi lahir dilakukan IMD selama 1 jam atau lebih. ASI

diberikan pada bayi minimal 8-10 kali atau lebih dalam 24 jam atau

secara onedemand (Saifuddin, 2008).

2) Eliminasi

Tinja yang berbentuk mekonium berwarna hijau tua yang telah berada

di saluran pencernaaan sejak janin berumur 16 minggu, akan mulai

keluar dalam waktu 24 jam, pengeluaran ini akan berlangsung sampai

hari ke 2 sampai 3. Pada hari ke 4 sampai 5 warna tinja menjadi coklat

kehijau-hijauan. Selanjutnya warna tinja akan tergantung dari jenis susu


119

yang diminumnya. Misalnya bayi yang mendapat air susu ibu, tinjanya

akan berwarna kuning lembek. Defekasi mungkin 3-8 kali sehari. Bayi

yang mendapat susu buatan tinjanya berwarna keabu-abuan dengan bau

yang sedikit membusuk (Wiknjosastro, 2005).

3) Istirahat dan tidur

Bayi baru lahir tidur 16 sampai 18 jam sehari, paling sering selama 45

menit sampai 2 jam. Bayi dapat menangis sedikitnya 5 menit per hari

sampai 2 jam perhari (Walsh, 2012). Semenjak aktivitasi pernapasan

pada saat lahir, bayi tetap terjaga dan reaktif terhadap rangsang untuk

jangka waktu sekitar 1 jam lalu relaks dan tidur (Fraser, 2009).

4) Personal Hygiene

Setelah bayi lahir, bayi tidak boleh dimandikan sampai sedikitnya 4

sampai 6 jam setelah kelahiran setelah suhu bayi stabil. Saat bayi mandi

harus menggunakan sabun yang dapat menghilangkan minyak dari kulit

bayi yang sangat rentan untuk mengering. Pencucian rambut hanya

dilakukan sekali atau dua kali dalam seminggu. Penggunaan parfum,

lotion, bedak dan bahan kimia lain dapat menyebabkan ruam kulit

sehingga harus dihindari. Popok harus dilipat sehingga puntung tali

pusat terbuka ke udara yang mencegah unri an feses membasahi tali

pusat (Walsh, 2012).

5) Aktivitas

Bayi dapat menangis sedikitnya 5 menit per hari sampai 2 jam perhari.

Biasanya bayi menangis karena lapar, ketidaknyamanan karena popok


120

basah, suhu ekstrem dan stimulasi berlebihan. Tangisan bayi yang

berbeda-beda menandakan perbedaan kebutuhan, cara mereka

mengomunikasikan ketidaknyamanan dan permintaan bantuan seperti

bayi menangis karena lapar, haus, nyeri, ketidakyamanan umum (misal

ingin berubah posisi atau merasa terlalu panas atau dingin), bosan,

kesepian, atau ingin melakukan hubungan fisik dan sosial (Fraser,

2012).

h. Latar belakang sosial budaya

Tidak dianjurkan menggunakan kunyit ke tali pusat dengan tujuan

membuat tali pusat cepat terlepas (Varney, 2008). Bayi diurut baru

dimandikan oleh dukun selama 40 hari, ramuan tali pusat tiap hari diganti

sampai putus. Tali pusat yang sudah lepas dibuat jimat atau obat. Bayi

ditidurkan disamping ibu, tidak boleh dibawa jauh dari rumah sebelum

berumur 36 hari. Ubun-ubun besarnya ditutup tapel.

i. Psikososial

Bayi sangat peka terhadap sentuhan, menikmati kontak kulit ke kulit,

berendam di air, gerakan mengayuh, dibuai, dan diayun. Refleks

menggenggam mempererat hubungan dengan ibu. Tanda bayi emras

nyeri adalah mengernyitkan dahi, mengatupkan kolapak mata,

mengerutkan nasolabial, dan membuka mulut untuk menangis (Fraser,

2009).
121

2. Data Objektif

a. Keadaan Umum

Bayi yang sehat tampak kemerah-merahan, aktif tonus otot baik, menangis

keras (Wiknjosastro, 2005).

b. Tanda-tanda Vital

1) Suhu

Menurut Marmi (2014:25) suhu tubuh normal pada neonatus, adalah

36,5oC-37,5oC melalui pengukuran aksila dan rektum, jika nilainya

turun dibawah 36,5oC maka bayi mengalami hipotermia. Bila suhu

rektal di bawah 36°C, bayi ini harus diletakkan di tempat yang lebih

panas misalnya di dalam inkubator yang mempunyai suhu 36°C–37°C,

dalam pangkuan ibu atau bayi dibungkus. Dapat pula dipakai lampu

yang disorotkan ke arah bayi. Disamping pemanasan harus pula

dipikirkan kemungkinan bayi menderita infeksi. Suhu rektal diukur

setiap ½ jam sampai suhu tubuh diatas 36°C (Wiknjosastro, 2006).

2) Pernafasan

Pada pernapasan normal, perut dan dada bergerak hampir bersamaan

tanpa adanya retraksi, tanpa terdengar suara pada waktu inspirasi dan

ekspirasi. Gerak pernapasan 30–50 kali per menit (Saifuddin, 2014).

Frekuensi rata-rata 40 kali per menit. Rentang 30–60 kali per menit.

Pernapasan merupakan pernapasan diafragma dan abdomen (Varney,


122

2008: 880). Menurut Kemenkes RI (2012:18) pernafasan normal pada

bayi <2 bulan ada 60 kali per menit.

3) Nadi

Bunyi jantung dalam menit-menit pertama kira-kira 180 kali/menit

yang kemudian turun sampai 140 – 120 kali/menit pada waktu bayi

berumut 30 menit (Wiknjosastro, 2005). Frekuensi jantung

120-160x/menit ketika istirahat (Walsh, 2012).

c. Pemeriksaan Antropometri

1) Berat Badan

Dalam tiga hari pertama terjadi penurunan. Pada hari ke empat berat

badan akan naik (Wiknjosastro, 2005). Apabila bayi mendapatkan

makanan dengan benar, berat lahir biasanya dicapai kembali pada akhir

hari ke-10. Kemudian berat biasanya terus meningkat dengan kecepatan

sekitar 25 gram/hari selama beberapa bulan pertama. Berat lahir

berlipat dua pada usia 5 bulan dan meningkat tiga kali lipat pada akhir

tahun pertama (Leveno, 2009).

2) Panjang Badan

Normalnya panjang bayi baru lahir berkisar 45-53 cm (Rochmah,

2013). Pada satu minggu pertama kelahiran berat badan bayi turun

hinggal 10%.

3) Ukuran Kepala menurut Wiknjosastro, (2005:119) meliputi :

Diameter suboksipito-breghmatikus : 9,5-10 cm, Diameter soksipito-

frontalis :11-12 cm, Diameter suboksipito metalis : 13,5-15 cm,


123

Diameter submento- breghmatikus : 9,5-10 cm, Diameter biparietalis :

9,5-10 cm, Diameter bitemporalis : 8-10 cm, Diameter suboksipito-

breghmatikus: 33-34 cm

d. Pemeriksaan Fisik

1) Kepala

Dilihat dari besar, bentuk molding, sutura tertutup/melebar,

terdapat kaput suksedaneum, sefal hematoma (Wiknjosastro, 2005).

Bentuk kepala sebagai hasil proses molase yang menunjukkan

presentasi saat didalam uterus. Pembesaran akibat penumpukan cairan,

kaput suksedaneum dapat dilihat pada bagian yang berada di atas

bagian terendah janin. Kaput ini terbentuk akibat penekanan tulang

servikal dan akan menghilang secara spontan dalam 24 jam (Fraser,

2009).

2) Mata

Mata harus diperiksa untuk memastikan bahwa mata benar-benar

ada dan lensa mata jelas. Jarak antara kedua mata yang normal adalah

3 cm (Fraser, 2009). Dikaji apakah terdapat perdarahan

subkonjungtiva, mata menonjol, katarak dan lain-lain (Wiknjosastro,

2005).

3) Hidung

Hidung harus dikaji untuk simetrisitas dan patensinya. Hidung

harus ada digaris tengah dan membran mukosa harus berwarna merah

muda dan lembab. Pemeriksa harus memblok setiap lubang hidung


124

ketika mulut bayi tertutup untuk menjamin bahwa aliran udara

mengalir dengan bebas melalui lubang hidung yang lain. Tidak adanya

pasase udara disertai dengan tidak dapatnya kateter melewati setiap

lubag hidung, dapat menunjukkan adanya atresia koanal (Walsh,

2012 ).

4) Mulut

Kaji labioskisis, labiognatopalatoskisis, tooth buds atau benih gigi

(Wiknjosastro, 2005). Dikaji kemungkinan terdapat inspeksi visual

lidah, gusi dan palatum (Fraser, 2009).

5) Telinga

Dapat diinspeksi untuk memastikan posisinya. Bagian atas

lengkung pina harus setinggi kantus mata. Kepatenan lubang

pendengaran luar diperiksa (Fraser, 2009).

6) Leher

Simetris/tidak, adakah pembengkakakn dan benjolan, kelenjar

tiroid, hemangioma, tanda abnormailtas kromosom lain-lain

(Muslihatun, 2010). Leher bayi yang tebal dan pendek harus diperiksa

untuk menyingkirkan pembengkakan dan memastikan bahwa rotasi

dan fleksi kepala dapat dilakukan (Fraser, 2009)

7) Dada

Dada diamati bentuk, pembesaran buah dada, pernapasan, retraksi

interkostal, subkostal, merintih, bunyi paru-paru (sonor, vesikuler,


125

bronkial). Jantung diamati pulsasi, frekuensi jantung, kelainan bunyi

jantung (Wiknjosastro, 2005).

8) Punggung

Melihat adanya benjolan/tumor dan tulang punggung dengan lekukan

yang kurang sempurna (Saifuddin, 2014)

9) Abdomen

Dikaji apakah perut membuncit (pembesaran hati, limpa, tumor,

asites), skafoid (kemungkinan bayi menderita hernia diafragmatika

atau esofagi tanpa fistula). Tali pusat tidak ada perdarahan, tali pusat

tampak segar, terdapat hernia di pusat atau di selangkang/tidak. Tali

pusat akan puput pada waktu bayi berumur 6-7 hari (Wiknjosastro,

2005).

10) Genetalia

Pada bayi perempuan, terdapat tonjolan labia mayora, minora, dan

klitoris. Kemungkinan ada mukoid atau sedikit rabas darah yang

terlihat pada usia 2–7 hari, akibat efek sementara dari estrogen ibu

(Walsh, 2012). Pada anak perempuan yang lahir aterm, labia mayora

normalnya menutupi labia minor, himen dan klitoris dapat tampak

sangat besar (Fraser, 2009).

Pada neonatus laki-laki lokasi meatus uretra harus tepat di ujung

penis. Hipospadia menunjukkan meatus ada di ventral. Epispadia

menggambarkan meatus terletak dorsal. Kulup normalnya melekat

pada glans, dan retraksi tidak boleh dilakukan. Skrotum mungkin


126

mengalami edema atau pembesaran. Hidrokel (cairan di sekitar testis)

umum terjadi dan biasanya menghilang pada usia 1 tahun (Walsh,

2012). Pada anak laki-laki testis turun ke skrotum yang memiliki

banyak rugae dan meatus uretra bermuara di ujung penis dan

prepusium melekat ke kelenjar (Fraser, 2009).

11) Anus

Mekonium harus keluar dalam 24 jam sesudah lahir, bila tidak

harus waspada terhadap atresia ani (Wiknjosastro, 2005).

12) Ekstremitas

Tungkai simetris, terdapat 10 jari, tidak terdapat sindaktili adanya

penggabungan jari-jari dan polidaktili menunjukkan jari extra (Walsh,

2012).

13) Kulit dan kuku

Dalam keadaan normal kulit berwarna kemerahan. Kadang-kadang

didapatkan kulit yang mengelupas ringan. Pengelupasan yang

berlebihan harus dipikirkan kemungkinan adanya kelainan. Waspada

timbulnya kulit dengan warna yang tak rata (cutis marmorata) telapak

tangan, telapak kaki atau kuku yang menjadi biru, kulit menjadi pucat

atau kuning. Bercak-bercak besar biru yang sering terdapat disekitar

bokong akan menghilang pada umur 1-5 tahun (Saifuddin, 2014).

e. Pemeriksaan Neurologis

Pemeriksaan Neurologis merupakan indikator integritas sistem saraf.

Baik respons yang menurun maupun meningkat merupakan penyebab


127

masalah. Respon yang menurun dapat muncul akibat tidak adnaya suatu

saraf secara kongenital atau akibat kerusakan pada jalur sensorik atau

motorik (Varney, 2008). Pemeriksaan neurologis pada bayi terdapat

beberapa reflek menurut Rochmah, (2013: 13-14) antara lain:

1) Reflek Moro (Moro)

Refleks ini terjadi sebagai respons terhadap rangsangan yang

mendadak. Refleks ini dapat dimunculkan dengan cara menggendong

bayi dengan sudut 45o, lalu biarkan kepalanya turun sekitar 1-2 cm.

Bayi akan bereaksi dengan menarik dan menjulurkan lengannya yang

kadang-kadang gemetar. Lalu kedua lengannya akan memeluk dada.

2) Reflek mencari (Rooting)

Dalam memberikan reaksi terhadap belaian di pipi atau sisi mulutnya,

bayi menoleh ke arah sumber rangsangan dan membuka mulutnya,

siap untuk menghisap.

3) Reflek Menghisap dan menelan ( suckling)

Refleks ini berkembang dengan baik pada bayi yang normal dan

terkoordinasi dengan pernapasan. Refleks ini sangat penting artinya

bagi proses pemberian makan dan kecukupan nutrisi (Fraser, 2009).

4) Reflek berkedip dan kornea

Refleks ini melindungi mata dari trauma. Pada saat pangkal hidung

diketuk secara pelan, bayi akan mengedipkan mata pada 4-5 ketukan

pertama.
128

5) Reflek gegenggam (Palmar Grasp)

Refleks ini dimunculkan dengan menempatkan jari/pensil di dalam

telapak tangan bayi, dan bayi akan menggenggamnya dengan erat.

2.4.2 Diagnosa Kebidanan

Neonatus cukup bulan, usia 0-28 hari, jenis kelamin laki-laki/perempuan,

keadaan umum baik. Kemungkinan masalah pada bayi baru lahir anatara

lain hipoglikemi, hipotermia, ikterik, dan bayi rewel (ladewig, 2006).

Rochmah, (2013: 77-85) menambahkan masalah bayi baru lahir antara lain

bercak mongol, hemangioma, Muntah dan gumoh, stomatitis, ruam popok,

seborea, furunkel, miliariasis, obstipasi, ikterus, diare, dan infeksi neonatus.

Prognasa baik. Prognasa baik.

2.4.3 Perencanaan

1. Diagnosa

Neonatus cukup bulan, sesuai masa kehamilan, lahir spontan, usia 0-28

hari, jenis kelamin laki-laki/perempuan, keadaan umum baik.

Tujuan : Neonatus dapat melewati masa transisi dari intrauterin ke

ekstrauterin dengan baik

Kriteria :

a. Keadaan umum baik

b. TTV dalam batas normal

S : 36,5-37,5 0C

N : 120-160 x/menit

RR : 30-60 x/menit
129

c. Bayi menangis kuat dan bergerak aktif

d. BB turun tidak lebih dari 10% dalam 10 hari pertama setelah lahir

e. Tidak terjadi perdarahan tali pusat

Intervensi :

a. Beritahu ibu tentang hasil pemeriksaan

Rasional : ibu mengetahui kondisi banyinya dan kooperatif dengan

petugas

b. Jaga bayi dalam keadaan bersih, hangat dan kering

Rasional : suhu bayi turun dengan cepat segera setelah lahir. Oleh

karena itu, bayi harus dirawat di tempat tidur bayi yang hangat. Selama

beberapa hari pertama kehidupan, suhu bayi tidak stabil, berespon

terhadap rangsangan ringan dengan fluktuasi yang cukup besar di atas

atau di bawah suhu normal. bayi harus segera dikeringkan untuk

mengurangi pengeluaran panas akibat evaporasi (Leveno, 2009).

c. Berikan suntikan vitamin K1, salep mata dan imunisasi Hepatitis B

Rasional : pemberian vitamin K pada 2 jam setelah persalinan

berguna untuk mencegah perdarahan intrakranial pada bayi.

Pemberian salep mata 1 sampai 2 jam setelah kelahiran untuk

mencegah penyakit klamidia gonore. Sedangkan pemberian imunisasi

hepatitis B diberikan untuk mencegah dari penyakir tersebut serta

terjadinya insiden hepatitis B (Walsh, 2012).


130

d. Ukur suhu tubuh bayi minimal sehari sekali

Rasional : suhu normal bayi adalah 36,5-37,5 0C (Varney, 2008). Bila

suhu tubuh bayi dibawah 36 0C maka bayi harus diletakkan ditempat

yang hangat atau inkubator (Wiknjosastro, 2014).

e. Mandikan bayi minimal 6 jam setelah lahir.

Rasional : Memandikan bayi dalam beberapa jam pertama setelah

lahir dapat menyebabkan hipotermia yang sangat membahayakan

kesehatan bayi baru lahir (Wiknjosastro, 2014).

f. Jelaskan pada ibu dan keluarga mengenai perubahan fisiologis pada

bayi baru lahir/neonatus.

Rasional : dengan memberikannya penjelasan mengenai perubahan

fisiologis, ibu mampu merawat bayinya.

g. Jelaskan kebutuhan dasar pada bayi baru lahir.

Rasional : ibu dapat memenuhi kebutuhan dasar pada bayi baru lahir.

h. Jaga tali pusat dalam keadaan bersih dan kering

Raional : perawatan tali pusat yang benar dan lepasnya tali pusat

dalam minggu pertama secara bermakna mengurangi insiden infeksi

pada neonatus. Jelly Wharton yang membentuk jaringan nekrotik

dapat berkolonisasi dengan organisme patogen, kemudian menyebar

dan menyebabkan infeksi kulit dan infeksi sestemik pada bayi

(Saifuddin, 2010).
131

i. Jelaskan tanda-tanda bahaya bayi pada orangtua

Rasional : tanda-tanda bahaya bayi yang diketahui sejak dini akan

mencegah terjadinya komplikasi lebih lanjut.

j. Beri ASI kapanpun bayi menginginkannya atau minimal setiap 2 jam

Rasional : kapasitas lambung pada bayi terbatas, kurang dari 30 cc

untuk bayi baru lahir cukup bulan. ASI diberikan 2-3 jam sebagai

waktu untuk mengosongkan lambung (Varney, 2008)

k. Jelaskan mengenai perawatan bayi sehari-hari meliputi perawatan tali

pusat, memandikan bayi, personal hygiene pada bayi, imunisasi.

Rasional : masa neontaus merupakan masa kritis dan rentan terhadap

penyakit sehingga perawatan yang tepat.

l. Pantau tumbuh kembang bayi

Rasional : bayi cukup bulan harus mencapai tahap-tahap penting

perkembangan tertentu selama enam minggu pertama kehidupan.

Dengan melakukan pemantau deteksi dini bila terjadi perbendaan

perkembangan sehingga dapat dilakukan tindakan yang tepat (Varney,

2008) .

m. Jadwalkan imunisasi untuk bayi

Rasional : dengan penjadwalan imunisasi maka orang tua aka lebih

paham kapan waktu untuk mengimunisasikan bayinya (Wiknjosastro,

2014).
132

n. Lakukan kunjungan neonatal sesuai jadwal

Raional : untuk meningkatkan akses neonatal terhadap pelayanan

kesehatan dasar, mengetahui sedini mungkin bila terdapat

kelainan/masalah kesehatan pada neonatus (Wiknjosastro, 2014).

2. Masalah 1: Hipoglikemia

Tujuan : Hipoglikemi tidak terjadi

Kriteria menurut Ladewig, (2006: 180) adalah:

a. Kadar glukosa dalam darah ≤ 45 mg/dL

b. Bayi tidak kejang, tidak latergi, pernapasan teratur, kulit kemerahan, tidak

pucat, minum ASI adekuat, tangis kuat.

Intervensi menurut Ladewig, (2006: 181-182) adalah:

a. Kaji neonatus dan catat setiap faktor resiko

Rasional : bayi preterm, bayi dari ibu diabetes, bayi baru lahir dengan

asfiksia, stress karena kedinginan, sepsis atai polisitemia, bayi lewat

bulan, bayi kurang bulan termasuk beresiko mengalami hipoglikemia

(Varney, 2008).

b. Kaji kadar glukosa darah dengan menggunkan strip-kimia pada seluruh

bayi baru lahir dalam 1-2 jam setelah kelahiran.

Rasional: kadar glukosa rendah terjadi pada 1-1,5 jam setelah lahir dan

kadar glukosa stabil dalam 3-4 jam (Varney, 2008).

c. Evaluasi hipoglikemia melalui sampel darah

Rasional : darah yang diambil dari tumit bayi baru lahir mengandung

darah kapiler dan kadar glukosa darah (Varney, 2008).


133

d. Berikan ASI lebih awal atau glukosa 5-10% bagi bayi yang berisiko

hipoglikemi

Rasional : nutrisi yang terpenuhi akan mencegah hipoglikemi

3. Masalah II: Hipotermia

Tujuan : Hipotermi tidak terjadi

Kriteria menurut Saifuddin, (2014: 373):

a. Suhu bayi 36,5-37,5 0C

b. Tidak ada tanda-tanda hipotermi seperti bayi tudak mau menetek, tampak

lesu, tubuh teraba dingin, denyut jantung bayi menurun, kulit tubuh bayi

mengeras/sklerema

Intervensi :

a. Kaji suhu bayi baru lahir, baik menggunakan metode pemeriksaan aksila

atau kulit.

Rasional : Penurunan suhu kulit terjadi sebelum penurunan suhu inti

tubuh dapat menjadi indikator stress dingin (Wiknjosastro, 2014).

b. Kaji tanda-tanda hipotermi

Rasional : Selain sebagai suatu gejala, hipotermi dapat merupakan awal

penyakit yang berakhir dengan kematian (Saifuddin, 2014).

c. Cegah kehilangan panas tubuh bayi, misalnya dengan mengeringkan bayi

dan mengganti segera popok yang basah.

Rasional : Bayi dapat kehilangan panas melalui evaporasi (Wiknjosastro,

2014)
134

4. Masalah III: Ikterik fisiologis

Tujuan : Ikterik Tidak terjadi

Kriteria :

a. Tidak ada tanda-tanda ikterus, seperti warna kekuningan pada kulit,

mukosa dan sklera, tinja tidak berwarna pucat.

b. Kadar bilirubin > 12,5 mg% pada neonatus cukup bulan atau > 10 mg%

pada neonatus kurang bulan (Saifuddin, 2014).

c. Untuk menentukan dearajat ikterus dengan cara klinis (kramer) dilakukan

dibawah sinar biasa (daylight), paling baik pengamatan dilakukan dalam

sinar matahari dan dengan menekan sedikit kulit untuk menghilangkan

warna karena pengaruh sirkulasi darah (Saifuddin, 2014)

Intervensi :

a. Mengkaji faktor-faktor resiko.

Rasional : riwayat prenatal tentang imunisasi Rh, inkompatibilitas ABO,

penggunaan aspirin pada ibu, sulfonamida, atau obat-obatan antimikroba

dan cairan amnion berwarna kuning (indikasi penyakit hemolitik tertentu)

merupakan faktor predisposisi kadar bilirubin yang meningkat.

b. Berikan ASI sesegera mungkin dan lanjutkan setiap 2-4 jam

Rasional : Mekonium memiliki kandungan bilirubin yang tingi dan

penundaan keluarnya mekonium meningkatkan reabsorpsi bilirubin. Jika

kebutuhan nutrisi terpenuhi, akan memudahkan keluarnya mekonium

(Varney, 2008).
135

c. Jemur bayi di matahari pagi jam 7-9 selama 10 menit

Rasional : menjemur bayi di matahari pagi jam 7-9 selama 10 menit akan

mengubah senyawa bilirubin menjadi senyawa mudah larut dalam air agar

mudah diekskresikan.

5. Masalah IV : Ruam Popok

Tujuan : tidak terjadi ruam popok

Kriteria :

a. Kemerahan berkurang atau hilang, iritasi berkurang atau hilang

b. Tidak terjadi pengeluaran kulit

Intervensi :

a. Bersihkan daerah kulit yang bermasalah dengan sabun ringan dan air

hangat kuku.

Rasional : membersihkan daerah kulit yang bermasalah dengan sabun

ringan mencegah iritasi bertambah berat. Air hangat menimbulkan

vasodilatasi sehingga aliran darah menjadi lancar.

b. Biarkan daerah kulit yang bermasalah tetap terbuka

Rasional : membuka daerah kulit yang bermasalah menyediakan ruang

untuk udara bersikulasi.

c. Bila terpaksa menggunakan popok harus sering diganti

Rasional : mengurangi iritasi menjadi lebih berat.

d. Pada tahap awal iritasi, beri krim barier zink oksida (misal desitin) bila

terdapat lesi, beri obat antijemur topikal dan krim hidrokortison 1%


136

Rasional : ruam popok akibat jamur yang disebabkan oleh candida

albicans yang paling baik diobati dengan preparat antijemur topikal. Krim

hidrokortison 1% dapat membantu mengurangi inflamasi.

6. Masalah V : Muntah dan Gumoh

Tujuan : Bayi tidak muntah dan gumoh setelah minum

Kriteria : Tidak muntah dan gumoh setelah minum

Intervensi :

a. Sendawakan bayi selesai menyusui.

Rasional: bersendawa membatu mengeluarkan udara dari lambung.

b. Hentikan menyusui bila bayi mulai rewel atau menangis

Rasional: mengurangi masuknya udara yang berlebihan.

7. Masalah VI : Oral Trush

Tujuan : Oral Trush tidak terjadi

Kriteria : Mulut bayi tampak bersih

Intervensi Marmi (2015: 210) antara lain:

a. Bersihkan mulut bayi setelah selesai menyusu menggunakan air matang.

Rasional : Mulut yang bersih dapat menimbulkan tumbuh kembang jamur

candida albicans penyebab Oral Trush.

b. Bila bayi minum menggunakan susu formula, cuci bersih botol dan dot

susu, setelah itu diseduh dengan air mendidih atau rebus hingga mendidih

sebelum digunakan

Rasional : memastikan kuman dengan suhu tertentu.

c. Bila bayi menyusu ibunya, bersihkan puting susu sebelum menyusui.


137

Rasional: mencegah timbulnya Oral Trush.

8. Masalah VII : Miliariasis

Tujuan : Tidak terjadi Miliariasis

Kriteria :

a. Kulit tidak kemerahan.

b. Tidak timbul gelembung cair pada kulit.

Intervensi menurut Marmi (2015: 229-230) antara lain:

a. Jelaskan hasil pemeriksaan pada ibu

pRasional: ibu mengetahui keadaan bayinya dan lebih kooperatif.

b. Jelaskan bahwa prinsip pengobatan adalah mengurangi keringat, yaitu

dengan memakaikan pakaian yang tipis pada bayi. Jika berkeringat, seka

tubuhnya sesering mungkin dengan handuk, lap kering atau waslap basah.

Jika dengan waslap basah, sesudahnya keringkan dengan handuk lembut

Rasional: Memberi kesempatan agar sumbatan pori lenyap

c. Hindari pemakaian bedak berulang-ulang tanpa mengeringkan keringat

terlebih dahulu

Rasional: Dapat memperparah penyumbatan dan memudahkan terjadinya

infeksi bakteri atau jamur

d. Jangan pijit pada luka yang timbul bisul

Rasional: dapat menyebar dan meluas ke permukaaan kulit lainnya.

9. Masalah VIII : Seborrhea

Tujuan : Tidak terjadi seborrhea

Kriteria : tidak timbul kerak pada kepala


138

Intervensi Varney, (2008: 940) antara lain:

a. Lakukan masase lembut pada kulit kepala dengan minyak babyoil.

Rasional: Minyak zaitun merupakan pelumas yang dapat membantu untuk

mengangkat kerak.

b. Bersihkan kepala bayi dengan menggunakan shampo setiap hari

Rasional: seborrhea tidak akan muncul bila kepala dibersihkan dengan

shampo setiap hari.

2.5 Asuhan Kebidanan Keluarga Berencana

2.5.1 Pengkajian

1. Data Subjektif

a. Biodata

1) Pendidikan

Makin rendah pendidikan masyarakat, semakin efektif metode KB

yang dianjurkan yaitu kontap, suntikan KB, susuk KB atau AKBK

(Alat Susuk Bawah Kulit), AKDR (Manuaba, 2012).

2) Pekerjaan

Ibu yang bekerja terpisah dengan bayinya lebih dari 6 jam tidak

dianjurkan menggunakan metode KB MAL (Affandi, 2012).

b. Keluhan utama

Keluhan utama pada ibu pascasalin menurut Saifuddin (2011:U-9) adalah

usia <20 tahun ingin menunda kehamilan, 20-35 tahun ingin menjarangkan

kehamilan dan usia >35 tahun tidak ingin hamil lagi.


139

c. Riwayat kesehatan

1) Ibu yang mempunyai riwayat penyakit Jantung, Hipertensi, Diabetes,

Hepatitis Virus Aktif, Tumor Hati, Trombosis Vena Dalam / Emboli

Paru tidak dianjurkan untuk menggunakan metode Kontrasepsi yang

bersifat Hormonal (Affandi, 2013)

2) Suami/pasangan berisiko tinggi terpapar Infeksi Menular Seksual,

termasuk AIDS harus memakai kondom ketika MAL (Saifuddin,

2010).

3) AKDR tidak dapat digunakan pada ibu yang perdarahan pervaginam

yang tidak diketahui penyebabnya, penderita infeksi alat genital

(vaginitis, servisitis), 3 bulan terakhir atau sedang menderita penyakit

radang panggul, abortus septik, kelainan bawaan uterus yang

abnormal atau tumor jinak rahim, penyakit trofoblas yang ganas, TBC

pelvik, kanker alat genital, dan ukuran rongga rahim kurang dari 5 cm

(Saifuddin, 2006).

4) Menurut Saifuddin (2006: MK-55) kontrasepsi implan tidak dapat

digunakan oleh ibu dengan gangguan toleransi glukosa, hipertensi,

mioma uteri dan kanker payudara.

d. Riwayat kebidanan

1) Haid

Penggunaan KB hormonal diperbolehkan pada ibu dengan haid teratur

dan tidak ada perdarahan abnormal dari uterus. Penggunaan KB

hormonal mempunyai efek pada pola haid tetapi tergantung pada lama

pemakaian. Bagi ibu dengan riwayat dismenorhea berat, jumlah darah


140

haid yang banyak, haid yang ireguler atau perdarahan bercak

(spotting) tidak dianjurkan menggunakan IUD (Hartanto, 2010).

2) Riwayat kehamilan, persalinan, dan nifas yang lalu

MAL memerlukan persiapan sejak perawatan kehamilan agar segera

menyusui dalam 30 menit pasca salin. MAL dapat digunakan oleh ibu

yang menyusui secara eksklusif, bayinya berumur 6 bulan dan belum

mendapatkan haid setelah melahirkan. Ibu harus menyusui bayinya

secara penuh dan on demand. Bayi menghisap secara langsung,

menyusui di mulai dari setengah jam sampai satu jam setelah bayi

lahir. Kolostrum diberikan kepada bayi. MAL dapat mengurangi

perdarahan pasca salin. (Affandi, 2013). AKDR dengan progestin

tidak untuk ibu yang memiliki riwayat kehamilan ektopik (Affandi,

2013). IUD dapat diinsersikan segera setelah melahirkan, selama 48

jam pertama, atau setelah 4 minggu pasca persalinan dan 6 bulan

setelah KB MAL (Affandi, 2013). IUD dapat diinsersikan pada ibu

nifas 48 jam pertama atau setelah 4 minggu pasca persalinan

(Affandi, 2013:MK-85). IUD tidak mempengaruhi kualitas dan

volume ASI (Affandi, 2013).

3) Riwayat KB

Ibu pasca salin perlu menggunakan metode kontrasepsi ketika mulai

mendapat haid lagi, ibu tidak menyusui secara eksklusif, dan bayi

sudah berumur 6 bulan. Peserta KB MAL yang telah mendapat haid

setelah persalinan, tidak menyusui secara eksklusif dan bayinya sudah

berumur lebih dari 6 bulan maka harus ganti cara (Saifuddin,


141

2013:MK-3). Suami/pasangan berisiko tinggi terpapar Infeksi

Menular Seksual, termasuk AIDS harus memakai kondom ketika

menggunakan metode kontrasepsi MAL (Affandi, 2013).

e. Pola kebiasaan sehari-hari

1) Nutrisi

DMPA merangsang pusat pengendali nafsu makan di

hipotalamus yang menyebabkan akseptor makan lebih banyak

daripada biasanya (Hartanto, 2004). Pemakaian progestin

dikaitkan dengan peningkatan nafsu makan (Walsh, 2012).

2) Istirahat/tidur

Gangguan tidur yang dialami ibu karena harus menyusui on

demand (menyusui setiap saat bayi membutuhkan), sering

menyusui selama 24 jam termasuk di malam hari (Affandi, 2013).

Gangguan tidur yang dialami ibu pemakai kontrasepsi hormonal

dikarenakan pada awal pemakaian dapat memberikan efek samping

dari (mual, pusing, nyeri payudara, perubahan perasaan)

(Saifuddin, 2013).

3) Aktivitas

Rasa lesu dan tidak bersemangat dalam melakukan aktifitas karena

mudah atau sering pusing (Wiknjosastro, 2006).


142

4) Kehidupan seksual

Pengguna kontrasepsi yang bersifat jangka panjang dapat

menimbulkan kekeringan pada vagina serta menurunkan libido

(Affandi, 2013).

f. Riwayat ketergantungan

Ibu yang menggunakan obat tuberkulosis (rifampisin), atau obat

untuk epilepsi (fenitoin dan barbiturat) tidak boleh menggunakan pil

progestin dan dapat mengurangi efektivitas minipil (Affandi, 2013).

Menurut Hartanto (2010: 123) merokok terbukti menyebabkan efek

sinergistik dengan pil oral dalam menambah risiko terjadinya miokard

infark, stroke, dan keadaan trombo-embolik.

g. Keadaan psikologis

Pada metode koitus interuptus memerlukan kerjasama sepenuhnya

dari pihak pria dan kemampuan untuk menarik dengan segera

sebelum ejakulasi. Ini dapat menurunkan kenikmatan orgasme untuk

pria dan wanita (Walsh, 2012). Menyusui dapat meningkatkan

hubungan psikologi ibu dan anak (Affandi, 2013). KB implan dapat

menyebabkan perubahan body image yaitu peningkatan berat badan

dan jerawat. Perubahan perasaan (mood) dan kegelisahan (Saifuddin,

2006). Beberapa klien malu untuk membeli kondom di tempat umum

(Affandi, 2013)
143

2. Data obyektif

a. Pemeriksaan umum (tanda-tanda vital)

Tekanan darah > 180/110 mmHg tidak diperbolehkan untuk

pengguna kontrasepsi hormonal. Ibu dengan tekanan darah < 180/110

mmHg dianjurkan untuk menggunakan kontrasepsi progestin (Affandi,

2013). Denyut nadi irreguler tidak di anjurkan memakai KB implan,

minipil, dan suntik progestin (Saifuddin, 2006). Akan tetapi, dianjurkan

untuk menggunakan KB AKDR dan tubektomi (Saifuddin, 2006). IUD

jenis Cut-380 A tidak mempunyai efek samping hormonal, jadi tidak

dipengaruhi tekanan darah (Affandi, 2013). Suhu normal 36-37oC, pada

akseptor IUD dengan PID akan terjadi kenaikan suhu mencapai 38oC

atau lebih (Hartanto, 2010).

b. Pemeriksaan antropometri

Umumnya pertambahan berat badan antara kurang dari 1 kg sampai 5 kg

dalam tahun pertama (Hartanto, 2010). Salah satu keterbatasan

kontrasepsi hormonal yaitu terjadi peningkatan/ penurunan BB (Affandi,

2013). Implant-2 yang sekarang dipakai adalah jenis lunak atau densitas

rendah, oleh sebab itu petugas pelayanan tidak perlu khawatir untuk

menganjurkan pemakaian implant-2 pada perempuan gemuk (> 70 kg)

(Saifuddin, 2013).

c. Pemeriksaan fisik

1) Muka

Pada pengguna kontrasepsi progestin akan timbul seperti jerawat

(Affandi, 2013).
144

2) Mata

Pandangan kabur merupakan peringatan khusus untuk pemakai pil

progestin (Affandi, 2013). Perdarahan yang banyak pada waktu haid

dapat menyebabkan kemungkinan terjadinya anemia (Affandi,

2013).

3) Payudara

Pengguna KB MAL pembesaran payudara simetris, kedua payudara

tampak penuh, putting susu menonjol, ASI keluar lancar, saat selesai

menyusui kedua payudara tampak kenyal dan kosong. (Saifuddin,

2013).

Bila terdapat benjolan/kanker payudara/riwayat kanker payudara,

klien tidak boleh menggunakan kontrasepsi implan maupun

progestin (Affandi, 2013).

4) Abdomen

Dapat terjadi kram abdomen sesaat setelah pemasangan AKDR.

Dengan adanya penyakit radang panggul atau penyebab lain yang

dapat menimbulkan kekejangan, segera lepaskan AKDR (Affandi,

2013). Bila terjadi pembesaran uterus maka tidak boleh dilakukn

pemasangan alat kontrasepsi. Bila ditemukan terdapat pembesaran

pada uterus maka dicurigai ibu hamil dan tidak dapat menggunakan

alat kontrasepsi.

5) Genetalia

Bila ditemukan tanda kebiruan (Chadwick) sebagai tanda adanya

kehamilan maka kontrasepsi tidak boleh dilakukan. DMPA lebih


145

sering menyebabkan perdarahan dan perdarahan bercak (Hartanto,

2010). Efek samping yang ditimbulkan dari penggunaan AKDR

diantaranya perubahan siklus haid (umumnya pada 3 bulan pertama

dan akan berkurang setelah 3 bulan), mengalami haid yang lebih

lama dan banyak, perdarahan (spotting) antar menstruasi, dan

komplikasi lain yang dapat terjadi adalah perdarahan hebat pada

waktu haid (Affandi, 2013). Ibu dengan varises di vulva dapat

menggunakan AKDR (Affandi, 2013).

6) Ekstremitas

Ibu dengan varises di tungkai dapat menggunakan Alat Kontrasepsi

Dalam Rahim (AKDR) (Affandi, 2013). Pada klien pasca

pemasangan kontrasepsi implant mungkin akan terdapat memar,

bengkak atau sakit di daerah insisi selama beberapa hari. (Affandi,

2013).

d. Pemeriksaan penunjang

Menurut Siswihanto (2004: 19) untuk kontrasepsi IUD, selain dilakukan

pemeriksaan fisik juga dilakukan pemeriksaan inspekulo dan bimanual

untuk penapisan sebagai berikut:

1) Pemeriksaan bimanual

Lakukan pemeriksaan dalam bimanual untuk menentukan besar,

bentuk, posisi dan mobilitas uterus, serta untuk menyingkirkan

kemungkinan-kemungkinan adanya infeksi atau keganasan dari


146

organ-organ sekitarnya yang menjadi kontraindikasi pemasangan

IUD (Hartanto, 2010).

2) Pemeriksaan sonde uterus

Ukuran rongga rahim kurang dari 5 cm merupakan kontraindikasi

pemasangan AKDR (Saifuddin, 2010)

3) Pemeriksaan Laboratorium

Hb = < 9 gr/dl tidak boleh menggunakan KB IUD.

2.5.2 Diagnosa Kebidanan

P1/>1 usia 15-49 tahun, pasca salin 2 jam – 42 hari, calon peserta KB pasca salin

program / non program, belum ada pilihan / ada pilihan, tanpa kontraindikasi / ada

kontraindikasi pada salah satu alat kontrasepsi, keadaan umum baik, prognosa

baik/buruk (Manuaba, 2012).

2.5.3 Perencanaan

Diagnosa : P1/>1 usia 15-49 tahun, pasca salin 2 jam – 42 hari, calon peserta KB

pasca salin program / non program, belum ada pilihan / ada pilihan, tanpa

kontraindikasi / ada kontraindikasi pada salah satu alat kontrasepsi, keadaan

umum baik, prognosa baik/buruk (Manuaba, 2012).

Tujuan : Ibu menjadi peserta KB pasca salin (Affandi, 2013).

Kriteria : Ibu memilih salah satu KB yang sesuai dengan kondisinya dan

ibu mendapat pelayanan KB sesuai pilihan (Affandi, 2013).

Intervensi menurut (Affandi, 2013) :

1. Sapa dan salam kepada klien secara terbuka dan sopan.


147

Rasional: Meyakinkan klien membangun rasa percaya diri

2. Jelaskan macam-macam metode kontasepsi pada klien.

Rasional : Ibu mengetahui banyak metode kontrasepsi

3. Kaji informasi pasien tentang pengalaman KB, kesehatan reproduksi, tujuan,

kepentingan.

Rasional: Dengan mengetahui informasi tentang diri klien kita dapat

membantu klien dengan apa yang dibutuhkannya.

4. Bila belum ada pilihan, uraikan pada klien mengenai keuntungan, kerugian,

efektifitas, indikasi, dan kontraindikasi.

Rasional: Penjelasan yang tepat dan terperinci dapat membantu klien memilih

kontrasepsi yang dia inginkan sesuai dengan kebutuhan.

5. Bantulah klien menentukan pilihannya.

Rasional: Klien akan mampu memilih alat kontrasepsi yang sesuai dengan

keadaan dan kebutuhannya.

6. Diskusikan pilihan tersebut dengan pasangan klien.

Rasional: Penggunaan alat kontrasepsi merupakan kesepakatan dari pasangan

usia subur sehingga perlu dukungan dari pasangan klien.

7. Jelaskan secara lengkap bagaimana menggunakan kontrasepsi pilihannya.

Rasional: Penjelasan yang lebih lengkap tentang alat kontrasepsi yang

digunakan klien mampu membuat klien lebih mantap menggunakan alat

kontrasepsi tersebut.

8. Lakukan Inform Consent

Rasional : Klien menyetujui tindakan medis yang akan dilakukan dari

infirmasi dan penjelasan yang sudah didapatkan (Affandi, 2013).


148

9. Lakukan Penapisan pada klien

Rasional : menentukan keadaan yang membutuhkan perhatian khusus

(Affandi, 2013).

10. Berikan pelayanan kontrasepsi yang diinginkan

Rasional : Klien mendapatkan pelayanan KB yang sesuai dengan keadaannya.

11. Lakukan konseling pasca tindakan kontrasepsi

Rasional : Ibu tenang dan lebih yakin dengan kontrasepsi yang dipakainya saat

ini
DAFTAR PUSTAKA

Affandi, B. (2013). Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi. Jakarta: PT.


Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Ambarwati, E

. R. (2010). Asuhan Kebidanan Nifas. Yogyakarta: Nuha Medika.

Bahiyatun. (2009). Buku Ajar Asuhan Kebidanan Nifas Normal. Jakarta: EGC.

Dinkes Magetan . (2017). Laporan Akhir Pelaksanaan Program Upaya


Kesehatan Masyarakat . Magetan: Dinas Kesehatan Kabupaten Magetan.

Dinkes Magetan. (2016). Profil Dinas Kesehatan Tahun 2016. Magetan: Dinkes
Magetan.

Glasier, A., & Gebbie, A. (2006). Keluarga Berencana dan Kesehatan


Reproduksi. Jakarta: EGC.

Hartanto, H. (2010). Keluarga Berencana dan Kotrasepsi. Jakarta: Pustaka Sinar


Harapan.

Kemenkes RI. (2016). Buku Kesehatan Ibu dan Anak. Jakarta: Kementerian
Kesehatan RI.

Kemenkes RI. (2016). Buku Panduan GERMAS. Jakarta: Kementerian Kesehatan


Republik Indonesia.

Kemenkes RI. (2017). Indikator Kesehatan SDGs di Indonesia. Jakarta:


Kemenkes RI.

Kemenkes RI. (2015). Renstra 2015. Jakarta: Kemenkes RI.

Manuaba, (2012). Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan, dan KB. Jakarta: Buku
Kedokteran EGC.

Marmi. (2011). Asuhan Kebidanan Pada Masa Nifas "Peuperium Care".


Yogyakarta: PUSTAKA PELAJAR.

Saifuddin, A. B. (2014). Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal


Dan Neonatal. Jakarta: PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

149
150

Saifuddin, A. B. (2014). Ilmu Kebidanan (Vol. Keempat). Jakarta: PT Bina


Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Sembiring, J. B. (2017). Asuhan Neonatus, Bayi, dan Anak Pra Sekolah.


Yogyakarta: CV. Budi Utama.

Sofian, A. (2013). Rustam Mochtar Sinopsis Obstetri Jilid 1. Jakarta: EGC.

Sulistiawati, A. (2009). Buku Ajar Asuhan Kebidanan Pada Ibu Nifas .


Jogyakarta: CV Andi Offset.

Sulistyawati, A. (2009). Asuhan Kebidanan Pada Masa Kehamilan. Jakarta:


Salemba Medika.

Tanto, C. d. (2014). Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ke-4. Jakarta: Media


Aesculapius.

Varney, H., Kriebs, J. M., & Gegor, C. L. (2008). Buku Ajar Asuhan Kebidanan
Vol. 2. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.

Wheeler, L. (2004). Buku Saku Asuhan Pranatal dan Pascapartum. Jakarta: EGC.

Wiknjosastro, G. H. (2014). Asuhan Persalinan Normal. Jakarta: JNPK-KR.

Wiknjosastro, G. H. (2009). Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan


Maternal dan Neonatal. Jakarta: Yayasa Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.

Wiknjosastro, H. (2007). Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka


Sarwono Prawirohardjo.

Wulandari, S. R., & Handayani, S. (2011). Asuhan Kebidanan Ibu Masa Nifas.

Yogyakarta: Gosyen Publishing.


xi

Anda mungkin juga menyukai