Anda di halaman 1dari 101

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kehamilan, persalinan, dan nifas yang dialami oleh setiap wanita adalah suatu

masa reproduksi dan merupakan proses alamiah dan fisiologis (Walyani, 2015).

Setiap wanita yang mengalaminya pasti mengharapkan berjalan dengan lancar dan

bayi yang dilahirkan juga dalam kondisi sehat. Kehamilan, persalinan dan nifas

merupakan kondisi fisiologis yang dalam perjalanannya dapat berubah dengan

tiba-tiba menjadi ke arah patologis atau disertai komplikasi yang bahkan dapat

mengancam jiwa ibu dan bayi yang dilahirkan dalam keadaan abnormalitas.

Seorang ibu yang mengalami kehamilan patologis dapat mempengaruhi

kesehjateraan janin yang dikandungnya, proses persalinan, masa tumbuh kembang

anaknya dan juga mempengaruhi Keluarga Berencana (KB). Masalah yang terjadi

saat ini, masih ada beberapa ibu hamil yang mengalami komplikasi, salah satunya

Perdarahan pada kehamilan. Perdarahan pada kehamilan merupakan perdarahan

pervaginam semasa kehamilan dimana umur kehamilan melebihi 28 minggu atau

berat janin lebih dari 1000 gram (Manuaba, 2010). Beberapa gejala yang

ditimbulkan perdarahan pada kehamilan ialah persalinan premature dan absurpsi

plasenta.

Berdasarkan data yang diperoleh dari LB3KIA tahun 2018 (Dinkes, 2018)

didapatkan jumlah ibu hamil di Kabupaten Magetan terdapat 8.777 ibu hamil,

yang mengalami Perdarahan pada kehamilan 62 ibu hamil, sedangkan jumlah ibu

hamil di Puskesmas Panekan berjumlah 725 ibu hamil yang mengalami

1
2

Perdarahan pada kehamilan terdapat 4 (0,05%) ibu hamil yang dibagi menjadi

Tribulan I,II,III dan IV.

Menurut (Saifuddin, 2009) penyebab yang sering ditemukan pada kasus

Perdarahan pada kehamilan adalah kelainan implantasi plasenta (letak rendah dan

previa) , kelainan insersi tali pusat atau pembuluh darah pada selaput amnion

(vasa previa) dan separasi plasenta sebelum bayi lahir. Meskipun demikian, faktor

predisposisi dari perdarahan pada kehamilan adalah grandemultipara, hipertensi,

polihidramnion, kehamilan kembar, pernah operasi section caesaria (SC), dan

kelainan letak presentasi.

Pelayanan atau asuhan antenatal secara continuity of care yang tidak

dilakukan dengan baik akan berdampak pada masa kehamilan terutama dengan

riwayat perdarahan pada kehamilan dapat berlanjut pada persalinan, ibu nifas,

neonatus dan penggunaan KB. Dampak yang akan terjadi pada persalinan adalah

persalinan lama, robekan jalan lahir, retensio plasenta dan atonia uteri.

Komplikasi pada bayi yang dilahirkan akan mengalami BBLR, asfiksia

neonatorum, kelainan kongenital bahkan dapat menimbulkan kematian perinatal.


1 masa nifas seperti terjadi sepsis, perdarahan
Dan komplikasi akan berlanjut pada

masa nifas, infeksi saluran kemih. Ibu yang mengalami perdarahan pada

kehamilan cenderung mengeluarkan darah banyak sehingga menyebabkan

anemia, hal ini tidak diperkenankan untuk menggunakan KB (Intra Uterine

Device) IUD.

Program pemerintah dalam yang dilakukan tenaga kesehatan selama

kehamilan untuk mendeteksi dini komplikasi berupa pemeriksaan ANC sebanyak


3

12 sampai 13 kali selama hamil dan pembagiannya sebagai berikut dilakukan

segera setelah ibu tidak mendapat haid, setiap bulan sampai usia kehamilan 28

minggu, setiap 2 minggu sekali mulai usia kehamilan 28 minggu sampai 36

minggu, dan setiap 1 minggu sekali pada usia kehamilan 36 minggu sampai

persalinan (Manuaba, 2012). Pelayanan kesehatan ibu nifas berdasarkan buku

KIA meliputi kunjungan KF sebanyak 3 kali yaitu 0-3 hari, 4-28 hari, 29-42 hari,

anjuran ASI ekslusif selama 6 bulan, pelayanan KB pasca persalinan. Program

pelayanan dalam meningkatkan kesehatan bayi baru lahir adalah program

pelayanan kesehatan pada neonatus meliputi pelayanan kesehatan neonatus dasar

(tindakan resusitasi, pencegahan hipotermia, ASI ekslusif, pencegahan infeksi,

berupa perawatan mata, tali pusat dan kulit, kunjungan neonatal (KN) lengkap

minimal 3 kali menurut buku KIA yaitu 6-48 jam, 3-7 hari, 8-28 hari, imunisai,

penyuluhan perawatan neonatus dirumah. Pelayanan KB yaitu dengan

dilakukannya konseling pelayanan KB, Pasangan Usia Subur (PUS) dapat

menentukan pilihan kontrasepsi sesuai dengan kondisi dan kebutuhannya

berdasarkan informasi yang telah mereka pahami, termasuk keuntungan dan

kerugian, serta risiko metode kontrasepsi dari petugas kesehatan. Untuk

selanjutnya, diharapkan Pasangan Usia Subur (PUS) menggunakan alat

kontrasepsi tersebut dengan benar. Program pemerintah yang mahasiswa turut

mendukung salah satunya adalah kegiatan Mahasiswa Kebidanan Magetan pada

pendampingan kader Magetan sayang remaja, ibu dan bayi (Mayangsari) dengan

pemanfaatan buku KIA.


4

Berdasarkan permasalahan yang telah diuraikan, maka pada Laporan Tugas

Akhir ini akan menerapkan asuhan kebidanan secara continuity of care mulai dari

hamil, bersalin, nifas, neonatus, dan KB yang dilakukan dalam meningkatkan

kesehatan ibu dan bayi secara optimal serta diharapkan dapat mengurangi AKI

dan AKB. Pada kesempatan ini penulis tertarik untuk terlibat langsung dalam

memberikan asuhan secara continuity of care mulai dari hamil trimester III,

bersalin, nifas, neonatus serta KB.

1.2. Rumusan Masalah

1.2.1 Bagaimana asuhan kebidanan komprehensif dan continuity of care yang

dilakukan oleh tenaga kesehatan pada ibu hamil trimester III, bersalin, nifas,

BBL dan KB di PMB Ny.”W” di Magetan?

1.3. Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk menerapkan asuhan kebidanan yang optimal secara continuity of care

mulai dari hamil trimester III, bersalin, nifas, neonatus, sampai pemilihan KB

dengan menggunakan Standar Asuhan Kebidanan.

1.3.2 Tujuan Khusus

Setelah dilakukan penulisan proposal laporan tugas akhir terkait asuhan

kebidanan secara continuity of care dengan pendekatan manajemen kebidanan

mulai dari hamil trimester III, bersalin, nifas, neonatus, dan pelayanan KB,

penulis diharapkan mampu :

1. Melakukan pengkajian terkait pengumpulan data Subyektif, Objektif dan

analisa data
5

2. Merumuskan diagnosa dan masalah

3. Melakukan perencanaan yang sudah diprioritaskan

4. Melakukan pelaksanaan berdasarkan rencana

5. Melakukan evaluasi dan dokumentasi

1.4 Sasaran, tempat dan waktu asuhan kebidanan

1.4.1 Sasaran

Sasaran subjek asuhan kebidanan ditujukan kepada ibu dengan

memperhatikan continuity of care mulai hamil trimester III, bersalin, nifas,

neonatus, dan KB.

1.4.2 Tempat

Lokasi yang dipilih untuk monitoring ibu mulai dari hamil, bersalin, nifas,

neonatus, KB adalah di PMB Ny. “W” dan dirumah pasien di Magetan yang

sudah MOU dengan Poltekkes Kemenkes Surabaya Prodi DIII Kampus Magetan.

1.4.3 Waktu

Waktu yang diperlukan mulai dari penyusunan Laporan Tugas Akhir pada

bulan Februari sampai dengan April 2019.

1.5 Manfaat

1.5.1 Manfaat Teoritis

Hasil Laporan Tugas Akhir ini dapat digunakan sebagai pertimbangan

masukan untuk menambah wawasan tentang ilmu asuhan kebidanan kehamilan,

persalinan, nifas, BBL dan KB.


6

1.5.1 Manfaat Praktis

1. Bagi Institusi Pendidikan Bidan

Sebagai referensi di perpustakaan yang dapat dijadikan masukan bagi

mahasiswa kebidanan dalam melaksanakan asuhan kebidanan berdasarkan

continuity of care.

2. Bagi Bidan

Mengetahui perkembangan aplikasi asuhan kebidanan continuity of care

pada ibu hamil TM III, bersalin, nifas, neonatus, dan pelayanan KB secara nyata

dilapangan dan sesuai teori yang ada, serta dapat dijadikan sebagai masukan untuk

lahan praktek sehingga dapat meningkatkan pelayanan pada ibu dan bayi.

3. Bagi Klien/Pasien

Memberikan pengetahuan bagi ibu mengenai pentingnya pemeriksaan

kehamilan, persalinan, nifas, neonatus sebagai deteksi dini terhadap terjadinya

komplikasi dan dapat memberikan informasi tentang KB yang digunakan setelah

melahirkan nanti sehingga tercapai kesehatan reproduksi yang optimal.

1.6 Keaslian Laporan Tugas Akhir

Keaslian Laporan Kasus ini disertakan untuk bertujuan membedakan keaslian

tulisan saya sendiri dengan milik orang lain.

Tabel 1.1
Laporan Keaslian Kasus
No Nama (Tahun) Judul Hasil

1. Desy Nurmayanti Asuhan Kebidanan Pada Ny. Setelah dilakukan asuhan kebidanan
(2018) ”D” Masa hamil Trimester secara continuity of care pada Ny.”D”,
III, Persalinan, Nifas dan dapat disimpulkan masa kehamilan,
KB Pascasalin Di BPM persalinan, nifas, neonatus, dan KB
Ny.”S”, Amd.Keb. Jabung, berjalan dengan normal walaupun
Panekan Kabupaten terdapat masalah namun tidak tejadi
7

Magetan komplikasi karena diberikan intervensi


yang cepat dan tepat.
2. Berlian Dwi Anjarwati Asuhan Kebidanan Pada Hasil evaluasi menunjukkan bahwa
(2018) Ny.”Y”, Masa Kehamilan setelah dilakukan asuhan kebidanan,
Trimester III Persalinan, pengetahuan, ibu mengenai perawatan
Nifas, Neonatus dan kehamilan, persalinan, nifas, neonatus,
Keluarga Berencana, dan KB pasca salin bertambah. Sejak
Takeran Magetan di PMB pertama kali kontak sampai asuhan
Ny.”T”, Takeran, Magetan selesai dilaksanakan, ibu dan keluarga
sangat kooperatif sehingga semua
anjuran yang diberikan untuk
memenuhi kebutuhan ibu dapat
berjalan dengan baik.
1. Intania Setelah diberikan asuhan kebidanan
secara continuity of care dapat
Kharisma Asuhan Kebidanan Hamil disimpulkan bahwa Ny. “S” hamil,
Pada Ny. S G2p10001 bersalin, nifas dan neonatus normal.
(2018) Trimester Iii, Bersalin, Ibu memilih KB kondom dan
Nifas, Neonatus Dan dilanjutkan KB suntik 3 bulan.
Pemakaian Kb Pasca Salin
di BPM Ny. “E” Plaosan

Bersama ini kami lampirkan surat pernyataan bahwasannya tulisan ini dapat

dipertanggungjawabkan.
8

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Asuhan Kebidanan Kehamilan

2.1.1 Pengkajian

Sebelum bidan melakukan asuhan awal, yang harus dilakukan adalah

melakukan pengkajian kondisi klien dengan informasi yang benar, lengkap dan

akurat yang didapat dari data subyektif, data obyektif.

1. Data Subyektif

a. Biodata

1) Nama

Nama adalah identitas pasien yang berguna untuk membedakan

dengan pasien lain. Nama juga memiliki manfaat untuk mengenal

pasien dan untuk menjalin hubungan saling percaya antara petugas

dan pasien (Manuaba, 2010).

2) Umur

Pada usia di atas 35 tahun mengakibatkan masalah kesehatan seperti

hipertensi, diabetes mellitus, anemia, penyakit kronis lainnya, cacat

bawaan atau kelainan genetik (Hartanto, 2010). Bayi yang dilahirkan

pada ibu usia 20 tahun kemungkinan bayi lahir cacat atau premature,

dan pada ibu yang berusia 35 tahun biasanya bayi yang lahir

mengalami Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR).

8
9

3) Agama

Agama dikaji untuk memberikan dukungan moral terhadap kegiatan

yang dilakukan sesuai ketentuan agama yang diyakini dan dapat

menjadi pertimbangan dalam memberikan asuhan yang sesuai dengan

harapan dan cita-cita klien (Syafrudin, 2014).

4) Pendidikan

Pada ibu hamil dengan pendidikan rendah, ketika tidak mendapatkan

cukup informasi mengenai kehamilannya maka ibu tidak akan tahu

mengenai cara melakukan perawatan kehamilan (Romauli, 2011).

5) Pekerjaan

Wanita hamil bekerja sesuai dengan kemampuan, dan dikurangi

dengan seamkin tua usia kehamilan, pekerjaan yang banyak dilakukan

adalah pekerjaan rumah tangga (Manuaba, 2012).

6) Penghasilan

Penghasilan yang terbatas dapat mengakibatkan munculnya berbagai

masalah pada kehamilan, persalinan, nifa, BBL dan KB serta akan

mempersulit ekonomi dan dapat menyebabkan ibu menjadi stress

(Manuaba, 2012).

7) Status Menikah

Kehamilan harus bersumber dari adanya perkawinan yang sah

menurut agama dan hukum dan disaksikan masyarakat. Kehamilan

yang terjadi diluar menikah masih menjadi masalah besar di

Indonesia. Jika laki-laki yang menghamili tidak bertanggungjawab


10

derita hanya akan ditanggung sendiri oleh wanita dan keluarganya hal

tersebut akan mempengaruhi psikologis ibu saat masa kehamilan.

8) Lama Menikah

Apabila lama pernikahan ibu sesuai usia reproduksi berarti alat

reproduksi ibu dapat berfungsi dengan baik. Menikah lebih dari 1x

dikhawatirkan adanya penyakit menular seksual (Manuaba, 2012).

9) Tempat tinggal

Lingkungan dapat menyebabkan hambatan dalam perawatan saat

hamil ataupun persalinan (Manuaba, 2012). Ibu hamil yang tinggal

didaerah pegunungan juga memiliki resiko kekurangan yodium atau

yang disebut dengan hipotiroidisme. Hipotiroidisme pada kehamilan

akan menyebabkan berkurangnya ketersediaan hormon untuk

kebutuhan janin, sehingga dapat menyebabkan perkembangan

neurologis janin kurang baik (Fraser, 2009).

b. Keluhan Utama

Keluhan-keluhan yang sering muncul pada ibu hamil trimester III

menurut (Husin, 2014) yaitu sering kencing/nokturia, nyeri ulu hati,

konstipasi, kram tungkai, edema dependem, nyeri punggung bawah, sesak

napas, haemoroid, varises, flour albus.

c. Riwayat Kesehatan

Kondisi ibu hamil yang berpotensi mempengaruhi ibu dan janin,

sebaiknya ibu mampu menjaga kesehatannya sehingga dapat melahirkan

bayi yang jasmani dan rohani (Rukiyah, 2009).


11

d. Riwayat Kesehatan Keluarga

Riwayat kesehatan keluarga perlu dikaji untuk mengidentifikasi penyakit

keturunan yang sering terjadi pada keluarga tertentu, sehingga perlu

dilakukan pemeriksaan sebelum kehamilan. Apabila terjadi kehamilan,

perlu dilakukan pemeriksaan kelainan bawaan (Manuaba, 2012).

e. Riwayat Kebidanan

Amenore atau tidak haid adalah salah satu indikasi pertama terjadinya

kehamilan. Menurut (Manuaba, 2012) taksiran tanggal persalinan (TTP)

dapat dihitung dengan menggunakan rumus dari Neagle yaitu pada siklus

28 hari TTP = (hari HPHT+7) dan (bulan HPHT-3) dan (tahun HPHT+1)

dan pada siklus 35 hari (hari HPHT+4) dan (bulan HPHT-3) dan (tahun

HPHT+1).

1) Riwayat hamil, bersalin dan nifas yang lalu

Normalnya ibu pada kehamilan, persalinan, nifas yang lalu tidak

mengalami komplikasi (keguguran, persalinan prematur, imatur,

abortus dan kehamilan mati dalam rahim) jila kehamilan yang lalu

terdapat komplikasi maka kehamilan ini harus dipantau secara dini

Pada ibu hamil dengan jarak < 2 tahun akan mengalami pertumbuhan

janin kurang baik, partus lama dan juga perdarahan (Irianto, 2014)

Sedangkan jarak > 10 tahun ibu akan mengalami BBLR, perdarahan,

prematuritas, plasenta previa, kehamilan kembar, penyakit trofoblas .

pada masa nifas normalnya tidak mengalami penyulit seperti

perdarahan post partum dan infeksi nifas (Manuaba, 2010).


12

2) Riwayat Kehamilan Sekarang

Anamnesis riwayat kehamilan antara lain: perdarahan pervaginam,

mual dan muntah, masalah/kelainan pada kehamilan sekarang

(Saifuddin, 2014). Jadwal pemeriksaan antenatal dilakukan pada :

a) Pemeriksaan pertama dilakukan segera setelah diketahui terlambat

haid.

b) Pemeriksaan ulang dilakukan setiap bulan sampai usia kehamilan

6-7 bulan, setiap 2 minggu sampai usia 8 bulan, dan setiap 1

minggu sejak usia kehamilan 8 bulan sampai persalinan.

c) Pemeriksaan khusus dilakukan bila terdapat keluhan tertentu.

d) Jadwal melakukan pemeriksaan antenatal care (ANC) sebanyak

12-13 kali selama hamil. Dinegara berkembang pemeriksaan ANC

dilakukan sebanyak 4 kali.

e) Vaksinasi terhadap Tetanus Toxoid (TT) dianjurkan untuk dapat

menurunkan angka kematian bayi karena infeksi tetanus.

Vaksinasi toxoid dapat dilakukan 2x selama kehamilan (Manuaba,

2012). Menurut (Marmi, 2011) imunisasi TT harus diberikan

sebanyak 2x dengan jarak waktu minimal 1 bulan dan ibu hamil harus

sudah diimunisasi lengkap pada usia kehamilan 8 bulan. Menurut

(Saifuddin, 2014). Imunisasi TT ibu hamil dalam table 2.1


13

Tabel 2.1
Imunisasi TT

Antigen Interval Lama % perlindungan


(selang waktu minimal) perlindungan
TT 1 Pada kunjungan - -
antenatal pertama
TT 2 4 minggu setelah TT 1 3 tahun 80
TT 3 6 bulan setelah TT 2 5 tahun 95
TT 4 1 tahun setelah TT 3 10 tahun 99
TT 5 1 tahun setelah TT 4 25 tahun atau 99
seumur hidup
Sumber: Saifuddin, Abdul hari 2014

3) Riwayat Kontrasepsi

Perlu dikaji pada ibu yang mengikuti KB meliputi: metode

kontrasepsi yang sebelumnya digunakan yaitu tipe, lama penggunaan

masing-masing kontrasepsi, efek samping, dan alasan penghentian

kontrasepsi (Varney, 2007)

f. Pola kebiasaan Sehari-hari

1) Nutrisi

Pada trimester III, janin mengalami pertumbuhan dan perkembangan

yang sangat pesat. Perkembangan janin yang pesat ini terjadi pada 20

minggu terakhir kehamilan. Umumnya nafsu makan ibu akan sangat

baik dan merasa cepat lapar, kebutuhan minum pada ibu hamil 10-14

gelas per hari (Romauli, 2011).

2) Eliminasi

Peningkatan frekuensi berkemih pada trimester III paling sering

dialami oleh wanita primigravida. Hal ini menyebabkan bagian

presentasi (terendah) janin akan menurun masuk ke dalam panggul

dan menimbulkan tekanan langsung pada kandung kemih. Warna


14

kuning jernih, tidak sakit saat berkemih, frekuensi berkemih

meningkat dengan jumlah pengeluaran yang meningkat pula (Marmi,

2011).

3) Istirahat

Jadwal istirahat dan tidur perlu diperhatikan dengan baik karena

istirahat dan tidur yang teratur dapat meningkatkan kesehatan jasmani

dan rohani untuk kepentingan perkembangan dan pertumbuhan janin

(Manuaba, 2012). Beristirahat cukup minimal 8 jam pada malam hari

dan 2 jam pada siang hari (Saifuddin, 2014)

4) Personal Hygiene

Perubahan anatomi pada perut, area genetalia/lipatan paha dan

payudara menyebabkan lipatan-lipatan kulit menjadi lebih lembab dan

mudah terinvestasi oleh mikroorganisme. Kebersihan vulva harus

dijaga karena pengeluaran lendir semakin banyak pada trimester III

(Saifuddin, 2014) Leukorea (keputihan) merupakan sekresi vagina

dalam jumlah besar dengan konsistensi kental atau cair yang dimulai

dari trimester 1 sebagai bentuk dari hiperplasi mukosa vagina (Marmi,

2011).

5) Aktivitas

Seiring bertambahnya usia kehamilan terjadi pembesaran uterus,

biasanya aktivitas menurun. Padahal dengan jalan-jalan waktu pagi

hari memberikan ketenangan dan mendapatkan udara segar untuk

membantu pernafasan. (Varney, 2008). Selain itu senam ibu hamil


15

pada usia kehamilan sekitar 24–28 minggu dapat melatih otot–otot

sehingga optimal dalam persalinan (Manuaba, 2012).

6) Hubungan Seksual

Pada umumnya libido akan menurun sehingga keinginan seksual ibu

hamil tua sudah berkurang karena berat perut yang makin membesar

dan tekniknya pun sulit dilakukan (Romauli, 2011).

7) Rekreasi

Ibu hamil harus berhati-hati ketika melakukan perjalanan yang

cenderung lama dan melelahkan, karena dapat menimbulkan

ketidaknyamanan dan dapat mengakibatkan oedema tungkai karena

kaki tergantung jika duduk terlalu lama. Sabuk pengaman yang

digunakan juga harus longgar sehingga tidak menekan perut yang

menonjol (Marmi, 2011).

g. Riwayat Ketergantungan

Normalnya ibu hamil tidak memiliki ketergantungan alkohol, obat obatan,

merokok yang dapat membahayakan kehamilannya.

h. Latar Belakang Sosial Budaya

Suatu hal yang berhubungan dengan adat istiadat terutama mengenai

pantangan makanan, jika ada makanan yang dipantang adat akan tetapi

baik untuk ibu hamil maka sebaiknya harus tetap dikonsumsi. Begitupula

sebaliknya, berikutnya dengan mitos karena melakukan pantangan

terhadap berbagai makanan dapat menyebabkan perempuan kehilangan

gizi dan nutrisi dari makanan tertentu, Adat ini akan sangat merugikan
16

pasien dan janin karena membuat pertumbuhan janin tidak optimal dan

pemulihan kesehatannya akan terlambat. Beberapa sosial budaya lain

yang merugikan menurut (Manuaba, 2010) tidak boleh tidur siang karena

nanti bayinya ikut tidur dan tidak bangun lagi. Adat tersebut merugikan

bagi ibu hamil karena ibu hamil justru dianjurkan istirahat agar otot-otot

pada seluruh tubuh rileks setelah melakukan aktivitas.

i. Keadaan Psikososial dan Spiritual

Dukungan pada saat masa kehamilan merupakan suatu hal yang sangat

dibutuhkan bagi seorang wanita yang sedang hamil. Seorang wanita akan

merasa tenang dan nyaman dan dapat mulai menggunakan energi dan

pikirannya secara lebih konstruktif jika adanya dukungan dan perhatian

dari orang-orang terdekat (Saadah, 2017). Dukungan dari keluarga

membuat ibu merasa senang dalam menjalani kehamilannya dan ibu

berharap kehamilannya berjalan lancar sampai bayi lahir (Marmi, 2011).

2. Data Obyektif

a. Pemeriksaan Umum

1) Keadaan Umum

normalnya baik kesadaran dan kesadaran komposmentis (Manuaba,

2012). Lordosis yang progresif akan menjadi bentuk umum pada

kehamilan akibat kompensasi dari pembesaran uterus ke posisi

anterior (Saifuddin, 2014).


17

2) Tanda-tanda vital

a) Tekanan darah

Normalnya yaitu 100/70–130/90 mmHg (Marmi, 2011). Tekanan

darah dikatakan tinggi jika lebih dari 140/90 mmHg. Jika tekanan

darah meningkat yaitu sistolik 30 mmHg dan diastolik 15 mmHg,

maka kelainan ini dapat berlanjut menjadi preeklamsia (Romauli,

2011).

b) Pernapasan

Normalnya 16-24 kali per menit. Untuk memenuhi kebutuhan

oksigen yang meningkat pada wanita hamil kira-kira 20%

(Saifuddin, 2010).

c) Suhu

Normalnya adalah 36,5–37,5 °C. Dan bila suhu tubuh lebih dari

37°C perlu diwaspadai adanya infeksi (Romauli, 2011).

d) Nadi

Denyut nadi ibu sedikit meningkat selama masa hamil, tetapi

jarang melebihi 100 denyut per menit (dpm) (Wheeler, 2004).

Denyut nadi 100x/menit atau lebih mungkin ibu dalam keadaan

tegang, ketakutan atau akibat masalah tertentu, perdarahan berat,

anemia, sakit demam, dan gangguan jantung (Romauli, 2011).


18

3) Antropometri

a) Tinggi badan

Tinggi badan normal untuk ibu hamil ≥145 cm (Rukiyah, 2010).

Tinggi badan kurang dari 145 cm dapat tergolong risiko Chepalo

Pelvic Dispropotion (CPD). (Manuaba, 2012).

b) Berat badan

Berat badan ibu hamil akan bertambah antara 6,5 sampai dengan

16,5 kg selama hamil atau terjadi kenaikan berat badan sekitar 0,5

kg/minggu pada Trimester III (Manuaba, 2012). Menurut

(Saifuddin, 2010), rekomendasi penambahan berat badan pada

wanita hamil berdasarkan Indeks Massa Tubuh (IMT) dapat

dilihat pada tabel 2.2.

Tabel 2.2
Indikator pertambahan berat badan berdasarkan Indeks Masa
Tubuh (IMT)

Nilai IMT Berdasarkan BB (kg) Berat Badan


TM I TM II TM III
Rendah (<20) 1.5 – 2.0 4.5 – 6.5 6.5 – 9.5 12.5 – 18.0
Normal (20- 1.5 – 2.0 4.0 – 6.0 6.8 – 8.0 11.5 – 16.0
24,9)
Tinggi (25- 1.0 – 1.5 2.5 – 4.0 3.5 – 6.0 7.0 – 11.5
29,9)
Obesitas (>30) 0.5 – 1.0 2.0 – 4.0 3.5 – 5.0 6.0 – 10.0
Sumber : Romauli, Suryati. 2011. Buku Ajar Asuhan Kebidanan 1. Yogyakarta:
Nuha Medika

c) Lingkar Lengan Atas (LILA)

Standar minimal ukuran LILA (Lingkar Lengan Atas) pada wanita

usia reproduksi adalah≤ 23,5 cm. Ukuran LILA yang kurang dari

23,5 cm pada ibu hamil yang disebut mengalami KEK akan dapat
19

melahirkan bayi dengan BBLR (Berat Badan Lahir Rendah)

(Kemenkes RI, 2016).

d. Pemeriksaan Fisik

1) Kepala

Pertumbuhan yang tidak merata dan rambut rapuh dapat

mengindikasikan kekurangan nutrisi (Walsh, 2012).

2) Muka

Bentuk simetris dan muka tidak pucat. Muka yang normal tidak

edema, edema pada muka atau seluruh tubuh merupakan tanda gejala

adanya pre eklampsia (Saifuddin, 2014).

3) Mata

Bentuk simetris, konjungtiva palpebra normal warna merah muda, bila

pucat menandakan anemia. Sklera normal berwarna putih, bila kuning

menandakan ibu mungkin terinfeksi hepatitis B, bila merah

kemungkinan ada konjungtivitis. Kelopak mata yang bengkak

kemungkinan adanya preeklampsi (Romauli, 2011).

4) Telinga

Normal tidak ada serumen yang berlebihan dan tidak berbau. Bentuk

telinga normal, dan simetris (Romauli, 2011).

5) Mulut dan Gigi

Dalam kehamilan sering timbul stomatitis dan yang mengandung

pembuluh darah dan mudah berdarah. Ibu hamil dengan karies gigi
20

atau keropos menandakan ibu hamil dengan kekurangan kalsium

(Romauli, 2011).

6) Leher

Normalnya bila tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, tidak ada

pembesaran limfe dan bendungan vena jugularis (Romauli, 2011).

Pembengkakan kelenjar tiroid menunjukkan kemungkinan kurangnya

yodium, pada wanita hamil yang kekurangan yodium dapat

menyebabkan bayi yang dilahirka menderita kretenisme, sebuah

ketidakmampuan yang mempengaruhi pemikiran (Romauli, 2011).

7) Dada

Sesak nafas terjadi karena pembesaran uterus sehingga menekan

diafragma (Varney, 2007).

8) Payudara

Mammae pada ibu hamil biasanya terdapat pembesaran montgomery

mammae pada ibu hamil akan membesar dan tegang akibat hormone

estrogen dan progesteron akan tetapi belum mengeluarkan air susu.

Sejak usia kehamilan 32 minggu sampai anak lahir, kolostrum yang

keluar lebih kental, berwarna kuning, dan banyak mengandung lemak

(Romauli, 2011).

9) Abdomen

Tidak ada bekas luka operasi, terdapat linea nigra, striae livida/palida,

dan terdapat pembesaran abdomen sesuai usia kehamilan. Pembesaran


21

abdomen yang berhubungan dengan usia kehamilan dan posisi janin

memanjang atau melintang, tampak gerakan janin (Marmi, 2011).

10) Genetalia

Pemeriksaan genetalia eksterna dari inspeksi vulva untuk mengetahui

pengeluaran cairan , pertumbuhan abnormal (kondiloma akuminata,

kondiloma matalata, kista bartholini, abses bartholini. Relaksasi

introitus vagina dan pembesaran labia serta klitoris merupakan

perubahan yang normal selama kehamilan (Fraser, D.M. & Cooper,

2009). Adanya keputihan pada vagina normal karena keputihan

merupakan sekresi vagina (Marmi, 2011).

11) Anus

Normalnya tidak ada benjolan atau pengeluaran darah dari anus.

Hemoroid ialah pelebaran vena-vena di anus, dapat bertambah besar

dalam kehamilan karena ada bendungan darah di dalam rongga

panggul (Romauli, 2011). Menurut (Saifuddin, 2014) hemoroid dapat

terjadi akibat konstipasi.

12) Ekstermitas

Varises dapat terjadi karena pengaruh hormon estrogen dan

progesteron sehingga dapat mengakibatkan penampakan pembuluh

darah vena disekitar kaki dan betis. Penampakan pembuluh darah vena

ini akan hilang setelah persalinan (Manuaba, 2012). Selain itu juga

dapat muncul edema pada kaki dan pergelangan kaki saja biasanya

merupakan edema dependen yang disebabkan oleh penurunan aliran


22

darah vena akibat penekanan uterus yang membesar, hal ini

merupakan tanda klasik pre eklamsi (Varney, 2007).

e. Pemeriksaan Khusus

Dilakukan pemeriksaan khusus untuk menjelaskan tentang TFU

Mc.Donald, Tafsiran Berat Janin (TBJ), palpasi, auskultasi, perkusi,

pemeriksaan panggul luar, dan kedudukan janin dalam rahim.

1) TFU Mc.Donald

Pertumbuhan janin dalam rahim dapat diketahui dengan melihat

ukuran rahim dalam cm. TFU sesuai dengan masa kehamilan dapat

dilihat pada tabel 2.3.

Tabel 2.3
Tinggi Fundus Uteri Sesuai Masa Kehamilan TM III
Dalam (Cm)

Tinggi Fundus Dalam cm Usia Kehamilan

28 cm (± 1-2 cm) 28 minggu


Usia kehamilan dalam 29-35 minggu
minggu = (± 1-2 cm)
36 cm (± 1-2 cm) 36 cm (± 1-2 cm)
Sumber: Saifuddin, Abdul Bari, 2014. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan
Maternal Dan Neonatal, Jakarta, halaman 93

2) Tafsiran Berat Janin (TBJ)

Menurut (Sofian, 2012)menurut rumusnya Johnson Tausak adalah

(tinggi fundus dalam cm - n) x 155 = berat badan (gram). Bila kepala

belum masuk PAP maka n=12, dan bila kepala sudah masuk PAP

maka n=11.

3) Palpasi
23

Palpasi menurut (Romauli, 2011b) terdapat 4 pemeriksaan palpasi

tersebut meliputi:

a) Leopold 1

Menentukan tinggi fundus uteri dan bagian apa yang terletak di

fundus. Normalnya pada ibu hamil fundus teraba bokong. Sifat

kepala ialah keras, bundar, dan melenting. Sifat bokong ialah

kurang bundar dan kurang melenting, pada letak lintang teraba

kosong. Perubahan pada ukuran uterus menurut (Manuaba, 2012)

dapat dilihat pada tabel 2.4

Tabel 2.4
Usia kehamilan berdasarkan Tinggi Fundus Uteri
dengan jari

Tinggi Fundus Uteri Usia Kehamilan


Setinggi pertengahan proxecus 32 dan 40 minggu
xypoideus dan pusat
3 jari di bawah arcus coste 33 dan 39 minggu
2 jari di bawah arcus coste 34 dan 38 minggu
1 jari dibawah arcus coste 35 dan 37 minggu
Sejajar dengan arcus coste atau 3 jari 36 minggu
di bawah proxecus xypoideus
Sumber: Manuaba, Ida Bagus Gde, 2012. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan KB,
Jakarta, halaman 100.
b) Leopold II

Tujuannya untuk mengetahui letak punggung. Normal teraba

bagian panjang, keras seperti papan (punggung) pada satu sisi

uterus dan pada sisi lain teraba bagian kecil janin (Romauli,

2011b). Jika kesulitan dalam menentukan letak punggung dapat

dilakukan dengan pemeriksaan Boedin. Dan apabila hasilnya masih

diragukan dapat menggunakan cara yang kedua yang dapat

digunakan yaitu pemeriksaan Ahlfeld.


24

c) Leopold III

Tujuannya untuk mengetahui presentasi atau bagian terbawah janin

sudah masuk PAP atau belum. Normalnya pada bagian bawah janin

teraba bagian bulat, keras dan melenting (kepala janin) (Romauli,

2011b) Jika kesulitan dalam menentukan bagian janin dalam

fundus dapat dilakukan pemeriksaan Knebel. Teknik yang

digunakan dengan satu tangan di fundus dan tangan lain di atas

simfisis (Sofian, 2015).

d) Leopold IV

Tujuannya untuk mengetahui seberapa jauh masuknya bagian

terendah janin ke dalam Pintu Atas Panggul (PAP). Posisi tangan

masih bisa bertemu (konvergen), hanya sebagian kecil dari kepala

turun ke rongga panggul. Posisi kedua tangan sejajar, berarti

separuh kepala masuk ke rongga panggul. Posisi tangan tidak

bertemu (divergen), bagian terbesar dari kepala masuk ke rongga

panggul dan ukuran terbesar dari kepala sudah melewati PAP. Jika

kesulitan dapat dilakukan dengan pemeriksaan Osborn test.

Mengukur tonjolan bagian terendah jika lebih 2 jari hasilnya maka

Osborn test positif. Pada primigravida usia kehamilan 36 minggu

apabila kepala belum masuk PAP kemungkinan terjadi Cepalo

Pelvic Disproportion (CPD), sedangkan pada multigravida kepala

masuk PAP bersamaan proses persalinan (Romauli, 2011).

4) Auskultasi
25

Setelah menentukan punggung selanjutnya dapat menghitung Detak

Jantung Janin (DJJ). Cara menghitung DJJ yaitu dilakukan dengan

interval 5 detik. Pada 5 detik pertama, 5 detik ketiga, dan 5 detik

kelima, kemudian jumlah perhitungan dikalikan 4. Bila ditemui

interval 2 denyutan tandanya terjadi gawat janin atau fetal distress

(Marmi, 2011).

5) Perkusi

Bila gerakannya berlebihan dan cepat, maka hal ini mungkin

merupakan tanda pre eklampsia. Bila refleks patella negatif,

kemungkinan pasien mengalami kekurangan B1. Kekurangan vitamin

B1 dapat menyebabkan kelemahan, kelelahan, gangguan psikosis, dan

kerusakan saraf (Romauli, 2011).

6) Pemeriksaan Panggul Luar

Menurut (Manuaba, 2012), pemeriksaan panggul luar dilakukan

terutama bagi primigravida, pemeriksaan dilakukan untuk

memperkirakan kemungkinan adanya kesempitan panggul/panggul

sempit. Menurut (Marmi, 2011) seorang multipara yang sudah pernah

melahirkan janin yang aterm dengan spontan dan mudah, dapat

dianggap mempunyai panggul yang cukup luas. Multipara yang tetap

harus dilakukan pemeriksaan ukuran panggul luar adalah yang

mengalami persalinan prematur dan BBLR. Menurut (Saifuddin, 2014)

pemeriksaan panggul luar meliputi:


26

a) Distansia spinarum (±24–26 cm) jarak antara spina iliaka anterior

superior sinistra dan dekstra.

b) Distansia cristarum (±28–30 cm) jarak yang terpanjang antara dua

tempat yang simetris pada krista illiaka sinistra dan dekstra.

c) Konjugata eksterna (Boudeloque) ±18 cm jarak antara bagian atas

simfisis ke prosesus spinosus lumbal 5.

d) Lingkar panggul (80-90 cm) jarak tepi atas simfisis ke pertengahan

antara spina iliaka anterior superior dan trochanter mayor sepihak

dan kembali melalui tempat yang sama dipihak lain. (Marmi, 2011)

7) Kedudukan janin dalam rahim

Janin tunggal dapat dilihat dari ukuran perut tidak lebih besar dari usia

kehamilan, tidak teraba 3 bagian besar. Rasionalnya tidak teraba 2

bagian besar yang berdampingan, terdengar satu punctum maksimum

detak jantung janin (Manuaba, 2012). Intrauterin yaitu gerakan janin

tidak terasa nyeri, palpasi janin tidak teraba di bawah kulit abdomen,

pemeriksaan ultrasonografi positif (Romauli, 2011). Situs (letak)

adalah hubungan sumbu panjang ibu dengan sumbu panjang janin

sehingga dijumpai kedudukan membujur atau melintang. Hubungan

sumbu panjang janin dan sumbu panjang rahim dikenal dua bentuk

membujur (letak kepala, letak sungsang) dan letak lintang (Manuaba,

2012). Habitus (sikap) apabila pada letak janin yang fisiologis badan

melengkung menyesuaikan diri dengan rahim, kepala fleksi dimana

dagu menempel pada dada, lengan bersilang didepan dada, kaki


27

melipat pada paha dan lutut rapat pada badan, kepala janin berada

diatas panggul (Manuaba, 2012). Habitus fleksi adalah jika tidak ada

benjolan yang membentuk sudut fibrae (Manuaba, 2012). Posisi adalah

letak salah satu bagian janin terhadap jalan lahir.Anak hidup dinilai

dari adanya gerakan janin, DJJ terdengar jelas 2 jari sebelah kanan/ kiri

bawah.

f. Pemeriksaan Penunjang

1) Golongan darah

Pengambilan darah bertujuan untuk mengetahui golongan darah ibu.

Golongan darah digunakan untuk persiapan calon pendonor darah

apabila ibu mengalami kegawatdaruratan seperti perdarahan selama

persalinan (Fraser, 2009).

2) Pemeriksaan Haemoglobin (Hb)

Pemeriksaan Hb minimal dilakukan dua kali selama hamil, trimester I

dan trimester III. Pemeriksaan haemoglobin diulang pada usia gestasi

28-32 minggu ketika efek fisiologis hemodilusi menjadi semakin nyata

(Fraser, 2009). Menurut (Manuaba, 2012) hasil pemeriksaan Hb dapat

digolongkan sebagai berikut: Hb ≥11gr % tidak anemia, Hb 9 – <11 gr

% anemia ringan, Hb 7 – 9 gr% anemia sedang, dan Hb < 7gr% anemia

berat.

3) Pemeriksaan Protein Urin dan Reduksi Urin


28

Pemeriksaan protein urin dan reduksi urin dilakukan pada kunjungan

pertama dan kunjungan trimester III. Pemeriksaan reduksi urin

dilakukan untuk mengukur kadar glukosa dalam urin Pemeriksaan

tersebut dapat diulang apabila terdapat indikasi. dapat pula di ukur

dengan cara dipstik yaitu dengan mencelupkan strip ke dalam urine

segar (5 detik) sampai semua test area terendam dalam urine.

Selanjutnya baca hasil test dengan cara membandingkan warna pada

standart warna yang tersedia dengan waktu yang tercantum pada

standart warna (Fraser, D.M. & Cooper, 2009) seperti Gambar 2.1.

Gambar 2.1
Hasil Protein Urine dan glukosa secara dipstick
Sumber Depkes RI

Sumber: Depkes RI

4) Pemeriksaan USG

Pemeriksaan USG pada TM III untuk penentuan usia kehamilan,

evaluasi pertumbuhan janin, penentuan presentasi janin, penilaian

jumlah cairan amnion dan faal plasenta (Saifuddin, 2010).

5) Pemeriksaan HbSAg
29

Menurut (Romauli, 2011) dilakukan pada pemeriksaan hamil yang

pertama, bertujuan untuk mengetahui ada atau tidaknya virus hepatitis

B dalam darah, baik dalam kondisi aktif maupun sebagai carier.

6) Pemeriksaan HIV

Terutama untuk daerah risiko tinggi kasus HIV dan yang dicurigai

menderita HIV. Ibu hamil setelah mendapat konseling diberi

kesempatan untuk mengambil keputusan menjalani tes HIV

(Kemenkes RI, 2011)

7) Deteksi dari risiko tinggi kehamilan

Keadaan risiko tinggi ditetapkan pada menjelang kehamilan, saat

kehamilan muda, saat hamil pertengahan, saat inpartu dan setelah

persalinan. Menurut Poedji Rochjati dalam (Kemenkes RI, 2016)

skrining atau deteksi dini ibu risiko tinggi.

2.1.2 Diagnosa Kebidanan

Menurut (Kemenkes RI, 2011) perumusan diagnosa dan atau masalah

kebidanan, bidan memperoleh dari pengkajian, yang meliputi data subjektif dan

data objektif dan menginterpretasikannya secara akurat dan logis untuk

menegakkan diagnosa dan masalah kebidanan yang tepat. Kriteria perumusan

diagnosa dan atau masalah adalah:

1. Diagnosa sesuai dengan nomenklatur Kebidanan

2. Masalah dirumuskan sesuai dengan kondisi klien

3. Dapat diselesaikan dengan Asuhan Kebidanan secara mandiri, kolaborasi,

dan rujukan.
30

Menurut (Manuaba, 2012) G1/>1PAPIAH, usia kehamilan 37-40 minggu, janin

hidup, tunggal, intrauterin, situs bujur, habitus fleksi, posisi punggung

kanan/pungung kiri, presentasi kepala, kesan panggul normal, keadaan umum ibu

dan janin baik dengan risiko rendah sampai dengan risiko sangat tinggi. Menurut

(Varney, 2007) masalah yang mugkin terjadi antara lain edema dependen, sering

kencing, puting tenggelam. Prognosa baik.

2.1.3 Perencanaan

Menurut (Kemenkes RI, 2011) bidan merencanakan asuhan kebidanan

berdasarkan diagnosa atau masalah ,tindakan segera dan tindakan antisipatif.

1. Diagnosa kebidanan: G1/>1PAPIAH, UK 37-40 minggu, janin hidup,

tunggal,intrauterin, situs bujur, habitus fleksi, posisi punggung kanan/pungung

kiri, presentasi kepala, kesan panggul normal, KU ibu dan janin baik dengan

risiko rendah sampai dengan risiko sangat tinggi, Prognosa baik/ buruk (Manuaba,

2012).

Tujuan : Ibu dan janin sehat, sejahtera sampai melahirkan.

Kriteria menurut (Handajani, 2010) adalah:

a. Kesejahteraan Ibu

1) Kesadaran composmentis

2) TTV normal

TD : 100/70-130/90 mmHg

N : 80-100 x/menit

S : 36,5 – 37,5ºC

R : 16-24 x/menit
31

3) Pemeriksaan laboratorium meliputi Hb ≥ 11 gr%, protein urine (-), reduksi

urine (-).

4) TFU sesuai dengan usia kehamilan yaitu usia kehamilan 28 minggu TFU 3

jari diatas pusat (26,7 cm), 32 minggu TFU pertengahan pusat-prosesus

xiphoideus (29,5–30 cm), 40 minggu TFU pertengahan pusat-prosesus

xyphoideus (37,7 cm).

5) Tidak terdapat tanda-tanda bahaya kehamilan seperti muntah, demam tinggi,

bengkak, gerakan janin berkurang, perdarahan, dan ketuban pecah dini.

b. Kesejahteraan Janin menurut (Manuaba, 2012)

1) Keadaan umum janin baik

2) DJJ (+) 120-160x/menit, intensitas kuat, teratur.

3) TBJ normal 2.500 gram – 4.000 gram

4) Gerakan janin normal, yaitu 10 gerakan dalam 12 jam

5) Situs bujur dan presentasi kepala.

6) Pada primi kepala masuk saat usia kehamilan 36 minggu, pada multi kepala

masuk saat menjelang persalinan.

Intervensi:

1. Jelaskan pada ibu tentang hasil pemeriksaan dengan pendekatan terapeutik.

Rasional: Untuk mengubah cara pandang klien mengenai dirinya, harga

dirinya, dan lain-lain yang berkaitan sehingga klien dapat menghargai dan

menerima keadaan dirinya sebagaimana apa adanya (Tyastuti, 2009).

2. Jelaskan tentang ketidaknyamanan dan masalah yang mungkin timbul

pada ibu hamil trimester III (Tyastuti, 2009)


32

Rasional: Perubahan fisiologis kehamilan normal memungkinkan perubahan

yang terjadi akibat kehamilan dan mendeteksi abnormalitas.

3. Jelaskan pada ibu tentang tanda bahaya kehamilan trimester III yang

mengindikasi, ibu dapat menghubungi tenaga kesehatan dengan segera.

Rasional : Mengidentifikasi tanda bahaya dalam kehamilan, agar ibu

mengetahui kebutuhan yang harus dipersiapkan dan cara mengatasi masalah

yang timbul (Tyastuti, 2009).

4. Diskusikan dengan ibu tentang kebutuhan dasar ibu hamil meliputi nutrisi,

eliminasi, istirahat dan tidur, personal hygiene, aktivitas, hubungan seksual.

Rasional: Dengan memenuhi kebutuhan dasar ibu hamil, maka kehamilan

dapat berlangsung dengan aman dan lancar (Marmi, 2011).

5. Jelaskan pada ibu tentang P4K

Rasional: Dengan adanya pengetahuan mengenai P4K akan mengurangi

kebingungan pada saat persalinan serta meningkatkan kemungkinan bahwa

ibu akan menerima asuhan yang sesuai dan tepat waktu adapun persiapan

persalinan meliputi, persiapan dana, penolong, pendonor, pendamping,

kendaraan, tempat (Marmi, 2011).

6. Jelaskan pada ibu tentang tanda-tanda persalinan.

Rasional: Agar segera tertangani persalinan ibu, dan mengurangi komplikasi

yang akan terjadi jika segera ditangani.

7. Pesankan pada ibu untuk kontrol ulang sesuai jadwal atau sewaktu-waktu

bila ada tanda bahaya.


33

Rasional: Memantau keadaan ibu dan janin, serta mendeteksi dini terjadinya

komplikasi. (Varney, 2007).

Masalah Potensial yang terjadi, dalam hal ini penulis mencantumkan masalah

sesuai masalah dengan kasus nyata.

1. Masalah I Sering buang air kecil / nocturia

Menurut (Varney, 2008)

Tujuan :Ibu mengerti dan dapat beradaptasi dengan

keadaannya sehingga tidak menimbulkan

kecemasan.

Kriteria :- Keluhan sering kencing berkurang

- Infeksi saluran kencing tidak terjadi

Intervensi :

a. Jelaskan penyebab terjadinya sering kencing

Rasional : Ibu mengerti penyebab sering kencing karena tekanan bagian bawah

janin pada kandung kemih.

b. Anjurkan ibu untuk menghindari minum-minuman bahan diuretic alamiah

seperti kopi, teh, softdrink.

Rasional : Bahan diuretic akan menambah frekuensi berkemih.

c. Anjurkan ibu untuk tidak menahan BAK

Rasional : Menahan BAK akan mempermudah timbulnya infeksi saluran

kemih.
34

d. Anjurkan minum 8-10 gelas/hari tetapi banyak minum pada siang hari dan

menguranginya setelah makan sore, serta sebelum tidur buangair kencing

dahulu.

Rasional : Mengurangi frekuensi berkemih pada malam hari.

2. Masalah II Edema Dependen

Menurut (Varney, 2008)

Tujuan : Ibu dapat mengerti dan beradaptasi terhadap perubahan yang

fisiologis sehingga tidak menimbulkan kecemasan

Kriteria :- Edema berkurang

- Aktifitas sehari-hari tidak terganggu

Intervensi

a. Jelaskan penyebab dari edema dependen

Rasional : Ibu mengerti penyebab edema dependen yaitu karena tekanan

pembesaran uterus pada vene pelvic ketika duduk atau pada vena cava inferior

ketika berbaring.

b. Minta ibu waktu tidur miring ke kiri dan perut diganjal bantal

Rasional : Mengurangi penekanan pada vena cava inferior oleh uterus yang

akan memperberat edema.

c. Anjurkan pada ibu untuk menghindari berdiri terlalu lama

Rasional : Meringankan penekanan pda vena dalam panggul

d. Anjurkan pada ibu menghindari pakaian yang ketat.

Rasional : Pakaian yang ketat dapat menekan vena sehingga menghambat

sirkulasi darah.
35

e. Anjurkan pada ibu menggunakan penyokong atau korset.

Rasional : Penggunaan penyokong atau korset pada abdomen maternal yang

dapat melongarkan tekanan pada vena-vena panggul.

3. Masalah III Puting susu tenggelam

Menurut Astuti, 2014 :

Tujuan :Ibu mengerti dan dapat beradaptasi dengan keadaannya

sehingga tidak menimbulkan kecemasan.

Kriteria : Puting susu kembali menonjol.

Intervensi :

a. Jelaskan penyebab terjadinya puting susu tenggelam

Rasional : Ibu mengerti penyebab puting susu tenggelam karena kurangnya

perawatan payudara.

b. Mengajari ibu untuk merawat payudaranya dengan teknik hoffman.

Rasional : Ibu bisa mendemonstrasikan cara merawat payudara dengan teknik

hoffman yaitu meletakkan jempol dan telunjuk tangan diantara puting (saling

berhadapan), menekan jari tersebut sambil menarik puting keluar.

c. Anjurkan ibu untuk menghindari penggunaan BH yang terlalu ketat

Rasional : Penggunaan BH yang terlalu ketat dapat menekan puting masuk ke

dalam.

2.1.4 Pelaksanaan

Menurut (Kemenkes RI, 2011) tentang Standar Asuhan Kebidanan, bidan

merencanakan asuhan kebidanan secara komprehensif, efektif, efisien dan aman

berdasarkan evidence based kepada pasien dalam bentuk upaya promotif,


36

preventif, kuratif, dan rehabilitatif. Dapat dilaksanakan secara mandiri, kolaborasi,

dan rujukan dengan kriteria :

1. Memperhatikan keunikan klien sebagai makhluk bio-psiko-sosial-spiritual-

kultural.

2. Setiap tindakan asuhan harus mendapatkan persetujuan dari klien dan atau

keluarganya (inform consent).

3. Melaksanakan tindakan asuhan berdasarkan evidence based.

4. Melibatkan klien/pasien dalamsetiap tindakan.

5. Menjaga privasi klien/pasien.

6. Melaksanakan prinsip pencegahan infeksi.

7. Mengikuti perkembangan kondisi klien secara berkesinambungan.

8. Menggunakan sumber daya, saran dan fasilitas yang ada dan sesuai.

9. Melakukan tindakan sesuai standar.

10. Mancatat semua tindakan yang telah dilakukan.

2.1.5 Evaluasi

Menurut (Kemenkes RI, 2011), untuk melihat keefektifan dari asuhan yang

sudah diberikan, Bidan melakukan evaluasi secara sistematis dan

berkesinambungan sesuai dengan perubahan perkembangan kondisi klien.

Evaluasi atau penilaian dilakukan segera setelah selesai melaksanakan asuhan

sesuai kondisi klien. Hasil evaluasi segera dicatat dan dikomunikasikan pada klien

dan atau keluarga dan harus ditindaklanjuti sesuai dengan kondisi klien/pasien.

Evaluasi ditulis dalam bentuk catatan perkembangan SOAP, yaitu sebagai berikut:

S : Adalah data subjektif, mencatat hasil anamnesa.


37

O : Adalah data objektif, mencatat hasil pemeriksaan.

A : Adalah hasil analisa, mencatat diagnosa dan masalah kebidanan.

P : Adalah penatalaksanaan, mencatat seluruh perencanaan dan

penatalaksanaan yang sudah dilakukan seperti tindakan antisipatif,

tindakan segera, tindakan secara komprehensif, penyuluhan, dukungan,

kolaborasi, evaluasi / follow up dan rujukan.

Untuk konsep Asuhan Kebidanan selanjutnya pada pelaksanaan, dan evaluasi

mulai persalinan dan bayi baru lahir, nifas dan menyusui, neonatus dan KB sama

dengan pada konsep asuhan kebidanan kehamilan.

2.2 Konsep Dasar Asuhan Kebidanan Persalinan dan Bayi Baru Lahir

2.2.1 Pengkajian

1. Data Subyektif

a. Keluhan utama

1) Kala 1

Partus dimulai bila timbul his dan wanita tersebut mengeluarkan

lendir yang bercampur darah (blood show) dan ketuban akan pecah

dengan sendirinya ketika pembukaan hampir atau telah lengkap

(Wiknjosastro, 2010). Dan his persalinan memiliki ciri khas pinggang

terasa nyeri yang menjalar ke depan, sifatnya teratur, intervalnya

makin pendek dan kekuatannya makin besar, mempunyai pengaruh


38

terhadap perubahan serviks, makin beraktivitas (jalan), kekuatan

makin bertambah (Manuaba, 2012).

2) Kala II

Ibu merasakan ingin meneran bersamaan dengan terjadinya kontraksi,

ibu merasakan adanya peningkatan tekanan pada rektum dan/atau

vaginanya (Wiknjosastro, 2014).

3) Kala III

Beberapa ibu merintih atau tiba-tiba diam saat mereka mengalami

kram uterus, biasanya sebelum mengeluarkan plasenta, bekuan atau

kehilangan darah. Sensasi ini bisa disertai dengan keinginan ringan

untuk mengejan mengeluarkan plasenta (Manuaba, 2010).

4) Kala IV

Setelah plasenta lahir, kontraksi rahim tetap kuat. Kekuatan kontraksi

ini tidak diikuti oleh interval pembuluh darah tertutup rapat dan terjadi

kesempatan membentuk trombus. Kontraksi ikutan saat menyusui bayi

sering dirasakan oleh ibu post partum, karena pengeluaran oksitosin

oleh kelenjar hipofisis posterior (Manuaba, 2010).

b. Riwayat Persalinan Sekarang

Ibu dinyatakan partus dimulai bila timbul his dan wanita tersebut

mengeluarkan lendir yang bersemu darah (blood show). Ketuban akan

pecah dengan sendirinya ketika pembukaan hampir atau telah lengkap

(Wiknjosastro, 2010). Frekuensi dan lama kontraksi uterus akan meningkat

secara bertahap (kontraksi dianggap adekuat atau memadai jika terjadi 3


39

kali atau lebih dalam waktu 10 menit dan berlangsung 40 detik atau lebih

(Wiknjosastro, 2010).

c. Pola Kehidupan sehari-sehari

1) Nutrisi

Makanan ringan dan asupan cairan yang cukup selama persalinan

akan memberi lebih banyak energi dan mencegah dehidrasi. Dehidrasi

bisa memperlambat kontraksi dan/atau membuat kontraksi menjadi

tidak teratur dan kurang efektif (Wiknjosastro, 2014).

2) Eliminasi

Tekanan kepala bayi pada perineum merangsang reflek saraf,

menyebabkan keinginan BAB (Manuaba, 2012). Jika kandung kemih

dengan mudah dapat dilihat dan dipalpasi di atas simfisis, wanita

tersebut tandanya kandung kemih penuh. Jika kandung kemih

terdistensi dan tidak dapat berkemih, diindikasikan kateterisasi

(Cuningham, 2006).

3) Istirahat dan tidur

Keletihan dan penurunan fisik pada wanita dipengaruhi oleh tingkat

keletihannya saat memasuki persalinan, rumatan hidrasi selama

persalinan, lama persalinan, dan kemampuan menghadapi tuntutan

kondisi dan situasi yang terjadi. Keletihan juga dapat mengakibatkan

persalinan berlangsung lama (Varney, 2008).


40

4) Personal Hygiene

Ibu bersalin biasanya banyak mengeluarkan keringat. Pada kala I,

wanita yang bersalin biasanya mengeluarkan lendir darah dan bau

napas yang tidak sedap, mulut kering, bibir kering atau pecah-pecah,

tenggorokan nyeri, dan gigi berlubang, terutama jika ia bersalin

selama berjam-jam tanpa mendapat cairan oral dan perawatan mulut

(Varney, 2007). Pada kala II, wanita mengalami hidrasi karena

banyaknya cairan yang hilang melalui kulit dalam bentuk keringat

(Varney, 2008).

5) Aktivitas

Umumnya wanita bersalin lebih suka dengan posisi berbaring karena

sakit ketika ada his (Saifuddin, 2010).

d. Psikososial dan spiritual

Kontraksi yang dialami sebagai kekuatan positif yang memotivasi dan

memberikan kehidupan. Sebagian lain mungkin merasakan kontraksi ini

sebagai rasa nyeri dan melawan kontraksi tersebut. Seorang ibu dapat

menyambut peristiwa ini dengan perasaan senang karena sebentar lagi ia

akan melihat bayinya. Ibu dapat merasa cemas membayangkan bahwa

melahirkan seorang anak akan terasa sangat sakit dan khawatir tentang

kemampuaannya mengendalikan rasa nyeri. Sejalan dengan kemajuan

persalinan, ibu dapat merasa kurang percaya diri terhadap kemampuan

kopingnya menghadapi sifat kontraksi yang kuat yang mengendalikan

tubuhnya (Fraser, D.M. & Cooper, 2009).


41

e. Latar belakang sosial budaya

Mengonsumsi rumput fatimah bagi ibu yang akan melahirkan masih sering

ditemukan. Dari penelitian yang ada, diketahui bahwa tanaman tersebut

mengandung oksitosin sejenis hormon yang dapat merangsang kontraksi

pada rahim sehingga dianggap melancarkan kelahiran. Meskipun

demikian, studi mengenai kadar senyawa yang terkandung, efek yang

dihasilkan, serta keamanan rumput Fatimah terhadap ibu hamil dan

bayinya masih sulit ditemukan. Itu sebabnya, konsumsi air rendaman atau

rebusan tanaman ini tidak dianjurkan oleh kalangan medis(Saifuddin,

2014).

2. Data Obyektif

a. Pemeriksaan umum

1) Keadaan umum

Normalnya keadaan umum baik, kesadaran komposmentis (Romauli,

2011).

2) Tanda-tanda vital

a) Tekanan darah

Normalnya yaitu 100/70–130/90 mmHg (Romauli, 2011). Selama

kontraksi disertai peningkatan sistolik rata-rata 15 (10–20) mmHg

dan diastolik rata-rata 5–10mmHg. Pada waktu-waktu diantara

kontraksi, tekanan darah kembali ke tingkat sebelum persalinan

(Varney, 2008). Pada ibu yang mengalami pre-eklamsia atau


42

hipertensi esensial selama kehamilan, persalinan lebih

meningkatkan tekanan darah (Fraser, D.M. & Cooper, 2009).

b) Nadi

Normalnya ibu antara 60-80 x/menit (Romauli, 2011: 173).

Frekuensi nadi merupakan indikator yang baik dari kondisi fisik

ibu. Jika frekuensi nadi meningkat lebih dari 100 denyut per

menit, hal tersebut dapat mengindikasikan adanya ansietas, nyeri,

infeksi, ketosis, atau perdarahan (Fraser, D.M. & Cooper, 2009).

c) Suhu

Normalnya adalah 36,5-37,5 oC (Romauli, 2011). Peningkatan

suhu yang tidak lebih dari 0,5 – 1 0C dianggap normal (Varney,

2008). Perhatikan tanda infeksi atau dehidrasi jika suhu tubuh

melebihi 37,6 oC (Kennedy, Donna, & E, 2013).

d) Pernapasan

Pernapasan normal 16-24 kali permenit (Romauli, 2011),

penghitungan frekuensi napas saat kontraksi dapat menimbulkan

hasil yang abnormal akibat stress atau akibat penggunaan teknik

bernapas (Varney, 2008).

b. Pemeriksaan fisik

1) Kepala

Kulit kepala normalnya bersih (Romauli, 2011). Pertumbuhan yang

merata dan rambut lembab karena berkeringat (Walsh, 2012).


43

2) Muka

Pucat/tidak,sembab/ tidak, bentuk simetris (Romauli, 2011). Saat

menjelang persalinan, ibu akan nampak gelisah ketakutan dan menahan

rasa sakit akibat his (Saifuddin, 2014).

3) Mata

Kehilangan penglihatan untuk sementara, yang berlangsung saat

persalinan dapat terjadi. Perdarahan kadang-kadang terjadi pada retina,

hal ini merupakan tanda gawat akan terjadinya apopleksia serebri

(Saifuddin, 2010)

4) Mulut dan gigi

Wanita bersalin biasanya mengeluarkan bau napas yang tidak sedap,

mulut kering, bibir kering atau pecah-pecah, tenggorokan nyeri dan gigi

berkerak, terutama jika ia bersalin selama berjam-jam tanpa mendapat

cairan oral dan perawatan mulut (Varney, 2008).

5) Leher

Setelah persalinan fungsi dan besarnya kelenjar gondok pulih lagi.

Akan tetapi walaupun tampak gejala-gejala yang dapat menyerupai

seperti hiperfungsi kelenjar tiroid, namun wanita itu tidak menderita

hipertiroidisme (Saifuddin, 2010).

6) Payudara

Puting susu biasanya menjadi bertambah besar, pigmen lebih gelap, dan

lebih erektil. Pada saat bayi lahir bidan memberitahu ibu untuk

persiapan Inisiasi Menyusu Dini (IMD) pada setelah beberapa bulan


44

pertama, cairan kental yang keluar berwarna kekuning-kuningan,

kolostrum sering dapat ditekan keluar dari puting susu dengan tekanan

lembut dan (Cuningham, 2006).

7) Abdomen

Kontraksi uterus perlu dipantau mengenai jumlah kontraksi selama 10

menit, dan lama kontraksi. Pemeriksaan DJJ dilakukan selama atau

sebelum puncak kontraksi pada lebih dari satu kontraksi. Presentasi

janin, dan penurunan bagian terendah janin juga perlu dilakukan

pemeriksaan. Sebelum melakukan pemeriksaan abdomen, anjurkan ibu

untuk mengosongkan kandung kemih (Wiknjosastro, 2008). Kandung

kemih yang penuh mengganggu penurunan kepala bayi, selain itu juga

akan menambah rasa nyeri perut bawah, menghambat penatalaksanaan

distosia bahu, menghalangi lahirnya plasenta dan perdarahan

pascapersalinan (Wiknjosastro, 2008).

8) Genetalia

Tanda-tanda inpartu pada vagina terdapat pengeluaran pervaginam

berupa bloody slym dan cairan ketuban. Tekanan pada anus, perineum

menonjol, vulva membuka sebagai tanda gejala kala II (Manuaba,

2012). Adanya perineum pucat kaku dan luka parut di perineum. Dapat

mengindikasikan adanya riwayat robekan perineum atau tindakan

episiotomi sebelumnya (Wiknjosastro, 2014). Pada kala III dijumpai

adanya tali pusat di depan vulva, perdarahan dan robekan perineum

(Wiknjosastro, 2014). Pada kala IV dijumpai pengeluaran darah dari


45

vagina, tapi tidak banyak, yang berasal dari pembuluh darah yang ada

di dinding rahim tempat terlepasnya plasenta (Irianto, 2014).

9) Anus

Perineum mulai menonjol dan anus mulai membuka. Tanda ini akan

tampak bila betul-betul kepala sudah di dasar panggul dan mulai

membuka pintu (Saifuddin, 2010). Kemajuan kepala janin menjelang

persalinan akan menyebabkan penonjolan pada rektum (Varney, 2008).

Ketika perineum teregang maksimal, anus menjadi jelas membuka dan

terlihat sebagai lubang berdiameter 2 sampai 3 cm dan disini dinding

anterior rektum menonjol (Saifuddin, 2014).

10) Ekstermitas

Jari-jari kaki melengkung setiap kali kontraksi muncul, kram pada

bokong, paha dan betis merupakan tanda gejala yang terjadi pada masa

akhir fase transisi (Varney, 2007).

c. Pemeriksaan khusus

1) Palpasi

Pemeriksaan secara palpasi dapat menentukan penurunan kepala janin.

Penurunan kepala janin menurut (Indrayani, 2013) adalah Penilaian

penurunan kepala janin dilakukan dengan menghitung proporsi bagian

terbawah janin yang masih berada di atas tepi atas simfisis dan dapat

diukur dengan lima jari tangan pemeriksa (perlimaan). Menurut

(Saifuddin, 2014) dapat dilihat dalam tabel 2.5 :


46

Tabel 2.5
Penurunan Kepala Janin Menurut Sistem Perlimaan
Periksa Luar Periksa Dalam Keterangan

= 5/5 Kepala diatas PAP, mudah


digerakan
= 4/5 H I-II Sulit digerakkan bagian terbesar
kepala belum masuk panggul
= 3/5 H II-III Bagian terbesar kepala belum
masuk panggul
= 2/5 H III+ Bagian terbesar kepala sudah
masuk panggul
= 1/5 H III-IV Kepala didasar panggul

= 0/5 H IV Diperineum

Sumber: Wiknjosastro,2014

2) His

Kontraksi uterus dihitung menggunakan jarum detik dengan

melakukan palpasi uterus untuk menentukan jumlah kontraksi yang

terjadi dalam kurun waktu 10 menit. Pada fase aktif, minimal terjadi

dua kontraksi dalam 10 menit dan lama kontraksi adalah 40 detik atau

lebih. Diantara dua kontraksi akan terjadi relaksasi dinding uterus

(Wiknjosastro, 2014). Adapun His persalinan menurut (Winkjosastro,

2014) dapat dibedakan sebagai berikut:

a) Kala I

Intervalnya 2-3 menit, lama 40-60 detik.

b) Kala II

Intervalnya, 2-3 menit, lama 60-90 detik.

c) Kala III

Setelah bayi lahir sekitar 8-10 menit, kemudian rahim berkontraksi

untuk melepaskan plasenta dari insersinya.


47

d) Kala IV

Setelah plasenta lahir kontraksi tetap kuat dengan amplitudo 60-80

mmHg.

d. Pemeriksaan dalam

Menurut (Wiknjosastro, 2014) beberapa hal perlu dilakukan dalam

pemeriksaan dalam adalah:

1) Melakukan pemeriksaan genetalia eksterna, kemudian memerhatikan

ada tidaknya luka atau benjolan termasuk kondiloma akuminata dan

kondiloma matalata, varikositas vulva atau rektum, atau luka parut di

perineum. Dan menilai cairan vagina dan menentukan bercak darah,

perdarahan pervaginam atau mekonium.

2) Melakukan penilaian pada pembukaan dan penipisan serviks

3) Menilai ketuban masih utuh atau sudah pecah

4) Menilai adanya penurunan bagian terbawah janin dan menentukan

bagian yang masuk ke dalam rongga panggul dengan bidang hodge

5) Apabila bagian terbawah belakang kepala, dan memastikan

denominator dan sutura sagitalis untuk menilai derajat penyusupan atau

tumpang tindih tulang kepala serta menilai ukuran kepala janin dengan

ukuran jalan lahir apakah sesuai.

6) Memeriksa posisi denominator.

7) Memastikan tali pusat atau bagian-bagian kecil (tangan atau kaki) tidak

teraba pada saat melakukan periksa dalam


48

8) Sudut arcus pubis >90°, bila kurang berarti ada kesempitan panggul

(Manuaba, 2012).

2.2.2 Diagnosa Kebidanan

G1/>PAPIAH, usia kehamilan 37–40 minggu, janin tunggal, hidup, intrauterin,

situs bujur, habitus fleksi, posisi puka/puki, presentasi kepala, HI-IV, kepala masuk

PAP/belum, inpartu kala I fase laten/aktif (akselerasi, dilatasi maximal,

deselerasi)/kala II/kala III/kala IV, psikologi baik/buruk, keadaan umum ibu dan

janin baik (Manuaba, 2012). dengan kemungkinan masalah menurut (Saifuddin,

2014) yaitu:

a. Pada kala I yaitu kala I memanjang (fase laten dan aktif) dan ketuban pecah

dini (KPD)

b. Pada kala II yaitu distosia bahu, kala II memanjang, gawat janin dan asfiksia

c. Pada kala III yaitu retensio plasenta, avulsi tali pusat

d. Pada kala IV yaitu atonia uteri, robekan vagina, perineum atau serviks.

2.2.3 Perencanaan

Tujuan : Menjaga kelangsungan hidup dan memberikan derajat kesehatan yang

tinggi bagi ibu dan bayinya (Romauli, 2011).

Kriteria :

1. Kesehjateraan ibu

a. KU baik, kesadaran komposmentis (Romauli, 2011).

b. TTV normal yaitu suhu badan 36,5–37,5°C, tekanan darah 100/70–

130/90mmHg, nadi 60-80 kali per menit, dan napas 16–24 kali per menit

(Romauli, 2011).
49

c. His minimal 2x tiap 10 menit dan berlangsung sedikitnya 40 detik

(Saifuddin, 2014).

d. DJJ kuat, teratur, frekuensi 120-160 x/menit (Wiknjosastro, 2014).

e. Penurunan kepala sesuai antara hogde dan perlimaan (Wiknjosastro,

2014).

f. Kala I pada primigravida <12 jam sedangkan multigravida <8 jam

(Manuaba, 2012).

g. Kala II pada primigravida ≤ 2 jam sedangkan pada multigravida ≤ 1 jam,

(Manuaba, 2012).

h. Bayi baru lahir spontan, menangis kuat, gerak aktif (Saifuddin, 2014).

i. Kala III berlangsung rata-rata 5–10 menit, dan paling lama berlangsung 30

menit (Varney, 2008).

j. Plasenta lahir spontan, lengkap, perdarahan < 500 cc (Manuaba, 2010).

k. Kala IV 2 jam (Manuaba, 2010).

l. Perdarahan normal (400–500cc) (Manuaba, 2012).

2. Kesehjateraan bayi

Janin yang dalam keadaan sehat bunyi jantungnya teratur dan frekuensinya

antara 120-160 per menit (Marmi, 2011). Gerakan janin normal, yaitu 10

gerakan dalam 12 jam. Bayi lahir spontan, menangis dan bernapas, tonus otot

bayi baik (Wiknjosastro, 2014).

Intervensi:

a. Intervensi Kala I

1) Jelaskan pada ibu dan keluarga tentang hasil pemeriksaan.


50

Rasional: Bila ibu mengerti keadaannya, ibu bisa kooperatif dengan

tindakan yang diberikan (Varney, 2007).

2) Anjurkan ibu untuk melakukan teknik relaksasi saat ada his.

Rasional: Teknik ini berfungsi ganda, tidak hanya meningkatkan relaksasi,

tetapi juga berfungsi membersihkan jalan napas dengan menghilangkan

kemungkinan hiperventilasi (Varney, 2008).

3) Observasi CHBPK sesuai partograf (dan di evaluasi DJJ dan his setiap 1

jam pada fase laten dan setiap 30 menit pada fase aktif , lingkaran bandle

pada saat ada his dan pembukaan setiap 4 jam, penurunan kepala dan TTV

ibu).

Rasional: Partograf mencatat hasil observasi dan kemajuan persalinan

dengan menilai pembukaan serviks melalui periksa dalam, mendeteksi

secara dini kemungkinan terjadinya partus lama (Wiknjosastro, 2014).

4) Anjurkan ibu untuk mendapatkan posisi setengah duduk dalam persalinan

Rasional: Jika ibu berbaring terlentang maka berat uterus dan isinya (janin,

cairan ketuban, plasenta dan lain-lain) menekan vena cava inferior ibu. Hal

ini akan mengurangi pasokan oksigen, selain itu mengganggu kemajuan

persalinan dan menyulitkan ibu untuk meneran secara efektif (Wiknjosastro,

2014).

5) Beri asupan nutrisi pada ibu dengan memberi ibu makan dan minum.

Rasional: Makanan ringan dan asupan cairan yang cukup selama persalinan

akan memberi lebih banyak energi dan mencegah dehidrasi. Dehidrasi bisa
51

memperlambat kontraksi dan membuat kontraksi menjadi tidak teratur dan

kurang efektif (Wiknjosastro, 2014).

6) Anjurkan ibu untuk BAB maupun BAK jika sudah terasa.

Rasional: Kandung kemih yang penuh mengganggu penurunan kepala bayi.

Selain itu juga akan menambah rasa nyeri pada perut bawah, menghambat

penatalaksanaan distosia bahu, menghalangi lahirnya plasenta dan

perdarahan pasca salin (Wiknjosastro, 2014).

7) Lakukan pemeriksaan dalam atas indikasi Kala II

Rasional: Untuk mengetahui perkembangan kondisi ibu.

b. Intervensi Kala II menurut (Wiknjosastro, 2014)

1) Beritahukan hasil pemeriksaan kepada ibu bahwa pembukaan sudah lengkap

Rasional : Agar ibu bersiap-siap untuk meneran.

2) Persiapan alat, obat, diri, pasien dan keluarga

Rasional: memudahkan penolong untuk melakukan tindakan

3) Atur posisi meneran setengah duduk

Rasional: posisi duduk atau setengah duduk dapat memberikan rasa nyaman

bagi ibu dan memberi kemudahan baginya untuk beristirahat diantara

kontraksi.

4) Pimpin ibu meneran jika ada his

Rasional: Meneran secara berlebihan menyebabkan ibu sulit bernapas

sehingga terjadi kelelahan. Selain itu meneran saat tidak ada his

menyebabkan edem pada jalan lahir.


52

5) Periksa DJJ setelah kontraksi/saat relaksasi uterus untuk memastikan bahwa

DJJ dalam batas normal (120–160 x/menit).

Rasional: menjaga kesejahteraan janin.

6) Setelah crowning 5-6 cm, lahirkan kepala, bahu, dan badan dengan teknik

sangga susur.

Rasional: Melindungi bahu agar tidak distosia bahu, dan supaya perineum

tidak ruptur.

7) Nilai bayi dengan 2 pertanyaan .

Rasional: Proses penilaian sebagai dasar pengambilan keputusan bukanlah

suatu proses sesaat yang dilakukan 1 kali. Penilaian ini menjadi dasar

keputusan apakah bayi perlu resusitasi.

c. Lakukan Perawatan Bayi Baru Lahir (BBL)

1) Mengeringkan, menjepit potong dan ikat tali pusat

Rasional : Agar bayi tidak mengalami hipotermi dan bayi mulai bernapas

dengan paru-parunya

2) Memberikan injeksi vitamin K dengan dosis 0,5 pada paha kiri dan salep

mata, setelah 1 jam kemudian diberikan injeksi Hb0 dengan dosis 0,05 pada

paha kanan.

Rasional : Mengurangi perdarahan pada bayi dan infeksi pada bayi

3) Melakukan Inisiasi Menyusu Dini (IMD) selama 1 jam

Rasional : Agar terbangun adanya bounding attachment

4) Memandikan bayi setelah 6 jam atau ketika suhu bayi normal 36,5-37,5.

Rasional : Agar bayi dalam keadaan bersih dan tidak mengalami hipotermi
53

d. Intervensi kala III menurut (Wiknjosastro, 2014):

1) Periksa kembali uterus

Rasional: memastikan tidak ada janin ganda perbandingan pelepasan

plasenta.

2) Suntikan oksitosin 10 IU secara IM di 1/3 paha atas bagian distal lateral

Rasional: oksitosin merangsang uterus berkontraksi serta membantu

pelepasan plasenta dan mengurangi perdarahan.

3) Penegangan tali pusat terkendali

Rasional: menentukan tanda pelepasan plasenta.

4) Lahirkan plasenta sesuai sumbu jalan lahir

Rasional: melahirkan plasenta dan selaputnya dengan hati-hati akan

membantu mencegah tertinggalnya selaput ketuban di jalan lahir

5) Lakukan masase uterus dengan gerakan melingkar dengan lembut hingga

uterus berkontraksi (fundus teraba keras).

Rasional: tindakan masase fundus uteri dilakukan agar uterus berkontraksi.

Jika uterus tidak berkontraksi dalam waktu 15 detik lakukan

penatalaksanaan atonia uteri.

6) Periksa kelengkapan plasenta

Rasional: Inspeksi plasenta, ketuban, dan tali pusat bertujuan untuk

mendiagnosis normalitas plasenta, pada sisi maternal dan sisi fetal.

7) Evaluasi kemungkinan laserasi pada vagina dan perineum, menentukan

derajat laserasi.
54

Rasional: Untuk memudahkan dalam melakukan penjahitan, penjahitan

laserasi bertujuan menyatukan kembali jaringan tubuh dan mencegah

kehilangan darah.

e. Kala IV menurut (Wiknjosastro 2014) adalah:

1) Periksa kondisi perineum (jika ada laserasi injeksi lidokain 1% non

epineprin dan lakukan hecting)

Rasional: Menemukan penyebab perarahan dari laserasi perineum

2) Observasi kala IV: TD, nadi, suhu, TFU, kontraksi uterus, kandung kemih,

serta perdarahan tiap 15 menit pada 1 jam pertama dan setiap 30 menit pada

1 jam kedua.

Rasional: Untuk mendeteksi dini komplikasi

3) Ajarkan ibu/keluarga cara melakukan masase uterus dan menilai kontraksi.

Rasional: untuk mencegah terjadinya perdarahan (Wiknjosastro, 2014).

4) Memandikan ibu dengan menggunakan air DTT. Bantu ibu memakai

pakaian yang bersih dan kering.

Rasional: Kebersihan dan kondisi kering meningkatkan kenyamanan dan

relaksasi serta menurunkan risiko infeksi (Varney, 2008).

5) Dekontaminasi tempat bersalin, alat habis pakai dengan larutan klorin 0,5%.

Rasional: untuk pencegahan infeksi dengan cara menghambat pertumbuhan

mikroorganisme pada peralatan (Wiknjosastro, 2014).

6) Penatalaksanaan kala IV dan jelaskan tanda bahaya masa nifas

Rasional: Agar ibu paham dan jika ibu menemukan masalah segera lapor

dan segera teratasi


55

7) Lengkapi partograf dan dokumentasi

Rasional: Sebagai dokumentasi

Masalah Potensial yang mungkin terjadi, dalam hal ini penulis tidak

mencantumkan masalah karena masalah disesuaikan dengan kasus nyata.

2.3 Konsep Asuhan Kebidanan Nifas dan Menyusui

2.3.1 Pengkajian

1. Data Subyektif

a. Keluhan utama

Keluhan normal yang sering ditemui pada ibu nifas antara lain adalah nyeri

setelah lahir (afterpain), keringat berlebih, pembesaran payudara.

b. Riwayat Kebidanan

1) Haid

Pada kunjungan IV atau pada 6 minggu setelah persalinan ibu harus sudah

dilakukan pemasangan KB sesuai keinginanya. Ibu yang menyusui atau

memberikan ASI kembalinya menstruasi atau haid sulit diperhitungkan dan

bersifat individu. Sebagian besar menstruasi kembali setelah 4–6 bulan.

Dalam waktu 3 bulan belum menstruasi, dapat menjamin bertindak sebagai

kontrasepsi yaitu Metode Amenore Laktasi (MAL) (Manuaba, 2010).

2) Riwayat nifas sekarang

Dalam 6 jam pertama pascasalin, diharapkan pasien sudah harus dapat

buang air kecil. Biasanya pasien menahan air kencing karena takut akan

merasakan sakit pada luka jalan lahir (Sulistyawati, 2009). Setelah pasca
56

persalinan 2-3 hari produksi ASI mulai akan keluar banyak. Bila bayi mulai

menyusu isapan pada puting susu akan menjadi rangsangan psikis yang

secara reflektoris menyebabkam oksitosin dikeluarkan hipofisis. Dan

involusi uteri dikatakan akan lebih sempurna ketika produksi ASI lebih

banyakdikeluarkan (Sofian, 2012) terdapat pengeluaran lokhea rubra sampai

hari ketiga berwarna merah dan hitam, lokhea sanguiloenta hari keempat

sampai ketujuh warna kecoklatan, lokhea serosa hari ketujuh sampai

keempat belas warna kekuningan, lokhea alba setelah hari keempat belas

berwarna putih (Manuaba, 2012).

c. Pola kebiasaan sehari-hari

1) Nutrisi

Sering kali untuk pemulihan nafsu makan bagi ibu nifas diperlukan 3-4 hari

sebelum faal usus kembali normal. Kebutuhan gizi pada masa nifas terutama

bila menyusui akan meningkat 25% karena berguna untuk proses

kesembuhan dan untuk memproduksi air susu yang cukup untuk

menyehatkan bayi semua itu akan meningkat tiga kali dari kebutuhan biasa

(Irianto, 2014)

2) Eliminasi

Ibu nifas normal diharapkan dapat berkemih spontan normal terjadi 6-8 jam

post partum dan setiap 4 jam setelahnya, karena kandung kemih yang penuh

dapat menganggu kontraksi dan involusi. Pengeluaran air seni (urin)

biasanya juga akan meningkat pada 24-48 jam pertama sampai sekitar hari

ke-5 setelah melahirkan dan ini terjadi karena volume darah ekstra yang
57

dibutuhkan saat hamil tidak dibutuhkan lagi saat setelah persalinan

(Anggraini, 2010). Pada ibu nifas normal BAB terjadi pada hari ke3-4 pasca

persalinan, tetapi konstipasi juga dapat terjadi pada ibu postpartum

(Handajani, 2010) dan kontipasi ini diduga dapat terjadi akibat penurunan

peristaltik yang disebabkan relaksasi otot polos pada usus besar ketika

terjadi peningkatan jumlah progesterone.

3) Istirahat

Ibu pascapartum biasanya kelelahan sehingga mengalami gangguan pola

tidur karena beban aktivitas bertambah, ibu harus bangun malam untuk

meneteki bayinya. Ibu pasca melahirkan wajib dianjurkan untuk istirahat

yang cukup untuk mencegah kelelahan yang berlebihan, karena jika kurang

istirahat akan sangat mempengaruhi dalam beberapa hal, yaitu mengurangi

jumlah ASI yang diproduksi, memperlambat proses involusi uterus dan

memperbanyak perdarahan, menyebabkan depresi dan ketidakmampuan

untuk merawat bayi dan dirinya sendiri (Saifuddin, 2014).

4) Aktivitas

Ibu nifas normal biasanya sebagian besar dapat melakukan ambulasi setelah

selesai persalinan.Ambulasi dini (Early ambulation) adalah mobilisasi

segera setelah ibu melahirkan dengan membimbing ibu untuk bangun dari

tempat tidurnya pada 24-48 jam setelah melahirkan dapat dimulai secara

bertahap dengan miring kanan atau kiri, lalu duduk kemudian mencoba

untuk berdiri dan berjalan dan mengikuti senam nifas (Walyani, 2015).
58

5) Seksual

Libido akan mengalami penurunan karena rasa nyeri yang diakibatkan

pembasahan vagina yang belum kembali seperti semula atau luka yang

masih dalamproses penyembuhan, selain itu disebabkan karena sensitivitas

berkurang dan melebarnya otot-otot vagina (Walyani, 2015).

6) Personal Hygiene

Ibu nifas pada minggu pertama akan mengeluarkan jumlah keringat yang

lebih banyak dari biasanya, selain itu kemungkinan ibu juga mengalami

kerontokan rambut akibat gangguan perubahan hormon sehingga keadannya

menjadi lebih tipis dibandingkan keadaan normal, ibu nifas biasanya akan

lebih memperhatikan kebersihan payudaranya karena untuk menyiapkan

bayinya menyusu (Walyani, 2015).

7) Latar belakang sosial dan budaya

Menurut (Saifuddin, 2014) kebiasaan yang tidak bermanfaat bahkan

membahayakan, antara lain menghindari makanan berprotein, seperti

ikan/telur karena ibu menyusui perlu tambahan kalori sebesar 500

kalori/hari, penggunaan bebat perut segera pada masa nifas (2–4 jam

pertama) penggunaan kantong es atau pasir untuk menjaga uterus

berkontraksi, memisahkan bayi dari ibunya untuk masa yang lama pada 1

jam setelah kelahiran karena masa transisi adalah masa kritis untuk ikatan

batin ibu dan bayi untuk mulai menyusu.


59

d. Riwayat psikososial dan spiritual

Menurut (Ambarwati, 2010), membagi 3 tahap psikologis masa nifas menjadi

3, yaitu:

1) Taking in (1–2 hari pasca salin)

Fase ini merupakan periode ketergantungan yang berlangsung dari pertama

sampai hari kedua setelah melahirkan.Pada saat itu, fokus perhatian ibu

terutama pada dirinya sendiri. Pengalaman selama proses persalinan sering

berulang diceritakannya. Kelelahan membuat ibu cukup istirahat untuk

mencegah gejala kurang tidur, seperti mudah tersinggung. Hal ini membuat

ibu cenderung menjadi pasif terhadap lingkungannya.

2) Taking hold (3–10 hari pasca salin)

Fase ini berlangsung antara 3–10 hari setelah melahirkan. Pada fase taking

hold, ibu merasa khawatir akan ketidakmampuan dan rasa tanggung

jawabnya dalam merawat bayi. Selain itu perasaannya sangat sensitif

sehingga mudah tersinggung jika komunikasinya kurang hati-hati. Oleh

karena itu ibu memerlukan dukungan karena saat ini merupakan kesempatan

yang baik untuk menerima berbagai penyuluhan dalam merawat diri dan

bayinya sehingga tumbuh rasa percaya diri.

3) Letting go

Fase ini merupakan fase menerima tanggung jawab akan peran barunya

yang berlangsung 10 hari setelah melahirkan. Ibu sudah mulai

menyesuaikan diri dengan ketergantungan bayinya. Keinginan untuk

merawat diri dan bayinya meningkat pada fase ini.


60

2. Data Obyektif

a. Pemeriksaan umum

1) Keadaan umum baik, kesadaran komposmentis (Manuaba, 2012).

2) Tanda-tanda Vital

a) Tekanan darah

Normalnya pada ibu nifas 90/60-120/90 mmHg (Marmi, 2011). Pada

beberapa kasus ditemukan hipertensi postpartum, tapi akan

menghilang dengan sendirinya apabila tidak terdapat penyakit lain

yang menyertainya dalam waktu ±2 bulan tanpa pengobatan

(Saifuddin, 2014).

b) Nadi

Normalnya adalah 60-100x/menit. Dan denyut nadi yang meningkat

selama akhir persalinan akan kembali normal setelah beberapa jam

pertama pascapartum (Varney, 2008).

c) Suhu

Normalnya suhu tubuhnya yaitu kurang dari 37,5oC (Walyani, 2015).

Suhu normal setelah persalinan 36-36,5oC (Marmi, 2011). Selama 24

jam pertama suhu meningkat menjadi 38̊C akibat meningkatnya

kerja otot, dehidrasi, dan perubahan hormonal. (Maryunani, 2011)

d) Pernapasan

Normalnya yaitu sekitar 20-30x/menit (Anggraini, 2010). Napas

pendek, cepat, atau perubahan lain memerlukan evaluasi adanya


61

kondisi-kondisi seperti kelelahan cairan, asma, dan embolus paru

(Varney, 2008).

b. Pemeriksaan fisik

1)Kepala

Pada ibu nifas normalnya kepala bersih, rambut bersih, rambut rontok

(normal) (Walyani, 2015).

2) Muka

Pada ibu nifas normalnya muka tidak pucat, tidak sembab dan tidak

oedema (Walyani, 2015).

3) Mata

Pada ibu nifas, konjungtiva normalnya berwarna merah muda atau tidak

anemis (Anggraini, 2010). Menurut (Walyani, 2015) konjungtiva

normal warna merah muda, bila pucat menandakan anemia.

4) Payudara

Pada ibu nifas normalnya bentuk payudara simetris, puting susu

menonjol, colostrum sudah keluar, pembesaran mammae simetris

(Walyani, 2015). Pembesaran payudara disebabkan kombinasi,

akumulasi dan stasis air susu serta peningkatan vaskularitas dan

kongesti. Kombinasi ini mengakibatkan kongesti lebih lanjut karena

statis limfatik dan vena. Hal ini terjadi pasokan air susu meningkat,

pada sekitar hari ke-3 pascapartum baik pada ibu menyusui maupun

tidak menyusui dan berakhir sekitar 24 hingga 48 jam (Varney, 2008).


62

5) Abdomen

Pada ibu nifas normalnya TFU sesuai hari, kandung kemih kosong,

kontraksi uterus yang keras dan bulat didapatkan dari adanya

rangsangan hormon oksitosin. Jika kontraksi uterus lembek ada

kemungkinan terjadinya perdarahan. Pada abdomen harus diperiksa

posisi uterus atau tinggi fundus uteri, kontraksi uterus, dan ukuran

kandung kemih (Saifuddin, 2009). Involusi uterus adalah proses

perubahan uterus kembali ke kondisi semula atau sebelum hamil dan

terjadi mulai lahirnya plasenta (Siti & Sami, 2016). Perubahan tinggi

fundus uteri dapat dilihat dalam tabel 2.6 berikut ini .

Tabel 2.6
Proses involusi uteri

Involusi TFU Berat


Plasenta Sepusat 1000 gram
lahir
7 hari Pertengahan pusat- 500 gram
simfisis
14 hari Tidak teraba 350 gram
42 hari Sebesar hamil 2 50 gram
minggu
56 hari Normal 30 gram
Sumber: Manuaba, 2010.

Pemeriksaan abdomen pascasalin dilakukan selama periode pasca salin dini

(1 jam-5 hari) yang meliputi tidakan berikut:

a) Pemeriksaan kandung kemih

Distensi kandung kemih dapat terlihat sebagai penonjolan pada kontur

abdomen di atas simpisis pubis yang memanjang ke arah umbilicus

(Varney, 2008). Kadang-kadang indikasi kandung kemih yang penuh


63

adalah pergeseran uterus ke atas dan ke sisi kanan. Kandung kemih yang

penuh kemudian dapat dipalpasi (Varney, 2007)

b) Evaluasi tonus otot abdomen dengan memeriksa derajat diastasis.

Menurut (Varney, 2008) penentuan jumlah diastasis rekti digunakan

sebagai alat objektif untuk mengevaluasi tonus otot abdomen. Diastasis

rekti adalah derajat pemisahan otot  rektus abdomen (rektus abdominis).

Pemisahan ini diukur menggunakan lebar jari ketika otot-otot abdomen

kontraksi dan sekali lagi ketika otot-otot tersebut relaksasi.

6) Genetalia

Setelah melahirkan, vagina akan tetap terbuka lebar karena mungkin

mengalami beberapa derajat edema dan memar, dan celah pada introitus.

Setelah satu hingga dua hari pertama pascapartum, tonus otot vagina

kembali, celah vagina tidak lebar dan vagina tidak lagi edema.Vagina

menjadi berdinding lunak, lebih besar dari biasanya, dan umumnya

longgar. Ukurannya menurun dengan kembalinya rugae vagina sekitar

minggu ketiga pascapartum (Varney, 2008). Pada postnatal hari ke-5

perineum sudah mendapatkan kembali sebagian besar tonusnya sekalipun

tetap lebih kendor daripada keadaan sebelum melahirkan (Sukarni, 2013)

Lokhea mulai terjadi pada jam-jam pertama pascapartum berupa sekret

kental dan banyak sampai dengan 3 atau 4 minggu postpartum. Lokia

rubra keluar dari hari ke 1-3 berwarna merah kehitaman, lokia

sanguinolenta keluar dari hari ke 3-7 berwarna putih bercampur merah,

lokia serosa keluar dari hari ke 7-14 berwarna kekuningan, lokia alba
64

keluar setelah hari ke 14 berwarna putih (Manuaba, 2012) Menurut

(Varney, 2008) penyembuhan luka episotomi ada tiga fase yaitu:

a) Fase Inflamasi

Fase inflamasi atau peradangan biasanya terjadi 24 jam pertam sampai

dengan 48 jam pertama. Fase peradangan merupakan suatu reaksi

yang normal karena hal ini penting untuk memastikan penyembuhan

luka. Peradangan berfungsi mengisolasi jaringan yang rusak dan

mengurangi penyebaran infeksi.

b) Fase Proliferasi

Fase proliferasi biasanya terjadi 3-5 hari. Fase proliferasi merupakan

fase penyembuhan luka yang ditandai oleh sintesi kolagen. Sintesis

kolagendimulai dalam 24 jam pertama setelah cidra dan akan

mencapai puncaknya pada hari ke 5 sampai hari ke 7.

c) Fase Maturasi

Fase maturasi biasanya terjadi pada hari ke 5 sampai dengan berbulan

bulan. Pada fase ini terjadi proses pematangan yang terjadi atas

penyerapan kembali jaringan yang berlebih, pengerutan sesuai dengan

gaya gravitasi dan akhirnya perupaan kembali jaringan baru terbentuk.

7) Ekstermitas

Pemeriksaan ekstremitas pada ibu nifas normalnya tidak ada varises,

oedema, nyeri tekan atau panas pada betis (tanda Homan). Menurut

(Manuaba, 2012), Normalnya, tidak terdapat flegmansia alba dolens.

Flegmasia alba dolens merupakan salah satu bentuk infeksi puerperalis


65

yang mengenai pembuluh darah vena femoralis yang terinfeksi dan

disertai bengkak pada tungkai, berwarna putih, terasa sangat nyeri,

tampak bendungan pembuluh darah, dan terjadi peningkatan pada suhu

tubuh.

2.3.2 Diagnosa Kebidanan

PAPIAH, postpartum, hari pertama sampai 40 hari, persalinan normal, laktasi

normal, involusio normal, lochea normal, keadaan psikologis baik, KU baik

(Varney, 2008), dengan kemungkinan masalah menurut (Bahiyatun, 2009) yaitu

nyeri luka perineum, after pain, pembesaran payudara, gangguan eliminasi BAK

dan konstipasi sehubungan dengan ketidaknyamanan post partum. Prognosa baik.

2.3.3 Perencanaan

Tujuan :

2. Masa nifas berjalan normal tanpa komplikasi bagi ibu dan bayi (Manuaba,

2012).

Kriteria :

1. Keadaan umum, kesadaran komposmentis

2. Tanda-tanda vital normal

T: 110/70 – 130/90 mmHg, N: 80-100×/menit, S: 36,5-37,5°C,R: 16-24×/menit

3. Laktasi lancar ditandai dengan tidak ada bendungan ASI, ASI keluar sesuai

harinya dan bayi menyusu kuat (Manuaba, 2012). Kolostrum merupakan cairan

kental berwarna kekuning-kuningan yang pertama kali disekresi oleh kelenjar

payudara mulai dari hari pertama sampai hari ketiga atau keempat. Airsusu ibu

masa peralihan diproduksi pada hari keempat sampai kesepuluh berwarna putih
66

kental. Air susu ibu yang matur merupakan air susu ibu yang disekresi pada

hari kesepuluh sampai seterusnya berwarna putih jernih (Anggraini, 2010).

4. Proses involusi normal Pada saat bayi lahir fundus uteri setinggi pusat, pada

akhir kala III TFU teraba 2 jari di bawah pusat, pada 1 minggu post partum

TFU teraba pertengahan pusat dan simfisis, pada 2 minggu post partum TFU

teraba di atas simfisis, pada 6 minggu post partum, fundus uteri mengecil (tak

teraba) (Sulistyawati, 2009).

5. Lokia normal yaitu yang pertama keluar adalah lokia rubra keluar dari hari ke

1-3 berwarna merah kehitaman, lokia sanguinolenta keluar dari hari ke 3-7

berwarna putih bercampur merah, lokia serosa keluar dari hari ke 7-14

berwarna kekuningan, lokia alba keluar setelah hari ke 14 berwarna putih

(Manuaba, 2012).

Intervensi :

1. Jelaskan hasil pemeriksaan pada ibu nifas dengan pendekatan terapeutik.

Rasional: Agar mengubah cara pandang klien mengenai dirinya, harga dirinya,

dan lain-lain yang berkaitan serta masa depannya sehingga klien dapat

menghargai dan menerima keadaan dirinya sebagaimana apa adanya (Tyastuti,

2010).

2. Jelaskan tentang perubahan fisiologi pada masa nifas yaitu laktasi, involusi dan

lokhea.

Rasional: Pengetahuan tentang fisiologi nnormal memungkinkan identifikasi

perubahan yang terjadi pada pascapartum dan mendeteksi abnormalitas

(Tyastuti, 2010).
67

3. Jelaskan pada ibu tentang kebutuhan dasar ibu nifas dan pemenuhannya

meliputi nutrisi, eliminasi, istirahat dan tidur, personal hygiene, aktivitas,

hubungan seksual.

Rasional: Dengan memenuhi kebutuhan dasar ibu nifas, maka nifas dapat

berlangsung dengan aman tanpa komplikasi (Marmi, 2011).

4. Jelaskan cara menyusui yang benar.

Rasional: Posisi yang tepat biasanya mencegah luka pada puting, tanpa

memperhatikan lamanya menyusu (Doengoes, 2001).

5. Jelaskan mengenai ASI eksklusif selama 6 bulan.

Rasional: Dengan meningkatkan pengetahuan bu untuk memberikan ASI

eksklusif pada bayinya. ASI eksklusif adalah pemberian ASI saja sejak bayi

dilahirkan sampai sekitar usia 6 bulan. Pada pemberian ASI eksklusif bayi

tidak diberi tambahan makanan seperti pisang, biskuit, bubur susu, bubur nasi,

tim dan sebagainya. ASI eksklusif diharapkan dapat diberikan sampai 6 bulan.

Pemberian ASI secara benar akan dapat mencukupi kebutuhan bayi sampai

usia 6 bulan, tanpa makanan pendamping. Diatas usia 6 bulan, bayi

memerlukan makanan tambahan tetapi pemberian ASI dapat dilanjutkan

sampai berumur 2 tahun.

6. Jelaskan tentang tanda bahaya pada masa nifas dan cara mengatasinya

Rasional : Deteksi dini terjadinya komplikasi sehingga bisa segera diatasi.

7. Jelaskan tentang komplikasi nifas

Rasional: Deteksi dini terjadinya komplikasi sehingga bisa segera diatasi.

Komplikasi yang dapat terjadi pada masa nifas.


68

8. Jelaskan tentang perawatan bayi sehari-hari.

Rasional: Informasi mengenai perawatan bayi dapat mengurangi rasa takut

akibat ketidaktahuan tentang cara merawat bayi sehari-hari.

9. Jelaskan ketidaknyamanan pada nifas diantaranya yaitu nyeri luka perineum.

a. Nyeri luka perineum

Intervensi menurut (Manuaba, 2012) :

1) Jelaskan penyebab nyeri pada jahitan perineum

2) Ajarkan ibu tentang perawatan perineum yang benar, pembersihan

perineum dari arah depan kebelakang, mencegah kontaminasi rectal ke

daerah luka

3)Anjurkan ibu untuk makan protein, untuk pertumbuhan dan penggantian

sel-sel yang masuk, serta proses penyembuhan luka

4)Anjurkan dan ajarkan senam nifas untuk meningkatkan sirkulasi ke area

perineum dan mengembalikan otot pada susunan otot panggul

5)Beri analgesik oral (Asam mefenamat 500mg tiap 8 jam atau bila perlu)

untuk menghilangkan rasa nyeri

10. Berikan terapi pada ibu nifas meliputi tablet tambah darah dan vitamin

Rasional: Pil zat besi untuk menambah zat besi setidaknya selama 40 hari

pascapersalinan. Selain pil zat besi ibu pascasalin juga diberi vitamin A (2

kapsul) dosis tinggi dengan dosis 200.000 IU (Bahiyatun, 2009).

10. Jelaskan tentang jadwal kunjungan nifas

b. Kunjungan nifas 1 : 0-3 hari

c. Kunjungan nifas 2 : 4-28 hari


69

d. Kunjungan nifas 3 : 29-42 hari

Rasional: Kunjungan ulang dilakukan untuk mengevaluasi kondisi ibu dan bayi

serta memberikan intervensi selanjutnya.

2.4 Konsep Teori Asuhan Kebidanan Neonatus

2.4.1 Pengkajian Data

2. Data Subyektif

a. Identitas Bayi

Identitas bayi sangat diperlukan untuk menghindari bayi agar tidak tertukar,

gelang identitas tidak boleh dilepas sampai dilakukannya penyerahan bayi

(Manuaba, 2012). Alat pengenal yang efektf sangat diperlukan dan wajib

diberikan kepada setiap bayi dan harus tetap ditempatkannya sampai waktu

bayi dipulangkan. Pada alat/gelang identifikasi harus tercantum nama (bayi

dan ibunya), tanggal lahir, nomor bayi, jenis kelamin, unit (Saifuddin,

2014).

b. Keluhan Utama

Menurut (Marmi, 2014) keluhan utama pada neonatus adalah ruam popok,

milliariasis, seborrhea, bayi yang rewel, muntah dan gumoh, bercak

mongol, dan oral trush. Keluhan utama pada neonatus adalah bayi gelisah,

tidak ada keinginan untuk menghisap ASI, bayi lapar, tidak sabar untuk

menghisap puting (Manuaba, 2012).

c. Riwayat Post natal


70

Riwayat bayi sejak lahir harus ditinjau ulang, termasuk pola menyusui,

berkemih, defekasi, tidur, dan menangis (Walsh, 2012). Meninjau catatan

kelahiran bayi tentang tanda-tanda vital dan perilaku bayi baru lahir.

Perilaku mengkhawatirkan bayi meliputi letargi, aktivitas menghisap yang

buruk atau tidak ada, dan tangisan yang abnormal (Varney, 2008).

d. Pola Kebiasaan sehari-hari

1) Nutrisi

Kebutuhan ASI pada bayi 30 cc setalah lahir. Bayi menyusu setiap 1-8

jam.Menyusu biasanya jarang pada hari pasca partum.Frekuensi

meningkat dengan cepat antara hari ke-3 sampai hari ke-7 setelah

kelahiran (Walsh, 2012).

2) Eliminasi

Pada bayi normalnya BAK 8 sampai 10 kali perhari (Walsh, 2012).

Urine pertama dikeluarkan dalam 24 jam pertama dan setelahnya

dengan frekuensi yang semakin sering seiring meningkatnya asupan

cairan. Urine encer, berwarna kuning dan tidak berbau.Bayi dapat

defekasi 8-10 kali per hari atau berdefekasi tidak teratur sekitar 2 atau 3

hari. Feses bayi yang diberi susu botol berwarna lebih pucat, setengah

padat, sedikit asam, dan memiliki bau yang tajam (Fraser, 2009).

3) Istirahat

Bayi baru lahir tidur 16–18 jam sehari, paling sering waktu tidurnya 45

menit sampai 2 jam (Walsh, 2012). Memasuki bulan pertama kehidupan,

bayi baru lahir menghabiskan waktunya untuk tidur.


71

4) Personal Hygiene

Bayi diperbolehkan mandi tetapi ditunda kurang lebihh 4-6 jam setelah

kelahiran, atau setelah suhu bayi stabil.Kemudian mandi menggunakan

sabun yang dapat menghilangkan minyak dari kulit bayi, yang telah

sangat rentan untuk mengering. Pencucian rambut hanya perlu

dilakukan sekali atau dua kali dalam seminggu.Popok harus dilipat

sehingga puntung tali pusat terbuka ke udara, yang mencegah urine dan

feses membasahi tali pusat. Popok harus diganti beberapa kali sehari

ketika basah (Walsh, 2012).

5) Aktivitas

Bayi yang normal melakukan gerakan-gerakan tangan dan kaki yang

simetris pada waktu bangun.Adanya tremor pada bibir, kaki, dan tangan

pada waktu menangis adalah normal, tetapi bila hal ini terjadi pada

waktu tidur, kemungkinan gejala kelainan yang perlu dilakukan

pemeriksaan lebih lanjut (Saifuddin, 2014). Selain itu aktivitas bayi

adalah menangis sedikitnya 5 menit per hari sampai sebanyak-

banyaknya 2 jam per hari (Walsh, 2012).

6) Psikososial

Perkembangan psikologi bayi didapatkan dari adanya sentuhan yang

diberikan ibu kepada bayinya dengan menjaga kehangatan bayi

merupakan bentuk stimulasi mutlak yang dibutuhan bayi, rasa nyaman,

membentuk percaya diri juga akan didapatkan pada anak (Marmi, 2011).
72

7) Sosial Budaya

Normalnya tidak ada kebiasaan pada keluarga yang mempengaruhi

kesehatan bayi baru lahir. Untuk menjaga selalu kesehatan bayi

dilakukannya perawatan tali pusat sangatlah penting. Sangat tidak

dianjurkan jika dukun bayi membubuhkan ramuan seperti kunyit ke tali

pusat dengan tujuan agar tali pusat cepat lepas. Selain itu, bayi tidak

diperkenankan menggunakan gurita terlalu kencang karena dapat

mempersulit bayi dalam bernafas. Bayi yang normal akan bergerak

bebas dan aktif, oleh karena itu bayi tidak dianjurkan untuk dibedong

rapat dan terlalu lama (Varney, 2008).

3. Data Obyektif

a. Pemeriksaan umum

1) Keadaan umum

Bayi yang sehat tampak kemerahan, gerak aktif, tonus otot baik,

menangis keras, minum baik. Kesadaran perlu dikenali reaksi terhadap

rayuan, rangsangan sakit atau suara keras yang mengejutkan (Saifuddin,

2014).

2) Tanda-tanda vital

a) Suhu

Suhu pada bayi baru lahir normalnya 36,5-37,5˚C diukur

menggunakan thermometer melalui pengukuran aksila dan rektum,

bila didapatkan nilai suhunya dibawah 36,5˚C maka bayi mengalami

hipotermia (Marmi, 2012).


73

b) Pernafasan

Pada pernapasan bayi baru lahir normalnya adalah 40-60x/menit

(Marmi, 2012).Pada pernapasan normal, perut dan dada bergerak

hampir bersamaan tanpa adanya retraksi, tanpa terdengar suara pada

waktu inspirasi dan ekspirasi. Gerak pernapasan 30 sampai 60 kali per

menit (Saifuddin, 2014).

c) Nadi

Frekuensi jantung 120–160 x/menit ketika istirahat (Walsh, 2012).

Frekuensi jantung bayi cepat sekitar 120–160 kali per menit serta

berfluktuasi selaras dengan fungsi pernafasan bayi, aktifitas atau

dalam kondisi tidur (Fraser dan Cooper, 2009).

b. Pemeriksaan Antropometri

1) Berat badan

Berat badan rata-rata 3405 gram dengan kisaran normal 2500–4000

gram. Berat dipengaruhi oleh ras dan usia ibu, serta ukuran bayi

(Ladewig, 2006). Berikut disajikan tabel 2.7 mengenai penurunan berat

badan sesuai umur :

Tabel 2.7
Penurunan Berat Badan Sesuai Umur

penurunan atau kenaikan BB yang dapat diterima dalam


Umur
bulan pertama
1 minggu Turun sampai 10%
2-4 Naik setidak-tidaknya 160 gram perminggu (setidaknya
minggu 15 gram perhari).
1 bulan Naik setidak-tidaknya 800 gram dalam bulan pertama
Bila penimbangan dilakukan setiap hari dengan alat
Minggu Tidak ada penurunan berat badan atau kurang dari 10%
pertama
74

Setelah Setiap hari terjadi kenaikan pada bayi kecil setidak-


minggu tidaknya 20 gram.
pertama
Sumber: Wiknjosastro, 2008. Asuhan Persalinan Normal, Jakarta, halaman 143.

2) Panjang badan

Panjang bayi rata-rata 50 cm, dengan kisaran normal 48–52 cm.

Pertambahan panjang yaitu 2 cm per bulan pada 6 bulan pertama

(Ladewig, 2006).

3) Lingkar Kepala

Ukuran lingkar kepala yang sering digunakan yaitu fronto oksipital 34

cm (Marmi, 2015). Ukuran kepala normal berkisar 33‒35 cm.

Pengukuran lingkar kepala tiap 3 bulan sampai usia 12 bulan (RI,

Kemenkes, 2016). Lingkar dada 33-38 cm dan lingkar lengan ± 11 cm.

c. Pemeriksaan Fisik

1) Kepala

Normalnya bentuk simetris, tidak ada caput succedaneum,

chepalhematum tidak ada, tidak ada kraniotabes, tidak oedem, tidak ada

benjolan, tidak cekung maupun cembung (Wiknjosastro, 2005).Ubun-

ubun kecil menutup pada minggu ke-6 sampai ke-8. Ubun-ubun besar

tetap terbuka hingga bulan ke-18 (Fraser, 2009).

2) Mata

Perhatikan adanya tanda-tanda perdarahan berupa bercak merah yang

akan menghilang dalam waktu 6 minggu (Saifuddin, 2014). Normalnya

kedua mata simetris, konjungtiva palebra merah muda, sklera putih,

tidak ada pengeluaran secret berlebih. Katarak kongenital akan mudah


75

terlihat yaitu pupil berwarna putih. Periksa adanya trauma seperti

palpebra, perdarahan konjungtiva atau retina. Periksa adanya sekret

pada mata, konjungtivitis oleh kuman gonokokus dapat menjadi

panoftalmia dan menyebabkan kebutaan (Marmi, 2011).

3) Hidung

Normalnya simetris, membran mukosa merah muda dan lembab, tidak

ada pernapasan cuping hidung (Walsh, 2012).

4) Mulut

Normalnya bentuk simetris, mukosa mulut basah, refleks menghisap

baik, tidak ada labio/palatoskisis, trush, sianosis (Muslihatun, 2010).

Salivasi tidak terdapat pada bayi normal. Bila terdapat secret yang

berlebihan, kemungkinan ada kelainan bawaan saluran cerna.Kelainan

yang dapat dijumpai yaitu labio skisis, labio palato skisis, labio palato

genato skisis (Saifuddin, 2014). Bibir dan gerakannya harus simetris,

tidak ada sumbing (skiziz), isapan kuat, saliva berlebihan (Walsh,

2012).

5) Telinga

Pada bayi normalnya jumlah, bentuk simetris, daun telinga tidak

menempel, kesimetrisan letak dihubungkan dengan mata dan kepala

serta tidak ada gangguan pendengaran (Muslihatun, 2010).

6) Leher

Pada bayi leher normalnya memilik bentuk simetris, tidak ada

pembengkakan dan benjolan kelenjar tiroid, hemangioma, tanda


76

abnormalitas kromosom lain-lain (Indrayani, 2013). Periksa adanya

trauma leher yang dapat menyebabkan kerusakan pada fleksus

brakhialis. Adanya lipatan kulit yang berlebihan di bagian belakang

leher menunjukkan adanya kemungkinan trisomi 21 (Marmi, 2011).

7) Dada

Normalnya bentuknya simetris, menonjol, datar atau melebar sedikit

karena efek estrogen ibu (perubahan ini berakhir kira-kira dalam 1

minggu). Gerakan dada pada bayi normalnya simetris saat bernafas.

Pernafasan yang normal dinding dada dan abdomen bergerak secara

bersamaan. Pada bayi yang cukup bulan, puting susu sudah terbentuk

baik dan tampak simetris (Marmi, 2011).

8) Punggung

Pada bayi bokong harus digerakkan untuk mengkaji lesung dan sinus

yang dapat mengindikasikan anomali medula spinalis (Walsh, 2012).

Benjolan atau tumor dan tulang punggung dengan lekukan yang kurang

sempurna meliputi kifosis, skoliosis, lordosis (Saifuddin, 2014).

9) Abdomen

Pemeriksaan pada abdomen bayi normalnya tampak bulat dan bergerak

secara bersamaan dengan gerakan dada saat bernafas.Jika perut cekung

kemungkinan terdapat hernia diafragmatika (Marmi, 2011). Bentuk,

penonjolan sekitar tali pusat saat menangis, perdarahan tali pusat,

lembek saat tidak menangis (Saifuddin, 2014). Pada umumnya tali


77

pusat akan puput pada waktu bayi berumur 6‒7 hari (Wiknjosastro,

2014).

10) Genetalia

Pada laki-laki testis berada dalam skrotum, penis berlubang pada

ujungnya (Saifuddin, 2014). Pada neonatus laki-laki lokasi meatus

uretra harus tepat diujung penis. Hipospadia menunjukkan meatus ada

di ventral. Epispadia menggambarkan meatus terletak dorsal. Kulup

normalnya melekat pada glans, dan retraksi tidak boleh dilakukan.

Skrotum mungkin mengalami edema atau pembesaran. Hidrokel (cairan

disekitar testis) umum terjadi dan biasanya menghilang pada usia 1

tahun (Walsh, 2012). Pada perempuan vagina dan uretra berlubang,

labia mayor menutupi labia minor (Saifuddin,2014). Pada bayi

perempuan, terdapat tonjolan labia mayora, minora, dan klitoris.

Kemungkinan ada mukoid atau sedikit rabas darah yang terlihat pada 2

sampai 7 hari, akibat efek sementara dari estrogen ibu (Walsh, 2012).

Usia 2 sampai 7 hari, akibat efek sementara dari estrogen ibu (Walsh,

2012).

11) Anus

Normalnya anus berlubang, posisi di tengah (Saifuddin, 2014). Periksa

apakah ada kelainan atresia ani (Marmi, 2011).

12) Ekstermitas

Pada bayi baru lahir normalnya ekstermitas atas simetris, tidak

sindaktili, tidak adaktili dan tidak polidaktili. Ekstremitas bawah


78

normalnya simetris tidak ada sindaktili, tidak adaktili dan tidak

polidaktili, tidak pesvarus dan pesvalgus (Walsh, 2012).

13) Kulit

Dalam keadaan normal, kulit berwarna kemerahan kadang-kadang

didapatkan kulit yang mengelupas ringan (Saifuddin, 2014) Sedangkan

pada bayi yang lahir premature kulit terlihat kriput, kulit berwarna

kemerahan kadang-kadang didapatkan kulit yang mengelupas ringan.

Pengelupasan yang berlebihan harus dipikirkan kemungkinan adanya

kelainan. (Marmi, 2015).

d. Pemeriksaan Neurologis

Pemeriksaan neurologis adalah indikator integritas system saraf yang

responnya dapat menurun (hipo) maupun meningkat (hiper) dan hal ini juga

akan menjadi penyebabnya masalah (Varney, 2008). Reflek yang dikaji

adalah :

1) Refleks Glabella

Ketuk daerah pangkal hidung secara pelan-pelan dengan menggunakan

jari telunjuk pada saat mata terbuka. Bayi akan mengedipkan mata pada

4-5 ketukan pertama (Marmi, 2012).

2) Reflek menghisap

Didapat saat sisi mulut bayi baru lahir atau dagunya disentuh. Sebagai

respon bayi akan menoleh ke samping untuk mencari sumber objek, dan

membuka mulutnya untuk menghisap, reflek ini muncul usia 32


79

kehamilan dan menjadi sempurna usia 36 minggu kehamilan (Ladewig,

2006).

3) Reflek mencari (rooting)

Bayi menoleh kearah benda yang menyentuh pipi. Misalnya mengusap

pipi bayi dengan lembut, menolehkan kepalanya kearah jari kita dan

membuka mulutnya (Marmi, 2014).

4) Refleks menelan (swallowing)

Kumpulan ASI di dalam mulut bayi mendesak otot-otot di daerah mulut

danfaring untuk mengaktifkan refleks menelan dan mendorong ASI ke

dalam lambung bayi (Wiknjosastro, 2009).

5) Refleks menggenggam

Didapat dengan cara menstimulasi telapak tangan bayi dengan sebuah

objek, atau dengan jari pemeriksa. Respons bayi berupa menggenggam

dan memegang dengan erat, sehingga daoat diangkat sebentar dari

tempat tidur, dapat ditemukan sejak lahir sampai umur 3-4 bulan

(Ladewig, 2006).

6) Refleks babinsky

Gores telapak kaki, dimulai dari tumit, gores sisi lateral telapak kaki

kearah atas kemudian digerakkan jari sepanjang telapak kaki. Bayi akan

menunnjukkan respon berupa semua jari kaki hiperekstensi dengan ibu

jari dorsofleksi, dapat ditemukan pada bayi normal sampai umur 2

tahun (Marmi, 2012).


80

7) Refleks morro

Didapat dengan cara memberikan isyarat kepada bayi, dengan cara

teriakan kencang atau gerakkan yang mendadak. Respon bayi baru lahir

berupa menghentakkan tangan dan kaki lurus kearah keluar, sedangkan

lutu fleksi. Tangan kemuadian akan kembali lagi ke arah dada seperti

posisi bayi dalam pelukan. Jari-jari nempak terpisah, membentuk huruf

C, dan bayi mungkin menangis (Ladewig, 2006). Timbulnya

pergerakan tangan yang simetris bila kepala tiba-tiba digerakkan, dapat

ditemukan sejak lahir dan akan hilang saat usia lebih dari 6 bulan

(Saifuddin, 2014).

8) Refleks tonik leher

Ekstremitas pada satu sis dimana kepala ditolehkan akan ekstensi, dan

ektremitas yang berlawanan akan fleksi bila kepala bayi ditolehkan ke

satu sisi selagi istirahat. Respons ini dapat tidak ada atau tidak lengkap

segera setelah lahir, dapat ditemukan sejak lahir sampai umur 2 bulan

(Marmi, 2012).

2.4.2 Diagnosa Kebidanan

Neonatus usia 0–28 hari, jenis kelamin laki-laki/perempuan, keadaan umum

baik. Kemungkinan masalah resiko hipoglikemi, hipotermi, dan ikterik (Ladewig,

2006). Dan masalah ruam popok, infeksi, oral trush, (Marmi, 2012). Prognosa

baik/buruk.
81

2.4.3 Perencanaan

Tujuan : Bayi baru lahir dapat melewati masa transisi tanpa terjadi komplikasi,

tidak terjadi hipoglikemi, hipotermi dan ikterik.

Kriteria yang didapat menurut (Varney, 2008) sebagai berikut:

1. Suhu bayi normal (36,5˚C–37,5˚C), seluruh tubuh hangat, tidaksianosis.

2. Bayi dapat menyusu kuat dan lancar.

3. Bayi defeksi 1–4 kali setiap hari, warna hijau kekuningan, lunak.

4. Bayi berkemih 5 kali atau lebih setiap hari.

5. BB bayi turun tidak lebih dari 10 % dalam 10 hari pertama setelah lahir.

6. Bayi tidak mengalami gangguan nafas (respirasi 40–80 x/menit, nadi 120–

140x/menit.

7. Tali pusat menjadi warna hitam dan keras, setiap pus atau darah yang keluar

dari putung tali pusat adalah abnormal.

8. Tidak ada tanda-tanda ikterus, kadar bilirubin serum < 12,9 mg/dL, warna

kekuning-kuningan pada kulit, mukosa, sklera, dan urine.

9. Tidak ada tanda-tanda hipoglikemi yaitu kejang, letargi, pernapasan tidak

teratur, apnea, sianosis, pucat, menolak untuk minum ASI, tangis lemah dan

hipotermi.

Intervensi :

1. Jelaskan hasil pemeriksaan pada ibu dan keluarga

Rasional : Ibu mengetahui keadaan bayinya dan lebih kooperatif dengan

tindakan yang akan dilakukan.

2. Beritahu tanda-tanda bahaya bayi pada orangtua (Marmi, 2015).


82

Tanda-tanda bahaya pada bayi baru lahir menurut (Wiknjosastro,2009) adalah

tidak dapat menyusu, kejang, mengantuk atau tidak sadar, napas cepat (>60

kali per menit), merintih, retraksi dinding dada bawah dan sianosis sentral.

Rasional: Tanda-tanda bahaya bayi yang diketahui sejak dini akan mencegah

terjadinya komplikasi lebih lanjut.

3. Beri ASI secara on demand atau bila bayi tidur terus bangunkan setiap 2-3 jam

(Marmi, 2014).

Rasional: Kapasitas lambung pada bayi terbatas, kurang dari 30 cc untuk bayi

baru lahir cukup bulan. ASI diberikan 2–3 jam sebagai waktu untuk

mengosongkan lambung (Varney, 2008).

4. Jelaskan cara menyusui dan teknik menyusui yang benar serta posisi bayi saat

menyusui (Romauli, 2011a).

Rasional: Posisi bayi saat menyusu sangat menentukan keberhasilan pemberian

ASI dan mencegah lecet puting susu.

5. Jaga bayi dalam keadaan tetap hangat bersih, hangat dan kering (Marmi, 2015).

Rasional: Suhu bayi turun dengan cepat segera setelah lahir. Oleh karena itu,

bayi harus dirawat di tempat tidur bayi yang hangat. Selama beberapa hari

pertama kehidupan, suhu bayi tidak stabil, berespon terhadap rangsangan

ringan dengan fluktuasi yang cukup besar di atas atau di bawah suhu normal.

(Leveno, 2009).

6. Jelaskan mengenai perawatan bayi sehari-hari meliputi perawatan tali pusat

(selalu cuci tangan dengan sabun dan air bersih mengalir sebelum dan sesudah

memegang bayi, jangan memberikan apapun pada tali pusar, rawat tali pusar
83

terbuka dan kering, bila kotor cuci dengan air bersih dan sabun mandi serta

keringkan dengan kain bersih), memandikan bayi, personal hygiene pada bayi,

imunisasi (Wiknjosastro, 2014).

Rasional: Masa neonatus merupakan masa kritis dan rentan terhadap penyakit

sehingga perawatan yang tepat.

7. Mandikan bayi minimal 6 jam setelah lahir (Wiknjosastro, 2009).

Rasional: Memandikan bayi dalam beberapa jam pertama setelah lahir dapat

menyebabkan hipotermia yang sangat membahayakan kesehatan bayi baru

lahir.

8. Berikan rangsangan stimulasi sesuai usia bayi

Rasional : Untuk mendeteksi dini penyimpangan, dan memantau tumbuh

kembang anak sesuai usia (Kemenkes RI, 2016).

9. Anjurkan ibu untuk melakukan pemeriksaan Deteksi Dini Tumbuh Kembang

Anak (DDTK) pada anaknya

Rasional : Untuk mengetahui pertumbuhan dan perkembangan anak.

10. Jelaskan dan anjurkan ibu untuk imunisasi bayi secara lengkap.

Rasional: Imunisasi berhubungan dengan kesehatan bayi, sehingga imunisasi

lengkap pada bayi dapat melindungi dari penyakit, mencegah kecacatan dan

kematian.

11. Berikan penjelasan pada ibu tentang Kunjungan Neonatal (KN).

Menurut (Kemenkes, 2016) terdapat minimal tiga kali kunjungan ulang bayi

baru lahir:

a. Pada usia 6 – 48 jam (KN 1)


84

b. Pada usia 3 - 7 hari (KN 2)

c. Pada usia 8 – 28 hari (KN 3)

Rasional: Evaluasi hasil, perkembangan, dan kemajuan yang berkaitan dengan

keadaan umum bayi (Wiknjosastro,2009).

12. Anjurkan ibu untuk memberikan imunisasi dasar lengkap pada bayi.

Rasional: Bayi akan mendapatkan kekebalan tubuh secara pasif. Imunisasi

dasar lengkap pada bayi menurut (Kemenkes RI, 2016) meliputi:

1) Usia 0-7 hari : HB 0

2) Usia 1 bulan : BCG, Polio 1

3) Usia 2 bulan : DPT-HB-Hib 1, Polio 2

4) Usia 3 bulan : DPT-HB-Hib 2, Polio 3

5) Usia 4 bulan : DPT-HB-Hib 3, Polio 4

6) Usia 9 bulan : Campak

Tanda bahaya yang mungkin terjadi, dalam hal ini penulis tidak mencantumkan

tanda bahaya karena disesuaikan dengan kasus nyata.

2.5 Konsep Asuhan Kebidanan Keluarga Berencana (KB)

2.5.1 Pengkajian

1. Data Subyektif

a. Keluhan utama

Keluhan utama pada ibu pascasalin menurut (Affandi, 2014) adalah:

1) Usia 20–35 tahun ingin menjarangkan kehamilan.

2) Usia>35 tahun tidak ingin hamil lagi.


85

b. Riwayat Kebidanan

1) Riwayat Haid

Pada ibu pasca salin, ibu tidak mengalami menstruasi dan dapat langsung

menggunakan KB MAL. Ketika ibu mulai mendapatkan haid lagi, itu

pertanda ibu sudah subur kembali dan harus segera mulai menggunakan

KB lain disamping MAL. Perdarahan sebelum 56 hari pasca persalinan

dapat diabaikan (belum dianggap haid) (Affandi, 2014). Bagi ibu dengan

riwayat dismenorhea berat, jumlah darah haid yang banyak, haid yang

ireguler atau perdarahan bercak (spotting) tidak dianjurkan menggunakan

IUD (Hartanto, 2010). Meskipun beberapa metode KB mengandung

risiko, menggunakan kontrasepsi lebih aman, terutama apabila ibu sudah

haid lagi (Saifuddin, 2010). Wanita dengan durasi menstruasi lebih dari 6

hari memerlukan pil KB dengan efek estrogen yang rendah (Manuaba,

2012).

2) Riwayat kehamilan, persalinan, dan nifas yang lalu

Pada ibu pascasalin yang menyusui, masa infertilitasnya lebih lama.

Namun kembalinya kesuburan tidak dapat diperkirakan (Affandi, 2014).

Pasien yang tiga bulan terakhir sedang mengalami atau sering menderita

abortus septik tidak boleh menggunakan kontrasepsi IUD. Ibu dengan

riwayat kehamilan ektopik tidak diperkenankan menggunakan KB IUD

(Affandi, 2014).
86

c. Riwayat KB

Jika mini-Pil gagal dan terjadi kehamilan, maka kehamilan tersebut jauh

lebih besar kemungkinannya sebagai kehamilan ektopik, ini serupa dengan

IUD, maka ibu tidak diperkenankan menggunakan KB pil progestin dan

IUD lagi (Hartanto, 2010). Peserta KB MAL yang telah mendapat haid

setelah persalinan, tidak menyusui secara eksklusif dan bayinya sudah

berumur lebih dari 6 bulan maka harus ganti cara (Affandi, 2014).

d. Pola Kebiasaan Sehari-hari

1) Nutrisi

Ibu yang memiliki nutrisi menurun dapat menyebabkan kekurangan

energy kronis (KEK) sehingga dapat mengakibatkan anemia.Ibu dengan

anemia tidak diperkenanka untuk menggunakan KB IUD. Ibu yang

sering makan dan minum, kesemutan, poliuria, berat badan turun

mengarah pada penyakit diabetes, ibu yang mengalami diabetes

diperkenankan memakai KB suntik tribulan (Muslihatun, 2013).

2) Eliminasi

Ibu yang memiliki tanda–tanda seperti demam tinggi, nyeri pinggang,

nyeri saat miksi dan produksi urine menurun adalah tanda-tanda infeksi

saluran kencing (Manuaba, 2012). Ibu yang mengalami infeksi saluran

kemih tidak dapat menggunakan alat kontasepsi IUD (Hartanto, 2010).

3) Istirahat/tidur

Ibu yang mempunyai gangguan emosional, biasanya mengalami

gangguan tidur, ibu dengan gangguan tidur tidak disarankan


87

menggunakan KB hormonal yaitu Pil Oral Kombinasi karena apabila di

gunakan dalam jangka panjang akan menyebabkan rasa lelah dan depresi

yang berhubungan dengan kadar progestin dalam pil oral (Hartanto,

2010).

4) Aktivitas

Pada ibu yang mengeluh mudah kelelahan, nafasnya terengah-engah,

ortopnea, peningkatan berat badan dan kongesti paru mengarah ke

penyakit jantung. Ibu dengan penyakit jantung tidak dapat menggunakan

pil progestin (Saifuddin, 2013). Ibu dengan gejala bising mengi

(wheezing), batuk produktif pada malam hari, napas dada tertekan

mengarah ke penyakit asma, ibu dengan penyakit asma tidak dapat

menggunakan KB hormonal yaitu suntik progestin (Saifuddin, 2009).

5) Personal Hygiene

Ibu yang tidak suka menyentuh daerah genetalianya tidak cocok untuk

menggunakan KB Lendir servik (Affandi, 2014). Ibu yang tidak suka

memegang genetalia tidak cocok menggunakan KB IUD (Saifuddin,

2009).

6) Kehidupan Seksual

Bila ibu tidak haid dan sudah berhubungan seksual maka ibu dianjurkan

untuk mrmulai kontrasepsi kombinasi setelah yakin tidak ada kehamilan

(Affandi, 2014). Apabila hubungan seksual jarang dilakukan, maka

pemakai mungkin lebih memilih metode–metode yang hanya digunakan

saat koitus (Cunningham, 2006).


88

e. Riwayat Ketergantungan

Untuk pemakaian KB hormonal tidak dianjurkan pada ibu yang

menggunakan obat-obatan tuberculosis atau obat epilepsi (Affandi, 2013).

Bagi ibu yang perokok dan menggunakan kontasepsi suntikan progestin

begitu juga dengan ibu yang menggunakan obat epilepsi (fenitoin dan

barbiturat) atau obat tuberkulosis (rifampisin) dapat menurunkan efektifitas

kontrasepsi (Affandi, 2014).

f. Keadaan psikologis

Bagi beberapa wanita usia subur (WUS) merasa khawatir dan takut terhadap

efek samping dan kegagalan yang terjadi pada alat kontasepsi yang

digunakan. Selain itu, sebagian besar klien keluarga berencana berusia muda

sehingga emosi tidak stabil yaitu mudah tersinggung dan tegang sehingga

diperlukan alat kontrasepsi yang sesuai (Saifuddin, 2010). Menurut

(Affandi, 2014) menjelaskan selain bermanfaat sebagai KB, MAL dapat

meningkatkan hubungan psikologik antara ibu dan bayi karena dengan

pemberian ASI eksklusif/on demand, maka interaksi antara keduanya akan

berlangsung secara terus menerus, sehingga semakin dekat hubungan antar

keduanya. Beberapa klien malu untuk membeli kondom di tempat umum

(Affandi, 2014).

g. Latar Belakang Sosial Budaya

Kontrasepsi suntik dipandang dari sudut agama baik itu Islam, Kristen,

Katolik, Budha, dan Hindu diperbolehkan asal bertujuan untuk mengatur

kehamilan bukan untuk mengakhiri kehamilan (Hartanto, 2010). Setiap ibu


89

akan terpengaruh oleh rumor yang timbul di kalangan masyarakat seperti

pemakaian alat kontrasepsi itu bahaya. Misalkan pada IUD, rumor beredar

yaitu bahwa IUD dapat “berjalan-jalan” sampai ke jantung atau paru-paru

dan menembusnya sehingga dapat menimbulkan kematian. Selain rumor

tersebut, dikatakan juga bahwa KB itu mahal (Saifuddin, 2010).

2. Data Obyektif

a. Pemeriksaan umum

Keadaan umum ibu baik, kesadaran composmentis (Manuaba, 2012).

b. Tanda-tanda vital

1) Tekanan darah

Tekanan darah normalnya yaitu 100/70-130/90 mmHg. Untuk pengguna

KB hormonal progestin tekanan darahnya harus < 180/110 mmHg

(Affandi, 2014). Kontraindikasi relatif penggunaan kontrasepsi hormonal

yaitu hipertensi, atau bila pada 3 kali kunjungan ditemukan tekanan

diastolik ≥90 mmHg dan sistolik ≥140 mmHg (Hartanto, 2010).IUD jenis

Cut-380 A tidak mempunyai efek samping hormonal, jadi tidak

dipengaruhi tekanan darah (Affandi, 2014).

2) Denyut nadi

Menurut (Saifuddin, 2010) nadi diatas 100x/menit dicurigai mengalami

penyakit jantung. Ibu dengan penyakit jantung tidak boleh memakai KB

hormonal (Pil kombinasi dan suntik kombinasi) (Affandi, 2014).


90

3) Pernafasan

Normalnya pernafasan ibu 16-24x/menit (Romaulli, 2011).Ibu dengan

pernafasan >24x/menit kemungkinan dengan penyakit asma sehingga

pada dasarnya penderita asma bisa menggunakan semua jenis KB

(Saifuddin, 2010).

4) Suhu

Suhu normal 36,5-37,5oC, demam tinggi lebih dari 37,5 oC kemungkinan

terdapat tanda infeksi seperti infeksi pada panggul atau infeksi pada

saluran kemih tidak dapat menggunakan KB IUD (Hartanto, 2010).

b. Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik dalam pelayanan KB menurut beberapa ahli yaitu :

1) Muka

Pada pemeriksaan muka sebelum pemakaian kontrasepsi normalnya

muka tidak sembab dan tidak pucat. Muka yang pucat merupakan salah

satu tanda anemia, ibu dengan anemia tidak diperkenankan menggunakan

AKDR/IUD (Affandi, 2014).

2) Mata

Konjungtiva normal warna merah muda, bila pucat menandakan anemia,

sehingga dapat menggunakan KB jenis suntikan kombinasi, sebulan

sekali (Cyclofem) dan suntikan progestin (Affandi, 2014). Sklera normal

berwarna putih, bila kuning menandakan ibu mungkin terinfeksi

hepatitis. Ibu yang memiliki riwayat hepatitis dapat menggunakan

metode keluarga berencana alamiah (KBA) (Affandi, 2014). Ibu dengan


91

hepatitis tidak boleh menggunakan suntikan kombinasi, Metode amenore

laktasi (MAL) dan AKDR, karena tidak melindungi terhadap IMS

termasuk virus hepatitis B/HIV/AIDS (Affandi, 2014).

3) Leher

Normalnya jika idak ditemukan bendungan vena jugularis, tidak ada

pembengkakan pada kelenjar tiroid dan limfe, apabila terdapat

pembengkakan pada kelenjar tiroid ibu tidak diperbolehkan

menggunakan kontrasepsi hormonal (Affandi, 2014).

4) Payudara

Pengguna KB MAL pembesaran payudara simetris, kedua payudara

tampak penuh, puting susu menonjol, ASI keluar lancar, saat selesai

menyusui kedua payudara tampak kenyal dan kosong (Affandi, 2014).

Pemakaian KB hormonal dianjurkan pada ibu yang tidak mempunyai

tanda-tanda kanker payudara (pembesaran payudara yang tidak simetris,

tegang, ada benjolan abnormal, ada cairan abnormal, putting susu ada

tarikan ke dalam, kulit payudara mengkerut seperti kulit jeruk, ada

benjolan pada aksilla) (Affandi, 2014).

5) Abdomen

Tidak ada hiperpigmentasi linea alba, tidak ada strie dan tidak ada

pembesaran uterus, tidak ada benjolan pada adneksa. Pemakaian KB

AKDR tidak diperbolehkan pada ibu yang mengalami masalah nyeri

tekan pada adneksa kanan dan kiri (Hartanto, 2010).


92

6) Genetalia

Pemakaian AKDR tidak dianjurkan pada klien dengan perdarahan

pervaginam yang tidak jelas penyebabnya, menderita vaginitis,

salpingitis maupun endometritis, kanker genetalia (Affandi, 2014).

Adanya infeksi pada daerah genetalia seperti sifilis, gonorrhea, dan ISK

tidak dapat menggunakan KB IUD (Saifuddin, 2009). DMPA lebih

sering menyebabkan perdarahan dan perdarahan bercak (Hartanto, 2010).

7) Ekstermitas

Normalnya tidak terdapatnya varises yang berat dan nyeri pada tungkai

karena kemungkinan klien menderita tromboflebitis aktif serta memiliki

resiko tinggi untuk kelainan pembekuan darah (Affandi, 2014). Klien

dengan gejala oedema kaki adalah indikasi penyakit jantung, pasien

dengan penyakit jantung tidak diperkenankan menggunakan KB

hormonal tetapi dianjurkan menggunakan KB IUD (Affandi, 2014).

c. Pemeriksaan Khusus

Uji kehamilan dilakukan jika pasien sudah kontak seksual, pada uji

kehamilan yang biasa tidak selalu menolong, kecuali tersedia uji kehamilan

yang lebih sensitif (Affandi, 2014).

2.5.2 Diagnosa Kebidanan

PAPIAHusia 15-49 tahun, pasca salin 2 jam – 42 hari, calon peserta KB pasca

salin program / non program, belum ada pilihan / ada pilihan, tanpa kontraindikasi

/ada kontraindikasi pada salah satu alat kontrasepsi, keadaan umum baik,

prognosa baik (Manuaba, 2012).


93

2.5.3 Perencanaan

1. Tujuan: Ibu menjadi peserta KB pasca salin (Affandi, 2014)

2. Kriteria :

a. Keadaan umum baik, kesadaran composmentis (Manuaba, 2012).

b. Tanda-tanda vital dalam batas normal (Manuaba, 2012).

T : 110/70–130/90 mmHg, N : 80-100×/menit, S: 36,5-37,5°C,

R: 16-24×/menit

c. Ibu mendapatkan pelayanan kontrasepsi pasca salin

Intervensi menurut (Affandi, 2014)

1. Berikan konseling pada klien mengenai kontrasepsi secara umum.

Rasional: Penjelasan yang tepat dan terperinci dapat membantu klien

memilih kontrasepsi yang dia inginkan.

2. Bantu klien menentukan pilihannya.

Rasional: Klien akan mampu memilih alat kontrasepsi yang sesuai dengan

keadaan dan kebutuhannya.

3. Lakukan penapisan sesuai dengan alat kontrasepsi yang dipilih klien

Rasional: Menilai apakah klien masuk dalam kontraindikasi dengan metode

yang dipilih.

4. Diskusikan pilihan tersebut dengan pasangan klien.

Rasional: Penggunaan alat kontrasepsi merupakan kesepakatan dari

pasangan usia subur sehingga perlu dukungan dari pasangan klien.


94

5. Berikan konseling pra pelayanan KB Pascasalin meliputi cara kerja, cara

penggunaan, keuntungan, kerugian, efektifitas, indikasi, kontraindikasi, dan

waktu penggunaan.

Rasional: Meningkatkan pengetahuan ibu tentang kontrasepsi yang dipilih

klien.

6. Berikan pelayanan kontrasepsi sesuai standar

Rasional: standar adalah prosedur tindakan pelayanan yang disusun sesuai

dengan kewenangan petugas sehingga diharapkan klien puas dengan

tindakan yang diberikan.

7. Berikan konseling pasca pelayanan KB meliputi penyampaian efek

samping, penggunaan, tindakan yang dilakukan jika timbul keluhan serta

jadwal kontrol ulang.

Rasional: meningkatkan pengetahuan klien.

Masalah Potensial yang terjadi, dalam hal ini penulis mencantumkan masalah

karena tidak terjadi masalah pada asuhan kebidanan pascasalin.


95
96
97
98
99
100
101

Anda mungkin juga menyukai