Anda di halaman 1dari 216

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kesehatan ibu dan anak merupakan salah satu prioritas utama

pembangunan kesehatan Indonesia untuk menurunkan angka kematian ibu, bayi

dan anak. Masalah kesehatan ibu dan anak masih tetap menempatkan posisi

penting karena menyangkut kualitas sumber daya yang paling hulu yaitu pada

masa hamil, bersalin dan tumbuh kembang anak (Mufdlilah, 2012:11). Masa

hamil, bersalin dan nifas merupakan mata rantai kesinambungan siklus wanita

yang berhubungan dengan kesehatan ibu dan anak. Menurut Saifuddin (2014:

281) pada umumnya kehamilan, persalinan, dan nifas akan berlangsung normal

dan hanya 10-20% kehamilan yang disertai penyulit berkembang menjadi

abnormal/patologis apabila tidak dilakukan asuhan secara tepat.

Setiap ibu harus dipastikan mendapatkan pelayanan kesehatan yang tepat

terutama pada masa kehamilan. Mendeteksi faktor risiko maupun komplikasi yang

mungkin dialami dan memastikan mendapat pelayanan yang tepat atas komplikasi

yang dialami baik selama hamil, bersalin maupun nifas. Apabila komplikasi tidak

ditangani secara tepat akan mengakibatkan kematian pada ibu maupun bayi. Saat

ini Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) merupakan

salah satu masalah yang masih sulit dicapai sesuai terget Sustainable Development

Goals (SDGs) yang telah ditetapkan. Data dari Profil Kesehatan Provinsi Jawa

Timur dan Kabupaten Magetan mengenai AKI dan AKB sebagai berikut:

1
2

Tabel 1.1
Data AKI dan AKB di Provinsi Jawa Timur dan Kabupaten Magetan

Provinsi Jawa Timur Kabupaten Magetan


No. Data
2014 2015 2015 2016
1. AKI 93,5/100.000KH 89,6/100.000KH 59,8/100.000KH 107/100.000KH
2. AKB 26,66/1000KH 24,3/1000KH 10,53/1000KH 11/1000KH
Sumber: Profil Kesehatan Kabupaten Magetan 2016, Profil Kesehatan Provinsi Jatim 2015

Berdasarkan tabel 1.1 dapat diketahui AKI di Provinsi Jawa Timur sudah

mengalami penurunan namun di Kabupaten Magetan mengalami kenaikan yang

signifikan yaitu dari 59,8/100.000 KH menjadi 107/100.000 KH. Dari data

tersebut AKI belum mencapai target SDGs yaitu 70/100.000 KH. Untuk AKB di

Provinsi Jawa Timur mengalami penurunan namun masih berada di atas target

SDGs (12/1000 KH), sedangkan di Kabupaten Magetan cenderung sedikit naik

akan tetapi angka tersebut sudah mencapai target SDGs. Keberhasilan pelayanan

kebidanan yang diberikan dapat dilihat dari turunnya AKI dan AKB. Menurut

data diatas menunjukkan bahwa AKI dan AKB di Kabupaten Magetan pada tahun

2016 masih tinggi.

Data yang menunjang tingginya AKI dan AKB di Kabupaten Magetan

yaitu terjadi kelahiran Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR). Angka kejadian BBLR

di Kabupaten Magetan mengalami penurunan dari 408 bayi pada tahun 2015

menjadi 395 bayi pada tahun 2016. Angka kejadian BBLR di tahun 2016 tersebut

masih dalam kategori tinggi. Kasus BBLR umumnya disebabkan karena status

gizi ibu hamil yang buruk atau menderita sakit yang memperberat kehamilan

(Dinkes Magetan, 2017: 17). Masalah lain yang terjadi di Kabupaten Magetan

yaitu ibu hamil dengan risiko tinggi dan neonatal dengan risiko tinggi yang

ditangani. Berdasarkan data dari Profil Kesehatan di Kabupaten Magetan 2016


3

dari 20 % ibu hamil yang diperkirakan mengalami risiko tinggi terdapat 1.757 ibu

hamil komplikasi dari perkiraan sebesar 1.813 ibu hamil (96,9%) (Dinkes

Magetan, 2017: 21). Sedangkan pada neonatal dari 15 % neonatal yang

diperkirakan mengalami risiko tinggi terdapat 1.061 neonatus risiko

tinggi/komplikasi dari perkiraan sasaran sebesar 1.236 bayi (85,8%) (Dinkes

Magetan, 2017: 23). Beberapa masalah diatas menjadi penunjang meningkatnya

AKI dan AKB di Kabupaten Magetan.

Menurut Kemenkes RI (2016: 8-9), komplikasi yang mungkin terjadi pada

masa kehamilan meliputi perdarahan pervaginam, bengkak kaki, tangan dan

wajah, atau sakit kepala disertai kejang, Ketuban Pecah Dini (KPD), demam

tinggi, gerak janin berkurang, jantung berdebar-debar atau nyeri dada, cemas

berlebihan. Ibu hamil yang mengalami komplikasi kemungkinan besar terjadi

masalah pada proses persalinannya, seperti persalinan macet, ruptur uteri, robekan

jalan lahir, retensio plasenta, perdarahan, serta tidak diketahuinya penyakit yang

dapat mengganggu proses persalinan (Manuaba et al, 2012: 28). Masa persalinan

yang bermasalah dapat menimbulkan komplikasi pada masa nifas, diantaranya

yaitu perdarahan lewat jalan lahir, keluar cairan berbau dari jalan lahir, bengkak di

wajah, tangan dan kaki atau sakit kepala dan kejang, demam > 2 hari, payudara

bengkak dan nyeri, depresi (Kemenkes RI, 2016: 17). Masa kehamilan, persalinan

dan nifas yang bermasalah dapat berdampak pada bayi baru lahir maupun

neonatus seperti terjadinya asfiksia, kejang, ikterus, hipotermia, tetanus

neonatorum, sepsis, trauma lahir, BBLR (Ambarwati dan Rismintari, 2011:109).

Masa hamil, bersalin, dan nifas yang bermasalah secara berkelanjutan akan
4

berdampak pula pada penggunaan kontrasepsi, apabila ibu tidak diberikan

informasi mengenai perencanaan kehamilan dengan menggunakan kontrasepsi

pascasalin, maka kemungkinan dapat terjadi 4 TERLALU, yaitu terlalu muda,

terlalu tua, terlalu sering, dan terlalu banyak anak (Kemenkes RI, 2017: 117).

Berbagai komplikasi tersebut dapat menjadi ancaman penurunan kualitas

kesehatan jika tidak segera ditindaklanjuti, sehingga perlu dilakukan upaya untuk

mengatasi komplikasi yang mungkin terjadi pada ibu mulai dari masa kehamilan,

persalinan dan, nifas, neonatus serta pelayanan KB pascasalin. Sesuai program

yang dilakukan di Kabupaten Magetan untuk ibu hamil yaitu pelayanan Ante

Natal Care (ANC) di fasilitas kesehatan perlu dilaksanakan secara komprehensif

dengan minimal 4 kali kunjungan, adanya ANC terpadu, monitoring kesehatan ibu

melalui buku KIA (Kesehatan Ibu dan Anak), Program Perencanaan Persalinan

dan Pencegahan Komplikasi (P4K), dan promosi kesehatan melalui kelas ibu

hamil serta dilakukannya pendampingan ibu hamil oleh Kader Mayangsari

(Magetan Sayang Remaja, Ibu dan Bayi) (Dinkes Magetan, 2017: 19-20). Pada

proses persalinan, setiap persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih yaitu

dokter spesialis kebidanan dan kandungan (SpOG), dokter umum, dan bidan.

Diupayakan pertolongan persalinan dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan

dengan Asuhan Persalinan Normal (APN) (Kemenkes RI, 2017: 109-110).

Memasuki masa nifas, setiap ibu diupayakan untuk mendapatkan pelayanan masa

nifas meliputi Kunjungan Nifas (KF) sebanyak 3 kali, pemeriksaan adanya

perdarahan, adanya infeksi, kontraksi uterus, serta perawatan payudara, pemberian

kapsul Vitamin A, dan konseling KB pascasalin (Kemenkes RI, 2016: 13).


5

Program pelayanan kesehatan bagi neonatus yaitu Kunjungan Neonatus (KN)

minimal 3 kali meliputi pemeriksaan Tanda-Tanda Vital (TTV) bayi, tanda

bahaya dan infeksi, perawatan tali pusat, memeriksa status imunisasi, dan

perawatan Bayi Baru Lahir (BBL) di rumah dengan buku KIA serta dilakukan

Stimulasi Deteksi Intervensi Dini Tumbuh Kembang (SDIDTK) (Kemenkes RI,

2016: 35-36). Konseling KB pascasalin dilakukan sejak masa kehamilan dan

diulang pada saat kunjungan masa nifas. Hal ini dilakukan agar ibu sudah

memiliki pilihan setelah persalinan dan mantap untuk menggunakan KB tersebut

(Kemenkes RI, 2016: 18-19).

Berdasarkan uraian di atas, bidan mempunyai peran memberikan asuhan

secara continuity of care, serta menerapkan asuhan sesuai evidance based dengan

menggunakan pendekatan menajemen kebidanan mulai dari masa hamil trimester

III, persalinan, nifas, neonatus dan KB pascasalin. Asuhan kebidanan perlu

dilakukan agar ibu dapat menjalani kehamilan tanpa penyulit atau komplikasi,

melewati persalinan dan masa nifas dengan baik, dapat melakukan perawatan bayi

sehari-hari dengan mandiri, serta mampu memilih alat kontrasepsi pascasalin yang

tepat dan sesuai dengan keadaannya sehingga tercipta pelayanan kesehatan yang

berkesinambungan dan berkualitas untuk meningkatkan derajat kesehatan ibu dan

anak.

1.2 Perumusan Masalah

Bagaimanakah asuhan kebidanan secara continuity of care yang diberikan

kepada ibu hamil trimester III, persalinan, nifas, neonatus, serta KB pascasalin di
6

PMB Ny.”T”, S.ST, Baleasri, Ngariboyo, Kabupaten Magetan dengan

menggunakan pendekatan manajemen kebidanan?

1.3 Tujuan Penyusunan Laporan Tugas Akhir (LTA)

1.3.1 Tujuan Umum

Penulis mampu memberikan asuhan kebidanan secara continuity of care

kepada ibu hamil trimester III, persalinan, nifas, neonatus, serta KB pascasalin

dengan mengacu pada Kemenkes No.938/Menkes/SK/VIII/2007 tentang Standar

Asuhan Kebidanan.

1.3.2 Tujuan Khusus

Setelah dilakukan asuhan kebidanan kepada ibu hamil trimester III,

persalinan, nifas, neonatus, serta KB pascasalin secara continuity of care dengan

mengacu pada Kemenkes No.938/Menkes/SK/VIII/2007 tentang Standar Asuhan

Kebidanan, mahasiswa diharapkan mampu:

1. Melakukan pengkajian berupa data subyektif dan obyektif, mendiagnosa

masalah sesuai dengan prioritas, merencanakan, mengimplementasi,

mengevaluasi, mendokumentasikan dan melakukan pembahasan asuhan

kebidanan yang akan dilakukan pada ibu hamil trimester III.

2. Melakukan pengkajian berupa data subyektif dan obyektif, mendiagnosa

masalah sesuai dengan prioritas, merencanakan, mengimplementasi,

mengevaluasi, mendokumentasikan dan melakukan pembahasan asuhan

kebidanan yang akan dilakukan pada ibu bersalin.

3. Melakukan pengkajian berupa data subyektif dan obyektif, mendiagnosa

masalah sesuai dengan prioritas, merencanakan, mengimplementasi,


7

mengevaluasi, mendokumentasikan dan melakukan pembahasan asuhan

kebidanan yang akan dilakukan pada ibu nifas.

4. Melakukan pengkajian berupa data subyektif dan obyektif, mendiagnosa

masalah sesuai dengan prioritas, merencanakan, mengimplementasi,

mengevaluasi, mendokumentasikan dan melakukan pembahasan asuhan

kebidanan yang akan dilakukan pada neonatus.

5. Melakukan pengkajian berupa data subyektif dan obyektif, mendiagnosa

masalah sesuai dengan prioritas, merencanakan, mengimplementasi,

mengevaluasi, mendokumentasikan dan melakukan pembahasan asuhan

kebidanan yang akan dilakukan dalam pelayanan KB pascasalin.

1.4 Sasaran, Tempat, dan Waktu Kebidanan

1.4.1 Sasaran

Sasaran asuhan kebidanan ditujukan kepada ibu dengan memperhatikan

continuity of care atau berkesinambungan mulai hamil trimester III (28-40

minggu), persalinan, nifas, neonatus (0-28 hari), dan KB pascasalin dengan

menggunakan pendekatan manajemen kebidanan.

1.4.2 Tempat

Asuhan kebidanan continuity of care yang diberikan kepada ibu

dilaksanakan di PMB Ny.”T”, S.ST, Baleasri, Ngariboyo, Kabupaten Magetan.

1.4.3 Waktu

Waktu yang diperlukan dalam menyusun Laporan Tugas Akhir dengan

memberikan asuhan kebidanan ibu hamil trimester III, persalinan, nifas, neonatus,

serta KB pascasalin dimulai Bulan Februari 2018 sampai Bulan Maret 2018 dan
8

penyusunan hasil Laporan Tugas Akhir dimulai Bulan Mei 2018 sampai dengan

Juli 2018.

1.5 Manfaat

1.5.1 Manfaat Teoritis

Proses dan hasil dari penyusunan Laporan Tugas Akhir dapat menambah

wawasan, pengalaman dan untuk pengembangan ilmu pengetahuan dalam

pemberian asuhan kebidanan secara continuity of care pada ibu hamil trimester

III, persalinan, nifas, neonatus, serta pemilihan KB pascasalin.

1.5.2 Manfaat Praktis

Diharapkan asuhan kebidanan secara continuity of care ini dapat

bermanfaat bagi:

1. Pasien dan keluarga

Asuhan kebidanan secara continuity of care ini untuk meningkatkan

pengetahuan, ketrampilan, perubahan perilaku dan peran aktif pasien/keluarga

mengenai masa hamil trimester III, persalinan, nifas, neonatus, KB pascasalin

serta mampu mendeteksi secara dini komplikasi dan meningkatkan derajat

kesehatan ibu dan anak.

2. Institusi pendidikan kebidanan

LTA ini dapat digunakan sebagai referensi atau bahan bacaan di perpustakaan

untuk pendidikan mengenai upaya pengembangan asuhan kebidanan secara

continuity of care pada ibu hamil trimester III, persalinan, nifas, neonatus,

serta KB pascasalin.
9

3. Institusi pelayanan kesehatan

LTA ini dapat menjadi bahan informasi untuk meningkatkan pemberian

pelayanan asuhan kebidanan secara continuity of care pada ibu dan bayi.

4. Profesi bidan

LTA ini berguna untuk meningkatkan kualitas pelayanan dalam memberikan

asuhan kebidanan secara continuity of care pada hamil trimester III,

persalinan, nifas, neonatus, serta KB pascasalin serta sebagai acuan

pendokumentasian bidan dengan pendekatan manajemen kebidanan.

5. Penulis

LTA ini dapat menambah pengetahuan, ketrampilan, dan pengalaman

mahasiswa serta mengaplikasikan teori dalam memberikan asuhan kebidanan

secara continuity of care pada hamil trimester III, persalinan, nifas, neonatus,

serta KB pascasalin.

1.6 Keaslian Laporan Tugas Akhir

Tabel 1.2
Keaslian Laporan Tugas Akhir

No. Nama Penulis Judul Hasil


1 2 3 4
1. Habibah Nursilvia Asuhan Kebidanan Pada Setelah diberikan asuhan secara
Putri Ny.”Y” Masa Kehamilan continuity of care dapat disimpulkan
Trimester III, Bersalin, bahwa Ny. “Y” G1P00000 hamil
Nifas, Neonatus, dan dengan risiko tinggi karena tinggi
Keluarga Berencana di badan < 145 cm, bersalin normal,
BPM Ny.”W” Magetan nifas dengan masalah puting lecet,
Tahun 2017 neonatus normal, hasil DDST nomal
dan ibu menggunakan KB suntik 3
bulan dan mulai KB setelah
mendapat haid.
2. Sisca Marta Asuhan Kebidanan Pada Setelah diberikan asuhan secara
Sabrina Ny.”P” Masa Hamil TM continuity of care dapat disimpulkan
III, Bersalin, Nifas, bahwa Ny. “P” G3P20002 hamil
Neonatus, dan Keluarga normal, bersalin dengan kala I
Berencana di BPM memanjang lalu dilakukan oksitosin
10

1 2 3 4
Ny.”W” Magetan drip, nifas normal, nenoantus
Tahun 2017 normal, hasil DDST normal dan ibu
menggunakan KB MAL.
3. Retsania Yuliani Asuhan Kebidanan Pada Setelah diberikan asuhan secara
Ny.”N” Masa continuity of care dapat disimpulkan
Kehamilan, Bersalin, bahwa Ny. “N” G1P00000 hamil
Nifas, Neonatus, dan dengan masalah keputihan, bersalin
Keluarga Berencana di dengan induksi karena postdate,
BPM Ny.”W” S.ST., nifas normal, neonatus dengan
Kepolorejo, Kec. masalah miliariasis dan ibu
Magetan, Kab. Magetan menggunakan KB suntik 3 bulan.
Tahun 2017
4. Ima Nur Alfi Asuhan Kebidanan Pada Setelah diberikan asuhan secara
Sa’adah Ny.”Y” Kehamilan, continuity of care dapat disimpulkan
Bersalin, Nifas, bahwa Ny. “Y” G1P00000 hamil
Neonatus, dan Keluarga dengan masalah kekurangan energi
Berencana di BPM kronik (KEK), bersalin normal,
Wilayah Magetan nifas normal, neonatus normal, hasil
Tahun 2017 DDST normal dan ibu KB suntik 3
bulan.
5. Sukma Nanda Asuhan Kebidanan Pada Setelah diberikan asuhan secara
Rahayuningsih Ny.”M” Hamil Trimester continuity of care dapat disimpulkan
III, Bersalin, Nifas, bahwa Ny. “M” G2P10001 hamil
Neonatus, dan Keluarga dengan dengan risiko tinggi karena
Berencana di BPM terlalu lama hamil lagi (anak
Ny.”S” Selotinatah, terakhir usia 14 tahun). Bersalin
Ngariboyo, Kabupaten dengan plasenta manual (plasenta
Magetan tidak lahir >30 menit), nifas normal,
Tahun 2017 neonatus normal, hasil DDST
normal dan ibu menggunakan KB
suntik 3 bulan.
11

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Pada BAB ini penulis menguraikan tentang konsep asuhan kebidanan pada

ibu dalam masa kehamilan, persalinan, nifas, neonatus, dan keluarga berencana

(KB) pascasalin dengan menggunakan pendekatan manajemen kebidanan yang

berdasarkan standar asuhan kebidanan yang terdapat dalam Kemenkes No. 938

tahun 2011.

2.1 Asuhan Kebidanan Kehamilan

2.5.1 Pengkajian Data

1. Data Subyektif

a. Biodata

1) Umur

Dalam kurun waktu reproduksi sehat, usia yang aman untuk kehamilan

adalah 20-30 tahun (Romauli, 2011: 162). Pada kehamilan remaja, penyulit lebih

tinggi dibandingkan kehamilan pada “kurun waktu reproduksi sehat” antara usia

20-30 tahun. Keadaan ini disebabkan karena belum matangnya alat reproduksi

untuk hamil, sehingga memudahkan terjadi keguguran, infeksi, anemia pada

kehamilan, dan keracunan kehamilan (Manuaba et al, 2012: 235-236).

2) Pendidikan

Faktor pendidikan dan ekonomi diperhitungkan karena dapat menimbulkan

gangguan pertumbuhan dan perkembangan janin dalam rahim (Manuaba et al,

2012: 242). Semakin tinggi pendidikan seseorang, maka semakin baik pula

pengetahuannya tentang sesuatu. Pada ibu hamil dengan pendidikan rendah,

11
12

terkadang ketika tidak mendapatkan cukup informasi mengenai kesehatannya

maka, ia tidak tahu mengenai bagaimana cara melakukan perawatan kehamilan

yang baik (Romauli, 2011: 124).

3) Pekerjaan

Bekerja di pabrik rokok dan percetakan ada pengaruh terhadap kehamilan

(Romauli, 2011: 163). Seorang ibu yang terpapar oleh beraneka ragam zat kimia,

perubahan suhu yang ekstrim, logam berat, radiasi, agen infeksi dan berbagai

faktor stres yang ada di rumah ataupun tempat kerja, sehingga berdampak negatif

terhadap perkembangan janin dan dapat mengakibatkan kelainan konginetal,

keguguran, persalinan prematur dan BBLR (Varney, Kriebs, & Gegor, 2008: 85-

85). Wanita karier yang hamil mendapat cuti hamil selama tiga bulan, yang dapat

diambil sebulan menjelang kelahiran dan dua bulan setelah persalinan. Pekerjaan

rutin (pekerjaan rumah tangga) dapat dilaksanakan. Bekerja sesuai dengan

kemampuan, dan makin dikurangi dengan semakin tua kehamilan dan segera

memeriksakan diri jika menemui tanda bahaya (Manuaba et al, 2012: 117, 120).

4) Status menikah

Kehamilan dan anak harus bersumber dari perkawinan yang sah menurut

adat agama dan bahkan hukum dan disaksikan masyarakat. Sakral yang tujuan

utamanya mencapai kelanggengan dalam menempuh hidup sampai lanjut usia.

Bila pemuda/laki-laki yang menghamili tidak bertanggung jawab sehingga derita

hanya ditanggung sendiri olah wanita dan keluarganya maka akan mempengaruhi

psikologis ibu saat masa kehamilan, sehingga nanti proses persalinan ibu tidak

ingin berusaha untuk kelahiran bayinya biasanya bayi yang dilahirkan prematur,

retaldasi mental, BBLR (Manuaba et al, 2012 : 235-236).


13

5) Lama/berapa kali kawin

Apabila ibu menikah lebih dari 1 kali, dikhawatirkan adanya Penyakit

Menular Seksual (PMS) (Manuaba et al, 2012: 235). Lama menikah seorang

wanita merupakan hal penting karena setelah menikah secara normal harus sudah

hamil pada tahun pertama. Seorang wanita yang hamil setelah usia pernikahan

lima tahun disebut primigravida tua sekunder (Manuaba et al, 2012 : 159).

6) Alamat

Ibu hamil yang tinggal di daerah pegunungan memiliki risiko kekurangan

yodium (Fraser & Cooper, 2009: 346). Ibu hamil yang kekurangan yodium dapat

berpengaruh terhadap kehamilannya yaitu terjadi abortus habitualis, cacat bawaan,

dan kritinismus janin (Sofian, 2015: 126). Ibu yang tinggal di daerah yang terkena

radiasi dapat berpengaruh pada janin yaitu sebelum umur 18 minggu dapat

menyebabkan kematian janin, kerusakan otak, mikrosefali, atau cacat bawaan

lainnya (Ngastiyah, 2005: 3).

b. Keluhan Utama

Menurut Varney, Kriebs, & Gegor (2007: 538-543) ketidaknyamanan pada

ibu hamil trimester III adalah: peningkatan frekuensi berkemih, nyeri ulu hati,

konstipasi, kram tungkai, edema dependen, dispareunia, nyeri punggung bawah,

sesak nafas, dan hemoroid.

c. Riwayat Kesehatan

Kesehatan ibu sangat berpengaruh terhadap masa kehamilan terutama untuk

perkembangan dan pertumbuhan janin. Kehamilan yang disertai penyakit

sebaiknya dikonsulkan ke dokter sehingga tidak terjadi penyulit dan kesehatan

ibu dan janin menjadi optimal (Manuaba et al, 2012: 123). Penyakit yang dapat

mempengaruhi kehamilan antara lain:


14

1) Penyakit jantung

Keluhan utama yang dikemukakan meliputi cepat merasa lelah, jantung

berdebar-debar, sesak napas disertai sianosis (kebiruan). Penyakit jantung dapat

mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan janin dalam bentuk keguguran,

persalinan prematuritas, BBLR, kematian perinatal yang makin meningkat, dan

bayi dapat mengalami hambatan intelegensia atau fisik (Manuaba et al, 2012:

333). Penyakit jantung dengan klas I dan II dapat melalui kehamilannya dengan

aman, klas III dan IV mempunyai risiko dalam kehamilan (Saifuddin, 2014: 767).

2) Anemia

Anemia merupakan suatu keadaan adanya penurunan kadar hemoglobin,

hematokrit dan jumlah eritrosit dibawah nilai normal. Pada penderita anemia,

lebih sering disebut kurang darah, kadar sel darah merah (Hemmoglobin/Hb) di

bawah nilai normal (Rukiyah & Yulianti, 2010: 114). Bahaya anemia selama

kehamilan yaitu terjadi abortus, persalinan prematur, hambatan tumbuh kembang

janin dalam rahim, mudah terjadi infeksi, ancaman dekompensasi kordis (Hb <6

gr%), molahidatidosa, hiperemesis gravidarum, perdarahan antepartum, KPD

(Manuaba et al, 2012: 240).

3) Hipertensi

Penyakit hipertensi dapat menyebabkan kematian pada maternal dan neonatal

(Fraser & Cooper, 2009: 351). Ibu hamil dengan hipertensi akan mengalami nyeri

kepala, kadang disertai mual, muntah, penglihatan kabur, nokturia, oedema

dependen dan pembengkakan (Rukiyah & Yulianti, 2010: 168).

4) Asma

Penyakit asma dalam kehamilan kadang-kadang bertambah berat atau malah

berkurang. Penyakit asma yang berat dapat mempengaruhi pertumbuhan dan


15

perkembangan janin melalui pertukaran O2 dan CO2 didalam rahim (Manuaba et

al, 2012: 336). Adanya kejadian tersebut dapat menyebabkan kelahiran dan

persalinan prematur, abruptio plasenta, korioamnionitis, dan kelahiran Sectio

Caesarea (SC) (Fraser & Cooper, 2009: 322).

5) Pneumonia

Penyakit radang paru-paru (pneumonia) dapat terjadi saat hamil, persalinan

atau kala nifas. Pneumonia saat kehamilan memiliki gejala suhu tubuh tinggi dan

gangguan pernapasan yang menggangu pertukaran CO2 dan O2 sehingga

membahayakan pertumbuhan dan perkembangan janin dalam rahim sampai dapat

terjadi keguguran dan persalinan prematur (Manuaba et al, 2012: 337).

6) Tuberculosis (TBC)

Obat-obatan yang digunakan untuk mengatasi tuberkulosis sangat berisiko

bagi janin dan neonatus, tapi terapi ini penting karena risiko tuberkulosis lebih

berat daripada risiko toksisitas obat (Wheeler, 2004: 8). Ibu hamil yang menderita

penyakit TBC akan terjadi penurunan berat badan. Kehamilan tidak

mempengaruhi perjalanan penyakit ini. Namun, pada kehamilan dengan infeksi

TBC risiko terjadinya Intrauterine Growth Retardation (IUGR) dan kematian

perinatal meningkat 6 kali lipat (Saifuddin, 2014: 806-807).

7) Hepatitis

Pengaruh infeksi hepatitis terhadap kehamilan bersumber dari gangguan

fungsi hati dalam mengatur dan mempertahankan metabolisme tubuh sehingga

aliran nutrisi ke janin dapat terganggu atau berkurang. Oleh karena itu, pengaruh

infeksi hati terhadap kehamilan dapat dalam bentuk keguguran atau persalinan

prematur dan kematian janin dalam rahim (Manuaba et al, 2012: 342).
16

8) Infeksi Toksoplasmosis, Rubella, Citomegalovirus, Herpes Simpleks

(TORCH)

Toksoplasmosis suatu penyakit infeksi protozoa yang disebabkan oleh parasit

intra sel toksoplasma gondii. Manusia dapat tertular melalui kotoran hewan, tanah

yang terinfeksi, dan dari bahan makanan yang mentah atau tidak dimasak

sempurna (Varney, Kriebs, & Gegor, 2007: 617). Penyakit dapat menimbulkan

kelainan kongenital dalam bentuk hampir sama yaitu mikrosefali, ketulian dan

kebutaan, kehamilan dapat terjadi abortus, persalinan prematur dan pertumbuhan

janin terlambat (Manuaba et al, 2012: 340).

9) Diabetus Melitus (DM)

Pengaruh penyakit diabetes terhadap kehamilan khususnya pada janin

diantaranya adalah terjadi bayi besar (makrosomia), gangguan pertumbuhan janin

dalam rahim/IUGR, keguguran, kematian janin dalam rahim/Intrauterine Fetal

Death (IUFD) (Manuaba et al, 2012: 595-596). Pengaruh penyakit DM terhadap

ibu hamil menurut Saifuddin (2014: 854) adalah terjadinya preeklampsia,

kelahiran prematur, makrosomia janin, kematian janin, trauma persalinan dan SC

akibat bayi besar.

10) Penyakit tiroid

Kelebihan tiroksin dalam kehamilan dapat menyebabkan keguguran, spontan,

meningkatkan risiko terjadinya preeklampsia, kegagalan jantung dan keadaan

perinatal yang buruk. Keadaan hipotiroid dalam kehamilan dihubungkan dengan

kejadian infertilitas atau keguguran, dan tidak umum ditemukan keadaan

hipotiroid yang berat dalam kehamilan (Saifuddin, 2014: 848-849).


17

11) Human Immuno Deficiency Virus (HIV)/Acquired Immuno Deficiency

Syndrome (AIDS)

Ibu hamil dengan HIV apabila tidak diobati berisiko absolut terjadi penularan

ibu kepada anak. Komplikasi yang dapat terjadi yaitu kehamilan prematur dan

korioamnionitus. Penurunan risiko penularan saat melahirkan yaitu dengan SC

(Varney, Kriebs, & Gegor, 2007: 156-58).

12) Sifilis

Penyakit ini dapat berpengaruh terhadap kehamilan seperti persalinan

premturitas atau kematian dalam rahim dan infeksi bayi dalam bentuk plak

kongenital (pemfigus sifilitus, deskuamasi kulit telapak tangan dan kaki, terdapat

kelainan pada mulut dan gigi) (Manuaba et al, 2012: 338).

13) Ghonorrea

Wanita hamil yang mengidap ghonorrea berisiko akan terjadi abortus

spontan, BBLR, KPD, korioamnionitis, persalinan prematur (Fraser & Cooper,

2009: 371). Pengaruh penyakit initerhadap bayi dapat menimbulkan infeksi mata

konjungtivitis ghonorrea neonatorum (blenorea neonatus) yang selanjutnya dapat

menyebabkan kebutaan (Manuaba et al, 2010: 338).

d. Riwayat Kesehatan Keluarga

Riwayat kesehatan keluarga perlu dikaji untuk mengidentifikasi penyakit

keturunan yang sering terjadi pada keluarga tertentu. Penyakit keturunan seperti

cacat saat lahir, persalinan kembar (Manuaba et al, 2012: 159). Penyakit DM

meskipun tidak diturunkan secara genetik, memiliki kecenderungan terjadi pada

anggota keluarga lain, terutama jika mereka hamil atau obesitas. Hipertensi juga
18

memiliki komponen familial, dan kehamilan kembar juga memiliki insiden yang

lebih tinggi pada keluarga tertentu (Fraser & Cooper, 2009: 254). Selain itu,

kontak dengan individu yang diketahui atau dicurigai terinfeksi TBC (tinggal

dalam satu rumah atau dilingkungan yang tertutup) berisiko tinggi terpajan atau

terinfeksi tuberculosis (Varney, Kriebs, & Gegor, 2007: 612).

e. Riwayat kebidanan

Riwayat kebidanan meliputi riwayat haid, riwayat kehamilan, persalinan dan

nifas yang lalu, riwayat kehamilan sekarang, dan riwayat kontrasepsi.

1) Haid

Amenore atau tidak haid adalah salah satu indikasi pertama terjadinya

kehamilan (Manuaba et al, 2012:107). Ibu harus mengetahui tanggal hari pertama

haid terakhir (HPHT) agar dengan mudah dapat ditaksir umur kehamilan dan

taksiran tanggal persalinan (TTP) (Sofian, 2015: 35). Menurut Manuaba et al

(2012: 129) gambaran riwayat haid klien yang akurat biasanya membantu

penetapan taksiran tanggal persalinan, dengan menggunakan rumus Neagele yaitu

dengan (hari HT+7), (bulan HT-3) dan (tahun HT+1) untuk siklus 28 hari,

sedangkan untuk siklus 35 hari dengan menggunakan rumus (hari HT+14), (bulan

HT-3) dan (tahun HT+1).

2) Riwayat hamil, Persalinan, dan Nifas yang lalu

a) Hamil

Informasi esensial tentang kehamilan terdahulu mencakup bulan dan tahun

kehamilan tersebut berakhir, usia gestasi pada saat itu, tipe persalinan, lama

persalinan (lebih baik dihitung dari kontraksi pertama), berat lahir, jenis kelamin,
19

dan komplikasi lain. Kesehatan fisik dan emosi terakhir harus diperhatikan

(Romauli, 2011: 165). Seperti penyakit DM pada kehamilan yang terdiagnosis

pada kehamilan pertama biasanya akan berulang pada kehamilan berikutnya

(Varney, Kriebs, & Gegor, 2007: 639).

b) Persalinan

Riwayat persalinan diperlukan untuk mengetahui persalinan spontan atau

buatan, aterm atau prematur, perdarahan atau tidak, ditolong oleh siapa (Marmi,

2011: 158). Selain itu, persalinan dengan BBLR, persalinan lahir mati, persalinan

dengan induksi, persalinan dengan plasenta manual, persalinan dengan

perdarahahan postpartum, persalinan dengan tindakan (ekstraksi forceps, ekstraksi

vacum, letak sungsang, SC) (Manuaba et al, 2012: 243). Riwayat SC secara klasik

dapat meningkatkan risiko terjadinya ruptur uteri (Saifuddin, 2014: 518). Ukuran

bayi terbesar yang dilahirkan pervaginam juga memastikan keadekuatan panggul

ibu untuk ukuran bayi saat ini (Varney, Kriebs, & Gegor, 2008: 692).

c) Nifas

Pada masa nifas yang lalu perlu dikaji apakah involusi uteri baik, pengeluaran

lokhea normal, serta pengeluaran Air Susu Ibu (ASI) lancar. Adakah penyulit

seperti abses pada payudara (Saifuddin, 2014: 125). Depresi postpartum dan

perdarahan postpartum akibat atonia uteri merupakan kondisi yang dapat berulang

(Wheeler, 2004: 38-39).

3) Riwayat Kehamilan Sekarang

Anamnesis riwayat kehamilan antara lain: perdarahan pervaginam, mual dan

muntah, masalah/kelainan pada kehamilan sekarang (Saifuddin, 2014: 91).


20

Gerakan janin pertama kali dapat digunakan untuk menentukan umur kehamilan.

Gerakan janin pertama (quickening) pada primigravida usia kehamilan 18 minggu

atau 20 minggu sedangkan pada multigravida di usia kehamilan 14 minggu atau

16 minggu (Marmi, 2011: 103). Menurut IBI (2016: 51-55) asuhan kebidanan

pada kehamilan yang berkualitas sesuai standar (10T) meliputi terdiri dari:

a) Timbang Berat Badan (BB) dan ukur Tinggi Badan (TB)

Penimbangan berat badan dilakukan pada setiap kali kunjungan untuk

mendeteksi adanya gangguan pertumbuhan janin.

b) Pemeriksaan Tekanan Darah (TD)

Pengukuran tekanan darah pada setiap kali kunjungan, untuk mendeteksi

adanya hipertensi pada kehamilan dan preeklampsia.

c) Nilai status gizi dengan ukur Lingkar Lengan Atas (LILA)

Pengukuran LILA hanya untuk skrining ibu hamil berisiko Kurang Energi

Kronik (KEK).

d) Pemeriksaan puncak rahim atau Tinggi Fundus Uteri (TFU)

Dilakukan untuk mendeteksi pertumbuhan janin sesuai atau tidak dengan

umur kehamilan. Jika tinggi fundus tidak sesuai dengan umur kehamilan,

kemungkinan ada gangguan pertumbuhan janin.

e) Tentukan presentasi janin dan Denyut Jantung Janin (DJJ)

Menentukan presentasi janin untuk mengetahui letak janin dan penilaian DJJ

dilakukan untuk menilai kesejahteraan janin.

f) Skrining status imunisasi Tetanus dan berikan imunisasi Tetanus Toksoid

(TT) bila diperlukan.


21

Untuk mencegah terjadinya tetanus neonatorum, ibu hamil harus

mendapatkan imunisasi TT. Menurut Manuaba et al (2012: 123), vaksinasi

dengan TT dianjurkan untuk dapat menurunkan angka kematian bayi karena

infeksi tetanus. Menurut Saifuddin (2014: 91) imunisasi TT pada ibu hamil adalah

sebagai berikut:

Tabel 2.1
Imunisasi Tetanus Toksoid (TT)

Interval (selang waktu Lama %


Antigen
minimal) perlindungan Perlindungan
Pada kunjungan antenatal
TT 1 - -
pertama
TT 2 4 minggu setelah TT 1 3 tahun* 80
TT 3 6 bulan setelah TT 2 5 tahun 95
TT 4 1 tahun setelah TT 3 10 tahun 99
25 tahun atau
TT 5 1 tahun setelah TT 4 99
seumur hidup
Keterangan: *artinya apabila dalam waktu 3 tahun WUS tersebut melahirkan,
maka bayi yang dilahirkan akan terlindung dari Tetanus Neonatorum (TN).

Sumber: Saifuddin, A.B. 2014. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal
dan Neonatal. Jakarta, halaman 91.

g) Pemberian tablet zat besi minimal 90 tablet selama kehamilan

Untuk mencegah anemia gizi besi, setiap ibu hamil harus mendapat tablet

tambah darah (tablet zat besi) dan asam folat minimal 90 tablet selama kehamilan

yang diberikan sejak kontak pertama. Tablet besi sebaiknya tidak diminum

bersama teh atau kopi, karena akan mengganggu penyerapan. Wanita hamil

sebaiknya dianjurkan mengonsumsi zat besi bersama jus jeruk (Varney, Kriebs, &

Gegor, 2007: 547).

h) Test laboratorium (rutin dan khusus)

Pemeriksaan laboratorium yang harus dilakukan pada setiap ibu hamil yaitu
22

golongan darah, hemoglobin darah, proteinurin dan pemeriksaan spesifik daerah

endemis/epidemi seperti malaria, Infeksi Menular Seksual (IMS), HIV.

i) Tatalaksana kasus

Setelah diberikan asuhan apabila ditemukan kelainan pada kehamilan ibu

maka harus ditangani sesuai standar dan kewenangan bidan serta dilakukan

rujukan apabila tidak dapat ditangani.

j) Temu wicara (konseling)

Dilakukan konseling mengenai kesehatan ibu, perilaku hidup sehat, peran

suami/keluarga dalam kehamilan, tanda bahaya kehamilan, asupan gizi seimbang,

P4K serta KB pasca persalinan.

4) Riwayat KB

Pemakaian alat kontrasepsi dan jenis kontrasepsi yang digunakan klien dikaji

lama pemakaian serta keluhan yang dirasakan selama pemakaian (Marmi, 2011:

158).

f. Pola Kebiasaan Sehari-hari

1) Nutrisi

Makan beragam makanan secara proporsional dengan pola gizi seimbang dan

1 porsi lebih banyak daripada sebelum hamil. Tidak ada pantangan makanan

selama hamil. Cukupi kebutuhan air minum pada saat hamil. Kebutuhan air

minum ibu hamil 10 gelas per hari (Kemenkes RI, 2016: 4). Pada trimester III,

janin mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat. Umumnya

nafsu makan ibu akan sangat baik dan ibu merasa cepat lapar (Romauli, 2011:

135). Berikut pada Tabel 2.2 akan di tampilkan contoh nutrisi pada ibu hamil:
23

Tabel 2.2
Perbedaan Kebutuhan Nutrisi Ibu Hamil dengan Sebelum Hamil

Jenis Sumber Gizi Tidak Hamil


Hamil
Kalori Beras, jagung, umbi, sagu 2500 2500
Protein (g) Telur, daging, kacang-kacangan 60 85
Kalsium (g) Susu, kedelai, ikan laut 0,8 1,5
Ferum (mg) Daun bayam, daun ketela 12 15
Vit A (SI) Wortel, sayuran hijau 5000 6000
Vit B (SI) Kacang kedelai, limpa 1,5 1,8
Vit C (SI) Buah-buahan 70 100
Raboflalin (mg) Jamur, susu, keju, sayur hujau, hati 2,2 2,5
As nicotinat (mg) Ikan, daging, telur, susu 15 1,8
Vit D (SI) Kecambah, kacang-kacangan + 400-800
Sumber : Marmi, 2011 halaman 119. Asuhan Kebidanan Pada Masa Antenatal. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar

2) Eliminasi

Ibu hamil trimester III akan sering berkemih karena kandung kemih akan

tertekan oleh uterus akibat kepala janin sudah mulai turun ke pintu atas panggul

(Saifuddin, 2014: 185). Efek progesteron terhadap usus besar menyebabkan

konstipasi karena waktu transit yang melambat membuat air semakin banyak yang

diabsorbsi (Varney, Kriebs, & Gegor, 2007: 501).

3) Istirahat dan tidur

Pada ibu hamil trimester III tidur malam paling sedikit 6-7 jam dan usahakan

siangnya tidur atau berbaring 1-2 jam. Posisi tidur sebaiknya miring kiri. Pada

daerah endemis malaria gunakan kelambu berinsektisida. Bersama dengan suami

lakukan rangsangan atau stimulasi pada janin dengan sering mengelus-elus perut

ibu dan mengajak janin berbicara (Kemenkes RI, 2016: 4).

4) Personal hygiene

Menurut Kemenkes RI (2016: 4), ibu hamil harus menjada kebersihan

dirinya, sebagai berikut:


24

a) Cuci tangan dengan sabun dan air bersih mengalir sebelum makan, setelah

Buang Air Kecil (BAK) dan Buang Air Besar (BAB).

b) Menyikat gigi secara benar dan teratur minimal setelah sarapan dan sebelum

tidur. Periksakan gigi ke fasilitas kesehatan pada saat periksa kehamilan.

c) Mandi 2 kali dalam sehari.

d) Bersihkan payudara dan daerah kemaluan. Romauli (2011: 146)

menambahkan perawatan payudara dilakukan untuk mempersiapkan proses

laktasi dengan cara membersihkan 2 kali sehari selama kehamilan.

Membersihkan puting dengan sabun mandi dapat menyebabkan iritasi.

Bersihkan puting susu dengan minyak kelapa lalu dibilas dengan air hangat.

Apabila puting susu masih tenggelam dilakukan pengurutan pada daerah

areola mengarah menjauhi puting susu untuk menonjolkan puting susu

menggunakan perasat Hoffman.

e) Ganti pakaian dan pakaian dalam setiap hari.

5) Aktivitas

Ibu hamil yang sehat dapat melakukan aktivitas fisik sehari-hari dengan

memperhatikan kondisi ibu dan keamanan janin yang dikandungnya. Suami

membantu istrinya yang sedang hamil untuk melakukan pekerjaan sehari-hari. Ibu

hamil dianjurkan untuk melakukan senam hamil sesuai dengan anjuran petugas

kesehatan (Kemenkes RI, 2016: 5). Ibu hamil tidak diperbolehkan melakukan

aktivitas terlalu berat. Aktivitas yang terlalu berat dapat menyebabkan abortus dan

persalinan prematur (Romauli, 2011: 171).

6) Hubungan seksual

Ibu boleh melakukan hubungan suami istri selama hamil (Kemenkes RI,

2016: 5). Hubungan seksual diperbolehkan, namun disarankan untuk dihentikan


25

apabila terjadi perdarahan dan pengeluaran cairan (air) yang mendadak saat

berhubungan seksual, mempunyai riwayat keguguran serta persalinan sebelum

waktunya (prematur) (Manuaba et al, 2012: 120).

g. Riwayat Ketergantungan

Merokok, minum alkohol dan kecanduan narkotik secara langsung dapat

mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan janin dan menimbulkan kelahiran

dengan BBLR bahkan dapat menimbulkan cacat bawaan atau kelainan

pertumbuhan dan perkembangan mental (Manuaba et al, 2012: 122).

h. Psikososial dan Spiritual

Trimester III sering disebut periode penantian dengan penuh kewaspadaan.

Ibu hamil tidak sabar menantikan kelahiran sang bayi, berjaga-jaga atau

menunggu tanda dan gejala persalinan, merasa cemas dengan kehidupan bayinya

dan dirinya sendiri, merasa canggung, jelek, berantakan dan memerlukan

dukungan yang sangat besar dan konsisten dari pasangannya, mengalami proses

duka lain ketika mengantisipasi hilangnya perhatian dan hak istimewa khusus

selama hamil (Varney, Kriebs, & Gegor, 2007: 503-504). Menurut Marmi (2011:

143, 156) seorang ibu akan merasa tenang dan nyaman dengan adanya dukungan

dari orang-orang terdekat. Dukungan serta peran serta suami meningkatkan

kesiapan ibu hamil dalam menghadapi kehamilan bahkan memicu produksi ASI.

Faktor yang menyebabkan ibu hamil stres yaitu masalah keuangan keluarga,

pemukiman, masalah dukungan suami dan keluarga.

i. Latar Belakang Sosial Budaya

Mitos di masyarakat yang berkaitan dengan kehamilan yaitu pantangan

makanan, misalnya ibu hamil harus pantang terhadap makanan yang berasal dari

daging, ikan, telur, dan goreng-gorengan karena percaya akan menyebabkan


26

kelainan pada janin. Adat ini akan sangat merugikan ibu dan janin karena hal

tersebut akan membuat pertumbuhan janin tidak optimal dan pemulihan

kesehatannya akan lambat (Romauli, 2011: 169). Beberapa jamu yang digunakan

pada masa kehamilan dapat membahayakan. Hal ini dikarenakan dosis jamu

belum diketahui atau karena jamu belum teridentifikasi dengan tepat,

terkontaminasi, atau tercampur (Wheeler, 2004: 139).

2. Data Obyektif

Setelah dibahas data subyektif, untuk melengkapi data dalam menegakkan

diagnosis, maka harus melakukan pengkajian data obyektif melalui pemeriksaan

umum, pemeriksaan fisik, pemeriksaan khusus, pemeriksaan penunjang dan Kartu

Skor Poedji Rochjati (KSPR). Data-data yang perlu untuk dikaji adalah sebagai

berikut:

a. Pemeriksaan Umum

Keadaan umum baik, kesadaran komposmentis (Manuaba et al, 2012: 114).

Periksa pandang dengan perhatikan sikap tubuh, keadaan punggung dan cara

berjalan. Apakah cenderung membungkuk, berjalan pincang, dan terdapat

kelainan punggung seperti kifosis, skoliosis atau lordosis (Romauli, 2011: 172).

1) Tanda-Tanda Vital

a) Tekanan darah

Tekanan darah dalam rentang 90/60-130/80 mmHg serta tidak disertai

kenaikan selama hamil (Klein, Miller, & Thomson, 2015: 128). Wanita yang

tekanan darahnya meningkat di awal pertengahan kehamilan mungkin mengalami

hipertensi kronis yang berisiko mengalami preeklampsia (Marmi, 2011: 163).

Titik awal tekanan darah yang memiliki kemungkinan preeklampsia adalah

140/90 mmHg (Manuaba et al, 2012: 161).


27

b) Suhu

Suhu ibu sekitar 37O C, apabila ibu tidak merasa panas saat dahinya disentuh.

Jika ibu demam dengan suhu 38O C atau lebih, ibu merasa panas saat dahinya di

sentuh kemungkinan demam tersebut disebabkan oleh penyakit seperti flu atau

malaria, infeksi pada bagian tubuh (infeksi kandung kemih atau infeksi rahim)

(Klein, Miller, & Thomson, 2015: 126).

c) Nadi

Nadi sekitar 60-80 kali/menit saat ibu istirahat. Jika frekuensi nadi ibu 100

kali/menit atau lebih, mungkin ibu mengalami salah satu atau lebih keluhan

seperti stress, ketakutan, khawatir, atau depresi akibat masalah tertentu,

perdarahan hebat, terjadi infeksi, anemia, gangguan tyroid, gangguan jantung

(Klein, Miller, & Thomson, 2015: 126-127).

d) Pernafasan

Pernafasan normalnya 16–24 kali per menit (Romauli, 2011: 173). Pada ibu

hamil trimester III, uterus telah mengalami pembesaran sehingga terjadi

penekanan diafragma. Selain itu, diafragma akan mengalami elevasi kurang lebih

4 cm selama kehamilan. Hal ini menimbulkan perasaan sesak napas. Banyak

wanita cenderung merespon sesak napas dengan cara melakukan hiperventilasi

(Varney, Kriebs, & Gegor, 2007: 543).

2) Pemeriksaan Antropometri

a) Berat badan

BB diukur setiap kali kunjungan untuk mengetahui penambahan berat badan

ibu. Normalnya penambahan BB tiap minggu adalah 0,5 kg dan penambahan BB

ibu dari awal sampai akhir kehamilan adalah 6,5–16,5 kg (Romauli, 2011: 173).

Wheeler (2004: 71–72) menjelaskan bahwa Indeks Massa Tubuh (IMT)


28

digunakan untuk menentukan penambahan berat yang direkomendasikan pada ibu

hamil. IMT diperoleh dengan menghubungkan TB ibu dengan BB saat hamil.

Penambahan berat badan pada wanita hamil menurut IMT dapat dilihat pada tabel

2.3:

Tabel 2.3
Penambahan Berat Badan Sesuai IMT

IMT Ketegori Penambahan berat badan


19,8-26 Berat badan normal 12,5-17,5 kg
< 19,8 Berat badan rendah 14-20 kg
26,1-29 Berat badan lebih 7,5-12,5 kg
>29 Obesitas 7,5 kg
Sumber : Wheeler, 2004 halaman 71-72. Buku Saku Asuhan Pranatal dan Pascapartum.
Jakarta: EGC.

b) Tinggi badan

Pengukuran tinggi badan pada pertama kali kunjungan dilakukan untuk

menapis adanya faktor risiko, tinggi ibu hamil < 145 cm berisiko terjadinya

Cephalo Pelvic Disproportion (CPD) (IBI, 2016: 51). Ibu hamil dengan tinggi

badan <145 cm tergolong risiko tinggi (Romauli, 2011:173).

c) Lingkar Lengan Atas (LILA)

Menurut Romauli (2011: 173) LILA diukur pada lengan atas yang kurang

dominan, LILA <23,5 cm merupakan indikator kuat untuk status gizi yang

kurang/buruk, sehingga berisiko untuk melahirkan BBLR.

b. Pemeriksaan Fisik

1) Kepala

Kulit kepala pucat dan rambut rapuh dapat mengindikasikan kekurangan

nutrisi (Walsh, 2012: 114). Rambut yang mudah dicabut menandakan kurang gizi

atau ada kelainan tertentu (Romauli, 2011: 175).


29

2) Muka

Bentuk simetris dan muka tidak pucat. Cloasma gravidarum yang tampak

merupakan akibat pigmentasi yang berlebihan (Romauli, 2011: 174). Muka yang

normal tidak edema, edema pada muka atau seluruh tubuh merupakan tanda gejala

adanya preeklampsia (Saifuddin, 2014: 543).

3) Mata

Bentuk simetris, konjungtiva palpebral normal warna merah muda, bila pucat

menandakan anemia. Sklera normal berwarna putih, bila kuning menandakan ibu

mungkin terinfeksi hepatitis, bila merah kemungkinan ada konjungtivitis. Kelopak

mata yang bengkak kemungkinan adanya preeklampsia (Romauli, 2011: 174).

4) Mulut dan Gigi

Ibu hamil dengan karies gigi atau keropos menandakan ibu hamil dengan

kekurangan kalsium. Kerusakan gigi pada ibu sewaktu hamil dapat menjadi

sumber terjadinya infeksi (Romauli, 2011: 174). Saifuddin menambahkan (2014:

185) gusi akan menjadi lebih hiperemis dan lunak sehinggga dengan trauma

sedang saja bisa menyebabkan perdarahan. Epulis selama kehamilan akan muncul.

5) Leher

Normal bila tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, tidak ada pembesaran limfe

dan tidak ditemukan bendungan vena jugularis (Romauli, 2011: 174). Pembesaran

pada tiroid menunjukkan adanya penyakit hipertiroid (Wheeler, 2004).

6) Dada

Bentuk dada simetris, pernafasan teratur, tidak ada retraksi intercostae, tidak

ada wheezing dan ronchi (Marmi, 2011: 207).

7) Payudara
30

Selama kehamilan payudara bertambah besar, tegang, dan berat.

Hiperpigmentasi terjadi pada puting susu dan areola payudara (Sofian, 2015: 32).

Pada akhir kehamilan, kelenjar montgomery pada ibu hamil tampak lebih

menonjol dan pembuluh darah vena tampak terlihat lebih jelas (Manuaba et al,

2012: 162). Payudara harus kembali diperiksa pada usia kehamilan 36 minggu

untuk memastikan perlunya tindakan untuk mengeluarkan puting yang datar atau

masuk ke dalam (Varney, Kriebs, & Gegor, 2007: 530). Pada kehamilan 32

minggu warna cairan agak putih seperti cairan susu yang sangat encer. Dari

kehamilan 32 minggu sampai anak lahir, cairan keluar lebih kental, berwarna

kuning, dan banyak mengandung lemak yang disebut kolostrum (Romauli, 2011:

78).

8) Abdomen

Bentuk simetris, tidak ada Bekas Sectio Caesarea (BSC), dan terdapat

pembesaran abdomen sesuai usia kehamilan (Romauli, 2011: 174). Saifuddin

(2014: 285) menambahkan gerakan menendang atau tendangan janin yang normal

adalah 10 gerakan dalam 12 jam. Kandung kemih yang penuh, kolon yang

terdistensi, atau obesitas dapat memberi kesan yang salah tentang ukuran janin.

Selain itu, BSC dapat mengindikasikan adanya operasi abdomen atau obstetrik

yang pernah dilakukan sebelumnya (Fraser & Cooper, 2009: 258).

9) Genetalia

Pemeriksaan genitalia dilakukan dengan mencari adanya lesi, eritema,

perubahan warna, pembengkakan, memar. Bila ada lesi kemungkinan

menunjukkan sifilis atau herpes (Marmi, 2011: 170). Tidak ada bekas luka pada
31

perineum, tidak ada edema dan varises, tidak ada kondilomata, tidak ada flour

albus (Marmi, 2011: 167).

10) Anus

Hemoroid sering terjadi pada wanita hamil sebagai akibat dari konstipasi dan

peningkatan tekanan vena pada bagian bawah karena pembesaran uterus

(Saifuddin, 2014: 185). Menurut Walsh (2012: 115) pembesaran hemoroid dapat

meningkatkan ketidaknyamanan dan perdarahan selama kehamilan.

11) Ekstremitas

Pada ibu hamil trimester III sering terjadi edema dependen yang disebabkan

karena kongesti sirkulasi pada ekstremitas bawah, peningkatan kadar

permeabilitas kapiler, tekanan dari pembesaran uterus pada vena pelvik ketika

duduk atau pada vena kava inferior ketika berbaring. Jika edema muncul tidak

hanya di ekstremitas bawah, tapi juga muncul pada muka, tangan, dan disertai

proteinuria serta hipertensi perlu diwaspadai adanya preeklampsia (Marmi, 2011:

136).

c. Pemeriksaan Khusus

1) Tinggi Fundus Uteri (TFU) Mc.Donald

Pertumbuhan janin dalam rahim dapat diketahui dengan melihat ukuran rahim

dalam centimeter (cm), dengan cara memegang tanda nol pita pengukur pada

aspek superior simpisis pubis dan menarik pita pengukur secara longitudinal

sepanjang aspek tengah uterus ke ujung atas fundus. Pemantauan usia kehamilan

sesuai dengan TFU dapat dilihat pada tabel 2.4:

Tabel 2.4
Tinggi Fundus Uteri Sesuai Masa Kehamilan Trimester III
32

Usia Tinggi Fundus


Kehamilan Dalam cm Menggunakan penunjuk-penunjuk
badan
28 minggu 28 cm (± 2cm) Di tengah antara umbilicus dan
prosesus sifoideus
29-35 minggu Usia kehamilan dalam -
minggu = cm (± 2cm)
36 minggu 36 cm (± 2cm) Pada prosesus sifoideus
Sumber: Saifuddin, A.B, 2014. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal. Jakarta, halaman 93.

2) Tafsiran Berat Janin (TBJ)

Menurut Romauli (2011: 71) menurut rumus Johnson Tausak untuk

mengukur TBJ yaitu (TFU dalam cm-n) x 155= berat badan (gram). Bila kepala di

atas atau pada spina iskiadika maka n=12, dan bila kepala di bawah spina

iskiadika maka n=11. Tafsiran berat janin sesuai usia kehamilan trimester III

menurut Manuaba et al (2012: 89) dapat dilihat pada tabel 2.5.

Tabel 2.5
Tafsiran Berat Janin (TBJ) sesuai Usia Kehamilan Trimester III

Usia kehamilan (bulan) Berat badan (gram)


7 1000
8 1800
9 2500
10 3000
Sumber: Manuaba et al, 2012, Ilmu kebidanan, penyakit kandungan dan KB, halaman 89.

3) Palpasi

a) Leopold I

Leopold I bertujuan untuk menentukan tinggi fundus uteri dan bagian apa

yang terletak di fundus (Romauli, 2011: 175). Cara pemeriksaan yaitu dengan

kaki ditekuk pada lutut dan lipatan paha, pemeriksa menghadap ke arah muka ibu

hamil. Pada letak kepala akan teraba bokong pada fundus, yaitu tidak keras, tidak
33

melenting, dan tidak bulat (Manuaba et al, 2012: 117-118). Tinggi fundus uteri

pada pemeriksaan Leopold I pada trimester III adalah sebagai berikut:

Tabel 2.6
Usia kehamilan berdasarkan TFU dalam Leopold

Tinggi Fundus Uteri Usia Kehamilan


1
/3 di atas pusat 28 minggu
½ pusat-prosesus sifoideus 32 minggu
Setinggi prosesus sifoideus 36 minggu
Dua jari (4 cm) di bawah prosesus sifoideus 40 minggu
Sumber: Manuaba et al. 2012. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan KB. Jakarta. halaman
100.

b) Leopold II

Leopold II tujuannya untuk mengetahui batas kiri atau kanan pada uterus ibu.

Normalnya teraba bagian panjang, keras seperti papan (punggung) pada satu sisi

uterus dan pada sisi lain teraba bagian kecil janin (Romauli, 2011: 175). Jika pada

perabaan abdomen sulit menentukan punggung kanan atau punggung kiri, dapat

menggunakan perasat Budin dan Ahfeld. Variasi Budin dengan menentukan letak

punggung dengan satu tangan menekan di fundus. Variasi Ahfeld dengan

menentukan letak punggung dengan pinggir tangan kiri diletakkan di tengah perut

(Manuaba et al, 2012: 117-119).

c) Leopold III

Leopold III tujuannya untuk mengetahui presentasi atau bagian terbawah

janin yang ada di simfisis ibu. Normal pada bagian bawah janin teraba bagian

bulat, keras dan melenting (kepala janin) (Romauli, 2011: 175). Jika kesulitan

dalam menentukan bagian janin dalam fundus dapat dilakukan pemeriksaan

Knebel. Teknik yang digunakan dengan satu tangan di fundus dan tangan lain di
34

atas simfisis. Sifat kepala ialah keras, bundar, dan melenting. Sifat bokong ialah

kurang bundar dan kurang melenting (Sofian, 2015: 39).

d) Leopold IV

Leopold IV tujuannya untuk seberapa jauh masuknya bagian terendah janin

kedalam Pintu Atas Panggul (PAP). Posisi tangan masih bisa bertemu

(konvergen), hanya sebagian kecil dari kepala turun ke rongga panggul. Posisi

kedua tangan sejajar, berarti separuh kepala masuk ke rongga panggul. Posisi

tangan tidak bertemu (divergen), bagian terbesar dari kepala masuk ke rongga

panggul dan ukuran terbesar dari kepala sudah melewati PAP (Romauli, 2011:

176).

e) Pemeriksaan Osborn

Menurut Manuaba et al (2012: 231) pemeriksaan osborn dipergunakan untuk

melakukan pemeriksaan dari luar tentang kemungkinan kesempitan panggul.

4) Auskultasi

Pada pemeriksaan auskultasi bertujuan untuk mengetahui denyut jantung

janin (DJJ). Dari sifat bunyi DJJ kita dapat mengetahui keadaan janin. Janin yang

dalam keadaan sehat bunyi jantungnya teratur dan frekuensinya antara 120-140

per menit. Bila bunyi jantung kurang dari 120 per menit atau lebih dari 160

permenit atau tidak teratur, maka janin dalam keadaan asfiksia (kekurangan

oksigen) (Marmi, 2011: 189).

5) Perkusi

Dalam perkusi dilakukan pemeriksaan reflek patella. Normalnya tungkai

bawah akan bergerak sedikit ketika tendon patella diketuk. Bila gerakannya
35

berlebihan dan cepat, maka hal ini mungkin merupakan tanda preeklampsia. Bila

refleks patella negatif, kemungkinan pasien mengalami kekurangan vitamin B1

(Romauli, 2011: 176).

6) Pemeriksaan panggul

Pemeriksaan panggul terutama dilakukan pada primigravida karena untuk

memperkirakan kemungkinan kesempitan panggul Manuaba et al (2012: 171).

Marmi (2011: 171) menambahkan, pada multipara yang telah melahirkan anak

yang aterm dengan spontan dan mudah, dapat dianggap mempunyai panggul yang

cukup luas. Pemeriksaan panggul luar menurut Manuaba et al (2012: 171) yaitu:

(1) Distantia spinarum, jarak antara spina iliaka anterior superior kiri dan kanan

normalnya ±23-26 cm.

(2) Distantia kristarum, jarak antara crista iliaka kanan dan kiri normalnya ±28-

30 cm.

(3) Konjungata eksterna (baudeloque), jarak antara pinggir atas simfisis dan

ujung prosessus spinosus ruas tulang lumbal ke- V, normalnya ±18 cm.

(4) Ukuran lingkar panggul, dari pinggir atas simfisis ke pertengahan antara

spina iliaka anterior superior dan trochanter major sepihak kembali melalui

tempat-tempat yang sama dipihak yang lain, normalnya 80-90 cm.

d. Pemeriksaan Penunjang

Menurut Kemenkes (2010) pemeriksaan penunjang (laboratorium) yang

dilakukan pada ibu hamil pada saat antenatal, antara lain:


36

Tabel 2.7
Jenis pemeriksaan penunjang

N Jenis Trimeste Hasil (Normal) Cara


o pemeriksaan r III
1 Golongan darah Rutin A/B/AB/O Laboratorium
2 Hemoglobin (Hb) Rutin Hb 11gr % = tidak anemia Hb Sahli
Hb 9–10gr% = anemia ringan
Hb 7–8gr% = anemia sedang
Hb <7gr% = anemia berat
3 Protein urin Atas Negatif Dipstik
indikasi
4 Gula darah Atas Negatif Dipstik
indikasi
5 Darah malaria Atas Negatif Laboratorium
indikasi
6 Bakteri Tahan Atas Negatif Laboratorium
Asam (BTA) indikasi
7 Darah sifilis Atas Negatif Laboratorium
indikasi
8 Serologi HIV Atas Negatif Laboratorium
indikasi
9 Hepatitis B Atas Non reaktif laboratorium
indikasi
10 Ultrasonografi Atas Jumlah janin, presentasi janin, dokter SPOG
(USG) indikasi
dokumentasi aktivitas jantung janin,
lokalisasi plasenta, pengkajian volume
cairan amnion, usia kehamilan, deteksi
dan evaluasi massa panggul ibu, survei
anatomi janin untuk mengetahui
malformasi keseluruhan (Varney,
Kriebs, & Gegor, 2007:591).
Sumber: Kementerian Kesehatan RI. 2010. Pedoman Pelayanan Antenatal Terpadu. Jakarta:
Kemenkes RI.

e. Deteksi dini risiko tinggi kehamilan dengan Kartu Skor Poedji Rochjati

(KSPR)

Keadaan risiko ditetapkan menjelang kehamilan, saat kehamilan muda, hamil

pertengahan, inpartu dan setelah persalinan. Hasil penilaian menurut Poedji

Rochjati dalam buku Manuaba et al (2012: 241) yaitu Kehamilan Risiko Rendah

(KRR) dengan jumlah skor 2, Kehamilan Risiko Tinggi (KRT) dengan jumlah

skor 6-10 dan Kehamilan Risiko Sangat Tinggi (KRST) dengan jumlah skor ≥ 12.

Tabel KSPR terlampir.


37

2.5.2 Diagnosa Kebidanan

Menurut Manuaba et al (2012: 123) G1/>1PAPIAH, usia kehamilan 37-40

minggu, janin hidup, tunggal, intrauterin, situs bujur, habitus fleksi, posisi

punggung kanan/pungung kiri, presentasi kepala, kesan panggul normal, keadaan

umum ibu dan janin baik dengan risiko rendah sampai dengan risiko sangat tinggi.

Dengan kemungkinan masalah yang terjadi menurut Varney, Kriebs, & Gegor

(2007: 537-543) peningkatan frekuensi berkemih, nyeri ulu hati, konstipasi, kram

tungkai, edema dependen, dispareunia, nyeri punggung bawah, sesak nafas, dan

hemoroid. Prognosa baik.

2.5.3 Perencanaan

Diagnosa : G1/>1PAPIAH, usia kehamilan 37-40 minggu, janin hidup, tunggal,

intrauterin, situs bujur, habitus fleksi, posisi punggung

kanan/pungung kiri, presentasi kepala, kesan panggul normal,

keadaan umum ibu dan janin baik dengan risiko rendah sampai

dengan risiko sangat tinggi (Manuaba et al, 2012: 123), prognosa

baik.

Tujuan :

1. Memantau kesehatan ibu dan tumbuh kembang janin.

2. Ibu dapat meningkatkan dan mempertahankan kesehatan fisik, mental dan

sosial pada ibu dan bayi.

3. Ibu dapat mengerti dan beradaptasi dengan ketidaknyamanan selama

kehamilan trimester III sehingga tidak menimbulkan kecemasan.

Kriteria hasil :

1. Kesejahteraan ibu
38

a. Keadaan umum ibu baik, kesadaran komposmentis (Romauli, 2011: 172).

Tanda-tanda vital menurut Romauli (2011: 173):

TD : 110/70–130/90 mmHg, nadi : 68–90 x/menit, suhu : 36,5–37 °C,

pernapasan : 16–20 x/menit.

b. Penambahan berat badan sesuai dengan IMT awal kehamilan seperti pada

tabel 2.3 halaman 29.

c. Hasil laboratorium menurut Romauli (2011: 187-188) yaitu:

Hb > 11 gr %, protein urine, reduksi urine, HIV, HbsAg, malaria negatif.

2. Kesejahteraan janin

a. Janin yang dalam keadaan sehat bunyi jantungnya teratur dan frekuensinya

antara 120-160 per menit (Marmi, 2011: 189).

b. TFU sesuai dengan usia kehamilan seperti tabel 2.4 halaman 33.

c. TBJ normal seperti tabel 2.5 halaman 33.

d. Situs bujur dan presentasi kepala.

e. Gerakan janin normal, yaitu 10 gerakan dalam 12 jam

Intervensi menurut Kemenkes RI (2016: 1-9) :

1. Jelaskan pada ibu tentang hasil pemeriksaan dengan komunikasi terapeutik.

Rasional: penjelasan hasil pemeriksaan merupakan pendukung pengambilan

keputusan untuk tindakan selanjutnya (Fraser & Cooper, 2009: 22).

2. Diskusikan tentang perawatan sehari-hari ibu hamil meliputi nutrisi, istirahat,

kebersihan diri, hubungan seksual, dan aktivitas fisik.

Rasional: ibu dapat merawat dirinya dengan baik sehingga kehamilan dapat

berlangsung dengan aman dan lancar.


39

3. Jelaskan mengenai hal-hal yang harus dihindari ibu selama hamil meliputi

kerja berat, merokok atau terpapar asap rokok, minum alkohol, tidur telentang

> 10 menit, minum obat tanpa resep dokter, stress berlebihan.

Rasional: ibu mengerti dan mampu menghindari hal-hal tersebut sehingga

kehamilan berlangsung aman dan lancar.

4. Jelaskan tentang ketidaknyamanan dan masalah yang mungkin timbul pada ibu

hamil trimester III.

Rasional: ibu mengerti dan beradaptasi dengan ketidaknyamanan yang

mungkin terjadi.

5. Jelaskan pada ibu tentang tanda bahaya kehamilan trimester III meliputi

perdarahan pada hamil tua, gerakan janin tidak terasa, bengkak kaki, tangan,

dan wajah, atau sakit kepala disertai kejang, air ketuban keluar sebelum

waktunya, demam tinggi, terasa sakit saat kencing atau keluar keputihan atau

gatal didaerah kemaluan, batuk lama (> 2 minggu), jantung berdebar-debar

atau dada nyeri, diare berulang, sulit tidur atau cemas berlebihan

Rasional: ibu mampu mengidentifikasi tanda bahaya dalam kehamilan,

sehingga ibu mengetahui kebutuhan yang harus dipersiapkan untuk

menghadapi kemungkinan keadaan darurat dan tidak terjadi komplikasi lebih

lanjut.

6. Jelaskan pada ibu tentang persiapan persalinan (P4K) meliputi taksiran

persalinan, penolong persalinan, tempat persalinan, perlengkapan yang

diperlukan ibu dan bayi, keuangan, donor darah, transportasi dan pendamping.

Rasional: adanya rencana persalinan akan mengurangi kebingungan, kekacauan

pada saat persalinan dan meningkatkan kemungkinan bahwa ibu akan


40

menerima asuhan yang sesuai dan tepat waktu serta identifikasi kebutuhan

untuk antisipasi keadaan darurat (Marmi, 2011: 128).

7. Jelaskan tanda awal persalinan meliputi perut mulas yang teratur, timbulnya

semakin sering dan lama, keluar lendir bercampur darah dari jalan lahir atau

keluar cairan ketuban dari jalan lahir.

Rasional: mengidentifikasi kebutuhan yang harus dipersiapkan untuk

mempersiapkan persalinan dan kemungkinan keadaan darurat serta ibu segera

datang pada fasilitas pelayanan kesehatan.

8. Berikan suplemen zat besi (Fe) paling sedikit 90 tablet selama kehamilan dan

asm folat serta beritahu ibu cara meminumnya.

Rasional: tablet Fe dapat membantu mencegah anemia dan asam folat

dibutuhkan untuk pertumbuhan otak janin.

9. Pesankan pada ibu untuk kontrol ulang sesuai jadwal yaitu 2 kali seminggu

pada usia kehamilan 7-9 bulan, 1 kali seminggu setelah usia kehamilan 9 bulan,

atau sewaktu-waktu bila ada keluhan.

Rasional: kunjungan ulang dilakukan untuk mendeteksi adanya komplikasi

kehamilan, persiapan kelahiran dan kesiapan menghadapi kegawatdaruratan

(Marmi, 2011: 199).

Intervensi masalah/keluhan:

1. Masalah 1 : peningkatan frekuensi berkemih/sering

Tujuan : ibu memahami mengenai sering BAK dan dapat mengatasi

(Doenges & Moorhouse, 2001: 96).

Kriteria menurut Varney, Kriebs, & Gegor (2007: 538) :

a. Keluhan sering kencing berkurang.

b. Ibu BAK 7-8 kali sehari, terutama siang hari.


41

c. Asupan air minum minimal 2000 ml/hari, terutama siang hari.

Intervensi menurut Varney, Kriebs, & Gegor (2007:538) antara lain:

a. Jelaskan penyebab terjadinya sering BAK.

Rasional: membantu klien memahami alasan fisiologis dari frekuensi

berkemih. Pembesaran uterus trimester III menurunkan kapasitas kandung

kemih, mengakibatkan sering berkemih (Doenges & Moorhouse, 2001:96).

b. Anjurkan untuk membatasi minuman yang mengandung bahan kafein (teh,

kopi, soda).

Rasional: kopi dan teh merupakan diuretik alamiah. Bahan diuretik akan

menambah frekuensi berkemih (Doenges & Moorhouse, 2001:96).

c. Anjurkan ibu untuk segera mengosongkan kandung kemih saat terasa ingin

berkemih.

Rasional: tonus kandung kemih dapat menurun. Hal ini memungkinkan

distensi kadung kemih sampai sekitar 150 ml. Pada saat yang sama,

pembesaran uterus menekan kandung kemih yang menimbulkan rasa ingin

berkemih walaupun kandung kemih hanya terisi sedikit (Romauli, 2011: 79-

80).

d. Anjurkan ibu untuk banyak minum di siang hari.

Rasional: mempertahankan tingkat cairan dan perfusi ginjal (Doenges &

Moorhouse, 2001: 96).

2. Masalah 2 : nyeri ulu hati.

Tujuan : ibu mengerti, mampu beradaptasi dan dapat mengatasi nyeri ulu

hati.
42

Kriteria : tidak kembung dan tidak nyeri tekan pada perut bagian atas.

Intervensi menurut Varney, Kriebs, & Gegor (2007: 538–539) adalah:

1) Jelaskan penyebab nyeri ulu hati pada akhir kehamilan.

Rasional: penyebab nyeri ulu hati karena penurunan motilitas

gastrointestinal yang terjadi akibat relaksasi otot halus yang kemungkinan

disebabkan peningkatan jumlah progesteron serta tidak ada ruang fungsional

untuk lambung akibat penekanan oleh uterus yang membesar.

2) Anjurkan ibu untuk makan dalam porsi kecil tetapi sering.

Rasional: makan sering dalam porsi kecil dapat menetralkan keasaman

lambung (Doenges & Moorhouse, 2001: 87).

3) Anjurkan untuk menghindari makanan berlemak.

Rasional: makanan berlemak meningkatkan keasaman gastrik (Doenges &

Moorhouse, 2001: 87).

4) Anjurkan untuk menghindari makanan yang pedas dan bergas.

Rasional: relaksasi otot polos akibat hormon progesteron menyebabkan

penurunan motilitas usus, mengakibatkan kantong gas yang menyebabkan

nyeri (Walsh, 2012: 145). Selain itu, makanan pedas dapat menyebabkan

gangguan pencernaan (Varney, Kriebs, & Gegor: 2007: 539).

5) Anjurkan untuk menghindari makanan yang dingin.

Rasional: menghindari makanan dingin membantu mencegah refluks gastrik

(Doenges & Moorhouse, 2001: 87).

6) Kolaborasi dengan dokter SpOg untuk pemberian antasida rendah natrium

Rasional: menetralisir keasaman lambung dan penurunan kadar fosfor

(Doenges & Moorhouse, 2001: 87).


43

3. Masalah 3 : konstipasi.

Tujuan : ibu mengerti dan dapat beradaptasi dengan konstipasi.

Kriteria : ibu dapat BAB rutin setiap hari, BAB 1-2 x/hari, konsistensi

lunak.

Intervensi menurut Varney, Kriebs, & Gegor (2007: 539):

1) Jelaskan penyebab terjadinya konstipasi.

Rasional: konstipasi terjadi akibat relaksasi otot polos pada usus besar

terjadi akibat peningkatan jumlah progesterone, pergeseran dan tekanan

pada usus akibat pembesaran uterus dapat menurunkan motilitas saluran

gastrointestinal dan penggunaan zat besi (Varney, Kriebs, & Gegor, 2007:

539).

2) Asupan cairan yang adekuat, yakni minum air minimal 8 gelas/hari (ukuran

gelas minum).

Rasional: asupan cairan yang adekuat dapat melunakkan feses (Fraser &

Cooper, 2009: 214).

3) Anjurkan ibu untuk jalan-jalan pagi atau senam ringan 20-30 menit secara

teratur.

Rasional: meningkatkan peristaltik dan membantu mencegah konstipasi

(Doenges & Moorhouse, 2001: 69).

4) Anjurkan untuk minum air putih hangat saat bangun tidur di pagi hari.

Rasional: air hangat dapat merangsang gerak peristaltik usus (Romauli,

2011: 139).

5) Anjurkan untuk mengonsumsi makanan yang mengandung serat.

Rasional: makanan berserat dapat meningkatkan peristaltik usus sehingga

sisa makanan didorong untuk segera keluar (Romauli, 2011: 139).


44

6) Miliki pola defekasi yang baik dan teratur.

Rasional: penyediaan waktu yang teratur untuk melakukan defekasi dan

kesadaran untuk tidak mangacuhkan “dorongan” atau menunda defekasi

dapat mencegah terjadinya konstipasi.

4. Masalah 4 : kram tungkai.

Tujuan : ibu mengerti dan dapat beradaptasi dengan kram pada kaki.

Kriteria :

a. Intensitas kram tungkai berkurang.

b. Ibu mampu mengatasi bila kram tungkai terjadi.

Intervensi menurut Varney, Kriebs, & Gegor (2007: 540):

a. Jelaskan mengenai penyebab kram tungkai.

Rasional: membantu ibu memahami alasan fisiologis kram tungkai. Kram

tungkai disebabkan karena uterus yang membesar dan menekan pembuluh

darah panggul, sehingga mengganggu sirkulasi.

b. Anjurkan ibu untuk meluruskan kaki yang kram dan menekan tumitnya

(posisi kaki dorsofleksi).

Rasional: dorsofleksi telapak kaki dapat meningkatkan oksigenasi jaringan

dan membantu menghilangkan tekanan pada saraf-saraf ekstremitas bagian

bawah (Doenges & Moorhouse, 2001:87).

c. Anjurkan untuk melakukan senam hamil.

Rasional: senam hamil dapat melatih otot-otot dan mempertahankan

mekanisme tubuh yang baik dapat meningkatkan sirkulasi darah bagian

bawah (Manuaba et al, 2012: 132).


45

d. Anjurkan ibu untuk diet mengandung kalsium dan fosfor.

Rasional: kekurangan asupan kalsium dan ketidakseimbangan rasio

kalsium-fosfor dapat menyebabkan kram kaki (Marmi, 2011: 137).

5. Masalah 5 : edema dependen.

Tujuan : ibu mengerti dan dapat beradaptasi dengan edema.

Kriteria :

a. Setelah istirahat atau tidur, edema berkurang/edema tidak menetap/edema

mengecil (Walsh, 2012: 132).

b. Edema minimal pada ekstremitas bawah tanpa adanya cekungan setelah

tekanan dilepaskan (Walsh, 2012: 132).

c. Tekanan darah sistolik <140 mmHg, diastolik <90 mmHg (Varney, Kriebs,

& Gegor, 2007 : 645).

d. Protein urin negative (Varney, Kriebs, & Gegor, 2007 : 645).

e. Tidak terdapat gangguan pengelihatan, nyeri kepala dan ulu hati yang

menetap (Varney, Kriebs, & Gegor, 2007: 645).

Intervensi menurut Varney, Kriebs, & Gegor (2007: 540) adalah:

a. Jelaskan mengenai penyebab edema dependen.

Rasional: edema dependen disebabkan tekanan pembesaran uterus pada

vena pelvik ketika duduk dan pada vena cava inferior ketika berbaring.

b. Hindari menggunakan pakaian yang ketat.

Rasional: pakaian ketat dapat menghambat aliran balik vena (Doenges &

Moorhouse, 2001: 84).

c. Posisi menghadap ke samping (miring kiri) saat berbaring.


46

Rasional: posisi ini dapat memobilisasi bagian yang mengalami edema

dependen. Edema berkurang pada pagi hari pada kasus edema fisiologis

(Doenges & Moorhouse, 2001: 96).

d. Hindari posisi berdiri untuk waktu lama.

Rasional: berdiri terlalu lama dapat menyebabkan penekanan pada vena

dalam panggul.

e. Lakukan kolaborasi rujukan ke dokter SpOG bila terdapat tanda protein urin

positif, tekanan darah meningkat diatas 140/90 mmHg, pandangan mata

kabur, oedem menetap.

Rasional: rujukan dilakukan untuk mengantisipasi dan merupakan deteksi

dini terjadinya komplikasi dari preeklampsia.

6. Masalah 6 : dispareunia.

Tujuan : ibu mengerti dan dapat mengatasi dispnareunia.

Kriteria :

a. Tidak nyeri saat berhubungan seksual.

b. Tidak terdapat perdarahan pasca hubungan seksual dan tidak terjadi

kontraksi yang berlebihan pada uterus (Varney, Kriebs, & Gegor, 2007:

541)

Intervensi menurut Varney, Kriebs, & Gegor (2007: 541) adalah:

a. Anjurkan ibu berdiskusi mengenai pemikiran yang salah dan ketakutan yang

dirasakan dengan suami.

Rasional: komunikasi dengan suami untuk pemecahan masalah yang

konstruktif (Doenges & Moorhouse, 2001: 98).


47

b. Berikan informasi mengenai cara alternatif untuk memuaskan hasrat seksual

masing-masing pasangan.

Rasional: kebutuhan seksual dapat dipenuhi melalui masturbasi,

kemesraaan, membelai, dan sebagainya, bila secara bersama diinginkan atau

dapat diterima (Doenges & Moorhouse, 2001: 98).

c. Diskusikan pemikiran yang salah dan ketakutan yang dirasakan.

Rasional: ibu tidak khawatir secara berlebihan (Marmi, 2011: 140).

d. Lakukan perubahan posisi dalam berhubungan seksual, seperti miring,

wanita di atas, dan menungging.

Rasional: perubahan posisi dapat mengurangi masalah yang disebabkan oleh

pembesaran abdomen atau nyeri akibat penetrasi yang terlalu dalam

(Doenges & Moorhouse, 2001: 98).

7. Masalah 7 : nyeri punggung bagian bawah.

Tujuan : ibu mengerti dan mampu beradaptasi dengan nyeri punggung.

Kriteria : tidak nyeri atau nyeri berkurang, nyeri tidak mengganggu

aktifitas.

Intervensi menurut Varney, Kriebs, & Gegor (2007: 542) adalah:.

a. Jelaskan mengenai penyebab nyeri punggung.

Rasional: nyeri punggung pada kehamilan terjadi akibat pembesaran uterus

yang menyebabkan perubahan postur tubuh (Fraser & Cooper, 2009: 213).

b. Anjurkan untuk melakukan body mekanik yang benar.

Rasional: menekuk kaki akan membuat kedua tungkai yang menopang berat

badan dan meregang, bukan punggung. Melebarkan kedua kaki dan


48

menempatkan satu kaki sedikit di depan kaki yang lain akan memberi jarak

yang cukup saat bangkit dari posisi setengah jongkok.

c. Hindari membungkuk berlebihan dan mengangkat beban.

Rasional: menghilangkan tegang pada punggung bawah yang disebabkan

oleh peningkatan lengkung vertebra lumbosakral dan pengencangan otot-

otot punggung (Doenges & Moorhouse, 2001: 87).

d. Gunakan sepatu tumit rendah.

Rasional: sepatu tumit tinggi tidak stabil dan memperberat masalah pada

pusat gravitasi serta lordosis (Walsh, 2012: 140).

8. Masalah 8 : sesak nafas.

Tujuan : sesak nafas teratasi dan tidak terjadi gangguan rasa nyaman yang

berlebihan.

Kriteria : frekuensi pernafasan 16–24 x/menit, teratur (Doenges &

Moorhouse, 2001: 43).

Intervensi menurut Varney, Kriebs, & Gegor (2007: 543) adalah:

a. Jelaskan alasan terjadinya sesak napas.

Rasional: pada ibu hamil trimester ketiga, uterus telah mengalami

pembesaran hingga menyebabkan terjadinya penekanan diafragma.

b. Anjurkan ibu berdiri dan meregangkan lengannya di atas kepalanya secara

berkala dan mengambil napas dalam.

Rasional: posisi ini dapat meningkatkan ketersediaan ruang untuk ekspansi

paru (Doenges & Moorhouse, 2001: 79–80).

c. Anjurkan mempertahankan postur yang baik seperti duduk atau berdiri

dengan tegak.
49

Rasional: postur yang baik dapat membantu memaksimalkan penurunan

diafragmatik, meningkatkan ketersediaan ruang untuk ekspansi paru

(Doenges & Moorhouse, 2001: 79).

d. Hindari merokok.

Rasional: merokok menurunkan persediaan oksigen untuk pertukaran ibu ke

janin (Doenges & Moorhouse, 2001: 80).

9. Masalah 9 : hemoroid.

Tujuan : hemoroid tidak terjadi atau tidak bertambah parah/sembuh

(Walsh, 2012: 148).

Kriteria :

a. Derajat hemoroid tidak bertambah dan tidak ada benjolan pada anus/rektum.

b. BAB 1–2 x/hari, konsistensi lunak (Walsh, 2012: 148). Tidak berdarah dan

tidak nyeri, tidak kesulitan BAB, tidak terjadi perlukaan pada rektum.

Intervensi menurut Varney, Kriebs, & Gegor (2007: 539) adalah:

a. Jelaskan penyebab hemoroid.

Rasional: progesteron mempercepat relaksasi otot polos yang menyebabkan

kelemahan pada dinding pembuluh darah. Tekanan rahim terhadap vena

disekeliling rektum dan anus menyebabkan dilatasi pembuluh darah (Walsh,

2012: 148).

b. Anjurkan untuk mandi berendam air hangat.

Rasional: air hangat dapat meningkatkan sirkulasi darah menjadi lancar dan

memberikan kenyamanan.

c. Anjurkan ibu untuk mengkonsumsi makanan tinggi serat untuk menghindari

konstipasi yang dapat memperparah hemoroid.


50

Rasional: makanan tinggi serat menjadikan feses tidak terlalu padat/keras

sehingga mempermudah pengeluaran feses.

d. Anjurkan ibu untuk minum air hangat satu gelas tiap pagi hari.

Rasional: minum air hangat akan merangsang peristaltik usus sehingga

dapat merangsang pengosongan kolon lebih cepat.

e. Anjurkan untuk tidak mengejan terlalu berlebihan saat defekasi.

Rasional: mengejan terlalu sering akan memicu terjadinya hemoroid.

2.5.4 Pelaksanaan

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

No.938/MENKES/SK/VIII/2007 tentang Standar Asuhan Kebidanan (2011: 6),

bidan melaksanakan rencana asuhan kebidanan secara komprehensif, efektif,

efisien dan aman berdasarkan evidence based kepada klien/pasien dalam bentuk

upaya promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif. Dilaksanakan secara mandiri,

kolaborasi, dan rujukan.

2.5.5 Evaluasi

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.

938/MENKES/SK/VIII/2007 tentang Standar Asuhan Kebidanan (2011: 7), bidan

melakukan evaluasi secara sistimatis dan berkesinambungan untuk melihat

keefektifan dari asuhan yang sudah diberikan, sesuai dengan perubahan

perkembangan kondisi klien. Evaluasi atau penilaian dilakukan segera setelah

selesai melaksanakan asuhan sesuai kondisi klien. Hasil evaluasi segera dicatat

dan dikomunikasikan pada klien dan/atau keluarga. Hasil evaluasi harus


51

ditindaklanjuti sesuai dengan kondisi klien/pasien. Evaluasi ditulis dalam bentuk

catatan perkembangan SOAP, yaitu sebagai berikut:

S :Adalah data subjektif, mencatat hasil anamnesa.

O :Adalah data objektif, mencatat hasil pemeriksaan.

A :Adalah hasil analisa, mencatat diagnosa dan masalah kebidanan.

P :Adalah penatalaksanaan, mencatat seluruh perencanaan dan

penatalaksanaan yang sudah dilakukan seperti tindakan antisipatif,

tindakan segera, tindakan secara komprehensif, penyuluhan, dukungan,

kolaborasi, evaluasi/follow up, dan rujukan.

TTD Nama Terang

Petugas

Dalam pelaksanaan dan evaluasi pada persalinan, nifas, neonatus dan KB

pascasalin sama dengan konsep dasar teori pelaksanaan dan evalusi di asuhan

kebidanan kehamilan.

2.2 Asuhan Kebidanan Persalinan

2.2.1 Pengkajian Data

1. Data Subyektif

a. Biodata

1) Paritas

Paritas memengaruhi durasi persalinan dan insiden komplikasi. Semakin

tinggi paritas, insiden abrubsio plasenta, plasenta previa, perdarahan uterus,

mortalitas ibu, dan mortalitas perinatal juga meningkat (Varney, Kriebs, & Gegor,

2008: 691).
52

b. Keluhan Utama

1) Kala I

Persalinan pada kala I biasanya ibu merasakan perut mulas-mulas yang

teratur, timbul semakin sering dan lama. Keluar lendir bercampur darah dari jalan

lahir atau keluar cairan ketuban dari jalan lahir (Kemenkes RI, 2016: 10). Kala I

persalinan dimulai sejak terjadinya kontraksi uterus yang teratur dan meningkat

(frekuensi dan kekuatannya) hingga serviks membuka lengkap (10 cm)

(Saifuddin, 2014: 100).

2) Kala II

Pada kala II ibu merasa ingin meneran bersamaan dengan terjadinya

kontraksi, ibu merasakan adanya peningkatan tekanan pada rektum dan/atau

vaginanya (Wiknjosastro, 2014: 73). Pada kala II ibu akan mengalami emotional

distress, tidak dapat mengendalikan emosi, takut dan cemas (Hidayat, 2010: 62).

Kala II dimulai ketika pembukaan serviks sudah lengkap (10 cm) dan berakhir

dengan lahirnya bayi. Kala II juga disebut kala pengeluaran bayi (Saifuddin,

2014: 100).

3) Kala III

Beberapa ibu pada saat kala III biasanya merintih atau tiba-tiba diam saat

mereka mengalami kram uterus, sebelum mengeluarkan plasenta, bekuan, atau

kehilangan darah. Sensasi ini bisa disertai dengan keinginan ringan untuk

mengejan untuk mengeluarkan plasenta. Pada kala III ibu merasa bahagia karena

bayi telah lahir (Chapman, 2013: 29). Kala III dimulai segera setelah janin lahir,

dan berakhir dengan lahirnya placenta dan selaput ketuban janin (Saifuddin, 2014:

297).
53

4) Kala IV

Pada kala IV, setelah plasenta lahir kontraksi rahim tetap kuat. Kontraksi

ikutan saat menyusui bayi sering dirasakan oleh ibu postpartum, karena

pengeluaran oksitosin oleh kelenjar hipofisis posterior (Manuaba et al, 2012: 171–

172). Kala IV dimulai sejak plasenta lahir sampai berakhir 2 jam setelah itu (IBI,

2016: 93).

c. Riwayat Kesehatan

Berikut merupakan beberapa penyakit yang biasa menyertai dan dapat

mempengaruhi persalinan :

1) Jantung

Ibu dengan penyakit jantung kelas I dan II prinsip persalinannya adalah

pervaginam dengan mempercepat kala II, sedapat mungkin menghindari

mengejan, jika perlu dilakukan episiotomi dan persalinan diakhiri dengan ekstrasi

vakum. Ibu dengan penyakit jantung kelas III dan IV tidak boleh hamil, karena

bahaya terlampau besar. Persalinan dilakukan dengan SC (Saifuddin, 2014: 106-

108). Ibu dengan penyakit jantung yang dapat melahirkan secara pervaginam

diharapkan menghindari posisi terlentang, karena dapat menurunkan curah

jantung dan menghambat aliran balik vena ke jantung sehingga mengakibatkan

hipotensi maternal dan bradikardi janin. Oleh karena itu akan lebih baik jika

semua ibu bersalin termasuk yang menderita penyakit jantung, menggunakan

posisi miring kiri (Fraser & Cooper, 2009: 321).

2) Anemia

Berbagai penyulit dapat timbul akibat anemia, seperti: perdarahan postpartum

karena atonia uteri, syok, infeksi baik intrapartum maupun postpartum, anemia
54

yang sangat berat dengan Hb < 4 g/100 ml dapat menyebabkan dekompensasi

kordis (Wiknjosastro, 2006: 450).

3) Hipertensi

Pada ibu dengan penyakit hipertensi, janin bertumbuh kurang wajar

(dismaturitas), dilahirkan prematur atau mati dalam kandungan. Sering pula

terjadi solusio plasenta yang mempunyai akibat buruk baik bagi ibu maupun anak

(Wiknjosastro, 2006: 446).

4) Asma

Ibu dengan penyakit asma dapat melahirkan secara pervaginam.

Kolaborasikan dengan dokter spesialis dan pantau kesejahteraan ibu dan janin

serta persiapan kemungkinan bayi hipoksia (Rukiyah & Yulianti, 2010: 102).

5) Hepatitis

Penularan penyakit hepatitis saat persalinan dapat terjadi melalui kontak

dengan darah ibu yang terinfeksi (Varney, Kriebs, & Gegor, 2008: 165).

Penularan kepada anak terjadi saat lahir dan setelah lahir adalah melalui

pencernaan yang menelan darah dari perlukaan jalan lahir (Wiknjosastro, 2006:

560).

6) HIV/AIDS

Transmisi vertikal virus HIV/AIDS ibu kepada janinnya telah banyak

terbukti, tapi belum jelas diketahui kapan transmisi perinatal itu terjadi. Dalam

persalinan SC, bukan indikasi menurunkan risiko infeksi kepada bayi yang

dilahirkan. Perawatan pascasalin perlu memperhatikan kemungkinan penularan

melalui pembalut ibu, lokhea, luka episiotomi, ataupun luka SC (Wiknjosastro,

2006: 556-558).
55

7) Diabetes Mellitus (DM)

DM dapat mempengaruhi proses persalinan, adanya gangguan kontraksi otot

rahim yang menimbulkan persalinan lama atau terlantar, janin besar dan sering

memerlukan tindakan operasi. Gangguan pembuluh darah plasenta yang

menimbulkan asfiksia sampai lahir mati, perdarahan pascasalin karena gangguan

kontraksi otot rahim, pascasalin rentan mengalami infeksi (Manuaba et al, 2012:

346).

8) Varises

Ibu yang memiliki varises baik di vulva/vagina maupun ditungkai, akan

berbahaya dalam proses persalinan, karena kemungkinan pecahnya pembuluh

darah. Selain bahaya perdarahan yang mungkin berakibat fatal, dapat pula terjadi

emboli udara (Wiknjosastro, 2006: 403).

d. Riwayat Kebidanan

1) Riwayat Persalinan Sekarang

Pada riwayat persalinan sekarang perlu dikaji tentang keluhan yang dirasakan

oleh ibu seperti kenceng-kenceng/his, pengeluaran lendir darah (blood slym),

nyeri yang menjalar dari pinggang ke perut bagian bawah (Manuaba et al, 2012:

173). Lama kala I primigravida 13 jam, multigravida 7 jam. Kala II pada primi

berlangsung 1½–2 jam, sedangkan pada multi ½–1 jam. Lama kala III untuk

primigravida 30 menit dan multigravida, 15 menit. Kala IV, 2 jam postpartum,

perdarahan tidak lebih dari 500 cc (Sofian, 2015: 73).

e. Pola Kebiasaan Sehari-hari

1) Nutrisi

Selama persalinan, molititas dan absorpsi lambung terhadap makanan padat

jauh berkurang sehingga waktu pengosongan lambung menjadi lebih lama


56

(Varney, Kriebs, & Gegor, 2008: 686-687). Ibu diperbolehkan mengkonsumsi

makanan rendah lemak dan rendah residu sesuai selera untuk memberinya energi.

Namun, makan dan minum selama persalinan akan menyebabkan ibu mengalami

peningkatan risiko regurgitasi dan aspirasi isi lambung (Fraser & Cooper, 2009:

451).

2) Eliminasi

Selama persalinan, observasi produksi urin ibu setiap 2-4 jam (IBI, 2016: 82).

Urin yang berada dalam kandung kemih merupakan massa yang tidak dapat

ditekan sehingga dapat mengganggu penurunan bagian presentasi janin atau

mengurangi kapasitas uterus untuk berkontraksi, meningkatkan risiko perdarahan

pascasalin. Kandung kemih yang penuh akan menghambat masuknya kepala janin

ke dalam rongga panggul (Fraser & Cooper, 2009: 452).

3) Istirahat dan tidur

Selama proses persalinan, ibu lebih suka berbaring karena sakit ketika ada his

(Wiknjosastro, 2006: 192). Keletihan dan penurunan fisik pada ibu dipengaruhi

oleh tingkat keletihannya saat memasuki persalinan, lama persalinan, dan

kemampuan menghadapi tuntutan kondisi dan situasi yang terjadi (Varney,

Kriebs, & Gegor, 2008: 709).

4) Personal hygiene

Pada kala I, mengganti pakaian yang basah oleh keringat, menjaga perineum

tetap kering membersihkan genetalia dari depan ke belakang dan mengganti

pembalut yang menyerap di antara bokong ibu dapat menekan terjadinya infeksi

intrauteri akibat kontaminasi pada introitus vagina. Mandi, menyikat gigi,


57

mengeringkan dengan handuk dapat membuat ibu merasa lebih nyaman (Varney,

Kriebs, & Gegor, 2008: 719).

5) Aktivitas

Pada kala I, apabila ketuban belum pecah, ibu masih diperbolehkan untuk

duduk atau berjalan-jalan, jika berbaring alangkah lebih baik dengan posisi miring

kiri. Jika ketuban sudah pecah ibu tidak diperbolehkan untuk berjalan-jalan dan

diharuskan tidur miring (Sofian, 2015: 177). Berjalan ke toilet adalah cara paling

efektif untuk berkemih. Gerakan dan gravitasi yang terlibat membantu kemajuan

persalinan normal. Melarang ambulasi ke toilet hanya pada kasus prolaps tali

pusat, plasenta previa, preeklampsia atau pada risiko tinggi (Walsh, 2012: 287).

Pada kala II, ibu akan merasa lebih mudah untuk meneran jika ibu berbaring

miring atau setengah duduk, menarik lutut ke arah ibu, dan menempelkan dagu

kedada (IBI, 2016: 86).

Ambulasi dini pada saat kala IV mungkin sangat dianjurkan, kecuali ada

kontraindikasi. Ambulasi dilakukan secara bertahap sesuai kekuatan ibu. Sebelum

waktu ini, ibu harus diminta untuk melakukan latihan menarik nafas dalam serta

latihan tungkai yang sederhana dan harus duduk serta mengayunkan tungkainya di

tepi tempat tidur (Bahiyatun, 2013: 77).

f. Psikososial

Mood yang berubah-ubah sering terjadi pada ibu yang sedang melahirkan dan

dorongan energi juga dapat menjadi faktor pemicu terjadinya perubahan mood ibu

(Fraser & Cooper, 2009: 429). Sebagian mungkin memandang kontraksi yang

dialami sebagai kekuatan positif yang memotivasi dan memberikan kehidupan.

Sebagian lain mungkin merasakan kontraksi ini sebagai rasa nyeri dan berusaha
58

melawan kontraksi tersebut. Ibu yang sedang melahirkan dapat menyambut

peristiwa ini dengan perasaan senang karena sebentar lagi akan melihat bayinya,

namun ada juga yang menyambutnya dengan merasa cemas membayangkan

bahwa melahirkan seorang anak akan terasa sangat sakit dan khawatir tentang

kemampuaannya mengendalikan rasa nyeri (Fraser & Cooper, 2009: 453).

g. Latar Belakang Sosial dan Budaya

Pantang diet sebaiknya tidak dilakukan pada ibu yang sedang melahirkan.

Kebiasaan yang tidak menguntungkan selama persalinan adalah pijat perut,

memasukkan ramuan-ramuan seperti daun-daunan ke dalam vagina dengan

maksud untuk membersihkan darah dan cairan yang keluar karena persalinan, atau

memberi jamu tertentu untuk memperkuat tubuh (Manuaba et al, 2012: 116).

2. Data Obyektif

a. Pemeriksaan Umum

1) Keadaan Umum

Kondisi umum selama kala II persalinan akan bergantung pada kondisi

umumnya di akhir kala I persalinan. Jika ibu memasuki tahap kedua persalinan

sudah kehabisan tenaga, maka ibu akan mengalami kesulitan mengerahkan tenaga

yang diperlukan untuk mendorong, terutama jika pada primigravida (Varney,

Kriebs, & Gegor, 2008: 760).

2) Tanda-Tanda Vital

a) Tekanan darah

Selama persalinan, tekanan darah diukur setiap 4 jam (IBI, 2016: 82). Apabila

tekanan darah tidak normal, pengukuran yang lebih sering diperlukan bergantung
59

pada situasi individu (Fraser & Cooper, 2009: 453). Perasaan nyeri, takut dan

khawatir dengan jalannya proses persalinan dapat meningkatkan tekanan darah

(Rukiyah & Yulianti, 2009: 33).

b) Nadi

Selama persalinan, frekuensi nadi diperiksa setiap ½ jam (IBI, 2016: 82).

Frekuensi denyut nadi sedikit lebih meningkat selama kontraksi berlangsung

dibanding selama periode persalinan (Rukiyah & Yulianti, 2009: 34).

c) Suhu

Selama persalinan, suhu tubuh ibu akan diukur setiap 2 jam (IBI, 2016: 82).

Perubahan suhu yang normal tidak lebih dari 0,5 – 1 0C, hal ini terjadi akibat

peningkatan metabolisme selama persalinan (Rukiyah & Yulianti, 2009: 33).

d) Pernapasan

Selama proses persalinan frekuensi pernapasan sedikit mengalami

peningkatan. Hal ini mencerminkan adanya peningkatan metabolisme (Rukiyah &

Yulianti, 2009: 34).

b. Pemeriksaan Fisik

1) Mulut dan gigi

Pada umumnya wanita yang bersalin biasanya mengeluarkan bau napas yang

tidak sedap, mulut kering, bibir kering atau pecah-pecah dan tenggorokan nyeri,

terutama jika ia bersalin selama berjam-jam tanpa mendapat cairan oral dan

perawatan mulut (Varney, Kriebs, & Gegor, 2008: 719).

2) Payudara

Menjelang persalinan, perlu dilakukan pemeriksaan terhadap kondisi puting

ibu misalnya kolostrum kering atau berkerak, muara duktus yang tersumbat
60

kemajuan dalam mengeluarkan puting yang rata atau intervensi pada wanita yang

merencanakan untuk menyusui (Varney, Kriebs, & Gegor, 2008: 1051). Stimulasi

puting susu mungkin dapat meningkatkan kekuatan dan kualitas kontraksi, karena

dapat memicu pelepasan oksitosin secara alamiah (Wiknjosastro, 2008: 102).

3) Abdomen

Tindakan pemeriksaan abdomen saat persalinan yaitu melakukan

pemeriksaan DJJ setiap ½ sampai 1 jam, memperhatikan kandung kemih agar

selalu kosong, memperhatikan tanda patologis seperti meningkatnya lingkaran

bandle, perubahan DJJ, his bersifat patologis, perubahan posisi penurunan bagian

terendah janin (Manuaba et al, 2012: 184).

4) Genetalia

Pada genetalia dilakukan pemeriksaan adanya perdarahan pervaginam, cairan

ketuban (Wiknjosastro, 2014: 43). Tanda-tanda persalinan pada vagina terdapat

pengeluaran pervaginam berupa blody slym, tekanan pada anus, perineum

menonjol, vulva membuka sebagai tanda gejala kala II (Manuaba et al, 2012:

184). Pada kala III tampak tali pusat menjulur di depan vulva (Wiknjosastro,

2014: 92). Pada kala IV pada tampak robekan perineum yang dibagi menjadi 4

derajat. Menurut IBI (2016: 90) yaitu dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 2.8
Derajat Laserasi Jalan Lahir

Derajat Robekan
I Mukosa vagina, komisura posterior, kulit perineum
II derajat 1 ditambah otot perineum.
III derajat 2 ditambah otot sfingter ani.
IV derajat 3 ditambah mukosa rektum
Sumber : Ikatan Bidan Indonesia. 2016. Buku Acuan Midwifery Update 2016. Jakarta: Pengurus
Pusat Ikatan Bidan Indonesia.
61

Penolong asuhan persalinan normal tidak dibekali ketrampilan menjahit

derajat 3 dan 4. Segera rujuk ke fasilitas rujukan (IBI, 2016: 90).

5) Anus

Pada kala II persalinan ibu mulai merasa ingin mengejan dengan anus mulai

terbuka (Manuaba et al, 2012: 184). Kemajuan kepala janin menjelang persalinan

akan menyebabkan penonjolan pada rektum (Varney, Kriebs, & Gegor, 2008:

753).

6) Ekstremitas

Jari-jari kaki melengkung setiap kali kontraksi muncul, kram pada bokong,

paha atau betis, tungkai gemetar merupakan tanda gejala yang terjadi pada masa

akhir fase transisi (Varney, Kriebs, & Gegor, 2007: 681).

c. Pemeriksaan Khusus

1) Palpasi

Penurunan kepala janin dilakukan dengan menghitung proporsi bagian

terbawah janin yang masih berada di atas tepi atas simfisis dan dapat diukur

dengan lima jari tangan (perlimaan). Bagian diatas simfisis adalah proposi yang

belum masuk PAP dan sisanya (tidak teraba) menunjukkan sejauh mana bagian

terbawah janin telah masuk ke dalam rongga panggul (Wiknjosastro, 2014: 42).

Berikut adalah penurunan bagian terbawah janin menurut Saifuddin (2014: N-10),

yaitu:
62

Tabel 2.9
Penurunan Bagian Terbawah dengan Metode Lima Jari (Perlimaan)

Periksa Luar Periksa Dalam Keterangan


Kepala diatas PAP, mudah digerakkan
= 5/5
Sulit digerakkan, bagian terbesar kepala
= 4/5 H I-II belum masuk panggul
Bagian terbesar kepala belum masuk
= 3/5 H II-III panggul
Bagian terbesar kepala sudah masuk panggul
= 2/5 H III+
Kepala didasar panggul
= 1/5 H III-IV
Di perineum
= 0/5 H IV
Sumber: Saifuddin, A.B, 2014, halaman N-10. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan
Maternal dan Neonatal. Jakarta.

2) Auskultasi

Selama persalinan DJJ diperiksa setiap ½ jam (IBI, 2016: 81). DJJ normal

harus berada pada rentang 110-160x/menit (Fraser & Cooper, 2009: 261). Jika

DJJ dasar kurang dari 110 denyut per menit (dpm) kondisi ini disebut bradikardia,

jika DJJ dasar lebih dari 160 dpm kondisi ini disebut takikardia (Cunningham et

al, 2014: 431).

3) His

His persalinan mempunyai ciri khas pinggang terasa nyeri yang menjalar ke

depan, sifatnya teratur, interval semakin pendek, dan kekuatannya semakin besar,

mempunyai pengaruh terhadap perubahan serviks, semakin beraktivitas (jalan)

kekuatan semakin bertambah (Manuaba et al, 2012: 173). Pada kala I, his

menyebabkan pembukaan serviks, interval 3-4 menit dan lamanya berkisar antara

40-60 detik. Kekuatan his pada akhir kala I atau permulaan kala II memiliki

interval 3-4 menit dengan durasi berkisar 60-90 detik (Manuaba et al, 2012: 171).
63

4) Pemeriksaan dalam

Menurut Wiknjosastro (2008 : 43-44) yang perlu dilakukan dalam

pemeriksaan dalam adalah:

a) Memeriksa genetalia eksterna, ada tidaknya luka atau massa (benjolan),

varikositas vulva atau rektum, luka parut di perineum.

b) Menilai cairan vagina dan menentukan bercak darah, perdarahan pervaginam

atau mekonium

c) Adanya luka parut di vagina mengidikasikan adanya luka episiotomi

sebelumnya. Menentukan tindakan selanjutnya,

d) Menilai pembukaan dan penipisan serviks.

e) Memastikan tali pusat dan/atau bagian-bagian kecil tidak teraba

f) Menilai penurunan bagian terbawah janin dan bagian yang masuk ke dalam

rongga panggul.

g) Menentukan denominator.

h) Menentukan bidang hodge untuk menentukan putar paksi dan posisi ubun-

ubun kecil.

d. Pemeriksaan Penunjang

1) Darah

Hb meningkat selama persalinan dan kembali ke kadar sebelum persalinan

ada hari pertama pascasalin jika tidak ada kehilangan darah yang abnormal. Gula

darah menurun selama persalinan, menurun drastis pada persalinan yang lama dan

sulit, kemungkinan besar akibat peningkatan aktivitas otot uterus dan rangka

(Varney, Kriebs, & Gegor, 2008: 688).


64

2) Urin

Pemeriksaan urin penting untuk mengetahui adanya proteinuria. Proteinuria

adalah tanda penting preeklampsia (Cunningham et al, 2006: 627).

2.2.2 Diagnosa Kebidanan

Menurut Manuaba et al (2012: 123-131) perumusan diagnosa persalinan

adalah G1/>1PAPIAH, usia kehamilan 37-40 minggu, janin tunggal/ganda, hidup,

intrauterin/ekstrauterin, situs bujur/lintang, habitus fleksi, punggung kiri/kanan,

presentasi kepala/bokong, hodge I–IV, kepala sudah masuk PAP, kesan panggul

normal, inpartu kala I fase laten/aktif (akselerasi/dilatasi

maksimal/deselerasi)/kala II/kala III/kala IV, keadaan umum ibu dan janin baik,

prognosa baik dengan kemungkinan masalah menurut Doenges & Moorhouse

(2001: 267–310) yaitu: keletihan.

Pada persalinan normal sewaktu-waktu dapat menjadi patologi/komplikasi.

Berikut keadaan komplikasi pada persalinan:

1. Masalah kala I : potensial terjadi kala I memanjang (fase laten dan aktif).

2. Masalah kala II : potensial kala II memanjang, potensial terjadi gawat janin.

3. Masalah kala III : retensio plasenta.

4. Masalah kala IV : potensial terjadinya atonia uteri.

2.2.3 Perencanaan

Diagnosa : G1/>1PAPIAH, usia kehamilan 37-40 minggu, janin tunggal/ganda,

hidup, intrauterin/ekstrauterin, situs bujur/lintang, habitus fleksi,

punggung kiri/kanan, presentasi kepala/bokong, hodge I–IV, kepala

sudah masuk PAP, kesan panggul normal, inpartu kala I fase


65

laten/aktif (akselerasi/dilatasi maksimal/deselerasi)/kala II/kala

III/kala IV, keadaan umum ibu dan janin baik, prognosa baik.

Tujuan : menjaga kelangsungan hidup dan memberikan derajat kesehatan

yang tinggi bagi ibu dan bayinya (Wiknjosastro, 2014: 3).

Kriteria hasil :

1. Keadaan umum ibu baik, kesadaran komposmentis (Romauli, 2011: 172).

2. Tanda-tanda vital menurut Romauli (2011: 173):

TD : 110/70–130/90 mmHg, nadi : 68–90 x/menit, suhu : 36,5–37 °C,

pernapasan : 16–20 x/menit.

3. Usia kehamilan 37-40 minggu (aterm).

4. Ibu merasakan perut mulas-mulas yang teratur, timbul semakin sering dan

lama. Keluar lendir bercampur darah dari jalan lahir atau keluar cairan ketuban

dari jalan lahir (Kemenkes RI, 2016: 10).

5. His pada kala I intervalnya 3–4 menit, lama 40–60 detik. His kala II

intervalnya 3–4 menit, lama 60–90 detik (Manuaba et al, 2012: 171).

6. Pada primigravida kala I berlangsung 10–12 jam, kala II 1–1,5 jam, kala III 10

menit, kala IV 2 jam, jumlah lama persalinannya tanpa memasukkan kala IV

yang sifatnya observasi adalah 10–12 jam. Pada multigravida kala I

berlangsung 6–8 jam, kala II 0,5–1 jam, kala III 10 menit, kala IV 2 jam,

jumlah lama persalinannya tanpa memasukkan kala IV yang sifatnya observasi

adalah 8–10 jam (Manuaba et al, 2012: 175).

7. Kandung kemih kosong.


66

8. Manajemen aktif kala III yaitu plasenta lahir dalam 30 menit secara spontan

dan lengkap (Handajani, 2010: 37).

9. Perdarahan yang normal tidak melebihi 500 cc (Manuaba et al, 2012: 174).

10. Setelah plasenta lahir, kontraksi uterus baik (keras).

11. Bayi lahir spontan, menangis dan bernapas, tonus otot bayi baik, DJJ 120-160

x/menit, keras, kuat dan teratur, tidak ada molase (Wiknjosastro, 2014: 116).

Intervensi sesuai APN :

1. Asuhan pada kala I

a. Jelaskan pada ibu dan keluarga tentang hasil pemeriksaan.

Rasional: ibu dan keluarga menginginkan dan memerlukan informasi tentang

kemajuan persalinan mereka (Varney, Kriebs, & Gegor, 2008: 718).

b. Anjurkan suami atau keluarga untuk mendampingi dan memberikan

dukungan pada ibu.

Rasional: hasil persalinan yang baik ternyata erat hubungannya dengan

dukungan dari keluarga yang mendampingi ibu selama proses persalianan

(Wiknjosastro, 2014: 75).

c. Anjurkan ibu untuk melakukan teknik relaksasi saat ada his dengan

mengambil napas dalam dari hidung dan mengeluarkannya dari mulut.

Rasional: teknik ini berfungsi ganda, tidak hanya meningkatkan relaksasi,

tetapi juga berfungsi membersihkan jalan napas dengan menghilangkan

kemungkinan hiperventilasi (Varney, Kriebs, & Gegor, 2008: 716).

d. Anjurkan ibu untuk mendapatkan posisi yang nyaman, anjurkan untuk tidak

berbaring terlentang.
67

Rasional: jika ibu berbaring terlentang maka berat uterus dan isinya (janin,

cairan ketuban, plasenta dan lain-lain) menekan vena kava inferior ibu. Hal

ini akan mengurangi pasokan oksigen melalui sirkulasi uteroplasenter

sehingga akan menyebabkan hipoksia pada bayi. Berbaring terlentang juga

akan mengganggu kemajuan persalinan (Wiknjosastro, 2014: 50).

e. Beri asupan nutrisi pada ibu dengan memberi ibu makan dan minum.

Rasional: makanan ringan dan asupan cairan yang cukup selama persalinan

akan memberi lebih banyak energi dan mencegah dehidrasi dan membuat

kontraksi menjadi tidak teratur dan kurang efektif (Winkjosastro, 2014: 50).

f. Anjurkan ibu untuk BAB maupun BAK jika terasa.

Rasional: kandung kemih yang penuh memperlambat penurunan kepala bayi

dan mengganggu kemajuan persalinan, menyebabkan ibu tidak nyaman

(Wiknjosastro, 2014: 51).

g. Anjurkan ibu untuk jalan-jalan jika ketuban belum pecah dan pembukaan

belum lengkap.

Rasional: mempercepat penurunan kepala janin.

h. Observasi sesuai partograf (his, DJJ, ketuban, pembukaan, penurunan kepala

dan tanda-tanda vital ibu).

Rasional: partograf mencatat hasil observasi dan kemajuan persalinan dengan

menilai pembukaan serviks melalui periksa dalam, mendeteksi secara dini

kemungkinan terjadinya partus lama (Saifuddin, 2014: 315).

i. Lakukan pemeriksaan dalam atas indikasi.

Rasional: mengetahui kemajuan pembukaan dan penipisan serviks, penurunan


68

kepala, molase (Saifuddin, 2014: 107).

2. Asuhan pada kala II

a. Beritahukan bahwa pembukaan sudah lengkap, keadaan janin baik.

Rasional: ibu mengetahui kemajuan persalinan dan menyiapkan tenaga untuk

meneran saat ada kontraksi.

b. Minta bantuan keluarga untuk menyiapkan posisi meneran.

Rasional: posisi duduk atau setengah duduk dapat memberikan rasa nyaman

bagi ibu dan memberi kemudahan baginya untuk beristirahat di antara

kontraksi. Keuntungan dari kedua posisi ini adalah gaya gravitasi untuk

membantu ibu melahirkan bayinya (Wiknjosastro, 2014:79).

c. Pastikan perlengkapan peralatan, bahan, dan obat-obatan esensial untuk

menolong persalinan dan menatalaksana komplikasi ibu dan bayi baru lahir.

Rasional: ketidakmampuan untuk menyediakan semua perlengkapan yang

diperlukan akan meningkatkan risiko terjadinya penyulit pada ibu dan BBL

sehingga keadaan ini dapat membahayakan keselamatan jiwa mereka

(Wiknjosastro, 2014:48).

d. Bimbing meneran pada saat ibu merasa ada dorongan kuat untuk meneran.

Rasional: meneran secara berlebihan menyebabkan ibu sulit bernapas

sehingga terjadi kelelahan yang tidak perlu dan meningkatkan risiko asfiksia

pada bayi sebagai akibat turunnya pasokan oksigen melalui plasenta

(Wiknjosastro, 2014:75).

e. Anjurkan ibu untuk minum disela-sela his.

Rasional: ibu bersalin mudah mengalami dehidrasi selama persalinan dan

proses kelahiran bayi. Cukupnya cairan dapat mencegah ibu mengalami

dehidrasi (Wiknjosastro, 2014: 73).


69

f. Periksa DJJ setelah kontraksi/saat relaksasi uterus untuk memastikan bahwa

DJJ dalam batas normal (120–160 x/menit).

Rasional: mengetahui gangguan kondisi kesehatan janin dan kegawatan janin

(Wiknjosastro, 2014: 54-55).

g. Tolong kelahiran bayi setelah tampak kepala bayi dengan diameter 5–6 cm

membuka vulva dan lindungi perineum.

Rasional: melindungi perineum dan mengendalikan keluarnya bayi secara

bertahap dan hati-hati dapat mengurangi regangan berlebihan (robekan) pada

vagina dan perineum (Wiknjosastro, 2014: 83).

h. Periksa kemungkinan adanya lilitan tali pusat.

Rasional: perasat ini dilakukan untuk mengetahui apakah tali pusat berada di

sekeliling leher bayi dan jika memang demikian, untuk menilai seberapa ketat

tali pusat tersebut sebagai dasar untuk memutuskan cara mengatasi situasi

tersebut (Varney, Kriebs, & Gegor, 2008: 1146).

i. Lakukan penilaian bayi baru lahir.

Rasional: proses penilaian sebagai dasar pengambilan keputusan bukanlah

suatu proses sesaat yang dilakukan 1 kali. Penilaian ini menjadi dasar

keputusan apakah bayi perlu resusitasi (Wiknjosastro, 2014: 138-139).

3. Asuhan pada Bayi Baru Lahir (BBL)

a. Keringkan seluruh tubuh bayi kecuali bagian tangan. Ganti handuk basah

dengan handuk/kain yang kering.

Rasional: hipotermi mudah terjadi pada bayi yang tubuhnya dalam keadaan

basah atau tidak segera dikeringkan dan diselimuti walaupun berada di dalam

ruangan yang relatif hangat (Wiknjosastro, 2014: 117).


70

b. Jepit tali pusat dengan klem 2 menit setelah lahir. Lakukan pemotongan dan

pengikatan tali pusat.

Rasional: memberi cukup waktu bagi tali pusat mengalirkan darah kaya zat

besi kepada bayi (Wiknjosastro, 2014: 116). Ikat tali pusat agar tidak terjadi

perdarahan tali pusat secara aktif.

c. Lakukan Inisiasi Menyusu Dini (IMD), selimuti dan pakaikan topi bayi.

Rasional: meletakkan bayi di atas abdomen ibu/ IMD memungkinkan ibu

segera kontak dengan bayinya, menyebabkan uterus berkontraksi, dan

mempertahankan bayi bebas dari cairan yang ada tempat tidur di area antara

kaki ibu (Varney, Kriebs, & Gegor, 2008: 1154).

Rasional: bagian kepala bayi memiliki luas permukaan yang relatif luas dan

bayi akan dengan cepat kehilangan panas jika bagian tersebut tidak tertutup

(Wiknjosastro, 2014: 118).

d. Berikan suntikan Vitamin K1 pada paha kiri dan salep mata tetrasiklin 1%.

Rasional: suntikan Vitamin K1diberikan untuk mencegah perdarahan otak

bayi dan salep mata untuk mencegah terjadinya infeksi.

e. Setelah 1 jam pemberian Vitamin K1, berikan suntikan Hepatitis B dan

lakukan pemeriksaan fisik.

Raisonal: suntikan Hepatitis B digunakan untuk mencegah penyakit Hepatitis

B dan pemeriksaan fisik untuk mengetahui adanya kelainan.

4. Asuhan pada kala III

a. Periksa kembali uterus untuk memastikan tidak ada lagi bayi dalam uterus

(hamil tunggal).

Rasional: oksitosin menyebabkan uterus berkontraksi yang akan menurunkan

pasokan oksigen pada bayi (Wiknjosastro, 2014: 93).


71

b. Beri suntikkan oksitosin 10 IU secara Intra Muskular (IM)

Rasional: oksitosin merangsang fundus uteri untuk berkontraksi dengan kuat

dan efektif sehingga dapat membantu pelepasan plasenta dan mengurangi

kehilangan darah (Wiknjosastro, 2014: 93).

c. Tegangkan tali pusat saat ada kontraksi ke arah bawah sambil tangan yang

lain mendorong uterus ke arah belakang-atas (dorso-kranial) secara hati-hati.

Rasional: melahirkan plasenta dengan teknik dorso kranial dapat mencegah

terjadinya inversio uteri (Wiknjosastro, 2014: 94).

d. Lakukan masase uterus hingga uterus berkontraksi (fundus teraba keras).

Rasional: tindakan masase fundus uteri dilakukan agar uterus berkontraksi.

Jika uterus tidak berkontraksi dalam waktu 15 detik, lakukan penatalaksanaan

atonia uteri (Wiknjosastro, 2014: 99).

e. Cek kelengkapan plasenta.

Rasional: bertujuan untuk mendiagnosis normalitas plasenta dan tali pusat,

untuk skrining kondisi yang tidak normal dan untuk memastikan apakah

plasenta dan membran telah dilahirkan seluruhnya (Varney, Kriebs, & Gegor,

2008: 1162).

f. Evaluasi kemungkinan laserasi pada vagina dan perineum.

Rasional: untuk mendeteksi dini adanya perdarahan yang terjadi akibat

laserasi jalan lahir.

5. Asuhan pada kala IV

a. Lakukan penjahitan bila laserasi menyebabkan perdarahan.

Rasional: penjahitan digunakan untuk mendekatkan kembali jaringan tubuh

dan mencegah kehilangan darah (Wiknjosastro, 2014:163).


72

b. Evaluasi dan estimasi jumlah kehilangan darah.

Rasional: memperkirakan kehilangan darah hanyalah salah 1 cara untuk

menilai kondisi ibu (Wiknjosastro, 2014: 106).

c. Pastikan uterus berkontraksi dengan baik dan tidak terjadi perdarahan

pervaginam serta pastikan kandung kemih kosong.

Rasional: jika uterus tidak berkontraksi dengan segera setelah kelahiran

plasenta, maka ibu dapat mengalami perdarahan sekitar 350–500 cc/menit

dari bekas tempat melekatnya plasenta (Wiknjosastro, 2014: 100).

Raisonal: Kandung kemih yang penuh akan mengganggu keefektifan

kontraksi uterus sehingga dapat menyebabkan perdarahan pascasalin

(Wiknjosastro, 2014: 51.)

d. Ajarkan ibu/keluarga cara melakukan masase uterus dan menilai kontraksi.

Rasional: jika ibu dan keluarga mengetahui cara melakukan masase uterus

dan memeriksa kontraksi maka ibu dan keluarga mampu untuk segera

mengetahui jika uterus tidak berkontraksi dengan baik (Wiknjosastro, 2014:

99).

e. Pastikan ibu merasa nyaman & bantu ibu memberikan ASI.

Rasional: pemberian ASI secara dini bisa merangsang produksi ASI,

memperkuat refleks menghisap bayi. Refleks menghisap awal pada bayi

paling kuat dalam beberapa jam pertama setelah lahir (Wiknjosastro, 2014:

121).

f. Jelaskan mengenai tanda bahaya pascasalin.

Rasional: ibu mampu mengidentifikasi tanda bahaya dan segera melapor ke

petugas kesehatan segera ditangani dan tidak terjadi komplikasi lebih lanjut.
73

g. Dekontaminasi peralatan dan tempat bersalin dengan larutan klorin 0,5%.

Rasional: dekontaminasi memastikan benda yang terkontaminasi darah dan

cairan tubuh dapat ditangani secara aman (Wiknjosastro, 2014: 21).

h. Lengkapi partograf, dan berikan asuhan kala IV persalinan (periksa KU, TD,

nadi, TFU, kontraksi, kandung kemih, perdarahan 2-3 kali pada 15 menit

pertama, tiap 15 menit pada 1 jam pertama dan tiap 30 menit pada jam kedua,

dan suhu tiap 2 jam).

Rasional: tekanan darah, nadi, respirasi kontraksi uterus masih dalam batas

normal selama 2 jam pertama pascasalin, mungkin ibu tidak akan mengalami

perdarahan pascasalin yang mengancam kematian ibu (Wiknjosastro, 2014:

108).

Intervensi sesuai masalah/keluhan:

1. Masalah 1 : keletihan

Tujuan : klien menggunakan teknik menghemat energi di antara kontraksi

(Doenges & Moorhouse, 2001: 292).

Kriteria :

a. Klien tampak rileks di antara kontraksi (Doenges & Moorhouse, 2001:

292)

b. Tanda-tanda vital normal menurut Romauli (2011: 173),

TD : 110/70–130/90 mmHg, nadi : 68–90 x/menit, suhu : 36,5–37 °C,

pernapasan : 16–20 x/menit

c. His pada kala I intervalnya 3–4 menit, lama 40–60 detik, his kala II

intervalnya 3–4 menit, lama 60–90 detik, setelah bayi lahir sekitar 8–10

menit kemudian rahim berkontraksi untuk melepaskan plasenta dari


74

insersinya, setelah plasenta lahir kontraksi tetap kuat dengan amplitudo

60–80 mmHg (Manuaba et al, 2012: 171).

d. Klien dapat mengejan dengan adekuat.

Intervensi menurut Doenges & Moorhouse (2001: 292) adalah:

a. Kaji derajat keletihan dengan melihat dari wajah ibu.

Rasional: keletihan dapat mengganggu kemampuan fisik dan psikologis

klien.

b. Sediakan lingkungan dengan penerangan redup dan tidak membingungkan

klien.

Rasional: penurunan stresor membantu meningkatkan istirahat/

c. Berikan dorongan agar ibu tetap bersemangat.

Rasional: membantu klien mempertahankan usaha maksimal pada proses

persalinan.

d. Bantu ibu memilih posisi yang nyaman.

Rasional: posisi terlentang akan menekan vena cava inferior yang

mengakibatkan hipoksia janin (Wiknjosastro, 2014: 81).

Rasional: posisi miring kiri membuat ibu lebih nyaman dan efektif untuk

meneran (Wiknjosastro, 2014: 80).

e. Anjurkan ibu makan dan minum.

Rasional: ibu bersalin mudah sekali mengalami dehidrasi selama proses

persalinan dan kelahiran bayi (Wiknjosastro, 2014: 75).

f. Anjurkan klien istirahat di antara kontraksi.

Rasional: menghemat kekuatan dan mengambil O2 sebanyak-banyaknya

yang diperlukan untuk mengejan.


75

2. Masalah 2 : potensial terjadi kala I memanjang

Tujuan : kala I segera terlewati ibu dan janin sehat tanpa komplikasi

(Wiknjosastro, 2014 : 38).

Kriteria :

a. Pada primigravida kala I berlangsung 10–12 jam. Pada multigravida kala I

berlangsung 6–8 jam (Manuaba et al, 2012: 175)

b. Tidak terjadi infeksi intrapartum, suhu tubuh ibu normal yaitu 36-37ºC

c. DJJ 120–160 x/menit, kuat dan teratur

Intervensi menurut Wiknjosastro (2014: 47) antara lain :

a. Jelaskan mengenai kala I memanjang

Rasional: meredakan kecemasan atau ketakutan ibu terhadap keadaan

dirinya.

b. Segera rujuk ibu ke fasilitas yang memiliki kemampuan penatalaksanaan

gawatdarurat obstetri dan bayi baru lahir.

Rasional: rujukan segera mengurangi risiko kematian dan kesakitan ibu

dan bayi.

c. Dampingi ibu ke tempat rujukan dan berikan dukungan serta semangat.

Rasional: mengantisipasi apabila persalinan berlangsung selama proses

rujukan dan terjadi komplikasi lain.

3. Masalah 4 : potensial kala II memanjang

Tujuan : setelah dilakukan asuhan diharapkan bayi segera lahir.

Kriteria :

a. Pada primigravida kala II berlangsung 1–1,5 jam. Pada multigravida kala

II berlangsung 0,5–1 jam (Manuaba et al, 2012: 175)

b. Tidak terjadi infeksi intrapartum, suhu tubuh ibu normal yaitu 36-37ºC
76

c. DJJ 120-160x/menit, kuat dan teratur

d. Tidak terjadi kaput suksedaneum dan tidak terjadi molase kepala janin

Intervensi menurut Wiknjosastro (2014: 47) antara lain :

a. Jelaskan mengenai kala II memanjang

Rasional: meredakan kecemasan atau ketakutan ibu terhadap keadaan

dirinya.

b. Segera rujuk ibu ke fasilitas yang memiliki kemampuan penatalaksanaan

gawatdarurat obstetri dan bayi baru lahir

Rasional: rujukan yang tepat akan meminimal kemungkinan terjadinya

komplikasi dan kematian pada ibu dan bayi.

c. Dampingi ibu ke tempat rujukan.

Rasional: mengantisipasi apabila persalinan berlangsung selama proses

rujukan dan terjadi komplikasi lain.

4. Masalah 5 : potensial terjadi gawat janin

Tujuan : janin lahir selamat, tanpa komplikasi (Wiknjosastro, 2014: 87).

Kriteria : DJJ 120-160 x/menit, kuat teratur, janin bergerak, bayi lahir

sehat.

Intervensi menurut Wiknjosastro (2014: 87) sebagai berikut:

a. Berbaring ke kiri, anjurkan ibu untuk napas panjang perlahan-lahan dan

berhenti meneran.

Rasional: jika ibu berbaring terlentang maka berat uterus dan isinya

menekan vena cava inferior ibu. Hal ini akan mengurangi pasokan oksigen

melalui sirkulasi uteroplasenter dan akan menyebabkan hipoksia pada

bayi.
77

b. Nilai ulang DJJ setelah 5 menit.

Rasional: apabila DJJ abnormal, rujuk ibu ke fasilitas yang memiliki

kemampuan penatalaksanaan gawatdarurat obstetri dan bayi baru lahir.

c. Dampingi ibu ke tempat rujukan.

Rasional: mengantisipasi apabila persalinan berlangsung selama proses

rujukan dan terjadi komplikasi lain.

5. Masalah 6 : retensio plasenta

Tujuan : plasenta dapat dikeluarkan secara lengkap (Wiknjosastro, 2014:

94).

Kriteria : Tidak ada sisa plasenta yang tertinggal.

Intervensi menurut Wiknjosastro (2014: 96):

a. Jelaskan mengenai retensio plasenta.

Rasional: : pasien dan keluarga mengetahui tindakan yang akan dilakukan,

agar keluarga dan pasien kooperatif dengan tindakan selanjutnya.

b. Setelah 30 menit dilakukan Penegangan Talipusat Terkendali (PTT) terjadi

perdarahan plasenta belum lahir dilakukan tindakan plasenta manual.

Rasional: mengetahui seberapa jauh perlekatan plasenta dan mengetahui

tanda-tanda pelepasan plasenta.

c. Pemberian oksitosin pertama dan kedua sebelum dilakukan tindakan

plasenta manual.

Rasional: oksitosin merangsang kontraksi uterus.

d. Berikan antibiotika profilaksis dosis tunggal.

Rasional: mencegah terjadinya infeksi setelah dilakukan tindakan plasenta

manual.
78

6. Masalah 7 : potensial terjadinya atonia uteri

Tujuan : atonia uteri dapat teratasi (Wiknjosastro, 2014: 99).

Kriteria : kontraksi uterus keras dan bundar, kandung kencing kosong,

perdarahan berhenti atau <500 cc, tidak ada tanda-tanda syok.

Intervensi menurut Wiknjosastro (2014: 101) adalah :

a. Jelaskan tindakan yang akan dilakukan dalam penanganan atonia uteri.

Rasional : pasien dan keluarga mengetahui tindakan yang akan dilakukan,

agar keluarga dan pasien kooperatif dengan tindakan selanjutnya.

b. Massase fundus uteri segera setelah bayi lahir (maksimal 15 detik).

Rasional: massase merangsang uterus untuk berkontraksi.

c. Bersihkan bekuan darah dan selaput dari vagina dan lubang serviks.

Rasional: bekuan darah dan selaput ketuban dalam vagina dan seluruh

serviks dapat menghalangi uterus berkontraksi dengan baik

d. Pastikan kandung kencing kosong, jika penuh dan dapat dipalpasi maka

lakukan katerisasi dengan teknik aseptik.

Rasional: kandung kemih yang penuh akan menghalangi uterus

berkontraksi dengan baik.

e. Lakukan Kompresi Bimanual Internal (KBI) selama 5 menit. Jika uterus

berkontraksi maka teruskan KBI selama 2 menit.

Rasional: KBI memberikan tekanan langsung pada pembuluh darah

dinding uetus dan juga merangsang miometrium untuk berkontraksi. Jika

uterus tidak berkontraksi maka lakukan Kompresi Bimanual Eksternal

(KBE) dengan bantuan keluarga.


79

f. Anjurkan keluarga untuk melakukan KBE.

Rasional: keluarga dapat meneruskan proses KBE selama penolong

melakukan langkah selanjutnya.

g. Berikan ergometrin 0,2 mg IM (kontraindikasi hipertensi) atau misoprostol

600-1000 mcg per rectal.

Rasional: ergometrin dan misoprostol akan bekerja dalam 5-7 menit dan

menyebabkan uterus berkontraksi

h. Pasang infus RL 500 cc + 20 IU Oksitosin tetesan grojog habis dalam

waktu 10 menit.

Rasional: pemberian infus RL akan membantu memulihkan volume cairan

yang hilang selama perdarahan dan oksitosin dengan tetesan cepat akan

merangsang kontraksi uterus.

i. Ulangi KBI selama 2 menit.

Rasional: KBI yang digunakan bersama dengan ergometrin dan oksitosin

atau misoprostol akan membuat uterus berkontraksi.

j. Rujuk segera jika uterus tidak berkontraksi dalam waktu 2 menit.

Rasional: jika uterus tidak berkontraksi hal ini bukanlah atonia uteri

sederhana, ibu membutuhkan perawatan gawat darurat di fasilitas yang

mampu melaksanakan tindakan bedah dan transfusi darah.

k. Dampingi ibu ke tempat rujukan dan teruskan dengan Kompresi Aorta

Abdominal (KAA) atau pasang kondom kateter.

Rasional: pemberian tindakan berupa KAA atau kondom kateter bisa

membantu uterus untuk berkontraksi


80

l. Lanjutkan infus RL + 20 IU oksitosin dalam 500 ml habis dalam 1 jam

kemudian dilanjutkan 125 ml/jam sampai habis 1,5 liter sebagai rehidrasi

hingga tempat rujukan.

Rasional: pemberian infus RL akan membantu memulihkan volume cairan

yang hilang selama perdarahan dan oksitosin dengan tetesan cepat akan

merangsang kontraksi uterus.

2.2.4 Pelaksanaan

2.2.5 Evaluasi

Petugas
2.3 Asuhan Kebidanan Nifas

2.3.1 Pengkajian Data

1. Data Subyektif

a. Biodata

1) Umur

Ibu kurang dari 20 tahun, alat-alat reproduksi belum matang, mental, dan

psikisnya belum siap. Sedangkan umur lebih dari 35 tahun rentan sekali untuk

terjadi perdarahan dalam masa nifas (Ambarwati & Wulandari, 2010: 131).

2) Pekerjaan

Ibu karier mendapatkan cuti dua bulan setelah persalinan (Manuaba et al,

2012: 120). Ibu bekerja tetap harus memberi ASI kepada bayinya. Jika

memungkinkan bayi dapat dibawa ke tempat kerja ibu. Namun hal ini sulit apabila

di tempat kerja tidak ada pojok laktasi, bila tempat kerja ibu dekat dengan rumah,

ibu dapat pulang untuk menyusui bayinya pada waktu istirahat atau minta bantuan
81

seseorang untuk membawa bayinya ke tempat kerja (Ambarwati & Wulandari,

2010: 31).

b. Keluhan Utama

Menurut Varney, Kriebs, & Gegor (2008: 974-977), keluhan yang sering

dialami ibu masa nifas antara lain sebagai berikut: after pain, nyeri luka perineum.

Doenges & Moorhouse (2001: 397-410) menambahkan gangguan eliminasi, dan

gangguan pola tidur, konstipasi.

c. Riwayat Kesehatan

1) Anemia

Anemia pascasalin akan menyebabkan terjadi subinvolusi uteri, menimbulkan

perdarahan pascasalin, memudahkan infeksi puerperium, pengeluaran ASI

berkurang, terjadi dekompensasi kordis mendadak setelah persalinan, anemia kala

nifas, mudah terjadi infeksi mammae (Manuaba et al, 2012: 240).

2) Jantung

Pengaruh penyakit jantung dalam masa nifas menurut Manuaba et al (2012:

334), sebagai berikut; setelah bayi lahir penderita dapat tiba-tiba jatuh kolaps,

yang disebabkan darah tiba-tiba membanjiri tubuh ibu sehingga kerja jantung

sangat bertambah, perdarahan merupakan komplikasi yang cukup berbahaya, saat

laktasi kekuatan jantung diperlukan untuk membentuk ASI, mudah terjadi infeksi

postpartum, yang memerlukan kerja tambahan jantung.

3) Hipertensi

Ibu yang pernah mengalami hipertensi pada masa kehamilan dapat terus

berlanjut hingga pascasalin (Fraser & Cooper, 2009:629).


82

4) HIV/AIDS

Ibu yang menyusui bayinya secara eksklusif memiliki risiko yang sama

dibandingkan ibu yang tidak menyusui. Gangguan pada payudara seperti abses

dan luka pada puting payudara dapat meningkatkan risiko penularan HIV ketika

diberi ASI (Kemenkes RI, 2012: 12).

5) Tuberculosis

Ibu dengan tuberkulosis aktif tidak dibenarkan untuk memberikan ASI karena

dapat menularkan pada bayi (Manuaba et al, 2012: 336).

6) Hepatitis

Ibu yang memiliki penyakit hepatitis, tidak masalah apabila menyusui

bayinya. Pada penelitian telah dibuktikan bahwa penularan melalui saluran cerna

membutuhkan titer virus yang jauh lebih tinggi dari pada penularan parenteral

(Saifuddin, 2014: 907).

7) Diabetus Mellitus (DM)

Penyakit DM lebih sering mengakibatkan infeksi nifas dan sepsis serta

menghambat penyembuhan luka jalan lahir, baik karena ruptur perineum maupun

luka episiotomi (Wiknjosastro, 2006: 521).

d. Riwayat Kebidanan

1) Haid

Pada ibu yang memberikan ASI, kembalinya haid sulit diperhitungkan dan

bersifat individu. Sebagian besar menstruasi kembali setelah 4–6 bulan. Biasanya

ibu tidak akan menghasilkan telur (ovulasi) sebelum ia mendapatkan lagi haidnya

selama menyusui (Saifuddin, 2014: 129).


83

2) Riwayat Persalinan Sekarang

Perdarahan dianggap masih normal bila jumlahnya tidak melebihi 400 sampai

500cc (Manuaba et al, 2012 : 174). Kala IV dapat terjadi perdarahan postpartum

sekunder dan atonia uteri (Manuaba et al, 2012 : 240).

3) Riwayat Nifas Sekarang

Terdapat pengeluaran lokhea normal, kontraksi uterus keras (Manuaba et al,

2012: 201). Apabila ibu tidak dapat berkemih dalam waktu 4 jam pasca persalinan

maka kemungkinan terdapat masalah yang memerlukan tindakan segera (Marmi,

2015: 96). Produksi ASI akan banyak sesudah 2–3 hari pascasalin. Bila bayi mulai

disusui, hisapan pada puting susu merupakan rangsangan psikis yang secara

reflektoris mengakibatkan oksitosin dikeluarkan oleh hipofise. Produksi ASI akan

lebih banyak, sebagai efek positif adalah involusi uteri akan lebih sempurna

(Sofian, 2015: 88).

4) Riwayat KB

Biasanya ibu tidak akan menghasilkan telur (ovulasi) sebelum ia

mendapatkan lagi haidnya selama menyusui. Oleh karena itu, Metode Amenorhe

Laktasi (MAL) dapat dipakai sebelum haid pertama kembali untuk mencegah

terjadinya kehamilan baru (Saifuddin, 2014: 129). Pemeriksaan pascasalin

merupakan waktu yang tepat untuk membicarakan metode KB untuk

menjarangkan atau menghentikan kehamilan. Metode Operasi Ibu (MOW)

dianjurkan untuk ibu yang ingin menghentikan kehamilan. Pelayanan kontap

dapat dilayani setiap saat dikehendaki (Manuaba et al, 2012: 204). Menurut

Marmi (2015: 160) sebaiknya ibu pascasalin segera menggunakan KN sebelum 40


84

hari masa nifas.

e. Pola Kebiasaan Sehari-hari

1) Nutrisi

Makan makanan yang beraneka ragam yang mengandung karbohidrat, protein

hewani, protein nabati, sayur dan buah-buahan. Kebutuhan air minum pada ibu

menyusui pada 6 bulan pertama adalah 14 gelas sehari dan pada 6 bulan kedua

adalah 12 gelas sehari (Kemenkes RI, 2016: 13). Pil zat besi harus diminum untuk

menambah zat gizi setidaknya selama 40 hari pascasalin. Minum kapsul vitamin

A (200.000 unit) agar dapat memberikan vitamin A kepada bayinya melalui ASI

(Saifuddin, 2014: 128).

2) Eliminasi

Ibu harus berkemih dalam 6-8 jam pascasalin dan setiap 4 jam setelahnya.

Bila kondisi memungkinkan, biarkan klien berjalan kekamar mandi (Doenges &

Moorhouse, 2001: 398). Konstipasi mungkin menjadi masalah pada pascasalin

karena kurangnya makanan padat selama persalinan dan karena ibu menahan

defekasi, ibu biasanya menahan defekasi karena takut akan merobek atau merusak

jahitan jika melakukan defekasi (Varney, Kriebs, & Gegor, 2008: 961).

3) Personal hygiene

Pada ibu nifas harus menjaga kebersihan diri, termasuk kebersihan daerah

kemaluan, ganti pembalut sesering mungkin. Bagi ibu yang melahirkan dengan

cara SC maka harus menjaga kebersihan luka bekas operasi (Kemenkes RI, 2016:

13). Mengajarkan pada ibu cara membersihkan daerah kelamin dengan sabun dan

air. Anjurkan ibu untuk mencuci tangan dengan sabun dan air sebelum dan
85

sesudah membersihkan daerah kelaminnya (Saifuddin, 2014: 127). Bahiyatun

(2013: 78-79) menambahkan unutk melepas pembalut dari depan kebelakang

untuk menghindari penyebaran bakteri dari anus ke vagina, berbaring miring dan

menghindari duduk serta berdiri yang terlalu lama dan latihan senam kegel.

4) Aktivitas

Mobilisasi dini sangat dianjurkan, kecuali ada kontraindikasi. Mobilisasi dini

akan meningkatkan sirkulasi dan mencegah risiko tromboflebitis, meningkatkan

fungsi kerja peristaltik dan kandung kemih, sehingga mencegah konstipasi. Senam

nifas dilakukan dengan tujuan mengurangi rasa sakit pada otot, mengencangkan

otot abdomen dan perineum, melancarkan peredaran darah, mempercepat involusi

dan melancarkan pengeluaran lokhea (Bahiyatun, 2013: 76). Lakukan stimulasi

komunikasi dengan bayi sedini mungkin bersama suami dan keluarga (Kemenkes

RI, 2016: 13).

5) Istirahat

Istirahat yang cukup, saat bayi tidur ibu istirahat (Kemenkes RI, 2016: 13).

Kurang istirahat pasca melahirkan akan mempengaruhi ibu nifas dalam beberapa

hal, yaitu mengurangi jumlah ASI yang diproduksi, memperlambat proses

involusi uterus dan memperbanyak perdarahan, menyebabkan depresi dan

ketidakmampuan untuk merawat bayi dan dirinya sendiri (Saifuddin, 2014: 127).

6) Hubungan seksual

Ibu pascasalin aman untuk memulai hubungan suami istri begitu darah merah

berhenti dan ibu dapat memasukkan 1 atau 2 jari ke dalam vagina tanpa nyeri,

aman untuk memulai hubungan seksual kapan saja ibu siap. Namun banyak
86

budaya yang menunda hubungan suami istri sampai 40 hari atau 6 minggu setelah

persalinan (Saifuddin, 2014: N-27).

f. Riwayat Ketergantungan

Merokok dapat menyebabkan penyempitan pembuluh darah di dalam tubuh,

termasuk pembuluh darah pada uterus sehingga menghambat proses involusi,

sedangkan alkohol dan narkotika mempengaruhi kandungan ASI yang langsung

mempengaruhi perkembangan psikologis bayi dan mengganggu proses bonding

antara ibu dan bayi (Manuaba et al, 2012: 122).

g. Riwayat Psikososial dan Spiritual

Menurut Bahiyatun (2013: 64), tahap psikologis masa nifas dibagi menjadi 3 :

Tabel 2.10
Periode Masa Nifas

Periode Ciri-ciri
1 2
Taking in 1. Tingkah laku ibu tergantung orang lain dan hanya fokus pada dirinya sendiri
2. Terjadi pada 1-2 hari pascasalin
3. Ibu akan mengulang-ulang pengalamannya waktu bersalin dan melahirkan
4. Tidur tanpa gangguan sangat penting untuk mencegah gangguan tidur
5. Peningkatan nutrisi mungkin dibutuhkan karena selera makan ibu biasanya
bertambah, nafsu makan yang kurang menandakan proses pengembalian
kondisi ibu tidak langsung normal.
Taking hold 1. Terjadi pada 2-4 hari pasca salin
2. Ibu berusaha keras untuk menguasai keterampilan untuk merawat bayi
3. Perhatian terhadap fungsi-fungsi tubuh
4. Terbuka untuk menerima pengetahuan dan nasehat untuk merawat bayi.
1 2
Letting go 1. Terjadi setelah ibu pulang ke rumah dan sangat berpengaruh terhadap waktu
dan perhatian yang diberikan oleh keluarga
2. Ibu mengambil tanggungjawab terhadap perawatan bayi
3. Pada periode ini umumnya terjadi depresi postpartum.
Sumber : Bahiyatun, 2013. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Nifas Normal. Jakarta: EGC.

h. Latar Belakang Sosial Budaya

Menurut Saifuddin (2014: 130–131), kebiasaan yang tidak bermanfaat pada

masa nifas bahkan membahayakan antara lain:


87

1) Menghindari makanan berprotein, seperti ikan/telur.

2) Penggunaan bebat perut segera pada masa nifas (2–4 jam pertama). Menurut

Manuaba et al (2012: 202) daerah perut tidak perlu diikat dengan kencang

karena tidak akan mempengaruhi involusi.

3) Memisahkan bayi dari ibunya untuk masa yang lama pada 1 jam pertama

setelah kelahiran. Masa transisi adalah masa kritis untuk ikatan batin ibu dan

bagi bayi untuk mulai menyusu.

2. Data Obyektif

a. Pemeriksaan Umum

1) Keadaan umum baik, kesadaran komposmetis (Manuaba et al, 2012: 114).

2) Tanda-Tanda Vital

a) Tekanan darah

Pasca melahirkan pada kasus normal biasanya tekanan darah tidak berubah.

Apabila terjadi penurunan tekanan darah dapat diakibatkan oleh perdarahan

(Marmi, 2015: 104).

b) Nadi

Denyut nadi diatas 100 kali per menit pada masa nifas mengindikasikan

adanya suatu infeksi, hal ini salah satunya bisa diakibatkan oleh proses persalinan

sulit atau karena kehilangan darah yang berlebihan (Ambarwati & Wulandari,

2010: 138).

c) Suhu

Segera setelah persalinan dapat terjadi peningkatan suhu tubuh tapi tidak

lebih dari 38˚C. Bila terjadi peningkatan melebihi 38˚C berturut-turut selama 2

hari, kemungkinan terjadi infeksi (Manuaba et al, 2012: 201). Suhu maternal
88

kembali normal dari suhu yang sedikit meningkat selama periode intrapartum dan

stabil dalam 24 jam pertama pascasalin (Varney, Kriebs, & Gegor, 2008: 961).

d) Pernafasan

Pernafasan harus berada dalam rentang yang normal yaitu sekitar 20–30 kali

per menit (Ambarwati & Wulandari, 2010: 139). Napas pendek, cepat, atau

perubahan lain memerlukan evaluasi adanya kondisi-kondisi seperti kelelahan,

asma (Varney, Kriebs, & Gegor, 2008: 961).

b. Pemeriksaan Fisik

1) Payudara

Pada masa nifas pemeriksaan payudara dapat dicari beberapa hal berikut

yaitu: puting susu pecah/pendek/rata, nyeri tekan, abses, produksi ASI terhenti,

dan pengeluaran ASI (Saifuddin, 2014: 124). (Varney, Kriebs & Gegor, 2008 :

960-961) menambahkan pengkajian payudara pada periode awal postpartum

meliputi adanya kolostrum, apakah payudara terisi air susu dan adanya sumbatan

duktus, serta tanda-tanda mastitis (Varney, 2008 : 960-961). Pemberian ASI yang

tidak teratur dapat mengakibatkan bendungan ASI, hal ini terjadi karena sumbatan

pada saluran ASI, tidak dikosongkan seluruhnya (Manuaba et al, 2012: 420).

Selain itu, dapat dicegah dengan manajemen laktasi yang benar dan menyusui

bayinya secara on demand (Bahiyatun, 2013: 127):

Tabel 2.11
ASI menurut Stadium Laktasi

Stadium laktasi Hari ke- Ciri-ciri


1 2 3
Kolostrum 1-3  Cairan kental berwarna kuning-kekuningan lebih
kuning dibandingkan dengan susu matur
 Bila dipanaskan bergumpal
 Volume berkisar 150-300 ml/24 jam
ASI peralihan 4-10  Warna putih kekuningan
89

1 2 3
ASI matur 10  Warna putih kekuningan
keatas  Tidak menggumpal jika dipanaskan
Sumber : Wulandari, 2011: Asuhan Kebidanan Ibu masa Nifas halaman 25-26. Yogyakarta.
Gosyen Publishing.

2) Abdomen

Untuk abdomen yang harus diperiksa yaitu posisi uterus atau tinggi fundus

uteri, kontraksi uterus, dan ukuran kandung kemih (Saifuddin, 2014: 124).

Varney, Kriebs, & Gegor (2008: 1064) menambahkan untuk melakukan evaluasi

tonus otot abdomen dengan memeriksa Derajat Diastasis Rekti (DDR). Penentuan

DDR digunakan sebagai alat obyektif untuk mengevaluasi tonus otot abdomen.

Diastasis rekti adalah derajat pemisahan otot  rektus abdomen. Pemisahan ini

diukur menggunakan lebar jari ketika otot-otot abdomen kontraksi dan ditulis

sebagai pembilang lalu sekali lagi ketika otot-otot tersebut relaksasi ditulis

sebagai penyebut.

3) Genetalia dan anus

Hal yang perlu dilihat pada pemeriksaan vulva dan perineum adalah

penjahitan laserasi atau luka episiotomi, pembengkakan, luka dan hemoroid

(Saifuddin, 2014: 124). Jika ibu mengalami hemoroid mereka mungkin sangat

merasa nyeri selama beberapa hari, jika terjadi selama kehamilan, hemoroid

menjadi traumatis dan menjadi edema selama ibu mendorong bayi pada kala II

persalinan karena tekanan bayi dan distensi saat melahirkan (Varney, Kriebs, &

Gegor, 2008: 977).

4) Ekstremitas

Tidak terdapat flagmasia alba dolens, yang merupakan salah satu bentuk

infeksi puerperalis yang mengenai pembuluh darah vena femoralis yang terinfeksi
90

dan disertai bengkak pada tungkai, berwarna putih, terasa sangat nyeri, tampak

bendungan pembuluh darah, suhu tubuh meningkat (Manuaba et al, 2012 : 418).

c. Terapi

Terapi yang diberikan pada ibu nifas menurut Bahiyatun (2013: 129), yaitu:

1) Pil zat besi 40 tablet harus diminum untuk menambah zat gizi setidaknya

selama 40 hari pascasalin.

2) Vitamin A 200.000 unit agar bisa memberikan vitamin A kepada bayi melalui

ASInya.

Menurut Kemenkes RI (2013: 51) suplemen vitamin A kapsul 200.000 unit

diminum segera setelah persalinan dan 1 kapsul 200.000 unit diminum 24 jam

kemudian.

2.3.2 Diagnosa Kebidanan

PAPIAH, 2 jam post partum–42 hari, laktasi lancar/tidak, involusi

normal/abnormal, lokhea normal/abnormal, keadaan psikologis ibu baik, keadaan

umum ibu dan bayi baik dengan kemungkinan masalah nyeri luka perineum, after

pain (Varney, Kriebs, & Gegor, 2008: 975). Doenges & Moorhouse (2001: 397-

410) menambahkan gangguan eliminasi, gangguan pola tidur dan konstipasi.

Prognosa baik.

2.3.3 Perencanaan

Diagnosa : PAPIAH, 2 jam post partum–42 hari, laktasi lancar/tidak, involusi

normal/abnormal, lokhea normal/abnormal, keadaan psikologis ibu

baik, keadaan umum ibu dan bayi baik. prognosa baik.

Tujuan : masa nifas berjalan normal tanpa penyulit bagi ibu dan bayi

(Handajani, 2010: 54).


91

Kriteria hasil :

1. Kesejahteraan ibu:

a. Keadaan umum ibu baik, kesadaran komposmentis (Romauli, 2011: 172).

b. Tanda-tanda vital menurut Romauli (2011: 173):

TD : 110/70–130/90 mmHg, nadi : 68–90 x/menit, suhu : 36,5–37 °C,

pernapasan : 16–20 x/menit

c. Involusi uterus normal, dapat dilihat dari tabel 2.12:

Tabel 2.12
Proses Involusi Uteri

Waktu involusi Tinggi fundus Berat uterus (gram)


Plasenta lahir Sepusat 1000
7 hari Pertengahan pusat-simfisis 500
14 hari Tidak teraba 350
42 hari Normal 50
Sumber : Manuaba et al, 2012. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan KB untuk Pendidikan
Bidan, Edisi 2. Jakarta, halaman 200.

d. Dapat berkemih setelah 4 jam post partum

e. Laktasi normal seperti tabel 2.11 halaman 92.

f. Lokhea normal, dapat dilihat di tabel 2.13:

Tabel 2.13
Proses Lokhea

Jenis lokhea Hari ke- Warna lokhea


Lokhea rubra (kruenta) 1-3 Berwarna merah dan hitam
Lokhea 3-7 Berwarna putih bercampur merah
Lokhea 7-14 Berwarna kekuningan
Lokhea >14 Berwarna putih
Sumber : Manuaba et al, 2012. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan KB untuk Pendidikan
Bidan, Edisi 2. Jakarta, halaman 201.

2. Kesejahteraan bayi

Bayi mendapatkan ASI yang cukup menurut Kemenkes RI (2013: 60) :

a. BAK bayi sebanyak 6x/24 jam, BAB berwarna kekuningan berbiji


92

b. Bayi tampak pulas setelah minum ASI, BB bayi bertambah

c. Payudara terasa lembut dan kosong setelah menyusui

Intervensi menurut Kemenkes RI (2016: 13) :

1. Jelaskan hasil pemeriksaan ibu nifas dengan komunikasi terapeutik.

Rasional : hak memperoleh informasi tentang kondisi dan keadaan apa yang

sedang dialami. Informasi harus diberikan langsung kepada pasien dan

keluarga (Saifuddin, 2014: 36).

2. Jelaskan mengenai kebutuhan dasar ibu nifas meliputi nutrisi, eliminasi,

istirahat, aktifitas, kebersihan diri, perawatan payudara, senam nifas, hubungan

seksual dan KB.

Rasional : ibu mengerti mengenai kebutuhan dirinya dan mampu

memenuhinya.

3. Jelaskan hal-hal yang harus dihindari oleh ibu nifas meliputi membuang

kolostrum, membersihkan payudara dengan alkohol atau sabun, mengikat perut

terlalu kencang, menempelkan daun-daunan pada kemaluan.

Rasional: ibu mengerti dan mampu menghindari hal-hal tersebut sehingga

masa nifas berlangsung aman dan lancar.

4. Jelaskan cara menyusui yang benar dan anjurkan pemberian ASI eksklusif.

Cara menyusui yang benar:

a. Susui bayi sesering mungkin, semau bayi paling sedikit 8 kali sehari.

b. Bila bayi tidur > 3 jam, bangunkan, lalu susui.

c. Susui sampai payudara terasa kosong, lalu pindah ke payudara sisi lain.

d. Bila bayi kenyang, tapi payudara masih terasa penuh/kencang, perlu

dikosongkan dengan diperah lalu disimpan.


93

Rasional: cara menyusui yang benar dapat mencegah terjadi bendungan ASI

ataupun mastitis. Pemberian ASI eksklusif dapat meningkatkan sistem imun

bayi, bayi hingga usia 6 bulan hanya membutuhkan ASI.

5. Ajarkan mengenai posisi dan perlekatan menyusui yang benar meliputi:

a. Pastikan posisi ibu ada dalam posisi yang nyaman.

b. Kepala dan badan bayi berada dalam garis lurus.

c. Wajah menghadap payudara, hidung berhadapan dengan puting.

d. Ibu harus memeluk badan bayi dekat dengan badannya.

Rasional: posisi dan perlekatan menyusui yang benar dapat mencegah

terjadinya puting lecet.

6. Jelaskan cara memerah dan menyimpan ASI

Cara menyimpan: simpan dalam ruangan (ASIP segar), kulkas, freezer.

Cara memberikan: sebelum ASI diberikan pada bayi, rendam dalam wadah

yang berisi air hangat. Gunakan gelas kaca/keramik dan mangkok kaca, jangan

gunakan bahan dari plastik atau melamin.

Rasional: berguna bagi ibu yang bekerja jauh dari rumah, tetap dapat

memberikan ASI untuk bayinya.

7. Jelaskan tanda bahaya nifas meliputi perdarahan lewat jalan lahir, keluar cairan

berbau dari jalan lahir, bengkak di wajah, tangan dan kaki atau sakit kepala dan

kejang, demam > 2 hari, payudara bengkak, merah disertai rasa sakit, ibu sedih,

murung tanpa sebab (depresi).

Rasional: ibu dapat mendeteksi dini adanya kelainan, sehingga dapat segera

ditangani dan tidak menyebabkan komplikasi.


94

8. Ajarkan kepada ibu mengenai cara perawatan payudara.

Rasional: gerakan masase payudara dapat memperlancar peredaran darah.

9. Ajarkan kepada ibu mengenai senam nifas.

Rasional: senam nifas dapat meningkatkan dilatasi pembuluh darah sehingga

darah lancar dan pasokan O2 ke seluruh tubuh terutama perlukaan pascasalin

semakin baik yang berdampak pada proses penyembuhan luka serta membuat

jahitan lebih merapat (Ambarwati & Wulandari, 2010: 109).

10. Beri konseling tentang KB pascasalin.

Rasional : tenaga kesehatan akan memberikan tentang cara, kelebihan,

keuntungan dan efek samping dari alat kontrasepsi meskipun beberapa

metode mengandung risiko. Penggunaan kontrasepsi aman setelah ibu haid

kembali (Marmi, 2015: 160).

11. Berikan pil zat besi selama 40 hari postpartum, serta kapsul vitamin A

200.000 unit (IBI, 2016: 115).

Rasional: vitamin A digunakan untuk pertumbuhan sel dan meningkatkan

daya tahan tubuh terhadap infeksi (Ambarwati & Wulandari, 2010: 101).

Rasional: zat besi dibutuhkan untuk kenaikan sirkulasi darah dan menambah

sel darah merah (Hb) sehingga daya angkut oksigen mencukupi kebutuhan

(Ambarwati & Wulandari, 2010: 100).

12. Jelaskan mengenai jadwal kunjungan nifas yaitu 6 jam-3 hari, hari ke 4-28

hari, hari ke 29-42 hari setelah melahirkan.

Rasional: kunjungan ulang dilakukan untuk mengevaluasi kondisi ibu dan

bayi serta memberikan intervensi selanjutnya.


95

Intervensi pada masalah/keluhan utama:

1. Masalah 1 : after pain

Tujuan : ibu mampu beradaptasi dengan rasa nyeri (Bahiyatun 2013: 123).

Kriteria :

a. Mules terjadi setelah persalinan berlangsung 2-3 hari postpartum

(Wiknjosastro, 2006: 240)

b. Pada akhir kala III, TFU teraba 2 jari bawah pusat

c. Kontraksi uterus keras dan berada di tengah (Marmi, 2015: 182)

d. Nyeri tidak mengganggu aktifitas

Intervensi menurut Bahiyatun (2013: 123) adalah :

a. Jelaskan pada ibu penyebab after pain

Rasional: nyeri lebih berat pada paritas tinggi disebabkan oleh penurunan

tonus otot uterus secara bersamaan, menyebabkan relaksasi intermiten.

Pada ibu menyusui after pain lebih terasa, karena isapan bayi

menstimulasi produksi oksitosin oleh hipofisis posterior. Pelepasan

oksitosin tidak hanya memicu reflek let down pada payudara, tetapi juga

menyebabkan kontraksi uterus (Varney, Kriebs, & Gegor, 2008: 974).

b. Jelaskan pada ibu bahwa perlu mengosongkan kandung kemih.

Rasional: kandung kemih yang penuh mengubah posisi uterus ke atas

sehingga mengakibatkan relaksasi dan kontraksi uterus lebih nyeri

(Varney, Kriebs, & Gegor, 2008: 974).

c. Anjurkan keluarga untuk memberikan dukungan mengenai mobilisasi dini

pada ibu.
96

Rasional: mobilisasi perlu dilakukan agar tidak terjadi pembengkakan

akibat penyumbatan pembuluh darah ibu (Marmi, 2015: 137).

d. Lakukan kolaborasi untuk pemberian analgesia yang efektif bagi sebagian

ibu yang kontraksinya sangat nyeri.

Rasional: ibu yang nyeri cukup berat sehingga memerlukan penggunaan

analgetik setelah melahirkan pervaginam harus dievaluasi untuk

mengetahui penyebab nyeri lain selain kontraksi uterus (Varney, Kriebs, &

Gegor, 2008: 974).

2. Masalah 2 : nyeri luka jahitan perineum

Tujuan : ibu dapat beradaptasi dengan rasa nyeri (Purwanti, 2012:

89)

Kriteria : nyeri berkurang dan ibu tampak rileks, jahitan bertaut

bagus, luka jalan lahir jika tidak terinfeksi akan sembuh

dalam 6-7 hari (Sofian, 2015:87)

Intervensi menurut Purwanti (2012: 89) adalah:

a. Jelaskan penyebab nyeri pada luka jahitan perineum.

Rasional : nyeri pada luka jahitan perineum timbul akibat laserasi

episiotomi dan jahitan dari laserasi atau episiotomi tersebut pada saat

persalinan (Varney, Kriebs, & Gegor, 2008: 975).

b. Observasi luka jahitan perineum.

Rasional: perlukaan jalan lahir akan menjadi jalan masuknya bakteri yang

dapat menyebabkan infeksi (Manuaba et al, 2012: 417).

c. Ajarkan ibu tentang perawatan perineum yang benar.


97

Rasional: pembersihan perineum dari arah depan ke belakang (simfisis

pubis ke area anal) membantu mencegah kontaminasi rektal ke daerah luka

(Doenges & Moorhouse, 2001: 396)

d. Anjurkan ibu banyak makan protein.

Rasional: protein diperlukan untuk pertumbuhan dan penggantian sel-sel

yang rusak atau mati serta proses penyembuhan luka (Ambarwati &

Wulandari, 2010: 98).

e. Beri analgesik oral (parasetamol 500 mg tiap 4 jam atau bila perlu).

Rasional: analgesik bekerja menghilangkan nyeri.

f. Anjurkan dan ajarkan mengenai senam kegel.

Rasional : latihan kegel meningkatkan sirkulasi ke area perineum sehingga

meningkatkan penyembuhan. Latihan ini juga dapat mengembalikan tonus

otot pada susunan otot panggul (Varney, Kriebs, & Gegor, 2008: 976).

3. Masalah 3 : gangguan eliminasi urin

Tujuan : gangguan eliminasi tidak terjadi (Purwanti, 2012: 64).

Kriteria menurut (Marmi, 2015: 148):

a. BAK tidak dibantu dalam 6-8 jam setelah kelahiran dan kandung kemih

kosong, BAK normal spontan setiap 3-4 jam.

Intervensi menurut Doenges & Moorhouse (2001: 397-398) adalah:

a. Berikan penjelasan kepada ibu mengenai pentingnya BAK sedini mungkin

setelah melahirkan.

Rasional: kandung kemih dalam masa nifas kurang sensitif dan

kapasitasnya bertambah sehingga kandung kemih cepat penuh atau


98

sesudah BAK masih tertinggal urin sisa sehingga sisa urin dan trauma

pada kandung kencing waktu persalinan memudahkan terjadinya infeksi

(Ambarwati & Wulandari, 2010:81).

b. Yakinkan pada ibu bahwa jongkok dan mengejan ketika BAK tidak akan

menimbulkan kerusakan pada luka jahitan.

Rasional: luka jahitan tidak akan rusak. Retensio urin bisa terjadi jika ibu

menahan berkemih karena rasa takut akan robekan dan rusaknya luka

jahitan (Varney, Kriebs, & Gegor, 2008: 961).

c. Palpasi kandung kemih. Pantau tinggi fundus dan lokasi, serta jumlah

aliran lokhea.

Rasional: distensi kandung kemih, yang dapat dikaji dengan derajat

perubahan posisi uterus menyebabkan peningkatan relaksasi uterus dan

aliran lokhea.

d. Perhatikan adanya edema atau laserasi/episiotomi, dan jenis anestesi yang

digunakan.

Rasional: trauma kandung kemih atau uretra atau edema dapat

mengganggu berkemih, anestesi dapat mengganggu sensasi penuh pada

kantung kemih.

e. Anjurkan berkemih dalam 6–8 jam pascasalin dan setiap 4 jam setelahnya.

Rasional: kandung kemih yang penuh mengganggu motilitas dan involusi

uterus dan meningkatkan aliran lokhea.

4. Masalah 4 : konstipasi

Tujuan : ibu dapat mengerti dan beradaptasi dengan konstipasi

Kriteria : ibu melakukan kembali kebiasaan defekasi yang biasanya

atau optimal dalam 3 hari setelah kelahiran.


99

Intervensi menurut Doenges & Moorhouse (2001: 403-404):

a. Jelaskan kepada ibu mengenai pentingnya BAB sedini mungkin setelah

melahirkan.

Rasional: dalam 24 jam pertama, ibu dianjurkan untuk dapat BAB karena

semakin lama feses tertahan dalam usus maka akan semakin sulit baginya

untuk BAB secara lancar. Feses yang tertahan dalam usus semakin lama

akan mengeras karena cairan yang terkandung dalam feses akan selalu

terserap oleh usus.

b. Anjurkan untuk mengonsumsi makanan yang mengandung serat.

Rasional: makanan berserat dapat meningkatkan peristaltik usus sehingga

sisa makanan didorong untuk segera keluar (Romauli, 2011: 139).

c. Anjurkan peningkatan tingkat aktivitas dan ambulasi sesuai toleransi.

Rasional: membantu meningkatkan peristaltik gastrointestinal.

d. Kolaborasi untuk pemberian obat pencahar dulcolax bila perlu.

Rasional: obat pencahar dapat menstimulus gerakan peristaltik usus sebagai

reflek dari rangsangan langsung terhadap dinding usus dan dengan demikian

menyebabkan atau mempermudah buang air besar (defekasi) dan meredakan

sembelit (Varney, Kriebs, & Gegor, 2008: 977).

5. Masalah 5 : gangguan pola tidur

Tujuan : ibu dapat tidur cukup dan nyenyak.

Kriteria : ibu tidur 7-8 jam pada malam hari dan tidur siang saat bayinya

tidur.

Intervensi menurut Doenges & Moorhouse (2001: 409-410):

a. Kaji tingkat kelelahan dan kebutuhan untuk istirahat.


100

Rasional: persalinan atau kelahiran yang lama dan sulit, khususnya bila ini

terjadi malam, meningkatkan tingkat kelelahan.

b. Beri informasi tentang kebutuhan untuk tidur/istirahat setelah kembali

kerumah.

Rasional: rencana yang kreatif yang membolehkan untuk tidur dengan bayi

lebih awal serta tidur siang membantu untuk memenuhi kebutuhan tubuh

serta mengatasi kelelahan yang berlebihan.

c. Berikan informasi tentang efek-efek kelelahan dan kecemasan pada suplai

ASI.

Rasional: kelelahan dapat mempengaruhi penilaian psikologi, suplai ASI,

dan penurunan refleks secara psikologis.

2.3.4 Pelaksanaan

2.3.5 Evaluasi

Petugas

2.4 Asuhan Kebidanan Neonatus

2.4.1 Pengkajian Data

1. Data Subyektif

a. Biodata

1) Nama

Label nama bayi atau nama ibu harus di lekatkan pada pergelangan tangan

atau kaki sejak di ruang bersalin. Pemasangan dilakukan dengan sesuai agar tidak

terlalu ketat ataupun longgar sehingga mudah lepas (Saifuddin, 2014: 371).
101

2) Jumlah saudara

Jumlah anak yang banyak pada keluarga yang keadaan sosial ekonominya

cukup, akan mengakibatkan berkurangnya perhatian dan kasih sayang yang

diterima (Armini, Sriasih, & Marhaeni, 2017: 43).

b. Keluhan Utama

Keluhan utama pada neonatus adalah bercak putih (thrush) di mulut, cradle

cap (kerak topi) atau seborrhea, miliariasis (Pritasari, Rohsiswatmo, & Weber,

2010: 72). Regurgitasi (gumoh), diaper rush (Marmi, 2014: 210).

c. Riwayat Persalinan

Riwayat persalinan dan kelahiran harus ditinjau ulang. Usia gestasi pada

waktu kelahiran, lama persalinan, presentasi janin, dan rute kelahiran harus

dicatat. Lamanya ketuban pecah, demam pada ibu, dan cairan amnion yang berbau

adalah faktor risiko signifikan untuk atau prediktor infeksi neonatal. Cairan

amnion berwarna mekonium meningkatkan risiko penyakit pernafasan. Medikasi

selama persalinan seperti analgesik, anestetik, magnesium sulfat, dan glukosa

dapat mempengaruhi perilaku dan metabolisme bayi baru lahir. Jenis kelamin

bayi, berat badan lahir, dan nilai APGAR dicatat serta adanya kebutuhan resusitasi

(Walsh, 2012: 368).

d. Riwayat Nifas

Riwayat yang perlu ditinjau ulang pada bayi sejak lahir yaitu pola menyusui,

berkemih, defekasi, tidur, dan menangis (Walsh, 2012: 368). Meninjau catatan

kelahiran bayi tentang tanda-tanda vital dan perilaku bayi baru lahir yang positif

antara lain mengisap, kesadaran. Perilaku mengkhawatirkan bayi meliputi letargi,


102

aktivitas menghisap yang buruk atau tidak ada, dan tangisan yang abnormal

(Varney, Kriebs, & Gegor, 2008: 917).

e. Pola Kebiasaan Sehari-hari

1) Nutrisi

Kemampuan bayi baru lahir cukup bulan untuk menelan dan mencerna

sumber makanan dari luar terbatas. Kapasitas lambung pada bayi tersebut cukup

terbatas, kurang dari 30 cc untuk bayi baru lahir cukup bulan (Varney, Kriebs, &

Gegor, 2008: 885). Berikan ASI sesering mungkin sesuai keinginan ibu (jika

payudara penuh) dan harus sesuai juga dengan keinginan bayi setiap 2 – 3 jam

bergantian pada payudara kanan dan kiri (Marmi, 2014: 73). Berikut merupkan

kebutuhan minum pada neonatus, yaitu dapat dilihat pada tabel 2.14.

Tabel 2.14
Kebutuhan Dasar Cairan dan Kalori Pada Neonatus

Hari kelahiran Cairan/Kg/hari Kalori/kg/hari

Hari ke-1 60 ml 40 kal


Hari ke-2 70 ml 50 kal
Hari ke-3 80 ml 60 kal
Hari ke-4 90 ml 70 kal
Hari ke-5 100 ml 80 kal
Hari ke-6 110 ml 90 kal
Hari ke-7 120 ml 100 kal
Sumber: Saifuddin, Abdul bari, 2014. Buku Acuan Nasional Pelayanan Maternal Neonatal
Jakarta: YBPSP.

2) Eliminasi

Bayi memiliki feses lengket berwarna hitam kehijauan selama dua hari

pertama yang disebut mekonium. Feses bayi yang diberi ASI akan berubah warna

menjadi hijau-emas, lunak, dan terlihat seperti bibit (seedy). Normalnya bayi akan
103

berkemih 8 sampai 10 kali sehari. Urin encer, berwarna kuning, dan tidak berbau

(Walsh, 2012: 378). Defekasi mungkin 3–8 kali sehari (Wiknjosastro, 2006: 256).

3) Istirahat dan tidur

Bayi baru lahir tidur 16–18 jam sehari, paling sering waktu tidurnya 45 menit

sampai 2 jam (Walsh, 2012: 378).

4) Personal hygiene

Mandikan bayi 6 jam setelah lahir dengan menggunakan air hangat. Bayi

harus tetap berpakaian dan diselimuti setiap saat, memakai pakaian yang kering

dan lembut. Ganti popok dan baju jika basah. Selalu cuci tangan dengan sabun

dan air bersih mengalir sebelum dan sesudah memegang bayi. Jangan memberikan

apapun pada tali pusat. Rawat tali pusat terbuka dan kering. Bila tali pusat kotor

atau basah, cuci dengan air bersih dan sabun mandi dan keringkan dengan kain

bersih (Kemenkes RI, 2016: 34).

5) Aktifitas

Bayi yang normal melakukan gerakan-gerakan tangan dan kaki yang simetris

pada waktu bangun. Adanya tremor pada bibir, kaki dan tangan pada waktu

menangis adalah normal, tetapi bila hal ini terjadi pada waktu tidur, kemungkinan

gejala kelainan yang perlu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut (Saifuddin, 2014:

137). Bayi dapat menangis sedikitnya 5 menit per hari sampai sebanyak-

banyaknya 2 jam per hari, bergantung pada temperamen individu. Alasan paling

umum untuk menangis adalah lapar, ketidaknyamanan karena popok basah, suhu

ekstrim dan stimulasi berlebihan (Walsh, 2012: 377).

f. Psikososial
104

Interaksi yang berkualitas antara orang tua dan anak yang optimal dapat

membuat anak merasa nyaman di dekat orang tua (Armini, Sriasih, & Marhaeni,

2017: 42). Bayi sangat peka terhadap sentuhan, menikmati kontak kulit ke kulit,

gerakan mengayuh, dibuai, dan diayun. Refleks menggenggam mempererat

hubungan dengan ibu (Fraser & Cooper, 2009: 712-713).

2. Data Obyektif

a. Pemeriksaan Umum

1) Keadaan Umum

Bayi yang sehat tampak kemerah-merahan, aktif, tonus otot baik, menangis

keras, minum baik, suhu 36,5˚C–37˚C (Wiknjosastro, 2006: 256). Wajah, bibir dan

selaput lendir, dada harus berwarna merah muda, tanpa adanya kemerahan atau

bisul (Pritasari, Rohsiswatmo, & Weber, 2010: 18) .

2) Tanda-Tanda Vital

a) Suhu

Suhu dapat diukur melalui aksila atau secara eletronik melalui telinga. Suhu

tubuh normal 36,5˚ sampai 37,5˚C (Walsh, 2012: 369). Jika suhu tubuh dibawah

36,5oC maka bayi mengalami hipotermia (Marmi, 2014: 25).

b) Pernafasan

Pernafasan normal bayi baru lahir adalah 40-60 kali per menit, tidak ada

wheezing dan ronchi (IBI, 2016: 135).

c) Denyut jantung
105

Frekuensi jantung bayi 120 sampai 160 kali per menit ketika istirahat. Karena

pernafasan dan frekuensi jantung bayi normalnya berfluktuasi ketika bayi

berespon terhadap berbagai stimulasi selama pemeriksaan (Walsh, 2012: 369).

b. Pemeriksaan Antoprometri

1) Berat badan

Berat badan bayi lahir normal adalah 2500-4000 gram (IBI, 2016: 135). Berat

badan bayi tergantung dengan faktor genetik, ras, gizi, plasenta (IBI, 2016: 138).

Berat badannya dapat berkurang 10% selama beberapa hari pertama kehidupan,

tetapi harus meningkat kembali dalam 2 minggu setelah kelahiran. Selanjutnya

peningkatan bervariasi secara individual tetapi rata-rata 160 g/minggu adalah

normal selama bulan pertama (Walsh, 2012: 368).

2) Panjang Badan (PB)

Pengukuran panjang dilakukan dari ujung kepala sampai ke tumit, panjang

badan yang normal adalah 45-50 cm (IBI, 2016: 136). Pertambahan panjang yaitu

2 cm per bulan pada 6 bulan pertama (Ladewig, 2006: 157).

3) Lingkar Kepala (LK)

Lingkar kepala didapatkan dengan menggunakan pita pengukur yang

dilingkarkan ke occipito, pada bagian atas telinga, dan pada bagian atas alis.

Peningkatan lingkar kepala dapat menunjukkan peningkatan tekanan intrakranial

(Walsh, 2012: 368-369). Ukuran lingkar kepala (occipito-frontal) yang rata-rata

sekitar 35 cm. Waspada jika lingkar kepala < 33cm atau >37 cm (IBI, 2016: 143).

4) Lingkar Dada (LD)


106

Mengukur lingkar dada yaitu dengan meletakkan pita ukur pada tepi terendah

skapula dan tarik pita mengelilingi bagian anterior di atas garis puting (Armini,

Sriasih, & Marhaeni, 2017:18). Normalnya adalah 30-33 cm (IBI, 2016: 138).

c. Pemeriksaan Fisik

1) Kepala

Pada hari pasca partum pertama, kedua fontanel harus dapat diraba dengan

mudah dan tidak menonjol dan meregang (Walsh, 2012: 369). Terjadi molase dan

hilang sendiri dalam beberapa hari setelah persalinan (Fraser & Cooper, 2009:

712). Tidak terjadi kelainan seperti besar, bentuk, molding, sutura

tertutup/melebar, kaput suksedaneum, hematoma-sefal, (Wiknjosastro, 2006:

251). Pada Ubun-Ubun Besar (UUB) akan dilihat proses penutupan setelah umur

12-18 bulan dan Ubun-Ubun Kecil (UUK) menutup pada umur 2 bulan (IBI,

2016: 136).

2) Mata

Periksa mata akan tanda-tanda infeksi dan kelainan. Menilai ada tidaknya

Strabismus (koordinasi gerakan mata yang belum sempurna), kebutaan seperti

jarang berkedip atau sensitifitas terhadap cahaya berkurang, katarak konginetal,

apabila pupil berwarna putih (IBI, 2016: 137). Kemerahan pada konjungtiva dapat

mengidentifikasikan adanya infeksi (Walsh, 2012: 370).

3) Hidung

Normalnya tidak ada pernafasan cuping hidung, jika cuping hidung

mengembang menunjukkan adanya gangguan pernafasan (Marmi, 2014: 57).


107

Simetris, ada digaris tengah hidung dan membran mukosa harus berwarna merah

muda dan lembab.tidak ada pernapasan cuping hidung (Walsh, 2012: 370).

4) Bibir dan Mulut

Periksa langit-langit, bibir, reflek hisap dan rooting (IBI, 2016: 137).

Perhatikan kelainan konginetal yang dapat dijumpai yaitu labio skisis, labio

palato skisis, labio palato genato skisis (Saifuddin, 2014: 137).

5) Telinga

Tulang kartilago telinga telah sempurna dibentuk (Fraser & Cooper, 2009:

709). Pendengaran harus baik, bayi harus terkejut dengan bunyi keras dan mampu

memalingkan perhatian ke arah suara yang dikenalnya (Walsh, 2012: 370).

6) Leher

Periksa adanya pembesaran atau benjolan dengan mengamati pergerakan

leher apabila terjadi keterbatasan dalam pergerakannya maka kemungkinan terjadi

kelainan pada tulang leher seperti kelainan tiroid (IBI, 2016: 137).

7) Dada

Perhatikan bentuk dada dan puting susu bayi. Jika tidak simetris

kemungkinan bayi mengalami pneumotoraks, hernia diagfragma (IBI, 2016: 137).

8) Punggung

Lakukan perabaan pada punggung untuk memastikan tidak adanya cekungan

atau benjolan atau spina bifida (IBI, 2016: 138).

9) Abdomen

Normalnya abdomen simetris, lunak, bulat, tidak menonjol atau cekung

(Walsh, 2012: 371). Perut bayi datar, teraba lemas. Tali pusat tidak ada

perdarahan, pembengkakan, nanah, bau yang tidak enak pada tali pusat atau

kemerahan sekitar pusat (Pritasari, Rohsiswatmo, & Weber, 2010: 18).


108

10) Genetalia

a) Laki-laki

Testis berada pada skrotum dan pastikan jumlah normalnya 2 (dua) buah.

Penis berlubang dan pastikan lubang ada ditengah dan diujung penis (IBI, 2016:

137)

b) Perempuan

Terdapat labia mayor dan labia minor (IBI, 2016: 137). Labia mayora secara

utuh menutup klitoris (Armini, Sriasih, & Marhaeni, 2017: 21).

c) Anus

Terlihat lubang anus dan periksa apakah mekonium sudah keluar, biasanya

mekonium keluar dalam 24 jam setelah lahir (Pritasari, Rohsiswatmo, & Weber,,

2010: 19).

11) Ekstermitas

Periksa gerakan, dan kelengkapan jari tangan maupun kaki untuk mengetahui

adanya kelemahan, kelumpuhan dan kelainan bentuk jari (IBI, 2016: 138).

Normalnya ekstremitas atas simetris, tidak ada sindaktili, tidak adaktili dan tidak

polidaktili. Sindaktili adalah penyatuan atau penggabungan jari-jari, dan

polidaktili menunjukkan jari ekstra. Kuku jari harus ada pada setiap jari (Walsh,

2012: 371-372). Lihat apakah kaki posisinya baik atau bengkok ke dalam atau

keluar. Lihat gerakan ekstremitas simetris atau tidak (Pritasari, Rohsiswatmo, &

Weber, 2010: 19).

12) Kulit
109

Perhatikan adanya verniks, pembengkakan atau bercak hitam serta tanda lahir

(IBI, 2016: 138). Dalam keadaan normal, kulit berwarna kemerahan kadang-

kadang didapatkan kulit yang mengelupas ringan. Pengelupasan yang berlebihan

harus dipikirkan kemungkinan adanya kelainan. Bercak-bercak besar biru yang

sering terdapat di sekitar bokong yang disebut Mongolian Spot akan menghilang

pada umur 1–5 tahun (Saifuddin, 2014: 137). Wajah, bibir dan selaput lendir, dada

harus berwarna merah muda, tanpa adanya kemerahan atau bisul (Pritasari,

Rohsiswatmo, & Weber, 2010: 18).

d. Pemeriksaan Neurologis

Pemeriksaan neurologis merupakan indikator integritas sistem saraf. (Varney,

Kriebs, & Gegor, 2008: 923). Menurut IBI (2016: 139), refleks merupakan

gerakan naluri untuk melindungi bayi. Reflek pada 24-36 jam pertama postpartum

adalah :

1) Refleks Glabellar

Ketuk daerah pangkal hidung secara pelan-pelan dengan menggunakan jari

telunjuk pada saat mata terbuka. Bayi akan mengedipkan mata pada 4-5 ketukan

pertama.

2) Reflek mencari (rooting)

Bayi menoleh kearah benda yang menynetuh pipi. Misalnya mengusap pipi

bayi dengan lembut, menolehkan kepalanya kearah jari kita dan membukan

mulutnya.

3) Reflek menghisap (sucking)


110

Didapat saat sisi mulut bayi baru lahir atau dagunya disentuh. Sebagai respon

bayi akan menoleh ke samping untuk mencari sumber objek, dan membuka

mulutnya untuk menghisap.

4) Refleks menelan (swallowing)

Kumpulan ASI di dalam mulut bayi mendesak otot-otot di daerah mulut dan

faring untuk mengaktifkan refleks menelan dan mendorong ASI ke dalam

lambung bayi.

5) Refleks menggenggam

Didapat dengan cara menstimulasi telapak tangan bayi dengan sebuah obyek,

atau dengan jari pemeriksa. Respons bayi berupa menggenggam dan memegang

dengan erat, sehingga dapat diangkat sebentar dari tempat tidur.

6) Refleks babinsky

Gores telapak kaki, dimulai dari tumit, gores sisi lateral telapak kaki kearah

atas kemudian digerakkan jari sepanjang telapak kaki. Bayi akan menunnjukkan

respon berupa semua jari kaki hiperekstensi dengan ibu jari dorsofleksi.

7) Refleks morro

Didapat dengan cara memberikan isyarat kepada bayi, dengan cara teriakan

kencang atau gerakkan yang mendadak. Respon bayi baru lahir berupa

menghentakkan tangan dan kaki lurus kearah keluar, sedangkan lutut fleksi.

Tangan kemudian akan kembali lagi ke arah dada seperti posisi bayi dalam

pelukan.

8) Refleks muntah
111

Refleks yang berlangsung muncul jika terlalu banyak cairan yang tertelan.

Lendir atau mukus akan dikeluarkan untuk membersihkan saluran nafas.

9) Refleks berjalan

Bayi menggerak-gerakkan tungkainya dalam suatu gerakan berjalan atau

melangkahkan jika diberikan dengan cara memegang lengannya sedangkan

kakinya dibiarkan menyentuh permukaan yang keras.

e. Pemeriksaan SDIDTK

Menurut Kemenkes RI (2016: 16) pemeriksaan tumbuh kembang pada

neonatus usia 0-28 hari, yaitu pada usia 0 bulan dilakukan deteksi dini

penyimpangan, pertumbuhan yang dilakukan yaitu BB/TB dan Lingkar kepala.

2.4.2 Diagnosa Kebidanan

Neonatus usia 0–28 hari, jenis kelamin laki-laki/perempuan, keadaan

umum baik. Kemungkinan masalah bercak putih (thrush) di mulut, cradle cap

(kerak topi) atau seborrhea, miliariasis (Pritasari, Rohsiswatmo, & Weber,

2010:72-77). Regurgitasi (gumoh), diaper rush (Marmi, 2014: 210). Prognosa

baik.

2.4.3 Perencanaan

Diagnosa : Neonatus usia 0–28 hari, jenis kelamin laki-laki/perempuan,

keadaan umum baik, prognosa baik.

Tujuan : Bayi baru lahir dapat melewati masa transisi dari intrauterin ke

ekstrauterin tanpa terjadi komplikasi.

Kriteria hasil menurut Varney, Kriebs, & Gegor (2008: 897) sebagai berikut :
112

1. Suhu bayi normal (36,5˚C–37,5˚C), seluruh tubuh hangat, tidak sianosis. Bayi

tidak mengalami gangguan nafas (respirasi 40–80 x/menit, nadi 120–140

x/menit).

2. Bayi dapat menyusu kuat dan lancar.

3. BAB 1–4 kali setiap hari, warna hijau kekuningan, lunak. BAK 5 kali atau

lebih setiap hari.

4. BB bayi turun tidak lebih dari 10 % dalam 10 hari pertama setelah lahir.

5. Tali pusat menjadi warna hitam dan keras, tidak ada pus atau darah yang keluar

dari putung tali pusat.

Intervensi menurut Kemenkes RI (2016: 32) :

1. Jelaskan hasil pemeriksaan pada ibu tentang kondisi bayinya

Rasional: ibu mengetahui kondisi bayinya sehingga lebih kooperatif setiap

tindakan yang diberikan (Marmi, 2011: 87).

2. Jelaskan tanda-tanda BBL sehat meliputi bayi lahir langsung menangis, tubuh

bayi kemerahan, bergerak aktif, berat badan 2500-4000 gram, bayi menyusu

dari payudara ibu dengan kuat.

Rasioanal: ibu mengetahui kondisi bayinya dan mampu mendeteksi dini tanda

bahaya pada bayinya (Marmi, 2011: 87).

3. Jelaskan mengenai perawatan BBL meliputi:

a. Pemberian ASI : segera lakukan IMD. Kolostrum mengandung zat

kekebalan tubuh, langsung berikan pada bayi, jangan dibuang. Berikan ASI

saja sampai berusia 6 bulan (ASI Eksklusif).


113

b. Cara menjaga kehangatan bayi : jangan tidurkan bayi di tempat yang dingin

atau banyak angin. Jaga bayi tetap hangat dengan gunakan topi, kaos kaki

dan tangan, dan pakaian yang hangat pada saat tidak ada dalam dekapan.

Jika berat lahir < 2500 gram lakukan metode kanguru (dekap bayi di dada

ibu/bapak/anggota keluarga lain kulit bayi menempel dengan kulit

ibu/keluarga).

c. Perawatan tali pusat : seperti penjelasan pada halaman 103.

Rasional: ibu dapat merawat bayinya dengan baik dan tidak terjadi komplikasi

pada bayinya.

4. Jelaskan tanda bahaya bayi meliputi tidak mau menyusu, kejang, lemah, sesak

nafas, bayi merintih atau menangis terus menerus, tali pusat kemerahan, berbau

dan bernanah, demam, mata bernanah, diare, kulit kuning, tinja berwarna

pucat.

Rasional: ibu dapat mendeteksi dini tanda bahaya yang mungkin terjadi pada

bayinya dan segera membawa bayinya ke fasilitas kesehatan.

5. Beri ASI setiap 2–3 jam atau secara on demand.

Rasional: ASI diberikan 2–3 jam sebagai waktu untuk mengosongkan lambung

(Armini, Sriasih, & Marhaeni, 2017:131).

6. Jelaskan mengenai manfaat ASI, meliputi: sehat, praktis,dan tidak butuh biaya,

meningkatkan kekebalan alamiah pada bayi, mencegah perdarahan pada ibu

nifas, menjalin kasih sayang ibu dan bayi, mencegah kanker payudara.

Rasional: setelah mengetahui manfaat pemberian ASI, ibu mau menyusui

bayinya.
114

7. Jemur bayi di matahari pagi jam 7–9 selama 10 menit.

Rasional: menjemur bayi di matahari pagi jam 7–9 selama 10 menit akan

mengubah senyawa bilirubin menjadi senyawa yang mudah larut dalam air

agar lebih mudah diekskresikan (Armini, Sriasih, & Marhaeni, 2017: 165).

8. Jadwalkan imunisasi untuk bayi

Rasional : dengan penjadwalan imunisasi maka orang tua aka lebih paham

kapan waktu untuk mengimunisasikan bayinya (Wiknjosastro, 2014: 131).

9. Anjurkan dan ajarkan pada ibu cara untuk menstimulasi bayinya.

Rasional: stimulasi dapat dilakukan sedini mungkin dan setiap saat agar

perkembangan bayi menjadi optimal.

10. Lakukan pemeriksaan SDIDTK dan jelaskan pada ibu pentingnya SDIDTK

untuk bayinya.

Raisonal: untuk mendeteksi dini dan menstimulasi bayi agar pertumbuhan

dan perkembangan bayi menjadi optimal.

11. Lakukan kunjungan neonatus sesuai jadwal yaitu pada usia 6 – 48 jam (KN

1), usia 3 - 7 hari (KN 2), usia 8 – 28 hari (KN 3).

Rasional: evaluasi hasil, perkembangan, dan kemajuan yang berkaitan dengan

keadaan umum bayi (Wiknjosastro, 2008: 140).

Intervensi masalah/keluhan utama:

1. Masalah 1 : oral trush

Tujuan : oral trush tidak terjadi (Marmi, 2014: 211).

Kriteria : mulut bayi tampak bersih (Marmi, 2014: 211).

Intervensi menurut Marmi (2014: 211) :

a. Bersihkan mulut bayi setelah selesai menyusu menggunakan air matang


115

Rasional : mulut yang tidak dibersihkan setelah menyusu maka akan timbul

kerak dan terlihat kotor.

b. Bila bayi minum menggunakan susu formula, cuci bersih botol dan dot susu,

setelah itu diseduh dengan air mendidih atau direbus hingga mendidih

sebelum digunakan.

Rasional : botol dan dot akan lebih steril dan kuman yang ada pada botol dan

dot susu akan mati.

c. Bila bayi menyusu ibunya, bersihkan puting susu sebelum menyusui.

Rasional : menghindari kuman yang menempel pada puting susu.

2. Masalah 2 : cradle cap atau seborrhea (kerak kepala)

Tujuan : tidak terjadi seborrhea

Kriteria : tidak timbul kerak pada kepala (Marmi, 2014: 222).

Intervensi menurut Varney, Kriebs, & Gegor (2007: 940) :

a. Lakukan masase lembut pada kulit kepala dengan minyak zaitun.

Rasional: minyak zaitun merupakan pelumas yang dapat membantu untuk

mengangkat kerak.

b. Bersihkan kepala bayi dengan menggunakan sampho setiap hari.

Rasional : seborrhea tidak akan muncul bila kepala dibersihkan dengan

sampho setiap hari.

3. Masalah 3 : milliariasis

Tujuan : tidak terjadi milliariasis (Pritasari, Rohsiswatmo, & Weber, 2010:

77).

Kriteria : kulit tidak kemerahan, tidak timbul gelembung cair pada kulit,

tidak timbul rasa gatal pada kulit.


116

Intervensi menurut Marmi (2014: 229-230) :

a. Gunakan pakaian yang tipis dan menyerap keringat.

Rasional : prinsip penatalaksanaan milliariasis adalah mengurangi

penyumbatan keringat.

b. Upayakan untuk menciptakan lingkungan dengan kelembaban yang cukup

serta sejuk.

Rasional : salah satu penyebab milliariasis adalah udara yang panas dan

ventilasi udara yang kurang.

c. Jangan beri bedak pada daerah yang basah.

Rasional : bedak dapat menyebabkan gumpalan sehingga dapat

memperparah sembatan kelenjar.

4. Masalah 4 : Regurgitasi atau gumoh

Tujuan : Bayi tidak gumoh setelah minum (Marmi, 2014: 207).

Kriteria : bayi tidak gumoh setelah minum, bayi tidak rewel.

Intervensi menurut Marmi (2014 : 208-209):

a. Sendawakan bayi selesai menyusu.

Rasional : bersendawa membantu mengeluarkan udara yang masuk ke perut

bayi setelah menyusu.

b. Hentikan menyusui bila bayi mulai rewel atau menangis.

Rasional : mengurangi masuknya udara yang berlebihan.

5. Masalah 5 : ruam popok atau diaper rush

Tujuan : tidak terjadi ruam popok (Marmi, 2014: 213)


117

Kriteria : pada daerah pantat, alat kelamin, perut bawah paha atas tidak

kemerahan, bayi tampak nyaman.

Intervensi menurut Marmi (2014: 213-216):

a. Jagalah popok dan daerah yang tertutup popok agar tetap bersih dan kering.

Rasional : popok yang basah dapat menjadi tempat timbulnya jamur.

b. Jangan gunakan tisu basah atau pembersih apapun yang mengandung

alkohol dan parfum ketika membersihkan daerah yang tertutup popok.

Rasional : alkohol membuat kulit bayi menjadi kering dan parfum

memungkinkan terjadinya alergi pada kulit bayi yang sensitif. Sedangkan

kulit bayi yang kering dan sensitif akan mempermudah terjadinya iritasi

c. Hindari pemakaian popok yang terlalu ketat.

Rasional : karena selain dapat mencegah udara yang masuk, popok yang

terlalu ketat akan meninggalkan bekas memerah pada daerah popok

d. Perhatikan kebersihan kulit dan bersihkan secara keseluruhan.

Rasional : kulit yang tidak bersih akan sangat mudah mengalami ruam

popok.

e. Oleskan krim Hidrokortison 1% jika tidak terjadi iritasi.

Rasional : krim Hidrokortison dapat membantu mengurangi inflamasi jamur.

2.4.4 Pelaksanaan

2.4.5 Evaluasi

Petugas
2.5 Asuhan Kebidanan KB Pascasalin

2.5.1 Pengkajian Data


118

1. Data Subyektif

a. Biodata

1) Umur

Untuk wanita usia < 20 tahun menggunakan alat kontrasepsi untuk menunda

kehamilan, usia 20-35 tahun untuk menjarangkan kehamilan, dan usia >35 tahun

untuk mengakhiri kesuburan (Affandi et al, 2013:U-9). Untuk menghindari risiko

kehamilan, ibu yang berusia di bawah 17 tahun belum memiliki panggul yang

terbentuk sempurna sehingga menjadi alasan untuk menggunakan KB (Klein,

Miller, & Thomson, 2012: 311).

2) Pekerjaan

Ibu yang sibuk atau mereka yang memiliki jadwal tidak dapat diduga, tidak

cocok untuk menggunakan metode yang memerlukan kunjungan lebih sering ke

klinik (Glasier & Gebbie, 2006: 18).

b. Keluhan Utama

Keluhan utama pada ibu pascasalin menurut Affandi et al (2013: U-8) adalah

usia 20-35 tahun ingin menjarangkan kehamilan dan usia >35 tahun tidak ingin

hamil lagi.

c. Riwayat Kesehatan

Ibu yang menderita kanker payudara atau memiliki riwayat kanker payudara,

DM yang disertai dengan komplikasi, perdarahan pervaginam yang belum tentu

penyebabnya, dan ibu yang mengalami gangguan haid (amenorhea) tidak

diperbolehkan untuk menggunakan kontrasepsi suntikan progestin (Affandi et al,

2013: MK-45). Ibu yang memiliki penyakit tuberkulosis, epilepsi, riwayat stroke,
119

mioma uterus, kanker payudara tidak boleh menggunakan minipil (Affandi et al,

2013: MK-52). Kontrasepsi implan dapat digunakan pada ibu yang menderita

tekanan darah < 180/105 mmHg, sefalgia (Affandi et al, 2013: MK-66).

Ibu tidak diperkenankan menggunakan Alat Kontrasepsi Dalam Rahim

(AKDR) apabila memiliki penyakit perdarahan pervaginam yang tidak diketahui

(sampai dapat dievaluasi), infeksi alat genetal (vaginitis, servisitis), tiga bulan

terakhir sedang mengalami/sering menderita Penyakit Radang Panggul

(PRP)/abortus septik, kelainan bawaan uterus yang abnormal, penyakit trofoblas

yang ganas, TBC pelvic, kanker alat genital (Affandi et al, 2013: MK-83).

d. Riwayat Kebidanan

1) Haid

Pada ibu yang menggunakan KB MAL, ketika mulai mendapatkan haid lagi,

itu pertanda ibu sudah subur kembali dan harus segera mulai menggunakan KB

lain disamping MAL (Affandi et al, 2013: MK-4). Ibu yang memiliki riwayat

disminorhea berat, jumlah darah haid yang banyak, haid yang irreguler atau

perdarahan bercak (spotting) tidak dianjurkan menggunakan alat kontrasepsi IUD

(Hartanto, 2010: 209). Penggunaan KB hormonal (suntikan) diperbolehkan pada

ibu dengan haid teratur dan tidak ada perdarahan abnormal dari uterus.

Penggunaan KB hormonal ini mempunyai efek pada pola haid tetapi tergantung

pada lama pemakaian. Perdarahan inter-menstrual dan perdarahan bercak

berkurang dengan berjalannya waktu (Hartanto, 2010: 169). Penggunaan

kontrasepsi progestin menyebabkan siklus haid yang memendek atau memanjang,

perdarahan haid banyak atau sedikit, perdarahan bercak (spotting), dan terkadang
120

tidak haid sama sekali (Affandi et al, 2013: MK-44). Kontrasepsi pil progestin

(minipil) ini dapat dianjurkan untuk ibu yang jumlah darah haid yang banyak

disertai nyeri haid (Affandi et al, 2013: MK-51).

2) Riwayat Kehamilan, Persalinan dan Nifas yang lalu

Ibu dengan riwayat abortus/keguguran ataupun setelah melahirkan dan

menyusui dapat menggunakan alat kontrasepsi suntik progestin. Tetapi jika

diketahui hamil atau perdarahan yang belum jelas dianjurkan tidak memakai alat

kontrasepsi suntik progestin (Affandi et al, 2013: MK-45). Alat kontrasepsi IUD

tidak diperbolehkan untuk ibu yang memiliki riwayat kehamilan ektopik serta ibu

yang tiga bulan terakhir sedang mengalami atau sering menderita abortus septik

(Affandi et al, 2013: MK-83). IUD dapat diinsersikan segera setelah melahirkan,

selama 48 jam pertama, atau setelah 4 minggu pasca persalinan dan 6 bulan

setelah KB MAL (Affandi et al, 2013: MK-87).

Ibu yang sedang menyusui boleh menggunakan kontrasepsi suntikan

progestin, minipil, implan dan AKDR (Affandi et al, 2013: MK-45, MK-53, MK-

68, MK-70). Penggunaan kontrasepsi progesteron tidak ada efek yang merugikan

pada ibu menyusui, dan tidak mengurangi jumlah atau kualitas ASI (Glasier &

Gabbie, 2006: 89).

3) Riwayat KB

Pada ibu yang telah menggunakan alat kontrasepsi perlu dikaji mengenai

lama pemakaian serta keluhan yang dirasakan selama pemakaian (Marmi, 2011:

158). Ibu yang pernah menggunakan KB IUD dan mengalami problem ekspulsi

IUD, ketidakmampuan mengetahui tanda-tanda bahaya dari IUD,


121

ketidakmampuan untuk memeriksa sendiri ekor IUD merupakan kontraindikasi

untuk menggunakan KB IUD (Hartanto, 2010: 209). Alat kontrasepsi suntik

progestin dapat digunakan oleh ibu pasca menggunakan kontrasepsi jenis apapun

(pil, implant, AKDR) tanpa ada kontraindikasi dari masing-masing jenis

kontrasepsi tersebut (Affandi et al, 2013: MK-45-MK-46).

e. Pola Kebiasaan Sehari-hari

1) Nutrisi

Alat kontrasepsi hormonal Depo Medroxy Progesteron Asetat (DMPA) dapat

merangsang pusat pengendali nafsu makan dihipotalamus yang menyebabkan

akseptor makan lebih banyak daripada biasanya (Hartanto, 2010: 171).

Penggunaan kontrasepsi progestin dikaitkan dengan peningkatan nafsu makan

(Walsh, 2012: 402).

2) Eliminasi

Pada pengguna alat kontrasepsi progestin dapat mempengaruhi dilatasi ureter,

sehingga timbul statis dan berkurangnya waktu pengosongan kandung kencing

karena relaksasi otot (Hartanto, 2010: 124).

3) Istirahat dan Tidur

Ibu yang menggunakan alat kontrasepsi suntikan progestin dapat mengalami

gangguan tidur yang disebabkan karena efek samping dari KB suntik tersebut

(sakit kepala, nervositas) (Affandi et al, 2013:MK-44).

4) Hubungan seksual

Alat kontrasepsi hormonal yang digunakan untuk jangka panjang dapat

menimbulkan kekeringan pada vagina serta menurunkan libido (Affandi et al,


122

2013: MK-44). Apabila hubungan seksual jarang dilakukan, akseptor mungkin

lebih memilih metode kontrasepsi yang hanya digunakan saat melakukan

hubungan seksual (Glasier & Gabbie, 2006: 18).

f. Riwayat Ketergantungan

Ibu yang mengonsumsi obat untuk tuberkulosis (rifampisin), atau obat untuk

epilepsi (fenitoin dan barbiturat) tidak boleh menggunakan pil progestin. Apabila

ibu menggunakan obat rifampisin dan fenitoin atau barbiturat dapat mengurangi

efektivitas dari minipil (Affandi et al, 2013: MK-52 - MK-54). Ibu yang memiliki

kebiasaan merokok tidak dianjurkan untuk menggunakan alat kontrasepsi pil.

Merokok terbukti menyebabkan efek sinergistik dengan pil oral dalam menambah

risiko terjadinya miokard infark, stroke dan keadaan trombo-embolik (Hartanto,

2010: 123).

g. Latar Belakang Budaya

Kontrasepsi metode MAL merupakan pemberian ASI sangat sulit dilakukan

karena kondisi sosial. Hal ini disebabkan karena kurangnya persiapan sejak awal

perawatan kehamilan (Affandi et al, 2013: MK-2).

h. Psikologis

Pada pasangan yang menggunakan metode koitus interuptus memerlukan

kerjasama sepenuhnya dari pihak pria untuk menarik dengan segera sebelum

ejakulasi. Ini dapat menurunkan kenikmatan orgasme pada pria dan wanita

(Walsh, 2012: 398). Pada beberapa akseptor pengguna kontrasepsi suntikan

progestin penambahan berat badan menjadi masalah. Perubahan perasaan (mood)

dan kegelisahan (Affandi et al, 2013: MK-44). Pada pengguna alat kontrasepsi
123

kondom beberapa klien malu untuk membeli kondom di tempat umum (Affandi et

al, 2013:MK-19).

2. Data Obyektif

a. Pemeriksaan Umum

1) Keadaan umum baik, kesadaran komposmentis (Manuaba et al, 2012: 114).

2) Tanda-Tanda Vital

Kontrasepsi hormonal (suntikan progestin dan implan) dapat digunakan pada

ibu dengan tekanan darah <180/110 mmHg (Affandi et al, 2013: MK-45). Denyut

nadi lebih dari 100/menit anjuran untuk menggunakan kontrasepsi nonhormonal

(Affandi et al, 2013: MK-41). Suhu normal 36-37oC, pada akseptor IUD dengan

PRP akan terjadi kenaikan suhu mencapai 38oC atau lebih (Hartanto, 2010: 221).

3) Pemeriksaan Antropometri

a) Berat badan

Salah satu keterbatasan kontrasepsi hormonal yaitu terjadi

peningkatan/penurunan berat badan (Affandi et al, 2013: MK-44, MK-52).

Umumnya pertambahan berat badan tidak terlalu besar, bervariasi antara kurang

dari 1 kg sampai 5 kg dalam tahun pertama. Penyebab pertambahan berat badan

tidak jelas. Tampaknya terjadi karena bertambahnya lemak tubuh (Hartanto,

2010: 171). Affandi et al (2013: MK-50) menambahkan penurunan/kenaikan berat

badan sebanyak 1-2 kg dapat saja terjadi.

b. Pemeriksaan Fisik

1) Muka

Pada penggunaan KB hormonal (progestin) jangka panjang akan

menimbulkan jerawat (Affandi et al, 2013: MK-44). Selain itu, akan timbul
124

hirsutisme (tumbuh rambut/bulu berlebihan di daerah muka) pada pengguna

kontrasepsi progestin, namun keterbatasan ini jarang terjadi (Affandi et al, 2013:

MK-52). Efek samping yang lain dari penggunaan KB implan yaitu bertambahnya

rambut di muka dan timbulnya jerawat (Affandi et al, 2013: MK-63).

2) Mata

Ada peringatan khusus untuk pengguna pil progestin apabila kehilangan

penglihatan atau pandangan kabur (Affandi et al, 2013: MK-54). Pada pengguna

AKDR jika terjadi perdarahan berat pada waktu haid atau diantaranya yang

memungkinkan penyebab anemia (Affandi et al, 2013: MK-81). Tanda ibu

mengalami anemia apabila konjungtiva pucat atau cukup merah sebagai gambaran

tentang anemia secara kasar (Manuaba et al, 2012: 162).

3) Payudara

Pada penggunaan KB pil progestin dapat menyebabkan timbul ketegangan

pada payudara (Affandi et al, 2013: MK-52). Efek samping lain yang mungkin

terjadi pada pengguna kontrasepsi implan adalah payudara terasa lembek (Affandi

et al, 2013: MK-63). Terdapat benjolan/kanker payudara/riwayat kanker payudara

tidak boleh menggunakan implan maupun progestin (Affandi et al, 2013: MK-52).

Affandi et al (2013: MK-70) menambahkan penggunaan AKDR dengan progestin

akan memperburuk perjalanan penyakit kanker payudara.

4) Abdomen

Apabila terjadi kejang diperut setelah pemasangan AKDR. Pastikan dan

tegaskan adanya PRP dan penyebab lain dari kekejangan. Apabila klien

mengalami kejang yang berat, lepaskan AKDR (Affandi et al, 2013: MK-87). Ada

peringatan khusus bagi pengguna AKDR dengan progestin bila disertai nyeri
125

perut bagian bawah yang hebat kemungkinan terjadi kehamilan ektopik.

Kram/nyeri perut bagian bawah, terutama bila disertai dengan tidak enak badan,

demam/mengigil perlu dicurigai kemungkinan infeksi panggul (Affandi et al,

2013: MK-72).

5) Genetalia

Penggunaan KB suntik DMPA lebih sering menyebabkan perdarahan dan

perdarahan bercak (Hartanto, 2010: 170). Efek samping yang ditimbulkan dari

penggunaan AKDR diantaranya mengalami haid yang lebih lama dan banyak,

perdarahan (spotting) antar menstruasi, dan komplikasi lain dapat terjadi

perdarahan hebat pada waktu haid (Affandi et al, 2013: MK-81). Ibu dengan

varises di vulva dapat menggunakan AKDR (Affandi et al, 2013: MK-83).

Sebelum pemasangan AKDR perlu dilakukan pemeriksaan genetalia eksterna,

untuk memeriksa adanya ulkus, pembengkakan kelenjar getah bening, adanya

pembengkakan kelenjar bartholini dan kelenjar skene (Affandi et al, 2013: PK-5).

6) Ekstremitas

AKDR dapat digunakan oleh ibu dengan varises di tungkai (Affandi et al,

2013: MK-83). Setelah pemasangan implan, kemungkinan akan terdapat memar,

bengkak atau sakit di daerah insisi selama beberapa hari dan merupakan hal yang

normal (Affandi et al, 2013: PK-27).

c. Pemeriksaan Penunjang

1) Pemeriksaan dalam bimanual

Lakukan pemeriksaan dalam bimanual untuk menentukan besar, bentuk,

posisi dan mobilitas uterus, serta untuk menyingkirkan kemungkinan-

kemungkinan adanya infeksi atau keganasan dari organ-organ sekitarnya

(Hartanto, 2010: 212).


126

2) Pemeriksaan inspekulo

Untuk memeriksa adanya cairan vagina, servisitas dan mengambil spesimen

pemeriksaan mikroskopis (bila diperlukan) (Affandi et al, 2013: PK-5).

3) Pemeriksaan mikroskopik

Untuk memeriksa adanya jamur, trikomonas, bakterial vaginosis (preparat

basah Saline dan KOH serta pemeriksaan pH) (Affandi et al, 2013: PK-5).

4) Pemeriksaan sonde uterus

Untuk menentukan posisi uterus dan kedalaman kavum uteri (Affandi et al,

2013: PK-6).

2.5.2 Diagnosa Kebidanan

PAPIAH usia 20-35 tahun, anak terkecil usia ...... tahun, calon peserta KB,

belum ada pilihan atau ada pilihan, tidak ada kontraindikasi atau ada

kontraindikasi, keadaan umum baik, prognosa baik.

2.5.3 Perencanaan

Diagnosa : PAPIAH usia 20-35 tahun, anak terkecil usia ...... tahun, calon

peserta KB, belum ada pilihan atau ada pilihan, tidak ada

kontraindikasi atau ada kontraindikasi, keadaan umum baik.

Prognosa baik.

Tujuan : ibu mantap menggunakan KB yang sesuai dengan pilihan

sehingga akan menggunakan kontrasepsi tersebut lebih lama dan

efektif (Affandi et al, 2013: U-3).

Kriteria hasil :

1. Ibu dapat memilih KB yang sesuai dengan keinginan dan kondisinya.


127

2. Ibu mendapat pelayanan KB pascasalin.

3. Ibu menjadi peserta KB pascasalin.

4. Efek samping penggunaan alat kontrasepsi dapat diminimalisir.

5. Tidak ada komplikasi penggunaan alat kontrasepsi pascasalin.

Intervensi menurut Affandi et al (2013: U-3-U-4) yaitu :

1. Sapa dan salam kepada ibu secara terbuka dan sopan.

Rasional : untuk meyakinkan ibu dan membangun rasa percaya diri.

2. Tanyakan kepada ibu informasi tentang dirinya (pengalaman KB, kesehatan

reproduksi, tujuan, kepentingan, harapan).

Rasional : dengan mengetahui informasi tentang ibu dan keinginannya akan

memudahkan untuk dapat membantu ibu dalam menentukan KB apa yang

sesuai dengan keadaannya.

3. Jelaskan pada ibu mengenai beberapa jenis kontrasepsi, meliputi jenis,

keuntungan, kerugian, efektifitas, indikasi dan kontraindikasi.

Rasional : pengetahuan menentukan perilaku seseorang tentang kesehatan,

sehingga setelah diberikan penjelasan ibu dapat mempraktikkan perilaku cara

memilih alat kontrasepsi yang tepat untuk dirinya.

4. Bantulah ibu menentukan pilihannya.

Rasional : ibu akan mampu memilih alat kontrasepsi dengan tepat yang sesuai

dengan keadaan dan kebutuhannya.

5. Diskusikan pilihan tersebut dengan pasangan klien.

Rasional : penggunaan alat kontrasepsi merupakan kesepakatan dari pasangan

usia subur sehingga perlu dukungan dari pasangan klien.


128

6. Jelaskan secara lengkap bagaimana menggunakan kontrasepsi pilihannya.

Rasional: penjelasan lebih lengkap mengenai alat kontrasepsi yang telah

dipilih, akan membuat ibu lebih yakin menggunakan alat kontrasepsi tersebut.

7. Berikan konseling pra pelayanan KB yang telah dipilih.

Rasional: perlu diberikan penjelasan mengenai KB yang telah dipilih meliput

cara kerja, keuntungan, keterbatasan, manfaat, tingkat keberhasilan, cara

pemakaian sehingga lebih yakin dengan KB yang akan digunakan.

8. Berikan pelayanan KB sesuai pilihan ibu.

Rasional: ibu mendapatkan pelayanan KB yang sesuai dengan keadaannya.

9. Berikan konseling pasca pelayanan KB.

Rasional: konseling mengenai efek samping, kembalinya kesuburan, waktu

kontrol, masa aktif penggunaan KB akan membuat ibu lebih memahami

tentang KB yang digunakan.

10. Pesankan pada ibu untuk melakukan kunjungan ulang sesuai jadwal kontrol

atau sewaktu-waktu ada keluhan (amenorrea, spotting/perdarahan bercak,

sakit kepala, penambahan BB, benang IUD hilang, mual, perdarahan hebat).

Rasional : kunjungan ulang digunakan untuk memantau keadaan ibu dan

mendeteksi dini bila terjadi komplikasi atau masalah selama penggunaan alat

kotrasepsi.

11. Lakukan rujukan apabila terdapat masalah/komplikasi.

Rasional : memberikan asuhan kebidanan pada ibu dengan risiko tinggi dan

pertolongan pertama pada kegawatdaruratan.

2.5.4 Pelaksanaan
129

2.5.5 Evaluasi

Petugas
130

BAB 3

TINJAUAN KASUS

Pada BAB ini penulis akan menguraikan asuhan kebidanan pada Ny. “A”

mulai masa hamil trimester III, bersalin, nifas, neonatus dan KB pascasalin

sebagai berikut:

3.1 Asuhan Kebidanan Kehamilan

2.1.1 Pengkajian Data

Langkah pertama adalah mengumpulkan semua informasi kondisi klien.

Tanggal Pengkajian : 06 April 2018, Pukul 09.00 WIB

Tempat Pengkajian : PMB Ny. “T”, S.ST, Baleasri, Kabupaten Magetan

1. Data Subyektif

a. Biodata

Nama : Ny. ”A” Tn. ”S”

Umur : 21 tahun 23 tahun

Agama : Islam Islam

Suku/Bangsa : Jawa/Indonesia Jawa/Indonesia

Pendidikan : SMK SMA

Pekerjaan : IRT Swasta (pelayan di Rumah

makan)

Penghasilan :- ± 1.000.000/bulan

Umur menikah : 20 tahun 22 tahun

Berapa kali menikah : 1 kali 1 kali

Lama menikah : 1 tahun 1 tahun

129
131

Alamat : Baleasri, Magetan

c. Keluhan Utama

Datang ke bidan ingin memeriksakan kehamilannya dengan keluhan bengkak

di kaki kanan dan kiri.

d. Riwayat Kesehatan

1) Riwayat Kesehatan Dahulu dan Sekarang

Ibu dalam keadaan sehat, tidak pernah menderita penyakit dengan gejala

batuk lama, BB menurun, hilang nafsu makan, berkeringat malam hari (TBC),

banyak makan, banyak minum, sering kencing (DM), nyeri perut sebelah kanan,

kuning pada kulit/anggota badan (hepatitis), berkeringat berlebihan di telapak

tangan dan jantung berdebar-debar (jantung) dan tekanan darah tinggi (hipertensi),

tidak pernah mengalami sesak nafas berbunyi (asma), tidak mempunyai penyakit

dengan gejala daya tahan tubuh menurun, mudah jatuh sakit (HIV/AIDS), darah

sukar membeku bila terluka (Hemofilia), influenza, malaise, demam, adanya ruam

kulit dan pembesaran kelenjar getah bening, nyeri pada kelenjar limfe yang

membesar, dapat disertai pneumonia, keputihan, terdapat gelembung-gelembung

di daerah alat kelamin (TORCH), mengalami/merasa lemah, letih, lesu, lunglai,

lemas (anemia). Tidak pernah keputihan yang gatal dan berbau, tidak nyeri saat

BAK (PMS), ibu tidak pernah MRS, tidak pernah menjalani operasi apapun.

2) Riwayat kesehatan Keluarga

Pihak ibu dan suami tidak menderita penyakit menurun (DM, Jantung, Asma,

Hemofili dan Hipertensi), keluarga yang tinggal serumah dengan ibu tidak

menderita penyakit menular (TBC, HIV/AIDS, IMS dan Hepatitis), penyakit

menahun dan tidak mempunyai riwayat keturunan kembar.


132

e. Riwayat Kebidanan

1) Haid

Haid pertama kali umur 12 tahun, siklus haid 28-30 hari, lamanya 8-9 hari.

Konsistensi encer, sedikit gumpalan, berwarna merah segar, tidak mengalami

nyeri haid. Setelah haid ibu mengalami keputihan warna putih bening, konsistensi

encer, tidak berbau dan tidak gatal. HPHT = 26-07-2017, HPL = 02-05-2018

sesuai dengan HPL USG.

2) Kehamilan Sekarang

Selama ini tidak pernah mengalami keguguran. Hamil anak pertama usia

kehamilan 8 bulan. Tahu hamil ketika terlambat haid satu bulan dan dicek sendiri

hasilnya positif kemudian ibu memeriksakan kehamilannya di bidan. Ibu periksa

rutin kebidan 9x dan periksa ke dokter 2x. Pada trimester I ibu periksa 3x, saat

usia kehamilan 7-8 minggu ibu periksa dengan keluhan pusing ringan dan mual

namun tidak mengganggu aktivitas. mendapat terapi Novabion X/1x1, Anelat

X/1x1 dan Calsifar X/1x1. Ibu minum obat rutin sampai habis dan keluhan dapat

teratasi. Ibu mendapat anjuran untuk cek lab. Status imunisasi ibu T5. Pada

trimester II periksa 3x pada usia 22-23 minggu ibu mengalami batuk ringan tidak

mendapatkan terapi hanya anjuran mengenai nutrisi dan istirahat. Ibu melakukan

ANC terpadu pada usia 22-23 minggu dengan hasil normal. Pada trimester III ibu

periksa 3x. Pada usia kehamilan 36-37 minggu ibu mengalami bengkak di kaki

kanan dan kiri namun tekanan darah ibu tidak tinggi dan protein urin negatif, tidak

mendapat terapi namun mendapat konseling cara mengatasi bengkak. Pada

pemeriksaan kali ini ibu tidak mendapat terapi karena obat masih 10 tablet (tablet
133

tambah darah). Ibu melakukan USG sebanyak 1 kali saat usia kehamilan 31-32

minggu hasilnya normal.

3) Keluarga Berencana

Setelah menikah ibu belum pernah menggunakan alat kontrasepsi karena

langsung ingin memiliki anak. Setelah melahirkan anak pertama, ibu berencana

ingin menggunakan KB suntik 3 bulan.

f. Pola Kebiasaan Sehari-hari

1) Nutrisi

Saat hamil muda ibu makan dengan porsi lebih sedikit daripada biasanya

karena mual, porsi makan mulai meningkat saat usia kehamilan menginjak 2

bulan. Ibu makan dengan komposisi nasi, sayur, lauk (telur, ayam, ikan, tahu dan

tempe), buah-buahan (jeruk, apel), tidak ada pantangan, Minum ± 4 liter/hari, Ibu

tidak minum susu ibu hamil.

2) Eliminasi

BAB teratur 1 x sehari, konsistensi lunak, warna kuning, tidak ada keluhan

BAB. BAK 10-12 kali sehari, urine warna kuning jernih, ibu sering BAK namun

tidak mengganggu aktivitas.

3) Istirahat

Ibu istirahat siang ±1 jam, tidur malam ± 7-8 jam. Tidak ada keluhan.

4) Aktifitas

Ibu melakukan pekerjaan ibu rumah tangga seperti menyapu, mencuci piring.

Ibu tidak pernah mengangkat benda berat. Ibu rutin jalan-jalan pagi ± 30 menit

sehari. Saat jalan-jalan pagi tidak ada keluhan.


134

5) Personal hygiene

Mandi 2 kali sehari, keramas 2 hari sekali, menggosok gigi setiap kali mandi

dan sebelum tidur, ibu biasanya membersihkan puting susu dengan baby oil setiap

sebelum mandi, genetalia dibersihkan setiap kali BAB dan BAK dari arah depan

ke belakang, ganti pakaian dalam setiap habis mandi atau saat merasa tidak

nyaman. Ganti celana dalam tiap kali BAK atau merasa lembab.

6) Hubungan seksual

Selama hamil ibu melakukan hubungan seksual 2 kali karena suami berkerja

di luar daerah.

g. Riwayat Ketergantungan

Dalam satu rumah, ibu, suami dan orang tua tidak memiliki riwayat

ketergantungan terhadap makanan tertentu, rokok, minuman beralkohol dan obat-

obatan tertentu.

h. Latar belakang sosial budaya

Ibu tidak pernah pijat ke dukun pada bagian perut selama hamil, Ibu pernah

minum jamu (beras kencur) selama hamil hanya 2 kali. Di keluarga masih ada

kebiasaan selamatan.

i. Psikososial dan spiritual

Ibu tinggal bersama orang tua dari ibu karena suami kerja di luar kota.

Kehamilan ini sangat didukung, dinantikan dan diinginkan oleh ibu, suami dan

keluarga. Keluarga berharap baik ibu maupun bayinya dapat lahir dengan selamat.

Ibu sudah mempersiapkan diri, mental dan ekonomi dalam menghadapi

persalinannya nanti. Ibu sudah merasakan kenceng-kenceng meskipun jarang,


135

perasaanya bahagia karena bayi yang ditunggu-tunggu tidak lama lagi akan lahir

dan sedikit merasa cemas karena belum pernah mengalami proses persalinan. Ibu

belum mempunyai pengalaman saat hamil, tetapi ibu selalu mendapat dukungan

oleh keluarganya dan tak segan-segan ibu selalu bertanya ke bidan jika ada

keluhan. Ibu sudah merencanakan persiapan persalinannya dengan penolong

persalinan dan tempat persalinan di PMB Ny “T” S.ST, Wilayah Kabupaten

Magetan.

2. Data Obyektif

a. Pemeriksaan Umum

1) Keadaan umum ibu baik, kesadaran komposmentis, sikap tubuh lordosis, cara

berjalan normal (tidak pincang).

2) TTV

TD : 110/80 mmHg, N : 88 x/menit, S : 36,6 oC, RR : 24 x/menit

b. Pemeriksaan Antropometri

TB : 152,5 cm

BB sebelum hamil : 49 kg

BB periksa terakhir : 66 kg (03-04-2018)

BB sekarang : 66 kg

LILA : 27 cm

49
IMT : = 21,12 (kategori berat badan
(1,525 x 1,525)

normal).

c. Pemeriksaan fisik

Muka Tidak odema, tidak pucat.


136

Mata Simetris, sklera putih, konjungtiva palpebra merah muda,

kelopak mata tidak oedem. Pandangan tidak kabur.

Mulut dan gigi Bibir lembab, tidak ada stomatitis, tidak ada epulis, lidah

bersih, tidak ada karies.

Leher Tidak ada pembesaran kelenjar tyroid dan vena jugularis,

tidak ada pembesaran kelenjar limfe.

Thorax Pernafasan teratur, tidak ada ronchi maupun wheezing, irama

jantung teratur.

Payudara Simetris, tidak ada benjolan abnormal, areola bersih terdapat

hiperpigmentasi, puting bersih menonjol, kolostrum

payudara kanan dan kiri sudah keluar.

Abdomen Pembesaran perut sesuai usia kehamilan, membujur, tidak

ada BSC, pusar ibu datar, sesaat terlihat gerakan janin, ibu

tidak terlihat nyeri saat di palpasi dan tidak ada nyeri tekan.

Genetalia Bersih, tidak ada kondiloma akuminata dan kondiloma

matalata, tidak ada fluor albus, tidak odema, tidak ada

varises, tidak ada pembesaran maupun nyeri tekan pada

kelenjar bartolini maupun skene.

Anus Bersih, tidak ada hemoroid.

Ekstremitas Atas : Simetris, tidak odema, fungsi baik, tidak ada

kelainan.

Bawah : Simetris, odema pada punggung kaki kanan dan

kiri, tidak varises, reflek patella kanan dan kiri


137

positif, fungsi baik, tidak ada kelainan.

d. Pemeriksaan Khusus

1) TFU Mc Donald : 31 cm

2) TBJ Jhonson Tausak : (31-11) x 155 = 3100 gram

3) Palpasi

Leopold I : TFU 3 jari bawah prossesus xypoideus, pada fundus teraba

bagian lunak, kurang bulat, dan tidak melenting (bokong).

Leopold II : Pada perut bagian kanan teraba bagian keras memanjang

seperti papan (punggung). Pada perut sebelah kiri teraba

bagian kecil janin (ekstremitas).

Leopold III: Pada bagian terendah teraba bagian keras tidak dapat

digoyangkan.

Leopold IV : Divergen.

4) Auskultasi

DJJ terdengar tunggal, (+) 144 x/menit (12-12-12) teratur, keras dan kuat,

punctum maksimum 2 jari kanan bawah pusat, tidak terdengar DJJ di tempat lain.

5) Ukuran panggul luar

Distansia spinarum : 25 cm Distansia kristarum : 29 cm

Boudelogue : 20 cm Lingkar panggul : 94 cm

6) Pemeriksaan laboratorium di puskesmas Ngariboyo tanggal 18-01-2018:

Jenis pemeriksaan Hasil


Hemoglobin 12,6 gr%
Golongan darah A
HIV/AIDS Non Reaktif (NR)
HbsAg Negatif
Reduksi urin Negatif
138

Protein urin Negatif

Pemeriksaan laboratorium oleh mahasiswa tanggal 06-04-2018:

Protein urin: ( - ) /Negatif

7) Pemeriksaan USG

Tanggal 3 Maret 2018, dengan hasil:

Janin tunggal, presentasi kepala, belum masuk panggul, implantasi plasenta di

fundus, jenis kelamin laki-laki, TBJ: 2000 gram, HPL: 02-05-2018.

8) Skor Poedji Rochjati

2 skor awal hamil, kategori kehamilan risiko rendah (KRR).

3. Analisis Data

Diagnosa Masalah Data Dasar


1 2
G1P00000, umur kehamilan DS :
36 minggu 3 hari, janin  Ini kehamilan yang pertama dengan usia
tunggal, hidup, kehamilan 8 bulan. HPHT = 26-07-2017,
intrauterin, situs bujur, HPL = 02-05-2018.
habitus fleksi, posisi DO :
puka, presentasi kepala,  Keadaan umum baik, kesadaran
kepala masuk PAP, komposmentis
kesan jalan lahir normal,  TD: 110/80 mmHg, S: 36,6°C, RR:
kehamilan risiko rendah, 24x/menit, N: 88x/menit.
KU ibu dan janin baik.  TB: 152,5 cm, BB: 66 kg.
 IMT: 21,12 (kategori berat badan normal).
 Muka tidak odema, sklera putih, konjungtiva
palpebra merah muda, kelopak mata tidak
oedem dan pandangan tidak kabur.
 Payudara simetris, tidak ada benjolan
abnormal, puting bersih menonjol, kolostrum
payudara kanan dan kiri sudah keluar.
Pembesaran perut sesuai usia kehamilan,
membujur, tidak ada BSC, pusat datar, sesaat
terlihat gerakan janin, ibu tidak terlihat nyeri,
saat di palpasi tidak ada
 Genetalia bersih, tidak ada fluor albus, odema
dan varises, tidak ada pembesaran maupun
139

nyeri tekan pada kelenjar bartolini dan scene.


 Anus tidak ada hemoroid.
1 2
 Ekstremitas atas tidak odema, ekstremitas
bawah odema kanan dan kiri, reflek patella
kanan dan kiri positif
 TFU Mc Donald: 31 cm, TBJ : 3100 gram.
 Palpasi abdomen: TFU 3 jari bawah px,
bokong, punggung kanan, presentasi kepala,
masuk PAP, divergen.
 DJJ terdengar tunggal, (+) 144 x/menit (12-
12-12) teratur, keras dan kuat, punctum
maksimum 2 jari kanan bawah pusat.
 Skor Poedji Rochjati 2 skor awal masuk
kategori KRR.
 Distansia spinarum: 25 cm, distansia
kristarum: 29, boudelogue: 20 cm, Lingkar
panggul 94 cm
 Pemeriksaan Lab puskesmas Ngariboyo
tanggal 18-01-2018, Hb: 12,6 gr%, Golongan
darah: A, HIV/AIDS: NR, HbsAg: (-),
Reduksi urine: (-), Protein urin (-).
Pemeriksaan Lab oleh mahasiswa tanggal 06-
04-2018: Protein urin: (-).
Edema dependen DS:
 Ibu tidak nyaman dengan bengkak di
kakinya.
DO:
 Bengkak dibagian punggung kaki dan mata
kaki kanan kiri.
3.1.2 Diagnosa Kebidanan

G1P00000, umur kehamilan 36 minggu 3 hari, janin tunggal, hidup, intrauterin,

situs bujur, habitus fleksi, posisi puka, presentasi kepala, kepala masuk PAP,

kesan jalan lahir normal, kehamilan risiko rendah, KU ibu dan janin baik dengan

masalah edema dependen, prognosa baik.

3.1.3 Perencanaan

Tanggal : 06 April 2018, Pukul: 09.10 WIB

1. Tujuan :
140

a) Ibu dan bayi sehat sejahtera.

b) Kehamilan dapat berlangsung normal dan dapat lahir pervaginam.

c) Ibu mampu beradaptasi dengan perubahan yang terjadi pada kehamilan

trimester III.

d) Ibu mengerti dan dapat beradaptasi dengan edema.

2. Kriteria :

a. Kesejahteraan ibu

1) Keadaan ibu baik, kesadaran komposmentis.

2) Tanda-tanda vital dalam batas normal :

TD : 100/70-130/80 mmHg, N : 76-88 x/menit, S : 36,5 – 37,5º C, RR : 16-

24 x/menit.

3) Hasil laboratorium yaitu:

Hb > 11 gr %, protein urin, reduksi urin, HIV/AIDS, HbsAg negatif.

4) Setelah istirahat atau tidur, edema berkurang/edema tidak menetap/edema

mengecil (Walsh, 2012: 132).

5) Edema minimal pada ekstremitas bawah tanpa adanya cekungan setelah

tekanan dilepaskan (Walsh, 2012: 132).

6) Tekanan darah sistolik <140 mmHg, diastolik <90 mmHg (Varney, Kriebs,

& Gegor, 2007 : 645).

7) Tidak terdapat gangguan pengelihatan, nyeri kepala dan ulu hati yang

menetap (Varney, Kriebs, & Gegor, 2007: 645).

b. Kesejahteraan janin

1) Keadaan janin baik.


141

2) TFU sesuai dengan usia kehamilan yaitu untuk usia kehamilan 36 minggu

TFU 3 jari di bawah prossesus xypoideus, usia 40 minggu TFU pertengahan

prossesus xypoideus dan pusat, situs bujur, habitus fleksi dan presentasi

kepala.

3) DJJ 120-160 x/menit, kuat, irama teratur.

4) TBJ 3300-4000 gram.

5) Gerakan janin normal, yaitu 10 gerakan dalam 12 jam.

6) Aterm 37-40 minggu.

3. Intervensi :

a. Jelaskan pada ibu tentang hasil pemeriksaan dengan komunikasi terapeutik.

Rasional: pengetahuan tentang kondisi dirinya akan mengubah cara pandang

klien terhadap dirinya sehingga dapat memutuskan tindakan apa yang akan

dilakukan.

b. Jelaskan mengenai penyebab edema dependen.

Rasional: edema dependen disebabkan tekanan pembesaran uterus pada

vena pelvik ketika duduk dan pada vena cava inferior ketika berbaring.

c. Hindari menggunakan pakaian yang ketat.

Rasional: pakaian ketat dapat menghambat aliran balik vena.

d. Posisi menghadap ke samping (miring kiri) saat berbaring.

Rasional: posisi ini dapat memobilisasi bagian yang mengalami edema

dependen.

e. Hindari posisi berdiri untuk waktu lama.


142

Rasional: berdiri terlalu lama dapat menyebabkan penekanan pada vena

dalam panggul.

f. Diskusikan tentang perawatan sehari-hari ibu hamil meliputi nutrisi,

istirahat, kebersihan diri, hubungan seksual, dan aktivitas fisik.

Rasional: ibu dapat merawat dirinya dengan baik sehingga kehamilan dapat

berlangsung dengan aman dan lancar.

g. Jelaskan mengenai hal-hal yang harus dihindari ibu selama hamil meliputi

kerja berat, merokok atau terpapar asap rokok, minum alkohol, tidur

telentang > 10 menit, minum obat tanpa resep dokter, stress berlebihan.

Rasional: ibu mengerti dan mampu menghindari hal-hal tersebut sehingga

kehamilan berlangsung aman dan lancar.

h. Jelaskan tentang ketidaknyamanan dan masalah yang mungkin timbul pada

ibu hamil trimester III.

Rasional: ibu mengerti dan beradaptasi dengan ketidaknyamanan yang

mungkin terjadi.

i. Jelaskan pada ibu tentang tanda bahaya kehamilan trimester III meliputi

perdarahan pada hamil tua, gerakan janin tidak terasa, bengkak kaki, tangan,

dan wajah, atau sakit kepala disertai kejang, air ketuban keluar sebelum

waktunya, demam tinggi, terasa sakit saat kencing atau keluar keputihan

atau gatal didaerah kemaluan, batuk lama (> 2 minggu), jantung berdebar-

debar atau dada nyeri, diare berulang, sulit tidur atau cemas berlebihan

Rasional: ibu mampu mengidentifikasi tanda bahaya dalam kehamilan,

sehingga ibu mengetahui kebutuhan yang harus dipersiapkan untuk


143

menghadapi kemungkinan keadaan darurat dan tidak terjadi komplikasi

lebih lanjut.

j. Jelaskan pada ibu tentang persiapan persalinan (P4K) meliputi taksiran

persalinan, penolong persalinan, tempat persalinan, perlengkapan yang

diperlukan ibu dan bayi, keuangan, donor darah, transportasi dan

pendamping.

Rasional: adanya rencana persalinan akan mengurangi kebingungan,

kekacauan pada saat persalinan dan meningkatkan kemungkinan bahwa ibu

akan menerima asuhan yang sesuai dan tepat waktu serta identifikasi

kebutuhan untuk antisipasi keadaan darurat.

k. Jelaskan tanda awal persalinan meliputi perut mulas yang teratur, timbulnya

semakin sering dan lama, keluar lendir bercampur darah dari jalan lahir atau

keluar cairan ketuban dari jalan lahir.

Rasional: mengidentifikasi kebutuhan yang harus dipersiapkan untuk

mempersiapkan persalinan dan kemungkinan keadaan darurat serta ibu

segera datang pada fasilitas pelayanan kesehatan.

l. Pesankan pada ibu untuk kontrol ulang sesuai jadwal yaitu tanggal 10-04-

2018 atau sewaktu-waktu bila ada keluhan.

Rasional: kunjungan ulang dilakukan untuk mendeteksi adanya komplikasi

kehamilan, persiapan kelahiran dan kesiapan menghadapi kegawatdaruratan.

3.1.4 Pelaksanaan

Tanggal : 06 April 2015, Pukul 09.15 WIB

Diagnosa : G1P00000, umur kehamilan 36 minggu 3 hari, janin tunggal, hidup,

intrauterin, situs bujur, habitus fleksi, posisi puka, presentasi kepala,


144

kepala masuk PAP, kesan jalan lahir normal, kehamilan risiko rendah,

KU ibu dan janin baik dengan masalah edema dependen, prognosa

baik.

Implementasi :

1. Menjelaskan pada ibu tentang hasil pemeriksaan dengan komunikasi

terapeutik.

2. Menjelaskan mengenai penyebab edema dependen.

3. Manganjurkan untuk hindari menggunakan pakaian yang ketat.

4. Manganjurkan untuk berbaring dengan posisi menghadap ke samping (miring

kiri).

5. Mengajurkan untuk hindari posisi berdiri untuk waktu lama.

6. Mendiskusikan tentang perawatan sehari-hari ibu hamil meliputi nutrisi,

istirahat, kebersihan diri, hubungan seksual, dan aktivitas fisik.

7. Menjelaskan mengenai hal-hal yang harus dihindari ibu selama hamil meliputi

kerja berat, merokok atau terpapar asap rokok, minum alkohol, tidur telentang

> 10 menit, minum obat tanpa resep dokter, stress berlebihan.

8. Menjelaskan tentang ketidaknyamanan dan masalah yang mungkin timbul pada

ibu hamil trimester III.

9. Menjelaskan pada ibu tentang tanda bahaya kehamilan trimester III meliputi

perdarahan pada hamil tua, gerakan janin tidak terasa, bengkak kaki, tangan,

dan wajah, atau sakit kepala disertai kejang, air ketuban keluar sebelum

waktunya, demam tinggi, terasa sakit saat kencing atau keluar keputihan atau
145

gatal didaerah kemaluan, batuk lama (> 2 minggu), jantung berdebar-debar

atau dada nyeri, diare berulang, sulit tidur atau cemas berlebihan

10. Menjelaskan pada ibu tentang persiapan persalinan (P4K) meliputi taksiran

persalinan, penolong persalinan, tempat persalinan, perlengkapan yang

diperlukan ibu dan bayi, keuangan, donor darah, transportasi dan

pendamping.

11. Menjelaskan tanda awal persalinan meliputi perut mulas yang teratur,

timbulnya semakin sering dan lama, keluar lendir bercampur darah dari jalan

lahir atau keluar cairan ketuban dari jalan lahir.

12. Memesankan pada ibu untuk kontrol ulang sesuai jadwal yaitu tanggal 10-04-

2018 atau sewaktu-waktu bila ada keluhan.

3.1.5 Evaluasi

Tanggal: 06 April 2018, Pukul: 09.40 WIB

S : 1. Ibu memahami tentang penjelasan yang diberikan oleh petugas.

2. Ibu sudah menentukan penolong persalinan yaitu di tempat bidan, tempat

persalinan di PMB Ny.”T”, S.ST, pendamping persalinan suami dan

keluarga, sudah menyiapkan transportasi yaitu menggunakan motor

milik sendiri dan mobil milik tetangga, dana sudah disiapkan, pendonor

darah adik kadung, kebutuhan ibu dan bayi sudah ditaruh dalam 1 tas.

3. Ibu sudah membersihkan puting dengan baby oil saat mandi.

4. Ibu mengatakan akan periksa ulang tanggal 10-04-2018.

O : 1. Ibu dapat menyebutkan beberapa hal untuk mengatasi bengkak pada

kakinya.
146

2. Ibu dapat menyebutkan kebutuhan dasar ibu hamil trimester III,

ketidaknyamanan, tanda bahaya kehamilan dan tanda-tanda persalinan.

3. Ibu dapat mendemonstrasikan cara membersihkan puting susu dengan

benar.

A : G1P00000, umur kehamilan 36 minggu 3 hari, janin tunggal, hidup,

intrauterin, situs bujur, habitus fleksi, posisi puka, presentasi kepala,

kepala masuk PAP, kesan jalan lahir normal, kehamilan risiko rendah, KU

ibu dan janin baik dengan pengetahuan ibu tentang perawatan dirinya

bertambah.

P : 1. Pesan untuk melakukan kunjungan ulang tiap 1 minggu sekali atau

sewaktu-waktu bila ada keluhan atau tanda-tanda persalinan.

2. Pada kunjungan berikutnya lakukan pemeriksaan kesejahteraan ibu dan

janin yaitu menimbang BB, TTV, TFU, palpasi, auskultasi DJJ,

observasi keluhan ibu, periksa kemungkinan adanya tanda bahaya pada

kehamilan, apabila terdapat tanda bahaya kehamilan segera lakukan

penanganan.

3. Pastikan ibu sudah melaksanakan nasihat yang diberikan atau belum.

4. Beri asuhan kebidanan sesuai kondisi ibu pada kunjungan berikutnya.

Petugas

(Revy Zuliana Asindra Farma)

3.1.6 Kunjungan ANC ke-2

Tanggal : 10 April 2018, pukul 16.00 WIB

Tempat : PMB Ny.”T” S.ST, Kabupaten Magatan


147

S : 1. Ibu ingin memeriksakan kehamilannya dengan keluhan tidak dapat

BAB selama 2 hari.

2. Ibu biasanya BAB 1 kali sehari.

3. Dalam 2 hari ini, ibu kurang makan sayur.

4. Aktivitas seperti biasa, ibu jalan-jalan pagi ± 30 menit, menyapu dan

melakukan aktivitas ringan di rumah.

5. Bengkak dikaki kanan dan kiri sudah berkurang.

6. Obat ibu masih 3 tablet karena saat kunjungan pertama obat masih 10

tablet (tablet tambah darah).

7. Gerak janin aktif.

O : 1. Keadaan umum baik, kesadaran komposmentis.

2. TTV

TD: 120/80 mmHg, S: 36,7°C, RR: 20x/menit, N: 88 x/menit.

3. BB terakhir periksa : 66 kg (tanggal 06-04-2018)

BB sekarang : 66 kg

4. Muka tidak pucat, tidak sembab, mata simetris, konjungtiva palpebra

merah muda, sklera putih, pandangan mata tidak kabur, payudara bersih,

puting bersih menonjol, kolostrum keluar +/+, pernafasan teratur, irama

jantung reguler, pembesaran uterus sesuai usia kehamilan, arah

pembesaran membujur, terkadang terlihat gerakan janin, ekstermitas

atas dan bawah odema sudah berkurang, tidak varises.

5. TFU Mc Donald: 31 cm.

6. TBJ Johnson Tausack: (31-11) x 155 = 3100 gram.


148

7. Pemeriksaan Leopold

TFU 3 jari dibawah prossesus xypoideus, bokong, punggung kanan,

kepala masuk PAP, divergen.

8. DJJ (+) 145 x/menit (12-12-11) teratur, keras dan kuat, punctum

maksimum 3 jari kanan bawah pusat.

A : G1P00000, usia kehamilan 37 minggu, janin tunggal, hidup, intrauterin, situs

bujur, habitus fleksi, posisi puka, presentasi kepala, masuk PAP, kesan

jalan lahir normal dengan masalah konstipasi, kehamilan risiko rendah,

keadaan umum ibu dan janin baik, prognosa baik.

P : 1. Menjelaskan hasil pemeriksaan bahwa keadaan ibu dan janin dalam

kondisi sehat, ibu terlihat lega.

2. Menganjurkan ibu untuk makan tinggi serat seperti sayuran, buah,

kacang-kacangan, ibu bersedia.

3. Menganjurkan ibu untuk mium air putih hangat saat bangun tidur pagi

dan minum air putih minimal 8 gelas/hari, ibu bersedia.

4. Menganjurkan untuk jalan-jalan pagi 20-30 menit secara teratur, ibu

sudah melakukan setiap pagi hari.

5. Memberikan terapi: Anelat X 1x1 dan Calsifar X 1x1, ibu akan minum

obat sesuai anjuran.

6. Menganjurkan ibu untuk kontrol ulang 1 minggu lagi yaitu pada tanggal

17-04-2018 atau sewaktu-waktu bila ada keluhan atau tanda-tanda

persalinan, ibu bersedia datang kembali.

7. Pada kunjungan berikutnya lakukan pemeriksaan kesejahteraan ibu dan


149

janin meliputi timbang BB, TTV, palpasi, auskultasi DJJ, observasi

keluhan oedem dan atasi keluhan pada ibu, periksa apakah ada tanda

bahaya pada kehamilan, apabila terdapat tanda bahaya pada kehamilan

maka lakukan penanganan segera.

8. Pastikan ibu sudah melaksanakan nasihat yang diberikan atau belum.

9. Beri asuhan kebidanan sesuai kondisi ibu pada kunjungan berikutnya.

Petugas

(Revy Zuliana Asindra Farma)

3.2 Asuhan Kebidanan Persalinan

3.2.1 Persalinan Kala I Fase Laten

Tanggal : 18 April 2018, pukul 05.45 WIB

Tempat : PMB Ny.”T” S.ST, Kabupaten Magetan

S : 1. Kenceng-kenceng sejak tanggal 18-04-2018 pukul 03.00 WIB namun

kenceng-kenceng masih hilang timbul, pukul 05.30 ibu mengeluarkan

cairan dari jalan lahir dan datang ke bidan pukul 05.45 WIB.

2. Ibu makan terakhir tanggal 17-04-2018 pukul 19.30 WIB (nasi, sayur

dan telur goreng), minum terakhir tanggal 18-04-2018 pukul 05.00 WIB

(air putih).

3. BAB terakhir tanggal 18-04-2018 pukul 05.00 WIB dan BAK terakhir

pukul 05.00 WIB.

4. Tidur malam sering terbangun karena kenceng-kenceng.

O : 1. Keadaan umum ibu baik, kesadaran komposmentis.


150

2. TD: 110/70 mmHg, S: 36,5o C, RR: 22 x/menit, N: 88 x/menit.

3. Muka tidak pucat, tidak sembab, ibu meringis saat ada his, konjungtiva

palpebra merah muda, sklera putih, payudara kolostrum sudah keluar,

pembesaran uterus sesuai dengan usia kehamilan, sesekali tampak

tegang, terdapat pengeluaran cairan dari jalan lahir dan lendir darah.

4. TFU Mc Donald: 31 cm, TBJ: 3100 gram.

5. Pemeriksaan Palpasi

TFU setinggi arkus kosta, bokong, punggung kanan, presentasi kepala,

kepala masuk PAP, divergen.

6. Perlimaan 4/5

7. DJJ (+) 146 x/menit (12-12-12) teratur, keras dan kuat, punctum

maksimum 3 jari kanan bawah pusat.

8. His 2 x/10’/20-25”.

9. VT pukul 06.00 WIB

v/v taa, Ø 1 cm, eff 10%, ketuban merembes jernih, preskep H I, spina

isciadika tidak menonjol, sudut arcus pubis > 90o, bloodslym (+), kesan

jalan lahir normal.

A : G1P00000, UK 38 minggu 1 hari, janin tunggal, hidup, intrauterin, situs bujur,

habitus fleksi, posisi puka, presentasi kepala, kepala masuk PAP, kesan

jalan lahir normal, KRR, inpartu kala I fase laten, KU ibu dan janin baik,

prognosa baik.

P 1. Menjelaskan hasil pemeriksaan pada ibu dan keluarga, ibu dan keluarga

memahami penjelasan yang diberikan.


151

2. Menganjurkan salah satu keluarga untuk mendampingi proses

persalinan, ibu memilih ditemani ibunya karena suami masih dalam

perjalanan dari tempat kerja.

3. Memberi dukungan dan motivasi, ibu dan keluarga tidak cemas dengan

keadaan ibu dan selalu berdoa untuk kelancaran persalinan ibu.

4. Mengajari teknik relaksasi saat ada his, ibu nafas panjang ketika ada his.

5. Menganjurkan ibu untuk tidur miring kiri, selama inpartu ibu tidur

miring kiri, telentang ketika dilakukan pemeriksaan.

6. Menganjurkan keluarga untuk memberikan makan dan minum pada ibu

diantara his, ibu minum air putih 3 gelas, makan nasi 1 porsi.

7. Menganjurkan ibu tidak menahan BAB/BAK, ibu BAK 4 kali ke kamar

mandi.

8. Meminta ibu untuk tidak mengejan terlebih dahulu sebelum pembukaan

lengkap, ibu tidak mengejan sebelum pembukaan lengkap.

9. Observasi DJJ, his, dan nadi tiap 30 menit (pukul 06.30 WIB). Urin dan

suhu tiap 2 jam (pukul 08.00 WIB). Tekanan darah tiap 4 jam (pukul

10.00 WIB), lingkaran Bandle, penurunan kepala, dan ketuban.

10. Lakukan VT 4 jam lagi (pukul 10.00 WIB) atau jika ada indikasi yaitu

tanda gejala kala II (doran, teknus, perjol, vulka).

11. Catat dalam lembar observasi (terlampir).

Tanggal : 18 April 2018, pukul 10.00 WIB

S: 1. Nyeri pada perut bagian bawah dan kenceng-kenceng semakin sering.

2. Ibu tidur miring kiri.


152

O: 1. KU ibu baik, kesadaran komposmentis

2. TD: 120/80 mmHg, S: 36,6o C, RR: 20 x/menit, N: 88 x/menit.

3. Perlimaan 3/5.

4. DJJ (+) 140 x/menit (12-11-12), kuat, teratur, punctum maksimum 3

jari kanan bawah pusat.

5. His 3x/10’/30”.

6. VT: v/v taa, Ø 2 cm, eff 25 %, ketuban merembes jernih, Preskep H II,

spina ischiadika tidak menonjol, sudut arkus pubis >90 o, tidak ada

bagian kecil disamping kepala janin.

A: G1P00000, inpartu kala I fase laten, keadaan umum ibu dan janin baik,

prognosa baik.

P: 1. Menjelaskan hasil pemeriksaan, ibu dan keluarga mengerti tentang

penjelasan yang di berikan

2. Mengajarkan cara mengejan yang baik ketika ada his, ibu dapat

mendemonstrasikan cara mengejan dengan cara menarik lutut ke arah

dada dan dagu ditempelkan ke dada.

3. Melakukan massase pada punggung ibu, ibu terlihat nyaman.

4. Menganjurkan keluarga untuk memberikan makan dan minum diantara

his, ibu makan buah apel dan minum air putih 1 gelas.

5. Menganjurkan untuk tidak menahan jika ingin BAB atau BAK, ibu 2

kali BAK ke kamar mandi tidak ada keluhan.

6. Mengingatkan ibu untuk tidak mengejan sebelum pembukaan lengkap,

ibu tidak mengejan sebelum pembukaan lengkap.


153

7. Observasi DJJ, his, dan nadi tiap 30 menit (pukul 10.30 WIB). Urin dan

suhu tiap 2 jam (pukul 12.00 WIB). Tekanan darah tiap 4 jam (pukul

14.00 WIB), lingkaran Bandle, penurunan kepala, dan ketuban.

Terdapat di lembar observasi.

8. Lakukan VT 4 jam lagi (pukul 14.00 WIB) atau jika ada indikasi yaitu

ketuban pecah dan ada tanda gejala kala II (doran, teknus, perjol, vulka)

Petugas

(Revy Zuliana Asindra Farma)


Tanggal : 18 April 2018, pukul 13.30 WIB

S: 1. Nyeri pada perut bagian bawah dan kenceng-kenceng semakin sering.

2. Ibu tidak dapat menahan dan ingin mengejan.

O: 1. Keadaan umum ibu baik, kesadaran komposmentis.

2. TD: 110/80 mmHg, S: 36,4oC, RR: 24 x/menit, N: 84 x/menit.

3. Perlimaan 2/5.

4. DJJ (+) 144 x/menit (12-12-12), kuat, teratur, punctum maksimum 4

jari kanan bawah pusat.

5. His 3x/10’/40”.

6. VT: v/v taa, Ø 7 cm, eff 75 %, ketuban merembes jernih, Preskep HIII,

UUK kadep, sutura teraba jelas, antar tulang terpisah, tidak ada bagian

kecil disamping kepala janin.

A: G1P00000, inpartu kala I fase aktif dilatasi maksimal, keadaan umum ibu dan

janin baik, prognosa baik.

P: 1. Menjelaskan hasil pemeriksaan, ibu dan keluarga mengerti tentang


154

penjelasan yang di berikan.

2. Menganjurkan ibu untuk tidak mengejan saat ada his dan sebelum

pembukaan lengkap, ibu tidak kooperatif.

3. Memassase pada punggung ibu, ibu terlihat nyaman.

4. Memberikan ibu minum disela-sela his, ibu minum teh hangat ½ gelas.

5. Observasi Denyut Jantung Janin (DJJ), his, dan nadi tiap 30 menit

(pukul 14.00 WIB). Urin dan suhu tiap 2 jam (pukul 15.30 WIB).

Tekanan darah 3 jam lagi (pukul 16.30 WIB), lingkaran Bandle,

penurunan kepala, dan ketuban. Terdapat di lembar observasi.

6. Lakukan VT 4 jam lagi (pukul 16.30 WIB) atau jika ada indikasi yaitu

ketuban pecah dan ada tanda gejala kala II (doran, teknus, perjol,

vulka).

Petugas

(Revy Zuliana Asindra Farma)


3.2.2 Persalinan Kala II

Tanggal : 18 April 2018, pukul 14.00 WIB

S: Kenceng-kenceng semakin sering dan semakin sakit, merasakan

adanya dorongan untuk mengejan seperti ingin BAB yang tidak dapat

ditahan. Keluar cairan jernih dari jalan lahir (air ketuban).

O: 1. Ibu tampak kesakitan ketika ada his.

2. Muka tampak kemerahan dan berkeringat.

3. Perineum menonjol, vulva dan anus membuka, bloodslym (+),

terdapat pengeluaran cairan ketuban (jernih).


155

4. Tidak ada lingkaran Bandle.

5. His 5 x/10’/50”.

6. DJJ (+) 146 x/menit (13-13-13) kuat teratur, punctum maksimum 2

jari atas simpisis.

7. Perlimaan 0/5.

8. VT: v/v taa, Ø 10 cm, eff 100%, ketuban (-) warna jernih, preskep

HIV, UUK bawah simpisis, sutura teraba jelas antar tulang terpisah,

tidak ada bagian kecil disamping kepala.

A: G1P00000, inpartu kala II, keadaan umum ibu dan janin baik, prognosa

baik.

P: 1. Menjelaskan hasil pemeriksaan kepada ibu bahwa pembukaan sudah

lengkap dan ibu boleh mengejan ketika ada his, ibu mengerti.

2. Menyiapkan alat, obat dan penolong persalinan.

3. Memimpin ibu mengejan saat ada his, ibu semangat mengejan saat

ada his.

4. Mengobservasi DJJ diantara his, hasil DJJ (+) 150 x/mnt (13-13-13)

kuat, punctum maksimum teratur 2 jari atas simpisis.

5. Memberikan dukungan dan semangat kepada ibu.

6. Memberi minum diatara his, ibu minum teh hangat 1 gelas.

7. Menganjurkan tidak menahan jika ingin BAB atau BAK, selama kala

II ibu tidak BAB dan BAK.

8. Saat kepala bayi crowning 5-6 cm membantu melahirkan kepala,

setelah kepala lahir, mengecek tidak ada lilitan tali pusat, menunggu
156

kepala melakukan putar paksi luar dan melahirkan kepala, bahu,

badan bayi menggunakan teknik sangga susur hingga lahir badan

bayi seluruhnya.

9. Menilai bayi baru lahir dalam 0 detik meliputi bayi cukup bulan,

langsung menangis kuat dan bergerak aktif.

Petugas

(Revy Zuliana Asindra Farma)


3.2.3 Bayi Baru Lahir

Tanggal 18 April 2018, pukul 14.35 WIB

S: Ibu lega dan bersyukur bayi telah lahir.

O: Bayi lahir spontan belakang kepala, cukup bulan, menangis kuat, gerak

aktif, jenis kelamin laki-laki.

A: Bayi baru lahir normal, keadaan umum baik, prognosa baik

P: 1. Mengeringkan bayi dengan handuk bersih dan kering, bayi menangis

kuat dan gerak aktif.

2. Menjepit, memotong dan mengikat tali pusat, tidak terdapat

perdarahan aktif pasca pemotongan tali pusat.

3. Melakukan IMD selama ± 5 menit.

4. Memantau tanda bahaya bayi dalam 15 menit pertama meliputi suhu

dan pernafasan, tidak ada tanda bahaya bayi.

5. Merencanakan asuhan kepada bayi:

a. Merawat tali pusat.

b. Berikan salep mata tetrasiklin 1%, mata bersih, tidak terdapat


157

kemerahan pada sclera dan konjungtiva, tidak terdapat secret pada

mata.

c. Injeksikan vitamin K1 sebanyak 1 mg secara IM pada paha kiri

anterolateral, tidak terdapat perdarahan aktif pasca penyuntikan.

d. Injeksikan imunisasi Hepatitis B 0.

e. Lakukan pemeriksaan fisik dan antropometri bayi.

f. Mandikan bayi setelah > 6 jam pasca kelahiran atau suhu > 36,5 o C.

Bayi dimandikan tanggal 19-04-2018 pukul 08.00 WIB.

Petugas

(Revy Zuliana Asindra Farma)


3.2.4 Persalinan Kala III

Tanggal 18 April 2018, pukul 14.36 WIB

S: Mengeluh perutnya mules, tidak pusing dan tidak lemas.

O: 1. Keadaan umum baik, kesadaran komposmentis

2. Muka tidak pucat, berkeringat.

3. TFU setinggi pusat, kontraksi uterus bundar dan keras, kandung kemih

kosong, tali pusat nampak di depan vulva, terdapat semburan darah

tiba-tiba dan tali pusat bertambah panjang (tanda plasenta sudah lepas).

A: Kala III, keadaan umum ibu baik, prognosa baik.

P: 1. Mengecek fundus, tidak ada bayi kembar.

2. Memberi tahu ibu akan disuntik, menyuntikkan oksitosin 10 IU secara

IM pada 1/3 paha atas anterolateral, tidak terdapat perdarahan aktif pada

lokasi penyuntikan.
158

3. Memindahkan klem pada tali pusat 5 cm di depan vulva.

4. Melakukan PTT bersamaan dengan melakukan dorongan dorso kranial

saat ada his, tidak ada tahanan.

5. Melahirkan plasenta searah sumbu jalan lahir, plasenta lahir pukul

14.40 WIB.

6. Melakukan massase uterus 15 x/15”, uterus teraba keras, bundar.

7. Memeriksa kelengkapan plasenta, perdarahan dan laserasi jalan lahir,

plasenta lengkap dan laserasi derajat 2.

Petugas

(Revy Zuliana Asindra Farma)


3.2.5 Persalinan Kala IV

Tanggal 18 April 2018, pukul 14.40 WIB

S: Ibu lega ari-arinya sudah keluar, tidak pusing dan tidak lemas.

O: 1. Keadaan umum baik, kesadaran komposmentis.

2. TD: 120/80 mmHg, S: 36,70C, RR: 20 x/menit, N: 80 x/menit.

3. Kontraksi uterus baik, TFU 2 jari bawah pusat, uterus teraba keras,

bundar dan menonjol. Kandung kemih kosong.

4. Terdapat perdarahan aktif dari luka laserasi.

5. Plasenta lahir spontan, lengkap dan tidak ada kelainan.

Sisi maternal: kotiledon lengkap jumlah 20, diameter 18 cm, tebal 2

cm, selaput ketuban utuh.

Sisi fetal: insersi tali pusat sentralis, tidak ada pembuluh darah yang

terputus, panjang tali pusat 50 cm.


159

6. Pada perineum terdapat laserasi derajat 2 pada kulit, mukosa vagina

dan otot perineum, panjang ± 2 cm.

A: Kala IV, keadaan umum ibu baik, prognosa baik

P: 1. Mengevaluasi dan estimasi jumlah kehilangan darah, jumlah

perdarahan ± 150 cc.

2. Memasang infus RL dengan drip oksitosin 5 IU dengan 16 tpm

(tangan kanan), memasang 1 tampon berekor, dan kateter, tetesan

infus lancar dan urin dapat dikeluarkan ± 50 cc.

3. Melakukan anestesi lidokain 1% non epineprin luka laserasi, anastesi

berhasil, pasien tidak nyeri.

4. Menjahit luka laserasi dengan jenis jahitan jelujur pada mukosa vagina

dan otot perineum, dan subkutis pada kulit, jahitan tertaut rapi,

jaringan menyatu, bekas jahitan masih oedem dan kemerahan.

5. Mengajarkan ibu cara masase uterus dan menilai kontraksi, ibu dapat

memasase sendiri perutnya.

6. Mendekontaminasi peralatan bekas pakai dengan larutan klorin dan

membuang bahan terkontaminasi.

7. Memberikan kenyamanan ibu dengan menyibin menggunakan air

bersih, memakaikan celana dalam dan pakaian yang bersih, ibu terlihat

lebih nyaman dan belajar menyusui bayinya.

8. Mendekontaminasi tempat persalinan dengan larutan klorin.

9. Menjelaskan tanda bahaya kala IV yaitu ibu mengeluarkan darah

banyak, mengalir seperti pipis, rahim tidak teraba saat dimasase, ibu
160

merasa lemas dan pusing yang tidak tertahankan, mata berkunang-

kunang dan pesan pada ibu untuk mengatakan bila merasakan tanda

bahaya, ibu dapat menjelaskan kembali mengenai tanda bahaya kala

IV dan akan melapor ketika ada tanda bahaya.

10. Mengobservasi KU ibu, TD, nadi, TFU, kontraksi, kandung kemih,

perdarahan 2-3 kali pada 15 menit pertama, tiap 15 menit pada 1 jam

pertama dan tiap 30 menit pada jam kedua, dan suhu tiap 2 jam, hasil

terlampir pada partograf.

11. Melengkapi partograf dan dokumentasi.

Petugas

(Revy Zuliana Asindra Farma)


3.3 Asuhan Kebidanan pada Ibu Nifas

1.3.1 Kunjungan Nifas Pertama (6 jam postpartum)

Tanggal : 18 April 2018, pukul 21.00 WIB

Tempat : PMB Ny.”T” S.ST, Kabupaten Magatan

S: Ibu merasa nyeri luka jahitan. Ibu BAK melalui kateter (± 50 cc). Ibu

menyusui bayinya dengan ASI bayi tampak tenang tidak rewel. Ibu dapat

miring kiri, miring kanan pada 2 jam postpartum, tidak ada keluhan.

Dapat duduk, dan berdiri, tidak ada keluhan. Ibu masih belum dapat

mengurus bayinya sendiri dan membutuhkan bantuan keluarganya. Ibu

sering menceritakan pengalamanya melahirkan pada keluarganya.

O: 1. Keadaan umum ibu baik, kesadaran komposmentis.

2. T: 110/80 mmHg, S: 36,6oC, RR: 22 x/menit, N: 82 x/menit.


161

3. Payudara: simetris, konsistensi lembek, tidak ada benjolan abnormal di

payudara, puting susu bersih, menonjol kolostrum sudah keluar lancar,

bayi menyusu pada payudara kiri dan kanan bergantian, bayi tidak

rewel.

4. Abdomen : TFU 2 jari bawah pusat, kontraksi uterus teraba bundar

dan keras, kandung kemih kosong, DDR: 1/2 jari.

5. Genetalia : terdapat pengeluaran cairan berwarna merah, bau anyir,

jumlah ± 30 cc, terdapat luka jahitan, masih basah dan jahitan tertaut

rapi, terpasang kateter.

6. Terpasang infus RL 16 tpm di tangan kanan, tidak kemerahan, tidak

bengkak.

7. Ibu sudah mobilisasi duduk dan berdiri.

8. Ibu masih bergantung pada keluarga.

A: P10001, 6 jam postpartum spontan, laktasi lancar, involusi dan lokhea

normal, keadaan umum dan psikologis ibu baik dengan nyeri bekas luka

jahitan, prognosa baik.

P: 1. Menjelaskan hasil pemeriksaan keadaan umum ibu dan bayi, ibu dan

keluarga mengerti tentang penjelasan yang diberikan.

2. Melepas infus, tampon dan kateter, kontraksi uterus keras, tidak

perdarahan dan ibu dapat BAK spontan ke kamar mandi.

3. Menjelaskan mengenai nyeri bekas jahitan perineum meliputi

penyebab dan cara mengatasinya, ibu mengerti penjelasan yang

diberikan dan dapat melakukan teknik distraksi dengan mengalihkan


162

perhatian dari fokus perhatian nyeri ke bayinya.

4. Menjelaskan tentang fisiologi nifas meliputi laktasi, involusi dan

lokhea masa nifas, ibu dapat menjelaskan kembali mengenai fisiologi

nifas.

5. Mendiskusikan mengenai kebutuhan dasar masa nifas meliputi nutrisi,

eliminasi, aktivitas, istirahat/tidur, personal hygiene, hubungan

seksual, ibu dapat menyebutkan kembali mengenai kebutuhan dasar

masa nifas.

6. Menjelaskan mengenai vulva hygiene dan perawatan luka perineum

meliputi penyebab, bahan, waktu dan cara vulva hygiene, ibu dapat

menyebutkan kembali mengenai vulva hygiene meliputi penyebab,

bahan, waktu dan cara vulva hygiene.

7. Menjelaskan hal-hal yang harus dihindari oleh ibu nifas meliputi

membuang kolostrum, membersihkan payudara dengan alkohol atau

sabun, mengikat perut terlalu kencang, menempelkan daun-daunan

pada kemaluan, ibu mengerti dan dapat sebutkan kembali.

8. Menganjurkan ibu untuk menyusui bayinya minimal 2 jam sekali atau

setiap saat bayi menangis (on demand), ibu akan menyusui bayinya 2

jam sekali atau setiap saat bayi menangis (on demand).

9. Mengajarkan cara menyusui yang benar, bayi menyusu dengan benar

putting dan areola masuk semua, mulut bayi terbuka lebar dan bibir

bayi mengarah keluar.

10. Menjelaskan tanda bahaya nifas meliputi perdarahan lewat jalan lahir,
163

keluar cairan berbau dari jalan lahir, bengkak di wajah, tangan dan

kaki atau sakit kepala dan kejang, demam > 2 hari, payudara bengkak,

merah disertai rasa sakit, ibu sedih, murung tanpa sebab (depresi), ibu

dapat menyebutkan kembali mengenai tanda bahaya ibu masa nifas.

11. Memberikan terapi obat:

Amoxicillin X (3x1 tablet)

Asam mefenamat X (3x1 tablet)

Vitamin A 2 kapsul

Tablet Tambah Darah X (1x1 tablet)

Ibu bersedia meminum semua obat sesuai anjuran.

12. Menganjurkan ibu kontrol ulang ulang pada hari ke 4 s/d 28 hari atau

sewaktu-waktu ada keluhan, ibu bersedia untuk kontrol.

13. Saat kunjungan ulang lakukan hal sebagai berikut:

a. Evaluasi dan kaji keluhan nyeri luka jahitan, TTV, laktasi,

involusi, lokhea, DDR dan jahitan.

b. Kaji ulang mengenai keluhan.

c. Kaji ulang nutrisi, personal hygiene, istirahat, eliminasi.

d. Memberikan penyuluhan tentang KB, senam nifas, tanda bahaya

nifas.

e. Lakukan perawatan payudara (breast care).

f. Pastikan ibu sudah melaksanakan nasihat yang diberikan atau

belum dan beri asuhan kebidanan sesuai kondisi ibu.

Petugas

(Revy Zuliana Asindra Farma)


164

3.2.2 Kunjungan Nifas Kedua (23 hari postpartum)

Tanggal : 11 Mei 2018, pukul 11.00 WIB

Tempat : Rumah Ny. “A” Baleasri, Ngariboyo

S: 1. Nyeri luka perineum berkurang.

2. Menyusui bayinya minimal 2 jam sekali atau setiap kali menangis

frekuensi ± 12 kali sehari. Laktasi lancar, bayi menyusu kuat ± 20

menit tiap kali minum, bayi tidak rewel.

3. Ibu makan 3 x/hari dengan komposisi nasi, sayur (bayam, kangkung,

daun ketela, kacang panjang), lauk (tempe, tahu, telur 3-5 butir sehari,

ayam), buah (apel, jeruk). Ibu minum air putih ±2 liter/hari. Ibu tidak

ada pantangan makanan atau minuman tertentu.

4. Pola istirahat sedikit terganggu karena menyusui bayinya pada malam

hari, dan ibu mengikuti pola tidur bayi (ikut tidur saat bayi tertidur).

5. Ibu mulai BAB sejak tanggal 21 April 2018 konsistensi lembek, warna

kuning, kemudian BAB tiap hari 1 kali. BAK 6-7 x/hari, warna kuning

jernih. Tidak ada keluhan dalam BAB dan BAK.

6. Ibu mandi 2 x/hari, ganti baju dan celana dalam tiap kali mandi, ganti

pembalut tiap merasa penuh, cebok tiap selesai BAB dan BAK

menggunakan sabun dan air bersih dari arah depan ke belakang.

7. Ibu mengerjakan pekerjaan rumah tangga seperti menyapu, mencuci

dan pekerjaan ringan lainya.

8. Ibu belum melakukan hubungan seksual karena kepercayaan dalam

agama tidak boleh melakukan hubungan seksual sampai 40 hari masa


165

nifas.

9. Dalam keluarga tidak ada kebiasaan senden, minum jamu tradisional,

pantang makanan, menggunakan stagen yang terlalu ketat dan

membubuhi ramuan pada tali pusat. Masih ada tradisi sepasaran.

10. Ibu melakukan perawatan bayi seperti menggendong, mengganti baju

dan memasang popok tiap kali basah.

11. Dalam perawatan bayinya ibu dibantu oleh keluarga (ibu kandung).

12. Ibu sudah memiliki rencana ingin menggunakan KB suntik 3 bulan.

O: 1. Keadaan umum ibu baik, kesadaran komposmentis.

2. TD: 120/80 mmHg, S: 36,7°C, RR: 20x/menit, N: 84x/menit.

3. Muka tidak pucat, tidak sembab, konjungtiva palpebra merah muda,

tidak ada bendungan vena jugularis, tidak ada pembesaran kelenjar

limfe, tidak ada pembesaran kelanjar tyroid, payudara simetris,

konsistensi tegang, bersih, ASI lancar, TFU tidak teraba, DDR 1/2 jari,

kandung kemih kosong, genetalia bersih, terdapat pengeluaran lokhea

warna putih (alba), luka jahitan tertaut rapat, ada sedikit yang belum

kering, tidak keluar pus atau berbau, ekstremitas normal.

4. Ibu terlihat bahagia, ekspresi wajah tidak terlihat murung, ibu antusias

bertanya, terbuka menerima pengetahuan dan nasihat untuk merawat

bayinya, ibu belajar dan berusaha merawat bayinya, sikap dan perilaku

normal seperti sehari-hari ibu tidak tertutup, bersosialisasi dengan

penghuni satu rumah maupun tetangga yang berkunjung ke rumah ibu.

A: P10001, postpartum spontan hari ke 23, laktasi lancar, involusi, lokhea


166

normal, keadaan umum ibu baik, keadaan psikologis baik, prognosa baik.

P: 1. Menjelaskan hasil pemeriksaan pada ibu bahwa ibu dalam keadaan

sehat, proses involusi berjalan normal, laktasi lancar, pengeluaran

lokhea juga normal, tetapi jahitannya ada sedikit yang belum kering,

ibu mengucap syukur alhamdulillah mengetahui keadaan ibu sekarang.

2. Mengingatkan kembali mengenai kebutuhan dasar nutrisi ibu nifas, ibu

mengatakan akan makan makanan tinggi protein dan tidak tarak

makanan.

3. Mendiskusikan ulang mengenai tanda bahaya ibu nifas, ibu dapat

menyebutkan tanda bahaya nifas.

4. Menjelaskan mengenai perawatan payudara meliputi pengertian,

manfaat, alat yang digunakan, langkah-langkah, dan mengajarkan pada

ibu cara melakukan perawatan payudara, ibu dapat menjelaskan

manfaat dan akan melaksanakan perawatan payudara.

5. Menjelaskan pada ibu mengenai KB suntik 3 bulan, ibu kooperatif.

6. Mengajarkan pada ibu cara senam kegel, ibu dapat melakukan dengan

benar dan bersedia melakukannya.

7. Lakukan kunjungan ulang nifas pada 29 s/d 42 hari postpartum, pada

kunjungan ulang evaluasi keluhan ibu, TTV, laktasi, involusi, dan

lokhea, serta memastikan ibu ingin menggunakan KB sesuai rencana

(KB suntik 3 bulan).

Petugas

(Revy Zuliana Asindra Farma)


167

3.2.3 Kunjungan Nifas Ketiga (42 hari postpartum)

Tanggal : 30 Mei 2018, pukul 10.00 WIB

Tempat : Rumah Ny. “A” Baleasri, Ngariboyo

S: Tidak ada keluhan, luka bekas jahitan perineum sudah tidak perih. Ibu

sudah memastikan ingin menggunakan KB suntik 3 bulan.

O: 1. Keadaan umum ibu baik, kesadaran komposmentis.

2. TD : 120/70 mmHg, S: 36,5oC, RR: 20x/menit, N: 82x/menit.

3. Wajah tidak sembab, tidak pucat, sklera mata putih, konjungtiva

palpebra merah muda, kelopak mata tidak edema.

4. Payudara simetris, teraba tegang, tidak ada benjolan abnormal, puting

susu bersih dan tidak lecet, produksi ASI banyak dan keluar lancar,

berwarna putih.

5. Abdomen kandung kemih kosong, TFU tidak teraba, DDR ½ jari.

6. Luka jahitan mengering, jahitan tertaut rapat, menyatu, tidak terdapat

tanda-tanda infeksi.

Ekstremitas atas dan bawah tidak odema, tidak ada varises.

A: P10001 6 minggu postpartum normal, laktasi lancar, involusi, lokhea

normal, keadaan umum ibu baik, keadaan psikologis ibu baik, prognosa

baik.

P:
1. Menjelaskan hasil pemeriksaan bahwa keadaan umum ibu baik dan

masa nifasnya sudah selesai, ibu mengucap syukur alhamdulillah.

2. Mengingatkan ibu agar tetap memberi ASI tanpa makanan tambahan

sampai bayi usia 6 bulan, ibu akan memberikan ASI saja sampai 6
168

bulan.

3. Mengingatkan ibu untuk tetap melakukan senam kegel, ibu bersedia

dan tetap melakukan senam kegel.

4. Menjelaskan kembali mengenai KB suntik 3 bulan dan menjadwalkan

KB suntik 3 bulan 1 minggu lagi, ibu menyetujuinya.

Petugas

(Revy Zuliana Asindra Farma)


3.4 Asuhan Kebidanan Pada Neonatus

3.4.1 Neonatus Kunjungan Pertama (6 jam postpartum)

Tanggal : 18 April 2018, pukul 21.00 WIB

Tempat : PMB Ny.”T” S.ST, Kabupaten Magatan

S: 1. Bayi sudah menyusu kuat, disusui setiap 2 jam atau saat bayi

menginginkan. Selama 6 jam sudah minum ASI 4x, menghisap kuat

dan tidak gumoh.

2. Bayi BAK 1 kali warna jernih, BAB 1 kali mekonium, tidak ada

keluhan.

3. Bayi lebih banyak tidur, bangun hanya saat lapar, BAK/BAB yang

ditandai dengan tangisan bayi. Bayi belum dimandikan.

4. Bayi ganti baju dan gedong setiap kali basah. Setelah BAB

dibersihkan dengan kapas dan air hangat.

5. Tidak ada kebiasaan memberi ramuan pada tali pusat bayi, tidak

memberi makanan pada bayi berusia kurang dari 6 bulan.

O: 1. Keadaan umum bayi baik, kesadaran komposmentis.


169

2. S: 36,7°C, N: 140x/menit, RR: 48x/menit.

3. BBL: 3500 gram, PB: 48 cm, LIKA: 34 cm, LIDA : 35 cm.

4. Bentuk kepala normal, tidak terdapat caput succadaneum, tidak ada

cephal hematoma, fontanela mayor dan minor tidak cekung.

5. Mata simetris, sklera putih, konjungtiva palpebra merah muda, tidak

ada pengeluaran sekret berlebih.

6. Tidak ada secret pada hidung, tidak ada pernafasan cuping hidung.

7. Mulut simetris, tidak ada kelainan kongenital (labio skisis, labio

palato skisis, labio palato genato skisis), bibir kemerahan, tidak

terdapat penumpukan lendir, keadaan lidah normal.

8. Telinga simetris, tulang rawan dan elastisnya sudah terbentuk dengan

baik, tidak ada pengeluaran sekret, dan tidak ada kelainan.

9. Tidak ada pembesaran kelenjar tyroid, kelenjar limfe dan bendungan

vena jugularis, serta tidak ada kaku kuduk.

10. Dada simetris, pernapasan teratur, tidak ada wheezing dan ronchi tidak

ada tarikan dinding dada, irama jantung teratur.

11. Perut lemas, datar, tidak kembung, tidak ada perdarahan pada tali

pusat, masih basah, berwarna putih ke abu-abuan, tali pusat tertutup

oleh kasa kering steril.

12. Tidak terdapat benjolan abnormal, tidak ada spina bifida.

13. Jenis kelamin laki-laki, kedua testis sudah turun ke kantong skrotum,

dan lubang uretra di tengah.

14. Anus berlubang, tidak ada benjolan atau kelainan pada anus.

15. Bahu, lengan, dan tangan pergerakan aktif, jumlah jari lengkap dan

akral hangat. Tungkai dan kaki simetris, jumlah jari lengkap, tidak ada
170

kelainan, dan gerak aktif, akral hangat.

16. Terdapat verniks caseosa, terdapat lanugo, warna kulit kemerahan,

turgor kulit baik.

17. Pemeriksaan Neurologis

a. Reflek rooting (mencari) : ada

b. Reflek sucking (menghisap) : ada

c. Reflek swallowing (menelan) : ada

d. Reflek grasping (menggenggam) : ada

e. Reflek babynsky : ada

f. Reflek morro (terkejut) : ada

g. Reflek glabella (berkedip) : ada

18. Bayi tampak menyusu kuat

19. Bayi telah dinjeksi vitamin K1 1 mg secara IM pada paha kiri dan

diberi salep mata tetrasiklin.

20. Bayi telah diberikan imunisasi Hepatitis B 0.

A: Neonatus normal, lahir spontan, usia 6 jam, jenis kelamin laki–laki,

keadaan umum bayi baik, prognosa baik.

P: 1. Menjelaskan hasil pemeriksaan pada ibu tentang kondisi bayinya, ibu

mengucap syukur.

2. Menjelaskan tanda-tanda BBL sehat meliputi bayi lahir langsung

menangis, tubuh bayi kemerahan, bergerak aktif, berat badan 2500-

4000 gram, bayi menyusu dari payudara ibu dengan kuat, ibu mengerti

dan dapat sebutkan kembali.

3. Menjelaskan mengenai perawatan BBL meliputi: pemberian ASI, cara


171

menjaga kehangatan bayi, perawatan tali pusat, ibu dapat melakukan

dengan benar.

4. Menjelaskan tanda bahaya bayi meliputi tidak mau menyusu, kejang,

lemah, sesak nafas, bayi merintih atau menangis terus menerus, tali

pusat kemerahan, berbau dan bernanah, demam, mata bernanah, diare,

kulit kuning, tinja berwarna pucat, ibu paham dan dapat menyebutkan

5 dari tanda bahaya diatas.

5. Memberi ASI setiap 2–3 jam atau secara on demand, ibu dapat

menyusui dengan benar.

6. Menjelaskan mengenai manfaat ASI, meliputi: sehat, praktis dan tidak

butuh biaya, meningkatkan kekebalan alamiah pada bayi, mencegah

perdarahan pada ibu nifas, menjalin kasih sayang ibu dan bayi,

mencegah kanker payudara, ibu dapat menyebutkan 3 manfaat ASI.

7. Menjelaskan jadwal imunisasi untuk bayi, ibu mengerti dan akan

membawa anak imunisasi sesuai jadwal.

8. Mandikan bayi minimal 6 jam atau dalam 24 jam pada tanggal 19

April 2018 pukul 08.00 WIB atau saat suhu tubuh bayi stabil (36,5 ˚C–

37,5˚C).

9. Menjelaskan mengenai kunjungan ulang kedua bayi pada usia 3 - 7

hari.

10. Pada kunjungan kedua, lakukan:

a. Kaji keluhan ibu tentang bayi.

b. Observasi keadaan umum bayi dan TTV.

c. Pastikan ibu sudah melaksanakan nasihat yang diberikan atau


172

belum.

d. Berikan asuhan kebidanan sesuai kondisi bayi saat kunjungan.

Petugas

(Revy Zuliana Asindra Farma)


3.4.2 Kunjungan Neonatus Kedua (Hari ke-6)

Tanggal : 24 April 2018, pukul 16.00 WIB

Tempat : Rumah Ny. “A” Baleasri, Ngariboyo

S: 1. Bayi dalam keadaan sehat, tidak ada keluhan, bayi menangis kuat, bayi

tidur pulas dan menangis saat lapar. Bayi minum ASI saja tanpa

makanan tambahan, tidak rewel. BAK 7-8 kali sehari, lancar warna

kuning jernih. BAB 5 kali sehari warna kuning, konsistensi lunak.

2. Bayi pulang dari PMB Ny.”T” tanggal : 20 April 2018 kondisi sehat,

BB 3500 gram, PB 48 cm, kulit kemerahan tidak ikterus, tali pusat

masih basah, menyusu kuat, bayi tenang tidak rewel.

3. Tali pusat sudah lepas tadi pagi.

O: 1. Keadaan umum baik, kesadaran komposmentis.

2. TTV: S: 36,8°C, N: 120 x/menit, RR: 36 x/menit.

3. BB : 3700 gram.

4. Mata bersih, sklera putih, konjungtiva palpebra merah muda, tidak ada

pernafasan cuping hidung, bersih, mukosa bibir lembab, bibir berwarna

kemerahan, bersih, lidah bersih, tidak ada retraksi dada, pernafasan

teratur, perut tidak kembung, tali pusat sudah lepas, tempat perlekatan

tali pusat kering, turgor kulit baik, akral hangat, genetalia bersih.
173

5. Bayi menyusu kuat.

6. Bayi BAB warna kuning berbiji konsistensi lembek.

A: Neonatus normal usia 6 hari, jenis kelamin laki-laki, keadaan umum baik,

prognosa baik.

P: 1. Menjelaskan hasil pemeriksaan pada ibu bahwa bayi dalam keadaan

sehat, ibu terlihat lega dengan keadaannya.

2. Mengingatkan ibu untuk menyusui bayi setiap 2 jam sekali atau sesering

mungkin, ibu bersedia mengikuti anjuran petugas dan ibu akan

memberikan ASI sesering mungkin.

3. Menjelaskan pada ibu cara menstimulasi bayinya sesuai dengan yang

ada di buku KIA, ibu paham dan bersedia menstimulasi bayinya.

4. Menjelaskan pada ibu mengenai pemeriksaan DDST dan tujuannya, ibu

mengerti.

5. Melakukan kunjungan ulang ketiga pada 8 s.d 28 hari, dengan lakukan

hal sebagai berikut :

a. Kaji keluhan ibu tentang bayi dan observasi KU bayi serta TTV.

b. Lakukan pemeriksaan DDST dan pijat bayi setelah tali pusat lepas.

c. Berikan asuhan kebidanan sesuai kondisi bayi saat kunjungan.

Petugas

(Revy Zuliana Asindra Farma)


3.4.3 Kunjungan Neonatus Ketiga (Hari ke-28)

Tanggal : 16 Mei 2018, pukul 14.45 WIB

Tempat : Rumah Ny. “A” Baleasri, Ngariboyo


174

S : 1. Bayi dalam kondisi sehat dan menyusu dengan kuat.

2. Bayi sudah mendapatkan imunisasi BCG dan Polio 1 pada tanggal 3 Mei

2018 di puskesmas Ngariboyo.

3. Bayi sudah ikut posyandu pada tanggal 11 Mei 2018.

O : 1. Keadaan umum baik, kesadaran komposmentis

2. Kulit kemerahan, tangis kuat, gerak aktif

3. TTV: S: 36,6oC, N: 126x/menit, RR: 34x/menit

4. BB: 4300 gram, PB: 54 cm, LK: 38 cm

5. Wajah tidak sembab, tidak pucat, sklera putih, konjungtiva palpebra

merah muda, tidak ada pernapasan cuping hidung, bibir berwarna

kemerahan, gerakan pernapasan teratur, tidak ada retraksi interkosta,

kulit lembab, turgor kulit baik, akral hangat.

6. Hasil pemeriksaan DDST, meliputi:

a. Sektor Personal Sosial

1) Menatap muka (L)

2) Membalas senyum pemeriksa (L)

3) Tersenyum spontan (L)

b. Sektor Motorik Halus

1) Mengikuti ke garis tengah (L)

2) Mengikuti lewat garis tengah (L)

c. Sektor Bahasa

1) Bereaksi terhadap bel (L)

2) Bersuara (L)

3) Ooh/aah (L)
175

d. Sektor Motorik Kasar

a. Gerakan sembarangan (L)

b. Mengangkat kepala (L)

c. Kepala terangkat 45O (L)

Hasil pemeriksaan DDST yaitu 0 T dan 0 P (normal), hasil terlampir.

7. Sesuai grafik panjang badan menurut umur yaitu berada diantara angka

-2 dan 0 termasuk kategori normal (terlampir).

8. Sesuai grafik berat badan menurut panjang badan terdapat di garis

warna merah (-2) yaitu normal (terlampir).

A : Neonatus normal usia 28 hari, jenis kelamin laki-laki, pertumbuhan dan

perkembangan normal, keadaan umum bayi baik, prognosa baik.

P : 1. Menjelaskan hasil pemeriksaan pada ibu dan keluarga bahwa keadaan

bayi sehat, pertumbuhan dan perkembangannya juga normal, ibu

mengucap syukur.

2. Memotivasi ibu untuk tetap memberi ASI selama 6 bulan tanpa

makanan tambahan, dilanjutkan sampai 2 tahun dengan makanan

tambahan, ibu akan melaksanakan anjuran bidan.

3. Mengajarkan dan menganjurkan ibu untuk menstimulasi bayinya, ibu

akan menstimulasi bayinya.

4. Menganjurkan ibu untuk selalu menstimulasi bayinya, ibu bersedia.

pada ibu cara memijat bayi dan menganjurkan untuk memijat sendiri

bayinya dirumah, ibu bersedia.

5. Memberikan pesan kepada ibu untuk membawa bayinya imunisasi

sesuai jadwal, ibu bersedia.


176

6. Mengingatkan kembali mengenai tanda bahaya kepada bayi, ibu dapat

menyebutkan tanda bahaya pada bayi.

Petugas

(Revy Zuliana Asindra Farma)


3.5 KB pascasalin

Tanggal : 07 Juni 2018, pukul 16.00 WIB

Tempat : PMB Ny.”T” S.ST, Kabupaten Magatan

S: Tidak ada keluhan. Ibu ingin KB suntik 3 bulan.

O : 1. Keadaan umum ibu baik, kesadaran komposmentis.

2. TD : 120/80 mmHg, S: 36,8oC, RR: 22 x/menit, N: 80 x/menit.

3. Berat badan : 54 kg.

4. Wajah tidak sembab, tidak pucat, sklera mata putih, konjungtiva

palpebra merah muda, kelopak mata tidak edema.

5. Payudara simetris, teraba tegang, tidak ada benjolan abnormal, puting

susu bersih dan tidak lecet, produksi ASI banyak dan keluar lancar,

berwarna putih.

6. Luka jahitan tertaut rapat, menyatu, tidak terdapat tanda-tanda infeksi.

7. Ekstremitas atas dan bawah tidak odema, tidak ada varises.

A: P10001 calon akseptor KB suntik 3 bulan, tidak ada kontraindikasi, keadaan

umum ibu baik, prognosa baik.

P : 1. Menjelaskan hasil pemeriksaan bahwa keadaan umum ibu baik dan ibu

boleh untuk menggunakan KB suntik 3 bulan, ibu bersyukur.

2. Menjelaskan kembali mengenai KB suntik 3 bulan meliputi kelebihan


177

dan kekurangan, efek samping dan cara mengatasi, jadwal kunjungan

ulang, ibu mengerti dan bertanya sesuai apa yang belum dimengerti.

3. Melakukan penyuntikan KB suntik 3 bulan (tryclofem) sesuai dengan

prosedur, tidak ada perdarahan dari tempat penyuntikan.

4. Menganjurkan untuk tidak masase tempat penyuntikan, ibu melakukan

sesuai anjuran.

5. Mengisi kartu KB suntik 3 bulan (terlampir).

6. Menjelaskan mengenai jadwal kunjungan ulang pada tanggal 28

Agustus 2018 atau sewaktu-waktu ada keluhan, ibu bersedia datang

kembali.

7. Merencanakan pada saat kunjungan ulang:

a. Tanyakan keluhan.

b. Periksa 2 T (timbang dan tekanan darah).

c. Kaji ulang efek samping KB suntik 3 bulan.

Petugas

(Revy Zuliana Asindra Farma)


178

BAB 4

PEMBAHASAN

Pada BAB ini membahas kesesuaian antara Tinjauan Teori dalam BAB 2

dengan Tinjauan Kasus dalam BAB 3. Pembahasan ini bertujuan untuk

merumuskan kesenjangan-kesenjangan antara teori dengan kasus nyata pada

asuhan kebidanan secara continuity of care pada Ny. “A” G1P00000 selama

kehamilan trimester III, bersalin, nifas, neonatus dan KB pascasalin yang

dilakukan mulai tanggal 06 April 2018 sampai tanggal 07 Juni 2018 di BPM Ny.

“T” S.ST, Baleasri, Ngariboyo, Kabupaten Magetan dengan menggunakan standar

asuhan kebidanan yang terdiri dari pengkajian data, perumusan diagnosa,

perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, dilanjutkan dengan SOAP perkembangan.

Berdasarkan pengkajian pada Ny. ”A” terdapat beberapa kesamaan dan

kesenjangan antara teori dan praktik, diantaranya sebagai berikut:

4.1 Kehamilan

Masa kehamilan ibu berjalan normal didukung oleh usia ibu yaitu 21 tahun

yang merupakan usia aman dalam kurun reproduksi sehat. Hal ini dapat dilihat

dari teori menurut Romauli (2011: 162) waktu reproduksi sehat merupakan usia

yang aman untuk kehamilan yaitu usia 20-30 tahun.

Kunjungan pertama pada tanggal 06-04-2018, Ny. ”A” mengeluh kaki kanan

dan kiri bengkak apabila duduk terlalu lama dan kaki digantung namun setelah

dibuat istirahat bengkak berkurang. Menurut Varney, Kriebs, & Gegor (2007:

540), bengkak dapat disebabkan karena tekanan pembesaran uterus pada vena

177
179

pelvik ketika duduk dan pada vena cava inferior ketika berbaring. Asuhan

kebidanan yang diberikan adalah menjelaskan penyebab dan cara mengatasi

bengkak serta melakukan pemeriksaan protein urin untuk kewaspadaan terhadap

kejadian preeklampsia, namun hasil dari pemeriksaan protein urin yaitu negatif /

(-). Hasil evaluasi ibu melaksanakan semua anjuran yang telah diberikan sesuai

dengan masalah yang dialami sehingga keluhan bengkak dapat teratasi.

Pada kunjungan kedua pada tanggal 10-04-2018, Ny. “A” mengeluh tidak

dapat BAB 2 hari. Ibu biasanya BAB 1 kali sehari. Setelah dilakukan anamnesa,

pada 2 hari ini ibu kurang makan sayur. Menurut pendapat Varney, Kriebs, &

Gegor (2007: 539), konstipasi terjadi akibat relaksasi otot polos pada usus besar

terjadi akibat peningkatan jumlah progesteron, pergeseran dan tekanan pada usus

akibat pembesaran uterus dapat menurunkan motilitas saluran gastrointestinal dan

penggunaan zat besi. Konstipasi yang terjadi pada ibu, selain akibat pembesaran

uterus juga disebabkan karena kurangnya mengonsumsi makanan berserat.

Asuhan kebidanan yang diberikan adalah menjelaskan penyebab dan cara

mengatasinya, menganjurkan ibu untuk menambah asupan cairan dan

mengonsumsi makanan berserat. Hasil evalusi ibu melaksanakan semua anjuran

yang telah diberikan sesuai dengan masalah yang dialami sehingga pada hari ke 3

ibu sudah dapat BAB dan masalah teratasi.

Hasil pemeriksaan, Ny. “A” memiliki tinggi badan 152,5 cm. Menurut

Romauli (2011: 173) tinggi badan ≤145 tergolong panggul sempit. Sedangkan

untuk lingkar lengan atas, Ny. “A” memiliki LILA baik yaitu 27 cm. Menurut

Romauli (2011: 173) LILA <23,5 cm merupakan indicator status gizi


180

kurang/buruk. Hasil pengukuran antropometri ibu, menunjukkan ibu memiliki

ukuran tinggi badan dan LILA yang normal. Berarti tidak terdapat kesenjangan

antara teori dan kasus nyata.

Berat badan ibu sebelum hamil 49 kg dengan IMT 21.12. IMT ini tergolong

normal, sehingga menurut Wheeler (2004: 71-72) diperlukan penambahan berat

badan sebanyak 12,5–17,5 kg untuk wanita dengan berat badan yang normal

selama hamil (IMT 19,8 – 26). Berat badan ibu saat usia kehamilan 38 minggu 1

hari adalah 66 kg, naik 17 kg dari berat badan sebelum hamil. Pada kasus ini

kenyataannya sesuai dengan teori namun dilihat dari berat badan ibu pada saat

pemeriksaan terakhir tidak ada kenaikan. Pada usia kehamilan 36 minggu 3 hari

yaitu 66 kg, usia kehamilan 37 minggu BB ibu tetap yaitu 66 kg. Hal ini tidak

sesuai dengan pendapat Romauli (2011: 173) bahwa normalnya penambahan BB

tiap minggu adalah 0,5 kg dan penambahan BB ibu dari awal sampai akhir

kehamilan adalah 6,5–16,5 kg (Romauli, 2011: 173).

Hasil pemeriksaan pada usia kehamilan 36 minggu 3 hari TFU 31 cm,

sehingga tafsiran berat janinnya 3100 gram. Pada usia kehamilan 37 minggu TFU

31 cm dengan tafsiran berat janin 3100 gram. Keadaan ini termasuk normal atau

sesuai dengan teori menurut Manuaba (2012: 98) bahwa tafsiran berat janin untuk

usia kehamilan 9 bulan adalah 2500 gram.

Pada pemeriksaan tinggi fundus uteri, hasil pemeriksaan TFU Ny. “A” adalah

3 jari bawah prosesus xypoideus dalam usia kehamilan 36 minggu 3 hari. Menurut

Saiffudin (2014: 93), bahwa usia kehamilan 36 minggu TFU berada setinggi atau

3 jari bawah prosesus xypoideus. Hal ini berarti ada kesesuaian antara teori dan
181

kasus. Pada pemeriksaan Leopold, didapatkan hasil pada fundus teraba bokong,

pada perut sebelah kanan teraba punggung janin, pada perut bagian bawah teraba

kepala dan kepala sebagian besar sudah masuk panggul karena sulit digoyangkan.

Menurut Romauli (2011: 175-176), bahwa pada letak yang normal pada fundus

uteri teraba bokong, pada perut samping kanan/kiri teraba punggung dan bagian

kecil janin, sedangkan pada uterus sebelah bawah teraba kepala. Hal ini berarti

letak janin dalam rahim Ny. “A” normal sesuai dengan teori.

Pada pemeriksaan auskultasi didapatkan hasil bahwa DJJ  terdengar

tunggal, frekuensi 144 kali/menit (12-12-12), teratur, keras dan kuat, punctum

maksimum 2 jari kanan bawah pusat. Menurut Marmi (2011: 189) hasil tersebut

sudah sesuai karena janin yang dalam keadaan sehat bunyi jantungnya teratur dan

frekuensinya antara 120-160 per menit. Pada letak kepala tempat DJJ dibawah

umbilikus. Pada pemeriksaan ukuran panggul luar didapatkan ukuran distensia

spinarum 25 cm, distansia kristarum 29 cm, distansia konjugata boudelouge 20

cm dan lingkar panggul 94 cm. Menurut Manuaba et al (2012: 171), pemeriksaan

panggul terutama bagi primigravida sangat penting. Karena untuk memperkirakan

kemungkinan kesempitan panggul. Ukuran panggul normal yaitu distansia

spinarum 23-26 cm, distansia kristarum 26-29 cm, konjugata eksterna

(Boudeloque) 18-20 cm, dan lingkar panggul 80-90 cm. DJJ dan ukuran panggul

luar yang diperoleh dari data obyektif menunjukkan DJJ dan ukuran panggul luar

normal, tidak terdapat kesenjangan antara teori dengan kasus.

Diagnosa kebidanan kehamilan yaitu G1P00000, umur kehamilan 36 minggu 3

hari, janin tunggal, hidup, intrauterin, situs bujur, habitus fleksi, posisi puka,
182

presentasi kepala, kepala masuk PAP, kesan jalan lahir normal, kehamilan risiko

rendah, KU ibu dan janin baik dengan masalah edema dependen, prognosa baik.

Diagnosa kebidanan pada ibu hamil trimester III sesuai dengan pendapat Manuaba

et al (2012: 123). Masalah yang muncul pada ibu sesuai dengan pendapat Varney,

Kriebs, & Gegor (2007: 537-543) yaitu edema dependen dan konstipasi.

Perencanaan dan pelaksanaan yang dilakukan pada keluhan edema dependen dan

konstipasi sesuai dengan teori Varney, Kriebs, & Gegor (2007: 540). Skor Poedji

Rochjati Ny. “A” adalah 2 didapatkan dari skor awal. Menurut Kemenkes RI

(2014) jumlah skor 2 tergolong Kehamilan Resiko Rendah (KRR) dapat ditolong

oleh bidan praktik mandiri atau polindes.

4.2 Persalinan

Pada kasus, berdasarkan HPHT, Ny. “A” memasuki persalinan pada usia

kehamilan 38 minggu 1 hari. Menurut Wiknjosastro (2014: 39), persalinan

dianggap normal jika prosesnya terjadi pada usia kehamilan cukup bulan (setelah

37 minggu) tanpa disertai adanya penyulit. Usia kehamilan ibu menunjukkan usia

kehamilan yang dianggap normal untuk bersalin. Pada tanggal 18 April 2018

pukul 03.00 WIB ibu merasa kenceng-kenceng melingkar dari pinggang ke perut

bagian bawah namun masih hilang timbul, pukul 05.30 ibu mengeluarkan cairan

dari jalan lahir dan datang ke PMB Ny.”T” pukul 05.45 WIB. Pukul 06.00 ibu ke

dilakukan VT hasilnya pembukaan 1 cm. Pada pukul 10.00 WIB kenceng semakin

kuat dan dilakukan VT pembukaan 2 cm. Pukul 13.30 WIB kenceng semakin kuat

dan sering, ibu ingin mengejan dan tidak dapat ditahan, dilakukan VT hasilnya

pembukaan 7 cm namun ibu mulai tidak kooperatif, ibu mengejan dan tidak dapat
183

terkontrol. Pukul 14.00 WIB ketuban pecah dilakukan VT pembukaan 10 cm, ibu

dipimpin mengejan dan dapat mengejan dengan benar. Setelah dipimpin mengejan

selama 35 menit, ibu melahirkan spontan, jenis kelamin laki-laki, langsung

menangis dan gerak aktif, plasenta lahir spontan dan lengkap, laserasi derajat 2

dijahit jelujur dan subkutis dengan benang catgut, kala IV normal tidak ada

keluhan. Segera setelah bayi lahir dilakukan IMD selama ± 5 menit. Sesuai

pendapat yang dikemukakan oleh Wiknjosastro (2014: 131-135) segera setelah

bayi lahir dilakukan IMD selama 1 jam atau lebih bahkan sampai bayi dapat

menyusu sendiri. Terdapat kesenjangan antara kasus dan teori. Pada kasus, IMD

hanya diberikan selama ± 5 menit yang seharusnya diberikan selama ± 1 jam. Hal

ini disebabkan karena bayi tidak diberi kesempatan untuk IMD dan segera

dilakukan perawatan bayi baru lahir. Lama persalinan Kala I 8 jam yang terbagi

menjadi 2 fase yaitu pada fase laten 6 jam dan fase aktif 2 jam, Kala II 35 menit

dan kala III 5 menit. Hal ini sesuai dengan teori menurut Manuaba et al (2012:

175) primigravida kala I berlangsung 8–12 jam, kala II 1–1,5 jam, kala III 10

menit, kala IV 2 jam, jumlah lama persalinannya tanpa memasukkan kala IV yang

sifatnya observasi adalah 10–12 jam. Dilakukan tindakan asuhan persalinan

normal 60 langkah dan hasilnya berlangsung normal tanpa adanya komplikasi.

Penatalaksanaan kala III menggunakan manajemen aktif kala III sesuai dengan

APN. Pada Kala IV, karena ibu sudah mengejan sebelum pembukaan 10 cm,

dikhawatirkan terjadi perdarahan oleh karena itu dipasang kateter, tampon dan

infus RL dengan 16 tpm. Ibu akan diobservasi selama 6-8 jam (kunjungan

pertama postpartum) jika keadaan ibu baik, perdarahan normal, TFU keras maka
184

kateter, tampon dan infus akan dilepas. Selama kala IV dilakukan penjahitan luka

perineum menggunakan anestesi lidokain 1% non epinefrin. Dilakukan

pemantauan sesuai dengan APN meliputi; mengobservasi tekanan darah, nadi,

TFU, kontraksi uterus, kandung kemih dan perdarahan tiap 15 menit pada 1 jam

pertama dan tiap 30 menit pada 1 jam kedua, mengobservasi suhu tiap jam selama

2 jam pertama; menyibin ibu, mendekontaminasi tempat dan alat persalinan;

memeriksa napas dan suhu bayi; menjelaskan tanda bahaya kala IV serta

melengkapi partograf.

4.3 Nifas

Pada kunjungan nifas pertama tanggal 18 April 2018 (6 jam postpartum) Ny.

“A” mengeluh nyeri pada luka jahitan perineum. Menurut Varney, Kriebs, dan

Gegor (2008: 974-975), keluhan yang sering dialami ibu masa nifas adalah nyeri

pada luka jahitan perineum, penyebab terjadinya nyeri akibat laserasi atau

episiotomi dan jahitan pada saat persalinan. Hal ini normal, karena pada ibu

dilakukan penjahitan luka perineum. Pada 6 jam postpartum dilakukan pelepasan

kateter, tampon, serta infus karena kondisi ibu baik. Hasil pemeriksaan perdarahan

normal (± 30 cc), TFU 2 jari bawah pusat, kontraksi keras, lokhea rubra, DDR

1/2. Setelah dilakukan kateter dilepas ibu sudah dapat BAK spontan di kamar

mandi. ASI (kolostrum) keluar lancar, ibu sudah dapat menyusui bayinya. Ibu

sudah mobilisasi dini dengan miring kanan/kiri, duduk, dan berjalan ke kamar

mandi. Psikologis ibu baik sesuai fasenya yaitu fase taking in. Ibu sering

menceritakan pengalaman persalinannya, dalam merawat bayi masih bergantung

pada ibu atau bidan, ibu tampak bahagia mau menyusui dan menggendong
185

bayinya. Hal ini sesuai dengan teori yang disampaikan oleh Bahiyatun (2013: 64),

fase taking in terjadi pada 1-2 hari pascasalin, tingkah laku ibu tergantung orang

lain dan hanya fokus pada dirinya sendiri, ibu akan mengulang-ulang

pengalamannya waktu bersalin dan melahirkan, tidur tanpa gangguan sangat

penting untuk mencegah gangguan tidur. Ibu tidak ada pantangan makan dan tidak

tarak, mengonsumsi buah dan sayur. Asuhan kebidanan yang diberikan adalah

menjelaskan mengenai nyeri pada luka jahitan perineum dan cara mengatasi.

Menjelaskan pada ibu mengenai tanda bahaya dan kebutuhan ibu nifas. Selain

memberikan asuhan spesifik pada masalah yang muncul, juga diberikan asuhan

rutin. Ibu dapat menjelaskan kembali nasehat bidan dan mengatakan akan

melaksanakannya.

Pada kunjungan nifas kedua tanggal 11 Mei 2018 (hari ke 23 postpartum)

keadaan ibu baik, tidak terdapat tanda bahaya. Keluhan nyeri jahitan sudah

berkurang, jahitan sudah kering, tidak berbau, tidak kemerahan, dan tidak

bernanah. ASI keluar lancar pada payudara kanan dan kiri, tidak bengkak dan

kemerahan. TFU sudah tidak teraba, lokhea alba (berwarna putih), DDR 1/2.

Psikologis ibu normal, ibu mulai dapat merawat bayinya namun masih dibantu

oleh ibunya. Ibu sudah melakukan aktivitas rumah seperti memasak, menyapu dan

mencuci baju. Nutrisi dan kebutuhan cairan ibu tercukupi, ibu tidak tarak dan

mengonsumsi buah dan sayur. Istirahat sedikit terganggu karena harus menyusui

di malam hari, namun saat siang hari ibu mengikuti pola tidur bayinya. Tidak ada

masalah dalam proses menyusui, ASI keluar lancar dan bayi menyusu adekuat.

Asuhan kebidanan yang diberikan adalah menjelaskan mengenai KB pascasalin,


186

mengingatkan untuk selalu menyusui bayinya setiap 2 jam sekali sampai 6 bulan.

Setelah dijelaskan ibu sudah memiliki rencana untuk menggunakan KB suntik 3

bulan dan ibu melakukan sesuai anjuran.

Pada kunjungan nifas ketiga pada tanggal 30 Mei 2018 (hari ke 42

postpartum) keadaan ibu baik, tidak ada tanda bahaya. Tidak ada keluhan dan

luka jahitan sudah tidak perih lagi. TFU sudah tidak teraba, sudah tidak

mengeluarkan lokhea, DDR 1/2 dan psikologis ibu normal. ASI keluar lancar,

tidak ada masalah. Nutrisi, kebutuhan cairan, dan istirahat ibu tercukupi. Ibu

sudah memastikan untuk menggunakan KB suntik 3 bulan. Namun, untuk

menggunakan KB ibu menunggu suaminya pulang kerja dari Jombang dan

rencana KB pada tanggal 07 Juni 2018.

TFU 6 jam postpartum 2 jari bawah pusat, 23 hari dan 42 hari postpartum

TFU tidak teraba. Teori yang dikemukakan Manuaba et al (2012: 200) saat

plasenta lahir TFU setinggi pusat, 7 hari TFU pertengahan pusat-simpisis dan 14

hari TFU tidak teraba. Lokhea 6 jam postpartum warna merah kehitaman, 23 hari

postpartum warna putih, hari ke 42 postpartum sudah tidak mengeluarkan lokhea.

Teori yang dikemukakan Manuaba et al (2012: 201) lokhea pada hari ke 1-4

berwarna merah kehitaman, hari ke 3-7 warna putih bercampur darah, hari ke 7-14

warna kekuningan dan hari ke > 14 berwarna putih. DDR ibu normal yaitu ½.

Laktasi lancar mulai bayi lahir sampai 42 hari postpartum diberikan ASI tiap 2

jam sekali. Proses involusi, lokhea dan laktasi normal tidak terdapat kesenjangan

antara teori dan kasus. Masa nifas ibu berjalan dengan normal dan lancar, hal ini

didukung karena nutrisi, kebutuhan cairan dan istirahat ibu tercukupi serta ibu
187

selalu beraktivitas seperti melakukan pekerjaan rumah tangga (menyapu,

memasak dan mencuci) namun dilakukan secara bertahap sesuai dengan

kemampuan ibu.

4.4 Neonatus

Bayi lahir tanggal 18 April 2018 pukul 14.35 WIB secara spontan tanpa

penyulit, lahir langsung menangis dan gerak aktif. BBL 3500 gram, panjang

badan 48 cm, LIKA 34 cm. Bayi sudah dilakukan pemeriksaan fisik, sudah

mendapatkan injeksi vitamin K1, salep mata, perawatan tali pusat dengan kassa

steril serta imunisasi hepatitis B 0. Memberikan konseling mengenai perawatan

bayi baru lahir dengan gunakan Buku KIA. Asuhan kebidanan yang telah

dilakukan pada neonatus sesuai dengan pendapat Kemenkes RI (2016: 34) yaitu

jangan memberikan apapun pada tali pusat. Rawat tali pusat terbuka dan kering.

Bila tali pusat kotor atau basah, cuci dengan air bersih dan sabun mandi dan

keringkan dengan kain bersih. Ibu juga dianjurkan untuk memberi ASI sesering

mungkin sesuai dengan teori Marmi (2014: 73), menyusui sesuai keinginan ibu

(jika payudara penuh) dan juga sesuai dengan keinginan bayi setiap 2 – 3 jam

bergantian pada payudara kanan dan kiri. Pada 6 jam pasca lahir kolostrum sudah

keluar baik payudara kanan maupun kiri dan bayi sudah disusui ASI saja tanpa

susu formula, bayi dapat menyusu kuat sebanyak 4x serta tidak ada tanda bahaya

pada bayi. Selain itu, dilakukan pemantauan terhadap tanda bahaya pada bayi,

menjaga bayi dalam kehangatan. Bayi dapat beradaptasi dari intrauterin ke

ekstrauterin dengan baik dan tidak terjadi komplikasi.


188

Pada kunjungan kedua pada tanggal 24 April 2018 (hari ke-6) tali pusat sudah

lepas, bayi tidak kuning, berat badan meningkat 200 gram menjadi 3700 gram,

tidak ada keluhan dan tidak terjadi penurunan berat badan dalam beberapa hari

pertama setelah kelahiran. Hal ini tidak sesuai dengan teori Walsh (2012: 368)

bahwa berat badan bayi dapat berkurang 10% selama beberapa hari pertama

kehidupan. Hal ini dipengaruhi karena frekuensi menyusu dan asupan nutrisi yang

adekuat. Asuhan yang diberikan adalah memotivasi ibu memberikan ASI secara

on demand tanpa makanan tambahan selama 6 bulan minimal 2 jam sekali. Ibu

mengatakan akan menyusui bayinya secara on demand. Mengingatkan ibu untuk

selalu menjaga keamanan dan kehangatan bayi serta menjelaskan mengenai

perawatan bayi baru lahir dirumah dengan gunakan Buku KIA. Pada kunjungan

berikutnya di rencanakan untuk dilakukan pijat bayi dan pemeriksaan DDST.

Pada kunjungan ketiga tanggal 16 Mei 2018 (hari ke-28) tidak ada keluhan,

tidak terdapat tanda bahaya. Bayi menyusu adekuat setiap 2 jam atau setiap bayi

menginginkan. Berat badan bayi meningkat menjadi 4300 gram, panjang badan 54

cm, LIKA 38 cm. Berat badan bayi meningkat 800 gram dari berat saat lahir yaitu

3500 gram. Hal ini sesuai dengan KBM yang ada di Buku KIA berat bayi dalam

1 bulan harus meningkat 800 gram. Grafik berat badan bayi mengikuti garis

pertumbuhan dan berada di dalam garis warna hijau. Panjang badan bayi

meningkat dari 48 cm saat lahir menjadi 54 cm. Menurut pendapat dari Ladewig

(2006: 157) pertambahan panjang yaitu 2 cm per bulan pada 6 bulan pertama.

Sesuai grafik berat badan menurut panjang badan bayi terdapat pada garis warna

merah (-2) yang termasuk dalam kategori normal. Sesuai dengan grafik yang ada
189

di Buku KIA kategori normal dimulai dari -2 SD sampai dengan 2 SD. Sedangkan

sesuai dengan grafik panjang badan menurut umur bayi, berada dalam antara

angka -2 dan 0 yang termasuk dalam kategori normal (-2 SD sampai dengan 2

SD). Hasil pemeriksaan lingkar kepala bayi meningkat 4 cm dari saat lahir yaitu

dari 34 cm menjadi 38 cm. Sesuai dengan grafik lingkar kepala dari Nelhaus yaitu

berada dalam garis warna hijau dengan kategori normal.

Bayi sudah mendapatkan imunisasi BCG dan Polio 1 pada tanggal 3 Mei

2018 di puskesmas Ngariboyo, setelah dilakukan imunisasi tidak terjadi

komplikasi. Bayi sudah mengikut posyandu pada tanggal 11 Mei 2018. Pada

kunjungan ketiga ini dilakukan pijat bayi dan pemeriksaan DDST. Hasil dari

pemeriksaan DDST pertumbuhan dan perkembangan bayi normal sesuai usia

dilihat dari hasil DDST yaitu 0T dan 0P. Saat ini bayi sudah mampu

mengeluarkan suara o...o..., tersenyum, menggerakkan tangan dan kaki,

mengangkat kepala saat ditengkurapkan, menatap muka, membalas senyum.

Asuhan yang diberikan adalah mengajarkan ibu untuk melakukan stimulasi

terhadap bayinya, tetap memotivasi ibu memberikan ASI saja secara on demand

tanpa makanan tambahan selama 6 bulan, dan memesan ibu mengimunisasikan

bayinya sesuai jadwal. Ibu mengatakan akan menstimulasi bayinya dan akan

mengimunisasikan bayinya sesuai jadwal. Masa neonatus berjalan dengan normal,

hal ini dipengaruhi karena frekuensi menyusu dan asupan nutrisi bayi yang

adekuat. Selain itu, ibu sangat memperhatikan tumbuh kembang bayinya. Bayi

sudah mendapatkan imunisasi BCG dan Polio 1 serta bayi sudah pernah dibawa

ke posyandu.
190

4.5 KB Pascasalin

Pada saat kontak pertama dengan ibu, ibu mendapatkan penyuluhan mengenai

KB, selain itu juga diberikan saat kunjungan nifas yang ke-2 yaitu 23 hari

postpartum. Pada kunjungan nifas 23 hari postpartum ibu mantap untuk memilih

KB suntik 3 bulan, sampai dengan 42 hari postpartum ibu belum datang haid dan

belum melakukan hubungan seksual karena ibu masih takut untuk melakukan

hubungan seksual.

Berdasarkan pemeriksaan fisik dan tanda-tanda vital dapat disimpulkan

bahwa keadaan umum ibu baik dan tidak ada kontraindikasi dalam pemakaian KB

sederhana maupun modern. Intervensi yang dilakukan yaitu memberikan

konseling umum tentang KB. Ibu mantap memilih KB suntik 3 bulan.

Pelaksanaan asuhan kebidanan yang diberikan kepada ibu sesuai dengan rencana

asuhan kebidanan pada keluarga berencana menurut Saifuddin (2010: U-3-U-4)

yaitu memberikan konseling khusus mengenai KB suntik 3 bulan meliputi

pengertian, cara kerja, keuntungan, kerugian, efektivitas dan jadwal kunjungan

ulang. Untuk penggunaan KB, ibu menunggu suaminya pulang bekerja dari

Jombang (07 Juni 2018) dan pada hari itu juga ibu telah menggunakan KB suntik

3 bulan. Jadwal kunjungan ulang yaitu pada tanggal 28 Agustus 2018. Setelah

dilakukan penyuntikan KB suntik 3 bulan tidak terjadi komplikasi.

Sesuai pendapat Affandi (2013: MK-43), KB suntik 3 bulan ini aman dan

boleh digunakan untuk ibu menyusui, karena KB ini hanya menggandung hormon

progesteron yang tidak mempengaruhi produksi ASI. Selain itu, ibu telah aman

untuk melakukan hubungan seksual karena cara kerja KB ini untuk mencegah
191

ovulasi dan mengentalkan lendir serviks sehingga menurunkan kemampuan

penetrasi sperma.
192

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

5.1.1 Asuhan Kebidanan Hamil

Asuhan kebidanan secara continuity care telah dilakukan pada Ny. “A”

selama kehamilan trimester III, termasuk dalam kelompok ibu hamil risiko

rendah, selama kehamilan berlangsung normal namun mempunyai keluhan edema

dependen dan konstipasi yang masih tergolong fisiologis.

5.1.2 Asuhan Kebidanan Bersalin

Proses persalinan berjalan normal saat usia kehamilan 38 minggu 1 hari di

PMB Ny. “T” S.ST proses persalinan berjalan dengan lancar, bayi lahir spontan,

langsung menangis gerak aktif, plasenta lahir spontan dan lengkap, laserasi derajat

II dijahit jelujur dan subkutis, tidak ada perdarahan setelah melahirkan.

5.1.3 Asuhan Kebidanan Nifas

Masa nifas berjalan normal laktasi lancar, involusi dan lokhea normal, tidak

ada penyulit.

5.1.4 Asuhan Kebidanan Neonatus

Bayi lahir spontan belakang kepala pada tanggal 18 April 2018 pukul

14.35 WIB, jenis kelamin laki-laki, berat lahir 3500 gram, panjang badan 48 cm,

langsung menangis, gerak aktif, keadaan fisik normal, tidak ada cacat bawaan.

Bayi Ny. “A” minum ASI. Setelah lahir bayi mendapat injeksi vitamin K1, salep

mata, dan imunisasi HB0. Tali pusat lepas usia 6 hari. Bayi telah mendapatkan

191
193

imuniasai BCG dan Polio 1 pada usia 15 hari. Pertumbuhan dan perkembangan

bayi normal sesuai dengan hasil pemeriksaan DDST.

5.1.5 Asuhan Kebidanan KB pascasalin

Ibu telah menggunakan KB suntik 3 bulan. Hasil penapisan ibu tidak ada

kontraindikasi pemakaian KB suntik 3 bulan.

5.2 Saran

5. 2.1 Pasien dan keluarga

Ibu dan keluarga diharapkan dapat memanfaatkan fasilitas pelayanan

kebidanan yang ada seperti pijat bayi, deteksi tumbuh kembang bayi dan balita,

pemeriksaan kehamilan secara rutin, persalinan, perawatan ibu nifas, neonatus,

serta KB pascasalin di fasilitas kesehatan sehingga menaikkan derajat kesehatan

ibu dan bayi.

5. 2.2 Institusi pendidikan kebidanan

Meningkatkan pembelajaran materi dalam upaya penerapan asuhan

komprehensif pada ibu hamil, bersalin, nifas, neonatus dan KB oleh mahasiswa

kebidanan yang akan menjadi bidan yang bekerja di lapangan. Hendaknya

institusi menambah bahan bacaan di perpustakaan untuk dijadikan bahan referensi

mahasiswa dalam melaksanakan asuhan kebidanan.

5. 2.3 Institusi pelayanan kesehatan

Diharapkan petugas pelayanan kesehatan terutama bidan menggunakan

pendekatan asuhan kebidanan yang berkualitas sesuai standart dengan

menerapkan asuhan kebidanan secara continuity of care, mampu mendeteksi

secara dini masalah-masalah ibu hamil agar mendapatkan asuhan yang sesuai
194

sehingga dapat bersalin secara normal, masa nifas tanpa komplikasi, perawatan

neonatus optimal dan pemilihan KB pascasalin dengan tepat. Memberikan asuhan

kebidanan yang berkualitas dengan menerapkan asuhan secara berkesinambungan,

melakukan pendokumentasian yang baik dan benar sebagai perlindungan aspek

hukum.

5. 2.4 Profesi bidan

Bidan perlu meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dalam

memberikan asuhan kebidanan secara menyeluruh dan berkesinambungan

(continuity of care) dari hamil, bersalin, nifas, neonatus, dan keluarga berencana.

Selain itu, juga diharapkan untuk mengikuti pertemuan-pertemuan ilmiah dan

pelatihan-pelatihan untuk meningkatkan kemampuan dalam memberikan asuhan

kebidanan kepada ibu hamil sampai menggunakan KB.

5. 2.5 Penulis selanjutnya

Pendokumentasian asuhan kebidanan merupakan hal yang penting

dikuasai oleh bidan, sehingga saran bagi mahasiswa kebidanan untuk

memperhatikan dan mempelajari lebih dalam tentang dokumentasi asuhan

kebidanan yang baik dan benar. Mampu dan tetap menerapkan pengalaman

tentang asuhan kebidanan secara continuity of care ketika di dunia kerja dan terus

menggali pengalaman-pengalaman baru. Senantiasa memanfaatkan pengetahuan

dan ketrampilan yang telah didapat serta menggunakannya sebagai bahan

pertimbangan dalam melakukan asuhan secara continuity of care yang dimulai

pada ibu hamil, bersalin, nifas, neonatus dan KB pascasalin.


195

DAFTAR PUSTAKA

Affandi, B., et al. 2013. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi (3rd ed.).
Jakarta: PT Bina Puskata Sarwono Prawirohardjo.

Ambarwati, E. R., & Wulandari, D. 2010. Asuhan Kebidanan Nifas. Yogyakarta:


Nuha Medika.

Ambarwati & Rismintari. 2011. Asuhan Kebidanan Komunitas Plus Contoh


Askeb. Yogyakarta: Nuha Medika.

Anggraini, Y. 2010. Asuhan Kebidanan Masa Nifas. Yogyakarta: Pustaka


Rihama.

Armini, N. W., Sriasih, N. G. K., & Marhaeni, G. A. 2017. Asuhan Kebidanan,


Neonatus, Bayi, Balita dan Anak Prasekolah. Yogyakarta: Penerbit ANDI.

Bahiyatun. 2013. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Nifas Normal. Jakarta: EGC.

Chapman, V. 2013. Asuhan Kebidanan Persalinan & Kehamilan. Jakarta: EGC.

Cunningham, F. G., et al. 2006. Obsetri Williams Edisi 21. Jakarta: EGC.

Cunningham, F. G., et al. 2014. Williams Obstetrics. Jakarta: EGC.

Doenges, M. E., & Moorhouse, M. F. (2001). Rencana Perawatan Maternal/Bayi:


Pedoman untuk Perencanaan dan Dokumentasi Perawatan Klien Edisi 2
Cetakan I. Jakarta: EGC.

Dinkes Magetan. 2017. Profil Kesehatan Kabupaten Magetan Tahun 2016. Profil
Dinas Kesehatan Tahun 2016. Magetan: Dinas Kesehatan Magetan.
Retrieved from http://bappeda.sulteng.go.id/download/web
bappeda/profil_kes_sulteng2008.pdf

Dinkes Provinsi Jatim. 2015. Profil Kesehatan Provinsi Jawa Timur 2015.
Surabaya: Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur.

Fraser, D. M., & Cooper, M. A. 2009. Buku Ajar Bidan. Jakarta: Buku
Kedokteran EGC.

194
196

Glasier, A., & Gebbie, A. 2006. Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi
(4th ed.). Jakarta: EGC.

Handajani, S. D. (2010). Manajemen Asuhan Kebidanan. Jakarta: EGC.

Hartanto, H. 2010. Keluarga Berencana dan Kontrasepsi. Jakarta: Pustaka Sinar


Harapan.

Hidayat, A. S. 2010. Asuhan Kebidanan Persalinan. Yogyakarta: Nuha Medika.

IBI. 2016. Buku Acuan Midwifery Update 2016. Jakarta: Pengurus Pusat Ikatan
Bidan Indonesia.

Kemenkes RI. 2010. Pedoman Pelayanan Antenatal Terpadu. Jakarta:


Kementerian Kesehatan Direktorat Bina Kesehatan Ibu.

Kemenkes RI. 2011. Keputusan Menteri Kesehatan RI NO.


938/Menkes/SK/VIII/2007 Tentang Asuhan Kebidanan. Jakarta: Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia.

Kemenkes RI. 2012. Pedoman Pelaksanaan Stimulasi, Deteksi dan Intervensi


Dini Tumbuh Kembang Anak ditingkat Pelayanan Kesehatan Dasar. Jakarta:
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Kemenkes RI. 2013. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan
Dasar dan Rujukan. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Kemenkes RI. 2016. Buku Kesehatan Ibu dan Anak. Jakarta: Kementerian
Kesehatan dan JICA.

Kemenkes RI. 2017. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2016. Profil Kesehatan
Provinsi Bali. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Klein, S., Miller, S., & Thomson, F. 2015. Buku Bidan Asuhan Pada Kehamilan,
Kelahiran, & Kesehatan Wanita. Jakarta: EGC.

Ladewig, P. W., London, M. L., & Olds, S. B. 2006. Buku Saku Asuhan Ibu dan
Bayi Baru Lahir Edisi 5. Jakarta: EGC.

Manuaba, I. A. ., Manuaba, I. . C., & Manuaba, I. B. . F. 2012. lmu Kebidanan,


Penyakit kandungan, dan KB untuk pendidikan bidan. Jakarta: EGC.
197

Manuaba, I. B. ., Manuaba, I. . C., & Manuaba, I. B. . F. 2012. Pengantar Kuliah


Obstetri. Jakarta: EGC.

Marmi. 2011. Asuhan Kebidanan pada Masa Antenatal. Yogyakarta: Pustaka


Pelajar.

Marmi. 2014. Asuhan Neonatus, Bayi, Balita, dan Anak Prasekolah. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.

Marmi. 2015. Asuhan Kebidanan pada Masa Nifas “Peurperium Care.”


Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Mufdlilah, D. 2012. Konsep Kebidanan Edisi Revisi. Yogyakarta: Nuha Medika.

Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit (2nd ed.). Jakarta: EGC.

Pritasari, K., Rohsiswatmo, R., & Weber, M. 2010. Buku Saku Pelayanan
Kesehatan Neonatal Esensial. Jakarta: Direktorat Bina Kesehatan Anak
Kemenkes RI.

Romauli, S. 2011. Buku Ajar Asuhan Kebidanan 1 Konsep Dasar Asuhan


Kehamilan. Yogyakarta: Nuha Medika.

Rukiyah, A. Y., & Yulianti, L. 2009. Asuhan Kebidanan II Persalinan. Jakarta:


CV. Trans Info Medika.

Rukiyah, A. Y., & Yulianti, L. 2010. Asuhan Kebidanan 4 Patologi Kebidanan.


Jakarta: CV. Trans Info Media.

Saifuddin, A. B. 2014. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan


Neonatal. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Saifuddin, A. B. 2014. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan


Neonatal. Jakarta: yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Saifuddin, A. B. 2014. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono


Prawirohardjo.

Sofian, A. 2015. Sinopsis Obstetri Jilid 1. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran


EGC.

Varney, H., Kriebs, J. M., & Gegor, C. L. 2007. Buku Ajar Asuhan Kebidanan
Edisi 4 Volume 1. Jakarta: EGC.
198

Varney, H., Kriebs, J. M., & Gegor, C. L. 2008. Buku Ajar Asuhan Kebidanan
Edisi 4 Volume 2. Jakarta: EGC.

Walsh, L. V. 2012. Buku Ajar Kebidanan Komunitas. Jakarta: EGC.

Wheeler, L. 2004. Buku Saku Asuhan Pranatal dan Pascapartum. Jakarta: EGC.

Wiknjosastro, H. 2006. Ilmu Kebidanan (Ketiga). Jakarta: Yayasan Bina Pustaka


Sarwono Prawirohardjo.

Wiknjosastro, G. H. 2008. Pelatihan Klinik Asuhan Persalinan Normal. Jakarta:


JNPK-KR.

Wiknjosastro, G. H. 2014. Asuhan Persalinan Normal. Jakarta: JNPK-KR.

Wulandari, S. R. 2011. Asuhan Kebidanan Ibu Masa Nifas. Yogyakarta: Gosyeng


Publisher.
199

Lampiran 1

LEMBAR PERMOHONAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama : REVY ZULIANA ASINDRA FARMA

NIM : P27824215020

Status : Mahasiswa Prodi D III Kebidanan Kampus Magetan

Politeknik Kesehatan Surabaya

Memohon kesediaan ibu menjadi klien yang akan diberikan asuhan

kebidanan continuity of care mulai kehamilan trimester III, persalinan, nifas,

neonatus, dan pemilihan KB pascasalin untuk menyelesaikan pendidikan ahli

madya kebidanan.

Demikian surat permohonan ini saya buat. Atas perhatiannya saya

mengucapkan terima kasih.

Magetan, Maret 2018

Yang menyatakan

Revy Zuliana Asindra Farma


P27824215020
200

Lampiran 2

SURAT PERNYATAAN

Yang bertandatangan di bawah ini, saya :

Nama : Revy Zuliana Asindra Farma

NIM : P27824215020

Program Studi : D-III Kebidanan Kampus Magetan

Angkatan : 2015-2018

Menyatakan bahwa saya tidak melakukan plagiat dalam penulisan Laporan Tugas

Akhir saya yang berjudul :

“ASUHAN KEBIDANAN

PADA Ny.”X” MASA HAMIL TRIMESTER III, PERSALINAN,

NIFAS, NEONATUS, DAN KB PASCASALIN

DI PMB WILAYAH KABUPATEN MAGETAN”

Apabila suatu saat nanti saya terbukti melakukan tindakan plagiat, maka saya

akan menerima sanksi yang telah ditetapkan.

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya.

Magetan, 18 Juli 2018

Penulis

Revy Zuliana Asindra Farma


P27824215020
201

Lampiran 3

LEMBAR PERSETUJUAN
(INFORMED CONSENT)

Saya yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama : .......................................................................................

Umur : ............................................................................. tahun

Pendidikan : .....................................................................................

Pekerjaan : .......................................................................................

Alamat : .......................................................................................

Setelah mendapatkan penjelasan maksud dan tujuan serta memahami

pelaksanaan studi kasus asuhan kebidanan secara continuity of care pada ibu

hamil trimester III, persalinan, nifas, neonatus, dan KB pascasalin oleh Mahasiswi

Prodi D III Kebidanan Magetan Politeknik Kesehatan Surabaya, dengan ini saya

menyatakan bersedia menjadi klien dalam pelaksanaan asuhan kebidanan secara

continuity of care tersebut.

Demikian persetujuan ini saya buat dengan sesungguhnya tanpa ada

paksaan dari siapapun, agar dapat dipergunakan sebagaimana mestinya.

Magetan, ............................................ 2018

Yang Menyatakan

(........................................................)
202

NO RIWAYAT IMUNISASI TT PERNAH/ TIDAK KESIMPULAN


DIIMUNISASI DPT/ STATUS TT?
DPT-HB/ DT/ TT/ Td?
1 2 3 4
A RIWAYAT IMUNISASI DPT/ DPT-HB SAAT BAYI
BAYI YANG LAHIR SETELAH TAHUN 1990 STATUS-NYA
DIHITUNG T-2
B RIWAYAT BIAS
1 Untuk WUS yang lahir antara tahun 1973 s/d 1976
a. Kelas 6
2 Untuk WUS yang lahir antara tahun 1977 s/d 1987
a. Kelas 1
b. Kelas 6
3 Untuk WUS yang lahir tahun 1988
a. Kelas 1
b. Kelas 5
c. Kelas 6
4 Untuk WUS yang lahir tahun 1989
a. Kelas 1
b. Kelas 4
c. Kelas 5
d. Kelas 6
5 Untuk WUS yang lahir tahun 1990
a. Kelas 1
b. Kelas 3
c. Kelas 4
d. Kelas 5
e. Kelas 6
6 Untuk WUS yang lahir tahun 1991
a. Kelas 1
b. Kelas 2
c. Kelas 3
d. Kelas 4
7 Untuk WUS yang lahir tahun 1992 s/d sekarang
a. Kelas 1
b. Kelas 2
c. Kelas 3
C SAAT CALON PENGANTIN
D SAAT HAMIL
a. Hamil 1
b. Hamil 2
c. Hamil 3
d. Hamil 4
E LAIN-LAIN (KEGIATAN KAMPANYE/ ORI DIFTERI)
CONTOH: SAAT SMA TAHUN 2003-2005 DAN
AKSELERASI WUS DI BANGKALAN & SUMENEP (2009-
2010), ORI DIFTERI 2011
STATUS IMUNISASI T SEKARANG (TOTAL IMUNISASI KOMPONEN T YANG SUDAH
DIDAPATKAN)
Lampiran 4
203

TABEL BANTU SKRINING STATUS TT WUS

KETERANGAN

1. Vaksinasi bayi DPT 3 dosis dimulai sejak 1977-sekarang


2. Vaksinansi anak SD/MI (BIAS) DT & TT tahun 1984-1997 = kelas 1 laki+ perempuan
(DT 2 ds) & kelas 6 perempuan (TT 2 ds)
3. Vaksinansi anak SD/MI (BIAS) DT & TT tahun 1998-2000 = kelas 1 (DT) s/d kelas 2-
6 (TT)
4. Vaksinansi anak SD/MI (BIAS) DT & TT tahun 2001- sekarang = kelas 1, 2 & 3
5. Vaksinansi CPW/ CATIN & BUMIL TT2 dosis dimulai 1984- 2000, TH 2001-
SEKARANG HARUS DISKRINING LEBIH DULU
6. Interval minimal pemberian: TT1 ke TT2= 4 minggu, TT2 ke TT3= 6 bulan, TT3-
TT4= 1 tahun, TT4-TT5= 1 tahun
7. Masa perlindungan terhadap Tetanus Toxoid= T1= 0 tahun, T2= 3 tahun, T3= 5 tahun,
T4= 10 tahun, T5= 25 tahun
204

Lampiran 5

KARTU SKOR POEDJI ROCHYATI

Kelompok No Masalah/faktor risiko Skor Tribulan


faktor I II III1 III2
risiko
Skor awal ibu hamil 2
1 Terlalu muda, hamil ≤16 th 4
2 Terlalu tua, hamil ≥35 th 4
Terlalu lambat hamil I, kawin ≥4 th 4
3 Terlalu lama hamil lagi (≥10 th) 4
4 Terlalu cepat hamil lagi (<2 th) 4
5 Terlalu banyak anak, 4/lebih 4
I 6 Terlalu tua, umur ≥35 th 4
7 Terlalu pendek ≤145 cm 4
8 Pernah gagal kehamilan 4
9 Pernah melahirkan dengan: 4
a. Tarikan tang/vakum
b. Uri dirogoh 4
c. Diberi infus/tranfusi 4
10 Pernah operasi sesar 8
11 Penyakit pada ibu hamil 4
a. Kurang darah b. Malaria
c. TBC paru d. Payah jantung 4
e. Kencing manis (diabetes) 4
f. Penyakit menular seksual 4
12 Bengkak pada muka/tungkai dan tekanan 4
II darah tinggi
13 Hamil kembar atau lebih 4
14 Hamil kembar air (hidramnion) 4
15 Bayi mati dalam kandungan 4
16 Kehamilan lebih bulan 4
17 Letak sungsang 8
18 Letak lintang 8
19 Pendarahan dalam kehamilan ini 8
III
20 Preeklampsia berat/ kejang–kejang 8
JUMLAH SKOR

KEHAMILAN PERSALINAN DENGAN RESIKO


JML KEL PERA- RUJUKAN TEMPAT PENO- RUJUKAN
SKOR RESIKO WATAN LONG RDB RDR RTW
2 KRR BIDAN TIDAK BIDAN
DIRUJUK
6-10 KRT BIDAN BIDAN BIDAN
DOKTER PKM DOKTER
>12 KRST DOKTER RUMAH DOKTER
SAKIT
205

Lampiran 6

PENAPISAN IBU BERSALIN

Rujuk ibu bila didapati salah satu atau lebih penyulit seperti berikut:

1. Riwayat bedah besar


2. Perdarahan pervaginam
3. Persalinan kurang bulan (usia kehamilan kurang dari 37 minggu)
4. Ketuban pecah disertai dengan mekonium yang kental
5. Ketuban pecah lama (lebih dari 24 jam)
6. Ketuban pecah pada persalinan kurang bulan (usia kehamilan kurang dari 37
minggu)
7. Ikterus
8. Anemia berat
9. Tanda/gejala infeksi
10. Pre eklamsi/hipertensi dalam kehamilan
11. TFU 40 cm atau lebih
12. Gawat janin
13. Primipara dalam fase aktif kala satu persalinan dan kepala janin masih 5/5
14. Presentasi bukan belakang kepala
15. Presentasi ganda (majemuk)
16. Kehamilan ganda atau gemeli
17. Tali pusat menumbung
18. Syok

Wiknjosastro, 2014
206

Lampiran 7
LEMBAR OBSERVASI
A. ANAMNESE
Tanggal masuk : ................................. Jam : .........................
His mulai tanggal : ................................. Jam : .........................
Darah :..........................................................................
Lendir : .........................................................................
Ketuban : Pecah / Belum Jam : .........................
B. KEADAAN UMUM
Tensi : .............................................
Suhu : .............................................
Nadi : .............................................
Respirasi : .............................................
Odema : .............................................
C. PEMERIKSAAN OBSTETRI
Palpasi perlimaan : .............................................
VT : Tanggal ............................... Jam : ..................
Hasil .....................................................................
OBSERVASI KALA I ( FaseLaten Ø < 4 cm )

Tanggal Jam His dlm 10 ” DJJ Tensi Suhu Nadi VT Ket.


Berapa Lamanya
kali
207

Lampiran 8
208
209

Lampiran 9
210
211

Lampiran 10
212

Lampiran 11
213

Lampiran 12
214

Lampiran 13
215

Lampiran 14
216

Lampiran 15

Anda mungkin juga menyukai