Anda di halaman 1dari 20

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Asuhan kebidanan komprehensif adalah suatu pemeriksaan yang di

lakukan Secara lengkap dengan adanya pemeriksaan sederhana dan

konseling asuhan kebidanan yang mencakup pemeriksaan

berkesinambungan di antaranya asuhan kebidanan kehamilan, persalinan,

bayi baru lahir, dan masa nifas. (Dewi Yuliniangtiyas,2014:1)

Continuity of care adalah suatu proses dimana tenaga kesehatan

yang kooperatif terlibat dalam manajemen pelayanan kesehatan secara

terus menerus menuju pelayanan yang berkualitas tinggi, biaya

perawatan medis yang efektif. Hal ini sesuai dengan rencana strategis

menteri kesehatan dari salah satu prioritas pembangunan kesehatan pada

tahun 2010-2014 adalah peningkatan kesehatan ibu, bayi, balita, dan

keluarga berencana (KB) (Kemenkes, 2010). Upaya lain yang dapat di

lakukan untuk memenuhi target yang belum tercapai dapat melakukan

upaya seperti tenaga kesehatan harus bekerja sama dengan kader desa,

agar kader desa aktif melaporkan ibu hamil kepada tenaga kesehatan

yang ada di desa tersebut, sehingga tenaga kesehatan bisa mendeteksi

masalah kesehatan yang ada di desa tersebut. Selain itu, mahasiswa juga

bisa melakukan asuhan yang berkelanjutan secara komprehensif terhadap

ibu hamil sampai dengan KB. Continuity of care pada awalnya merupakan
2

ciri dan tujuan utama pengobatan keluarga yang lebih menitik beratkan

kepada kualitas pelayanan kepada pasien. (keluarga) dengan dapat

membantu bidan (Tenaga kesehatan). Asuhan yang berkelajutan

berkaitan dengan kualitas. Secara tradisiona perawatan yang

berkesinambungan idealnya membutuhkan hubungan terus menerus

dengan tenaga profesional.

Filosofi Continuity of care ini di terapkan dalam birth plan, dari

mulai perencanaan, isi dan pelaksanaan. Mulai perencanaan pembuatan

birth plan dimana, untuk pembuatan birth plan ini tidak hanya satu kali

tetapi di mulai dari pertama kali ibu mengetahui bahwa dia hamil. Pada

setiap kunjungan, bidan memberikan informasi kepada ibu tentang semua

yang berkaitan dengan kehamilan, persalinan dan nifas. Bidan juga

mendidik terus menerus dan berkelanjutan dalam pembuatan birth plan.

Proses pembuatan birth plan tidak hanya satu kali tetapi berlangsung

secara terus menerus atau continue. Isi dari birth plan merupakan bentuk

dari asuhan yang berkelanjutan. Pada perencanaan di buat dari mulai ibu

datang, kala I bagaimana asuhannya, mobilisasinya, pengurangan rasa

nyeri, nutrisi dan hidrasi, lingkungan sekitar, pendamping persalinan,

posisi pada saat kala I atau kala pembukaan ibu merasakan nyeri karena

kontraksi uterus dimana pada setiap kala dalam persalinan berbeda-beda

jadi membutuhkan asuhan yang berbeda. Pada kala II perencanaannya

waktu mengedan, cara mengedan, IMD, pemberian nutrisi, posisi

persalinan. Pada kala III bidan memberikan asuhan pada kala III sesuai
3

apa yang terjadi pada kala III pada saat fase pengeluaran plasenta. Pada

kala IV fase pengawasan. Asuhan yang di berikan pemberian nutrisi dan

dan hidrasi, bounding attachment, istirahat, rooming-in, dan pemberian

ASI. Dimana kala IV ibu merasa senang karena sudah melewati proses

persalinan selain itu ibu juga merasa lelah. Jadi asuhan yang di berikan

pada ibu sesuai dengan kondisi ibu. Dimana pada kala IV bidan

memantau kondisi ibu, vital sign, kontraksi uterus, sampai pulang dan

selama masa nifas.

Tujuan COC yaitu bidan dapat mendeteksi secara dini apakah ada

kesenjangan, masalah, dan abnormal sehingga dalam pembuatan birth

plan sudah di pikirkan dari awal Jika terjadi kondisi kegawatdaruratan atau

kondisi patologi jika pasien hanya periksa satu kali tentu saja tidak akan

terdeteksi masalah selama kehamilan. (Nurul Komariah,2011:5)

WHO memperkirakan diseluruh dunia setiap tahun lebih dari

585.000 meninggal saat hamil atau bersalin. Target AKI di Indonesia pada

tahun 2015 adalah 102 kematian per 100.000 kelahiran hidup. Sementara

itu berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI)

terakhir tahun 2012, Angka Kematian Ibu (AKI) (yang berkaitan dengan

kehamilan, persalinan, dan nifas) sebesar 359 per 100.000 kelahiran

hidup. (Yuanita Hartiningsih,2015:1)

Berdasarkan Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI)

tahun 2012 AKI di Indonesia sebesar 120 per 100.000 kelahiran hidup,

sebagian besar penyebab kematian ibu saat persalinan adalah akibat dari
4

buruknya infrastruktur transportasi dan kesehatan lingkungan yang

diperparah dengan rendahnya tingkat kesehatan ibu yang bersangkutan.

Sekitar 20% dari ibu melahirkan perlu penanganan khusus karena

mengalami perdarahan, sehingga dibutuhkan kerja keras untuk

mewujudkan tercapainya terget AKI yang ditetapkan dalam

SUSTAINABLE DEVELOPMENT GOALS (SDGs) Pada 2030,

mengurangi angka kematian ibu hingga di bawah 70 per 100.000

kelahiran hidup, Pada 2030, mengakhiri kematian bayi dan balita yang

dapat dicegah, dengan seluruh negara berusaha menurunkan Angka

Kematian Neonatal setidaknya hingga 12 per 1.000 KH dan Angka

Kematian Balita 25 per 1.000 KH.Di Indonesia Safe Motherhood initiative

ditindak lanjuti dengan peluncuran Gerakan Sayang Ibu di tahun 1996

oleh Presiden yang melibatkan berbagi sektor pemerintahan di samping

sektor kesehatan. Salah satu program utama yang ditujukan untuk

mengatasi masalah kematian ibu adalah penempatan bidan di tingkat

desa. (SDGs Ditjen,2016:24-25)

Asuhan kebidanan komprehensif yang pertama dimulai sejak

masa Kehamilan yang di mulai dari ovulasi sampai pada partus lamanya

280 hari (40 minggu) dan tidak lebih dari 300 hari (43 minggu). (Sarwono

Prawirohardjo,2014:2)

Pada masa kehamilan seringkali banyak timbul masalah atau

komplikasi, yang diakibatkan dari,kurangnya pengetahuan tenaga

kesehatan,konseling masa kehamilan yang tidak berkesinambungan,letak


5

geografis, factor ekonomi serta kurangnya pemahaman masyarakat akan

pentingnya melakukan pemeriksaan ANC rutin sebanyak 4 kali yang

dimana pada trimester 1 yaitu 1× pemeriksaan, trimester 2 yaitu 1×

pemeriksaan dan pada trimester 3 sebanyak 2×.

Berdasarkan data profil kesehatan RI Cakupan pelayanan

kesehatan ibu hamil K4 pada tahun 2015 telah memenuhi target Rencana

Strategis (Renstra) Kementerian Kesehatan sebesar 72%. Namun

demikian, terdapat lima provinsi yang belum mencapai target tersebut

yaitu Papua, Papua Barat, Maluku, Nusa Tenggara Timur, dan Sulawesi

Tengah. Gambaran capaian kunjungan ibu hamil K4 pada tahun 2015

masih belum memenuhi target pencapaian yang telah direncanakan.

(profil kesehatan RI,2015:107)

Menurut profil kesehatan Sulawesi selatan, Menurut hasil

Riskesdas tahun 2013 bahwa 95,7 persen dari kelahiran yang mendapat

ANC (K1). Persentase K1 dan ANC minimal 4 kali merupakan indikator

ANC tanpa memperhatikan periode trimester saat melakukan

pemeriksaan kehamilan. Cakupan K1 bervariasi dengan rentang antara

86,2 persen ( Kabupaten Sinjai) dan 100,0 persen Kabupaten Selayar,

Kabupaten Sidenreng Rappang dan Kabupaten Takalar). Untuk cakupan

ANC minimal 4 kali, terentang dari 57,2 persen (Kabupaten Tana Toraja)

dan 99,6% (Kabupaten Takalar). Selisih antara K1 dan ANC 4 kali

menunjukkan adanya kehamilan yang tidak optimal mendapat pelayanan

ANC. Capaian pelayanan kesehatan ibu hamil dapat dinilai dengan


6

menggunakan indikator cakupan K1 dan K4, cakupan K1 Hasil

pencapaian indikator kinerja “ Persentase Ibu Hamil Mendapat Pelayanan

Antenatal (Cakupan K4)” tahun 2014 yaitu mencapai 91,64%, jika

dibandingkan dengan target indikator cakupan K4 secara nasional masih

berada dibawah target Standar Pelayanan Minimal (SPM) yaitu 95%

beberapa factor yang diduga berpengaruh terhadap pemeriksaan

kehamilan K4 yaitu tingkat pendidikan, jenis pekerjaan ibu, dan tingkat

sosial ekonomi. Menurut hasil Riskesdas 2013 proporsi pelayanan ANC

menurut tenaga dan tempat menerima ANC. Bidan merupakan tenaga

kesehatan yang paling berperan (87,8%) dalam memberikan pelayanan

kesehatan ibu hamil dan fasilitas kesehatan yang banyak dimanfaatkan

ibu hamil adalah Puskesmas/Pustu bidan (51,1%), praktek bidan (17,4%)

dan Poskesdes/Polindes (10,6%). (Profil kesehatan Sulsel,2014:65-66)

Pelayanan kesehatan ibu hamil diberikan kepada ibu hamil yang

dilakukan oleh tenaga kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan. Proses

ini dilakukan selama rentang usia kehamilan ibu yang dikelompokkan

sesuai usia kehamilan menjadi trimester pertama, trimester kedua, dan

trimester ketiga. Pelayanan kesehatan ibu hamil yang diberikan harus

memenuhi elemen pelayanan sebagai berikut, melakukan penimbangan

berat badan dan pengukuran TB, mengukur Tekanan Darah, melakukan

pengukuran Lingkar lengan atas (LILA), mengukur tinggi fundus uteri,

pemberian suntikan tetanus toksoid, pemberian tablet Fe 90 tablet selama

kehamilan, menentukan presentase janin dan denyut jantung janin,


7

melakukan konseling, melakukan tes laboratorium, dan menyelesaikan

masalah dalam kehamilan pasien. (profil kesehatan SULSEL,2014:65)

Persalinan adalah hasil pengeluaran janin yang terjadi pada

kehamilan cukup bulan (37-42 minggu), lahir spontan dengan garis LBK

yang berlangsung 18 jam, tanpa komplikasi baik pada ibu ataupun janin.

(Aprilia Nurul Baety,2011:111)

Survey demografi kesehatan Indonesia (SDKI) 2011/2012) artinya

lebih dari 324 ibu tiap tahun atau 2 ibu tiap jam meninggal, oleh sebab

yang berkaitan dengan kehamilan, persalinan, dan nifas. Dan penyebab

utama kematian ibu adalah perdarahan diantaranya persalinan

presipitatus yang mengakibatkan rupture (28%), eklamsi (24%), infeksi

(11%), abortus (5%) atau partus macet. (Depkes RI.Dirjen

Binkesmas.2015).

Pada masa persalinan asuhan COC (continuity of care) sangat

dibutuhkan karna pada dasarnya persiapan persalinan yang tidak matang

dapat menyebabkan komplikasi pada persalinan sehingga dibutuhkan

waktu untuk pemantauan persalianan serta konseling pada masa

kehamilan sehingga, apabila ada komplikasi pada masa kehamilan dapat

segera diatasi/tanggulangi.pentingnya melakukan asuhan COC

(countinuity of care) yaitu untuk mengurangi angka kematian ibu dan

angka kematian bayi, serta pertolongan persalinan tenaga non kesehatan

dapat diatasi.
8

Masa nifas adalah priode mulai dari 6 jam sampai dengan 42 hari

pasca persalinan, pelayanan kesehatan ibu nifas adalah pelayanan nifas

sesuai standar yang dilakukan sekurang-kurangnya 3 (tiga kali) sesuai

waktu yang dianjurkan, yaitu pada 6 jam sampai dengan 3 hari pasca

persalinan, pada hari ke 4 sampai dengan hari ke 28 pasca persalinan

dan pada hari ke 29 sampai pada hari ke 42 pasca persalinan.

(profil kesehatan sulsel 2014:70)

Dari data profil kesehatan RI diketahui bahwa Provinsi Kepulauan

Riau memiliki capaian tertinggi diikuti oleh DI Yogyakarta sebesar 98,49%,

dan Jawa Barat sebesar 97,23%. Sedangkan provinsi dengan cakupan

kunjungan nifas terendah yaitu Papua sebesar 28,34%, diikuti oleh Papua

Barat sebesar 28,5%, dan Maluku sebesar 43,39%. Data dan informasi

lebih rinci mengenai pelayanan ibu nifas tahun 2015 dapat dilihat dalam

profil kesehatan RI. (profil kesehatan RI 2015:116)

Hasil analisa profil kesehatan sulsel, pencapaian upaya kesehatan

ibu nifas diukur melalui indikator cakupan pelayanan kesehatan ibu nifas

(cakupan kf/3) indikator ini mengukur kemampuan Negara dalam

menyediakan pelayanan kesehatan ibu nifas yang berkualitas sesuai

standar. Menurut hasil riskesdas tahun 2013 periode masa nifas yang

beresiko terhadap komplikasi pasca persalinan terutama terjadi pada

periode 3 hari pertama setelah melahirkan. Cakupan pelayanan

kesehatan masa nifas periode 3 hari pertama setelah melahirkan

bervariasi yaitu 81,2 adapun kabupaten / kota yaitu tertinggi dikabupaten


9

sidenreng rappang (97,1%) dan terendah di kabupaten tanah toraja

(57,1%), KF2 (7-28 hari) yaitu 26,9%, KF3 (29-49 hari ) yaitu 29,4% dan

KF lengkap yaitu 15,5%. Cakupan pelayanan ibu nifas pada tahu 2014

yaitu 89,99% kabupaten/ kota dengan capaian tertinggi Kabupaten

Bantaeng sebesar 102,53%, diikuti oleh Kabupaten Wajo sebesar 95,56%

dan Kabupaten Soppeng sebesar 94,60%. Kabupaten / kota dengan

capean terendah adalah Kabupaten jeneponto 78,65% diikuti Kabupaten

Luwu utara sebesar 80,64% dan Kabupaten selayar sebesar 84,42%.

( profil kesehatan Sulawesi selatan 2014:70-71)

Bayi baru lahir disebut juga dengan neonates merupakan individu

yang sedang bertumbuh dan baru saja mengalami trauma kelahiran serta

harus dapat melakukan penyesuaian diri dari kehidupan intrauterine ke

kehidupan ekstrauterin. (Vivian Nanny,2011 :1)

Bayi baru lahir atau yang lebih dikenal dengan neonatal

merupakan salah satu kelompok rentan terhadap gangguan kesehatan

beberapa upaya kesehatan dilakukan untuk mengendalikan resiko pada

kelompok ini diantaranya dengan mengupayakan agar persalinan dapat

dilakukan olet tenkes difasilitas kesehatan serta menjamin tersedianya

pelayanan kesehatan sesuai standar pada kunjungan bayi baru lahir.

Profil kesehatan RI Menunjukan bahwa Kunjungan neonatal

pertama (KN1) adalah cakupan pelayanan kesehatan bayi baru lahir

(umur 6 jam-48 jam) di satu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu yang

ditangani sesuai standar oleh tenaga kesehatan terlatih di seluruh sarana


10

pelayanan kesehatan. Pelayanan yang diberikan saat kunjungan neonatal

yaitu pemeriksaan sesuai standar Manajemen Terpadu Bayi Muda

(MTBM) dan konseling perawatan bayi baru lahir termasuk ASI eksklusif

dan perawatan tali pusat. Pada kunjungan neonatal pertama (KN1), bayi

baru lahir mendapatkan vitamin K1 injeksi dan imunisasi hepatitis B0 (bila

belum diberikan pada saat lahir). Capaian KN1 Indonesia pada tahun

2015 sebesar 83,67%. Capaian ini sudah memenuhi target Renstra tahun

2015 yang sebesar 75%. Terdapat 24 provinsi yang telah memenuhi

target tersebut. Capaian KN lengkap di Indonesia pada tahun 2015

sebesar 77,31%. Pada gambar di atas terlihat bahwa pencapaian indikator

KN lengkap di Indonesia cukup baik yang dapat dilihat dari capaian yang

cukup tinggi di sebagian besar provinsi. Capaian tertinggi terdapat di

Provinsi Jawa Tengah, diikuti oleh Jawa Timur, dan Kepulauan Bangka

Belitung. Sedangkan dua provinsi dengan capaian terendah yaitu Papua

dan Sulawesi Selatan. Gambar berikut ini menampilkan cakupan KN

lengkap dari tahun 2009 sampai dengan tahun 2015. (Profil kesehatan

RI,2016:126-127)

Capaian penanganan neonatal dengan komplikasi mengalami

penurunan dari tahun 2014 yang sebesar 59,68% menjadi 51,37% pada

tahun 2015. Selain menurunnya capaian, masih terdapat disparitas yang

cukup besar antar provinsi. Pada tahun 2015 capaian tertinggi diperoleh

Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dengan angka sebesar 90,01%

diikuti Jawa Tengah sebesar 89,23%, dan Jawa Timur sebesar 82,91%.
11

Tiga provinsi dengan capaian terendah ialah Sulawesi Selatan (2,63%),

Papua (5,19%), dan Maluku (8,86%). (Profil Kesehatan RI,2016:128)

Sedangkan profil kesehatan SULSEL menunjukan hasil riskesdas

tahun 2010 secara nasional persentase cakupan pemeriksaan neonates

oleh tenkes (umur 3-7 hari ) sebesar 60,6% tertinggi diprovinsi Yogyakarta

(84,4%) dan terendah diprovinsi papua barat (17,4%), khusus sulsel

sebesar 44,5%, sedangkan pemeriksaan neonates (umur 8-28 hari)

37,7%, tertinggi diyogyakarta (66,7%) dan terendah diprovinsi Sulbar

(9,1%) khusus Sulsel 29.2%. (Profil kesehatan SulSel 2014)

Pada perawatan bayi baru lahir diperlukan asuhan Coc karena

pada masa bayi, bayi masi sangat rentang terhadap komplikasi sehingga

diperlukan Penanganan neonatal dengan komplikasi adalah penanganan

terhadap neonatal sakitdan atau neonatal dengan kelainan atau

komplikasi/kegawatdaruratan yang mendapat pelayanan sesuai standar

oleh tenaga kesehatan (dokter, bidan atau perawat) terlatih baik di rumah,

sarana pelayanan kesehatan dasar maupun sarana pelayanan kesehatan

rujukan.Pelayanan sesuai standar antara lain sesuai dengan standar

MTBM, Manajemen Asfiksia Bayi Baru Lahir, Manajemen Bayi Berat Lahir

Rendah, pedoman pelayanan neonatal essensial di tingkat pelayanan

kesehatan dasar, PONED, PONEK atau standar operasional pelayanan

lainnya.

Keluarga berencana (KB) merupakan salah satu strategi untuk

mengurangi kematian ibu kususnya ibu dengan kondisi 4T: terlalu mudah
12

melahirkan (dibawah usis 20 tahun), terlalu sering melahirkan, terlalu

dekat jarak melahirkan, dan terlalu tua melahirkan (diatas usia 35 tahun).

Keluarga berencana (KB) Merupakan salah satu cara yang paling efektif

untuk meningkatkan ketahanan keluarga, kesehatan, dan keselamatan

ibu, anak, serta perempuan. Pelayanan Kb menyediakan informasi,

pendiddikan, dan cara bagi laki-laki dan perempuan untuk dapat

merencanakan kapan akan mempunyai anak, berapa jumlah anak, berapa

tahun jarak usia antara anak, serta kapan akan berhenti mempunyai anak.

( Profil kesehatan SulSel,2016:82)

Menurut World Health Organization (WHO) penggunaan

kontrasepsi telah meningkat di banyak bagian dunia, terutama di asia dan

Amerika Latin dan terendah di Sub-Sahara Afrika. Secara global,

pengguna kontrasepsi modern telah meningkat tidak signifikan dari 54%

pada tahun 1990 menjadi 57,4% pada tahun 2014. Secara regional,

proporsi pasangan usia subur 15-49 tahun melaporkan penggunaan

metode kontrasepsi modern telah meningkat minimal 6 tahun terakhir. Di

afrika dari 23,6% menjadi 27,6%, di asia telah meningkat dari 60,9%

menjadi 61,6%, sedangkan Amerika latin dan Karibia naik sedikit dari

66,7% menjadi 67,0%. Di perkirakan 225 juta perempuan di negara-

negara berkembang ingin menunda atau menghentikan kesuburan tapi

tidak menggunakan metode kontrasepsi apapun dengan alasan sebagai

berikut: terbatas pilihan metode kontrasepsi dan pengalaman efek

samping. Kebutuhan yang belum terpenuhi untuk kontrasepsi masih


13

terlalu tinggi. Ketidakadilan didorong oleh pertumbuhan populasi (WHO,

2014). (Tika Diah Kuswandi,2015:2)

Berdasarkan profil kesehatan RI secara nasional, presentase

peserta KB baru terhadap pasangan usia subur di Indonesia pada tahun

2015 sebesar 13,46%. Angka ini lebih rendah dibandingkan capaian tahun

2014 yang sebesar 16,51%. 3 provinsi yang memiliki persentase tertinggi

yaitu Maluku utara sebesar 57,85%, DKI Jakarta sebesar 31,14%, dan

Maluku sebesar 25,07%. Sedangkan capaian terendah terdapat diprovinsi

bali sebesar 9,45%, jawa timur sebesar 10,8%, dan banten sebesar

11,21%. Dari seluruh pasangan usia subur yang menjadi sasaran program

KB , terdapat sebagian yang memutuskan untuk tidak memanfaatkan

program tersebut dengan berbagai alasan diantaranya ingin menunda

memiliki anak atau tidak ingin memiliki anak lagi. Kelompok PUS ini

disebut sebagaiu unmet need. Persentase pus tang merupakan kelompok

unmet need di indonesia sebesar 12,7%.Dari seluruh PUS yang

memutuskan tidak memanfaatkan program KB sebanyak 6,15% beralasan

ingin menunda ingin memiliki anak dan sebanyak 6,55% beralasan tidak

ingin memiliki anak lagi. Total angka unmet need tahun 2015 mengalami

penurunan dibandingkan tahun 2014.( Profil kesehatan RI, 2016:122-123)

Berdasarkan data profil kesehatan SULSEL, Disulawesi selatan

pada tahun 2010-2014 peserta persentase KB aktif cenderung

berfluktuasi. Adapun proporsi perempuan berstatus kawin umur 15-49

tahun menurut jenis penggunaan alat/ cara KB yaitu sterilisasi wanita


14

(2,2%, sterilisasi pria (0,1%), pil (12,8%), IUD/ AKDR / SPIRAL (5,1%),

suntikan (32,4%), implant (1,4%), kondom (1,1%), amenore laktasi (0,1%),

pantang berkala/ kalender (0,4%), senggama terputus (0,3%), lainnya

(0,1%) dan tidak menggunakan (44,0%), Sedangkan pada peserta KB

baru, persentase metode kontrasepsi yang terbanyak yang digunakaan

adalah suntikan, yakni sebesar 50,60%. Metode terbanyak kedua adalah

pil, sebesar 28,87%. Metode yang paling sedikit dipilih oleh para pesera

kb baru adalah metode operasi pria (MOP) sebanyak 0,14%, kemudian

metode operasi wanita (MOW) sebanyak 0,65%, dan kondom (8,06%). (

Profil Kesehatan SulSel,2014:82-83)

Dari survey analisa, bahwa pemilihan alat kontrasepsi dimulai dari

saat ibu hamil untuk perencanaan alat kontrasepsi sehingga pada saat

masa nifas telah siap untuk menentukan jenis KB.

Berdasarkan data profil kesehatan dari Dinkes Kabupaten Luwu

2014 jumlah ibu hamil sebesar 6259(85,3%), Tahun 2015 sebesar

6564(84,7%), dan tahun 2016 sebesar 6457(89,01%). sedangkan tahun

2014 AKI sebesar 9, Pada tahun 2015 sebesar 11, Pada tahun 2016

sebesar 7. Jumlah persalinan pada tahun 2014 sebesar 6413(91,59%),

Pada tahun 2015 sebesar 6585(89%), dan tahun 2016 sebesar

6585(95,09%). Jumlah ibu nifas pada tahun 2014 sebesar 6279(89,52%),

Pada tahun 2015 sebesar 6372(86,2%), dan pada tahun 2016 sebesar

6480(93,57%). Jumlah bayi baru lahir pada tahun 2014 sebesar

6243(93,6%), Pada tahun 2015 sebesar 6452(91,65%), dan pada tahun


15

2016 7393(112,10%). Sedangkan AKB pada tahun 2014 sebesar 46,

Pada tahun 2015 sebesar 41, dan pada tahun 2016 sebesar 40. Jumlah

penggunaan KB aktif pada tahun 2014 IUD sebesar 995(2,37%), IMPLAN

sebesar 2758(6,58%), KONDOM sebesar 2462(5,88%), SUNTIK sebesar

23692(56,6%), PIL sebesar 11011(26,3%), MOW sebesar 972(2,32%),

MOP sebesar 1, pada tahun 2015 IUD sebesar 1338(2,99%), KONDOM

sebesar 2462(5,50%), SUNTIK sebesar 25028(55,09%), PIL sebesar

11714(26,18%), IMPLAN sebesar 3065(6,849%), MOW sebesar

1139(2,55%), MOP sebesar 3, dan pada tahun 2016 IUD sebesar

1080(2,524%), KONDOM sebesar 1744(4,08%), SUNTIK sebesar

23126(54,1%), PIL sebesar 11305(26,42%), IMPLAN sebesar

4170(9,747%), MOW sebesar 1347(3,15%), MOP sebesar 10. Jumlah ibu

nifas pada tahun 2014 sebesar 509 (98,07%), Pada tahun 2015 sebesar

528 (92,15%), Pada tahun 2016 sebesar 550 (103,00%).

Berdasarkan data profil Puskesmas Ponrang 2014 jumlah ibu

hamil sebesar 523(96,3%), Pada tahun 2015 sebesar 551(91,83%), Pada

tahun 2016 sebesar 549(91,83%). Sedangkan pada tahun 2014 jumlah

AKI sebesar 0 (0%), Pada tahun 2015 sebesar 0 (0%), Pada tahun 2016

sebesar 0 (0%). Jumlah persalinan pada tahun 2014 sebesar 516

(99,42%), Pada tahun 2015 sebesar 529 (92,23%), Pada tahun 2016

sebesar 550 (103,00%). Jumlah ibu nifas pada tahun 2014 sebesar 509

(98,07%), Pada tahun 2015 sebesar 528 (92,15%), Pada tahun 2016

sebesar 550 (103,00%).


16

Jumlah bayi baru lahir pada tahun 2014 sebesar 488 (98,79%),

Pada tahun 2015 sebesar 512 (93,77%), Pada tahun 2016 sebesar 516

(103,54%). Sedangkan AKB pada tahun 2014 sebesar 1, Pada tahun

2015 sebesar 1, Pada tahun 2016 sebesar 0. Jumlah penggunaan KB

aktif pada tahun 2014 IUD sebesar 0, Pada tahun 2015 sebesar 128

(3,39%), Pada tahun 2016 sebesar 69 (62,41%). SUNTIK pada tahun

2014 sebesar 1834 (47,6%), Pada tahun 2015 sebesar 1790 (47,56%),

Pada tahun 2016 sebesar 1493 (52,2%). KONDOM pada tahun 2014

sebesar 648 (17,77%), Pada tahun 2015 sebesar 570 (15,13%), Pada

tahun 2016 sebesar 149 (5,21%). MOP pada tahun 2014 sebesar 0, Pada

tahun 2015 sebesar 0, Pada tahun 2016 sebesar 0. MOW pada tahun

2014 sebesar 109 (2,83%), Pada tahun 2015 sebesar 112 (2,97%), Pada

tahun 2016 sebesar 116 (4,06%). IMPLAN pada tahun 2014 sebesar 157

(4,08%), Pada tahun 2015 sebesar 182 (4,83%), Pada tahun 2016

sebesar 235 (8,22%). PIL pada tahun 2014 sebesar 978 (25,4%), Pada

tahun 2015 sebesar 986 (26,17%), Pada tahun 2016 sebesar 797

(27,86%)

Berdasarkan uraian di atas peneliti tertarik untuk memberikan

asuhan kebidanan secara Continuity Of Care pada ibu hamil, bersalin,

nifas, bayi baru lahir, serta KB. Pemberian asuhan kebidana tersebut di

harapkan dapat memberikan kepastian bahwa seluruh proses yang di

alami mulai dari hamil sampai KB dapat berlangsung secara fisiologis

tanpa adanya komplikasi. (Estiningtyas,dkk.2013:3)


17

B. Ruang lingkup pembahasan

“Bagaimana teknik melakukan asuhan kebidanan yang komprehensif

pada Ny. M Mulai dari kehamilan, persalin, masa nifas, bayi baru lahir

dan dengan penggunaan KB di wilayah kerja Puskesmas PONRANG

dari bulan April sampai dengan Juni 2017”

C. Tujuan Penulis

1. Tujuan Umum Mampu melaksanakan Asuhan Kebidanan secara

komprehensif pada Ny M dimulai dengan kehamilan, Persalinan,

Nifas, BBL, dan penggunaan KB dengan menggunakan

pendekatan manajemen kebidanan varney dan SOAP di

Puskesmas Ponrang.

2. Tujuan Khusus

a. Mampu melaksanankan Asuhan Kebidanan secara

komprehensif pada Ny. M Sejak masa Kehamilannya dengan

menggunakan menejemen kebidanan varney dan SOAP

b. Mampu melaksanakan Asuhan Kebidanan secara

komprehensif pada Ny. M pada Persalinannya dengan

menggunakan menejemen kebidanan varney dan SOAP di

Puskesmas Ponrang.

c. Mampu melaksanankan Asuhan Kebidanan secara

komprehensif pada Ny. M Pada masa Nifas dengan

menggunakan menejemen kebidanan varney dan SOAP di

Puskesmas Ponrang.
18

d. Mampu melaksanakan Asuhan Kebidanan secara

komprehensif pada Bayi Baru Lahir dengan menggunakan

menejemen kebidanan varney dan SOAP di Puskesmas

Ponrang.

e. Mampu melaksanakan Asuhan Kebidanan secara

komprehensif pada Ny. M dalam menentukan KB dengan

menggunakan menejemen kebidanan varney dan SOAP di

Puskesmas Ponrang.

D. Manfaat Penulisan

1. Manfaat Teoritis

a. Untuk mengembangkan pengetahuan pembaca dibidang asuhan

kebidanan komprehensip

b. Untuk mengembangkan acuan dalam pengkajian karya ilmiah

2. Manfaat Praktis

a. Manfaat bagi mahasiswa

Memberikan motivasi bagi mahasiswa khususnya kebidanan

dalam meningkatkan keterampilan dalam pelayanan asuhan

kebidanan komprehensip secara terpadu

b. Manfaat bagi pengajar

Memberikan informasi tambahan atau pemecahan masalah yang

ada pada karya tulis ini sehingga dapat diterapkan dalam proses

belajar mengajar berikutnya


19

c. Manfaat bagi lembaga/institusi

Menjadi acuan dalam pengambilan keputusan dalam proses

belajar mengajar dimasa yang akan datang.


20

Anda mungkin juga menyukai