Anda di halaman 1dari 164

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan indikator kesehatan suatu negara.
AKI di dunia secara global sebesar 216/100.000 kelahiran hidup. Kematian ibu
adalah jumlah kematian ibu selama masa kehamilan, melahirkan dan dalam
periode 42 hari setelah persalinan (nifas), yang merupakan akibat semua sebab
yang terkait dengan atau diperberat oleh kehamilan atau penangannya, tetapi
bukan disebabkan oleh kecelakaan atau cedera. Kematian ibu sekitar 99% terjadi
di negara berkembang (WHO, 2015 dan UNICEF, 2012).
Kesehatan ibu merupakan komponen yang sangat penting dalam kesehatan
reproduksi karena seluruh komponen yang lain sangat dipengaruhi oleh kesehatan
ibu (Admin, 2012). Keberhasilan upaya kesehatan ibu, di antaranya dapat dilihat
dari indikator Angka Kematian Ibu (AKI). AKI di Indonesia mengalami fluktuasi
sejak tahun 2007, tercatat bahwa AKI tahun 2007 adalah 228 kematian per
100.000 kelahiran hidup. AKI kemudian mengalami kenaikan pada tahun 2012
menjadi 359 kematian per 100.000 kelahiran hidup. Namun berdasarkan Survei
Penduduk Antar Sensus (SUPAS) pada tahun 2015 AKI mengalami penurunan
menjadi 305 per 100.000 kelahiran hidup (BPS, SDKI, 2015).
450
400
350390
300 359
334
250 307 305
200 228
150
100
50
0
1991 1997 2002 2007 2012 2015
Tahun

Sumber: BPS, SDKI 1991 – 2015 (Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2016)
Angka ini menunjukkan bahwa tidak tercapainya target MDGs (Millenium
Development Goals) yang menargetkan AKI di tahun 2015 mencapai 102 per
100.000 kelahiran hidup. Tidak tercapainya target MDGs ini kemudian menjadi
tolak ukur untuk di bentuknya program SDGs (Sustainable Development Goals).
SDGs menargetkan pada tahun 2030 AKI mencapai 70 per 100.000 kelahiran
hidup.
AKI di Indonesia sejak tahun 2010 hingga tahun 2013 disebabkan oleh lima
faktor yaitu perdarahan, hipertensi dalam kehamilan (HDK), infeksi, partus lama,
dan abortus. Namun proporsinya telah berubah, dimana perdarahan dan infeksi
cenderung mengalami penurunan sedangkan HDK proporsinya semakin
meningkat lebih dari 25% pada tahun 2013 (Ditjen Kesehatan Masyarakat,
Kemenkes RI, 2016).
Pencapaian target SDGs serta penekanan faktor penyebab kematian AKI di
Indonesia diperlukan adanya pendekatan dan perluasan jangkauan palayanan
kesehatan masyarakat dengan adanya penempatan bidan terutama di daerah yang
jauh dari jangkauan pelayanan kesehatan dalam bentuk pelayanan yang bersifat
promotif, preventif, dengan tidak mengabaikan pelayanan kuratif dan rehabilitatif
sesuai dengan kewenangan dan harus mampu menggerakkan peran serta
masyarakat untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat sesuai dengan
kebijakan safe mother hood dan prinsip primary health care. Pencegahan AKI
dapat dilakukan dengan antisipasi dini, yakni dimulai dari masa kehamilan.
Pelayanan kesehatan ibu hamil harus memenuhi frekuensi minimal di tiap
trimester, yaitu satu kali pada trimester pertama (usia kehamilan 0-12 minggu),
satu kali pada trimester kedua (usia kehamilan 12-24 minggu), dan dua kali pada
trimester ketiga (usia kehamilan 24 minggu sampai persalinan). Standar waktu
pelayanan tersebut dianjurkan untuk menjamin perlindungan terhadap ibu hamil
dan atau janin berupa deteksi dini faktor risiko, pencegahan, dan penanganan dini
komplikasi kehamilan. Cakupan pelayanan kesehatan ibu hamil K1 di Indonesia
pada tahun 2015 adalah 95,75%. Sedangkan cakupan pelayanan kesehatan ibu
hamil K4 di Indonesia pada tahun 2015 adalah 87,48% (Kemenkes RI, 2016).
Upaya lain yang dilakukan untuk menurunkan kematian ibu dan kematian
bayi yaitu dengan mendorong agar setiap persalinan ditolong oleh tenaga
kesehatan terlatih yaitu dokter spesialis kebidanan dan kandungan (SpOG), dokter
umum, dan bidan, serta diupayakan dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan.
Persentase pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan di Indonesia pada tahun
2015 adalah 88,55%. Upaya penurunan AKI bukan hanya sebatas persalinan
ditolong tenaga kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan, tetapi lebih baik lagi
jika hingga pemberian pelayanan kesehatan ibu nifas.
Pelayanan kesehatan ibu nifas adalah pelayanan kesehatan pada ibu nifas
yang dilakukan sekurang-kurangnya tiga kali sesuai jadwal yang dianjurkan, yaitu
pada enam jam sampai dengan tiga hari pasca persalinan, pada hari ke empat
sampai dengan hari ke-28 pasca persalinan, dan pada hari ke-29 sampai dengan
hari ke-42 pasca persalinan.
Cakupan kunjungan nifas (KF3) di Indonesia pada tahun 2015 adalah
87,06% (Kemenkes RI, 2016). Selain kunjungan nifas, bidan sebagai tenaga
pelaksana juga melakukan kunjungan neonatal sebagai upaya untuk
mengendalikan risiko pada kelompok bayi baru lahir yang berusia sampai dengan
28 hari.
Cakupan Kunjungan Neonatal Pertama atau KN1 merupakan indikator yang
menggambarkan upaya kesehatan yang dilakukan untuk mengurangi risiko
kematian pada periode neonatal yaitu 6-48 jam setelah lahir yang meliputi, antara
lain kunjungan menggunakan pendekatan Manajemen Terpadu Balita Muda
(MTBM) termasuk konseling perawatan bayi baru lahir, ASI eksklusif, pemberian
vitamin K1 injeksi, dan Hepatitis B0 injeksi bila belum diberikan. Capaian KN1
Indonesia pada tahun 2015 sebesar 83,67%. Capaian ini sudah memenuhi target
Renstra tahun 2015 yang sebesar 75%.
Selain KN1, indikator yang menggambarkan pelayanan kesehatan bagi
neonatal adalah Kunjungan Neonatal Lengkap (KN lengkap) yang mengharuskan
agar setiap bayi baru lahir memperoleh pelayanan Kunjungan Neonatal minimal
tiga kali sesuai standar di satu wilayah kerja pada kurun waktu satu tahun.
Capaian KN lengkap di Indonesia pada tahun 2015 sebesar 77,31%. (Kemenkes
RI, 2016). Selain bidan memberikan pelayanan, juga sekaligus dapat
mensosialisasikan tentang program Keluarga Berencana (KB).
KB merupakan salah satu strategi untuk mengurangi kematian ibu
khususnya ibu dengan kondisi 4T; terlalu muda melahirkan (di bawah usia 20
tahun), terlalu sering melahirkan, terlalu dekat jarak melahirkan, dan terlalu tua
melahirkan (di atas usia 35 tahun). Selain itu, program KB juga bertujuan untuk
meningkatkan kualitas keluarga agar dapat timbul rasa aman, tentram, dan
harapan masa depan yang lebih baik dalam mewujudkan kesejahteraan lahir dan
kebahagiaan batin.
Sasaran pelaksanaan program KB yaitu Pasangan Usia Subur. Persentase
peserta KB baru terhadap pasangan usia subur di Indonesia pada tahun 2015
sebesar 13,46% (Kemenkes RI, 2016).
Namun, sebenarnya tragedi kematian ibu dan bayi dapat dicegah dengan
meningkatkan pelayanan kesehatan, khususnya pelayanan asuhan kebidanan
secara komprehensif yang berfokus pada asuhan sayang ibu dan sayang bayi yang
sesuai dengan standar pelayanan kebidanan.
Berdasarkan dari latar belakang tersebut maka perlu dilakukan manajemen
asuhan kebidanan secara komprehensif pada ibu hamil, bersalin, nifas, bayi baru
lahir, dan akseptor KB.

B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut
“Bagaimana asuhan kebidanan komprehensif pada Ny. “T” usia 21 tahun, di
Wilayah Kerja Puskesmas Malanu Kota Sorong tahun 2018”.

C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Setelah melakukan praktik Asuhan Kebidanan pada Ny. T usia 21 tahun
selama kehamilan, persalinan, nifas, bayi baru lahir dan KB, diharapkan
mahasiswi dapat melaksanakan asuhan kebidanan menurut 7 langkah varney
dengan menggunakan pendekatan standar kebidanan secara  komprehensif.

2. Tujuan Khusus
Mahasiswa  mampu  :
a. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian pada Ny. T usia 21 Tahun
selama kehamilan, persalinan, nifas, bayi baru lahir dan KB.
b. Mahasiswa dapat mengidentifikasi diagnosa dan masalah yang muncul
dari hasil pengkajian pada Ny. T usia 21 Tahun selama kehamilan,
persalinan, nifas, bayi baru lahir dan KB.
c. Mahasiswa dapat mengantisipasi masalah potensial yang timbul dari
masalah atau diagnosa pada Ny. T usia 21 Tahun selama kehamilan,
persalinan, nifas, bayi baru lahir dan KB.
d. Mahasiswa dapat mengidentifikasi kebutuhan segera pada bayi Ny. T
usia 21 Tahun selama kehamilan, persalinan, nifas, bayi baru lahir dan
KB.
e. Mahasiswa mampu mengembangkan rencana dan mampu melakukan
implementasi pada masalah yang muncul dalam asuhan kebidanan
pada Ny. T usia 21 Tahun selama kehamilan, persalinan, nifas, bayi
baru lahir dan KB.
f. Mahasiswa dapat mengevaluasi semua tindakan yang sudah dilakukan
pada Ny. T usia 21 Tahun selama kehamilan, persalinan, nifas, bayi
baru lahir dan KB.

D. Manfaat
1. Manfaat Teoritik
Dapat digunakan untuk menambah ilmu pengetahuan dan keterampilan
sesuai dengan standar pelayanan dalam memberikan asuhan pada ibu hamil,
nifas, bay baru lahir dan KB.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Penulis
Untuk mempraktikan teori yang didapat secara langsung
dilapangan dalam memberikan asuhan kebidanan pada ibu hamil,
bersalin, nifas, bayi baru lahir dan KB.
b. Bagi Lahan Praktik
Sebagai acuan untuk dapat mempertahankan mutu pelayanan
terutama dalam memberikan asuhan pelayanan kebidanan secara
komprehensif.
c. Bagi Klien
Klien mendapatkan asuhan kebidanan komprehensif yang sesuai
dengan standar pelayanan kebidanan.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. KEHAMILAN
1. Pengertian Kehamilan
Kehamilan adalah fertilisasi atau penyatuan spermatozoa dan ovum
kemudian di lanjutkan dengan implantasi atau nidasi. Kehamilan normal akan
berlangsung selama 40 minggu atau 9 bulan menurut kalender internasional
jika dihitung dari fertilisasi sampai bayi lahir.
Lama kehamilan dibagi menjadi Tiga triwulan yaitu:
a. Kehamilan Triwulan pertama antara 0-12 minggu
b. Kehamilan triwulan kedua antara 13-28 minggu
c. Kehamilan triwulan ketiga antara 28-40 minggu
(Saifuddin, 2014)
Kehamilan dipengaruhi berbagai hormon: estrogen, progesteron, human
chorionic gonadotropin, human somatomammotropin, prolaktin dll. Human
Chorionic Gonadotropin (HCG) adalah hormon aktif khusus yang berperan
selama awal masa kehamilan, berfluktuasi kadarnya selama kehamilan. Terjadi
perubahan juga pada anatomi dan fisiologi organ-organ sistem reproduksi dan
organ-organ sistem tubuh lainnya, yang dipengaruhi terutama oleh perubahan
keseimbangan hormonal tersebut. (Anggrita Sari, 2015).

2. Perubahan Fisiologi Masa Kehamilan


a. Perubahan pada sistem reproduksi (Anggita Sari, 2015)
1) Uterus
Tumbuh membesar primer, maupun sekunder akibat pertumbuhan
isi konsepsi intrauterin. Estrogen menyebabkan hiperplasi jaringan,
progesteron berperan untuk elastisitas/kelenturan uterus.
Taksiran kasar perbesaran uterus pada perabaan tinggi fundus:
a) Tidak hamil/normal : sebesar telur ayam (± 30g)
b) Kehamilan 8 minggu : Telur bebek
c) Kehamilan 12 minggu : Telur Angsa
d) Kehamilan 16 minggu : pertengahan simfisis-pusat
e) Kehamilan 20 minggu : pinggir bawah pusat
f) Kehamilan 24 minggu : pinggir atas pusat
g) Kehamilan 28 minggu : sepertiga pusat-xyphoid
h) Kehamilan 32 minggu : pertengahan pusat-xyphoid
i) 36 - 42 minggu : 3 sampai 1 jari bawah pusat-xyphoid

Ismus uteri, bagian dari serviks, batas anatomik menjadi sulit


ditentukan, pada kehamilan trimester I memanjang dan lebih kuat. Pada
kehamilan 16 minggu menjadi satu bagian dengan korpus, dan pada
kehamilan akhir diatas 32 minggu menjadi segmen bawah uterus.
Vaskularisasi sedikit, lapis maskular tipis, mudah ruptur, kontraksi
minimal -> berbahaya jika lemah, dapat ruptur, mengancam nyawa
janin dan nyawa ibu. Serviks uteri mengalami hipervaskularisasi akibat
stimulasi estrogen dan perlunakan akibat progesteron (> tanda Hegar),
warna menjadi livide/kebiruan. Sekresi lendir serviks meningkat pada
kehamilan memberikan gejala keputihan
2) Vagina dan Vulva
Terjadi hipervaskularisasi akibat pengaruh estrogen dan
progesteron warna merah kebiruan (tanda chadwick).
3) Ovarium
Sejak kehamilan 16 minggu, fungsi diambil alih oleh plasenta,
terutama fungsi produksi progesteron dan estrogen. Selama kehamilan
ovarium tenang/beristirahat. Tidak terjadi pembentukan dan
pematangan folikel baru, tidak terjadi ovulasi, tidak terjadi siklus
hormonal menstruasi.
4) Payudara
Akibat pengaruh estrogen terjadi hiperplasia sistem duktus dan
jaringan interstisial payudara. Hormon laktogenik plasenta (diantaranya
somatomammotropin) menyebabkan hipertrofi dan pertambahan sel-sel
asinus payudara, serta meningkatkan produksi zat-zat kasein,
laktoalbumin, laktoglobulin, sel-sel asinus lemak, kolostrum. Mammae
membesar dan tegan, terjadi hiperpigmentasi kulit serta hipertrofi
kalenjar Montgomery, terutama daerah aerola dan papilla akibat
pengaruh melanofor. Puting susu membesar dan menonjol.
b. Perubahan peningkatan Berat Badan Selama Hamil
Normal berat badan meningkat sekitar 6-16 kg, terutama dari
pertambuhan isi konsepsi dan volume berbagai organ/cairan intrauterin.
Berat janin + 2,5-3,5 kg, berat plasenta + 0,5 kg, cairan amnion + 1,0 kg,
berat uterus + 1,0 kg, penambahan volume sirkulasi maternal + 1,5 kg,
pertumbuhan mammae + 1 kg, penumpukan cairan interstisial di pelvis dan
ekstremitas + 1,0-1,5 kg (Anggita Sari, 2015).
c. Perubahan pada Sistem tubuh lain
1) Sistem respirasi
Kebutuhan oksigen meningkat sampai 20%, selain itu diafragma
juga terdorong ke kranial terjadi hiperventilasi dangkal (20-24x/menit)
akibat kompliansi dada (chest compliance) menurun. Volume tidak
meningkat. Volume residu paru (functional residual capacity) menurun.
Kapasitas vital menurun.
2) Sistem gastrointestinal
Estrogen dan HCG meningkat dengan efek samping mual dan
muntah-muntah, selain itu terjadi juga perubahan peristaltik dengan
gejala sering kembung, konstipasi, lebih sering lapar/perasaan ingin
makan terus (mengidam), juga akibat peningkatan asam lambung. Pada
keadaan potologik tertentu dapat terjadi muntah-muntah banyak sampai
lebih dari 10 kali perhari (hiperemesis gravidarum). (Anggita Sari,
2015)
3) Sistem Sirkulasi/kardiovaskuler
Perubahan fisiologi pada kehamilan normal, yang terutama adalah
perubahan hemodinamik maternal, meliputi:
a) Retensi cairan, bertambahnya beban volume dan curah jantung
b) Anemia relative
c) Akibat pengaruh hormon, tahanan perifer vaskular menurun
d) Tekanan darah arterial menurun
e) Curah jantng bertambah 30-50%, maksimal akhir trimester
menetap sampai akhir kehamilan
f) Volume darah maternal keseluruhan bertambah sampai 50%
g) Volume plasma bertambah lebih cepat pada awal kehamilan
kemudian bertambah secara perlahan sampai akhir kehamilan
4) Metabolisme
Basal metabolic rate meningkat sampai 15%, terjadi juga hipertrofi
tiroid. Kebutuhan karbohidrat meningkat sampai 2300 kal/hari (hamil)
dan 2800 kal/hari (menyusui). Kebutuhan protein 1g/kgbb/hari untuk
menunjang pertumbuhan janin. Kadar kolestrol plasma meningkat
sampai 300 g/100 ml. Kebutuhan kalsium, fosfor, magnesium, cuprum
meningkat. Ferum dibutuhkan sampai kadar 800 mg, untuk
pembentukan hemoglobin tambahan.
Khusus untuk metabolisme karbohidrat, pada kehamilan normal,
terjadi kadar glukosa plasma ibu yang lebih rendah secara bermakna
karena:
a) Ambilan glukosa sirkulasi plasenta meningkat
b) Produksi glukosa dari hati menurun
c) Produksi alanin (salah satu prekursor glukoneogenesis) menurun
d) Aktifitas ekskresi ginjal meningkat
e) Efek hormon–hormon gestasional (human placental lactogen,
hormon-hormon plasenta lainnya, hormon-hormon ovarium,
hipofisis, pankreas, adrenal, growth factors, dsb). Selain itu terjadi
juga perubahan metabolisme lemak dan asam amino. Terjadi juga
peningkatan aktifitas enzim-enzim metabolisme pada umumnya.
(Anggita Sari, 2015)
5) Traktus urinarius
Ureter membesar, tonus otot-otot saluran kemih menurun
akibatpengaruh estrogen dan progesteron. Kencing lebih sering
(poliuria), laju filtrasi meningkat sampai 60%-150%. Dinding saluran
kemih dapat tertekan oleh perbesaran uterus, menyebabkan hidroureter
dan mungkin hidroefrosis sementara. Kadar kreatinin, urea dan asam
urat dalam darah mungkin menuru namun hal ini dianggap normal.
(Anggita Sari, 2015)
6) Kulit
Peningkatan aktifitas melanophore stimulating hormon
menyebabkan perubahan berupa hiperpigmentasi pada wajah (kloasma
gravidarum), payudara, linea alba (>linea grisea), striae lividae pada
perut, dsb.

d. Perubahan Psikis
Sikap/penerimaan ibu terhadap keadaan hamilnya, sangat
mempengaruhi juga kesehatan/keadaan umum ibu serta keadaan janin
dalam kehamilannya. Umumnya kehamilan yang diinginkan akan
disambut dengan sikap gembira, diiringi dengan pola makan, perawatan
tubuh dan upaya memeriksakan diri secara teraturdengan baik. Kadang
timbul gejala yang lazim disebut “ngidam”, yaitu keinginan terhadap hal-
hal tertentu yang tidak seperti biasanya (misalnya jenis makanan tertentu,
tapi mungkin juga hal-hal lain) tetapi kehamilan yang tidak dinginkan,
kemungkinan akan disambut dengan sikap yang tidak mendukung, napsu
makan menurun, tidak mau memeriksakan diri secara teratur, bahkan
kadang juga ibu sampai melakuan usaha-usaha untuk menggugurkan
kandungannya.
(Anggita Sari, 2015)
3. Ketidaknyamanan Kehamilan Trimester III
a. Sering buang air kecil
Peningkatan frekuensi BAK merupakan suatu
gangguan/ketidaknyamanan yang fisiologis, umumnya terjadi pada ibu
hamil trimester satu dan kembali terjadi pada trimester ketiga. Pada
trimester satu terjadi pembesaran uterus dan penambahan berat uterus pada
bagian fundus uteri, dan isthmus uteri menjadi lunak (tanda hegar),
menyebabkan uterus menjadi semakin antefleksi sehingga mendesak
vesika urinaria. Sedangkan pada trimester ketiga peningkatan frekuensi
BAK terjadi karena bagian terendah janin yang mulai memasuki Pintu
Atas Panggul (PAP) mendesak vesika urinaria (umumnya pada
primigravida), hal tersebut mengurangi kapasitas vesika urinaria sehingga
urine yang tertampung di vesika urinaria terdesak keluar (ibu sering
merasa ingin BAK). Cara mengatasi dengan mengurangi asupan
karbohidrat murni dan makanan yang mengandung gula, batasi minum
kopi teh atau minuman bersoda.
b. Hemoroid
Hemoroiddisebut juga wasir, merupakan suatu keluhan yang
disebabkan oleh konstipasi. Oleh sebab itu, konstipasi memegang peranan
penting pada perkembangan hemoroid. Progesterone juga menyebabkan
relaksasi pembuluh darah vena dan usus besar. Pembesaran uterus dapat
menekan pembuluh darah vena khususnya vena hemorroidal, sehingga
penekanan ini akan menghambat sirkulasi pada pembuluh darah vena dan
menyebabkan kemacetan pada vena di pelvis. Cara mengatasi dengan
makan makanan yang berserat buah dan sayur serta banyak minum air
putih dan minuman berserat, lakukan senam hamil untuk mengatasi
hemoroid.
c. Konstipasi
Akibat penurunan peristaltik karena relaksasi otot polos pada usus
besar ketika terjadi penurunan jumlah progesteron, akibat pembesaran
uterus atau bagian presentasi mneyebabkan pergeseran dan tekanan pada
usus dan penurunan motilitas pada saluran gastrointestinal. Cara mengatasi
dengan mengkonsumsi air 3 liter /hari, makan makanan kaya serat dan
vitamin C membiasakan buang air besar secara teratur.
d. Kram pada kaki
Kram dapat muncul setelah usia kehamilan 24 minggu. Penyebab
terjadinya kram belum dapat dipastikan, namun selama beberapa tahun
kram kaki diperkirakan disebabkan oleh kekurangan asupan kalsium atau
ketidakseimbangan antara rasio kalsium-fosfor di dalam tubuh.
Kemungkinan lain diasumsikan berhubungan dengan terhambatnya aliran
darah ke pembuluh darah perifer akibat penekanan pembuluh darah di
sekitar pelvis oleh pembesaran uterus pada vena yang membawa darah ke
bagian ekstrimitas bawah, dan atau penekanan pada syaraf di sekitar
foramen obturator yang menuju ke ekstrimitas bawah. Cara mengatasi
dengan merendam kaki dengan air yang telah di beri minyak essensial
siprus, kurangi konsumsi susu (kandungan fosfatnya tinggi) dan latihan
dorsofleksi pada kaki.
e. Napas sesak
Sesak di karenakan pergerakan diafragma yang semakin terbatas
dikarenakan pertambahan ukuran uterus dalam rongga abdomen. Setelah
minggu ke 30 peningkatan volume tidal, volume ventilasi permenit dan
pandengambilan oksigen permenin akan mencapai puncaknyapada
kehamila 37 minggu. Cara mengatasi dengan merentangkan tangan di atas
kepala serta menarik napas panjang,
f. Nyeri ligamentum
Akibat peregangan dan penekanan berat uterus yang meningkat
pesat, nyeri punggung bawah dikarenakan terjadinya pergeseran pusat
gravitasi dan postur tubuh ibu hamil yang semakin berat seirings semakin
membesarnya uterus, pengaruh tubuh lordosis, mebungkuk berlebihan dan
mengangkat beban berat. Cara mengatasi dengan tekuk lutut kearah
abdomen, mandi dengan air hangat dan gunakan sebuah bantal untuk
menopang uterus dan bantal lainnya letakan di antara lutut sewaktu dalam
posisi berbaring miring.
g. Pusing atau sakit kepala
Sakit kepala (pusing) merupakan suatu keluhan yang sering
dialami oleh ibu hamil. Hal ini dapat disebabkan oleh perubahan
hormonal, sinusitis, tegangan pada mata, keletihan, dan perubahan
emosional. Apapun penyebabnya, penting bagi bidan untuk mengetahui
sifat dari sakit kepala tersebut dan memberikan pendidikan kesehatan
tentang cara mengatasinya. Sakit kepala pada ibu hamil juga dapat
berkaitan dengan adanya anemia fisiologis selama kehamilan. Keluhan
pusing/sakit kepala dapat muncul pada trimester satu, dua ataupun tiga.
Cara mengatasi bangun secra perlahan dari posisi tidur, hindari tidur
terlentang, rutin mengkonsumsi suplemen zat besi
h. Varices
Dikarenakan gangguan sirkulasi darah pada vena dan
meningkatnya tekanan pada vena pada ekstremitas bagian bawah,
perubahan ini akibat penekanan uterus yang membesar pada vena panggul
saat ibu duudk atau berdiri dan penekanan vena cava inferior saat ibu
berbaring. Cara mengatasi hindari duduk atau berdiri terlalu lama, jaga
agar kaki tidak bersilang, istirahat dengan menaikan kaki setinggi mungkin
untuk membalikan efek gravitasi.
(Anggita Sari dkk, 2015:78-90)
4. Diagnosa Kehamilan
Berdasarkan perubahan-perubahan anatomik dan fisiologik, dapat
dikumpulkan hal-hal yang mungkin bermakna pada pemeriksaan fisik
maupun penunjang, untuk menuju pada diagnosis kehamilan.
Gejala dan tanda yang dapat mengarahkan diagnosis adanya suatu kehamilan:
a. Amenorea (sebenarnya bermakna jika 3 bulan atau lebih)
b. Pembesaran uterus (tampak disertai pembesaran perut, atau pada
kehamilan muda diperiksa dengan palpasi)
c. Adanya kontraksi uterus pada palpasi (Braxton-Hicks)
d. Teraba/tersa gerakan janin pada palpasi atau tampak pada imaging
Ballotement (+). Jika (-) curiga mola hidatidosa
e. Terdengar jantung janin (dengan alat Laennec/ Doppler) atau visual
tampak jantung berdenyut pada imaging (fetal ultrasound echoscopy)
f. Teraba bagian tubuh janin pada palpasi (leopold) atau tampak pada
imaging (ultrasonografi)
g. Perubahan serviks uterus (chadwick/hegar sign)
h. Kurva suhu badan meningkat
i. Tes urine B-hCG (Pack’s test/GalliMainini) positif. Hati-hati karena
positif palsu dapat juga terjadi misal karena urine kotor, alat kadaluwarsa
atau cara pemeriksaan yang salah.
j. Titer B-hCG meningkat pada kehamilan sekitar 90 hari, kemudian
menurun seperti awal kehamilan, bahkan dapat sampai tidak terdeteksi.
k. Perasaan mual dan muntah berulang, morning sickness
l. Perubahan payudara
m. Poliuria
(Anggita Sari, 2015)
5. Standar Pelayanan pada Masa Kehamilan
Standar asuhan minimal kehamilan termasuk dalam “14T” menurut
Kemenkes RI, 2015 :
a. Ukur berat badan dan Tinggi badan (T1)
Kenaikan berat badan setiap minggu yang tergolong normal adalah 0,4-
0,5 kg tiap minggu mulai dari trimester II. Pengukuran tinggi badan ibu
hamil dilakukan untuk mendeteksi faktor resiko terhadap kehamilan yang
sering berhubungan dengan rongga panggul.
b. Ukur tekanan darah (T2)
Tekanan darah yang normal 110/80-140/90 mmHg, bila melebihi 140/90
mmHg perlu diwaspadai adanya preeklampsi.
c. Ukur tinggi fundus uteri (T3)
Tujuan peeriksaan TFU menggunakan tehnik Mc.Donald adalah
menentukan umur kehamilan berdasarkan minggu dan hasilnya bisa
dibandingkan dengan hasil anamnesis hari pertama haid terakhir (HPHT)
dan kapan gerakan janin dimulai dirasakan. TFU yang normal harus sama
dengan UK dalam minggu yang dicantumkan.
d. Pemberian tablet Fe sebanyak 90 tablet selama kehamilan (T4)
e. Pemberian imunisasi TT (TT5)
Imunisasi tetanus toxoid harus segera diberikan pada saat seorang wanita
hamil melakukan kunjungan yang pertama dan dilakukan pada minggu
ke-4.
f. Pemeriksaan HB (T6)
Pemeriksaan Hb pada bumil harus dilakukan pada kunjungan pertama
dan minggu ke 28. Bila kadar Hb <11 gr% bumil dinyatakan anemia,
maka harus diberi suplemen 60 mg Fe dan 0,5 mg As. Folat hingga Hb
menjadi 11 gr% atau lebih.
g. Pemeriksaan VDRL (Veneral Disease Research Lab) (T7)
Pemeriksaan Veneral Disease Research Laboratory (VDRL) adalah
untuk megetahui adanya terponema pallidum/penyakit menular seksual,,
antara lain Syphilis. Pemeriksaan dilakukan pada bumil yang datang
pertama kali diambil spesimen darah vena kurang lebih 2 cc. Apabila
hasil test positif maka dilakukan pengobatan dan rujukan.
h. Pemeriksaan protein urine (T8)
Dilakukan untuk mengetahui apakah pada urine mengandung protein
atau tidak untuk mendeteksi gejala preeklampsi.
i. Pemeriksaan urine reduksi (T9)
Untuk bumil dengan riwayat Diabetes Militus. Bila hasil positif maka
perlu diikuti pemeriksaan gula darah untuk memastikan adanya DMG.
j. Perawatan payudara (T10)
Senam payudara atau perawatan payudara untuk bumil, dilakukan 2 kali
sehari sebelum mandi dimulai pada usia 6 minggu.
k. Senam hamil (T11)
l. Pemberian obat malaria (T12)
Diberikan kepada bumil pendatang dari daerah malaria juga kepada
bumil dengan gejala malaria yakni panas tinggi disertai menggigil dan
hasil apusan darah yang positif.
m. Pemberian kapsul minyak yodium (T13)
Diberikan pada kasus ganguan akibat kekurangan yodium didaerah
endemis yang dapat berefek buruk terhadap tumbuh kembang manusia.
n. Temu wicara/konseling (T14)

6. Deteksi Dini atau Tanda Bahaya Kehamilan Trimester III


a. Perdarahan pervaginam
Pada kehamilan lanjut perdarahan yang tidak normal adalah warnanya
merah, banyak dan kadang atau tidak selalu disertai nyeri macam- macam
perdarah lanjut yaitu:
1) Solusio plasenta
Keadaan dimana plasenta yang letaknya normal tetapi terlebas
sebelum janin keluar biasanya di hitung sejak kehamilan 28 minggu.

2) Plasenta previa
Plasenta previa merupakan keadaan dimana plasenta berimplantasi
di segmen bawah rahim dan menutupi sebgai ostium uteri internum.
(Astuti, 2012 hal 189-192)
b. Sakit kepala yang hebat
Gejalan dari preeklamsi yang di sebabkan vasopsmus atau oedema
otak, penangananya yaitu istirahat, rileksasi, pantau tekanan darah,
proteinuria, dan refleks analgetik bila perlu. (Astuti, 2012 hal 192)
c. Penglihatan kabur
Penglihatan pandangan mungkin disertai sakit kepala yang hebat dan
mungkin mennadakan preeklamsi. Penanganan yaitu pemeriksaan retina
berulang, konsumsi makanan yang mengandung vitamin A dan istirahat
cukup. (Astuti, 2012 hal 193)
d. Bengkak di wajah dan jari tangan
Bengkak bisa menunjukan adanya masalah serius jika muncul di muka,
tangan dan kaki tidak hilang setelah beristirahat dan di sertaikeluhan fisik
yang lain. (Asrinah, 2010)

e. Keluar cairan pervaginam


Dapat disebut ketuban pecah sebelum waktunya atau sebelum ada
pembukaan serviks. Untuk primigravida kurang dari 3 cm dan pada
multigravida kurang dari 5 cm. harus dapat membedakan antara urine dan
airr ketuban, jika keluarnya cairan tidak terasa, berbau amis dan berwarna
putih keruh berarti yang keluar air ketuban. Penilaian dapat menggunakan
USG, aminosentesis, penggunaan kertas lakmus. Pengaruh pada kehamilan
dan persalinan adalah prematuritas, gawat janin, infeksi intrauterine dan
persalinan patologis penanganan yaitu dengan antibiotic dan observasi
keluar cairan. (Astuti, 2012)
f. Gerakan janin tidak terasa
Gerakan janin mulai dirasakan ibu pada trimester II sekitar minggu ke
20 atau minggu ke 24. Total gerakan janin trimester II mencapai 20 kali
pertama. Keadaan berbahaya apabila gerakan janin kuran dari tiga kali
dalam 3 jam. Hal ini bisa merupakan pertanda adanya gawat janin.
Penilaian yaitu pastikan ke ibu kapan mulai tidak di rasakan, raba gerakan
janin dengarkan DJJ dan USG. (Astuti, 2012 hal 195)

7. Kebutuhan Dasar Ibu Hamil Trimester III


Kebutuhan dasar ibu hamil dibagi menjadi 2 bagian yaitu: Menurut
Kusmiyati (2009), kebutuhan fisik dan Kebutuhan Psikologis ibu hamil
meliputi:
a. Kebutuhan fisik
1) Oksigen : Kebutuhan oksigen adalah kebutuhan yang utama pada
manusia termasuk ibu hamil. Posisi miring kiri dianjurkan untuk
meningkatkan perfusi uterus dan oksigenasi fetoplasenta dengan
mengurangi tekanan pada vena asenden.
2) Nutrisi : Gizi pada waktu hamil harus ditingkatkan hingga 300 kalori
perhari. Ibu hamil seharusnya mengkonsumsi makanan yang
mengandung gizi seimbang yaitu karbohidrat, protein, mineral, zat
besi, dan vitamin. Pada Trisemester III :Makanan harus disesuaikan
dengan keadaan badan ibu; Bila ibu hamil mempunyai berat badan
kelebihan, maka makanan pokok dan tepung-tepungan dikurangi, dan
memperbanyak sayur-sayuran dan buah-buahan segar untuk
menghindari sembelit; Bila terjadi keracunan kehamilan/uedem
(bengkak-bengkak pada kaki) maka janganlah
menambah garam dapur dalam masakan sehari-hari.
Contoh Menu:
Waktu Jenis Jumlah (gr) Ukuran
Makanan
Pagi –Nasi 200 1¼ gls
– Daging 50 1 ptg

– Telur 25 ½ btr

– Tempe –

– Sayuran 50 ½ gls
– Minyak 10 1 sdm

– Gula 10 1 sdm

10.00 – Susu 200 1 gls


– Gula 10 1 gls

Siang – Nasi 250 1¾ gls


– Daging 50 1 ptg

– Telur 50 1 btr

– Tempe 50 1 ptg

– Sayuran 75 ¾ gls

– Minyak 15 1½ sdm

– Buah 100 1 bh

16.00 – Kacang 25 2 sdm


Hijau
– Gula 15 1½ sdm

Sore – Nasi 250 1¾ gls


– Daging 50 1 ptg

– Telur 25 ½ btr

– Tempe 50 1 ptg

– Sayuran 75 ¾ gls

– Minyak 10 1 sdm

– Buah 100 1 buah

Contoh Menu pada ibu hamil:


Pagi Siang Malam
1. Susu manis 1. Nasi 1. Nasi
2. Nasi 2. Ikan goring 2. Smoor daging
3. Telur ceplok 3. Botok tempe, kemangi, + tahu
4. Kering tempe melandingan 3. Orak-arik
5. Tumis kacang 4. Sayur asam wortel + kool
panjang 2. Pepaya 4. Pisang

Jam: 10.00 Jam : 16.00


– Bubur kacang ijo – Kolak labu
kuning + pisang

3) Personal hygiene : Ibu hamil cenderung untuk mengeluarkan banyak


keringat sehingga ibu harus menjaga kebersihan diri dengan cara
mandi 2 kali sehari dan sering mengganti pakaian dalam agar tidak
lembab.
4) Pakaian selama kehamilan : Pada dasarnya pakaian apa saja bisa
dipakai serta bahan yang mudah menyerap keringat. Hal yg harus
diperhatikan yaitu sabuk dan stoking yang terlalu ketat karena akan
mengganggu aliran balik, sepatu dengan hak tinggi akan menambah
lordosis sehingga sakit pinggang akan bertambah.
5) Eliminasi Dianjurkan minum 8-12 gelas cairan setiap hari. Ibu harus
cukup minum agar produksi air kemihnya cukup dan jangan sengaja
mengurangi minum untuk menjarangkan berkemih.
6) Seksual : Selama kehamilan berjalan normal, koitus diperbolehkan
sampai akhir kehamilan, meskipun beberapa ahli berpendapat
sebaiknya tidak lagi berhubungan seks selama 14 hari menjelang
kelahiran. Koitus tidak dibenarkan bila: Terdapat perdarahan
pervaginam; Riwayat partus prematurus; Ketuban pecah; Serviks telah
membuka.
7) Mobilisasi :  Ibu hamil boleh melakukan kegiatan biasa selama tidak
terlalu melelahkan. Semua pekerjaan harus sesuai dengan kemampuan
wanita tersebut dan mempunyai cukup waktu untuk istirahat.
8) Senam : Ibu hamil perlu menjaga kesehatan tubuhnya dengan
berjalan-jalan di pagi hari, renang, olagraga ringan dan senam hamil.
Senam hamil dapat dimulai pada umur kehamilan 22 minggu. Senam
bertujuan untuk mempersiapkan dan melatih otot-otot sehingga dapat
berfungsi secara optimal dalam persalinan normal serta mengimbangi
perubahan titik berat tubuh.
9) Pola istirahat : Wanita dianjurkan untuk merencanakan istirahat yang
teratur khususnya seiring kemajuan kehamilannya. Ibu dianjurkan
tidur pada malam hari selama ± 8 jam dan istirahat dalam keadaan
rileks pada siang hari selama 1 jam.
b. Kebutuhan Psikologis
Menurut Rukiyah (2009), trimester III sering disebut periode
penantian dengan penuh kewaspadaan. Dalam kehamilan trimester III ini,
keluarga dan suami dapat memberikan dukungan pada ibu dalam
mematangkan persiapan persalinan dengan tetap mewaspadai komplikasi
yang mungkin terjadi.Sedangkan sebagai tenaga kesehatan, dapat
Wmemberikan dukungan dengan memberikan penjelasan bahwa yang
dirasakan oleh ibu adalah normal.

B. PERSALINAN
1. Pengertian Persalinan
Persalinan adalah proses pengeluaran janin yang terjadi pada kehamilan
cukup bulan (37-42 minggu), lahir spontan dengan presentasi belakang kepala
yang berlangsung selama 18 jam produk konsepsi dikeluarkan sebagai akibat
kontraksi teratur, progresif, sering dan kuat yang nampaknya tidak saling
berhubungan berkerja dalam kehormonisan untuk melahirkan bayi. (Elisabeth
Siwi Walyani, Amd. Keb, Th. Endang Purwostuti, S Pd, APP 2015
pustakabarupress)
Fokus utama asuhan pengeluaran hasil kontrasepsi yang dapat hidup dari
dalam uterus melalui vagina kedunia luar. (Elisabeth Siwi Walyani, Amd. Keb,
Th. Endang Purwostuti, S Pd, APP 2015 pustakabarupress) hal 4
Fokus utama asuhan persalinan normal adalah mencegah terjadinya
komplikasi. (Elisabeth Siwi Walyani, Amd. Keb, Th. Endang Purwostuti, S Pd,
APP 2015 pustakabarupress) hal 3
Tujuan asuhan persalianan normal adalah mengupayakan kelangsungan
hidup dan mencapai derajat kesehatan yang tinggi bagi ibu dan bayinya,
melalui berbagai upaya yang terjadi intergrasi dan lengkap serta intervensi
minimal sehingga prinsip keamanan dan kualitas pelayanan dapat terjaga pada
tingkat optimal. (Elisabeth Siwi Walyani, Amd. Keb, Th. Endang Purwostuti, S
Pd, APP 2015 pustakabarupress) hal 3
Persalianan normal adalah persalinan yang terjadi pada kehamilan artem (buka
premature atau postmatur), mempunyai onset yang spontan (tidak diindikasi),
selesai setelah 4 jam dan sebelum 24 jam sejak saat witannya, mempunyai
janin tunggal dengan presentase puncak kepala, terlaksana lahir normal.
(Elisabeth Siwi Walyani, Amd. Keb, Th. Endang Purwostuti, S Pd, APP 2015
pustakabarupress) hal 4
Persalinan normal WHO adalah persalinan yang dimulai secara spontan
berisiko rendah pada awal persalinan dan tetap demikian selama proses
persalinan, bayi dilahirkan spontan dengan presentasi belakang kepala pada
usia kehamilan antara 37 hingga 42 minggu lengkap. Setelah persalinan ibu
dan bayi dalam keadaan baik. (Elisabeth Siwi Walyani, Amd. Keb, Th. Endang
Purwostuti, S Pd, APP 2015 pustakabarupress) hal 4

2. Etiologi Terjadinya Persalinan


Sebab mulainya persalinan belum diketahui dengan jelas. Agaknya banyak
faktor yang memegang peranan dan bekerjasama sehingga terjadi persalinan.
Beberapa teori yang dikemukakan adalah: penurunan kadar progesteron, teori
oxitosin, keregangan otot-otot, pengaruh janin, dan teori prostaglandin.
Beberapa teori yang menyebabkan mulainya persalinan adalah sebagai berikut:
a. Penurunan Kadar
Progesteron Progesterone menimbulkan relaxasi otot-otot rahim,
sebaliknya estrogen meninggikan kerentanan otot rahim. Selama
kehamilan terdapat keseimbangan antara kadar progesteron dan
estrogen dalam darah, tetapi pada akhir kehamilan kadar progesteron
menurun sehingga timbul his. Proses penuaan plasenta terjadi mulai
umur kehamilan 28 minggu, dimana terjadi penimbunan jaringan ikat,
dan pembuluh darah mengalami penyempitan dan buntu. Produksi
progesterone mengalami penurunan, sehingga otot rahim lebih sensitive
terhadap oxitosin. Akibatnya otot rahim mulai berkontraksi setelah
tercapai tingkat penurunan progesterone tertentu.
b. Teori Oxitosin
Oksitosin dikeluarkan oleh kelenjar hipofisis parst posterior.
Perubahan keseimbangan estrogen dan progesterone dapat mengubah
sensitivitas otot rahim, sehingga sering terjadi kontraksi Braxton Hicks.
Di akhir kehamilan kadar progesteron menurun sehingga oxitocin
bertambah dan meningkatkan aktivitas otot-otot rahim yang memicu
terjadinya kontraksi sehingga terdapat tanda-tanda persalinan.
c. Keregangan Otot-otot.
Otot rahim mempunyai kemampuan meregang dalam batas
tertentu. Setelah melewati batas tertentu terjadi kontraksi sehingga
persalinan dapat dimulai. Seperti halnya dengan Bladder dan Lambung,
bila dindingnya teregang oleh isi yang bertambah maka timbul
kontraksi untuk mengeluarkan isinya. Demikian pula dengan rahim,
maka dengan majunya kehamilan makin teregang otot-otot dan otot-
otot rahim makin rentan. Contoh, pada kehamilan ganda sering terjadi
kontraksi setelah keregangan tertentu sehingga menimbulkan proses
persalinan.
d. Pengaruh Janin
Hipofise dan kelenjar suprarenal janin rupa-rupanya juga
memegang peranan karena pada anencephalus kehamilan sering lebih
lama dari biasa, karena tidak terbentuk hipotalamus. Pemberian
kortikosteroid dapat menyebabkan maturasi janin, dan induksi
(mulainya) persalinan.
e. Teori Prostaglandin
Konsentrasi prostaglandin meningkat sejak umur kehamilan 15
minggu yang dikeluarkan oleh desidua. Prostaglandin yang dihasilkan
oleh desidua diduga menjadi salah satu sebab permulaan persalinan.
Hasil dari percobaan menunjukkan bahwa prostaglandin F2 atau E2
yang diberikan secara intravena, intra dan extra amnial menimbulkan
kontraksi miometrium pada setiap umur kehamilan. Pemberian
prostaglandin saat hamil dapat menimbulkan kontraksi otot rahim
sehingga hasil konsepsi dapat keluar. Prostaglandin dapat dianggap
sebagai pemicu terjadinya persalinan. Hal ini juga didukung dengan
adanya kadar prostaglandin yang tinggi baik dalam air ketuban maupun
daerah perifer pada ibu hamil, sebelum melahirkan atau selama
persalinan.
(Ari Kurniarum, 2016: 4-5)

3. Pembagian Proses Persalinan


Persalinan dibagi menjadi 4 tahap:
a. Persalinan Kala I
Persalinan kala I adalah kala pembukaan yang berlangsung antara
pembukaan 0 cm sampai pembukaan lengkap (10 cm). Klinis dapat
dinyatakan mulai terjadi partus jika timbul his dan wanita tersebut
mengeluarkan lendir yang bersemu darah (bloody show). Lendir yang
bersemu darah berasal dari lendir kanalis servikalis karena serviks mulai
membuka atau mendatar. Sedangkan darah berasal dari pembuluh-
pembuluh kapiler yang berada di sekitar kanalis servikalis tersebut pecah
karena pergeseran-pergeseran ketika serviks membuka.
Proses ini berlangsung kurang lebih 18-24 jam, yang terbagi
menjadi 2 fase:
1) Fase laten (8 jam) dari pembukaan 0 cm sampai pembukaan 3 cm.
2) Fase aktif (7 jam) dari pembukaan serviks 3 cm sampai pembukaan 10
cm. Fase aktif ini masih di bagi menjadi 3 fas, yaitu :
a) Fase akselerasi, di mana dalam waktu 2 jam pembukaan 3 cm
menjadi 4 cm.
b) Fase dilatasi maksimal, yakni dalam waktu 2 jam pembukaan
berlangsung cepat, dari pembukaan 4 cm menjadi 9 cm.
c) Fase deselerasi, di mana pembukaan menjadi lambat kembali.
Berdasarkan kurve friedman, di perhitungkan pembukaan pada
primigravida 1 cm/jam dan pembukaan pada multigravida 2cm/jam.
Dengan demikian pembukaan lengkap dapat diperkirakan.Mekanisme
membukanya serviks berbeda antara primigravida dan multigravida:

1) Primigravida, ostium uteri internumakan membuka terlebih dahulu,


sehingga serviks akan mendatar dan menipis. Kemudian ostium
uterieksternum membuka.
2) Multigravida, ostium uteri internum sudah membuka sedikit, sehingga
ostium uteri internum dan eksternum serta penipisan dan pendataran
serviks terjadi dalam waktu yang bersamaan.
b. Kala II (Pengeluaran)
Dimulai dari pembukaan lengkap (10 cm) sampai bayi lahir. Proses
ini berlangsung 2 jam pada primigravida dan 1 jam pada multigravida.
Pada kala ini his menjadi lebih kuat dan cepat, kurang lebih 2-3 menit
sekali. Dalam kondisi yang normal pada kala ini kepala janin sudah masuk
dalam ruang panggul, maka pada saat his di rasakan tekanan pada otot
panggul, yang secara reflektoris menimbulkan rasa mengedan. Wanita
merasa adanya tekanan pada rektum dan seperti akan buang air
besar.Kemudian perineum mulai menonjol dan menjadi lebar dengan
membukanya anus, Labia mulai membuka dan lama kemudia kepala janin
tampak dalam vulva pada saat ada his.Jika dasar panggul telah berelaksasi,
kepala janin tidak lagi masuk di luar his. Dengan kekuatan his dan
mengedan maksimal kepala janin di lahirkan dengan suboksiput di bawah
simpisis dan dahi, muka, dagu melewati perineum. Setelah his istirahat
sebentar, maka his akan mulai lagi untuk mengeluarkan anggota badan
bayi.
c. Kala III (Pelepasan Uri)
Dimulai segera setelah bayi lahir sampai lahirnya plasenta, yang
berlangsung tidak lebih dari 30 menit. Setelah bayi lahir uterus teraba
keras dengan fundus uteri agak di atas pusat. Beberapa menit kemudian
uterus berkontraksi lagi untuk melepaskan plasenta dari dindingnya.
d. Kala IV (Observasi)
Dimulai dari saat lahirnya plasenta sampai 2 jam pertama post
partum. Tujuan asuhan persalinan adalah memberikan asuhan yang
memadahi selama persalinan yang bersih dan aman, dengan
memperhatikan aspek sayang ibu dan sayang bayi.
Observasi yang harus dilakukan pada kala IV adalah:
1) Tingkat kesadaran penderita.
2) Pemeriksaan tanda-tanda vital : tekanan darah, nadi, dan pernapasan.
3) Kontraksi uterus.
4) Terjadinya perdarahan.
Perdarahan di anggap masih normal jika jumlahnya tidak melebihi 400
sampai 500 cc.
(Yeyeh, 2014:5-7)
4. Asuhan Persalinan Normal (APN)
Perlengkapaan Alat dan Bahan
a. 1 Buah bak instrument steril (Partus Set) berisi:
- 1 buah bak instrument
- 2 buah klem/koher/Kelly
- 1 buah ½ koher
- 1 buah penjepit tali pusat
- 1 buah gunting tali pusat
- 1 buah gunting episiotomy
- 1 pasang sarung tangan DTT
- 1 pasang sarung tangan panjang
- 1 buah kateter logam
- Kassa secukupnya
- 1 buah bola tampon
- 1 buah benang tali pusat/penjepit
b. 1 buah bak instrument steril (Heacting Set) berisi:
- 1 buah nald vooder
- 1 buah jarum heacting
- 1 buah gunting benang
- 1 buah pinset anatomis
- 1 buah pinset cirurgis
- Tampon secukupnya
- Kassa secukupnya
- Benang jahit : catgut dan zeide
- Betadine dalam tempatnya
c. Kapas DTT dalam tempatnya
d. 2 buah kom + tutup berisi air DTT dan kapas DTT
e. Spuit 3 cc
Obat-obatan : 1 ampul oksitosin, 1 ampul lidokain 2%
f. Kapas alcohol dalam tempatnya
Air DTT dalam tempatnya
g. Larutan klorin 0,5% dalam tempatnya
h. 1 buah leanek
i. Pemeriksaan Vital Sign : tensimeter, stetoskop, thermometer
j. 1 buah korentang dalam tempatnya
k. 1 buah Waskom plasenta/plastic/pendil untuk meletakkan plasenta
l. Cairan infuse, infuse set sesuai kebutuhan
m. 1 buah bengkok/nierbeken

Persiapan Penolong :
a. 1 buah topi/penutup kepala
b. 1 buah kaca mata pelindung
c. 1 buah masker
d. 1 buah celemek plastic
e. 1 buah sepatu boot/sandal tertutup
f. 1 buah handuk pribadi/kain bersih untuk mengeringkan tangan
Persiapan Ibu :
a. 1 buah baju ibu
b. 1 buah kain ibu
c. 1 buah celana dalam ibu
d. 1 buah bra
e. Pembalut secukupnya
f. 1 buah underpad
g. 1 buah gurita
h. 2 buah waslap
Persiapan Bayi :
a. 1 buah baju bayi
b. 1 buah celana/popok bayi
c. 1 pasang kaos tangan
d. 1 pasang kaos kaki
e. 1 buah topi
f. 3 buah kain bersih
g. 1 buah handuk
h. Timbangan
i. Meja resusitasi
j. Lampu sorot 60 watt
k. Ambu bag\
l. Delee/slem seeker (penghisap lendir)
m. Obat-obatan :
- Salep mata antibiotic profilaksis
- 1 buah ampu vit K1
- 1 buah vaksin hepatitis B
- 1 buah spuit 1 cc
Perlindungan Diri (PD) :
a. 3 buah tempat sampah : basah, kering, medis
b. 3 buah Waskom :
- 2 buah berisi larutan klorin 0,5%
- 1 buah berisi air DTT (Desinfeksi Tingkat Tinggi)
c. 1 buah wastafel + air mengalir
d. 1 botol sabun cuci tangan
I. MENGENALI GEJALA DAN TANDA KALA DUA
1) Mendenga dan melihat tanda kala dua persalinan.
 Ibu merasa ada dorongan kuat dan meneran.
 Ibu merasakan ada tekanan yang semakin meningkat padarectum dan
vagina.
 Perineum tampak menonjol.
 Vulva dan sfingter ani membuka
II. MENYIAPKAN PERTOLONGAN PERSALINAN
2) Pastikan kelengkapan peralatan, bahan, dan obat-obatan esensial untuk
menolong persalinan dan penatalaksanaan komplikasi segera pada ibu adan
bayi baru lahir.
Untuk asuhan bayi baru lahir atau resusitasi →siapkan:
 Tempat datar, rata, bersih, kering dan hangat
 3 handuk/kain bersih dan kering (termasuk ganjal bahu bayi)
 Alat penghisap lendir
 Lampu sorot 60 watt dengan jarak 60 cm dari tubuh bayi
Untuk ibu:
 Mengelar kain di perut bawah ibu
 Menyiapkan oksitosin 10 unit
 Alat suntik steril sekali pakai di dalam partus set
3) Pakai celemek plastic atau dari bahan yang tidak tembus cairan
4) Melepaskan dan menyimpan semua perhiasan yang dipakai, cuci tangan
dengan sabun dan air bersih mengalir kemudian keringkan tangan dengan
tissue atau handuk pribadi yang bersih dan kering
5) Pakai sarung tangan DTT pada tangan yang akan digunakan untuk periksa
dalam
6) Masukan oksitosin ke dalam tabung suntik ( gunakan tangan yang memakai
sarung tangan DTT atau steril dan pastikan tidak terjadi kontaminasi pada alat
suntik )
III. MEMASTIKAN PEMBUKAAN LENGKAP DAN KEADAAN JANIN
7) Membersihkan vulva dan perineum, menyekanya dengan hati-hati dari
anterior (depan) ke posterior (belakang) menggunakan kapas atau kasa yang
dibasahi air DTT
 Jika introitus vagina, perineum atau anus terkontaminasi tinja,
bersihkan dengan seksama dari arah depan ke belakang
 Buang kapas atau kasa pembersih 9terkontaminasi) dalam wadah yang
tersedia
 jika terkontaminasi, lakukan dekontaminasi, lepaskan dan rendam
sarung tangan tersebut dalam larutan klorin 0,5% →langkah # 9. Pakai
sarung tangan DTT / steril untuk melaksanakan langkah lanjutan
8) lakukan periksa dalam untuk memastikan pembukaan lengkap
 Bila selaput ketuban ketuban masih utuh saat pembukaan sudah lengkap
maka lakukan amniotomi
9) Dekontaminasi sarung tangan (celupkan tangan yang masih memakai sarung
tangan kedalam larutan klorin 0,5%, lepaskan sarung tangan dalam keadaan
terbalik, dan rendam dalam larutan klorin 0,5% selama 10 menit). Cuci kedua
tangan setelah sarung tangan dilepaskan
10) Periksa denyut jantung janin (DJJ) setelah kontraksi uterus mereda (relaksasi)
untuk memastikan DJJ masih dalam batas normal (120-160 x/menit).
 Mengambil tindakan yang sesuai jika DJJ tidak normal
 Mendokumentasikan hasil-hasil periksa dalam, DJJ, semua temuan
pemeriksaan dan asuhan yang diberikan kedalam partograf
IV. MENYIAPKAN IBU DAN KELUARGA UNTUK MEMBANTU PROSES
MENERAN
11) Beritahu pada ibu bahwa pembukaan sudah lengkap dan keadaan janin cukup
baik, kemudian bantu ibu menemukan posisi yang nyaman dan sesuai dengan
keinginannya. Tunggu hingga timbul kontraksi atau rasa ingin meneran,
lanjutkan pemantauan kondisi dan kenyamanan ibu dan janin (ikuti pedoman
penatlaksanaan fase aktif) dan dokumentasi semua temuan yang ada. Jelaskan
pada anggota keluarga tentang peran mereka untuk mendukung dan member
semangat pada ibu dan meneran secara benar.
12) Minta keluarga membantu menyiapkan posisi meneran jika ada rasa ingin
meneran atau kontraksi yang kuat. Pada kondisi itu, ibu diposisikan setengah
duduk atau posisi lain yang di inginkan dan pastikan ibu merasa nyaman.
13) Laksanakan bimbingan meneran pada saat ibu merasa ingin meneran atau
timbul kontraksi yang kuat:
 Bimbing ibu agar dapat meneran secara benar dan efektif
 Dukung dan beri semangat pada saat meneran dan perbaiki cara meneran
apabila caranya tidak sesuai
 Bantu ibu mengambil posisi yang nyaman sesuai pilihannya (kecuali
posisi berbaring terlentang dalam waktu yang lama)
 Anjurkan ibu untuk beristirahat diantara kontraksi
 Anjurkan keluarga member dukungan dan semangat untuk ibu
 Berikan cukup asupan cairan per-oral (minum)
 Menilai DJJ setiap kontraksi uterus selesai
 Segera rujuk jika bayi belum atau tidak akan segera lahir setelah 120
menit ( 2 jam ) meneran (primigravida) atau 60 menit ( 1 jam) meneran
(multigravida)
14) Anjurkan ibu untuk berjalan, berjongkok atau mengambil posisi yang
nyaman, jika ibu belum merasa ada dorongan untuk meneran dalam 60 menit.
V. PERSIAPAN UNTUK MELAHIRKAN BAYI
15) Letakkan handuk bersih (untuk mengringkan bayi) di perut bawah ibu, jika
kepala bayi telah membuka vulva dengan diameter 5-6 cm
16) Letakkan kain bersih yang dilipat 1/3 bagian sebagai alas bokong ibu
17) Buka tutup partus set dan periksa kembali kelengkapan peralatan dan bahan
18) Pakai sarung tangan DTT/steril pada kedua tangan
VI. PERTOLONGAN UNTUK MELAHIRKAN BAYI
Lahirnya Kepala
19) Setelah tampak kepala bayi dengan diameter 5-6 cm membuka vulva maka
lindungi perineum dengan satu tangan yang dilapisi dengan kain bersih dan
kering, tangan yang lain menahan belakang kepala untuk mempertahankan
posisi defleksi dan membantu lahirnya kepala. Anjurkan ibu meneran secera
efektif atau bernapas cepat dan dangkal
20) Periksa kemungkinan adanya lilitan tali pusat (ambil tindakan yang sesuai
jika hal itu terjadi), segera lanjutkan proses kelahiran bayi. Perhatikan! Jika
tali pusat melilit leher secara longgar, lepaskan lilitan lewat bagian atas
kepala bayi. Jika tali pusat melilit leher secara kuat, klem tali pusat di dua
tempat dan potong tali pusat di antara dua klem tersebut
21) Tunggu kepala bayi melakukan putaran paksi luar secara spotan

Lahirnya Bahu

22) Setelah putaran paksi luar selesai, pegang kepala bayi secara biparietal.
Anjurkan ibu untuk meneran saat kontraksi. Dengan lembut gerakkan kepalah
kearah bawah dan distal hingga bahu depan muncul di bawah arkus pubis dan
kemudian gerakkan kearah atas dan distal untuk melahirkan bahu belakang

Lahirnya Badan dan Tungkai

23) Setelah kedua bahu lahir, geser tangah bawah untuk menopang kepala dan
bahu. Gunakan tangan atas untuk menelusuri dan memegang lengan siku
sebalah atas
24) Setelah tubuh dan lengan lahir, penelusuran tangan atas berlanjut ke
punggung, bokong, tungkai dan kaki. Pegang kedua mata kaki (masukkan
telunjuk diantara kedua kaki dan pegang kedua kaki dengan melingkarkan
ibunjari pada satu sisi dan jari-jari lainnya pada posisi yang lain agar bertemu
dengan jari telunjuk
VII. ASUHAN BAYI BARU LAHIR
25) Lakukan penilaian (selintas):
 Apakah bayi cukup bulan?
 Apakah bayi menangis kuat dan atau bernafas tanpa kesulitan?
 Apakah bayi bergerak dengan aktif?

Bila salah satu jawaban adalah “TIDAK” lanjutkan ke langkah resusitasi


pada bayi dengan asfiksia (Lihat Penuntun Belajar Resusitasi Bayi Asfiksia)
Bila semua jawaban adalah “YA”, lanjut ke -26
26) Keringkan tubuh bayi
Keringkan tubuh bayi mulai dari muka, kepalah dan bagian tubuh lainnya
(kecuali kedua tangan) tanpa membersihkan verniks. Ganti handuk basah
dengan handuk/ kain yang kering.pastikan bayi dalam posisi dan kondisi
aman di perut bagian bawah ibu
27) Perika kembali perut ibu untuk memastikan tidak ada bayi lain dalam uterus
(hamil tunggal)
28) Beritahu ibu bahwa ia akan di suntik oksitosin agar uterus berkontraksi baik
29) Dalam waktu 1 menit setelah bayi lahir, suntikkan oksitosin 10 unit
(intramuskuker) di 1/3 paha atas bagian distal lateral (laskukan aspirasi
sebelum menyuntikkan oksitosin).
30) Setalah 2 menit sejak bayi (cukup bulan) lahir, pegang tali pusat dengan
satu tangan pada sekitar 5 cm dari pusar dan geser hingga 3 cm proksimal
dari pusar bayi. Klem tali pusat pada titik tersebut kemudian tahan klem ini
untuk mendorong isi tali pusat kea rah ibu (sekitar 5 cm) dan klem tali pusat
pada sekitar 2 cm distal dari klem pertama.
31) Pemotongan dan pengikatan tali pusat
 Dengan satu tangan, angkat tali pusat yang telah dijepit kemudian
lakukan pengguntingan tali pusat (lindungi perut bayi) diantara 2 klem
tersebut
 Ikat tali pusat dengan benang DTT/steril pada satu sisi kemudian
dilingkarkan kembali benang kesisi berlawanan dan lakukan ikatan
kedua menggunakan dengan simpul kunci.
 Lepaskan klem dan masukkan dalam wadah yang telah disediakan.
32) Letakkan bayi tengkurap di dada ibu untuk kontak kulit ibu-bayi. Luruskan
bahu bayi sehingga dada bayi menempel di dada ibunya. Usahakan kepala
bayi berada diantara payudara ibu dengan posisi lebih rendah dari putting
susu atau aerola mamae ibu
 Selimuti ibu-bayi dengan kain kering dan hangat, pasang topi di
kepala bayi
 Biarkan bayi melakukan kontak kulit ke kulit di dada ibu paling
sedikit 1 jam
 Sebagian besar bayi akan berhasil melakukan inisiasi menyusui dini
dalam waktu 30-60 menit. Menyusu untuk pertama kali akan
berlangsung sekitar 10-15 menit. Bayi cukup menyusu dari satu
payudara
 Biarkan bayi berada di dada ibu selama 1 jam walaupun bayi sudah
berhasil menyusu
VIII. MANAJEMEN AKTIF KALA TIGA PERSALINAN(MAK III)
33) Pindahkan klem tali pusat hingga berjarak 5-10 cm dari vulva
34) Letakkan satu tangan di atas kain pada perut bawah ibu (diatas simpisis),
untuk mendeteksi kontraksi. Tangan lain memegang klem untuk
menegangkan tali pusat
35) Setelah uterus berkontraksi, tegangkan tali pusat kearah bawah sambil
tangan yang lain mendorong uterus kearah belakang atas (dorso cranial)
secara hati-hati (untuk mencegah inversion uteri). Jika plasenta tidak lahir
setelah 30-40 detik, hentikan penegangan tali pusat dan tunggu hingga
timbul kontraksi berikutnya dan ulangi kembali prosedur diatas
 Jika uterus tidak segera berkontraksi, minta ibu, suami atau anggota
keluarga untuk melakukan stimulasi putting susu
36) Bila pada penekanan bagian bawah dinding depan uterus kea rah dorsal
ternyata diikuti dengan pergeseran tali pusat kearah distal maka lanjutkan
dorongan kearah cranial hingga plasenta dapat dilahirkan
 Ibu boleh meneran tetapi tali pusat hanya ditegangkan (jangan ditarik
secara kuat terutama jika uterus tidak berkontraksi) sesuai dengan
sumbu jalan lahir (kearah bawah-sejajar lantai-atas)
 Jika tali pusat bertambah panjang, pindahkan klem hingga berjarak
sekitar 5-10 cm dari vulva dan lahirkan plasenta
 Jika plasenta tidak lepas setelah 15 menit menegangkan tali pusat :
1. Ulangi pemberian oksitosin 10 unit IM
2. Lakukan katerisasi (gunakan teknik aseptic) jika kandung kemih
penuh
3. Minta keluarga untuk menyiapkan rujukan. Ulangi tekanan dorso
cranial dan penegangan tali pusat 15 menit berikutnya
4. Jika plasenta tidak lahir dalam 30 menit sejak bayi lahir atau
terjadi perdarahan maka segera lakukan tindakan plasenta manual
37) Saat plasenta muncul di introitus vagina, lahirkan plasenta dengan kedua
tangan. Pegang dan putar plasenta hingga selaput ketuban terpilin
kemudian lahirkan dan tempatkan plasenta pada wadah yang telah
disediakan
 Jika selaput ketuban robek, pakai sarung tangan DTT atau steril untuk
melakukan eksplorasi sisa selaput kemudian gunakan jari-jari tangan
atau klem ovum DTT/steril untuk mengeluarkan selaput yang
tertinggal

Rangsangan taktil (masase) uterus

38) Segerah setelah plasenta dan selaput ketuban lahir, lakukan masase uterus,
letakkan telapak tangan di fundus dan lakukan masase dengan gerakan
melingkar dengan lembut hingga uterus berkontraksi (fundus teraba keras)
 Lakukan tindakan yang perlukan (Kompresi Bimanual Internal,
Kompresi Aorta Abdominalis, Tampon Kondom Kateter) jika uterus
tidak berkontraksi dalam 15 detik setelah rangsangan taktil/masase

IX. MENILAI PERDARAHAN


39) Periksa kedua sisi plasenta baik bagian ibu maupaun bayi dan pastikan
selaput ketuban lengkap dan utuh. Masukkan plasenta ke dalam plastic
atau tempat khusus.
40) Evaluasi kemungkinan laserasi pada vagina dan perineum. Lakukan
penjahitan bila laserasi menyebabkan perdarahan.
Bila ada robekan yang menimbulkan perdarahan aktif, segera lakukan
penjahitan
X. ASUHAN PASCA PERSALINAN
41) Pastikan uterus berkontraksi dengan baik dan tidak terjadi perdarahan
pervaginam.
42) Celupkan tangan yng masih memakai sarung tangan kedalam larutan
klorin 0,5%, bersihkan noda darah dan cairan tubuh, lepaskan secara
terbalik dan rendam sabun dan air bersih mengalir, keringkan tangn
dengan tissue atau handuk pribadi yang bersih dan kering
Evaluasi
43) Pastikan kandung kemih kosong
44) Ajarkan ibu/keluarga cara melakukan masase uterus dan menilai kontraksi
45) Evaluasi dan estimasi jumlah kehilangan darah
46) Memeriksa nadi ibu dan pastikan keadaan umum ibu baik
47) Pantau keadaan bayi dan pastikan bahwa bayi bernafas dengan baik (40-60
kali/menit)
 Jika bayi sulit bernafas, merintih, atau retraksi, diresusitasi dan
segera merujuk kerumah sakit
 Jika bayi bernafas terlalu cepat atau sesak nafas, segera rujuk ke RS
rujukan
 Jika kaki teraba dingin, pastikan ruangan hangat. Lakukan kembali
kontak kulit ibu bayi dan hangatkan ibu-bayi dalam selimut
Kebersihan dan keamanan
48) Tempatkan semua peralatan bekas pakai dalam larutan klorin 0,5% untuk
dekontaminasi (10 menit). Cuci dan bilas peralatan setelah
didekontaminasi
49) Buang bahan-bahan yang terkontaminasi ke tempat sampah yang sesuai
50) Bersihkan ibu jari paparan darah dan cairan tubuh dengan menggunakan
air DTT. Bersihkan ciaran ketuban, lendir dan darah diranjang atau sekitar
ibu berbaring. Bantu ibu memakai pakaian yang bersih dan kering
51) Pastikan ibu merasa nyaman. Bantu ibu memberikan ASI. Anjurkan
keluarga untuk member ibu minuman dan makanan yang diinginkannya
52) Dekontaminasi tempat bersalin dengan larutan klorin 0,5%
53) Celupkan sarung tangan kotor kedalam larutan klorin 0,5%, balikan bagian
dalam keluar dan rendam dalam larutan klorin 0,5% selama 10 menit
54) Cuci kedua tangan dengan sabun dan air mengalir kemudian keringkan
tangan dengan tissue atau handuk pribadi yang bersih dan kering
55) Pakai sarung tangan bersih/DTT untuk melakukan pemeriksaa fisik bayi
56) Dalam satu jam pertama, beri salep/tetes mata profilaksis infeksi, vitamin
K1 1 mg dipaha kiri bawah lateral, pemeriksaan fisik bayi baru lahir,
pernafasan bayi (normal 40-60 kali/menit) dan temparatur tubuh (normal
36,5-37,50C) setiap 15 menit
57) Setelah satu jam pemberian vitamin K1 berikan suntikan imunisasi
Hepatitis B dipaha kanan bawah lateral. Letakkan bayi di dalam jangkauan
ibu agar sewaktu-waktu dapat disusukan
58) lepaskan sarung tangan dalam keadaan terbalik dan rendam didalam
larutan klorin 0,5% selama 10 menit
59) cuci kedua tangan dengan sabun dan air mengalir kemudia keringkan
dengan tissue atau handuk pribadi yang bersih dan kering

Dokumentasi

60) lengkapin partograf (halaman depan dan belakang), periksa tanda vital dan
asuhan kala IV persalinans

5. Partograf
a. Definisi partograf
Diagram pemantauan kemajuan persalinan dengan melakukan pencatatan
hasil observasi kondisi ibu dan janin
 Manfaat penggunaan partograf :
Merupakan alat yang efektif untuk mengetahui kemajuan
persalianan dan mengidentifikasi kapan intervensi diperlukan
 Mempengaruhi keputusan klinis dan berhubungan dengan luaran
persalinan yang baik
 Mengurangi kejadian persalianan lama, rupture uteri, persalinan macet
yang memerlukan augmentasi oksitosin, mengurangi angka operasi sesar,
angka kejadian stillbirth dan perdarahan post partum
 Merupakan alat yang dapat digunakan sebagai komunikasi saat
melakukan rujukan
b. Penggunaan Partograf
Word Health Organization (WHO) telah memodifikasi partograf agar
lebih sederhana dan lebih mudah digunakan. Fase laten telah dihilangkan,
dan pencatatan pada partograf di mulai dari fase aktif ketika pembukaan
serviks 4 cm. (Ed Pratama, 2013)

Partograf harus digunakan untuk:


1) Untuk semua ibu dalam fase aktif kala satu persalinan dan merupakan
elemen penting dari asuhan persalinan. Partograf harus digunakan untuk
semua persalinan, baik normal maupun patologis. Partograf sangat
membantu penolong persalinan dalam memantau, mengevaluasi dan
membuat keputusan klinik, baik persalinan dengan penyulit maupun
yang tidak disertai dengan penyulit.
a) Selama persalinan dan kelahiran bayi di semua tempat (rumah,
spuskesmas, klinik bidan swasta, rumah sakit, dll).
b) Secara rutin oleh penolong persalinan yang memberikan asuhan
persalinan kepada ibu dan proses kelahiran bayinya (Spesialis
Obstetri, Bidan, Dokter Umum, Residen, Mahasiswa Kedokteran).
2) Penggunaan partograf secara rutin dapat memastikan bahwa ibu dan
bayinya mendapatkan asuhan yang aman, adekuat dan tepat waktu serta
membantu mencegah terjadinya penyulit yang dapat mengancam
keselamatan jiwa mereka.

c. Pencatatan Selama Fase Laten Kala Satu Persalinan


Seperti yang sudah di bahas di awal bab ini, kala satu persalinan terdiri
dari dua fase, yaitu fase laten dan fase aktif yang di acuh pada pembukaan
serviks:
1) Fase laten : pembukaan serviks kurang dari 4 cm.
2) Fase aktif : pembukaan serviks dari 4 sampai 10 cm.

Selama fase laten, semua asuhan, pengamatan dan pemeriksaan


harusdicatat. Hal ini di catat secara terpisah, baik di catatan kemajuan
persalinan maupun di buku KIA atau Kartu Menuju Sehat (KMS) Ibu
Hamil. Tanggal dan waktu harus dituliskan setiap kali membuat catatan
selama fase laten persalinan. Semua asuhan dan intervensi juga harus
dicatatkan.

Kondisi ibu dan bayijuga harus di mulai dan di catat dengan seksama,
yaitu:

1) Denyut jantung janin : setiap ½ jam


2) Frekuensi dan lamanya kontraksi uterus : setiap ½ jam
3) Nadi : setiap ½ jam
4) Pembukaan serviks : setiap 4 jam
5) Penurunan bagian terbawah janin : setiap 4 jam
6) Tekanan darah dan temperatur tubuh : setiap 4 jam
7) Produksi urine, aseton dan protein : setiap 2 - 4 jam

Jika ditemui gejala dan tanda penyulit, penilaian kondisi ibu dan bayi
harus lebih sering dilakukan. Lakukan tindakan yang sesuai apabila pada
diagnosis disebutkan adanya penyulit dalam persalinan. Jika frekuensi
kontraksi berkurang dalam satu atau dua jam pertama, nilai ulang kesehatan
dan kondisi aktual ibu dan bayinya. Bila tidak ada tanda-tanda kegawatan
atau penyulit, ibu boleh pulang dengan instruksi untuk kembali jika
kontraksinya menjadi teratur, intensitasnya makin kuat dan frekuensinya
meningkat.

Apabila asuhan persalinan dilakukan di rumah, penolong persalinan


hanya boleh meninggalkan ibu setelah di pastikan bahwa ibu dan bayinya
dalam kondisi baik. Pesankan pada ibu dan keluarganya untuk menghubungi
kembali penolong persalinan jika terjadi peningkatan frekuensi kontraksi.
Rujuk ibu ke fasilitas kesehatan yang sesuai jika fase laten berlangsung
lebih dari 8 jam.

d. Pencatatan Selama Fase Aktif Persalinan : Partograf


Halaman depan partograf menginstruksikan observasi dimulai pada fase
aktif persalinan dan menyediakan lajur dan kolom untuk mencatat hasil-
hasil pemeriksaan selama fase aktif persalinan, yaitu:
Informasi ibu tentang:
1) Nama, umur
2) Gravida , Para, Abortus (keguguran)
3) Nomor catatan medic/nomor puskesmas
4) Tanggal dan waktu mulai di rawat (atau jika di rumah, tanggal dan
waktu penolong persalinan mulai merawat ibu)
5) Waktu pecahnya selaput ketuban
Kondisi janin :
1) DJJ
2) Warna dan adanya air ketuban
3) Penyusupan (molase) kepala janin
Kemajuan persalinan:
1) Pembukaan serviks
2) Penurunan bagian terbawah atau presentasi janin
3) Garis waspada dan garis bertindak
Jam dan waktu:
1) Frekuensi kontraksi dalam waktu 10 menit
2) Waktu aktual saat pemeriksaan atau penilaian
Obat-obatan dan cairan yang di berikan:
1) Oksitosin
2) Obat-obatan lain dalam cairan IV yang di berikan
Kondisi ibu:
1) Nadi, tekanan darah dan temperatur tubuh
2) Urin (volume, aseton atau protein)

Asuhan, pengamatan dan keputusan klinik lainnya (di catat dalam


kolom yang tersedia di sisi partograf atau atau di catatan kemajuan
persalinan).
e. Mencatat Temuan pada Partograf
1) Informasi Tentang Ibu
Lengkapi bagian awal (atas) partograf secarateliti pada saat
memulai asuhan persalinan. Waktu kedatangan (tertulis sebagai: “jam
atau pukul” pada partograf) dan perhatikan kemungkinan ibu datang
dalam fase laten. Catat waktu pecahnya selaput ketuban.
2) Kondisi Janin
Bagan atas grafik pada partograf adalah untuk pencatatan denyut
jantung janin (DJJ), air ketuban dan penyusupan (kepala janin).
a) Denyut Jantung Janin
Dengan menggunakan metode yang diuraikan pada bagian
Pemeriksaan Fisik dalam bab ini, nilai dan catat denyut jantung
janin (DJJ) setiap 30menit (lebih sering jika ada tanda-tanda gawat
janin). Setiapkotak di bagian atas partograf menunjukkan waktu 30
menit. Skala angka di sebelah kolom paling kiri menunjukkan DJJ.
Catat DJJ dengan memberi tanda titik pada garis yang sesuai
dengan angka yang menunjukkan DJJ. Kemudian hubungkan yang
satu dengan dengan titik yang lainnya dengan garis tegas dan
bersambung.
Kisaran normal DJJ terpapar pada partograf diantara garis tebal
pada angka 180 dan 100. Sebaiknya, penolong harus waspada bila
DJJ mengarah hingga di bawah 120 atau di atas 160. Untuk
tindakan-tindakan segera yang harus di lakukan pada ruang yang
tersedia di salah satu dari kedua sisi partograf.
b) Warna dan Adanya Air Ketuban
Nilai kondisi air ketuban setiap kali melakukan periksa dalam
dan nilai warna air ketuban jika selaput ketuban pecah. Catat
temuan-temuan dalam kotak yang sesuaidi bawah lajur DJJ.
Gunakan lambing-lambang berikut ini:
(1) U : selaput ketuban masih utuh (belum pecah)
(2) J : selaput ketuban sudah pecah dan air ketuban jernih
(3) M : selaput ketuban sudah pecah dan air ketuban
bercampur mekonium
(4) D : selaput ketuban sudah pecah dan air ketuban
bercampur darah
(5) K : selaput ketuban sudah pecah tapi air ketuban tidak
mengalir lagi (“kering”)

Mekonium dalam cairan ketuban tidak selalu menunjukkan


adanya gawatjanin. Jika terdapat mekonium, pantau DJJ dengan
seksama untuk mengenali tanda-tanda gawat janin selama proses
persalinan. Jika ada tanda-tanda gawat janin (denyut jantung janin
< 100 atau > 180 kali per menit) maka ibu harus segera di rujuk.
c) Penyusupan (Molase) Tulang Kepala Janin
Penyusupan adalah indikator penting tentang seberapa jauh
kepala bayi dapat menyesuaikan diri terhadap bagian keras (tulang)
panggul ibu. Semakin besar derajat penyusupan atau tumpang
tindih antar tulang kepala semakin menunjukkan risiko disproporsi
kepala-panggul (CPD). Ketidak mampuan untuk berakomodasi
atau disproporsi di tunjukkan melalui derajat penyusupan atau
tumpang tindih (molase) yang berat sehingga tulang kepala yang
saling menyusup, sulit di pisahkan. Apabila ada dugaan disproporsi
kepala-panggul maka penting untuk tetap memantau kondisi janin
serta kemajuan persalinan. Lakukan tindakan pertolongan awal
yang sesuai dan rujuk ibu dengan dugaan proporsi-kepala panggul
(CPD) ke fasilitas kesehatan rujukan.
Setiap kali melakukan periksa dalam, nilai penyusupan antar
tulang (molase) kepala janin. Catat temuan yang ada di kotak yang
sesuai di bawah lajur air ketuban. Gunakan lambang-lambang
berikut ini:
1 : tulang-tulang kepala janin terpisah, sutura dengan mudah
dapat di palpasi
2 : tulang-tulang kepala janin hanya saling bersentuhan
3 : tulang-tulang kepala janin hanya saling tumpang tindih tetapi
masih dapat di pisahkan
4 : tulang-tulang kepala janin saling tumpang tindih dan tidak
dapat di pisahkan
3) Kemajuan Persalinan
Kolom dan lajur kedua pada partograf adalah untuk pencatatan
kemajuan persalinan. Angka 0-10 yang tertera di kolom paling kiri
adalah besarnya dilatasi serviks. Nilai setiap angka dengan besarnya
dilatasi serviks dalam satuan centimeter dan menempati lajur dan
kotak tersendiri. Perubahan nilai dan perpindahan lajur satu ke lajur
yang lain menunjukkan penambahan dilatasi serviks sebesar 1 cm.
Pada lajur dan kotak yang mencatat penurunan bagian terbawah janin
tercantum angka 1-5 yang sesuai dengan metode perlimaan seperti
yang telah di jelaskan sebelumnya (menentukan penurunan janin).
Setiap kotak segi empat atau kubus menunjukkan waktu 30 menit
untuk pencatatan waktu pemeriksaan, denyut jantung janin, kontraksi
uterus, dan frekuensi nadi ibu.
a) Pembukaan Serviks
Dengan menggunakan metode yang di jelaskan di bagian
Pemeriksaan Fisik dalam bab ini, nilai dan catat pembukaan
serviks setiap 4 jam (lebih sering jika ada tanda-tanda penyulit).
Saat ibu berada dalam fase aktif persalinan, catat pada partograf
setiap temuan dari setiap pemeriksaan.
Tanda “X” harus di cantumkan di garis waktu yang sesuai dengan
lajur besarnya pembukaan serviks.
Perhatian:
(a) Pilih angka pada tepi luar kolom pembukaan serviks yang
sesuai dengan besarnya pembukaan serviks pada fase aktif
persalinan yang di peroleh dari hasil periksa dalam.
(b) Untuk pemeriksaan pertama pada fase aktif persalinan,
temuan (pembukaan serviks) dari hasil periksa dalam harus
dicantumkan pada garis waspada. Pilih angka yang sesuai
dengan bukaan serviks (hasil periksa dalam) dan
cantumkan tanda ‘X’ pada ordinat atau titik silang garis
dilatasi serviks dan garis waspada.
(c) Hubungkan tanda ‘X‘ dari setiap pemeriksaandengan garis
utuh (tidak terputus).
b) Penurunan Bagian Terbawah Janin
Setiap kali melakukan periksa dalam (setiap 4 jam), atau
lebih sering (jika di temukan tanda-tanda penyulit).
Cantumkan hasil pemeriksaan penurunan kepala (perlimaan)
yang menunjukkan seberapa jauh bagian terbawah janin telah
memasuki rongga panggul. Pada persalinan normal, kemajuan
pembukaan serviks selalu di ikuti dengan turunnya bagian
terbawah janin. Tapi ada kalanya, penurunan bagian terbawah
janin baru terjadi setelah pembukaan serviks mencapai 7 cm.
Tulisan “Turunnya kepala” dan garis tidak terputus dari 0-
5, tertera di sisi yang sama dengan angka pembukaan serviks.
Berikan tanda “O” yang di tulis pada garis waktu yang sesuai.
Sebagai contoh, jika hasil pemeriksaan palpasi kepala di atas
simfisis pubis adalah 4/5 maka tuliskan tanda “O” di garis
angka 4. Hubungkan tanda ‘O’ dari setiap pemeriksaan dengan
garis tidak terputus.
c) Garis Waspada dan Garis Bertindak
Garis waspada di mulai pada pembukaan serviks 4 cm dan
berakhir pada titik di mana pembukaan lengkap diharapkan
terjadi jika laju pembukaan adalah 1 cm per jam. Pencatatan
selama fase aktif persalinan harus di mulai di garis waspada.
Jika pembukaan serviks mengarah ke sebelah kanan garis
waspada (pembukaan kurang dari 1 cm per jam), maka harus di
pertimbangkan adanya penyulit (misalnya: fase aktif yang
memanjang, serviks kaku, atau inersia uteri hipotonik, dll).
Pertimbangkan perlunya melakukan intervensi bermanfaat
yang di perlukan, misalnya: persiapan rujukan ke fasilitas
kesehatan rujukan (rumah sakit atau puskesmas) yang memiliki
kemampuan untuk menatalaksana penyulit atau gawat darurat
obstetrik. Garis bertindak tertera sejajar dan di sebelah kanan
(berjarak 4 jam) garis waspada. Jika pembukaan serviks telah
melampaui dan berada di sebelah kanan garis bertindak maka
hal ini menunjukkan perludilakukan tindakan untuk
menyelesaikan persalinan. Sebaiknya, ibu harus sudah berada
di tempat rujukan sebelum garis bertindak terlampaui.
Jam dan Waktu
(a) Waktu Mulainya Fase Aktif Persalinan
Di bagian bawah partograf (pembukaan serviks dan
penurunan) tertera kotak-kotak yang di beri angka 1-12.
Setiap kotak menyatakan satu jam sejak di mulainya fase
aktif persalinan.
(b) Waktu Aktual Saat Pemeriksaan atau Penilaian
Di bawah lajur kotak untuk waktu mulainya fase
aktif, tertera kotak-kotak untuk mencatat waktu aktual saat
pemeriksaan dilakukan. Setiap kotak menyatakan satu jam
(1 jam) penuh dan berkaitan dengan dua kotak waktu tiga
puluh menit (30 menit) yang berhubungan dengan lajur
untuk pencatatan pembukaan serviks, DJJ di bagian atas
dan lajur kontraksi dan nadi ibu di bagian bawah. Saat ibu
masuk dalam fase aktif persalinan, cantumkan pembukaan
serviks di garis waspada. Kemudian catatkan waktu aktual
pemeriksaan ini di kotak waktu yang sesuai. Sebagai
contoh, jika hasil periksa dalam menunjukkan pembukaan
serviks adalah 6 cm pada pukul 15.00, cantumkan tanda ‘X’
di garis waspada yang sesuai dengan lajur angka 6 yang
tertera di sisi luar kolom paling kiri dan catat waktu aktual
di kotak pada lajur waktu di bawah lajur pembukaan (kotak
ketiga dari kiri).
d) Kontraksi Uterus
Di bawah lajur waktu partograf, terdapat lima kotak dengan
tulisan “kontraksi per 10 menit” di sebelah luar kolom paling
kiri. Setiap menyatakan satu kontraksi. Setiap 30 menit, raba
dan catat jumlah kontraksi dalam 10 menit dan lamanya
kontraksi dalam satuan detik. Nyatajumlah kontraksi yang
terjadi dalam waktu 10 menit dengan cara mengisi kotak
kontraksi yang tersedia dan disesuaikan dengan angka yang
mencerminkan temuan dari hasil pemeriksaan kontraksi.
Sebagai contoh jika ibu mengalami 3 kontraksi dalam waktu
satu kali 10 menit, maka lakukan pengisian pada 3 kotak
kontraksi.
Nyatakan lamanya kontraksi dengan :


Beri titik-titik di kotak yang sesuai untuk menyatakan kontraksi
yang lamanya kurang dari 20 detik.

Beri garis-garis di kotakyang sesuai untuk menyatakan kontraksi


yang lamanya 20-40 detik.

Isi penuh kotak yang sesuai untuk menyatakan kontraksi yang


lamanya lebih dari 40 detik.

INGAT:
a. Periksa frekuensi dan lama kontraksi uterus setiap jam selama
fase laten dan setiap 30 menit selama fase aktif.
b. Nilai frekuensi dan lama kontraksi yang terjadi dalam 10 menit
observasi.
c. Catat lamanya kontraksi menggunakan lambang yang sesuai :



< 20 detik
20-40 detik

> 40 detik

Catat temuan-temuan di kotak yang sesuai dengan waktu penilaian.

Obat-Obatan dan Cairan yang diberikan

Di bawah lajur kotak observasi kontraksi uterus tertera lajur kotak untuk
mencatat oksitosin, obat-obat lainnya dan cairan IV. Bagian ini dapat jiga
digunakan untuk mencatat jumlah asupan yang diberikan.

a. Oksitosin
Jika tetesan (drips) oksitosin sudah di mulai, dokumentasikan setiap 30
menit jumlah unit oksitosin yang di berikan per volume cairan IV dan
dalam satuan tetesan per menit.
b. Obat-Obatan Lain dan Cairan IV
Catat semua pemberian obat-obatan tambahan dan/atau cairan IV
dalam kotak yang sesuai dengan kolom waktunya.

Kondisi Ibu

Bagian terbawah lajur dan kolom pada halaman depan partograf, terdapat
kotak atau ruang untuk mencatat kondisi kesehatan dan kenyamanan ibu
selama persalinan.

a. Nadi, Tekanan Darah dan Suhu Badan


Angka di sebelah kiri bagian partograf ini dengan nadi dan tekanan
darah ibu.
1) Nilai dan catat nadi ibu setiap 30 menit selama fase aktif persalinan
(lebih sering jika di duga adanya penyulit). Beri tanda () pada
kolom waktu yang sesuai.
2) Nilai dan catat tekanan darah ibu setiap 4 jam selama fase aktif
persalinan (lebih sering jika diduga adanya penyulit). Beri tanda
panah pada partograf pada kolom waktu yang sesuai (↕).
3) Nilai dan catat temperatur tubuh ibu (lebih sering jika terjadi
peningkatan mendadak atau diduga adanya infeksi) setiap 2 jam
dan catat temperatur tubuh pada kotak yang sesuai.

b. Volume Urine, Protein dan Aseton


Ukur dan catat jumlah produksi urine ibu sedikitnya setiap 2 jam
(setiap kali ibu berkemih). Jika memungkinkan, setiap kali ibu
berkemih, lakukan pemeriksaan aseton dan protein dalam urine.
Asuhan, Pengamatan dan Keputusan Klinik Lainnya
Catat semua asuhan lain, hasil pengamatan dan keputusan klinik di
sisi luar kolom partograf, atau buat catatan terpisah tentang kemajuan
persalinan. Cantumkan juga tanggal dan waktu saat membuat catatan
persalinan.

Asuhan, pengamatan dan/atau keputusan klinis mencakup:

a. Jumlah cairan per oral yang di berikan.


b. Keluhan sakit kepala atau penglihatan (pandangan) kabur.
c. Konsultasi dengan penolong persalinan lainnya (Obgin, bidan,
dokter umum).
d. Persiapan sebelum melakukan rujukan.
e. Upaya, jenis dan lokasi fasilitas rujukan.

Hal-hal yang perlu diperhatikan:

a. Fase laten persalinan di definisikan sebagai pembukaan serviks


kurang dari 4 cm. Biasanya fase latenberlangsung tidak lebih dari
dari 8 jam.
b. Dokumentasikan asuhan, pengamatan dan pemeriksaan selama
fase laten persalinan pada catatan kemajuan persalinan yang di
buat secara terpisah atau pada KMS (Kartu Menuju Sehat).
c. Fase aktif persalinan di definisikan sebagai pembukaan serviks
dari 4 sampai 10 cm. Biasanya pembukaan serviks selama fase
aktif sedikitnya 1 cm/jam.
d. Saat persalinan maju dari fase laten ke fase aktif, catatkan hasil
periksa dalam (pembukaan serviks) pada garis waspada di
partograf.
e. Jika ibu datang pada saat fase aktif persalinan, langsung catatkan
pembukaan serviks pada garis waspada.
f. Pada persalinan tanpa penyulit, catatan pembukaan serviks
umumnya tidak akan melewati garis waspada.

Pencatatan Pada Lembar Belakang Partograf


Halaman belakang partograf merupakan bagian untuk mencatat
hal-hal yang terjadi selama proses persalinan dan kelahiran bayi, serta
tindakan-tindakan yang di lakukan sejak kala I hingga kala IV dan
bayi baru lahir. Itulah sebabnya bagian ini di sebut sebagai Catatan
Persalinan. Nilai dan catatkan asuhan yang di berikan kepada ibu
selama masa nifas (terutama pada kala IV persalinan) untuk
memungkinkan penolong persalinan mencegah terjadinya penyulit dan
membuat keputusan klinik (misalnya, pencegahan perdaraha pada kala
IV persalinan). Selain itu catatan persalinan (lengkap dan benar) dapat
di gunakan untuk menilai/memantau sejauh mana pelaksanaan asuhan
persalinan yang aman dan bersih telah di lakukan.
Catatan persalinan adalah terdiri dari unsur-unsur berikut:
a. Data atau informasi umum.
b. Kala I
c. Kala II
d. Kala III
e. Bayi baru lahir
f. Kala IV
C. NIFAS
1. Pengertian Nifas
Nifas adalah suatu periode yang berlangsung dari persalinan sampai 6
minggu setelah melahirkan, yang merupakan waktu penyembuhan dan
kembalinya organ reproduksi ke keadaan sebelum hamil (Astuti, 2015).
Masa Nifas atau puerperium dimulai sejak 1 jam setelah lahirnya plasenta
sampai dengan 6 minggu (42 hari) setelah itu. (Prawirohardjo, 2014)
Masa nifas dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhir ketika alat-alat
kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil yang berlangsung kira-kira
6 minggu. (Nugroho et al., 2014: 1)
Masa Nifas (puerperium) dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhir
ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas
atau puerperium dimulai sejak 2 jam setelah lahirnya plasenta sampai dengan 6
minggu (42 hari) setelah itu. (Dewi, 2013)
Masa nifas (puerperium) adalah masa pemulihan kembali, mulai dari
persalinan selesai sampai alat-alat kandungan kembali seperti pra hamil. Lama
masa nifas yaitu 6-8 minggu. Masa nifas (puerperium) dimulai setelah
kelahiran plasenta dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti
keadaan sebelum hamil. Masa nifas berlangsung selama kira-kira 6 minggu
(Febi Sukma dkk, 2017)

2. Kebijakan Program Nasional Masa Nifas


Kunjungan nifas dilakukan minimal 4 kali untuk menilai status ibu dan
bayi baru lahir dan untuk mencegah, mendeteksi dan menangani masalah-
masalah yang terjadi.
a. 6-8 jam setelah persalinan.
b. 6 hari setelah persalinan.
c. 2 minggu setelah persalinan.
d. 6 minggu setelah persalinan.
(Febi Sukma dkk, 2017)
3. Perubahan Fisiologis Pada Masa Nifas
Adapun perubahan fisiologi masa nifas menurut Nugroho et al., (2014):
94-114 adalah sebagai berikut:
a. Perubahan Sistem Reproduksi
1) Involusi uterus.
Involusi uterus atau pengerutan uterus merupakan sesuatu
proses dimana uterus kembali ke kondisi sebelum hamil.
Proses involusi uterus adalah sebagai berikut:
a) Iskemia miometrium – Hal ini disebabkan oleh kontraksi dan
retraksi yang terus menerus dari uterus setelah pengeluaran
plasenta sehingga membuat uterus menjadi relative anemi dan
menyebabkan serat otot atrofi.
b) Atrofi jaringan – Atrofi jaringan terjadi sebagai reaksi penghentian
hormone estrogen saat pelepasan plasenta.
c) Autolysis – Merupakan proses penghancuran diri sendiri yang
terjadi di otot uterus. Enzim proteolitik akan membedakan jaringan
otot yang telah mengendur hingga panjangnya 10 kali panjang
sebelum hamil dan lebarnya 5 kali lebar sebelum hamil yang
terjadi selama kehamilan. Hal ini disebabkan karena penurunan
hormone estrogen dan progesteron.
d) Efek oksitosin – Oksitosin menyebabkan terjadinya kontraksi dan
retraksi otot uterus sehingga akan menekan pembuluh darah yang
mengakibatkan berkurangnya suplai darah ke uterus. Proses ini
membantu untuk mengurangi situs atau tempat implantasi plasenta
serta mengurangi perdarahan.
Ukuran uterus pada masa nifas akan mengecil seperti sebelum hamil.
Tabel 2.2: Perubahan-perubahan normal pada uterus selama
post partum (Nugroho et al., 2014: 95)
Berat Diameter
Involusi
Tinggi Fundus Uteri Uterus Uterus
Uteri
Plasenta lahir Setinggi pusat 1000 gram 12,5 cm

Pertengahan pusat dan


7 hari (minggu 1) 500 gram 7,5 cm
simpisis
14 hari (minggu Tidak teraba 350 gram 5 cm
2)
6 minggu Normal 60 gram 2,5 cm

2) Involusi tempat plasenta.


Uterus pada bekas implantasi plasenta merupakan luka yang
kasar dan menonjol ke dalam kavum uteri. Segera setelah plasenta
lahir, dengan cepat luka mengecil, pada akhir minggu ke-2 hanya
sebesar 3-4 cm dan pada akhir nifas 1-2 cm. Penyembuhan luka bekas
plasenta khas sekali.
Pada permulaan nifas bekas plasenta mengandung banyak
pembuluh darah besar yang tersumbat oleh thrombus. Luka bekas
plasenta tidak meninggalkan parut. Hal ini disebabkan karena dikuti
pertumbuhan endometrium baru dibawah permukaan luka.
Regenerasi endometrium terjadi di tempat implantasi plasenta
selama sekitar 6 minggu. Pertumbuhan kelenjar endomentrium ini
berlangsung di dalam decidua basalis. Pertumbuhan kelenjar ini
mengikis pembuluh darah yang membeku pada tempat implantasi
plasenta hingga terkelupas dan tak dipakai lagi pada pembuangan
lokia.
3) Perubahan ligamen.
Setelah bayi lahir, ligament dan diafragma pelvis fasia yang
meregang sewaktu kehamilan dan saat melahirkan, kembali seperti
sedia kala. Perubahan ligament yang dapat terjadi paska melahirkan
antara lain: ligamnetum rotundum menjadi kendor yang
mengakibatkan letak uterus menjadi retrofleksi; ligament, fasia,
jaringan penunjang alat genitalia menjadi agak kendor.
4) Perubahan serviks.
Segera setelah melahirkan, serviks menjadi lembek, kendor,
terkulai, dan berbentuk seperti corong. Hal ini disebabkan korpus uteri
berkontraksi, sedangkan serviks tidak berkontraksi, sehingga
perbatasan antara korpus dan serviks uteri berbentuk cincin. Warna
serviks merah kehitam-hitaman karena penuh pembuluh darah. Segera
setalah bayi dilahirkan, tangan pemeriksa masih dapat dimasukkan 2-3
jari dan setelah satu minggu hanya 1 jari saja yang dapat masuk. Oleh
karena hiperpalpasi dan retraksi serviks, robekan serviks dapat
sembuh. Namun demikian, selesai involusi, ostium eksternum tidak
sama waktu sebelum hamil. Pada umumnya ostium eksternum lebih
besar, tetap ada retak-ratak dan robekan-robekan pada pinggirnya,
terutama pada pinggir sampingnya.
5) Lokia.
Akibat involusi uteri, lapisan luar desidua yang mengelilingi
situs plasenta akan menjadi nekrotik. Desidua yang mati akan keluar
bersama dengan sisa cairan. Percampuran antara darah dan desidua
inilah yang dinamakan lokia. Lokia adalah ekskresi cairan rahim
selama masa nifas dan mempunyai reaksi basah/ alkalis dan membuat
organisme berkembang lebih cepat dari pada konndisi asam yang ada
pada vagina normal.
Lokia mempunyai bau yang amis (anyir) meskipun tidak
terlalu menyengat dan volumenya berbeda-beda pada setiap wanita.
Lokia mengalami perubahan karena proses involusi. Pengeluaran lokia
dapat dibagi menjadi lokia rubra, sanguilenta, serosa dan alba.
Umumnya jumlah lochia lebih sedikit bila wanita postpartum
dalam posisi berbaring daripada berdiri. Hal ini terjadi akibat
pembuangan bersatu di vagina bagian atas saat wanita dalam posisi
berbaring dan kemudian akan mengalir keluar saat berdiri. Total
jumblah rata-rata pengaluaran lokia sekitar 240 hingga 270 ml.
Tabel 2.3: Perbedaan masing-masing lokia
(Nugroho et al., 2014: 98)

Lokia Waktu Warna Ciri-ciri


Rubra 1-3 hari Merah Terdiri dari sel desidua.rambut
kehitaman lanugo, sisa mekonium,dan
sisa darah

Sanguilenta 3-7 hari Putih Sisah darah yang bercampur


bercampur lendir
merah

Serosa 7-14 hari Kekuningan Lebih sedikit darah dan lebih


atau banyak serum juga terdiri
kecoklatan dari leukosit dan robekan
laserasi plasensa

Alba >14 hari Putih Mengandung leukosit, selaput


lendir serviks dan serabut
jaringan yang mati.

6) Perubahan vulva, vagina, dan perineum.


Selama proses persalinan vulva dan vagina mengalami
penekanan serta peregangan, setelah beberapa hari persalinan kedua
organ ini kembali dalam keadaan kendor. Rugae timbul kembali pada
minggu ketiga. Hymen tampak sebagai tonjolan kecil dan dalam
proses pembentukan berubah menjadi karankulae mitiformis yang kas
bagi wanita multi para. Ukuan vagina akan selalu lebih besar
dibandingkan keadaan saat sebelum persalinan pertama. Perubahan
pada paska melahirkan terjadi pada saat perineum mengalami robekan
jalan lahir dapat terjadi secara spontan ataupun dilakukan episiotomy
dengan indikasi tertentu.
b. Perubahan Sistem Pencernaan
1) Nafsu makan.
Pasca melahirkan, biasanya ibu merasakan lapar sehingga
diperbolehkan mengomsumsi makan. Pemulihan nafsu makan
diperlukan waktu 3-4 hari. Sebelum faal usus kembali normal.
Meskipun kadar progesterone menurun setelah melahirkan, asupan
makan juga mengalami penurunan selama 1 atau 2 hari.
2) Motilitas
Secara khas, penurunan tonus dan motilitas otot traktus cerna
menetap selama waktu yang singkat setelah bayi lahir. Kelebihan
analgesia dan anastesia bisa memperlambat pengambilan tonus dan
motilitas keadaan normal.
3) Pengosongan usus
Pasca melahirkan ibu sering mengalami konstipasi hal ini
disebabkan tonus otot usus menurun selama proses persalinan dan
awal masa pasca partum, diare sebelum persalinan, enema sebelum
melahirkan, kurang makan, dehidrasi, hemoroid ataupun laserasi jalan
lahir. Sistem pencernaan pada masa nifas memerlukan waktu untuk
kembali normal.
(Nugroho et al, 2014)
c. Perubahan Sistem Perkemihan
1) Hemostatis internal
Tubuh, terdiri dari air dan unsur-unsur yang larut didalamnya,
dan 70% dari cairan tubuh terletak didalam sel-sel yang disebut dengan
cairan intraselular. Cairan ekstraselular terbagi dalam plasma darah,
dan langsung diberikan untuk sel-sel yang disebut cairan interstisial
beberapa hal yang berkaitan dengan cairan tubuh antara lain edema
dan dehidrasi. Edema adalah tertimbunnya cairan dalam jaringan
akibat gangguan keseimbangan cairan dalam tubuh. Dehidrasi adalah
kekurangan cairan atau volume air yang terjadi pada tubuh karena
pengeluaran berlebihan dan tidak diganti.
2) Keseimbangan asam basa tubuh
Keasaman dalam tubuh disebut PH. Batas normal cairan tubuh
adalah 7,35-7,40. Bila PH >7,4 disebut alkalosis dan jika PH <7,35
disebut asidosis.
3) Pengeluaran sisa metabolisme, racun dan zat toksin ginjal
Zat toksin ginjal mengekreksi hasil akhir dari metabolisme
protein yang mengandung nitrogen terutama urea, asam urat dan
kreatinin. Ibu pospartum di anjurkan segera buang air kecil, agar tidak
mengganggu proses involusi uteri dan ibu merasa nyaman. Namun
demikian, pasca melahirkan ibu merasa sulit buang air kecil. Hal yang
menyebabkan kesulitan buang air kecil pada ibu postpartum, antara
lain:
a) Adanya odema trigonium yanag menimbulkan obtruksi sehingga
terjadi retensin urin.
b) Diaforesis yaitu mekanisme tubuh untuk mengurangi cairan yang
terentasi dalam tubuh, terjadi selama 2 hari setelah melahirkan.
c) Depresi dari sfingter uretra oleh karena penekanan kepala janin dan
spasme oleh iritasi muskulus sfingter ani selama persalinan,
sehingga menyebabkan miksi.
Setelah plasenta dilahirkan, kadar hormone estrogen akan menurun,
hilangnya peningkatan tekanan vena pada tingkat bawah, dan
hilangnya peningkatan volume darah akibat kehamilan, hal ini
merupakan mekanisme tubuh untuk mengatasi kelebihan cairan.
Keadaan ini disebut dengan diuresis pasca partum. Ureter yang
berdilatasi akan kembali normal dalam tempo 6 minggu.
Kehilangan cairan melalui keringat dan peningkatan jumlah
urin menyebabkan penurunan berat badan sekitar 2,5 kg selama masa
pasca partum. Pengeluaran kelebihan cairan yang tertimbun selama
hamil kadang-kadang disebut kebalikan metabolisme air pada masa
hamil (revesal of the water metabolisme of pregnancy)
Bila wanita pasca persalinan tidak dapat berkemih dalam waktu
4 jam pasca persalinan mungkin ada masalah dan sebaiknya segera
dipasang dower kateter selama 24 jam. Bila kemudian keluhan tak
dapat berkemih dalam waktu 4 jam, lakukan katerisasi dan bila jumlah
residu > 200 ml maka kemungkinan ada gangguan proses urinasinya.
Maka kateter tetap terpasang dan dibuka 4 jam kemudian, bila volume
urine <200 ml, kateter dibuka dan pasien diharapkan dapat beerkemih
seperti biasa.
(Nugroho et al, 2014)
d. Perubahan Sistem Muskuloskeletal/ Diastasis Rectie Abdominalis
1) Dinding perut dan peritoneum.
Dinding perut akan longgar pasca persalinan. Keadaan ini akan
pulih kembali dalam 6 minggu. Pada wanita yang asthenis terjadi
diastasis dari otot-otot rectus abdominis, sehingga sebagian dari
dinding perut di garis tengah hanya terdiri dari peritoneum, fasia tipis
dan kulit.
2) Kulit abdomen.
Otot-otot dari dinding abdomen dapat kembali normal dalam
beberapa minggu pasca melahirkan dengan latihan post natal.
3) Striae.
Striae adalah suatu perubahan warna seperti jaringan parut pada
dinding abdomen. Striae pada dinding abdomen tidak dapat
menghilang sempurna melainkan membentuk garis lurus yang samar.
4) Perubahan Ligamen.
Setelah janin lahir, ligament-ligamen, diafragma pelvis dan fasia
yang meregang sewaktu kehamilan dan partus berangsur-angsur
menciut kembali seperti sediakala. Tidak jarang ligamentum rotundum
menjadi kendor yang mengakibatkan letak uterus menjadi retrofleksi.
5) Simpisis Pubis.
Pemisahan simpisis pubis jarang terjadi. Namun demikian, hal ini
dapat menyebabkan morbiditas maternal. Gejala dari pemisahan
simpisis pubis antara lain: nyeri tekan pada pubis disertai peningkatan
nyeri saat bergerak di tempat tidur ataupun waktu berjalan. Pemisahan
simpisis dapat dipalpasi. Gejala ini dapat menghilang setelah beberapa
minggu atau bulan pasca melahirkan, bahkan ada yang menetap.
(Nugroho et al, 2014)
e. Perubahan Sistem Endokrin
Hormon-hormon yang berperan pada proses tersebut, antara lain:
1) Hormon plasenta.
Pengeluaran plasenta menyebabkan penurunan hormone yang
diproduksi oleh plasenta. Hormon plasenta menurun dengan cepat
pasca persalinan. Penurunan hormone plasenta (human placental
lactogen) menyebabkan kadar gula darah menurun pada masa nifas.
Human Chorionic Gonadotropin (HCG) menurun dengan cepat dan
menetap sampai 10% dalam 3 jam hingga hari ke-7 post partum dan
sebagai onset pemenuhan mamae pada hari ke-3 post partum.
2) Hormon pituitary.
Hormon pituitary antara lain: hormon prolaktin, FSH, dan LH.
Hormon prolaktin darah menningkat dengan cepat, pada wanita tidak
menyusui menurun dalam waktu 2 minggu. Hormone prolaktin
berperan dalam pembesaran payudara untuk merangsang produksi
susu. FSH dan LH meningkat pada fase konsentrasi folikuler pada
minggu ke-3, dan LH tetap rendah hingga ovulasi terjadi.
3) Hormon pituitary ovarium.
Hipotalamik pituitary ovarium akan mempengaruhi lamanya
mendapatkan menstruasi pada wanita yang menyusui maupun yang
tidak menyusui. Pada wanita yang menyusui mendapatkan menstruasi
pada 6 minggu pasca melahirkan berkisar 16% dan 45% setelah 12
minggu pasca melahirkan. Sedangkan pada wanita yang tidak
menyusui, akan mendapatkan menstruasi berkisar 40% setelah 6
minggu pasca melahirkan dan 90% setelah 24 minggu.
4) Hormon oksitosin.
Hormon oksitosin disekresikan dari kelenjar otak bagian belakang,
bekerja terhadap otot uterus dan jaringan payudara. Selama tahap
ketiga persalinan, hormon oksitosin berperan dalam pelepasan plasenta
dan mempertahankan kontraksi, sehingga mencegah perdarahan.
Isapan bayi dapat merangsang produksi ASI dan sekresi oksitosin,
sehingga dapat membantu involusi uteri.
5) Hormon estrogen dan progesteron.
Volume darah normal selama kehamilan, akan meningkat. Hormon
estrogen yang tinggi memperbesar hormon anti diuretik yang dapat
meningkatkan volume darah. Sedangkan hormon progesteron
mempengaruhi otot halus yang mengurangi perangsangan dan
peningkatan pembuluh darah. Hal ini mempengaruhi saluran kemih,
ginjal, usus, dinding vena, dasar panggul, perineum dan vulva serta
vagina.
(Astuti, 2015)
f. Perubahan Tanda-tanda Vital
Pada masa nifas, tanda-tanda vital yang harus dikaji antara lain:
1) Suhu badan
Suhu tubuh wanita inpartu tidak lebih dari 37,2 0C. Pasca
melahirkan, suhu tubuh dapat naik + 0,50C dari keadaan normal.
Kenaikan suhu badan ini akibat dari kerja keras sewaktu melahirkan,
kehilangan cairan maupun kelelahan. +pada hari ke-4 post partum,
suhu badan akan naik lagi. Hal ini diakibatkan ada pembentukan ASI,
kemungkinan payudara membengkak, maupun kemungkinan infeksi
pada endometrium, mastitis, traktus genitalis ataupun sistem lain.
Apabila kenaikan suhu di atas 38 0C, waspada terhadap infeksi post
partum.
2) Nadi
Denyut nadi normal pada orang dewasa 60-80 kali per menit. Pasca
melahirkan, denyut nadi dapat menjadi brakikardi maupun lebih cepat.
Denyut nadi yang melebihi 100 kali per menit, harus waspada
kemungkinan infeksi atau perdarahan post oartum.
3) Tekanan darah
Tekanan darah normal manusia adalah sistolik antara 90-120
mmHg dan diastolik 60-80 mmHg. Pasca melahirkan pada kasus
normal, tekanan darah biasanya tidak berubah. Perubahan tekanan
darah menjadi lebih rendah pasca melahirkan dapat diakibatkan oleh
perdarahan. Sedangkan tekanan darah tinggi pada post partum
merupakan tanda terjadinya pre eklampsia post partum.
4) Pernafasan
Frekuensi pernafasan normal pada orang dewasa adalah 16-24 kali
per menit. Pada ibu post partum umumnya pernafasan lambat atau
normal. Hal ini dikarenakan ibu dalam keadaan pemulihan atau dalam
kondisi istirahat.
(Astuti, 2015)
g. Perubahan Sistem Kardiovaskuler
Diuresis terjadi akibat adanya penurunan hormone estrogen, yang
dengan cepat mengurangi volume plasma menjadi normal kembali.
Meskipun kadar estrogen menurun selama nifas, namun kadarnya masih
tetap tinggi daripada normal. Plasma darah tidak banyak mengandung
cairan sehingga daya koagulasi meningkat.
Aliran ini terjadi dalam 2-4 jam pertama setelah kelahiran bayi. Selama
masa ini ibu mengeluarkan banyak sekali jumlah urin.
Kehilangan darah pada persalinan per vaginam sekitar 300-400 cc,
sedangkan kehilangan darah dengan persalinan seksio sesarea menjadi dua
kali lipat. Perubahan yang terjadi terdiri dari volume darah dan
hemokonsentrasi akan naik dan pada persalinan seksio sesarea,
hemokonsentrasi cenderung stabil dan kembali normal setelah 4-6 minggu.
Pasca melahirkan, shunt akan menghilang dengan tiba-tiba. Volume
darah ibu relative akan hilang dengan tiba-tiba. Keadaan ini akan
menimbulkan dekompensasi kordis pada penderita vitum cordia. Hal ini
dapat diatasi dengan mekanisme kompensasi dengan timbulnya
hemokonsentrasi sehingga volume darah kembali seperti sediakala. Pada
umumnya, hal ini terjadi pada hari ketiga sampai kelima post partum.
(Nugroho et al, 2014)
h. Perubahan Sistem Hemotologi
Pada hari pertama post partum, kadar fibrinogen dan plasma akan
sedikit menurun dan tetapi darah lebih mengental dengan peningkatan
viskositas sehingga meningkatkan faktor pembekuan darah.
Leukositosis adalah meningkatnya jumlah sel-sel darah putih sebanyak
15.000 selama persalinan. Jumlah leukosit akan tetap tinggi selama
beberapa hari pertama masa post partum. Jumlah sel darah putih akan tetap
bisa naik lagi sampai 25.000 hingga 30.000 tanpa adanya kondisi patologis
jika wanita tersebut mengalami persalinan lama.
Pada awal post partum, jumlah hemoglobin, hematokrit dan eritrosit
sangat bervariasi. Hal ini disebabkan volume darah, volume plasenta dan
tingkat volume darah yang berubah-ubah. Tingkatan ini dipengaruhi oleh
status gizi dan hidarasi dari wanita tersebut. Jika hematokrit pada hari
pertama atau kedua lebih rendah dari titik 2% atau lebih tinggi daripada
saat memasuki persalinan awal, maka pasien dianggap telah kehilangan
darah yang cukup banyak. Titik 2% ± sama dengan kehilangan darah 500
ml darah.
Penurunan volume dan peningkatan sel darah pada kehamilan
diasosiasikan dengan peningkatan hematokrit dan hemoglobin pada hari
ke-3-7 post partum dan akan normal dalam 4-5 minggu post partum.
Jumlah kehilangan darah selama masa persalinan + 200-500 ml, minggu
pertama post partum berkisar 500-800 ml dan selama sisa masa nifas
berkisar 500 ml.
(Dewi et al, 2013)

4. Perubahan Psikologis Pada Masa Nifas


Adapun proses adaptasi psikologis masa nifas menurut Nugroho et al.,
(2014): 115-125 adalah sebagai berikut:
a. Fase Taking In
Fase ini merupakan periode ketergantungan, yang berlangsung dari
hari pertama sampai hari kedua setelah melahirkan. Ibu terfokus pada
dirinya sendiri, sehingga cenderung pasif terhadap lingkungannya.
Ketidaknyamanan yang dialami rasa mulas, nyeri pada luka jahitan,
kurang tidur, kelelahan. Hal yang perlu diperhatikan fase ini adalah
istirahat cukup, komunikasi yang baik daan asupan nutrisi.

Gangungan psikologis yang dapat dialami oleh ibu pada fase ini adalah:
1) Kekecewaan pada bayinya
2) Ketidaknyamanan sebagai akibat perubahan fisik, yang dialami.
3) Rasa bersalah karena belum bisa menyusui bayinya
4) Kritikan sumi atau keluarga tentang perawatan bayinya.

b. Fase Taking Hold


Fase ini berlangung antara 3-10 hari setelah melahirkan. Ibu merasa
khawatir akan ketidakmampuan dandan rasa tanggung jawab dalam
perawatan bayinya. Perasaan ibu lebih sensitif sehingga mudah
tersinggung. Hal yang perlu diperhatikan adalah komunikasi yang baik,
dukungan dan pemberian penyuluhan/ pendidikan kesehatan tentang
perawatan diri dan bayinya. Tugas bidan antara lain: mengajarkan cara
perawatan bayi. cara menyusui yang benar, cara perawatan luka jahitan,
senam nifas pendidikan kesehatan gizi, istirahat,kebersihan diri dan lain-
lain.

c. Fase Letting Go
Fase ini merupakan fase menerima tanggung jawab akan peran
barunya. Fase ini berlangsung 10 hari setelah melahirkan. Ibu sudah dapat
menyusuikan diri dengan ketergantungan bayinya terjadi peningkatan akan
perawatan diri dan bayinya. Ibu merasa percaya diri akan peran barunya,
lebih mandiri dalam memenuhi kebutuhan dirinya dan bayinya. Dukungan
suami dan keluarga dapat membantu merawat bayi kebutuhan akan
istirahat masih diperlukan ibu untuk menjaga kondisi fisiknya.

5. Tanda Bahaya Masa Nifas


Adapun tanda bahaya masa nifas menurut Dewi et al., (2013): 107-119
adalah sebagai berikut:
a. Hemoragi
1) Perdarahan Pasca Persalinan Primer
Perdarahan per vaginam yang melebihi 500 ml setelah bersalin
didefinisikan sebagai perdarahan pascapersalinan.
Beberapa etiologi dari komplikasi ini adalah atonia uteri dan sisa
plasenta (80%), laserasi jalan lahir (20%), serta gangguan faal
pembekuan darah pascasolusio plasenta.
Berikut adalah faktor risiko dari komplikasi ini.
a) Partus lama
b) Overdistensi uterus (hidramnion, kehamilan kembar, makrosomia)
c) Perdarahan antepartum
d) Pascainduksi oksitosin atau MgSO4
e) Korioamnionitis
f) Mioma uteri
g) Anestesia

Penatalaksanaan yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut.


a) Perdarahan Kala III (plasenta belum lahir)
Masase fundus uterus untuk memicu kontraksi uterus
disertai dengan tarikan tali pusat terkendali. Bila perdarahan terus
terjadi meskipun uterus telah berkontraksi dengan baik, periksa
kemungkinan laserasi jalan lahir atau rupture uteri. Bila plasenta
belum dapat dilahirkan, lakukan plasenta manual.
Bila setelah dilahirkan terlihat tidak lengkap, maka harus
dilakukan eksplorasi kavum uteri atau kuretase.
b) Perdarahan pascapersalinan primer (true HPP)
(1) Periksa apakah plasenta lengkap
(2) Masase fundus uteri
(3) Pasang infuse RL dan berikan uterotonik (oksitosin, methergin,
atau misoprostol)
(4) Bila perdarahan >1 liter pertimbangkan transfuse
(5) Periksa faktor pembekuan darah
(6) Bila kontaksi uterus baik dan perdarahan terus terjadi, periksa
kembali kemungkinan adanya laserasi jalan lahir.
(7) Bila perdarahan terus berlangsung, lakukan kompresi bimanual.
(8) Bila perdarahan terus berlangsung, pertimbangkan ligasi arteri
hipogastrika
2) Perdarahan Pascapersalinan Sekunder
Etiologi utama dalah sebagai berikut.
a) Proses reepitelialisasi plasental site yang buruk (80%)
b) Sisa konsepsi atau gumpalan darah.
Bila dengan pemeriksaan ultrasonografi dapat diidentifikasi adanya
massa intrauterine (sisa konsepsi atau gumpalan darah), maka harus
dilakukan evakuasi uterus.
Terapi awal yang dilakukan adalah memasang cairan infuse dan
memberikan uteronika (methergin 0,5 mg intramuscular), antipiretika,
dan antibiotika (bila ada tanda infeksi).Kuretase hanya dilakukan bila
terdapat sisa konsepsi.
b. Infeksi Masa Nifas
Beberapa bakteri dapat menyebabkan infeksi setelah persalinan.
Infeksi masa nifas. Demam dalam nifas sebagian besar disebabkan oleh
infeksi nifas, maka demam dalam nifas merupakan gejala penting dari
penyakit ini. Demam dalam masa nifas sering juga disebut morbiditas
nifas dan merupakan indeks kejadian infeksi nifas.
Morbiditas nifas ditandai dengan suhu 38oC atau lebih, yang terjadi
selama 2 hari berturut-turut. Kenaikan suhu ini terjadi sesudah 24 jam
pascapersalinan dalam 10 hari pertama masa nifas.
Mikroorganisme penyebab infeksi puerperalis dapat berasal dari
luar (eksogen) atau dari jalan lahir penderita sendiri (endogen).
Mikroorganisme endogen lebih sering menyebabkan infeksi.
Mikroorganisme yang tersering menjadi penyebab adalah golongan
streptococcus, basil coli, dan stafilacoccus. Akan tetapi, kadang-kadang
mikroorganisme lain memegang peranan, seperti: Colostridium welchii,
Gonococcus, Salmonella typhii, atau Clostridium tetanii.
1) Faktor Predisposisi (Penyebab)
Situasi berikut merupakan predisposisi infeksi masa nifas pada wanita.
a) Persalinan lama, khususnya dengan pecah ketuban
b) Pecah ketuban yang lama sebelum persalinan
c) Bermacam-macam pemeriksaan vagina selama persalinan,
khususnya pecah ketuban.
d) Teknik aseptic tidak sempurna
e) Tidak memperhatikan teknik mencuci tangan
f) Manipulasi intrauteri (misalnya: eksplorasi uteri, pengeluaran
plasenta manual).
g) Trauma jaringan yang luas atau luka terbuka, seperti laserasi yang
tidak diperbaiki.
h) Hematoma
i) Hemoragi, khususnya jika kehilangan darah lebih dari 1.000 ml.
j) Pelahiran operatif, terutama melalui SC.
k) Retensi sisa plasenta atau membrane janin.
l) Perawatan perineum tidak memadai.
m) Infeksi vagina/serviks atau PMS yang tidak ditangani (misalnya:
vaginosis bakteri, klamidia, gonorhoea).

2) Tanda dan Gejala


Tanda dan gejala infeksi pada umumnya adalah peningkatan suhu
tubuh, malaise umum, nyeri, dan lokia berbau tidak sedap.
Peningkatan kecepatan nadi dapat terjadi, terutama pada infeksi berat.
Interpretasi kultur laboratorium dan sensitifitas, pemeriksaan lebih
lanjut, dan penanganan memerlukan diskusi serta kolaborasi dengan
dokter konsultan.

3) Jenis-jenis Infeksi
a) Endometritis
Kuman-kuman yang memasuki endometrium, biasanya
melalui luka bekas insersio plasenta, dan dalam waktu singkat
mengikutsertakan seluruh endometrium. Pada infeksi dengan
kuman yang tidak terlalu pathogen, radang terbatas pada
endometrium.
Tanda dan gejala endometritis adalah sebagai berikut.
(1) Peningkatan demam secara persisten hingga 40o C, bergantung
pada keparahan infeksi.
(2) Takikardi.
(3) Menggigil dengan infeksi berat.
(4) Nyeri tekan uteri menyebar secara lateral.
(5) Nyeri panggul dengan pemeriksaan bimanual.
(6) Subinvolusi.
(7) Lokia sedikit, tidak berbau, atau berbau tidak sedap, lokia
seropurelenta.
(8) Variabel awitan bergantung pada organism, dengan
streptococcus grup B muncul lebih awal.
(9) Hitung sel darah putih mungkin meningkat di luar leukositosis
puerperium fisiologis.

b) Parametritis
Parametritis adalah infeksi jaringan pelvis yang dapat
terjadi melalui beberapa cara: Penyebaran melalui limfe dari luka
serviks yang terinfeksi atau dari endometritis, penyebaran langsung
dari luka pada serviks yang meluas sampai ke dasar ligamentum,
serta penyebaran sekunder dari tromboflebitis. Proses ini dapat
tinggal terbatas pada dasar ligamentum latum atau menyebar
ekstraperitoneal ke semua jurusan.
Jika menjalar ke atas, dapat diraba pada dinding perut
sebelah lateral di atas ligamentum inguinalis atau pada fossa iliaka.
Parametritis ringan dapat menyebabkan suhu yang meninggi dalam
nifas. Bila suhu tinggi menetap lebih dari seminggu disertai rasa
nyeri di kiri atau kanan dan nyeri pada pemeriksaan dalam, hal ini
patut dicurigai terhadap kemungkinan parametritis. Pada
perkembangan proses peradangan lebih lanjut, gejala-gejala
parametritis akan menjadi lebih jelas.
Pada pemeriksaan dalam dapat diraba tahanan padat dan
nyeri di sebelah uterus dan tahanan ini yang berhubungan erat
dengan tulang panggul dapat meluas ke berbagai jurusan. Pada
bagian tengah jaringan yang meradang tersebut dapat tumbuh
abses. Dalam hal ini, suhu yang mula-mula tinggi secara menetap
menjadi naik turun disertai dengan menggigil. Penderita tampak
sakit, nadi cepat, dan perut nyeri. Pada 2/3 kasus tidak terjadi
pembentukan abses dan suhu menurun dalam beberapa minggu.
Tumor di sebelah uterus mengecil sedikit demi sedikit dan
akhirnya terdapat parametrium yang kaku. Jika terjadi abses, cairan
abses selalu mencari jalan ke rongga perut sehingga menyebabkan
peritonitis, ke rectum, atau ke kandung kemih.
c) Peritonitis
Peritonitis dapat berasal dari penyebaran melalui pembuluh
limfe uterus, parametritis yang meluas ke peritoneum, salpingo-
ooforitis meluas ke peritoneum atau langsung sewaktu tindakan per
abdominal. Peritonitis yang terlokalisasi hanya dalam rongga
pelvis disebut pelvioperitonitis, bila meluas ke seluruh rongga
peritoneum disebut peritonitis umum, dan keadaan ini sangat
berbahaya karena dapat menyebabkan kematian 33% dari seluruh
kematian akibat infeksi.
Gambaran klinis dari peritonitis adalah sebagai berikut:
(1) Pelvioperitonitis: demam, nyeri perut bagian bawah, nyeri pada
pemeriksaan dalam, kavum douglasi menonjol karena adanya
abses (kadang-kadang). Bila hal ini dijumpai, maka nanah
harus dikeluarkan dengan kolpotomi posterior, agar nanah tidak
keluar menembus rectum.
(2) Peritonitis umum adalah berbahaya bila disebabkan oleh
kuman yang pathogen. Perut kembung, meteorismus, dan dapat
terjadi paralitikleus. Suhu badan tinggi, nadi cepat dan nadi
kecil, perut nyeri tekan, pucat, muka cekung, kulit dingin, mata
cekung yang disebut hipokrates.penegakan diagnosis dibantu
dengan pemeriksaan laboratorium.

d) Infeksi Trauma Vulva, Perineum, Vagina, dan Serviks


Tanda dan gejala infeksi episiotomy, laserasi, atau trauma
lain meliputi sebagai berikut.
(1) Nyeri lokal
(2) Disuria
(3) Suhu derajat rendah-jarang di atas 38,3oC
(4) Edema
(5) Sisi jahitan merah dan inflamasi
(6) Mengeluarkan pus atau eksudat berwarna abu-abu kehijauan.
(7) Pemisahan atau terlepasnya lapisan luka operasi.
Jahitan episiotomy dan laserasi yang Nampak sebaiknya
diperiksa secara rutin. Penanganan jahitan yang terinfeksi
meliputi membuang semua jahitan, membuka, mendebridemen,
membersihkan luka, dan memberikan obat antimikroba
spectrum luas. Selain episiotomy atau laserasi, trauma dapat
meliputi memar, abrasi (tanda-tanda gesekam) yang terlalu
kecil untuk dijahit, dan pembentukan hematoma. Hal ini juga
disebabkan oleh objek asing, seperti spons kassa yang
tertinggal dalam vagina karena kurang hati-hati.

e) Infeksi Saluran Kemih


Kejadian infeksi saluran kemih pada masa nifas relative
tinggi dan hal ini dihubungkan dengan hipotoni kandung kemih
akibat trauma kandung kemih saat persalinan, pemeriksaan dalam
yang sering, kontaminasi kuman dari perineum, atau katerisasi
yang sering.
Sistitis biasanya memberikan gejala berupa nyeri berkemih
(disuria), sering berkemih, dan tidak dapat ditahan. Demam
biasanya jarang terjadi. Adanya retensi urine pascapersalinan
umumnya merupakan tanda adanya infeksi.
Pielonefritis memberikan gejala yang lebih berat, demam,
menggigil, serta perasaan mual dan muntah. Selain disuria, dapat
juga terjadi piuria dan hematuria.

f) Mastitis
Mastitis adalah infeksi payudara. Meskipun dapat terjadi
pada setiap wanita, mastitis semata-mata merupakan komplikasi
pada wanita menyusui. Mastitis harus dibedakan dari peningkatan
suhu transien dan nyeri payudara akibat pembesaran awal karena
air susu masuk ke dalam payudara. Mastitis terjadi akibat invasi
jaringan payudara (misalnya glandular, jaringan ikat, areola,
lemak) oleh mikroorganisme infeksius atau adanya cedera
payudara. Organism yang umum termasuk S.aureus, streptococci,
dan H. parainfluenzae. Cedera payudara mungkin disebabkan
memar karena manipulasi yang kasar, pembesaran payudara, statis
ASI dalam duktus, atau pecahnya atau fisura puting susu. Bakteri
dapat berasal dari beberapa sumber, yaitu sebagai berikut.
(1) Tangan ibu
(2) Tangan orang yang merawat ibu atau bayi
(3) Bayi
(4) Duktus laktiferus
(5) Darah sirkulasi
(6) Stress dan keletihan telah dikaitkan dengan mastitis. Hal ini
masuk akal karena stress dan keletihan dapat menyebabkan
kecerobohan dalam teknik penanganan, terutama saat mencuci
tangan, atau melewatkan waktu menyusui, yang dapat
menyebabkan pembesaran dan statis.

Tanda dan Gejala


Selain pembesaran berat, precursor tanda dan gejala
mastitis biasanya tidak ada sebelum akhir minggu pertama
pascapartum. Setelah masa itu, wanita mungkin mengalami gejala-
gejala berikut ini.
(1) Nyeri ringan pada salah satu lobus payudara, yang diperberat
jika bayi menyusui.
(2) Gejala seperti flu: nyeri otot, sakit kepala, keletihan
Mastitis hampir selalu terbatas pada satu payudara. Tanda
dan gejala aktual mastitis meliputi hal-hal sebagai berikut.
(1) Peningkatan suhu yang cepat dari 39,5-40oC
(2) Peningkatan kecepatan nadi
(3) Menggigil
(4) Malaise umum, sakit kepala
(5) Nyeri hebat, bengkak, inflamasi, area payudara keras
Mastitis yang tidak ditangani memiliki hampir 10% resiko
terbentuknya abses. Tanda dan gejala abses meliputi hal-hal
berikut ini.
(1) Discharge putting susu purulenta.
(2) Demam remiten (suhu naik turun) disertai menggigil.
(3) Pembengkakan payudara dan sangat nyeri, massa besar dan
keras dengan area kulit berwarna berfluktuasi kemerahan dan
kebiruan mengindikasikan lokasi abses berisi pus.

c. Tromboflebitis dan Emboli Paru


Tanda dan Gejala
Tromboflebitis superfisial (yang terjadi dekat dengan permukaan)
ditandai dengan nyeri tungkai dan teraba hangat pada daerah yang terkena
tromboflebitis. Tromboflebitis vena profunda ditandai dengan tanda dan
gejala sebagai berikut.
1) Kemungkinan peningkatan suhu ringan
2) Takikardi ringan
3) Awitan tiba-tiba nyeri sangat berat terjadi pada tungkai diperburuk
dengan pergerakan atau saat berdiri.
4) Edema pergelangan kaki, tungkai, dan paha
5) Tanda homan pasti. Tanda homan diperiksa dengan menempatkan satu
tangan di lutut ibu dan memberikan tekanan ringan untuk menjaga kaki
tetap lurus. Jika terdapat nyeri betis saat dorsifleksi kaki, tanda ini
positif.
6) Nyeri saat penekanan betis
7) Nyeri tekanan sepanjang aliran pembuluh darah yang terkena dengan
pembuluh darah dapat teraba.
d. Hematoma
1) Pengertian
Hematoma adalah pembengkakan jaringan yang berisi darah.
Bahaya hematoma adalah kehilangan sejumlah darah karena hemoragi,
anemia, dan infeksi. Hematoma terjadi karena rupture pembuluh darah
spontan atau akibat trauma. Pada siklus reproduktif, hematoma sering
kali terjadi selama proses melahirkan atau segera setelahnya, seperti
hematom vulva, vagina atau hematoma ligamenttum latum uteri.
Kemungkinan penyebab termasuk sebagai berikut:
a) Pelahiran operatif
b) Laserasi robekan pembuluh darah yang tidak dijahit selama injeksi
lokal atau pudendus, atau selama penjahitan episiotomi atau
laserasi
c) Kegagalan hematosis lengkap sebelum penjahitan laserasi atau
episiotomi
d) Pembuluh darah diatas apeks insisis atau laserasi tidak dibendung,
atau kegagalan mmelakukan jahitan pada titik tersebut.
e) Penanganan kasar pada jaringan vagina kapanpun atau pada uterus
selama masase.
2) Tanda dan Gejala
Tanda-tanda umum hematoma adalah nyeri ekstrem diluar proporsi
ketidaknyamanan dan nyeri yang diperkirakan. Tanda dan gejala lain
hematoma vulva atau vagina adalah sebagai berikut.
a) Penekanan perineum, vagina, uretra, kandung kemih, atau rektum
dan nyeri hebat.
b) Pembengkakan yang tegang dan berdenyut
c) Perubahan warna jaringan kebiruan atau biru kehitaman.
Hematoma vulva adalah yang paling jelas, dan hematoma vagina
umumnya dapat diidentifikasikan jika dilakukan inspeksi vagina dan
serviks dengan cermat. Hematoma ukuran kecil dan sedang mungkin
dapat secara spontan diabsorpsi. Jika hematom terus membesar dan
bukan menjadi stabil, bidan harus memberitahukan dokter konsultan
untuk evaluasi dan perawatan lebih lanjut, yang dapat meliputi
pemantauan perdarahan secara terus-menerus dengan melakukan
pemeriksaan laboratorium hematokrit, insisi untuk mengevaluasi darah
dan bekuan darah, serta penutupan rongga, dan perlunya intervensi
pembedahan lain, penggantian darah, atau antibiotik. Bidan terus
menerapkan penatalaksanaan terhadap aspek lain perjalanan
pascapartum dan penyesuaian ibu.
Tanda dan gejala hematoma ligamentum latum uteri meliputi
sebagai berikut.
a) Nyeri uterilateral sensitif terhadap palpasi.
b) Penyebaran nyeri ke panggul
c) Pembengkakan yang sangat nyeri diidentifikasi pada pemeriksaan
rektum tinggi.
d) Penonjol jaringan tepat di atas pintu atas panggul, menyebar ke
arah lateral (ini adalah ujung ligamentum latum uteri, yang
membengkak).
e) Distensi abdomen.
Jika diduga terjadi hematoma ligamentum latum uteri, penting
untuk mengonsultasikannya dengan dokter.
e. Depresi Pascapartum
Berbeda dengan Baby blues, yang ringan dan sementara, depresi
pascapartum sejati dapat terjadi pada setiap titik pada bulan pertama
pascapartum dan mempunyai adil dalam karakteristik diagnostic depresi
mayor atau minor. Pada kondisi terparah spectrum gangguan alam
perasaan pascapartum, psikosis pascapartum yang jarang terjadi di
karakteristikkan dengan perilaku bunuh diri atau menyakiti bayi, dan
perubahan proses berpikir, selain gejala lain yang berkaitan dengan
depresi.
Depresi pascapartum juga harus dibedakan dengan tiroiditis
pascapartum, yang insidennya 5-7 %. Fase tiroktosik diikuti dengan
hipotirodisme. Keletihan dan depresi berkaitan dengan kedua fase tersebut.
Meskipun terioditis umumnya dianggap sementara terdapat hubungan
dengan terjadinya hipotiroidisme klinis permanen di kemudian hari.
(Dewi et al., 2013)

6. Pemeriksaan Fisik Masa Nifas


Adapun tanda bahaya masa nifas menurut Astuti, (2015) adalah sebagai
berikut:
a. Asuhan Nifas 2-6 jam Pertama Setelah Persalinan
Idealnya, bidan atau tenaga kesehatan penolong persalinan yang
sudah terlatih bersama ibu paling sedikit selama 6 jam. Hal ini sangat
penting untuk:
1) Menilai apakah terjadi perdarahan yang lebih banyak, agar dapat
dilakukan tindakan segera.
2) Memeriksa bayi untuk pertama kali
3) Memastikan bahwa bayi tetap hangat dan diberi ASI
Pemeriksaan fisik dan penilaian dilakukan untuk memastikan
keadaan ibu, mengenali tanda-tanda risiko untuk deteksi dini ibu dan bayi
sebagai upaya untuk mengetahui apa yang harus dilakukan selanjutnya.
Tabel (Pemeriksaan Fisik dan Penilaian 2-6 Jam Ibu Postpartum)
Parameter Penemuan normal Penemuan Abnormal

Kesehatan  Keadaan ibu sadar sepenuhnya dan  Terlalu letih, lemah


umum memberikan perhatian kepada  Ibu tidak mau makan atau minum
bayinya setelah 2-3 jam
 Letih  Ibu tidak memberikan perhatian
 Ibu ingin makan dan minum terhadap bayinya
 Ibu tidak mau menyusui bayinya

Tanda  Tekanan darah <140/90 mmHg,  Tekanan darah >140/90 mmHg


vital dapat terjadi kenaikan dari saat  Suhu tubuh >38oC
persalinan 1-3 hari pascasalin  Denyut nadi >100 kali/menit
 Suhu tubuh <38oC
 Denyut nadi 60-100x/menit

Uterus  Tetap keras, kontraksi baik  Lembek


 Tidak bertambah besar  TFU melebihi tinggi fundus saat
 Tinggi fundus tidak diatas segera pascasalin
ketinggian segera saat masa  Serviks tampak di vagina
pascasalin

Lochia  Merah hitam (lochia rubra)  Merah terang


 Bau biasa  Bau busuk
 Tidak ada bekuan darah atau butir-  Mengeluarkan darah beku
butir darah beku (ukuran jeruk  Perdarahan banyak (memerlukan
kecil) ganti pembalut dalam beberapa
 Jumlah perdarahan sedikit (hanya menit sampai 2 jam)
perlu mengganti pembalut setiap  Perdarahan telah berhenti, tetapi ibu
2-4 jam) mengalami kehilangan banyak
darah setelah persalinan

Kandung  Bisa buang air kecil  Ibu tidak bisa buang air kecil
kemih setelah 4 jam

Jalan lahir  Tidak terjadi robekan pada jalan  Ibu merasa nyeri di bagian jalan
lahir lahir atau terdapat hematoma di
dalam vagina

Ada enam hal pada asuhan untuk ibu, yaitu mencegah perdarahan
hebat, membantu agar uterus lembek berkontraksi, merawat kebersihan
jalan lahir, mengosongkan kandung kemih, member minum atau makan,
serta mengenali tanda-tanda bahaya. Masing-masing dijelaskan di bawah
ini.
1) Mencegah perdarahan hebat
Ibu yang kehilangan banyak darah dapat menimbulkan masalah,
antara lain ibu memerlukan waktu yang lebih lama untuk memperoleh
kembali kekuatannya setelah melahirkan, dan lebih besar
kemungkinannya untuk mengalami infeksi dalam uterus. Tindakan yang
perlu dilakukan:
a) Memeriksa uterus setiap 15 menit selama 1 jam berikutnya
b) Memeriksa denyut nadi dan tekanan darah setiap 15 menit selama 1
jam, kemudian setiap 1 jam dalam 4 jam berikutnya. Perhatikan bila
ada tanda syok.
2) Membantu agar uterus lembek berkontraksi
Bila uterus lembek, hal-hal yang perlu dilakukan meliputi:
a) Memeriksa kandung kemih. Kandung kemih yang terlalu penuh
dapat menyebabkan uterus tidak berkontraksi dengan baik, maka ibu
perlu dibantu untuk buang air kecil. Jangan melakukan kateterisasi.
Bila ibu tidak dapat buang air kecil setelah 4 jam, kemungkinan ibu
memerlukan kateterisasi.
b) Masase Uterus. Secara perlahan, tangan diletakkan diatas fundus
uteri dan masase dengan gerakan berputar sambil menekan fundus
selama 15 detik, raba kembali uterus setiap 1-2 menit, jika lembek,
ulangi masase. Ibu dan anggota keluarga perlu diajarkan tentang cara
memeriksa dan cara masase uterus agar uterus keras. Pada saat
melakukan masase uterus, jumlah darah yang keluar dari vagina
harus diperiksa.
c) Menekan Uterus. Dengan menekan uterus, bekuan darah dapat
dikeluarkan. Bekuan darah ini dapat menghambat kontraksi uterus.
d) Menganjurkan ibu segera menyusui bayi. Isapan bayi merangsang
pengeluaran oksitosin. Oksitosin akan membuat uterus berkontraksi
atau menjadi keras. Hal ini dapat mengurangi atau mecegah
perdarahan. Ibu dan keluarganya harus diberi penjelasan bahwa
pemberian ASI sangat penting bagi bayi.
3) Merawat kebersihan jalan lahir
Ibu diajarkan bagaimana cara membersihkan daerah genital dengan
air dan sabun setiap kali buang air kecil dan buang air besar dari atas
(bagian depan) ke bawah daerah anus. Hati-hati jangan sampai ada benda
apapun dari anus menuju ke vagina karena akan menimbulkan infeksi.
Ibu perlu diberikan penjelasan agar selalu menjaga kebersihan tubuh dan
mengganti pembalut secara teratur, serta memperhatikan perubahan-
perubahan yang terjadi pascasalin. Bagian kelamin ibu diperiksa dengan
lembut untuk melihat apakah ada robekan, gumpalan darah atau
hematoma, atau apakah tampak prolaps serviks di vagina.
4) Mengosongkan kandung kemih
Kandung kemih akan penuh setelah melahirkan. Ibu dianjurkan
untuk bang air kecil dalam 2 jam pertama.
5) Memberi minum atau makan
Ibu dianjurkan makan dan minum setelah melahirkan dengan makanan
yang bergizi. Bila ibu tidak ingin makan, maka ibu dianjurkan untuk
minum jus buah. Jus buah dapat memberikan energi. Ibu dianjurkan
untuk sering minum pada beberapa jam pertama.
6) Mengenali tanda-tanda bahaya
Tanda-tanda bahaya yang perlu mendapat perhatian meliputi:
a. Perdarahan hebat
b. Mengeluarkan gumpalan darah
c. Pusing
d. Lemas yang berlebihan
e. Suhu tubuh ibu >38oC
f. Nyeri perut atau lochia berbau
g. Kejang-kejang
Bila terdapat satu atau lebih tanda tersebut, maka ibu berada dalam
bahaya, tetapi masih bisa ditolong. Tentukan tindakan yang tepat, bila
tidak, segera rujuk ke rumah sakit.
b. Asuhan Nifas 2-6 Hari Pertama Setelah Persalinan
Hal-hal yang ditanyakan adalah sebagai berikut:
1) Keadaan umum
2) Istirahat dan tidur
3) Makanan dan minuman
4) Suhu tubuh
5) Defekasi
6) Rasa nyaman diperut bawah
7) Lochia/cairan vagina
8) Nyeri pada perineum
9) Menyusui
10) Perasaan terhadap bayi
11) Pemahaman terhadap bayi baru lahir
12) Tanda depresi
13) Minum obat/vitamin
Pemeriksaan fisik terfokus kunjungan hari ke-2 sampai hari ke-6
pada ibu postpartum. Sebelum memulai pemeriksaan, tangan dicuci
dengan air dan sabun, dan sarung tangan dikenakan bila hendak
memeriksa lochia dan perineum.tangan dicuci kembali setelah selesai
melakukan pemeriksaan, kemudian dikeringkan dengan handuk bersih.
1) Tanda Vital. Mencakup pemeriksaan suhu, nadi, tekanan darah, dan
respirasi. Hasilnya dijelaskan kepada ibu.
2) Payudara. Dilakukan pemeriksaan puting dan raba pembengkakan
payudara. Ibu perlu diberi penjelasan bahwa semakin sering bayi
mengisap payudara ibu, maka produksi ASI akan semakin banyak.
Menurut hasil penelitian oleh Nur Sholichah tentang “Hubungan
Perawatan Payudara pada Ibu Post Partum dengan Kelancaran
Pengeluaran ASI di Desa Karang Duren Kecamatan Tengaran
Kabupaten Semarang” pada bulan Februari-Maret 2011 yaitu: “Hasil
penelitian sebagian besar responden (51,6 %) mempunyai perawatan
payudara pada masa nifas yang kurang baik. Ibu post partum di Desa
Karangduren Kecamatan Tengaran Kabupaten Semarang sebagian besar
(51,6 %) mempunyai kelancaran pengeluaran ASI yang lancar. Ada
hubungan antara perawatan payudara pada ibu post partum dengan
kelancaran pengeluaran ASI di Desa Karangduren Kecamatan Tengaran
Kabupaten Semarang dengan p = 0,007”
3) Uterus. Seharusnya keras dan tinggi fundus uteri berada di bawah pusat.
Ibu di berikan penjelasan bahwa uterus akan mengecil dalam waktu 2
minggu mendatang dan tidak dapat diraba dari luar.
4) Lochia. Warnanya masih merah, jumlahnya semakin berkurang dan
tidak berbau.
5) Perineum. Daerah perineum diperiksa kebersihannya, adanya
pembengkakan, serta rasa nyeri. Ibu diingatkan untuk mencuci daerah
perineum dengan air dan sabun setiap kali selesai BAK dan BAB dari
bagian depan ke bagian anus, setelah itu, ibu harus mencuci tangannnya
sampai bersih. Pembalut diganti minimal 2 kali sehari.
6) Pemeriksaan kaki. Dilakukan pemeriksaan terhadap adanya vena
varises, kemerahan pada betis, serta edema.
Bila ditemukan masalah pada kunjungan 2-6 hari postpartum,
maka bidan dapat mengajarkan masase payudara, serta latihan tau senam
nifas. Selain itu, bidan juga memberikan konseling tentang :
1) Higiene. Personal higiene meliputi kebersihan tubuh, pakaian, dan
higiene vagina seperti yang telah dibahas sebelumnya, serta kebersihan
alas tempat tidur dan lingkungan untuk mencegah infeksi.
2) Istirahat. Ibu perlu istirahat siang hari selama 1 jam dan tidur malam
hari sekitar 8 jam.
3) Latihan fisik/olahraga. Olahraga atau latihan dapat dilakukan beberapa
menit setiap hari untuk mencegah nyeri punggung. Bagi ibu yang
kurang bisa menahan buang air kecil, dapat melakukan latihan atau
senam nifas.
4) Gizi. Ibu menyusui akan memerlukan makanan dengan gizi seimbang
terutama kebutuhan protein, mineral, dan vitamin yang cukup. Ibu akan
membutuhkan untuk mengonsumsi tambahan 500 kalori setiap harinya
yang akan digunakan untuk mengahasilkan ASI. Setiap hari, asupan
minimum 1800 kal merupakan jumlah nutrisi esensial yang adekuat.
Rata-rata, ibu harus mengonsumsi 2300-2700 kal per hari ketika
menyusui. Untuk protein dibutuhkan tambahan sebesar 20 gram.
5) Asuhan air dan suplemen. Ibu harus minum sedikitnya 2-3 liter setiap
hari dalam bentuk air putih, susu, dan jus buah. Ibu dianjurkan untuk
minum 1 gelas setiap kali menyusui.. Multivitamin dan suplemen
mineral tidak dianjurkan untuk diminum secara rutin, sedangkan tablet
zat besi harus diminum setidaknya selama 40 hari setelah persalinan.
Kapsul vitamin A (200.000 unit) perlu diminum agar bisa memberikan
vitamin A melalui ASI kepada bayinya. Hasil penilitan dari Cahyanto,
Bibi Ahmad, Roosita, Katrin, yang berjudul “Kaitan Asupan Vitamin A
Dengan Produksi Air Susu Ibu (ASI) Pada Ibu Nifas” menunjukan
bahwa asupan vitamin A berhubungan signifikan dengan produksi ASI
(p<0.05). Semakin tinggi asupan vitamin A pada ibu nifas, maka
produksi ASI untuk bayi akan semakin tercukupi.
c. Asuhan Nifas Minggu ke-2 Setelah Persalinan
Tujuan asuhan 2 minggu postpartum sama dengan asuhan 2-6 hari
postpartum, yaitu untuk memastikan ibu dalam keadaan sehat, involusi
uterus berlangsung dengan normal, dan ibu sudah menyusui dengan
lancar. Pada minggu kedua, ditambahkan memprakarsai penggunaan alat
kontrasepsi. Informasi yang diberikan sesuai kebutuhan dan keadaan ibu.
Bidan perlu menjelaskan rasionalisasi tindakan yang perlu dilakukan
kepada ibu dan keluarganya, dan perlu dipastikan apakah ibu dapat
melakukannya.
Proses penatalaksanaan asuhan kebidanan pada ibu 2 minggu
postpartum dimulai dari pengkajian riwayat dan pemeriksaan fisik.
Asuhan yang diberikanpun hampir sama dengan asuhan hari ke-2 sampai
hari ke-6 postpartum. Bidan mendorong ibu untuk bertanya tentang hal-hal
yang belum jelas, terutama terkait informasi tentang tanda bahaya, dan
apakah ibu sudah mengetahui kepada siapa dan dimana mendapat bantuan
bila terjadi tanda bahaya. Pada kunjungan 2 minggu postpartum ini juga
diberikan pemahaman tentang pencegahan terhadap puting lecet dan
mastitis serta infeksi nifas. Selain itu, bidan juga menilai interaksi antara
ibu dengan bayinya dan respon terhadap kebutuhan bayi, serta stimulasi
dan kemampuan ibu dalam mengasuh bayi.
d. Asuhan Nifas Minggu Ke-4 Sampai Minggu Ke-6 Setelah Persalinan
Pengkajian riwayat meliput :
1) Jumlah minggu postpaartum.
2) Keadaan kesehatan secara umum: istirahat, tidur dan nafsu makan.
3) Penyesuaian terhadap asuhan bayi dan penyesuaian keluarga.
4) Bayi: adakah masalah, serta pemberian ASI dan imunisasi.
5) Hubungan seksual: apakah sudah dilakukan, apakah nyeri saat
berhubungan untuk pertama kali pada masa postpartum (dispareunia)
atau adanya masalah.
6) Metode KB yang digunakan
7) Apakah sudah timbul haid: jika ya, tanggal, lama dan jumlah darah.

Pemeriksaan fisik, meliputi:


1) Evaluasi payudara dan puting, serta menyusui
2) Pemeriksaan abdomen dan kandung kemih
3) Evaluasi penyembuhan luka perineum.
Tindakan-tindakan yang dapat dilakukan meliputi:
1) Konseling jenis/metode keluarga berencana. Menjelaskan tentang
kembali ke masa subur serta melanjutkan hubungan seksual setelah
persalinan dan kebutuhan alat kontrasepsi. Ovulasi tidak akan terjadi
selama menyusui on demand (amenorea laktasi). Metode amenorea
laktasi (MAL) dapat digunakan sebelum haid pertama kali untuk
mencegah terjadinya kehamilan baru. Risiko terjadi kehamilan dengan
MAL adalah 2%. Konseling KB yang diberikan meliputi bagaimana
metode KB dapat mencegah kehamilan dan dan efektifitasnya,
kelebihan dan kekurangannya, efek samping, bagaimana
menggunakannya, serta kapan (waktu) mulai ber-KB setelah persalinan
pada ibu menyusui.
2) Sanggama. Secara fisik, aman untuk memulai hubungan suami istri
setelah darah merah berhenti dan ibu dapat memasukkan satu atau dua
jari ke dalam vagina tanpa rasa nyeri dan ibu merasa siap.
3) Tidak melakukan kekerasan kepada ibu dan bayinya. Memberikan
penjelasan kepada suami untuk memberikan perlindungan bagi istri dan
bayinya.
4) Pemantauan bayi. Bidan meminta ibu untuk membawa bayinya secara
teratur ke posyandu. Hal ini dilakukan agar tumbuh kembang bayi
dapat dipantau dan diberikan imunisasi lengkap sesuai usia dan
waktunya.
(Astuti, 2015)
D. BAYI BARU LAHIR
1. Pengertian Bayi Baru Lahir
Bayi baru lahir normal adalah bayi yang lahir pada usia kehamilan 37-
42 minggu dengan berat lahir antara 2500-4000 gram. Bayi lahir normal
adalah bayi yang lahir cukup bulan, 38-42 minggu dengan berat sekitar 2500-
3000 gram dan panjang badan sekitar 50-55 cm (Sondakh, 2015).
Bayi baru lahir dikatakan normal jika termasuk dalam kriteria sebagai
berikut:
a. Berat badan lahir bayi antara 2500-4000 gram
b. Panjang badan bayi 48-50 cm.
c. Lingkar dada bayi 32-34 cm.
d. Lingkar kepala bayi 33-35 cm.
e. Bunyi jantung dalam menit pertama ± 180 kali/menit, kemudian turun
sampai 140-120 kali/menit pada saat bayi berumur 30 menit.
f. Pernapasan cepat pada menit-menit pertama kira-kira 80 kali/menit
disertai pernapasan cuping hidung, retraksi suprasternal dan interkostal,
serta rintihan hanya berlangsung 10-15 menit.
g. Kulit kemerah-merahan dan licin karena jaringan subkutan cukup
terbentuk dan dilapisi verniks kaseosa.
h. Rambut lanugo telah hilang, rambut kepala tumbuh baik.
i. Kuku telah agak panjang dan lemas.
j. Genetalia: testis sudah turun (pada bayi laki-laki) dan labia mayora telah
menutupi labia minora (pada bayi perempuan).
k. Refleks isap, menelan, dan moro telah terbentuk.
l. Eliminasi, urin, dan mekonium normalnya keluar pada 24 jam pertama.
Mekonium memiliki karakteristik hitam kehijauan dan lengket.

Bayi baru lahir disebut juga dengan neonatus merupakan individu yang
sedang bertumbuh dan baru saja mengalami trauma kelahiran serta harus
dapat melakukan penyesuaian diri dari kehidupan intrauterin ke kehidupan
ekstrauterin (Dewi, 2010).
Bayi baru lahir normal adalah bayi yang lahir pada usia kehamilan 37-42
minggu dan berat badannya 2500-4000 gram (Dewi, 2010).

2. Perubahan yang segera terjadi sesudah kelahiran


Adaptasi Fisiologis BBL terhadap Kehidupan di Luar Uterus
Konsep mengenai adaptasi bayi baru lahir adalah sebagai berikut:
 Memulai segera pernapasan dan perubahan dalam pola sirkulasi. Konsep
ini nerupakan hal yang esensial pada kehidupan ekstrauterin.
 Dalam 24 jam setelah lahir, sistem ginjal, gastrointestinal, hematologi,
metabolik, dan sistem neurologis bayi baru lahir harus berfungsi secara
memadai untuk mempertahankan kehidupan ekstrauteri.
Setiap bayi baru lahir akan mengalami periode transisi, yaitu:
 Periode ini merupakan fase tidak stabil selama 6-8 jam pertama
kehidupan, yang akan dilalui oleh seluruh bayi dengan mengabaikan usia
gestasi atau sifat persalinan atau melahirkan.
 Pada periode pertama reaktivitas (segera setelah lahir), akan terjadi
pernapasan cepat (dapat mencapai 80 kali/menit) dan pernapasan cuping
hidung yang berlangsung sementara, retraksi, serta suara seperti
mendengkur dapat terjadi. Denyut jantung dapat mencapai 180 kali/menit
selama beberapa menit kehidupan.
 Setelah respons awal ini, bayi baru lahir ini akan menjadi tenang, relaks,
dan hatuh tertidur. Tidur pertama ini (dikenal sebagai fase tidur) terjadi
dalam 2 jam setelah kelahiran dan berlangsung beberapa menit sampai
beberapa jam.
 Periode kedua reaktivitas, dimulai ketika bayi bangun, ditandai dengan
respons berlebihan terhadap stimulus, perubahan warna kulit dari merah
muda menjadi agak sianosis, dan denyut jantung cepat.
 Lendir mulut dapat menyebabkan masalah yang bermakna, misalnya
tersedak/ aspirasi, tercekik, dan batuk.
a. Adaptasi pernapasan
1) Pernapasan awal dipicu oleh faktor fisik, sensorik, dan kimia.
a) Faktor-faktor fisik meliputi usaha yang diperlukan untuk
mengembangkan paru-paru dan mengisi alveolus yang kolaps
(misalnya, perubahan dalam gradien tekanan).
b) faktor-faktor sensorik, meliputi suhu, bunyi, cahaya, suara, dan
penurunan suhu.
c) Faktor-faktor kimia, meliputi perubahan dalam darah (misalnya,
penurunan kadar oksigen, peningkatan kadar karbon dioksida,
dan penurunan pH) sebagai akibat asfiksia-sementara selama
kelahiran.
2) Frekuensi pernapasan bayi baru lahir berkisar 30-60 kali/menit
3) Sekresi lendir mulut dapat menyebabkan bayi batuk dan muntah,
terutama selama 12-18 jam pertama.
4) Bayi baru lahir lazimnya bernapas melalui hidung. Respons refleks
terhadap obstruksi nasal dan membuka mulut untuk
mempertahankan jalan napas tidak

Pernapasan pertama pada bayi normal terjadi dalam waktu 30 detik


sesudah kelahiran. Pernapasan ini timbul sebagai akibat aktivitas normal
sistem saraf pusat dan perifer yang dibantu oleh beberapa rangsangan
lainnya. Semua ini menyebabkan perangsangan pusat pernapasan dalam
otak yang melanjutkan rangsangan tersebut untuk menggerakkan
diafragma, serta otot-otot pernapasan lainnya. Tekanan rongga dada bayi
pada saat melalui jalan lahir per vaginam mengakibatkan paru-paru
kehilangan 1/3 dari cairan yang terdapat di dalamnya, sehingga tersisa
80-100 mL setelah bayi lahir, cairan yang hilang tersebut akan diganti
dengan udara.
(Sondakh, 2015)
b. Adaptasi kardiovaskular
1) Berbagai perubahan anatomi berlangsung setelah lahir. Beberapa
prubahan terjadi dengan cepat, dan sebagian lagi terjadi seiring
dengan waktu. (Tabel 1)

Struktur Sebelum Lahir Setelah Lahir


Vena Umbilikalis Membawa darah arteri ke
Menutup; menjadi
hati dan jantung ligamentum teres
hepatis
Arteri Umbilikalis Membawa darah
Menutup; menjadi
arteriovenosa ke ligamentum venosum
plasenta
Duktus Venosus Pirau darah arteri ke
Menutup; menjadi
dalam vena cava ligamentum
inferior arteriosum
Foramen Ovale Menghubungkan atrium
Biasanya menutup;
kanan dan kiri kadang-kadang
terbuka
Paru-paru Tidak mengandung udara
Berisi udara dan disuplai
dan sangat sedikit darah dengan baik
mengandung darah
berisi cairan
Arteri Pulmonalis Membawa sedikit darah
Membawa banyak darah
ke paru ke paru
Aorta Menerima darah dari
Menerima darah hanya
kedua ventrikel dari ventrikel kiri
Vena cava inferior Membawa darah vena dari
Membawa darah hanya
tubuh dan darah arteri dari atrium kanan
dari plasenta

2) Sirkulasi perifer lambat, yang menyebabkan akrosianosis (pada


tangan, kaki, dan sekitar mulut).
3) Denyut nadi berkisar 120-160 kali/menit saat bangun dan 100
kali/menit saat tidur.
4) Rata-rata tekanan darah adalah 80/46 mmHg dan bervariasi sesuai
dengan ukuran dan tingkat aktivitas bayi.
5) Nilai hematologi normal pada bayi dapat dilihat pada Tabel 2.

Dengan berkembangnya paru-paru, pada alveoli akan terjadi


peningkatan tekanan oksigen. Sebaliknya, tekanan karbon dioksida akan
mengalami penurunan. Hal ini mengakibatkan terjadinya penurunan
resistansi pembuluh darah dari arteri pulmonalis mengalir ke paru-paru
dan ductus arteriosus tertututp. Setelah tali pusat dipotong, aliran darah
dari plasenta terhenti dan foramen ovale tertutup.
(Sondakh, 2015)

c. Perubahan Termoregulasi dan Metabolik


1) Suhu bayi baru lahir dapat turun beberapa derajat karena lingkungan
eksternal lebih dingin daripada lingkungan pada uterus.
2) Suplai lemak subkutan yang terbatas dan area permukaan kulit yang
besar dibandingkan dengan berat badan menyebabkan bayi mudah
menghantarkan panas pada lingkungan.
3) Kehilangan panas yang cepat dalam lingkungan yang dingin terjadi
melalui konduksi, konveksi, radiasi, dan evaporasi.
4) Trauma dingin (hipotermi) pada bayi baru lahir dalam hubungannya
dengan asidosis metabolik dapat bersifat mematikan, bahkan pada
bayi cukup bulan yang sehat.

Parameter Kisaran Normal


Hemoglobin 15-20 g/dL
Sel-sel darah merah 5,0-7,5 juta/mm3
Hematokrit 43-61%
Sel-sel darah putih 10.000-30.000/mm3
Neutrofil 40-80%
Eosinofil 2-3%
Limfosit 3-10%
Monosit 6-10%
Sel-sel darah putih yang 3-10%
imatur
Trombosit 100.000-280.000/mm3
Retikulosit 3-6%
Volume darah Pengkleman tali pusat dini: 78
mL/kg
Pengkleman tali pusat lambat:
98,6 mL/kg
Hari ketiga setelah
pengkleman tali pusat dini:
82,3 mL/kg
Hari ketiga setelah
pengkleman tali pusat
lambat: 92,6 mL/kg

Sesaat sesudah bayi lahir, ia akan berada di tempat yang suhunya lebih
rendah dari dalam kandungan dan dalam keadaan basah. Bila bayi
dibiarkan dalam suhu kamar 25oC, maka bayi akan kehilanganpanas
melalui evaporasi, konveksi, konduksi, dan radiasi sebanyak 200
kalori/kgBB/menit. Sementara itu, pembentukan panas yang dapat
diproduksi hanya sepersepuluh daripada yang tersebut di atas dalam
waktu yang bersamaan. Hal ini akan menyebabkan penuruna suhu tubuh
sebanyak 2oC dalam waktu 15 menit. Suhu lingkungan yang tidak baik
akan menybabkan bayi menderita hipotermi dan trauma dingin (cold
injury). Bayi baru lahir dapat mempertahankan suhu tubuhnya dengan
mengurangi konsumsi energi, serta merawatnya di dalam Natural
Thermal Environment (NTE), yaitu suhu lingkungan rata-rata dimana
produksi panas, pemakaian oksigen, dan kebutuhan nutrisi untuk
pertumbuhan adalah minimal agar suhu tubuh menjadi normal.
(Sondakh, 2015)
d. Adaptasi Neurologis
1) Sistem neurologis bayi secara anatomic atau fisiologis belum
berkembang sempurna.
2) Bayi baru lahir menunjukkan gerakan-gerakan tidak terkoordinasi,
pengaturan suhu yang labil, kontrol otot yang buruk, mudah terkejut,
dan tremor pada ekstremitas.
3) Perkembang neonatus terjadi cepat. Saat bayi tumbuh, perilaku yang
lebih kompleks (misalnya: kontrol kepala, tersenyum, dan merraih
dengan tujuan) akan berkembang.
4) Refleks bayi baru lahir merupakan indikator penting perkembangan
normal. (Tabel 3)
Tabel 3 Refleks pada bayi baru lahir

Refleks Respons Normal Respons Abnormal


Rooting dan Bayi baru lahir Repons yang lemah
menghisap menolehkan kepala atau tidak ada
kea rah stimulus, respons terjadi
membuka mulut, dan pada prematuritas,
mulai mengisap bila penurunan atau
pipi, bibir atau sudut cedera neurologis,
mulut bayi di sentuh atau depresi
dengan jari atau sistem saraf pusat
putting. (SSP)
Menelan Bayi baru lahir menelan Muntah, batuk, atau
berkoordinasi dengan regurgitasi cairan
mengisap bila cairan dapat terjadi;
ditaruh di belakang kemungkinan
lidah berhubungan
dengan sianosis
sekunder karena
prematuritas,
deficit neurologis,
atau cedera;
terutama terlihat
setelah
laringoskopi
Ekstrusi Bayi baru lahir Ekstrusi lidah secara
menjulurkan lidah kontinu atau
keluar bila ujung menjulurkan lidah
lidah disentuh dengan yang berulang-
jari atau puting ulang terjadi pada
kelainan SSP dan
kejang
Moro Ekstensi simetris bilateral Respon asimetris
dan abduksi seluruh terllihat pada
ekstremitas, dengan cedera saraf
ibu jari dan jari perifer (pleksus
telunjuk membentuk brakialis) atau
huruf ‘c’, diikuti fraktur klavikula
dengan adduksi atau fraktur tulang
ekstremitas dan panjang lengan
kembali ke fleksi atau kaki
relaks jika posisi bayi
berubah tiba-tiba atau
jika bayi diletakkan
telentang pada
permukaan yang datar
Melangkah Bayi akan melangkah Respons asimetris
dengan satu kaki dan terlihat pada
kemudian kaki cedera saraf SSP
lainnya dengan atau perifer atau
gerakan berjalan bila fraktur tulang
satu kaki disentuh panjang kaki
pada permukaan rata
Merangkak Bayi akan berusaha untuk Respons asimetris
merangkak ke depan terlihat pada
dengan kedua tangan cedera saraf SSP
dan kaki bila dan gangguan
diletakkan telungkup neurologis
pada permukaan datar
Tonik leher Ekstremitas pada satu sisi Respons persisten
atau di mana saat kepala di setelah bulan
fancing tolehkan dan ekstensi, keempat dapat
dan ekstremitas yang menandakan
berlawanan akan cedera neurologis.
fleksi bila kepala bayi Respons menetap
ditolehkan ke satu sisi tampak pada
selagi beristirahat cedera SSP dan
gangguan
neurologis
Terkejut Bayi melakukan abduksi Tidak adanya respons
dan fleksi seluruh dapat menandakan
ekstremitas dan dapat defisit neurologis
mulai menangis bila atau cedera. Tidak
mendapat gerakan adanya respons
mendadak atau suara secara lengkap
keras dan konsisten
terhadap bunyi
keras dapat
menandakan
ketulian. Respons
dapat menjadi
tidak ada atau
berkurang selama
tidur malam.
Ekstensi Kaki bayi yang Respons yang lemah
silang berlawanan akan atau tidak ada
fleksi dan kemudian respons yang
ekstensi dengan cepat terlihat pada
seolah-olah berusaha cedera saraf
untuk memindahkan perifer atau
stimulus ke kaki yang fraktur tulang
lain bila diletakkan panjang
telentang; bayi akan
mengekstensikan satu
kaki sebagai respons
terhadap stimulus
pada telapak kaki
Glabellar Bayi akan berkedip bila Terus berkedip dan
“blink” dilakukan 4 atau 5 gagal untuk
ketuk pertama pada berkedip
batang hidung saat menandakan
mata terbuka kemungkinan
gangguan
neurologis
Palmar grasp Jari bayi akan melekuk Respons yang
disekeliling benda dan berkurang terjadi
menggengggamnya pada prematuritas.
seketika bila jari Tidak ada respons
diletakkan di tangan yang terjadi pada
bayi defisit neurologis
yang berat
Plantar grasp Jari bayi akan melekuk Respons yang
disekeliling benda berkurang terjadi
seketika bila jari di pada prematuritas.
letakkan di telapak Tidak ada respons
kaki bayi yang terjadi pada
defisit neurologis
yang berat
Tanda Jari-jari kaki bayi akan Tidak ada repons
babinski hiperekstensi dan yang terjadi pada
terpisah seperti kipas defisit SSP
dari dorsofleksi ibu
jari kaki bila satu sisi
kaki di gosok dari
tumit ke atas
melintasi bantalan
kaki
(Sondakh, 2015)

e. Adaptasi Gastrointestinal
1) Enzim-enzim digestif aktif saat lahir dan dapat menyokong kehidupan
ekstrauterin pada kehamilan 36-38 minggu.
2) Perkembangan otot dan refleks yang penting untuk menghantarkan
mekanan sudah terbentuk saat lahir.
3) Pencernaan protein dan karbohidrat telah tercapai; pencernaan dan
absorpsi lemak kurang baik karena tidak adekuatnya enzim-enzim
pancreas dan lipase.
4) Kelenjar saliva imatur saat lahir; sedikit saliva diolah sampai bayi
berusia 3 bulan.
5) Pengeluaran mekonium, yaitu feses berwarna hitam kehijauan,
lengket, dan mengandung darah samar, diekskresikan dalam 24 jam
pada 90% bayi baru lahir yang normal.
6) Variasi besar terjadi diantara bayi baru lahir tentang minat terhadap
makanan, gejala-gejala lapar, dan jumlah makanan yang ditelan pada
setiap kali pemberian makanan.
7) Beberapa bayi baru lahir menyusu segera bila diletakkan pada
payudara; sebagian lainnya memerlukan 48 jam untuk menyusu secara
efektif.
8) Gerakan acak tangan ke mulut dan mengisap jari telah diamati di
dalam uterus; tindakan-tindakan ini berkembang baik pada saat lahir
dan diperkuat dengan rasa lapar.

Oleh karena kadar gula darah tali pusat 65 mg/100 mL akan menurun
menjadi 50 mg/100 mL dalam waktu 2 jam sesudah lahir, energi
tambahan yang diperlukan neonatus pada jam-jam pertama sesudah lahir
diambil dari hasil metabolisme asam lemak sehingga kadar gula akan
mencapai 120 mg/100 mL. Bila perubahan glukosa menjadi glikogen
meningkat atau adanya gangguan metabolisme asma lemak yang tidak
dapat memenuhi kebutuhan neonatus, maka kemungkinan besar bayi
megalami hipoglikemia.
(Sondakh, 2015)
f. Adaptasi Ginjal
1) Laju filtrasi gomerulus relatif rendah pada saat lahir disebabkan oleh
tidak aekuatnya area permukaan kapiler glomerulus.
2) Meskipun keterbatasan ini tidak mengancam bayi baru lahir yang
normal, tetapi menghambat kapasitas bayi untuk berespons terhadap
sensor.
3) Penurunan kemampuan untuk mengekskresikan obat-obatan dan
kehilangan cairan yang berlebihan mengakibatkan asidosis dan
ketidakseimbangan caran.
4) Sebagian besar bayi baru lahir berkemih dalam 24 jam pertama setelah
lahir dan 2-6 kali sehari pada 1-2 hari pertama; setelah itu, mereka
berkemih 5-20 kali dalam 24 jam.
5) Urin dapt keruh karena lendir dan garam asam urat; noda kemerahan
(debu batu bata) dapat diamati pada popok karena kristal asam urat.
(Sondakh, 2015)
g. Adaptasi Hati
1) Selama kehidupan janin dan sampai tingkat tertentu setelah lahir, hati
terus membantu pembentukan darah.
2) Selama periode neonatus, hati memproduksi zat yang esensial untuk
pembekuan darah.
3) Penyimpanan zat besi ibu cukup memadai bagi bayi sampai 5 bulan
kehidupan ekstrauterin; pada saat ini, bayi baru lahir menjadi rentan
terhadap defisiensi zat besi.
4) Hati juga mengontrol jumlah bilirubin tak terkonjugasi yang
bersirkulasi, pigmen berasal dari hemoglobin dan dilepaskan
bersamaan dengan pemecahan sel-sel darah merah.
5) Bilirubin tak terkonjugasi dapat meninggalkan sistem vaskular dan
menembus jaringan ekstravaskular lainnya (misalnya: kulit, sclera,
dan membrane mukosa oral) mengakibatkan warna kuning yang
disebut jaundice atau ikterus
6) Pada stress dingin yang lama, glikolisis anaerobic terjadi, yang
mengakibatkan peningkatan produksi asam. Aisodsis metabolik terjadi
dan jika terdapat defek fungsi pernapasan, asidosis respiratorik dapat
terjadi. Asam lemak yang berlebihan menggeser bilirubin dari tempat-
tempat pengikatan albumin. Peningkatan kadar bilirubin tidak
berikatan yang bersirkulasi mengakibatkan peningkatan risiko kern-
ikterus bahkan pada kadar bilirubin serum 10 mg/dL atau kurang.
(Sondakh, 2015)

h. Adaptasi Imun
1) Bayi baru lahir tidak dapat membatasi organisms penyerang di pintu
masuk.
2) Imaturitas jumlah sistem pelindung secara signifikan meningkatkan
risiko infeksi pada periode bayi baru lahir.
a) Repons inflamasi berkurang, baik secara kualitatif maupun
kuantitatif.
b) Fagositosis lambat.
c) Keasaman lambung dan produksi pepsin dan tripsin belum
berkembang sempurna sampai usia 3-4 minggu.
d) Imunoglobulin A hilang dari saluran pernapasan dan perkemihan,
kecuali jika bayi tersebut menyusu ASI, IgA juga tidak terdapat
dalam saluran GI.
3) Infeksi merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas selama
periode neonatus.
(Sondakh, 2015)
3. Penilaian bayi untuk tanda-tanda kegawatan
a. Perlindungan Termal (Termoregulasi)
1) Pastikan bayi tersebut tetap hangat dan terjadi kontak antara kulit bayi
dengan kulit ibu.
2) Gantilah handuk/kain yang basah dan bungkus bayi tersesbut dengan
selimut, serta jangan lupa memastikan bahwa kepala telah terlindung
dengan baik untuk mencegah keluarnya panas tubuh. Pastikan bayi
tetap hangat.
3) Mempertahankan lingkungan termal netral.
a) Letakkan bayi di bawah alat penghangat pancaran dengan
menggunakan sensor kulit untuk memanatu suhu sesuai
kebutuhan.
b) Tunda memnadikan bayi smapai suhu bayi stabil.
c) Pasang pentup kepala rajutan untuk mencegah kehilangan panas
dari kepala bayi.
b. Pemeliharaan Pernapasan
Mempertahankan terbukanya jalan napas. Sediakan balon pengisap
dari karet di tempat tidur bayi untuk mengisap lendir atau ASI dari mulut
dengan cepat dalam upaya mempertahankan jalan napas yang bersih
(Walyani, 2015)
c. Pemotongan Tali Pusat
Pemotongan dan pengikatan tali pusat merupakan pemisahan fisik
terakhir antara ibu dan bayi. Pemotongan sampai denyut nadi tali pusat
berhenti dapat dilakukan pada bayi normal, sedangkan pada bayi gawat
(high risk baby) dapat dilakukan p[emotongan rali pusat secepat mungkin
agar dapat dilakukan resusitasi sebaik-baiknya. Tali pusat dijepit dengan
kocher atau klem kira-kira 3 cm dan seklai lagi 1,5 cm dari pusat.
Pemotongan dilakukan antara kedua klem tersebut. Kemudian bayi
diletakkan di atas kain bersih atau steril yang hangat. Setelah itu,
dilakukan pengikatan tali pusat dengan alat penjepit plastik atau pita dari
nilon atau dapat juga benang katun steril. Untuk menghindari infeksi tali
pusat yang dapat menyebabkan sepsis, meningitis, dan lain-lain, maka di
tempat pemotongan dan di pangkal tali pusat, serta 2,5 cm di sekitar tali
pusat dapat diberi antiseptik, selanjutnya tali pusat dirawat dalam keadaan
steril/bersih dan kering.
(Walyani, 2015)
d. Penilaian APGAR
Penilaian keadaan umum bayi dimulai satu menit setelah lahir
dengan menggunakan nilai APGAR (Tabel 4). Penilaian berikutnya
dilakukan pada menit kelima dan kesepuluh. Penilaian ini pelru untuk
mengetahui apakah bayi menderita asfiksia atau tidak.
Tabel 4 Penilaian keadaan umum bayi berdasarkan nilai APGAR

0 1 2
Appearance Pucat Badan merah Seluruh tubuh
(warna kulit) ekstremitas biru kemerah-
merahan
Pulse rate Tidak ada Kurang dari 100 Lebih dari 100
(frekuensi
nadi)
Grimace (reaksi Tidak ada Sedikit gerakan Batuk/bersin
rangsang) mimik (grimace)
Activity (tonus Tidak ada Ekstremitas dalam Gerakan aktif
otot) sedikit fleksi
Respiration Tidak ada Lemah/tidak teratur Baik/menangis
(pernapasan)
Setiap variabel diberi nilai 0, 1, atau 2 sehingga nilai terti nggi adalah
10. Nilai 7-10 pada menit pertama menunjukkan bahwa bayi berada dalam
kondisi baik. Nilai 4-6 menunjukkan adanya depresi sedang dan
membutuhkan beberapa jenis tindakan resusitasi. Bayi dengan nilai 0-3
menunjukkan depresi serius dan membutuhkan resusitasi segera dan
mungkin memerlukan ventilasi (Mead, 1996).
1) Mengkaji nilai APGAR
Cara mengkaji nilai APGAR adalah sebagai berikut:
a) Observasi tampilan bayi, misalnya apakah seluruh tubuh bayi
berwarna merah muda (2); apakah tubuhnya merah muda, tetapi
ekstremitasnya biru (1); atau seluruh tubuh bayi pucat atau biru
(0).
b) Hitung frekuensi jantung dengan memalpasi umbilikus atau
meraba bagian atas dada bayi dibagian apeks 2 jari. Hitung
denyutan selama 6 detik, kemudian dikalikan 10. Tentukan
apakah frekuensi jantung >100 (10 denyut atau lebih pada periode
6 detik kedua) (2); < 100 (<10 denyut dalam 6 detik) (1); atau
tidak ada denyut (0). Bayi yang berwarna merah muda, aktif, dan
bernapas cenderung memiliki frekuensi jantung > 100.
c) Respons bayi terhadap stimulus juga harus diperiksa, yaitu
respons terhadap rasa haus atau sentuhan. Pada bayi yang sedang
diresusitasi, dapat berupa respons terhadap penggunaan kateter
oksigen atau pengisapan. Tentukan apakah bayi menangis sebagai
respons terhadap stimulus (2); apakah bayi mencoba untuk
menangis tetapi hanya dapat merintih (1); atau tidak ada repons
sama sekali (0)
d) Observasi tonus otot bayi dengan mengobservasi jumlah aktivitas
dan tingkat fleksi ekstremitas. Adakah gerakan aktif yang
menggunakan fleksi ekstremitas yang baik (2); adakah fleksi
ekstremitas (1); atau apakah bayi lemas (0).
e) Observasi upaya bernapas yang dilakukan bayi. Apakah baik dan
kuat, biasanya dilihat dari tangisan bayi (2); apakah pernapasn
bayi lambat dan tidak teratur (1); atau tidak ada pernapasan sama
sekali (0).
2) Prosedur penilaian APGAR
a) Pastikan bahwa pencahayaan baik, sehingga visualisasi warna
dapat dilakukan dengan baik, dan pastikan adany akses yang baik
ke bayi.
b) Catat waktu kelahiran, tunggu 1 menit, kemudian lakukan
pengkajian pertama. Kaji kelima variabel dengan cepat dan
stimultan, kemudian jumlahkan hasilnya.
c) Lakukan tindakan dengan cepat dan tepat sesuai dengan hasilnya,
misalnya bayi dengan nilai 0-3 memerlukan tindakan resusitasi
dengan segera.
d) Ulangi pada menit kelima. Skor harus naik bila nilai sebelumnya
8 atau kurang.
e) ulangi lagi pada menit kesepuluh.
f) Dokumentasikan hasilnya dan lakukan tindakan yang sesuai.
(Walyani, 2015)
4. Inisiasi Menyusu Dini
a. Pengertian Inisiasi Menyusui Dini
Inisiasi menyusui dini atau permulaan menyusu dini adalah bayi
yang mulai menyusu sendiri segera setelah lahir. Seperti halnya bayi
mamalia lainnya, bayi manusia mempunyai kemampuan untuk menyusu
sendiri. Kontak antara kulit bayi dengan kulit ibunya dibiarkan setidaknya
selama satu jam segera setelah lahir, kemudian bayi akan mencari
payudara ibu dengan sendirinya. Cara bayi melakukan inisiasi menyusui
dini ini dinamakan the brest crawl atau merangkak mencari payudara.
b. Prinsip Menyusui atau Pemberian ASI
Beberapa prinsip dalam pemberian ASI adalah sebagai berikut:
1) Setelah bayi lahir, tali pusat segera diikat.
2) Letakkan bayi tengkurap di dada ibu dengan kulit bayi bersentuhan
langsung ke mulut ibu.
3) Biarkan kontak kulit berlangsung setidaknya satu jam atau lebih,
bahkan sampai bayi dapat menyusu sendiri apabila sebelumnya tidak
berhasil.
4) Bayi diberi topi dan diselimuti.
5) Ibu diberi dukungan untuk mengenali saat bayi siap untuk menyusui.
6) Menyusui dimulai 30 menit setelah bayi lahir.
7) Memberikan kolostrum kepada bayi.
8) Tidak memberikan makanan pralaktal seperti air gula atau air tajin
kepada bayi baru lahir sebelum ASI keluar, tetapi mengusahakan
bayi mengisap untuk merangsang produksi ASI.
9) Menyusui bayi dari kedua payudara secara bergantian sampai tetes
terakhir, masing-masing 15-25 menit.
10) Memberikan ASI saja selama 4-6 bulan pertama (on demand).
11) Memperhatikan posisi tubuh bayi saat ibu menyusui dan cara bayi
mengisap dimana putting dan aerola mammae harus masuk
seluruhnya ke mulut untuk menghindari puting lecet.
12) Menyusui sesuai kebutuhan bayi (on demand).
13) Setelah berumur 4 bulan, selain ASI, MP-ASI dapat diberikan
kepada bayi dalam bentuk makanana lumat secara bertahap.
14) Meneruskan menyusui bayi dengan tambahan MP-ASI sampai anak
berusia 2 tahun.
15) Berikan ASI lebih dahulu, baru MP-ASI.
16) Setelah usia 2 tahun, menyapih dilakukan secara bertahap.
17) Kebersihan ibu dan bayi, lingkungan dan peralatan yang digunakan
waktu memberi makanan anak perlu diperhatikan.
18) Memperhatikan gizi/amakanan ibu saat hamil dan menyusui. Ibu
memerlukan ekstra makanan dan minuman lebih banyak dari
keadaan sebelum hamil.
19) Bagi ibu yang bekerja, dapat memebrikan ASI sebelum dan sesudah
pulang kerja.
c. Manfaat Inisiasi Menyusui Dini (IMD) (Walyani, 2015)
1) Keuntungan kontak kulit dengan kulit untuk bayi
a) Kehangatan dada ibu dapat menghangatkan bayi, sehingga
apabila bayi diletakkan di dada ibunya segera setlah melahirkan,
dapat menurunkan risiko hipotermia dan menurunkan kematian
akibat kedinginan. Menurut hasil penelitian oleh Yuyun Setyorini,
Yeni Rustina, dan Yusron Nasution tentang “Peningkatan Suhu
Bayi Baru Lahir (BBL) dan Ibu Melalui IMD” menunjukan
adanya perbedaan bermakna antara suhu tubuh bayi sebelum dan
sesudah IMD, dan antara suhu tubuh ibu sebelum dan sesudah
IMD. Penelitian ini memperkuat fakta bahwa IMD mempengaruhi
suhu tubuh ibu sehingga stabilitas suhu tubuh bayi dapat
dipertahankan.
b) Getaran cinta, saat ibu dipeluk oleh suaminya, maka akan
merasakan ketenangan, merasa dilindungi, dan kuat secara psikis.
Begitu juga dengan bayi, saat bayi diletakkan di dada ibu, bayi
akan lebih tenang dan mengurangi stress, shingga pernapasan dan
detak jantungnya pun lebih stabil.
c) Bayi terlebih dahulu tercemar oleh bakteri ibu yang tidak
berbahaya atau terdapat antinya di ASI ibu, sehingga bakteri baik
membuat koloni di usus dan kulit bayi, serta dapat menyaingi
bakteri yang lebih ganas di lingkungan luar.
d) Tidak ada yang meragukan kolostrum, cairan yang kaya akan
antibodi dan sangat penting untuk partumbuhan usus dan
ketahanan terhadap infeksi yang sangat dibutuhkan bayi demi
kelangsungan hidupnya. Saat bayi dapat menyusu segera setlah
lahir, maka bayi bisa mendapatkan kolostrum dan tidak
tergantikan formula lain. Ada beberapa ibu yang memberikan
susu formula setelah melahikran, sehingga susu formula tersebut
akan menggantikan kolostrum yang sebenarnya sangat
dibutuhkan bayi.
e) Pemberian makanan awal selain ASI (susu hewan) yang
mengandung bukan protein susu manusia dapat sangat
mengganggu pertumbuhan fungsi usus.
f) Bayi yang diberikan kesempatan menyusu dini akan mempunyai
kesempatan lebih berhasil menyusu eksklusif dan
mempertahankan menyusu daripada yang menunda menyusu dini.
Lalu, sentuhan, kuluman/emutan, dan jilatan bayi pada puting ibu
akan merangsang oksitosin yang penting untuk:
 Membuat rahim berkontraksi sehingga dapat membantu
pengeluaran plasenta dan mengurangi perdarahan;
 Merangsang hormone lain, yang membuat ibu menjadi
tenang, rileks, dan mencintai bayinya;
 Merangsang pengaliran ASI dari payudara.
g) Ibu dan ayah sangat bahagia bertemu dengan bayinya pertama
kali seperti ini. Bagi seorang muslim, bahkan dapat meng-
Adzankan sang buah hati di dada ibunya.
2) Keuntungan inisiasi menyusui untuk ibu
a) Oksitosin
 Stimulasi kontraksi uterus dan menurunkan risiko perdarahan
pascapersalinan.
 Merangsang pengeluaran kolostrum dan meningkatkan
produksi ASI.
 Keuntungan dan hubungan mutualistik ibu dan bayi.
 Ibu menjadi lebih tenang, memfasilitasi kelahiran plasenta,
dan penglihatan rasa nyeri dari berbagai prosedur
pascapersalinan lainnya.
b) Prolaktin
 Meningkatkan produksi ASI
 Membantu ibu mengatasi stress terhadap berbagai rasa
kurang nyaman
 Memberi efek relaksasi pada ibu setelah bayi selesai
menyusu.
 Menunda ovulasi.
3) Keuntungan Inisiasi Menyusui Dini untuk bayi
a) Makanan dengan kualitas dan kuantitas optimal. Mendapat
kolostrum segera, disesuaikan dengan kebutuhan bayi.
b) Segera memberikan keekbalan pasif pada bayi. Kolostrum adalah
imunisasi pertama bagi bayi.
c) Meningkatkan kecerdasan.
d) Membantu bayi mengoordinasikan kemampuan mengisap,
menelan, dan napas.
e) Meningkatkan jalinan kasih sayang ibu-bayi.
f) Mencegah kehilangan panas.
g) Meningkatkan berat badan.

4) Memulai menyusu dini


a) Sebanyak 22 % bayi dapat selamat jika dapat menyusu 1 jam
pertama dan sebanyak 16 % bayi akan selamat jika dapat
menyusu pada hari pertama. Jadi, kematian bayi meningkat secara
bermakna setiap permulaan menyusu di tangguhkan.
b) Meningkatkan keberhasilan menyusui secara eksklusif dan
lamanya bayi menyusui.
c) Merangsang produksi ASI.
d) Memperkuat refleks mengisap bayi. Refleks mengisap awal pada
bayi paling kuat dalam beberapa jam pertama setelah lahir.
5) Langkah Inisiasi Menyusui Dini dalam Asuhan BBL
Langkah I: Lahirkan, lakukan penilaian pada bayi, keringkan
 Catat waktu kelahiran bayi.
 Letakkan bayi di bawah perut ibu.
 Kaji bayi apakah di perlukan resusitasi atau tidak (2 detik).
 Bila tidak perlu resusitasi, keringkan tubuh bayi mulai dari wajah,
kepala, dan bagian tubuh lainnya dengan halus tanpa
membersihkan verniks. Setelah kering, selimuti bayi dengan kain
kering untuk menunggu 2 menit sebelum tali pusat diklem.
 Hindari mengeringkan tangan bayi.
 Lendir cukup dilap dengan kain bersih. Pengisapan lendir di
dalam mulut atau hidung bayi dapat merusak selaput lendir dan
meningkatkan risiko pernapasan.
 Periksa kembali uterus untuk memastikan hamil tunggal.
Kemudian, suntikkan oksitosin 10 IU secara IM pada ibu, dan
jaga bayi tetap hangat.

Langkah II: Lakukan kontak kulit dengan kulit selama paling sedikit
1 jam
 Setelah tali pusat di potong dan diikat, letakkan bayi dengan
posisi tengkurap di dada ibu. Luruskan bahu bayi sehingga
menempel di dada ibu. Kepala bayi harus berada di antara
payudara ibu, tetapi lebih rendah dari puting.
 Kemudian, selimuti ibu dan bayi dengan kain hangat dan pasang
topi di kepala bayi.
 Biarkan bayi tetap melakukan kontak kulit ke kulit di dada ibu
paling sedikit 1 jam, mintalah ibu untuk memeluk dan
membelainya. Bila perlu, letakkan bantal dibawah kepala ibu
untuk mempermudah kontak visual antara ibu dan bayi. Sebagian
besar bayi akan berhasil melakukan IMD dalam waktu 30-60
menit.
 Hindari membasuh atau menyeka payudara ibu sebelum bayi
menyusu.
 Selama kontak kulit tersebut, lanjutkan dengan langkah
manajemen aktif kala III persalinan.
Langkah III: Biarkan bayi mencari dan menemukan puting ibu dan
mulai menyusu
 Biarkan bayi mencari dan menemukan puting dan mulai
menyusu.
 Anjurkan ibu dan orang lainnya untuk tidak menginterupsi supaya
bayi menyusu. Misalnya, memindahkan bayi dari satu payudara
ke payudara lainnya. Menyusu pertama biasanya berlangsung
sekitar 10-15 menit, bayi cukup menyusu di satu payudara.
 Menunda semua asuhan BBL lahir normal lainnya hingga bayi
selesai menyusu. Tunda memandikan bayi 6-24 jam setelah bayi
lahir untuk mencegah hipotermi.
 Usahakan tetap menempatkan ibu dan bayi di ruang bersalin
hingga bayi selesai menyusu.
 Segera setelah BBL selesai mengisap, bayi akan berhenti menelan
dan melepaskan puting. Bayi dan ibu akakn merasa mengantuk.
Bayi kemudian diselimuti dengan kain, bersih, lalu lakukan
penimbangan dan pengukuran bayi, mengoleskan salep antibiotic
pada mata bayi, dan memberikan suntikan vitamin K1.
a) Jika bayi belum melakukan inisiasi menyusu dini dalam
waktu 1 jam, posisikan bayi lebih dekat dengan putting ibu
dan biarkan kontak kulit dengan kulit selama 30-60 menit
berikutnya.
b) Jika bayi belum melakukan inisiasi menyusu dini dalam
waktu 2 jam, pindahkan ibu ke dalam ruang pemulihan
dengan bayi tetap di dada ibu. Lanjutkan asuhan BBL
(pemberian antibiotik salep mata dan vitamin K1) kemudian
kembalikan bayi kepada ibu untuk menyusu.
 Kenakan pakaian pada bayi, atau tetap jaga kehangatnnya. Tetap
tutupi kepala bayi dengan topi selama beberapa hari pertama. Bila
suatu saat kaki bayi terasa dingin saat disentuh, buka pakaiannya,
kemudian telungkupkan kembali di dada ibu sampai bayi hangat
kembali.
 Satu jam kemudian, berikan bayi suntikan hepatitis B pertama.
 Lalu tempatkan ibu dan bayi di ruang yang sama. Letakkan
kembali bayi dekat dengan ibu sehingga mudah terjangkau dan
bayi dapat menyusu sesering keinginannya.
Tabel 5 Perilaku bayi saat IMD
Langka Perilaku yang teramati Perkiraan waktu
h
1 Bayi beristirahat dan 30 menit pertama
melihat
2 Bayi mulai 30-60 menit
mendekatkan bibir setelah lahir
dan membawa dengan kontak
jarinya ke mulut kulit dengan
3 Bayi mengelurakan air
kulit terus-
liur.
menerus tanpa
4 Bayi menendang,
terputus.
menggerakkan kaki,
bahu, lengan, dan
badannya ke arah
dada ibu dengan
mengandalkan indra
penciumannya.
5 Bayi melekatkan
mulutnya ke puting
ibu.
(Sondakh, 2015)

5. Perawatan Bayi Baru Lahir


a. Pertolongan pada saat bayi lahir
1) Sambil menilai pernapasan secara tepat, letakkan bayi dengan handuk
di atas perut ibu.
2) Dengan kain yang bersih dan kering atau kasa, bersihkan darah atau
lendir dari wajah bayi agar jalan udara tidak terhalang. Periksa ulang
pernpasan bayi, sebagian besar bayi akan menangis atau bernapas
secara spontan dalam waktu 30 detik setelah lahir (Sondakh, 2015).
b. Perawatan Mata
Konjungtivitis pada bayi baru lahir sering terjadi terutama pada
bayi dengan ibu yang menderita penyakit menular seksual seperti gonore
dan klamidiasis. Sebagian besar konjungtivitis muncul pada 2 minggu
pertama setelah kelahiran. Pemberian antibiotik profilaksis pada mata
terbukti dapat mencegah terjadinya konjungtivitis. Profilaksis mata yang
sering digunakan yaitu tetes mata silver nitrat 1%, salep mata eritromisin,
dan salep mata tetrasiklin. Ketiga preparat ini efektif untuk mencegah
konjungtivitis gonore. Saat ini silver nitrat tetes mata tidak dianjurkan lagi
karena sering terjadi efek samping berupa iritasi dan kerusakan mata.
(Sondakh, 2015)
c. Pemeriksaan fisik bayi
1) Kepala: pemerikasaan terhadap ukuran, bentuk, sutura
menutup/melebar, adanya caput succedaneum, cepal hematoma,
kraniotabes, dan sebagainya.
2) Mata: Pemeriksaan terhadap perdarahan, subkonjungtiva, tanda-tanda
infeksi (pus).
3) Hidung dan mulut: pemeriksaan terhadap labio skisis,
labiopalatoskisis, dan refleks isap (dinilai dengan mengamati bayi saat
menyusu).
4) Telinga: pemeriksaan terhadap Preaurical tog, kelainan daun/bentuk
telinga.
5) Leher: pemeriksaan terhadap hematom sternocleidomastoideus, ductus
thyroglossalis, hygorma colli.
6) Dada: pemeriksaan terhadap bentuk, pembesaran buah dada,
pernapasan, retraksi intercostal, subcostal sifoid, merintih, pernapasan
cuping hidung, serta bunyi paru-paru (sonor, vesikular, bronchial, dan
lain-lain).
7) Jantung: pemeriksaan terhadap pulsasi, frekuensi bunyi jantung,
kelainan bunyi jantung.
8) Abdomen: pemeriksaan terhadap membuncit (pembesaran hati, limpa,
tumor aster), scaphoid (kemungkinan bayi menderita
difragmatika/atresia esofagus tanpa fistula).
9) Tali pusat: pemeriksaan terhadap perdarahan, jumlah darah pada tali
pusat, hernia di tali pusat atau di selangkangan.
10) Alat kelamin: pemeriksaan terhadap testis apakah berada di dalam
skrotum, penis berlubang pada ujung (pada bayi laki-laki), vagina
berlubang, apakah labia mayora menutupi labia minora (pada bayi
perempuan).
11) Lain-lain: mekonium harus keluar dalam 24 jam sesudah lahir, bila
tidak, harus waspada terhadap atresia ani atau obstruksi usus. Selain
itu, urin juga harus keluar dalam 24 jam. Kadang pengeluaran urin
tidak diketahui karena pada saat bayi lahir, urin keluar bercampur
dengan air ketuban. Bila urin tidak keluar dalam 24 jam. Kadang
pengeluaran urin tidak diketahui karena pada saat bayi lahir, urin
keluar bercampur dengan air ketuban. Bila urin tidak keluar dalam 24
jam, maka harus diperhatikan kemungkinan adanya obstruksi saluran
kemih.
(Sondakh, 2015)

d. Identifikasi bayi
Untuk memudahkan identifikasi, alat pengenal bayi perlu dipasang
segera pascapersalinan. Alat yang digunakan sebaiknya tahan air, dengan
tepi halus yang tidak mudah melukai, tidak mudah sobek, dan tidak
mudah lepas. Pada alat/gelang identifikasi, tercantum nama (bayi dan
ibunya), tanggal lahir nomor bayi, jenis kelamin, dan unit. Sidik telapak
kaki bayi dan sidik jari ibu harus tercetak dicatatan yang tidak mudah
hilang. Berat lahir, panjang bayi, lingkar kepala dan lingkar perut diukur,
kemudian dicatat dalam rekam medis.
(Sondakh, 2015)
e. Perawatan lain-lain
1) Lakukan perawatan tali pusat
Perawatan tali pusat yang benar dan lepasnya tali pusat dalam
minggu pertama secara bermakna mengurangi insiden infeksi pada
neonatus. Jelly Wharton yang membentuk jaringan nekrotik dapat
berkolonisasi dengan organisme pathogen, kemudian menyebar dan
menyebabkan infeksi kulit dan infeksi sistemik pada bayi. Yang
terpenting dalam perawatan tali pusat ialah menjaga agar tali pusat
tetap kering dan bersih. Cuci tangan dengan sabun dan air bersih
sebelum merawat tali pusat. Bersihkan dengan lembut kulit di sekitar
tali pusat dengan kapas basah, kemudian bungkus dengan
longgar/tidak terlalu rapat dengan kasa bersih/steril kering. Popok atau
celana bayi diikat di bawah tali pusat tidak menutupi tali pusat untuk
menghindari kontak dengan feses dan urin. Hindari penggunaan
kancing, koin atau uang logam untuk membalut tekan tali pusat.
Menurut hasil penelitian oleh Siti Zuniyati, Ariathi Eka
Sutryandari dan Tri Anasari Akademi Kebidanan YLPP Purwokerto
tentang “Rerata Waktu Pelepasan Tali Pusat berdasarkan Jenis
Perawatan Tali Pusat pada Bayi Baru Lahir di Kecamatan Patikraja
Kabupaten Banyumas” Jurnal Ilmiah Kebidanan, Vol. 2 No.1 Edisi
Juni 2011 adalah :”Rerata waktu pelepasan tali pusat menggunakan
kasa kering yaitu 131 jam 27 menit, menggunakan kasa alkohol 70 %
yaitu 174 jam 43 menit dan menggunakan kasa povidon-iodine 10 %
yaitu138 jam 25 menit. Dengan demikian rerata waktu pelepasan tali
pusat tercepat adalah menggunakan kasa kering.“
2) Dalam waktu 24 jam dan sebelum ibu dan bayi dipulangkan ke rumah,
diberikan imunisasi BCG, polio, dan hepatitis B.
3) Orangtua diajarkan tanda-tanda bahaya bayi dan mereka diberitahu
agar merujuk bayi dengan segera untuk perawatan lebih lanjut jika
ditemui hal-hal berikut:
a) Pernapasan: sulit atau lebih dari 60 kali/menit
b) Warna: kuning (terutama pada 24 jam pertama), biru, atau pucat.
c) Tali pusat: merah, bengkak, keluar cairan (nanah), bau busuk,
pernapsan sulit.
d) Feses/kemih: tidak berkemih dalam 24 jam, feses lembek, sering
kejang, tidak bisa tenang, menangis terus-menerus.
4) Orangtua diajarkan cara merawat bayi dan melakukan perawatan
harian untuk bayi baru lahir, meliputi:
a) Pemberian ASI sesuai dengan kebutuhan setiap 2-3 jam, mulai
dari hari pertama.
b) Menjaga bayi dalam keadaan bersih, hangat dan kering, serta
mengganti popok.
c) Menjaga tali pusat dalam keadaan bersih dan kering.
d) Menjaga keamanan bayi terhadap trauma dan infeksi

(Sondakh, 2015)

6. Rawat Gabung (Bonding Attachment)


Kontak kulit dengan kulit, serta mata dengan mata antara ibu dan bayi
yang dapat dibina segera setelah lahir harus tetap dipertahankan. Ibu
sebaiknya tidak dibatasi untuk berhubungan dengan anaknya. Sistem rawat
pisah adalah dimana ibu dan bayi hanya diperbolehkan mengunjungi bayinya
jika diperlukan. Bila dibandingkan dengan rawat pisah, rawat gabung
memilki banyak keuntungan, seperti memperkuat hubungan ibu dan anak,
bayi dapat menyusu saat membutuhkan ASI dan menyusu tanpa jadwal,
sehingga dapat membangun hubungan yang lebih dekat dengan ayah maupun
anggota keluarga lain.
Risiko infeksi neonatal merupakan suatu hal yang dipermasalahkan,
namun kenyataannya infeksi lebih jarang terjadi di ruangan tersebut
dibandingkan di ruangan bayi yang tertutup, dimana risiko epidemic yang
luas dapat terjadi. Pentingnya rawat gabung dimana pemberian ASI dini akan
berpengaruh pada sistem kekebalan tubuh bayi. Ada beberapa bayi yang
terpapar sekaligus terlindung dari kuman penyakit, sehingga terbentuk
kekebalan aktif pada kehidupan selanjutnya.
Sebaliknya, bayi yang dirawat di ruang bayi cenderung mendapat
kuman penyakit yang didapat dari petugas rumah sakit. Mikroorganisme
tersebut biasanya lebih pathogen dan kadang-kadang kebal terhadap
antibiotika. ASI tidak mengandung zat antibody khusus untuk
mikroorganisme ini. Hal ini menjelaskan mengapa dalam lingkungan seperti
itu mudah sekali terjadi epidemi penyakit kulit ISPA dan saluran cerna.
Rawat gabung juga mengurangi kebutuhan keluarga untuk mengantar bayi ke
ruang ibu yang sering kali letaknya cukup jauh, sehingga tenaga bisa
dialihkan untuk hal-hal lainnya.
Ada beberapa cara untuk melakukan rawat gabung dengan perawatan
ibu di rumah sakit. Prinsip utama yang penting adalah membiarkan ibu bebas
dan mudah untuk mendekati serta merawat bayinya. Bayi dapat ditempatkan
di tempat tidur ibunya atau di tempat tdidur lain (boks bayi) di ruangan yang
sama untuk membentuk kedekatan ibu dan bayinya.
(Sondakh, 2015)

7. Jadwal Imunisasi
Imunisasi adalah suatu upaya untuk menimbulkan/meningkatkan
kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu penyakit, sehingga bila suatu
saat terpajan dengan penyakit tersebut tidak akan sakit atau hanya mengalami
sakit ringan.
Imunisasi wajib merupakan imunisasi yang diwajibkan oleh pemerintah
untuk seseorang sesuai dengan kebutuhannya dalam rangka melindungi yang
bersangkutan dan masyarakat sekitarnya dari penyakit menular tertentu.
Imunisasi wajib terdiri atas imunisasi rutin, imunisasi tambahan, dan
imunisasi khusus. Imunisasi yang dapat diberikan kepada bayi adalah imunisasi
rutin, imunisasi tersebut meliputi imunisasi dasar yang diberikan kepada bayi
sebelum berusia 1 (satu) tahun.
a Imunisasi dasar
Tabel 1. Jadwal pemberian imunisasi dasar

Umur Jenis
0-7 hari Hepatitis B0
1 bulan BCG, Polio 1
2 bulan DPT-HB-Hib 1, Polio 2
3 bulan DPT-HB-Hib 2, Polio 3
4 bulan DPT-HB-Hib 3, Polio 4
9 bulan Campak
Catatan:
 Bayi lahir di institusi Rumah Sakit, Klinik dan Bidan Praktik Swasta,
imunisasi BCG dan Polio 1 diberikan sebelum di pulangkan.
 Bayi yang mendapatkan imunisasi dasar DPT-HB-Hib 1, DPT-HB-
Hib 2, dan DPT-HB-Hib 3, dinyatakan mempunyai status imunisasi
T2.
(Walyani, 2015)

E. KB (KELUARGA BERENCANA)
1. Pengertian KB
Keluarga berencana (KB) adalah suatu program yang dicanangkan
pemerintah dalam upaya peningkatan kepedulian dan peran serta masyarakat
melalui pendewasaan usia perkawinan (PUP), pengaturan kelahiran,
pembinaan ketahanan keluarga, peningkatankeseejahteraan keluarga kecil,
bahagia dan sejahtera. (Yuhedi, 2013)

2. Macam – macam KB
a) Metode Sederhana Tanpa Alat
1) KB Alamiah
(a) Metode Kalender
(1) Pengertian
Pantang berkala atau sistem kalender merupakan salah satu
cara/metode kontrasepsi sederhana yang dapat di kerjakan
sendiri oleh pasangan suami istri dengan tidak melakukan
senggama pada masa subur yang biasanya 12-16 hari sebelum
hari pertama masa menstruasi berikutnya. Metode ini di
dasarkan pada perhitungan mundur siklus menstruasi wanita
selama 6-12 bulan siklus yang tercatat. Metode ini efektif bila
dilakukan secara baik dan benar.
(2) Teknik Metode Kalender
Seorang wanita menentukan masa suburnya dengan:
 Mengurangi 18 hari dari siklus haid terpendek untuk
menentukan awal dari masa suburnya
 Mengurangi 11 hari dari siklus haid terpanjang untuk
menentukan akhir masa suburnya
(3) Kerugian
 Tidak dapat di andalkan karena tidak memperhitungkan
siklus yang tidak teratur
 Stress, penyakit, dan perjalanan dapat mempengaruhi
siklus menstruasi
 Membutuhkan catatan siklus menstruasi selama 6-12
bulan sebelum digunakan
(4) Keuntungan
 Dalam kendali wanita
 Meningkatkan pengetahuan mengenai kesuburan
 Dapat dipadukan dengan metode yang lain

(5) Efektifitas
Angka kegagalan 14, 4-47 kehamilan pada 100 wanita
pertahun.
(Setiyaningrum, 2015)
(b) Metode Suhu Basal
(1) Pengertian
Suhu tubuh basal adalah suhu terendah yang dicapai
oleh tubuh selama istirahat atau dalam keadaan istirahat
(tidur).Pengukuran suhu basal dilakukan pada pagi hari segera
setelah bangun tidur dan sebelum melakukan aktivitas lainnya.
Metode suhu tubuh di lakukan dengan wanita
mengukur suhu tubuhnya setiap hari untuk mengetahui suhu
tubuh basalnya. Setelah ovulasi suhu basal (BBt/Basal Body
Temperature) akan sedikit turun dan akan naik sebesar (0,2 –
0,4ºC) dan menetap sampai masa ovulasi berikutnya.
Hal ini terjadi karena setelah ovulasi hormon
progesterone disekresi oleh korpus luteum yang menyebabkan
suhu tubuh basal wanita naik, Aturan perubahan suhu:
 Mengukur suhu pada waktu yang hampir sama setiap pagi
(sebelum bangkit dari tempat tidur) dan mencatat suhu ibu
pada kartu yang telah disediakan oleh instruktur KBA.
 Memakai catatan suhu pada kartu tersebut untuk 10 hari
pertama dari siklus haid untuk menentukan suhu tertinggi
dari suhu yang normal, rendah. Mengabaikan suhu tinggi
yang disebabkan oleh demam atau gangguan lain.
 Menarik garis pada 0,05ºC – 0,1ºC di atas suhu tertinggi
dari 10 suhu 10 hari tersebut. Ini dinamakan garis
pelindung (cover line) atau garis suhu.
 Masa tak subur mulai pada sore setelah hari ketiga
berturut-turut suhu berada di atas garis pelindung tersebut.
Catatan:
 Jika salah satu dari 3 suhu tersebut di bawah garis
pelindung (cover line) selama perhitungan 3 hari, ini
mungkin tanda bahwa ovulasi belum terjadi. Untuk
menghindari kehamilan menunggu sampai 3 hari berturut-
turut suhu tersebut di atas garis pelindung sebelum
memulai senggama.
 Ketika mulai masa tak subur, tidak perlu untuk mencatat
suhu basal ibu. Ibu dapat berhenti mencatat sampai haid
berikut mulai dan bersenggama sampai hari perhatian
berikutnya.
(2) Kerugian
 Membutuhkan motivasi
 Perlu diajarkan oleh spesialis keluarga berencana alami
 Suhu tubuh basal dipengaruhi oleh penyakit, gangguan
tidur, stress, alkohol, dan obat-obatan, misalnya aspirin.
 Apabila suhu tubuh tidak diukur pada sekitar waktu yang
sama setiap hari akan menyebabkan ketidakakuratan suhu
tubuh.
 Tidak mendeteksi permulaan masa subur sehingga
mempersulit untuk mencapai kehamilan.
 Membutuhkan masa pantang yang lama, karena ini
hanyalah mendeteksi pasca ovulasi.
(3) Keuntungan
 Meningkatkan pengetahuan dan kesadaran pasangan
terhadap masa subur.
 Membantu wanita yang mengalami siklus tidak teratur
dengan cara mendeteksi ovulasi.
 Dapat membantu menunjukan perubahan tubuh lain
seperti lender serviks.
 Berada dalam kendali wanita.
 Dapat digunakan mencegah atau meningkatkan kehamilan

(4) Efek Samping


Pantang yang terlampau lama dapat menimbulkan stress
atau frustasi. Hal ini dapat diatasi dengan pemakaian kondom
atau tablet sewaktu senggama.
(5) Efektifitas
Daya guna teoritis adalah 15 kehamilan per 100 wanita
pertahun. Daya guna pemakaian adalah 20-30 kehamilan per
100 tahun-wanita. Daya guna dapat ditingkatkan dengan
menggunakan pula cara rintangan, misalnya kondom atau obat
spermisida di samping pantang berkala.
(6) Faktor yang Mempengaruhi Keandalan Metode Suhu Basal
Tubuh
Adapun factor yang mempengaruhi keadaan metode suhu
basal tubuh antara lain:
 Penyakit
 Gangguan
 Merokok dan atau minum alcohol
 Pengguna obat-obatan ataupun narkoba
 Stress
 Penggunaan selimut elektrik
(7) Petunjuk Bagi Pengguna Metode Suhu Basal Tubuh
Aturan perubahan suhu/temperature adalah sebagai berikut:
 Suhu diukur pada waktu yang hampir sama setiap pagi
(sebelum bangun dari tempat tidur)
 Catat suhu ibu pada kartu yang telah tersedia
 Gunakan catatan suhu pada kartu tersebut untuk 10 hari
pertama dari siklus haid untuk menentukan suhu tertinggi
dari suhu yang “normal dan rendah” dalam pola tertentu
tanpa kondisi-kondisi di luar normal atau biasanya.
 Abaikan setiap suhu tinggi yang disebabkan oleh demam
atau gangguan lain.
 Tarik garis padda 0,05ºC – 0,1ºC diatas suhu tertinggi dari
suhu 10 hari tersebut. Garis ini disebut garis pelindung
(cover line) atau garis suhu.
 Periode tak subur mulai pada sore hari setelah hari ketiga
berturut-turut suhu tubuh berada di atas garis
pelindung/suhu basal.
 Hari pantang senggama dilakukan sejak hari pertama haid
hingga sore ketiga kenaikan secara berurutan suhu basal
tubuh (setelah masuk periode masa tak subur).
 Masa pantang untuk senggama pada metode suhu basal
tubuh lebih panjang dari metode ovulasi billings.
 Perhatian kondisi lender subur dan tak subur yang dapat
diamat
(Setiyaningrum, 2015)
(c) Metode lender Serviks
Lendir serviks dapat diamati seorang wanita setiap harinya,
pada saat setelah menstruasi lender serviks itu sangat sediit bisa
dikatakan masa “kering”. Dimana saat itu estrogen dan
progesterone sangat rendah, dan lender tersebut adalah lender
masa tak subur. Kadang tampak sedikit lender yang sangat
lengket dan bila di rentangkan dua jari akan putus.
Ketika ovum mulai matang, jumlahesterogen yang
dihasilkan meningkat, hal ini menyebabkan peningkatan lender
serviks, hal ini lah yang menandai permulaan fase subur.
Lender yang dihasilkan adalah lender type-E (estrogenic):
 Diproduksi pada fase akhir pra-ovulasidan fase ovulasi
 Sifat – sifat :
 Banyak, tipis, seperti air (jernih) dan viskositas rendah.
 Spinnbarkeit (elastisitas) besar. Spinnbarkeit: sampai
seberapa jauh lender dapat diregangkan sebelum putus.
 Bila dikeringkan terjadi bentuk seperti daun pakis.
 Gambarannya seperti putih telur mentah.
 Disebut sebagai lender masa subur.
 Spermatozoa dapat menembus lender ini.
Empat hari setelah hari terakhir lender masa subur, yang
dinamakan Lendir type-G (Progesteron):
 Diproduksi pada fase awal pra-ovulasi dan setelah ovulasi.
 Sifat – sifat :
 Kental
 Keruh
 Dibuat karena peninggian kadar progesterone
 Spermatozoa tidak dapat menembus lender ini.
Perubahan lender ini disebabkan karena ovum telah
dilepaskan dan kadar esterogen telah turun.
(1) Ciri – ciri Lendir Serviks Pada Berbagai Fase Dari Siklus
haid(30 Hari)
 Fase I
 Haid
 Hari 1-5
 Lendir dapat ada atau tidak, dan tertutup oleh darah
haid
 Perasaan wanita: basah
 Fase 2
 Post-haid
 Hari 6-10
 Tidak ada lender atau hanya sedikit sekali
 Perasaan wanita: kering
 Fase 3
 Awal pra-ovulasi
 Hari 11-13
 Lender keruh, kuning atau putih dan liat. Perasaan
wanita: lembab

 Fase 4
 Segera sebelum, pada saat dan sesudah ovulasi
 Hari 14-17
 Lendir bersifat jernih, licin, basah, dapat
diregangkan
 Dengan konsistensi seperti putih telur
 Hari terakhir dari fase ini dikenal sebagai gejala
puncak
 Perasaan wanita lubrikstif/ basah
 Fase 5
 Post-ovulasi
 Hari 18-21
 Lendir sedikit, keruh
 Perasaan wanita lembab
 Fase 6
 Akhir post-ovulasi atau segera pra haid
 Lendir jernih dan seperti air
 Perasaan wanita: liat dan/ atau lembab/ basah

(2) Teknik Metode Lendir Serviks


Abstiens dimulai pada hari pertama diketahui adanya lender
setelah haid dan berkelanjutan sampai dengan hari keempat
setelah gejala puncak (peak symptom).
(3) Penyulit-penyulit Metode Lendir Serviks
 Keadaan fisiologis: sekresi vagina karena rangsangan
seksual
 Keadaan patologis: infeksi vagina, serviks, penyakit-
penyakit, pemakaian obat-obat
 Keadaan psikologis: stress (fisik dan emosional)
(4) Efektivitas Metode Lendir Serviks
 Angka kegagalan : 0,4-39,7 kehamilan pada 100 wanita
pertahun
 Disamping abstinens pada saat yang diperlukan, masih
ada 3 sebab lain terjadinya kegagalan/kehamilan :
 Pengeluaran lender mulainya terlambat
 Gejala puncak (peak symptom) timbul terlalu awal/
dini
 Lender tidak dirasakan oleh wanita atau
dinilai/interpretasi salah
(5) Keuntungan
 Dalam kendali wanita
 Meningkatkan kesadaran terhadap perubahan dalam
tubuh
 Memperkirakan lender yang subur sehingga
memungkinkan kehamilan
(6) Kerugian
 Membutuhkan komitmen
 Perlu diajari seorang yang ahli di bidang keluarga
berencana alamiah
 Membutuhkan 2-3 siklus untuk mempelajari metode
 Infeksi vagina menyulitkan identifikasi lender yang
subur
 Beberpa obat flu menghambat pengeluaran lender
 Melibatkan sentuhan tubuh yang tidak disukai wanita
 Membutuhkan pantang
(Setiyaningrum, 2015)
(d) Metode Simto Termal
(1) Pengertian
Merupakan kombinasi antara bermacam metode KB alamiah
untuk menentukan masa subur/ovulasi.
(2) Efektifitas
Angka kegagalan 4,9 – 34,4 kehamilan pada 100 wanita
pertahun.

(3) Kontra Indikasi


Umumnya merupakan kontra indikasi relative:
 Siklus haid yang tidak teratur
 Riwayat siklus haid yang an ovulatoir
 Kurve suhu badan yang tidak teratur
(4) Komplikasi
 Komplikasi langsung tidak ada
 Persoalan timbul bila terjadi kegagalan/ kehamilan,
karena ada data-data yang menunjukan timbulnya
kelainan-kelainan janin sehubungan dengan terjadinya
fertilisasi oleh spermatozoa dan ovum yang berumur tua/
terlalu matang.
(Setiyaningrum, 2015)
(e) MAL
(1) Pengertian MAL
 Metode Amenore Laktasi (MAL) merupakan alat
kontrasepsi yang mengandalkan pemberian air susu ibu
(ASI).
 MAL adalah suatu metode kontrasepsi dengan cara
memberikan ASI kepada bayinya secara penuh.
(2) Syarat MAL
 Bayi tersebut harus berusia kurang dari 6 bulan.
 Wanita tersebut tidak mengalami perdarahan vaginal
setelah 56 hari postpartum.
 Menyusui harus menjadi sumber nutrisi eksklusif untuk
bayinya.
(3) Cara Kerja MAL
 Konsentrasi prolaktin meningkatkan sebagai respons
terhadap stimulus pengisapan berulang ketika menyusui.
Dengan intensitas dan frekuensi yang cukup, kadar
prolaktin akan tetap tinggi. Hormon prolaktin yang
merangsang produksi ASI juga mengurangi kadar
hormone LH yang diperlukan untuk memelihara dan
melangsungkan siklus menstruasi.
 Kadar prolaktin yang tinggi menyebabkan ovarium
menjadi kurang sensitif terhadap perangsangan
gonadotropin yang memang sudah rendah, dengan akibat
timbulnya inaktivasi ovarium, kadar esterogen yang
rendah dan anovulasi. Bahkan pada saat aktivitas ovarium
mulai pulih kembali, kadar prolaktin yang tinggi
menyebabkan fase luteal yang singkat dan fertilitas
menurun.
 Jadi, intinya cara kerja MAL ini adalah dengan penundaan
atau penekanan ovulasi.
(4) Efektifitas MAL
 Jika seorang ibu memberikan ASI kepada bayinya sesuai
dengan criteria MAL, maka kemungkinan untuk ibu hamil
dalam 6 bulan pertama setelah melahirkan hanya kurang
dari 2%.
 Bagaimanapun untuk kebanyakan wanita 1 dari 50
kemungkinan untuk terjadinya kehamilan yang tidak
terduga lebih besar resikonya dibandingkan mereka yang
mengkombinasikan pemberian ASI / laktasi dengan
metode kontrasepsi saja.
(5) Beberapa Syarat Untuk Mencapai Keefektifan 98%:
 Ibu harus menyusui secara penuh atau hampir penuh
(hanya sesekali diberi 1-2 teguk air/minuman pada
upacara adat/agama)
 Perdarahan sebelum 56 hari pasca persalinan dapat
diabaikan (belum dianggap haid).
 Bayi menghisap secara langsung.
 Menyusui dimulai dari ½ - 1 jam setelah bayi lahir.
 Kolostrum diberikan kepada bayi
 Pola menyusui on demand (menyusui setiap saat bayi
membutuhkan dan dari kedua payudara).
 Sering menyusui selama 24 jam termasuk malam hari
 Hindari jarak menyusui lebih dari 4 jam.
(6) Keuntungan Kontrasepsi MAL
(a) Kontrasepsi
 Efektifitas tinggi (keberhasilan 98% pada 6 bulan
pascapersalinan).
 Segera efektif
 Tidak menunggu senggama
 Tidak ada efek samping secara sistemik
 Tidak perlu pengawasan medic
 Tidak perlu obat atau alat
 Tanpa biaya
(b)Nonkontrasepsi
 Untuk Bayi
 Mendapat kekebalan pasif (mendapatkan
antibody perlindungan lewat ASI).
 Sumber asupan gizi yang terbaik dan sempurna
untuk tumbuh kembang bayi yang optimal.
 Terhindar dari keterpaparan terhadap kontaminasi
dai air, susu lain atau formul, atau alat minum
yang dipakai.
 Untuk Ibu
 Mengurangi perdarahan pscapersalinan
 Mengurangi resiko anemia
 Meningkatkan hubungan psikologik ibu dan bayi
(7) Keterbatasan MAL
 Perlu persiapan sejak awal perawatan kehamilan agar
segera menyusui dalam 30 menit pascapersalinan.
 Mungkin sulit dilaksanakn karena kondisi social
 Efektivitas tinggi hanya sampai kembalnya haid atau
sampai dengan 6 bulan. Hanya wanita amenore yang
memberikan ASI secara eksklusif dengan interval teratur,
termasuk pada waktu malam hari, yang selama 6 bulan
pertama mendapatkan perlindungan kontrasepsif sama
dengan perlindungan yang diberikan oleh kontrasepsi
oral. Dengan munculnya menstruasi atau setelah 6 bulan,
resiko ovulasi meningkat.
 Tidak melindungi terhadap infeksi menular seksual
(IMS) termasuk HbV dan HIV.
(8) Indikasi Penggunaan MAL
 Ibu yang menyusui secara eksklusif dan bayinya berusia
kurang dari 6 bulan.
 Belum mendapat menstruasi setelah melahirkan.
 Kita dapat mendorong ibu untuk memilih metode lain
dengan tetap menganjurkannya untuk melanjutkan ASI,
saat terjadi keadaan-keadaan seperti:
 Bayi mulai diberikan makanan pendamping secara
teratur (menggantikan satu kali menyusui)
 Menstruasi sudah mulai kembali
 Bayi sudah tidak terlalu sering menyusu
 Bayi sudah berusia 6 bulan atau lebih
(9) Kontraindikasi Penggunaan MAL
 Sudah mendapat menstruasi setelah persalinan
 Tidak menyusui secara eksklusif
 Bayinya sudah berumur lebih dari 6 bulan
 Bekerja dan terpisah dari bayi lebih lama dari 6 jam
(Setiyaningrum, 2015)
2) Coitus Interuspus
a) Pengertian
Senggama terputus adalah metode keluarga berencana
tradisional, dimana pria mengeluarkan kelaminnya (penis) dari
vagina sebelum pria mencapai ejakulasi.
b) Cara Kerja
Alat kelamin dikeluarkan sebelum ejakulasi sehingga
sperma tidak masuk kedalam vagina dan kehamilan dapat
dicegah.
c) Manfaat
(1) Kontrasepsi
 Efektif bila digunakan dengan benar
 Tidak mengganggu produksi ASI
 Dapat digunakan sebagai pendukung metode KB lainnya
 Tidak ada efek samping
 Dapat digunakan setiap waktu
 Tidak membutuhkan biaya

(2) Nonkontrasepsi
 Meningkatkan keterlibatan suami dalam keluarga
berencana
 Untuk pasangan memungkinkan hubungan lebih dekat dan
pengertian yang sangat dalam

d) Keterbatasan
 Efektifitas bergantung pada kesediaan pasangan untuk
melakukan senggama terputus setiap melaksanakannya
(angka kegagalan 4-18 kehamilan per 100 perempuan
pertahun)
 Efektifitas akan jauh menurun apabila sperma dalam 24
jam sejak ejakulasi melekat pada penis
 Memutus kenikmatan dalam berhubungan seksual
e) Dapat digunakan Oleh
 Suami yang ingin berpatisipasi aktiv dalam keluarga
berencana
 Pasangan yang taat beragama atau mempunyai alas an
filosofi untuk tidak memakai metode-metode lain
 Pasangan yang memerlukan kontrasepsi segera
 Pasangan yang memerlukan metode sementara, sambil
menunggu
f) Tidak Dapat Dilakukan Oleh
 Suami dengan pengalaman ejakulasi dini
 Suami yang sulit melakukan senggama terputus
 Suami yang memiliki kelainan fisik atau psikologi
 Ibu yang mempunyai pasangan yang sulit bekerjasama
 Pasangan yang kurang dapat saling berkomunikasi
 Pasangan yang tidak bersedia melakukan senggama
terputus
g) Yang Harus Diinformasikan Pada Klien
 Meningkatkan kerjasama dan membangun saling
pengertian sebelum melakukan hubungan seksual dan
pasangan harus mendiskusikan dan menyepakati
penggunaan metode senggama terputus
 Sebelum berhubungan pria terlebih dahulu mengosongkan
kandung kemih dan membersihkan ujung penis untuk
menghilangkan sperma dari ejakulasi sebelumnya
 Apabila merasa akan ejakulasi, pria segera mengeluarkan
penisnya dari vagina dan mengeluarkan sperma di luar
vagina. Pastikan pria tdak terlambat melaksanakannya.
 Tidak dianjurkan pada masa subur
(Setiyaningrum, 2015)

b) Metode Sederhana Dengan Alat


1) Mekanis / Barier
(a) Kondom
(1) Pengertian
Kondom merupakan selubung/sarung karet yang terbuat dari
berbagai bahan diantaranya lateks (karet), plastik (vinil) atau
bahan alami (produksi hewani) yang dipasang pada penis saat
berhubungan. Manghalangi masuknya spermatozoa ke dalam
traktur genitalia interna wanita.
(2) Ukuran Kondom
 Ada 2 kelas ukuran kondom ;
Kelas I: panjang 160 mm, lebar 52 ± 2 mm
Kelas II: panjang 150 mm, lebar 48 ± 2mm
 Umumnya ukuran standar kondom adalah
Panjang : minimal 160 mm
Lebar : 45-55 mm
Tebal : maksimal 0,07-0,16 mm
(3) Tipe Kondom
 Kondom biasa
 Kondom berkontur (bergerigi)
 Kondom bararoma
 Kondom tidak beraroma
(4) Macam-macam Kondom
 Kulit
- Dibuat dari membrane usus biri-biri (caecum)
- Tidak meregang atau mengkerut
- Menjalarkan panas tubuh, sehingga dianggap tidak
mengurangi sensitivitas selama senggama
- Lebih mahal
- Jumlahnya < 1 % dari semua Janis kondom
 Lateks
- Paling banyak dipakai
- Murah
- Elastik
 Plastik
- Sangat tipis (0,025-0,035 mm)
- Juga menghantarkan panas tubuh
- Lebih mahal dari kondom lateks
(5) Cara Kerja
 Mencegah sperma masuk ke saluran reproduksi wanita
 Sebagai alat kontrasepsi
 Sebagai pelindung terhadap infeksi atau transmisi mikro
organism penyebab PMS
(6) Keutungan
(a) Keuntungan kondom secara kontrasepsi antara lain;
 Efektif bila pemakaian benar
 Tidak mengganggu produksi ASI
 Tidak mengganggu kesehatan klien
 Tidak mempunyai pengaruh sistemik
 Murah dan tersedia di berbagai tempat
 Tidak memerlukan resep dan pemeriksaan khusus
 Metode kontrasepsi sementara

(b) Keuntungan kondom secara non kontrasepsi antara lain:


 Peran serta suami untuk ber-KB
 Mencegah penularan PMS
 Mencegah ejakulasi dini
 Mengurangi insidensi kanker serviks
 Adanya interaksi sesame pasangan
 Mencegah imuno infrtilitas
(7) Keterbatasan
 Efektivitas tidak terlalu tinggi
 Tingkat efektivitas tergantung pada pemakaian kondom
yang benar
 Adanya pengurangan sensitivitas pada penis
 Harus selalu tersedia setiap kali berhubungan seksual
 Perasaan malu membeli ditempat umum
 Masalah pembuangan kondom bekas pakai
(8) Kontraindikasi
 Pria dengan ereksi yang tidak baik
 Riwayat syok septic
 Tidak bertanggung jawab secara seksual
 Interupsi seksual foreplay menghalangi minat seksual
 Alergi terhadap karet atau lubrikan pada partner seksual
(9) Waktu Pemasangan Kondom
 Bila hubungan seksual dilakukan pada saat istri sedang
dalam masa subur
 Bila istri tidak cocok dengan semua jenis alat/metode
kontrasepsi
 Setelah vasektomi kondom perlu dipakai sampai enam
minggu
 Sementara menunggu penggunaan metode/alat
kontrasepsi lainnya
 Bagi calon peserta pil kb yang sedang menunggu haid
 Apabila lupa minum pil kb dalam jangka waktu lebih
dari 36 jam
 Apabila salah satu dari pasangan suami istri menderita
penyakit menular seksual termasuk HIV/AIDS
 Dalam keadaan tidak ada kontrasepsi lain yang tersedia
atau yang dipakai pasangan suami istri
 Sementara menunggu pencabutan implant/susuk KB/alat
kontrasepsi bawah kulit, bila batas pemakaian implant
telah habis.
(10) Petunjuk penggunaan kondom
Tahap 1: Kondom dipasang saat penis ereksi, dan sebelum
melakukan hubungan badan
Tahap 2: Buka kemasan kondom secara hati-hati dari tepi,
dan arah robekan ke arah tengan. Jangan
menggunakan gigi, benda tajam saat membuka
kemasan
Tahap 3: Tekan ujung kondom dengan jari dan jempol untuk
menhindari udara masuk ke dalam kondom.
Pastikan gulungan kondom berada di sisi luar
Tahap 4: Buka gulungan kondom secara perlahan ke arah
pangkal penis, sambil menekan ujung kondom.
Pastikan posisi kondom tidak berubah selama
coitus, jika kondom menggulung, tarik kembali
gulungan ke pangkal penis.
Tahap 5: Setelah ejakulasi, lepas kondom saat penis masih
ereksi. Hindari kontak penis dan kondom dari
pasangan anda.
Tahap 6: Buang dan bungkus kondom bekas pakai ke tempat
yang aman.
(Setiyaningrum, 2015)

(b) Barier Intra Vagina


(1) Pengertian
Metode ini merupakan metode untuk menghalangi masuknya
spermatozoa ke dalam traktus genitalia interna wanita dan
mematikan spermatozoa oleh spermisidnya.
(2) Keuntungan
 Mencegah kehamilan
 Mengurangi insidens penyakit akibat hubungan seks
(3) Kerugian
 Angka kegagalan relative tinggi
 Aktivitas hubungan seks harus dihentikan sementara
untuk memasang alatnya
 Perlu dipakai secara konsisten, hati-hati dan terus
menerus pada setiap senggama
(4) Macam-macam Barier Intra Vagina
 Diafragma (Diaphragma)
- Pengertian
Diafragma adalah kap berbentuk bulat, cembung,
terbuat dari lateks (karet) yang dimasukan ke dalam
vagina sebelum koitus dan menutupi serviks.
- Jenis-jenis Diafragma
 Flat spring (diafragma pegas datar)
Jenis ini cocok untuk vagina normal dan
disarankan untuk pemakaian pertama kali.
Memiliki pegas jam yang kuat dan mudah
dipasang.
 Coil spring
Jenis ini cocok untuk wanita yanga vaginanya
kencang dan peka terhadap tekanan. Jenis ini
memiliki pegas komponen spiral dan jauh lebih
lunak dari pegas datar.

 Arching spring
Jenis ini bermanfaat pada dinding vagina yang
tampak kendur atau panjang dan posisi serviks
menyebabkan pemasangan sulit. Tipe ini
merupakan kombinasi dari flat spring dan coil
spring, dan menimbulkan tekanan yang kuat pada
dinding vagina.
- Cara Kerja
Alat kontrasepsi metode barier yang berupa diafragma
ini mempunyai cara kerja sebagai berikut:
 Mencegah masuknya sperma melalui kanalis
servikalis ke uterus dan saluran telur.
 Sebagai alat untuk menempatkan spermisida
- Manfaat
Manfaat Konsepsi:
 Efektif bila digunakan dengan benar
 Tidak mengganggu produksi ASI
 Tidak mengganggu hubungan seksual karena
telah dipersiapkan sebelumnya
 Tidak mengganggu kesehatan klien
 Tidak mempunyai pengaruh sistemik
Manfaat Non Konsepsi:
 Memberikan perlindungan terhadap penyakit
menular seksual
 Dapat menampung darah menstruasi, bila
digunakan saat haid
- Pemasangan Diafragma
Tahap 1:
Kosongkan kandung kemih dan cuci tangan dengan
sabun dan air mengalir. Pastikan diafragma tidak
berlubang. Oleskan spermisida pada kap diafragma
secara merata.
Tahap 2:
Cari posisi yang nyaman pada saat pemasangan
diafragma. Posisi dapat dengan mengangkat satu kaki
ke atas kursi, dududk di tepi kursi, berbaring ataupun
sambil jongkok. Pisahkan bibir vulva. Tepi diafragma
melipat menjadi dua dengan sisi yang lain. Letakkan
jari telunjuk di tengah kap untuk pegangan yang kuat.
Spermisida harus berada di dalam kap.
Tahap 3:
Masukan diafragma ke dalam vagina jauh ke belakang,
dorong bagian depan pinggir ke atas, dibalik tulang
pubis. Masukan jari ke dalam vagina sampai
menyentuh serviks. Sarungkan karetnya dan pastikan
serviks telah terlindungi.
Perhatian:
Diafragma masih terpasang dalam vagina sampai 6 jam
setelah berakhir hubungan seksual. Jika hubungan
seksual berlangsung diatas 6 jam setelah pemasangan,
tambahkan spermisida ke dalam vagina .jangan
meninggalkan diafragma ke dalam vagina lebih dari 24
jam.
- Pelepasan Diafragma
Tahap 1:
Sebelum melepas diafragma cuci tangan dengan sabun
dan air mengalir. Kait bagian ujung diafragma dengan
bagian telunjuk dan tengah untuk memegang
penampung.
Tahap 2:
Tarik diafragma turun dan tarik keluar. Cuci dengan
sabun dan air kemudian keringkan sebelum disimpan
kembali di tempatnya.
(Setiyaningrum, 2015)

 Kap Serviks
Yaitu suatu alat yang hanya menutupi serviks saja.
Dibandingkan diafragma, kap serviks lebih dalam atau
lebih dalam atau lebih tinggi kubahnya tetapi
diameternya lebih kecil, dan umumnya lebih kaku.
Zaman dahulu, kap serviks terbuat dari logam atau
plastic, sekarang yang banyak adalah karet.
- Macam-macam kap serviks
 Prentif Cavity-Rim Cap
o Paling sering dipakai
o Tersedia dalam ukuran, dengan diameter
dalam 22, 25, 28, dan 31 mm
 Dumas atau Vault Cap
o Relative dangkal, berbentuk mangkuk
dengan pinggir alas yang tebal dan bagian
tengah yang tipis
o Tersedia dalam 5 ukuran dari 50-75 mm
o Cocok untuk wanita yang tidak dapat
memakai diafragma oleh karena tonus otot-
otot vagina yang kurang baik atau wanita
dengan serviks yang terlalu pendek
 Vimule Cap
o Berbentuk lonceng yang panjang dengan
pinggir yang menonjol untuk memperkuat
hubungan dengan sekitarnya
o Cocok untuk wanita dengan tonus otot yang
kurang baik, dan serviks yang lebih panjang
rata-rata
o Tersedia dalam ukuran 42-55

- Keuntungan
 Efektif, meskipun tanpa spermisid, tetapi bila
dibiarkan di serviks untuk waktu > 24 jam,
pemberian spermisid sebelum bersenggama
akan menambah efektivitasnya.
 Kap serviks dapat dibiarkan selama seluruh
periode intermenstrual, dan hanya perlu
dikeluarkan pada saat perkiraan datangnya haid.
(Tetapi ini tidak dianjurkan).
 Tidak terasa oleh suami pada saat bersenggama
 Dapat dipakai oleh wanita sekalipun ada
kelainan anatomis/fungsional dari vagina
misalnya: sistokel, rektokel, prolapses uteri,
tonus otot vagina yang kurang baik.
 Kap serviks hanya menutupi serviks saja,
sehingga tidak memerlukan pengukuran ulang
bilamana terjadi perubahan tonus otot vagina.
 Jarang terlepas selama senggama
- Kerugian
Pemasangan dan pengeluarannya lebih sulit karena
letak serviks yang jauh di dalam vagina
- Efek samping
 Hanya ada satu efek samping minor yaitu
timbulnya secret yang sangat berbau bila kap
serviks dibiarkan terlalu lama di dalam vagina.
 Yang selalu harus dipikirkan adalah
kemungkinan:
o Sindrom syok toksik
o Infeksi traktus urinarius yang berulang-ulang
o Bertambahnya abnormalitas serviks
sehubungan dengan HPV (Humam Papilloma
Virus).
 Spons
Sponge berbentuk bantal, satu sisi dari sponge
berbentuk cekung yang dimaksudkan untuk menutupi
serviks dan mengurangi kemungkinan perubahan letak
spons selama senggama. Sisi lainnya mempunyai tali
untuk mempermudah pengeluarannya.
- Efek Samping dan Komplikasi
 Iritasi atau reaksi alergi yang umumnya
disebabkan oleh spermisidnya.
 Kemungkinan infeksi vagina oleh jamur
bertambah besar.
 Kemungkinan timbulnya Syndrom Syok Toksik.
- Catatan Penting Untuk Akseptor
 Jaga kebersihan tangan sebelum memasang sponge
dan saat mengeluarkannya
 Jangan melampaui batas waktu 24 jam untuk
membiarkan sponge in situ.
 Jangan menggunakan sponge bila sedang haid, bila
ada perdarahan pervaginal atau apabila ada flour
albus.
 Jangan menggunakan sponge selama 6-12 minggu
post partum (pakailah kondom).
 Perhatikan tanda-tanda bahaya Syndrom Syok
Toksik.
 Kondom Wanita
Ini merupakan kombinasi antara diafragma dan
kondom, alat ini terdiri dari dua cincin polyurethane
yang lentur berbentuk diafragma yang terdapat pada
masing-masing ujung dari suatu selubung lunak
polyurethane yang longgar. Sebelum dipasang,
biasanya ditambahkan spermisid pada alatnya.
Cincin dalam dipasang tinggi di dalam vagina, dan
tidak perlu dipasang tepat menutupi serviks karena
akan terdorong ke atas selama senggama. Cincin luar
menutupi labia landasan dari penis. Selama
bersenggama cincin luar menutupi labia dan dasar dari
penis.
Alasan utama dari dikembangkannya kondom wanita
adalah karena pada kondom pria dan diafragma biasa,
kedua alat tersebut menutupi daerah perineum sehingga
masih ada kemungkinan penyebaran mikroorganisme
penyebaran PMS.
(Setiyaningrum, 2015)

2) Kimiawi
(a) Spermisida
(1) Pengertian
Spermisida adalah bahan kimia yang digunakan untuk
membunuh sperma. Yang dikemas dalam bentuk:
 Aerosol (busa).
 Tablet vaginal, supposituria, atau dissolvable film.
 Krim
(2) Cara Kerja
Menyebabkan sel membran sperma pecah, memperlambat
pergerakan sperma, dan menurunkan kemampuan pembuahan
sel telur.

(3) Manfaat
Kontrasepsi:
 Efektif seketika (busa dan krim)
 Tidak mengganggu produksi ASI
 Bisa digunakan sebagai pendukung metode yang lain.
 Tidak mengganggu kesehatan klien.
 Tidak mempunyai pengaruh sistemik.
 Mudah digunakan.
 Meningkatkan lubrikasi selama hubungan seksual
 Tidak perlu resep dokter atau pemeriksaan kesehatan
khusus.
Non Kontrasepsi:
 Merupakan salah satu perlindungan terhadap IMS
termasuk HBV dan HIV/AIDS.
(4) Keterbatasan
 Efektivitas kurang (3-21 kehamilan per 100 perempuan
per tahun pertama).
 Efektivitas sebagai kontrasepsi tergantung pada kepatuhan
mengikuti cara penggunaan.
 Ketergantungan penggunaan dari motivasi berkelanjutan
dengan memakai setiap melakukan hubungan seksual.
 Penggunaan harus menunggu 10-15 menit setelah aplikasi
sebelum melakukan hubungan seksual.
 Efektivitas aplikasi hanya 1-2 jam.
(Setiyaningrum, 2015)
3) Metode Modern
(a) Kontrasepsi Hormonal
(1) Oral Kontrasepsi
 Profil
- Cocok untuk perempuan menyusui yang ingin
memakai pil KB.
- Sangat efektif pada masa laktasi
- Dosis rendah
- Tidak menurunkan produksi ASI
- Tidak memberikan efek samping estrogen
- Efek samping utama adalah gangguan perdarahan:
perdarahan bercak, atau perdarahan tidak teratur.
- Dapat di pakai sebagai kontrasepsi darurat.
 Jenis
- Kemasan dengan isis 35 pil; 300 µg levonogestrel
atau 350 µg noretindron.
- Kemasan dengan isi 28 pil; 75 µg norgestrel.
 Cara Kerja
- Menekan sekresi gonadotropin dan sintesis steroid
seks di ovarium (tidak begitu kuat)
- Endometrium mengalami transformasi lebih awal
sehingga implantasi lebih sulit.
- Mengentalkan lender serviks sehingga menghambat
penetrasi sperma
- Mengubah motilitas tuba sehingga transportasi
sperma terganggu.
 Efektivitas
- Sangat efektif 98,5%
- Jangan sampai ada tablet yang lupa
- Tablet yang digunakan pada jam yang sama
- Senggama sebaiknya dilakukan 3-20 jam setelah
penggunaan
 Keuntungan Kontrasepsi
- Sangat efektif bila digunakan secara benar
- Tidak mengganggu hubungan seksual
- Tidak mempengaruhi ASI
- Kesuburan cepat kembali
- Nyaman dan mudah digunakan
- Sedikit efek samping
- Dapat dihentikan setiap saat
- Tidak mengandung estrogen
 Keuntungan Non Kontrasepsi
- Mengurangi ngeri haid
- Mengurangi jumlah darah haid
- Menurunkan tingkat anemia
- Mencegah kanker endometrium
- Melindungi dari penyakit radang panggul
- Tidak meningkatkan pembekuan darah
- Dapat diberikan pada penderita endometriosis
- Kurang menyebabkan peningkatan tekanan
darah,nyeri kepala dan depresi
- Keterbatasan
- Hampir 30-60% mengalami gannguan haid
(perdarahan sela, spotting,amenorea)
- Meningkatkan/penurunan berat badan
- Harus digunakan setiap hari dan pada waktu yang
sama
- Bila lupa satu pil saja, kegagalan menjadi besar
- Payudara menjadi tegang,mual,pusing,dermatitis atau
jerawat
- Resiko kehamilan ektopik cukup tinggi (4 dari 100
kehamilan)
- Tidak melindungi diri dari infeksi menular seksual
atau HIV/AIDS
- Yang Boleh Menggunakan
- Usia reproduksi
- Telah memilili anak, atau yang belum memiliki anak
- Menginginkan suatu metode kontrasepsi yang sangat
efektif selama periode menyusui
- Pasca persalinan dan tidak menyusui
- Pasca keguguran
- Perokok segala usia
- Mempunyai tekanan darah tinggi (selamam <180/110
mmHg)
- Yang Tidak Boleh Menggunakan
- Hamil diduga hamil
- Perdarahan pervaginam yang belum jelas
penyebabnya
- Tidak dapat menerima terjadinya gangguan haid
- Kanker payudura atau riwayat kanker payudara
- Sering lupa minum pil
- Miom uterus
- Riwayat troke
- Intruksi Bagi Klien
- Minum pil setiap hari pada saat yang sama
- Minum pil yang pertama pada hari pertama haid
- Bila klien muntah dalam waktu 2 jam setelah
menggunakan pil, minumlah pil yang lain, atau
gunakan metode kontrasepsi lain bila klien berniat
melakukan hubungan seksual pada 48 jam berikutnya
- Bila klien menggunkan pil terlambat lebih dari 3 jam,
minumlah pil tersebut begitu klien ingat. Gunakan
metode pelindung selama 48 jam
- Bila klien lupa 1 atau 2 pil, minumlah segera pil yang
terlupa terebut sesegera klien ingat dan gunakan
metode pelindung sampai akhir bulan
- Walaupun klien belum haid, mulailah paket baru
sehari setelah paket terakhir habis
- Bila haid klien teratur setiap bulan dan kemudian
kehilangan 1 siklus 4 tidak haid) atau bila merasa
hamil segera temui petugas klinik untuk tes
kehamilan.
(Setiyaningrum, 2015)
(2) Suntikan /Injeksi
 Profil
- Sangat efektif
- Aman
- Dapat dipakai oleh semua perempuan dalam usia
reproduksi
- Kembalinya kesuburan lebih lambat rata-rata 4 bulan
- Cocok untuk masa laktasi karena tidak menekan
produksi ASI
- Cara kerja
- Mencegah ovulasi
- Mengentalkan lender serviks sehingga menurunkan
kemampuan penetrasi sperma
- Menjadikan selaput lender rahim tipis dan atrofi
- Menghambat transportasi gamet oleh tuba
 Efektifitas
Kontrasepsi suntik memiliki efektifitas yang tinggi,
dengan 0,3 kehamilan per 100 perempuan/tahun, asal
penyuntikan dilakukan secara teratur sesuai jadwal.
 Keuntungan kontrasepsi
- Sangat efektif
- Pencegahan kehamilan jangka panjang
- Tidak berpengaruh pada hubungan suami istri
- Tidak mengandung estrogen sehingga tidak
berdampak serius terhadap penyakit jantung, dan
gangguan pembekuan darah
- Tidak memiliki pengaruh terhadap ASI
- Sedikit efek samping
- Klien tidak perlu menyimpan obat suntik
- Dapat digunakan oleh perempuan usia > 35 tahun
sampai perimenopause
- Membantu mencegah kanker endometrium dan
kehamilan ektopik
- Menurunkan kejadian penyakit jinak payudara
- Mencegah beberapa penyakit radang panggul
- Menurunkan krisis anemia bulan sabit
 Keterbatasan
- Sering ditemukan gangguan haid, seperti: siklus haid
yang pendek atau memanjang, perdarahan yang
banyak perdarahan bercak, tidak haid sama sekali
- Klien sangat bergantung pada tempat sarana
pelayanan kesehatan
- Tidak dapat dihentikan sewaktu waktu sebelum
suntikan berikut
- Permasalahan BB merupakan efek samping sering.
(Susilowati & SiT, 2011) Efek samping dari KB
suntik 3 bulan adalah mengalami gannguan haid,
penambahan berat badan, mual, berkunang-kunang,
sakit kepala, nervositas, penurunan libido dan vagina
kering. Dari beberapa efek samping tersebut yang
paling sering dialami oleh akseptor adalah gangguan
haid.
- Terlambatnya kembali kesuburan setelah penghentian
pemakaian
- Terjadinya perubahan pada lipid serum pada
penggunaan jangka panjang
- Pada gangguan jangka panjang dapat sedikit
menurunkan kepadatan tulang
- Pada penggunaan obat jangka panjang dapat
menimbulkan kekeringan pda vagina, menurunkan
libido gangguan emosi,sakit kepala,jerawat

 Hasil penelitian oleh Endang Susilowati, S.SiT tentang


“KB Suntik 3 Bulan dengan Efek Samping Gangguan
Haid dan Penanganannya” menunjukkan bahwa yang
boleh menggunakan KB jenis ini adalah:
- Usia reproduksi
- Nulipara dan yang telah memiliki anak
- Menghendaki kontrasepsi jangka panjang dan yang
memiliki efektifitas tinggi
- Menyususi dan membutuhkan kontrasepsi yang sesuai
- Setelah melahirkan dan tidak menyususi
- Setelah abortus atau keguguran
- Memiliki banyak anak tetapi belum menghendaki
tubektomi
- Masalah gangguan pembekuan darah
- Menggunakan obat epilepsy dan tuberculosis
- Yang Tidak Boleh Menggunakan
- Hamil atau dicurigai hamil
- Perdarahan pervaginam yang belum jelas
penyebabnya
- Tidak dapat menerima terjadinya gangguan haid
- Menderita kanker payudara atau riwayat kanker
payudara
- DM disertai komplikasi
(Setiyaningrum, 2015)

(3) Sub kutis/implant


 Profil
- Dua kapsul tipis, fleksibel berisi levonogestrel (LNG)
yang disisipkan dibawah kulit lengan atas seseorang
wanita
- Efektif 5 tahun untuk norplant, 3 tahun untuk jadena,
indoplant atau implanon
- Nyaman
- Dapat dipakai oleh semua ibu dalam usia reproduksi
- Pemasangan dan pecabutan oleh bidan/dokter terlatih
- Kesuburuan segera kembali setelah implant dicabut
- Efeksamping utama berupa perdarahan tidak teratur
perdarahan bercak dan amenorea
- Aman dipakai pada masa laktasi
 Cara kerja
- Lender seviks , menjadi kental
- Menganggu proses pembentukan endometrium
sehingga sulit terjadi implantasi
- Mengurangi transportasi sperma
- Menekan ovulasi
 Efektifitas
Sangat efektif (kegagalan 0,2-1 kehamilan per 100
perempuan).
 Keuntungan kontrasepsi
- Daya guna tinggi
- Perlindungan jangka panjang (3 tahun untuk jadena )
- Pengambilan tingkat kesuburan yang cepat setelah
pencabutan
- Tidak memerlukan pemeriksaan dalam
- Bebas dari pengaruh estrogen
- Tidak menganggu kegiatan senggama
- Tidak mengganggu ASI
- Klien hanya perlu kembali ke klinik bila ada keluhan
- Dapat dicabut setiap saat sesuai dengan kebutuhan
- Keuntungan Non Kontrasepsi
- Mengurangi nyeri haid
- Mengurangi jumlah darah haid
- Mengurangi/ memperbaiki anemia
- Melindungi terjadinya kanker endometrium
- Menurunkan angka kejadian kelainan jinak payudara
- Melindungi diri dari bebeapa penyebab penyakit
radang panggul
- Menurunkan angka kejadian endometriosis
 Keterbatasan
- Pada kebanyakan klien dapat menyebabkan pola haid
berupa perdarahan bercak (spotting) hipermonorea
atau meningkatnya jumlah darah haid, serta amenorea
- Timbulnya keluhan-keluhan seperti:
- Nyeri kepala, peningkatan/ penurunan berat badan,
nyeri payudara, mual-mual
- Pening/pusing kepala, perubahan perasaan (mood)
atau kegelisahan
- Membutuhkan tindakan pembedahan minor untuk
insersi dan pecabutan
- Tidak memberikan efek protektif terhadap infeksi
menular seksual termaksud AIDS
- Klien tidak menghentikan sendiri pemakaian
kontrasepsi ini sesuai dengan keinginan, akan tetapi
harus pergi ke klinik untuk pencabutan
- Efektivitas menurun bila menggunakan obat-obat
tuberculosis atau obat epilepsy
- Terjadinya kehamilan ektopik sedikit lebih tinggi (1,3
per 100.000 wanita pertahun)
 Yang Boleh Menggunakan Implan
- Wanita dalam usia reproduksi
- Telah atau belum memiliki anak
- Menginginkan kontrasepsi jangka panjang (3 tahun
untuk jadena)
- Menyusui dan membutuhkan kontrasepsi
- Pascapersalinan dan tidak menyusui
- Pascakeguguran
- Tidak menginginkan anak lagi, tetapi menolak
kontrasepsi mantap
- Riwayat kehamilan ektopik
- Tekanan darah <180/110 mmHg, dengan masalah
pembekuan darah atau anemia bulan sabit (sickle cell)
- Tidak boleh menggunakan kontrasepsi hormonal yang
mengandung estrogen
- Sering lupa menggunkan pil
 Yang Tidak Boleh Menggunakan Implan
- hamil atau diduga hamil
- perdarahan pervaginam yang belum diketahui
penyebabnya
- benjolan atau kanker payudara atau riwayat kanker
payudara
- tidak dapat menerima perubahan pola haid yang
terjadi
- mioma uterus dan kanker payudara
- gangguan toleransi glukosa
- Peringatan khusus Bagi Penggunaan Implan
- terjadinya keterlambaatan haid yang sebelumnya
teratur kemungkinan telah terjadi kehamilan
- nyeri perut bagian bawah yang habit kemungkinan
terjadi kehamilan ektopik
- terjadi perdarahan banyak dan lama
- adanya nanah atau perdarahan pada bekas insersi
(pemasangan)
- ekspulsi batang implant
- sakit kepala ringan, sakit kepala berulang yang
bertahap atau penglihatan menjadi kabur
- segera menhubungi dokter atau klinik bila anda
mendapatkan gejala-gejala diatas
(Setiyaningrum, 2015)
(b) Intra Uterine Devices (IUD/AKDR)
(1) Pengertian
Alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR/IUD) merupakan alat
kontrasepsi yang dipasang dalam rahim yang relative lebih
efektif bila dibandimgkan dengan metode pil, suntik dan
kondom. Efektifitas metode IUD antara lain ditunjukan dengan
angka kelangsungan pemakaian yang tertinggi bila
dibandingkan dengan metode tersebut diatas.
Alat kontrasepsi dalam rahim terbuat dari plastic elastic dililit
tembaga atau campuran tembaga dengan perak. Lilitan logam
menyebabkan reaksi anti fertilitas dengan waktu penggunaan
dapat mencapai 2-10 tahun, dengan metode kerja pencegah
masuknya spermatozoa/sel mani kedalam saluran toba.
Pemasangan dengan pencabutan alat kontrasepsi ini harus
dilakukan oleh tenaga medis (dokter atau bidan terlatih) dapat
dipakai oleh semua perempuan usia reproduksi namun tidak
boleh dipakai oleh perempuan yang terpapar infeksi menular
seksual
(2) Jenis IUD
Jenis IUD yang dipakai diindonesia antara lain adalah:
 Copper-T
IUD berbentuk T, terbuat dari bahan polythelen dimana pada
bagian vertikalnya diberi lilitan kawat tembaga halus.
Lilitan tembaga halus ini mempunyai efek anti
fertilitas(anti pembuahan) yang cukup baik
 Copper-7
IUD ini berbentuk angka 7 dengan maksud untuk
memudahkan pemasangan. Jenis ini mempunyai ukuran
diameter batang vertical 32 mm dan ditambahkan
gulungan kawat tembaga luas permukaan 200 mm2,
fungsinya sama dengan lilitan tembaga halus pada IUD
Copper-T
 Multi Load
IUD ini terbuat dari plastic (polyethelene) dengan
dua tangan kiri dan kanan berbentuk sayap yang fleksibel.
Panjang dari ujung atas ke ujung bawah 3,6 cm. batang
diberi gulungan kawat tembaga dengan luas permukaan
250 mm2 atau 375 mm2 untuk menambah efektifitas. Ada
tiga jenis ukuran multi load yaitu standar, small dan mini.
 Lippes loop
IUD ini terbuat dari polyethelene, berbentuk huruf
spiral atau huruf S bersambung. Untuk memudahkan
control, dipasang benang pada ekornya. Lippes loop terdiri
dari 4 jenis yang berbeda menurut ukuran panjang bagian
atasnya. Tipe A berukuran 25 mm (benang biru), tipe
B27,5 mm (berbenang hitam), tipe C berukuran 30 mm
(benang kuning) dan tipe D berukuran 30 mm dan tebal
(benang putih). Lippes loop mempunyai angka kegagalan
yang rendah. Keuntungan dari pemakaian IUD jenis ini
adalah bila terjadi perforasi, jarang menyebabkan luka
atau penyumbatan usus, sebab terbuat dari bahan plastic
(3) Cara kerja
Cara kerja dari IUD antara lain yaitu:
 Menghambat kemampuan sperma untuk masuk ke tuba
fallopi
 Mempengaruhi fertilisasi sebelum ovum mencapai cavum
uteri
 Mencegah sperma dan ovum bertemu dengan membuat
sperma sulit masuk ke dalam alat reproduksi perempuan
dan mengurangi sperma untuk fertilisasi.
 Memungkinkan untuk mebcagah implantasi telur dalam
uterus

(4) Keuntungan dan Kelemahan IUD


Adapun keuntungan dari penggunaan alat kontrasepsi IUD yakni:
 Sangat efektif. 0,6-0,8 kehamilan/100 perempuan dalam 1
tahun pertama( 1 kegagalan dalam 125-170 kehamilan)
 IUD dapat efektifitas segera setelah pemasangan
 Metode jangka panjang (10 tahun proteksi dari CuT-380A
dan tidak perlu diganti)
 Tidak mempengaruhi hubungan seksual
 Sangat efektif larena tidak perlu lagi mengingat ingat
 Meningkatkan kenyamanan seksual karena tidak perlu
takut untuk hamil
 Tidak ada efek samping hormonal dengan CuT-3080A
 Tidak mempengaruhi kualitas dan volume ASI
 Dapat dipasang segera setelah melahirkan atau
abortus(apa-bila tidak terjadi infeksi).
 Dapat digunakan sampai menopause (1 tahun atau lebih
setelah haid terakhir
 Tidak ada interaksi dengan obat-obat
Sedangkan kelemahan dari penggunaan IUD yaitu:
 Efek samping yang umum terjadi, seperti perubahan siklus
haid (umumnya pada 3 bulan pertama dan akan berkurang
setelah 3 bulan),haid lebih lama dan banyak, perdarahan
antar menstruasi, saat haid lebih sakit.
 Komplikasi lain: merasa sakit dan kejang selama 3 sampai
5 hari setelah pemasangan,perdarahan berat pada waktu
haid atau diantaranya yang memungkinkan penyebab
anemia, perforasi dinding uterus (sangat jarang apabila
pemasangan benar).
 Tidak mencegah IMS termasuk HIV/AIDS.
 Tidak baik digunakan pada perempuan dengan IMS atau
yang sering berganti pasangan.
 Penyakit radang panggul terjadi sesudah perempuan
dengan IMS, memakai IUD, PRP dapat memicu
infertilitas
 Prosedur medis, termasuk pemeriksaan pelviks diperlukan
dalam pemasangan IUD.
 Sedikit nyeri dan perdarahan (spotting) terjadi segera
setelah pemasangan IUD. Biasanya menghilang dalam 1-2
hari.
 Pencabutan IUD hanya dapat dilakukan oleh tenaga
kesehatan (dokter atau bidan) yang terlatih.
 Mungkin IUD keluar dari uterus tanpa diketahui (sering
terjadi apabila IUD dipasang segera setelah melahirkan).
 Perempuan harus memeriksa posisi benang IUD dari
waktu ke waktu.
(5) Penggunaan IUD sebaiknya dilakukan pada saat:
 Setiap waktu dalam siklus haid, yang dapat dipastikan
klien tidak hamil.
 Hari pertama sampai ke-7 siklus haid.
 Segera setelah melahirkan, selama 48 jam pertama atau
setelah 4 minggu pascapersalinan; setelah 6 bulan apabila
menggunakan metode amenorea laktasi (MAL).
 Setelah terjadinya keguguran (segera atau dalam waktu 7
hari) apabila tidak ada gejala infeksi.
 Selama 1 sampai 5 hari setelah senggama yang tidak
dilindungi.
(6) Waktu Kontrol IUD
Waktu kontrol IUD yang harus diperhatikan adalah:
 1 bulan pasca pemasangan
 3 bulan kemudian
 Setiap 6 bulan berikutnya
 Bila terlambat haid 1 minggu
 Perdarahan banyak atau keluhan istimewa lainnya.
(7) Pemasanga dan Pencabutan IUD
Langkah-langkah pemasangan:
 Memberi penjelasan kepada calon peserta mengenai
keuntungan, efek samping dan cara menanggulangi efek
samping.
 Melaksanakan anamnesa umum, keluarga, media dan
kebidanan.
 Melaksanakan pemeriksaan umum meliputi timbang
badan, mengukur tensimeter.
 Mempersilahkan calon peserta untuk mengosongkan
kandung kemih.
 Siapkan alat-alat yang diperlukan
 Mempersilahkan calon peserta untuk berbaring di bed
gynaecologi dengan posisi. Lithotomic.
 Petugas cuci tangan
 Pakai sarung tangan kanan dan kiri
 Bersihkan vagina dengan kapas first aid
 Melaksanakan pemeriksaan dalam untuk menentukan
keadaan posisi uterus.
 Pasang speculum sym
 Gunakan kogel tang untuk menjepit serviks
 Masukkan sonde dalam rahim untuk menentukan ukuran,
posisi dan bentuk rahim.
 Inserter yang telah berisi AKDR dimasukkan perlahan-
lahan ke dalam rongga rahim kemudian plugger di dorong
sehingga AKDR masuk ke dalam, inserter dikeluarkan.
 Gunting AKDR sehingga panjang benang ± 5 cm.
 Speculum sym dilepas dan benang AKDR didorong ke
samping mulut rahim.
 Peserta dirapikan dan dipersilahkan berbaring ± 5 menit
 Alat-alat dibersihkan
 Petugas cuci tangan
 Member penjelasan kepada peserta gejala-gejala yang
mungkin terjadi/dialami setelah pemasangan AKDR dan
kapan harus control.
 Membuat nota pelayanan
 Menyerahkan nota pelayanan
 Menyerahkan nota pelayanan kepada peserta untuk
diterukan ke bagian administrasi pelayanan.
 Mencatat data pelayanan dalam kartu dan buku catatan
untuk dilaporkan ke bagian Rekam Medik.
Catatan:
 Bila pada waktu pemasangan terasa obstruksi, jangan
dipaksa (hentikan) konsultasi dengan dokter.
 Bila sonde masuk ke dalam uterus dan bila fundus uteri
tidak terasa, kemungkinan terjadi perforasi, keluarkan
sonde, dan konsultasikan ke dokter.
 Keluarkan sonde dan lihat batas cairan lender atau darah,
ini adalah panjang rongga uterus. Ukuran normal 6-7 cm.
 Bila ukuran uterus kurang dari 5 cm atau lebih dari 9 cm
jangan dipasang.
(Setiyaningrum, 2015)

c) Sterilisasi
(1) Pada Wanita (MOW)
Dapat dilakukan dengan cara:
 Abdominal
- Laparotomi
- Mini-laparatomi
- Laparoskopi
 Vaginal
- Kolpotomi
- Kuldoskopi

 Transcervikal
- Histeroskopi
- Tanpa melihat langsung
(l) Penyumbatan tuba secara mekanis
 Tubal clip Penyumbatan tuba mekanis dipasang pada
isthmus tuba fallopi, 2-3 cm dari uterus, melalui
laparatomi, lapaoskopi, kolpotomi, dan kuldoskopi. Tuba
clips menyebabkan kerusakan lebih sedikit pada tuba
fallopi dibandingkan cara oklusi tuba fallopi lainnya.
 Tubal ring dapat dipakai pada mini-laparatomi,
laparoskopi, dan cara trans-vaginal, dan dipasanng pada
ampula 2-3 cm dari uterus.
(m) Penyumbatan tuba secara kimiawi
Zat-zat kimia dalam cair, pasta, padat dimasukkan ke dalam
melalui serviks ke dalam uteri-tubal junction, dapat dengan
visualisasi langsung ataupun tidak. Cara kerjanya adalah zat
kimia akan menjadi tissue padat sehingga terbentuk
sumbatan dalam tuba falopi (Tissue Adhesive), zat kimia
akan merusak tuba falopi dan menimbulkan fibrosis
(Sclerosing agent).
Keuntungan dari metode ini adalah mudah mengerjakannya,
dapat rawat jalan. Kerugiannya adalah kebanyakan zat
kimia kurang efektif, ada zat kimia yang sangan tolsik
kadang dapat merusak jaringan, ireversibel.
(Setiyaningrum, 2015)
(2) Pada Pria (MOP)
 Profil
- Sangat efektif dan permanen
- Tidak ada efek samping jangka panjang
- Tindak bedah yang aman dan sederhana
- Efektif setelah 20 ejakulasi atau 3 bulan
- Konseling dan inform consent mutlak diperlukan
 Mekanisme Tindakan
Vasektomi merupakan operasi kecil dimana vas
deferens yang berfungsi sebagai saluran transportasi
spermatozoa dipotong dan disumbat. Setelah operasi
minor ini, spermatozoa akan terbendung pada ujung vas
sisi testis yang telah disumbat. Karena vasektomi tidak
mempengaruhi fungsi dari kelenjar-kelenjar asesoris maka
produksi cairan semen tetap berlangsung dan pria yang
divasektomi tetap berejakulasi dan ejakulatnya tanpa
mengandung sel spermatozoa. Testis juga tidak
terpengaruh dan tetap berfungsi penuh sehingga pria tetap
mempunyai perasaan, keinginan, dan kemampuan seksual
yang sama dengan sebelum vasektomi.
 Akibat dari Vasektomi
Pandangan keliru sampai saat ini dari sebagian
besar masyarakat masih menganggap vasektomi sama
dengan kastrasi (kebiri), sehingga dikhawatirkan dapat
mengakibatkan kegemukan dan kehilangan potensi
sebagai laki-laki. Tindakan vasektomi hanya memutus
kontinuitas vas deferens yang berfungsi menyalurkan
spermatozoa dari testis, sehingga penyaluran spermatozoa
melalui saluran tersebut dihambat. Sumbatan pada vas
deferen tidak mempengaruhi jaringan inferstitiel pada
testis, sehingga sel-sel leydig tetap menghasilkan hormone
testosterone seperti biasa dan libido juga tidak berubah.
 Kondisi yang Memerlukan Perhatian Khusus Bagi
Tindakan Vasektomi
- Kondisi kulit pada daerah operasi.
- Infeksi sistemik yang sangat mengganggu kondisi
kesehatan klien
- Hidrokel atau varikokel yang besar
- Filiariasis
- Undesensus testikularis
- Masa intraskrotalis
- Anemia berat, gangguan pembekuan darah atau
sedang menggunakan antikoagulansia.
 Waktu Dilakukan Prosedur Vasektomi
Setiap pria, suami dari suatu pasangan usia subur
yang telah memiliki jumlah anak cukup dan tidak ingin
menambah anak lagi, sehat tanpa kontraindikasi dapat
dilakukan prosedur vasektomi tanpa pisau sesegera
mungkin sesuai dengan keinginan mereka.
 Tempat dan Provider Vasektomi
Vasektomi dapat dilakukan di rumah sakit, klinik
keluarga berencana, puskesmas, praktik bersama dokter
spesialis, tempat praktik dokter pribadi, dan fasilitas
layanan bergerak, provider vasektomi adalah dokter
spesialis urologi atau bedah dan atau dokter umum yang
terlatih.
 Efektivitas
Vasektomi adalah salah satu metode kontrasepsi
paling efektif. Angka kegagalan biasanya kurang dari
0,1%-0,15% pada tahun pertama pemakaian.
 Keamanan
Prosedur vasektomi dilakukan dengan anastesi local
dan akses terhadap vas mudah diperoleh, maka prosedur
ini lebih aman dibandingkan teknik kontrasepsi mantap
wanita. Kurang dari 0,4% pria mengalami komplikasi
dalam bentuk infeksi maupun pembentukan hematoma.
Penapisan klien sebelum prosedur dilakukan, mengurangi
kemungkinan munculnya komplikasi. Factor-faktor yang
mungkin menimbulkan komplikasi pada vasektomi
mencakup pembedahan/cedera saluran genital yang terjadi
sebelumnya dan kelainan kongenital.
 Persyaratan Pasien di Lakukan Prosedur Vasektomi
- Sukarela, artinya klien telah mengerti dan memahami
segala akibat prosedur vasektomi selantjutnya
memutuskan pilihannya atas keinginan sendiri,
dengan mengisi dan menandatangani informed
concent (persetujuan tindakan)
- Bahagia, artinya klien terikat dalam perkawinan yang
syah dan telah mempunyai jumlah anak minimal 2
orang dengan umur anak terkecil minimal 2 tahun.
- Sehat, melalui pemeriksaan oleh dokter klien
dianggap sehat dan memenuhi persyaratan medis
untuk dilakukan prosedur tindakan vasektomi.
 Efek Samping
Rasa nyeri atau ketidaknyamanan akibat
pembedahan yang biasanya hanya berlangsung beberapa
hari. Pembentukan granuloma relative jarang dan
merupakan keluhan yang nantinya hilang sendiri.
 Teknik Vasektomi Standar
Langkah 1: Celana dibuka dan baringkan pasien
terlentang
Langkah 2: Daerah kulit skrotum, penis, supra pubis dan
bagian dalam pangkal paha kiri kanan
dibersihkan dengan cairan yang tidak
merangsang seperti larutan iodofor (betadine)
0,75% atau larutan klorheksidin (Hibiscrub)
4%.
Langkah 3: Tutuplah daerah yang telah dibersihkan
tersebut dengan kain steril berlubang pada
tempat skrotum ditonjolkan keluar.
Langkah 4: Tepat di alinea mediana di atas vas deferens,
kulit skrotum diberi anastesi local (Prokain
atau Xilokain 1%) 0,5 ml, lalu jarum
diteruskan masuk dan di daerah distal
proksimal vas deferens didepnoir lagi
masing-masing 0,5 ml.
Langkah 5: Kulit skrotum diiris longitudinal 1 sampai 2
cm tepat di atas vas deferens yang telah
ditonjolkan kepermukaan kulit.
Langkah 6: Setelah kulit dibuka, vas deferens dipegang
dengan klem, disiangi tampak vas deferens
mengkilat seperti mutiara, perdarahan
dirawat dengan cermat. Sebaiknya ditambah
lagi obat anastesi ke dalam fasia disayat
longitudinal sepanjang 0,5 cm.
Langkah 7: Jepitlah vas deferens dengan klem pada dua
tempat dengan jarak 1-2 cm dan ikat dengan
benang kedua ujungnya. Setelah diikat
jangan dipotong dulu. Tariklah benang yang
mengikat kedua ujung vas deferens tersebut
untuk melihat kalau ada perdarahan yang
tersembunyi. Jepitan hanya pada titik
perdarahan, jangan terlalu banyak, karena
dapat menjepit pembuluh darah lain seperti
arteri testikularis atau deferensialis yang
berakibat kematian testis itu sendiri.
Langkah 8: Potonglah diantara dua ikatan tersebut
sepanjang 1 cm. Gunakan benang sutra
nomor 00,0, atau satu untuk mengikat vas
tersebut. Ikatan tidak boleh terlalu longgar
tapi juga jangan terlalu keras karena dapat
memotong vas deferens.
Langkah 9: Untuk mencegah rekanalisasi spontan yang di
anjurkan adalah dengan melakukan
interposisi fasia vas deferens, yaknimenjahit
kembali fasia yang terluka sedemikian rupa,
vas deferens bagian distal (sebelah ureteral di
benangkan dalam fasia dan vas deferens
bagian prosigmal sebelah testis) terletak di
luar fasia.
Langkah 10: Lakukanlah tindakan di atas (langkah 6-9)
untuk vas deferens kanan dan kiri yang telah
selesai, tutuplah kulit den 1-2 jahitan plain
catgut no.000 kemudian rawat luka operasi
sebagaimana mustinya, tutup dengan kasa
steril dan di plester.
 Teknik Vasektomi Tanpa Pisau
Langkah 1: Celana di bukan dan baringkan pasien dalam
posisi terlentang
Langkah 2: Rambut di daerah skrotum cukur sampai
bersih.
Langkah 3: Penis di plester ke dinding perut.
Langkah 4: Daerah kulit skrotum, penis, supra pubis dan
bagian dalam pangkal paha kiri kanan di
bersihkan dengan cairan yang tidak
merangsang seperti larutan lodofor (betadin)
atau larutan Klorheksidin (Hibiscrub) 4
persen.
Langkah 5: Tutuplah daerah yang telah di bersihkan
tersebut dengan kain steril berlubang pada
tempat skrotum di tonjolkan keluar.
Langkah 6: Tepat di linea mediana di atas vas deferens,
kulit skrotum diberi anastesi local (Prokain
atau Novokain atau Xilokain 1%) 0,5 ml, lalu
jarum diteruskan masuk sejajar vas deferens
kea rah distal, kemudian dideponir lagi
masing-masing 3-4 ml, prosedur ini
dilakukan sebelah kanan dan kiri.
Langkah 7: Vas deferens dengan kulit yang ditegangkan
difiksasi di dalam lingkaran klem fiksasi
pada garis tengah skrotum. Kemudian klem
direbahkan ke bawah sehingga vas deferens
mengarah ke bawah kulit.
Langkah 8: Kemudian tusuk bagian yang paling
menonjol dari vas deferens, tepat disebelah
distal lingkaran klem dengan sebelah ujung
klem diseksi dengan membentuk sudut ± 45o.
sewaktu menusuk vas deferens sebaiknya
sampai kena vas deferens; kemudian klem
diseksi ditarik, tutupkan ujung-ujung klem
dan dalam keadaan tertutup ujung klem
dimasukkan kembali dalam lobang tusukan,
searah jalannya vas deferens.
Langkah 9: Renggangkan ujung-ujung klem pelan0pelan.
Semua lapisan jaringan kulit sampai dinding
vas deferens akan dapat dipisahkan dalam
satu gerakan. Setelah itu dinding vas deferens
yang telah telanjang dapat terlihat.
Langkah 10: Dengan ujung klem diseksi menghadap ke
bawah, tusukan salah satu ujung klem ke
dinding vas deferens; dan ujung klem diputar
menurut arah arum jam, sehingga ujung klem
menghadap ke atas. Ujung klem pelan-pelan
dirapatkan dan pegang dinding anterior vas
deferens. Lepaskan klem fiksasi dari kulit
dan pindahkan untuk memegang vas deferens
yang telah terbuka. Pegang dan fiksasi vas
deferens yang sudah telanjang dengan klem
fiksasi lalu lepaskan klem diseksi.
Langkah 11: Pada tempat vas deferens yang melengkung,
jaringan sekitarnya dipisahkan pelan-pelan
ke bawah dengan klem diseksi. Kalau lobang
telah cukup luas, lalu klem diseksi
dimasukkan ke lobang tersebut. Kemudian
buka ujung-ujung klem pelan-pelan parallel
dengan arah vas deferens yang diangkat.
Diperlukan kira-kira 2 cm vas deferens yang
bebas. Vas deferens di-crush secara lunak
dengan klem diseksi, sebelum dilakukan
ligasi dengan benang sutra 3-0.
Langkah 12: Di antara dua ligasi kira-kira 1-1,5 cm vas
deferens dipotong dan diangkat. Benang pada
putung distal sementara tidak dipotong.
Control perdarahan dan kembalian putung-
putung vas deferens dalamn skrotum.
Langkah 13: Tarik pelan-pelan benang pada punting yang
distal. Pegang secara halus fasia vas deferens
dengan klem diseksi dan tutup lobang fasia
dengan mengikat sedemikian rupa sehingga
punting bagian epididimis tertutup dan
punting distal ada di luar fasia. Apabila tidak
tegang, maka benang yang terakhir dapat
dipotong dengan vas deferens dikembalian
dalam skrotum.
Langkah 14: Lakukanlah tindakan di atas (langkah7-13)
untuk vas deferens sebelah yang lain, melalui
luka digaris tengah yang sama. Kalau tidak
ada perdarahan, luka kulit tidak perlu dijahit
hanya diaproksimasikan dengan band aid
atau tensoplas.
 Kemungkinan Penyulit dan Cara Mengatasinya
- Perdarahan
Apabila perdarahan sedikit, cukup dengan
pengamatan saja, bila banyak, hendaknya dirujuk
segera ke fasilitas kesehatan lain yang lebih lengkap.
Di sini akan dilakukan operasi kembali dengan
anastesi umum, membuka luka, mengeluarkan
bekuan-bekuan darah dan kemudian mencari sumber
perdarahan serta menjepit dan mengikatnya. Setiap
keluhan pembengkakan isi skrotum pasca vasektomi
hendaknya dicurigai sebagai perdarahan dan
dilakukan pemeriksaan yang seksama. Bekuan darah
di dalam skrotum yang tidak dikeluarkan akan
mengundnag kuman-kuman dan menimbulkan
infeksi.
- Hematoma
Biasanya terjadi bila daerah skrotum diberi beban
yang berlebihan, missal naik sepeda, duduk terlalu
lama dalam kendaraan dengan jalanan yang rusak dan
sebagainya.
- Infeksi
Infeksi pada kulit skrotum cukup dengan mengobati
menurut prinsip pengobatan luka kulit. Apabila basah,
dengan kompres (dengan zat yang tidak merangsang).
Apabila kering dengan salep antibiotika. Apabila
terjadi infiltrate di dalam kulit skrotum di tempat
vasektomi sebaiknya segera dirujuk ke rumah sakit.
Disini pasien akan diistirahatkan dengan berbaring,
kompres, pemberian antibiotika, dan pengamatan
apabila infiltrate menjadi abses. Mungkin juga terjadi
epididimitis, orkitis atau epididimoorkitis. Dalam
keadaan seperti ini pasien segera dirujuk. Di sini akan
dilakukan istirahat baring, kompres es, pemberian
antibiotika dan analgetika.
- Granuloma Sperma
Dapat terjadi pada ujung proksimal vas atau pada
epididimis. Gejalanya merupakan benjolan kenyal
dengan kadang-kadang keluhan nyeri. Granula sperma
dapat terjadi 1-2 minggu setelah vasektomi. Pada
keadaan ini dilakukan eksisis granuloma dan
mengikat kembali vas deferens. Terjadi pada 0,1-30%
kasus.
- Antibiotika Sperma
Separuh sampai dua pertiga akseptor vasektomi
akan membentuk antibody terhadap sperma. Sampai
kini tidak pernah terbukti adanya penyulit yang
disebabkan adanya antibody tersebut.
(Setiyaningrum, 2015)

Anda mungkin juga menyukai