Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Angka kematian ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) menjadi

tolak ukur penting untuk menentukan derajat kesehatan masyarakat dalam

meningkatkan keberhasilan pelayanan kesehatan dan keluarga berencana di

suatu negara. Meningkatnya kembali jumlah angka kematian ibu dan anak

menyebabkan tidak tercapainya target Sustainable Development Goals

(SDGs) yang telah disahkan pada September 2015. Sustainable Development

Goals memiliki 17 tujuan dengan salah satu targetnya yaitu penurunan AKI

sebesar 70 per 100.000 kelahiran hidup dan AKN sebesar 12 per 100.000

kelahiran hidup pada tahun 2030 (WHO,2017).

Menurut World Health Organization (WHO) Angka Kematian Ibu (AKI)

di dunia tahun 2015 adalah 261 per 100.000 kelahiran hidup atau

diperkirakan jumlah kematian ibu adalah 303.000 kematian dengan jumlah

terbanyak terdapat pada negara berkembang yaitu sebesar 302.000 kematian.

Sedangkan Angka Kematian Ibu (AKI) di negara maju yaitu 12 per 100.000

kelahiran hidup, hal ini menunjukkan angka kematian ibu di negara

berkembang 20 kali lebih tinggi dibandingkan dengan angka kematian ibu di

negara maju. Angka Kematian Bayi mencapai 22 per 1000 kelahiran hidup

(WHO,2015).

1
2

Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) 2015 dalam Profil

Kesehatan Indonesia AKI di Indonesia 305 per 100.000 kelahiran hidup. Pada

tahun 2019 jumlah AKI di Indonesia sebesar 4.221 kematian sedangkan

jumlah kematian ibu di tahun 2020 yang dihimpun dari pencatatan program

kesehatan keluarga di Kementerian Kesehatan menujukkan 4.627 kematian di

Indonesia. Penyebab kematian ibu di tahun 2020 terbanyak adalah perdarahan

berjumlah 1.280 kasus, hipertensi dalam kehamilan sebanyak 1.066 kasus,

dan gangguan sitem peredaran darah sebesar 207 kasus (Profil Kesehatan

Indonesia 2020; h.100). Berdasarkan data yang dilaporkan kepada Direktorat

Kesehatan Keluarga tahun 2020 terdapat 72 % atau sebanyak 20.266

kematian terjadi pada masa neonatus yaitu usia 0-28 hari (Profil Kesehatan

Indonesia 2020; h.117)

Angka kematian ibu di Provinsi Jawa Tengah tahun 2019 berjumlah 416

kasus atau 76,9 per 100.000 kelahiran hidup (Profil Kesehatan jateng 2019;

h.43). Pada tahun 2020 mengalami peningkatan signifikan dengan jumlah

kasus kematian ibu sebanyak 530 kasus atau 98,6 per 100.000 kelahiran hidup

(LKj IP Dinas Kesehatan jateng 2020; h.40). Peningkatan ini terjadi karena

adanya pandemi Covid-19 sehingga pelayanan KIA menjadi terganggu, ruang

isolasi penuh sehingga ibu hamil positif sulit mendapat rujukan, dan kematian

ibu hamil yang terpapar Covid-19. Sedangkan Angka Kematian Bayi di Jawa

Tengah pada tahun 2019 sebanyak 8,24 per 1.000 kelahiran hidup atau

4.455 kasus (Profil Kesehatan jateng 2019; h.61). Angka Kematian Bayi dari

tahun ke tahun mengalami penurunan. Pada tahun 2020 Angka Kematian


3

Bayi berjumlah 7,79 per 1.000 kelahiran hidup atau 4.189 kasus, lebih baik

dibandingkan tahun 2019 (LKj IP Dinas Kesehatan jateng 2020; h.41).

Mempercepat penurunan AKI dapat dilakukan dengan menjamin agar ibu

dapat menjangkau pelayanan yang berkualitas, seperti pelayanan kesehatan

ibu hamil, imunisasi tetanus bagi wanita subur dan ibu hamil, pelayanan

kesehatan ibu bersalin dengan tenaga kesehatan yang terlatih di fasilitas

pelayanan kesehatan, pelayanan setelah persalinan untuk ibu dan bayi,

perawatan khusus dan rujukan apabila terjadi komplikasi, puskesmas

melaksanakan kelas hamil dan perencanaan persalinan, pelayanan KB,

pemeriksaan HIV dan Hepatitis B (Profil Kesehatan Indonesia 2020; h.100).

Sedangkan untuk menurunkan AKB yaitu dengan mengupayakan pertolongan

persalinan dilakukan oleh tanaga kesehatan di fasilitas kesehatan serta

tersedia pelayanan kesehatan sesuai standar kunjungan bayi baru lahir

menggunakan pendekatan Manajemen Terpadu Balita Muda (Profil Jawa

Tengah 2019; h.63).

Program yang di gagas oleh gubernur dalam upaya menurunkan AKI dan

AKB di Jawa Tengah yaitu Jateng Gayeng Nginceng Wong Meteng

partisipan dalam program ini meliputi bidan, kader, dan perguruan tinggi

dengan one student one clien. Terdapat 4 fase dalam memperhatikan ibu

melalui (continuity of care) yaitu fase sebelum hamil, kehamilan, fase

persalinan,, dan fase nifas. Program tersebut mengajak seluruh masyarakat

untuk lebih peduli kepada ibu hamil (LKjp Dinkes Jateng, 2019).
4

Adapun Program lain untuk tercapainya penurunan AKI yaitu Program

Prenecanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K) program ini

berfokus pada monitoring ibu hamil dan bersalin. Kegiatan P4K memiliki

tujuan agar masyarakat mampu merencanakan persalinan yang aman dan

persiapan menghadapi komplikasi kehamilan, persalinan, nifas. Survey

menunjukkan pada tahun 2018 sebanyak 98,16 % puskesmas di Indonesia

teregistrasi telah merealisasikan orientasi P4K (Kemeskes RI, 2018).

Selain itu dengan pelayanan program EMAS yang diluncurkan

Kementrian Kesehatan (2012) berupa : meningkatkan kualitas pelayanan

emerjensi obstetri dan bayi baru lahir di 150 rumah sakit PONEK dan 300

puskesmas serta memperkuat sitem rujukan yang efisien dan efektif antar

puskesmas dan rumah sakit diharapkan dapat mempercepat penurunan AKI di

beberapa provinsi.

Dalam pandemi covid 19 peran bidan di garda terdepan diharapkan

mampu memberikan asuhan kebidanan yang berkualitas pada kehamilan,

bersalin, nifas, dan BBL. Bidan memberikan penyuluhan, konsultasi, KIE,

konseling, serta memberikan informasi terkait covid 19. Pada pertolongan

persalinan bidan menggunakan APD dan menerapkan prosedur pencegahan

penularan covid 19. Bidan juga berhak memberikan rujukan apabila dalam

keadaan beresiko dicurigai ODP atau PDP. Pada pelayanan kunjungan nifas

dan BBL bidan perlu melakukan pengkajian komprehensif sesuai standar

dengan berkomunikasi dengan RT setempat untuk mendapatkan status ibu

apakah sehat/ODP/positif covid (IBI,2020).


5

Konsep Continuum of Care merupakan model baru untuk menurunkan

jumlah kematian ibu dan bayi. Continuum of Care menjadi tempat untuk

menghubungkan berbagai tingkat pelayanan di rumah, masyarakat dan

kesehatan. Menghubungkan kontinum untuk kesehatan ibu, bayi, dan anak-

anak mengacu pada kesinambungan perawatan yang diperlukan dalam

seluruh siklus hidup, dimana setiap tahapnya perlu dilakukan asuhan yang

baik, karena akan menentukan keberhasilan dalam tahapan selanjutnya.

Pendekatan Continuum of Care bertujuan untuk meningkatkan status

kesehatan dan memastikan kelangsungan hidup ibu dan anak. (Muchtar

Asmujeni et al.,2015; h.13)

Continuum of care dimulai dari kunjungan ibu hamil sesuai dengan

program pemerintah. Kunjungan antenatal harus memenuhi frekuensi

minimal tiap trimester yaitu 1 kali pada trimester I (usia kehamilan 0-12

minggu), 1 kali pada trimester II (12-24 minggu), dan 2 kali pada trimester III

(24 minggu sampai persalinan). Standar tersebut berjutuan untuk menjamin

perlindungan ibu hamil dan janinnya berupa deteksi dini resiko, pencegahan

dan penanganan komplikasi kebidanan (Profil Jawa Tengah 2019; h.43).

Pada pertolongan persalinan pemerintah mengupayakan agar setiap

persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan yang kompeten seperti dokter

spesialis kebidanan dan kandungan, dokter umum, dan bidan. Dengan

dilakukannya continuum of care bidan dapat mengawasi dan memastikan ibu

merencakan persalinan di fasilitas kesehatan yang memadai.


6

Pada ibu nifas pemerintah mewajibkan pelayanan nifas dilakukan

minimal 3 kali sesuai dengan anjuran jadwal, yaitu pada 6 jam sampai 3 hari

setelah melahirkan, KF kedua yakni pada hari keempat sampai dengan hari

ke-28 setelah melahirkan, dan kunjungan ketiga pada hari ke-29 sampai

dengan hari ke-42 setelah persalinan. (Profil kesehatan Indonesia 2019;

h.107).

Pada neonatus juga harus mendapatkan pemeriksaan sesuai standar

minimal 3 kali kunjungan, yaitu 6-48 jam, umur 3-7 hari, dan umur 8-28 hari.

Kunjungan ini dilakukan untuk mengurangi angka kematian BBL (Profil

kesehatan Indonesia 2019; h.122).

Berdasarkan uraian tersebut penulis tertarik untuk mengaplikasikan ilmu

teori dan praktik dengan wujud memberikan asuhan kebidanan dari

pengkajian sampai penatalaksanaan pada seorang ibu hamil, ibu bersalin,

nifas, dan bayi baru lahir secara komprehensif.

B. Tujuan

Tujuan dalam penulisan ini dibagi menjadi 2, yaitu:

1. Tujuan umum

Mampu menerapkan asuhan kebidanan secara continuity of care pada

ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas, dan pelayanan KB pasca salin serta BBL

yang komprehensif dan berkelanjutan.


7

2. Tujuan Khusus

Penulis mampu memberikan asuhan kebidanan dari pengkajian

sampai evaluasi dengan pendekatan manajemen sebagai berikut.

a. Memberikan Asuhan Kebidanan pada Ibu hamil secara komprehensif

dan berkelanjutan.

b. Memberikan Asuhan Kebidanan pada Ibu bersalin secara

komprehensif dan berkelanjutan.

c. Memberikan Asuhan Kebidanan Ibu Nifas dan KB pasca salin secara

komprehensif dan berkelanjutan.

d. Memberikan Asuhan Kebidanan pada Bayi Baru Lahir secara

komprehensif dan berkelanjutan.

C. Ruang Lingkup

Ruang lingkup dalam penulisan ini dibagi menjadi 3, yaitu:

1. sasaran

Subjek yang diberikan asuhan kebidanan adalah ibu hamil TM III

usia kehamilan 38 minggu yang tidak mengalami komplikasi atau

penyulit dalam kehamilan diikuti asuhan ibu bersalin, asuhan ibu nifas,

asuhan bayi baru lahir dan KB.

2. Tempat

Sesuai tempat praktik pengambilan kasus.

3. Waktu

Sesuai waktu prakik pengambilan kasus.


8

D. Manfaat

Manfaat dalam penulisan ini dibagi menjadi 4, yaitu:

1. Bagi Penulis

Penulis dapat menyusun dan memberikan pelayanan kebidanan yang

berkelanjutan secara nyata pada ibu hamil, bersalin, nifas, BBL, dan

keluarga berencana. Sehingga mampu mengaplikasikannya sesuai standar

dan etika profesi

2. Bagi Institusi Pendidikan

Hasil studi kasus ini dapat memberikan referensi tentang bagaimana

asuhan kebidanan continuity of care yang dilakukan pada ibu hamil,

bersalin, nifas, BBL, dan keluarga berencana.

3. Bagi Pelayanan Kebidanan

Memberikan gambaran kualitas asuhan kebidanan yang komprehensif

dan berkelanjutan pada ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas, pelayanan KB

pasca salin, dan Bayi baru lahir.

4. Bagi Klien

Agar klien maupun masyarakat mampu melakukan deteksi dini

komplikasi yang mungkin timbul di masa hamil, bersalin, maupun nifas,

sehingga memungkinkan segera untuk mendapat penanganan.


9

E. Metode Pengambilan Data

Cara yang dilakukan dalam mengumpulkan data untuk penyusunan studi

kasus ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas, KB dan BBL, meliputi: anamnesa,

pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, studi kasus dan telaah kasus

F. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan LTA ini terdiri dari Bab I Pendahuluan yang berisi

latar belakang, tujuan, ruang lingkup, manfaat, metode pengambilan data, dan

sistematika penulisan. Pada Bab II Tinjauan Pustaka berisi tinjauan teori

asuhan kebidanan. Bab III Metode Penelitian berisi rancangan penelitian,

subjek penelitian, pengumpulan data dan analisis data serta masalah etika.

Anda mungkin juga menyukai