Di susun Oleh :
2022 / 2023
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum wr.wb
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga dapat
menyelesaikan makalah Askeb Nifas ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya
tentunya kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah Askeb Nifas dengan judul
“Laserasi Jalan Lahir” dengan baik. Salawat serta salam tak lupa tetap tercurahkan kepada
junjungan kita Nabi Agung Muhammad SAW yang kita tunggu syafaatnya di hari akhir nanti.
Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas yang diberikan oleh dosen
pengampu mata kuliah Askeb Nifas. Makalah ini disusun untuk membantu mengembangkan
kemampuan pemahaman pembaca terhadap Laserasi Jalan Lahir. Pemahaman tersebut dapat
dipahami melalui pendahuluan, pembahasan masalah, penutup, serta penarikan garis
kesimpulan dalam makalah ini.
Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada Dosen pengampu mata kuliah Askeb Nifas
yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk berkarya menyusun makalah
Laserasi Jalan Lahir. Penulis juga menyampaikan terimakasih kepada seluruh pihak yang
telah memberikan bantuan berupa konsep dan pemikiran dalam penyusunan makalah ini.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Dengan segala kerendahan hati, saran-
saran dari kritik yang konstruktif yang penulis harapkan dari para pembaca.
Wassalamualaikum wr.wb
PENDAHULUAN
1.2 TUJUAN
1. Untuk mengetahui pengkajian data pada ibu bersalin dengan penyulit robekan jalan
lahir.
2. Untuk melakukan analisa data untuk menentukan diagnosa pada ibu bersalin
dengan penyuit robekan jalan lahir.
1.3 MANFAAT
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 PENGERTIAN
Robekan jalan lahir adalah terpotongnya selaput lendir vagina, cincin selaput dara,
serviks, portio septum rektovaginalis akibat dari tekanan benda tumpul (Wiknjosastro,
Sarwono:178)
Robekan jalan lahir adalah robekan yang selalu memberikan perdarahan dalam
jumlah yang bervariasi banyaknya yang berasal dari perineum, vagina serviks dan
uterus. Robekan jalan lahir melipusi robekan vagina, robekan perineum, robekan
serviks dan rupture uteri.
1. Robekan Vagina
Robekan atau laserasi yang sampai pada daerah vagina dan cenderung
mencapai dinding lateral dan jika cukup dalam dapat mencapai levator ani. Kadang
juga dapat mengakibatkan cedera tambahan pada bagian atas saluran vagina, dekat
spina iskiadika.
Perlukaan pada dinding depan vagina sering kali terjadi di sekitar orifium
urethrae eksternum dan kloris. Perlukaan pada klitoris dapat menimbulkan
perdarahan banyak. Kadang-kadang perdarahan tersebut tidak dapat diatasi hanya
dengan jahitan, tetapi diperlukan penjepitas=n dengan cunam selama beberapa hari.
Robekan pada vagina dapat bersifat luka tersendiri, atau merupakan lanjutan
robekan perineum. Robekan vagina sepertiga bagian atas umumnya merupakan
lanjutan robekan serviks uteri. Pada umumnya robekan vagina terjadi karena
regangan jalan lahir yang berlebih-lebihan dan tiba-tiba ketika janin dilahirkan.
Baik kepala maupun bahu janin dapat menimbulkan robekan pada dinding vagina.
Kadang-kadang robekan terjadi akibat ekstrasi dengan forceps. Bila terjadi
perlukaan pada dinding vagina, akan timbul perdarahan segera setelah jalan lahir.
Diagnose ditegakan dengan mengadakan pemeriksaan langsung.
Untuk dapat menilai keadaan bagian dalam vagina, perlu diadakan
pemeriksaan dengan speculum. Perdarahan pada keadaan ini umumnya adalah
perdarahan arterial sehingga perlu dijahit. Penjahitan secara simpul dengan benang
catgut kromik no.0 atau 00, dimulai dari ujung luka sampai luka terjahit rapi.
Pada luka robek yang kecil dan superfisal, tidak diperlukan penangan khusus
pada luka robek yang lebar dan dalam, perlu dilakukan penjahitan secara terputus-
putus atau jelujur. Biasanya robekan pada vagina sering diiringi dengan robekan
pada vulva maupun perinium. Jika robekan mengenai puncak vagina, robekan ini
dapat melebar ke arah rongga panggul, sehingga kauum dougias menjadi terbuka.
Keadaan ini disebut kolporelasis. Kolporeksis adalah suatu keadaan dimana
menjadi robekan pada vagina bagian atas, sehingga sebagian serviks uteri dan
sebagian uterus terlepas dari vagina.
2. Robekan Perineum
Robekan perineum terjadi pada hampir semua persalinan pertama dan tidak
jarang juga pada persalinan berikutnya. Robekan perineum umumnya terjadi di
garis tengah dan bisa menjadi luas apabila kepala janin lahir terlalu cepat, sudut
arkus pubis lebih kecil daripada biasa, kepala janin melewati pintu panggul bawah
dengan ukuran yang lebih besar daripada sirkumferensia sub oksipito bregmatika.
Perinium merupakan kumpulan berbagai jaringan yang membentuk perinium.
Terletak antara vulva dan anus, panjangnya kira-kira 4 cm. Jaringan yang terutama
menopang perinium adalah diafragma pelvis dan urogenital. Diafragma pelvis
terdiri dari muskulus levator ani dan muskulus koksigis di bagian posterior serta
selubung fasia dari otot-otot ini. Muskulus levator ani membentuk sabuk otot yang
lebar bermula dari permukaan posterior ramus phubis superior, dari permukaan
dalam spina ishiaka dan dari fasia obturatorius. Serabut otot berinsersi di sekitar
vagina dan rektum, membentuk sfingter yang efisien untuk keduanya, pada
persatuan garis tengah antara vagina dan rektum, pada persatuan garis tengah di
bawah rektum dan pada tulang ekor. Diafragma urogenitalis terletak di sebelah luar
diafragma pelvis, yaitu di daerah segitiga antara tuberositas iskial dan simpisis
phubis. Diafragma urogenital terdiri dari muskulus perinialis transversalis profunda,
muskulus konstriktor uretra dan selubung fasia interna dan eksterna. Persatuan
antara mediana levatorani yang terletak antara anus dan vagina diperkuat oleh
tendon sentralis perinium, tempat bersatu bulbokavernosus, muskulus perinialis
transversalis superfisial dan sfingter ani eksterna. Jaringan ini yang membentuk
korpus perinialis dan merupakan pendukung utama perinium, sering robek selama
persalinan, kecuali dilakukan episiotomi yang memadai pada saat yang tepat.
Infeksi setempat pada luka episiotomi merupakan infeksi masa puerperium yang
paling sering ditemukan pada genetalia eksterna. Luka perinium adalah perlukaan
yang terjadi akibat persalinan pada bagian perinium dimana muka janin menghadap.
Luka perinium, dibagi atas 4 tingkatan.
Tingkat 1 : Robekan hanya pada selaput lender vagina dengan atau tanpa mengenai
kulit perinium.
Tingkat 2 : Robekan mengenai selaput lender vagina dan otot perinea ransversalis,
tetapi tidak mengenai spingter ani.
Tingkat 3 : Robekan mengenai seluruh perinium dan otot spingter ani.
Tingkat 4 : Robekan sampai mukosa rectum.
3. Robekan Serviks
Robekan yang terjadi pada persalinan yang kadang-kadang sampai ke forniks,
robekan biasanya terdapat pada pinggir samping serviks malahan kadang-kadang
sampai ke SBR dan membuka parametrium.
4. Rupture Uteri
Rupture uteri merupakan peristiwa yang paling gawat dalam bidang kebidanan
karena angka kematiannya yang tinggi. Janin pada ruptur uteri yang terjadi di luar
rumah sakit sudah dapat dipastikan meninggal dalam kavum abdomen. Ruptura
uteri masih sering dijumpai di Indonesia karena persalinan masih banyak ditolong
oleh dukun. Dukun seagian besar belum mengetahui mekanisme persalinan yang
benar, sehingga kemacetan proses persalinan dilakukan dengan dorongan pada
fundus uteri dan dapat mempercepat terjadinya rupture uteri.
Ruptura uteri adalah robekan atau diskontinuitas dinding rahim akibat
dilampauinya daya regang mio metrium. Penyebab ruptura uteri adalah disproporsi
janin dan panggul, partus macet atau traumatik. Ruptura uteri termasuk salah satu
diagnosis banding apabila wanita dalam persalinan lama mengeluh nyeri hebat pada
perut bawah, diikuti dengan syok dan perdarahan pervaginam. Robekan tersebut
dapat mencapai kandung kemih dan organ vital di sekitarnya.
Resiko infeksi sangat tinggi dan angka kematian bayi sangat tinggi pada kasus
ini. Ruptura uteri inkomplit yang menyebabkan hematoma pada para metrium,
kadang-kadang sangat sulit untuk segera dikenali sehingga menimbulkan
komplikasi serius atau bahkan kematian. Syok yang terjadi sering kali tidak sesuai
dengan jumlah darah keluar karena perdarahan hebat dapat terjadi ke dalam kavum
abdomen. Keadaan-keadaan seperti ini, sangat perlu untuk diwaspadai pada partus
lama.
Ruptur uteri adalah robekan atau diskontinuita dinding rahim akibat
dilampauinya daya regang miomentrium. Rupture uteri adalah robeknya dinding
uterus pada saat kehamilan atau dalam persalinan dengan atau tanpa robeknya
perioneum visceral.
2.2 KLASIFIKASI
1. Robekan Perineum
Robekan perineum terjadi pada semua persalinan pertama dan tidak jarang
juga pada persalinan berikutnya. Robekan ini dapat dihindarkan atau dikurangi
dengan menjaga jangan sampai dasar panggul dilalui oleh kepala janin dengan
cepat, sebaliknya kepala janin yang akan lahir jangan ditahan terlampau kuat dan
lama, karena akan menyebabkan asfiksia dan pendarahan dalam tengkorok janin,
dan melemahkan otot-otot dan fasia pada dasar panggulkarena diregangkan terlalu
lama.
Robekan perineum umumnya terjadi digaris tengah dan bias menjadi luas
apabila kepala janin lahir terlalu cepat, sudut arkus pubis lebih kecil daripada biasa
sehingga kepala janin terpaksa lahir lebih ke belakang daripada biasa, kepala janin
melewati pintu bawah panggul dengan ukuran yang lebih besar daripada
sirkumerensia suboksipito-bregmatika, atau anak dilahirkan dengan pembedahan
vaginial.
2. Robekan Serviks
Persalinan selalu mengakibatkan robekan serviks, sehingga serviks seorang
multipara berbeda daripada yang belum pernah melahirkan per vaginam. Robekan
serviks yang luas mengakibatkan perdarahan dan dapat menjalar ke segmen bawah
uterus. Apabila terjadi perdarahan yang tidak berhenti meskipun plasenta sudah
lahir lengkap dan uterus berkontraksi baik, perlu dipikirkan perlukaan jalan lahir,
khususnya robekan serviks uteri.
3. Ruptur Uteri
a. Ruptur uteri spontan
Terjadi spontan dan sebagian besar pada persalinan. Terjadi gangguan
mekanisme persalinan sehingga menimbulkan ketegangan segmen bawah rahim
yang berlebihan.
b. Ruptur uteri trumatik terjadi pada persalinan, timbulnya ruptura uteri karena
tindakan seperti ekstragksi farsep, ekstraksi vakum, dll.
c. Rupture uteri pada bekas luka uterus terjadinya spontan atau bekas seksio
sesarea dan bekas operasi pada uterus.
Sedangkan 4anda dan gejala ruptur uteri dapat terjadi secara dramatis atau tenang yaitu
:
1. Dramatis
a. Nyeri tajam, yang sangat pada abdomen bawah saat kontraksi hebat
memuncak.
b. Penghentian kontraksi uterus disertai hilangnya rasa nyeri.
c. Perdarahan vagina (dalam jumlah sedikit atau hemoragi).
d. Terdapat tanda dan gejala syok, denyut nadi meningkat, tekanan darah
menurun dan nafas pendek (sesak).
e. Temuan pada palpasi abdomen tidak sama dengan temuan terdahulu.
f. Bagian presentasi dapat digerakkan diatas rongga panggul.
g. Janin dapat tereposisi atau terelokasi secara dramatis dalam abdomen ibu.
h. Bagian janin lebih mudah dipalpasi.
i. Gerakan janin dapat menjadi kuat dan kemudian menurun menjadi tidak ada
gerakan dan DJJ sama sekali atau DJJ masih didengar.
j. Lingkar uterus dan kepadatannya (kontraksi) dapat dirasakan disamping janin
(janin seperti berada diluar uterus).
2. Tenang.
a. Kemungkinan terjadi muntah.
b. Nyeri tekan meningkat diseluruh abdomen.
c. Nyeri berat pada suprapubis.
d. Kontraksi uterus hipotonik.
e. Perkembangan persalinan menurun.
f. Rasa ingin pingsan.
g. Hematuri (kadang-kadang kencing darah).
h. Perdarahan vagina (kadang-kadang).
i. Tanda-tanda syok progresif.
j. Kontraksi dapat berlanjut tanpa menimbulkan efek pada servik atau kontraksi
mungkin tidak dirasakan.
k. DJJ mungkin akan hilang.
2.5 PENATALAKSANAAN
1. Penjahitan robekan vagina dan pereneum
Sebagian besar derajat ! menutup secara spontan tanpa dijahit :
a. Tinjau kembali prinsip perawatan secara umum.
b. Berikan dukungan dan penguatan emosional. gunakan anastesi lokal dengan
lignokain, gunakan blok pedendal jika perlu.
c. Minta asisten memeriksa uterus dan memastikan bahwa uterus berkontraksi.
d. Periksa vagina, perinium, dan serviks secara cermat.
e. Jika robekan perinium panjang dan dalam, inspeksi untuk memastikan bahwa
tidak terdapat robekan derajat III dan IV.
2. Penjahitan robekan serviks
a. Tinjau kembali prinsip perawatan umum dan oleskan larutan antiseptik ke
vagina dan serviks.
b. Berikan dukungan dan penguatan emosional. Anastesi tidak dibutuhkan pada
sebagian besar robekan serviks. Berikan petidin dan diazepam melalui IV secara
perlahan (jangan mencampur obat tersebut dalam spuit yang sama) atau
gunakan ketamin untuk robekan serviks yang tinggi dan lebar.
c. Minta asisten memberikan tekanan pada fundus dengan lembut untuk membantu
mendorong serviks jadi terlihat.
d. Gunakan retraktor vagina untuk membuka serviks jika perlu.
e. Pegang serviks dengan forcep cincin atau forcep spons dengan hati-hati.
Letakkan forcep pada kedua sisi robekan dan tarik dalam berbagai arah secara
perlahan untuk melihat seluruh serviks. Mungkin terdapat beberapa robekan.
f. Tutup robekan serviks dengan jahitan jelujur menggunakan benang catgut
kromik atau poliglokolik 0 yang dimulai pada apeks (tepi atas robekan) yang
seringkali menjadi sumber pendarahan. Jika bagian panjang bibir serviks robek,
jahit dengan jahitan jelujur menggunakan benang catgut kromik atau
poliglikolik 0.
g. Jika apeks sulit diraih dan diikat, pegang pegang apeks dengan forcep arteri atau
forcep cincin. Pertahankan forcep tetap terpasang selama 4 jam. Jangan terus
berupaya mengikat tempat pendarahan karena upaya tersebut dapat mempererat
pendarahan. Selanjutnya setelah 4 jam, buka forcep sebagian tetapi jangan
dikeluarkan. Setelah 4 jam berikutnya, keluarkan seluruh forcep.
3. Penjahitan robekan perineum derajat III dan IV
a. Jahit robekan diruang operasi.
b. Tinjau kembali prinsip perawatan umum.
c. Berikan dukungan dan penguatan emosional. gunakan anastesi lokal dengan
lignokain. Gunakan blok pedendal, ketamin atau anastesi spinal. Penjahitan
dapat dilakukan menggunakan anastesi lokal dengan lignokain dan petidin serta
diazepam melalui IV dengan perlahan (jangan mencampur dengan spuit yang
sama) jika semua tepi robekan dapat dilihat, tetapi hal tersebut jarang terjadi.
d. Minta asisten memeriksa uterus dan memastikan bahwa uterus berkontraksi.
e. Periksa vagina, perinium, dan serviks secara cermat.
f. Untuk melihat apakah spingter ani robek dengan masukkan jari yang memakai
sarung tangan kedalam anus.
g. Ganti sarung tangan yang bersih, steril atau yang DTT.
h. Oleskan larutan antiseptik kerobekan dan keluarkan materi fekal jika ada.
i. Pastikan bahwa tidak alergi terhadap lignokain atau obat-obatan terkait.
j. Masukan sekitar 10 ml larutan lignokain 0,5% kebawah mukosa vagina, kulit
perineum dan keotot perinatal yang dalam.
k. Pada akhir penyuntikan, tunggu selama dua menit kemudian jepit area robekan
dengan forcep. Jika ibu dapat merasakan jepitan tsb, tunggu dua menit lagi
kemudian lakukan tes ulang.
l. Jahit rektum dengan jahitan putus-putus mengguanakan benang 3-0 atau 4-0
dengan jarak 0,5 cm untuk menyatukan mukosa.
m. Jika spingter robek pegang setiap ujung sfingter dengan klem Allis (sfingter
akan beretraksi jika robek). Selubung fasia disekitar sfingter kuat dan tidak
robek jika ditarik dengan klem. Jahit sfingter dengan dua atau tiga jahitan putus-
putus menggunakan benang 2-0.
n. Oleskan kembali larutan antiseptik ke area yang dijahit.
o. Periksa anus dengan jari yang memakai sarung tangan untuk memastikan
penjahitan rektum dan sfingter dilakukan dengan benar. Selanjutnya, ganti
sarung tangan yang bersih, steril atau yang DTT.
p. Jahit mukosa vagina, otot perineum dan kulit.
Bab III
Studi Kasus Asuhan Kebidanan
Perawatan Luka Perineum Post Episiotomi
1. PENGKAJIAN
a. Identitas Pasien
Tanggal : 10 Maret 2013 Pukul : 12.00 WIB
Identitas Pasien Identitas Suami
Nama : Ny. T Nama : Tn. P
Umur : 24 tahun Umur : 25 tahun
Agama : Islam Agama : Islam
Suku Bangsa : Jawa, Indonesia Suku Bangsa : Jawa, Indonesia
Pendidikan : SMA Pendidikan : SMK
Pekerjaan : Swasta Pekerjaan : Swasta
Alamat : Sabrangkulon 03/ 35 Mojosongo, Jebres, Surakarta
b. Anamnesa (Data Subyektif)
Tanggal : 10 maret 2013 Pukul : 12. 05 WIB
1) Alasan utama pada waktu masuk : Ibu mengatakan perut kenceng – kenceng dan
mengeluarkan lendir darah dari jalan lahir pada tanggal 10 maret 2013, pukul 06.00
WIB.
2) Keluhan : Ibu mengatakan perutnya mules dan nyeri pada luka jahitan di perineum.
3) Riwayat menstruasi
a) Menarche : Ibu mengatakan pertama kali haid umur 13 tahun.
b) Siklus : Ibu mengatakan jarak haidnya ± 28 hari.
c) Lama : Ibu mengatakan lama haidnya 6 – 7 hari.
d) Banyaknya : Ibu mengatakan 2 – 3 x/ hari ganti pembalut.
e) Teratur/ tidak : Ibu mengatakan haidnya teratur.
f) Sifat darah : Ibu mengatakan darah warna merah segar, encer, tidak bergumpal.
g) Disminorhoe : Ibu mengatakan nyeri perut saat hari pertama haid.
4) Riwayat hamil
HPHT : Ibu mengatakan hari pertama haid terakhir tanggal 3 Juni 2012.
HPL : 10 Maret 2013
Keluhan – keluhan pada
Trimester I : Ibu mengatakan sering mual – maul kadang muntah.
Trimester II : Ibu mengatakan tidak ada keluhan.
Trimester III : Ibu mengatakan merasa pegal – pegal pada pinggang.
d) ANC :Ibumengatakan8kalikunjunganulangsecarateraturdibidan.
Ibu mengatakan pernahmen dapat penyuluhan tentang tablet zat besi,gizi ibu hamil,tanda
bahaya kehamilan trimesterIII.
f) ImunisasiTT
e) Riwaya toperasi
Ibu mengatakan belum pernah operasi apapun.
6) Riwayat keluarga berencana
Ibu mengatakan belum pernah menjadi akseptor KB apapun.
7) Riwayat perkawinan
Status perkawinan :Syah,1kali
Kawin umur : 23 tahun (istri) , 24 tahun (suami)
Lamanya :1 tahun
8) Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas yang lalu Hamil sekarang
Hamil sekarang
9) Riwayat persalinan
a) Tempat persalinan :BPM, penolong:bidan
b) Tanggal/jampersalinan :10maret2013,10.00WIB
c) Jenis persalinan :Normal
d) Indikasi dilakukan episiotomi : Perineum kaku dan pendek.
e) Plasenta
Ukuran :400gram,kotiledonlengkap,jumlah20
Insersitalipusat : Sentralis,panjang49cm
Kelainan :Tidakada
f) Perineum
1) Ruptur/tidak : Ya, derajat II, episiotomi mediolateralis.
2) Dijahit/tidak :Dijahit dengan teknik jelujur dengan benang cutget.
g) Perdarahan
1) Kala I 20 cc, kala II 30 cc,kala III 50 cc,kala IV 100 cc
2) Jumlah perdarahan 200 cc
h) Tindakan lain :Tidak ada tindakan lain
i) Lama persalinan
Kala I : 8 jam - menit
Kala II :- jam 20 menit
Kala III :- jam 10 menit
Kala IV :2 jam - menit
Total :10 jam 30 menit
j) Keadaan bayi
BB :3200 gram
Apgarscore :8/9/10
Cacat bawaan :Tidak ada
Masagestasi :40 minggu
d) Keadaan psikologi
Ibu mengatakan tidak merokok dan mengonsumsi obat–obatan selain dari bidan
1) StatusGeneralis
Keadaanumum :Baik
Kesadaran :Composmentis
TTV :TD:120/80mmHg R:22x/menit
S : 37 derjad Celcius N: 88x/menit
Tinggi Badan :159cm
Berat Badan sekarang : 51 kg
LILA :23cm
2) Pemeriksaan sistematis
a. Kepala
Rambut : Hitam, bersih, tidak berketombe, tidak mudah rontok.
Muka :Tidak pucat, tidak oedema ,tidak ada cloasma.
Mata
a) Oedema : Tidak oedema
b) Conjungtiva :Warna merah muda
c) Sklera : Warna putih
Hidung :Simetris,bersih,tidak ada benjolan
Telinga :Simetris,bersih,tidak ada serumen
Mulut/gigi/gusi :Tidak ada stomatitis, tidak ada
caries,tidak berdarah
b. Leher
1) Kelenjar gondok :Tidak adapembesaran
2) Tumor :Tidak ada benjolan
3) Pembesaran kelenjar limfe :Tida kada pembesaran kelenjar limfe
c. Dada dan Axilla
1. Jantung : Tidak dilakukan
2. Paru : Tidak dilakukan
3. Mammae
Pembengka kan : Tidak ada pembengka kan
Tumor : Tidak ada benjolan
Simetris : Simetris
Areola : Hyperpigmentasi
Putting susu : Menonjol
Kolostrum : Sudah keluar
4. Axilla
Benjolan : Tidak ada benjolan
Nyeri :Tidak ada nyeri
d. Ekstremitas
Varices : Tidak ada varices
Oedema :Tidak ada oedema
Reflek patella :Positif
Betis merah/lembek/keras : Betis lembek
2. INTERPRETASI DATA
Diagnosa Kebidanan
Ny.T P1A0 umur 24 tahun, 2 jam post partum dengan luka jahitan perineum derajat II
postepisiotomi.
Data Dasar:
Data Subyektif:
Data Obyektif:
b. Masalah
c. Kebutuhan
Penjelasan tentang nyeri perineum dan cara perawatannya.
Penjelasan tentang after pains dan ajar kan teknik relaksasi.
3. DIAGNOSAPOTENSIAL
4. TINDAKAN SEGERA
Pemberian terapi yaitu :Amoxillin 500 mg 3x1/tablet
Asam mefenamat 500 mg 3x1 / tablet
5. PERENCANAAN