Anda di halaman 1dari 51

CARA DETEKSI DINI KOMPLIKASI

PADA IBU MASA NIFAS DAN PENANGANANNYA


MAKALAH
Makalah ini ditujukan untuk memenuhi tugas dalam mata kuliah
Asuhan Kebidanan Pasca Persalinan dan Menyusui
Tingkat II Semester III

Disusun Oleh :
Kelompok 6
Choirunnisa Azzahra P3.73.24.2.19.007
Nur Afni Silviatama P3.73.24.2.19.023
Putri Asih P3.73.24.2.19.025
Putri Tarisa Salsabila P3.73.24.2.19.027
Rifani P3.73.24.2.19.030
Sheila Novarinta P3.73.24.2.19.035

Dosen Pengampu :
Mardeyanti, S.Si.T., M.Kes.

KELAS IIA
PROGRAM STUDI DIII KEBIDANAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES JAKARTA III
TAHUN AKADEMIK 2020-2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang atas
berkat rahmat-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini
yang berjudul “Cara Deteksi Dini Komplikasi Pada Ibu Masa Nifas dan
Penanganannya”. Penulisan makalah ini merupakan salah satu tugas yang
diberikan dalam mata kuliah Asuhan Kebidanan Pasca Persalinan dan Menyusui
di Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Jakarta III.
Dalam penulisan makalah ini, kami merasa masih banyak kekurangan, baik
pada teknis penulisan maupun materi, mengingatkan kemampuan yang kami
miliki. Untuk itu, kritik dan saran dari semua pihak sangat kami harapkan demi
penyempurnaan pembuatan makalah ini.
Dan dalam pembuatan makalah ini, kami juga mengucapkan terima kasih
kepada pihak-pihak yang telah membantu kami, khususnya kepada Dosen kami
yang telah memberikan petunjuk serta bimbingannya kepada kami, sehingga dapat
terselesaikannya pembuatan makalah ini.

Bekasi, Oktober 2020

Tim Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................ ii


DAFTAR ISI ....................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1
1.1 Latar Belakang .............................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ......................................................................... 2
1.3 Tujuan ........................................................................................... 3
BAB II PEMBAHASAN ................................................................................. 4
Cara Deteksi Dini Komplikasi Pada Ibu Masa Nifas dan
Penanganannya .................................................................................. 4
2.1 Pengertian Masa Nifas .................................................................. 4
2.2 Pengertian Deteksi Dini Komplikasi Ibu Masa Nifas ................... 4
2.3 Tanda-Tanda Bahaya Pada Ibu Masa Nifas .................................. 5
2.4 Perdarahan Post Partum ................................................................ 8
2.5 Hematoma......................................................................................11
2.6 Infeksi Masa Nifas ........................................................................14
2.7 Sub Involusi ..................................................................................20
2.8 Hipertensi Masa Nifas ..................................................................23
2.9 Gangguan Psikologis Masa Nifas .................................................27
2.10 Masalah Payudara .......................................................................35
2.10.1 Bendungan ASI ...............................................................35
2.10.2 Mastitis ...........................................................................44
2.10.3 Abses Payudara ...............................................................45
BAB III PENUTUP ...........................................................................................46
3.1. Kesimpulan ...................................................................................46
DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................47

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia merupakan negara dengan angka morbiditas dan mortalitas ibu
yang masih tinggi. Kematian dan kesakitan Ibu masih merupakan masalah
kesehatan yang serius di negara berkembang. World Health Organization
(WHO) mencatat sekitar delapan juta perempuan per tahun mengalami
komplikasi kehamilan dan sekitar 536.000 meninggal dunia dimana 99%
terjadi di negara berkembang, termasuk Indonesia. Angka kematian ibu akibat
komplikasi kehamilan, persalinan dan nifas di negara berkembang adalah 1
dari 11 perempuan dimana angka ini jauh lebih tinggi dibandingkan di negara
maju yaitu 1 dari 5000 perempuan. Tingginya angka kesakitan dan kematian
ibu (AKI) dan bayi (AKB) merupakan masalah kesehatan di Indonesia dan
juga mencerminkan kualitas pelayanan kesehatan selama hamil, persalinan
dan masa nifas. AKI di Indonesia merupakan salah satu yang tertinggi di Asia
Tenggara, yaitu 228 per 100.000 kelahiran hidup. Walaupun AKI di
Indonesia menurun secara bertahap dari 390 (1997) menjadi 359 per 100.000
kelahiran hidup dalam kurun waktu 15 tahun 2012, dan 248 per 100.000
kelahiran hidup pada tahun 2017. Namun, angka tersebut masih jauh dari
target Milenium Development Goals (MDGs) untuk menurunkan AKI
menjadi 102 per kelahiran hidup pada tahun 2015, dan belum tercapai. Maka
upaya menurunkan AKI dengan dilanjutkan pada program Sustainable
Development Goals (SDGs) hingga tahun 2030. Peningkatan jumlah
penduduk dan jumlah kehamilan, persalinan, nifas yang mengalami
komplikasi dan berisiko turut mempengaruhi tingginya morbiditas dan
mortalitas ibu.
Penyebab langsung morbiditas dan mortalitas ibu adalah perdarahan,
preeklampsi/eklampsi, infeksi serta penyakit atau komplikasi yang menyertai
ibu hamil, bersalin dan nifas. Adapun penyebab tidak langsung terhadap
morbiditas dan mortalitas ibu adalah faktor sosial, demografi, budaya,
karakteristik, pendidikan, pengetahuan serta akses pelayanan kesehatan.

1
Penyebab langung kesakitan dan kematian ibu, dengan proporsi terbesar
terutama terjadi pada fase persalinan, nifas maupun postpartum. Pada
umumnya sebenarnya penyebab ini mampu dicegah (preventable), dengan
cara mengenali maupun mendeteksi adanya faktor risiko, penyulit maupun
komplikasi yang menyertai ibu. Pengenalan lebih dini, maka akan mampu
mencegah kesakitan dan kematian ibu. Untuk pengenalan faktor risiko,
penyulit atau komplikasi inilah yang dikenal dengan istilah tanda bahaya,
yang harus mampu dideteksi oleh bidan, dan mampu dilakukan pengambilan
keputusan klinis yang tepat. Bidan perlu memberikan pendidikan kesehatan
pada ibu nifas dan menyusui tentang faktor risiko, tanda bahaya, penyulit dan
komplikasi yang menyertai masa nifas dan postpartum, sehingga ibu nifas dan
postpartum mampu mengenali adanya tanda bahaya dan mampu mengambil
keputusan yang tepat terhadap dirinya, sehingga mampu mencegah
morbiditas dan mortalitas ibu.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang masalah yang dikemukakan, rumusan masalah
yang hendak diungkapkan yaitu:
Cara Deteksi Dini Komplikasi Pada Ibu Masa Nifas dan Penanganannya
a. Apa saja tanda-tanda bahaya yang dapat terjadi pada ibu masa nifas?
b. Bagaimana cara deteksi dini komplikasi perdarahan post partum pada ibu
masa nifas dan penanganannya?
c. Bagaimana cara deteksi dini komplikasi hematoma pada ibu masa nifas
dan penanganannya?
d. Bagaimana cara deteksi dini komplikasi infeksi masa nifas pada ibu masa
nifas dan penanganannya?
e. Bagaimana cara deteksi dini komplikasi sub involusi pada ibu masa nifas
dan penanganannya?
f. Bagaimana cara deteksi dini komplikasi hipertensi masa nifas pada ibu
masa nifas dan penanganannya?
g. Bagaimana cara deteksi dini komplikasi gangguan psikologis masa nifas
pada ibu masa nifas dan penanganannya?

2
h. Bagaimana cara deteksi dini komplikasi masalah payudara (seperti
bendungan ASI, mastitis, abses payudara) pada ibu masa nifas dan
penanganannya?

1.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah yang dikemukakan, tujuan makalah yang
hendak disajikan yaitu:
Cara Deteksi Dini Komplikasi Pada Ibu Masa Nifas dan Penanganannya
a. Untuk mengetahui tanda-tanda bahaya apa saja yang dapat terjadi pada
ibu masa nifas.
b. Untuk mengetahui cara deteksi dini komplikasi perdarahan post partum
pada ibu masa nifas dan penanganannya.
c. Untuk mengetahui cara deteksi dini komplikasi hematoma pada ibu masa
nifas dan penanganannya.
d. Untuk mengetahui cara deteksi dini komplikasi infeksi masa nifas pada
ibu masa nifas dan penanganannya.
e. Untuk mengetahui cara deteksi dini komplikasi sub involusi pada ibu
masa nifas dan penanganannya.
f. Untuk mengetahui cara deteksi dini komplikasi hipertensi masa nifas pada
ibu masa nifas dan penanganannya.
g. Untuk mengetahui cara deteksi dini komplikasi gangguan psikologis masa
nifas pada ibu masa nifas dan penanganannya.
h. Untuk mengetahui cara deteksi dini komplikasi masalah payudara (seperti
bendungan ASI, mastitis, abses payudara) pada ibu masa nifas dan
penanganannya.

3
BAB II
PEMBAHASAN

CARA DETEKSI DINI KOMPLIKASI PADA IBU MASA NIFAS DAN


PENANGANANNYA
2.1 Pengertian Masa Nifas
Masa nifas (puerperium), berasal dari bahasa latin, yaitu puer yang artinya
bayi dan partus yang artinya melahirkan atau berarti masa sesudah
melahirkan. Periode masa nifas (puerperium) adalah periode waktu selama 6-
8 minggu setelah persalinan. Proses ini dimulai setelah selesainya persalinan
dan berakhir setelah alat-alat reproduksi kembali seperti keadaan sebelum
hamil/tidak hamil sebagai akibat dari adanya perubahan fisiologi dan
psikologi karena proses persalinan. (Saleha, 2009)
Masa nifas merupakan masa yang paling rawan bagi ibu, sekitar 60%
kematian ibu terjadi setelah melahirkan dan hampir 50% dari kematian pada
masa nifas terjadi pada 24 jam pertama setelah melahirkan, diantaranya
disebabkan oleh adanya komplikasi pada masa nifas. Baik di Negara maju
maupun Negara berkembang, perhatian utama bagi ibu dan bayi terlalu
banyak tertuju pada masa kehamilan dan persalinan, sementara keadaan yang
sebenarnya justru merupakan kebalikannya, oleh karena risiko kesakitan dan
kematian ibu serta bayi lebih sering terjadi pada masa pasca persalinan.
Keadaan ini terutama disebabkan oleh konsekuensi ekonomi, disamping
ketidaktersediaan pelayanan atau rendahnya peranan fasilitas kesehatan dalam
menyediakan pelayanan kesehatan yang cukup berkualitas. Rendahnya
kualitas pelayanan kesehatan juga menyebabkan rendahnya keberhasilan
promosi kesehatan dan deteksi dini serta penatalaksanaan yang adekuat
terhadap masalah dan penyakit yang timbul pada masa pasca persalinan.
(Saifuddin, 2008)

2.2 Pengertian Deteksi Dini Komplikasi Ibu Masa Nifas


Komplikasi masa nifas adalah keadaan abnormal pada masa nifas yang
dapat disebabkan oleh masuknya kuman-kuman ke dalam alat genitalia pada

4
waktu persalinan dan nifas. Sedangkan, deteksi dini adalah usaha untuk
menemukan secara dini atau awal hal-hal yang menentukan keberadaan,
anggapan, atau kenyataan. Tujuan dari deteksi dini pada ibu masa nifas,
diantaranya:
a. Untuk meningkatkan kesejahteraan fisik dan psikologis ibu nifas.
b. Sebagai pencegahan dan diagnosis dini komplikasi terhadap ibu nifas.
c. Agar dapat segera merujuk ibu ke fasilitas yang lebih memadai apabila
diperlukan.
Komplikasi pada masa nifas dapat terjadi pada setiap ibu. Hal ini dapat
dideteksi dengan melakukan asuhan kebidanan secara komprehensif. Sebagai
seorang tenaga kesehatan, Bidan dituntut untuk memahami berbagai macam
penyulit dan komplikasi yang dapat terjadi, mendeteksinya dan melakukan
tindakan yang tepat sehubungan dengan komplikasi tersebut. Dengan
mengetahui penyulit dan komplikasi selama masa nifas, dapat membantu
bidan dalam hal mengidentifikasi komplikasi apa saja yang harus diwaspadai
oleh seorang bidan sehingga masa nifas yang dialami oleh ibu dapat
berlangsung secara normal. Dalam masa nifas, terdapat beberapa tanda-tanda
komplikasi seperti demam, muntah, rasa sakit waktu berkemih, payudara
yang berubah menjadi merah, panas dan atona serba sakit, kehilangan nafsu
makan dalam waktu lama, rasa sakit, merah, lunak dan atau pembengkakan di
kaki, dan merasa sedih atau tidak mampu mengasuh bayinya dan dirinya
sendiri.

2.3 Tanda-Tanda Bahaya Pada Ibu Masa Nifas


a. Perdarahan lewat jalan lahir
Untuk normalnya, darah yang keluar saat masa nifas adalah 500-600 ml
per 24 jam setelah bayi dilahirkan. Sama seperti saat sedang haid, seorang
wanita biasanya memakai pembalut untuk mencegah darah nifas tembus
pada celana dalam. Seorang Ibu harus waspada jika dalam waktu satu jam
sudah ganti pembalut lebih dari 2 pembalut. Ganti pembalut disini dalam
artian karena terlalu banyak darah yang keluar. Hal seperti ini menandakan
jika masa nifas seperti ini sangat berbahaya dan harus segera dikonsultasi.

5
b. Sakit kepala berlebih disertai mual
Seiring dengan keluarnya darah setelah melahirkan seringkali membuat
wanita mengalami sakit kepala. Tapi hal ini memang wajar karena
kurangnya sel darah merah. Tapi untuk wanita yang mengalami sakit
kepala berlebih dan rasa mual, maka hal ini sudah tidak wajar lagi karena
bisa menjadi penyebab gangguan penyakit yang disebabkan oleh nifas.
Pusing atau sakit kepala yang berlebihan harus segera dibawa ke fasilitas
kesehatan untuk dikonsultasikan. Jika dibiarkan terlalu lama akan
mengganggu kesehatan ibu yang baru melahirkan. Penanganan yang cepat
tentunya akan lebih mudah ditangani daripada dibiarkan terlalu lama.
c. Rasa sakit waktu berkemih
Pada masa nifas dini sensitifitas kandung kemih terhadap tegangan air
kemih di dalam vesika sering menurun akibat trauma persalinan serta
analgesia epidural atau spinal. Sensasi peregangan kandung kemih juga
mungkin berkurang akibat rasa tidak nyaman, yang ditimbulkan oleh
episiotomi yang lebar, laserasi, atau hematoma pada dinding vagina.
d. Terjadi pembengkakan wajah dan bagian lainnya
Pembengkakan pada wajah atau ekstremitas merupakan tanda-tanda gejala
dari preeklamsi. Pembengkakan pada bagian kaki dan tangan membuat
seorang ibu yang baru saja melahirkan mengalami kesulitan berjalan
karena pembengkakan pada bagian kaki. Gejala pembengkakan pada kaki
biasanya diawali dengan munculnya varises yang semakin menjalar. Hal
ini sebaiknya segera diatasi sebelum merambat ke bagian tubuh lainnya.
e. Payudara yang berubah menjadi merah, panas, dan terasa sakit
Disebabkan oleh payudara yang tidak disusu secara adekuat, puting susu
yang lecet, BH yang terlalu ketat, kurang istirahat, maupun anemia.
f. Suhu tubuh yang mengalami peningkatan
Suhu tubuh memang tidak bisa diprediksi, khususnya pada ibu hamil dan
setelah persalinan. Ini dikarenakan daya tahan tubuh setiap orang berbeda-
beda. Bagi ibu, setelah melahirkan mungkin akan naik turun seiring
dengan proses persalinan yang menyebabkan dehidrasi. Tapi hal ini hanya
berlangsung selama 1 sampai 3 hari saja. Suhu tubuh untuk ibu yang baru

6
melahirkan umumnya 37-38 derajat celcius. Jika suhu tubuh lebih dari itu
maka sudah tidak wajar sehingga harus kembali ke fasilitas kesehatan
untuk diperiksa.
g. Kehilangan nafsu makan dalam waktu yang lama
Kelelahan yang amat berat setelah persalinan dapat mengganggu nafsu
makan,sehingga ibu tidak ingin makan sampai kelelahan itu hilang.
Hendaknya setelah bersalin berikan ibu minuman hangat,susu,kopi atau
teh yang bergula untuk mengembalikan tenaga yang hilang. Berikanlah
makanan yang sifatnya ringan,karena alat pencernaan perlu istirahat guna
memulihkan keadaanya kembali.
h. Mengalami depresi setelah melahirkan
Penyebabnya adalah kekecewaan emosional bercampur rasa takut yang
dialami kebanyakan wanita hamil dan melahirkan, rasa nyeri pada awal
masa nifas, kelelahan akibat kurang tidur selama persalinan dan setelah
melahirkan, kecemasan akan kemampuannya untuk merawat bayinya
setelah meninggalkan rumah bersalin, ketakutan akan menjadi tidak
menarik lagi. Depresi ibu melahirkan biasanya sering dialami oleh wanita
yang baru pertama kali melahirkan. Bagi beberapa orang, ini merupakan
proses instrospeksi terhadap waktu yang merubah seseorang yang tadinya
lajang dan sekarang memiliki bayi. Pendarahan yang berlebihan seringkali
disebabkan karena ibu yang stress setelah melahirkan. Ini biasanya akan
membuat ibu enggan menyentuh bayinya karena terlalu stress. Jika sudah
begini sebaiknya dibawa ke fasilitas kesehatan atau ke psikolog agar dapat
membantu mengatasi perasaan deperesinya.
i. Darah nifas yang berbau menyengat
Bau darah pada nifas umumnya sama dengan bau darah haid. Bau yang
tidak enak atau lebih menyengat biasanya merupakan tanda bahayanya
masa nifas sehingga harus segera diatasi. Ini biasanya diikuti oleh
gumpalan darah yang lebih besar dan menyebabkan rasa sakit pada vagina
saat mengeluarkannya. Untuk mengantisipasi terjadinya hal yang tidak
diinginkan, sebaiknya segera konsultasikan ke fasilitas kesehatan agar
dapat diatasi lebih cepat.

7
2.4 Perdarahan Post Partum
Perdarahan pada masa nifas atau perdarahan post partum sekunder (late
postpartum hemorrhage) merupakan perdarahan yang terjadi lebih dari 24 jam
dengan kehilangan darah lebih dari 500 mL setelah persalinan vaginal atau
lebih dari 1.000 mL setelah persalinan abdominal.
A. Pengertian Perdarahan Postpartum
Perdarahan postpartum atau perdarahan pasca persalinan adalah keluarnya
darah dari jalan lahir segera setelah melahirkan. Perdarahan setelah
melahirkan dengan jumlah wajar merupakan hal yang normal terjadi, hal
ini disebut lochia. Perdarahan postpartum terjadi ketika kehilangan darah
yang sangat banyak hingga lebih dari 500 cc dalam 24 jam setelah
melahirkan dan merupakan suatu kondisi yang abnormal.

8
B. Faktor Risiko Perdarahan Postpartum
Beberapa faktor risiko yang meningkatkan kejadian perdarahan
postpartum, yaitu:
 Persalinan lama.
 Bayi dalam janin lebih dari satu.
 Bayi besar lebih dari 4000 gr.
 Riwayat perdarahan sebelumnya.
 Anemia saat hamil.
 Usia kehamilan terlalu tua (lebih dari 38 tahun).
 Episiotomi (tindakan membuka jalan lahir dengan memberikan
potongan di sekitar jalan lahir).
C. Penyebab Perdarahan Postpartum
Penyebab perdarahan postpartum secara umum dibagi menjadi empat
penyebab, yaitu:
 Tonus/kekuatan otot, keadaan ketika uterus tidak dapat berkontraksi
atau disebut atonia uteri, menyebabkan darah yang keluar dari uterus
tidak dapat berhenti secara alamiah. Hal ini menyebabkan darah yang
keluar semakin banyak dan harus mendapatkan pertolongan.
 Trauma/cedera, adanya robekan jalan lahir karena bayi terlalu besar,
atau karena penggunaan obat pacu persalinan yang tidak sesuai dengan
aturan dapat menyebabkan kontraksi terlalu kuat dan robeknya jalan
lahir.
 Trauma/cedera, adanya robekan jalan lahir karena bayi terlalu besar,
atau karena penggunaan obat pacu persalinan yang tidak sesuai dengan
aturan dapat menyebabkan kontraksi terlalu kuat dan robeknya jalan
lahir.
 Jaringan, sisa jaringan plasenta yang masih menempel pada uterus
dapat menyebabkan sumber perdarahan dari jalan lahir.
 Faktor pembekuan darah, perdarahan yang banyak dapat menyebab-
kan hilangnya faktor-faktor yang dibutuhkan darah untuk membantu
penutupan luka. Selain itu, pengidap kelainan hemofilia, yaitu ketika

9
darah sukar membeku menyebabkan kelainan perdarahan pasca
melahirkan.
D. Gejala Perdarahan Postpartum
Gejala yang timbul berupa perdarahan dari jalan lahir yang keluar segera
setelah persalinan. Di dalam darah yang keluar biasanya mengandung
darah, beberapa bagian dari jaringan otot uterus, mukus atau lendir, dan sel
darah putih.
Pada keadaan yang normal darah yang keluar segera setelah melahirkan
kurang dari 500 cc. Namun, pada keadaan ketika perdarahan postpartum
merupakan sebuah kelainan, darah yang muncul lebih dari 500 cc.
Keadaan tersebut disertai gejala lain:
 Darah berwarna merah segar.
 Nyeri pada perut bawah.
 Demam.
 Pernapasan cepat.
 Keringat dingin.
 Penurunan kesadaran, mengantuk atau pingsan.
E. Diagnosis Perdarahan Postpartum
Diagnosis perdarahan postpartum ditegakkan oleh dokter dengan melihat
gejala klinis dari pasien. Dokter menentukan diagnosis perdarahan
postpartum jika menemukan perdarahan lebih dari 500 cc dalam 24 jam
pasca persalinan.
Untuk mencari penyebab perdarahan dokter dapat melakukan beberapa
pemeriksaan fisik dan penunjang. Pemeriksaan penunjang yang dilakukan
oleh dokter meliputi:
 USG, untuk melihat bagian dalam uterus apakah ada sisa plasenta yang
tertinggal.
 Pemeriksaan faktor pembekuan, untuk melihat adanya kelainan
pembekuan atau tidak.
F. Pengobatan Perdarahan Postpartum
Pada keadaan akut, yaitu ketika kehilangan darah sangat banyak, tindakan
pertama yang dapat dilakukan adalah dengan memberikan cairan

10
pengganti melalui infus. Tindakan memperbaiki keadaan umum pengidap
merupakan prioritas utama pengobatan. Selanjutnya, pengobatan
dilakukan dengan memperbaiki penyebab dari perdarahan postpartum,
seperti:
 Pemberian obat-obatan untuk memperkuat kontraksi uterus, seperti
oksitosin.
 Melakukan tindakan kuret apabila terdapat sisa jaringan plasenta yang
tertinggal di dalam uterus.
 Pemberian transfusi darah dan komponen darah apabila terdapat
perdarahan masif pada pengidap.

2.5 Hematoma
A. Pengertian Hematoma
Hematoma adalah kumpulan darah tidak normal di luar pembuluh darah.
Kondisi ini dapat terjadi saat dinding pembuluh darah arteri, vena, atau
kapiler mengalami kerusakan sehingga darah keluar menuju jaringan yang
bukan tempatnya. Kumpulan darah ini bisa terjadi pada bagian tubuh mana
pun, dari yang berukuran kecil, hingga yang berukuran besar dan
menyebabkan jaringan sekitarnya terasa nyeri atau bengkak.
Dalam keadaan normal, pembuluh darah dalam tubuh terus menerus
memperbaiki diri sehingga dapat mengatasi luka yang kecil dengan
membentuk bekuan darah. Namun jika luka nya besar dan tekanan pada
pembuluh darah meningkat, kebocoran darah akan terus terjadi dan
hematoma semakin luas. Kebocoran darah dan hematoma yang terus
meluas dapat mengakibatkan penderita kehilangan darah dalam jumlah
banyak dan mengalami syok.
Hematoma dapat terjadi di beberapa bagian tubuh, misalnya pada rongga
kepala, di bawah kuku jari, atau di dalam cuping telinga. Sebagian besar
kasus hematoma disebabkan oleh cedera, baik yang berat seperti
kecelakaan dan patah tulang, maupun yang ringan seperti terkilir atau
akibat bersin terus menerus
B. Gejala Hematoma

11
Gejala yang ditimbulkan hematoma tergantung dari lokasi, ukuran, dan
kondisi hematoma. Namun pada umumnya, gejala yang timbul berupa:
 Pembengkakan pada area hematoma.
 Area hematoma berwarna merah keunguan, terasa agak hangat, dan
nyeri.
C. Penyebab dan Faktor Risiko Hematoma
Penyebab umum terjadinya hematoma adalah cedera. Cedera yang terjadi
bisa disebabkan karena kecelakaan, terjatuh, terbentur, terkilir, patah
tulang, luka tembak, atau bersin yang terlampau keras. Beberapa hal yang
meningkatkan risiko seseorang mengalami hematoma adalah:
 Aneurisma
Adalah tonjolan atau pelebaran tidak normal pada pembuluh darah.
 Penggunaan obat-obatan
Obat antikoagulan bisa meningkatkan risiko terjadinya perdarahan dan
meluasnya hematoma, karena tubuh tidak dapat membentuk bekuan
darah dan memperbaiki kerusakan pembuluh darah.
 Penyakit
Kondisi medis atau penyakit tertentu yang menyebabkan turunnya
jumlah trombosit atau hilangnya fungsi trombosit, seperti infeksi virus
dan anemia aplastik.
D. Jenis Hematoma
Hematoma dibedakan berdasarkan lokasi terjadinya. Beberapa jenis
hematoma adalah:
 Hematoma intrakranial - hematoma yang muncul pada rongga kepala.
Hematoma jenis ini dapat terjadi ketika pembuluh darah rusak,
misalnya pada beberapa lapisan pelindung otak (hematoma epidural dan
hematoma subdural), atau di dalam jaringan otak (hematoma
interserebral).
 Hematoma pada kulit kepala - hematoma yang terjadi di luar tengkorak
di bawah kulit kepala dan terlihat seperti benjol.
 Hematoma pada telinga - saat kumpulan darah muncul di bawah kulit
telinga.

12
 Hematoma pada sekat hidung - terjadi jika seseorang mengalami cedera
hidung. Jika tidak segera diobati, tulang rawan hidung akan rusak dan
sekat pemisah lubang hidung (septum) akan robek.
 Hematoma intramuskular - terjadi di dalam jaringan otot dan dapat
menyebabkan sindrom kompartemen.
 Hematoma subungual - biasanya akibat cedera pada jari tangan atau
kaki. Darah akan berkumpul di bawah kuku, sehingga menyebabkan
rasa nyeri.
 Hematoma subkutan - lebam dan memar pada kulit, yang terjadi akibat
cedera pada pembuluh darah di bawah kulit.
 Hematoma intraabdominal - terjadi di dalam rongga perut.
E. Diagnosis Hematoma
Pemeriksaan fisik dapat mendiagnosis hematoma yang terjadi pada kulit
dan jaringan lunak. Untuk mendiagnosis hematoma yang tidak terlihat,
diperlukan pemeriksaan dengan pemindaian, misalnya CT scan untuk
melihat hematoma pada otak atau di dalam rongga perut. Pemeriksaan
penunjang juga diperlukan untuk mengetahui penyebab, faktor risiko, atau
komplikasi yang sudah terjadi, seperti pemeriksaan foto Rontgen untuk
mengetahui adanya fraktur tulang yang mengakibatkan hematoma, atau
pemeriksaan darah guna mengetahui kadar trombosit serta waktu
pembekuan darah.
F. Pengobatan Hematoma
Pengobatan hematoma dilakukan berdasarkan tingkat keparahan, lokasi,
serta kondisi anggota tubuh yang terganggu karena hematoma. Untuk
hematoma yang muncul pada kulit dan jaringan lunak, dokter hanya akan
menganjurkan pasien beristirahat, mengompres area hematoma dengan es
batu, membalut atau melakukan penekanan guna menghentikan
perdarahan, dan mengangkat bagian tubuh yang terkena hematoma lebih
tinggi dari jantung untuk mengurangi aliran darah ke area yang mengalami
perdarahan. Teknik yang dikenal dengan istilah RICE (rest, ice,
compression, elevation) ini dapat meredakan gejala dan pembengkakan.

13
Jika dibutuhkan, obat pereda nyeri juga bisa digunakan, namun sebaiknya
dikonsultasikan terlebih dahulu kepada dokter.
Penanganan hematoma pada bagian tubuh lainnya bergantung pada lokasi
dan kondisinya. Untuk hematoma intrakranial yang meluas terkadang
perlu ditangani dengan operasi. Tindakan yang bisa dilakukan adalah
pengeluaran darah dengan membuka tulang tengkorak atau kraniotomi.
G. Komplikasi Hematoma
Hematoma bisa menyebabkan peradangan dan pembengkakan. Kedua hal
tersebut bisa menimbulkan beberapa komplikasi, yaitu:
 Iritasi, pada organ dan jaringan tubuh.
 Infeksi. Kolonisasi bakteri dapat tumbuh pada darah yang terkumpul.
 Kerusakan otak permanen. Bila hematoma terbentuk di rongga kepala,
dapat menekan saraf di otak atau meningkatkan tekanan intrakranial,
yang akan menyebabkan kerusakan otak. Kerusakan otak yang
permanen ini bisa mengakibatkan kelumpuhan dan penurunan
kesadaran.

2.6 Infeksi Masa Nifas


Infeksi pada dan melalui traktus genitalis setelah persalinan disebut infeksi
nifas. Suhu 38°C atau lebih yang terjadi antara hari ke 2-10 postpartum dan
diukur per oral sedikitnya 4 kali sehari disebut sebagai morbiditas puerperalis.
Kenaikan suhu pada masa nifas dianggap sebagai infeksi nifas apabila tidak
ditemukan sebab-sebab ekstragenital (Saifuddin, 2007). Infeksi peurperium
adalah infeksi bakteri yang berasal dari saluran reproduksi selama persalinan
atau puerperium (Varney, 2008).
Masa Nifas (puerperium) dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhir
ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil dan
berlangsung kira-kira 6 minggu. Setelah persalinan, terjadi beberapa
perubahan penting diantaranya makin meningkatnya pembentukan urine
untuk mengurangi hemodilusi darah, terjadi beberapa penyerapan bahan
tertentu melalui pembuluh darah vena sehingga mengalami peningkatan suhu
badan sekitar 0,5°C yang bukan merupakan keadaan patologis menyimpang

14
pada hari pertama. Perlukaan karena persalinan merupakan tempat masuknya
kuman ke dalam tubuh, sehingga menimbulkan infeksi pada kala nifas.
a. Dengan tanda dan gejala secara umum sebagai berikut:
 Setelah 24 jam pertama, suhu di atas 37°C lebih dari 1 hari. Tetapi
kenaikan suhu tubuh temporal hingga 41°C tepat seusai melahirkan
(karena dehidrasi) atau demam ringan tidak lebih dari 38°C pada waktu
air susu mulai keluar tidak perlu dikhawatirkan.
 Rasa sakit atau tidak nyaman, dengan atau tanpa pembengkakan, di area
abdominal bawah usai beberapa hari melahirkan.
 Rasa sakit yang tak kunjung reda di daerah perineal, setelah beberapa
hari pertama.
 Bengkak di tempat tertentu dan/atau kemerahan, panas, dan keluar
darah di tempat insisi Caesar.
 Rasa sakit di tempat tertentu, bengkak, kemerahan, panas, dan rasa
lembek pada payudara begitu produksi penuh air susu mulai berkurang
yang bisa berarti tanda-tanda mastitis.
b. Penyebab predisposisi infeksi nifas:
 Persalinan lama, khususnya dengan pecah ketuban.
 Pecah ketuban yang lama sebelum persalinan.
 Teknik aseptik tidak sempurna.
 Bermacam-macam pemeriksaan vagina selama persalinan, khususnya
pecah ketuban.
 Tidak memperhatikan teknik mencuci tangan.
 Manipulasi intra uteri (misal: eksplorasi uteri, pengeluaran plasenta
manual).
 Trauma jaringan yang luas atau luka terbuka, seperti laserasi yang tidak
diperbaiki.
 Hematoma.
 Hemoragi, khususnya jika kehilangan darah lebih dari 1000 ml.
 Pelahiran operatif terutama pelahiran melalui seksio sesaria.
 Retensi sisa plasenta atau membran janin.

15
 Perawatan perineum tidak memadai.
 Infeksi vagina/serviks atau penyakit menular seksual yang tidak
ditangani
Organisme infeksius pada infeksi puerperium berasal dari tiga sumber
yaitu organisme yang normalnya berada dalam saluran genetalia bawah
atau dalam usus besar, infeksi saluran genetalia bawah, dan bakteri dalam
nasofaring atau pada tangan personil yang menangani persalinan atau di
udara dan debu lingkungan.
c. Pencegahan terjadinya infeksi masa nifas
 Sesudah partus terdapat luka-luka di beberapa tempat di jalan lahir.
Pada hari-hari pertama postpartum harus dijaga agar luka-luka ini tidak
dimasuki kuman-kuman dari luar. Oleh sebab itu, semua alat dan kain
yang berhubungan dengan daerah genital harus suci hama.
 Pengunjung dari luar hendaknya pada hari-hari pertama dibatasi sedapat
mungkin.
 Setiap penderita dengan tanda-tanda infeksi jangan dirawat bersama
dengan wanita-wanita dalam masa nifas yang sehat. (Winkjosastro,
2007)
d. Pengobatan infeksi nifas secara umum
Antibiotika mempunyai peranan yang sangat penting dalam pengobatan
infeksi nifas. Sudah barang tentu jenis antibiotika yang paling baik adalah
yang mempunyai khasiat yang nyata terhadap kuman-kuman yang menjadi
penyebab infeksi nifas. Sebelum terapi dimulai, dilakukan pembiakan
getah vagina serta serviks dan kemudian dilakukan tes-tes kepekaan untuk
menentukan terhadap antibiotik mana kuman-kuman yang bersangkutan
peka. Karena pemeriksaan ini memerlukan waktu, maka pengobatan perlu
dimulai tanpa menunggu hasilnya. Dalam hal ini dapat diberikan penicilin
dalam dosis tinggi atau antibiotika dengan spektrum luas (broad spectrum
antibiotics) seperti ampicillin, dan lain-lain. Setelah pembiakan serta tes-
tes kepekaan diketahui, dapat dilakukan pengobatan yang paling sesuai.
Di samping pengobatan dengan antibiotika, tindakan-tindakan untuk
mempertinggi daya tahan tubuh tetap perlu dilakukan. Perawatan baik

16
sangat penting, makanan yang mengandung zat-zat yang diperlukan
hendaknya diberikan dengan cara yang cocok dengan keadaan penderita,
dan bila perlu transfusi darah dilakukan. (Winkjosastro, 2007)
e. Macam-macam infeksi nifas
 Vulvitis
Pada infeksi bekas sayatan episiotomi atau luka perineum jaringan
sekitarnya membengkak, tepi luka menjadi merah dan bengkak, jahitan
mudah terlepas, dan luka yang terbuka menjadi ulkus dan mengeluarkan
pus.
 Vaginitis
Infeksi vagina dapat terjadi secara langsung pada luka vagina atau
melalui perineum. Permukaan mukosa membengkak dan kemerahan,
terjadi ulkus, dan getah mengandung nanah yang keluar dari ulkus.
Penyebaran dapat terjadi, tetapi pada umumnya infeksi tinggal terbatas.
 Servisitis
Infeksi servik juga sering terjadi, akan tetapi biasanya tidak
menimbulkan banyak gejala. Luka servik yang dalam, meluas, dan
langsung ke dasar ligamentum latum dapat menyebabkan infeksi yang
menjalar ke parametrium.
 Endometritis
Jenis infeksi yang paling sering adalah endometritis. Kuman-kuman
memasuki endometrium, biasanya pada luka bekas insersio plasenta,
dan dalam waktu singkat mengikutsertakan seluruh endometrium. Pada
infeksi dengan kuman yang tidak seberapa patogen, radang terbatas
pada endometrium. Jaringan desidua bersama-sama dengan bekuan
darah menjadi nekrotis dan mengeluarkan getah berbau dan terdiri atas
keping-keping nekrotis serta cairan. Pada batas antara daerah yang
meradang dan daerah sehat terdapat lapisan terdiri atas leukosit-
leukosit. Pada infeksi yang lebih berat batas endometrium dapat
dilampaui dan terjadilah penjalaran.
 Septikemia dan piemia

17
Ini merupakan infeksi umum yang disebabkan oleh kuman-kuman yang
sangat patogen biasanya Streptococcus haemolilyticus golongan A.
Infeksi ini sangat berbahaya dan merupakan 50% dari semua kematian
karena infeksi nifas. Adanya septikemia dapat dibuktikan dengan jalan
pembiakan kuman-kuman dari darah. Pada piemia terdapat dahulu
tromboflebitis pada vena-vena di uterus serta sinus-sinus pada bekas
implantasi plasenta. Tromboflebitis ini menjalar ke vena uterina, vena
hipogastrika dan/atau vena ovarii. Dari tempat-tempat trombus itu
embolus kecil yang mengandung kuman-kuman dilepaskan. Tiap kali
dilepaskan, embolus masuk ke dalam peredaran darah umum dan
dibawa oleh aliran darah ke tempat-tempat lain, diantaranya paru,
ginjal, otak, jantung, dan mengakibatkan terjadinya abses-abses di
tempat-tempat tersebut. Keadaan ini dinamakan piemia.
 Peritonitis
Infeksi nifas dapat menyebar melalui pembuluh limfe di dalam uterus
langsung mencapai peritonium dan menyebabkan peritonitis, atau
melalui jaringan di antara kedua lembar ligamentum latum yang
menyebabkan parametritis ( selulitis pelvika).
 Parametritis (selulitis pelvika)
Peritonitis dapat pula terjadi melalui salpingo-ooforitis atau selulitis
pelvika. Peritonitis mungkin terbatas pada rongga pelvis saja
(pelvioperitonitis) atau menjadi peritonitis umum. Peritonitis umum
merupakan komplikasi yang berbahaya dan merupakan sepertiga dari
sebab kematian kasus infeksi.
 Mastitis dan abses
Mastitis adalah infeksi payudara. Meskipun dapat terjadi pada setiap
wanita, mastitis semata-mata komplikasi pada wanita menyusui.
Mastitis harus dibedakan dari peningkatan suhu transien dan nyeri
payudara akibat pembesaran awal karena air susu masuk ke dalam
payudara. Organisme yang biasa menginfeksi termasuk S. aureus,
streptococci dan H.parainfluenzae. Cedera payudara mungkin Karena
memar karena manipulasi yang kasar, pembesaran payudara, stasis air

18
susu ibu dalam duktus, atau pecahnya puting susu. Bakteri berasal dari
berbagai sumber diantaranya: tangan ibu, tangan orang yang merawat
ibu atau bayi, bayi, duktus laktiferus, darah sirkulasi. Sedangkan tanda
dan gejala mastitis diantaranya meliputi: peningkatan suhu yang cepat
dari 39,5°C sampai 40°C, peningkatan kecepatan nadi, menggigil,
malaise umum, sakit kepala, nyeri hebat, bengkak, inflamasi, area
payudara keras.
Penanganan terbaik mastitis adalah dengan pencegahan. Pencegahan
dilakukan dengan mencuci tangan menggunakan sabun antibakteri,
pencegahan pembesaran dengan menyusui sejak awal dan sering. Posisi
bayi yang tepat pada payudara, penyangga payudara yang baik tanpa
konstriksi, membersihkan hanya dengan air tanpa agen pengering,
observasi bayi setiap hari terhadap adanya infeksi kulit atau tali pusat
dan menghindari kontak dekat dengan orang yang diketahui menderita
infeksi atau lesi stafilokokus.
Mastitis yang tidak ditangani memiliki hampir 10 % risiko terbentuknya
abses. Tanda dan gejala abses meliputi: Discharge puting susu
purulenta, demam remiten (suhu naik turun) disertai menggigil,
pembengkakan payudara dan sangat nyeri massa besar dan keras
dengan area kulit berwarna berfluktuasi kemerahan dan kebiruan
mengindikasikan lokasi abses berisi pus. Jika diduga mastitis,
intervensi dini dapat mencegah perburukan.
Intervensi meliputi beberapa tindakan higiene dan kenyamanan:
- BH yang cukup menyangga tetapi tidak ketat.
- Perhatian yang cermat saat mencuci tangan dan perawatan payudara.
- Kompres hangat pada area yang terkena.
- Masasse area saat menyusui untuk memfasilitasi aliran air susu.
- Peningkatan asupan cairan.
- Istirahat.
- Membantu ibu menentukan prioritas untuk mengurangi stres dan
keletihan dalam kehidupannya.

19
- Suportif, pemeliharaan perawatan ibu. (Winkjosastro, 2007, Varney,
2008)

2.7 Sub Involusi


A. Pengertian Sub Involusi
Involusi adalah perubahan retrogresif pada uterus yang menyebabkan
berkurangnya ukuran uterus, involusi puerperium dibatasi pada uterus dan
apa yang terjadi pada organ dan struktur lain hanya dianggap sebagai
perubahan puerperium (Varney’s, 2004). Involusi atau pengerutan uterus
merupakan suatu proses dimana uterus kembali ke kondisi sebelum hamil
dengan berat sekitar 60 gram. Proses ini dimulai segera setelah plasenta
lahir akibat kontraksi otot-otot polos uterus. (Ambarwati dan Wulandari,
2008)
Bila uterus mengalami atau terjadi kegagalan dalam involusi disebut
subinvolusi. Subinvolusi sering disebabkan oleh infeksi dan tertinggalnya
sisa plasenta dalam uterus sehingga proses involusi uterus tidak berjalan
dengan normal atau terhambat, bila subinvolusi uterus tidak ditangani
dengan baik, akan mengakibatkan perdarahan yan berlanjut atau
postpartum haemorrhage.
Subinvolusi merupakan istilah yang digunakan untuk menunjukkan
kemunduran yang terjadi pada setiap organ dan saluran reproduktif,
kadang lebih banyak mengarah secara spesifik pada kemunduran uterus
yang mengarah ke ukurannya. (Varney’s Midwivery)
Subinvolusi uteri adalah proses kembalinya uterus ke ukuran dan bentuk
seperti sebelum hamil yang tidak sempurna (Adelle Pillitteri, 2002).
Subinvolusi adalah kegagalan uterus untuk mengikuti pola normal
involusi, dan keadaan ini merupakan salah satu dari penyebab umum
perdarahan pascapartum. (Barbara, 2004)
Istilah ini menunjukkan keadaan terhentinya atau retardasi dalam proses
involusi. Ini diikuti oleh memanjangnya pengeluaran lokia dan perdarahan
uterus yang ireguler atau berlebihan, yang terkadang sangat banyak
jumlahnya. Pada pemeriksaan bimanual, uterus menjadi lebih besar dan

20
lebih lunak daripada seharusnya. Baik retensi sisa plasenta maupun infeksi
pelvis dapat menyebabkan subinvolusi. Ergonovine atau methylergonovine
(methergine), 0,2 mg setiap 3 sampai 4 jam selama 48 jam,
direkomendasikan oleh beberapa kalangan untuk subinvolusi, namun
mamfaatnya masih dipertanyakan. Disisi lain metritis bacterial berespons
terhadap terapi antibiotic oral. Wager dkk (1980) melaporkan bahwa
hamper sepertiga kasus infeksi uterus pascapartum lanjut disebabkan oleh
Chlamydia trachomatis. Jadi, terapi azithromycin atau doxycycline
merupakan terapi empiris yang sesuai. Andrew dkk (1989) meneliti 25
kasus perdarahan antara ke-7 dan ke-40 pascapartum yang disebabkan oleh
arteri uteroplasenta yang tidak berinvolusi. Arteri abnormal ini diisi oleh
thrombus dan tidak memiliki lapisan endothelial. Trofoblas perivaskular
juga ditemukan di dinding pembuluh darah ini. Mereka menyatakan bahwa
subinvolusi, setidaknya pada pembuluh plasenta, dapat menunjukkan
interaksi yang menyimpang antara sel uterus dan trofoblas.
B. Faktor yang memengaruhi
 Status gizi ibu nifas buruk ( kurang gizi).
 Ibu tidak menyusui bayinya.
 Kurang mobilisasi.
 Usia.
 Parietas.
 Terdapat bekuan darah yang tidak keluar.
 Terdapat sisa plasenta dan selaputnya dalam uterus sehingga proses
involusi uterus tidak berjalan dengan normal atau terlambat.
 Terjadi infeksi pada endometrium.
 Inflamasi.
 Mioma uteri.
C. Patofisiologi Sub Involusio Uterus
Kekurangan darah pada uterus. Kekurangan darah bukan hanya karena
kontraksi dan retraksi yang cukup lama, tetapi disebabkan oleh
pengurangan aliran darah yang pergi ke uterus di dalam perut ibu hamil,
karena uterus harus membesar menyesuaikan diri dengan pertumbuhan

21
janin. Untuk memenuhi kebutuhannya, darah banyak dialirkan ke uterus
dapat mengadakan hipertropi dan hiperplasi setelah bayi dilahirkan tidak
diperlukan lagi, maka pengaliran darah berkurang, kembali seperti biasa.
Demikian dengan adanya hal-hal tersebut uterus akan mengalami
kekurangan darah sehingga jaringan otot-otot uterus mengalami atrofi
kembali ke ukuran semula.
Subinvolusi uterus menyebabkan kontraksi uterus menurun sehingga
pembuluh darah yang lebar tidak menutup sempurna, sehingga perdarahan
terjadi terus menerus, menyebabkan permasalahan lainnya baik itu infeksi
maupun inflamasi pada bagian rahim terkhususnya endromatrium.
Sehingga proses involusi yang mestinya terjadi setelah nifas terganggu
karena akibat dari permasalahan di atas.
D. Manifestasi klinis dari Subinvolusio Uterus
Biasanya tanda dan gejala subinvolusi tidak tampak, sampai kira-kira 4-6
minggu pasca nifas.
 Fundus uteri letaknya tetap tinggi di dalam abdomen atau pelvis dari
yang diperkirakan atau penurunan fundus uteri lambat dan tonus uterus
lembek.
 Keluaran kochia seringkali gagal berubah dari bentuk rubra ke bentuk
serosa, lalu kebentuk kochia alba.
 Lochia bisa tetap dalam bentuk rubra dalam waktu beberapa hari
postpartum atau lebih dari 2 minggu pasca nifas.
 Lochia bisa lebih banyak daripada yang diperkirakan.
 Leukore dan lochia berbau menyengat, bisa terjadi jika ada infeksi.
 Pucat, pusing, dan tekanan darah rendah.
 Bisa terjadi perdarahan postpartum dalam jumlah yang banyak (>500
ml).
 Nadi lemah, gelisah, letih, ektrimitas dingin.
E. Penatalaksanaan Subinvolusi Uterus
 Pemberian antibiotik
 Pemberian uterotonika
1. Oksitosin

22
2. Metilergonovin maleat
 Pemberian tansfusi
 Dilakukan kerokan bila disebabkan karena tertinggalnya sisa-sisa
plasenta
F. Komplikasi Sub Involusi Uterus
Sub Involusi uterus menyebabkan kontraksi uterus menurun sehingga
pembuluh darah yang lebar tidak menutup sempurna, sehingga perdarahan
terjadi terus menerus. Perdarahan postpartum (PPH) merupakan
perdarahan vagina yang lebih dari 24 jam setelah melahirkan. Penyebab
utama adalah subinvolusi uterus. Yakni kondisi dimana uterus tidak dapat
berkontraksi dan kembali kebentuk awal. Ketika miometrium kehilangan
kemampuan untuk berkontraksi, pembuluh rahim mungkin berdarah secara
luas dan menyajikan situasi yang mengancam jiwa mengharuskan
histerektomi.

2.8 Hipertensi Masa Nifas


Hipertensi merupakan salah satu komplikasi yang muncul pada masa
kehamilan, bersalin dan nifas, yaitu berkisar 5-10%. Lebih dari sebagian
kasus hipertensi gestasional diikuti oleh tanda dan gejala preeklampsia serta
menjadi salah satu penyebab kesakitan dan kematian ibu bersama perdarahan
dan infeksi. Dari tiga penyebab kematian ibu tersebut, preeklampsia menjadi
penyebab kematian ibu yang paling berbahaya diantara lainya.
Hipertensi dalam kehamilan yang bermanifestasi klinik menjadi preeklampsia
sampai saat ini masih merupakan masalah penting di bidang obstetri.
Preeklampsia adalah suatu penyakit dengan tanda-tanda seperti hipertensi,
proteinuria, dan edema yang timbul karena kehamilan, penyakit ini umumnya
mulai terjadi dalam trimester 3 kehamilan sampai masa nifas. Preeklampsia
diidentifikasi terjadi 3,9% dalam kehamilan. Pada kondisi berat preeklampsi
dapat menjadi eklampsi dengan penambahan gejala kejang-kejang, eklampsia
dapat muncul sebelum, selama dan setelah proses persalinan. Menurut
Alexander (2006) wanita dengan Preeklampsia/eklampsia dapat mengalami

23
eklampsia lagi dalam 48 jam postpartum dan proporsi yang tidak berkembang
menjadi eklampsia dalam waktu sebelum 48 jam hanya 10%.

Preeklamsia Masa Nifas


A. Pengertian Preeklampsia
Preeklampsia adalah kumpulan gejala yang timbul pada ibu hamil,
bersalin, dan dalam masa nifas yang terdiri dari trias yaitu hipertensi
proteinuria dan edema yang kadang-kadang disertai konvulsi sampai
koma, ibu tersebut tidak menunjukkan tanda-tanda kelainan vascular atau
hipertensi sebelumnya (Rukiyah, 2010:172). Selama masa nifas di hari ke-
1 sampai 28, ibu harus mewaspadai munculnya gejala preeklampsia. Jika
keadaan bertambah berat bisa terjadi eklampsia, dimana kesadaran hilang
dan tekanan darah meningkat tinggi sekali, akibatnya pembuluh darah otak
bisa pecah, terjadi oedema paru paru yang memicu batuk berdarah.
Semuanya ini bisa menyebabkan kematian. (Anggraini, 2010:99)
B. Patofisologi yang mendasari Preeklampsia
Preeklampsia berhubungan dengan implantasi abnormal plasenta dan
invasi dangkal tromboblastik yang diakibatkannya mengakibatkan ber-
kurangnya perfusi plasenta. Arteria spiralis maternal gagal mengalami
vasodilatasi fisiologis normalnya; aliran darah kemudian mengalami
hambatan akibat perubahan aterotik yang menyebabkan obstruksi di dalam
pembuluh darah. Patologi peningkatan tahanan dalam sirkulasi utero-
plasenta dengan gangguan aliran darah intervilosa, dan berakibat iskemia
dan hipoksia yang bermanifestasi selama paruh kedua kehamilan.
Gambaran serupa mengenai invasi tromboblastik yang tidak adekuat juga
tampak pada komplikasi restriksi pertumbuhan janin pada ibu tanpa
preeklampsia. Oleh karena itu, sindrom matrnal preeklampsia pasti
berhubungan dengan faktor tambahan.
 Insiden Preeklampsia
Prevalensi Preeklampsia bervariasi sesuai karakteristik populasi dan
definisi yang digunakan untuk menerangkannya.

24
- Terjadi kurang dari 5% dalam kebanyakan populasi, dan studi
prospktif terkini menunjukkan insiden di bawah 2,2%, bahkan pada
populasi primigravida yang diketahui prevalensinya lebih tinggi.
- Sampai 20% ibu hamil akan mengalami hipertensi dalam kehamilan,
dari mereka kurang dari 10% yang menderita penyakit serius ini.
 Faktor Risiko Preeklampsia
Menurut dr. Taufan Nugroho,2012:3, Ada beberapa aspek yang
mendasari faktor risiko Preeklampsia:
- Primigravida
- Riwayat Preeklampsia
- Tekanan darah yang meningkat pada awal kehamilan dan badan
yang gemuk
- Adanya riwayat Preeklampsia pada keluarga
- Kehamilan ganda
- Riwayat darah tinggi pada maternal
- Diabetes pregestasional
- Sindroma antifosfolipid
- Penyakit faskulara atau jaringan ika
- Usia maternal yang lanjut lebih dari 35 tahun
 Komplikasi Awal
- Kejang meningkatkan kemungkinan mortalitas maternal 10 kali
lipat. Penyebab kematian maternal karena eklampsia adalah kolaps
sirkulasi (henti jantung, edema pulmo dan syok), perdarahan serebral
dan gagal ginjal.
- Kejang meningkatkan kemungkinan kematian fetal 40 kali lipat,
biasanya disebabkan oleh hipoksia, asidosis dan asolusio plasenta.
- Kebutuhan atau paralis dapat terjadi karena lepasnya retina atau
perdarahan intrakranial.
- Perdarahan postpartum.
- Toksik delirium.
- Luka karena kejang, berupa laserasi bibir atau lidah dan
frakturfertebrata.

25
- Aspirasi pneumonia. (dr. Taufan Nugroho, 2012:3-4)
 Komplikasi jangka Panjang
- 40% sampai 50% pasien dengan preeklampsia berat atau eklampsia
memiliki kemungkinan kejadian yang sama pada kehamilan
berikutnya.
- Hipertensi premanen, terjadi pada 30% sampai 50% pasien dengan
preeklampsia berat dan eklampsia.
 Pencegahan Preeklampsia
Beberapa cara pencegahan preeklamsi yang pernah digunakan sebagai
berikut.
Pencegahan dengan Perbaikan nutrisi
- Diet rendah garam
- Diet tinggi protein
- Suplemen kalsium
- Suplemen magnesium
- Suplemen seng
- Suplemen asam lenoleat
Pencegahan Non-medical
Pencegahan nonmedical adalah pencegahan dengan tidak memberikan
obat. Cara yang paling sederhana adalah dengan melakukan tirah
baring. Di Indonesia tidah baring masih diperlukan pada mereka yang
mempunyai risiko tinggi terjadinya preeklampsia meskipun tirah baring
tidak terbukti mencegah terjadinya preeklampsia dan mencegah
persalinan preterm. Restriksi garam tidak terbukti dapat mencegah
terjadinya preeklampsia. Hendaknya diet ditambah suplemen yang
mengandung:
- Minyak ikan yang kaya dengan asam lemak tidak jenuh, misalnya
omega-3 PUFA
- Antioksidan : vitamin C, vitamin E, B-karoten, CoQ10, N-
Asetilsistein, asam lipoik, dan elemen logam berat zinc, magnesium,
kalsium. (Prawirohardjo, 2010:542)
Pencegahan Medical

26
Pencegahan dapat pula dilakukan dengan pemberian obat meskipun
belum ada bukti yang kuat dan sahih. Pemberian deuretik tidak terbukti
mencegah terjadinya preeklampsi bahkan memperberat hipovolemia.
Antihipertensi tidak terbukti mencegah terjadinya preeklampsia.
Pemberian kalsium: 1.500-2.000 mg/hari dapat dipakai sebagai
suplemen pada risiko tinggi terjadinya preeklampsia. Selain itu dapat
pula diberikan zinc 200 mg/hari, magnesium 365 mg/hari. Obat
antitrombotik yang dianggap dapat mencegah preeklampsia ialah
aspirin dosis rentah rata rata dibawah 100 mg/hari, atau dipiridamol.
Dapat juga diberikan obata obat antioksian, misalnya vitamin C,
vitamin E, B-Karoten, CoQ10, N-Asetilsistein, asam lipoik
(Prawirohardjo, 2010:542).

2.9 Gangguan Psikologis Masa Nifas


A. Post Partum Blues
Post partum blues sering juga disebut sebagai maternity blues atau baby
blues dimengerti sebagai suatu sindroma gangguan efek ringan yang
sering tampak dalam minggu pertama pasca persalinan atau merupakan
kesedihan atau kemurungan pascapersalinan, yang biasanya hanya
muncul sementara waktu yakni sekitar 2 hari – 2 minggu sejak kelahiran
bayi. Biasanya disebabkan oleh perubahan perasaan yang dialami ibu
saat hamil sehingga sulit menerima kehadiran bayinya. Perubahan
perasaan ini merupakan respon alami terhadap rasa lelah yang dirasakan.
Selain itu, juga karena semua perubahan fisik dan emosional selama
beberapa bulan kehamilan. Gejala-gejalanya sebagai berikut :
 Cemas tanpa sebab.
 Reaksi depresi/sedih/ disforia.
 Menangis tanpa sebab.
 Tidak sabar.
 Tidak percaya diri.
 Sensitif, cepat marah dan mudah tersinggung (iriabilitas).
 Merasa kurang menyayangi bayinya.

27
 Mood mudah berubah, cepat menjadi sedih dan cepat pula gembira.
 Perasaan terjebak, marah kepada pasangan dan bayinya.
 Cenderung menyalahkan diri sendiri.
 Gangguan tidur dan gangguan nafsu makan.
 Kelelahan.
 Sangat pelupa.
Faktor-faktor penyebab timbulnya post partum blues adalah sebagai
berikut:
 Faktor hormonal berupa perubahan kadar estrogen progesterone,
prolaktin, serta estriol yang terlalu rendah. Kadar estrogen turun
secara tajam setelah melahirkan dan ternyata estrogen memiliki efek
supresi aktifitas enzim non-adrenalin maupun serotin yang berperan
dalam suasana hati dan kejadian depresi.
 Ketidaknyaman fisik yang dialami sehingga menimbulkan perasaan
emosi pada wanita pasca melahirkan misalnya, rasa sakit akibat luka
jahit atau bengkak pada payudara.
 Ketidakmampuan beradaptasi terhadap perubahan-perubahan yang
terjadi, seperti perubahan fisik dan emosional yang kompleks.
 Faktor umur dan paritas (jumlah anak).
 Pengalaman dalam proses kehamilan dan persalinannya.
 Latar belakang psikososial wanita tersebut misalnya, tingkat
pendidikan, kehamilan yang tidak diinginkan, status perkawinan, atau
riwayat gangguan jiwa pada wanita tersebut.
 Dukungan yang diberikan dari lingkungan, misalnya dari suami, orang
tua dan keluarga.
 Stres dalam keluarga misalnya, faktor ekonomi memburuk, persoalan
dengan suami, problem dengan mertua atau orang tua.
 Stres yang dialami oleh wanita itu sendiri misalnya, karena belum bisa
menyusui bayinya atau ASI tidak keluar, frustasi karena bayi tidak
mau tidur, rasa bosan terhadap rutinitas barunya.
 Kelelahan pasca melahirkan.

28
 Ketidaksiapan terhadap perubahan peran yang dialami ibu dan adanya
rasa cemas terhadap kemampuan merawat bayi.
 Rasa memiliki bayinya yang terlalu dalam, sehingga timbul rasa takut
yang berlebihan akan kehilangan bayinya.
 Problem anak setelah kelahiran bayi, kemungkinan timbul rasa
cemburu dari anak sebelumnya, sehingga hal tersebut cukup
mengganggu emosional ibu.
B. Post Partum Depression/Neurosa Post Partum
Depresi post partum merupakan tekanan jiwa sesudah melahirkan
mungkin seorang ibu baru akan merasa benar-benar tidak berdaya dan
merasa serba kurang mampu, tertindih oleh beban terhadap tangung
jawab terhadap bayi dan keluarganya,tidak bisa melakukan apapuan
untuk menghilangakan perasaan itu. Depresi post partum dapat
berlangsung selama 3 bulan atau lebih dan berkembang menjadi depresi
lain lebih berat atau lebih ringan. Gejalanya sama saja tetapi di samping
itu, ibu mungkin terlalu memikirkan kesehatan bayinya dan
kemampuanya sebagai seorang ibu.
Walaupun banyak wanita yang mengalami depresi post partum segera
setelah melahirkan, namun beberapa wanita tidak merasakan tanda
depresi sampai beberapa minggu atau beberapa bulan kemudian. Depresi
dapat saja terjadi dalam kurun waktu enam bulan berikutnya. Depresi
post partum mungkin saja berkembang menjadi post partum psikosis,
walaupun jarang terjadi.
Keluhan dan gejala depresi postpartum tidak berbeda dengan yang
terdapat pada kelainan depresi lainnya. Gejala-gejala yang mungkin
diperlihatkan pada penderita depresi post partum adalah sebagai berikut :
 Perasaan sedih dan kecewa.
 Sering menangis.
 Merasa gelisah dan cemas.
 Kehilangan ketertarikan terhadap hal-hal yang menyenangkan dan
sukar konsentrasi.
 Nafsu makan menurun.

29
 Kehilangan energi dan motivasi untuk melakukan sesuatu.
 Phobia, rasa takut yang irasional terhadap suatu benda atau keadaan
yang tidak dapat dihilangakan (paranoid).
 Tidak bisa tidur (insomnia) dan terkadang mimpi buruk.
 Perasaan bersalah dan putus harapan (hopeless), hingga pikiran mau
bunuh diri.
 Penurunan atau peningkatan berat badan yang tidak dapat dijelaskan.
 Memperlihatkan penurunan keinginan untuk mengurus bayinya dan
terkadang ingin menyakiti bayinya atau dirinya sendiri.
Faktor terjadinya depresi post partum diantaranya adalah, kurangnya
dukungan sosial dan dukungan keluarga serta teman, kekhawatiran akan
bayi yang sebetulnya sehat, kesulitan selama persalinan dan
melahirkan, merasa terasing, masalah/perselisihan perkawinan atau
keuangan, kehamilan yang tidak diinginkan. Adapun faktor lain yang
dapat mempengaruhi terjadinya neurosa post partum, antara lain :
 Biologis. Faktor biologis dijelaskan bahwa depresi post partum
sebagai akibat kadar hormon seperti estrogen, progesteron dan
prolaktin yang terlalu tinggi atau terlalu rendah dalam masa nifas atau
mungkin perubahan hormon tersebut terlalu cepat atau terlalu lambat.
 Faktor umur. Sebagian besar masyarakat percaya bahwa saat yang
tepat bagi seorang perempuan untuk melahirkan pada usia antara 20-
30 tahun, dan hal ini mendukung masalah periode yang optimal bagi
perawatan bayi oleh seorang ibu. Faktor usia perempuan yang
bersangkutan saat kehamilan dan persalinan seringkali dikaitkan
dengan kesiapan mental perempuan tersebut untuk menjadi seorang
ibu.
 Faktor pengalaman. Depresi pasca persalinan ini lebih banyak
ditemukan pada primipara, mengingat bahwa peran seorang ibu dan
segala yang berkaitan dengan bayinya merupakan situasi yang sama
sekali baru bagi dirinya dan dapat menimbulkan stres.
 Faktor pendidikan. Perempuan yang berpendidikan tinggi,
menghadapi tekanan sosial dan konflik peran, antara tuntutan sebagai

30
perempuan yang memiliki dorongan untuk bekerja atau melakukan
aktifitasnya diluar rumah dengan peran mereka sebagai ibu rumah
tangga dan orang tua dari anak-anak mereka.
 Faktor selama proses persalinan. Hal ini mencakup lamanya
persalinan, serta intervensi medis yang digunakan selama proses
pesalinan. Diduga semakin besar trauma fisik yang ditimbulkan pada
saat persalinan maka akan semakin besar pula trauma psikis yang
muncul dan kemungkinan perempuan yang bersangkutan akan
menghadapi depresi pasca persalinan.
 Faktor dukungan sosial. Banyaknya kerabat yang membantu pada saat
kehamilan, persalinan, dan pasca persalinan, beban seorang ibu karena
kehamilannya sedikit banyak berkurang.
C. Psikosis Post Partum (Post Partum Psychosis)
Insiden terjadinya psikosis port partum adalah 1-2 per 1000 kelahiran.
Pada kasus tersebut sebaiknya ibu dirawat karena dapat menampakkan
gejala yang membahayakan seperti, menyakiti diri sendiri atau
bayinya. Hal tersebut merupakan penyakit yang sangat serius
dan merupakan depresi yang paling berat, bahkan bisa sampai
membunuh anak-anaknya.
Gejala psikosis port partum, diantaranya :
 Gangguan tidur.
 Gaya bicara yang keras dan cepat marah.
 Inkoheren (berbicaranya kacau).
 Menarik diri dari pergaulan.
 Pikiran obsesif (pikiran yang menyimpang dan berulang-ulang).
 Impulsif (bertindak diluar kesadaran).
 Curiga berlebihan.
 Delusi dan halusinasi.
 kebingungan.
 Sulit konsentrasi.
Faktor pemicu psikosis post partum, antara lain :

31
 Faktor keturunan atau adanya riwayat keluarga menderita kelainan
psikiatri.
 Riwayat penyakit dahulu menderita penyakit psikiatri.
 Adanya masalah keluarga dan perkawinan
 Faktor sosial kultural (dukungan suami dan keluarga, kepercayaan
atau etnik)
 Faktor obstetrik dan ginekologik (kondisi fisik ibu dan kondisi fisik
bayi)
 Faktor psikososial (adanya stresor psikososial, faktor kepribadian,
riwayat mengalami depresi, penyakit mental, problem emosional, dll)
 Karakter personal seperti harga diri yang rendah.
 Perubahan hormonal yang cepat.
 Masalah medis dalam kehamilan (pre eklampsia, DM).
 Marital disfungsion atau ketidak mampuan membina hubungan
dengan orang lain yang mengakibatkan kurangnya dukungan.
 Unwanted pregnancy atau kehamilan tidak di inginkan
 Merasa terisolasi dan adanya ketakutan akan melahirkan anak cacat
atau tidak sempurna.
Cara Mencegah dan Menangani Gangguan Psikologi Pada Masa Nifas
Pencegahan
Beberapa intervensi berikut dapat membantu seorang wanita terbebas dari
ancaman depresi setelah melahirkan.
 Pelajari Diri Sendiri
Pelajari dan mencari informasi mengenai depresi post partum,
sehingga ibu dan keluarga sadar terhadap kondisi ini. Apabila terjadi,
maka ibu akan segera mendapatkan bantuan secepatnya.
 Tidur dan Makan yang Cukup
Diet nutrisi cukup penting untuk kesehatan, lakukan usaha yang terbaik
dengan makan dan tidur yang cukup. Keduanya penting selama periode
post partum dan kehamilan.
 Olahraga

32
Olahraga adalah kunci untuk mengurangi depresi post partum. Lakukan
peregangan selama 15 menit dengan berjalan setiap hari, sehingga
membuat ibu merasa lebih baik dan menguasai emosi berlebihan dalam
dirinya.
 Hindari Perubahan Hidup Sebelum atau Sesudah Melahirkan
Jika memungkinkan, hindari membuat keputusan besar seperti membeli
rumah atau pindah kerja, sebelum atau setelah melahirkan. Tetaplah
hidup secara sederhana dan menghindari stres, sehingga dapat segera dan
lebih mudah menyembuhkan depresi post partum yang diderita.
 Beritahukan Perasaan Ibu
Jangan takut untuk berbicara dan mengekspresikan perasaan
yang ibu inginkan dan butuhkan demi kenyamanan ibu. Jika memiliki
masalah dan merasa tidak nyaman terhadap sesuatu, segera beritahukan
kepada pasangan atau orang terdekat.
 Dukungan Keluarga dan Orang Lain Diperlukan
Dukungan dari keluarga atau orang yang ibu cintai selama melahirkan
sangat diperlukan. Ceritakan kepada pasangan atau orang tua, atau siapa
saja yang bersedia menjadi pendengar yang baik. Yakinkan diri, bahwa
mereka akan selalu berada di sisi ibu setiap mengalami kesulitan.
 Persiapkan Diri dengan Baik
Persiapan sebelum melahirkan sangatlah diperlukan. Ikutlah kelas senam
hamil yang sangat membantu serta buku atau artikel lainnya
yang ibu perlukan. Kelas senam hamil akan sangat membantu ibu dalam
mengetahui berbagai informasi yang diperlukan, sehingga
nantinya ibu tidak akan terkejut setelah keluar dari kamar bersalin.
Jika ibu tahu apa yang diinginkan, pengalaman traumatis saat melahirkan
akan dapat dihindari.
 Lakukan Pekerjaan Rumah Tangga
Pekerjaan rumah tangga sedikitnya dapat membantu ibu melupakan
gejolak perasaan yang terjadi selama periode post partum.
Kondisi ibu yang belum stabil bisa dicurahkan dengan memasak atau
membersihkan rumah.

33
 Dukungan Emosional
Dukungan emosi dari lingkungan dan juga keluarga akan
membantu ibu dalam mengatasi rasa frustasi yang menjalar. Ceritakan
kepada mereka bagaimana perasaan serta perubahan kehidupan yang ibu
alami, sehingga ibu merasa lebih baik setelahnya.
 Dukungan Kelompok Depresi Post Partum
Dukungan terbaik datang dari orang-orang yang ikut mengalami dan
merasakan hal yang sama dengan ibu. Carilah informasi mengenai
adanya kelompok depresi post partum yang bisa diikuti,
sehingga ibu tidak merasa sendirian menghadapi persoalan ini.
Penanganan
Cara untuk menangani gangguan psikologi post partum, antara lain :
 Dengan cara pendekatan terapeutik. Ini bertujuan menciptakan hubungan
baik antara bidan dengan pasien dalam rangka kesembuhannya dengan
cara :
- Mendorong pasien mampu meredakan segala ketegangan emosi.
- Dapat memahami dirinya.
- Dapat mendukung tindakan konstruktif.
 Dengan cara peningkatan suport mental/dukungan keluarga kepada ibu
dan jangan mengabaikan ibu bila terlihat sedang sedih agar tidak merasa
kehilangan perhatian.
 Minta bantuan suami atau keluarga yang lain jika membutuhkan istirahat
untuk menghilangkan kelelahan.
 Beritahu suami mengenai apa yang sedang dirasakan ibu, mintalah
dukungan dan pertolongannya.
 Menyarankan ibu untuk membuang rasa cemas dan kekhawatiran akan
kemampuan merawat bayi karena semakin sering merawat bayi, ibu akan
semakin terampil dan percaya diri.
 Menyarankan ibu untuk mencari hiburan dan meluangkan waktu untuk
diri sendiri.

34
 Menyarankan pada ibu untuk beristirahat dengan baik, berolahraga yang
ringan, berbagi cerita dengan orang lain, bersikap fleksibel, bergabung
dengan orang-orang baru.
 Respon yang terbaik dalam menangani kasus post
partum depression adalah kombinasi antara psikoterapi, dukungan sosial,
dan medikasi seperti anti depresan. Suami dan anggota keluarga yang
lain harus dilibatkan dalam tiap sesi konseling, sehingga dapat dibangun
pemahaman dari orang-orang terdekat ibu terhadap apa yang dirasakan
dan dibutuhkannya.
 Pada psikosis post partum, penatalaksanaan yang dapat dilakukan yaitu
dengan pemberian anti depresan atau lithium dan perawatan di rumah
sakit, serta sebaiknya menyusui dihentikan karena anti depresan disekresi
melalui ASI.

2.10 Masalah Payudara


2.10.1 Bendungan ASI
A. Puting susu nyeri (sore nipple)
Umumnya ibu akan merasa nyeri pada waktu awal menyusui.
Perasaan sakit ini akan berkurang setelah ASI keluar. Bila posisi
mulut bayi dan puting susu ibu benar, perasaan nyeri akan hilang.
Cara menangani :
 Pastikan posisi ibu menyusui sudah benar.
 Mulailah menyusui pada puting susu yang tidak sakit  guna
membantu mengurangi sakit pada puting susu yang sakit.
 Segera setelah minum, keluarkan sedikit ASI oleskan di puting
susu dan biarkan payudara terbuka untuk beberapa waktu
sampai puting susu kering.
Hal-hal yang harus dilakukan untuk mencegah rasa nyeri puting
susu ketika menyusui:
 Santai ketika menyusui, harus santai dan tenang saat menyusui.
Hal ini akan membantu meningkatkan aliran air susu ibu.
Meletakkan kain basah yang hangat pada payudara atau

35
mengambil shower hangat untuk mengguyur payudara setelah
menyusui.
 Jangan menarik isapan bayi sebelum bayi benar-benar selesai
menetek, memastikan bayi tidak lagi menetek sebelum
melepaskan dari payudara. Untuk menghentikan bayi dari anak
susuan, melalui sudut mulut bayi memasukkan jari ke dalam
mulutnya. Ini akan melepaskan isapan bayi dari payudara dan
dapat dengan mudah mengangkat atau menarik bayi dari
puting susu.
 Mencari posisi yang nyaman saat menyusui, Karena tidak
nyaman saat menyusui bisa membuat cemas, dan mengurangi
atau menghentikan aliran susu. Belajar posisi menyusui yang
nyaman dan benar. Menggunakan salah satu jari dari posisi
tersebut setiap kali menyusui bayi. Jika bayi tidak dalam posisi
yang tepat ia mungkin memiliki masalah dalam penghisapan.
Bayi mungkin tidak mendapatkan cukup susu dan menyedit
dengan keras. Hal ini dapat menyebabkan sakit atau mengubah
bentuk puting untuk beberapa menit d)     Memastikan mulut
bayi santai saat menyusui, jika bayi menyusu terlalu keras
maka puting menjadi sakit, anda perlu membuat santai mulut
bayi. Untuk melakukan ini ibu perlu memijat rahang bawah
telinga bayi. Stroke adalah gerakan untuk beristirahat dan
melebarkan mulut bayi. Ibu dapat menarik perlahan-lahan bayi
ke bawah menggunakan jari. Hal ini memungkinkan
istirahatnya lidah, gusi dan puting susu. Tarik kepala bayi
sehingga rahangnya ada di belakang puting susu, dengan cara
ini susu dapat terjepit dan tidak akan cukup susu mengalir
keluar.
 Menggunakan perangkat untuk menyusui dengan benar,
membaca petunjuk yang ada pada saat menggunakan
perangkat dan menjaga selalu tetap bersih. Jika ada alat yang
menyebabkan cedera pada payudara, maka penggunaannya

36
harus dihentikan. Ibu mungkin memerlukan bantuan untuk
mempelajari bagaimana cara penggunaan alat. Cedera ini
meningkatkan risiko untuk kerusakan dan infeksi puting.
B. Puting susu lecet (cracked nipple)
Puting susu terasa nyeri bila tidak ditangani dengan benar akan 
menjadi lecet. Umumnya menyusui akan menyakitkan kadang-
kadang mengeluarkan darah. Puting susu lecet dapat disebabkan
oleh posisi menyusui yang salah, tapi dapat pula disebabkan oleh
trush (candidates) atau dermatitis.
Sebanyak 57% ibu yang menyususi dilaporkan pernah menderita
kelecetan pada putting.
Penyebab lecet tersebut adalah sebagai berikut :
 Kesalahan dalam teknik menyusui, bayi tidak menyusui
sampai areola tertutup oleh mulut bayi. Bila bayi hanya
menyusu pada putting susu, maka bayi akan mendapat ASI
sedikit, karena gusi bayi tidak menekan pada sinus latiferus,
sedangkan pada ibunya akan menjadi nyeri, keceletan pada
putting susu.
 Monoliasis pada mulut bayi yang menular pada putting susu
ibu.
 Akibat dari pemakaian sabun, alcohol, krim, atau zat iritan
lainnya untuk mencuci putting susu.
 Bayi dengan tali lidah yang pendek (frenulum lingue),
sehingga bayi sulit menghisap sampai ke kalang payudara dan
isapan hanya pada putting susu saja.
 Rasa nyeri juga dapat timbul apabila ibu menghentikan
menyusui dengan  kurang berhati-hati.
Penatalaksanaan
 Bayi harus disusukan terlebih dahulu pada putting yang normal
yAang lecetnya lebih sedikit. Untuk menghindari tekanan local
pada puting, maka posisi menyusu harus sering diubah. Unuk
putting yang sakit dianjurkan mengurangi frekuensi dan

37
lamanya menyusui. Disamping itu kita harus yakin bahwa
teknik menyususi yang digunakan bayi benar, yaitu harus
menyusu sampai ke kalang payudara. Untuk menghindari
payudara yang bengkak, ASI dikeluarkan dengan tangan
pompa, kemudian diberikan dengan sendok, gelas, dan pipet.
 Setiap kali selesai menyusui bekas ASI tidak perlu
dibersihkan, tetapi diangin-anginkan sebentar agar
melembutkan putting sekaligus sebagai anti-infeksi.
 Jangan menggunakan sabun, alcohol, atau zat iritan lainnya
untuk membersihkan payudara.
 Pada putting susu bisa dibubuhkan minyak lanolin atau minyak
kelapa yang telah dimasak terlebih dahulu.
 Menyusui lebih sering (8 – 12 kali dalam 24 jam), sehingga
payudara tidak sampai terlalu penuh dan bayi tidak begitu
lapar juga tidak menyusu terlalu rakus.
 Periksalah apakah bayi tidak menderita monoliasis yang dapat
menyebabkan lecet pada putting susu ibu. Jika ditemukan
gejala moniliasis dapat diberikan nistatin.
Pencegahan
 Tidak membersihkan putting susu dengan sabun, alcohol, krim,
atau zat-zat iritan lainnya.
 Sebaiknya untuk melepaskan putting dari isapan bayi pada saat
bayi selesai menyusu, tidak dengan memaksa menarik putting,
tetapi dengan menekan dagu atau dengan memasukkan jari
kelingking yang bersih ke mulut bayi.
 Posisi menyusu harus benar, yaitu bayi harus menyusu sampai
ke kalang payudara dan menggunakan kedua payudara
C. Saluran Susu Tersumbat(obstructive duct)
Saluran susu tersumbat (obstructive duct) adalah suatu keadaan
dimana terjadi sumbatan pada satu atau lebih saluran susu yang
disebabkan oleh tekanan jari waktu menyusui atau pemakaian bra
yang terlalu ketat. Hal ini juga dapat terjadi karena komplikasi

38
payudara bengkak yang berlanjut yang mengakibatkan kumpulan
ASI dalam saluran susu tidak segera dikeluarkan sehingga
menjadi sumbatan. Sumbatan ini pada wanita yang kurus dapat
terlihat dengan jelas sebagai benjolan yang lunak pada
perabaannya.
Penyebab
Hal-hal yang menjadi penyebab saluran susu tersumbat adalah
sebagai berikut :
 Tekanan jari ibu yang terlalu kuat pada waktu menyusui.
 Pemakaian bra yang terlalu ketat.
 Komplikasi payudara bengkak, yaitu susu terkumpul tidak
segera dikeluarkan, sehingga terbentuklah sumbatan.
Gejala
 Pada wanita yang kurus, gejalanya terlihat dengan jelas dan
lunak pada perabaan.
 Peyudara pada daerah yang mengalami penyumbatan terasa
nyeri dan bengkak yang terlokalisir.
Penatalaksanaan
Saluran susu yang tersumbat ini harus dirawat, sehingga benar-
benar sembuh, untuk menghindari terjadinya radang payudara
(mastitis).
Adapun cara untuk merawat payudara adalah sebagai berikut :
 Untuk mengurangi rasa nyeri dan bengkak, dapat dilakukan
masase serta kompres panas dan dingin secara bergantian.
 Bila payudara masih terasa penuh, ibu dianjurkan untuk
mengeluarkan ASI dengan tangan atau dengan pompa setiap
kali selesai menyusui.
 Ubah-ubah posisi menyusui untuk memperlancarkan aliran
ASI
Pencegahan
Pencegahan  yang  dapat  dilakukan  agar  payudara  tidak 
tersumbat  adalah  sebagai berikut :

39
 Perawatan payudara pasca persalinan secara tertatur, utnuk
menghindari terjadinya statis aliran ASI.
 Posisi menyusui yang diubah-ubah.
 Mengenakan bra yang menyangga, bukan yang menekan.
D. Payudara bengkak (engorgement)
Sekitar hari ketiga atau keempat sesudah ibu melahirkan,
payudara sering terasa lebih penuh, tegang, serta nyeri. Keadaan
seperti itu disebut engorgement (payudara bengkak) yang
disebabkan oleh adanya statis d i vena dan pembuluh darah
bening. Hal ini merupakan tanda bahwa ASI mulai banyak
diproduksi. Apabila dalam keadaan tersebut ibu menghindari
menyusui karena alasan nyeri kemudian memberikan prelacteal
feeding (makanan tambahan) pada bayi, hal ini justru berlanjut
(makin parah). Payudara akan bertambah penuh karena produksi
ASI terus berlangsung sementara disisi lain ASI tidak disusukan
ke bayi menyebabkan tidak terjadi perangsangan pada puting
susu. Hal ini mengakibatkan refleks oksitosin tidak terjadi dan
ASI tidak dikeluarkan. Jika hal ini terus berlangsung, ASI yang
diproduksi menumpuk pada payudara dan menyebabkan areola
(bagian berwarna hitam yang melingkari puting) lebih menonjol,
puting menjadi lebih datar dan susah dihisap oleh bayi ketika
disusukan. Bila keadaan sudah sampai seperti ini, kulit pada
payudara akan nampak lebih merah mengkilat, terasa nyeri sekali
dan ibu merasa demam seperti influenza.
Pada hari-hari pertama (sekitar 2-4 jam), payudara sering terasa
penuh dan nyeri disebabkan bertambahnya aliran darah ke
payudara bersamaan dengan ASI mulai diproduksi dalam jumlah
banyak.
Penyebab bengkak :
Pembengkakan payudara terjadi karena ASI tidak disusui dengan
adekuat, sehingga sisa ASI terkumpul pada sistem duktus yang
mengakibatkan terjadinya pembengkakan. Payudara bengkak ini

40
dapat terjadi pada hari ketiga tau keempat sesudah melahirkan.
Statis pada pembuluh darah dan limfe akan mengakibatkan
meningkatnya tekanan intra kaudal, yang akan memengaruhi
segmen pada payudara, sehingga tekanan seluruh payudara
meningkat. Akibatnya, payudara sering terasa penuh, tegang,
serta nyeri. Kemudian diikuiti oleh penurunan produksi ASI dan
penurunan let down. Penggunaan bra yang ketat juga bisa
menyebabkan segmental engorgement. Demikian pula putting
yang tidak bersih dapat menyebabkan sumbatan pada duktus.
Adapun penyebab lainnya, yaitu :
 Posisi mulut bayi dan puting susu ibu salah
 Produksi ASI berlebihan
 Terlambat menyusui
 Pengeluaran ASI yang jarang
 Waktu menyusui yang terbatas
Gejala
Payudara yang mengalami pembengkakan tersebut sangat sulit
disusui oleh bayi, karena kalang payudara lebih menonjol, putting
lebih datar dan sulit diisap oleh bayi, kulit pada payudara Nampak
lebih mengkilap, ibu merasa demam, dan payudara terasa nyeri.
Oleh karena itu, sebelum disusukan pada bayi, ASI harus diperas
dengan tangan atau pompa terlebih dahulu agar payudara lebih
lunak, sehingga bayi lebih mudah menyusu.
Penatalaksanaan
 Masase payudara dan ASI diperas dengan tangan sebelum
menyusui
 Kompres dingin untuk mengurangi statis pembuluh darah vena
dan mengurangi rasa nyeri. Bisa dilakukan selang-seling
dengan kompres panas untuk melancarkan pembuluh darah
 Menyusui lebih sering dan lebih lama pada payudara yang
terkena untuk memperlancarkan aliran ASI dan menurunkan
tegangan payudara

41
Pencegahan
 Apabila memungkinkan, susukan bayi setelah lahir
 Susukan bayi tanpa jadwal
 Keluarkan ASI dengan tangan atau pompa, bila produksi ASI
melebihi kebutuhan bayi
 Melakukan perawatan pascapersalinan secara teratur
Perbedaan payudara penuh dengan payudara bengkak adalah:
 Payudara penuh : rasa berat pada payudara, panas dan  keras.
Bila diperiksa ASI keluar dan tidak demam
 Payudara bengkak : payudara oedema, sakit, puting susu
kencang, kulit mengkilat walau tidak merah, dan bila
diperiksa/diisap ASI tidak keluar. Badan biasa demam setelah
24 jam
Untuk mencegah maka diperlukan : menyusui dini, perlekatan
yang baik, menyusui “on demand”. Bayi harus lebih sering
disusui. Apabila terlalu tegang  atau bayi tidak dapat menyusu
sebaiknya ASI dikeluarkan terlebih dahulu, agar ketegangan
menurun.
Untuk merangsang refleks oksitosin maka dilakukan:
 Kompres panas untuk mengurangi rasa sakit
 Ibu harus rileks
 Pijat leher dan punggung belakang (sejajar daerah payudara)
 Pijat ringan pada payudara yang bengkak (pijat pelan-pelan
kearah tengah)
 Stimulasi payudara dan putting
 Kompres dingin pasca menyusui, untuk mengurangi oedema
 Memakai BH yang sesuai
 Bila terlalu sakit dapat diberikan obat analgetik
Cara mengatasinya :
 Susui bayinya semau dia sesering mungkin tanpa jadwal dan
tanpa batas waktu

42
 Bila bayi sukar menghisap, keluarkan ASI dengan bantuan
tangan atau pompa ASI yang efektif
 Sebelum menyusui untuk merangsang refleks oksitosin dapat
dilakukan : kompres hangat untuk mengurangi rasa sakit,
massage payudara, massage leher dan punggung
 Setelah menyusui, kompres air dingin untuk mengurangi
oedema (Suradi,2004)

2.10.2 Mastitis
Mastitis adalah radang pada payudara. Inflamasi parenkimatosis
glandula mammae merupakan komplikasi ante partum yang jarang
terjadi terjadi tetapi kadang –kadang dijumpai dalam masa nifas dan
laktasi.
Gejala mastitis supuratif jarang terlihat sebelum akhir minggu pertama
masa nifas dan umumnya baru ditemukan setelah minggu ketiga atau
keempat. Bandungan yang mencolok biasanya mendahului inflamasi
dengan keluhan pertamanya berupa menggigil atau gejala rigor yang
sebenarnya,yang segera diikuti oleh kenaikan suhu tubuh dan
peningkatan frekuensi denyut nadi. Payudara kemudian menjadi keras
serta kemerahan,dan pasien mengeluhkan rasa nyeri.
Penyebab
 Payudara bengkak yang tidak disusu secara adekuat, akhirnya
terjadi mastitis
 Putting lecet akan memudahkan masuknya kuman dan terjadinya
payudara bengkak
 Bra yang terlalu ketat mengakibatkan segmental engorgement, jiak
tidak disusui dengan adekuat, maka bisa terjadi mastitis
 Ibu yang dietnya buruk, kurang istrirahat, dan anemia akan mudah
terkena infeksi
Gejala mastitis:
 Gejala mastitis non-infeksius adalah:

43
- Ibu memperhatikan adanya’’bercak panas’’,atau area nyeri tekan
yang akut.
- Ibu dapat merasakan bercak kecil yang keras di daerah nyeri
tekan tersebut.
- Ibu tidak mengalami demam dan merasa baik-baik saja.
 Gejala mastitis infeksius:
- Ibu mengeluh lemah dan sakit-sakit pada otot seperti flu
- Ibu dapat mengeluh sakit kepala
- Ibu demam dengan suhu di atas 34 C
- Tredapat area luka yang terbatas atau lebih luas pada payudara.
- Kulit pada payudara dapat tampak kemerahan atau
bercahaya(tanda-tanda akhir)
- Kedua payudara mungkin terasa keras dan tegang
‘’Pembengkakan’’.
Penatalaksanaan
Bila payudara tegang/indurasi dan kemerahan, maka:
 Berikan kloksasilin 500 mg setiap 6 jam selama 10 hari.Bila
diberikan sebelum terbentuk abses biasanya keluhannya akan
berkurang.
 Sangga payudara
 Kompres dingin
 Bila diperlukan,berikan paracetamol 500 mg per oral setiap 4 jam
 Ibu harus didorong menyusui bayinya walau ada pus.
 Jika bersifat infeksius,berikan analgesik non
narkotik, antipiretik (ibuprofem, asetaminofen) untuk mengurangi
demam dan nyeri.
 Pantau suhu tubuh akan adanya demam. Jika ibu demam tinggi(>
39 °C), periksa kultur susu terhadap kemungkinan adanya infeksi
streptokokal.
 Pertimbangan pemberian antibiotik antistafilokokus kecuali jika
demam dan gejala berkurang.
 Ikuti perkembangan 3 hari setelah pemberian pengobatan.

44
2.10.3 Abses Payudara
Harus dibedakan antara mastitis dan abses. Abses payudara
merupakan kelanjutan/komplikasi dari mastitis. Hal ini disebabkan
karena meluasnya peradangan dalam payudar tersebut.
Gejala
 Ibu tampak lebih parah sakitnya
 Payudara lebih merah dan mengkilap
 Benjolan lebih lunak karena berisi nanah, sehingga perlu diinsisi
untuk mengeluarkan nanah tersebut
Penatalaksanaan
 Teknik menyusui yang benar
 Kompres air hangat dan dingin
 Terus menyusui pada mastitis
 Susukan dari yang sehat
 Senam laktasi
 Rujuk
 Pengeluaran nanah dan pemberian antibiotic bila abses bertambah.
Bila terjadi abses, menyusui dihentikan, tetapi ASI tetap dikeluarkan.

45
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Periode pasca persalinan meliputi masa transisi kritis bagi ibu, bayi, dan
keluarganya secara fisiologis, emosional, dan sosial. Macam-macam
komplikasi pada masa nifas antara lain perdarahan post partum, hematoma,
infeksi pada masa nifas, sub involusi, masalah payudara (bendungan ASI,
masititis dan abses payudara), merasa sedih atau tidak mampu mengasuh
sendiri bayinya dan diri sendiri.
Cara penanganan untuk masing-masing komplikasi disesuaikan dengan
kondisi ibu dan tingkat kegawatan dari masing-masing komplikasi yang
terjadi. Bidan wajib berperan dalam upaya pencegahan komplikasi yang
terjadi pada masa nifas, karena masa nifas merupakan fase yang sangat rawan
terjadi komplikasi yang berakibat pada kematian.
Dalam penatalaksanaan dari terjadinya komplikasi bidan harus
melakukannya dengan cepat dan akurat, karena ini menyangkut dengan
kesejahteraan maternal dan neonatal yang menjadi kewajiban seorang bidan.

46
DAFTAR PUSTAKA

Dewi, Vivian, Tri Sunarsih. 2011. Asuhan Kebidanan pada Ibu Nifas. Jakarta:
Salemba Medika.
Fadlun dan achmad feryanto. 2013. Asuhan Kebidanan Patologis. Jakarta:
Salemba Medika.
Maritalia, Dewi. 2017. Asuhan Kebidanan pada Ibu Nifas. Yogyakarta: GOSYEN
PUBLISING.
Oxorn, Harry, Wiliam R. 2010. Ilmu Kebidanan Patologi dan Fisiologi
Persalinan. Yogyakarta: Yayasan Essentia Medica.
Prawirohardjo, Sarwono. 2009. Buku Asuhan Nasional Pelayanan Kesehatan
Maternal dan Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka.
Saifudin, Abdul Bari. 2005. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan
Maternal dan Neonatal. Jakarta: YBPSP.
Sukrisno,Adi. 2010. Asuhan kebidanan IV ( Patologi Kebidanan ). Jakarta: Trans
Info Media.
Walyani, Elisabeth Siwi. 2015. Asuhan Kebidanan Masa Nifas dan Menyusui.
Yogyakarta: Pustaka Baru Press.
Ambarwati, Wulandari. 2009. Asuhan Kebidanan Nifas. Yogyakarta : Mitra
Cendikia.
Saleha. 2009. Asuhan Kebidanan PadaMasa Nifas. Jakarta: Salemba Medika.
Ambarawati, Eny Ratna dan Wulandari, Diah. 2010. Asuhan Kebidanan Nifas.
Yogyakarta: Nuha Medika.
Saleha, Sitti. 2009. Asuhan Kebidanan pada Masa Nifas. Jakarta: Salemba
Medika.
Anggraini, Yetti. 2010.  Asuhan Kebidanan Masa Nifas. Yogyakarta: pustaka
Rihama.

47
LEMBAR PERTANYAAN

48

Anda mungkin juga menyukai