Anda di halaman 1dari 158

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Angka Kematian Ibu dan Angka Kematian Bayi merupakan salah satu

indikator untuk melihat keberhasilan upaya kesehatan di Indonesia. Angka

kematian ibu (maternal mortality rate) merupakan jumlah kematian ibu akibat

dari proses kehamilan, persalinan, dan pasca persalinan yang dijadikan

indikator derajat kesehatan perempuan, WHO memperkirakan 800 perempuan

meninggal setiap harinya akibat komplikasi kehamilan dan kelahiran, Sekitar

99% dari seluruh kematian ibu terjadi di negara berkembang (WHO, 2019).

Menurut WHO Angka Kematian Ibu di dunia yaitu sebanyak 303 per

100.000 KH. Dan sedangkan Angka Kematian Bayi sekitar 18 per 100.000 KH.

Tingginya Angka Kematian Ibu dan Angka Kematian Bayi disebabkan oleh

komplikasi pada kehamilan dan persalinan (WHO, 2019).

Angka Kematian Ibu di ASEAN (Association Of South East Asia

Nations) yaitu sebesar 235 per 100.000 KH dan sedangkan Angka Kematian

Bayi seperti di Singapura 3 per 100.000 KH, Malaysia 5,5 per 100.000 KH,

Thailant 17 per 100.000 KH, Vietnam 18 per 100.000 KH, dan Indonesia

sebanyak 27 per 100.000 KH (ASEAN Secretariat, 2020).

Menurut Data Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI)

Angka Kematian Ibu di indonesia pada tahun 2019 yaitu sebanyak 4.221 per

100.000 KH dan mengalami peningkatan pada tahun 2020 menjadi sekitar

1 1
2

4.400 per 100.000 KH. Sedangkan Angka Kematian Bayi pada tahun 2019

sebanyak 26.000 per 100.000 KH dan pada tahun 2020 sebanyak 44.000 per

100.000 KH (Kemenkes RI, 2019).

Jumlah kasus Kematian Ibu di Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2019

yaitu 416 per 100.000 KH dan mengalami kenaikan pada tahun 2020 yaitu 530

per 100.000 KH. Sedangkan Angka Kematian Bayi pada tahun 2019 sebanyak

8,24 per 100.000 KH dan pada tahun 2020 sebanyak 7,79 per 100.000 KH

(Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, 2020).

Jumlah kasus Kematian Ibu di Kabupaten Brebes tahun 2019 sebanyak

37 per 100.000 KH pada tahun 2020 sebanyak 62 per 100.000 KH dan

meningkat pada tahun 2021 menjadi 105 per 100.000 KH. Sedangkan Angka

Kematian Bayi di Kabupaten Brebes tahun 2020 sebanyak 297 per 100.000 KH

dan pada tahun 2021 sebanyak 283 per 100.000 KH (Dinas Kesehatan

Kabupaten Brebes, 2019-2021).

Menurut data yang diperoleh dari Puskesmas (Pusat Kesehatan

Masyarakat) Kaliwadas tahun 2019 tercatat Angka Kematian Ibu sebanyak 1

per 100.000 KH dan terjadi penurunan di tahun 2020 sebanyak 0 per 100.000

KH dan terjadi peningkatan pada tahun 2021 menjadi 3 per 100.000 KH.

Angka Kematian Bayi tahun 2019 tercatat sebanyak 11 per 100.000 KH dan

terjadi penurunan pada tahun 2020 tercatat 8 per 100.000 KH dan terjadi

peningkatan pada tahun 2021 menjadi 9 per 100.000 KH (Puskesmas

Kaliwadas, 2019-2021).

2
3

Menurut Target SDGs (Sustainable Development Goal’s) tahun 2030

adalah mengurangi angka kematian ibu hingga dibawah 102 per 100.000 KH

dan mengakhiri angka kematian bayi hingga 12 per 1000 KH yang dapat

dicegah, bekerjasama dengan seluruh negara berusaha untuk menurunkan

Angka Kematian Ibu dan Bayi (SDGs, 2019).

Penyebab kasus AKI yang sering terjadi biasanya karena tidak

mempunyai akses ke pelayanan kesehatan yang berkualitas terutama pelayanan

kegawatdaruratan tepat waktu yang dilatar belakangi oleh terlambat mengenal

tanda bahaya dan mengambil keputusan, terlambat mencapai fasilitas

kesehatan, serta terlambat mendapatkan pelayanan di fasilitas kesehatan.

Penyebab terbesar AKB adalah BBLR, Asfiksia, dan sisanya adalah karena

infeksi, aspirasi, kelainan kongenital, diare, pnemonia dan lain-lain (Profil

Kesehatan Jateng, 2018).

Menurut target penurunan AKI dalam RPJMN (Rencana Pembangunan

Jangka Menengah Nasional) sasaran yang ingin dicapai adalah meningkatkan

derajat kesehatan masyarakat melalui upaya kesehatan masyarakat yang

didukung dengan perlindungan finansial dan pemerataan pelayanan kesehatan.

Sasaran pembangunan kesehatan pada RPJMN 2019 menargetkan AKI adalah

306 per 100.000 KH, AKB 24 per 1.000 KH. Peningkatan kesehatan ibu dan

anak difokuskan pada upaya penurunan angkat kematian ibu, angka kematian

bayi, angka kematian neonatal, keluarga berencana dan Kesehatan reproduksi,

mempercepat perbaikan gizi masyarakat, meningkatkan pengendalian

penyakit, Gerakan masyarakat hidup sehat (GERMAS), dan peningkatan

3
4

cakupan vaksinasi. (RPJMN, 2019-2020).

Berdasarkan latar belakang diatas sebagai penulis tertarik untuk

mengambil kasus ini dikarenakan kehamilan, persalinan, nifas, neonatus, dan

keluarga berencana. Merupakan suatu rangkaian yang berkaitan dimana masa

kehamilan sangat menentukan pada saat persalinan dan juga akan menentukan

pada saat nifas dan bayi dilahirkan. Maka diambilah kasus ini secara

komprehensif yang berjudul “Asuhan Kebidanan Komprehensif Pada Ny.

M Umur 28 Tahun di PMB Ny. S Wilayah Kerja Puskesmas Kaliwadas

Kabupaten Brebes Tahun 2022” untuk memenuhi tugas akhir yang

mencakup asuhan kebidanan pada ibu hamil di masa kehamilan 28 minggu

sampai 6 minggu post partum, untuk merealisasikan hal tersebut, maka harus

tercipta hubungan baik antara tenaga kesehatan dan klien.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang maka rumusan masalah pada studi kasus ini

adalah “Bagaimana pelayanan asuhan kebidanan secara komprehensif pada

Ny. M Umur 28 Tahun di PMB Ny. S Wilayah Kerja Puskesmas Kaliwadas

Kabupaten Brebes Tahun 2022?”

C. Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui Asuhan Kebidanan Komprehensif Pada Ny. M

Umur 28 Tahun di PMB Ny. S Wilayah Kerja Puskesmas Kaliwadas

4
5

Kabupaten Brebes Tahun 2022.

2. Tujuan Khusus

a. Melakukan pengkajian masa kehamilan, persalinan, nifas, bayi baru

lahir, dan keluarga berencana secara komprehensif melalui manajemen

asuhan kebidanan.

b. Mahasiswa mampu menginterpretasikan data untuk diagnosa masalah

kepada ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas, bayi baru lahir, secara

komprehensif melalui manajemen asuhan kebidanan.

c. Mampu mengidentifikasikan diagnosa atau masalah kepada ibu hamil,

ibu bersalin, ibu nifas, bayi baru lahir, secara komprehensif melalui

manajemen asuhan kebidanan.

d. Mampu menetapkan kebutuhan yang memerlukan penanganan segera

kepada ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas, bayi baru lahir, secara

komprehensif melalui manajemen asuhan kebidanan.

e. Mampu menyusun rencana asuhan yang menyeluruh kepada ibu hamil,

ibu bersalin, ibu nifas, bayi baru lahir, secara komprehensif melalui

manajemen asuhan kebidanan.

f. Mampu melaksanakan perencanaan asuhan kebidanan kepada ibu hamil,

ibu bersalin, ibu nifas, bayi baru lahir, secara komprehensif melalui

manajemen asuhan kebidanan.

g. Mampu mengevaluasi hasil asuhan kebidanan kepada ibu hamil, ibu

bersalin, ibu nifas, bayi baru lahir, secara komprehensif melalui

manajemen asuhan kebidanan.

5
6

D. Manfaat Penulisan

1. Bagi Lahan

Dapat memberikan masukan kepada tenaga pelayanan kesehatan

dalam memberikan pelayanan asuhan kebidanan komprehensif pada

perempuan guna mengurangi angka kesakitan dan kematian.

2. Bagi Institusi

Menambah referensi untuk perpustakaan, sebagai bahan tambahan

ilmu, bahan dasar untuk melakukan penelitian dan dapat digunakan sebagai

evaluasi kasus selanjutnya.

3. Bagi Mahasiswa

Dapat mempraktekkan teori yang didapat secara langsung di lapangan

dalam memberikan asuhan kebidanan pada ibu hamil, bersalin, nifas, bayi

baru lahir, dan keluarga berencana.

E. Ruang Lingkup

1. Sasaran

Sasaran dalam asuhan kebidanan secara komprehensif yang akan

dilakukan pada Ny. M dengan umur kehamilan 28 minggu sampai 32

minggu, persalinan 40 minggu, bayi baru lahir 0 sampai 28 hari dengan K1,

K2, K3, dan K4, nifas 6 minggu dengan KF1, F2, F3, dan K4. Dan diakhiri

dengan ibu menggunakan kontrasepsi.

6
7

2. Tempat

Tempat penelitian yaitu di Wilayah Kerja Puskesmas Kaliwadas

Kabupaten Brebes.

3. Waktu

Waktu penelitian dalam pembuatan studi kasus komprehensif ini

dilaksanakan pada bulan Maret sampai September 2022.

7
8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Tinjauan Teori Klinis

A. Kehamilan

1. Definisi Kehamilan

Kehamilan adalah suatu mata rantai yang berkesinambungan yang

terdiri dari ovulasi (pematangan sel) lalu pertemuan ovum (sel telur) dan

spermatozoa (sperma) terjadilah pembuahan dan pertumbuhan zigot

kemudian bernidasi (penanaman) pada uterus dan pembentukan

plasenta dan tahap terakhir adalah tumbuh kembang hasil konsepsi

sampai aterm (Mastiningsih dan Agustina, 2019). Kehamilan dimulai

dengan proses bertemunya sel telur dan sel sperma sehingga terjadi

fertilisasi, dilanjutkan implantasi sampai lahirnya janin (Yulianti

Musdaliffah dan Suparmi, 2017).

Kehamilan menyebabkan terjadinya berbagai perubahan, baik

anatomis maupun fisiologis pada ibu yang sering mengakibatkan

timbulnya keluhan-keluhan yang tidak ringan. Perubahan ini terjadi

karena perubahan fungsi endokrin maternal, fungsi plasenta sebagai alat

penghasil endokrin, dan kebutuhan metabolisme yang meningkat karena

pertumbuhan janin (Desiyani Nani, 2018).

8
8
9

2. Fisiologi Kehamilan

Fisiologi kehamilan adalah seluruh proses fungsi tubuh

pemeliharaan janin dalam kandungan yang disebabkan pembuahan sel

telur oleh sel sperma, saat hamil akan terjadi perubahan fisik dan hormon

yang sangat berubah drastis (Dita Selvianti, 2018).

Selama proses kehamilan terdiri dari beberapa proses, antara lain:

a. Fertilisasi

Proses kehamilan dimulai dari fertilisasi yaitu bertemunya sel

telur dan sel sprema. Tempat bertemunya ovum dan sperma paling

sering adalah di daerah ampula tuba. Sebelumnya keduanya bertemu,

maka terjadi 3 fase, yaitu:

1) Tahap penembusan korona radiate.

2) Penembusan zona pelusida.

3) Tahap penyatuan oosit dan membran sel sperma.

Fertilisasi terjadi di ampula tuba, hanya satu sperma yang telah

mengalami proses kapasitasi dapat melintasi zona pelusida masuk ke

dalam vitellus ovum. Setelah itu zona pellusida mengalami perubahan

sehingga tidak dapat dilalui sperma lain.

b. Ovum

1) Bisa dibuahi jika sudah melewati proses orgenesis.

2) Di keluarkan oleh ovarium saat fase ovulasi, satu kali setiap siklus

haid dan akan habis jika sudah masuk masa menopause.

9
10

3) Ovum mempunyai waktu hidup 24-48 jam setelah dikeluarkan dari

ovarium.

4) Setelah mempunyai lapisan pelindung yaitu sel-sel granulosa dan

zona pellusida yang harus bisa ditembus oleh sperma untuk dapat

terjadi suatu kehamilan.

c. Sperma

1) Dikeluarkan oleh testis dan peristiwa pematangannya disebut

spermatogenesis.

2) Jumlahnya akan berkurang,tetapi tidak akan habis seperti pada

ovum dan tetap berproduksi meskipun pada lansia.

3) Kemampuan fertilisasi selama 2-4 hari, rata-rata 3 hari

4) Terdapat 100 juta sperma setiap mili liter sperma yang dihasilkan,

rata-rata 3 cc setiap ejakulasi.

5) Mengeluarkan enzim hyaluronidase untuk melunakkan korona

radiata atau sel-sel granulosa.

6) Mempunyai morfologi yang sempurna, yaitu kepala berbentuk

lonjong agak gepeng berisi inti (lukeleus), diliputi lagi oleh

alkrosom dan membrane plasma. Leher menghubungkan kepala

dengan bagian tengah. ekor Panjang kurang lebih 10 kali bagian

kepala dan dapat bergetar sehingga sperma dapat bergerak dengan

cepat.

10
11

d. Konsepsi

Nidasi atau impantasi adalah penanaman sel telur yang sudah

dibuahi pada stadium blastokista ke dalam dinding uterus pada awal

kehamilan. Jaringan endometrium ini banyak mengandung sel-sel

yang banyak mengandung glikogen, serta mudah dihancurkan oleh

trofoblas. Blastula dengan bagian yang berisi masa sel dalam akan

mudah masuk ke dalam desidua menyebabkan luka kecil yang

kemudian sembuh dan menutup lagi. Itulah sebabnya, terkadang saat

nidasi terjadi sedikit perdarahan akibat luka desidua yang disebut

tanda Hartman. Umumnya nidasi terjadi pada dinding depan atau

belakang Rahim (korpus) dekat fundus uteri.

e. Pertumbuhan dan Perkembangan Hasil Konsepsi

Sebelum lahir ke dunia, janin akan tumbuh dan berkembang di

dalam Rahim ibunya selama kurang lebih 40 minggu. Setiap bulan

janin mengalami proses perkembangan yang berbeda-beda. Untuk

dapat tumbuh dan berkembang dengan baik sang ibu membutuhkan

asupan makanan dengan gizi tertentu. Ketika hamil seorang Wanita

mengalami peningkatan kebutuhan asuhan gizi untuk mencukupi

kebutuhan 2 orang (ibu dan janinnya), yaitu seperti energi, protein,

mineral, kalsium, air, omega3, vitamin, asam folat, zat besi, dan

sebagainya (Dita Selvianti, 2018).

11
12

Pertumbuhan dan perkembangan janin dalam rahim dipengaruhi

oleh beberapa faktor, antara lain:

1) Faktor ibu

a) Keadaan kesehatan ibu saat hamil.

b) Penyakit yang menyertai kehamilan.

c) Penyulit kehamilan.

d) Kelainan pada uterus.

e) Kehamilan tunggal atau ganda atau triplet.

f) Kebiasaan ibu, merokok, alkohol, kecanduan.

2) Faktor janin

a) Jenis kelamin janin.

b) Penyimpangan genetik: kelainan kongenital, pertumbuhan

abnormal.

c) Infeksi intra uterin.

3) Faktor plasenta

Plasenta adalah akarnya janin untuk dapat tumbuh dan

berkembang dengan baik dalam rahim. karena itu plasenta sangat

penting artinya untuk menjamin kesehatan janin dalam rahim, yang

ditetapkan dengan indeks plasenta (berat uterus).

3. Perubahan Anatomi dan Fisiologi Kehamilan

Pembahasan mengenai adaptasi anatomi dan fisiologi pada masa

kehamilan meliputi perubahan anatomi dan fisiologi sistem reproduksi

serta perubahan fisiologi pada organ dan sistem lainnya selama

12
13

kehamilan (Widatiningsih dan Dewi, 2017), meliputi:

a. Sistem reproduksi

1) Uterus

Uterus merupakan organ otot lunak yang sangat unik, yang

mengalami perubahan cukup besar selama kehamilan. Selama

kehamilan, serat otot uterus menjadi meregang kerena pengaruh

dari kinerja hormon dan tumbuh kembang janin, ukuran uterus

sebelum hamil yaitu berkisar 7,5 cm x 2,5 cm dan berkembang

pesat menjadi 30 cm x 22,5 cm 20 cm selama kehamilan seiring

pertumbuhan janin. Untuk berat uterus sendiri meningkat 20 kali

dari semula, dari 60 g menjadi 1000 g.

Pertumbuhan uterus yang terutama terjadi pada trimester II

adalah prosen hipertropi atau pembesaran ukuran uterus hal ini

terjadi karena adanya berbagai rangsangan pada uterus untuk

melakukan pembesaran ukuran. Pertumbuhan janin membuat

uterus meregang sehingga menstimulasi sintesis protein pada

bagian miometrium uterus. Pada akhir trimester I yaitu saat umur

kehamilan berkisar antara 3-4 bulan, lapisan dinding uterus

menebal dari 10 mm menjadi 25 mm. Namun saat trimester

selanjutnya, lapisan dinding uterus menipis antara 5-10 mm.

Sebelum terjadi kehamilan, uterus merupakan salah satu

organ yang berada di rongga pelvis, namun saat akhir trimester I

kehamilan uterus menjadi organ yang berada di rongga abdomen.

13
14

Letak uterus tidak terlalu antervensi maupun antefleksi. Posisinya

di rongga abdomen cendrung menempati rongga kanan atas, hal ini

dikarenakan kolon menempati bagian kiri dari rongga pelviks

sehingga posisi uterus saat pertumbuhannyya menjadi cendrung ke

sebelah kanan. Tinggi fundus uteri dapat di palpasi melalui

abdomen bila posisi uterus telah berada di atas simpisis pubis.

Selama kehamilan, lapiasan endometrium uterus menjadi

lebih tebal dan lebih banyak pembuluh darah terutama di bagian

fundus uteri tempat implantasi normal plasenta yang biasa disebut

desidua. Desidua kaya akan cadangan glikogen untuk memenuhi

kebutuhan blastosit sebelum terbentuknya plasenta, oleh sebab

itulah lapisan desidua lebih tebal yang di alami endometrium

menjadi 6-88 mm lebih tebal ini disebabkan karena pertumbuhan

janin dan produksi progestron luteum.

Myometrium merupakan bagian uterus yang sangat

memegang peranan penting yang terdiri dari banyak jaringan otot.

Selama kehamilan, serat otot miometrium menjadi lebih berbeda

dan strukturnya lebih terorganisir dalam rangka persiapan

kinerjanya saat persalinan.

2) Indung telur (Ovarium)

Selama kehamilan, ovulasi berhenti karena adanya

peningkatan ekstrogen dan progestron yang menyebabkan

penekanan sekresi FSH dan LH dari hipofisis anterior. Masih

14
15

terdapat korpus luteum graviditas sampai terbentuknya uri yang

mengambil alih pengeluaran ekstrogen dan progestron.

3) Serviks

Serviks uteri pada kehamilan juga mengalami perubahan

karena hormon ekstrogen. Jika korpus uteri mengandung lebih

banyak jaringan otot, maka serviks mengandung lebih banyak

jaringan ikat, hanya 10% jaringan otot. Di bawah pengaruh hormon

progestron, sel epitel kelenjar yang terdapat disepanjang kanalis

servisis uteri menghasilkan sekret sehingga membentuk suatu

penyumbatan serviks yang disebut operculum dan mucous plug

sehingga melindungi kavum uteri dari infeksi. Perubahan pada

mulut rahim meliputi bertambahnya pembuluh darah pada

keseluruhan alat reproduksi yang menyebabkan terjadi perlunakan

sehingga dapat dibagi sebagai dugaan terjadi kehamilan. Pelunakan

pada mulut rahim disebut tanda goodell. Pelunakan bagian istimus

rahim disebut tanda hegar.

4) Vagina

Vagina yaitu suatu bentuk tabung muscul omembranous,

yang memanjang dari bagian servikal uterus sampai ke bagian

vestibulum, yaitu celah antara labia minora ke arah terbukannya

vagina dan uretra, pangkal vagina bagian superior mengelilingi

bagian survikal dari uterus. Bagian dinding anterior dan posterior

dari vagina biasanya berdekatan sehinga tampak menempel,

15
16

kecuali di ujung akhir vagina bagian superior yang dipisahkan oleh

bagian servikal uterus.

5) Payudara

Payudara akan membesar dan tegang akibat stimulasi

hormon somatomammotropin dan progrestron, dan belum

mengeluarkan air susu. Ekstrogen menimbulkan hipertropi sistem

saluran (duktus dan duktulus), sedang progrestron menambah sel-

sel, sehingga terjadi perubahan kasien, laktabumin, dan

laktoglobulin. Papilla mamae (puting susu) akan membesar, lebih

tegak dan tampak lebih hitam, seperti seluruh aleora mamae karena

hiperpigmentasi di bawah stimulasi MSH.

b. Sistem kardiovaskular

Perubahan terpenting pada fungsi jantung terjadi pada 8 minggu

pertama kehamilan. Pada awal minggu kelima curah jantung

mengalami peningkatan yang merupakan fungsi dari penurunan

resistensi vaskuler sistemik serta peningkatan frekuensi denyut

jantung. Preload meningkat sebagai akibat bertambahnya volume

plasma yang terjadi pada minggu ke 10-20.

c. Sistem pencernaan

Peningkatan estrogen dan progesteron meningkatnya aliran

darah ke rongga mulut, hipervaskularisasi pembuluh darah kapiler

gusi sehingga terjadi oedema. Pada lambung, estrogen dan HCG

meningkat, dengan efek samping mual dan muntah-muntah.

16
17

Perubahan peristaltik dengan gejala sering kembung, konstipasi, lebih

sering lapar atau perasaan ingin makan terus (mengidam), juga akibat

peningkatan asam lambung. Tonus otot-otot saluran pencernaan

melemah sehingga motilitas dan makanan akan lebih lama berada

dalam saluran makanan. Reasorbsi makanan baik, namun akan

menimbulkan obstipasi.

d. Sistem respirasi

Pada kehamilan terjadi perubahan sistem respirasi untuk bisa

memenuhi kebutuhan O2. Disamping itu terjadi desakan diafragma

akibat dorongan rahim yang membesar pada usia kehamilan 32

minggu. Sebagai kompensasi terjadinya desakan rahim dan kebutuhan

O2 yang meningkat, ibu hamil akan bernafas lebih dalam sekitar 20

sampai 25% dari biasanya.

e. Sistem perkemihan

Ureter membesar, tonus otot- otot saluran kemih menurun

akibat pengaruh estrogen dan progesteron. Kencing lebih sering, laju

filtrasi meningkat. Dinding saluran kemih bisa tertekan oleh

perbesaran uterus, menyebabkan hidroureter dan mungkin

hidronefrosis sementara. Kadar kreatinin, urea dan asam urat dalam

darah mungkin menurun, namun ini dianggap normal.

f. Sistem pernafasan

Wanita hamil sering mengeluh sesak dan nafas pendek. Hal ini

disebabkan oleh usus yang tertekan ke arah diafragma akibat

17
18

pembesaran rahim. Kapasitas vital paru meningkat sedikit selama

hamil. Seorang wanita hamil harus selalu menggunakan napas dada.

Karena adanya penurunan tekanan CO2, seorang wanita hamil sering

mengeluh sesak nafas sehingga meningkatkan usaha bernafas. Pada

umur kehamilan 32 minggu ke atas, usus tertekan uterus yang

membesar ke arah diafragma, sehingga diafragma kurang leluasa

bergerak dan mengakibatkan kebanyakan wanita hamil mengalami

kesulitan bernafas.

g. Sistem integumen

Terjadi perubahan deposit pigmen dan hiperpigmentasi pada

kulit karena pengaruh melanophore stimulating hormon lobus

hipofisis anterior dan kelenjar suprarenalis. Hiperpigmentasi ini

terjadi pada striae gravidarum livide, atau alba, aerola mamae,

papilla mamae, linea nigra, chloasmagravidarum. Setelah persalinan

hiperpigmentasi akan menghilang.

h. Perubahan kenaikan berat badan

Kenaikan berat badan ibu dalam masa kehamilan meliputi pada

trimester pertama tepatnya pada dua bulan pertama kenaikan berat

badan belum terlihat, tetapi baru tampak dalam bulan ketiga. Pada

trimester kedua kenaikan berat badan 0,4-0,5 kg/minggu selama sisa

kehamilan. Sedangkan pada trimester ketiga terjadi kenaikan berat

badan sekitar 5,5 kg, penambahan berat badan dari awal kehamilan

sampai akhir kehamilan berkisar 11-12 kg (Widatiningsih dan Dewi,

18
19

2017).

4. Perubahan dan Adaptasi Psikologis Kehamilan

Menurut Varney (2010), perubahan psikologis pada kehamilan

digolongkan menjadi beberapa trimester, antara lain:

a. Trimester pertama

Trimester pertama sering dianggap sebagai periode

penyesuaian. Penyesuaian yang dilakukan wanita adalah terhadap

kenyataan bahwa ia sedang hamil. Sebagian besar wanita merasa

sedih dan ambivalen tentang kenyataan bahwa ia hamil. Sekitar 80%

wanita mengalami kekecewaan, penolakan, kecemasan, depresi, dan

kesedihan. Perasaan ambivalen ini biasanya berakhir dengan

sendirinya seiring dengan penerimaan kehamilnnya.

b. Trimester kedua

Trimester kedua sering dikenal sebagai periode kesehatan yang

baik, dimana wanita merasa nyaman dan bebas dari segala

ketidaknyamanan yang normal dialami saat hamil. Trimester kedua

dibagi menjadi dua fase yaitu pra-quickening dan pasca-queckening

yang menunjukkan kenyataan adanya kehidupan yang terpisah, yang

menjadi dorongan bagi wanita dalam melaksanakan tugas

psikologisnya yaitu dengan mengembangkan identitasnya sebagai ibu

pada dirinya sendiri.

19
20

c. Trimester ketiga

Trimester ketiga sering disebut periode penantian dengan penuh

kewaspadaan. Rasa takut mulai muncul pada trimester ketiga. Wanita

hamil mulai merasa cemas dengan kehidupan bayi dan kehidupannya

sendiri seperti, apakah bayinya akan lahir abnormal, terkait persalinan

dan kelahiran (nyeri, kehilangan kendali, dan hal-hal lain yang tidak

diketahui), apakah ia akan menyadari bahwa akan bersalin atau

bayinya tidak mampu keluar, atau organ vitalnya akan mengalami

cidera (Varney, 2010).

5. Tanda-tanda Kehamilan

Menurut Nugrawati, dkk (2021), untuk dapat menegakkan

kehamilan ditetapkan dengan melakukan penilaian terhadap beberapa

tanda dan gejala kehamilan, yaitu sebagai berikut:

a. Tanda tidak pasti hamil

1) Terlambat menstruasi

Terlambat mengalami menstruasi adalah tanda awal

kehamilan yang paling umum dan jelas, jika ibu selalu mengalami

menstruasi secara teratur, terlambat haid lebih dari satu minggu

harus diperiksa dengan melakukan tes uji kehamilan. Akan tetapi

bagi ibu yang selalu mengalami pola menstruasi yang tidak teratur

bisa jadi keterlambatan ini disebabkan karena stress, pola makan

yang tidak teratur, atau terlalu lelah. Tetapi tidak ada salahnya

untuk melakukan tes kehamilan jika ibu terlambat haid untuk

20
21

mencegah hal-hal yang tidak diinginkan.

2) Mual dan muntah

Rasa mual ini biasanya terjadi pada trimester pertama

kehamilan dan akan menghilang sejalan dengan pertaambaahan

usia kehamilan. Meskipun ini dinamakan morning sickness, pada

kenyataannya mual dan muntah dapat terjadi pada siang dan malam

hari. Hal ini disebabkan pleh pengaruh ekstrogen dan progestron

terjadi pengeluaran asam lambung yang berlebihan dan

menimbulkan mual dan muntah. Dalam batas tertentu hal ini masih

fisiologis tetapi tidak terlampau sering dapat menyebabkan

gangguan kesehatan yang disebut hyperemesis gravidarum.

3) Mudah lelah

Wanita hamil mudah merasa lelah, ini disebakan karena

meningkatnya kadar hormone progrstron dalam tubuh. Hormon

progrstron adalah depresan alami bagi sistem saraf pusat yang

menyebabkan ibu mudah merasa mengantuk. Selain itu pada

trimester pertama ini tubuh akan bekerja lebih keras memompa

horman dan memproduksi lebih banyak darah agar nutrisi janin

terpenuhi. Mudah lelah terjadi pada trimester pertama, disebabkan

karena penurunan kecepetan basal metabolisme pada kehamilan

yang akan meningkatkan seiring pertambahan usia kehamilan

akibat aktivitas metabolisme hasil konsepsi.

21
22

4) Payudara membesar, tegang dan sedikit nyeri karena pengaruh

ekstrogen dan progestron

Salah satu tanda awal kehamilan yang paling umum adalah

perubahan pada payudara ibu, ukurannya yang menjadi lebih besar,

payudara terasa lebih sakit, berat bila dipegang. Selain itu, areola

atau daerah kecoklatan disekitar puting akan makin menghitam dan

melebar. Perubahan ini akibat meningkatnya produksi hormon

ekstrogen dan progestron, juga sebagai persiapan untuk

memproduksi ASI.

5) Kram perut dan bercak merah muda

Antara minggu ke 3 atau ke 4 kehamilan, ibu akan

mengalami flek yang diakibatkan oleh tertanamnya sel telur yang

telah dibuahi didalam rahim (implantasi). Darah dilepas saat telur

yang dibuahi meletakkan diri di dinding rahim. Flek ini juga

diiringi dengan perut kram sehingga kadang salah dimengerti

sebagai menstruasi. Cara membedakan dengan darah menstruasi,

flek yang terjadi di masa awal kehamilan berwarna lebih muda dan

lebih sedikit daripada darah menstruasi, selain itu jika dicermati

terjadi lebih awal dari jadwal menstruasi ibu.

6) Sering buang air besar

Saat hamil, terjadi perubahan hormon dalam darah yang

menyebabkan sirkulasi darah dalam tubuh meningkat. Hal ini

menyebabkan ginjal bekerja lebih keras sehingga memproduksi air

22
23

seni lebih banyak. Semakin besar hamilnya, semakin besar pula

ukuran janin, sehingga menekan organ-organ didalam tunuh ibu,

termasuk kandung kemih. Akibatnya kapasitas kandung kemih

menjadi lebih sempit sehingga lebih cepat penuh dan membuat ibu

lebih sering ingin buang air kecil. Akan tetapi, sering buang air

kecil bukanlah sesuatu yang membahayakan.

7) Konstipasi

Selama hamil, tinggi hormon progestron bisa menyebabkan

sembelit. Progestron menyebabkan makanan menjadi lebih lambat

ketika melalui usus. Untuk mengatasi masalah ini cukup minum air

putih yang banyak, olahraga dan makan-makanan yang

mengandung tinggi serat.

b. Tanda-tanda kemungkinan hamil

1) Perut membesar. Uterus membesar terjadi perubahan dalam bentuk

besar dan konsistensi dari rahim.

2) Tanda Hegar. Ditemukan pada kehamilan 6-12 minggu, yaitu

adanya uterus segmen bawah rahim yang lebih lunak dari bagian

lain.

3) Tanda chadwik. Adanya perubahan warna pada serviks dan vagina

menjadi kebiru-biruan.

4) Tanda piscasec. Adanya tempat yang kosong pada rongga uterus

karena embrio biasanya terletak disebelah atas, dengan bimanual

akan terasa benjolan yang asimetris.

23
24

5) Kontraksi-kontraksi kecil yang uterus bila dirangsang (Broxton

hicks).

6) Teraba ballottement. Ketukan yang mendadak pada uterus

menyebabkan janin bergerak dalam cairan ketuban yang dapat

dirasakan oleh tangan (Nugrawati, dkk., 2021).

c. Tanda pasti kehamilan

1) Gerakan janin yang dapat dilihat, diraba, dirasa, juga bagian-

bagian janin.

2) Denyut jantung janin, melalui beberapa pemeriksaan, meliputi:

a) Didengarkan dengan stetoskop monoral leannec

b) Dicatat dan didengar dengan alat Doppler

c) Dicatat dengan feto elektrokardiogram

d) Dilihat pada ultrasonografi (USG)

6. Tanda Bahaya dalam Kehamilan

Tanda bahaya pada kehamilan adalah gejala yang menunjukkan ibu

dan bayi yang dikandungnya dalam keadaan bahaya atau kurang sehat.

Berikut beberapa tanda bahaya yang harus dikenali oleh ibu hamil

menurut (Enggar, dkk., 2019), diantaranya sebagai berikut:

a. Tidak mau makan dan muntah terus-menerus

Mual muntah memang banyak di alami oleh ibu hamil, terutama

ibu hamil pada trimester pertama kehamilan. Namun jika mual

muntah tersebut terjadi secara terus-menerus dan berlebihan bisa

menjadi tanda bahaya pada masa kehamilan. Jika hal ini dibiarkan

24
25

akan dapat menyebabkan kekurangan gizi, dehidrasi, dan penurunan

kesadaran.

b. Mengalami demam tinggi

Ibu hamil harus mewaspadai hal ini, demam tinggi bisa saja

terjadi karena adanya infeksi. Ibu hamil harus segera diperiksa ke

dokter untuk mendapatkan pertolongan pertama. Demam tinggi dapat

menyebabkan ibu hamil kejang.

c. Pergerakan janin kurang aktif

Pergerakan janin yang kurang aktif merupakan tanda bahaya

selanjutnya. Hal ini menandakan jika janin mengalami kekurangan

oksigen atau kekurangan gizi. Jika dalam dua jam janin bergerak

dibawah sepuluh kali, segera periksakan ke dokter.

d. Beberapa bagian tubuh membengkak

Selama masa kehamilan ibu hamil akan mengalami beberapa

pembengkakan seperti pada tangan, kaki dan wajah karena hal

tersebut. Namun, jika pembengkakan pada kaki, tangan dan wajah

disertai dengan pusing kepala, nyeri ulu hati, kejang dan pandangan

kabur segera bawa ke dokter untuk ditangani, kerena bisa saja ini

pertanda terjadinya pre-eklamsia.

e. Terjadi perdarahan

Hal ini bisa menjadi tanda bahaya yang dapat mengancam baik

pada janin maupun pada ibu. Jika mengalami perdarahan hebat pada

saat usia kehamilan muda, bisa menjadi tanda mengalami keguguran.

25
26

Namun, jika mengalami perdarahan pada usia kehamilan tua, bisa

menjadi pertanda plasenta menutupi jalan lahir.

f. Air ketuban pecah sebelum waktunya

Jika ibu hamil mengalami pecah ketuban sebelum waktunya

segera periksakan ke dokter, karena kondisi tersebut dapat

membahayakan kondisi ibu dan bayi. Hal ini akan menyebabkan

terjadinya abortus dalam kandungan.

g. Sakit kepala yang hebat

Sakit kepala yang menunjukkan suatu yang serius apabila ibu

mengalami sakit kepala yang menetap dan tidak hilang dengan

istirahat.

h. Nyeri perut bagian bawah

Nyeri perut atau abdomen yang menunjukan masalah yang

mengancam jiwa adalah yang hebat, menetap, dan tidak hilang

meskipun telah istirahat. Hal ini bisa terjadi pada apendisitis,

kehamilan ektopik, abortus, penyakit radang pelvik, persalinan

preterm, gastritis, penyakit kantong empedu, solusio plasenta, infeksi

saluran kemih atau infeksi lain (Enggar, dkk., 2019).

7. Kebutuhan Dasar pada Masa Kehamilan

Kebutuhan dasar ibu hamil secara fisik perlu dipenuhi agar ibu

dalam menjalani kehamilannya terjaga kesehatannya. Menurut (Hatijar,

dkk., 2020), kebutuhan tersebut meliputi :

26
27

a. Oksigen

Meningkatnya progesterone selama kehamilan mempengaruhi

pusat pernapasan, CO2 menurun dan O2 meningkat. O2 meningkat

akan bermanfaat bagi janin. Kehamilan menyebabkan hiperventilasi,

dimana keadaan oksigen menurun. Pada TM III janin membesar dan

menekan diafragma, menekan vena cava inferior yang menyebabkan

nafas pendek-pendek.

b. Nutrisi

1) Kalori

Jumlah kalori yang diperukan ibu hamil setiap harinya adalah

2500 kalori. Jumlah kalori yang berlebih dapat menyebabkan

obesitas dan ini merupakan faktor prediposisi atas terjadinya

preeklamsia. Total pertambahan berat badan sebaiknya tidak

melebihi 10-12 kg selama hamil.

2) Protein

Jumlah protein yang diperlukan oleh ibu hamil adalah 85

gram per hari. Sumber protein tersebut bisa diperoleh dari tumbuh-

tumbuhan (kacang-kacangan) atau hewani (ikan, ayam keju, susu,

telur). Defisiensi protein dapat menyebabkan kelahiran premature,

anemia dan odema.

3) Kalsium

Kebutuhan kalsium ibu hamil adalah 1,5 kg per hari. Kalsium

dibutuhkan untuk pertumbuhan janin, terutama bagi

27
28

pengembangan otot dan rangka. Sumber kalsium yang mudah

diperoleh adalah susu, keju, yougurt dan kalsium karbonat.

Defisiensi kalsium dapat mengakibatkan riketsia pada bayi.

4) Zat besi

Diperlukan asupan zat besi bagi ibu hamil dengan jumlah 30

mg per hari terutama setelah trimester kedua. Bila tidak ditemukan

anemia pemberian besi minggu telah cukup. Zat besi yang

diberikan bisa berupa ferrous gluconate, ferrous fumarate.

Kekurangan zat besi pada ibu hamil dapat menyebabkan anemia

defisiensi zat besi.

5) Asam folat

Jumlah asam folat yang dibutuhkan ibu hamil sebesar 400

mikro gram per hari. Kekurangan asam folat dapat menyebabkan

anemia megaloblastik pada ibu hamil.

6) Air

Air diperlukan tetapi sering dilupakan pada saat pengkajian.

Air berfungsi untuk membantu sistem pencernaan makanan dan

membantu proses transportasi. Selama hamil terjadi perubahan

nutrisi dan cairan pada membrane sel. Air menjaga keseimbangan

sel, darah, getah bening dan dan cairan vital tubuh lainnya. Air

menjaga keseimbangan suhu tubuh karena itu dianjurkan untuk

minum 6-8 gelas. (1500-2000 ml) air, suhu dan jus tiap 24 jam.

Sebaiknya membatasi minuman yang mengandung kafein seperti

28
29

teh, cokelat, kopi, dan minuman yang mengandung pemanis buatan

(sakarin) karena bahan ini mempunyai reaksi silang terhadap

plasenta.

c. Personal hygiene (kebersihan diri)

Kebersihan tubuh harus terjaga selama kehamilan. Perubahan

anatomi pada perut, area genitalia, lipat paha, dan payudara

menyebabkan lipatan-lipatan kulit menjadi lebih lembab dan mudah

terinvestasi oleh mikroogranisme. Sebaiknya gunakan pancuran atau

gayung pada saat mandi, tidak dianjurkan berendam dalam bathub dan

melakukan vaginal doueche. Bagian tubuh lain yang sangat

membutuhkan perawatan kebersihan adalah daerah vital karena saat

hamil biasanya terjadi pengeluaran secret vagina yang berlebih.

Selain mandi, mengganti celana dalam secara rutin minimal sehari dua

kali sangat dianjurkan. Kebersihan gigi dan mulut juga perlu

mendapat perhatian karena seringkali mudah terjadi gigi berlubang,

terutama pada ibu yang kekurangan kalsium.

d. Pakaian

Pakaian yang dikenakan ibu hamil harus nyaman tanpa sabuk

atau pita yang menekan bagian perut, pergelangan tangan, pakaian

juga tidak baik terlaluketat dileher, stocking tungkai yang sering

digunakan oleh sebagian wanita hamil harus ringan dan menarik

kerena wanita hamil tubuhnya akan tambah menjadi besar. Sepatu

harus terasa pas, enak, dan aman, sepatu bertumit tinggi tidak baik

29
30

bagi kakai, khususnya pada saat kehamilan ketika stabilitas tubuh

terganggu dan cidera kaki yang sering terjadi.

e. Eliminasi

Keluhan yang sering muncul pada ibu hamil berkaitan dengan

eliminasi adalah konstipasi (sembelit) dan sering buang air kecil.

Konstipasi terjadi karena adanya pengaruh hormon progesterone yang

mempunyai efek rileks terhadap otot polos, salah satunya otot usus.

Sering buang air kecil merupakan keluhan yang umum dirasakan oleh

ibu hamil, terutama pada trimester I dan III. Pada trimester III terjadi

pembesaran janin yang juga menyebabkan desakan pada kantung

kemih. Tindakan mengurangi asupan cairan untuk mengurangi

keluhan ini tidak dianjurkan, karena akan

menyebabkan dehidrasi.

f. Seksual

Minat menurun lagi libido dapat menurun kembali ketika

kehamilan memasuki trimester ketiga. Rasa nyaman sudah jauh

berkurang. Pegal dipunggung dan pinggul, tubuh bertambah berat

dengan cepat, nafas lebih sesak (karena besarnya janin mendesak dada

dan lambung), dan kembali merasa mual, itulah beberapa penyebab

menurunnya minat seksual.

g. Mobilisasi (Body mekanik)

Body mekanik, perubahan tubuh pada ibu hamil seringkali

menyebabkan beberapa keluhan yaitu pegal, sakit pinggang, kram

30
31

kaki, serta kelelahan. Untuk mengatasi masalah tersebut diperlukan

sikap tubuh yang baik yang menyesuaikan dengan kondisi kehamilan

seperti, tidur dengan posisi kaki yang ditinggikan, tidak menggunakan

alas kaki yang hak tinggi, duduk dengan posisi punggung tegak, posisi

tubuh saat mengangkat beban dalam keadaan tegak lurus dan beban

bertumpu pada lengan dan hindari duduk ataupun berdiri dalam waktu

yang lama.

h. Exercise (senam hamil)

Senam hamil bukan merupakan suatu keharusan. Namun

dengan melakkan senam hamil akan banyak memberi manfaat dalam

membantu kelancaran proses persalinan antara lain dapat melatih

pernapasan, relaksasi, menguatkan, otot-otot panggul dan perut serta

melatih cara mengejan yang benar. Tujuan senam hamil yaitu

memberi dorongan serta melatih jasmani dan rohani ibu secara

bertahap agar ibu mampu menghadapi persalinan dengan tenaga

sehingga proses persalinan dapat berjalan lancar dan mudah (Hatijar,

dkk., 2020).

8. Penatalaksanaan dalam Kehamilan

a. Pengertian Antenatal Care

Antenatal care adalah suatu prosedur pemeriksaan dan

pelayanan kesehatan pada ibu selama kehamilan yang dilakukan

untuk melihat perkembangan janin dan memantau kesehatan ibu dan

janin kesehatan ibu dan janin baik dari segi fisiologis maupun

31
32

psikologis (Nurwahyuni, 2017).

b. Kunjungan Antenatal Care

Program kesehatan ibu di Indonesia menganjurkan agar ibu

hamil melakukan paling sedikit 4 (empat) kali kunjungan untuk

pemeriksaan selama kehamilan:

1) Satu kali pada trimester I (sebelum usia kehamilan <14 minggu)

2) Satu kali pada trimester II (umur kehamilan 14-28 minggu)

3) Dua kali pada trimester ketiga, (kehamilan 28–36 minggu dan

setelah umur kehamilan 36 minggu).

c. Standar Pelayanan Minimal Antenatal

Pemeriksaan Antenatal Care terbaru sesuai dengan standar

pelayanan yaitu minimal 6 kali pemeriksaan selama kehamilan, dan

minimal 2 kali pemeriksaan oleh dokter pada trimester I dan III. 2 kali

pada trimester pertama (kehamilan hingga 12 minggu), 1 kali pada

trimester kedua (kehamilan diatas 12 minggu sampai 26 minggu), 3

kali pada trimester ketiga (kehamilan diatas 24 minggu sampai 40

minggu) (Buku KIA Terbaru Revisi tahun 2020).

Standar pelayanan antenatal adalah pelayanan yang dilakukan

kepada ibu hamil dengan memenuhi kriteria 11 T (Kemenkes RI,

2020), yaitu:

1) Timbang berat badan dan ukur tinggi badan

Pertumbuhan janin bisa deteksi dini dengan pengukuran

berat badan sehingga diketahui janin normal atau adanya gangguan

32
33

pertumbuhan. Berat badan dilakukan pada setiap kunjungan

kehamilan. Minimal BB ibu hamil naik sebanyak 9 kg atau 1 kg

setiap bulan. Tinggi badan ibu tujuannya untuk menentukan status

gizi dan menepis faktor resiko cephulo pelvis disproportion (CPD).

Pengukuran tinggi badan dilakukan pada kunjungan pertama

kehamilan.

2) Pemeriksaan tekanan darah

Setiap ibu hamil yang melakukan kunjungan anternatal

dilakukan pemeriksaan tekanan darah untuk mengetahui adanya

hipertensi kehamilan dan adanya salah satu tanda dari pre-eklamsia

pada pengukuran (tekanan darah >140/90 mmHg). Tekanan darah

normal pada ibu hamil yaitu 120/80 mmHg.

3) Tentukan status gizi (ukur Lila)

Pengukuran lingkar lengan atas (Lila) bertujuan mendeteksi

dini ibu hamil yang status gizinya tidak normal atau kekurangan

energi kronis (KEK). Berdasarkan penelitian bahwa bayi yang

mengalami BBLR kerena disebabkan ibu hamil deengan lila yang

kurang dari <23,5 cm. ibu hamil dianjurkan makan dengan gizi

seimbang agar bayi yang dilahirkan dengan berat badan yang

normal. Pemeriksaan ini dilakukan saat pertama kali kunjungan.

4) Tentukan tinggi fundus uteri

Pemeriksaan ini bertujuan untuk memperkirakan umur

kehamilan dan menafsirkan apakah ada gangguan pertumbuhan

33
34

janin sesuai umur kehamilan atau tidak. Pada umur kehamilan lebih

dari 24 minggu dilakukan pengukuran tinggi fundus uteri dengan

menggunakan pita ukur yaitu pemeriksaan Mc Donald. Sedangkan

pada usia kehamilan setelah 12 minggu dilakukan pengukuran

Leopold. Pemeriksaan ini dilakukan setiap kali kunjungan.

Tabel 2.1 Ukuran Fundus Uteri sesuai Usia Kehamilan

Usia TFU
Tinggi Fundus Uteri (TFU)
Kehamilan Menurut
Menurut Leopold
(Minggu) Mc. Donald
2- 16 1-3 jari diatas simpisis 9 cm
6-20 Pertengahan pusat simpisis 6-18 cm
20-24 3 jari dibawah pusat simpisis 20 cm
24-28 Setinggi pusat 4-25 cm
28-32 3 jari diatas pusat 26,7 cm
32-34 Pertengahan pusat prosesus xiphoideus 28,5-30 cm
(px)
36-40 2-3 jari dibawah px 33 cm
40 Pertengahan pusat px 37,7 cm
(Sumber : Kemenkes RI, 2020)

5) Tentukan presentasi janin dan denyut jantung janin

Pada akhir trimester II dan setiap kali kunjungan anternatal

dapat ditentukan presentasi janin. Pemeriksaan ini tujuannya untuk

mengetahui bagian terbawah janin yaitu kepala atau bokong. Ibu

hamil yang mengalami tinggi badan kurang dari 145 kemungkinan

dengan panggul sempit dimana kepala janin tidak bisa masuk ke

panggul selain itu apabila bagian bawah bokong juga termasuk

letak sungsang. Tanda pasti kehamilan yaitu terdengar denyut

jantung janin (DJJ). Pemeriksaan DJJ dilakukan setiap kali ibu

34
35

hamil periksa anternatal. Tempat penilaian DJJ sesuai hasil dari

pemeriksaan leopold yang menentukan punggung janin yaitu

punctum maksimum. DJJ terdengar pada kehamilan pertama pada

umur kehamilan 12 minggu, adanya gawat janin apabila DJJ < 120

dan > 160 kali/menit.

6) Skrining status imunisasi tetanus toksoid (TT)

Tetanus neonatorum pada janin bisa dicegah dengan

imunisasi TT pada ibu hamil.

Tabel 2.2 Skrining Status Imunisasi Tetanus Toksoid

Status Jarak Minimal


Masa Perlindungan
TT Pemberian
TT 1 Langkah awal dibentuk kekebalan
tubuh pada penyakit tetanus
TT 2 1 bulan setelah T1 3 bulan
TT 3 6 bulan setelah T2 5 tahun
TT 4 12 bulan setelah T3 10 tahun
TT 5 12 bulan setelah T4 Lebih dari 25 tahun
(Sumber : Kemenkes RI, 2020)

7) Pemberian tablet zat besi minimal 90 tablet selama kehamilan

Pemberian tablet Fe minimal 90 tablet tujuannya pencegahan

anemia pada kehamilan. Selain itu, ibu hamil juga penting

mengonsumsi asam folat selama kehamilan sebanyak 0,4 mg/hari.

Asam folat berfungsi untuk pertumbuhan dan pembelahan sel,

jaringan, memperbaiki DNA, mencegah cacat tabung saraf dan

membantu membuat sel darah merah sehingga dapat mencegah

anemia.

35
36

8) Tes laboratorium (rutin dan khusus)

Ibu hamil dalam kunjungan anternatal akan dilakukan

pemeriksaan laboratorium secara rutin dan khusus. Pemeriksaan

rutin dilakukan ibu hamil seperti golongan darah, hemoglobin, dan

spesifik daerah endemis/epidemic (malaria, HIV, dll). Sedangkan

pemeriksaan khusus bila ditemukan adanya gejala atau indikasi

pada saat kunjungan anternatal.

9) Tata laksana kasus

Apabila ditemukan masalah pada saat pemeriksaan

kehamilan berdasarkan dari hasil pengkajian dan pemeriksaan fisik

segera melakukan tindakan sesuai kebutuhan pasien dan apabila

terjadi komplikasi kehamilan langsung dirujuk dengan menyiapkan

keperluan untuk merujuk.

10) Temu wicara (konseling), termasuk perencanaan persalinan dan

pencegahan komplikasi (P4K) serta kelarga berecana setelah

persalinan

Konseling pada ibu hamil yaitu suatu proses di mana bidan

melakukan wawancara tatap muka langsung. Tujuannya untuk

memecahkan masalah terkait dengan kehamilan.

11) Pemeriksaan gigi

Ibu hamil biasaya megalami morning sickness atau muntah -

muntah hal ini dapat menyebabkan tingkat asam meningkat di

36
37

rongga mulut. Sehingga memiliki kemungkinan untuk timbulnya

gigi berlubang karies yang bisa terinfeksi oleh kuman.

d. Kartu Skor Poedji Rochjati

Kartu Skor Poedji Rochjati (KSPR) adalah kartu skor yang

digunakan sebagai alat skrining antenatal berbasis keluarga untuk

menemukan faktor risiko ibu hamil, yang selanjutnya mempermudah

pengenalan kondisi untuk mencegah terjadi komplikasi obstetrik pada

saat persalinan. KSPR disusun dengan format kombinasi antara

checklist dari kondisi ibu hamil faktor risiko dengan sistem skor.

Kartu skor ini dikembangkan sebagai suatu teknologi sederhana,

mudah, dapat diterima dan cepat digunakan oleh tenaga non

professional (Poedji Rochjati, 2003).

e. Fungsi dari KSPR adalah:

1) Melakukan skrining deteksi dini ibu hamil risiko tinggi.

2) Memantau kondisi ibu dan janin selama kehamilan.

3) Memberi pedoman penyuluhan untuk persalinan aman berencana

(Komunikasi Informasi Edukasi/KIE).

4) Mencatat dan melaporkan keadaan kehamilan, persalinan, nifas.

5) Validasi data mengenai perawatan ibu selama kehamilan,

persalinan, nifas dengan kondisi ibu dan bayinya (Poedji

Rochjati, 2003).

6) Audit Maternal Perinatal (AMP)

Sistem skor memudahkan pengedukasian mengenai berat

37
38

ringannya faktor risiko kepada ibu hamil, suami, maupun keluarga.

Skor dengan nilai 2, 4, dan 8 merupakan bobot risiko dari tiap faktor

risiko. Sedangkan jumlah skor setiap kontak merupakan perkiraan

besar risiko persalinan dengan perencanaan pencegahan. Kelompok

risiko dibagi menjadi 3 yaitu:

a) Kehamilan Risiko Rendah (KRR) : Skor 2 (hijau)

b) Kehamilan Risiko Tinggi (KRT) : Skor 6-10 (kuning)

c) Kehamilan Risiko Sangat Tinggi (KRST) : Skor ≥ 12 (merah).

Terdapat 20 faktor risiko yang dibagi menjadi kelompok(Poedji

Rochjati, 2003).

faktor risiko pada penilaian KSPR.

(1) Kelompok Faktor Risiko I (Ada Potensi Gawat Obstetrik)

(a) Primi muda : terlalu muda, hamil pertama usia 16 tahun

atau kurang

(b) Primi Tua : terlalu tua, hamil usia ≥ 35 tahun

(c) Primi Tua Sekunder : jarak anak terkecil >10 tahun

(d) Anak terkecil < 2 tahun : terlalu cepat memiliki anak lagi

(e) Grande multi : terlalu banyak memiliki anak, anak ≥ 4

(f) Umur ibu ≥ 35 tahun : terlalu tua

(g) Tinggi badan ≤ 145 cm : terlalu pendek, belum pernah

melahirkan normal dengan bayi cukup bulan dan hidup,

curiga panggul sempit

(h) Pernah gagal kehamilan

38
39

(i) Persalinan yang lalu dengan tindakan

(j) Bekas operasi sesar (Poedji Rochjati, 2003).

(2) Kelompok Faktor Risiko II

(a) Penyakit ibu : anemia, malaria, TBC paru, payah jantung,

dan penyakit lain.

(b) Preeklampsia ringan

(c) Hamil kembar

(d) Hidramnion : air ketuban terlalu banyak

(e) IUFD (Intra Uterine Fetal Death): bayi mati dalam

kandungan

(f) Hamil serotinus : hamil lebih bulan (≥ 42 minggu belum

melahirkan)

(g) Letak sungsang

(h) Letak Lintang (Poedji Rochjati, 2003).

(3) Kelompok Faktor Risiko III

(a) Perdarahan Antepartum : dapat berupa solusio plasenta,

plasenta previa, atau vasa previa

(b) Preeklampsia berat/eklampsia (Poedji Rochjati, 2003).

39
40

Tabel 2.3 Kartu skor poedji rochjati

(Sumber : Dr. Poedji Rochjati, dr, SpOG)

40
41

9. Konsep Dasar Bengkak Kaki Pada Kehamilan

a. Definisi Bengkak Kaki

Bengkak kaki saat hamil adalah pembengkakan akibat

penumpukan cairan berlebih pada jaringan. Pembengkakan dapat

menandakan perubahan normal tubuh selama kehamilan atau adanya

penyakit tertentu (Natharina Y. 2017).

b. Gejala Bengkak Kaki

Biasanya terjadi pada bagian tungkai, mata kaki dan muncul pada

awal trimester III dan sebagian ibu hamil mengalaminya pada

trimester II kehamilan. Akibat perubahan tubuh yang normal edema

fisiologis tidak disertai nyeri atau gejala lain. Jika bengkak akibat

penyakit tertentu edema patologis lebih jarang ditemukan namun lebih

berbahaya. Selain pembengkakan tungkai, terdapat gejala penyerta

lain sesuai penyebab penyakit. Pembengkakan tungkai akibat

preeklamsi keracunan kehamilan disertai dengan tekanan darah tinggi

dan adanya protein pada urin. Pada preeklamsia berat, gejala dapat

disertai nyeri kepala hebat, nyeri perut, muntah, serta gangguan

penglihatan (Natharina Y. 2017).

c. Penyebab Bengkak Kaki

Pengumpulan dan tertahannya cairan dalam jaringan tubuh

karena peningkatan tekanan vena yang disebabkan oleh tekanan dari

pembesaran uterus adalah hal umum yang menyebabkan

pembengkakan. Kurangnya aktifitas pada ibu hamil merupakan faktor

41
42

utama penyebab bengkak kaki pada ibu hamil. Pembengkakan akan

terlihat lebih jelas pada posisi duduk atau berdiri yang terlalu lama

(Natharina Y. 2017).

d. Dampak Bengkak Kaki

Bengkak fisiologis hanya akan menyebabkan ibu merasa tidak

nyaman karena penimbunan cairan yang terjadi pada saat kehamilan.

Namun jika bengkak diikuti dengan sakit kepala, pandangan mata

kabur, peningkatan tekanan darah, kejang, dan pada pemeriksaan

urine dijumpai protein yang meningkat maka dapat menyebabkan pre-

eklampsia dan eklampsia pada kehamilan (Natharina Y. 2017).

e. Penatalaksanaan

Dalam kehamilan pembengkakan normal dapat diatasi dengan

melakukan tirah baring dengan posisi kaki lebih tinggi dari jantung,

berbaring dengan posisi miring kekiri, melakukan aktifitas berjalan-

jalan di pagi hari, melakukan pijatan kaki secara lembut agar

melancarkan peredaran darah, melakukan senam hamil, perbanyak

minum, perbanyak istirahat, meningkatkan konsumsi makanan yang

banyak mengandung protein serta mengurangi makanan yang

mengandung banyak karbohidrat dan lemak, jangan menggantung

kaki terlalu lama, mengganjal kaki pada saat duduk (Natharina Y.

2017).

42
43

10. Preeklampsia

a. Definisi preeklampsia

Preeklampsia yaitu penyakit yang terjadi di dalam kehamilan

dan muncul setelah umur kehamilan 20 minggu festasi, ditandai

dengan gejala hipertensi, edema, proteinuria. Preeklampsia

disebabkan oleh banyak faktor dan jika tidak segera ditangani akan

menimbulkan eklamsia atau kejang (Wahyuni, 2013).

Preeklampsia adalah timbulnya hipertensi disertai dengan

proteinuria atau edema generalisata yang nyata atau keduanya

akibat kehamilan setelah usia kehamilan 20 minggu. Perkembangan

penelitian terbaru menyatakan bahwa edema tungkai tidak lagi

dimasukkan dalam penegakan diagnosis preeklampsia karena sering

ditemukan pada kehamilan normal (Cunningham, 2012).

b. Klasifikasi preeklampsia

Klasifikasi preeklampsia menurut Mitayani (2013) dibagi

menjadi dua golongan yaitu :

1) Preeklampsia Ringan, dengan tanda-tanda :

a) Tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih, atau kenaikan

diastolik 15 mmHg atau lebih, dan kenaikan sistolik 30

mmHg atau lebih.

b) Edema pada kaki, jari tangan, dan wajah atau kenaikan BB

1 Kg atau lebih per minggu.

c) Proteinuria kuantitatif 0,3 gram atau lebih perliter,

43
44

kualitatif 1+ atau 2+ pada urine kateter atau mid steam.

2) Preeklampsia Berat, dengan tanda-tanda :

a) Tekanan darah 160/110mmHg atau lebih.

b) Proteinuria 5 gram atau lebih perliter.

c) Oliguria jumlah urine kurang dari 500 cc per 24 jam

d) Adanya gangguan serebral, gangguan visus, dan rasa nyeri

di epigastrum.

e) Ada edema paru dan sianosis.

c. Patofisiologi preeklampsia

Pada preeklampsia terdapat penurunan aliran darah. Perubahan

ini menyebabkan prostaglandin plasenta menurun dan

mengakibatkan iskemia uterus. Keadaan iskemia pada uterus

merangsang pelepasan bahan tropoblsatik yaitu akibat hiperoksidase

lemak dan pelepasan renin uterus. Bahan tropoblastik menyebabkan

terjadinya endotheliosis menyebabkan pelepasan tromboplastin.

Tromboplastin yang dilepaskan mengakibatkan pelepasan

trimboksan dan aktivati agergasi trombosit deposisi fibrin.

Pelepasan tromboksan akan menyebabkan terjadinya vasopasme

sedangkan aktivasi, agregasi trombosit deposisi fibrin akan

menyebabkan koagulasi intrvaskuler yang mengakibatkan perfusi

darah menurun dan konsumtif koagulapati (Sukarni dan Wahyu,

2013).

44
45

Konsumtif koagulapati mengakibatkan trombosit dan faktor

pembekuan darah menurun dan menyebabkan gangguan faal

hemostasis. Renin uterus yang dikeluarkan akan mengalir bersama

darah sampai organ hati dan bersama-sama angiotensinogen menjadi

angiotensi I dan selanjutnya menjadi angiotensin II. Angiotensin II

bersama tromboksan akan menyebabkan terjadinya vasospasme.

Vasopasme menyebabkan lumen arteriol menyempit. Lumen

arteriol yang menyempit menyebabkan lumen hanya dapat dilewati

oleh satu sel darah merah. Tekanan perifer akan meningkat agar

oksigen mencukupi kebutuhan sehingga menyebabkan terjadinya

hipertensi. Selain menyebabkan vasospasme, angiotensin II akan

merengsang glandula suprarenal untuk megeluarkan aldosteron

(Sukarni dan Wahyu, 2013).

Vasospasme bersama dengan koagulasi intravaskular akan

menyebabkan gangguan perfusi darah dan gangguan multi organ.

Gangguan multiorgan terjadi pada organ-organ tubuh diantaranya

otak, darah, paru-paru, hati atau liver, renal dan plasenta. Pada otak

akan dapat menyebabkan terjadinya edema serebri dan selanjutnya

terjadi peningkatan tekanan intrakrnial. Tekanan intrakranial yang

meningkat menyebabkan terjadinya gangguan perfusi serebral,

nyeri dan terjadinya kejang singaa menimbulkan diagnosa risiko

cedera. Pada darah akan terjadi enditheliosis meyebabkan sel darah

merah yang pecah akan menyebabkan terjadanya anemia hemolitik

45
46

(Sukarni dan Wahyu, 2013).

Pada paru-paru, akan terjadi perpindahan cairan sehingga akan

mengakibatkan terjadinya edema paru. Edema paru akan

menyebabkan terjadinya kerusakan pertukaran gas. Pada hati,

vasokontriksi pembuluh darah menyebabkan gangguan

kontraktilitas miokard sehingga menyebabkan gangguan

kontraktilitas miokard sehingga menyebabkan payah jantung dan

memunculkan diagnosa penurunan curah jantung (Sukarni dan

Wahyu, 2013).

Pada ginjal, akibat pengaruh aldosteron, terjadi peningkatan

reabsorpsi natrium dan menyebabkan retensi carian dan dapat

menyebabkan terjadinya edema sehingga dapat memunulkan

diagnosa keperawatan kelebihan volume cairan. Selain itu

vasospasme artertiol pada ginjal akan menyebabkan penurunan

GFR dan permeablitas terhadap protein akan meningkat. Penurunan

GFR tidak diimbangi dengan peningakatan reabsorpsi oleh tubulus

sehingga menyebabkan diuresis menurun sehingga menyebabkan

terjadinya oliguri dan anuri. Oliguri atau anuri akan memunculkan

diagnosa keperawatan gangguan eliminasi urin. Permeabilitas

terhadap protein yang meningkat akan menyebabkan banyak protein

akan lolos dari filtrasi glomerulus dan menyebebabkan proteinuria

(Sukarni dan Wahyu, 2013).

46
47

Pada mata, akan terjadi spasmus arteriola selanjutkan

menyebabkan edema diskus optikus dan retina. Keadaan ini dapat

menyebabkan terjdainya diplopia dan memunculkan diagnosa

keperawatan resiko cedera. Pada pelasenta penurunan perfusi akan

menyebabkan hipoksi, anoksia sebagai pemicu timbulnya gangguan

pertumbuhan plasenta sehingga dapat berakibat terjadinya Intra

Uterin Growth Retardation serta memunculkan diagnosa

keperawatan risiko gawat janin. Hipertensi akan merangsang

medula oblongata dan sistem saraf parasimpatis akan meningkat.

Peningkatan saraf simpatis akan mempengaruhi traktus

gastrointerstinal dan ekstrimitas (Sukarni dan Wahyu, 2013).

Pada traktus gastrointestinal dapat menyebabkan terjadinya

hipoksia duodenal dan penumpukan ion H menyebabkan HCl

meningkat sehinggat dapat menyebabkan nyeri epigastrik.

Selanjutnya akan terjadi akumuasi gas yang meningkat, merangsang

mual dan timbulnya muntah sehingga muncul diagnosa keperawatan

ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh. Pada

ektrimitas dapat terjadi metabolisme anaerob menyebabkan ATP

diperoduksi dalam jumlah yang sedikit yaitu 2 ATP dan

pembentukan asam laktat. Terbentuknya asam laktat dan sedikitnya

ATP yang diperoduksi akan menimbulkan keadaan cepat lelah,

lemah sehingga muncul diganosa keperawatan intoleransi aktivitas.

Keadaan hipertensi akan mengakibatkan seseorang kurang

47
48

informasi dan memunculkan diagnosa keperawatan kurang

pengetahuan (Sukarni dan Wahyu, 2013).

d. Faktor-faktor yang berisiko terjadinya preeklampsia

1) Riwayat Preeklampsia

Ibu dengan riwayat preeklampsia berisiko besar mengalami

kembali preeklampsia sebanyak tujuh kali lipat dibandingkan

dengan ibu yang tidak pernah mengalami preeklampsia

(Robson, 2011). Teori lain juga menyebutkan bahwa ibu hamil

yang memiliki riwayat preeklampsia berisiko mengalami

preeklampsia kembali dari pada ibu hamil yang tidak

mengalami preklampsia (Mitayani, 2013).

2) Usia

Usia ibu sangat berperan dalam menentukan tingkat

kematangan pribadi dan fisik seorang ibu. Usia yang tergolong

usia ideal dengan kematangan mental dan fisik yang optimal

yaitu ibu yang berumur 20-35 tahun Wahyuni (2013).

3) Paritas

Pada kehamilan pertama atau primigravida, pembentukan

antibodi penghambat (blocking antibodies) terhadap antigen

plasenta belum sempurna akan sempurna pada kehamilan

berikutnya. Sehingga primigravida meningkatkan risiko

terjadinya preeklampsia daripada multigravida (Rukiyah,

2010).

48
49

4) Riwayat hipertensi

Hipertensi adalah suatu penyakit yang ditandai dengan

gangguan yang terjadi pada sistem peredarah darah sehingga

tekanan darah menjadi di atas batas normal (sistolik ≥ 140

mmHg dan diastolik ≥ 90 mmHg) (Juliawan, 2017).

.Hipertensi yang diderita pada kehamilan sebelumnya

sudah mengakibatkan gangguan atau kerusakan pada organ

penting tubuh dan ditambah lagi dengan adanya kehamilan

maka kerja tubuh akan bertambah berat sehingga dapat

mengakibatkan gangguan atau kerusakan yang lebih berat lagi

dengan timbulnya edema dan proteinuria (Wiknjosastro, 2005).

5) Penyakit diabetes

Wanita dengan diabetes mellitus saat hamil memiliki risiko

preeklampsia seiring dengan perkembangan kehamilan (Taber,

2008). Ginjal memegang peranan penting dalam mengatur

tekanan darah. Apabila ginjal mengalami gangguan, fungsi

pengendalian tekanan darah juga akan terganggu (Yulianti &

Maloedyn, 2006).

6) Komplikasi pada preeklampsia

Menurut Prawiraohardjo (2006) komplikasi yang terberat

ialah kematian ibu dan janin. Komplikasi yang tersebut dibawah

ini biasanya terjadi pada preeklampsia berat adalah :

a) Solusio plasenta. Komplikasi ini biasanya terjadi pada ibu

49
50

yang menderita hipertensi akut dan lebih sering terjadi pada

preeklampsia.

b) Hipofibrinogenemia. Pada preeklampsia berat ditemukan

23% hipofibrinogenemia, maka dari itu pengarang

menganjurkan pemeriksaan kadar fibrinogen secara

berkala.

c) Hemolisis. Penderita preeklampsia berat kadang-kadang

menunjukkan gejala klinik hemolisis yang dikenal karena

ikterus. Belum diketahui dengan pasti apakah ini

merupakan kerusakan sel-sel hati atau destruksi sel darah

merah. Nekrosis periportal hati yang sering ditemukan pada

autopsi penderita eklampsia dapat menerangkan ikterus

tersebut.

d) Perdarahan otak. Komplikasi ini merupakan penyebab

utama kematian maternal penderita eklampsia.

e) Kelainan mata. Kehilangan penglihatan untuk sementara,

yang berlangsung sampai seminggu, dapat terjadi.

Perdarahan kadang-kadang terjadi pada retina hal ini

merupakan tanda gawat akan terjadinya apopleksia serebri.

f) Nekrosis hati. Nekrosis periportal hati pada preeklampsia-

eklampsia merupakan akibat vasopasmus arteriol umum.

Kelainan ini diduga khas untuk eklampsia, tetapi juga

ditemukan pada penyakit lain. Kerusakan sel- sel hati dapat

50
51

diketahui dengan pemeriksaan faal hati, terutama

penentuan enzim-enzim nya.

g) Sindroma HELLP yaitu Haemolysis, elevated liver,

enzymes, dan low platelet.

h) Kelainan ginjal. Kelainan ini berupa endoteliosis

glomerulus yaitu pembengkakan sitoplasma sel endotelial

tubulus ginjal tanpa kelainan struktur lainnya. Kelainan lain

yang dapat timbul ialah anuria sampai gagal ginjal.

i) Komplikasi lain. Lidah tergigit, trauma dan fraktur karena

jatuh akibat kejang-kejang, pneumonia aspirasi dan DIC

(disseminated intravascular coogulastion).

j) Prematuritas, dismaturitas dan kematian janin intra-uterin.

7) Hubungan Riwayat preeklampsia Pada Kehamilan Sebelumnya

Dengan Kejadian Preeklampsia pada kehamilan berikutnya.

Salah satu faktor ibu yang mengalami preeklampsia adalah

riwayat preeklampsia. Hubungan sistem imun dengan

preeklampsia menunjukkan bahwa faktor-faktor imunologi

memainkan peran penting dalam perkembangan preeklampsia.

Keberadaan protein asing, plasenta dan janin bisa

membangkitkan respons imunologis lanjut. Teori ini didukung

oleh peningkatan peningkatan insiden preeklampsia-eklampsia

pada ibu baru pertama kali terpapar jaringan janin dan pada ibu

hamil dari pasangan yang baru (Bobak, et al., 2005).

51
52

Frekuensi preeklampsia dan eklampsia pada anak dan cucu

wanita yang memiliki riwayat preeklampsia yang menunjukkan

suatu gen resesif autosom yang mengatur respons imun

maternal (Bobak, et al., 2005).

Genetik merupakan faktor predisposisi terjadinya

preeklampsia. Walaupun dasar genetik kelainan ini belum jelas,

beberapa penelitian epidemiologi menyatakan adanya gen yang

sama, yang demiliki oleh perempuan dengan kehamilan pertama

yang mengalami preeklampsia akan mengalami preeklampsia

pada kehamilan berikutnya (Purwita et al., 2008).

Ibu yang pernah mengalami riwayat preeklampsia beresiko

besar mangalami kembali preeklampsia sebanyak tujuh kali,

dari pada ibu yang tidak menderita preeklampsia (Robson,

2011).

e. Definisi Magnesium Sulfat

Magnesium Sulfat; garam inggris MgSO4. xH2O memiliki berat

molekul sebesar 120,37 g/mol. Mengandung tidak kurang dari

99,0% dan tidak lebih dari 100,5% MgSO4 yang dibuat anhidrat

dengan pemijaran. Pemerian Hablur halus tidak berwarna, biasanya

berbentuk jarum rasa dingin, asin dan pahit. Merekah dalam udara

kering dan hangat (FI V, 2014).

52
53

Gambar 2.4 Struktur Magnesium Sulfat

(Sumber Pubchem, 2004)

Magnesium Sulfat dalam praktik kebidanan merupakan obat

yang digunakan sebagai pencegahan kejang pada pasien

preeklampsia atau pencegahan kekambuhan kejang pada pasien

eklampsia. Magnesium Sulfat juga dapat digunakan untuk

perpanjangan jangka pendek kehamilan (tokolisis) hingga 48 jam

untuk memungkinkan pemberian kortikosteroid antenatal. Namun,

jika sebagai tokolisis tidak direkomendasikan digunakan sebelum

usia kehamilan 24 minggu dan setelah usia kehamilan 34 minggu.

Menurut US Food and Drugs Administration (FDA) Magnesium

Sulfat termasuk ke dalam risiko kehamilan kategori D (The

American Collage of Obstetricians and Gynecologist, 2016).

f. Mekanisme Kerja Magnesium Sulfat

Magnesium Sulfat dapat mencegah atau mengendalikan kejang

dengan menghalangi transmisi neuromuskuler dan mengurangi

jumlah asetilkolin yang dibebaskan pada plat ujung oleh impuls saraf

motorik. Efek depresi ini menghambat transmisi saraf impuls,

menginduksi relaksasi dan kelemahan otot serta dianggap

mengganggu myosin light-chain kinase (MLCK), enzim sensitif

53
54

kalsium yang mengatur interaksi aktinmiosin yang bertanggung

jawab atas kontraksi uterus. Magnesium Sulfat menghambat

reseptor asam N-metil-daspartik (NMDA) dalam sistem saraf pusat,

yang menyebabkan relaksasi otot polos dan penurunan kontraksi

otot tidak disengaja dan juga dapat mengurangi rangsangan dan

kejang neuron. Selain itu, Magnesium Sulfat memiliki efek depresi

yang kuat pada selektif katekolamin, menghasilkan vasodilatasi

arteri dan menurunkan tekanan darah sistolik. Ketika

dikombinasikan dengan penghambatan NMDA, hal ini dapat

meningkatkan aliran darah jantung dan otak. Akibatnya terjadi

vasokonstriks luas yang biasanya terlihat pada preeklampsia dan

eklampsia yang mana merupakan konsekuensi menguntungkan,

karena Magnesium Sulfat umumnya tidak melewati sawar darah

otak atau memiliki efek antikonvulsan langsung pada sistem saraf

pusat, respon vasodilatasi ini memberikan penjelasan yang masuk

akal untuk efektivitasnya dalam pengobatan kejang eklampsia

(Hunter et al., 2011). Bila diberikan secara oral dapat menarik

menahan air dalam lumen usus, sehingga meningkatkan tekanan

intraluminal dan mendorong keinginan untuk buang air besar (Fact

and Comparisons, 2003).

g. Indikasi Magnesium Sulfat

Magnesium Sulfat jika diberikan melalui rute parenteral

digunakan sebagai pencegahan dan kontrol kejang pada

54
55

preeklampsia berat atau eklampsia tanpa depresi SSP yang

merugikan pada ibu, janin atau neonatus, dan pada kejang-kejang

yang berhubungan dengan hypomagnesemia. Magnesium Sulfat

dalam penggunaan off-label dapat digunakan sebagai kontrol

hipertensi, ensefalopati dan kejang pada anak-anak dengan nefritis

akut mencegah persalinan prematur terapi aritmia ventrikel yang

mengancam jiwa pencegahan dan pengobatan defisiensi magnesium.

Sedangkan pada penggunaan oral MgSO4 dapat sebagai pencahar

(Fact and Comparisons, 2003).

h. Dosis Penggunaan Magnesium Sulfat

Dikutip dari A to Z Drug Facts (2003) dosis Magnesium Sulfat

secara umum yaitu :

1) Hipomagnesemia berat

a) Dewasa dan Remaja : IM 1-5 g (2-10 ml larutan 50%) / hari

dalam dosis terbagi sampai koreksi magnesium serum.

b) Dewasa dan Remaja : IV Harus diberikan dengan sangat

hati-hati karena risiko serangan jantung. IV 1-4 g dilarutkan

menjadi larutan 10% atau 20% pada tingkat yang tidak

melebihi 1,5 ml (larutan 10%) ekuivalen per menit.

2) Hipomagnesemia ringan dan suplemen elektrolit

a) Dewasa : IM 1-2 g larutan 50% setiap 6 jam sesuai

kebutuhan.

b) Anak IM 20-40 mg / kg larutan 20%

55
56

3) Eklampsia

Dewasa : IM 1-2 g (dalam larutan25% atau 50%) diikuti oleh

IM 1 g q 30 menit sampai diperoleh relaksasi. Infus IV dapat

diberikan sebagai IV 4-5 g dalam 250 ml D5W tidak melebihi 3

ml/menit. Jika kejang berulang harus diobati dengan dosis lebih

lanjut 2-4 g diberikan lebih dari 5 menit.

4) Antikonvulsan

a) Dewasa: IM 1-5 g dalam larutan 25% atau 50%. Bisa

diulang sampai 6 kali / hari prn.

b) Anak: IM 20-40 mg / kg dalam larutan 20%

5) Pencahar

Biasanya dosis satu kali. Dewasa: PO 10-15 g. Anak: PO 5-10 g

6) Preeklampsia berat

I.V. 4-5 g infus; diikuti dengan infus secara kontinu 1-2 g / jam

atau mungkin diikuti dengan dosis I.M. 4-5 g di setiap pantat

setiap 4 jam; maksimal: 40 g/ 24 jam (DIH, 2016).

7) Asma (eksaserbasi yang mengancam jiwa atau parah setelah 1

jam terapi konvensional intensif; penggunaan off-label) : I.V :

25-75 mg / kg (maksimum: 2 g) (DIH, 2016).

i. Kontraindikasi Magnesium Sulfat

Kontraindikasi untuk penggunaan Magnesium Sulfat termasuk

miastenia gravis dan kerusakan miokard yang disebabkan oleh

penyumbatan jantung (Hunter et al., 2011). Hipersensitivitas pada

56
57

Magnesium Sulfat (Arjum et al., 2015).

j. Interaksi Magnesium Sulfat

Dikutip dari A to Z Drug and Facts (2003) Magnesium Sulfat

dapat berinteraksi dengan beberapa obat-obatan seperti jika

Magnesium Sulfat diberikan dengan agen penghambat

neuromuskuler maka dapat terjadi potensiasi blokade

neuromuskuler. Jika magnesium oral diberikan dengan

nitrofurantoin dapat menyebabkan penurunan penyerapan

nitrofurantoin. Dengan golongan penisilamin magnesium oral dapat

mengurangi efek penicillamine. Dan bila diberikan dengan

tetrasiklin menyebabkan penurunan penyerapan tetrasiklin

(magnesium oral).

Berdasarkan Drug Information Handbook (2009) dijelaskan

lebih rinci tentang interaksi Magnesium Sulfat yaitu :

1) Derivat Bifosfonat Garam magnesium dapat menurunkan

penyerapan Derivat Bifosfonat. Hanya garam magnesium oral

yang menjadi perhatian. Pengecualian: Pamidronate Zoledronic

Acid. Risiko D: Pertimbangkan modifikasi terapi

2) Calcitriol Dapat meningkatkan konsentrasi serum garam

magnesium. Risiko D: Pertimbangkan modifikasi terapi.

3) Calcium Channel Blocker Dapat meningkatkan efek merugikan

beracun dari garam magnesium. Magnesium dapat

meningkatkan efek hipotensi dari Calcium Channel Blockers.

57
58

Risiko C: Monitor terapi.

4) Depresi SSP Dapat meningkatkan efek merugikan, beracun dari

depresan SSP lainnya. Risiko C: Monitor terapi.

5) Eltrombopag Garam magnesium dapat menurunkan konsentrasi

serum Eltrombopag. Manajemen: Administrasi eltrombopag

terpisah dan kation polivalen (misalnya, produk yang

mengandung magnesium) paling sedikit 4 jam. Risiko D:

Pertimbangkan modifikasi terapi.

6) Ketorolak Dapat mengurangi efek terapeutik dari

antikonvulsan. Risiko C: Monitor terapi.

7) Mefloquine Dapat mengurangi efek terapeutik dari

antikonvulsan. Mefloquine dapat menurunkan konsentrasi

serum anticonvulsant. Manajemen: Mefloquine

dikontraindikasikan pada orang-orang dengan riwayat kejang-

kejang. Jika antikonvulsan digunakan untuk indikasi lain,

tanggap terhadap pengobatan secara ketat, karena mefloquine

bersamaan dapat menurunkan respons terhadap pengobatan.

Risiko D: Pertimbangkan modifikasi terapi.

8) Mycophenolate Garam magnesium oral dapat menurunkan

penyerapan Mycophenolate. Risiko D: Pertimbangkan

modifikasi terapi.

9) Suplemen Fosfat Garam magnesium dapat menurunkan

penyerapan suplemen fosfat. Risiko D: Pertimbangkan

58
59

modifikasi terapi.

10) Antibiotik Kuinolon Garam magnesium oal dapat menurunkan

penyerapan antibiotik kuinolon. Risiko D: Pertimbangkan

modifikasi terapi.

11) Trientin Dapat menurunkan konsentrasi serum garam

magnesium. Garam Magnesium dapat menurunkan konsentrasi

serum Trientine. Risiko D: Pertimbangkan modifikasi terapi.

k. Efek Samping Magnesium Sulfat

Mual dan muntah, mulut kering, sakit kepala, pandangan kabur,

dan kelemahan otot secara umum merupakan efek samping yang

relatif kecil dari penggunaan Magnesium Sulfat (Hunter et al., 2011).

Magnesium Sulfat dianggap obat yang aman untuk digunakan

selama kehamilan, dengan efek samping yang relatif sedikit

berpotensi dapat menyebabkan blokade neuromuskuler lengkap dan

depresi pernapasan. Magnesium Sulfat dikaitkan dengan beberapa

efek samping minor seperti perasaan demam, kemerahan, mual dan

muntah, kelemahan otot, mengantuk, pusing, dan iritasi di tempat

suntikan. Efek samping yang lebih serius hilangnya refleks patella

(biasanya terjadi pada konsentrasi serum 8 -10 mEq / L) dan depresi

pernapasan (> 13 mEq / L) (Smith et al., 2014). Pada dosis yang

direkomendasikan, konsekuensi ini sangat tidak mungkin terjadi.

Namun, pemantauan adanya toksisitas harus dilakukan. Penilaian

klinis terhadap tingkat pernapasan yang sedang berlangsung dan

59
60

refleks patella adalah tanda yang dapat digunakan untuk mengetahui

adanya penghambatan neuromuskuler dan toksisitas. Anestesi

epidural dapat menghambat kemampuan untuk menilai secara

akurat ada atau tidak adanya refleks patella. Kadar magnesium pada

serum 10 mEq per L atau lebih tinggi menyebabkan refleks akan

hilang, dan laju pernapasan akan mulai berkurang. Laju pernapasan

kurang dari 12 napas per menit atau perubahan akut dalam tingkat

kesadaran merupakan tanda adanya depresi pernapasan, dan infus

magnesium harus segera dihentikan. Situasi akut ini dengan bantuan

pernapasan yang cepat dan tidak biasanya tidak menyebabkan henti

jantung kecuali terjadi overdosis yang tidak disengaja. Sebagai

antidotum magnesium yang efektif yaitu diberikan 1 g kalsium

glukonat (10 mL larutan 10%) dapat diberikan secara intravena lebih

dari 3 menit dan harus segera tersedia dan diberi label di samping

tempat tidur kapan saja Magnesium Sulfat digunakan (Hunter et al.,

2011).

l. Magnesium Sulfat pada Preeklampsia

Magnesium Sulfat secara rutin telah digunakan sebagai

profilaksis kejang pada pasien dengan preeklampsia dan eklampsia.

Pada studi observasional dan acak uji coba terkontrol menunjukkan

pemberian Magnesium Sulfat dapat mengurangi risiko kejang dan

komplikasi lain pada wanita dengan preeklampsia. Mekanisme aksi

Magnesium Sulfat belum diketahui dengan pasti. Mekanisme yang

60
61

mungkin terjadi yaitu adanya peningkatan vasodilatasi pembuluh

darah otak, produksi prostasiklin yang dapat mengurangi

vasospasme sekunder akibat disfungsi endotel, pengurangan cedera

endotel dari radikal bebas, pencegahan masuknya kalsium ke dalam

sel iskemik, efek antikonvulsan langsung melalui antagonisme

reseptor glutamat Nmethyl-D-aspartate, menghambat agregasi

platelet, penurunan pelepasan asetilkolin pada ujung saraf motorik,

dan pengurangan sekresi TNF- alpha plasenta (Cipolla Dan Richard,

2011).

Mekanisme dimana MgSO4 efektif dalam mencegah kejang

eklampsia terdapat beberapa faktor. MgSO4 adalah antagonis

kalsium dan karenanya dapat menghambat kelancaran pembuluh

darah kontraksi otot. MgSO4 juga merupakan vasodilator yang kuat,

namun efeknya dalam sirkulasi otak jauh kurang efektif daripada

pembuluh darah sistemik. Selain itu, sensitivitas terhadap MgSO4

menurun di arteri serebral sejak akhir kehamilan, hal ini

menunjukkan MgSO4 tidak bertindak sebagai vasodilator di

sirkulasi otak. MgSO4 telah terbukti melindungi sawar darah otak

melalui efek antagonistik kalsium pada endotel serebral. Sehingga

MgSO4 dapat mencegah terjadinya kejang berulang dengan

melindungi BBB. Magnesium Sulfat juga merupakan antagonis

reseptor NMDA dan dengan demikian akan bertindak sebagai

antikonvulsan jika pada konsentrasi yang cukup tinggi di otak

61
62

(Cipolla Dan Richard, 2011). Magnesium digunakan secara

intravena sebagai dosis muatan 4 g lebih dari 15 hingga 30 menit,

dan dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan 1 g / jam (Guidelines and

Audit Implementation Network, 2016).

Mekanisme lain Magnesium Sulfat dalam pencegahan kejang

dipengaruhi faktor angiogenik. Magnesium dapat mengurangi risiko

kejang pada pasien dengan preeklampsia sebagian dengan

mengubah faktor-faktor kadar serum pro- dan anti- angiogenik.

Kemungkinan mekanisme untuk aksi magnesium ini termasuk:

pengikatan reseptor sFlt1 dan sEng yang menghasilkan pelepasan

VEGF, pengikatan saluran kalsium yang menghasilkan penurunan

sekresi sFlt1, induksi vasodilatasi dan mengurangi iskemia plasenta

yang mengakibatkan penurunan sekresi sFlt1, perubahan akibat dari

proses penurunan sintesis sFlt1 dan pengikatan sFlt1 menghasilkan

penurunan kerusakan endotel secara langsung. Magnesium

mengurangi risiko kejang dengan mengubah pro dan tingkat faktor

anti-angiogenik (Vadnais et al., 2012).

m. Efek Magnesium Sulfat pada Ibu Hamil

1) Tokolisis

Magnesium Sulfat merupakan pilihan utama sebagai

profilaks kejang pada preeklampsia. selain itu Magnesium Sulfat

dapat menunda persalinan dengan menghambat kontraksi otot

uterus, efek ini dapat bertahan 48 jam. Akumulasi dosis tokolitik

62
63

Magnesium Sulfat jauh lebih tinggi daripada dosis yang

diperlukan untuk profilaksis kejang (hunter et al., 2011).

2) Neuroprotektan pada janin

Magnesium Sulfat juga berperan dalam proteksi saraf janin

saat digunakan sebelum mengantisipasi kelahiran dini (Ueda et

al., 2016). Penggunaan magnesium dapat digunakan sebagai

perlindungan saraf untuk mengurangi tingkat serebral palsi

(Reeves et al., 2011). Serebral palsi merupakan gejala kompleks

non-progresif sindrom kerusakan motorik sekunder akibat cedera

otak atau anomali yang timbul pada perkembangan awal (Magee

et al., 2011).

n. Protap Pemberian MgSO4

Langkah – Langkah protap dalam pemberian MgSO4 yaitu:

1) Pasang infus RL atau NaCl 0,9% dengan tidak diklem (guyur).

2) Pasang kateter menetap untuk mengukur keseimbangan cairan

3) Dosis awal

a) MgSO4 40% 4 gram (10 cc) IV diberikan selama 5 menit,

infus lepas klem.

b) Jika kejang berulang setelah 15 menit pemberian dosis

awal, berikan MgSO4 40% 2 gram (5 cc) IV diencerkan

dengan penambahan aquabides pro injeksi sebanyak 5 cc

diberikan selama 5 menit.

63
64

4) Dosis pemeliharaan

a) MgSO4 40% 6 gram (15 cc) melalui infus RL atau NaCl

0,9% 500 cc (28 tetes permenit), yang diberikan sampai 24

jam postpartum atau kejang terakhir.

11. Aktivitas Fisik Dan Latihan Fisik Pada Kehamilan

Senam hamil adalah latihan fisik berupa beberapa gerakan tertentu

yang dilakukan khusus untuk meningkatkan kesehatan ibu hamil

(Mandriwati, 2008).

Senam hamil adalah terapi latihan gerak yang diberikan kepada ibu

hamil untuk mempersiapkan dirinya, baik persiapan fisik maupun mental

untuk menghadapi dan mempersiapkan persalinan yang cepat, aman dan

spontan (Huliana, 2001).

Senam hamil adalah sebuah program berupa latihan fisik yang

sangat penting bagi calon ibu untuk mempersiapkan persalinannya

(Indiarti, 2008). Dapat disimpulkan bahwa senam hamil adalah latihan

fisik ringan sesuai dengan indikasi kehamilan yang bertujuan untuk

relaksasi dan persiapan saat persalinan.

a. Tujuan Senam Hamil

Senam hamil berfungsi untuk memperkuat dan melenturkan

otot-otot dinding perut dan otot dasar panggul pada proses persalinan

serta memberikan rasa rileks pada tubuh untuk mengatasi rasa sakit

akibat persalinan (Suwignyo, 2011).

64
65

Latihan fisik selama kehamilan akan menguntungkan baik

secara fisik, mengingat perasaan takut dan cemas dalam menghadapi

persalinan dapat menimbulkan ketegangan jiwa dan fisik, yang dapat

menyebabkan otot-otot dan persendian menjadi kaku sehingga

berjalan tidak wajar. Senam hamil bermanfaat untuk

mempertahankan dan mengoptimalkan keseimbangan fisik,

menghilangkan keluhan yang terjadi karena perubahan-perubahan

akibat proses kehamilan, dan mempermudah proses persalinan.

Senam hamil hanya boleh dilakukan setelah umur kehamilan telah

memasuki usia lebih dari 3 bulan atau trimester kedua, mengingat

sebelum usia janin dalam kandungan menginjak trimester kedua

pelekatan janin dalam uterus belum terlalu kuat sehingga dapat

menimbulkan abortus atau kematian janin dalam kandungan

(Abdullah, 2010).

Senam hamil sangat bermanfaat untuk dilakukan selama

kehamilan. Berlatih senam hamil pada masa kehamilan dapat

membantu melatih pernafasan dan membuat ibu hamil merasa rilaks

sehingga memudahkan adaptasi ibu terhadap perubahan tubuh

selama kehamilan (Ayodya, 2015).

Menurut Mochtar (2006) tujuan senam hamil dibagi menjadi

tujuan secara umum dan khusus, tujuan tersebut dijabarkan sebagai

berikut:

1) Tujuan umum senam hamil adalah melalui latihan senam hamil

65
66

yang teratur dapat dijaga kondisi otot-otot dan persendian yang

berperan dalam mekanisme persalinan, mempertinggi kesehatan

fisik serta kepercayaan pada diri sendiri dan penolong dalam

menghadapi persalinan dan membimbing wanita menuju suatu

persalinan yang fisiologis.

2) Tujuan khusus senam hamil adalah memperkuat dan

mempertahankan elastisitas otot-otot dinding perut, otot-otot

dasar panggul, ligamen dan jaringan yang berperan dalam

mekanisme persalinan, melenturkan persendian-persendian

yang berhubungan dengan proses persalinan, membentuk sikap

tubuh yang prima sehingga dapat membantu mengatasi

keluhan-keluhan, letak janin dan mengurangi sesak napas,

menguasai teknik-teknik pernapasan dalam persalinan dan

dapat mengatur diri pada ketenangan.

Menurut Mandriwati (2008) tujuan senam hamil adalah:

1) Memperkuat dan mempertahankan elastisitas otot-otot

dinding perut, ligamen- ligamen, otot dasar panggul yang

berhubungan dengan proses persalinan.

2) Membentuk sikap tubuh, sikap tubuh yang baik selama

kehamilan dan persalinan dapat mengatasi keluhan-keluhan

umum pada wanita hamil, mengharapkan letak janin normal,

mengurangi sesak nafas akibat bertambah besarnya perut.

3) Menguasai teknik-teknik pernafasan yang mempunyai

66
67

peranan penting dalam persalinan dan selama hamil untuk

mempercepat relaksasi tubuh yang diatasi dengan napas

dalam, selain itu juga untuk mengatasi rasa nyeri pada saat

kontraksi.

4) Menguatkan otot -otot tungkai, mengingat tungkai akan

menopang berat tubuh ibu yang semakin lama makin berat

seiring dengan bertambahnya usia kehamilan.

5) Mencegah varises, yaitu pelebaran pembuluh darah balik

(vena) secara segmental yang tak jarang terjadi pada ibu

hamil.

6) Memperpanjang nafas, karena seiring bertambah besarnya

janin maka dia akan mendesak isi perut ke arah dada. Hal ini

akan membuat rongga dada lebih sempit dan nafas ibu tidak

bisa optimal. Dengan senam hamil maka ibu akan dapat

berlatih agar nafasnya lebih panjang dan tetap rileks.

7) Latihan pernafasan khusus yang disebut penting quick

breathing terutama dilakukan setiap saat perut terasa

kencang.

8) Latihan mengejan, latihan ini khusus utuk menghadapi

persalinan, agar mengejan secara benar sehingga bayi dapat

lancar keluar dan tidak tertahan di jalan lahir.

9) Mendukung ketenangan fisik

Menurut Mandriwati (2008) manfaat senam hamil adalah:

67
68

1) Mengatasi sembelit (konstipasi), kram dan nyeri

punggung.

2) Memperbaiki sirkulasi darah

3) Membuat tubuh segar dan kuat dalam aktivitas sehari-

hari.

4) Tidur lebih nyenyak.

5) Mengurangi risiko kelahiran prematur.

6) Mengurangi stress.

7) Membantu mengembalikan bentuk tubuh lebih cepat

setelah melahirkan.

8) Tubuh lebih siap dan kuat di saat proses persalinan.

9) Bertemu dengan calon ibu lain bila ibu melakukan

senam hamil.

b. Syarat Melakukan Senam Hamil

Menurut Mandriwati (2008) syarat yang harus dipenuhi dalam

melakukan senam hamil adalah:

1) Kehamilan berjalan normal

2) Diutamakan pada kehamilan pertama atau kehamilan

berikutnya yang mengalami kesulitan persalinan.

3) Telah dilakukan pemeriksaan kesehatan dan kehamilan oleh

dokter atau bidan.

4) Latihan dilakukan secara teratur dan disiplin, dalam batas

kemampuan fisik ibu.

68
69

5) Jangan membiarkan tubuh ibu kepanasan dalam jangka waktu

panjang, istirahatlah sejenak.

6) Gunakan bra yang cukup baik untuk olah raga dan semacam

decker yang bisa menyokong kaki.

7) Minum cukup air

8) Perhatikan keseimbangan tubuh (kehamilan mengubah

keseimbangan tubuh Ibu)

9) Lakukan olahraga sesuai porsi dan jangan berlebihan. Jika

terasa pusing, kram, lelah atau terlalu panas, istirahat saja.

12. Persiapan Persalinan

Memasuki trimester ketiga ibu hamil seringkali merasakan

ketidaknyamanan. Ketidaknyamanan akibat terjadinya perubahan fisik

pada ibu hamil merupakan salah satu masalah yang muncul pada masa

kehamilan, sehingga bidan dapat memberikan asuhan kebidanan dengan

melakukan intervensi senam hamil selama kehamilan. Senam hamil

dapat membantu mempersiapkan kondisi fisik ibu hamil dalam

menghadapi persalinannya (Eli, 2015), selain kondisi fisik ibu yang

semakin membesar. Kondisi yang membuat ibu tidak nyaman adalah

ketika pemikirannya dihantui rasa cemas yang berlebihan dalam

mempersiapkan persalinan. Khawatir yang berlebih yang membuat ibu

hamil semakin merasa tidak nyaman akan menghambat persalinan,

seharusnya ibu hamil memiliki persiapan fisik menjelang persalinan.

Walaupun tidak dapat disembunyikan lagi menunggu kehadiran buah

69
70

hati memang merupakan kondisi yang mendebarkan. Dengan melakukan

persiapan persalinan maka akan membuat diri lebih dikelola dan dapat

dipersiapkan dengan baik menjelang persalinan.

Kesiapan menurut Slameto (2003) adalah keseluruhan kondisi

seseorang atau individu yang membuatnya siap untuk memberikan

respon atau jawaban di dalam cara tertentu terhadap suatu situasi dan

kondisi yang dihadapi.

Menurut Dalyono (2005), kesiapan adalah kemampuan yang cukup

baik fisik, mental dan perlengkapan. Kesiapan fisik berarti tenaga yang

cukup dan kesehatan yang baik.

Persiapan persalinan menurut Bobak, Lowdermild, Jensen (2004)

yaitu persiapan fisik. Selama kehamilan akan ada perubahan secara fisik

yang akan dialami oleh seorang ibu. Perubahan ini dapat menyebabkan

ketidaknyamanan, terutama pada trimester ketiga yang juga berpengaruh

pada persalinan (Alfie, 2016).

Proses persalinan adalah proses yang banyak melelahkan, untuk itu

perlunya dilakukan persiapan fisik semenjak kehamilan memasuki bulan

ke 8 kehamilan, hal ini disebabkan persalinan bisa terjadi kapan saja.

Persiapan fisik berkaitan dengan masalah kondisi kesehatan ibu, dimana

ibu perlu menyiapkan kondisi fisik dengan melakukan aktivitas fisik

sehari-hari seperti melakukan jalan santai di pagi hari, menyapu,

mengepel, berolahraga maksimal 30 menit serta untuk ibu hamil yang

berpergian dengan alat transportasi secara mandiri dianjurkan dengan

70
71

jarak yang dekat. Persiapan fisik berupa kebersihan badan saat hamil dan

menjelang persalinan karena bermanfaat jika dengan mandi,

membersihkan rambut, menggosok gigi serta memperhatikan

penggunaan pakaian dalam akan mengurangi kemungkinan adanya

kuman yang masuk selama hamil dan proses persalinan serta dapat

membuat ibu merasa nyaman dan mampu mengurangi terjadinya infeksi

sesudah melahirkan.

Mengkonsumsi makanan bergizi seperti sayur-sayuran, buah-

buahan, daging dan minum yang cukup banyak minimal 8 gelas setiap

harinya, serta rutin mengkonsumsi suplemen ibu hamil dan

mengkonsumsi susu ibu hamil. Ibu hamil juga perlu menjaga pola

istirahat dengan tidur dengan posisi miring kiri untuk meningkatkan

aliran darah dan nutrisi ke janin serta mengurangi aliran darah ke jantung

ibu. Tetap beristirahat yang cukup dengan tidur malam selama 7 sampai

8 jam setiap hari dan tidur siang 1 sampai 2 jam setiap hari. Hal tersebut

dimaksudkan bahwa dengan aktivitas fisik, kebersihan diri, pola nutrisi

dan pola istirahat yang baik, energi dan tenaga untuk menghadapi

persalinan nanti diharapkan cukup baik dan dapat membantu proses

persalinan agar lancar dan cepat, ibu juga tidak anemia dan mengalami

lemas kehabisan energi, karena proses persalinan bisa berbeda-beda

waktunya pada setiap orang, ada yang lama, ada yang cepat, dan

umumnya melelahkan (Isnandi, 2009). Selain hal diatas ibu perlu

memahami gambaran jelas dan sistemis tentang jalannya persalinan,

71
72

mengetahui teknik mengedan dan bernafas yang baik, harus menjaga

kebersihan badan dan kesesuaian pakaian.

Persiapan fisik lain yang perlu diperhatikan adalah dengan

melakukan olah raga misalnya senam hamil, karena seorang perempuan

memerlukan fisik yang prima untuk melahirkan. Kondisi prima ini ada

hubungannya juga dengan ada atau tidaknya penyakit berat yang diidap

oleh calon ibu. Jika ditemukan riwayat darah tinggi atau asma berat,

misalnya, berarti tidak bisa dilakukan persalinan normal. sehingga sejak

awal kehamilan, sudah harus direncanakan kelahiran dengan operasi

(Iskandar, 2007).

Senam hamil ini hanya bisa dilakukan ketika kandungan berusia 22-

36 minggu, namun yang perlu diperhatikan, tidak semua kondisi ibu

hamil dapat melakukan treatment ini, sehingga disarankan melakukan

konsultasi terlebih dahulu dengan dokter pendamping kandungan. Ada

dua tipe kondisi wanita yang tidak bisa melakukan senam hamil, yaitu

yang bersifat relatif riwayat kebidanan buruk, janin kembar, menderita

diabetes, letak bayi sungsang. Sementara yang bersifat mutlak tidak

boleh dilakukan senam hamil adalah menderita penyakit jantung,

hipertensi, risiko kelahiran prematur. Latihan senam ini harus dihentikan

jika terjadi keluhan nyeri di bagian dada, nyeri kepala, dan nyeri

persendian, kontraksi rahim yang sering, keluar cairan, denyut jantung

meningkat > 140/menit, kesulitan untuk berjalan, dan mual, serta muntah

yang menetap. Senam hamil dibagi menjadi empat tahap berdasarkan

72
73

usia kandungan. Tahap pertama usia kehamilan 22-25 minggu, tahap

kedua usia kehamilan 26-30 minggu, tahap ketiga 31-35 minggu dan

tahap keempat 36-melahirkan (Indarti, 2008). Persiapan fisik yang lain

adalah rutinitas dalam memeriksakan kehamilan ke petugas kesehatan.

Setiap trimester masa kehamilan memiliki proses tersendiri, karena itu

penting bagi ibu hamil mengetahui pertanyaan apa saja yang tepat

diajukan setiap kali berkonsultasi ke dokter atau bidan berkaitan dengan

kondisi kehamilannya.

Faktor-faktor yang mempengaruhi kesiapan dan sarana persalinan

yaitu:

a. Pendidikan

Menurut Notoatmodjo (dalam Nursalam dan Pariani, 2005)

pendidikan dapat mempengaruhi seseorang termasuk perilaku

seseorang akan pola hidup. Senam hamil dapat memberikan efek

yang optimal apabila dilakukan secara rutin yaitu satu minggu sekali

dengan bantuan instruktur dan dilakukan secara mandiri sekurang-

kurangnya tiga kali dalam seminggu. Umumnya semakin tinggi

pendidikan seseorang, maka tingkat pengetahuan, pemahaman dan

kepedulian terhadap sesuatu hal akan cenderung meninggi. Begitu

pula sebaliknya, semakin berpendidikan maka tingkat

pengetahuannya semakin tinggi dan tentunya akan memiliki

pengaruh terhadap kesiapan persalinannya.

73
74

b. Umur

Umur mempengaruhi terhadap daya tangkap dan pola pikir

seseorang. Semakin bertambah usia akan semakin berkembang pula

daya tangkap dan pola pikir seseorang sehingga pengetahuan yang

diperolehnya semakin membaik, selain itu individu pada usia madya

akan lebih berperan aktif dalam masyarakat dan kehidupan sosial

serta lebih banyak melakukan persiapan demi suksesnya upaya

menyesuaikan diri menuju usia tua.

c. Keadaan ekonomi

Keadaan ekonomi tentunya akan sangat berperan dalam

menyiapkan sarana persalinan, termasuk didalamnya biaya

persalinan dan biaya perlengkapan ibu maupun bayi. Orang dengan

status ekonomi tinggi tentunya dapat menyiapkan segala sesuatu

yang terbaik untuk kelahiran anaknya. Mereka dapat memilih segala

sesuatu yang terbaik, baik itu dari pemilihan tempat bersalin sampai

pada perlengkapan persalinannya dan tentunya biaya rujukan jika

terjadi komplikasi sudah mereka miliki. Berbeda dengan mereka

yang memiliki sosial ekonomi rendah atau tidak mampu, mereka

hanya dapat mempersiapkan sarana persalinan semampu mereka

atau bahkan jika mereka tidak mampu, mereka tidak akan

menyiapkan sama sekali (Santi, 2007).

d. Sosial budaya

Faktor sosial budaya yang dimaksud adalah menyangkut

74
75

kepercayaan masyarakat tentang persiapan persalinan. Banyak mitos

yang beredar dimasyarakat tentang hal ini. Salah satunya dilarang

menyiapkan perlengkapan bayi sebelum kehamilan mencapai usia

tujuh bulan, karena ditakutkan dapat terjadi sesuatu pada

kehamilannya. Ketakutan ini disebut dengan istilah pamali. Bila

dipikirkan secara rasional hal ini bertujuan agar ibu tidak terlalu

lelah untuk mempersiapkan perlengkapan persalinannya karena

sebelum usia kehamilan tujuh bulan, kehamilan dianggap masih

rawan untuk terjadi keguguran. Namun jika kehamilan tersebut akan

berlanjut dan calon ayah dan ibu belum juga mempersiapkan

perlengkapan bayinya, tentunya akan sangat merepotkan bila

perlengkapan bayi baru disiapkan apabila bayi tersebut telah lahir.

Kehamilan yang sehat membutuhkan persiapan fisik setiap ibu.

Perencanaan kehamilan yang sehat harus dilakukan sebelum masa

kehamilan. Proses kehamilan yang direncanakan dengan baik, maka

akan berdampak positif pada kondisi janin dan adaptasi fisik dari ibu

menjadi lebih baik (Juli, 2016).

B. Persalinan

1. Pengertian Persalinan

Persalinan adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi (janin

dan uri) yang dapat hidup ke dunia luar rahim melalui jalan lahir atau

jalan lain (Diana, Sulis, dkk. 2019).

75
76

Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan uri)

yang telah cukup bulan (setelah 37-42 minggu) atau dapat hidup diluar

kandungan melalui jalan lahir atau jalan lain, dengan bantuan atau tanpa

bantuan (kekuatan sendiri) (Munthe, J., 2019).

Persalinan dan kelahiran normal merupakan proses pengeluaran

janin yang terjadi pada kehamilan cukup bulan (37-42 minggu) dengan

adanya kontraksi rahim pada ibu. Prosedur secara ilmiah lahirnya bayi

dan plasenta dari rahim melalui proses yang dimulai dengan terdapat

kontraksi uterus yang menimbulkan terjadinya dilatasi serviks atau

pelebaran mulut rahim (Irawati, Muliani, & Arsyad, 2019).

2. Jenis-jenis Persalinan

Menurut Kusumawardani (2019), jenis persalinan dibagi menjadi

3, diantaranya yaitu:

a. Persalinan spontan adalah suatu proses persalinan secara langsung

menggunakan kekuatan ibu sendiri.

b. Persalinan buatan adalah suatu proses persalinan yang berlangsung

dengan bantuan atau pertolongan dari luar, seperti ekstraksi forcep

(vakum) atau dilakukan operasi SC.

c. Persalinan anjuran adalah persalinan yang tejadi ketika bayi sudah

cukup mampu bertahan hidup di luar rahim atau siap dilahirkan, tetapi

dapat muncul kesulitan dalam proses persalinan, sehingga

membutuhkan bantuan rangsangan dengan pemberian prostaglandin.

76
77

3. Tanda-tanda Persalinan

Menurut Rosyati Heri (2017), tanda-tanda Persalinan, antara lain:

a. Tanda Inpartu

1) Penipisan dan membukanya serviks

2) Kontraksi uterus yang menyebabkan berubahnya serviks

3) Keluar cairan lendir yang bercampur dengan darah melalui vagina.

b. Tanda-tanda Persalinan

1) Ibu merasa ingin meneran atau menahan napas bersamaan dengan

terjadinya kontraksi

2) Ibu merasakan adanya peningkatan tekanan pada rectum dan

vagina

3) Perineum menonjol

4) Vagina dan sfingter ani mulai membuka

5) Pengeluaran lendir yang bercampur darah semakin meningkat.

4. Sebab-sebab Mulainya Persalinan

Sebab mulainya persalinan belum diketahui dengan jelas. Agaknya

banyak faktor yang memegang peranan dan bekerjasama sehingga terjadi

persalinan.

Menurut Fitriana, dkk, (2018), beberapa teori yang menyebabkan

mulainya persalinan adalah sebagai berikut :

a. Penurunan kadar progesteron

Selama masa kehamilan terdapat keseimbangan antara kadar

progesterone dan esterogen di dalam darah. Hormon esterogen dapat

77
78

meninggikan kerentanan otot rahim, sedangkan hormon progesteron

dapat menimbulkan relaksasi otot-otot rahim. Namun, pada akhir

kehamilan kadar progesteron menurun, sehingga timbul his yang

menandakan sebab-sebab mulainya persalinan.

b. Teori Oxytocin

Oksitosin dikeluarkan oleh kelenjar hipofisis parst posterior.

Perubahan keseimbangan estrogen dan progesteron dapat mengubah

sensitivitas otot rahim, sehingga sering terjadi kontraksi Braxton

Hicks. Pada akhir usia kehamilan, kadar oksitosin bertambah sehingga

menimbulkan kontraksi otot-otot rahim sehingga terdapat tanda-tanda

persalinan.

c. Ketegangan Otot-otot

Seperti halnya kandung kemih dan lambung bila dinding

teregang oleh karena isinya bertambah maka terjadi kontraksi untuk

mengeluarkan yang ada di dalamnya. Demikian pula dengan rahim,

maka dengan majunya kehamilan atau bertambahnya ukuran perut

semakin teregang pula otot-otot rahim dan akan menjadi semakin

rentan.

d. Pengaruh Janin

Hypofise dan kelenjar suprarenal janin memegang peranan

karena anencephalus kehamilan sering lebih lama dari biasanya.

e. Teori Prostagladin

Prostaglandin yang dihasilkan oleh decidua, diduga menjadi

78
79

salah satu sebab permulaan persalinan. Hasil dari percobaan

menunjukkan bahwa prostaglandin F2 atau E2 yang diberikan secara

intravena, dan extra amnial menimbulkan kontraksi myometrium

pada setiap umur kehamilan. Hal ini juga didukung dengan adanya

kadar prostaglandin yang tinggi, baik dalam air ketuban maupun

darah perifer pada ibu-ibu hamil sebelum melahirkan atau selama

persalinan. Penyebab terjadinya proses persalinan masih tetap belum

bisa dipastikan, besar kemungkinan semua faktor bekerja bersama,

sehingga pemicu persalinan menjadi multifaktor.

5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persalinan

Menurut (Saragih, 2017), beberapa faktor yang mempengaruhi

proses persalinan normal yang dikenal dengan istilah 5P, yaitu: Power,

Passage, Passenger, Psikis ibu bersalin, dan Penolong persalinan yang

dijelaskan dalam uraian berikut:

a. Power (tenaga)

Power (tenaga) merupakan kekuatan yang mendorong janin

untuk lahir. Terdiri dari 2 jenis tenaga, yaitu:

1) Primer: berasal dari kekuatan kontraksi uterus (his), berlangsung

sejak muncul tanda-tanda persalinan hingga pembukaan lengkap.

2) Sekunder: usaha ibu untuk mengejan yang dibutuhkan setelah

pembukaan lengkap.

b. Passenger (janin)

Faktor lain yang berpengaruh terhadap persalinan adalah faktor

79
80

janin, yang meliputi berat janin, letak janin, posisi sikap janin

(habilitus), serta jumlah janin. Pada persalinan normal yang berkaitan

dengan passenger antara lain: janin bersikap fleksi dimana kepala,

tulang punggung, dan kaki berada dalam keadaan fleksi, dan lengan

bersilang di dada. Taksiran berat janin normal adalah 2500-3500 gram

dan DJJ normal yaitu 120-160x/menit.

c. Passage (jalan lahir)

Jalan lahir terdiri dari panggul ibu, yaitu bagian tulang padat,

dasar panggul, vagina dan introitus vagina (lubang luar vagina).

Meskipun jaringan lunak, khususnya lapisan-lapisan otot dasar

panggul ikut menunjang keluarnya bayi, tetapi panggul ibu jauh lebih

berperan dalam proses persalinan. Oleh karena itu, ukuran dan bentuk

panggul harus ditentukan sebelum persalinan dimulai.

d. Psikis ibu bersalin

Pada umumnya persalinan dianggap hal yang menakutkan

karena disertai nyeri hebat, bahkan terkadang menimbulkan kondisi

fisik dan mental yang mengancam jiwa. Sehingga persiapan

psikologis sangat penting dalam menjalani persalinan. Jika seorang

ibu sudah siap dan memahami proses persalinan maka ibu akan mudah

bekerjasama dengan petugas kesehatan yang akan menolong

persalinannya. Sebaliknya, jika ibu tidak semangat atau mengalami

ketakutan yang berlebih maka akan membuat proses persalinan

menjadi sulit.

80
81

e. Penolong persalinan

Orang yang berperan sebagai penolong persalinan adalah

petugas kesehatan yang mempunyai legalitas dalam menolong

persalinan, antara lain: dokter, bidan, perawat maternitas dan petugas

kesehatan yang mempunyai kompetensi dalam pertolongan

persalinan, menangani kegawataruratan serta melakukan rujukan jika

diperlukan. Pemilihan penolong persalinan merupakan faktor yang

menentukan terlaksananya proses persalinan yang aman.

6. Tahapan dalam Persalinan

Sebelum menjalani proses persalinan, terdapat beberapa tahapan

yang perlu ibu ketahui. Menurut Girsang (2017), terdapat empat tahap

(Kala) proses persalinan, yaitu:

a. Fase persalinan kala I

Beberapa jam terakhir dalam kehamilan ditandai adanya

kontraksi uterus yang menyebabkan penipisan, dilatasi serviks, dan

mendorong janin keluar melalui jalan lahir normal. Persalinan kala I

disebut juga sebagai proses pembukaan yang dimulai dari pembukaan

nol sampai pembukaan lengkap (10cm).

Kala I persalinan terdiri dari 2 fase, yaitu sebagai berikut:

1) Fase Laten

Fase laten dimulai dari permulaan kontraksi uterus yang

regular sampai terjadi dilatasi serviks dengan diameter 3 cm, fase

ini berlangsung selama kurang lebih 6 jam. Pada fase ini dapat

81
82

terjadi perpanjangan apabila ada ibu yang mendapatkan analgesik

atau sedasi berat selama persalinan. Pada fase ini terjadi

ketidaknyamanan akibat nyeri yang berlangsung secara terus-

menerus.

2) Fase Aktif

Selama fase aktif persalinan, dilatasi serviks terjadi lebih

cepat dengan diameter kurang lebih 4 - 10 cm. Pada periode ini

merupakan kondisi yang sangat sulit karena kebanyakan ibu

merasakan ketidaknyamanan berlebih yang disertai kecemasan dan

gelisah untuk menuju proses melahirkan.

Terdapat 3 periode dalam fase aktif, yaitu:

a) Periode akselerasi : dari pembukaan 3-4 cm, lamanya 2 jam.

b) Periode dilatasi maksimal : lamanya 2 jam, pembukaan 9 cm.

c) Periode deselarasi : pembukaan lengkap yang berlangsung

melambat dengan lamanya 2 jam.

Tabel 2.4 Penilaian dan Intervensi selama Kala I

Kuesi pada Kala Kuensi pada


Parameter
I Laten Kala I Aktif
Tekanan darah Tiap 4 jam Tiap 4 jam
Suhu Tiap 4 jam Tiap 2 jam
Nadi Tiap 30-60 menit Tiap 30-60 menit
Djj Tiap 1 jam Tiap 30 menit
Kontraksi Tiap 1 jam Tiap 30 menit
Pembukaan serviks Tiap 4 jam Tiap 4 jam
Penurunan kepala Tiap 4 jam Tiap 4 jam
Warna cairan amnion Tiap 4 Jam Tiap 4 Jam
(Sumber: Girsang, 2017)

82
83

b. Fase persalinan kala II

Kala II disebut juga kala pengeluaran. Kala ini dimulai dari

pembukaan lengkap (10 cm) hingga bayi lahir. Proses berlangsung

selama kurang lebih 2 jam pada ibu primigravida dan kurang lebih 1

jam pada ibu multigravida. Adapun tanda dan gejala yang muncul

pada kala II adalah sebagai berikut:

1) Kontraksi (his) semakin kuat, dengan interval 2-3 menit dan durasi

50-100 detik

2) Menjelang akhir kala I, ketuban akan pecah ditandai dengan

pengeluaran cairan secara mendadak dan tidak bisa dikontrol

dengan diikuti rasa ingin mengejan

3) Kontraksi dan mengejan akan membuat kepala bayi terdorong

menuju jalan lahir, sub occiput akan bertindak sebagai

hipomoklion, kemudian bayi lahir secara berurutan dari ubun-ubun

besar, dahi, hidung, muka, dan seluruhnya.

c. Fase persalinan kala III

Kala III disebut juga kala persalinan plasenta. Lahirnya

plasenta dapat diperkirakan dengan memperhatikan tanda, berikut:

1) Uterus menjadi bundar

2) Uterus terdorong ke atas (plasenta turun ke segmen bawah rahim)

3) Tali pusat bertambah panjang

4) Terjadi perdarahan (adanya semburan darah secara tiba-tiba)

5) Biasanya plasenta akan lepas ± 6-15 menit setelah bayi lahir.

83
84

d. Fase persalinan kala IV

Kala IV adalah kala pengawasan selama 1 jam setelah bayi dan

plasenta lahir yang bertujuan untuk mengobservasi persalinan

terutama mengamati keadaan ibu terhadap bahaya perdarahan

postpartum. Pada kondisi normal tidak terjadi perdarahan pada daerah

vagina atau organ setelah melahirkan plasenta.

7. Kebutuhan Dasar dalam Persalinan

Kebutuhan dasar ibu bersalin menurut JNPK-KR (2017), yaitu:

a. Kebutuhan Oksigen

Selama proses persalinan perlu diperhatikan oleh bidan,

terutama pada kala I dan kala II, dimana oksigen yang ibu hirup sangat

penting artinya untuk oksigenasi janin melalui plasenta. Suplai

oksigen yang tidak adekuat, dapat menghambat kemajuan persalinan

dan dapat mengganggu kesejahteraan janin. Oksigen yang adekuat

dapat diupayakan dengan pengaturan sirkulasi udara yang baik selama

persalinan. Indikasi pemenuhan kebutuhan oksigen adekuat adalah

Denyut Jantung Janin (DJJ) baik dan stabil.

b. Kebutuhan Makanan dan Cairan

Kebutuhan makanan dan cairan, makanan yang bersifat padat

tidak dianjurkan diberikan selama persalinan aktif, karena makanan

padat lebih lama tinggal dalam lambung daripada makanan cair,

sehingga proses pencernaan berjalan lebih lambat selama persalinan.

Anjurkan ibu makan dan minum sesering mungkin seperti makan roti,

84
85

minum teh manis dan air.

c. Kebutuhan Eliminasi

Kandung kencing harus dikosongkan setiap dua jam atau lebih

sering, demikian pula dengan jumlah dan waktu berkemih harus

dicatat. Bila pasien tidak mampu berkemih sendiri dapat dilakukan

kateterisasi, karena kandung kencing yang penuh akan menghambat

penurunan bagian terbawah janin.

d. Mengatur Posisi

Posisi yang nyaman akan membuat ibu lebih tenang dalam

persalinan. Disini peranan bidan adalah mendukung ibu dalam

pemilihan posisi apapun, menyarankan alternatif hanya apabila

tindakan ibu tidak efektif atau membahayakan bagi ibu dan bayinya.

e. Pengurangan rasa Nyeri

Mengurangi rasa nyeri bisa dilakukan dengan pijatan. Pijatan

dapat dilakukan pada lumbal sakralis dengan gerakan memutar,

dengan pengaturan pernapasan, dengan miring kiri dan tidak

terlentang terlalu lama atau tidak miring kanan terlalu lama. Secara

umum teknik pengurangan rasa sakit dapat dilakukan dengan

kehadiran pendamping, counterpressure (mengurangi tegangan pada

ligament sacroiliaca), penekanan pada lutut, kompres air hangat dan

dingin, berendam, mendengarkan musik serta aromatherapy.

f. Dukungan Emosional

Suami, orang tua dan kerabat yang disukai ibu sangat diperlukan

85
86

dalam mengurangi rasa tegang dan membantu kelancaran proses

persalinan. Keluarga dapat memberikan dukungan dan semangat

kepada ibu dan penolong persalinan dengan menjelaskan tahapan dan

kemajuan proses persalinan dan kelahiran bayinya.

g. Peran Pendamping

Kehadiran suami atau orang terdekat ibu untuk memberikan

dukungan pada ibu sehingga ibu merasa lebih tenang dan proses

persalinannya dapat berjalan dengan lancar (JNPK-KR, 2017).

8. Penatalaksanaan dalam Persalinan

Dasar asuhan persalinan normal adalah asuhan yang bersih dan

aman selama persalinan dan setelah bayi lahir, serta upaya pencegahan

komplikasi terutama perdarahan pasca persalinan, hipotermia, dan

asfiksia bayi baru lahir (JNPK-KR, 2017).

Langkah Asuhan Persalinan Normal (APN) terdiri dari 60 langkah,

sebagai berikut :

a. Mengenali tanda gejala kala II

1) Mendengar dan melihat adanya persalinan kala II

a) Ibu merasa ada dorongan kuat dan meneran

b) Ibu merasakan tekanan makin meningkat pada rectum dan

vagina

c) Perineum tampak menonjol

d) Vulva dan sfinger ani membuka

86
87

b. Menyiapkan pertolongan persalinan

2) Pastikan perlengakapan, bahan, dan obat-obatan esensial untuk

menolong persalinan dan menatalaksana komplikasi ibu dan bayi

baru lahir. Untuk resusitasi tempat datar, tempat rata, bersih, kering

dan hangat, 3 handuk/kain bersih dan kering, alat penghisap lender,

lampu sorot 60 watt dengan jarak 60 cm diatas tubuh bayi.

a) Menggelar kain diatas perut ibu dan tempat resusitasi dan serta

ganjal bahu bayi.

b) Menyiapkan oksitosin 10 unit dan alat suntik steril sekali pakai

di dalam partus set

3) Pakai celemek plastik

4) Melepaskan dan meyimpan semua perhiasan yang dipakai, cuci

tangan dengan sabun dan air mengalir kemudian keringkan tangan

dengan tissue atau handuk pribadi yang bersih dan kering.

5) Pakai sarung tangan DTT pada tangan yang akan digunakan untuk

periksa dalam.

6) Masukkan oksitosin ke dalam tabung suntik (gunakan tangan yang

memakai sarung tangan DTT dan steril pastikan tidak terjadi

kontaminasi pada alat suntik).

c. Memastikan pembukaan lengkap dan keadaan janin baik

7) Membersihkan vulva dan perineum, menyekanya dengan hati-hati

dari depan kebelakang dengan menggunakan kapas atau kasa yang

dibasahi air DTT.

87
88

a) Jika introitus vagina, perineum atau anus terkontaminasi tinja,

bersihkan dengan seksama dari arah depan kebelakang.

b) Buang kapas atau pembersih (terkontaminasi) dalam wadah

yang tersedia.

c) Ganti sarung tangan jika terkontaminasi (dekontaminasi,

lepaskan rendam dalam larutan klorin 0,5%→langkah 9)

8) Lakukan periksa dalam untuk memastikan pembukaan lengkap.

- Bila selaput ketuban dalam lengkap dan pembukaan sudah

lengkap maka lakukan amniotomi

9) Dekontaminasi sarung tangan dengan cara mencelupkan tangan

yang masih memakai sarung tangan ke dalam larutan klorin 0,5%

kemudian lepaskan dan rendam dalam keadaan terbalik dalam

larutan 0,5% selama 10 menit. Cuci kedua tangan setelah sarung

tangan dilepaskan.

10) Periksa Denyut Jantung Janin (DJJ) setelah kontraksi atau

relaksasi uterus untuk memastikan bahwa DJJ dalam batas

normal (120 sampai 160 kali per menit)

a) Mengambil Tindakan yang sesuai jika DJJ tidak normal

b) Mendokumentasikan hasil pemeriksaan dalam, DJJ dan hasil-

hasil penilaian serta asuhan lainnya pada partograph.

d. Menyiapkan ibu dan keluarga untuk membantu proses

bimbingan meneran

88
89

11) Beritahukan bahwa pembukaan sudah lengkap dan keadaan janin

baik dan bantu ibu dalam menemukan posisi yang nyaman dan

sesuai keinginannya.

a) Tunggu hingga timbul rasa ingin meneran, lanjutkan

pemantauan kondisi dan kenyamanan ibu dan janin (ikuti

pedoman penatalaksanaan fase aktif) dan dokumentasikan

semua temuan yang ada.

b) Jelaskan pada anggota keluarga tentang bagaimana peran

mereka untuk mendukung dan memberi semangat pada ibu

untuk meneran secara benar

12) Minta keluarga membantu menyiapkan posisi meneran (bila ada

rasa ingin meneran dan terjadi kontraksi yang kuat, bantu ibu ke

posisi setengah duduk atau posisi yang lain yang diinginkan dan

pastikan ibu merasa nyaman).

13) Laksanakan bimbingan meneran pada saat ibu merasa ada

dorongan kuat untuk meneran:

a) Bimbing ibu agar dapat meneran secara benar dan efektif

b) Dukung dan beri semangat pada saat meneran dan perbaiki

cara meneran apabila caranya tidak sesuai

c) Bantu ibu mengambil posisi yang nyaman sesuai pilihannya

d) Anjurkan ibu untuk beristirahat diantara kontraksi

e) Anjurkan keluarga memberi dukungan dan semangat untuk

ibu

89
90

f) Berikan cukup asupan cairan per oral (minum)

g) Menilai DJJ setiap kontraksi uterus selesai

h) Segera rujuk jika bayi belum atau tidak akan segera lahir

setelah 120 menit (2 jam) meneran (primigravida) atau 60

menit (1 jam) meneran (multigravida)

14) Anjurkan ibu untuk berjalan, berjongkok atau mengambil posisi

yang nyaman, jika ibu belum merasa ada dorongan untuk

meneran dalam 60 menit

e. Persiapan pertolongan persalinan

15) Letakkan handuk bersih (untuk mengeringkan bayi) di perut ibu,

jika kepala bayi telah membuka vulva dengan diameter 5-6 cm

16) Letakkan kain bersih yang dilipat 1/3 bagian di bawah bokong ibu

17) Buka tutup partus set dan perhatikan kembali kelengkapan alat

dan bahan

18) Pakai sarung tangan DTT pada kedua tangan

f. Persiapan pertolongan kelahiran bayi

Lahirnya kepala

19) Setelah tampak kepala bayi dengan diameter 5-6 cm membuka

vulva maka lindungi perineum dengan satu tangan yang dilapisi

dengan kain bersih dan kering. Tangan yang lain menahan kepala

bayi untuk menahan posisi defleksi dan membantu lahirnya

kepala. Anjurkan ibu untuk menaran perlahan atau bernapas cepat

dan dangkal.

90
91

20) Periksa kemungkinan adanya lilitan tali pusat dan ambil tindakan

yang sesuai jika hal itu terjadi, dan segera lanjutkan proses

kelahiran bayi.

a) Jika tali pusat melilit leher secara longgar, lepaskan lewat bagian

atas kepala bayi

b) Jika tali pusat melilit leher secara kuat, klem tali pusat di dua

tempat dan potong diantara dua klem tersebut.

21) Tunggu kepala bayi melakukan putaran paksi luar secara spontan.

Lahirnya Bahu

22) Setelah kepala melakukan putaran paksi luar, pegang secara

biparental. Anjurkan ibu untuk meneran saat kontraksi. Dengan

lembut gerakkan kepala ke arah bawah dan distal hingga bahu

depan muncul di bawah arkus pubis dan kemudian gerakkan ke

arah atas dan distal untuk melahirkan bahu belakang.

Lahirnya Bahu dan Tungkai

23) Setelah kedua bahu lahir, geser tangan bawah untuk kedua bahu.

Gunakan tangan atas untuk menelusuri dan memegang lengan

dan siku sebelah atas.

24) Setelah tubuh dan lengan lahir, penelusuran tangan atas berlanjut

ke punggung, bokong, tungkai dan kaki. Pegang kedua mata kaki

(masukkan telunjuk diantara kaki dan pegang masing-masing

mata kaki dengan ibu jari dan jari-jari lainnya).

91
92

g. Penanganan bayi baru lahir

25) Lakukan penilaian (selintas):

a) Apakah bayi cukup bulan?

b) Apakah bayi menangis kuat dan atau bernafas kesulitan?

c) Apakah bayi bergerak dengan aktif?

- Bila salah satu jawaban adalah “TIDAK” lanjut ke langkah

resusitasi pada asfeksia bayi baru lahir.

- Bila semua jawaban adalah “YA” lanjut ke Langkah 26 dan

seterusnya.

26) Keringkan tubuh bayi mulai dari muka, kepala dan bagian tubuh

lainnya kecuali bagian tangan tanpa membersihkan verniks. Ganti

handuk basah dengan handuk atau kain yang kering. Biarkan bayi

di atas perut ibu.

27) Periksa kembali uterus untuk memastikan tidak ada lagi bayi

dalam uterus (hamil tunggal).

28) Beritahu ibu bahwa ia akan disuntik oksitosin agar uterus

berkontraksi baik.

29) Dalam waktu 1 menit setelah bayi lahir, suntikkan oksitosin 10

unit IM (intramuscular) di 1/3 paha atas bagian distal lateral

(lakukan aspirasi sebelum menyuntikkan oksitosin).

30) Setelah 2 menit pasca persalinan, jepit tali pusat dengan klem

kira-kira 3 cm dari pusat bayi. Mendorong isi tali pusat ke arah

distal (ibu) dan jepit tali pusat pada 2 cm distal dari klem pertama.

92
93

31) Pemotongan dan pengikatan tali pusat

a) Dengan satu tangan, pegang tali pusat yang telah dijepit

(lindungi perut bayi), dan lakukan pengguntingan tali pusat

diantara 2 klem tersebut.

b) Ikat tali pusat dengan benang DTT atau steril pada satu sisi

kemudian lingkarkan kembali benang tersebut dan

mengikatnya dengan simpul kunci pada sisi lainnya.

c) Lepaskan klem dan masukkan dalam wadah yang telah

disediakan.

32) Letakkan bayi tengkurap di dada ibu agar ada kontak kulit ke kulit

bayi. Luruskan bahu bayi sehingga bayi menempel di dada atau

perut ibu. usahakan kepala bayi berada diantara payudara ibu

dengan posisi lebih rendah dari puting payudara ibu. Selimuti ibu

dan bayi dengan kain hangat dan pasang topi di kepala bayi.

- Sebagian besar bayi akan berhasil melakukan inisiasi menyusu

dini dalam waktu 30-60 menit. Menyusu pertama biasanya

berlangsung sekitar 10-15 menit. Bayi cukup menyusu dari

satu payudara. Biarkan bayi berada di dada ibu selama 1 jam

walaupun bayi sudah berhasil menyusu.

h. Penatalaksanaan aktif persalinan kala tiga

33) Pindahkan klem pada tali pusat hingga berjarak 5-10 cm dari

vulva.

93
94

34) Letakkan satu tangan di atas kain pada perut ibu, ditepi atas

simpisis, untuk mendeteksi. Tangan lain menegangkan tali pusat.

35) Setelah uterus berkontraksi, tegangkan tali pusat ke arah bawah

sambil tangan yang lain mendorong uterus kearah belakang-atas

(dorso kranial) secara hati-hati (untuk mencegah inversion uteri).

Jika plasenta tidak lahir setelah 30-40 detik, hentikan penegangan

tali pusat dan tunggu hingga timbul kontraksi berikutnya dan

ulangi prosedur di atas.

- Jika uterus tidak segera berkontraksi, minta ibu, suami atau

anggota keluarga untuk melakukan stimulasi puting susu.

Mengeluarkan plasenta

36) Lakukan penegangan dan dorongan dorso kranial hingga

plasenta terlepas, minta ibu meneran sambil penolong menarik

tali pusat dengan arah sejajar lantai dan kemudian kearah atas,

mengikuti poros jalan lahir (tetap lakukan tekanan dorso kranial)

a) Jika tali pusat bertambah panjang, pindahkan klem hingga

berjarak sekitar 5-10 cm dari vulva dan lahirkan plasenta.

b) Jika plasenta tidak lepas setelah 15 menit tegangkan tali pusat:

- Beri dosis ulangan oksitosin 10 unit IM

- Lakukan kateterisasi (aseptic) jika kandung kemih penuh

- Minta keluarga untuk menyiapkan rujukan

- Ulangi penegangan tali pusat 15 menit berikutnya

94
95

- Jika plasenta tidak lahir dalam 30 menit setelah bayi

lahir/bila terjadi perdarahan, lakukan plasenta manual.

37) Saat plasenta muncul di introitus vagina, lahirkan plasenta

dengan kedua tangan. Pegang dan putar plasenta hingga selaput

ketuban terpilin kemudian lahirkan dan tempatkan plasenta pada

wadah yang telah disediakan.

- Jika selaput ketuban robek, pakai sarung tangan DTT atau

steril untuk melakukan eksplorasi sisa selaput kemudian

gunakan jari tangan atau klem DTT atau steril untuk

mengeluarkan bagian selaput yang tertinggal.

Rangsangan taktil (masase) uterus

38) Segera setelah plasenta dan selaput ketuban lahir, lakukan

masase uterus, letakkan telapak tangan di fundus dan lakukan

masase dengan gerak melingkar dengan lembut hingga uterus

berkontraksi (fundus teraba keras).

- Lakukan tindakan yang diperlukan jika uterus tidak

berkontraksi setelah 15 detik masase.

Menilai perdarahan

39) Periksa kedua sisi plasenta baik bagian ibu maupun bayi dan

pastikan selaput lengkap dan utuh. Masukkan plasenta ke dalam

kantung plastik atau tempat khusus.

40) Evaluasi kemungkinan laserasi pada vagina dan perineum.

Lakukan penjahitan bila laserasi menyebabkan perdarahan.

95
96

i. Melakukan prosedur pasca persalinan

41) Pastikan uterus berkontraksi dengan baik dan tidak terjadi

perdarahan pervaginam.

42) Celupkan tangan yang masih memakai sarung tangan ke dalam

larutan klorin 0,5% dan membilasnya dengan air DTT kemudian

keringkan tangan dengan tissue/handuk yang bersih dan kering.

j. Evaluasi

43) Pastikan uterus berkontraksi baik serta kandung kemih kosong

44) Ajarkan ibu atau keluarga cara melakukan masase uterus dan

menilai kontraksi.

45) Evaluasi dan estimasi jumlah kehilangan darah.

46) Memeriksa nadi ibu dan pastikan keadaan umum ibu baik.

47) Pantau keadaan bayi dan pastikan bahwa bayi bernafas dengan

baik (40-60 kali per menit).

a) Jika bayi sulit bernafas, merintih, atau retraksi, diresusitasi dan

segera merujuk ke rumah sakit.

b) Jika bayi bernafas terlalu cepat, segera dirujuk.

c) Jika kaki teraba dingin, pastiakn ruangan hangat. Kembalikan

bayi kulit ke kulit dengan ibunya dan selimuti ibu dan bayi

dengan satu selimut.

96
97

k. Kebersihan dan keamanan

48) Tempatkan semua peralatan bekas pakai dalam larutan klorin

0,5% untuk dekontaminasi (10 menit). Cuci dan bilas peralatan

setelah didekontaminasi.

49) Buang bahan-bahan terkontaminasi ke tempat sampah yang

sesuai.

50) Bersihkan ibu dengan menggunakan air DTT. Bersihkan sisa

cairan ketuban, lendir dan darah. Bantu ibu memakai pakaian

yang bersih dan kering.

51) Pastikan ibu merasa nyaman. Bantu ibu memberikan ASI.

Anjurkan keluarga untuk memberi ibu minuman dan makanan

yang diinginkannya.

52) Dekontaminasi tempat bersalin dan apron yang dipakai dengan

larutan klorin 0,5%.

53) Celupkan sarung tangan kotor ke dalam larutan klorin 0,5%

lepaskan dalam keadaan terbalik kemudian rendam dalam larutan

klorin 0,5% selama 10 menit.

54) Cuci kedua tangan dengan sabun dan air mengalir kemudian

keringkan tangan dengan tissue/handuk yang bersih dan kering.

55) Pakai sarung tangan bersih/DTT untuk penatalaksanaan BBL.

56) Dalam waktu satu jam, beri antibiotika salep mata pencegahan,

dan vitamin K1 1 mg intramuscular di paha kiri anterolateral.

Setelah itu lakukan pemeriksaan fisik bayi baru lahir, pantau

97
98

setiap 15 menit untuk memastikan bahwa bayi bernafas dengan

baik serta suhu tubuh normal (36,5-37,5⁰C)

57) Setelah satu jam pemberian vitamin K1 berikan suntikan

Hepatitis B di paha kanan anterolateral. Letakkan bayi di dalam

jangkauan ibu agar sewaktu-waktu bisa disusukan.

58) Lepaskan sarung tangan dalam keadaan terbalik di dalam larutan

klorin 0,5%.

59) Cuci kedua tangan dengan sabun dan air mengalir. Keringkan

tangan dengan tissue atau handuk pribadi yang bersih dan kering.

Dokumentasi

60) Lengkapi partograf (halaman depan dan belakang), periksa tanda

vital dan asuhan kala IV. Partograf adalah catatan grafik

mengenai kemajuan persalinan untuk memantau keadaan ibu dan

janin. Tujuannya untuk menilai apakah proses persalinan berjalan

normal.

9. Inisiasi Menyusu Dini (IMD)

a. Pengertian

Inisiasi menyusu dini (IMD) adalah tercapainya pemberian ASI

kepada bayi dalam satu jam pertama dan memastikan bahwa bayi

mendapatkan kolostrum yang dapat melindungi bayi dari penyakit.

Dalam pemberian ASI eksklusif, WHO dan UNICEF

merekomendasikan kepada para ibu untuk menerapkan beberapa hal

WHO (2019), yakni dengan:

98
99

1) Inisiasi menyusu dini selama 1 jam setelah bayi lahir

2) Bayi harus mendapatkan ASI eksklusif sampai enam bulan agar

pertumbuhan dan perkembangannya optimal

3) ASI harus dipertahankan sampai usia dua tahun

4) Pemberian ASI yang diberikan pada bayi hanya ASI saja tanpa

makanan tambahan atau minuman

5) ASI diberikan secara on demand atau sesuai kebutuhan bayi serta

pemberian ASI tidak menggunakan botol, cangkir maupun dot.

b. Manfaat IMD

Pentingnya pemberian IMD merupakan salah satu cara dalam

menyukseskan kesehatan bayi secara fisik dan psikis (Fauziah

Nasution, 2017).

1) Manfaat ASI untuk Bayi

a) ASI merupakan makanan terlengkap yang mengandung zat gizi

yang diperlukan untuk bayi.

b) Mengandung antibody yang melindungi bayi dari penyakit,

terutama diare dan gangguan pernafasan.

c) Meningkatkan daya tahan tubuh bayi dan kecerdasan

d) Meningkatkan jalinan kasih sayang

e) Meningkatkan angka keselamatan hidup bayi di usia 28 hari

pertama kehidupannya.

2) Manfaat ASI untuk Ibu

a) ASI dapat merangsang pengeluaran hormon oksitosin yang

99
100

menyebabkan rahim ibu berkontraksi sehingga merangsang

pengeluaran plasenta

b) Mengurangi perdarahan pada ibu setelah melahirkan

c) Mengurangi resiko terjadinya kanker rahim dan payudara.

d) Menjarangkan kehamilan

e) Mengecilkan rahim dan lebih cepat langsing kembali

3) Manfaat ASI untuk Keluarga

ASI tidak perlu dibeli sehingga ekonomis dan praktis karena

dapat diberikan dimana saja dan kapan saja, sehingga keluarga

tidak perlu repot harus mencuci botol dan mensterilkan.

4) Manfaat ASI untuk Negara

Pemberian ASI dapat menurunkan angka kesakitan dan

kematian anak, mengurangi subsidi untuk rumah sakit, mengurangi

devisa untuk membeli susu formula dan meningkatkan kualitas dan

kesejahteraan generasi bangsa.

c. Faktor yang Mempengaruhi Pelaksanaan IMD

Inisiasi Menyusu Dini (IMD) atau early intiation adalah salah

satu kunci keberhasilan ASI eksklusif yang dipengaruhi oleh sikap,

pengetahuan, motivasi bidan/dokter penolong persalinan didukung

oleh suami, keluarga, dan masyarakat. Beberapa faktor yang

mempengaruhi perilaku pemberian ASI eksklusif adalah:

1) Pendidikan. Pendidikan akan membuat seseorang terdorong untuk

ingin tahu, mencari pengalaman dan mengorganisasikannya

100
101

sehingga informasi yang diterima akan menjadi pengetahuan.

2) Perilaku atau adat budaya. Adat budaya akan mempengaruhi ibu

untuk memberikan ASI secara eksklusif karena sudah menjadi

budaya dalam keluarganya.

3) Petugas kesehatan. Dukungan petugas kesehatan akan

mempengaruhi ibu dalam memberikan ASI eksklusif. Dukungan

petugas kesehatan kaitannya dengan nasehat kepada ibu untuk

memberikan ASI pada bayinya, menentukan keberlanjutan ibu

dalam pemberiann ASI (Simbung, R., & Ohorella, F. 2021).

d. Teknik Menyusui yang Benar

Teknik menyusui yang benar yang diungkapkan Rini dan

Kumala (2017), yaitu :

1) Cuci tangan yang bersih dengan menggunakan sabun, perah sedikit

ASI kemudian oleskan disekitar putting, duduk dan berbaring

dengan santai.

2) Posisi ibu harus nyaman, biasanya duduk tegak di tempat

tidur/kursi, ibu harus merasa rileks.

3) Lengan ibu menopang kepala bayi, leher dan seluruh badan bayi

(kepala dan tubuh berada dalam garis lurus), muka bayi menghadap

ke payudara ibu, hidung bayi di depan putting susu ibu. Posisi bayi

harus sedemikian rupa sehingga perut bayi menghadap perut ibu.

Kepalanya harus sejajar dengan tubuhnya, tidak melengkung ke

belakang atau menyamping, telinga, bahu, dan panggul bayi berada

101
102

dalam satu garis lurus.

4) Ibu mendekatkan bayi ke tubuhnya (muka bayi ke payudara ibu)

dan mengamati bayi yang siap menyusu: membuka mulut,

bergerak mencari dan menoleh. Bayi harus berada dekat dengan

payudara ibu dan ibu tidak harus mencondongkan badan dan bayi

tidak merenggangkan lehernya untuk mencapai putting susu ibu.

5) Ibu menyentuhkan putting susunya ke bibir bayi, menunggu hingga

mulut bayi terbuka lebar kemudian mengarahkan mulut bayi ke

putting susu ibu hingga bibir bayi dapat menangkap putting susu

tersebut. Ibu memegang payudara dengan satu tangan dengan

meletakkan empat jari di bawah payudara dan ibu jari di atas

payudara. Ibu jari dan telunjuk membentuk huruf “C”.

6) Pastikan bahwa sebagian besar areola masuk ke dalam mulut bayi.

Dagu rapat ke payudara ibu dan hidungnya menyentuh bagian atas

payudara.

7) Jika bayi sudah selesai menyusui, ibu mengeluarkan putting dari

mulut bayi dengan cara memasukkan jari kelingking ibu di antara

mulut dan payudara.

8) Menyendawakan bayi dengan menyenderkan bayi di pundak atau

menelungkupkan bayi melintang kemudian menepuk-nepuk

punggung bayi (Rini dan Kumala, 2017).

102
103

e. Pentingnya Pemberian IMD

IMD merupakan salah satu cara dalam menyukseskan kesehatan

bayi secara fisik dan psikis yang selama ini masih kurang diterapkan

karena cenderung mengabaikan IMD dengan anggapan bahwa putting

mengandung kuman dan kotor pada saat ibu bersalin. Masalah yang

menjadi penghambat pelaksanaan IMD tidak dilakukan diantaranya

yaitu kurangnya konseling oleh tenaga kesehatan dan kurangnya

praktek IMD, kepercayaan keluarga yang masih kuat bahwa ibu

memerlukan istirahat yang cukup setelah melahirkan sehingga

menyusui sulit dilakukan, serta kurangnya kepedulian terhadap

pentingnya IMD (Kesehatan et al., 2020).

Pada hari pertama sebenarnya bayi belum memerlukan cairan

atau makanan, tetapi pada usia 30 menit harus disusukan pada ibunya,

bukan untuk pemberian nutrisi tetapi untuk belajar menyusu atau

membiasakan menghisap puting susu dan juga guna mempersiapkan

ibu untuk mulai memproduksi ASI. Apabila bayi tidak menghisap

puting susu pada setengah jam setelah persalinan, Prolaktin (hormon

pembuat ASI) akan turun dan sulit merangsang prolactin sehingga

ASI baru akan keluar pada hari ketiga atau lebih dan memperlambat

pengeluaran kolostrum (Rismawati, dkk, 2021).

103
104

C. Bayi Baru Lahir (BBL)

1. Pengertian Bayi Baru Lahir

Bayi baru lahir atau neonatus adalah individu yang baru saja

mengalami proses kelahiran dan harus menyesuaikan diri dari kehidupan

intrauterine ke kehidupan ekstrauterin. Selain itu, neonatus adalah

individu yang sedang bertumbuh (Sembiring, 2019).

Neonatus atau bayi baru lahir normal adalah bayi yang lahir dari

kehamilan aterm (37 minggu sampai 42 minggu) dengan berat badan

lahir 2500 gram sampai dengan 4000 gram, tanpa ada masalah atau

kecacatan pada bayi sampai umur 28 hari (Fitriana, 2018).

2. Ciri-ciri Bayi Baru Lahir Normal

Menurut Yulianti dan Sam (2019), ciri-ciri bayi baru lahir adalah

sebagai berikut:

a. Berat badan 2500-4000 gram

b. Panjang badan 48-52 cm

c. Lingkar dada 30-38 cm

d. Lingkar kepala 33-35 cm

e. Bunyi jantung dalam menit-menit pertama kira-kira 180 kali/menit

kemudian menurun sampai 120-140 kali/menit

f. Pernafasan pada menit-menit pertama cepat kira-kira 80 kali/menit

kemudian menurun setelah tenang kira-kira 40 kali/menit

g. Kulit kemerah-merahan dan licin karena jaringan subkutan terbentuk

dan diliputi verniks kaseosa

104
105

h. Rambut lanugo tidak terlihat

i. Kuku agak panjang dan lemas

j. Genetalia pada bayi perempuan, labia mayora sudah menutupi labia

minora sedangkan pada bayi laki-laki, testis sudah turun

k. Refleks hisap dan menelan sudah terbentuk dengan baik

l. Refleks morrow atau gerakan memeluk bila dikagetkan sudah baik.

m. Refleks graps atau menggenggam sudah baik

n. Eliminasi baik, urin dan mekoneum akan keluar dalam 24 jam

pertama, mekoneum berwarna hitam kecoklatan.

3. Perubahan Fisiologi Bayi Baru Lahir

Periode neonatus merupakan periode transisi antara kehidupan di

dalam kandungan ke kehidupan di luar kandungan, perubahan tersebut

terjadi secara drastis yang disebut adaptasi fisiologis. Perubahan

fisiologis yang terjadi menurut Yulianti dan Sam (2019), antara lain:

a. Perubahan pada sistem Pernapasan

Pernapasan pertama pada bayi normal terjadi dalam 30 detik

sesudah kelahiran. Pernapasan ini timbul sebagai akibat aktivitas

normal sistem saraf pusat dan perifer yang dibantu oleh beberapa

rangsangan lainnya. Frekuensi pernapasan berkisar 30-60 kali/menit.

b. Perubahan sistem Kardiovaskuler

Dengan berkembangnya paru-paru, pada alveoli akan terjadi

peningkatan tekanan oksigen. Sebaliknya, tekanan karbon dioksida

akan mengalami penurunan. Hal ini mengakibatkan terjadinya

105
106

penurunan resistansi pembuluh darah dari arteri pulmonalis mengalir

keparu-paru dan ductus arteriosus tertutup.

c. Perubahan Termoregulasi

Bayi baru lahir berada pada suhu lingkungan lebih rendah dari

pada suhu di dalam kandungan ibu. Agar tetap mempertahankan panas

dapat diperoleh dari pergerakan tungkai dan stimulasi lemak coklat.

Namun jika suhu ruangan terlalu dingin maka bayi rentan kehilangan

panas karena mekanisme pengaturan suhu tubuhnya belum berfungsi

secara sempurna, meliputi:

1) Evaporasi merupakan suhu tubuh bayi yang basah (sisa ketuban

yang tidak segera dibersihkan) sehingga kehilangan panas.

2) Konduksi merupakan kehilangan panas karena bayi kontak

langsung pada benda disekitar yang tidak terlapisis kain

(timbangan berat badan bayi).

3) Konveksi merupakan hilangnya panas pada tubuh bayi yang

terpapar udara sekitar (kipas angina, udara AC dan ventilasi jendela

terbuka).

4) Radiasi merupakan hilangnya suhu tubuh bayi karena di ruang

yang lebih dingin.

Suhu tubuh normal bayi 36,50C-37,50C melalui pengukuran di

aksila dan rectum. Jika tidak dilakukan upaya pencegahan kehilangan

panas tubuh atau jika suhu kurang dari 36,50C maka bayi akan rentan

mengalamai hipotermi dan trauma dingin (cold injury).

106
107

d. Perubahan Metabolic

Kehidupan janin di dalam kandungan mendapatkan kebutuhan

glukosa dari plasenta. Tindakan penjepitan tali pusat menyebabkan

bayi harus mulai mempertahankan kadar glukosa darahnya sendiri.

Pada bayi baru lahir, glukosa darah akan menurun dalam waktu cepat

(1-2 jam). Bayi yang sehat akan menyimpan glukosa dalam bentuk

glikogen, terutama di hati selama bulan terakhir dalam rahim.

e. Perubahan sistem Neurologis

Sistem neurologis bayi secara anatomik atau fisiologis belum

berkembang sempurna. Bayi baru lahir menunjukkan gerakan-

gerakan tidak terkoordinasi, pengaturan suhu yang labil, kontrol otot

yang buruk, mudah terkejut, dan tremor pada ekstremitas. Refleks

bayi baru lahir merupakan indikator penting perkembangan normal.

Beberapa refleks pada bayi diantaranya:

1) Refleks Glabella. Ketuk daerah pangkal hidung secara pelan-pelan

dengan menggunakan jari telunjuk pada saat mata terbuka. Bayi

akan mengedipkan mata pada 4 sampai 5 ketukan pertama.

2) Refleks Hisap. Dengan menyentuh bibir disertai refleks menelan.

Tekanan pada mulut bayi pada langit bagian dalam gusi atas timbul

isapan yang kuat dan cepat (misal saat bayi menyusu).

3) Refleks Mencari (rooting). Dengan mengusap pipi bayi dengan

lembut: bayi menolehkan kepalanya ke arah jari kita dan membuka

mulutnya.

107
108

4) Refleks Genggam (palmar grasp). Letakkan jari telunjuk pada

telapak tangan, normalnya bayi akan menggenggam dengan kuat.

Jika telapak tangan bayi ditekan: bayi mengepalkan.

5) Refleks Babinski. Gores telapak kaki, kemudian gerakkan jari

sepanjang telapak kaki. Bayi akan menunjukkan respon berupa

semua jari kaki hyperekstensi dengan ibu jari dorsifleksi.

6) Refleks Moro. Timbulnya pergerakan tangan yang simetris apabila

dikejutkan dengan cara bertepuk tangan.

7) Refleks Ekstrusi. Bayi menjulurkan lidah ke luar bila ujung lidah

disentuh dengan jari atau puting.

8) Refleks Tonik Leher “fencing”. Ekstremitas pada satu sisi dimana

kepala ditolehkan akan ekstensi, dan ekstremitas yang berlawanan

akan fleksi bila kepala bayi ditlehkan ke satu sisi selagi istirahat.

f. Perubahan Gastrointestinal

Kadar gula darah tali pusat 65mg/100mL akan menurun menjadi

50mg/100mL dalam waktu 2 jam sesudah lahir, energi tambahan yang

diperlukan pada jam pertama sesudah lahir diambil dari hasil

metabolisme asam lemak sehingga kadar gula akan mencapai 120

mg/100 mL.

g. Perubahan Ginjal

Sebagian besar bayi berkemih dalam 24 jam pertama setelah

lahir dan 2-6 kali sehari pada 1-2 hari pertama, setelah itu bayi

berkemih 5-20 kali dalam 24 jam.

108
109

h. Perubahan Hati

Selama periode neontaus, hati memproduksi zat yang essensial

untuk pembekuan darah. Hati juga mengontrol jumlah bilirubin tak

terkonjugasi yang bersirkulasi, pigmen berasal dari hemoglobin dan

dilepaskan bersamaan dengan pemecahan sel-sel darah merah.

i. Perubahan Imun

Bayi baru lahir tidak dapat membatasi organisme penyerang

dipintu masuk. Imaturitas jumlah sistem pelindung secara signifikan

meningkatkan resiko infeksi pada periode bayi baru lahir.

4. Tanda Bahaya pada Bayi Baru Lahir

Tanda-tanda bahaya bayi baru lahir merupakan suatu gejala yang

dapat mengancam kesehatan bayi, bahkan dapat mengakibatkan

kematian. Dengan mengetahui tanda bahaya bayi baru lahir sejak dini,

bayi akan lebih cepat memperoleh pertolongan/penanganan sehingga

dapat mencegah kematian pada bayi (Yulianti dan Sam, 2019).

Berikut beberapa tanda yang perlu di perhatikan dalam mengenali

kegawatan pada bayi baru (neonatus), antara lain:

a. Bayi sulit bernafas, pernafasan <40 kali permenit dan > 60 x/menit

b. Suhu tubuh (aksila) <36,5 0C dan > 37,5 0C

c. Kulit bayi kering, terutama 24 jam pertama, kebiruan, pucat/memar.

d. Hisapan saat menyusu lemah, rewel, sering muntah dan mengantuk

berlebihan.

e. Tali pusat merah, bengkak, keluar cairan, bau busuk dan berdarah.

109
110

f. Adanya tanda infeksi seperti suhu tubuh meningkat, merah, bengkak,

bau busuk, keluar cairan, pernafasan sulit dan mata bayi bernanah

g. Tidak BAB dalam 3 hari, tidak BAK dalam 24 jam, tinja lembek atau

encer, sering berwarna hijau tua, berlendir atau berdarah.

h. Mengigil, rewel, lemas, mengantuk, kejang, tidak bisa tenang,

menagis terus menerus.

5. Penatalaksanaan Bayi Baru Lahir

a. Asuhan Segera Bayi Baru Lahir

Asuhan segera bayi baru lahir adalah asuhan yang diberikan

pada bayi selama jam pertama setelah kelahiran. Tujuan dari asuhan

ini adalah untuk mengetahui kondisi lebih lanjut dalam 24 jam

pertama kesehatan bayi, mengajari ibu dan keluarga untuk menilai

keadaan bayi, menjelaskan pemantauan BBL dan bagaimana

memperoleh pertolongan segera bila bayi mengalami masalah.

Menurut JNPK-KR (2017), asuhan bayi baru lahir dalam 1-24

jam pertama terdiri dari langkah-langkah sebagai berikut:

1) Penilaian bayi baru lahir

Segera setelah bayi lahir tanpa menunggu nilai Apgar,

langsung melakukan penilaian awal, yaitu:

a) Apakah bayi cukup bulan?

b) Apakah air ketuban jernih, tidak bercampur mekonium?

c) Apakah bayi menangis atau bernafas?

d) Apakah tonus otot bayi baik?

110
111

Jika ada salah satu pertanyaan dengan jawaban tidak, maka

lakukan langkah resusitasi. Bayi normal akan menangis segera

setelah lahir, bila bayi tidak segera menangis, maka segera

bersihkan jalan nafas dengan cara:

a) Letakkan bayi pada posisi terlentang di tempat yang datar, keras

dan hangat.

b) Gulung sepotong kain dan letakkan di bawah bahu bayi

sehingga leher bayi lebih lurus dan kepala tidak menekuk.

c) Posisi kepala diatur lurus sedikit tengadah ke belakang.

d) Bersihkan hidung, rongga mulut dan tenggorokan bayi dengan

jari tangan yang dibungkus kasa steril.

Tabel 2.5 Nilai APGAR Score

Klinis 0 1 2
Appearance Pucat Badan memerah Seluruhnya
(warna kulit) Ekstremitas biru merah jambu
Pulserate - Kurang 100 Lebih 100
(denyut jantung) x/menit x/menit
Grimance - Meringik Menangis kuat
(rangsangan)
Activity - Ekstermmitas Gerakan aktif
(kontraksi otot) sedikit fleksi
Respiration - Lemah Baik menangis
(pernafasan)
Sumber : (JNPK-KR, 2017)

Keterangan :

a) Nilai 0-3 : Asfiksia berat

b) Nilai 4-6 : Asfiksia ringan

c) Nilai 7-10 : Normal

111
112

2) Jaga kehangatan bayi

Pada waktu bayi baru lahir, bayi belum mampu mengatur

tetap suhu badannya, dan membutuhkan pengaturan dari luar untuk

membuatnya tetap hangat. Bayi baru lahir harus dibungkus hangat.

3) Membersihkan jalan nafas (jika perlu)

Saat kepala bayi dilahirkan, sekresi lendir yang berlebih dari

mulut dapat dibersihkan dengan lembut. Namun, hindari

menyentuh lubang hidung karena dapat merangsang reflek inhalasi

debris di trakea.

4) Mengeringkan tubuh bayi

Tubuh bayi dikeringkan dari cairan air ketuban dengan

menggunakan kain/handuk kering, bersih dan halus. Tubuh bayi

dikeringkan mulai dari muka, kepala dan bagian tubuh lainnya

dengan lembut tanpa menghilangkan verniks yaitu lapisan lemak

yang dapat membantu menghangatkan tubuh bayi. Hindari

mengeringkan bagian punggung dan tangan bayi karena bau cairan

amnion membantu bayi mencari putting susu ibunya.

5) Memotong dan merawat tali pusat

Dalam memotong tali pusat, dipastikan bahwa tali pusat telah

diklem dengan baik untuk mencegah terjadinya perdarahan. Yang

terpenting dalam perawatan tali pusat adalah menjaga agar tali

pusat tetap kering dan bersih.

6) Melakukan IMD

112
113

IMD dapat diberikan mulai sedini mungkin setelah tali pusat

dipotong, bayi ditengkurapkan pada dada ibu selama 1 jam.

Pemberian ASI secara eksklusif selama 6 bulan dan diteruskan

sampai 2 tahun dengan makanan pendamping ASI. Langkah IMD

pada bayi baru lahir adalah lakukan kontak kulit ibu dengan kulit

bayi selama paling sedikit satu jam dan biarkan bayi mencari dan

menemukan putting (reflek) dan mulai menyusui.

Mekanisme refleks dalam proses menyusu, anta lain:

a) Refleks mencari (rooting refleks) yaitu jika pipi bayi disentuh

akan menengok ke arah pipi.

b) Refleks menghisap (sucking refleks) yaitu rangsangan putting

susu pada mulut bayi sehingga muncul refleks hisap.

c) Refleks menelan (swallowing refleks) yaitu bayi menelan ASI

hasil dari isapannya.

7) Identifikasi Bayi baru lahir

Memberikan identitas diri segera setelah IMD, berupa gelang

pengenal tersebut berisi identitas nama ibu dan ayah, tanggal, jam

lahir, dan jenis kelamin.

8) Memberikan suntikan Vitamin K1

Karena sistem pembekuan darah pada bayi baru lahir belum

sempurna, semua bayi baru lahir beresiko mengalami perdarahan.

Untuk mencegah terjadinya perdarahan pada semua bayi baru lahir,

terutama bayi BBLR diberikan suntikan vitamin K1

113
114

(phytomenadione) sebanyak 1 mg dosis tunggal, intra muscular

pada anterolateral paha kiri. Suntikan vit K1 dilakukan setelah

proses IMD dan sebelum pemberian imunisasi Hepatitis B.

9) Pemberian Salep Mata

Salep mata antibiotik diberikan untuk mencegah terjadinya

infeksi pada mata. Salep ini sebaiknya diberikan 1 jam setelah

lahir. Salep mata antibiotik yang biasa digunakan adalah tetrasiklin

1%.

10) Imunisasi Hepatitis B

Memberikan imunisasi Hepatitis B pertama (HB-O dosis 0,5

ml) diberikan 1-2 jam setelah pemberian vitamin K1 secara

intramuscular. Imunisasi Hepatitis B bermanfaat untuk mencegah

infeksi Hepatitis B terhadap bayi, terutama jalur penularan ibu-

bayi. Imunisasi Hepatitis B harus diberikan pada bayi usia 0-7 hari.

11) Anamnesa dan pemeriksaan fisik.

Pemeriksaan atau pengkajian fisik pada bayi baru lahir

dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat kelainan yang perlu

mendapat tindakan segera dan kelainan yang berhubungan dengan

kehamilan, persalinan dan kelahiran. Memeriksa secara sistematis

head to toe (dari kepala hingga jari kaki) (JNPK-KR, 2017).

b. Kunjungan pada Bayi Baru Lahir

Pelayanan kesehatan neonatus menurut Kemenkes RI, (2017)

adalah pelayanan kesehatan sesuai standar yang diberikan oleh tenaga

114
115

kesehatan kepada neonates sedikitnya 3 kali, selama periode 0 sampai

dengan 28 hari setelah lahir.

1) Kunjungan neonates ke-1 (KN I)

Dilakukan 6-48 jam setelah lahir, dilakukan pemeriksaan

pernapasan, warna kulit gerakan aktif atau tidak, ditimbang, ukur

panjang badan, lingkar lengan, lingkar dada, pemberian salep mata,

vitamin K1, Hepatitis B, perawatan tali pusat dan pencegahan

kehilangan panas bayi.

2) Kunjungan neonates ke-2 (KN 2)

Dilakukan pada hari ke-3 sampai hari ke-7 setelah lahir,

pemeriksaan fisik, melakukan perawatan tali pusat, pemberian ASI

eksklusif, personal hygiene, pola istirahat, keamanan dan tanda-

tanda bahaya.

3) Kunjungan neonates ke-3 (KN 3)

Dilakukan pada hari ke-8 sampai hari ke-28 setalah lahir,

dilakukan pemeriksaan pertumbuhan dengan berat badan, tinggi

badan dan nutrisinya.

D. Nifas

1. Pengertian Nifas

Masa nifas merupakan periode yang akan dilalui oleh ibu setelah

masa persalinan, yang dimulai dari setelah kelahiran bayi dan plasenta,

yakni setelah berakhirnya kala IV dalam persalinan dan berakhir sampai

115
116

dengan 6 minggu (42 hari) ditandai dengan berhentinya perdarahan.

Masa nifas berasal dari bahasa latin dari kata puer yang artinya bayi, dan

paros artinya melahirkan yang berarti masa pulihnya kembali, mulai dari

persalinan sampai organ-organ reproduksi kembali seperti sebelum

kehamilan (Azizah dan Rosyidah, 2019).

Masa nifas (postpartum) adalah masa di mulai setelah kelahiran

plasenta dan berakhir ketika alat kandungan kembali semula seperti

sebelum hamil, berlangsung selama 6 minggu atau 42 hari (Yuliana dan

Hakim, 2020).

2. Tahapan Masa Nifas

Beberapa tahapan masa nifas menurut Azizah dan Rosyidah,

(2019), adalah sebagai berikut:

a. Puerperium dini merupakan kepulihan, dimana ibu diperbolehkan

berdiri dan berjalan, serta menjalankan aktivitas layaknya wanita

normal lainnya. Ibu yang melahirkan pervagina tanpa komplikasi

dalam 6 jam pertama setelah kala IV dianjurkan untuk mobilisasi

segera.

b. Puerperium intermediet merupakan masa kepulihan menyeluruh alat-

alat genitalia yang lamanya sekitar 6-8 minggu.

c. Puerperium remote yakni masa yang diperlukan untuk pulih dan sehat

sempurna terutama apabila selama hamil atau persalinan mempunyai

komplikasi. Waktu untuk sehat sempurna dapat berlangsung

berminggu-minggu, bulanan, bahkan tahunan.

116
117

3. Perubahan Fisiologis Masa Nifas

Menurut Wahyuningsih (2019), adaptasi perubahan fisiologis masa

nifas, antara lain:

a. Perubahan Sistem Reproduksi

1) Involusi uteri

Suatu kondisi perut sehingga dapat mengembalikan bentuk

uterus ke ukuran semula setelah melahirkan. Perubahan ini dapat

diketahui dengan pemeriksaan palpasi untuk meraba dimana tinggi

fundus uterinya (TFU).

Tabel 2.6 Proses Involusi Uteri


Berat
No Waktu Involusi TFU
Uterus
1 Bayi Lahir Setinggi Pusat 1000 gr
2 Uri atau Plasenta Lahir 2 jari dibawah pusat 750 gr
3 1 Minggu Pertengahan pusat-sympisis 500 gr
4 2 Minggu Tidak teraba 300 gr
5 6 Minggu Bertambah Kecil 60 gr
(Sumber : Wahyuningsih, 2019).

2) Lochea

Lochea adalah cairan atau sekret yang berasal dari cavum

uteri dan vagina dalam masa nifas.

Macam-macam Lochea, yaitu:

a) Lochea rubra keluar pada hari ke 1-2 setelah melahirkan, terdiri

dari darah segar bercampur sisa ketuban, sel desidua, sisa vernix

kaseosa, lanugo dan mekonium.

117
118

b) Lochea sanguilenta keluar pada hari ke 3-7 setelah melahirkan,

terdiri dari darah bercampur lendir dan berwarna kecoklatan.

c) Lochea serosa keluar pada hari ke 7-14 setelah melahirkan, dan

berwarna kekuningan

d) Lochea alba keluar pada h`ari ke 14-40 setelah melahirkan,

hanya berupa cairan warna putih.

3) Serviks

Serviks mengalami involusi bersama-sama uterus. Setelah

persalinan, ostium uteri eksterna dapat dimasuki oleh 2 hingga 3

jari tangan, setelah 6 minggu persalinan serviks akan menutup.

4) Vulva dan Vagina

Vulva dan vagina mengalami penekanan serta peregangan

yang sangat besar selama proses melahirkan bayi, dan dalam

beberapa hari pertama sesudah proses tersebut, kedua organ ini

tetap berada dalam keadaan kendur. Setelah 3 minggu vulva dan

vagina kembali kepada keadaan tidak hamil. Setelah 3 minggu

rugae dalam vagina secara berangsur-angsur akan muncul kembali

sementara labia menjadi lebih menonjol.

5) Perenium

Segera setelah melahirkan, perenium menjadi kendur karena

sebelumnya teregang oleh tekanan kepala bayi yang bergerak

maju. Pada masa nifas hari ke-5, tonus otot perinium sudah kembali

118
119

seperti keadaan sebelum hamil. Untuk mengembalikan tonus otot

perinium, maka pada masa nifas perlu dilakukan senam kegel.

6) Payudara

Pada payudara terjadi penurunan kadar progesteron secara

tepat dengan peningkatan hormon prolaktin setelah persalinan.

Kolostrum sudah ada saat persalinan, produksi ASI terjadi pada

hari ke-2 atau hari ke-3 setelah persalinan. Payudara menjadi besar

dan keras sebagai tanda mulainya proses laktasi. (Wahyuningsih,

2019).

b. Perubahan Sistem Pencernaan

Biasanya ibu mengalami konstipasi setelah persalinan. Hal ini

disebabkan karena pada waktu melahirkan alat pencernaan mendapat

tekanan menyebabkan kolon menjadi kosong, pengeluaran cairan

berlebih pada waktu persalinan, kurangnya asupan makan, hemoroid

dan kurangnya aktivitas tubuh. Agar buang air besar kembali teratur

dapat diberikan diet/makanan yang mengandung serat dan pemberian

cairan yang cukup.

c. Perubahan Sistem Perkemihan

Setelah proses persalinan berlangsung, biasanya ibu akan sulit

untuk buang air kecil dalam 24 jam pertama. Penyebab dari keadaan

ini adalah terdapat spasme sfinkter dan edema leher kandung kemih

setelah mengalami kompresi (tekanan) antara kepala janin dan tulang

pubis selama persalinan berlangsung. Kadar hormon estrogen yang

119
120

bersifat menahan air akan mengalami penurunan yang mencolok,

keadaan tersebut disebut “diuresis”.

d. Perubahan Sistem Muskuloskeletal

Otot-otot uterus berkontraksi segera setelah partus, pembuluh

darah yang berada di antara anyaman otot-otot uterus akan terjepit,

sehingga akan menghentikan perdarahan. Ligament-ligamen

diafragma pelvis, serta fasia yang meregang pada waktu persalinan,

secara berangsur-angsur menjadi ciut dan pulih kembali. Stabilisasi

secara sempurna terjadi pada 6-8 minggu setelah persalinan.

e. Perubahan Sistem Kardiovaskuler

Setelah persalinan, shunt akan hilang tiba-tiba. Volume darah

bertambah, sehingga akan menimbulkan dekompensasi kordis pada

penderita vitum cordia. Hal ini dapat diatasi dengan mekanisme

kompensasi dengan timbulnya hemokonsentrasi sehingga volume

darah kembali seperti sediakala. Pada umumnya, hal ini terjadi pada

hari ketiga sampai kelima postpartum.

f. Perubahan Tanda-tanda Vital

Pada masa nifas, tanda- tanda vital yang harus dikaji, antara lain:

1) Tekanan darah: biasanya tidak berubah, kemungkinan tekanan

darah akan rendah setelah ibu melahirkan karena ada perdarahan.

Tekanan darah tinggi postpartum dapat menandakan terjadinya

preeklamsia post partum.

120
121

2) Suhu: kembali normal setelah masa persalinan sedikit meningkat

(37,30C) dan akan stabil dalam waktu 24 jam kecuali bila ada

infeksi.

3) Nadi: denyut nadi normal 60-80 x/menit, denyut nadi yang

melebihi 100 x/menit, harus waspada kemungkinan dehidrasi,

infeksi atau perdarahan postpartum. Beberapa wanita mungkin

mengalami brandicardi (40-50x/menit) segera setelah persalinan

dan beberapa jam setelah post partum.

4) Pernafasan: bila pernafasan pada masa postpartum menjadi lebih

cepat, kemungkinan ada tanda-tanda syok (Wahyuningsih, 2019).

4. Perubahan Psikologis Masa Nifas

Periode postpartum menyebabkan stress emosional terhadap ibu

baru, bahkan lebih menyulitkan bila terjadi perubahan fisik yang hebat.

Faktor-faktor yang mempengaruhi suksesnya masa transisi ke masa

menjadi orang tua pada masa postpartum, yaitu:

a. Respon dan dukungan dari keluarga dan teman

b. Hubungan antara pengalaman melahirkan dan harapan serta

aspirasi

c. Pengalaman melahirkan dan membesarkan anak yang lain

Pengaruh budaya

Dalam menjalani adaptasi psikososial masa nifas menurut Rubin

dalam Dwi Wahyuni (2018), ibu akan melalui beberapa fase, yaitu;

a. Fase Taking In (fokus pada diri sendiri)

121
122

Masa ini terjadi 1-3 hari postpartum, ibu yang baru melahirkan

akan bersikap pasif dan sangat tergantung pada dirinya (trauma),

segala energinya difokuskan pada kekhawatiran tentang badannya.

Ibu akan bercerita tentang persalinannya secara berulang-ulang.

b. Fase Taking On (fokus pada bayi)

Masa ini terjadi 3-10 hari pasca-persalinan, ibu menjadi

khawatir tentang kemampuannya merawat bayi dan menerima

tanggung jawabnya sebagai ibu dalam merawat bayi semakin besar.

Perasaan yang sangat sensitif sehingga mudah tersinggung jika

komunikasinya kurang hati-hati.

c. Fase Letting go (mengambil alih tugas sebagai ibu)

Fase ini merupakan fase menerima tanggung jawab akan peran

barunya yang berlangsung 10 hari setelah melahirkan. Ibu mengambil

langsung tanggung jawab dalam merawat bayinya, dia harus

menyesuaikan diri dengan tuntutan ketergantungan bayinya dan

terhadap interaksi social. Ibu sudah mulai menyesuaikan diri dengan

ketergantungan. Keinginan untuk merawat diri dan bayinya

meningkat pada fase ini (Dwi Wahyuni, 2018).

5. Deteksi Dini Penyulit Masa Nifas

Menurut Bidan dan Dosen Kebidanan Indonesia (2018), ada

beberapa macam deteksi dini komplikasi nifas, antara lain :

a. Perdarahan pasca Persalinan (perdaraan postpartum)

122
123

Perdarahan postpartum adalah perdarahan yang terjadi setelah

bayi lahir ≥500 ml atau jumlah perdarahan yang keluar melebihi

normal. Perdaraan postpartum berpotensi mempengaruhi perubahan

tanda-tanda vital (sistolik <90 mmHg, nadi >100 x/menit), lemah,

kesadaran menurun, berkeringat dingin, menggigil, hiperkapnia dan

kadar HB >8 gr%. Perdarahan postpartum dibagi menjadi 2 yaitu

perdarahan yang terjadi 24 jam pertama postpartum dan perdarahan

sekunder yang terjadi setelah 24 jam postpartum, diagnosa perdarahan

postpartum, meliputi: atonia uteri, robekan jalan lahir, retensio

plasenta, rest plasenta, inversio uteri, endometritis, dan gangguan

pembekuan darah

b. Infeksi Masa Nifas

Infeksi masa nifas adalah infeksi bakteri pada traktus genetalia

yang terjadi setelah persalinan ditandai dengan adanya kenaikan suhu

sampai 380C atau lebih yang terjadi antara hari kedua sampai

keseluruh postpartum, suhu diukur peroral sedikitnya 4 kali sehari.

Diagnosa infeksi postpartum, meliputi: metritis, abses pelvic,

peritonitis, infeksi luka perineum dan luka abdominal, selutis, infeksi

pada traktus urinaris, dan tetanus.

c. Keadaan Abnormal pada Payudara

Keadaan pada masa nifas dapat terjadi keadaan yang abnormal

pada payudara karena beberapa sebab. Beberapa kondisi tersebut,

yaitu puting susu lecet atau luka, payudara bengkak, puting susu datar

123
124

dan tertanam, dan eklamsia dan preeklamsi

6. Kebutuhan Dasar Masa Nifas

Kebutuhan dasar pada ibu masa nifas menurut Dwi Wahyuni,

(2018), antara lain:

a. Kebutuhan nutrisi dan cairan

Ibu nifas harus mengkonsumsi makanan yang mengandung zat

bergizi yang berguna bagi tubuh pasca melahirkan dan untuk

persiapan prosuksi ASI, terpenuhi kebutuhan karbohidrat, protein, zat

besi, vitamin dan mineral untuk mengatasi anemia. Cairan dan serat

untuk memperlancar ekskresi. Ibu dianjurkan untuk minum setiap kali

menyusui dan menjaga kebutuhan hidrasi sedikitnya 3 liter setiap hari.

Asupan tablet tambah darah dan zat besi diberikan selama 40 hari

postpartum serta minum kapsul Vit A (200.000 unit).

b. Kebutuhan ambulasi

Ambulasi dini adalah beberapa jam setelah melahirkan, segera

bangun dari tempat tidur dan segera bergerak, agar lebih kuat dan

lebih baik. Gangguan kemih dan buang air besar juga dapat teratasi.

Mobilisasi sangat bervariasi, tergantung pada komplikasi persalinan,

nifas, atau sembuhnya luka (jika ada luka). Jika tidak ada kelainan,

lakukan mobilisasi sedini mungkin, yaitu dua jam setelah persalian

normal. Ini berguna untuk mempercepat sirkulasi darah dan

mengeluarkan cairan vagina (lochea).

124
125

c. Kebutuhan eliminasi

Pengeluaran air seni akan meningkat 24-48 jam pertama sampai

hari ke-5 setelah melahirkan. Hal ini terjadi karena volume dara

meningkat pada saat hamil tidak diperlukan lagi setelah persalinan.

Oleh karena itu, ibu perlu belajar berkemih secara spontan dan tidak

menahan buang air kecil ketika ada rasa sakit pada jahitan. Menahan

buang air kecil akan menyebabkan terjadinya bendungan air seni dan

gangguan kontraksi rahim sehingga pengeluaran cairan vagina tidak

lancar. Sedangkan buang air besar akan sulit karena ketakutan akan

rasa sakit, takut jahitan terbuka atau karena adanya haemoroid (wasir).

Kesulitan ini dapat dibantu dengan mobilisasi dini, mengonsumsi

makanan tinggi serat dan cukup minum.

d. Kebutuhan personal hygiene

Kebersihan diri berguna untuk mengurangi infeksi dan

meningkatkan perasaan nyaman. Kebersihan diri meliputi:

1) Mandi teratur minimal 2 kali sehari.

2) Mengganti pakaian dan alas tempat tidur.

3) Menjaga lingkungan sekitar tempat tinggal.

4) Melakukan perawatan perineum.

5) Mengganti pembalut minimal 2 kali sehari.

6) Mencuci tangan setiap membersihkan daerah genetalia.

e. Menjaga kebersihan vagina

Vulva harus selalu dibersikan dari depan ke belakang. Tidak

125
126

perlu khawatir jahitan akan terlepas. Justru vulva yang tidak

dibersihkan akan meningkatkan terjadinya infeksi. Apabila ada

pembengkakan dapat di kompres dengan es dan untuk mengurangi

rasa tidak nyaman dapat dengan duduk berendam di air hangat setelah

24 jam pasca persalinan.

f. Kebutuhan istirahat dan tidur

Ibu nifas memerlukan istirahat yang cukup, istirahat tidur yang

dibutuhkan ibu nifas sekitar 8 jam pada malam hari dan 1 jam pada

siang hari. Pada tiga hari pertama dapat merupakan hari yang sulit bagi

ibu akibat menumpuknya kelelahan karena proses persalinan dan

nyeri yang timbul pada luka perineum. Secara teoritis, pola tidur akan

kembali mendekati normal dalam 2-3 minggu postpartum.

g. Kebutuhan seksual

Ibu yang baru melahirkan boleh melakukan hubungan seksual

kembali setelah 6 minggu persalinan. Batasan waktu 6 minggu

didasarkan atas pemikiran semua luka akibat persalinan, termasuk

luka episiotomi dan luka bekas section caesarea (SC) biasanya telah

sembuh dengan baik. Bila suatu persalinan dipastikan tidak ada luka

atau laserasi/robek pada jaringan, hubungan seks bahkan telah boleh

dilakukan 3-4 minggu setelah proses melahirkan.

h. Rencana KB

Rencana KB setelah ibu melahirkan sangatlah penting,

dikarenakan secara tidak langsung KB dapat membantu ibu untuk

126
127

dapat merawat anaknya dengan baik serta mengistirahatkan alat

kandungnya. Idealnya pasangan harus menunggu sekurangnya 2

tahun sebelum ibu hamil kembali (Dwi Wahyuni, 2018).

7. Penatalaksanaan Masa Nifas

a. Asuhan Masa Nifas

Asuhan ibu masa nifas adalah asuhan yang diberikan kepada ibu

segera setelah kelahiran sampai 6 minggu setelah kelahiran. Asuhan

masa nifas diperlukan dalam asuhan masa nifas menjaga kesehatan

ibu dan bayinya baik fisik maupun psikologis, melakukan screening,

mendeteksi masalah, atau merujuk bila terjadi komplikasi pada ibu

maupun bayinya, memberikan pendidikan kesehatan tentang merawat

kehatan diri, nutrisi, keluarga berencana, menyusui, pemberian

imunisasi kepada bayinya dan perawatan bayi sehat dan memberikan

pelayanan keluarga berencana (KB) (Yuliana dan Hakim, 2020).

b. Pelayanan Asuhan Masa Nifas

Dalam kebijakan program nasional masa nifas adalah

melakukan kunjungan masa nifas paling sedikit 4 kali kunjungan yang

dilakukan untuk menilai status ibu dan bayi baru lahir dan untuk

mencegah, mendeteksi dan menangani masalah-masalah yang terjadi

(Dwi Wahyuni, 2018).

127
128

Tabel 2.7 Kunjungan Masa Nifas

Kunjungan Waktu Tujuan


1 6-8 jam 1. Mencegah perdarahan masa nifas karena

setelah atonia uteri.

persalinan 2. Mendeteksi dan merawat penyebab lain

perdarahan, rujuk bila perdarahan

berlanjut.

3. Memberikan konseling pada ibu atau

salah satu anggota keluarga bagaimana

mencegah perdarahan masa nifas karena

atonia uteri.

4. Pemberian ASI awal

5. Melakukan hubungan antara ibu dan

bayi baru lahir.

6. Menjaga bayi tetap sehat dengan cara

mencegah hipotermi.

2 6 hari 1. Memastikan involusi uterus berjalan

setelah normal: uterus berkontraksi, fundus

persalinan dibawah umbilicus, tidak ada perdarahan

abnormal, dan tidak ada bau.

2. Menilai adanya tanda-tanda demam,

infeksi, atau perdarahan abnormal

3. Memastikan ibu mendapatkan cukup

128
129

Kunjungan Waktu Tujuan


makanan, ciaran, dan istirahat

4. Memastikan ibu menyusui dengan baik,

dan tidak memperlihatkan penyulit

5. Memberikan konseling pada ibu

mengenai asuhan pada bayi, tali pusat,

menjaga bayi tetap hangat dan perawatan

bayi sehari-hari

3 2 minggu Sama seperti diatas (6 hari setelah persalinan)

setelah

persalinan

4 6 minggu 1. Menanyakan pada ibu tentang penyulit-

setelah penyulit yang ia alami atau bayinya

persalinan 2. Memberikan konseling KB secara dini

3. Menganjurkan/mengajak ibu membawa

bayinya ke posyandu atau puskesmas

untuk penimbangan dan imunisasi

(Sumber: Dwi Wahyuni, 2018).

E. Keluarga Berencana (KB)

1. Pengertian Keluarga Berencana

Keluarga Berencana (KB) merupakan usaha pokok di dalam

kebijakan kependudukan umumnya dan usaha menurunkan tingkat

kelahiran khususnya. Usaha menurunkan kelahiran melalui keluarga

129
130

berencana sekaligus dikaitkan dengan meningkatkan kesejahteraan ibu

dan anak. Sasaran keluarga berencana adalah seluruh lapisan masyarakat

(Purba D.H., 2021).

2. Tujuan Keluarga Berencana

Menurut Jalilah (2020) menyebutkan tujuan program KB, adalah:

a. Tujuan umum

Membentuk keluarga kecil sesuai dengan kekuatan social

ekonomi suatu keluarga dengan cara pengaturan kelahiran anak,

pendewasaan usia perkawinan dan peningkatan ketahanan serta

kesejahteraan keluarga, sehingga tercapai keluarga bahagia dan

sejahtera yang dapat memenuhi kebutuhan kehidupannya.

b. Tujuan Khusus

1) KB adalah memperbaiki kesehatan dan kesejahteraan ibu, anak,

keluarga, dan bangsa.

2) Mengurangi angka kelahiran untuk menaikkan taraf hidup

3) Memenuhi permintaan masyarakat terhadap pelayanan KB yang

berkualitas, termasuk upaya-upaya penurunan angka kematian ibu

dan anak serta penanggulangan masalah kesehatan reproduksi.

3. Macam-macam Metode Keluarga Berencana

Kontrasepsi merupakan metode keluarga berencana berupa alat

yang dapat mencegah kehamilan saat berhubungan intim. Metode

tersebut dapat diaplikasikan pada wanita maupun pria. Alat kontrasepsi

merupakan alat yang digunakan untuk mencegah kehamilan sebagai

130
131

akibat pertemuan antara sel telur yang matang dengan sel sperma

(BKKBN, 2018).

Berikut macam-macam alat kontrasepsi yang banyak digunakan

oleh akseptor KB, antara lain:

a. Metode Kontrasepsi Jangka Panjang

Metode kontrasepsi jangka panjang adalah cara kontrasepsi

yang dalam penggunaannya memilih tingkat efektivitas dan tingkat

kelangsungan pemakaiannya yang tinggi dan angka kegagalan yang

rendah. Metode kontrasepsi jangka panjang, terdiri dari:

1) Kontrasepsi IUD (Intra Uterine Device) atau KB spiral

a) Pengertian : merupakan alat kontrasepsi dengan bentuk T

berukuran mungil, yang terbuat dari plastik, dan dilengkapi

dengan tali pengaman. IUD ditempatkan di dalam rahim.

b) Macam: macam-macam KB IUD dengan beragam bahan

komponen aktif, ukuran, serta bentuk, sesuai dengan kebutuhan

dan kondisi tiap perempuan, yaitu: Lippes loop, Multi load,

Copper 7, Copper T, Nova T.

c) Cara kerja: Menghambat kemampuan sperma membuahi sel

telur, mempengaruhi fertilisasi, mencegah pertemuan sperma

dan ovum, memunkingkan mencegah implantasi.

d) Efektivitas : Sangat efektif 0,6-0,8 kehamilan/100 perempuan

dalam 1 tahun pertama (1 kegagalan dalam 125-170 kehamilan).

2) Implant (Susuk)

131
132

a) Pengertian : merupakan alat kontrasepsi yang dipasang dibawah

kulit pada lengan kiri atas, bentuknya seperti tabung kecil,

ukurannya sebesar batang korek api.

b) Macam: Norplant, Implanon, Jadena dan Indoplant.

c) Cara kerja: Mengentalkan lendir serviks, menghambat

perkembangan siklus endometrium, mempengaruhi sperma, dan

menekan ovulasi.

d) Efektivitas: Sangat efektif 0,2-1 kehamilan/100 perempuan.

3) Kontrasepsi Mantap (KONTAP)

a) Pengertian : merupakan prosedur klinik untuk menghentikan

fertilisasi dengan cara operatif dalam pencegahan kehamilan

yang bersifat permanen.

b) Macam:

- Tubektomi: tindakan operasi menutup saluran telur pada

perempuan yang tidak ingin mempunyai anak lagi.

- Vasektomi: tindakan operasi saluran sel sperma pada pria

yang tidak menghendaki anak lagi

c) Cara kerja: Mencegah pertemuan sperma dan ovum. Rahim

tidak diangkat dan ibu masih bisa mendapatkan haid. Oprasi

dapat dilakukan dalam 48 jam setelah melahirkan atau setelah 4

minggu.

d) Efektivitas : Efektivitas 0,2-4 kehamilan per 100 wanita pada

tahun pertama penggunaan.

132
133

b. Metode Kontrasepsi Jangka Pendek

Metode kontrasepsi jangka pendek adalah cara kontrasepsi yang

dalam penggunaannya memiliki tingkat efektivitas dan tingkat

kelangsungan pemakaiannya rendah karena dalam jangka waktu

pendek sehingga keberhasilannya memerlukan komitmen dan

kesinambungan penggunaan kontrasepsi tersebut.

1) Suntik Kombinasi

a) Pengertian: merupakan jenis kontrasepsi yang mengandung

hormon progesteron yang diberikan dengan cara disuntikkan.

b) Macam: Suntikan kombinasi 25 mg Depo Medroxy

Progesterone Acetate (DMPA) dan estradiol sipionat

Cyclofem, suntikan kombinasi 50 mg Norethindrone Enanthate

(NEE) dan 5 mg estradiol valerat.

c) Cara kerja: Mencegah ovulasi, mengentalkan lendir serviks,

mencegah terjadinya implantasi, mengahmbat transformasi

gamet.

d) Efektivitas : Sangat efektif selama setahun pertama penggunaan

(0,1-0,4 kehamilan per 100 perempuan).

2) Suntikan Progestin

a) Pengertian: merupakan jenis kontrasepsi yang mengandung

hormon progestin dan diberikan dengan cara disuntikkan.

b) Macam: Depo Medroksiprogesteron Asetat (DMPA)

mengandung 150 mg DMPA yang diberikan setiap 3 bulan,

133
134

Depo Noretisteronenantate (Depo Noristerat) mengandung 200

mg noretindronenantat yang diberikan setiap 2 bulan.

c) Cara kerja: mengentalkan lendir serviks, menghambat siklus

endometrium, mempengaruhi transportasi sperma, menekan

ovulasi.

d) Efektivitas: Sangat efektif 0,2-1 kehamilan/100 perempuan.

3) Pil Kombinasi

a) Pengertian: merupakan kontrasepsi dalam bentuk pil yang

mengandung hormon progesteron dan estrogen dalam dosis

kecil dan memiliki masa efektif selama 24 jam.

b) Macam:: Monofasik, Bifasik, Trifasik

c) Cara kerja: Mencegah produksi Follicle Stimulating Hormon

(FSH).

d) Efektivitas : sangat efektif 0,2-4 kehamilan/100 wanita pada

tahun pertama penggunaan.

4) Mini Pil

a) Pengertian: merupakan Pil kontrasepsi yang mengandung

progesteron saja.

b) Macam: Mini pil kemasan 28 pil mengandung 75 mikrogram

desogestril, kemasan 35 pil mengandung 300 mikrogram

levonogestrol atau 350 mikrogram norerindron.

c) Cara kerja: Lendir serviks menjadi pekat dan endometrium

menjadi tipis

134
135

d) Efektivitas : 99% efektif mencegah kehamilan jika digunakan

dengan benar. Pil KB mini dapat digunakan oleh semua wanita,

termasuk yang sedang menyusui.

5) Spermisida

a) Pengertian: merupakan kontrasepsi berbahan kimia yang

disebut dengan nonoxynol-9 yang dapat membunuh sperma

ketika dimasukkan ke dalam vagina.

b) Macam: krim, jeli, busa (foam), tablet (supositoria), vaginal

contraceptive film (VCF), hingga spons.

c) Cara kerja: membunuh sperma dan menghentikan

pergerakannya sebelum sperma bisa berenang masuk ke dalam

rahim. Menyebabkan selaput sel sperma pecah, memperlambat

motilitas sperma, menurunkan kemampuan pembuahan sel

telur. Agar lebih efektif, spermisida harus ditempatkan jauh di

dalam vagina atau dekat leher rahim.

d) Efektivitas: Meski digunakan dengan benar, tingkat

keberhasilannya hanya sekitar 75%. Agar lebih efektif untuk

mencegah kehamilan, spermisida perlu dipadukan dengan

metode kontrasepsi lain, seperti kondom, diafragma,

6) Kondom

a) Pengertian: merupakan kontrasepsi berbentuk selubung

berbahan karet atau latex yang dipasang pada penis selama

135
136

berhubungan seksual sehingga mencegah sel sperma bertemu

dengan sel telur.

b) Macam: tersedia dalam berbagai varian, mulai dari bentuk

hingga rasa, yang dapat disesuaikan dengan kebutuhan

penggunanya.

c) Cara kerja: menghalangi sperma memasuki vagina dan mencapai sel

telur.

d) Efektivitas : efektivitas sekitar 98 persen dalam mencegah

kehamilan apabila digunakan secara benar.

7) Diafragma

a) Pengertian : merupakan metode kontrasepsi yang dirancang dan

disesuaikan dengan vagina untuk penghalang serviks yang

dimasukkan ke dalam vagina berbentuk ke dalam vagina

berbentuk seperti topi/mangkuk yang terbuat dari karet dan

bersifat fleksibel.

b) Macam: berbentuk kubah dangkal terbuat dari karet/silikon

c) Cara kerja: setengah bagian kubah tersebut dapat diisi dengan

krim atau gel pembunuh sel sperma (spermicidal) untuk

kemudian dimasukkan ke dalam vagina sebelum berhubungan.

d) Efektivitas : sebesar 88-94%.

136
137

8) KB Suntik 3 Bulan

a) Pengertian

Jalilah (2020) menyebutkan, KB suntik 3 bulan atau Depo

Provera adalah metode kontrasepsi dengan menyuntikkan

sediaan yang mengandung hormone Medroxyprogesteron

Acetate (hormon progestin) secara Intramuskular pada bagian

bokong akseptor.

b) Cara kerja

Mengentalkan lendir serviks sehingga menyulitkan

sperma untuk berenang menuju tuba falopii, mencegah ovulasi,

membuat kondisi tuba falopii dan dinding endometrium menjadi

kurang layak proses pembuahan dan penempelan.

c) Keuntungan

(1) Tidak mempengaruhi proses menyusui

(2) Dapat segera hamil kembali saat berhenti

(3) Tidak perlu dilakukan rutin setiap hari seperti pil KB

d) Kontraindikasi

(1) Pada ibu hamil atau disangka hamil

(2) Perdarahan pervaginam yang tidak diketahui sebabnya

(3) Riwayat penyakit jantung, hati, darah tinggi, kencing

manis, penyakit paru berat dan varices.

137
138

e) Efek samping

Efek samping yang biasa muncul adalah keluarnya

flekflek atau perdarahan ringan atau haid tidak teratur, sakit

kepala, dan kenaikan berat badan.

B. Tinjauan Teori Menejemen Asuhan Kebidanan Menurut Hellen Varney

2007 dan SOAP

1. Manejemen Asuhan Kebidanan pada Kehamilan

a. Pengertian

Dokumentasi asuhan kebidanan pada ibuhamil merupakan bentuk

catatan dari hasil asuhan kebidanan yang dilaksanakan pada ibu hamil,

yakni mulai dari trimester I sampai dengan trimester III yang meliputi

pengkajian, pembuatan diagnosa kebidanan, mengidentifikasi masalah

terhadap tindakan segera dan meelakukan kolaborasi dengan dokter atau

tenaga kesehatan lain serta menyusun asuhan kebidanan dengan tepat dan

rasional berdasarkan keputusan yang dibuat pada Langkah sebelumnya.

b. Tujuan

Mempromosikan dan menjaga kesehatan fisik, mental sosial ibu

dan bayi dengan pendidikan kesehatan, gizi, kebersihan diri, dan proses

kelahiran bayi. Juga harus dilakukan deteksi abnormalitas atau

komplikasi dan penatalaksanan komplikasi medis, bedah, atau obstetri

selama kehamilan.

138
139

c. Langkah-langkah (7 langkah Varney)

1) Langkah I : Pengumpulan Data Dasar

Cara ini dilakukan pertama kali ketika akan memberikan asuhan

kebidanan, yaitu dengan cara melakukan anamnesa pada pasien, data

demografi, riwayat obstetrik dan genekologi, pengetahuan pasien.

Setelah itu dilakukan pemeriksaan fisik, sesuai dengan kebutuhan

serta tanda vital dan selanjutnya melakukan pemeriksaan khusus

kehamilan, inspeksi, palpasi, auskultasi, perkusi, serta pemeriksaan

penunjang, serta laboratorium, rontgen, bila diperlukan.

2) Langkah II : Interpretasi Data

Setelah data dikumpulkan, tehnik kedua adalah melakukan

interpretasi data dasar terhadap kemungkinan diagnosis dan masalah

kebutuhan ibu hamil. Interpretasi data tersebut memenuhi standar

nomenklatur atau tata nama diagnosis kebidanan yang diakui oleh

profesi dan berhubungan langsung dengan praktik kebidanan, serta

didukung oleh pengambilan keputusan klinis dalam praktik kebidanan

sesuai dengan pendekatan manajemen kebidanan.

3) Langkah III : Mengidentifikasi Diagnosa atau Masalah Potensial

Mengidentifikasi masalah atau diagnosa potensial berdasarkan

masalah dan diagnosa saat ini berkenaan dengan tindakan antisipasi,

pencegahan, jika memungkinkan, menunggu dengan penuh waspada

dan persiapan terhadap semua keadaan yang mungkin muncul.

139
140

4) Langkah IV : Identifikasi Kebutuhan yang Memerlukan Penanganan

Segera

Cara ini dilakukan setelah masalah dan diagnosis potensial

diidentifikasi penetapan kebutuhan ini dilakukan dengan cara

mengantisipasi dan menentukan kebutuhan apa saja yang akan

diberikan pada pasien denggan melakukan konsultasi dan kolaborasi

tenaga kesehatan lainnya.

5) Langkah V : Merencanakan Asuhan Yang Menyeluruh

Mengembangkan sebuah rencana keperawatan yang

menyeluruh dengan mengacu pada hasil langkah sebelumnya.

Langkah ini merupakan pengembangan masalah atau diagnosis yang

diidentifikasi baik pada saat ini maupun yang dapat diantisipasi serta

perawatan kesehatan yang dibutuhkan.

6) Langkah VI : Melaksanakan Perencanaan

Melaksanakan rencana perawatan secara menyeluruh. Langkah

ini dapat dilakukan secara keseluruhan oleh bidan atau dilakukan

sebagian oleh ibu, orang tua, atau anggota tim kesehatan lainnya.

Apabila tidak dapat melakukannya sendiri, bidan bertanggung jawab

untuk memastikan implementasi benar-benar dilakukan. Rencana

asuhan menyeluruh seperti yang sudah diuraikan pada langkah kelima

dilaksanakan secara efisien dan aman.

140
141

7) Langkah VII : Evaluasi

Evaluasi merupakan tindakan untuk memeriksa apakah rencana

perawatan yang dilakukan benar-benar telah mencapai tujuan, yaitu

memenuhi kebutuhan ibu, seperti yang diidentifikasi pada langkah

kedua tentang masalah, diagnosis, maupun kebutuhan perawatan

kesehatan.

d. Dokumentasi SOAP

Dokumentasi berisi pencatatan yang berisi bukti atau kesaksian

tentang suatu pencatatan. Dokumentasi dalam bidang kesehatan adalah

suatu sistem pencatatan atau pelaporan informasi atau kondisi data

perkembangan kesehatan pasien dan semua kegiatan yang dilakukan oleh

petugas kesehatan. Dalam pelayanan kebidanan setelah melakukan

pelayanan semua kegiatan didokumentasikan dengan menggunakan

konsep SOAP, yang terdiri dari :

S : Dada Subyektif

Data ini diperoleh melalui anamnesa langsung atau allow

anamnesa (sebagai langkah I dalam manajemen Varney).

O : Data Obyektif

Hasil pemeriksaan fisik klien, serta pemeriksaan diagnostic

dan pendukung lain. Data ini termasuk catatan medis pasien yang

lalu (sebagai langkah I dalam manajemen Varney).

141
142

A : Assesment

Merupakan kesimpulan yang dibuat untuk mengambil suatu

diagnosa berdasarkan data subyektif dan obyektif. (sebagai langkah

II, III, IV dalam manajemen Varney).

P : Planning

Merupakan perencanaan pelaksanaan dan evaluasi sesuai

dengan kesimpulan. (sebagai langkah V, VI, VII dalam menejemen

varney).

2. Manajemen Asuhan Kebidanan pada Persalinan

a. Pengertian

Dokumentasi asuhan kebidanan pada ibu bersalin (intranatal)

merupakan bentuk catatan dari asuhan kebidanan yang dilaksanakan

pada ibu pada masa intranatal, yakni pada kala 1 sama dengan kala IV

meliputi pengkajian, pembuatan diagnosa kebidanan, mengidentifikasi

masalah terhadap tindakan segera dan melakukan kolaborasi dengan

dokter atau tenaga kesehatan lain serta menyusun asuhan kebidanan

dengan tepat dan rasional berdasarkan keputusan yang dibuat pada

langkah sebelumnya.

b. Tujuan

Mengupayakan kelangsungan hidup dan derajad kesehatan yang

tinggi bagi ibu dan bayinya melalui upaya teritegrasi dan lengkap serta

intervensi minimal dengan asuhan yang adekuat sesuai dengan tahapan

persalinan, sehingga prinsip keamanan dan kualitas pelayanan dapat

142
143

terjaga pada tingkat yang optimal.

c. Langkah-langkah (7 langkah Varney)

1) Langkah I : Pengumpulan Data Dasar

Data yang dikumpulkan pada ibu bersalin adalah biodata, data

demografi, riwayat kesehatan termasuk faktor herediter, riwayat

menstruasi, riwayat obstetrik dan genekologi, masa nifas dan laktasi,

riwayat biopsikospiritual, pengetahuan, data pemeriksaan fisik,

pemeriksaan penunjang, seperti laboratorium rongent dan USG.

2) Langkah II : Interpretasi Datar

Tahap ini dilakukan dengan melakukan interpretasi data dasar

terhadap kemungkinan diagnosis yang akan ditegakkan dalam batas

diagnosis kebidanan intranatal.

3) Langkah III : Mengidentifikasi Diagnosa atau Masalah Potensial

Langkah ini dilakukan dengan mengidentifikasi masalah

kemudian merumuskan diagnosis potensial bedasarkan diagnosis

masalah yang sudah teridentifikasi pada masa intranatal.

4) Langkah IV : Identifikasi Kebutuhan yang Memerlukan Penanganan

Segera

Langkah ini dilakukan untuk mengantisipasi dan melakukan

konsultasi serta kolaborasi dengan tim kesehatan lain bedasarkan

kondisi pasien.

5) Langkah V : Merencanakan Asuhan yang Menyeluruh

Rencana asuhan secara menyeluruh dilakukan berdasarkan hasil

143
144

identifikasi masalah dan diagnosis serta kebutuhan pasien.

6) Langkah VI : Melaksanakan Perencanaan

Melaksanakan rencana perawatan secara menyeluruh. Langkah

ini dapat dilakukan secara keseluruhan oleh bidan atau dilakukan

sebagian oleh ibu, orang tua, atau anggota tim kesehatan lainnya.

Apabila tidak dapat melakukannya sendiri, bidan bertanggung jawab

untuk memastikan implementasi benar-benar dilakukan. Rencana

asuhan menyeluruh seperti yang sudah diuraikan pada langkah kelima

dilaksanakan secara efisien dan aman.

7) Langkah VII : Evaluasi

Evaluasi merupakan tindakan untuk memeriksa apakah rencana

perawatan yang dilakukan benar-benar telah mencapai tujuan, yaitu

memenuhi kebutuhan ibu, seperti yang diidentifikasi pada langkah

kedua tentang masalah, diagnosis, maupun kebutuhan perawatan

kesehatan.

d. Dokumentasi SOAP

Dokumentasi berisi pencatatan yang berisi bukti atau kesaksian

tentang suatu pencatatan. Dokumentasi dalam bidang kesehatan adalah

suatu sistem pencatatan atau pelaporan informasi atau kondisi data

perkembangan kesehatan pasien dan semua kegiatan yang dilakukan oleh

petugas kesehatan. Dalam pelayanan kebidanan setelah melakukan

pelayanan semua kegiatan didokumentasikan dengan menggunakan

konsep SOAP, yang terdiri dari :

144
145

S : Dada Subyektif

Data ini diperoleh melalui anamnesa langsung atau allow

anamnesa (sebagai langkah I dalam manajemen Varney).

O : Data Obyektif

Hasil pemeriksaan fisik klien, serta pemeriksaan diagnostic

dan pendukung lain. Data ini termasuk catatan medis pasien yang

lalu (sebagai langkah I dalam manajemen Varney).

A : Assesment

Merupakan kesimpulan yang dibuat untuk mengambil suatu

diagnosa berdasarkan data subyektif dan obyektif. (sebagai langkah

II, III, IV dalam manajemen Varney).

P : Planning

Merupakan perencanaan pelaksanaan dan evaluasi sesuai

dengan kesimpulan. (sebagai langkah V, VI, VII dalam menejemen

varney).

3. Manajemen Askeb Pada Bayi Baru Lahir

a. Pengertian

Dokumentasi asuhan pada bayi baru lahir merupakan bentuk

catatan dari asuhan kebidanan yang dilaksanakan pada bayi baru lahir

sampai 24 jam setelah kelahiran yang meliputi pengkajian, pembuatan

diagnosis kebidanan, identifikasi masalah terhadap tindakan segera dan

melakukan kolaborasi dengan dokter atau tenaga kesehatan lain serta

menyusun asuhan kebidanan dengan tepat dan rasional berdasarkan

145
146

keputusan yang dibuat pada langkah sebelumnya.

b. Tujuan

Mampu memberikan asuhan kebidanan pada bayi baru lahir sesuai

dengan standar pelayanan kebidanan menggunakan pendekatan

manajemen kebidanan.

c. Langkah-langkah (7 langkah Varney)

1) Langkah I : Pengumpulan Data Dasar

Data yang dikumpulkan pada pengkajian bayi baru lahir adalah

sebagai berikut: adaptasi bayi baru lahir melalui penilaian Afgar

score, pengkajian keadaan fisik, mulai kepala seperti ubun-ubun,

sutura, moulage, caput succedaneum atau cepal haematoma, lingkar

kepala, pemeriksaan telinga (untuk menentukan hubungan letak mata

dan kepala), tanda infeksi pada mata, hidung, mulut, seperti pada bibir

dan langitan, ada tidaknya sumbing, reflek hisap, pembengkakan dan

benjolan pada leher, bentuk dada, puting susu, bunyi nafas dan

jantung, gerakan bahu, lengan dan tangan, jumlah jari, reflek moro,

bentuk penonjolan sekitar tali pusat saat menangis, pendarahan tali

pusat, jumlah pembuluh pada tali pusat, adanya benjolan pada perut,

pemeriksaan kaki dan tungkai terhadap gerakan normal, ada tidaknya

spina bifida spincter ani, verniks pada kulit, warna kulit,

pembengkakan/bercak hitam tanda lahir, faktor genetik, riwayat ibu

mulai anternatal, intranatal, dan postpartum.

146
147

2) Langkah II : Interpretasi Data dasar

Menginterpretasikan data dasar yang akan dilakukan adalah

beberapa data yang ditemukan pada saat pengkajian bayi baru lahir.

3) Langkah III: Mengidentifikasi Diagnosa atau Masalah Potensial

Hasil dari interpretasi data dasar dapat digunakan untuk

mengidentifikasi diagnosis atau masalah potensial kemungkinan

sehingga akan ditemukan beberapa diagnosis atau masalah potensial

pada bayi baru lahir serta antisipasi terhadap masalah yang timbul.

4) Langkah IV : Identifikasi Kebutuhan yang Memerlukan Penanganan

Segera

Langkah ini dilakukan untuk mengantisipasi dan melakukan

konsultasi dan kolaborasi dengan tim kesehatan lain bedasarkan

kondisi pasien.

5) Langkah V : Merencanakan Asuhan Yang Menyeluruh

Penyusunan rencana asuhan secara menyeluruh pada bayi baru lahir.

6) Langkah VI : Melaksanakan Perencanaan

Tahap ini dilakukan dengan melaksanakan asuhan kebidanan

yang menyeluruh dan dibatasi oleh standard asuhan kebidanan.

7) Langkah VII : Evaluasi

Evaluasi merupakan tindakan untuk memeriksa apakah rencana

perawatan yang dilakukan benar-benar telah mencapai tujuan, yaitu

memenuhi kebutuhan ibu, seperti yang diidentifikasi pada langkah

kedua tentang masalah, diagnosis, maupun kebutuhan perawatan

147
148

kesehatan.

d. Dokumentasi SOAP

Dokumentasi berisi pencatatan yang berisi bukti atau kesaksian

tentang suatu pencatatan. Dokumentasi dalam bidang kesehatan adalah

suatu sistem pencatatan atau pelaporan informasi atau kondisi data

perkembangan kesehatan pasien dan semua kegiatan yang dilakukan oleh

petugas kesehatan. Dalam pelayanan kebidanan setelah melakukan

pelayanan semua kegiatan didokumentasikan dengan menggunakan

konsep SOAP, yang terdiri dari :

S : Dada Subyektif

Data ini diperoleh melalui anamnesa langsung atau allow

anamnesa (sebagai langkah I dalam manajemen Varney).

O : Data Obyektif

Hasil pemeriksaan fisik klien, serta pemeriksaan diagnostic

dan pendukung lain. Data ini termasuk catatan medis pasien yang

lalu (sebagai langkah I dalam manajemen Varney).

A : Assessment

Merupakan kesimpulan yang dibuat untuk mengambil suatu

diagnosa berdasarkan data subyektif dan obyektif. (sebagai langkah

II, III, IV dalam manajemen Varney).

P : Planning

Merupakan perencanaan pelaksanaan dan evaluasi sesuai

dengan kesimpulan. (sebagai langkah V, VI, VII dalam menejemen

148
149

varney).

4. Manajemen Asuhan Kebidanan pada Nifas

a. Pengertian

Dokumentasi asuhan kebidanan pada ibu nifas (postpartum)

merupakan bentuk catatan dari asuhan kebidanan yang diberikan pada

ibu nifas, yakni segera setelah kelahiran sampai 6 minggu setelah

kelahiran yang meliputi, pengkajian, pembuatan diagnosis kebidanan,

mengidentifikasi masalah terhadap tindakan segera dan melakukan

kolaborasi dengan dokter atau tenaga kesehatan lain serta menyusun

asuhan kebidanan dengan tepat dan rasional bedasarkan keputusan yang

dibuat pada langkah sebelumnya

b. Tujuan

Tujuan asuhan masa nifas yaitu menjaga kesehatan ibu dan bayinya

baik fisik maupun psikologis dimana pada asuhan ibu masa nifas peranan

keluarga sangat penting. Dengan memberikan nutrisi dan dukungan

psikologis maka kesehatan ibu dan bayi akan terjaga.

c. Langkah-langkah (7 langkah Varney)

1) Langkah I : Pengumpulan Data Dasar

Data yang dikumpulkan pada masa postpartum, meliputi catatan

pasien sebelumnya seperti catatan perkembangan anternatal dan

intranatal, lama postpartum, catatan perkembangan, suhu, denyut

nadi, pernafasan, tekanan darah, pemeriksaan laboratorium, dan

laporan pemeriksaan tambahan, catatan obat-obatan, riwayat

149
150

kesehatan ibu seperti mobilisasi, buang air kecil, buang air besar,

nafsu makan, ketidaknyamanan, atau rasa sakit, kekhawatiran,

makanan bayi, reaksi bayi, reaksi proses melahirkan, dan kelahiran,

kemudian pemeriksaan kandung kemih, abdomen, uterus, lochea

mulai warna, jumlah, dan bau, pemeriksaan perinium seperti adanya

odema, inflamasi, hematoma, pus, kondisi jahitan, ada tidak adanya

hemoroid, pemeriksaan ekstermitas seperti ada tidaknya varises dan

odema.

2) Langkah II : Interpretasi Data

Interpretasi data dasar yang akan dilakukan adalah beberapa

data yang ditemukan pada saat pengkajian postpartum.

3) Langkah III : Mengidentifikasi Diagnosa atau Masalah Potensial

Beberapa hasil dari interpretasi data dasar dapat digunakan

untuk mengidentifikasi diagnosis atau masalah potensial, sehingga

akan ditemukan beberapa diagnosis atau masalah potensial pada bayi

baru lahir serta antisipasi terhadap masalah yang timbul.

4) Langkah IV : Identifikasi Kebutuhan Yang Memerlukan Penanganan

Segera

Langkah ini dilakukan untuk mengantisipasi dan melakukan

konsultasi dan kolaborasi dengan tim kesehatan lain berdasarkan

kondisi pasien.

150
151

5) Langkah V : Merencanakan Asuhan yang Menyeluruh

Rencana asuhan menyeluruh pada masa postpartum yang dapat

dilakukan.

6) Langkah VI : Melaksanakan Perencanaan

Tahap ini dilakukan dengan melaksanakan asuhan kebidanan

yang menyeluruh dan dibatasi oleh standard asuhan kebidanan pada

masa postpartum.

7) Langkah VII : Evaluasi

Evaluasi merupakan tindakan untuk memeriksa apakah rencana

perawatan yang dilakukan benar-benar telah mencapai tujuan, yaitu

memenuhi kebutuhan ibu, seperti yang diidentifikasi pada langkah

kedua tentang masalah, diagnosis, maupun kebutuhan perawatan

kesehatan.

d. Dokumentasi SOAP

Dokumentasi berisi pencatatan yang berisi bukti atau kesaksian

tentang suatu pencatatan. Dokumentasi dalam bidang kesehatan adalah

suatu sistem pencatatan atau pelaporan informasi atau kondisi data

perkembangan kesehatan pasien dan semua kegiatan yang dilakukan oleh

petugas kesehatan. Dalam pelayanan kebidanan setelah melakukan

pelayanan semua kegiatan didokumentasikan dengan menggunakan

konsep SOAP, yang terdiri dari :

151
152

S : Subyektif

Data ini diperoleh melalui anamnesa langsung atau allow

anamnesa (sebagai langkah I dalam manajemen Varney).

O : Obyektif

Hasil pemeriksaan fisik klien, serta pemeriksaan diagnostic dan

pendukung lain. Data ini termasuk catatan medis pasien yang lalu

(sebagai langkah I dalam manajemen Varney).

A : Assesment

Merupakan kesimpulan yang dibuat untuk mengambil suatu

diagnosa berdasarkan data subyektif dan obyektif. (sebagai langkah

II, III, IV dalam manajemen Varney).

P : Planning

Merupakan perencanaan pelaksanaan dan evaluasi sesuai

dengan kesimpulan. (sebagai langkah V, VI, VII dalam menejemen

varney).

5. Manajemen Asuhan Kebidanan pada Keluarga Berencana

a. Pengertian

Dokumentasi asuhan kebidanan pada keluarga berencana

merupakan bentuk catatan dari asuhan kebidanan yang diberikan pada

akseptor KB dengan menggunakan manajemen kebidanan yang tepat dan

sesuai standar pelayanan kebidanan.

152
153

b. Tujuan

Memenuhi pelayanan kesehatan reproduksi yang berkualitas serta

mengendalikan angka kelahiran yang pada akhirnya akan meningkatkan

kualitas penduduk dan mewujudkan keluarga yang berkualitas.

c. Langkah-langkah (7 langkah Varney)

1) Langkah I : Pengumpulan Data Dasar

Langkah pertama mengumpulkan data dasar yang menyeluruh

untuk mengevaluasi ibu KB. Data dasar ini meliputi pengkajian

riwayat, pemeriksaan fisik dan pelvic sesuai indikasi, meninjau

kembali proses perkembangan keperawatan saat ini atau catatan

rumah sakit terdahulu, dan meninjau kembali data hasil laboratorium

dan laporan penelitian terkait secara singkat.

2) Langkah II : Interpretasi Data

Menginterpretasikan data untuk kemudian diproses menjadi

masalah atau diagnosis serta kebutuhan perawatan kesehatan yang

diidentifikasi khusus. Kata masalah dan diagnosis sama-sama

digunakan karena beberapa masalah tidak dapat didefinisikan sebagai

sebuah diagnosis tetapi tetap perlu dipertimbangkan dalam

mengembangkan rencana perawatan kesehatan yang menyeluruh.

3) Langkah III : Mengidentifikasi Diagnosa atau Masalah Potensial

Mengidentifikasi masalah atau diagnosa potensial berdasarkan

masalah dan diagnosa saat ini berkenaan dengan tindakan antisipasi,

pencegahan, jika memungkinkan, menunggu dengan penuh waspada

153
154

dan persiapan terhadap semua keadaan yang mungkin muncul.

Langkah ini adalah langkah yang sangat penting dalam memberi

perawatan kesehatan yang aman.

4) Langkah IV : Identifikasi Kebutuhan yang Memerlukan Penanganan

Segera

Langkah keempat mencerminkan sikap kesinambungan proses

penatalaksanaan yang tidak hanya dilakukan selama perawatan primer

atau kunjungan prenatal periodik, tetapi juga saat bidan melakukan

perawatan berkelanjutan bagi wanita tersebut, misalnya saat ia

menjalani persalinan. Data baru yang diperoleh terus dikaji dan

kemudian di evaluasi.

5) Langkah V : Merencanakan Asuhan yang Menyeluruh

Mengembangkan sebuah rencana keperawatan yang

menyeluruh dengan mengacu pada hasil langkah sebelumnya.

Langkah ini merupakan pengembangan masalah atau diagnosis yang

diidentifikasi baik pada saat ini maupun yang dapat diantisipasi serta

perawatan kesehatan yang dibutuhkan.

6) Langkah VI : Melaksanakan Perencanaan

Melaksanakan rencana perawatan secara menyeluruh. Langkah

ini dapat dilakukan secara keseluruhan oleh bidan atau dilakukan

sebagian oleh ibu, orang tua, atau anggota tim kesehatan lainnya.

Apabila tidak dapat melakukannya sendiri, bidan bertanggung jawab

untuk memastikan implementasi benar-benar dilakukan. Rencana

154
155

asuhan menyeluruh seperti yang sudah diuraikan pada langkah kelima

dilaksanakan secara efisien dan aman.

7) Langkah VII : Evaluasi

Evaluasi merupakan tindakan untuk memeriksa apakah rencana

perawatan yang dilakukan benar-benar telah mencapai tujuan, yaitu

memenuhi kebutuhan ibu, seperti yang diidentifikasi pada langkah

kedua tentang masalah, diagnosis, maupun kebutuhan perawatan

kesehatan

d. Dokumentasi SOAP

Dokumentasi berisi pencatatan yang berisi bukti atau kesaksian

tentang suatu pencatatan. Dokumentasi dalam bidang kesehatan adalah

suatu sistem pencatatan atau pelaporan informasi atau kondisi data

perkembangan kesehatan pasien dan semua kegiatan yang dilakukan oleh

petugas kesehatan. Dalam pelayanan kebidanan setelah melakukan

pelayanan semua kegiatan didokumentasikan dengan menggunakan

konsep SOAP, yang terdiri dari :

S : Dada Subyektif

Data ini diperoleh melalui anamnesa langsung atau allow

anamnesa (sebagai langkah I dalam manajemen Varney).

O : Data Obyektif

Hasil pemeriksaan fisik klien, serta pemeriksaan diagnostic

dan pendukung lain. Data ini termasuk catatan medis pasien yang

lalu (sebagai langkah I dalam manajemen Varney).

155
156

A : Assesment

Merupakan kesimpulan yang dibuat untuk mengambil suatu

diagnosa berdasarkan data subyektif dan obyektif. (sebagai langkah

II, III, IV dalam manajemen Varney).

P : Planning

Merupakan perencanaan pelaksanaan dan evaluasi sesuai

dengan kesimpulan. (sebagai langkah V, VI, VII dalam menejemen

varney).

156
157

157
158

C. Kerangka Konsep

Peran bidan dalam


Asuhan Kebidanan
Komprehensif
- Kehamilan
Pelayanan asuhan Kesehatan dan
- Persalinan
oleh dr. Sp.OG kesejahteraan ibu
- Bayi baru lahir
dan bidan dan bayi baru lahir
- Nifas
- Keluarga berencana

Bagan 2.2 Kerangka Konsep

158

Anda mungkin juga menyukai