Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH

PIJAT OXYTOSIN

Disusun Oleh
RINDHO’AH,S.S.TKeb
NIP. 19800616 200501 2 016

DINAS KESEHATAN KABUPATEN KUDUS


UPTD PUSKESMAS DAWE
TAHUN 2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis penjatkan atas kehadirat Allah SWT karena atas rahmat-Nya
penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “ Pijat Oxytocin”.

Penulisan makalah ini merupakan salah satu syarat untuk memenuhi tugas dalam
Kenaikan Fungsional Jabatan. Dalam Penulisan makalah ini penulis merasa masih banyak
kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang
dimiliki penulis masih kurang baik. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat
penulis harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini.

Ucapan terima kasih kami tujukan kepada Semua pihak yang  telah memberi
dorongan dan motivasi sehingga dapat menyelesaikan makalah ini. Semoga makalah ini
dapat bermanfaat bagi kami dan juga pembaca. Amiin.

KUDUS, April 2021

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ……………………………………………… I

KATA PENGANTAR..…………………………………………… II

DAFTAR ISI ……………………………………………………… III

BAB I PENDAHULUAN.……………………………………… 1

A. Latar Belakang…………………………………….. 1
B. Tujuan Penulisan.………………………………….. 3
C. Manfaat Penulisan………………………………….. 3
BAB II TINJAUAN TEORI ……………………………………. 5

A. Post Partem.……………………………………….. 5
B. Konsep Menyusui………………………………….. 9
C. Pijat Oxytosin .…………………………………….. 15
BAB III ASUHAN KEBIDANAN …………………………….… 18

A. Pengertian Manajemen Kebidanan………………. 18


B. Tahapan dalam Manajemen Kebidanan .…………. 19
C. Pemdokumentasian Askeb..………………………. 21
BAB IV PEMBAHASAN……………………………………….. 24

BAB V PENUTUP …………………………………………… 26

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Bayi baru lahir perlu mendapat perawatan yang optimal sejak dini
termasuk pemberian makanan yang ideal. Tidak ada satupun makananan yang
ideal untuk bayi baru lahir selain ASI. Air Susu Ibu (ASI) merupakan nutrisi
alamiah bagi bayi dengan kandungan gizi paling sesuai untuk pertumbuhan
optimal (Kemenkes, 2014). Pemberian ASI eksklusif dapat mencegah kematian
bayi. Data menunjukkan bahwa angka kematian bayi di Indonesia berdasarkan
hasil survei demografi dan kesehatan Indonesia (SDKI) 2018 memperlihatkan
bahwa AKB sebesar 32 kematian per 1.000 kelahiran hidup, angka ini lebih
tinggidibanding AKB yang direncanakan pada target MDG’s yaitu 23 per
1.000 kelahiran hidup (Kemenkes RI, 2018). Tingginya AKB dan masalah gizi
pada bayi dapat ditangani sejak awal dengan cara pemberian Air Susu Ibu
(ASI). Menurut penelitian yang dilakukan oleh UNICEF, risiko angka
kematian bayi (AKB) bisa berkurang sebanyak 22% dengan pemberian ASI
ekslusif dan menyusui sampai 2 tahun. Khusus untuk kematian neonatus dapat
ditekan hingga 55-87% jika setiap bayi lahir dilakukan IMD dan diberikan ASI
eksklusif. Selain itu kasus kurang gizi pada anak di bawah usia dua tahun juga
dapat diatasi melalui pemberian ASI eksklusif.
World Health Organitation (WHO) dan United Nation International
Children’s Emergency Fund (UNICEF) menganjurkan pemberian ASI saja
sampai bayi berusia 6 bulan, tanpa pemberian cairan tanpa makanan selain ASI
(IDAI, 2013). Hal ini dikarenakan ASI adalah nutrisi alamiah terbaik bagi bayi
dengan kandungan gizi paling sesuai untuk pertumbuhan optimal (Hegar,
2016). WHO (2016) menjelaskan bahwa terdapat 35.5% bayi berusia kurang
dari 6 bulan yang mendapatkan ASI Eksklusif. Cakupan ASI Eksklusif di India
sudah mencapai 46%, di Philippines 34%, di Vietnam 27% dan di Myanmar
24%. Data di Indonesia mencapai 54,3% bayi yang mendapatkan ASI
eksklusif, dimana data ini meningkat dari data sebelumnya. Peningkatan
cakupan pemberian Air Susu Ibu (ASI) Eksklusif 0–6 bulan dikarenakan
1
meningkatnya kesadaran masyarakat tentang pentingnya ASI eksklusif bagi
bayi (Kemenkes, 2018).
Pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan dapat menjamin kecukupan gizi
bayi serta meningkatkan daya tahan tubuh terhadap penyakit infeksi. Manfaat
lain yang diperoleh dari pemberian ASI adalah hemat dan mudah dalam
pemberiannya serta manfaat jangka panjang adalah meningkatkan kualitas
generasi penerus karena ASI dapat meningkatkan kecerdasan intelektual dan
emosional anak (Marmi, 2015). Air susu ibu (ASI) adalah cairan kehidupan
terbaik yang sangat dibutuhkan oleh bayi. ASI mengandung berbagai zat yang
penting untuk tumbuh kembang bayi dan sesuai dengan kebutuhannya.
Penurunan produksi ASI pada hari-hari pertama setelah melahirkan dapat
disebabkan oleh kurangnya rangsangan hormon prolaktin dan oksitosin yang
sangat berperan dalam kelancaran produksi ASI.
Menyusui dini di jam pertama kelahiran jika tidak dapat dilakukan oleh
ibu akan menyebabkan proses menyusu tertunda, maka alternatif yang dapat
dilakukan adalah memerah atau memompa ASI selama 10-20 menit hingga
bayi dapat menyusu. Tindakan tersebut dapat membantu memaksimalkan
reseptor prolaktin dan meminimalkan efek samping dari tertundanya proses
menyusui oleh bayi (Kurniarum, 2016). Menyusui merupakan kejadian alamiah
pada setiap ibu post partum. Keberhasilan menyusui dengan optimal, seorang
ibu harus mengetahui tentang air susu ibu (ASI) itu sendiri serta
penatalaksanaan menyusui. Kegagalan menyusui sering disebabkan karena
faktor psikologis ibu pada hari-hari awal proses menyusui. Ibu sering merasa
takut kalau ASI yang dihasilkan tidak mencukupi kebutuhan bayinya (Utami,
2014). Kelancaran Produksi ASI sangat penting untuk memenuhi kebutuhan
bayi. Permasalahan ASI yang tidak keluar atau jumlah ASI merasa sedikit, itu
bisa terjadi pada ibu post partum. Keadaan yang mempengaruhi produksi ASI
pada ibu post partum adalah penggunaan obat-obatan saat persalinan.
Upaya untuk membantu pencapaian peran maternal pada ibu post
partum, untuk kelancaran dan meningkatkan produksi ASI adalah dengan
melakukan pijatan atau rangsangan (Suherni, 2014). Penelitian yang dilakukan

2
3

oleh Netty (2015), fenomena keberhasilan pijat oksitosin terhadap ASI yaitu
55%. Pijatan atau rangsangan pada tulang belakang akan merangsang hipofise
posterior mengeluarkan hormon oksitosin, selanjutnya akan merangsang
kontraksi sel mioepitel di payudara untuk mengeluarkan air susu. Pijatan ini
juga akan memberikan efek relaksasi, menghilangkan ketegangan dan stress
sehingga hormone oksitosin keluar dan akan membantu pengeluaran ASI
sehingga kebutuhan ASI dapat tercukupi. Pijat oksitosin merupakan pemijatan
pada sepanjang tulang belakang (vertebrae) sampai tulang costae 5 sampai ke 6
dan merupakan usaha untuk merangsang hormon prolaktin dan oksitosin
setelah melahirkan, Jika ibu rileks dantidak kelelahan setelah melahirkan dapat
membantu merangsang pengeluaran hormon oksitosin (Lestari, 2016).
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka makalah ini akan
membahas tentang pengaruh pijat oksitosin terhadap kelancaran ASI pada ibu
post partum.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mengetahui asuhan kebidanan dengan teknik pijat oksitosin pada ibu
post partum.
2. Tujuan Khusus
a. Mendiskripsikan teori konsep teknik pijat oksitosin pada ibu post partum.
b. Mendiskripsikan teori asuhan kebidanan teknik pijat oksitosin pada ibu
post partum.
c. Mendiskripsikan penerapan teknik pijat oksitosin pada ibu post partum.

C. Manfaat
1. Bagi Penulis
Hasil penelian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan
pengetahuan mengenai pengaruh pengaruh teknik pijat oksitosin dalam
meningkatkan produksi ASI ibu post partum sehingga dapat dijadikan acuan
untuk penelitian selanjutnya.
4

2. Bagi Ibu Post Partum


Ibu post partum mendapatkan solusi dalam meningkatkan produksi
ASI dengan melakukan teknik oksitosin.
3. Bagi Puskesmas
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan
pemikiran dan pengetahuan baru mengenai pengaruh teknik pijat oksitosin
terhadap produksi ASI ibu post partum untuk dapat dilakukan oleh tenaga
kesehatan.
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Post Partum
1. Pengertian
Masa post partum atau puerperium atau masa nifas adalah waktu sejak
bayi dilahirkan dan plasenta keluar lepas dari rahim, sampai 6 minggu
berikutnya, disertai dengan pulihnya kembali organ yang berkaitan dengan
kandungan yang mengalami perubahan seperti perlukaan dan lainnya yang
berkaitan saat melahirkan (Bobak, 2014). Masa post partum dimulai setelah
kelahiran plasenta dan berakhir ketika alat kandungan kembali seperti
keadaan sebelum hamil, masa ini berlangsung selama kira-kira 6 minggu
(Syaifudin, 2015).
2. Tahapan Masa Post Partum
Tahapan dalam masa post partum atau puerperium adalah;
a. Puerperium dini, yaitu saat ibu dibolehkan berdiri dan berjalan-jalan.
b. Puerperium intermedial, yaitu masa kepulihan menyeluruh dari organ-
organ genital, kira-kira antara 6-8 minggu.
c. Remot puerperium, yaitu waktu yang untuk pulih dan sehat sempurna
terutama ibu yang mengalami komplikasi selama hamil atau persalinan
(Wiknjosastro, 2012).
3. Tujuan Asuhan Post Partum
a. Menjaga kesehatan ibu dan bayinya, baik fisik maupuan psikologik
b. Melaksanakan skrining secara komprehensif, deteksi dini, mengobati atau
merujuk bila terjadi komplikasi pada ibu maupun bayinya.
c. Memberikan penyuluhan pada ibu tentang gizi, menyusui, pemberian
imunisasai pada bayi, perawatan bayi sehat dan keluarga berencana.
d. Memberikan pelayanan keluarga berencana (Bobaks, 2014).
4. Perubahan Masa Post Partum
a. Uterus berangsur mengecil yang akhirnya kembali seperti sebelum hamil.
Saat bayi lahir beratnya kira-kira 1000 gr, pada 1 minggu post partum

5
6

menjadi kurang lebih 500 gr, 2 minggu postpartum menjadi 300 gr, dan
setelah 6 minggu menjadi 10-60 gr. Perubahan ini berhubungan erat
dengan perubahan-perubahan pada miometrium.
b. Plasenta bed menjadi mengecil karena kontraksi dan menonjol ke cavum
uteri dengan diameter 7,5 cm, pada minggu ke-3 menjadi 3,5 cm, minggu
ke-6 menjadi 2,4 cm dan akhirnya pulih (Wiknjosastro, 2012).
c. Endometrium terjadi trombosis, degenerasi dan nekrosis di tempat
implantasi plasenta. Pada hari pertama endometrium kira-kira setebal 2-3
mm dengan permukaan yang kasar akibat pelepasan desidua dan selaput
janin. Setelah 3 hari, permukaan endometrium mulai rata. Lepasnya sel-
sel dari bagian yang mengalami degenerasi. Sebagian besar endometrium
terlepas. Regenerasi endometrium terjadi dari sisa-sisa sel desidua
basalis, yang memakan waktu 2-8 minggu. Jaringan-jaringan di tempat
implantasi plasenta mengalami proses yang sama, yaitu degenerasai
kemudian terlepas. Pelepasan jaringan bergenerasi ini berlangsung
lengkap. Dengan demikian, tidak ada pembentukan jaringan parut bekas
tempat impantasi plasenta (Manuaba, 2015).
d. Luka jalan lahir, bila tidak disertai infeksi akan sembuh 6-7 hari.
e. Munculnya lochea, yaitu cairan yang berasal dari kavum uteri dan vagina
pada masa nifas yang meliputi;
1) Lochea rubra (cruenta), yaitu berisi darah segar dan sisa selaput
ketuban, sel desidua, vernik caseosa, lanugo dan mekonium, selama
dua hari pascapersalinan.
2) Lochea sanguinolenta, berwarna merah kuning berisi darah dan lendir,
hari ke-3 sampai ke-7 pascapersalinan.
3) Lochea serosa, berwarna kuning, cairan tidak berubah lagi, pada hari
ke-7 sampai ke-14 pascapersalinan.
4) Lochea alba, cairan putih setelah 2 minggu.
5) Lochea purulenta, terjadi infeksi, keluar cairan seperti nanah dan
berbau busuk.
6) Lochiostasis, yaitu lochea yang tidak lancar keluarnya.
7

f. Serviks mengalami involusi bersama-sama uterus. Setelah persalinan,


ostium eksterna dapat dimasuki oleh 2 hingga 3 jari tangan, setelah 6
minggu persalinan serviks menutup (Manuaba, 2015).
g. Ligamen, fasia dan diafragma pelvis yang meregang pada waktu
persalinan, setelah bayi lahir secara berangsur-angsur menjadi ciut dan
pulih kembali sehingga tidak jarang uterus jatuh ke belakang dan menjadi
retrofleksi karena ligamentum rotundum menjadi kendor (Ambarwati,
2014).
h. Hemokonsentrasi, pada masa hamil didapat hubungan pendek yang
dikenal sebagai shunt antara sirkulasi ibu dan plasenta. Setelah
melahirkan, shunt akan hilang dengan tiba-tiba. Otot uterus yang
berkontraksi dan pembuluh darah yang berada diantara anyaman otot-
otot uterus akan terjepit. Proses ini akan menghentikan perdarahan
setelah plasenta dilahirkan. Volume darah pada ibu relatif akan
bertambah. Keadaan ini menimbulkan beban pada jantung, sehingga
dapat menimbulkan dekompensasi kordis pada penderita vitium kordis.
Keadaan ini diatasi melalui mekanisme kompensasi dengan timbulnya
hemokonsentrasi sehingga volume darah kembali seperti semula.
Umumnya terjadi pada hari ke 3-15 hari post partum (Saleha, 2012).
i. Sistem Endokrin, kadar estrogen menurun 10% dalam waktu sekitar 3
jam post partum. Progesteron turun pada hari ke 3 post partum. Kadar
prolaktin dalam darah berangsur-angsur hilang. Dua fenomena hormonal
tersebut akan menyebabkan menstruasi dan laktasi (Suherni, 2014).
j. Vulva dan vagina mengalami penekanan serta peregangan yang sangat
besar selama proses melahirkan bayi dan dalam beberapa hari pertama
sesudah proses tersebut, kedua organ ini tetap berada dalam keadaan
kendur. Setelah 3 minggu vulva dan vagina kembali kepada keadaan
tidak hamil dan rugae dalam vagina secara berangsur-angsur akan
muncul kembali sementara labia menjadi lebih menonjol.
k. Perineum setelah melahirkan menjadi kendur karena sebelumnya
teregang oleh tekanan kepala bayi yang bergerak maju. Pada post natal
8

hari ke 5, perineum sudah kembali sebagian besar tonusnya sekalipun


tetap lebih kendur dari pada keadaan sebelum melahirkan (Suherni,
2014).
l. Perubahan Payudara dan Masa Laktasi. Sejak kehamilan muda sudah
terdapat persiapan pada kelenjar mamae untuk menghadapi masa laktasi.
Mammae akan mengalami proliferasi, terutama kelenjar dan alveolus
mamae dan lemak. Pada duktus laktiferus terdapat cairan yang terkadang
dapat dikeluarkan, warna kuning (kolostrum) yang sudah ada saat
persalinan produksi ASI terjadi pada hari ke-2 atau hari ke-3 setelah
persalinan. Hipervaskularisasi terdapat pada permukaan maupun pada
bagian mamae. Pembuluh vena berdilatasi dan tampak dengan jelas.
Payudara menjadi besar dan keras sebagai tanda proses laktasi (Saleha,
2012).
m. Kembalinya Siklus Menstruasi. Kadar prolaktin dan oksitosin yang
berangsur menurun menyebabkan kembalinya siklus menstruasi. Selain
itu kadar estrogen dan progesteron justru merangsang ovulasi.
5. Adaptasi Ibu Post Partum
a. Periode masa nifas merupakan waktu stres, terutama ibu primipara.
b. Respon dan support dari keluarga dan teman dekat.
c. Fungsi yang mempengaruhi untuk sukses dan lancarnya masa transisi
menjadi orang tua.
d. Riwayat pengalaman hamil dan melahirklan yang lalu.
e. Harapan atau keinginan dan aspirasi ibu saat hamil dan melahirkan.
Periode ini terbagi menjadi 3 tahap yaitu :
1) Taking In Period; terjadi pada hari 1-2 setelah persalinan, ibu masih
pasif dan sangat tergantung dan fokus terhadap tubuhnya.
2) Taking Hold Period; berlangsung 3-4 hari post partum, ibu lebih
berkonsentrasi pada kemampuannya menerima tanggungjawab
sepenuhnya terhadap perawatan bayi. Pada masa ini ibu menjadi
sangat sensitif sehingga membutuhkan bimbingan dan dorongan
9

perawat untuk mengatasi kritikan yang dialami ibu (Kurniarum,


2016).
3) Letting Go Period; dialami setelah tiba di rumah secara penuh
merupakan pengaturan bersama keluarga, ibu menerima tanggung
jawab sebagai ibu dan ibu menyadari atau merasa kebutuhan bayi
yang sangat tergantung dari kesehatan sebagai ibu (Cunningham,
2012).

B. Konsep Menyusui
1. Definisi
Menyusui adalah salah satu komponen dari proses reproduksi yang
terdiri atas haid, konsepsi, kehamilan, persalinan, menyusui, dan penyapihan
(Proverawati, 2015). Menyusui merupakan kegiatan yang menyenangkan
bagi ibu sekaligus memberikan manfaat yang tidak terhingga pada anak
(Utami, 2014). Menyusui mempunyai dua pengertian, yaitu produksi dan
pengeluaran (Perinasia, 2014). Pemberian air susu ibu (ASI) secara eklusif
misalnya, merupakan langkah awal yang penting bagi bayi agar tumbuh
sehat dan tercipta sumber daya manusia yang tangguh, tidak hanya sehat
dan cerdas namun juga memiliki kecerdasan emosional dan sosial
(emotional and sosial quotion) yang lebih baik.
ASI (Air Susu Ibu) adalah istilah untuk cairan putih yang dihasilkan
kelenjar payudara wanita melalui proses laktasi. ASI terdiri dari berbagai
komponen gizi dan non gizi. Komposisi ASI tidak sama selama periode
menyusui, pada akhir menyusui kadar lemak 4-5 kali dan kadar protein 1,5
kali lebih tinggi daripada awal menyusui dan juga terjadi variasi dari hari ke
hari selama periode laktasi (Proverawati, 2015).
2. Fisiologi Menyusui
Pada masa kehamilan terjadi proses pembesaran mammae, hal ini
disebabkan oleh karena berkembangnya kelenjar mammae, terjadinya
proliferasi sel-sel duktus laktiferus dan sel-sel pembuat air susu ibu karena
pengaruh beberapa hormone yaitu hormone estrogen, progesterone, dan
10

prolactin. Setelah persalinan dengan adanya pelepasan placenta, kadar


estrogen dan progesterone mengalami penurunan sehingga tidak ada lagi
hambatan terhadap hormone prolactin dengan demikian akan timbul sekresi
air susu ibu (Proverawati, 2015).
Dua refleks pada ibu yang sangat penting dalam proses laktasi, refleks
prolaktin dan refleks aliran timbul akibat perangsangan puting susu oleh
hisapan bayi.
a. Refleks Prolaktin
Dalam puting susu terdapat banyak ujung sensoris. Bila ini
dirangsang, timbul impuls yang menuju hipotalamus selanjutnya ke
kelenjar hipofisis bagian depan sehingga kelenjar ini mengeluarkan
hormon prolaktin. Hormon inilah yang berperan dalam produksi ASI di
tingkat alveoli. Dengan demikian mudah dipahami bahwa makin sering
rangsangan penyusuan makin banyak pula produksi ASI.
b. Refleks Aliran (let down reflex)
Rangsangan puting susu tidak hanya diteruskan sampai ke kelenjar
hipofisis depan, tetapi juga kelenjar hipofisis bagian belakang, yang
mengeluarkan hormon oksitosin. Hormon ini berfungsi memacu
kontraksi otot polos yang ada di dinding alveolus dan dinding saluran,
sehingga ASI dipompa keluar. Makin sering menyusui, pengosongan
alveolus dan saluran makin baik sehingga kemungkinan terjadinya
bendungan susu makin kecil, dan menyusui akan makin lancar. Saluran
ASI yang mengalami bendungan tidak hanya menganggu penyusunan,
tetapi juga berakibat mudah terkena infeksi.
3. Manfaat Menyusui
Menurut Utami (2014) menyusui bermanfaat bagi bayi, ibu, keluarga
dan masyarakat. Manfaat bagi bayi yaitu;
a. ASI mengandung zat gizi lengkap sesuai dengan kebutuhan bayi.
b. ASI mengandung zat protectif yang dapat menurunkan resiko infeksi
pada bayi.
11

c. Menyusui memberikan efek psikologis bagi bayi karena ada kontak


langsung kulit ibu dan kulit bayi.
d. Menyusui mengurangi resiko kejadian mal oklusi dan caries gigi pada
bayi.
e. Menyusui dapat mengurangi resiko obesitas serta dapat meningkatkan
berat badan bayi dengan baik.
Manfaat menyusui bagi Ibu yaitu;
a. Membantu merangsang kontraksi uterus : isapan merangsang
terbentuknya oksitosin oleh kelenjar hipofisissehingga dapat mencegah
perdarahan dan mempercepat proses involusio uteri.
b. Mencegah terjadinya anemia defisiensi besi.
c. Menjarangkan kehamilan : jarak kehamilan bagi ibu menyusui 24 bulan
daripadayang tidak menyusui.
d. Ibu bangga dan merasa diperlukan oleh bayi.
Manfaat menyusui bagi keluarga yaitu;
a. Hemat karena tidak mengeluarkan biaya untuk membeli susu formula.
b. Praktis karena ASI selalu ada setiap saat dan tidak repot.
c. Dapat mempererat hubungan atau kasih saying dengan anak karena
dengan menyusui akan menjarangkan kehamilan.
Manfaat menyusui bagi Negara yaitu:
a. Bayi yang disusui mempunyai kekebalan yang lebih daripada bayi yang
tidak disusui sehingga dapat menurunkan resiko sakit, maka Angka
Kesakitan dan Angka Kematian Bayi akan turun.
b. Kualitas Sumber Daya Manusia akan meningkat.
c. Menghemat devisa negara dalam pembelian produk susu formula.
d. Menurunkan subsidi rumah sakit.
4. Jenis ASI
Menurut Kemenkes (2014) ASI dibagi menjadi beberapa jenis
berdasarkan kandungan zat gizi dan hari produksinya yaitu :
12

a. Kolustrum. Kolustrum adalah ASI yang pertama kali dihasilkan oleh ibu.
Kolustrum biasanya diproduksi pada hari pertama sampai hari ke 3 post
partum.
b. ASI Transisi. ASI transisi adalah ASI peralihan dari kolostrum sampai
menjadi ASI matur yang biasanya dieksresikan pada hari ke-4 sampai
hari ke-10.
c. ASI mature, merupakan ASI yang disekresi pada hari ke-10 kompesisi
relative konstan. ASI mature adalah makanan satu-satunya yang paling
baik dan cukup untuk bayi sampai umur 6 bulan.
5. Komposisi ASI
Zat gizi yang terkandung di dalam ASI adalah :
d. Lemak, merupakan sumber kalori pertama dalam ASI walaupun kadar
lemak dalam ASI tinggi (3,5 –4,5%).
e. Karbohidrat. Karbohidrat utama dalam ASI adalah lactose, laktose
mudah diurai menjadi glukosa dan galaktosa dengan bantuan enzim
lactose.
f. Protein ASI mengandung protein lebih rendah dari air susu sapi (ASS)
tetapi protein ASI ini mempunyai nilai nutrisi yang lebih tinggi karena
lebih mudah dicerna.
g. VitaminASI mengandung vitamin A, B, C, D (terutama terdapat di
colostrom) dan vitamin K yang berfungsi sebagai kataliafus pada proses
pembekuan darah.
h. Garam dan Mineral Kadar garam dan mineral ASi lebih rendah
disbanding susu sapi, tetapi cukup untuk bayi sampai umur 6 bulan,
kadar Fe dan Ce paling stabil tidak dipengaruhi oleh diit ibu.
i. Mengandung zat protektif.
6. Mengeluarkan ASI
a. Mengeluarkan ASI dengan Tangan
Mengosongkan ASI dengan tangan merupakan cara
mengeluarkan ASI yang paling baik, paling dianjurkan, terlembut
walaupun beberapa ibu mengalami kesukaran waktu pertama-tama
13

melakukannya. Dengan mempelajari cara yang benar dan latihan yang


sering, mengeluarkan ASI dengan tangan merupakan cara yang efektif,
ekonomis dan cepat. Caranya :
1) Cuci tangan sampai bersih.
2) Pegang cangkir yang bersih untuk menampung ASI.
3) Condongkan badan ke depan dan sangga payudara dengan tangan.
4) Letakkan ibu jari pada batas atas areola mammae dan letakkan jari
telunjuk pada batas areola bagian bawah sehingga berhadapan.
5) Tekan kedua jari ini kedalam kearah dinding dada tanpa menggeser
letak kedua jari.
6) Pijat daerah diantara kedua jari tadi kearah depan sehingga akan
memeras dan mengeluarkan ASI yang berada didalam sinus
lactiferous.
7) Ulangi gerakan tekan, pijat dan lepas beberapa kali.
8) Setelah pancaran ASI berkurang pindahkan posisi ibu jari dan telunjuk
tadi dengan cara diputar pada sisi lain dari batas areola dengan kedua
jari selalu berhadapan.
9) Lakukan hal yang sama pada setiap posisi sehingga ASI akan terperah
dari semua bagian payudara.
10) Jangan menekan, memijat atau menarik puting susu karena ini tidak
akan mengeluarkan ASI dan akan menyebabkan rasa sakit.
b. Cara Mengosongkan ASI dengan Pompa
Terdapat beberapa macam bentuk pompa, yaitu;
1) Pompa Manual. Pompa manual/tangan sering dipergunakan karena
murah, potable, mudah dibersihkan dan umumnya mudah digunakan.
2) Tipe Silindris. Pompa tipe ini efektif dan mudah dipakai, kekuatan
tekanan isapan mudah dikontrol. Baik kedua silinder maupun gerakan
memompa berada dalam garis lurus. Terbuat dari palstik dengan
tempat penampungan ASI dibagian bawah silinder
14

3) Pompa Elektrik. Beberapa macam pompa listrik sudah ada dibeberapa


kota besar. Karena umumnya harganya sangat mahal sehingga
penggunaannya terbatas di rumah sakit-rumah sakit besar.
Cara mengosoongkan payudara dengan pompa adalah;
1) Pilih tempat yang tenang dan nyaman pada saat memerah ASI, tempat
yang ideal seharusnya dimana ibu tidak diganggu oleh suara bel pintu
atau telepon masuk.
2) Cuci tangan dengan sabun sedangkan payudara dibersihkan dengan air
3) Sebelum memulai pemerahan, minumlah air atau cairan lain, seperti :
susu, jus, teh/kopi, sup, disarankan minuman hangat agar membantu
menstimulasi payudara.
4) Saat memerah ASI, ibu harus dalam kondisi santai. Kondisi piskologis
ibu sangat emnentukan keberhasilan ASI eksklusif. Menurut hasil
penelitian, lebih dari 80% kegagalan ibu menyusui dalam memberikan
ASI eksklusif adalah faktor psikologis ibu menyusui. Saat ibu
memeras ASI jangan tegang dan jangan ditargetkan berapa banyak
ASI yang harus dikeluarkan.
5) Jika ada masalah dalam ASI jangan ragu untuk menghubungi atau
konsultasi ke bidan atau klinik laktasi.
7. Faktor Produksi ASI
Menurut Rahayu (2012) faktor-faktor yang mempengaruhi produksi
ASI adalah;
a. Nutrisi.
b. Frekuensi menyusui. Semakin sering payudara dihisap maka akan
semakin banyak memproduksi ASI.
c. Istirahat dan tidur.
d. Psikologis.
e. Penggunaan kontrasepsi.
f. Teknik menyusui
15

C. Pijat Oksitosin
1. Definisi
Pijat oksitosina dalah suatu tindakan pemijatan tulang belakang mulai
dari nervus ke 5-6 sampai scapula yang akan mempercepat kerja saraf
parasimpatis untuk menyampaikan perintah keotak bagian belakang
sehingga oksitosin keluar. Hormon oksitosin adalah hormon yang
berfungsi untuk merangsang sekresi Air Susu Ibu (ASI) (Astutik, 2014).
2. Fisiologis
Pijatan atau rangsangan pada tulang belakang/tulang costae kelima-
keenam dan merupakan usaha untuk merangsang hormon prolaktin dan
oksitosin setelah melahirkan, neurotransmitter akan merangsang medulla
oblongata langsung mengirim pesan ke hypothalamus di hypofiseposterior
untuk mengeluarkan oksitosin sehingga menyebabkan buah dada
mengeluarkan air susunya. Pijatan di daerah tulang belakang ini juga akan
merileksasi ketegangan dan menghilangkan stress dan dengan begitu
hormon oksitosoin keluar dan akan membantu pengeluaran air susu ibu,
dibantu dengan isapan bayi pada puting susu pada saat segera setelah bayi
lahir (Kiftia, 2014).
3. Manfaat Pijat Oxytocin
Pijat oksitosin memberikan banyak manfaat dalam proses menyusui,
manfaat yang dilaporkan adalah selain mengurangistress pada ibu nifas dan
mengurangi nyeri pada tulang belakang juga dapat merangsang kerja
hormon oksitosin, manfaat lain dari pijat oksitosin (Astutik, 2014).
a. Meningkatkan kenyamanan,
b. Meningkatkan gerak ASI kepayudara,
c. Menambah pengisian ASI kepayudara,
d. Memperlancar pengeluaran ASI,
e. Dan, mempercepat proses involusi uterus
4. Langkah-Langkah melakukan Pijat ASI teknik Oksitosin
Langkah-langkah melakukan pijat ASI dengan metode oksitosin
sebagai berikut;
16

a. Melepaskan baju ibu bagian atas.Ibu miring ke kanan maupun kekiri, lalu
memeluk bantal, namun ada dua posisi alternatif, yaitu: boleh telungkup
di meja
b. Memasang handuk.Melumuri kedua telapak tangan dengan minyak atau
baby oil.
c. Memijat sepanjang kedua sisi tulang belakang ibu dengan menggunakan
dua kepala tangan, dengan ibu jari menunjuk ke depan.
d. Menekan kuat-kuat kedua sisi tulang belakang membentuk gerakan-
gerakan melingkar kecil-kecil dengan kedua ibu jarinya.
e. Pada saat bersamaan, memijat kedua sisi tulang belakang kearah bawah,
dari leher kearah tulang belikat, selama 2-3 menit
f. Mengulangi pemijatan hingga 3 kali.
g. Membersihkan punggung ibu dengan waslap air hangat dan dingin secara
bergantian.

Gambar Pijat Oxytocin

5. Waktu atau lamanya pijat oxytocin


Pijat oxytocin dilakukan selama 2-3 menit. Sebelum dilakukan proses
pemijatan oxytocin, tahap persiapan dilakukan selama 3 sampai 5 menit, ini
digunakan untuk menjadikan relaksasi tubuh pasien dan menyiapkan
kebutuhan pemijatan. Jika terjadi pengulangan dapat dilakukan setelah 5
menit supaya proses sirkulasi menjadi lebih lancar. Hal ini untuk
mengurangi spasme dan nyeri pemijatan jika terlalu lama (Kiftia, 2014).
BAB III
ASUHAN KEBIDANAN

A. Pengertian Manajemen Kebidanan


Manajemen kebidanan adalah pendekatan yang di gunakan oleh bidan
dalam menerapkan metode pemecahan masalah secara sistematis, mulai dari
pengkajian, analisis data, diagnosa kebidanan, perencanaan, pelaksanaan, dan
evaluasi. Manajemen kebidanan merupakan suatu metode atau bentuk yang
digunakan oleh bidan dalam memberi asuahn kebidanan. Langkah-langkah
dalam manajemen kebidanan menggambarkan alur pola berfikir dan bertindak
bidan dalam pengambilan keputusan klinis untuk mengatasi masalah
(Cunningham, 2012).
Menurut Helen Varney, proses penyelesaian masalah merupakan salah
satu upaya yang dapat digunakan dalam manajemen kebidanan. Varney
berpendapat bahwa dalam melakukan manajemen kebidanan, bidan harus
memiliki kemampuan berfikir secara kritis untuk menegakkan diagnosa atau
masalah potensial kebidanan. Selain itu, diperlukan pula kemampuan
kolaborasi atau kerja sama. Hal ini dapat digunakan sebagai dasar dalam
perencanaan kebidanan selanjutnya. Proses manajemen terdiri dari 7 (tujuh)
langkah berurutan dimana setiap langkah disempurnakan secara periodik.
Proses dimulai dengan pengumpulan data dasar dan berakhir dengan evaluasi.
Ketujuh langkah tersebut membentuk suatu kerangka lengkap yang
diaplikasikan dalam situasi apapun. Akan tetapi langkah dapat diuraikan lagi
menjadi langkah-langkah yang lebih rinci dan bisa berubah sesuai dengan
kondisi klien (Varney, 2012).

B. Tahapan dalam Manajemen Kebidanan


1. Langkah I. Identifikasi Data Dasar
Pada langkah pertama ini dikumpulkan semua informasi yang akurat
dan lengkap dari semua sumber yang berkaitan dengan kondisi klien untuk
memperoleh data dilakukan dengan cara :

18
19

a. Pertama yaitu anamnesis, dimana akan didapatkan data subjektif dari


pasien seperti ibu akan mengeluhkan payudara bengkak, terasa keras, ibu
meresa demam dan dirasakan pada hari ketiga setelah persalinan. Kedua,
yaitu akan didapatkan data objektif dengan melakukan pemeriksaan fisik
sesuai dengan kebutuhannya, pada pemeriksaan fisik ini akan dilakukan
inspeksi dan palpasi pada payudara dan akan didapatkan hasil
pemeriksaan payudara warnanya kemerahan, payudara bengkak, keras
dan nyeri bila ditekan.
b. Ketiga yaitu pemeriksaan tanda-tanda vital, pada kasus ini
memungkinkan akan didapatkan hasil pemeriksaan dimana suhu tubuh
bisa mencapai 38 0C.
2. Langkah II. Identifikasi diagnosa/Masalah actual
Pada langkah ini dilakukan identifikasi yang benar tehadap diagnosa
atau masalah kebutuhan klien beradarkan interpretasi yang benar atas data-
data yang telah dikumpulakan. Data dasar yang sudah dikumpulkan di
interpretasikan, sehingga dapat merumuskan diagnosa dan masalah yang
spesifik. Diagnosa bendungan ASI ditegakkan berdasarkan data subjektif
dari pasien dan data objektif yang telah didapatkan, serta pada pemeriksaan
fisik yang telah dilakukan. Bendungan ASI ditegakkan jika didapatkan
payudara warnanya kemerahan, payudara bengkak, keras, nyeri bila ditekan,
suhu tubuh bisa mencapai 38 0C dan terjadi pada hari ke 3-5 setelah
persalinan. Jika ibu mengalami bendungan ASI, ASI nya tidak keluar atau
belum lancar, maka kemungkinan disebabkan oleh pengosongan mammae
yang tidak sempurna, hisapan bayi yang tidak aktif, posisi menyusui bayi
yang tidak benar, puting susu terbenam, dan puting susu terlalu panjang.
3. Langkah III. Antisipasi diagnosa/Masalah potensial
Pada langkah ini kita mengidentifikasi diagnosa atau masalah
potensial dan mengantisipasi penanganannya. Pada langkah ini kita
mengidentifikasi masalah potensial atau diagnosis potensial yang
berdasarkan rangkaian masalah dan diagnosa yang sudah diidentifikasikan.
Langkah ini membutuhkan antisipasi bila memungkinkan dilakukan
20

pencegahan, sambil mengamati klien, bidan diharapkan dapat bersiap-siap


bila diagnosa/masalah potensial ini benar-benar terjadi. Langkah ini sangat
penting dalam melakukan asuhan yang aman. Pada kasus bendungan ASI,
maka perlu dilakukan antisipasi terjadinya mastitis karena pada kasus ini,
bendungan ASI merupakan gejala awal akan terjadinya mastitis dan jika
tidak ditangani dengan baik kemungkinan akan terjadi mastitis, sehingga
perlu untuk dilakukan antisipasi.
4. Langkah IV. Tindakan segera/Kolaborasi
Pada langkah ini mencerminkan kesinambungan dari proses
manajemen kebidanan. Bidan menetapkan kebutuhan terhadap tindakan
segera, melakukan konsultasi, dan kolaborasi dengan tenaga kesehatan yang
lain berdasarkan kondisi klien, pada langkah ini bidan juga harus
merumuskan tindakan emergency untuk menyelamatkan ibu, yang mampu
dilakukan secara mandiri dan bersifat rujukan.
5. Langkah V. Rencana asuhan kebidanan
Pada langkah ini direncanakan asuhan yang menyeluruh ditentukan
oleh langkah-langkah sebelumnya dan merupakan lanjutan manajemen
terhadap diagnosa atau masalah yang telah diidentifikasi atau diadaptasi.
Setiap rencana asuhan harus disertai oleh klien dan bidan agar dapat
melaksanakan dengan efektif (Saleha, 2012).
Rencana asuhan yang akan dilakukan yaitu lakukan perawatan
payudara, ajarkan teknik menyusui yang baik dan benar, sanggah payudara
ibu dengan bebat atau bra yang pas, kompres payudara dengan
menggunakan kain basah/hangat selama 5 menit, urut payudara dari arah
pangkal menuju putting, keluarkan ASI dari bagian depan payudara
sehingga putting menjadi lunak, susukan bayi 2-3 jam sekali sesuai
keinginan bayi (on demand feeding) dan pastikan bahwa perlekatan bayi dan
payudara ibu sudah benar, pada masa-masa awal atau bila bayi yang
menyusui tidak mampu mengosongkan payudara, mungkin diperlukan
pompa atau pengeluaran ASI secara manual dari payudara, kompres dingin
dengan es pada payudara setelah menyusui atau setelah payudara dipompa,
21

bila perlu, berikan parasetamol 3 X 500 mg per oral untuk mengurangi


nyeri, lakukan evaluasi setelah 3 hari.
6. Langkah VI. Implementasi asuhan kebidanan
Melaksanakan rencana tindakan serta efisiensi dan menjamin rasa
aman klien. Implementasi dapat dikerjakan keseluruhan oleh bidan ataupun
bekerja sama dengan kesehatan lain. Bidan harus melakukan implementasi
yang efisien dan akan mengurangi waktu perawatan serta akan
meningkatkan kualitas pelayanan kebidanan klien.
7. Langkah VII. Evaluasi kebidanan
Mengetahui sejauh mana tingkat keberhasilan asuhan yang diberikan
kepada klien. Pada tahap evaluasi ini bidan harus melakukan pengamatan
dan observasi terhadap masalah yang dihadapi klien, apakah masalah diatasi
seluruhnya, sebagian telah dipecahkan atau mungkin timbul masalah baru.
Pada prinsipnya tahapan evaluasi adalah pengkajian kembali terhadap klien
untuk menjawab pertanyaan sejauh mana tercapainya rencana yang
dilakukan.

C. Pendokumentasian Asuhan Kebidanan


Pendokumentasian adalah catatan tentang interaksi antara tenaga
kesehatan, pasien, keluarga pasien, dan tim kesehatan yang mencatat tentang
hasil pemeriksaan, prosedur pengobatan pada pasien dan pendidikan kepada
pasien, serta respon pasien tehadap semua kegiatan yang dilakukan. Alur
berfikir bidan dalam menghadapi klien meliputi 7 langkah. Untuk mengetahui
apa yang telah dilakukan oleh seorang bidan melalui proses berfikir sistematis
di dokumentasikan dalam bentuk SOAP, yaitu;
1. S: Subjektif. Menggambarkan dokumentasi hasil pengumpulan data klien
melalui anamnesis sebagai langkah I Varney.
2. O: Objektif
Menggambarkan dokumentasi hasil pemeriksaan fisik klien, hasil
laboratorium, dan uji diagnostik lain yang dirumuskan dalam data fokus
untuk mendukung asuhan sebagai langkah I Varney.
22

3. A: Assesment. Menggambarkan dokumentasi hasil analisis dan interpretasi


data subjektif dan objektif dalam suatu identifikasi:
a. Diagnosis/Masalah
b. Antisipasi diagnosis/ Kemungkinan Masalah
c. Perlunya tindakan segera oleh bidan atau dokter, konsultasi/kolaborasi,
dan atau perujukan sebagai langkah 2, 3, dan 4 varney.
4. P: Planning. Menggambarkan dokumentasi tingkatan (I) dan evaluasi
perencanaan (E) berdasarkan pengakjian langkah 5, 6, dan 7 Varney.
Soap ini dilakukan pada asuhan tahap berikutnya, dan atau pada evaluasi
hari berikutnya. Karena pada kasus ini memerlukan asuhan yang diberikan
setiap harinya sampai ibu benar-benar sembuh.
BAB IV
PEMBAHASAN

Pijat oksitosin merupakan tindakan nonfarmakologis untuk meningkatkan


kelancaran ASI. Hal ini disebabkan pijat oksitosin sangat mempengaruhi ASI
karena efek dari fisiologis yang mampu merangsang hipofisis anterior dan
posterior untuk mengeluarkan hormon oksitosin. Dari Penelitian yang dilakukan
Pijat Oksitosin didapatkan lebih tinggi Penelitian lain mendapatkan pengaruh pijat
oksitosin berpengaruh terhadap produksi ASI (Delima, 2016). Hal ini juga
didukung bahwa pemberian tindakan pijat oksitosin berpengaruh terhadap
produksi ASI, yaitu sebelum tindakan sebagian besar tidak cukup dan setelah
tindakan produksi ASI mencukupi kebutuhan bayi (Hanum, 2015).
Indikator kelancaran ASI dapat diukur dengan jumlah ASI yang keluar
melalui gelas ukur setelah ASI ditarik dengan breastpump. Penilaian produksi
ASI bisa dengan banyak cara, salah satunya dengan cara mengukur produksi ASI
langsung, mengukur urin bayi selama 24 jam, normal volume urin bayi baru lahir
30-50 mg, atau bayi buang air kecil sebanyak 6-8 kali selama 24 jam, warna urin
kuning jernih, jika ASI cukup setelah menyusu maka bayi tertidur atau tenang
selama 2- 3 jam (Bobaks, 2014). Dalam beberapa penelitian pengukuran Produksi
ASI dengan cara Weighing Test dimana dengan cara penimbangan berat bayi
sebelum dan sesudah menyusui. Pengukuran akurat dari durasi menyusui secara
eksklusif selama 6 bulan merupakan hal yang rumit dilakukan karena dipengaruhi
berbagai macam faktor (Greiner, 2014).
Pemberian tindakan pijat oksitosin merupakan itervensi yang tepat dalam
meningkatkan produksi ASI. Responden yang dilakukan pijat oksitosin, proses
menyusui lebih efektif karena dengan melakukan pemijatan pada sepanjang
daerah tulang belakang (vertebrae) sampai tulang costae kelima-keenam akan
membuat ibu merasa rileks dan nyaman serta dapat merangsang produksi hormon
prolaktin dan oksitosin setelah melahirkan, sehingga produksi ASI akan semakin
lancar dan banyak (Wijayanti, 2017). Pada responden yang dilakukan pijat

24
25

oksitosin didapatkan tingkat kenyamanannya semakin meningkat dan produksi


ASI yang keluar semakin banyak.
Pijat Oksitosin terbukti meningkatkan pengeluaran hormon oksitosin yang
dapat meningkatkan kontraksi mioepitel kelenjar pada payudara sehingga akan
semakin memperlancar pengeluaran ASI. Ibu juga semakin nyaman dan dapat
meningkatkan reflek let down (Wijayanti, 2017). Oksitosin dapat meningkatkan
durasi menyusui dan produksi ASI, kita dapat ketahui bahwa peningkatan kadar
hormon oksitosin sangat diperlukan untuk keberhasilan ASI Eksklusif (Odent,
2013). Manfaat pijat oksitosin akan membantu ibu secara psikologis,
menenangkan, tidak stress, membangkitkan rasa percaya diri, membantu ibu agar
mempunyai pikiran dan perasaan baik tentang bayinya, meningkatkan produksi
ASI, memperlancar ASI, melepas lelah, ekonomis serta praktis (Endah, 2012).
Melalui pijatan atau rangsangan pada tulang belakang, neurotransmitter akan
merangsang medulla oblongata langsung mengirim pesan ke hypothalamus di
hypofise posterior untuk mengeluarkan oksitosin sehingga menyebabkan buah
dada mengeluarkan air susunya.
Pemberian pijatan didaerah tulang belakang ini juga akan merileksasi
ketegangan dan menghilangkan stress dan dengan begitu hormon oksitosoin
keluar dan akan membantu pengeluaran air susu ibu, dibantu dengan isapan bayi
pada puting susu pada saat segera setelah bayi lahir dengan keadaan bayi normal
(Wulandari, 2014). Stimulasi oksitosin melalui pijat (masase) dan akupresur akan
membuat sel-sel mioepitel di sekitar alveoli di dalam kelenjar payudara
berkontraksi. Kontraksi sel-sel yang efektifitas kombinasi menyerupai otot ini
menyebabkan susu keluar melalui duktus dan masuk ke dalam sinus-sinus
laktiferus. Refleks let-down dapat dirasakan sebagai sensasi kesemutan atau dapat
juga ibu tidak merasakan sensasi apapun. Tanda-tanda lain let-down adalah
tetesan susu dari payudara ibu dan susu menetes dari payudara lain yang tidak
sedang diisap oleh bayi. Hal ini membuktikan bahwa pijat oksitosin akan
meningkatkan produksi ASI serta peningkatkan berat badan bayi secara
signifikan.
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Penerapan teknik pijat oksitosi berpengaruh terhadap produksi ASI pada ibu
post partum.
2. Terdapat peningkatan jumlah pengeluaran ASI setelah dilakukan penerapan
pijat terhadap pengeluaran air susu ibu pada ibu post partum ditandai
dengan pengeluaran ASI yang cukup untuk bayi.

A. Saran
1. Pijat oksitosin dapat dijadikan prosedur tetap sebagai pelayanan postpartum
dan diberikan juga konseling tentang teknik oksitosin kepada ibu menyusui.
2. Diharapkan bagi ibu post partum untuk dapat menerapkan pijat oksitosin
dan menyusui bayi secara on demand atau sesuka bayi serta menghindari
faktor-faktor yang mampu mengurangi produksi ASI.
3. Hasil penelitian ini dapat dimanfaat untuk meningkatkan pelayanan
kesehatan bagi ibu dan bayi dengan memberikan pelayanan pijat oksitosin
pada ibu nifas, serta dapat dikembangkan menjadi bagian dari asuhan
sayang ibu dan anak di Fasilitas Pelayanan Kesehatan.

27
DAFTAR PUSTAKA

Astutik, Reni Yulia. 2014. Payudara dan Laktasi. Jakarta : Salemba Medika.
Ambarwati, 2014. Asuhan Kebidanan Nifas. Yogyakarta: Mitra Cendikia.
Bobaks, M. 2014. Buku Ajar Keperawatan Maternitas. EGC. Jakarta.
Cunningham. F. Gary. 2012. William Obstetri; Alih bahasa: Joko Suyono, Andry
Hartono. Jakarta, EGC.
Delima, Mera. 2016. Pengaruh Pijat Oksitosin Terhadap Peningkatan Produksi
ASI Ibu Menyusui Di Puskesmas Plus Mandiangin. Jurnal Ipteks Terapan.
ISSN: 1979-9292 E-ISSN: 2460-5611. https://www.academia.edu
Endah, Siti. (2012). Pengaruh Pijat Oksitosin Terhadap Pengeluaran Kolostrum
Pada Ibu Post Partum Di Ruang Kebidanan Rumah Sakit Muham Madiyah
Bandung. http://www.stikesayani.ac.id/.pdf
Greiner, T. (2014). Exclusive breastfeeding : measurement and indicators, 9(1),
1–6. https://doi.org/10.1186/1746-4358-9-18
Hamidah, Khusnul. 2016. Pengaruh Teknik Marmet Terhadap Produksi Asi Pada
Ibu Post Partum Di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Gamping.
Hanum, Sri. 2015. Efektivitas Pijat Oksitosin Terhadap Produksi ASI.
https://www.researchgate.net/publication
Hegar. 2016. Bedah ASI. Jakarta: Balai Pustaka FKUI.
IDAI. 2013. Kendala Pemberian ASI Eksklusif. Tersedia dalam : http:// idai. or.id/
public-articles/klinik/asi/kendala-pemberian-asi-eksklusif.html.
Kemenkes RI. 2018. Riskesdas 2018. http://kemenkes.go.id.
Kemenkes RI. 2014. Panduan Manajemen Laktasi : Diit Gizi Masyarakat. Jakarta:
Depkes RI.
Kiftia, Mariatul. 2014. Pengaruh Terapi Pijat Oksitosin terhadap Produksi ASI
pada Ibu Post Partum. https://www.ejurnal.umri.ac.id
Kurniarum, Ari. 2016. Asuhan Kebidanan Persalinan dan Bayi Baru Lahir.
Jakarta. Pusdik SDM Kesehatan.
Kurniawati, Benny. 2016. Studi Komparasi Teknik Marmet Dan Pijat Oksitosin
Terhadap Produksi Asi Pada Ibu Post Partum Primipara Di Rumah Sakit
Wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta.
Lestari, Humaediah. 2016. Pengaruh pijat oxytocin terhadap kelancaran produksi
kolostrum pada ibu post partum di Puskesmas Rasa Bou. Jurnal STIKES
Mataram. Vol. 2 No. 2 Oktober-Desember 2016 | 85-97.
Lestari, Lieni. 2018. Peningkatan Pengeluaran Asi Dengan Kombinasi Pijat
Oksitosin Dan Teknik Marmetpada Ibu Post Partum (Literatur Review).

28
29

Jurnal Kebidanan Vol. 8No. 2 October 2018 p-ISSN.2089-7669 e-ISSN.


2621-2870.
Manuaba, I. B. G. 2015. Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan Keluarga
Berencana Untuk Pendidikan Bidan, Jakarta: EGC.
Marmi. 2015. Asuhan Kebidanan Pada Masa Nifas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Netty, O. S. (2015). Perbandingan pengaruh Breast Care dan Pijat
OksitosinTerhadap produksi ASI Post Seksio Sesarea di Ruang Nifas
RSUD Kota Bandung. Fakultas Keperawatan Universitas Padjajaran
KampusJatinangor.
Odent, M. R. 2013. Synthetic oxytocin and breastfeeding : Reasons for testing an
hypothesis. Medical Hypotheses, 81(5), 889–891.
https://doi.org/10.1016/j.mehy.2013.07.044
Perinasia. 2014. Jurnal Pemberian ASI. http://perinasia.ac.id.
Proverawati, Atikah. 2015. Kapita Selekta ASI dan Menyusui. Yogyakarta. Nuha
Medika.
Rahayu. 2014. Metode Memperbanyak Produksi ASI pada Ibu Post Sectio
Caesarea dengan Teknik Marmet dan Breast Care di RSUD Karanganyar.
Rahayu, Dwi. 2018. Penerapan Pijat Oksitosin Dalam Meningkatkan Produksi
ASI Ibu Postpartum. https://www.jurnal.unsyiah.ac.id.
Saleha, 2012. Asuhan Kebidanan Pada Masa Nifas. Jakarta: Salemba Medika.
Suherni, 2014. Perawatan Masa Nifas. Yogyakarta: Fitramaya.
Syaifuddin, Abdul Bari. 2015. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan
Maternal dan Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirojardjo.
Utami, Roesli. 2014. Mengenal ASI Eksklusif Seri Satu. Jakarta: Trubus
Agriwidya.
Varney. 2012. Buku Ajar Asuhan Kebidanan. Volume 1. Edisi 4. Jakarta : EGC.
WHO. 2016. Unite d Nations Children’s Fund Global strategy for infant and
young child feeding. Geneva, Switzerland: World Health Organization
Wijayanti, T., & Setiyaningsih, A. 2017. Perbedaan Metode Pijat Oksitosin Dan
Breast Care Dalam Meningkatkan Produksi ASI Pada Ibu Post Partum.
Jurnal Komunikasi Kesehatan, VIII(2), 1–12.
Wiknjosastro. Hanifa. 2012. Abdul Bari Saifudin, Trijatmi Rochimhadhi; Ilmu
Kebidanan. Jakarta: EGC.
Wulandari. (2014). Pengaruh Pijat Oksitosin Terhadap Pengeluaran Kolostrum
Pada Ibu Post Partum Di Rumah Sakit Umum Daerah Provinsi Kepulauan
Riau. https://ejurnal.poltekkes-tjk.ac.id

Anda mungkin juga menyukai