Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Asuhan kebidanan secara berkesinambungan merupakan asuhan

yang diberikan pada masa kehamilan, persalinan, nifas, bayi baru lahir atau

neonatus, serta pemilihan metode kontrasepsi atau KB. Asuhan ini diberikan

dengan tujuan untuk mencegah dan mendeteksi secara dini komplikasi yang

mungkin dapat terjadi serta mendapat penanganan yang tepat dan segera.

Hal ini bertujuan untuk menekan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka

Kematian Bayi (AKB).

Kehamilan dapat berkembang menjadi masalah atau komplikasi

setiap saat. Setiap wanita hamil memiliki kemungkinan risiko yang

berhubungan dengan keadaan kehamilannya hingga mengancam jiwa

sehingga setiap wanita hamil memerlukan asuhan. Asuhan kehamilan

memfasilitasi hasil yang sehat dan positif bagi ibu maupun janin, mendeteksi

komplikasi, mempersiapkan persalinan serta memberikan pendidikan (Bidan

dan Dosen Kebidanan Indonesia, 2017).

Menurut data WHO, angka kematian ibu di dunia pada tahun 2015

adalah 216/100.000 kelahiran hidup atau diperkirakan jumlah kematian ibu

adalah 303.000 kematian dengan jumlah tertinggi berada di negara

berkembang yaitu sebesar 302.000 kematian (WHO,2015). Pada tahun 2017

sekitar 295.000 wanita meninggal selama dan setelah kehamilan serta

persalinan (WHO,2019).

Angka kematian ibu di Indonesia pada tahun 2015 terdapat sebanyak

192/100.000 kelahiran hidup. Pada tahun 2017 sebanyak 177/100.000

1
2

kelahiran hidup (WHO,2019). Berdasarkan kesepakatan global (Sustainable

Develoment Goals/SDG’s 2015) untuk tahun 2030, diharapkan angka

kematian ibu menurun dari 102 per 100.000 kelahiran hidup menjadi 70 per

100.000 kelahiran hidup. Angka kematian ibu sudah mengalami penurunan,

namun masih jauh dari target MDGs tahun 2015 (Bustami, 2017). Untuk

kematian neonatal hasil SDKI 2017 pada tahun 2012 dan 2017 turun dari

19/1000 kelahiran hidup menjadi 15/1000 kelahiran hidup, kematian bayi

turun dari 32/1000 kelahiran hidup menjadi 24/1000 kelahiran hidup, dan

kematian balita dari 40/1000 kelahiran hidup menjadi 32/1000 kelahiran hidup

(Windiarto, 2018).

Angka kematian ibu di Provinsi Jawa Barat tahun 2016 sebesar 799

orang. Pada tahun 2017 sebanyak 696 orang (76,03/100.000 kelahiran

hidup) jumlah ini mengalami penurunan. Proporsi kematian bayi pada tahun

2017 sebesar 3,4/1000 kelahiran hidup, menurun 0,53 poin dibanding tahun

2016 sebesar 3,93/1000 kelahiran hidup. Dari kematian bayi sebesar

3,4/1.000 kelahiran hidup, terdapat angka kematian neonatal (bayi berumur

0-28 hari) sebesar 3,1/1.000 kelahiran hidup atau 84,63% kematian bayi

berasal dari bayi usia 0-28 hari, dengan demikian disarankan dalam

penanganan AKB lebih difokuskan pada bayi baru lahir (Dinkes Jabar, 2017).

Angka kematian ibu di Kabupaten Bandung Barat pada tahun 2017

sebesar 127,1/100.000 kelahiran hidup, menempati urutan ke tiga dari

Kabupaten dengan jumlah AKI tertinggi. Untuk proporsi kematian bayi di

Kabupaten Bandung Barat sebanyak 4.11/1.000 kelahiran hidup lebih tinggi

dari Kabupaten Cirebon sebanyak 3.92/1.000 kelahiran hidup (Dinkes Jabar,

2017).
3

Menurut data laporan Puskesmas DTP Jayagiri pada tahun 2017

tercatat angka kejadian untuk kematian ibu sebanyak 1 orang dan tidak ada

angka kejadian kematian bayi. Pada tahun 2018 tercatat angka kejadian

untuk kematian ibu sebanyak 1 orang dan angka kejadian untuk kematian

bayi sebanyak 9 orang.

Komplikasi utama yang menyebabkan hampir 75% dari semua

kematian ibu adalah perdarahan hebat (kebanyakan perdarahan setelah

melahirkan), infeksi, tekanan darah tinggi selama kehamilan (preeklamsia

dan eklamsia), komplikasi dari persalinan, aborsi yang tidak aman dan

sisanya disebabkan oleh kondisi kronis seperti penyakit jantung atau diabetes

(WHO, 2019).

Salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat fertilitas adalah umur

pada kelahiran anak pertama. Wanita yang menikah pada umur muda lebih

lama menghadapi risiko kehamilan dan ibu yang melahirkan pada umur muda

mempunyai risiko kesehatan yang tinggi. Hasil SDKI 2017 menunjukkan 7%

wanita umur 15-19 tahun sudah menjadi ibu yaitu 5% sudah pernah

melahirkan dan 2% sedang hamil anak pertama. Persentase remaja wanita di

perdesaan yang telah menjadi ibu jauh lebih tinggi dibandingkan dengan

yang tinggal di perkotaan, yaitu 10 dan 5%. Semakin tinggi tingkat pendidikan

dan kuintil kekayaan, semakin rendah persentase remaja yang telah menjadi

ibu (SDKI, 2018).

Menurut Subdirektorat Statistik Rumah Tangga Tahun 2018

persentase penduduk berumur 10 tahun keatas di daerah pedesaan wilayah

Jawa Barat perempuan yang sudah menikah sebanyak 65,12 dari total

100,00. Berdasarkan data dari DPPKBP3A (Dinas Pengendalian Penduduk,


4

Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak)

KBB pada tahun 2015 angka perkawinan dini di KBB berjumlah 7.884

perkawinan dengan usia 19 dan 18 tahun ke bawah. Sementara pada tahun

2016 berjumlah 4.759 perkawinan dini. Pada tahun 2018, angka pernikahan

dini di KBB berjumlah 1.000 perkawinan, dari tahun ke tahun angka

pernikahan dini di Bandung Barat menurun.  Namun angka tersebut dinilai

cukup fantastis dan sangat berpengaruh terhadap kemungkinan adanya

perubahan-perubahan sosial masyarakat. (Jabar Ekspres, 2018, pernikahan

dini masih tinggi, ¶ 3 & 4, http://jabarekspres.com/2018/pernkahan-dini-

masih-tinggi/amp/, diperoleh tanggal 14 November 2019 )

Dalam rangka upaya percepatan penurunan AKI maka pada tahun

2012 Kementerian Kesehatan meluncurkan program Expanding Maternal and

Neonatal Survival (EMAS) yang diharapkan dapat menurunkan angka

kematian ibu dan neonatal sebesar 25%. Program ini dilaksanakan di provinsi

dan kabupaten dengan jumlah kematian ibu dan neonatal yang besar, yaitu

Sumatera Utara, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan

Sulawesi Selatan. Dasar pemilihan provinsi tersebut disebabkan 52,6% dari

jumlah total kejadian kematian ibu di Indonesia berasal dari enam provinsi

tersebut. Sehingga dengan menurunkan angka kematian ibu di enam provinsi

tersebut diharapkan akan dapat menurunkan angka kematian ibu di

Indonesia secara signifikan. Program EMAS berupaya menurunkan angka

kematian ibu dan angka kematian neonatal yaitu dengan meningkatkan

kualitas pelayanan emergensi obstetri dan bayi baru lahir minimal di 150

Rumah Sakit PONEK dan 300 Puskesmas/Balkesmas PONED dan

memperkuat sistem rujukan yang efisien dan efektif antar puskesmas dan
5

rumah sakit. Upaya percepatan penurunan AKI dapat dilakukan dengan

menjamin agar setiap ibu mampu mengakses pelayanan kesehatan ibu yang

berkualitas, seperti pelayanan kesehatan ibu hamil, pertolongan persalinan

oleh tenaga kesehatan terlatih di fasilitas pelayanan kesehatan, perawatan

pasca persalinan bagi ibu dan bayi, perawatan khusus dan rujukan jika terjadi

komplikasi, kemudahan mendapatkan cuti hamil dan melahirkan, dan

pelayanan keluarga berencana. (Kemenkes, 2017)

Bidan merupakan salah satu sumber daya manusia yang berperan

untuk melaksanakan upaya-upaya menurunkan AKI dan AKB. Bidan dalam

menjalankan tugas sesuai kewenangannya yang tercantum pada Permenkes

No 28 Tahun 2017 yang mengatur tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik

Bidan, bidan juga mengacu pada Keputusan Menteri Kesehatan Republik

Indonesia Nomor 938/Menkes/SK/VII/2007 tentang Standar Asuhan

Kebidanan. Standar asuhan kebidanan ini merupakan acuan dalam proses

pengambilan keputusan yang dilakukan oleh bidan sesuai dengan wewenang

dan ruang lingkup praktiknya berdasarkan ilmu dan kiat kebidanan, mulai dari

pengkajian, perumusan diagnosis dan masalah kebidanan, perencanaan,

implementasi, evaluasi dan pencatatan asuhan kebidanan (Kemenkes RI,

2017).

Pada studi kasus ini, penulis tertarik untuk memberikan asuhan

kebidanan secara komprehensif pada Ny.S G3P2A0 dengan kehamilan

fisiologis karena tingkat kemungkinan fertilitas yang masih tinggi dan untuk

mendeteksi dini agar mencegah terjadinya komplikasi sehingga tidak

menyumbang AKI dan AKB. Dengan demikian saya memberikan judul untuk

studi kasus ini yaitu “ASUHAN KEBIDANAN KOMPREHENSIF PADA NY.S


6

G3P2A0 DENGAN KEHAMILAN FISIOLOGIS DI PUSKESMAS DTP

JAYAGIRI LEMBANG BANDUNG BARAT”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang diatas, maka rumusan

masalah pada studi kasus ini adalah bagaimana asuhan kebidanan

komprehensif pada Ny.S G3P2A0 di Puskesmas DTP Jayagiri ?

C. Tujuan

1. Tujuan Umum

Mahasiswa mampu melakukan asuhan kebidanan secara

komprehensif sesuai dengan manajemen kebidanan yang dilakukan pada

“Ny. S G3P2A0” selama masa kehamilan, persalinan, nifas, bayi baru

lahir dan keluarga berencana di Puskesmas DTP Jayagiri Kab. Bandung

Barat.

2. Tujuan Khusus

a. Mampu memberikan asuhan kebidanan selama masa kehamilan pada

Ny.S G3P2A0.

b. Mampu memberikan asuhan kebidanan selama masa persalinan

pada Ny.S G3P2A0.

c. Mampu memberikan asuhan kebidanan selama masa nifas pada Ny.S

P3A0.

d. Mampu memberikan asuhan kebidanan pada bayi baru lahir pada

bayi Ny.S.

e. Mampu memberikan asuhan kebidanan asuhan keluarga berencana

pada Ny.S.
7

f. Mampu melakukan pendokumentasian asuhan kehamilan, persalinan,

nifas, bayi baru lahir dan KB pada Ny. S G3P2A0 di Puskesmas DTP

Jayagiri.

g. Untuk mengetahui adanya kesenjangan antara teori dengan asuhan

kebidanan.

D. Manfaat

1. Manfaat Teoritis

a. Bagi Penulis

Untuk menerapkan ilmu dan keterampilan praktik dalam

melaksanakan asuhan kebidanan terutama mengenai asuhan

kebidanan pada masa kehamilan, persalinan, nifas, bayi baru lahir

serta dapat mengaplikasikan ilmu yang telah didapat pada mata ajar

perkuliahan asuhan kebidanan.

b. Bagi Institusi

Dapat dijadikan bahan evaluasi pembelajaran di program

Kebidanan (D-3) STIKes Jenderal Achmad Yani Cimahi untuk dapat

menumbuhkan dan menciptakan bidan yang terampil dan profesional.

c. Bagi Lahan Praktik

Sebagai bahan masukan terutama bagi bidan dalam

melaksanakan praktik pelayanan kebidanan pada kehamilan,

persalinan, nifas dan bayi baru lahir dengan pendokumentasian ke

dalam SOAP.
8

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Penulis

Dapat meningkatkan pengetahuan dan menambah pengalaman

dalam memberikan asuhan kebidanan komprehensif kepada ibu

maupun bayi baru lahir serta menumbuhkan sikap positif dan percaya

diri untuk dapat memacu lebih baik lagi.

b. Bagi Institusi

Memberikan pendidikan, pengalaman, dan kesempatan bagi

mahasiswa dalam memasukan asuhan kebidanan komprehensif,

sehingga dapat menumbuhkan dan menciptakan bidan yang terampil

dan profesional serta sebagai bahan referensi bagi mahasiswa dalam

membantu membuat laporan.

c. Bagi Lahan Praktik

Sebagai bahan masukan untuk lebih meningkatkan mutu

pelayanan yang lebih berkualitas dalam asuhan kebidanan pada

kehamilan, persalinan, nifas, bayi baru lahir serta keluarga berencana

untuk menurunkan angka kematian ibu dan angka kematian bayi.

Anda mungkin juga menyukai