Anda di halaman 1dari 33

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Angka Harapan Hidup (AHH) merupakan salah satu indikator yang

digunakan untuk menilai derajat kesehatan penduduk. Menurut Statistics

Indonesia, angka harapan hidup pada saat lahir (life expectancy at birth) ialah

rata-rata tahun hidup yang akan dijalani oleh bayi yang baru lahir pada suatu

tahun tertentu. Angka harapan hidup ini mencerminkan derajat kesehatan suatu

masyarakat. Interpretasi UHH Indonesia pada tahun 2016 sebesar 70,90 tahun.

Artinya, secara rata-rata bayi yang baru lahir pada tahun 2016 memiliki

peluang untuk bertahan hidup sampai dengan 70,90 tahun. Dan UHH saat lahir

pada tahun 2020 meningkat menjadi 71,47 yang artinya ada peningkatan

sebesar 0,57% (BPS, 2021).

Angka tersebut tentu diiringi dengan usaha nyata, dimana status kesehatan

bayi yang lahir berada dalam kondisi baik dan sehat. Menurut World Health

Organization (WHO) setiap tahun terdapat 5 juta kematian neonates sekitar

3/1000 kelahiran hidup dan 98% kematian diantaranya adalah terjadi pada

Negara berkembang. Data Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) angka kematian

bayi di Indonesia Tahun 2019 adalah 21,12. Salah satu factor yang

mempengaruhi angka kematian bayi (AKB) di suatu Negara diantaranya adalah

bayi premature dan memiliki berat lahir rendah (BBLR). Masalah pada bayi

yang mengalami BBLR diantaranya adalah pernafasan, tumbuh kembang,


hipotermi, masalah fungsi alat inderanya (Kemenkes, 2019). Kematian

neonatus ini perlu mendapatkan perhatian serius karena terjadi pada masa awal

kelahiran (BPS, 2021).

BBLR merupakan suatu kondisi bayi memiliki berat badan dengan ukuran

kurang dari 2500 gram pada saat dilahirkan, hingga rentan mengalami

gangguan kesehatan sehingga diperlukannya perawatan secara ekstra (Hicks R.

2016). BBLR termasuk bayi dengan resiko tinggi (Wong, et.al. 2012) Masalah

yang terjadi pada BBLR diantaranya adalah hipotermi, karena mereka

kekurangan lemak tubuh, system saraf yang belum matang, permukaan tubuh

BBLR relative lebih luas terhadap massa tubuh sehingga dapat meningkatkan

resiko kehilangan panas dan ketidakmampuan untuk mengontrol suhu tubuh.

yang terjadi karena adanya pengeluaran panas akibat dari paparan secara terus

menerus terhadap dingin sehingga mempengaruhi kemampuan tubuh dalam

produksi panas (Bobak, 2014; Behrman, 2012, ).

Beberapa Literature menyebutkan bahwa BBLR banyak penyebabnya,

diantaranya adalah factor ibu seperti usia ibu, pendidikan, usia kehamilan,

paritas, gizi selama kehamilan, penyakit yang diderita oleh ibu serta kebiasaan

yang dilakukan oleh ibu. Kefua factor genetic, dan yang ketiga adalah factor

kehamilan diantaranya kehamilan kembar, anemia, perdarahan ante partum,

sedangkan factor yang keempat factor janin meliputi infeksi intra uterine. Dan

yang kelima factor palsenta (wignjosastro, 2008).

Wanita dengan umur < 20 tahun berisiko tinggi untuk melahirkan karena

belum matangnya alat reproduksi sehingga dapat merugikan kesehatan ibu


maupun kesehatan janin. Wanita dengan umur 20 – 35 merupakan umur yang

aman untuk kehamilan dan persalinan karena pada umur tersebut organ

reproduksi wanita telah matang (Manuaba, I.B.G,1998). Sedangkan pada

kelompok usia kehamilan lebih dari 35 tahun juga memiliki risiko tinggi bagi

ibu dan bayinya (Soetjiningsih, 2014). Seperti hasil penelitian Bernafe (2013

bahwa umur ibu bersalin mayoritas 35 tahun melahirkan prematur sebesar

85,71%, Kehamilan pada usia muda (< 20 tahun) sering terjadi penyulit

(komplikasi) bagi ibu maupun janin. Hal ini disebabkan alat reproduksi belum

berkembang secara maksimal sehingga seringkali mempengaruhi

perkembangan dan pertumbuhan janin dalam uterus.

Ibu dengan pendidikan yang baik, biasanya telah mendalami tentang

disiplin atau pengetahuan akan mampu melihat hal – hal pengembangan dalam

dirinya baik dalam kesehatan ibu maupun janin yang dikandungnya dalam hal

ini perilaku dan pengetahuan akan pola hidup sehat selama kehamilan misalnya

asupan gizi ibu selama hamil. (Notoadmodjo, S, 2014). Hal ini sejalan dengan

hasil penelitian Baranafe (2013) bahwa pendidikan ibu bersalin mayoritas

pendidikan rendah sebesar 81,25% dan kejadian BBLR sebesar 62,5%. Factor

Pendidikan diperlukan untuk mendapatkan informasi misalnya hal – hal yang

menunjang kesehatan, sehingga dapat meningkatkan derajat kesehatan .

Pendidikan dapat mempengaruhi seseorang termasuk dalam mengambil sikap

dan tidakan yang tepat dalam meningkatkan kesehatannya, dengan harapan

makin tinggi tingkat pendidikan seseorang, makin mudah menerima informasi

sehingga makin banyak pula pengetahuan yang dimiliki. Sebaliknya


pendidikan yang kurang akan menghambat perkembangan sikap dan tindakan

seseorang terhadap nilai – nilai yang baru diperkenalkan. Dengan demikian

faktor pendidikan seseorang sangat mempengaruhi sikap dan tindakan dalam

pengambilan keputusan

Angka kematian bayi sepanjang tahun 2018 di Kabupaten Purwakarta

mencapai 47 kasus pada neonatus, dan kematian bayi mencapai 10 kasus,

sedangkan sepanjang tahun 2019 terdapat 18 kematian kasus BBL, dan 8 kasus

kematian bayi. Angka ini tergolong tinggi dan perlu adanya penanganan secara

serius (Purwakartakab.go.id. 2019). Sedangkan data yang diperoleh dari RSUD

Bayu Asih selama 3 bulan terakhir di tahun 2020 terdapat 120 kelahiran, 44

diantaranya dengan kasus BBLR (Medrek RSUD Bayu Asih, 2020).

Studi pendahuluan yang dilakukan di Ruang NICU RSUD Bayu Asih pada

orang tua terutama ibu yang memiliki BBLR 2 orang mengatakan rasa

khawatir melihat anaknya berada di inkubator, ngeri kalau anaknya harus

dirawat dalam waktu yang lama, 3 orang mengatakan saya masih muda

maklum orang desa nikah lulus SMP, langsung hamil, sedih meihat bayinya

harus dirawat karena berat badannya kecil.

Adanya data yang diperoleh dari berbagai sumber tersebut peneliti tertarik

dengan penelitian yang berfokus pada hubungan antara kategori umur, tingkat

pendidikan ibu dengan kejadian BBLR di Ruang Perinatalogi RSUD Bayu

Asih.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas maka rumusan masalah

penulisan ini adalah bagaimanakah hubungan antara kategori umur, tingkat

pendidikan ibu dengan kejadian BBLR di Ruang Perinatalogi RSUD Bayu

Asih?.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk Mengidentifikasi hubungan antara kategori umur, tingkat

pendidikan ibu dengan kejadian BBLR di Ruang Perinatalogi RSUD Bayu

Asih.

2. Tujuan Khusus

a. Mengidentifikasi kategori umur ibu bersalin di Ruang Perinatalogi

RSUD Bayu Asih

b. Mengidentifikasi kategori tingkat pendidikan ibu bersalin di Ruang

Perinatalogi RSUD Bayu Asih

c. Mengidentifikasi hubungan antara kategori umur, tingkat pendidikan

ibu dengan kejadian BBLR di Ruang Perinatalogi RSUD Bayu Asih.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

a. Dapat menjadi sumbangsih ilmu pengetahuan yang bermanfaat

khususnya dalam bidang keperawatan dan dapat dijadikan bahan acuan

bagi peneliti selanjutnya pada ruang lingkup yang sama.

b. Dapat dijadikan data berkelanjutan untuk penelitian selanjutnya


c. Sebagai bahan bacaan pustaka dan dokumentasi.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi pendidikan

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai literasi terkait dengan factor

– factor yang mempengaruhi kejadian BBLR.

b. Bagi institusi penelitian

Dapat dijadikan sebagai bahan untuk informasi dan masukan bagi RS,

tenaga kesehatan sebagai bahan dasar untuk intervensi untuk

meningkatkan pelayanan kesehatan pada lingkup preventif, kuratif untuk

menekan atau mencegah kematian pada BBLR.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teori

1. Kategori Karakteristik Responden

1.1 Usia Ibu

Usia diartikan dengan lamanya keberadaan seseorang diukur

dalam satuan waktu di pandang dari segi kronologik, individu normal

yang memperlihatkan derajat perkembangan anatomis dan fisiologik

sama (Nuswantari, 2008).

Penyebab kematian maternal dari faktor reproduksi diantaranya

adalah maternal age/usia ibu. Dalam kurun reproduksi sehat dikenal

bahwa usia aman untuk kehamilan dan persalinan adalah 20-30 tahun.

Kematian maternal pada wanita hamil dan melahirkan pada usia di

bawah 20 tahun ternyata 2 sampai 5 kali lebih tinggi dari pada kematian

maternal yang terjadi pada usia 20 sampai 29 tahun. Kematian maternal

meningkat kembali sesudah usia 30 sampai 35 tahun (Sarwono, 2016).

Penyebab utama kematian pada perempuan berumur 15-19 tahun

adalah komplikasi kehamilan, persalinan, dan komplikasi keguguran.

Kehamilan dini mungkin akan menyebabkan para remaja yang sudah

menikah merupakan keharusan sosial (karena mereka diharapkan untuk

membuktikan kesuburan mereka), tetapi remaja tetap menghadapi

risiko-risiko kesehatan sehubungan dengan kehamilan dini dengan tidak

memandang status perkawinan mereka. Kehamilan yang terjadi pada


sebelum remaja berkembang secara penuh, juga dapat memberikan

risiko bermakna pada bayi termasuk cedera pada saat persalinan, berat

badan lahir rendah, dan kemungkinan bertahan hidup yang lebih rendah

untuk bayi tersebut. Wanita hamil kurang dari 20 tahun dapat

merugikan kesehatan ibu maupun pertumbuhan dan perkembangan

janin karena belum matangnya alat reproduksi untuk hamil. Penyulit

pada kehamilan remaja (<20 tahun) lebih tinggi dibandingkan kurun

waktu reproduksi sehat antara 20-30 tahun. Keadaan tersebut akan

makain memburuk jika ditambah dengan tekanan stress, psikologi,

social, ekonomi sehingga mudah terjadinya keguguran (Manuaba,

2015).

Pada usia ibu >35 tahun Risiko keguguran spontan tampak

meningkat dengan bertambahnya usia terutama setelah usia 30 tahun,

baik kromosom janin itu normal atau tidak, wanita dengan usia lebih

tua, lebih besar kemungkinan keguguran baik janinnya normal atau

abnormal (Manuaba, 2016). Semakin lanjut usia wanita, semakin tipis

cadangan telur yang ada, indung telur juga semakin kurang peka

terhadap rangsangan gonadotropin. Makin lanjut usia wanita, maka

risiko terjadi abortus, makin meningkat karena menurunnya kualitas sel

telur atau ovum dan meningkatnya risiko kejadian kelainan kromosom

(Manuaba, 2016).

Para tenaga ahli kesehatan sekarang membantu para wanita hamil

yang berusia 30 dan 40an tahun untuk menuju ke kehamilan yang lebih
aman. Ada beberapa teori mengenai risiko kehamilan di usia 35 tahun

atau lebih, di antaranya: 1) Wanita pada umumnya memiliki beberapa

penurunan dalam hal kesuburan mulai pada awal usia 30 tahun. Hal ini

belum tentu berarti pada wanita yang berusia 30 tahunan atau lebih

memerlukan waktu lebih lama untuk hamil dibandingkan wanita yang

lebih muda usianya. Pengaruh usia terhadap penurunan tingkat

kesuburan mungkin saja memang ada hubungan, misalnya mengenai

berkurangnya frekuensi ovulasi atau mengarah ke masalah seperti

adanya penyakit endometriosis, yang menghambat uterus untuk

menangkap sel telur melalui tuba fallopii yang berpengaruh terhadap

proses konsepsi. 2) Masalah kesehatan yang kemungkinan dapat terjadi

dan berakibat terhadap kehamilan di atas 35 tahun adalah munculnya

masalah kesehatan yang kronis. Usia berapa pun seorang wanita harus

mengkonsultasikan diri mengenai kesehatannya ke dokter sebelum

berencana untuk hamil.

Risiko terhadap bayi yang lahir pada ibu yang berusia di atas 35

tahun meningkat, yaitu bisa berupa kelainan kromosom pada anak.

Kelainan yang paling banyak muncul berupa kelainan Down Syndrome,

yaitu sebuah kelainan kombinasi dari retardasi mental dan abnormalitas

bentuk fisik yang disebabkan oleh kelainan kromosom. 4) Risiko

lainnya terjadi keguguran pada ibu hamil berusia 35 tahun atau lebih.

Kemungkinan kejadian pada wanita di usia 35 tahun ke atas lebih

banyak dibandingkan pada wanita muda. Pada penelitian tahun 2000


ditemukan 9% pada kehamilan wanita usia 20-24 tahun. Namun risiko

meningkat menjadi 20% pada usia 35-39 tahun dan 50% pada wanita

usia 42 tahun.

1.2 Tingkat Pendidikan Ibu

Pendidikan formal yang dimiliki seseorang akan

memberikan wawasan kepada orang tersebut terhadap fenomena

lingkungan yang terjadi, semakin tinggi tingkat pendidikan

seseorang akan semakin luas wawasan berfikir sehingga

keputusan yang akan diambil lebih realistis dan rasional. Dalam

konteks kesehatan jika pendidikan seseorang cukup baik, gejala

penyakit akan lebih dini dikenali dan mendorong orang tersebut

mencari upaya preventif. Hal tersebut didasarkan pengetahuan dan

kesadarannya memalui proses pembelajaran, perilaku tersebut

diharapkan akan berlangsung lama dan menetap karena didasari

oleh kesadaran. Memegang kelemahan dan pendekatan kesehatan

ini adalah hasil lamanya, karena perubahan perilaku melalui

proses pembelajaran pada umumnya memerlukan waktu yang

lama (Notoadmojo, 2014).

Tingkat pendidikan formal menurut Undang-Undang nomor

20 tahun 2013 tentang sistem pendidikan nasional:


1) Pendidikan dasar Pendidikan dasar merupakan jenjang

pendidikan minimum (terendah) yang diwajibkan bagi

semua warga negara selama 9 tahun pertama masa sekolah

anak-anak yang melandasi jenjang pendidikan menengah.

Pendidikan dasar yaitu sekolah dasar sederajat dan sekolah

menengah pertama sederajat.

2) Pendidikan menengah Pendidikan menengah merupakan

jenjang pendidikan formal setelah pendidikan dasar.

Pendidikan menengah adalah sekolah menengah atas atau

kejuruan sederajat.

Pendidikan tinggi Pendidikan tinggi adalah jenjang

pendidikan formal setelah pendidikan menengah yang mencakup

program ahli madya, sarjana, magister, doktor, dan spesialis yang

diselenggarakan oleh perguruan tinggi. Ibu yang tidak

menyelesaikan pendidikan tinggi mempunyai 9% kemungkinan

melahirkan BBLR dibandingkan dengan ibu yang berpendidikan

tinggi. Ibu dengan pendidikan formal kurang dari 8 tahun lebih

mungkin melahirkan BBLR. Hubungan pendidikan ibu dan BBLR

berkaitan dengan sosial ekonomi ibu yang rendah, yang

menyebabkan rendahnya pertambahan berat badan selama

kehamilan, keterlambatan pemeriksaan kehamilan, dan rendahnya


konsultasi kehamilan. Ibu dengan tingkat pendidikan yang tinggi

lebih memperhatikan kehamilannya, mempunyai status sosial

ekonomi yang lebih tinggi dan keputusan yang lebih baik ketika

mengambil keputusan yang terkait dengan kesehatan ibu dan janin

(Silvestrin S et al., 2013).

2. Berat Bayi Lahir Rendah

a. Definisi

Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) merupakan neonatus yang lahir

dengan berat badan kurang dari normal (2500 gram). BBLR adalah

neonatus yang kelahirannya tanpa melihat masa kehamilan.(Pratiwi,

2015).

Berat badan lahir rendah adalah bayi yang lahir dengan berat

badan lahirnya kurang dari 2500 gram (Tri Budiarti, 2011)

Bayi Berat Lahir Rendah merupakan suatu kondisi dimana bayi

lahir dengan kondisi berat lahir kurang dari 2500 gram.

b. Faktor Resiko terjadinya Bayi Berat Lahir Rendah

1. Factor Maternal

a) Usia ibu

Umur 20-35 tahun adalah umur reproduksi yang optimal

bagi seorang wanita, karena pada umur tersebut seorang wanita

sudah siap secara fisik dan psikis. Secara fisik organ reproduksi
sudah berfungsi dengan baik, dan secara psikis siap menjadi

ibu (Manuaba, 2015). kehamilan primimuda (< 20 tahun) dan

kehamilan primitua (usia > 35 tahun) merupakan kehamilan

dengan faktor risiko yang dapat memberikan dampak yang

kurang menguntungkan bagi ibu maupun janin. Kehamilan

pada ibu dengan usia < 20 tahun, organ reproduksi wanita tidak

berfungsi dengan baik dan mental belum siap untuk menerima

kehamilan dan kehadiran bayi.

b) Paritas

Paritas merupakan salah satu faktor risiko penting

menentukan nasib ibu selama kehamilan maupun persalinan

(Prawiroharjo, 2010). Seorang ibu yang sering melahirkan

mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap kesehatan ibu

dan bayinya.

c) Jarak kelahiran

Jarak kelahiran yang terlalu dekat mengakibatkan kondisi

rahim belum pulih sepenuhnya sehingga dapat mengganggu

proses pertumbuhan dan perkembangan janin di dalam

kandungan (Manuaba., 2015). Secara fisiologis seorang wanita

membutuhkan waktu tiga sampai empat tahun untuk

memulihkan kondisi kandungannya.

d) Penyakit Yang Menyertai Kehamilan


Penyakit yang menyertai kehamilan merupakan salah satu

faktor risiko yang dapat berpengaruh pada pertumbuhan janin

intrauteri. Penyakit kronis yang diderita ibu sebelum hamil

maupun saat hamil dapat berpengaruh pada kehamilan seperti

anemia, malaria, hipertensi, gagal ginjal kronis, cacat

kongenital, jantung asma, dan TB paru (Rochjati, 2011). Berat

badan lahir berkorelasi bermakna dengan berat plasenta.

Infeksi berat pada plasenta karena malaria dapat memengaruhi

pertumbuhan janin (Soetjiningsih,2014).

e) Status Anemia

Anemia dalam kehamilan merupakan salah satu penyakit

kronis yang berisiko terjadinya kelahiran BBLR. Ibu hamil

dengan anemia berisiko terhadap pertumbuhan janin karena

transportasi oksigen dan nutrisi keseluruh organ berkurang,

yang dapat menyebabkan suplai makanan dari ibu ke janin

melalui plasenta berkurang yang mengakibatkan insufisiensi

plasenta dimana plasenta menjadi kecil sehingga suplai oksigen

dan nutrisi dari ibu ke janin berkurang dan menyebabkan

pertumbuhan janin terganggu (Soetjiningsih, 2014).

f) Komplikasi Kehamilan

Komplikasi kehamilan berikut ini merupakan salah satu

penyebab terjadi BBLR, yaitu Hiperemesis gravidarum,

Toksemia gravidarum, , Hidramnion, Ketuban pecah dini atau


spontaneous premature rupture of the membrane (PROM),

adalah pecahnya selaput ketuban sebelum ada tanda-tanda

persalinan. Kehamilan ganda, Haemorrhagic antepartum

(HAP) (Sofian A,2013).

2. Factor eksternal

a) Paparan asap rokok

Seorang istri yang suaminya perokok mempunyai risiko

kanker paru lebih tinggi dan saat hamil lebih banyak

melahirkan bayi berat lahir rendah, keguguran, kematian janin

dalam kandungan. Ibu hamil yang terpapar oleh asap rokok

akan memengaruhi perkembangan janin dalam kandungan,

karena asap rokok yang dihirup oleh seorang ibu hamil

mengandung senyawa yang berbahaya (Hanum, 2016)

b) Pendidikan Ibu

Tingkat pendidikan yang baik membantu ibu untuk

mudah memahami kiat-kiat dalam menjaga kesehatan selama

kehamilan (Proverawati, 2013). Salah satu hal penting yang

harus diketahui ibu adalah melakukan kunjungan antenatal

sedini mungkin setelah merasa dirinya hamil pada fasilitas

kesehatan oleh tenaga kesehatan yang professional, misalnya di

Puskesmas. Sebaliknya bila seorang ibu berpendidikan rendah

sekalipun sudah mendapatkan informasi tentang hal tersebut


sulit untuk mengakses layanan kesehatan untuk memeriksakan

kehamilannya.

c) Pekerjaan Ibu

Ibu hamil yang mengambil pekerjaan berat dan

melelahkan dapat mengganggu kondisi kesehatan ibu dan

kandungannya yang berdampak pada pertumbuhan dan

perkembangan janin dalam kandungan yang menyebabkan bayi

berat lahir rendah (Proverawati, 2013).

d) Penghasilan Keluarga

Kemampuan sosial ekonomi masyarakat ditentukan

dengan jumlah penghasilan keluarga dalam memenuhi

kebutuhan hidup, kesehatan, pendidikan dan pemenuhan gizi

dalam keluarganya (Proverawati,2013).

c. Klasifikasi Berat Bayi Lahir rendah

Menurut Davanzo dalam Mulyawan (2009) terdapat 3 klasifikasi BBLR,

yaitu :

1) Bayi premature

pertumbuhan bayi dalam rahim normal, persalinan terjadi sebelum

masa gestasi berusia 37 minggu.

2) Bayi kecil untuk masa kehamilan

pertumbuhan dalam rahim terhambat yang disebabkan faktor dari

bayi sendiri, plasenta ataupun faktor ibu


3) Bayi premature dan KMK

Bayi prematur yang mempunyai berat badan rendah untuk masa

kehamilan.

Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) berdasarkan batasan berat badan dapat

dibagi 3, yaitu:

1) Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat lahir

antara 1500 gram sampai dengan 2500 gram.

2) Bayi Berat Lahir Sangat Rendah (BBLSR) adalah bayi dengan berat

lahir antara 1000 gram sampai kurang dari 1500 gram.

3) Bayi Berat Lahir Amat Sangat Rendah (BBLASR) adalah bayi

dengan berat lahir kurang dari 1000 gram.

d. Permasalahan Bayi Berat Lahir Rendah

Dijelaskan oleh WHO, Whitelaw, et.al dalam Suradi (2000) beberapa

permasalahan yang muncul pada BBLR adalah :

1) Hypothermia

Salah satu ciri BBLR terutama BKB adalah mempunyai suhu yang

tidak stabil dan cenderung hipotermia (suhu < 36,5ºC). Stres dingin

dapat meningkatkan angka kematian dan menghambat pertumbuhan,

sedangkan hipertermia dan suhu yang berfluktuasi dapat

menimbulkan apneu. Suhu yang cenderung hipotermia disebabkan

oleh produksi panas yang kurang dan kehilangan panas yang tinggi.

Panas kurang diproduksi karena sirkulasi yang masih belum

sempurna, respirasi masih lemah, konsumsi oksigen yang rendah,


otot yang belum aktif, serta asupan makanan yang kurang.

Kehilangan panas terjadi akibat dari permukaan tubuh yang relatif

lebih luas dan lemak subkutan yang kurang, terutama lemak coklat

(brown fat). Mekanisme kehilangan panas pada bayi dapat terjadi

melalui konduksi, evaporasi, konveksi, dan radiasi. Hipotermia dapat

mengakibatkan komplikasi jangka pendek berupa asidosis,

hipoglikemia, dan gangguan pembekuan darah serta peningkatan

risiko untuk distres pernapasan. Apabila berkepanjangan hipotermia

dapat menyebabkan edema, sklerema, perdarahan hebat (terutama

perdarahan paru), dan icterus.

2) Rendahnya daya tahan terhadap infeksi

Bayi berat lahir rendah terutama bayi kurang bulan sangat rentan

terhadap infeksi terutama infeksi nosokomial. Hal ini disebabkan

oleh kadar imunoglobulin serum yang rendah, aktivitas bakterisidal

neutrofil dan efek sitotoksik limfosit juga masih rendah. Risiko

untuk mendapat infeksi nosokomial meningkat apabila beberapa bayi

dirawat bersama dalam satu inkubator –suatu hal yang masih terjadi

di negara berkembang, bayi terlalu lama dirawat di rumah sakit, serta

rasio perawat-pasien yang tidak seimbang

3) Apneu pada bayi kurang bulan

Kelainan ini terjadi akibat ketidakmatangan paru dan susunan saraf

pusat. Apneu didefinisikan sebagai periode tak bernapas selama

lebih dari 20 detik dan disertai bradikardia. Kelainan ini dapat


ditemukan pada pemantauan yang teliti dan terus menerus. Semua

bayi dengan masa kehamilan kurang dari 34 minggu harus secara

rutin dan terus menerus dipantau sampai apneu itu hilang selama

satu minggu. Pemberian teofilin dapat mengurangi kejadian apneu

sekitar 60-90 %.

4) Enteroklitis nekrotikans (EKN)

Prematuritas merupakan faktor risiko terjadinya enterokolitis

nekrotikans (EKN) pada neonatus. Kenaikan angka harapan hidup

BKB menyebabkan kenaikan kejadian EKN. Kejadian EKN tertinggi

pada bayi berat lahir < 1500 g. Etiologi penyakit ini multifaktor,

yaitu faktor yang menyebabkan trauma hipoksik iskemik pada

saluran cerna yang masih imatur, kolonisasi bakteri patogen, dan

substrat protein berlebihan dalam lumen. Pemberian ASI dapat

mencegah/mengurangi kejadian EKN karena ASI merupakan cairan

normo-osmolar dan mengandung makrofag, limfosit, dan

imunoglobulin yang mencegah kolonisasi bakteri patogen.

e. Kebutuhan Bayi Berat Lahir Rendah

Bayi berat lahir rendah, dalam hal ini bayi kurang bulan, kehilangan

kesempatan untuk mempersiapkan diri hidup di luar uterus yang

biasanya terjadi pada trimester ketiga. Makin muda usia gestasi,

kemampuan beradaptasi makin berkurang. Agar mendapat peluang

beradaptasi yang sama dengan bayi cukup bulan maka harus diberikan

lingkungan dan kebutuhan yang sama dengan keadaan di dalam uterus.


Monintja (1998) dalam Suradi (2000) merumuskan kebutuhan tersebut

sebagai berikut:

1) Kebutuhan lingkungan fisik yang sesuai dengan pengaturan suhu,

kelembaban udara, dan kebersihan lingkungan.

2) Kebutuhan akan perfusi dan oksigenisasi jaringan yang baik agar

fungsi metabolisme dan ekskretorik dapat berlangsung adekuat.

3) Kebutuhan nutrisi yang sesuai dan adekuat yang menjamin tumbuh

kembang optimal.

4) Kebutuhan emosional dan sosial yang menunjang tumbuh kembang

yang baik.

B. Kerangka Teori

Bagan 2.1 kerangka teori


BAB III

KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL DAN

HIPOTESIS PENELITIAN

A. Kerangka Konsep Penelitian

Kerangka konsep adalah kerangka hubungan antara konsep-konsep yang

ingin diamati atau diukur melalui penelitian yang akan dilakukan (Bhisma,

2011).

Variable Independen Variable Dependen

Kategori Umur dan tingkat Kejadian BBLR


pendidikan ibu
.bagan 3.1 kerangka konsep penelitian

B. Definisi Operasional

Definisi operasional bertujuan untuk menjabarkan variabel-variabel

dalam penelitian ke dalam indikator yang lebih terperinci (Supangat, 2015).

Definisi operasional dalam penelitian ini adalah :

Definisi operasional dalam penelitian sesuai dengan variable. Variable

merupakan segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh

peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut, dan

kemudian ditarik kesimpulan (Sugiyono, 2017). dalam penelitian ini terdapat

dua variabel, diantaranya yaitu variabel independen atau variabel bebas, yaitu
kategori usia dan tingkat pendidikan ibu. Dan variabel dependen atau variabel

terikat yaitu kejadian BBLR

Tabel 3.1 Definisi Operasional


Definisi
Variabel Alat & Cara Ukur Hasil ukur Skala ukur
Operasional

Independen
Usia Ibu Jumlah tahun sejak lahir - Lembar observasi Usia resiko Nominal
hingga saat ibu - catatan rekam medis tinggi jika usia
melakukan persalinan responden <20
yang tercantum dalam - tahun atau >
data rekam medis 35 tahun

Usia tidak
resiko tinggi
jika usia
responden 20
tahun atau 35
Tingkat Pendidikan formal yang - Lembar observasi Rendah jika Nominal
Pendidikan ditempuh ibu yang - catatan rekam medis ≤SMP
ibu tercantum dalam data
(rekam medis) Tinggi jika
≥SMA

Kejadian Kondisi bayi ketika - Lembar observasi BBLR jika Ordinal


BBLR dilahirkan dengan berat - catatan rekam medis berat lahir <
badan lahir rendah dalam 2500 gram
satuan gram sesuai
dengan data yang Berat bayi
tercantum dalam rekam Normal jika
medis berat lahir ≥
2500

C. Hipotesis Penelitian
Hipotesis adalah jawaban sementara dari suatu penelitian (Notatmodjo,

2012) Hipotesis dalam penelitian ini yaitu :

Ha = Terdapat hubungan antara kategori umur ibu dengan kejadian BBLR di

Ruang Perinatalogi RSUD Bayu Asih.

Ha = Terdapat hubungan antara kategori tingkat pendidikan ibu dengan

kejadian BBLR di Ruang Perinatalogi RSUD Bayu Asih.

H0 = Tidak terdapat hubungan antara kategori umur ibu dengan kejadian

BBLR di Ruang Perinatalogi RSUD Bayu Asih.

H0 = Tidak terdapat hubungan antara kategori tingkat pendidikan ibu dengan

kejadian BBLR di Ruang Perinatalogi RSUD Bayu Asih.


BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode observasional yaitu survei atau

penelitian yang mencoba menggali bagaimana dan mengapa fenomena

kesehatan itu terjadi dengan rancangan penelitian cros sectional dengan

pendekatan secara retrospektif di mana data yang menyangkut variabel bebas

atau risiko dan variabel terikat atau variabel akibat, akan dikumpulkan dalam

waktu yang bersamaan. (Bhisma, 2011)

B. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang

diteliti (Sugiyono, 2010). Populasi dalam penelitian ini adalah semua

semua BBL yang dirawat di Ruang Perinatalogi RSUD Bayu Asih

selama periode bulan Oktober – Desember tahun 2020 adalah sebanyak

190 BBLR.

2. Sampel
Sampel adalah bagian dari populasi yang dianggap dapat mewakili

populasi yang akan diteliti (Sugiyono, 2017). Besaran sampel dalam

penelitian seluruh populasi.

3. Tehnik pengambilan sampling

Teknik pengambilan sampel yang akan digunakan pada penelitian

ini dengan menggunakan teknik total sampling. Menurut (Sugiyono,

2017). Adalah teknik pengambilan sampel dimana jumlah sampel sama

dengan populasi.

C. Tehnik Pengumpulan Data

1. Jenis Data

Jenis data dalam penelitian ini terdiri dari 2 (Sugiyono, 2017), yaitu :

a. Data Primer

Yaitu data yang diperoleh secara langsung dari hasil wawancara kepada

sejumlah responden yaitu BBLR yang dirawat di Ruang Perinatalogi

pada saat studi pendahuluan.

b. Data sekunder

Yaitu data yang diperoleh melalui pihak lain, atau secara tidak langsung

seperti data rekam medis, kajian literature, jurnal dan sebagainya.

2. Instrument Penelitian

Instrument adalah alat ukur yang dipergunakan untuk mengumpulkan data

agar dapat memperkuat hasil dari penelitian. Alat ukur untuk


mengumpulkan data dalam penelitian ini menggunakan data dokumentasi,

data rekam medis yang terdapat di Ruang perinatalogi RSUD Bayu Asih.

D. Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan dengan tujuan mengubah data menjadi

informasi sebagai salah satu tahapan sebelum melakukan analisis. Berdasarakan

informasi tersebut selanjutnya akan digunakan untuk proses pengambilan

keputusan dalam pengujian hipotesis (Hidayat, 2008).

Data yang dikumpulkan kemudian dilakukan pengolahan data melalui

langkah langkah sebagai berikut: :

1. Editing

Pada tahap ini, mengumpulkan dan memeriksa data yang ada lalu

diperiksa apakah data yang ada sudah sesuai dengan jumlah sampel dan

apakah cara pengisianya sudah benar atau terdapat kekeliruan.

2. Coding

Setelah dilakukan editing, selanjutnya penulis memberikan kode

tertentu pada tiap-tiap data sehingga memudahkan dalam melakukan analisis

data.

3. Data Entry

Data entry adalah kegiatan memasukkan data yang telah dikumpulkan

ke dalam master tabel atau database komputer, kemudian membuat

distribusi frekuensi sederhana atau dengan membuat tabel kontigensi.


4. Tabulating

Pada tahap ini, data yang sama di kelompokan dengan teliti dan teratur,

kemudian dihitung dan dijumlahkan, kemudian dituliskan dalam bentuk

tabel-tabel.

E. Rencana Analisa Data

Teknik analisa data adalah untuk mendapatkan gambaran umum dengan

cara mendeskripsikan variabel yang digunakan dalam penelitian ini melalui

distribusi prosentasi. (Hastono, 2009)

1. Analisa Univariant

Analisa data dalam penelitian ini menggunakan analisa dari

kuesioner. Pengolahan data diolah dengan cara menghitung jawaban dari

kuesioner yang didapatkan oleh responden yang dilakukan oleh penelitian.

Dalam jawaban tersebut dihitung jumlah presentase jawaban responden

dengan menggunakan rumus :

f
P= x 100 %
N

Keterangan :

P : Prosentase

f : Frekuensi jawaban responden

N : Jumlah total pertanyaan


2. Analisa Bivariant

Data dan informasi yang diperoleh dari penelitian ini akan

dianalisis dengan menggunakan analisis stastistik dan aplikasinya

menggunakan aplikasi software statistik. Teknik analisa statistik yang

digunakan adalah model analisis Chi Square, karena data yang

digunakan merupakan bentuk ordinal dengan tingkat kepercayaan 95 %.

Keterangan :

X2 : Nilai chi square

O : Nilai observasi

E : Nilai ekspektasi (harapan)

P < 0,05 artinya Ha ditolak yaitu terdapat hubungan antara kategori umur,

tingkat pendidikan ibu dengan kejadian BBLR di ruang perinatalogi

RSUD Bayu Asih

P > 0,05 artinya Ho gagal ditolak yaitu Tidak terdapat hubungan antara

kategori umur, tingkat pendidikan ibu dengan kejadian BBLR di ruang

perinatalogi RSUD Bayu Asih


Nilai P value adalah Nilai yang diperoleh dari hasil pengolahan data uji

hubungan dua variabel penelitian dengan menggunakan aplikasi statistik

SPSS.

F. Waktu dan Tempat Penelitian

Waktu penelitian dilakukan pada bulan februari – Maret 2021.

Tempat penelitian dilakukan di Ruang Perinatalogi RSUD Bayu Asih

G. Etika Penelitian

Etika penelitian dalam sebuah penelitan sangat diperlukan. Dalam Polit

& Beck (2012) prinsip-prinsip etik dalam penelitian adalah sebagai berikut :

1. Inform Consent (Persetujuan Subyek Penelitian)

Tujuannya adalah subyek mengetahui maksud dan tujuan penelitian

serta dampak yang diteliti selama pengumpulan data.Jika subyek bersedia

diteliti maka harus menandatangani lembar persetujuan. Jika subyek

menolak, maka peneliti tidak akan memaksa dan akan tetap menghormati

hak – haknya.

2. Anonymity (Tanpa Nama)


Untuk menjaga kerahasiaan identitas, peneliti tidak akan

mencantumkan nama responden pada lembar pengumpulan data (angket)

yang diisi responden. Lembar tersebut hanya diberi nomor kode tertentu.

3. Confidentiality (Kerahasiaan)

Kerahasiaan informasi yang diberikan oleh responden yang dijamin

oleh peneliti, data tersebut hanya disajikan atau dilaporkan pada kelompok

yang berhubungan dengan peneliti. (Bhisma, 2011)

DAFTAR PUSTAKA

American Pregnancy Association (2015). Premature Birth Complications.


https://americanpregnancy.org/healthy-pregnancy/labor-and-
birth/premature-birth-complications-871/

Badan Pusat Statistik (BPS). Berita Resmi Statistik. Indeks Pembangunan Manusia
(IPM) Tahun 2020. No.97/12/Th.XXIII, 15 Desember 2020.
https://www.bps.go.id/pressrelease/2020/12/15/1758/indeks-
pembangunan-manusia--ipm--indonesia-pada-tahun-2020

Behrman, R. E. (2012). Ilmu Kesehatan Anak Nelson. ed. 15. Jakarta: EGC
Bernafe P.S. (2013). Umur dan pendidikan Ibu Bersalin Dengan Kejadian Berat
Bayi lahir Rendah. Akademi Kebidanan griya Husada. Surabaya

Bhisma. 2011. Penerapan Metode Statistik Non-Parametrik Dalam Ilmu-ilmu


Kesehatan. Jakarta: PT Gramedia

Bobak, Lowdermilk, Jensen (2014) Buku Ajaran Keperawatan Maternitas. Jakarta:


EGC.

DepKes RI.(2009). Pedoman Pelayanan Kesehatan Bayi Berat Lahir Rendah


(BBLR)Dengan Perawatan Metode Kanguru Di Rumah Sakit dan
Jejaringnya.Jakarta : Depkes RI

Handry Mulyawan (2009). Gambaran Kejadian BBLR, Karakteristik Ibu, dan


Karakteristik bayi Pada bayi Dari Ibu Vegetarian DI 17 Kota Di Indonesia
tahun 2009. Skripsi. FKM UI. Depok

Hastono, Sutanto Priyo & Luknis Sabri. 2011. Statistik Kesehatan. Jakarta: Raja
Grafindo PErsada

Hicks R. 2016. Low birth weight. www.webmd.boots.com

Hidayat. 2008. Metode Penelitian Keperawatan dan Tehnik Analisa Data. Jakarta.
Salemba Medika.

Imral Chair. (2009). Resusitasi Bayi Baru Lahir dan Beberapa Masalah Pada
Kelahiran Kurang Bulan. Dalam: Penanganan Mutahir Bayi Prematur.
Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

Khamidah, (2010). Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pelaksanaan Inisiasi


Menyusu Dini di Ruang Mawar Rumah Sakit Umum Daerah Dr. H.
Soewondo Kendal. Jurnal Keperawatan Maternitas. Volume 1, No. 2,
November 2013

Ludington-Hoe SM, Golant SK. (1993). Kangaroo care, the bestyou can do to help
your preterm infant. New York:Bantam Books

Manuaba, Ida Bagus Gde. 2015. Pengantar Kuliah Obtetri. EGC. Jakarta

Notoatmodjo. 2012. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta

Notoatmodjo, S. 2014. Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta


Nurlaila, Wuri Utami, Tri Cahyani (2019). Buku Ajar Perawatan Bayi Berat Lahir
Rendah. Cetakan Pertama. Yogyakarta. Leukatiprio

Nuswantari Dyah (Ed.). 2008. Kamus saku kedokteran dorland , edisi 28. Jakarta:
EGC

Potter. P.A dan A.G. Perry.( 2010). Buku Ajar Fundamental Keperawatan Edisi.7.
Jakarta: Salemba Medika;

Proverawati A dan Siti A. (2010). Buku Ajar untuk Kebidanan. Yogyakarta : Nuha
Medika.

Purwakarta.go.id. (2019) Quick Respon Penanganan Persalinan Di Purwakarta,


Dinkes Gulirkan Jabang Tutka. Portal Resmi Pemerintah Kabupaten
purwakarta. https://purwakartakab.go.id/read/418 di akses Kamis, 7
Januari 2021.

Prawirohardjo, Sarwono. 2010. Ilmu Kebidanan. Jakarta : YBP-SP

Proverawati A. 2013. Anemia dan Anemia Kehamilan. Yogyakarta. Nuha Medika

Sarwono, P (2016). Ilmu Kebidanan. Edisi Keempat. Cetakan Kelima. PT. Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta.

Rochjati, 2011. Skrining Antenatal pada Ibu Hamil. Surabaya: FK UNAIR

Rukiyah & Yulianti, L. 2010. Asuhan Neonatus, Bayi dan Balita. Jakarta: TIM

Silvestrin S et al. 2013. Maternal education level and low birth weight: a
metaanalysis. Jornal de Pediatria. Volume 89, issue 4, pages 339-45.
Diakses pada 20 Januari 2016 dari http://jped.elsevier.es/en/maternal-
educationlevel-low-birth/articulo/S0021755713000971/.

Sugiyono. 2017. Statistika untuk Penelitian. Bandung: Alphabeta

Soetjiningsih. 2014. Tumbuh Kembang Remaja dan Permasalahnnya.


Jakarta:Sagung. Seto

Sofian Amru., 2013. Rustam Mochtar Sinopsis Obstetri: Obstetri Fisiologi, Obstetri
Patologi, Edisi 3, Jilid 1. Jakarta: EGC

Undang-Undang nomor 20 tahun 2013 tentang sistem pendidikan nasional.


www.hukumonline.com
Wiwik, 2010. Hipotermia. Diakses dari http://asuhan-
keperawatan.10.cc/2010/07/hipotermi.html. Diakses Selasa 11 Januari
2021

Wong, Donna L, (2012.) Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Wong (6 ed.). Jakarta:
EGC.

Lampiran 1

LEMBAR OBSERVASI

FORMAT PENGUMPULAN DATA

NO USIA TINGKAT BERAT BAYI LAHIR


RESPONDEN (Dalam PENDIDIKAN (GRAM)
Tahun)

Anda mungkin juga menyukai