Anda di halaman 1dari 107

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ibu menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah seorang

perempuan yang telah melahirkan seorang anak. Sedangkan Ibu (kata

benda) seseorang yang mencintai tanpa syarat, orang yang membangun

karakter dan menyembuhkan hati yang luka, orang yang membuat dan

menjaga memori indah, orang yang dicintai dengan penuh kasih dan

kekaguman. Selain itu Ibu (kata kerja) mencintai, mengayomi, melindungi,

mendidik, membimbing, memberi kenyamanan, memelihara, mendukung,

merangkul, menghargai, menyemangati, dll.

Sesuai yang dijelaskan dalam (Al-qur’an surat Al-Ahqof ayat 15)

“Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang

ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan

melahirkannya dengan susah payah (pula). Mengandungnya sampai

menyapihnya adalah tiga puluh bulan, sehingga apabila dia telah dewasa

dan umurnya sampai empat puluh tahun ia berdoa: “Ya Tuhanku,

tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat Engkau yang telah Engkau

berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat

amal yang saleh yang Engkau ridhai; berilah kebaikan kepadaku dengan

(memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat

kepada Engkau dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang

berserah diri”. Ayat diatas selain menjelaskan tentang perintah yang

berkaitan dengan perhatian dan kepedulian dalam memperlakukan orang

1
2

tua dengan baik juga menjelaskan tentang kesusahan, kesakitan ibu saat

mengandung dan melahirkan.

Kehamilan, persalinan, dan menyusui anak merupakan proses

alamiah bagi seorang ibu dalam usia produktif. Bila terjadi gangguan

dalam proses ini, baik itu gangguan fisiologis maupun psikologis, dapat

menimbulkan masalah yang buruk tidak hanya terhadap kesehatan ibu

sendiri, tetapi membahayakan bagi bayi yang dikandungnya, bahkan

tidak jarang menyebabkan kematian ibu. Kematian ibu dan bayi sering

terjadi karena komplikasi yang terjadi pada masa sekitar persalinan, maka

intervensi ditekankan pada kegiatan pertolongan persalinan yang aman

oleh tenaga kesehatan yang terlatih. Melalui pertolongan yang baik dan

benar, diharapkan komplikasi akibat salah penanganan bisa dicegah,

mengetahui dengan cepat komplikasi yang timbul dan dengan segera

memberikan pertolongan termasuk merujuk bila diperlukan (Siregar,

2016).

Masa pasca persalinan merupakan fase khusus dalam kehidupan ibu

dan bayi. Perdarahan pada pasca persalinan merupakan penyebab utama

dari 150.000 kematian ibu setiap tahun di dunia dan hampir 4 dari 5

kematian karena perdarahan pasca persalinan terjadi dalam waktu 4 jam

setelah pasca persalinan. Diperkirakan bahwa 60 % kematian ibu akibat

kehamilan terjadi setelah persalinan dan 50% kematian masa nifas terjadi

dalam 24 jam pertama Asuhan masa nifas diperlukan dalam periode ini

karena merupakan masa kritis baik ibu maupun bayinya (Prawirohardjo,

2010).
3

Keberhasilan pembangunan di bidang kesehatan dapat dinilai dari

indikator derajat kesehatan masyarakat, salah satunya melalui Angka

Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB). Apabila AKB

dalam suatu wilayah tinggi, berarti status kesehatan wilayah tersebut

rendah (WHO, 2015)

Menurut laporan WHO (2014) AKI di dunia yaitu 289.000 jiwa.

Amerika Serikat yaitu 9300 jiwa, Afrika Utara 179.000 jiwa, dan Asia

Tenggara 16.000 jiwa. Angka kematian ibu di negara-negara Asia

Tenggara Indonesia masih menduduki urutan tertinggi yaitu 214 per

100.000 kelahiran hidup jika dibanding Filipina 170 per 100.000 kelahiran

hidup, Vietnam 160 per 100.000 kelahiran hidup, Thailand 44 per 100.000

kelahiran hidup, Brunei 60 per 100.000 kelahiran hidup, dan Malaysia 39

per 100.000 kelahiran hidup (WHO, 2014).

AKB di Indonesia cukup menggembirakan dalam waktu 20 tahun

menunjukkan penurunan, jika dibandingkan tahun 1991 AKB mencapai

angka 68. Selama beberapa tahun terakhir, AKB Indonesia berangsur-

angsur mengalami penurunan. Data AKB berdasarkan hasil Survei

Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) pada tahun 2012, terdapat 34

kematian bayi per 1.000 kelahiran hidup Pada tahun 2015 AKB di

Indonesia telah berkurang secara signifikan, hasil Survei Penduduk Antar

Sensus (Supas) 2015 menunjukkan AKB sebesar 22,23 per 1000 kelahiran

hidup, yang artinya sudah mencapai target MDG 2015, yang ditargetkan

23 per 1.000 kelahiran hidup. Tetapi angka ini masih jauh dari target

Sustainable Development Goals (SDGs) yang harus dicapai pada tahun


4

2030 yaitu sebesar 1,2% kematian yang artinya sekitar 12 kasus kematian

bayi dari 1.000 kelahiran hidup. Hasil riset yang dilakukan oleh Badan

Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa AKB mencapai 25,5. Artinya, ada

sekitar 25,5 kematian setiap 1.000 bayi yang lahir (BPS, 2016).

AKB di Indonesia juga masih termasuk tinggi dibandingkan dengan

negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura yang sudah di bawah 10

kematian per 1.000 kelahiran bayi. Kematian bayi merupakan salah satu

indikator untuk mengetahui derajat kesehatan suatu negara dan bahkan

untuk mengukur tingkat kemajuan suatu bangsa. Tingginya kematian bayi

pada usia hingga satu tahun menunjukkan masih rendahnya kualitas sektor

kesehatan di negara tersebut.

Menurut Word Health Organization/WHO (2015) faktor dari bayi

yang dapat mempengaruhi kematian bayi yaitu sepsis dan kelainan

kongenital. Faktor lainya yang dapat mempengaruhi yaitu Berat Badan

Lahir Rendah (BBLR) dan prematur (Wandira & Indrawati, 2012). Data

Kementriaan Kesehatan RI (2015) menyebutkan penyebab kematian pada

perinatal disebabkan oleh Intra Uterine Fetal Death (IUFD) sebanyak

29,5% dan BBLR sebanyak 11,2%.

Kasus BBLR masih cukup tinggi 15% dari 20 juta bayi di seluruh

dunia yang lahir dengan BBLR setiap tahunnya (WHO, 2014). Prevalensi

global untuk BBLR adalah 15,5%, yang artinya sekitar 20.6 juta bayi yang

lahir setiap tahunnya dan 96.55 berada di negara berkembang termasuk

Indonesia. Insiden paling tinggi terjadi di Asia Tengah dan Asia Selatan

(27,1%) dan paling rendah di Eropa (6,4%) (Mahayana, Chundrayetti &


5

Yulistini, 2015). Data kasus BBLR untuk provinsi Jawa Tengah adalah

sebesar 9,7% (Kementerian Kesehatan RI, 2014). Sedangkan untuk

kabupaten Cilacap kasus bayi dengan BBLR adalah sebesar 3,6% (Profil

Kesehatan Jawa Tengah, 2017).

BBLR merupakan faktor utama dalam peningkatan mortalitas,

morbidilitas, dan disabilitas neonatus, bayi dan anak serta dapat

memberikan dampak jangka panjang terhadap kehidupan di masa depan

(Proverawati dan Ismawati, 2010). BBLR adalah bayi yang lahir dengan

berat kurang dari 2500 gram tanpa memandang masa kehamilan (Depkes

RI, 2009). Penilaian terhadap BBLR dilakukan dengan cara menimbang

bayi pada saat lahir atau 24 jam pertama. Berdasarkan penanganan dan

harapan hidupnya BBLR dibedakan menjadi BBLR dengan berat lahir

1500-2500 gram, bayi berat lahir sangat rendah (BBLSR) berat lahir

kurang dari 1500 gram, dan bayi berat lahir ekstrim rendah (BBLER) berat

lahir kurang dari 1000 gram (Pantiawati, 2010).

Proverawati dan Ismawati (2010), menjelaskan faktor yang

mempengaruhi kejadian BBLR antara lain adalah karakteristik sosial

demografi ibu (umur kurang dari 20 tahun dan umur lebih dari 34 tahun,

ras kulit hitam, status ekonomi yang kurang, status perkawinan yang

tidak sah). Risiko medis ibu sebelum hamil juga berperan terhadap

kejadian BBLR (paritas, berat badan dan tinggi badan, pernah

melahirkan BBLR, jarak kelahiran). Status kesehatan reproduksi

terhadap BBLR (status gizi ibu, infeksi dan penyakit kehamilan dan

komplikasi kehamilan). Status pelayanan antenatal ( frekuensi dan


6

kualitas pelayanan antenatal, tenaga kesehatan, tempat pemeriksaan

kehamilan, usia kehamilan saat pertama kali memeriksakan kehamilannya

juga berisiko untuk melahirkan BBLR. Selain faktor diatas menurut

Keram (2016) anemia juga merupakan salah satu faktor yang

menyebabkan BBLR. Sedangkan menurut Romauli (2011) tingkat

pendidikan ibu hamil yang rendah sangat berperan dalam kualitas

perawatan bayinya. Penguasaan pengetahuan erat kaitannya dengan

tingkat pendidikan seseorang.

Penelitian yang dilakukan oleh Mahayana, S, A, A., Chundrayetti, E.,

dan Yulistini, Y (2015) di RSUP Dr. M. Djamil Padang menyatakan

bahwa resiko paritas (p=0,022), plasenta (p=0,049), dan anemia (p=0,001)

memiliki hubungan yang signifikan sebagai faktor terjadinya BBLR.

Selain itu penelitian yang di lakukan oleh Sulistyorini, D., dan Siswoyo, S

(2014) di Puskesmas Perkotaan Kabupaten Banjarnegara menunjukkan

data antara gemelli (p=0,029) dan anemia (p=0,188) memiliki pengaruh

yang signifikan sebagai faktor terjadinya BBLR. Hasil penelitian lain yang

dilakukan oleh Indrasari (2012) di Ruang delima RSUD Dr. H. Abdoel

Moeloek Provinsi Lampung menunjukkan data bahwa terdapat pengaruh

yang siginifikan antara adalah usia ibu beresiko (p=0,014), paritas

(p=0,018), komplikasi kehamilan (p=0,009), jarak kehamilan (p=0,011),

penyakit ibu (p=0,009), perilaku (p=0,003) dapat memberikan pengaruhi

terhadap kejadian BBLR.

Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Cilacap merupakan salah satu

rumah sakit yang melaksanakan berbagai pelayanan kesehatan, salah


7

satunya yaitu pelayanan kebidanan. RSUD Cilacap juga adalah rumah

sakit rujukan utama atau primer di Kabupaten Cilacap. Selain itu RSUD

Cilacap merupakan rumah sakit tipe B serta Badan Layanan Umum

Daerah (BLUD).

Menurut penelitian Kania (2015) yang di lakukan di RSUD Cilacap

data pada tahun 2013 jumlah Bayi Baru Lahir (BBL) sebanyak 2238 bayi

dan yang BBLR sebanyak 360 bayi (16,09%). Sedangkan pada tahun 2014

jumlah BBL adalah sebanyak 1743 bayi dimana 409 bayi (23,47%) adalah

BBLR dan pada bulan Januari sampai Agustus 2015 jumlah BBL adalah

sebanyak 1259 bayi dimana 150 bayi (11,91%) adalah BBLR.

Hasil survei pendahuluan yang dilakukan di ruang Melati dan Teratai

RSUD Cilacap pada tanggal 01 Maret 2019 didapatkan data pada tahun

2016 jumlah BBLR sebanyak 365 (16,8%) dari 2173 kehamilan. Tahun

2017 terjadi penurunan jumlah BBLR sebanyak 312 (13,1%) dari 2384

kelahiran. Tetapi insiden BBLR kecenderungan meningkat di tahun 2018

yaitu 320 (13,9%) dari 2310 kelahiran. Pada bulan November 2018

terdapat 10 bayi BBLR dengan kondisi status ibu 40% berumur lebih dari

35 tahun, 30% ibu dengan paritas multipara, 70% ibu melahirkan

prematur, sebagian besar ibu berpendidikan rendah dan mengalami

anemia. Dari data tersebut menunjukkan banyak faktor yang

mempengaruhi kejadian BBLR di Cilacap. Berdasarkan latar belakang dan

fenomena diatas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang

faktor-faktor resiko ibu hamil dengan kejadian BBLR di Rumah Sakit

Umum Daerah Cilacap.


8

B. Rumusan Masalah

Bedasarkan uraian latar belakang diatas, maka rumusan masalah

dalam penelitian ini ialah “Adakah Faktor-Faktor Resiko Ibu Hamil yang

Berhubungandengan Kejadian BBLR di Rumah Sakit Umum Daerah

Cilacap?”

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum :

Mengetahui tentang faktor-faktor resiko ibu hamil yang berhubungan

dengan kejadian BBLR di rumah sakit umum daerah Cilacap.

2. Tujuan khusus :

a. Mengetahui deskripsi faktor resiko ibu hamil yang melahirkan bayi

dengan BBLR di RSUD Cilacap.

b. Mengetahui hubungan usia ibu hamil dengan kejadian BBLR di

RSUD Cilacap.

c. Mengetahui hubungan anemia dengan kejadian BBLR di RSUD

Cilacap.

d. Mengetahui hubungan tingkat pendidikan dengan kejadian BBLR

di RSUD Cilacap.

e. Mengetahui hubungan paritas dengan kejadian BBLR di RSUD

Cilacap.

f. Mengetahui hubungan usia kehamilan dengan kejadian BBLR di

RSUD Cilacap.

g. Mengetahui hubungan status gizi dengan kejadian BBLR di RSUD

Cilacap.
9

h. Mengetahui faktor paling dominan berhubungan dengan kejadian

BBLR di RSUD Cilacap.

D. Manfaat Penelitian

1. Secara Teoritis

a. Memberikan sumber informasi tentang faktor-faktor resiko ibu hamil

yang berhubungan dengan kejadian BBLR.

b. Memberikan refrensi dan data sebagai dasar penelitian selanjutnya

sehingga mendapatkan informasi yang lebih jelas terkait faktor-

faktor resiko ibu hamil yang dapat mempengaruhi terjadinya BBLR.

2. Secara Praktis

a. Bagi instansi pendidikan

1) Mendapat data dan selanjutnya data tersebut dijadikan sebagai

bahan bacaan atau sumber data bagi peneliti lain yang

memerlukan masukan berupa data atau pengembangan

penelitian terkait faktor-faktor resiko ibu hamil dengan kejadian

BBLR di Rumah Sakit Umum Daerah Cilacap.

2) Mendapatkan informasi yang selanjutnya informasi tersebut

dapat dijadikan sebagai sumber informasi pada insitusi jurusan

keperawatan STIKES Al-Irsyad Al-Islamiyyah Cilacap untuk

dijadikan dokumentasi ilmiah.

b. Bagi tempat penelitian

1) Mendapatkan data mengenai faktor-faktor resiko ibu hamil

dengan kejadian BBLR di Rumah Sakit Umum Daerah Cilacap.


10

2) Mendapatkan data hasil penelitian yang selanjutnya dapat

dijadikan sebagai sumber informasi dan masukan dalam

memberikan pencegahan terhadap faktor-faktor resiko ibu hamil

yang dapat mempengaruhi terjadinya BBLR.

c. Bagi peneliti

Mendapatkan pengetahuan baru dalam melakukan penelitian

untuk mengetahui faktor-faktor resiko ibu hamil dengan kejadian

BBLR di Rumah Sakit Umum Daerah Cilacap.

E. Keaslian Penelitian

1. Penelitian Nur, R., Arifuddin, A., dan Novila, R. (2016) tentang

Analisa Faktor Risiko Kejadian Berat Badan Lahir Rendah Di RSU

Antapura Palu. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor risiko

kejadian BBLR Di RSU Anutapura Palu. Metode penelitian yang

digunakan adalah observasional dengan pendekatan case control.

Sampel kasus adalah ibu yang melahirkan BBLR dan sampel kontrol

adalah ibu yang melahirkan normal dengan perbandingan 1 : 2 dengan

macthing umur. Data dianalisis dengan uji OR pada batas kemaknaan

(alfa 5%). Hasil penelitian menunjukkan bahwa paritas (OR = 1,703

pada 95%, CI 0,862-3,363), jarak kehamilan (OR = 3,231pada 95% CI

1,6336,391) cakupan penimbangan berat badan (OR = 2,519 pada 95%

CI 1,261-5,031), cakupan pemeriksaan tekanan darah (OR = 2,692 pada

95% CI 1,397-5,184), dan cakupan pemeriksaan kadar Hb(OR = 3,154

pada 95% CI 1,451-6,855), merupakan faktor risiko terhadap BBLR


11

Persamaan dari penelitian ini adalah tema yang diambil yaitu

faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian BBLR, menggunakan

pendekatan kuantitatif, rancangan case control dengan menggunakan

observasi secara langsung. Sedangkan perbedaan dari penelitian ini

adalah desain penelitian survey analitic dengan pendekatan waktu

restrospektive, tempat penelitian di RSUD Cilacap, menggunakan 6

variabel yaitu usia, tingkat pendidikan, anemia, paritas, usia kehamilan,

dan status gizi dengan studi dokumentasi dari rekam medis ibu yang

melahirkan bayi BBLR di RSUD Cilacap, sampel kasus dan sampel

kontrol dengan perbandingan 1:1 dan analisa yang digunakan dalam

penelitian ini sampai analisa multivariat.

2. Penelitian Mahayana, S, A, A., Chundrayetti, E., dan Yulistini, Y.

(2015) tentang faktor resiko yang berpengaruh terhadap kejadian berat

badan lahir rendah di RSUP Dr. Djamil Padang. Tujuan penelitian ini

adalah untuk menentukan faktor risiko ibu, plasenta, janin dan

lingkungan yang berpengaruh terhadap kejadian BBLR. Penelitian ini

bersifat analitik dengan desain cross-sectional dengan mengumpulkan

data retrospektive rekam medis ibu yang melahirkan bayi BBLR di

RSUP Dr. M. Djamil Padang dari Januari sampai Desember 2012. Pada

72 sampel yang didapatkan, faktor risiko janin dengan jenis kelamin

laki-laki (61,1%) dan status sosio ekonomi rendah (52,8%) memiliki

proporsi yang lebih besar pada kejadian BBLR. Analisis bivariat chi-

square menunjukkan faktor risiko anemia (p=0,001) dan kelainan

plasenta (p=0,049) memiliki hubungan statistik yang signifikan terhadap


12

kejadian BBLR prematur dan dismatur. Pengaruh terbesar secara

statistik terdapat pada faktor risiko anemia (p=0,001) dan paritas

(p=0,022) pada analisis multivariat regresi logistik. Anemia, kelainan

plasenta dan paritas merupakan faktor risiko yang berpengaruh terhadap

kejadian BBLR prematur dan dismatur di RSUP Dr. M. Djamil Padang.

Persamaan dari penelitian ini adalah tema yang diambil yaitu

faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian BBLR, menggunakan

pendekatan kuantitatif, desain survei analitic dengan mengumpulkan

data secara restrospektive, menggunakan uji untuk analisa bivariat chi-

squere dan dilakukan observasi secara langsung. Sedangkan perbedaan

dari penelitian ini adalah tempat penelitian di RSUD Cilacap,

menggunakan rancangan penelitian secara case control dengan

perbandingan kelompok kasus dan kelompok kontrol 1:1, menggunakan

6 variabel yaitu usia, tingkat pendidikan, anemia, paritas, usia

kehamilan, dan status gizi dengan studi dokumentasi dari rekam medis

ibu yang melahirkan bayi BBLR di RSUD Cilacap dan analisa yang

digunakan dalam penelitian ini sampai analisa multivariat.

3. Penelitian Cahyani, W (2015) tentang hubungan antara tingkat

pendidikan , umur, paritas dan kadar hemoglobin pada maternal dengan

kejadian berat badan lahir rendah (BBLR) di RS DR. OEN Surakarta.

Penelitian ini menggunakan metode observational analytic dengan

desain case control. Sampel penelitian diambil secara purposive

sampling untuk kasus dan simple random sampling untuk kontrol dari

data rekam medis pasien persalinan selama periode tahun 2014 di RS Dr


13

Oen Surakarta sebanyak 150 sampel. Hasil penelitian berdasarkan analisis

bivariat dengan uji statistik Chi Square menunjukkan bahwa variabel yang

berhubungan dengan kejadian BBLR adalah tingkat pendidikan didapatkan

nilai p = < 0,05), selanjutnya dilakukan analisis multivariate dengan uji regresi

logistic didapatkan hasil bahwa variabel yang paling berisiko terhadap kejadian

BBLR adalah tingkat pendidikan dengan nilai OR = 3,46.

Persamaan dari penelitian ini adalah tema yang diambil yaitu

faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian BBLR, menggunakan

pendekatan kuantitatif, desain survei analitic dengan mengumpulkan

data secara restrospektive, menggunakan uji untuk analisa bivariat chi-

squere dan dilakukan observasi secara langsung yang kemudian di

analisia multivariat. Sedangkan perbedaan dari penelitian ini adalah

tempat penelitian di RSUD Cilacap, menggunakan rancangan penelitian

secara case control dengan perbandingan kelompok kasus dan

kelompok kontrol 1:1, menggunakan 6 variabel yaitu usia, tingkat

pendidikan, anemia, paritas, usia kehamilan, dan status gizi dengan

studi dokumentasi dari rekam medis ibu yang melahirkan bayi BBLR.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI

A. TINJAUAN PUSTAKA

1. Kehamilan

a. Pengertian

Kehamilan adalah waktu transisi, yaitu suatu masa antar

kehidupan sebelum memiliki anak yang sekarang berada dalam

kandungan dan kehidupan nanti setelah anak tersebut telah lahir.

Perubahan setatus yang radikal ini dipertimbangkan sebagai suatu

krisis di sertai dengan priode tertentu untuk menjalani proses

persiapan psikologis yang secara normal sudah ada selama

kehamilan dan mengalami puncaknya pada saat bayi tersebut akan

lahir (Sukarni, 2013).

Menurut Faderasi Obstetri Ginekologi International, kehamilan

adalah fertilisasi atau penyatuan dari spermatozoa dan ovum yang

kemudian dilanjutkan dengan nidasi atau implantasi. Bila dihitung

dari saat fertilisasi sampai dengan lahirnya bayi, kehamilan normal

akan berlangsung dalam waktu 40 minggu. Kehamilan terbagi

dalam 3 trimester yaitu, trimester pertama berlangsung selama 12

minggu, trimester kedua 15 minggu (minggu ke- 13 sampai ke-27)

dan trimester ketiga berlangsung 13 minggu (minggu ke-28 sampai

minggu ke-40) (Prawirohardjo, 2010).

Wiknjosastro (2009) mendefinisikan kehamilan sebagai suatu

proses yang terjadi antar perpaduansel sperma dan ovum sehingga

14
15

terjadi konsepsi sampai lahirnya janin, lamanya hamil normal

adalah 280 hari atau 40 minggu dihitung dari haid pertama haid

terakhir (HPHT).

Menurut Manuaba (2012) kehamilan adalah rantai yang

berkesinambungan yang terdiri dari ovulasi (pematangan sel) lalu

pertemuan ovum (sel telur) dan spermatozoa (sperma) terjadilah

pembuahan dan pembentukan zigot kemudian bernidasi

(penanaman) pada uterus dan pembentukan plasenta dan tahap

akhir adalah tumbuh kembang hasil konsepsi sampai aterm.

b. Tanda-Tanda Kemungkinan Kehamilan

Mochtar (2012) menyatakan tanda-tanda kemungkinan

kehamilan yaitu:

1) Perut membesar

2) Uterus membesar terjadi perubahan bentuk, besar, dan

konsistensi rahim.

3) Tanda hegar ditemukannya serviks dan isthmus uteri yang

lunak pada pemeriksaan manual saat kehamilan usia 4 sampai

6 minggu.

4) Tanda chadwick perubahan warna menjadi kebiruan yang

terlihat di porsio, vagina, dan labia. Tanda tersebut timbul

akibat pelebaran vena karena peningkatan kadar estrogen.

5) Tanda piskacek pembesaran dan pelunakan rahim ke salah satu

sisi rahim yang berdekatan dengan tuba uterine. Biasanya

tanda ini ditemukan di usia 7 sampai 8 minggu.


16

6) Kontraksi-kontraksi kecil uterus jika dirangsang (Braxton

Hick).

7) Teraba ballottement.

8) Reaksi kehamilan positif.

c. Tanda-Tanda Pasti Kehamilan

Manuaba (2012) menyatakan tanda-tanda pasti kehamilan

yaitu:

1) Gerakan janin dalam rahim.

2) Terlihat atau teraba gerakan janin dan teraba bagian-bagian

janin.

3) Denyut jantung janin, didengarkan dengan stetoscop laenec,

pemeriksaan dengan menggunakan alat doppler.

d. Diagnosa banding kehamilan

Menurut Manuaba (2012) diagnosa banding kehamilan

diantaranya:

1) Hamil palsu (pseudosiesis)

Ditemukan tanda dugaan hamil, tetapi dengan pemeriksaan

alat canggih dan tes biologis tidak menunjukan kehamilan.

2) Tumor kandungan atau mioma uteri

Terdapat pembesaran rahim, tetapi tidak disertai tanda hamil.

Bentuk pembesaran yang tidak merata. Perdarahan banyak saat

menstruasi.
17

3) Kista ovarium

Pembesaran perut, tetapi tidak disertai tanda hamil dan

mestruasi terus berlangsung. Lamanya pembesaran perut dapat

melampaui usia kehamilan. Pemeriksaan tes biologis

kehamilan dengan hasil negatif.

4) Hematometra

Terlambat datang bulan yang dapat melampaui usia kehamilan.

Perut terasa nyeri setiap bulan. Terjadi tumpukan darah dalam

rahim. Tanda dan pemeriksaan kehamilan tidak menunjukan

hasil yang positif, himen in perforate.

5) Kandung kemih penuh

Dengan cara dilakukan kateterisasi, maka pembesaran perut

akan menghilang.

e. Proses Kehamilan

Proses kehamilan merupakan mata rantai yang bersinambung

dan terdiri dari: ovulasi, migrasi spermatozoa dan ovum, konsepsi

dan pertumbuhan zigot, nidasi (implantasi) pada uterus,

pembentukan plasenta, dan tumbuh kembang hasil konsepsi sampai

aterm. (Manuaba, 2012). Sedangkan menurut Fauziah (2012)

menjelaskan tentang konsepsi dan perkembangan janin terdiri dari

konsepsi, ovum, sperma, fertilisasi, implantasi, embrio dan janin,

dan perkembangan embrio.

1) Ovum (sel telur)


18

Meiosis pada wanita menghasilkan sebuah ovum, yang mana

proses ini terjadi dalam ovarium, khususnya pada folikel

ovarium. Setiap bulan satu ovarium menjadi matur, dengan

sebuah pejamu mengelilingi sel-sel pendukung. Saat ovulasi,

ovum keluar dari folikel ovarium yang pecah kadar estrogen

yang tinggi kemudian meningkatkan gerakan tuba uterin,

sehingga silia tuba tersebut dapat menangkap ovum dan

menggerakannya sepanjang tuba menuju rongga rahim karena

ovum tidak dapat berjalan sendiri. Terdapat dua lapisan

pelindung yang mengelilingi ovum yaitu pertama lapisan zona

pelusida yang berupa membran tebal dan tidak berbentuk,

kedua yaitu lingkaran luar yang disebut corona radiata, terdiri

dari sel-sel oval yang dipersatukan oleh asam hialuronat.

Ovum dianggap subur selama kurang lebih 24 jam setelah

ovulasi, bila tidak difertilisasi oleh sperma, ovum

berdegenerasi dan direabsorpsi (Fauziah, 2012).

2) Sperma (spermatozoa)

Sperma berbentuk seperti kecebong, terdiri dari kepala, yang

berbentuk lonjong agak gepeng berisi inti (nukleus), leher,

yang menghubungkan kepala dengan bagian tengah, dan ekor,

yang dapat bergerak sehingga sperma dapat bergerak dengan

cepat (Mochtar, 2012). Proses pembentukan spermatozoa

merupakan proses yang kompleks. Spermatogonium berasal

dari sel primitif tubulus, menjadi spermatosit pertama, menjadi


19

spermatosit kedua, menjadi spermatid, akhirnya spermatozoa

(Manuaba, 2010).

3) Fertilisasi

Megasari, dkk, (2015) menjelaskan proses kehamilan dimulai

dari fertilisasi yatu bertemunya sel telur dan sel sperma. Saat

terjadi ejakulasi, kurang lebih 3 cc sperma dikeluarkan dari

organ reproduksi pria yang kurang lebih berisi 300 juta sperma.

Setelah masuk ke organ genetalia nterna wanita, sperma akan

menghadapi beberapa rintangan seperti, lendir vagina yang

bersifat asam, lendir serviks yang kental, panjangnya uterus

serta silia yang ada di tuba fallopi. Maka sperma harus

mempunyai akrosom dan melewati proses kapasitas.

Sedangkan ovum akan dikeluarkan dari ovarium sebanyak satu

setiap bulan, ditangkap oleh fimbriae dan berjalan menuju tuba

fallopi. Tempat bertemunya ovum dan sperma paling sering

adalah di daerah ampula tuba. Sebelum keduanya bertemu,

maka terjadi tiga fase yaitu :

a) Tahap penembusan corona radiate

Dari 200-300 juta hanya 300-500 yang sampai di tuba

fallopi yang bias menembus corona radiate karena sudah

mengalami proses kapasitasi.

b) Penembusan zona pellusida

Adalah sebuah perisai glikoprotein di sekeliling ovum yang

mempermudah sperma dan menginduksi reaksi akrosom.


20

Spermatozoa lainnya ternyata juga bisa menempel disini,

tetapi hanya yang terlihat mampu menembus oosit.

c) Tahap penyatuan oosit dan membrane sel sperma

Setelah menyatu maka akan dihasilkan zigot yang

mempunyai kromosom diploid dan terbentuk jenis kelamin

baru.

4) Implantasi

Proses implantasi berlangsung melalui tiga tingkatan yaitu,

apposisi adalah upaya berhadap-hadapan untuk dapat

saling melekakan diri dengan suatu proses tertentu. Adhesi

merupakan proses perlekatan yang mengikut sertakan

molekul integrins dan selektin. Invasi merupakan proses

yang kompleks, mulai dari kontaknya epithelial

endometrium, desktruksi jaringan ikat dan sampai invasi

pembuluh darah, sehingga terbentuknya retro plasenter

sirkulasi, serta tertanamnya hasil konsepsi (Manuaba

2010).

5) Plasenta

Alat yang sangat penting bagi janin karena merupakan alat

pertukaran zat antara ibu dan bayi serta sebaliknya.

Plasenta berbentuk bundar dengan diameter 15-20 cm dan

tebal kurang lebih 2,5 cm, beratnya rata-rata 500 gram.

Umumnya plasenta memiliki bentuk yang lengkap pada

kehamilan lebih kurang 16 minggu dengan ruang amnion


21

telah mengisi seluruh kavum uteri (Kuswanti, 2014).

f. Perubahan Selama Kehamilan

Proses kehamilan sampai persalinan merupakan mata rantai

satu kesatuan dari konsepsi, nidasi, pengenalan adaptasi, perubahan

endokrin sebagai persiapan untuk menyongsong kelahiran bayi, dan

persalinan dengan kesiapan pemeliharaan bayi. Pada kehamilan

terdapat perubahan anatomi dan fisiologik pada ibu. Perubahan

anatomi yang paling terlihat pada ibu hamil adalah pembesaran

uterus. Peningkatan konsentrasi hormon estrogen dan progesteron

pada awal kehamilan akan menyebabkan hipertrofi miometrium.

Hipertrofi miometrium dan hipertrofi kelenjar serviks disertai

dengan peningkatan vaskularisasi menyebabkan perubahan pada

ibu hamil meliputi: tanda chadwick dan tanda goodell (Saifuddin,

2014).

Menurut Mochtar (2012) berikut adalah adaptasi fisiologis

pada sistem tubuh pada masa hamil yaitu sebagai berikut:

1) Sistem reproduksi

Ukuran uterus membesar akibat dari hipertrofi dan hyperplasia

otot polos rahim, berat uterus naik dari 30 gram menjadi 1000

gram, isthrus rahim hipertofi dan serviks uteri bertambah

vaskularisasinya dan bertambah lunak. Saat proses ovulasi

berhenti, vagina dan vulva akan berwarna lebih merah atau

kebiruan. Pembesaran rahim menimbulkan peregangan dan


22

menyebabkan robeknya serabut elastin di bawah kulit sehingga

timbul stirae gravidarum.

2) Sistem pernafasan

Adanya usus yang tertekan kearah diafragma akibat

pembesaran uterus, akan menekan paru-paru sehingga wanita

hamil akan cenderung mengeluh sesak dan nafas pendek.

Kapasitas vital paru akan sedikit meningkat selama masa

kehamilan.

3) Sistem pencernaan

Pada trimester pertama, muncul keluhan mual dan muntah.

Salivasi meningkat, tonus otot saluran pencernaan melemah

sehingga motilitas usus menurun dan makanan akan lebih lama

berada dalam saluran makanan.

4) Sistem intergumen

Pada daerah kulit tertentu, terdapat hiperpigmentasi jaringan

seperti pada muka, payudara (putting dan aerola payudara),

perut dan vulva.

5) Sistem sirkulasi darah

Volume darah total dan volume plasma darah naik pesat sejak

akhir trimester pertama. Gambaran protein darah meningkat;

jumlah protein, albumin, dan gama globulin menurun pada

trimester pertama dan meningkat bertahap pada akhir

kehamilan. Pompa jantung akan meningkat setelah kehamilan

tiga bulam dan menurun lagi pada minggu-minggu terakhir


23

kehamilan. Tekanan darah cenderung turun pada trimester

kedua dan akan naik kembali seperi pra hamil. Nadi biasanya

naik, nilai rata-ratanya 84 kali permenit

6) Metabolisme

Tingkat metabolism basal meningkat hingga 15-20% terutama

pada trimester akhir. Terjadinya gangguan keseimbangan asam

basa, kebutuhan protein dan kalori meningkat. Wanita hamil

sering merasa haus, nafsu makan bertambah, sering buang air

kecil dan kadang juga dijumpai glukosuria, serta berat badan

ibu hamil akan meningkat.

7) Payudara

Selama masa kehamilan, payudara akan bertambah besar.

Dapat terjadi nodul-nodul akibat hipertrofi kelenjar alveoli dan

bayangan vena akan lebih membiru.

Menurut Nirwana (2011) menjelaskan perubahan psikologis

yang dialami ibu hamil berdasarkan usia kehamilan yaitu:

1) Perubahan psikologis pada trimester pertama

Ibu membutuhkan adaptasi terhadap perubahan yang terjadi

pada trimester awal kehamilan. Banyak ibu yang merasa

kecewa, terjadi penolakan, kecemasan dan kesedihan. Pada

awal kehamilan banyak ibu yang mengharapkan untuk tidak

hamil. Hampir 80% wanita menolak, merasa gelisah, depresi,

dan menjadi murung. Sebanyak 15% ibu hamil mengalami

gangguan jiwa pada trimester pertama. Wanita hamil banyak


24

yang merasakan ketakutan dan fantasi selama kehamilan,

khususnya tentang perubahan fisik yang akan terjadi.

2) Perubahan psikologis pada trimester kedua

Terdapat dua fase perubahan psikologis yang di alami pada

trimester kedua. Fase pertama yaitu fase prequickening,

dimana pada fase ini ibu menganalisis dan mengevaluasi

segala hubungan interpersonal yang telah terjadi. Proses ini

akan menjadi dasar bagaimana calon ibu mengembangkan

hubungan dengan anak yang akan dilahirkan. Proses yang

terjadi pada pengevaluasian yaitu perubahan identitas dari

penerima kasih sayang dari ibu menjadi pemberi kasih sayang

sebagai calon ibu. Pada trimester kedua, calon ibu sudah dapat

menerima kehamilannya. Fase kedua yaitu fase postquickening

yaitu ibu hamil akan fokus pada kehamilan dan persiapan

untuk menyambut lahirnya bayi. Pergerakan yang dirasakan

dapat membantu iu membangangun konsep bahwa bayinya

adalah individu yang terpisah dengan dirinya dan

menyebabkan ibu terfokus pada bayi.

3) Perubahan psikologis pada trimester ketiga

Pergerakan bayi akan semakin sering dirasakan oleh calon ibu

pada trimester ketiga perasaan tersebut menimbulkan

kecemasan tersendiri bagi seorang ibu seperti takut apabila

sewaktu-waktu bayinya akan lahir, apakah bayinya akan

terlahir dengan normal, dan hal-hal lain terkait kondisi


25

bayinya. Seorang ibu juga memikirkan tentang proses

persalinan yang akan dialami dan bahaya fisik yang akan

ditimbulkan pada saat persalinan. Trimester ketiga inilah ibu

memerlukan ketenangan dan dukungan dari suami, keluarga

dan tenaga kesehatan.

g. Pertumbuhan dan Perkembangan Janin

Lamanya suatu kehamilan secara pasti tidak jelas. Namun,

suatu kehamilan matur biasanya akan berlangsung selama 280 hari

atau 40 pekan (minggu) yang dihitung dari hari pertama mendapat

haid terakhir. Pada 2 minggu pertama, hasil konsepsi masih

merupakan perkembangan ovum yang telah dibuahi, dari minggu

ke-3 sampai ke-6 disebut embrio dan sesudah minggu ke-6 mulai

disebut fetus. Perubahan-perubahan dan organogenesis terjadi pada

berbagai perode kehamilan (Mochtar, 2012).

1) Pernafasan janin

Janin dalam kandungan sudah melakukan gerakan-gerakan

pernafasan, tetapi air ketuban tidak masuk kedalam alveoli

paru-paru janin. Pernafasan janin dipengaruhi oleh kadar O2

dan CO2 di dalam tubuh janin.

2) Sirkulasi darah

Sistem sirkulasi darah janin terdiri dari :

a) Foramen ovale

b) Ductus arteriosus botali

c) Arteria umbilicalis lateralis


26

d) Ductus venosus arantii

Darah yang kaya akan O2 dan nutrisi yang berasal dari uri

masuk kedalam tubuh janin melalui vena umbilikalis. Melalui

ductus venosus arantii, sebagian besar darah tersebut mengalir

ke vena kava inferior kemudian masuk ke atrium kanan

jantung, sedangkan sebagian kecil mengalir ke hati. Sewaktu

bayi lahir, menangis dan menghirup udara yang menyebabkan

paru-paru berkembang. Tekanan dalam paru-paru berkurang

dan darah tersembur kedalam paru-paru. Dengan demikian,

ductus botalli tidak berfungsi lagi. Karena tekanan dalam

atrium kiri meningkat, dan foramen ovale akan tertutup.

Arteria umbilicalis dan ductus arantii akan mengalami

obliterasi karena tali pusat dipotong dan diika (Mochtar, 2012).

3) Saluran pencernaan

Saluran pencernaan telah terbentuk sejak kehamilan ke 16

minggu. Janin telah dapat menelan air ketuban dalam jumlah

banyak yang diabsorpsi oleh mukosa saluran pencernaan.

Meconium yang ada dalam saluran pencernaan berwarna hijau

tua karena penghancuran bilirubin (Mochtar, 2012).

4) Saluran kemih

Ginjal janin mulai terbentuk pada kehamilan ke 12 minggu,

pada saat itu dalam kandung kemih terdapat air kemih yang

dieksresi kedalam ketuban. Pada bayi baru lahir, kapasitas


27

kandung kemih kira-kira 45 cc dan produksi air kemih rata-rata

0,0500,10 cc per menit (Mochtar, 2012).

Tabel 2.1 Pertumbuhan dan Perkembangan Janin

Usia Kehamilan Panjang Janin Ciri Khas

4 minggu 7,5-10 cm Rudi menter : hidung, telinga dan mata

Kepala fleksi ke dada, hidung, kuping dan jari


8 minggu 2,5 cm
terbentuk

Kuping lebih jelas, kelopak mata terbentuk,


12 minggu 9 cm
dan genetalia eksterna terbentuk

Genetalia jelas terbentuk, kulit merah tipis


16 minggu 16-18 cm uterus telah penuh, desidus parietalis dan
kapsularis

20 minggu 25 cm Kulit tebal dengan rambut lanugo

24 minggu 30-32 cm Kelopak mata jelas, alis dan bulu tumpak

Berat badan 1000 gram, Menyempurnakan


28 minggu 35 cm
janin

Bayi cukup bulan, kulit berambut dengan baik


40 minggu 50-55 cm kulit kepala tumbuh baik, pusat penulangan
pada fabia proksimal

Sumber : Manuaba, 2010

h. Komplikasi Kehamilan

Menurut Prawirohardjo (2010) menjelaskan komplikasi

kehamilan adalah sebagai berikut:


28

1) Perdarahan

Perdarahan selama kehamilan terbagi menjadi dua yaitu

perdarahan pada kehamilan muda atau umur kehamilan <20

minggu seperti abortus, kehamilan ektopik, molahidatidosa

(hamil anggur). Sedangkan perdarahan yang terjadi pada

kehamilan lanjut atau umur kehamilan >20 minggu yaitu

plasenta previa, solusio plasenta, dan rupture uteri

(Prawiroharjo, 2010).

2) Preeklamsi

3) Nyeri hebat di daerah abdomino pelvicum, terbagi menjadi :

a) Trauma abdomen

b) Preeklamsi

c) Tinggi fundus uteri lebih besar dari usia kehamilan

d) Bagian-bagian janin sulit teraba

e) Uterus tegang dan nyeri

f) Janin telah mati didalam Rahim

2. Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)

a. Pengertian

Bayi baru lahir (neonatus) adalah bayi yang berusia 0-28 hari

(Kementerian Kesehatan RI, 2010). World Health Organization

(WHO) mendefinisikan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)

sebagai bayi yang terlahir dengan berat kurang dari 2500 gram

(WHO, 2014). Sedangkan Bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)

adalah bayi yang lahir dengan berat badan kurang dari 2500 gram
29

tanpa memandang masa kehamilannya. Bayi yang berada di bawah

persentil 10 dinamakan ringan untuk umur kehamilan. Dahulu bayi

yang lahir dengan berat badan kurang dari 2500 gram atau sama

dengan 2500 gram disebut prematur. Walaupun pembagian

menurut berat badan sangat mudah digunakan tetapi hasilnya tidak

memuaskan. Sehingga lambat laun diketahui bahwa tingkat

morbiditas dan mortalitas pada neonatus tidak hanya dipengaruhi

oleh berat badan saja, tetapi juga tingkat kematangan (maturitas)

bayi itu sendiri ( Proverawati & Ismawati, 2010).

Menurut Arief (2009) BBLR adalah bayi dengan berat badan

lahir kurang dari 2500 gram. Sedangkan menurut Pantiawati

(2010) menjelaskan untuk mendapatkan keseragaman pada kongres

European Perinatal Medicine II yang di laksanakan di London

pada tahun 1970, telah disusun definisi sebagai berikut:

1) Prematur atau bayi kurang bulan: bayi dengan masa kehamilan

kurang dari 37 minggu (259) hari.

2) Bayi cukup bulan: bayi dengan massa kehamilan mulai 37

minggu sampai dengan 42 minggu (259-293).

3) Bayi lebih bulan: bayi dengan masa kehamilan mulai 42

minggu atau lebih (294 hari atau lebih).

Menurut Sembiring (2017) BBLR adalah bayi dengan berat

badan lahir kurang dari 2500 gram tanpa memandang masa gestasi.
30

b. Epidimologi

Angka kejadian BBLR masih cukup tinggi 15% dari 20 juta

bayi di seluruh dunia yang lahir dengan BBLR setiap tahunnya

(WHO, 2014). Prevalensi global untuk BBLR yaitu 15,5%, yang

artinya sekitar 20.6 juta bayi yang lahir setiap tahunnya dan 96.55

berada di negara berkembang termasuk Indonesia. Insiden paling

tinggi terjadi di Asia Tengah dan Asia Selatan (27,1%) dan paling

rendah di Eropa (6,4%) (Mahayana, 2015). Data kasus BBLR

untuk provinsi Jawa Tengah adalah sebesar 9,7% (Kementerian

Kesehatan RI, 2014).

c. Etiologi

Menurut Sembiring (2017) penyebab terbanyak terjadinya

BBLR adalah kelahiran prematur. Faktor ibu yang lain adalah

umur, paritas, dan lain-lain. Faktor plasenta sepeti penyakit

vaskuler, kehamilan kembar/ganda, serta faktor janin juga

merupakan penyebab dalam terjadinya masalah BBLR. BBLR

dapat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu:

1) Faktor ibu

a) Penyakit

Seperti malaria, anemia, sipilis, infeksi TORCH, dan lain-

lain. Selaian penyakit diatas menurut Pantiawati (2010)

faktor resiko ibu seperti toksemia gravidarum, perdarahan

antepartum, trauma fisik dan psikologis, nefritis akut, dan


31

diabetes militus (DM) juga merupakan faktor penyakit

yang mempengaruhi BBLR.

b) Komplikasi pada kehamilan

Seperti perdarahan antepartum, pre-eklamsi berat,

eklamsia, dan kelahiran preterm.

c) Usia ibu dan paritas

Angka kejadian BBLR tertinggi ditemukan pada bayi yang

dilahirkan oleh ibu-ibu dengan usia kurang dan lebih.

Menurut Pantiawati (2010) usia ibu yang dapat

berpengaruh dalam kejadian BBLR yaitu usia < 16 tahun,

usia > 35 tahun dan multigravida yang jarak kelahirannya

terlalu dekat.

d) Keadaan sosial

Menurut Pantiawati (2010) keadaan sosial yang menjadi

salah satu faktor yang mempengaruhi kejadian BBLR

seperti ibu-ibu yang termasuk dalam golongan sosial

ekonimi rendah dan perkawinan yang tidak syah.

2) Faktor kebiasaan ibu

Seperti ibu yang memiliki kebiasaan merokok, pecandu

alkohol dan penggunaan obat-obatan narkotika ataupun

sejenisnya.

3) Faktor janin

Prematur, hidramnion, kehamilan kembar, kelainan kromosom.


32

4) Faktor lingkungan

Lingkungan juga dapat berpengaruh dalam kasus BBLR

seperti: tempat tinggal di dataran tinggi, radiasi, sosio-ekonomi

dan paparan zat-zat beracun

Menurut Proverawati dan Ismawati (2010) menjelaskan

tentang faktor-faktor ibu yang mempengaruhi terjadinya BBLR

yaitu

1) Penyakit

Mengalami komplikasi kehamilan, seperti: anemia sel berat,

perdarahan ante partum, hipertensi, preeklamsia berat,

eklamsia, infeksi selama kehamilan (infeksi kandung kemuh

dan ginjal). Kemudian menderita penyakit seperti : malaria,

infeksi menular seksual, HIV/AIDS, malaria, TORCH.

2) Ibu

Angka kejadian prematur tertinggi adalah kehamilan pada usia

kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun, kehamilan ganda

dan jarak kelahiran yang terlalu dekat (kurang dari 1 tahun),

dan mempunyai riwayat BBLR.

3) Keadaan sosial ekonomi

Keadaan gizi yang kurang baik dan pengawasan ante natal

yang kurang.

4) Sebab lain

Ibu perokok, ibu peminum alkohol, ibu pecandu obat narkoba

dan penggunaan obat anti metabolik.


33

5) Tingkat pendidikan

Tingkat pendidikan ibu hamil sangat berperan penting dalam

kualitas perawatan bayi. Informasi yang berhubungan dengan

perawatan kehamilan sangat dibutuhkan, sehingga akan

meningkatkan pengetahuannya. Penguasaan pengetahuan erat

kaitannya dengan tingkat pendidikan seseorang, maka semakin

baik pula pengetahuannya tentang sesuatu. Pada ibu hamil

dengan tingkat pendidikan rendah kadang ketika tidak

mendapatkan cukup informasi mengenai kesehatannya maka ia

tidak tahu mengenai bagaimana cara melakukan perawatan

kehamilan yang baik (Romauli, 2011).

d. Klasifikasi BBLR

Menurut Proverawati dan Ismawati (2010) menjelaskan ada

beberapa cara dalam mengelompokan bayi BBLR, yaitu :

1) Menurut harapan hidup

a) Bayi berat lahir rendah (BBLR) berat lahir 1500-2500

gram.

b) Bayi berat lahir sangat rendah (BBLSR) berat lahir 100-

1500 gram.

c) Bayi berat lahir ekstrim rendah (BBLER) berat lahir

kurang dari 1000 gram.

2) Menurut masa gestasinya

a) Prematuritas murni yaitu masa gestasinya kurang dari 37

minggu dan berat badannya sesuai dengan berat badan


34

untuk masa gestasi berat atau biasa disebut neonates

kurang bulan sesuai masa kehamilan (NKB-SMK).

b) Dismaturitas yaitu bayi lahir dengan berat badan kurang

dari berat badan seharusnya untuk masa gestasi itu. Berat

bayi mengalami retardasi pertumbuhan intra uterin dan

merupakan bayi yang kecil untuk masa kehamilan (KMK).

e. Manifestasi Klinis

Menurut Proverawati dan Ismawati (2010) menjelaskan secara

umum, gambaran klinis dari bayi BBLR adalah sebagai berikut:

1) Berat kurang dari 2500 gram

2) Panjang kurang dari 45 cm

3) Lingkar dada kurang dari 30 cm

4) Lingkar kepala kurang dari 33 cm

5) Umur kehamilan kurang dari 37 minggu

6) Kepala lebih besar

7) Kulit tipis, transparan, rambut lanugo banyak dan lemak

kurang

8) Otot hipotonik lemah

9) Pernafasan tidak teratur dapat terjadi apnea

10) Kepala tidak mampu tegak

11) Pernafasan 40-50 kali/menit

12) Nadi 100-140 kali/menit


35
36

B. KERANGKA TEORI
Perubahan Fisiologis Faktor ibu yang mempengaruhi BBLR:
Tanda dan Gejala Kehamilan Kehamilan a. Penyakit (anemia)
a. Tanda pasti kehamilan a. Perubahan Sistem b. Usia Ibu
b. Tanda kemungkinan hamil Reproduksi c. Paritas
b. Sistem Pernafasan d. Keadaan Sosial Ekonomi (gizi)
c. Sistem Pencernaan e. Tingkat pendidikan
d. Sistem Integument f. Kebiasaan Ibu
Tanda Pasti Kehamilan e. Sistem Sirkulasi g. Komplikasi Pada Kehamilan
1)Gerakan janin dalamrahim. Darah
2)Teraba bagian-bagianjanin. f. Sistem Metabolisme Faktor Janin yang mempengaruhi BBLR:
3)Denyut jantung janin. a. Premature, Hidramnion, Kehamilan Kembar
b. Kelainan Kromosom
Perubahan Psikologis
Kehamilan
Kehamilan adalah proses Klasifikasi BBLR
a. Perubahan Trimester 1
perpaduansel sperma dan ovum Berat Badan Lahir a. BBLR berat lahir 1500-2500 gram.
sehingga terjadi konsepsi b. Perubahan Trimester 2
Rendah (BBLR)adalah b. BBLSR berat lahir 100-1500 gram.
sampai lahirnya janin. c. Perubahan Trimester 3
bayi yang lahir dengan c. BBLER berat lahir kurang dari
berat badan kurang dari 1000 gram
2500 gram tanpa
Perkembangan memandang masa
Komplikasi Kehamilan Janin kehamilannya
a. Perdarahan Manifestasi klinis
b. Preeklamsi a. Berat kurang dari 2500
c. Nyeri abdominal pelvikum gram
b. Panjang kurang dari 45 cm
c. Lingkar dada kurang dari
30 cm
d. Umur kehamilan kurang
Bagan 2.1 Kerangka Teori dari 37 minggu

Sumber : Manuaba (2010); Prawiroharjo (2010); Sembiring (2017);


Mochtar (2012); Nirwana (2011); Arif (2009); Wiknjosastro (2009); Pantiawati (2010); Proverawati & Ismawati (2010); Romauli (2011).
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Kerangka Konsep

Kerangka konsep penelitian ini dapat digambarkan dalam bentuk

bagan sebagai berikut :

Independent Dependent

Fakto-faktor risiko ibu


hamil yang mempengaruhi:
1. Usia ibu hamil BBLR
2. Anemia
3. Tingkat pendidikan
4. Paritas
5. Usia kehamilan
6. Status gizi

Bagan 3.1

Kerangka Konsep Penelitian

Keterangan :

: Variabel yang diteliti

: Hubungan yang diteliti

B. Hipotesis Penelitian

Hipotesis adalah jawaban sementara penelitian, patokan duga atau

dalil sementara yang kebenarannya akan dibuktikan dalam penelitian

36
38

tersebut (Notoatmodjo, 2010). Hipotesis dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut :

1. Hipotesis Mayor

Hipotesis mayor adalah hipotesis yang mencakup kaitan seluruh

variabel dan seluruh obyek penelitian. Hipotesis alternatif adalah

hipotesis yang menyatakan adanya perbedaan sesuatu kejadian antara

kedua kelompok, atau hipotesis yang menyatakan ada hubungan atau

ada pengaruh antara variabel satu dengan variabel lainnya. Hipotesis

alternatif yang digunakan dalam penelitian ini adalah faktor-faktor

risiko ibu hamil yang berhubungan dengan kejadian berat badan lahir

rendah (BBLR) di RSUD Cilacap periode Januari – Desember 2018.

2. Hipotesis Minor

a) Terdapat hubungan antar faktor usia ibu hamil dengan kejadian

BBLR di RSUD Cilacap.

b) Terdapat hubungan antara faktor anemia dengan kejadian BBLR

di RSUD Cilacap.

c) Terdapat hubungan antara faktor tingkat pendidikan dengan

kejadian BBLR di RSUD Cilacap.

d) Terdapat hubungan antara faktor paritas dengan kejadian BBLR

di RSUD Cilacap.

e) Terdapat hubungan antara faktor usia kehamilan dengan kejadian

BBLR di RSUD Cilacap.

f) Terdapat hubungan antara faktor status gizi dengan kejadian

BBLR di RSUD Cilacap.


39

C. Variabel Penelitian

Variabel penelitian adalah sesuatu yang digunakan sebagai ciri, sifat,

dan ukuran yang dimiliki atau didapatkan oleh satuan penelitian tentang

sesuatu konsep tentang pengertian tertentu. Variabel juga dapat diartikan

sebagai konsep yang mempunyai bermacam-macam nilai (Notoatmodjo,

2010).

Berdasarkan hubungan fungsional atau perannya variabel dibedakan

menjadi 2 yaitu :

1. Variabel independent adalah variabel akibat atau efek (Notoatmodjo,

2010). Variabel independen dalam penelitian ini yaitu : faktor-faktor

risiko ibu hamil berhubungan dengan kejadian Berat Badan Lahir

Rendah (BBLR) di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Cilacap yang

terdiri dari usia ibu hamil, anemia, tingkat pendidikan, paritas, usia

kehamilan dan status gizi.

2. Variabel dependent adalah variabel yang dipengaruhi disebut variabel

tergantung karena variabel ini dipengaruhi oleh variabel independen

(Notoatmodjo, 2010). Variabel dependen dalam penelitian ini yaitu

Berat Badan Lahir Rendah (BBLR).

D. Definisi Operasional, Variabel Penelitian, Skala Pengukuran

Menurut Riyanto (2011) definisi operasional adalah definisi variabel-

variabel yang akan diteliti secara operasional di lapangan. Definisi

operasional untuk membatasi ruang lingkup atau pengertian variabel-

variabel yang diamati atau diteliti, perlu sekali variabel-variabel tersebut


40

diberi batasan atau definisi operasional. Definisi operasional ini juga

bermanfaat untuk mengarahkan kepada pengukuran atau pengamatan

terhadap variabel-variabel yang bersangkutan serta pengembangan

instrumen (Notoatmodjo, 2010).

Table 3.1

Identifikasi variabel, Definisi operasional, dan Skala Pengukuran

Definisi Cara
No Variabel Hasil Ukur Skala
Oprasional Pengukuran
1 Variable Faktor-faktor - - -
independent: risiko ibu hamil:
faktor-faktor risiko a. Usia ibu
ibu hamil yang hamil
berhubungan b. Anemia
dengan kejadian c. Tingkat
BBLR di RSUD pendidikan
Cilacap d. Paritas
e. Usia
kehamilan
f. Status gizi

a. Usia Ibu Umur adalah lama Diperoleh dari Penetapan Ordinal


Hamil waktu kehidupan catatan rekam kategori
yang telah dijalani medis RSUD umur ibu
oleh pasien Cilacap hamil
dibuktikan dengan menggunakan ditentukan
KTP atau bukti lembar dengan
lain yang sah, checklist kriteria:
umur 1.Umur
yang dimaksud berisiko
adalah umur ibu jika berumur
saat sedang <
hamil. 20 atau
berumur
> 35 tahun
2. Umur tidak
berisiko jika
berumur 20
– 35 tahun
41

b. Anemia Anemia dalam Diperoleh dari Penetapan Ordinal


kehamilan adalah catatan rekam kategori
kondisi ibu medis RSUD anemia
dengan kadar Cilacap ditentukan
hemoglobin menggunakan dengan
dibawah 11gr % lembar kriteria:
pada trimester 1 checklist 1. Anemia
dan 3 atau kadar < dengan 2. Tidak
10,5 gr % pada melihat Hb ibu anemia
trimester 2, nilai hamil.
batas tersebut dan
perbedaannya
dengan kondisi
wanita tidak
hamil, terjadi
karena
hemodilusi,
terutama pada
trimester 2.

c. Tingkat Tingkat Diperoleh dari Penetapan Ordinal


Pendidikan pendidikan adalah catatan rekam kategori
tahapan medis RSUD Tingkat
pendidikan yang Cilacap pendidikan
telah dilalui ibu menggunakan ditentukan
hamil. lembar dengan
checklist kriteria:
1. Rendah
(SD
sederajat
dan SMP
sederajat)
2. Tinggi
(SMA
sederajat,
Diploma
dan
Sarjana)

d. Paritas Paritas adalah Diperoleh dari Penetapan Ordinal


banyaknya catatan rekam kategori
kelahiran hidup medis RSUD paritas
yang dialami oleh Cilacap ditentukan
ibu hamil di periode dengan
RSUD Cilacap. menggunakan kriteria:
lembar 1. Resiko
checklist tinggi (> 3
kali )
2. Resiko
rendah (1-
3 kali)
42

e. Usia Usia kehamilan Diperoleh dari Penetapan Ordinal


Kehamilan (usia gestasi) catatan rekam kategori
adalah masa sejak medis RSUD usia
terjadinya Cilacap kehamilan
konsepsi sampai menggunakan ditentukan
dengan saat lembar dengan
kelahiran, checklist kriteria:
dihitung dari hari 1. Preterm
pertama haid (28-36
terakhir minggu)
(mesntrual age of 2. Aterm
pregnancy). (> 37-42
minggu)

f. Status Gizi Kondisi nutrisi Diperoleh dari Penetapan Ordinal


ibu hamil dilihat catatan rekam kategori
dengan medis RSUD status gizi
menggunakan Cilacap ditentukan
ukuran Lingkar menggunakan dengan
Lengan Atas lembar kriteria:
(LILA). checklist 1. Status gizi
dengan buruk
melihat LILA (LILA
ibu hamil <23,5cm)
2. Status gizi
baik
(LILA
(≥23,5cm)

2 Variabel Berat Badan Lahir Diperoleh dari Penentuan Ordinal


dependent: Rendah (BBLR) catatan rekam kategori
kejadian Berat adalah bayi yang medis RSUD kejadian
Badan Lahir terlahir dengan Cilacap berat badan
Rendah (BBLR) berat kurang dari menggunakan lahir rendah
2500 gram di lembar (BBLR)
RSUD Cilacap cheklist ditentukan
dari bulan dengan
Januari-Desember kriteria:
2018. 1. BBLR
(berat lahir
kurang dari
2500 gram)
2. Bukan
BBLR (BB
lahir normal)

E. Desain Penelitian

Desain atau rancangan penelitian merupakan kerangka acuan bagi

peneliti untuk mengkaji hubungan antar variabel dalam suatu penelitian

(Riyanto, 2011). Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini


43

adalah desain survey analitic dengan rencana pengambilan data menggunakan

case control dengan pendekatan waktu restrospektive. Survey analitic

merupakan suatu penelitian yang mencoba mengetahui mengapa masalah

kesehatan tersebut bisa terjadi, kemudian melakukan analisis antara faktor

risiko dan faktor efeknya. Dengan analisis hubungan dapat diketahui

seberapa jauh konstibusi faktor risiko tersebut terhadap efek atau suatu

kejadian masalah kesehatan yang diidentifikasi terjadinya pada waktu yang

lalu (Notoatmodjo, 2012). Dalam penelitian ini penggunaan desain survey

analitic dengan rancangan case control dan pendekatan waktu

retrospective adalah untuk mengetahui faktor-faktor risiko ibu hamil yang

berhubungan dengan kejadian berat badan lahir rendah (BBLR) di RSUD

Cilacap. Rancangan penelitian ini dapat digambarkan pada bagan 3.2

berikut:

Bagan 3.2

Rancangan penelitian case control

Ya (A)
Restrospektive Kasus
(Kasus) (Bayi lahir BBLR)
Tidak (B)
Populasi
Ya (C) (Sampel)
Restrospektive Kontrol
(Kontrol) (Bayi lahir normal)
Tidak (D)

Keterangan :

(A) Kasus dengan faktor risiko yang mempengaruhi berat badan

lahir rendah (BBLR)


44

(B) Kasus tanpa faktor risiko yang mempengaruhi berat badan lahir

rendah (BBLR)

(C) Kontrol dengan faktor risiko yang mempengaruhi berat badan

lahir rendah (BBLR)

(D) Kontrol tanpa faktor risiko yang mempengaruhi berat badan

lahir rendah (BBLR)

F. Populasi Dan Sampel

1. Populasi

Arikunto (2010), menjelaskan bahwa populasi adalah keseluruhan dari

subjek penelitian. Sedangkan menurut Sugiyono (2011) populasi

adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau yang

mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang diterapkan oleh

peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu hamil yang

melahirkan di RSUD Cilacap jumlah 2310 orang.

2. Sampel

Sampel adalah sebagian populasi yang diambil dari keseluruhan objek

yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi yang

mempunyai karakteristik sama dengan populasi (Notoatmodjo, 2010).

Sampel dalam penelitian ini adalah ibu hamil yang melahirkan di

RSUD Cilacap yang memenuhi kriteria inklusi. Sampel dalam

penelitian ini terdiri dari kasus dan kontrol.

a) Besar sampel
45

Besar sampel pada penelitian ini dihitung dengan menggunakan

formula sederhana untuk populasi kecil yaitu lebih kecil dari

10.000 (Notoatmodjo, 2010).

N
n= 1+ N ( d )
2

Keterangan :

N : Jumlah populasi

n : Jumlah sampel

d : Tingkat kesalahan pengambilan sampel ditentukan sebesar

10%.

Oleh karena itu jumlah sampel dapat dihitung dengan cara sebagai

berikut:

N
n= 1+ N ( d 2)

2310
= 1+ 2310 ( 0,12 )

2310
= 1+ 23,1

2310
= 24,1

=95,8 dibulatkan menjadi 96 responden

Untuk menghindari kesalahan data maka jumlah sampel ditambah

10% yaitu 9,6 sampel, jadi jumlah sampel menjadi 105,6. Dari jumlah

sampel tersebut dibulatkan menjadi 106. Maka jumlah sampel dalam

penelitian ini adalah 106. Dalam penelitian jumlah sampel kontrol

menggunakan perbandingan kelompok kasus : kelompok kontrol yaitu


46

1 : 1. Hal ini selain dapat menghemat waktu peneliti, mempermudah

proses pengambilan data juga agar jumlah sampel pada kelompok

kasus dan kelompok kontrol proporsional. Maka jumlah sampel pada

kelompok kasus (bayi BBLR) diambil sebanyak 53 pasien sedangkan

kelompok kontrol (bayi lahir BB normal) sebanyak 53 pasien dan

memenuhi kriteria inklusi yang diambil sebagai sampel penelitian.

b) Teknik pengambilan sampel

Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan

teknik purposive sampling. Purposive sampling yaitu teknik

penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu. Teknik ini bisa

diartikan sebagai proses pengambilan sampel yang hendak

diambil, kemudian pemilihan sampel dilakukan dengan

berdasarkan tujuan tujuan tertentu, atau berdasarkan kriteria-

kriteria yang telah ditentukan oleh penelitian sesuai dengan

pertimbangan tertentu (Sugiono, 2008).

Adapun kriteria inklusi dalam pemilihan sampel adalah sebagai

berikut:

a) Kriteria inklusi kelompok kasus

1) Ibu hamil yang melahirkan bayi dengan BBLR di RSUD

Cilacap.

2) Data yang tersedia dengan lengkap pada catatan rekam medis

RSUD Cilacap.

b) Kriteria inklusi kelompok kontrol


47

1) Ibu hamil yang bayinya lahir dengan berat badan normal di

RSUD Cilacap.

2) Data yang tersedia dengan lengkap pada catatan rekam medis

RSUD Cilacap.

G. Tempat Penelitian dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD)

Cilacap pada bulan Januari-Agustus 2019.

H. Etika Penelitian

Etika penelitian mempunyai tujuan untuk melindungi hak dan

kewajiban responden maupun peneliti. Menurut Notoatmodjo (2010)

peneliti menjamin kerahasiaan data responden pada saat pengumpulan data

dan pada hasil penelitian. Oleh sebab itu peneliti menghormati, mematuhi

dan mengindahkan nilai-nilai dalam masyarakat atau pribadi agar tidak

terjadi benturan antara peneliti dan subyek. Etika yang akan dipenuhi

dalam penelitian ini antara lain :

1. Menghormati Harkat dan Martabat Manusia (Respect For Human

Dignity)

Peneliti mempertimbangkan hak-hak subjek penelitian untuk

mendapatkan informasi tentang tujuan penelitian,di samping itu

peneliti memberikan kebebasan kepada subjek penelitian untuk

memberikan informasi atau tidak memberikan informasi.

2. Menghormati Privasi dan Kerahasiaan Subjek Penelitian (Respect

For Privacy And Confidentiality)


48

Peneliti menjamin kerahasiaan informasi responden dan kelompok

data tertentu yang dilaporkan sebagai hasil penelitian.

3. Keadilan dan Keterbukaan (Respect For Justice And Inclusiveness)

Semua subjek penelitian memperoleh perlakuan yang sama tanpa

membedakan jenis kelamin, agama, etnis dan sebagainya.

I. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan di ruang catatan rekam medis RSUD

Cilacap teknik pengumpulan data diperoleh dari data sekunder. Data

sekunder adalah data yang diperoleh melalui pihak lain, tidak langsung

diperoleh peneliti dari subyek penelitiannya, biasanya berupa data

dokumentasi atau data laporan yang tersedia (Saryono, 2008). Data

sekunder dari penelitian ini yaitu data catatan rekam medis RSUD Cilacap

dengan kasus ibu hamil yang melahirkan bayi dengan BBLR.

J. Prosedur Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini dengan menggunakan data

sekunder dari catatan rekam medis RSUD Cilacap. Prosedur pengumpulan

data dalam penelitian ini dilakukan dengan berbagai langkah sebagai

berikut:

1. Pemilihan asisten penelitian yang sesuai dengan kriteria yaitu

mahasiswa S1 keperawatan tingkat 4.

2. Persamaan persepsi dengan asisten peneliti tentang penelitian yang

akan dilakukan sehingga tidak terjadi pemahaman yang berbeda.

3. Peneliti dan asisten mengambil data kejadian BBLR sebagai

kelompok kasus dan data bayi BB normal sebagai kelompok kontrol


49

dari seluruh catatan Rekam Medis (RM) RSUD Cilacap dan

mengidentifikasi kelengkapan datanya.

4. Melakukan penyusunan data kejadian berat badan lahir rendah

(BBLR) dari seluruh Catatan Rekam Medis Rumah Sakit Umum

Daerah (RSUD) Cilacap.

5. Mengidentifikasi data menurut faktor-faktor yang berhubungan

dengan kejadian BBLR yang meliputi: umur ibu hamil, anemia,

paritas, tingkat pendidikan, usia kehamilan, dan status gizi.

6. Prosedur pengumpulan data yang digunakan pada penelitian ini

menggunakan lembar checklist pada kelompok kasus maupun

kelompok kontrol.

K. Analisa Data

1. Teknik pengolahan data

a. Editing

Editing merupakan upaya untuk memeriksa kembali kebenaran

data yang diperoleh atau dikumpulkan. Editing dilakukan pada

tahap pengumpulan data atau setelah data terkumpul

(Notoatmojo, 2012). Pada penelitian ini, peneliti memeriksa data

yang diperoleh dari catatan RM pasien RSUD Cilacap.

b. Coding

Coding merupakan kegiatan mengubah data berbentuk huruf

menjadi data berbentuk angka/bilangan (Hastono, 2016). Pada

penelitian ini coding untuk varabel independent dan dependent

dibuat dengan ketentuan sebagai berikut :


50

Table 3.2

Pengkodingan Variabel Independent dan dependent

No Variabel Kategori Koding


Usia ibu hamil 1. Umur berisiko jika 1
berumur < 20 tahun atau
1. berumur > 35 tahun
2. Umur tidak berisiko jika 2
berumur 20 - 35 tahun
Anemia 1. Anemia 1
2. 2. Tidak anemia 2

Tingkat 1. Rendah (SD sederajat dan 1


pendidikan SMP sederajat)
3. 2. Tinggi (SMA sederajat, 2
Diploma dan Sarjana)
Paritas 1. Resiko tinggi (> 3 kali ) 1
4. 2. Resiko rendah (1-3 kali) 2
Usia kehamilan 1. Preterm (28-36 minggu) 1
5. 2. Aterm (>37-42 minggu) 2
Status gizi 1. Status gizi buruk 1
6. (<23,5cm)
2. Status gizi baik (≥23,5cm) 2
BBLR 1. BBLR ( berat lahir <2500 1
gram)
7. 2. Bukan BBLR 2
( BB Normal)

c. Tabulating

Achmadi dan Narbuko (2007) menjelaskan bahwa pekerjaan

tabulasi adalah pekerjaan membuat tabel. Jawaban-jawaban yang

sudah diberi kode kategori jawaban kemudian dimasukan dalam

tabel. Pada penelitian data akan dikelompokkan sesuai dengan

kategori yang telah ditentukan.

2. Analisa Data

a. Analisa Univariat
51

Analisa univariat untuk mendeskripsikan atau menjelaskan

karakteristik setiap variabel penelitian. Dilakukan dengan uji

statistik deskriptif untuk mengetahui frekuensi dan prosentase

dari setiap variabel yang menggunakan uji statistik deskriptif

(Notoatmojo, 2010). Pada penelitian ini dilakukan uji statistik

deskriptif untuk mengetahui distribusi frekuensi faktor-faktor

risiko ibu hamil yang berhubungan dengan kejadian BBLR yang

meliputi usia ibu hamil, anemia, tingkat pendidikan, paritas, usia

kehamilan dan status gizi.

b. Analisa Bivariat

Analisis bivariat merupakan analisis untuk mengetahui interaksi

dua variabel, baik berupa komparatif, asosiatif maupun korelatif

(Saryono, 2008). Dalam analisa ini dilakukan dengan pengujian

statistik yaitu dengan uji chi square untuk mengetahui hubungan

antara variable independen yaitu faktor-faktor risiko ibu hamil

yang berhubungan dengan kejadian BBLR yang meliputi usia ibu

hamil, anemia, tingkat pendidikan, paritas, usia kehamilan dan

status gizi terhadap variabel dependen yaitu BBLR.

Pengambilan keputusan Ho diterima atau ditolak dengan

melihat taraf signifikasi. Pada penelitian ini menggunakan taraf

segnifikasi 5% (α =0,05) dengan kriteria pengujian ditetapkan

dengan ketentuan sebagai berikut:

1) Bila nilai pv ≤ α , maka keputusannya adalah Ho ditolak

2) Bila nilai pv>α , maka keputusannya adalah Ho diterima.


52

Menurut Hastono (2007) hasil uji chi squere hanya dapat

menyimpulkan ada tidaknya perbedaan proporsi antar kelompok.

Dengan demikian uji chi squere tidak dapat menjelaskan derajat

hubungan atau tidak dapat mengetahui kelompok kelompok yang

memiliki risiko lebih besar. Dalam bidang kesehatan untuk

mengetahui derajat hubungan dengan menggunakan Odds Rasio

(OR).

c. Analisa Multivariat

Menurut Widarjono (2010), analisis multivariat merupakan salah

satu analisis statistik yang berkaitan dengan banyak variabel.

Analisis multivariat merupakan teknik analisis perluasan atau

pengembangan dari analisis bivariat. Kalau analisis bivariat

melihat hubungan atau keterkaitan dua variabel, maka teknik

analisis multivariat bertujuan melihat/mempelajari hubungan

beberapa variabel (lebih dari satu) independent dengan satu atau

beberapa variabel dependent (umumnya satu variabel dependent)

(Hastono, 2007). Analisis multivariat yang digunakan dalam

penelitian ini adalah regresi logistik ganda.

Menurut Nirwana (2015) regresi logistik adalah bagian dari

analisis regresi yang dapat digunakan jika variabel dependent

(respon) merupakan variabel dikotomi. Variabel dikotomi

biasanya hanya terdiri atas dua nilai. Sebaiknya pada regresi

logistik menggunakan variabel kategorik agar lebih mudah

menginterpretasikan hasil analisisnya. Hal tersebut diperjelas oleh


53

Saryono (2008) bahwa regresi logistik dipakai untuk mengetahui

faktor yang paling dominan mempengaruhi variabel terikat .Uji

regresi logistik dipakai bila variabel bebas berskala numerik dan

nominal, sedangkan variabel tergantung berupa nominal

dikotomi. Pengolahan data dilakukan dengan komputerisasi.

Menurut Hastono (2007) langkah-langkah dalam pemodelan

regresi logistik ganda adalah sebagai berikut :

1) Melakukan analisis bivariat antara masing-masing variabel

independen dengan variabel dependennya. Bila hasil uji

bivariat mempunyai nilai p value < 0,25 maka variabel

tersebut dapat masuk model multivariat. Namun bisa saja p

value > 0,25 tetap diikutkan bila variabel itu secara substansi

penting

2) Memilih variabel yang dianggap penting yang masuk dalam

model, dengan cara mempertahankan variabel yang

mempunyai pvalue < 0,05 dan mengeluarkan variabel yang p

value nya > 0,05. Pengeluaran variabel tidak serentak namun

dilakukan secara bertahap dimulai dari variabel yang

mempunyai p value terbesar

3) Setelah memperoleh model yang memuat variabel-variabel

penting maka langkah terakhir adalah memeriksa

kemungkinan interaksi variabel ke dalam model. Pengujian

interaksi dilihat dari kemaknaan uji statistik.


BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN ANALISA DATA

Bab ini merupakan bab yang menguraikan tentang hasil penelitian ”Faktor-

Faktor Risiko Ibu Hamil Berhubungan Dengan Kejadian Berat Badan Lahir

Rendah (BBLR) Di Rumah Sakit Umum Daerah Cilacap“ dan pengambilan data

dilaksanakan pada tanggal 13 Mei 2019 sampai dengan 18 Mei 2019 dengan

cara melihat data catatan rekam medis RSUD Cilacap. Jumlah sampel yang

diambil sebanyak 53 sampel kasus yaitu ibu hamil yang melahirkan bayi dengan

BBLR dan 53 sampel untuk kontrol yaitu ibu yang melahirkan bayi dengan berat

badan normal. Penelitian ini menggunakan lembar chek list dengan memberikan

tanda check (ⱱ) pada masing-masing faktor yang sesuai dengan data pada catatan

rekam medis RSUD Cilacap. Hasil penelitian disajikan dalam bentuk tabel dan

tekstual yang didasarkan pada hasil analisa univariat yang meliputi deskripsi

umur ibu hamil, anemia, tingkat pendidikan, paritas, usia kehamilan dan status

gizi ibu hamil. Analisa bivariat yang meliputi pengaruh secara parsial antara

variabel umur ibu hamil, anemia, tingkat pendidikan, paritas, usia kehamilan,

dan status gizi. Analisa multivariat untuk mengetahui faktorn yang paling

dominan mempengaruhi kejadian BBLR di RSUD Cilacap.

A. ANALISA UNIVARIAT

Analisa univariat dalam penelitian ini bertujuan untuk

mendeskripsikan semua variabel independent dalam penelitian dalam

bentuk tabel distribusi frekuensi. Dalam penelitian ini dideskripsikan

distribusi frekuensi dari variabel usia ibu hamil, anemia, tingkat pendidikan,

paritas, usia kehamilan dan status gizi.

54
55

1. Usia ibu hamil di RSUD Cilacap

Hasil penelitian mengenai distribusi frekuensi usia ibu hamil di

RSUD Cilacap, disajikan dalam tabel 4.1 dibawah ini :

Tabel 4.1
Distribusi frekuensi usia ibu hamil di RSUD Cilacap

No Usia ibi hamil Frekuensi (f) Presentase ( %)


Umur berisiko jika < 20
1 tahun atau berusia >35 27 25,5
tahun
Umur tidak berisiko jika
2 79 74,5
berusia 20-35 tahun
Total 106 100.0
Sumber : Data Primer diolah 2019

Tabel 4.1 menunjukkan bahwa sebagian besar usia ibu hamil di

RSUD Cilacap termasuk dalam kategori usia tidak berisiko, yaitu

sebanyak 79 (74,5%) ibu, sedangkan sebagian kecilnya termasuk

dalam kategori usia berisiko, sebanyak 27 (25,5%) ibu.

2. Anemia pada ibu hamil di RSUD Cilacap

Distribusi frekuensi anemia pada ibu hamil di RSUD Cilacap,

disajikan dalam tabel 4.2 berikut :

Tabel 4.2
Distribusi frekuensi anemia di RSUD Cilacap

No Anemia Frekuensi (f) Presentase (%)

1 Anemia 37 34,9

Tidak anemia 69 65,1


2
Total 106 100,0
Sumber : Data Primer diolah 2019
56

Tabel 4.2 menunjukkan bahwa ibu hamil di RSUD Cilacap

sebagian besar tidak anemia, sebanyak 69 (65,1%) ibu, dan sebagian

kecil ibu mengalami anemia, sebanyak 37 (34,9%) ibu.

3. Tingkat pendidikan ibu hamil di RSUD Cilacap

Distribusi frekuensi tingkat pendidikan ibu hamil di RSUD

Cilacap, disajikan dalam tabel 4.3 di bawah ini :

Tabel 4.3
Distribusi frekuensi tingkat pendidikan ibu hamil di RSUD Cilacap

No Tingkat pendidikan Frekuensi (f) Presentase (%)


Rendah (SD Sederajat
1 41 38,7
Dan Smp Sederajat)
Tinggi (Sma, Diploma,
2 65 61,3
Dan Sarjana)
Total 106 100,0
Sumber : Data Primer diolah 2019

Tabel 4.3 menunjukkan bahwa tingkat pendidikan terakhir ibu

hamil di RSUD Cilacap yang termasuk kategori rendah, yaitu

sebanyak 41 (38,7%) ibu dan sebagian besar masuk dalam kategori

tingkat pendidikan tinggi, yaitu sebanyak 65 (61,3%) ibu.

4. Paritas ibu hamil di RSUD Cilacap

Distribusi frekuensi paritas ibu hamil di RSUD Cilacap, disajikan

dalam tabel 4.4 dibawah ini :

Tabel 4.4
Distribusi frekuensi paritas ibu hamil di RSUD Cilacap

No Paritas Frekuensi (f) Presentase (%)


1 Risiko Tinggi (> 3 kali) 13 12,3
2 Risiko Rendah (1-3 kali) 93 87,7
Total 106 100,0
Sumber : Data Primer diolah 2019
57

Tabel 4.4 menunjukkan bahwa paritas ibu hamil di RSUD Cilacap

sebagian besar termasuk dalam kategori risiko rendah, sebanyak 93

(87,7%) dan sebagian kecilnya termasuk kategori risiko tinggi, yaitu

sebanyak 13 (12,3%).

5. Usia kehamilan ibu di RSUD Cilacap

Distribusi frekuensi usia kehamilan ibu di RSUD Cilacap,

disajikan dalam tabel 4.5 dibawah ini :

Tabel 4.5
Distribusi frekuensi usia kehamilan ibu di RSUD Cilacap

No Usia kehamilan Frekuensi (f) Presentase (%)

1 Preterm (28-36 minggu) 37 34,9

2 Aterm (37-42 minggu) 69 65,1


Total 106 100,0
Sumber : Data Primer diolah 2019

Tabel 4.5 menunjukkan bahwa distibusi frekuensi usia kehamilan

ibu di RSUD Cilacap sebagian besar masuk kedalam kategori aterm,

yaitu sebanyak 69 (65,1%) dan sebagian kecilnya masuk kedalam

kategori praterm, yaitu sebanyak 37 (34,9%) ibu.

6. Status gizi ibu hamil di RSUD Cilacap

Distribusi frekuensi status gizi ibu hamil di RSUD Cilacap,

disajikan pada tabel 4.6 di bawah ini :

Tabel 4.5
Distribusi frekuensi status gizi ibu di RSUD Cilacap

No Status gizi Frekuensi (f) Presentase (%)


1 Status gizi buruk (<23,5 cm) 17 34,9
2 Status gizi baik (>=23,5 cm) 89 84,0
58

Total 106 100,0

Sumber : Data Primer diolah 2019

Tabel 4.6 menunjukkan bahwa distribusi frekuensi status gizi ibu

di RSUD Cilacap sebagian besar termasuk kedalam kategori status

gizi baik, sebanyak 89 (84,0%) ibu dan sebagian kecilnya termasuk

dalam kategori status gizi buruk yaitu sebanyak 17 (34,9%) ibu.

B. ANALISA BIVARIAT

Analisa bivariat merupakan anlalisa yang digunakan untuk

mengetahui hubungan antara dua variabel. Dalam penelitian ini

menggunakan uji statistik chi square untuk mengetahui hubungan variabel

independen yaitu hubungan usia ibu hamil, anemia, tingkat pendidikan,

paritas, usia kehamilan dan status gizi, berikut keterangan dibawah ini :

1. Hubungan Usia Ibu Hamil dengan Kejadian Berat Badan Lahir Rendah

(BBLR) di RSUD Cilacap

Hubungan usia ibu hamil dengan kejadian berat badan lahir

rendah (BBLR) di RSUD Cilacap, ditabulasikan pada tabel 4.7.

Tabel 4.7
Hubungan Usia Ibu Hamil dengan Kejadian Berat Badan Lahir
Rendah (BBLR) di RSUD Cilacap
Berat Badan Lahir Jum
Usia BBLR BB lah
ibu Normal
hamil F % F % %
Berisi 1 55 1 4 27 10
ko 5 ,6 2 4 0,0
,
4
Tidak 3 48 4 5 79 10
Berisi 8 ,1 1 1 0,0
ko ,
9
Total 5 50 5 5 106 10
59

3 ,0 3 0 0,0
,
0
Pv=0, X O CI=(0,56
656 2
R 0-3,245)
= =1
0 ,3
, 49
1
9
9
Sumber : Data Primer diolah 2019

Tabel 4.7 menunjukkan bahwa usia ibu hamil yang masuk dalam

kategori berisiko yaitu pada usia < 20 tahun atau berumur > 35 tahun

melahirkan bayi dengan BBLR, yaitu sebanyak 15 ( 55,6%), sedangkan

pada usia ibu hamil yang masuk dalam kategori tidak berisiko

melahirkan bayi dengan BBLR, yaitu sebanyak 38 (48,1%).

Hasil uji chi square yang dilakukan menggunakan komputerisasi

SPSS statistic 23 menunjukkan hasil nilai X2 = 0,199 dan pv = 0,656 >

0,05. Berarti Ho di terima dan Ha ditolak karena pv > 0,05. Maka hasil

penelitian pada variabel ini adalah tidak terdapat hubungan antara usia

ibu hamil dengan kejadian berat badan lahir rendah (BBLR) di RSUD

Cilacap. Dari hasil analisis diperoleh nilai OR = 1,349 pada CI=(0,560-

3,245), hal ini dapat diartikan bahwa umur ibu hamil yang termasuk

dalam kategori berisiko berpeluang 1,349 kali lebih besar mengalami

BBLR dibandingkan dengan usia ibu hamil yang termasuk dalam

kategori tidak berisiko.

2. Hubungan Anemia ibu hamil dengan Kejadian Berat Badan Lahir

Rendah (BBLR) di RSUD Cilacap


60

Hubungan anemia ibu hamil dengan kejadian berat badan lahir

rendah (BBLR) di RSUD Cilacap, ditabulasikan dalam tabel 4.8

dibawah ini :

Tabel 4.8
Hubungan Anemia ibu hamil dengan Kejadian Berat Badan Lahir
Rendah (BBLR) di RSUD Cilacap

Berat Badan Lahir


No Anemi BB
Jumlah
a BBLR Nor
mal
F % F % F %
Anemi 1 45, 20 54, 3 1
a 7 9 1 7 0
0
,
0
Tidak 3 52, 33 47, 6 1
Anemi 6 2 8 9 0
a 0
,
0
Total 5 50, 53 50, 1 1
3 0 0 0 0
6 0
,
0
Pv = X OR CI=(0,
0,684 2
= 3501,7
= 0,77 3)
0, 9
1
1
6
Sumber : Data Primer diolah 2019

Tabel 4.8 menunjukkan bahwa ibu yang mengalami anemia

kehamilan sebanyak 17 (45,9%) melahirkan bayi dengan BBLR. Pada

ibu yang tidak menderita anemia kehamilan sebanyak 36 (52,2%) juga

melahirkan bayi BBLR.

Hasil uji chi square yang dilakukan menggunakan komputerisasi

SPSS statistic 23 menunjukkan hasil nilai X2 = 0,116 dan pv =0,684 >

0,05. Berarti Ho di terima dan Ha ditolak karena pv > 0,05. Maka hasil
61

penelitian pada variabel ini adalah tidak terdapat hubungan antara

anemia dengan kejadian berat badan lahir rendah (BBLR) di RSUD

Cilacap. Dari hasil analisis diperoleh nilai OR = 0,779 pada CI=(0,350-

1,735), hal ini dapat diartikan bahwa yang termasuk dalam kategori

anemia berpeluang 0,779 kali untuk mengalami kejadian BBLR

dibandingkan dengan yang tidak anemia.

3. Hubungan Tingkat Pendidikan Ibu dengan Kejadian Berat Badan Lahir

Rendah (BBLR) di RSUD Cilacap

Hubungan tingkat Pendidikan ibu dengan kejadian berat badan

lahir rendah (BBLR) di RSUD Cilacap, ditabulasikan dalam tabel 4.9

dibawah ini :

Tabel 4.9
Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Kejadian Berat Badan
Lahir Rendah (BBLR) di RSUD Cilacap

Berat Badan Lahir


No Tin BB
Jumlah
gk BBLR Nor
at mal
pe F % % F %
ndi
dik
an
Re 2 5 19 4 4 1
nd 2 3 6 1 0
ah , , 0
7 3 ,
0
Tin 3 4 34 5 6 1
ggi 1 7 2 5 0
, , 0
7 3 ,
0
Tot 5 5 53 5 1 1
al 3 0 0 0 0
, , 6 0
0 0 ,
0
Pv X OR CI=( 0,58
= 2
= 0-2,780)
0,6 = 1,27
62

90 0, 0
1
5
9
Sumber : Data Primer diolah 2019

Tabel 4.9 menunjukkan ibu yang tingkat pendidikannya rendah

sebanyak 22 (53,7%) melahirkan bayi dengan BBLR. Pada ibu dengan

tingkat pendidikan tinggi, juga sebanyak 31 (47,7%) juga melahirkan

bayi dengan BBLR.

Hasil uji chi square yang dilakukan menggunakan komputerisasi

SPSS statistic 23 menunjukkan hasil nilai X2 = 0,159 dan pv =0,690 >

0,05. Berarti Ho di terima dan Ha ditolak karena pv > 0,05. Maka

hasil penelitian pada variabel ini adalah tidak terdapat hubungan antara

tingkat pendidikan dengan kejadian berat badan lahir rendah (BBLR) di

RSUD Cilacap. Dari hasil analisis diperoleh nilai OR = 1,270 pada

CI=(0,580-2,780), hal ini dapat diartikan bahwa yang termasuk dalam

kategori pendidikan rendah berpeluang 1,270 kali untuk mengalami

kejadian BBLR dibandingkan dengan yang memiliki pendidikan tinggi.

4. Hubungan Paritas dengan Kejadian Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)

di RSUD Cilacap.

Hubungan paritas dengan kejadian berat badan lahir rendah

(BBLR) di RSUD Cilacap, ditabulasikan dalam tabel 4.9 dibawah ini :

Tabel 4.9
Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Kejadian Berat Badan
Lahir Rendah (BBLR) di RSUD Cilacap

Berat Bayi Lahir


No Parita BB
Jumlah
s BBLR Nor
mal
F % % F %
Risik 9 6 3 1 1
63

o 9 0 3 0
Tingg , , 0
i 2 8 ,
0
Risik 4 4 49 5 9 1
o 4 7 2 3 0
Rend , , 0
ah 3 7 ,
0
Total 5 5 53 5 1 1
3 0 0 0 0
, , 6 0
0 0 ,
0
Pv = X OR CI=(0,7
0,236 2
= 21-
= 2,50 8,712)
1 6
,
4
0
3
Sumber : Data Primer diolah 2019

Tabel 4.9 menunjukkan bahwa ibu dengan paritas risiko tinggi

sebanyak 9 (69,2%) melahirkan bayi dengan BBLR. Dan ibu dengan

kategori paritas risiko rendah, sebanyak 44 (47,3%) juga melahirkan

bayi dengan BBLR.

Hasil uji chi square yang dilakukan menggunakan komputerisasi

SPSS statistic 23 menunjukkan hasil nilai X2 = 1,403 dan pv =0,236 >

0,05. Berarti Ho di terima dan Ha ditolak karena pv > 0,05. Maka

hasil penelitian pada variabel ini adalah tidak terdapat hubungan antara

paritas dengan kejadian berat badan lahir rendah (BBLR) di RSUD

Cilacap. Dari hasil analisis diperoleh nilai OR = 2,506 pada CI=(0,721-

8,712) hal ini dapat diartikan paritas dengan kategori risiko tinggi

berpeluang 2,506 kali untuk mengalami kejadian BBLR dibandingkan

dengan paritas dengan risiko rendah.


64

5. Hubungan Usia Kehamilan dengan Kejadian Berat Badan Lahir Rendah

(BBLR) di RSUD Cilacap.

Hubungan usia kehamilan dengan kejadian berat badan lahir

rendah (BBLR) di RSUD Cilacap ditabulasikan dalam tabel 4.10 di

bawah ini :

Tabel 4.10
Hubungan Usia Kehamilan dengan Kejadian Berat Badan Lahir
Rendah (BBLR) di RSUD Cilacap

Berat Bayi Lahir


No U BB
Jumlah
si BBLR Nor
a mal
K F % % F %
e
h
a
m
il
a
n
P 3 8 1 3 1
re 3 9 0 7 0
te , , 0
r 2 8 ,
m 0
A 2 2 49 7 6 1
te 0 9 1 9 0
r , , 0
m 0 0 ,
0
T 5 5 53 5 1 1
ot 3 0 0 0 0
al , , 6 0
0 0 ,
0
P X2 OR CI=(6,332
v = = -64,522)
= 32, 20,2
0, 55 13
0 2
0
0
Sumber : Data Primer diolah 2019

Tabel 4.10 menunjukan bahwa ibu dengan usia kehamilan preterm

sebanyak 33 (89,2%) melahirkan bayi dengan BBLR, sedangkan ibu


65

dengan usia kehamilan aterm, hanya 20 (29,%) yang melahirkan bayi

dengan BBLR.

Hasil uji chi square yang dilakukan menggunakan komputerisasi

SPSS statistic 23 menunjukkan hasil nilai X2 = 32,552 dan pv =0,000 <

0,05. Karena p < 0,05 maka Ho ditolak dan Ha diterima. Maka hasil

penelitian pada variabel ini adalah terdapat hubungan antara usia

kehamilan dengan kejadian berat badan lahir rendah (BBLR) di RSUD

Cilacap. Dari hasil analisis diperoleh nilai OR = 20,213 pada

CI=(6,332-64,522) hal ini dapat diartikan usia kehamilan dengan

kategori praterm berpeluang sebesar 20,213 kali untuk mengalami

kejadian BBLR dibandingkan dengan paritas dengan risiko rendah.

6. Hubungan Status Gizi Ibu Hamil dengan Kejadian Berat Badan Lahir

Rendah (BBLR) di RSUD Cilacap

Hubungan status gizi ibu hamil dengan kejadian BBLR di RSUD

Cilacap ditabulasikan dalam tabel 4.11 di bawah ini

Tabel 4.11
Hubungan Status Gizi dengan Kejadian Berat Badan Lahir Rendah
(BBLR) di RSUD Cilacap
Berat Bayi Lahir
No Stat BB
Jumlah
us BBLR Nor
Gizi mal
F % % F %
Gizi 1 64 3 1 1
Bur 1 ,7 5 7 0
uk , 0
3 ,
0
Gizi 4 47 47 5 8 1
Baik 2 ,2 2 9 0
, 0
8 ,
0
Tota 5 50 53 5 1 1
66

l 3 ,0 0 0 0
, 6 0
0 ,
0
Pv = X CI=(0,69
0,29 2
OR 9-6,031)
0 = =
1, 2,0
1 52
2
1
Sumber : Data Primer diolah 2019

Berdasarkan tabel 4.11 menunjukkan ibu hamil dengan status gizi

buruk sebanyak 11 (64,7%) melahirkan bayi dengan BBLR. Ibu

dengan status gizi baik sebanyak 42 (47,2%) juga melahirkan bayi

dengan BBLR.

Hasil uji chi square yang dilakukan menggunakan komputerisasi

SPSS statistic 23 menunjukkan hasil nilai X2 = 1,121 dan pv =0,290 >

0,05. Berarti Ho di terima dan Ha ditolak karena pv > 0,05. Maka hasil

penelitian pada variabel ini adalah tidak terdapat hubungan antara status

gizi dengan kejadian berat badan lahir rendah (BBLR) di RSUD

Cilacap. Dari hasil analisis diperoleh nilai OR = 2,052 pada CI=(0,699-

6,031) hal ini dapat diartikan status gizi ibu dengan kategori status gizi

buruk berpeluang 2,052 kali untuk mengalami kejadian BBLR

dibandingkan dengan kategori status gizi baik.

C. ANALISA MULTIVARIAT

1. Seleksi Bivariat

Variabel yang diduga berhubungan dengan kejadian BBLR di

RSUD Cilacap, yaitu usia ibu hamil, anemia, tingkat pendidikan,

paritas, usia kehamilan dan status gizi. Untuk membuat model


67

multivariat kelima variabel tersebut terlebih dahulu dilakukan analisa

bivariat dengan variabel dependen (BBLR). Variabel yang pada saat

dilakukan uji G (rasio Log-Likelihood) memiliki p ≤ 0,25 dan memiliki

makna secara substansi, dapat dimasukkan kedalam kandidat dalam

model multivariat. Seleksi bivariat menggunakan regresi logistik

sederhana. Adapun analisa bivariat antara variabel usia ibu hamil,

anemia, tingkat pendidikan, paritas, usia kehamilan dan status gizi

disajikan dalam tabel 4.12.

Tabel 4.12
Hasil Analisa Bivariat antara Variabel Usia Ibu Hamil, Anemia,
Tingkat Pendidikan, Paritas, Usia Kehamilan dan Status Gizi

No. Variabel Log-Likelihoode G P value


1. Usia Ibu Hamil 146,499 0,448 0,503
2. Anemia 146,573 0,374 0,541
3. Tingkat Pendidikan 146,589 0,358 0,549
4. Paritas 144,705 2,242 0,134
5. Usia Kehamilan 108,427 38,520 0,000
6. Status Gizi 145,174 1,774 0,183
Sumber : Analisa Data 2019

Tabel 4.12 menunjukkan bahwa berdasarkan analisa data

menggunakan regresi logistik sederhana didapatkan variabel yang

mempunyai p value ≤ 0,25 adalah variabel paritas, usia kehamilan, dan

status gizi. Namun variabel yang memiliki p value ≥ 0,25 tetap dapat

diikutkan kedalam model multivariate apabila variabel itu secara

substansi penting. Maka 3 variabel tersebut dapat dimasukan kedalam

permodelan multivariat.

2. Permodelan Multivariat
68

Analisis multivariat memiliki tujuan untuk mendapatkan model

terbaik dalam menentukan determinasi kejadian berat badan lahir

rendah (BBLR). Dalam permodelan ini semua variabel kandidat dicoba

bersama-sama. Pemilihan model dilakukan dengan cara memasukkan semua

variabel independen yang mempunyai p value  0,25 ke dalam model,

kemudian variabel yang p value-nya tidak signifikan dikeluarkan dari model

secara berurutan dimulai dari p value yang terbesar. Hasil analisis multivariat

model pertama yang meliputi variabel paritas, usia kehamilan dan status dapat

disajikan pada tabel 4.13.

Tabel 4.13
Hasil Pengujian Regresi Logistik Antara Variabel Paritas, Usia Kehamilan
Dan Status Gizi Dengan Kejadian BBLR

Parameter B Wald P OR CI (95%)


Paritas 0,907 1,462 0,227 2,477 (0,569 - 10,780)
Usia kehamilan 2,982 24,240 0,000 19,723 (6,018 - 64,637)

Status gizi 0,123 0,029 0,864 1,131 (0,278 - 4,596)


-2 Log Likelihood = 106,949 G = 39,998 pv = 0,000
Sumber : Analisa Data 2019

Berdasarkan hasil analisa data terlihat bahwa signifikasi log-

likelihood < 0,05 (p = 0,000). Namun terlihat variabel paritas dan status

gizi memiliki p value > 0,05 , dan variabel tentang status gizi merupakan

variabel yang memiliki p value terbesar, sehingga pada permodelan

selanjutnya variabel status gizi dikeluarkan dari model . Hasil model

tanpa variabel status gizi disajikan pada tabel 4.14.

Tabel 4.14
Hasil Pengujian Regresi Logistik Antara Variabel Paritas Dan Usia
Kehamilan Berhubungan Dengan Kejadian BBLR
69

Parameter B Wald P OR CI (95%)


Paritas 0,893 1,434 0,231 2,442 0,566-10,527
Usia kehamilan 3,002 25,404 0,000 20,125 6,263-64,673
-2 Log Likelihood = 106,978 G = 39,969 pv = 0,000
Sumber : Analisa Data 2019

Setelah variabel tentang status gizi dikeluarkan dari model

kemudian dilihat perubahan OR untuk variabel paritas dan usia

kehamilan. Tabel perubahan nilai OR disajikan pada tabel 4.15.

Tabel 4.15
Perubahan Nilai OR Variabel Paritas Dan Usia Kehamilan

Variabel OR Status Gizi OR Status Gizi Perubahan OR


Ada Tidak Ada
Paritas 2,477 2,442 1,433%
Usia Kehamilan 19,723 20,125 - 1,997%
Status Gizi 1,131 - -
Sumber : Analisa Data 2019

Tabel 4.15 menunjukkan bahwa hasil perbandingan nilai OR, setelah

variabel status gizi dikeluarkan dari model, perubahan OR tidak ada yang >

10 % maka di dapatkan model terbaik paritas dan usia kehamilan

seperti di pemodelan III dan tidak ada yang di keluarkan.

Hasil uji multivariat dengan menggunakan regresi logistik dari ke

enam variabel yang diduga berpengaruh terhadap kejadian berat badan

lahir rendah, didapatkan satu variabel yang secara signifikan

berpengaruh, yaitu variabel usia kehamilan. Variabel usia kehamilan

lebih dominan berpengaruh terhadap kejadian berat badan lahir rendah

(BBLR) karena memiliki p value terkecil, yaitu 0.000 dan nilai OR

terbesar, yaitu - 1,997%.


70

3. Uji Interaksi

Berdasarkan variabel yang masuk model multivariat, maka

interaksi yang memungkinkan adalah variabel paritas dengan usia

kehamilan. Hasil uji interaksi disajikan pada tabel 4.16.

Tabel 4.16
Hasil Pengujian Interaksi
Interkasi -2LL G Pv
Tanpa interaksi 106,949 - -
Paritas*Usia Kehamilan 106, 949 39,998 0,000
Sumber : Analisa Data 2019

Berdasarkan hasil uji interaksi terdapat interaksi antar paritas

dengan usia kehamilan didapatkan p value setelah dimasukan variabel

interaksi sebesar 0,000. Hal ini menunjukan bahwa faktor paritas

terhadap kejadian BBLR dan usia kehamilan memberikan pengaruh

yang hampir sama. Dengan demikian permodelan multivariate sudah

selesai, model yang terbaik adalah multivariat dengan interkasi.


71
BAB V

PEMBAHASAN

A. INTERPRETASI DAN DISKUSI HASIL

Pembahasan penelitian ini meliputi hasil analisa secara univariat, yaitu

variabel usia ibu hamil, anemia, tingkat pendidikan, paritas, usia kehamilan

dan status gizi. Analisa bivariat yang meliputui hubungan antara usia ibu

hamil, anemia, tingkat pendidikan, paritas, usia kehamilan dan status gizi

dengan kejadian berat badan lahir rendah (BBLR) di RSUD Cilacap.

Analisa multivariat untuk mendapatkan faktor yang paling dominan

berhubungan dengan kejadian berat badan lahir rendah (BBLR) di RSUD

Cilacap.

1. Analisa Univariat

a. Usia ibu hamil di RSUD Cilacap

Hasil penelitian menunjukan bahwa sebagian besar usia ibu

hamil di RSUD Cilacap sebagian besar termasuk dalam kategori

usia tidak berisiko (20-35 tahun), yaitu sebanyak 79 (74,5%) ibu,

sedangkan sebagian kecilnya termasuk dalam kategori usia berisiko

(< 20 tahun atau >35 tahun), yaitu sebanyak 27 (25,5%) ibu. Hal ini

menunjukan bahwa sebagian besar umur ibu hamil termasuk dalam

kategori tidak berisiko, yaitu ibu hamil pada umur 20 tahun sampai

35 tahun. Hanya sebagian kecil dari ibu yang usia kehamilannya

termasuk dalam kategori berisiko, yaitu ibu hamil pada usia kurang

dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun.

72
73

Umur adalah lama waktu seseorang hidup yang dihitung dari

dilahirkan sampai dengan saat penelitian. Umur di kategorikan

menjadi 2 yaitu umur reproduksi tidak sehat (< 20 tahun atau >35

tahun) dan umur reproduksi sehat (20-35 tahun) (Sarwono, 2010).

Sehingga dapat disimpulkan bahwa usia ibu hamil di RSUD

Cilacap sebagian besar termasuk dalam reproduksi sehat. Umur ibu

hamil tersebut merupakan umur yang paling aman untuk hamil dan

melahirkan, sebagaimana dijelaskan oleh Sulistyawati bahwa usia

20 sampai 35 tahun merupakan usia yang dianggap aman menjalani

kehamilan dan persalinan (Sulistyawati, 2011).

b. Kejadian Anemia Pada Ibu Hamil di RSUD Cilacap

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa ibu hamil di RSUD

Cilacap sebagian besar tidak anemia (≥ 11), sebanyak 69 (65,1%)

ibu, dan sebagian kecil ibu mengalami anemia (< 11) , sebanyak 37

(34,9%) ibu. Dari hasil penelitian menunjukan bahwa hanya

sebagian kecil ibu yang mengalami anemia di RSUD Cilacap, yaitu

sebanyak 37 kasus ibu hamil mengalami anemia.

Anemia pada ibu hamil adalah kondisi ibu dengan kadar

hemoglobin <11 gr% pada trimester 1 dan 3 atau kadar hemoglobin

<10,5 gr% pada trimester 2 (Prawirohardjo, 2010). Anemia yang

paling lazim dialami ibu adalah anemia kekurangan zat besi. Ini

tidak mengherankan sebab kekurangan protein menyebabkan

berkurangnya pembentukan hemoglobin dan pembentukan sel

darah merah. Sementara berkurangnya hemoglobin dalam darah


74

menyebabkan hilang atau berkurangnya unsur zat besi dalam

darah (Lamadhah, 2008). Menegakkan diagnosa anemia defisiensi

besi pada ibu hamil dapat dilakukan dengan anamnesa. Hasil

anamnesa didapatkan dengan keluhan cepat lelah, sering pusing,

dan mata berkunang-kunang. Pada pemeriksaan dan pengawasan Hb

dapat dilakukan dengan menggunakan metode sahli, dilakukan

minimal 2 kali selama kehamilan. Penyebab anemia defisiensi zat besi

pada ibu hamil adalah kekurangan zat besi dapat terjadi karena tidak atau

kurang mengonsumsi zat besi dalam bentuk sayuran, makanan atau

suplemen. Terutama pada wanita hamil dan anak-anak. Wanita hamil

sering terjadi kekurangan zat besi ini karena bayi memerlukan sejumlah

zat besi yang besar untuk pertumbuhan. Defisiensi besi pada wanita hamil

dapat menyebabkan bayi berat lahir rendah dan persalinan prematur

(Proverawati, 2010).

Faktor lain dari penyebab defisiensi Fe adalah meningkatnya

kebutuhan Fe ibu hamil. Kebutuhan ibu hamil akan zat besi sebesar

900 mgr Fe, pada trimester dua (puncaknya usia kehamilan 32

sampai 34 minggu) akan terjadi hemodilusi (pengenceran darah)

pada ibu hamil sehingga hemoglobin akan mengalami penurunan,

mengakibatkan anemia kehamilan fisiologis (Budiarti, 2009). Hal

serupa di sampaikan dalam penelitian Fatimah dkk (2011) tentang

Pola Konsumsi dan Kadar Hemoglobin pada Ibu Hamil di

Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan. Penelitian ini menyimpulkan

bahwa kadar hemoglobin ibu hamil berhubungan dengan


75

pendidikan, status gizi, konsumsi tablet besi, dan pola konsumsi.

Diharapkan perbaikan pola konsumsi dapat dijadikan program

dalam mencegah terjadinya anemia pada ibu.

c. Tingkat Pendidikan Pada Ibu Hamil di RSUD Cilacap

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa tingkat pendidikan

terakhir ibu hamil di RSUD Cilacap yang termasuk kategori

rendah, yaitu sebanyak 41 (38,7%) ibu dan sebagian besar masuk

dalam kateogi tingkat pendidikan tinggi, yaitu sebanyak 65 (61,3%)

ibu. Hal ini menunjukan bahwa tingkat pendidikan ibu hamil di

RSUD Cilacap sebagian besar termasuk dalam kategori pendidikan

tinggi, yaitu sebanyak 65 ibu.

Rendahnya pendidikan dan pengetahuan berpengaruh pada

tingkat kesadaran dan kesehatan, pencegahan penyakit (wanita

dengan tingkat pendidikan yang tinggi cenderung lebih

memperhatikan kesehatan dan keluarganya (Syafrudin & Mariam

2010). Selain itu, pendidikan yang tinggi menggambarkan

wawasan yang luas sehingga semakin tinggi pendidikan maka akan

semakin mudah dalam menerima pengetahuan baru yang

berhubungan dengan kesehatan maupun kehamilannya

(Simanjuntak, 2009).

d. Kejadian Paritas Pada Ibu Hamil di RSUD Cilacap

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa paritas di RSUD Cilacap

sebagian besar termasuk dalam kategori risiko rendah, yaitu


76

sebanyak 93 (87,7%) dan sebagian kecilnya termasuk kategori

risiko tinggi, yaitu sebanyak 13 (12,3%). Hal ini menunjukan bahwa

ibu hamil di RSUD Cilacap termasuk dalam kategori paritas risiko

rendah, yaitu sebanyak 93 ibu.

Menurut Walyani (2015) Paritas adalah keadaan wanita

berkaitan dengan jumlah anak yang dilahirkan. Menurut Manuaba

(2010) paritas dikatakan tinggi apabila seorang ibu melahirkan anak

ke empat atau lebih. Hal ini sesuai dengan penelitian Nur (2016)

menyebutkan bahwa ibu melahirkan dengan paritas tinggi memiliki

risiko sebesar 1,703 kali lebih besar untuk melahirkan bayi berat

lahir rendah. Paritas yang tinggi akan berdampak pada timbulnya

berbagai masalah kesehatan baik bagi ibu maupun bayi yang

dilahirkan. Kehamilan dan persalinan yang berulang-ulang

menyebabkan kerusakan pembuluh darah didinding rahim dan

kemunduran daya lentur (elastisitas) jaringan yang sudah berulang

kali diregangkan kehamilan sehingga cenderung timbul kelainan

letak ataupun kelainan pertumbuhan plasenta dan pertumbuhan

janin sehingga melahirkan bayi berat badan lahir rendah.

Hal serupa dijelaskan dalam penelitian yang dilakukan yang

oleh Windari (2015) menyatakan terdapat hubungan paritas dengan

kejadian BBLR dimana ibu dengan paritas <2 dan >4 berisiko

melahirkan BBLR sebesar 1,68 kali. Namun hal berbeda didapatkan

dalam penelitian yang di lakukan oleh Pinontoan V., M dan


77

Tombokan S., G., J (2015) yang menyatakan bahwa tidak terdapat

hubungan antara paritas dengan kejadian BBLR.

e. Usia Kehamilan Pada Ibu Hamil di RSUD Cilacap

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa distibusi frekuensi usia

kehamilan ibu di RSUD Cilacap sebagian besar masuk kedalam

kategori aterm, yaitu sebanyak 69 (65,1%) dan sebagian kecilnya

masuk kedalam kategori praterm, yaitu sebanyak 37 (34,9%) ibu.

Usia Kehamilan adalah masa yang dihitung mulai dari haid

terakhir sampai saat masa persalinan. Usia kehamilan <37 minggu

merupakan hal yang berbahaya karena berpotensi terjadinya

kematian perinatal dan umumnya berkaitan dengan kejadian BBLR

(Proverawati, 2010). Hal ini sejalan dengan penelitian yang

dilakukan oleh Leonardo (2011) di Semarang yang menunjukkan

ada hubungan antara usia kehamilan ibu dengan kejadian BBLR

yang mengatakan wanita dengan persalinan pretermumur kehamilan

34-36 minggu atau kurang dari 37 minggu dapat melahirkan bayi

BBLR. Sedangkan menurut hasil penelitian Sunarseh (2018)

menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara umur

kehamilan dengan kejadian bayi berat badan lahir rendah di UPT

Puskesmas Rawat Jalan Saptosari Gunungkidul.

Kehamilan cukup bulan/aterm apabila telah memasuki minggu

ke 37-42, sedangkan kehamilan <37 minggu disebut preterm/

kurang bulan dan bila >42 minggu disebut posterm. Dapat


78

disimpulkan bahwa ibu di RSUD Cilacap termasuk dalam kategori

usia kehamilan cukup bulan/aterm.

f. Status Gizi Pada Ibu Hamil di RSUD Cilacap

Hasil penenlitian ini menunjukan bahwa distribusi frekuensi

status gizi ibu di RSUD Cilacap sebagian besar termasuk kedalam

kategori status gizi baik, sebanyak 89 (84,0%) ibu dan sebagian

kecilnya termasuk dalam kategori status gizi buruk yaitu sebanyak

17 (34,9%) ibu. Menurut Widiyastuti (2009) ibu yang asupan

gizinya buruk sebelum kehamilan maupun waktu sedang hamil

berisiko 3,2 kali melahirkan bayi dengan berat lahir rendah (nilai

p=0,04) dan dapat menyebabkan hambatan pertumbuhan otak janin.

LILA adalah cara untuk mengetahui gizi kurang pada wanita usia

subur umur 15-45 tahun yang terdiri dari remaja, ibu hamil, ibu

menyusui dan pasangan usia subur (PUS) (Hidayati, 2011).

Menurut Kemenkes RI (2012) untuk ambang batas LILA <23,5 cm

atau dibagian merah LILA menandakan gizi kurang dan ≥23,5 cm

menandakan gizi baik. Apabila LILA ibu sebelum hamil kurang

dari angka tersebut, sebaiknya kehamilan ditunda sehingga tidak

beresiko melahirkan BBLR (Kristiyanasari, 2010).

Seperti yang diungkapkan oleh Satriono (2010) bahwa

antropometri yang paling sering digunakan untuk menilai status gizi

yaitu LILA (Lingkar Lengan Atas), pengukuran LILA adalah salah

satu cara untuk mengetahui resiko Kekurangan Energi Kronis

(KEK) Wanita Usia Subur (WUS). Penilaian yang lebih baik untuk
79

menilai status gizi ibu hamil yaitu dengan pengukuran LILA, karena

pada wanita hamil dengan malnutrisi (gizi kurang atau lebih)

kadang-kadang menunjukkan odem tetapi ini jarang mengenai

lengan atas (Ferial, 2011).

2. Analisa Bivariat

a. Hubungan Antara Usia Ibu Hamil dengan Kejadian Berat Badan

Lahir Rendah (BBLR) di RSUD Cilacap

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa usia ibu hamil

yang masuk dalam kategori berisiko yaitu pada usia < 20 tahun

atau berumur > 35 tahun melahirkan bayi dengan BBLR, yaitu

sebanyak 15 (55,6%), sedangkan pada usia ibu hamil yang

masuk dalam kategori tidak berisiko melahirkan bayi dengan

BBLR, yaitu sebanyak 38 (48,1%).

Hasil uji chi square yang dilakukan menunjukkan hasil

nilai X2 = 0,199 dan pv = 0,656 > 0,05. Berarti Ho di terima dan

Ha ditolak karena pv > 0,05. Maka hasil penelitian pada

variabel ini adalah tidak terdapat hubungan antara usia ibu hamil

dengan kejadian berat badan lahir rendah (BBLR) di RSUD

Cilacap. Dari hasil analisis diperoleh nilai OR = 1,349 pada

CI=(0,560-3,245) dapat diartikan bahwa umur ibu hamil yang

termasuk dalam kategori berisiko berpeluang 1,349 kali lebih

besar mengalami BBLR dibandingkan dengan usia ibu hamil

yang termasuk dalam kategori tidak berisiko. Hal ini di


80

sebabkan karena mungkin distribusi sampel yang tidak merata

karena disini tidak hanya mengambil sampel yang BBLR tetapi

juga mengambil sampel yang tidak BBLR (Normal), selain itu

mengingat bahwa kejadian peristiwa kesehatan termasuk yang

berkaitan dengan kebidanan merupakan faktor dengan multi

kausal, yang bisa saja terjadi karena adanya faktor lain yang

lebih dominan terhadap kejadian BBLR.

Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan teori Wiknjosastro

(2007) yang menyatakan usia reproduksi sehat adalah usia 20-35

tahun. Pada masa ini adalah kurun waktu yang optimal bagi

seorang wanita untuk hamil karena organ reproduksi wanita

pada saat ini sudah siap dan matang, demikian juga dengan

psikologis ibu. Kesiapan itulah pertumbuhan dan perkembangan

bayi didalam rahim ibu bisa tumbuh secara optimal. Sedangkan

untuk ibu yang berusia kurang dari 20 tahun dan lebih dari 35

tahun berisiko untuk melahirkan bayi berat lahir rendah

(BBLR). Hal itu dijelaskan juga dalam teori Manuaba (2010),

semakin rendahnya usia ibu dan bertambahnya usia ibu saat

melahir kan semakin meningkatnya angka kejadian BBLR.

Hasil dari penelitian ini sesuai dengan penelitian Wahyu

(2017) yang menyatakan tidak terdapat hubungan yang

bermakna antara umur ibu dengan kejadian BBLR secara

stastitik didapatkan nilai ρ value >0,05 yaitu p-value=0,35 . Hal

ini didukung oleh penelitian Rokhmah (2012) di RSU PKU


81

Muhammadiyah Yogyakarta menunjukkan bahwa tidak ada

hubungan yang bermakna antara umur ibu dengan kejadian

BBLR dengan p-value=0,982. Penelitian Permatasari (2012)

juga menjelaskan bahwa tidak ada hubungan antara usia ibu saat

melahirkan dengan kejadian berat badan bayi lahir rendah di

RSUD Tidar Magelang (p value = 0,315). Hal ini terjadi karena

usia 20 –35 tahun(usia tidak berisiko) yang paling mendominasi

sebanyak 1.867 orang(72.1%) sedangkan angka kejadian berat

badan lahir bayi mayoritas tidak BBLR (berat badan < 1500 gr/

> 2500 gr) sejumlah 2.123 bayi (82%).

Oleh karena itu, meskipun terdapat perbedaan hasil penelitian

ini dengan beberapa penelitian sebelumnya, upaya untuk

mengatasi kejadiaan BBLR harus tetap dilaksanakan yaitu bisa

melalui penyuluhan yang intensif untuk memberitahu bahwa

kehamilan kurang dari 20 tahun dan lebih dari 35 tahun

mempunyai risiko untuk terjadinnya BBLR dan perlu juga

didukung oleh status gizi yang baik serta dilakukan pemeriksaan

kehamilan dengan teratur agar perkembangan janin dapat

dipantau.

b. Hubungan Anemia dengan Kejadian Berat Badan Lahir Rendah

(BBLR) di RSUD Cilacap

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ibu yang

mengalami anemia kehamilan sebanyak 17 (45,9%) melahirkan


82

bayi dengan BBLR. Pada ibu yang tidak menderita anemia

kehamilan sebanyak 36 (52,2%) juga melahirkan bayi BBLR.

Hasil uji chi square yang dilakukan menunjukkan hasil

nilai X2 = 0,116 dan pv =0,684 > 0,05. Berarti Ho di terima dan

Ha ditolak karena pv > 0,05. Maka hasil penelitian pada

variabel ini adalah tidak terdapat hubungan antara anemia

dengan kejadian berat badan lahir rendah (BBLR) di RSUD

Cilacap. Dari hasil analisis diperoleh nilai OR = 0,779 pada

CI=(0,350-1,735), hal ini dapat diartikan bahwa yang termasuk

dalam kategori anemia berpeluang 0,779 kali untuk mengalami

kejadian BBLR dibandingkan dengan yang tidak anemia.

Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian Noorbaya

(2018) yang menjelaskan tidak ada hubungan yang bermakna

antara anemia dalam kehamilan dengan kejadian BBLR. Uji

yang digunakan dalam penelitian adalah uji statistik Chi-Square

dengan α (0,05), bila P value < α (0,05) maka ada hubungan

anemia dalam kehamilan dengan kejadian BBLR dan pada P

value > α (0,05). Dari analisa bivariat dan uji statistik Chi-

Square menghasilkan tidak adanya hubungan yang bermakna

antara anemia dalam kehamilan dengan kejadian BBLR

diketahui nilai P value = 0,159.

Namun hasil berbeda didaptakan oleh penelitian Pratiwi

(2018) tentang hubungan anemia pada ibu hamil dengan

kejadian bayi berat badan lahir rendah di kabupaten


83

banjarnegara menjelaskan bahwa hubungan anemia dan kejadian

BBLR memiliki nilai yang bermakna, ditunjukkan oleh nilai

ρ=0,00. Nilai OR yang diperoleh adalah 5,55 CI 95% (2,4-12,8).

Hal ini didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh

Yolanda (2016) di RSUD Samarinda menunjukan bahwa anemia

meningkatkan resiko BBLR sebanyak 4,08 dengan nilai P value

=0,000. Sesuai dengan teori yang dijelaskan oleh Proverawati

(2010), faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya bayi berat

lahir rendah adalah anemia, umur ibu, penyakit kehamilan, gizi

yang kurang, usia kehamilan, dan kehamilan tunggal. Apabila

ibu tidak mengalami anemia, umur ibu 20-35 tahun, penyakit

kehamilan, ibu tidak menderita kekurangan energi kronis, usia

kehamilan (UK) ≥ 37 minggu, dan ibu hamil tunggal maka ibu

akan melahirkan bayi dengan berat lahir norma.

c. Hubungan Tingkat Pendidikan Ibu Hamil dengan Kejadian

Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) di RSUD Cilacap

Hasil penelitian ini menunjukkan ibu yang tingkat

pendidikannya rendah sebanyak 22 (53,7%) melahirkan bayi

dengan BBLR. Pada ibu dengan tingkat pendidikan tinggi, yaitu

sebanyak 31 (47,7%) juga melahirkan bayi dengan BBLR.

Hasil uji chi square yang dilakukan menunjukkan hasil

nilai X2 = 0,159 dan pv =0,690 > 0,05. Berarti Ho di terima dan

Ha ditolak karena pv > 0,05. Maka hasil penelitian pada

variabel ini adalah tidak terdapat hubungan antara tingkat


84

pendidikan dengan kejadian berat badan lahir rendah (BBLR) di

RSUD Cilacap. Dari hasil analisis diperoleh nilai OR = 1,270

pada CI=(0,580-2,780), hal ini dapat diartikan bahwa yang

termasuk dalam kategori pendidikan rendah berpeluang 1,270

kali untuk mengalami kejadian BBLR dibandingkan dengan

yang memiliki pendidikan tinggi.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Jayanti,

Dharmawan, dan Aruben (2016) menjelaskan bahwa tidak ada

hubungan antara pendidikan ibu dengan kejadian BBLR di

Puskesmas Bangetayu, serta pendidikan ibu bukan merupakan

faktor risiko. Hal ini dapat dilihat pada 43 BBLR pada

kelompok pendidikan rendah berjumlah 12 ibu (27,9%) dan

pada kelompok pendidikan tinggi berjumlah 31 ibu (72,1%). ada

43 BBLN pada kelompok pendidikan rendah berjumlah 9 ibu

(20,9%) dan pada kelompok pendidikan tinggi berjumlah 34 ibu

(79,1%) dengan nilai p sebesar 0,616 dan nilai OR sebesar

1,462. Selain itu penelitian Sulistiani (2014) diperoleh nilai OR

sebesar 0,841 (95% CI=0,510-1,388). Nilai OR yang diperoleh

tersebut merupakan faktor protektif tetapi tidak bermakna,

dengan demikian tingkat pendidikan ibu bukan merupakan

faktor risiko kejadian BBLR.

Namun hasil penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian

yang dilakukan oleh Fransiska Y (2012) yang menyatakan

terdapat hubungan antara tingkat pendidikan ibu hamil dengan


85

kejadian BBLR dengan p = 0.002. Berdasarkan penelitian

Syarifuddin, dkk. (2011) diketahui bahwa terdapat perbedaan

yang signifikan rata-rata berat lahir bayi antara ibu yang

berpendidikan rendah dengan ibu yang berpendidikan tinggi .

Tingkat pendidikan yang rendah, akan menghambat

perkembangan seseorang dalam menerima informasi dan nilai–

nilai yang baru diperkenalkan, sedangkan tingkat pendidikan

yang tinggi akan memudahkan sesorang menerima informasi

lebih banyak dibandingkan dengan pendidikan rendah

(Mubarak, 2007).

d. Hubungan Paritas dengan Kejadian Berat Badan Lahir Rendah

(BBLR) di RSUD Cilacap

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ibu dengan paritas

risiko tinggi sebanyak 9 (69,2%) melahirkan bayi dengan

BBLR. Dan ibu dengan kategori paritas risiko rendah, sebanyak

44 (47,3%) juga melahirkan bayi dengan BBLR.

Hasil uji chi square yang dilakukan menunjukkan hasil

nilai X2 = 1,403 dan pv =0,236 > 0,05. Berarti Ho di terima dan

Ha ditolak karena pv > 0,05. Maka hasil penelitian pada

variabel ini adalah tidak terdapat hubungan antara paritas

dengan kejadian berat badan lahir rendah (BBLR) di RSUD

Cilacap. Dari hasil analisis diperoleh nilai OR = 2,506 pada

CI=(0,721-8,712) dapat diartikan paritas dengan kategori risiko

tinggi berpeluang 2,506 kali untuk mengalami kejadian BBLR


86

dibandingkan dengan paritas dengan risiko rendah. Hal ini

bisajadi di sebabkan karena ibu yang paritas >3 biasanya lebih

berpengalaman dalam perawatan bayi, dan kesiapan dalam

menghadapi kehamilan, baik secara fisik maupun mental, selain

itu dikarenakan pada ibu yang memiliki jumlah paritas yang

tinggi tidak semuanya memiliki faktor risiko pemberat.

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan

oleh Mahayana, Chundrayetti dan Yulistin (2015) menjelelaskan

pada uji variabel lainnya seperti pada faktor risiko untuk paritas

(p=0,160), tidak terdapat hubungan yang signifikan antara

paritas terhadap terjadinya BBLR prematur dan dismatur.

Syahraeni dan Achmad (2013) Pengaruh Paritas Dan Faktor-

Faktor Lain Terhadap Kejadian Bayi Berat Lahir Rendah Di Rs

Benyamin Guluh Kabupaten Kolaka Provinsi Sulawesi

Tenggara Tahun 2011-2012, Dari hasil analisis bivariat pada

penelitian variabel independen paritas menunjukkan hasil yang

dimana nilai p=0,35, hal tersebut menjelaskan bahwa tidak ada

hubungan yang signifikan antara paritas dengan kejadian BBLR.

Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan teori yang di

sampaikan Sembiring (2017) menjelaskan penyebab terbanyak

terjadinya BBLR adalah kelahiran premature. Faktor ibu yang

lain adalah umur, paritas dan lain-lain. Hal ini di perkuat oleh

penelitian yang dilakukan Trihadiani (2011) menjelaskan

berdasarkan paritas, sebagian besar berat badan lahir normal


87

terjadi pada subyek yang tidak berisiko (kurang dari empat).

Hasil analisis hubungan antara paritas dengan kejadian BBLR

diperoleh bahwa ada sebanyak 3 (42,9%) subyek yang memiliki

paritas lebih dari sama dengan empat kali melahirkan bayi

BBLR, sedangkan diantara subyek yang memiliki paritas tidak

berisiko, ada 4 (57,1%) subyek yang melahirkan bayi BBLR.

Hasil uji statistik diperoleh nilai p=0,043 maka dapat

disimpulkan ada hubungan yang signifikan antara paritas dengan

kejadian BBLR (RR=5,3; CI 95%=1,244-22,563).

Banyak faktor yang mempengaruhi perbedaan hasil

penelitian dengan teori yang sudah ada sebelumnya. Riwayat

penyakit hipertensi, riwayat preeklampsia pada kehamilan

sebelumnya, umur ibu hamil, penurunan fungi sistem reproduksi

dapat menjadi penyebab perbedaan tersebut. Paritas satu atau

primigravida dan paritas tinggi (> 4) atau grandemultigravida

merupakan paritas berisiko mengalami terjadinya preeklampsia.

Ibu dengan paritas tinggi (> 4) sudah mengalami penurunan

fungsi sistem reproduksi, selain itu biasanya ibu terlalu sibuk

mengurus rumah tangga sehingga sering mengalami kelelahan

dan kurang memperhatikan pemenuhan gizinya, pemenuhan gizi

yang kurang sangat mengganggu kesehatan ibu hamil

(Henderson, 2006).

e. Hubungan Usia Kehamilan dengan Kejadian Berat Badan Lahir

Rendan (BBLR) di RSUD Cilacap


88

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa ibu dengan usia

kehamilan preterm sebanyak 33 (89,2%) melahirkan bayi

dengan BBLR, sedangkan ibu dengan usia kehamilan aterm,

hanya 20 (29,%) yang melahirkan bayi dengan BBLR.

Hasil uji chi square yang dilakukan menunjukkan hasil

nilai X2 = 32,552 dan pv =0,000 < 0,05. Karena p < 0,05 maka

Ho ditolak dan Ha diterima. Maka hasil penelitian pada variabel

ini adalah terdapat hubungan antara usia kehamilan dengan

kejadian berat badan lahir rendah (BBLR) di RSUD Cilacap.

Dari hasil analisis diperoleh nilai OR = 20,213 pada CI=(6,332-

64,522) hal ini dapat diartikan usia kehamilan dengan kategori

praterm berpeluang sebesar 20,213 kali untuk mengalami

kejadian BBLR dibandingkan dengan paritas dengan risiko

rendah.

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Sulistiani

(2014) pada penelitiannya diperoleh nilai OR sebesar 143,5

(95% CI= 19,292-1067,397). Nilai OR yang diperoleh

bermakna, dengan demikian umur kehamilan <37 minggu

merupakan faktor risiko kejadian BBLR. Hal ini menunjukan

bahwa umur <37 minggu mempunyai faktor risiko 143,5 kali

melahirkan bayi dengan BBLR. Penelitian yang dilakukan oleh

Merzalia (2012) di Provinsi Bangka Belitung juga menunjukan

risiko tinggi umur kehamilan terhadap kejadian BBLR yaitu

umur kehamilan < 37 minggu berisiko 137,360 (18,78-


89

1004,684) kali menyebabkan BBLR. Hasil penelitian ini sejalan

dengan penelitian Darmayanti, dkk (2010) yang menyatakan

bahwa umur kehamilan <37 minggu berisiko 12,7 (95% CI=

5,5-31,5) kali melahirkan BBLR.

Hal ini didukung oleh teori Manuaba (2010) umur

kehamilan mempengaruhi kejadian BBLR karena semakin

pendek masa kehamilan semakin kurang sempurna pertumbuhan

alat-alat tubuhnya sehingga akan turut mempengaruhi berat

badan bayi. Sehingga dapat dikatakan bahwa umur kehamilan

mempengaruhi kejadian BBLR.

Hasil berbeda didapatkan Reflita dan Mastiana (2011)

berdasarkan uji statistik dengan menggunakan uji chi-square

menunjukkan tidak terdapatnya hubungan yang bermakna antara

usia kehamilan ibu dengan kejadian BBLR di RSUP Dr M.

Djamil Padang tahun 2011 dengan nilai (P=0.086).

Dengan tingginya risiko usia kehamilan < 37 minggu

terhadap kejadian BBLR, disarankan kepada ibu untuk

melahirkan pada usia ≥ 37 minggu dengan cara menjaga pola

hidup, pola makan selama kehamilan dan melakukan

pemerikasaan kehamilan sehingga bila ada kelainan akan segera

diketahui dan akan segera mendapatkan pertolongan

f. Hubungan Antara Status Gizi Ibu Hamil dengan Kejadian Berat

Badan Lahir Rendah (BBLR) di RSUD Cilacap


90

Hasil penelitian ini menunjukkan ibu hamil dengan status

gizi buruk sebanyak 11 (64,7%) melahirkan bayi dengan BBLR.

Ibu dengan status gizi baik sebanyak 42 (47,2%) juga

melahirkan bayi dengan BBLR.

Hasil uji chi square yang dilakukan menunjukkan hasil

nilai X2 = 1,121 dan pv =0,290 > 0,05. Berarti Ho di terima dan

Ha ditolak karena pv > 0,05. Maka hasil penelitian pada

variabel ini adalah tidak terdapat hubungan antara status gizi

dengan kejadian berat badan lahir rendah (BBLR) di RSUD

Cilacap. Dari hasil analisis diperoleh nilai OR = 2,052 pada

CI=(0,699-6,031) hal ini dapat diartikan status gizi ibu dengan

kategori status gizi buruk berpeluang 2,052 kali untuk

mengalami kejadian BBLR dibandingkan dengan kategori status

gizi baik.

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan

oleh Kusmawati (2012) tentang Hubungan Status Gizi Ibu

Hamil Dengan Kejadian Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) di

RSUD Dr. Zainoel Abidin Banda Aceh, dari hasil uji bivariat

menunjukan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan (p value

≥ 0,05) antara status gizi ibu hamil dengan kejadian BBLR.

Penelitian Sulistiorini dan Siswoyo (2015) hasil uji statistik

menunjukan bahwa tidak ada hubungan antara status gizi

dengan BBLR (p=1,000) dimana (p) lebih dari (α=0,05).

Pengukuran lingkar lengan atas merupakan salah satu cara


91

deteksi dini untuk mengetahui resiko kurang energi kronik

(KEK). Status gizi yang adekuat untuk menyediakan kebutuhan

fisiologi kehamilan yakni perubahan hormon dan peningkatan

volume darah untuk pertumbuhan janin sehingga suplaai zat gizi

pada janin pun berkurang akibatnya pertumbuhan dan

perkembangan janin terhambat dan lahir dengan berat badan

yang rendah.

Penelitian ini tidak sesuai dengan teori Kristiyanasari

(2010) bahwa pada masa kehamilan muda tambahan gizi yang

diperlukan dalam bentuk vitamin dan mineral, sedangkan

kebutuhan akan kalori dan protein sangat diperlukan pada

minggu ke delapan sampai kelahiran. Seorang ibu hamil yang

mengalami kekurangan gizi, maka bayi yang dilahirkan akan

memiliki berat badan yang rendah, mudah sakit-sakitan dan

mempengaruhi kecerdasan.

Pengukuran status gizi pada ibu hamil ditentukan dengan

pengukuran LILA dengan ketentuan apabila LILA ibu hamil

<23.5 cm berarti ibu hamil mengalami KEK dan apabila LILA

ibu ≥23.5 cm berarti ibu tidak mengalami KEK. Status gizi

kurang menunjukkan bahwa ibu sudah mengalami keadaan

kurang gizi dalam jangka waktu cukup lama, maka kebutuhan

nutrisi untuk proses tumbuh kembang janin menjadi terhambat,

akibatnya melahirkan bayi BBLR (Ibrahim, 2010). Menurut

hasil penelitian Puspitaningrum (2018) berdasarkan hasil uji


92

Chi-Square, terdapat hubungan antara status gizi ibu hamil

dengan kejadian BBLR di RSIA Annisa Kota Jambi Tahun 2018

(p-value =0,016).

Walaupun terdapat perbedaan antara penelitian satu dengan

yang lain namun upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk

mencegah terjadinya kelahiran BBLR maka diperlukan dari

pihak tenaga kesehatan untuk melakukan promosi kesehatan

melalui penyuluhan baik perorangan maupun kelompok serta

dapat melakukan pendidikan kesehatan ibu hamil melalui kelas

ibu hamil tertama masalah gizi seimbang selama kehamilan agar

terhindar dari BBLR serta meningkatkan promosi kesehatan

tentang gizi seimbang bagi ibu hamil terutama pada keluarga

yang akan merencanakan kehamilan.

3. Analisa Multivariat

Berdasarkan hasil analisis multivariat menggunakan regresi

logistik ganda, dapat disimpulkan bahwa variabel usia kehamilan

adalah variabel yang paling dominan mempengaruhi berat badan

lahir rendah (BBLR) di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD)

Cilacap karena mempunyai p value terkecil, yaitu 0.000 dan nilai

OR terbesar, yaitu - 1,997% kali (95% CI=6,263-64,673).

Usia kehamilan mempengaruhi berat badan bayi baru lahir

dikarenakan pertumbuhan dan perkembangan bayi belum optimal

sehingga menyebabkan bayi lahir dengan berat badan yang tidak


93

normal. Sesuai dengan teori yang di sampaikan oleh Manuaba

(2010) bayi yang terlahir saat <37 minggu dapat mengganggu

pembentukan sistem penimbunan lemak pada subkutan sehingga

bayi berisiko memiliki berat badan lahir kurang dari 2.500 gram.

Hasil penelitian ini selaras dengan penelitian Kumalasari,

Tjekyan dan Zulkarnain (2018) pada analisis multivariat dimana

usia kehamilan merupakan variabel yang paling berpengaruh

terhadap kejadian BBLR (p=0.000 ; OR=77,055). Selain itu hasil

penelitian ini juga selaras dengan penelitian Tjekyan (2010), yang

menunjukkan hubungan yang bermakna antara usia kehamilan

dengan BBLR (p=0,000) dengan OR=9,482. Hasil serupa juga

didapatkan dari penelitian Sholiha dan Sumarmi (2015) hasil uji

regresi logistik multivariat menunjukkan bahwa umur kehamilan

menjadi faktor risiko BBLR (p=0,000, CI 95%: 8,197-531.391). Ibu

yang melahirkan pada umur kurang bulan (<37 minggu kehamilan)

berisiko 66 kali lebih besar dibandingkan dengan ibu yang

melahirkan pada umur cukup bulan (≥37 minggu kehamilan).

Umur kehamilan merupakan masa yang dihitung sejak hari

pertama haid terakhir (Rahmi, dkk., 2014) dan menggambarkan

perkembangan dan pertumbuhan janin. Pada trimester II dan III,

pertumbuhan janin semakin pesat karena organ telah terbentuk dan

berfungsi. Kehamilan minggu ke-28 merupakan pembentukan

sistem syaraf pusat kontrol pernafasan. Minggu ke-32 merupakan


94

saat penimbunan lemak pada subkutan dan memasuki minggu ke-36

organ paru mulai berfungsi (Kosim, 2012).

Kehamilan cukup bulan/aterm apabila telah memasuki minggu

ke 37-42, sedangkan kehamilan <37 minggu disebut preterm/kurang

bulan dan bila >42 minggu disebut posterm. Umur kehamilan

kurang bulan (<37 minggu) mengakibatkan pertumbuhan dan

perkembangan janin belum optimal. Bayi yang terlahir saat <37

minggu dapat mengganggu pembentukan sistem penimbunan lemak

pada subkutan sehingga bayi berisiko memiliki berat badan lahir

kurang dari 2.500 gram. Begitu pula dengan fungsi organ

pernafasaan yang belum optimal sehingga bayi BBLR berisiko

tinggi mengalami kematian (Manuaba, 2010).

Kehamilan antara 28 sampai dengan 36 minggu disebut

kehamilan prematur. Kehamilan yang terakhir ini akan

mempengaruhi viabilitas (kelangsungan hidup) bayi yang

dilahirkan, karena bayi yang terlalu muda mempunyai prognosis

buruk (Prawirohardjo, 2012). Pada trimester pertama, organ tubuh

seperti jantung, liver, ginjal, otak, dan saraf mulai terbentuk. Setelah

itu, pada trimester kedua, mulai terjadi pertumbuhan panjang dan

berat badan. Pada trimester ketiga, bayi mulai bisa bergerak dan

pertumbuhan panjang serta pertambahan berat badan terus

berlangsung (Johns Hopkins University, 2017). Secara biologis,

semakin bertambahnya usia kehamilan, maka pertumbuhan dan

perkembangan janin juga semakin meningkat, sehingga apabila bayi


95

lahir sebelum usia gestasi yang seharusnya (37–42 minggu) maka

panjang dan berat badan bayi belum bertambah secara maksimal

(Manuaba, 2010).

Berat lahir yang rendah pada bayi dapat menyebabkan masalah

kesehatan pada bayi di kemudian hari seperti adanya penyakit

infeksi, gangguan pada sistem pernafasan, gangguan pada saraf

pusat, gangguan pada fungsi kardiovaskuler, gangguan pada sistem

gastrointestinal, dan sebagainya (Kemenkes RI 2015). Bayi berat

lahir rendah merupakan salah satu faktor risiko penyebab kematian

bayi dan upaya mencegah terjadinya kematian pada bayi dengan

cara penanganan bayi berat lahir rendah

B. KETERBATASAN PENELITIAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang dapat

diidentifikasi dalam penelitian ini adalah :

1. Keterbatasan alat dan teknik pengumpulan data

Alat dan teknik pengumpulan data yang dilakukan oleh peneliti

hanya sebatas lembar ceklist tidak dilakukan wawancara secara

mendalam dengan ibu hamil di RSUD Cilacap, sehingga tidak bisa

diketahui lebih dalam, mengenai faktor-faktor risiko ibu hamil yang

berhubungan dengan kejadian berat badan lahir rendah.

2. Keterbatasan Sumber Data

Penelitian ini menggunakan data sekunder, sehingga tidak semua

faktor risiko yang mempengaruhi kejadian berat badan lahir rendah


96

dapat diteliti, hanya faktor usia ibu hamil, anemia, tingkat pendidikan,

paritas, usia kehamilan dan status gizi yang datanya tersedia lengkap

di catatan rekam medis, sementara faktor yang lain seperti faktor

pengetahuan tentang berat badan lahir rendah, faktor kebiasaan dan

faktor lingkungan ibu hamil tidak dapat diketahui, karena faktor

tersebut harus didapatkan langsung dari responden atau data primer.

Akan lebih baik jika penelitian menggunakan data primer sehingga

semua faktor yang mempengaruhi kejadian berat badan lahir rendah

dapat diteliti.
97

C. IMPLIKASI UNTUK KEPERAWATAN

Berdasarkan hasil penelitian ini implikasi didapatkan untuk hubungan

antara faktor risiko kejadian berat badan lahir rendah (BBLR) di RSUD

Cilacap adalah:

1. Hasil penelitian ini dapat memberikan dampak positif bagi RSUD

Cilacap agar dapat melakukan pemantauan lebih pada ibu hamil

dengan usia kehamilan kurang bulan (praterm), karena faktor usia

kehamilan adalah faktor yang paling dominan mempengaruhi kejadian

berat badan lahir rendah. Selain pemantauan, upaya preventif dan

promotif juga dapat dilakukan dalam pencegahan berat badan lahir

rendah dengan memberikan penyuluhan atau konseling pada ibu hamil

ketika ibu hamil melakukan pemeriksaan kehamilan (ANC) mengenai

usia kehamilan kurang bulan (praterm) yang dapat mempengaruhi

BBLR dengan tanda-tanda yang mungkin muncul, serta memotivasi

ibu hamil agar segera melaporkan kepada tenaga kesehatan mengenai

usia kehamilan kurang bulan ibu sehingga dapat dilakukan penanganan

awal untuk mencegahnya.

2. Hasil penelitian ini dapat memberikan dampak positif bagi peneliti

selanjutnya yang akan melakukan penelitian sejenis agar dapat

meneliti faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian berat badan lahir

rendah secara menyeluruh seperti faktor dari ibu yang lainnya meliputi

faktor lingkungan, faktor penyakit, keadaan sosial dan faktor kebiasaan

ibu hamil, selain itu juga faktor janin seperti prematur, hidramnion,

kehamilan kembar dan kelainan kromosom.


98

3. Hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan ilmu kepada

masyarakat tentang faktor-faktor risiko ibu hamil yang berhubungan

dengan kejadian BBLR di RSUD Cilacap serta menjelaskan salah satu

faktor risiko paling dominan tentang usia kehamilan yang dapat

mempengaruhi berat badan lahir bayi rendah sehingga masyarakat

mengetahui pencegahannya.
99

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat ditarik

simpulan sebagai berikut :

1. Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara usia ibu hamil dengan

kejadian berat badan lahir rendah (BBLR) di RSUD Cilacap (pv =

0,656 > 0,05; OR = 1,349 pada CI = 0,560-3,245). Umur ibu hamil

yang termasuk dalam kategori umur berisiko, yaitu ibu yang berumur

< 20 tahun dan > 35 tahun, memiliki risiko 1,349 kali mengalami bayi

dengan BBLR dibandingkan dengan ibu hamil yang termasuk dalam

kategori tidak berisiko yaitu, ibu yang berumur 20-35 tahun.

2. Tidak ada hubungan yang bermakna antara anemia pada ibu hamil

dengan kejadian berat badan lahir rendah ( BBLR) di RSUD Cilacap

(nilai X2 = 0,116; pv =0,684 > 0,05; OR = 0,779 pada CI = 0,350-

1,735). Ibu hamil yang mengalami anemia memiliki risiko 0,779 kali

melahirkan bayi dengan BBLR di bandingan ibu yang tidak anemia.

3. Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara tingkat pendidikan ibu

dengan kejadian berat badan lahir rendah (BBLR) di RSUD Cilacap

(nilai X2 = 0,159; pv =0,690 > 0,05; nilai OR = 1,270 pada CI = 0,580-

2,780). Ibu dengan tingkat pendidikan rendah berpeluang 1,270 kali

untuk mengalami kejadian BBLR dibandingkan dengan yang memiliki

pendidikan tinggi.
100

4. Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara paritas dengan

kejadian berat badan lahir rendah (BBLR) di RSUD Cilacap (nilai X2 =

1,403; pv =0,236 > 0,05; nilai OR = 2,506 pada CI = 0,721-8,712).

Paritas dengan kategori risiko tinggi berpeluang 2,506 kali untuk

mengalami kejadian BBLR dibandingkan dengan paritas dengan risiko

rendah.

5. Terdapat hubungan yang signifikan antara usia kehamilan dengan

kejadian berat badan lahir rendah (BBLR) di RSUD Cilacap (nilai X2 =

32,552; pv =0,000 < 0,05; nilai OR = 20,213 pada CI = 6,332-64,522).

Usia kehamilan dengan kategori praterm berpeluang sebesar 20,213

kali untuk mengalami kejadian BBLR dibandingkan dengan paritas

dengan risiko rendah.

6. Tidak terdapat hubungan antara status gizi ibu hamil dengan kejadian

berta badan lahir rendah (BBLR) di RSUD Cilacap (nilai X2 = 1,121;

pv =0,290 > 0,05; nilai OR = 2,052 pada CI = 0,699-6,031). Status gizi

ibu dengan kategori status gizi buruk berpeluang 2,052 kali untuk

mengalami kejadian BBLR dibandingkan dengan kategori status gizi

baik.

7. Faktor usia kehamilan ibu merupakan faktor yang paling dominan

mempengaruhi kejadian berat badan lahir rendah (BBLR) di RSUD

Cilacap karena memiliki p value terkecil, yaitu 0.000.


101

B. SARAN

1. Bagi Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Cilacap

Hendaknya RSUD Cilacap dapat melakukan pemantauan lebih pada

ibu hamil dengan usia kehamilan, karena faktor usia kehamilan adalah

faktor yang paling dominan mempengaruhi kejadian berat badan lahir

rendah. Selain pemantauan, upaya preventif dan promotif juga dapat

dilakukan dalam pencegahan berat badan lahir rendah dengan

memberikan penyuluhan atau konseling pada ibu hamil ketika ibu

hamil melakukan pemeriksaan antenatal care (ANC) pada masa

kehamilan.

2. Bagi Profesi Keperawatan

Hendaknya perawat perlu memberikan asuhan keperawatan yang tepat

dengan sesegera mungkin melakukan penatalaksaan pada kasus dengan

berat badan lahir rendah sesuai dengan standar operasional prosedur

(SOP), dan memberikan penyuluhan kesehatan atau konseling pada ibu

hamil mengenai bayi yang mungkin lahir dengan berat badan lahir

rendah (BBLR), sehingga kejadian kematian ibu yang disebabkan oleh

berat badan lahir rendah (BBLR) dapat diminimalkan.

3. Bagi peneliti selanjutnya

Hendaknya dapat melakukan penelitian yang sejenis dengan dengan

menggunakan faktor yang belum diteliti dalam penelitian ini, sehingga

dapat diperoleh data yang lebih komperehensif terhadap faktor yang

mempengaruhi kejadian berat badan lahir rendah (BBLR) di RSUD

Cilacap.
102

DAFTAR PUSTAKA

Achmadi, A., dan Cholid, N. 2007. Metodologi Penelitian. Jakarta: PT. Bumi
Aksara.

Angka Kematian Ibu dan Bayi di Indonesia Tinggi, Sebabnya”


https://sains.kompas.com/read/2018/03/28/203300723/angka-kematian-
ibu-dan-bayi-di-indonesia-tinggi-riset-ungkap-sebabnya, diakses pada
hari Senin, 11 Februari 2019.

Arief, ZR., dan Sari. 2009. Neonatus dan Asuhan Keperawatan Anak. Yogyakarta
: Nuha Medika.

Arikunto. 2010. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka


Cipta.

Badan Pusat Statistik (BPS). 2016. Indikator Kesejahteraan Rakyat 2016.


Jakarta : BPS

Badan Pusat Statistik (BPS). 2016. Provinsi Jawa Tengah Dalam Angka 2016.
Jawa Tengah.

Budiarti, Milani. 2009. Hubungan Pengetahuan Ibu Hamil Trimester III Tentang
Zat Besi dengan Kejadian Anemi di Puskesmas Mangkang Kota
Semarang : Karya Tulis Ilmiah. Universitas Muhammadiyah Semarang.

Darmayanti, Wilopo S, A., Nurdiati D, S. 2010. Pengaruh Kenaikan Berat Badan


Rata-Rata Per Minggu pada Kehamilan Trimester II dan III terhadap
Risiko Berat Bayi Lahir Rendah.

Dinas Kesehatan Jawa Tengah. 2017. Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah
2017. Semarang : Dinkes Jateng.

Dinas Kesehatan Kabupaten Cilacap. 2015. Profil Kesehatan Kabupaten Cilacap


Tahun 2015. Cilacap: DKK.

Fatimah, St., Veni Hadju, Burhanuddin Bahar, Zulkifli Abdullah. 2011. Pola
Konsumsi dan Kadar Hemoglobin pada Ibu Hamil di Kabupaten Maros,
Sulawesi Selatan. Makara Kesehatan, Vol. 15, No. I.

Fauziah dan Sutejo. 2012. Keperawatan Maternitas Kehamilan. Jakarta: Kencana


Prenada Media Group.

Hastono, S, P. 2007. Analisis Data Kesehatan. Jakarta : Fakultas Kesehatan


Masyarakat Universitas Indonesia.

Henderson, C., Jones, K. 2006. Buku Ajar Konsep Kebidanan. Jakarta: EGC.
103

Hidayat, A., A. 2011. Metode Penelitian Kebidanan dan Teknik Analisis Data.
Jakarta: Salemba Medika.

Ibrahim. 2010. Nutrisi Janin & Ibu Hamil. Yogyakarta : Medical Book.

Indrasari, N. 2012. Faktor Resiko Pada Kejadian Berat Badan Lahir Rendah
(BBLR). Jurnal Keperawatan, Volume VIII. No. 2.

Johns Hopkins University. 2017. Pregnancy: first trimester, second trimester, third
trimester.

Kania. 2014. Gambaran Karakteristik Ibu Bersalin Yang Melahirkan BBLR Di


BLUD RSUD Cilacap Tahun 2014. Karya Tulis Ilmiah. Tidak
dipublikasi.

Kementrian Kesehatan RI. 2012. Profil Kesehatan Indonesia 2012. Jakarta.

2013. Profil Kesehatan Indonesia 2013. Jakarta.

2015. Profil Kesehatan Indonesia 2015 . Jakarta.

Kosim. 2012. Buku Ajar Neonatologi. Jakarta : Badan Penerbit IDAI

Kristiyanasari, W. 2010. Gizi Ibu Hamil. Yogyakarta : Nuha Medika.

Kusmawati., N. 2012. Hubungan Status Gizi Ibu Hamil Dengan Kejadian Bayi
Berat Lahir Rendah (BBLR)Di RSUD Dr. Zainoel Abidin Banda Aceh
Tahun 2012. Banda Aceh : Universitas Syiah Kuala.

Kuswanti, I. 2014. Asuhan kehamilan. Yogyakarta : PT. Pustaka Pelajar.

Lamadhah, A. 2008. Buku Pintar Kelahiran Dan Melahirkan. Jogjakarta : DIVA


Press.

Leonardo, 2011, Perbedaan Luaran Janin pada Persalinan Preterm Usia


Kehamilan 34-36 Minggu dengan dan tanpa Ketuban Pecah Dini, Jurnal
Kesehatan, Fakultas Kedokteran, Universitas Diponegoro.

Mahayana, S, A, A., Chundrayetti, E., dan Yulistini, Y. Faktor Resiko Yang


Berpengaruh Terhadap Kejadian Berat Badan Lahir Rendah Di RSUP
Dr. Djamil Padang. Jurnal Kesehatan Andalas. 2015; 4 (3).

Manuaba. 2010. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan, dan KB Edisi 2. Jakarta:


PT. Sagung Seto.

Maryunani, A.,dan Nurhayati. 2008. Asuhan Bayi Baru Lahir Normal. Jakarta:
Trans Info Media.
104

Merzalia, N. 2012. Determinan Kejadian Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) di


Kabupaten Belitung Timur Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Tahun
2010-2011. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.
Skripsi.

Mochtar, R.2012. Sinopsis Obstetri Jilid 1, Edisi 3. Jakarta : Penerbit Buku


Kedokteran EGC.

Mubarak, W. I. 2007. Promosi Kesehatan Sebuah Pengantar Proses Belajar


Mengajar Dalam Pendidikan. Yogyakarta : Graha Ilmu.

Nirwana. 2015. Regresi Logistik Multinomial dan Penerapannya dalam


Menentukan Faktor yang Berpengaruh pada Pemilihan Program Studi di
Jurusan Matematika UNM. Skripsi. Universitas Negeri Makassar.

Noorbaya., S . 2018. Hubungan Anemia Dalam Kehamilan Dengan Kejadian Bblr


Di Rumah Sakit Umum Daerah Aw. Sjahranie Samarinda Tahun 2017.
Jurnal Kebidanan Mutiara Mahakam Volume VI. No 1.

Notoatmodjo, S. 2010. Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.

Nur, R., Arifuddin, A., dan Novilia, R. Analisis Faktor Risiko Kejadian Berat
Badan Lahir Rendah Di RSU Anutapura Palu. Jurnal Preventif, Vol.7
No.1, Maret 2016, halaman 1-64.

Pantiawati , I. 2010. Bayi dengan BBLR (Berat Badan Lahir Rendah). Yogyakarta
: Nuha Offset.

Prawiroharjo, S. 2010. Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT Bina Pustaka

Prawiroharjo, S. 2012. Ilmu Kebidanan. Jakarta : P.T Bina Pustaka Sarwono


Prawirohardjo.

Proverawati A., dan Ismawati, C.S. 2010. BBLR : Berat Badan Lahir
Rendah.Yogyakarta : Nuha Medika.
Puspitaningrum., E., M. 2018. Hubungan Status Gizi Ibu Hamil Dengan Kejadian
Beratbadan Lahir Rendah (BBLR) Di Rsia Annisa Kota Jambi Tahun
2018. Scientia Journal. Vol. 7 No. 2 .

Rahmi., Arsyad., & Rismayanti. 2014. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan


Kejadian Bayi Berat Badan Lahir Rendah Di RSIA Pertiwi Makassar.
Jurnal Epidemiologi. FKM Universitas Hasanudin.

Romauli, S. 2011. Buku Ajar Kebidanan Konsep Dasar Asuhan Kehamilan.


Yogyakarta: Nuha Medika.
105

Saifuddin, A. B. 2014. Ilmu Bedah Kebidanan. Jakarta : Bina Pustaka Sarwono


Prawirohardjo.

Sarwono. 2010. Ilmu Kebidanan. Jakarta : PT. Bina Pustaka

Saryono, W. 2008. Metodologi Penelitian Kesehatan, cetakan keempat.


Yogyakarta: Mitra Cendikia.

Sembiring, J, Br. 2017, Asuhan Neonatus, Bayi, Balita, Anak Pra Sekolah.
Yogyakarta: Deepublish.

Simanjuntak, N.A. (2009). Hubungan anemia pada ibu hamil dengan kejadian
bayi berat lahir rendah (BBLR) di badan pengelola rumah sakit umum
(BPRSU) Rantauprapat Kabupaten Labuhan Batu Tahun 2008. Skripsi
Universitas Sumatera Utara, Sumatra Utara.

Siregar, M. 2016. Analisis Implementasi Pelayanan PONED Di Puskesmas


Patumbak Kabupaten Deli Serdang. Skripsi. Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Sumatera Utara, Medan.

Siswo, Sudarmo. 2008. Obstetri Fisiologi. Jakarta : Pustaka Cendekiana

Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung:


Alfabeta.

Sukarni, I., dan Margareth ZH. 2013. Kehamilan, Persalinan, Dan Nifas.
Yogyakarta : Nuha Medika.

Sulistyawati, A. (2011). Asuhan Kebidanan Pada Masa Kehamilan. Jakarta :


Salemba medika.

Sulistyorini, D., dan Siswoyo, S. 2014. Analisis Faktor-Faktor Yang


Mempengaruhi Kejadian BBLR Di Puskesmas Perkotaan Kabupaten
Banjarnegara. Halaman 1-6.

Sunarseh. 2018. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian BBLR Di


UPT Rawat Jalan Saptosari Gunung Kidul. Fakultas Kesehatan.
Universitas ‘Aisyiyah. Yogyakarta

Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia 2012.


https://microdata.bps.go.id/mikrodata/index.php/catalog/255, diakses
pada hari Selasa, 12 Februari 2019.

Syafrudin & Mariam N, 2010. Sosial Budaya Dasar Untuk Mahasiswa


Kebidanan. Jakarta : Trans Info Media.
106

Syahreni dan Achmad., E., K. 2013. Pengaruh Paritas Dan Faktor-Faktor Lain
Terhadap Kejadian Bayi Berat Lahir Rendah Di Rs Benyamin Guluh
Kabupaten Kolaka Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2011-2012. FKM
UI.

Syarifuddin, V., dkk. 2011. Kurang Energi Kronis Ibu Hamil sebagai Faktor
Risiko Bayi Berat Lahir Rendah Berita Kedokteran Komunitas, 27, 187-
196.

Tjekyan, S. 2010. Faktor Risiko dan Prognosis Berat Badan Lahir Rendah
(BBLR) dan Berat Badan Lahir Sangat Rendah (BBLSR) dan Kejadian
Lahir Mati di Kota Palembang, Jurnal Kedokteran dan Kesehatan,
Publikasi Ilmiah FK Unsri, JKK, 2010 Th. 42, No. 3.

Trihadiani., I . 2011. Faktor Risiko Kejadian berat Badan Lahir Rendah Di


Wilayah Kerja Puskesmas Singkawang Timur Dan Utarakota
Singkawang. Program Studi Ilmu Gizi Fakultas Kedokteran Universitas
Diponegoro Semarang.

Walyani, S. E. 2015. Asuhan Kebidanan Pada Kehamilan.Yogyakarta: Pustaka


Baru.

Widarjono, A,. 2010. Analisis Statistika Multivariat Terapan. Edisi Pertama.


Yogyakarta: UPP STIM YKPN.

Widiyastuti, P. 2009. Faktor-Faktor Risiko Ibu Hamil yang Berhubungan dengan


Kejadian BBLR Studi Kasus di Wilayah Kerja Puskesmas Ampel 1
Boyolali Tahun 2008. Universitas Negeri Semarang, Semarang.

Wiknjosastro, H. 2009. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono


Prawirohardjo.

Windari, F. 2015. Hubungan Karakteristik Ibu Hamil Dengan Kejadian Berat


Badan Lahir Rendah (BBLR) Di RSUD Panembahan Senopati Bantul
Yogyakarta Tahun 2014. Universitas Aisyiyah Yogyakarta.

World Health Organization (WHO). 2014. Maternal Mortality.

World Health Statistics (WHO). 2015: World Health Organization; 2015.

Yolanda, G. 2016. Hubungan antara Anemia Ibu Hamil dengan Kejadian BBLR
pada Kehamilan Cukup Bulan di RSUP Sardjito. Perpustakaan UGM.
Yogyakarta
107

Anda mungkin juga menyukai