Anda di halaman 1dari 11

KESEHATAN IBU HAMIL DARI PERSFEKTIF SOSIAL CULTURE/BUDAYA

ANITA YUDIANTI

Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar

Email: anitayudianti2189@gmail.com

PENDAHULUAN

Indonesia sehat adalah suatu gambaran kondisi Indonesia di masa depan, yakni masyarakat,
bangsa, dan negara yang ditandai oleh penduduknya hidup dalam lingkungan dengan perilaku hidup sehat,
memiliki kemampuan menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata, serta
mencapai derajat kesehatan yang setinggi-tingginya di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI). Visi Depkes 2010-2014 yaitu masyarakat sehat yang mandiri dan berkeadilan (Depkes,
2010). Setiap negara memiliki tolak ukur dalam pencapaian derajat kesehatan, di Indonesia salah satu
indikator dalam pencapaian derajat kesehatan masyarakat sehat yang mandiri dan berkeadilan sesuai
dengan visi Depkes 2010 – 2014 adalah dengan target menurunkan kematian Ibu (AKI) dan angka
kematian bayi (AKB) yang masih tinggi (Ronald, 2011).

World Health Organization (WHO) memperkirakan angka kematian maternal di Indonesia


diperkirakan mencapai 100 sampai 1.000 lebih per 100.000 dari kelahiran hidup. Hasil laporan kemajuan
pencapaian Millennium Development Goals (MDGs) tahun 2007 Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia
masih mencapai 307 per 100.000 kelahiran hidup, tertinggi di Asia Tenggara (Sukowati, 2008). Dan
berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) pada tahun 2012 jumlah AKI di
Indonesia yaitu 359 per 100 ribu kelahiran hidup (Depkes, 2012).

Berdasarkan laporan dari profil kab/kota AKI maternal yang dilaporkan di Sumatera Utara tahun
2012 yaitu 106/100.000 kelahiran hidup. (Profil Kesehatan Sumatera Utara Tahun 2012) Diperkirakan
50.000.000 ibu setiap tahunnya mengalami masalah kesehatan yang berhubungan dengan komplikasi –
komplikasi kehamilan , persalinan dan nifas. Komplikasi yang ada kaitannya dengan kehamilan
berjumlah sekitar 18 % dari jumlah global penyakit yang di derita wanita pada usia reproduksi. Dan
diperkirakan 40 % wanita hamil akan mengalami komplikasi sepanjang kehamilannya (Ronald, 2011).
Menurut Ronald (2010) diperkirakan dari setiap ibu yang meninggal dalam kehamilan, karena menderita
komplikasi, diakibatkan karena adanya penyebab langsung dan tidak langsung dari kematian ibu tersebut.
Penyebab utama kematian ibu yaitu adanya perdarahan (25 %), sepsis (15%), hipertensi dalam kehamilan
(12%), partus macet (8 %), komplikasi aborsi tidak aman (13%), dan penyebab lain (8%) maka penyebab
tidak langsung dari kematian ibu seperti anemia. Sebab kematian ibu , mulai dari kehamilan itu sendiri
terdapat banyak masalah yang salah satunya kehamilan dengan mitos – mitos yang baik sadar atau tidak
disadari selalu hidup secara turun temurun dalam masyarakat. Mitos-mitos kehamilan ini dapat
memberikan pengaruh bagi perilaku ibu hamil baik itu positif maupun negatif hingga mempengaruhi
kunjungan pemeriksaan kehamilan.

Berdasarkan Profil Kesehatan Sumatera Utara Tahun 2012 Cakupan pemeriksaan kehamilan ibu
hamil di Sumatera Utara sejak tahun 2007 mengalami kenaikan dari 77,95% menjadi 85,92% ditahun
2012, yaitu untuk cakupan KI sebesar 92,74 % dan untuk cakupan K4 sebesar 85,92 % dari 25 kabupaten
dan 8 kota yang ada di Sumatera Utara namun peningkatan ini terkesan lambat karena peningkatkannya
hanya sekitar 2% setiap tahun. Dengan peningkatan seperti ini dikhawatirkan Sumatera Utara tidak
mampu mencapai target SPM bidang kesehatan yaitu 95% di tahun 2015.Dari penyebab kematian ibu
tersebut masalah kematian maupun kesakitan dan kunjungan pemeriksaan kehamilan pada ibu tidak
terlepas dari faktor sosial budaya dan lingkungan di dalam masyarakat. Disadari atau tidak,faktor
kebudayaan, kepercayaan dan pengetahuan budaya seperti berbagai pantangan, hubungan sebab akibat,
antara makanan dan kondisi sehat sakit, kebiasaan, dan ketidaktahuan, seringkali membawa dampak
positif maupun negatif terhadap kesehatan ibu. Pengetahuan, sosial dan budaya ibu yang sedang hamil
akan memengaruhi kesehatan ibu saat hamil.

PERAWATAN KEHAMILAN DALAM PERSFEKTIF BUDAYA

Berdasarkan data Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2002-2003 menunjukkan
bahwa Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia masih tinggi yaitu 307 per 100.000 kelahiran, yang
berarti ada dua kematian ibu setiap jam. Angka kematian ibu tinggi di Indonesia terkait dengan perawatan
kesehatan ibu selama kehamilan. Tingginya angka kematian ibu di Indonesia dapat dicegah, salah satunya
melalui Pendidikan Kesehatan. Ada tiga unsur budaya yang menjadi wajib dalam pantang dan perawatan
kehamilan yang berupa gagasan, aktivitas, dan artefak yang dipertimbangkan, di samping tidak
memberatkan responden merasa tenang dan aman dengan menjaga kehamilan sesuai dengan unsur-unsur
budaya.

Layanan antenatal dan postnatal merupakan komponen utama dalam pelayanan kehamilan yang
harus dilakukan oleh ibu hamil selama dia menjalani proses kehamilan agar kesehatannya tetap terjaga.
Pemeriksaan kehamilan harus dilakukan oleh responden secara teratur karena ada beberapa responden
yang dari segi usia, tergolong kehamilan resiko tinggi. Kehamilan resiko tinggi adalah ibu hamil yang
mempunyai resiko atau bahaya yang lebih besar pada kehamilan/persalinannnya daripada ibu hamil
dengan kehamilan/persalinan normal (Suririnah,2007). Dari hasil penelitian terdapat 2 responden yang
hamil pada usia diatas 35 tahun. Ibu yang hamil pada usia di atas 35 tahun, kemungkinan akan mengalami
kesulitan ketika melahirkan, hipertensi dan gangguan kesehatan selama kehamilan. Hal ini dikarenakan
seiring pertambahan usia maka kondisi fisik dan ketahanan tubuh akan berkurang. Menurut Larson (1978),
Felton, dkk.(1984) dalam Ratnawati, dkk (2005) bahwa kesehatan fisik pada usia dewasa erat kaitannya
dengan kesejahteraan emosional dan mental seseorang.

Pendidikan merupakan modal dasar seseorang untuk menerima dan memahami suatu informasi
yang disampaikan orang lain baik lisan maupun tertulis. Menurut Mantra (1989) dalam Yusantin (2002)
menyatakan bahwa pendidikan mempengaruhi proses belajar, semakin tinggi tingkat pendidikan
seseorang maka semakin mudah orang tersebut untuk menerima informasi baik dari orang lain maupun
media massa. Semakin banyak informasi yang masuk semakin banyak pula pengetahuan yang didapat,
termasuk pengetahuan tentang kesehatan.

Pekerjaan mayoritas responden yaitu tidak bekerja atau hanya sebagai ibu rumah tangga sebanyak
11 orang, sebagai petani sebanyak 8 orang dan responden yang berjualan atau berwiraswata hanya 1
orang. Pekerjaan sebagai petani merupakan pekerjaan yang menguras energi dan waktu sehingga mereka
harus lebih pandai mengatur waktu, kapan harus merawat kehamilan dan bekerja yang disesuaikan
dengan kondisi fisiknya. Mereka menganggap, hanya bekerja sebagai petani yang dapat mereka kerjakan,
karena itu merupakan sumber penghasilan utama untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya.
Oleh karena itu, perlu kesadaran dari ibu hamil untuk terus menjaga kehamilannya agar tetap
sehat dan senantiasa tidak memaksakan diri bekerja ketika kondisi tubuh sedang lemah / tidak sehat.
Dikhawatirkan akan terjadi gangguan terhadap kehamilannya seperti sering capek, anemia, dehidrasi,
perdarahan dan keguguran. Menurut penelitian Sutrisno dan Andriani (1997) mengenai karakteristik
kematian maternal di Kabupaten Timor Tengah Utara, pekerjaan umum dari ibu-ibu yang meninggal
adalah petani (67,9%) dan ibu rumah tangga (28,6%). Ini membuktikan bahwa ibu-ibu dari kalangan
sosial ekonomi rendah kurang beruntung karena ketidakberdayaan ibu-ibu terhadap akses terhadap
pelayanan kesehatan yang baik.
Selama masa kehamilan, pola tempat tinggal responden mayoritas tergolong keluarga luas dengan alasan
ikut suami, kasihan terhadap orang tua dan dikarenakan suaminya merantau untuk bekerja. Diharapkan
dengan pola tempat tinggal tersebut, mereka mendapat ketenangan, diingatkan dan mendapat pertolongan
dengan cepat dan segera apabila ada permasalahan dengan kehamilannya.

Pengaruh budaya atau adat istiadat yang terdapat di lingkungan responden cukup kuat seperti
adanya mitos seputar kehamilan dan persalinan. Ini dikarenakan pendidikan yang rendah dan budaya
generasi sebelumnya sertakepatuhan terhadap anjuran orang tua. Mitos atau pantangan yang harus
dilakukan oleh ibu hamil yaitu pantangan terhadap makanan yang berasal dari sumber hewani (telur dan
ikan laut) dan nabati (nanas, terong). Misalnya, nanas tidak boleh dimakan khawatir menimbulkan rasa
panas dan tidak boleh makan makanan pedas karena khawatir bayinya sakit mata.

Beberapa responden mempercayai adanya mitos atau pantangan tersebut karena khawatir akan
mengalami keguguran dan biasanya anjuran orang tua sering terkabul. Adanya mitos seputar kehamilan
dan persalinan, didukung dengan penelitian yang dilakukan oleh Emiliana dan Moh. Hakimi di
Kecamatan Banyuurip bahwa walaupun kuat dalam beragama dan tekun beribadah, masyarakat
Banyuurip masih melakukan pantangan-pantangan makanan tertentu berkenaan dengan kehamilan[4].
Makanan yang dipantang yaitu sumber hewani dan nabati. Selain itu, ibu hamil juga melakukan
pantangan yang lain seperti duduk di tengah pintu dan duduk di lantai tanpa alas/ tikar/bangku kecil serta
mereka masih percaya pada adanya gangguan jin yang dapat mengancam keselamatan bayi dalam
kandungan atau bayi yang baru saja dilahirkan.

Adanya pengaruh budaya (mitos) seputar kehamilan yang cukup kuat mengakibatkan sebagian
besar responden lebih mempercayai budaya tersebut daripada anjuran tenaga kesehatan (dokter dan bidan).
Mereka tetap melakukan pemeriksaan kehamilan ke dukun karena menganggap bahwa dukun lebih
mengerti posisi bayi dalam kandungan dan dapat melakukan pemijatan perut yang mempermudah saat
persalinan.Ketika periksa kehamilan ke pelayanan kesehatan, mereka hanya ingin diperiksa dan
memastikan bahwa kondisinya sehat dan diberi obat. Oleh karena itu, ketika akan bersalin sebagian
responden lebih memilih bersalin ke dukun daripada bidan, karena bersalin ke bidan dianggap persalinan
yang susah/sulit sehingga akan menjadi aib (dilihat dan dibicarakan banyak orang) bagi ibu hamil dan
keluarga ibu hamil.

SISTEM KEPERCAYAAN DI KALANGAN IBU HAMIL

Mitos dan tabu yang masih ada dan di praktekkan di kalangan masyarakat Melayu di wilayah
Singingi Hilir, dalam uraian berikut ini dipisahkan menjadi 2 bagian; pada ibu yang sedang menjalani
kehamilan dan pada ibu yang telah melahirkan/memiliki anak balita. Pada dua bagian tersebut disinggung
mitos/tabu yang bersifat anjuran dan larangan. Pada ibu hamil terdapat beberapa mitos tentang kehamilan
yang masih diyakini dan dipraktekkan, antara lain:

1. Kepercayaan adanya makhluk halus yang mengganggu ibu hamil mengharuskan bagi ibu hamil,
terutama saat bepergian membawa gunting, pisau, atau bawang yang ditusuk dengan jarum atau
peniti. Diyakini bahwa benda-benda tersebut mempunyai makna yang dapat melindungi ibu hamil
dari pengaruh jahat mahluk halus.

2. Ibu yang tengah hamil dianjurkan untuk bekerja sedikit berat terutama menjelang hari H
persalinannya. Namun kepercayaan ini kadang disalahartikan oleh sebagian masyarakat. Banyak
kaum ibu bekerja untuk pekerjaan yang agak berat dan kurang istirahat dalam masa hamil muda,
sehingga menurut hemat peneliti akan sangat berbahaya bila mereka bekerja seperti itu karena
akan berakibat pada kelelahan fisik dan keguguran.

3. Sedapatnya-dapatnya ibu hamil tidur di ranjang yang di bawahnya di simpan arang panas, supaya
ibu hamil pinggangnya menjadikuat.

4. Kepercayaan lain, adalah para ibu hamil wajib menggunakan pilis yang dioleskan di keningnya,
gunanya supaya tidak pusing dan darah putih tidak naik ke atas. Bila ibu hamil mengalami
keputihan atau gatal-gatal akibat jahitan di vagina/jalan keluar persalinan, maka dianjurkan
merendam bagian yang dijahit itu dalam rendaman daun sirih.

Sejalan dengan anjuran ada pula ‘pantang larang’ orang Melayu bagi ibu hamil/melahirkan atau
memiliki anak balita. Pada hakekatnya yang dengan ‘pantangan’ orang Melayu adalah semua yang
ditabukan, dibenci, dan harus dijauhi, karena dapat menimbulkan hal-hal yang buruk; bukan saja bagi
pelakunya tetapi lebih jauh dapat merugikan masyarakat banyak. Pantang larang ini diyakini berdasarkan
‘kepercayaan tradisional’ yang diwarisi turun temurun yang dapat menimbulkan berbagai sanksi.
Misalnya, seperti pantang-larang yang banyak berlaku di daerah Jawa, pantang membuang kuku malam
hari, sanksinya dikuatirkan bayi berumur pendek; pantang mengupas tebu malam hari, dikuatirkan pendek
umur

Pantang larang ini hakekatnya menyangkut nilai-nilai moral, yakni sifat, sikap dan perilaku buruk
yang harus dibuang dan dijauhi oleh orang Melayu dan masyarakatnya. Sanksi pelanggarannya jauh lebih
besar bila dibandingkan dengan sanksi-sanksi biasa. Itulah sebabnya orang-orang tua dalam kalangan
masyarakat Melayu di sini selalu mengingatkan anggota masyarakatnya agar meninggalkan dan menjauhi
sifat, sikap dan perilaku yang dipantangkan itu. Ibu hamil harus senantiasa berbuat baik.

Ada satu kearifan tradisional di sini nampaknya tentang perilaku ibu harus berbuat baik selama
hamil, bahwa ibu hamil (calon atau orang tua) harus senantiasa berbuat baik yang sebenarnya intinya
untuk memberi contoh pada si calon bayi untuk senantiasa berbuat baik bila kelak dewasa. Satu
kepercayaan yang masih tumbuh di kalangan mereka bahwa anak kecil/bayi yang sering menangis adalah
karena diganggu oleh roh halus atau karena kelaparan. Maka bila situasi itu muncul mereka sering
memberi makan bayi-nya dengan olesan madu, walaupun belum berusia 2-3 bulan. Tampaknya mereka
tidak tahu akibat pemberian olesan madu masih terlalu dini, disamping madu tersebut patut
dipertanyankan kebersihannya juga akan berpengaruh terhadap pencernaan bayi.
Mitos dan tabu sekitar kematian ibu hamilsangat dipengaruhi dengan ajaran Islam, bahwabila si
ibu meninggal dalam proses melahirkan dianggap mati sahid dan akan masuk surga. Sementara bila
meninggal dalam masa kehamilan, mereka meyakininya dengan kepercayaan akan menjadi kuntilanak
bila si ibu ketika meninggalnya dalam keadaan tidak baik, tetapi bila dalam keadaan baik dan tengah sakit
sama dengan kepercayaan di atas, yaitu akan masuk surga. Sedangkan kepercayaan untuk anak/bayi yang
mengalami kematian, mereka menganggap bahwa bayinya belum punya dosa dan tidak bersalah, maka
kematian itu dianggap sebagai musibah dan cobaan bagi mereka dan tidak ada kepercayaan tahayul lain.

STATUS GIZI IBU HAMIL BERDASARKAN FAKTOR SOSIAL BUDAYA

Masalah gizi merupakan masalah kesehatan masyarakat yang utama di negara berkembang
termasuk Indonesia. Masalah gizi menjadi penyebab kematian ibu dan anak secara tidak langsung yang
sebenarnya masih dapat dicegah. Rendahnya asupan gizi dan status gizi ibu hamil selama kehamilan
dapat mengakibatkan berbagai dampak tidak baik bagi ibu dan bayi (H. Asupan et al., 2014).

Kekurangan gizi akan menyebabkan kegagalan pertumbuhan fisik dan perkembangan kecerdasan,
menurun produktifitas kerja dan menurun daya tahan tubuh yang berakibat meningkatnya angka kesakitan
dan kematian (Rahma & Muqsith, 2015).

Masa hamil adalah masa dimana seorang wanita memerlukan berbagai unsur gizi yang jauh lebih
banyak daripada yang diperlukan dalam keadaan biasa (D. A. N. Asupan et al., 2016). Ibu hamil memiliki
kebutuhan makanan yang berbeda dengan ibu yang tidak hamil, karena ada janin yang tumbuh
dirahimnya. Status gizi merupakan ukuran keberhasilan dalam pemenuhan gizi untuk ibu hamil. Gizi ibu
hamil diperlukan dalam jumlah yang banyak untuk pemenuhan gizi ibu sendiri dan perkembangan janin
yang dikandungnya. Kebutuhan makanan dilihat bukan hanya dalam porsi yang dimakan tetapi harus
ditentukan pada mutu zat-zat gizi yang terkandung dalam makanan yang dikonsumsi. Untuk itu ibu hamil
harus mendapat gizi yang cukup untuk dirinya sendiri maupun bagi janinnya (Devi, 2010).

Menurut Syafrudin (2010), Faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan ditinjau dari aspek sosial
budaya antara lain faktor sosial ekonomi. Faktor sosial ekonomi ini meliputi pekerjaan, pendapatan,
kondisi perumahan. Kondisi sosial ekonomi yang rendah lebih memungkinkan terjadinya penularan
penyakit yang cepat, ini disebabkan nutrisi yang buruk dan tempat tinggal yang kumuh dan padat.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Susanti (2013) yang mengemukakan
bahwa faktor sosial tidak berpengaruh dalam praktek perawatan kehamilan, persalinana, dan pasca
persalinan. Namun masih diperlukan KIE (Komunikasi, Informasi, Edukasi) yang terus menerus yang
bertujuan untuk mempertahankan praktek yang positif dan mengurangi / menghilangkan pemahaman
nilai-nilai yang tidak mendukung kesehatan reproduksi.

Penelitian ini juga sesuai dengan penelitian (Komalasari et al., 2015) menyatakan bahwa tidak
ada hubungan antara tingkat pengetahuan ibu hamil tentang mitos seputar kehamilan. Karna mitos
mengandung suatu kebenaran absolut yang tidak boleh diganggu gugat, harus diikuti, baik suka ataupun
tidak suka karena menyangkut hal yang suci. Berdasarkan pernyataan tersebut, membuktikan bahwa tidak
semua mitos baik bagi kesehatan. Sama halnya dengan penelitian yang dilakukan oleh (Devi, 2010), yang
mengemukakan bahwa pantang makanan bukan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
keadaan Kurang Energi Kronis pada ibu hamil, karena jenis makanan yang di pantang tidak mengandung
zat gizi tinggi yang dapat mempengaruhi status gizi pada ibu hamil. Jadi meskipun berpantang makanan,
ibu hamil masih berstatus gizi baik.

Dampak komplikasi kekurangan gizi pada ibu hamil diantaranya adalah kurang energy kronis,
anemia, pendarahan, berat badan ibu tidak bertambah secara normal, terkena penyakit infeksi. Persalinan
sebelum waktunya (premature), pendarahan setelah persalinan, abortus, kematian neonatal, cacat bawaan,
anemia pada bayi, asfiksia intra partum (mati dalam kandungan), lahir dengan berat badan lahir rendah
(BBLR) (Rahma & Muqsith, 2015).

Hasil penelitian ini adalah sebagian besar tidak menganut sosial budaya dalam patangan makanan
dan mempunyai gizi baik. Akan tetapi responden yang menganut sosial budaya yang masih ketat juga
mempunyai gizi yang baik. Pada ibu hamil yang mempunyai sosial budaya akan tetapi mempunyai gizi
yang baik dan ibu hamil yang bekerja sebagai IRT akan tetapi mempunyai gizi yang baik kemungkinan
ibu mempunyai pengetahuan yang baik tentang kandungan zat gizi pada makanan sehingga ibu dapat
memilih dan membeli bahan makanan yang murah tapi masih mengandung gizi yang baik. Sehingga kita
sebagai tenaga kesehtan perlu meningkatkan pelayanan serta menjalakan program-program perbaikan gizi
ibu hamil.

Adanya responden yang berpengetahuan kurang namun mempunyai gizi yang baik,dikarenakan
mungkin responden mempunyai daya beli tinggi terhadap makanan yang mengandung gizi tinggi,
meskipun pengetahuannya kurang. Teori Green danNotoatmodjo (2007), menyatakan perilakudipengaruhi
kepercayaan atau persepsi, variabel sosial, demografi, pengetahuan, kebudayaan, ancaman, manfaat dan
terdapatnya faktor pencetus isyarat untuk bertindak. Dimana pengetahuan perlu tetapi belum tentu cukup
untuk terjadinya perubahan perilaku. Pengetahuan tentang kandungan zat gizi dalam berbagai bahan
makanan, kegunaan makanan bagi kesehatan keluarga dapat membantu ibu memilih bahan makanan yang
harganya tidak begitu mahal akan tetapi nilai gizinya begitu tinggi. Memiliki pengetahuan gizi tidak
berarti seseorang mau mengubah kebiasaan makanannya. Seseorang mungkinpaham tentang protein,
karbohidrat, vitamin dan zat gizi lainnya yang diperlukan untuk keseimbangandiri tetapi tidak pernah
mengaplikasikan pengetahuan gizi ini kedalam kehidupan sehari-hari.

Oleh karena itu, diperlukan adanya pembinaan/penyuluhan yang berkesinambungan oleh tenanga
kesehatan terus melakukan pemeriksaan kehamilan tanpa memandang umur, paritas, status ekonomi serta
pendidikan ibu hamil, sehingga ksomplilkasi kehamilan dan persalinan dapat di deteksi dini.

GAMBARAN KEPERCAYAAN DAN TRADISI IBU HAMIL DALAM ASUHAN


KEHAMILAN

Sosial budaya dapat dilihat sebagai pola dalam suatu wilayah lokal, seringkali dipandang secara
birokratis dan sesuatu yang terorganisir, berkembang, berbudaya termasuk teori pemikiran sistem
kepercayaan dan aktivitas sehari-hari, hal ini dapat diterapkan dalam praktek keseharian. Terkadang sosial
budaya digambarkan menjadi suatu yang tidak dapat ditangkap oleh akal sehat atau sesuatu diluar
kemampuan panca indra (Cicourel, 2013). Kebudayaan memiliki unsur yang sama dalam setiap
kebudayaan di dunia. Baik kebudayaan kecil bersahaja dan terisolasi maupun yang besar, kompleks dan
dengan jaringan hubungan yang luas.
Kebudayaan sangat mudah berganti dan dipengaruhi oleh kebudayaan lain, sehingga akan
menimbulkan berbagai masalah yang besar. Dalam suatu kebudayaan terdapat sifat sosialis masyarakat
yang didalamnya terdapat suatu ikatan sosial tertentu yang akan menciptakan kehidupan bersama
(Sulismadi & Sofwani, 2011). Kebudayaan mencakup suatu pemahaman komprehensif yang sekaligus
bisa diuraikan dan dilihat beragam vairabel dan cara memahaminya. Kebudayaan dalam arti suatu
pandangan yang menyeluruh yang menyangkut pandangan hidup, sikap dan nilai. Pembangunan
kebudayaan dikaitkan dengan upaya memperbaiki kemampuan untuk recovery, bangkit dari kondisi yang
buruk, bangkit untuk memperbaiki kehidupan bersama, bangkit untuk menjalin kesejahteraan. Dalam hal
inilah sosial budaya berperan untuk 3 memberikan solusi terbaik bagi beragam bidang kehidupan
(Widianto & Pirous, 2009).

Budaya pada masa kehamilan dan persalinan di sebagian daerah telah terjadi pergeseran namun di
sebagian lain masih dipertahankan. Hal ini seperti bahwa semua budaya yang diwariskan cenderung untuk
berubah tetapi ada kalanya juga dipertahankan. Ada proses dinamis yang mendukung diterimanya hal-hal
dan ide-ide baru dan ada juga yang mendukung untuk mempertahankan kestabilan budaya yang ada.
Hiller (2003) menyatakan bahwa ketika perubahan terjadi, maka terjadi destruksi nilainilai tradisional,
kepercayaan, peran dan tanggungjawab, pendidikan, keluarga dan lain-lain yang hampir simultan dengan
proses konstruksi cara baru sebagai pengaruh dari perubahan sosial. Nilai dan ritual yang baru ini
menggantikan nilai dan ritual yang lama. Namun di sebagian masyarakat adakalanya terjadi kompromi
yang mana nilai dan ritual baru dijalankan dengan tanpa menghilangkan nilai dan ritual lama.

Berdasarkan hasil analisis didapatkan mengenai Pelaksanaan Budaya/tradisi Syukuran Empat dan
Tujuh Bulanan yang biasa di lakukan pada masa kehamilan di Desa Cikunir masih mempertahankan
upacara empat bulanan dan tujuh bulanan karan acara tersebut merupakan acara yang turun temurun dari
nene moyang dan acara yang ritual yang dilakukan pada ibu hamil karna pada ibu hamil usia empat bulan
merupakan usia ditiupkannya ruh ke dalam janin.

Acara syukuran empat bulanan ini diadakan secara sederhana dengan mengundang tatangga
terdekat dan saudara-saudara dengan kegiatan pengajian yang dipimpin oleh Ustadz yang bertujuan untuk
mendo'akan agar bayi dan ibunya sehat, normal, dan selamat selama kehamilan dan pada saat persalinan,
selain pengajian proses pengajian ini dibacakan Surah Yaasin, Surah Yusuf dan surah An-nisa pengajian
ini bertujuan untuk mendoaakan supaya pesalinanya lancar dan anak yang dilahirkan sehat, sholeh
ganteng, sholehah dan cantik, juga dilakukan upacara empat bulanan dan tujuh bulanan ibu hamil juga
dimandikan oleh orang tua suami dan keluarga dengan air yang dicampur dengan empat jenis bunga-
bungaan yang sudah di Doakan oleh Ustadz dan paraji. Besar kecilnya penyelenggaraan upacara tidak
dinilai oleh masyarakat, yang penting upacara ini dilaksanakan. Kepatuhan terhadap tradisi ini juga terjadi
pada masyarakat Buton yang masih mempertahankan upacara posipo(upacara untuk ibu hamil anak
pertama) (Hindaryatiningsih: 2016).

Syukuran empat bulanan dan tujuh bulanan ini untuk kegiatanya disesuaikan dengan kemampuan
ibu hamil dan keluarganya masing-masing, ada beberapa persyaratan yang harus ada yaitu empat macam
empat macam beubeutian (umbi-umbian) yang di kukus. Pada Usia kehamilan tujuh bulanan diadakan
upacara yang serupa. Bedanya pada usia kehamilan tujuh bulanan ini buah-buahan yang disediakan untuk
dibuat rujak.
Ritual inisiasi menyampaikan pesan simbolis yang menyuarakan nilai dan keyakinan budaya
yang sangat dalam (Davis-Floyd: 1992) dan bertujuan untuk melindungi ibu dan janin (dan kadang juga
ayah, kerabat dan seluruh keluarga) dari kekuatan jahat (Van Gennep: 2004). Upacara seperti ini juga
merupakan bentuk perhatian keluarga dan tetangga serta masyarakat sekitar (Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI: 2012) dan juga bertujuan untuk mengenalkan
nilai-nilai kebaikan seperti nilai kebersamaan, nilai respect, nilai sosial yang diwujudkan dalam kerelaan
membagikan rizki kepada sanak keluarga dan handai taulan yang hadir, sejak anak di dalam kandungan
(Hindaryatiningsih : 2016). Pada masyarakat tradisional, kehamilan dan per-salinan merupakan proses
yang normal dan sebagai identitas bagi seorang perempuan (Hillier: 2003). Untuk meyakinkan kesehatan
dan keselamatan ibu dan bayinya, masyarakat Desa Karangsari memeriksakan kehamilannya ke bidan dan
juga tetap memanfaatkan paraji untuk memeriksa kehamilan, memimpin ritual upacara opat bulanandan
nujuh bulanandan juga memberikan saran-saran untuk keselamatan diri dan bayinya.

Hal yang dikemukakan di atas sejalan dengan hasil penelitian Agus etal(2012), Almutahar (2014)
dan Choguya (2014) yang mana dukun bersalin memiliki otoritas dalam kehamilan dan persalinan.
Dengan demi-kian, masyarakat Desa Karangsari memanfaatkan akses terhadap pelayanan kesehatan
dengan tetap mempertahankan praktik-praktik tradisional yang didapatkan secara turun-temurun, sesuai
dengan hasil kajian Otoo (2015) dan Choudhury et al(2012).

PENGARUH DUKUNGAN SOSIAL TERHADAP TINGKAT KECEMASAN IBU


HAMIL

Proses perubahan psikologi selama kehamilan terbagi menjadi tiga fase (trisemester). Pada ketiga
fase ini seorang ibu hamil dapat mengalami kecemasan secara terus menerus bila tidak mampu berdaptasi
dengan segala perubahan yang terjadi. Menurut Mini (2014), perubahan secara psikologi selama
kehamilan terbagi dalam tiga fase yaitu Trimester I, II, III. Pada fase pertama terjadi fluktuasi emosi
sehingga dapat menyebabkan situasi tidak nyaman. Pada trisemester II kondisi psikologis ibu hamil sudah
mulai stabil karena sudah mulai dapat beradaptasi dan pada trisemester III stres akan menjadi pada fase
ini karena kondisi kehamilan ibu yang semakin besar dan serba salahnya posisi ibu dan juga bayangan
risiko kehamilan dan proses melahirkan. Akibat dari proses perubahan psikologis yang terjadi pada ibu
hamil adalah munculnya gangguan kecemasan.

Gangguan kecemasan yang dialami oleh ibu hamil terjadi karena proses adaptasi ibu terhadap
kehamilannya. Menurut Hasibuan & Simatupang, (1999), kecemasan merupakan suatu pengalaman
emosional yang timbul karena adanya ancaman yang tidak jelas penyebabnya, baik yang berasal dari luar
maupun dari dalam individu. Kehamilan merupakan salah satu sumber kecemasan. Kecemasan yang
mengganggu wanita hamil adalah cemas terhadap kesehatan badannya, kematian yang mungkin akan
menimpanya, keadaan yang kurang menguntungkan menjelang persalinan (misalnya tidak dapat berada di
rumah sakit pada waktunya) dan takut akan rasa sakit pada waktu melahirkan. Disamping itu ada
kecemasan yang secara tidak langsung berhubungan dengan kehamilan misalnya, kesulitan perumahan,
kesulitan ekonomi, kesulitan perkawinan, kurangnya perhatian terutama dari suami.

Gejala kecemasan bisa diamati secara fisik seperti banyak berkeringat, detak jantung yang cepat,
dan juga badan yang gemetar. Gejala lain yang dapat timbul akibat kecemasan adalah gejala neurotik
seperti timbulnya rasa takut, dan timbulnya rasa khawatir. Menurut Daradjat dalam Hasibuan &
Simatupang (1999), gejala kecemasan dapat diikuti dengan mual dan muntah. Dan juga gejala fisik seperti
ujung-ujung jari terasa dingin, pencernaan menjadi tidak teratur, detak jantung bertambah cepat, keringat
bercucuran, tidur tidak nyenyak, nafsu makan hilang, sesak nafas, dan lain sebagainya. Selain itu
kecemasan dapat juga dirasakan secara psikologis kita seperti adanya rasa takut, perasaan akan ditimpa
bahaya atau kecelakaan, tidak mampu memusatkan perhatian, tidak berdaya, rasa rendah diri, hilangnya
rasa percaya diri, dan tidak tentram, dan lain sebagainya. Kecemasan yang dialami oleh ibu hamil dapat
mengganggu proses kehamilan, karena tanpa disadari oleh ibu hamil kecemasan yang dirasakan akan
ditransfer kepada bayi dalam kandungan. Gangguan medis seperti tekanan darah tinggi, sesak nafas dapat
muncul akibat kecemasan yang dialami oleh ibu hamil. Menurut Diani dan Susilawati (2013), dampak
buruk yang terjadi pada ibu hamil trimester ketiga akibat mengalami kecemasan yaitu preeclampsia dan
premature. Akibat tersebut dapat meningkatkan Angka Kematian Ibu (AKI) dan bayi dengan Berat Badan
Lahir Rendah (BBLR).

Dukungan sosial merupakan suatu bentuk dukungan yang diberikan kepada ibu hamil agar secara
langsung ataupun tidak langsung dapat melalui proses kehamilannya dengan lancar. Ruang lingkup dari
dukungan sosial adalah lingkungan terdekat dimana ibu hamil berada. Dukungan sosial dapat diberikan
oleh suami, orang tua, saudara, teman, tetangga, tenaga kesehatan ataupun orang lain. Menurut
Suryaningsih (2007), dukungan sosial ini banyak diperoleh individu dari lingkungan sekitar, dalam hal ini
lingkungan yang terdekat adalah pasangan atau suami. Sudah selayaknya pasangan memberikan semangat
dan perhatian kepada istri. Dengan begitu, istri bisa kuat secara mental untuk menghadapi segala hal di
masa kehamilannya. Bentuk-bentuk dukungan sosial menurut House, Watson, dan Thoits dalam Firman
& Khairani (2000), yaitu: bantuan materi, informasi, emotional support, dan dukungan penghargaan.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di Rumah Sakit Bersalin Pemerintah Kota
Malang diketahui bahwa ada pengaruh dukungan sosial terhadap tingkat kecemasan ibu hamil, oleh sebab
itu pemberian dukungan sosial terutama oleh lingkungan terdekat seperti suami dan orang tua sangat
dibutuhkan oleh ibu hamil selama proses kehamilannya. Bentuk-bentuk dukungan sosial yang diberikan
baik berupa dukungan secara emosional, dukungan penghargaan, dukungan intrumental, dan dukungan
informasi meskipun dalam bentuk bantuan yang sederhana akan menjadi sangat berarti bagi ibu hamil.
Kebutuhan ibu hamil untuk merasa tenang, nyaman, merasa dicintai perlu mendapat perhatian supaya ibu
hamil dapat lebih fokus dalam proses kehamilannya dan juga dapat meminimalkan terjadinya kecemasan.

Diani dan Susilawati (2013) menyatakan bahwa Dukungan sosial terutama dari suami merupakan
faktor utama yang berpengaruh terhadap terjadinya kecemasan pada ibu hamil dalam menghadapi masa
kehamilan sampai persalinan. Beberapa bentuk dukungan suami yang sangat dibutuhkan oleh ibu hamil
antara lain, pelayanan yang baik, menyediakan transportasi atau dana untuk biaya konsultasi, dan
menemani berkonsultasi ke dokter ataupun bidan sehingga suami dapat mengenali tanda-tanda komplikasi
kehamilan dan juga kebutuhan ibu hamil.

Pemberian dukungan sosial kepada ibu hamil tidak hanya berkaitan dengan berapa banyak
dukungan yang diberikan, tetapi juga berkaitan dengan kualitas dukungan sosial yang diberikan dan
penerimaan dari ibu hamil terhadap dukungan sosial yang diberikan. Kualitas dukungan sosial lebih
cenderung hanya bisa dinilai oleh penerima dukungan sosial dan bersifat subyektif.

Ahyani dan Kumalasari (2012), menyatakan bahwa Dukungan sosial bukan sekedar pemberian
bantuan, tetapi yang penting adalah bagaimana persepsi si penerima terhadap makna dari bantuan tersebut.
Hal itu erat hubungannya dengan ketepatan dukungan sosial yang diberikan, dalam arti bahwa orang yang
menerima sangat merasakan manfaat bantuan bagi dirinya karena sesuatu yang aktual dan memberikan
kepuasan.

Menurut Diponegoro dukungan sosial yang diterima oleh ibu hamil akan berpengaruh bagi ibu
hamil tersebut dalam mengurangi kecemasan, karena pada saat ibu hamil yakin sudah memiliki banyak
teman dan ada dukungan dari lingkungannya, maka keyakinan untuk dapat mengurangi kecemasan akan
meningkat ( Diani dan Susilawati, 2013).
DAFTAR PUSTAKA

1. Ratnawati, dkk., 2005. Masalah Kesehatan Dalam Kajian Ilmu Sosial-Budaya. Yogyakarta :

2. Tenas Effendy, 2004. Ejekan dan Pantangan terhadap Orang Melayu, Dinas Pendidikan Provinsi
Riau dan Lembaga Adat Melayu Riau, Pekanbaru: Unri Press.

3. Susanti, A, dkk (2013). Budaya Pantang Makan, Status Ekonomi, dan Pengetahuan Zat Gizi Ibu
Hamil Pada Ibu Hamil Trimester III Dengan Status Gizi. JIKK Vol. 4, No. 1 Januari 2013 : 1-9

4. Suryawati, Chriswardani. 2007. Faktor sosial budaya dalam praktik perawatan kehamilan,
persalinan, dan pacsa persalinan (studi di kecamatan bangsri kabupaten jepara). Jurnal promosi
kesehatan Indonesia vol. 2/no.1

5. Maharani, T.I., . 2008. Hubungan Antara Dukungan Sosial dan Kecemasan dalam Menghadapi
Persalinan pada Ibu Hamil Trimester Ketiga. Skripsi. Universitas Guna Dharma.

6. Alam, Syamsul and Karini, Tri Addya (2020) Islamic Parenting "Pola Asuh Anak: Tinjauan
Perspektif Gizi Masyarakat".

7. Hammadah. (2016). Hubungan Asupan Gizi Dengan Kejadian Anemia Pada Ibu Hamil Di
Wilayah Kerja Puskesmas Lubuk Buaya Kota Padang Tahun 2016. 6: 502-506

8. Alam, Syamsul and Karini, Tri Addya (2020) Islamic Parenting "Pola Asuh Anak: Tinjauan
Perspektif Gizi Masyarakat". Alauddin University Press, Makassar. ISBN 978-602-328-329-3

Anda mungkin juga menyukai