Pembangunan kesehatan merupakan bagian integral dari pembangunan nasional,
bertujuan mewujudkan derajat kesehatan optimal seperti yang diamanahkan dalam Mukadimah UUD 1945. Pembangunan kesehatan pada dasarnya juga menyangkut kehidupan fisik, mental, sosial budaya dan ekonomi yang dalam perkembangannya telah terjadi perubahan orientasi, baik tata nilai maupun pemikiran terutama mengenai upaya pemecahan masalah kesehatan, termasuk kesehatan reproduksi dan keluarga berencana seperti tercantum dalam UU RI No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan (Bagian Keenam dan Ketujuh). Pelayanan kesehatan dilaksanakan oleh tenaga kesehatan, yang salah satunya adalah tenaga bidan. Tenaga bidan melaksanakan pelayanan kebidanan sebagai subsistem dari pelayanan kesehatan. Pelayanan kebidanan adalah bagian integral dalam sistem pelayanan kesehatan yang diberikan oleh bidan, yang dilakukan secara mandiri, kolaborasi dan rujukan. Pelayanan kebidanan diuraikan mulai dari ruang lingkup, kewenangan, peran dan tugas bidan, standar dan pedoman yang terkait. Saat ini masalah kesehatan ibu dan anak masih merupakan masalah krusial di Indonesia karena masalah tersebut merupakan salah satu indikator kesejahteraan suatu bangsa. Walaupun pemerintah sudah mengadakan berbagai upaya perbaikan namun belum mengalami kemajuan yang signifikan. Masalah Kematian Ibu (AKI) dan Kematian Bayi (AKB) berkaitan dengan berbagai faktor, seperti aksese (geografis, kapasitas, mutu layanan dan ketersebaran fasilitas kesehatan, serta sistem pembiayaan); SDM (kualifikasi, kompetensi, penyebaran/distribusi dan availabilitas), dan penduduk (tingkat pendidikan, faktor sosial-budaya, kemiskinan, daya beli dan kepadatan penduduk); serta kebijakan dan kemauan politik pemerintah (yang mengatur dan mengupayakan keterjangkauan akses kesehatan, SDM dan kebijakan tentang kependudukan). Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) merupakan salah satu indikator derajat kesehatan. Masalah kematian dan kesakitan ibu di Indonesia masih merupakan masalah besar, sehingga pelayanan kesehatan ibu dan anak menjadi prioritas utama dalam pembangunan kesehatan di Indonesia. AKI yang menurut Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) 2007 adalah 228 per 100.000 kelahiran hidup mengalami peningkatan menjadi 359 per 100.000 kelahiran hidup (SDKI 2012). Sedangkan AKB di Indonesia berdasarkan SDKI 2007 adalah 34 per 1000 kelahiran hidup menurun menjadi 32 per 1000 kelahiran hidup (SDKI 2012). Menurut SDKI 2012, dikatakan bahwa 64% kelahiran di Indonesia berada dalam kategori resiko tinggi. Faktor yang berkontribusi terhadap kematian ibu, secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi penyebab langsung dan penyebab tidak langsung. Penyebab langsung kematian ibu adalah faktor yang berhubungan dengan komplikasi kehamilan, persalinan dan nifas seperti perdarahan, preeklampsia/eklampsia, infeksi, persalinan macet dan abortus. Penyebab tidak langsung kematian ibu adalah baik faktor-faktor yang memperberat keadaan ibu hamil seperti EMPAT TERLALU (terlalu muda, terlalu tua, terlalu sering melahirkan dan terlalu dekat jarak kelahiran) menurut SDKI 2012 sebanyak 29,1% maupun yang mempersulit proses penanganan kedaruratan kehamilan, persalinan dan nifas seperti TIGA TERLAMBAT (terlambat mengenali tanda bahaya dan mengambil keputusan, terlambat mencapai fasilitas kesehatan, dan terlambat dalam penangan kegawatdaruratan). Faktor berpengaruh lainnya adalah ibu hamil yang menderita penyakit menular seperti malaria, HIV/AIDS, tuberkulosis, sifilis; penyakit tidak menular seperti hipertensi, diabetes mellitus, gangguan jiwa; maupun yang mengalami kekurangan gizi. Kematian ibu berdampak negatif terhadap kesejahteraan keluarga dan masyarakat serta memiliki implikasi sosial yang bermakna terhadap kualitas kesehatan keluarga di kemudian hari. Hambatan sosial, budaya dan ekonomi yang dihadapi sepanjang hidup perempuan merupakan akar masalah buruknya kesehatan maternal (sepanjang daur kehidupan perempuan) saat ini. Dengan menggunakan pendekatan siklus hidup diketahui bahwa masalah mendasar kesehatan perempuan telah terjadi sebelum memasuki usia reproduksi. Status kesehatan perempuan semasa kanak-kanak dan remaja mempengaruhi kondisi kesehatannya saat hamil, bersalin, dan nifas. Jenis makanan, lingkungan-pola hidup, tingkat pendidikan, nilai dan sikap yang dianut, sistem dan akses kesehatan, situasi ekonomi, serta kualitas hubungan seksualnya mempengaruhi perempuan dalam menjalankan masa reproduksi dan proses reproduksinya. Jika menyimak lebih dalam, faktor utama penyebab tingginya angka kematian ibu melahirkan di Indonesia tidak hanya penyebab langsung saja seperti perdarahan, infeksi, atau preeklampsia. Terdapat faktor penyebab tidak langsung lainnya yang berkontribusi besar dalam meningkatkan resiko kematian ibu. Fenomena dinegara berkembang termasuk di Indonesia, perempuan masih belum memiliki otonomi yang memadai terhadap dirinya terutama dalam kesehatan reproduksinya. Fakta menunjukkan adanya keterbatasan perempuan dalam mengakses pelayanan kesehatan yang disebabkan berbagai faktor seperti: kemiskinan, kondisi struktur geografis, penyebaran penduduk yang tidak merata, sosial ekonomi yang rendah, praktik budaya yang menghambat dan ketidaksetaraan gender. Kemiskinan menyebabkan ibu-ibu hamil tidak mendapatkan asupan gizi yang mencukupi untuk menunjang kehamilannya. Faktor budaya “kawin muda” dan aborsi akibat kehamilan yang tidak diinginkan, diskriminasi dan beban ganda yang harus dipikul perempuan juga turut menjadi faktor yang mempengaruhi status kesehatan para ibu dan perempuan di Indonesia. Di Indonesia, berdasarkan data Majelis Tenaga Kesehatan Indonesia (MTKI) Kemenkes RI pada November tahun 2015 jumlah tenaga bidan adalah 353.003 orang yang tersebar di berbagai tatanan pelayanan kesehatan dan pendidikan. Bidan bekerja di Rumah Sakit, Rumah Sakit Anak dan Bunda (RSAB), Rumah Sakit Ibu dan Anak (RSIA), Puskesmas, Bidan Desa, Bidan Praktik Mandiri (BPM), Institusi Pendidikan dan Institusi lain, serta masih ada yang belum dapat tempat mengabdi. Hasil Riskesdas 2010 menunjukkan terdapat 82,2% persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan, diantaranya sebanyak 62,1% (75% persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan) dilakukan oleh bidan. Dalam pelayanan KB diketahui bahwa pencapaian peserta KB baru sebanyak 687.715 peserta, 32.2% diantaranya dilakukan di Bidan Praktik Mandiri (BPM). Berdasarkan hasil Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2012, diketahui bahwa keterpaparan wanita kawin terhadap pesan KB melalui kontak dengan petugas paling banyak didapatkan dari bidan/perawat (24%), PLKB (10%) dan dokter (6%). Presentase yang diberitahu tentang efek samping atau masalah dari metode yang dipakai oleh dokter (49.9%), oleh bidan (41.5%), dan oleh bidan di desa (35.5%). Sumber pelayanan kontrasepsi banyak didapatkan dari bidan (31,7%), bidan di desa (18.5%), dokter umum (1.3%), dan dokter spesialis (0.9%). Dari profil ini tampak bahwa bidan berperan sangat penting sebagai mitra perempuan dan merupakan tenaga kesehatan profesional strategis dalam peningkatan kesehatan ibu dan anak di Indonesia. Realita yang ada, bidan Indonesia sebagai mitra perempuan merupakan profesi yang memiliki pekerjaan dengan kompleksitas dan tanggung jawab yang besar. Untuk menyiapkan bidan yang tanggap terhadap situasi terkini dan dapat mengatasi berbagai situasi kompleks yang dihadapi perempuan sepanjang siklus reproduksinya serta bayi dan balita sehat, maka dibutuhkan bidan yang mempunyai kemampuan dasar pelayanan kebidanan, kemampuan berkomunikasi efektif, kemampuan berteknologi dan pemahaman digital, mempunyai keingintahuan yang tinggi dan kemampuan berfikir secara rasional dan kritis, kemampuan interpersonal, adanya pemahaman multikultural dan multibahasa, kemampuan memecahkan masalah dengan kreatif, analitis-sintesis, dan jiwa kepemimpinan.