Meningkat di Indonesia
Dana APBN untuk kesehatan meningkat, pengetahuan dan teknologi kedokteran dan bidan semakin
meningkat tetapi tidak demikian dengan angka kematian ibu justru meningkat, Berdasarkan SDKI
2012, rata-rata angka kematian ibu (AKI) tercatat mencapai 359 per 100 ribu kelahiran hidup.
Rata-rata kematian ini jauh melonjak dibanding hasil SDKI 2007 yang mencapai 228 per 100 ribu.
Hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2012, dijamin akurasinya dan
validitasnya. Sipa yang salah dalam fakta yang menyedihkan tersebut ?
Fakta melonjaknya kematian ini tentu sangat memalukan pemerintahan yang sebelumnya
bertekad akan menurunkan AKI hingga 108 per 100 ribu pada 2015 sesuai dengan target MDGs.
Data SDKI, 2007 menjukkan Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia tertinggi Se- ASEAN.
Jumlahnya mencapai 228 per 100.000 kelahiran hidup. Pemerintah masih dituntut bekerja keras
menurunkannya hingga tercapai target Millennium Development Goal (MDG) 5, menurunkan AKI
menjadi 102/100.000 pada tahun 2015.
Namun Sebelumnya Menteri Kesehatan (Menkes) Nafsiah Mboi menolak mengakui hasil SDKI
2012 adalah Kementerian Kesehatan (Kemenkes). Sebelumnya Menteri Kesehatan berdalih,
terjadi perbedaan metode perhitungan dalam SDKI 2012 sehingga angka kematian ibu
melahirkan melonjak. Kontroversi angka kematian ibu inilah yang menyebabkan peluncuran
SDKI 2012 selalu tertunda. Namun justru Menko Kesar menyatakan bahwa tidak ada yang salah
dalam survey tersebut.
Penyebab
Beberapa faktor penyebab langsung kematian ibu di Indonesia masih didominasi oleh
perdarahan, eklampsia, dan infeksi. Sedangkan faktor tidak langsung penyebab kematian ibu
karena faktor terlambat dan terlalu. Ini semua terkait dengan faktor akses, sosial budaya,
pendidikan, dan ekonomi.
Faktor risiko kematian ibu adalah terlalu tua hamil (hamil di atas usia 35 tahun) sebanyak.
Terlalu muda untuk hamil (hamil di bawah usia 20 tahun), terlalu banyak (jumlah anak lebih dari
4) dan terlalu dekat (jarak antar kelahiran kurang dari 2 tahun).
Sampai saat ini AKI di Indonesia dirasa masih tinggi, apabila dibandingkan dengan negara yang
lain. Adapun hal-hal yang menyebabkan masih tingginya Angka Kematian Ibu (AKI), adalah:
Angka kematian yang ada saat ini tidak mencerminkan kondisi sat ini, karena SDKI menggambarkan
data 5 tahun yang lalu
Terbatasnya pelayanan kesehatan ibu meliputi tenaga dan sarana, serta belum optimalnya
keterlibatan swasta
Terbatasnya kualitas tenaga kesehatan untuk pelaksanaan kegiatan responsif gender, meliputi :
antenatal yang terintegrasi, pertolongan persalinan, penanganan komplikasi kebidanan, dan keluarga
berencana.
Belum adanya sistem pelayanan kesehatan yang sesuai untuk daerah terpencil : belum ada regulasi
untuk memberikan kewenangan yang lebih untuk tindakan medis khusus, terbatasnya insentif untuk
tenaga kesehatan, dan terbatasnya sarana/dana untuk transportasi (kunjungan dan rujukan)
Kurangnya dana operasional untuk pelayanan kesehatan ibu, terutama untuk daerah terpencil
1. Kurang optimalnya pemberdayaan masyarakat : ketidaksetaraan gender, persiapan persalinannya dan
dalam menghadai kondisi gawat darurat (mandiri) di tingkatan desa
2. Belum optimalnya perencanaan terpadu lintas sektor dan lintas program untuk percepatan penurunan
angka kematian ibu.
Siapa Yang Salah
Sebaiknya semua pihak tidak saling menuding untuk menunjukka nsiapa yang salah dalam fakta
yang menyedihkan tersebut. Sebaiknya semua pihak saling ointrospeksi. Menkes melalui
nDepartemen Kesehatan tidak usah menyalahkan hasil sutvey tetapi introepski bahwa mengapa
hal itu bisa terjadi. Tenaga medis profesional dalam hal ini dokyter kandungan dan bidan harus
juga harus melakukan intropeksi yang cepat dan menyeluruh. Ikatan Bidan Indonesia (IBI) atau
Perdogi (Persatuan Dokter Obsetri Ginekologi Indonesia) yang melakukan evaluasi segera
dengan mencari faktor penyebab dan faktor penbdukung mengapa hal itu terjadi.
.
Provided By
DOKTER INDONESIA ONLINE Yudhasmara Foundation Jl Taman Bendungan
Asahan 5 Bendungan Hilir Jakarta Pusat 10210, phone (021) 5703646 – 44466102 –
08567805533 email :dokterindonesiaonline@gmail.com http://dokterindonesiaonline.c
om http://www.facebook.com/ twitter
https://dokterindonesiaonline.com/tag/inilah-penyebab-angka-kematian-ibu-meningkat-di-
indonesia/
Angka Kematian Ibu di Indonesia Masih Jauh dari Target MDGs 2015 10 November 2014 00:43:01 Diperbarui:
17 Juni 2015 18:13:37 Dibaca : 103,487 Komentar : 5 Nilai : 4 1415531025845200704 Ilustrasi (Sumber:
Kompas.com) Ibu adalah orang tua perempuan dari seorang anak yang merupakan sosok yang luar biasa,
namun sangat peka terhadap berbagai masalah kesehatan. Angka kematian ibu masih tinggi di Indonesia.
Kematian ibu adalah kematian perempuan pada saat hamil atau kematian dalam kurun waktu 42 hari sejak
terminasi kehamilan tanpa memandang lamanya kehamilan atau tempat persalinan, yakni kematian yang
disebabkan karena kehamilannya atau pengelolaannya, tetapi bukan karena sebab-sebab lain seperti
kecelakaan, terjatuh, dll (Budi, Utomo. 1985). Angka Kematian Ibu (AKI) adalah banyaknya kematian perempuan
pada saat hamil atau selama 42 hari sejak terminasi kehamilan tanpa memandang lama dan tempat persalinan,
yang disebabkan karena kehamilannya atau pengelolaannya, dan bukan karena sebab-sebab lain, per 100.000
kelahiran hidup. (www.datastatistik-indonesia.com). Cara menghitung AKI adalah membagi jumlah kematian ibu
dengan waktu tertentu didaerah tertentu dengan jumlah kelahiran hidup diwaktu tertentu didaerah tertentu dikali
dengan konstanta. Dua hal yang menjadi indikator terhadap kualitas pelayanan kesehatan dan derajat kesehatan
masyarakat di suatu wilayah adalah Angka Kematian Ibu (AKI) atau Maternal Mortality Rate (MMR) dan Angka
Kematian Bayi (AKB) atau Infant Mortality Rate (IMR). Millenium Development Goals (MDGs) atau Tujuan
Pembangunan MileniumadalahDeklarasi Mileniumhasil kesepakatan kepala negara dan perwakilan dari 189
negara Perserikatan Bangsa-bangsa yang dimulai September tahun 2000, berupa delapan butir tujuan untuk
dicapai pada tahun 2015. Targetnya adalah tercapai kesejahteraan rakyat dan pembangunan masyarakat pada
2015. Dari delapan butir tujuan MDGs, tujuan kelima adalah meningkatkan kesehatan ibu, dengan target
menurunkan angka kematian ibu sebesar tiga perempatnya antara 1990 – 2015, serta yang menjadi indikator
untuk monitoring yaitu angka kematian ibu, proporsi pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan terlatih, dan
angka pemakaian kontrasepsi. Target AKI di Indonesia pada tahun 2015 adalah 102 kematian per 100.000
kelahiran hidup. Sementara itu berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012,
Angka Kematian Ibu (AKI) (yang berkaitan dengan kehamilan, persalinan, dan nifas) sebesar 359 per 100.000
kelahiran hidup. Angka ini masih cukup jauh dari target yang harus dicapai pada tahun 2015. Mampukah
Indonesia mengejar target AKI di Indonesia pada tahun 2015 diwaktu yang tersisa ini? Salah satu cara untuk
menurunkan AKI di Indonesia adalah dengan persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan yang terlatih dan
melakukan persalinan difasilitas pelayanan kesehatan. Tenaga kesehatan terlatih yaitu dokter spesialis
kebidanan dan kandungan (SpOG), dokter umum, dan bidan. Berdasarkan data Profil Kesehatan Indonesia
tahun 2013 Cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan secara nasional pada tahun 2013 adalah
sebesar 90,88%. Cakupan ini terus menerus meningkat dari tahun ke tahun. Sementara itu jika dilihat dari
cakupan persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan yang terlatih menurut provinsi di Indonesia pada tahun
2013, tiga provinsi dengan cakupan tertinggi adalah provinsi Jawa Tengah dengan cakupan 99,89%, Sulawesi
Selatan 99,78%, dan Sulawesi Utara 99,59%. Sedangkan tiga provinsi dengan cakupan terendah adalah Papua
33,31%, Papua Barat (73,20%), dan Nusa Tenggara Timur (74,08%). (Data Profil Kesehatan Indonesia tahun
2013). Kondisi sosial budaya dimasing-masing daerah turut memberikan konstribusi, masih banyak daerah yang
masih menggunakan dukun sebagai penolong persalinan, khususnya didesa-desa. Berdasarkan data Riskesdas
2013, Penolong saat persalinan dengan kualifikasi tertinggi dilakukan oleh bidan (68,6%), kemudian oleh dokter
(18,5%), lalu non tenaga kesehatan (11,8%). Namun sebanyak 0,8% kelahiran dilakukan tanpa ada penolong,
dan hanya 0,3% kelahiran saja yang ditolong oleh perawat. Hal ini ditunjang pula dengan kondisi sosial ekonomi
sebagian masyarakat yang masih berada digaris kemiskinan. Selain itu, tidak meratanya fasilitas kesehatan dan
tenaga kesehatan yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia turut menjadi salah satu penyebab masalah
kesehatan ibu. Dengan pentingnya penurunan AKI di Indonesia, sehingga diperlukan program terobosan yang
memfokuskan pada kesehatan ibu, khususnya didaerah-daerah terpencil, perbatasan dan kepulauan.
Meningkatkan pengetahuan para ibu sehingga mereka mau, sadar dan mampu mencegah masalah
kesehatannya, dan perlu ditunjang dengan peningkatan kualitas fasilitas pelayanan kesehatan dan sarana
prasarana lainnya. Referensi : Kementerian Kesehatan RI. 2014. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2013.
Kementerian Kesehatan RI, Jakarta. Kementerian Kesehatan RI. 2013. Riset Kesehatan Dasar, Riskesdas 2013.
Kementerian Kesehatan RI, Jakarta. http://id.wikipedia.org/wiki/Tujuan_Pembangunan_Milenium
http://www.jdih.net/web_bppkb/berita/269/bkkbn-gandeng-ibi-dan-idi-demi-capai-target-mdgs-2015
http://www.datastatistik-indonesia.com/portal/index.php?
option=com_content&task=view&id=450&Itemid=450&limit=1&limitstart=0
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/ditaanugrah/angka-kematian-ibu-di-indonesia-masih-jauh-dari-
target-mdgs-2015_54f940b8a33311ba078b4928
BANDUNG, (PRLM).- Jumlah kematian ibu dan bayi di Jawa Barat setiap tahun menurun meski
tidak signifikan dan masih di peringkat ketiga setelah Jawa Tengah dan Jawa Timur. Meskipun
demikian, capaian Jabar masih jauh dari target nasional Millennium Development Goals karena
kurangnya kesadaran pemerintah daerah.
Berdasarkan Survasi Demografi Kependudukan Indonesia 2012, AKI Indonesia adalah 359 per
100.000 kelahiran hidup, padahal target MDG’s adalah 102 per 100.000 kelahiran hidup.
Sementara AKB Indonesia adalah 32 per 1.000 kelahiran hidup, sedangkan target MD’s 23 per
1.000 kelahiran hidup.
"Sejak 2010 hingga 2014, tren jumlah kematian ibu dan bayi di Jawa Barat menurun meski tidak
signifikan," ucap Luqman Yanuar dari Dinas Kesehatan Jabar Bagian Kesehatan Keluarga dan
Gizi saat Workshop Advokasi Penyelamatan Ibu dan Anak di Hotel Sukajadi Bandung, Jumat
(21/8/2015).
Namun, dia tak menutup kemungkinan data yang diberikan kabupaten/kota seluruh Jabar tidak
bagus atau ada yang disembunyikan. Jika demikian, dia khawatir justru pada 2015 atau 2016
akan jumlah kasus malah meningkat lagi.
"Bisa saja tren beberapa tahun ini menurun, tapi jika ada yang disembunyikan, tiba-tiba
meningkat lagi," tuturnya.
Dia menyebutkan, jumlah kematian ibu pada 2010 sebanyak 804 kasus, pada 2011 sebanyak 850
kasus, pada 2012 sebanyak 804 kasus, pada 2013 sebanyak 781 kasus, dan pada 2014 sebanyak
748 kasus. Sementara jumlah kematian anak pada 2010 sebanyak 4.982 kasus, pada 2011
sebanyak 5.142 kasus, pada 2012 sebanyak 4.803 kasus, pada 2013 sebanyak 4.306 kasus, dan
pada 2014 sebanyak 3.979 kasus.
Berdasarkan daerah, kata Luqman, jumlah kematian ibu tertinggi di Kabupaten Bogor (71 kasus),
Kabupaten Karawang (59 kasus), Kabupaten Indramayu (54 kasus), Kabupaten Cirebon (49),
Kabupaten Cianjur (49), dan Kabupaten Bandung (48). "Bogor masih tertinggi karena jumlah
penduduknya juga paling besar," katanya.
Sementara jumlah kematian bayi, ungkapnya, Kabupaten Sukabumi menempati urutan pertama
dengan 403 kasus, Kabupaten Indramayu (308 kasus), Kabupaten Tasikmalaya (298 kasus),
Kabupaten Garut (217 kasus), Kabupaten Bogor (216 kasus), dan Kabupaten Cirebon (206
kasus).
"Pada bayi, kami masih disibukkan dengan bayi berat lahir rendah di bawah 2.500 gram (31
persen), asfiksia (gangguan pernapasan, 23 persen), dan bayi lahir cacat bawaan," katanya.
Sementara penyebab kematian ibu, tertinggi diakibatkan hipertensi dalam kehamilan sebesar 31
persen, perdarahan (30 persen), infeksi (4 persen), partus lama (1 persen), dan lain-lain (34
persen).
Selain itu, ada pula penyebab tidak langsung yang mendorong tingginya angka kematian, yaitu
terlalu muda, terlalu tua, terlalu banyak, dan terlalu rapat. Kemudian, tiga telat, yaitu telat
memutuskan, telat dibawa ke faskes, dan telat penanganan. "Jika 4 terlalu dan 3 terlambat itu
terjadi, risiko tinggi kematian pada ibu dan bayu," ucapnya.
Namun, menurut dia, sejak USAID meluncurkan program Si Jari Emas (Sistem Informasi dan
Komunikasi untuk Rujukan Expanding Maternal dan Neonatal Survival), AKI dan AKB mulai
ada penurunan. Namun, penurunan belum begitu signifikan karena baru lima kabupaten yang
mendapat intervensi Emas.
"Kelima kabupaten itu, yaitu Kabupaten Karawang, Kabupaten Bogor, Kabupaten Cirebon,
Kabupaten Indramayu, dan Kabupaten Bogor," ucapnya.
Provincial Program Manager Emas Jabar, Endang Iradati, didampingi konsultan media Sulhan,
menyebutkan, setelah kelima kabupaten tersebut, pihaknya akan melakukan replikasi program
ini di lima kabupaten lainnya.
Angka kematian ibu melahirkan, bayi, dan anak balita di Kabupaten Cirebon masuk lima
besar tertinggi di Jabar. Dari 1.000 kelahiran hidup, terdapat 6 sampai 7 bayi meninggal
dunia. Kematian ibu melahirkan juga masuk kategori tertinggi. Data di Dinkes (Dinas
Kesehatan) setempat, di tahun 2008, dari setiap 10.000 kelahiran ada 66 ibu yang
meninggal saat melahirkan.