1. Program Studi Kesehatan Reproduksi, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia, Depok
2. Departemen Gizi, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia, Depok
E-mail : mutiaralaksana@gmail.com
Abstrak
Skripsi ini membahas tentang determinan kematian bayi di Indonesia. Penelitian ini menggunakan desain studi
ekologi dengan menggunakan uji korelasi. Variabel independen yang dibahas dalam penelitian ini bersumber
dari data SDKI 2012 meliputi faktor demografi (daerah tempat tinggal), faktor ibu dan bayi (usia ibu,
pendidikan, paritas dan berat bayi lahir), dan faktor pengendalian penyakit per orangan (frekuensi ANC,
penolong persalinan, Inisiasi Menyusu Dini, dan waktu kunjungan neonatal). Hasil penelitian menunjukkan
bahwa variabel yang memiliki korelasi dengan tingginya AKB di Indonesia adalah daerah pedesaan, pendidikan
tidak tamat SD/sekolah, paritas >5 anak, berat bayi lahir <2500 anak, frekuensi ANC <4 kali, penolong
persalinan oleh tenaga kesehatan, dan waktu kunjungan neonatal >7hari.
Abstract
This thesis discusses about the determinants of infant mortality in Indonesia. This study use the ecological study
design with correlation test. The independent variables in this study data sourced from IDHS 2012 include
demographic factors (area of residence), maternal and infant factors (maternal age, education, parity and birth
weight), and factor per puppets disease control (ANC frequency, birth attendants , breastfeeding early, and time
of the visit neonatal). The results showed that the variables that have a high correlation with IMR per provinces
is a rural area, do not complete primary school education / school, parity > 5 children, birth weight <2500
children, the frequency of ANC <4 times, auxiliary delivery by health workes, and neonatal visits > 7 days.
Keywords :Ecological studies; Determinants of infant mortality; Infant mortality; dan Infant mortality rate.
Pendahuluan
Derajat kesehatan suatu negara dapat dilihat dari indikator utama kesehatan seperti
Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB). Derajat kesehatan suatu
negara akan mempengaruhi pembangunan kesehatan di negara tersebut (Bappenas, 2009).
Angka kematian bayi adalah kontributor utama untuk kematian anak. Perbaikan dalam
kematian bayi dan anak adalah kontributor utama untuk meningkatkan angka harapan hidup
Tinjauan Teoritis
Determinan sosioekonomi
Faktor
Maternal Kontaminasi Defisiensi Kecelakaan
Lingkungan Nutrisi
Sehat Sakit
Pencegahan
Pengobatan
Pengendalian Penyakit Gangguan
secara Perorangan Pertumbuhan Kematian
Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi ekologi dengan pendekatan
kuantitatif. Studi ekologi adalah penelitian yang menggunakan data agregat (data dari
sekumpulan orang, bukan data individu) disebut sebagai penelitian ekologis. Perbandingan
dapat dilakukan antar negara, antar propinsi, antar kabupaten, atau antar komunitas (Syafiq,
2010). Angka kematian bayi merupakan variabel dependen, sedangkan variabel
independennya adalah daerah tempat tinggal, umur ibu, pendidikan ibu, paritas, berat bayi
lahir, frekuensi ANC, penolong persalinan, Inisiasi Menyusu Dini, dan waktu kunjungan
neonatal. populasi yang digunakan dalam penelitian ini ialah mencakup semua WUS 15-49
tahun yang terpilih menjadi sampel penelitian SDKI 2012 dengan kriteria sudah pernah
melahirkan yang berjumlah 32.120 orang.
Analisis bivariat pada penelitian ini menggunakan uji korelasi dengan koefisien korelasi
rho spearmen. Data yang menjadi variabel dependen dari penelitian ini terlebih dahulu
dilakukan uji normalitas. Semua variabel yang telah di entry dianalisis menggunakan software
untuk mendapatkan gambaran persebarannya yang akan ditampilkan melalui scatter-plot.
Hasil Penelitian
Tabel 1 di bawah ini menggambarkan variabel dari faktor demografi (daerah tempat
tinggal pedesaan), faktor ibu dan bayi (umur ibu, pendidikan ibu, paritas, dan berat bayi lahir)
yang merupakan determinan kematian bayi pada tiap provinsi yang dikelompokkan menjadi
provinsi yang memiliki AKB tinggi (di atas AKB Nasional) dan provinsi yang memiliki AKB
rendah (di bawah/setara dengan AKB Nasional) :
Tabel 1. Gambaran variabel faktor demografi, faktor ibu dan bayi pada tiap provinsi di Indonesia
AKB tinggi
Papua Barat 74 64 42 5,7 17 14,6
Gorontalo 67 69,3 47,9 2,1 10,7 21,5
Maluku Utara 62 73,4 45,3 2,4 16,5 16,7
Sulawesi Barat 60 76,8 44,8 8,3 26,4 20,3
Sulawesi Tengah 58 78,2 49 4,6 16,6 15,8
Nusa Tenggara 57 59,5 44,9 10,1 11,5 15,9
Tabel 2 di bawah ini menggambarkan variabel dari faktor pengendalian penyakit per
orangan (frekuensi ANC, Penolong persalinan, Inisiasi Menyusu Dini, dan waktu kunjungan
neonatal) yang merupakan determinan kematian bayi pada tiap provinsi yang dikelompokkan
menjadi provinsi yang memiliki AKB tinggi dan provinsi yang memiliki AKB rendah:
Tabel 2. Gambaran variabel faktor pengendalian penyakit per orangan per provinsi di Indonesia
AKB Penolong
Waktu
(Per Frekuensi persalinan
Kunjungan
Provinsi 1000 ANC < 4 oleh non- Tidak IMD
Neonatal >
KH) kali tenaga
7 hari
kesehatan
AKB tinggi
Papua Barat 74 25,5 17 63,5 50
Gorontalo 67 28,8 10 61,5 18,4
Maluku Utara 62 21,2 22,8 46,3 36,2
Sulawesi Barat 60 40 3,1 48,1 35,3
Sulawesi Tengah 58 31,4 10,9 65,7 24,2
Nusa Tenggara Barat 57 7,8 8,1 26,6 18
Papua 54 35,5 29,8 39,6 59,7
Kalimantan Tengah 49 24,7 10 54,2 31
Aceh 47 29,5 4,8 49,7 9,8
Nusa Tenggara Timur 45 15,9 21,5 28,2 37,3
Sulawesi Tenggara 45 27,2 15,4 55 12,7
Kalimantan Selatan 49 10,2 8,4 48,8 16,3
Sumatera Utara 40 25,7 4,8 82,3 21,5
Maluku 36 33 24,7 60,4 19,3
Kepulauan Riau 35 13,7 2,3 47,3 25
Jambi 34 23,9 10,6 60,6 12,9
Sulawesi Utara 33 20,3 5,5 50,7 33,3
Rata-rata 50 24,4 29,9 52,3 27,1
AKB rendah
Banten 32 14,1 7,2 49,6 30,2
Jawa tengah 32 5,4 2,4 47,5 15,3
Tabel 3. Perbandingan rata-rata persentase determinan kematian bayi pada kelompok AKB tinggi dan
rendah
Angka Kematian Bayi
Determinan Delta
tinggi rendah
Daerah pedesaan 65,5(%) 52,4 (%) 13,1 %
Usia ibu risiko tinggi 59 (%) 50,2 (%) 8,8 %
Pendidikan ibu tidak tamat SD/sekolah 6,4 (%) 3,4(%) 3%
Paritas > 5 anak 16,7 (%) 8,6 (%) 8,1 %
Dari tabel 3 di atas dapat diketahui bahwa di hampir seluruh determinan di provinsi
yang AKB nya tinggi lebih besar persentasenya dibandingkan dengan provinsi yang AKB
nya rendah. Namun, terdapat perbedaan yang paling mencolok yang perbedaan persentasenya
paling besar antara AKB tinggi dengan AKB rendah yaitu penolong persalinan oleh non-
tenaga kesehatan. Perbedaan persentase penolong persalinan oleh non-tenaga kesehatan antara
provinsi dengan AKB tinggi dan AKB rendah sebesar 24,8%.
Analisis hubungan antara angka kematian bayi tinggi/rendah dan determinan yang
mempengaruhinya akan disajikan dalam bentuk scatter-plot dan korelasi serta nilai
signifikansinya dianalisis dengan menggunakan uji korelasi dengan koefisien korelasi rho
Spearman. Diagram scatter-plot pada masing-masing dapat dilihat di bawah ini:
Faktor Demografis
Faktor demografis yang digunakan dalam penelitian ialah daerah perdesaan di 33 provinsi.
Dibawah ini menunjukkan diagram scatter-plot dari AKB provinsi dan daerah perdesaan :
Dari diagram 1 di atas, dapat diketahui bahwa persebaran AKB provinsi menurut daerah
perdesaan itu berkumpul pada sisi kanan > 50 % daerah pedesaan. Nilai koefisien korelasi
yang didapatkan adalah 0,508 yang menunjukkan korelasi kuat antara daerah perdesaan
dengan AKB provinsi. Hubungan antara kedua variabel berpola positif, yang artinya semakin
tinggi persentase daerah perdesaan di suatu provinsi maka semakin tinggi pula AKB
Dari diagram 2 di atas, dapat diketahui bahwa persebaran AKB per provinsi menurut usia
risiko tinggi itu menyebar yang artinya tidak ada hubungan antara usia ibu risiko tinggi
dengan AKB per provinsi. Pada usia ibu risiko tinggi koefisien yang didapat bernilai negatif
yaitu -0,459 yang artinya semakin tinggi AKB provinsi tersebut, semakin rendah usia risiko
tinggi. Nilai-p=0,007 menunjukkan bahwa secara statistik terdapat hubungan antara usia ibu
risiko tinggi dengan AKB provinsi.
Dari diagram 4 di atas, dapat diketahui bahwa persebaran AKB per provinsi menurut paritas >
5 anak, untuk AKB per provinsi yang rendah plot berkumpul pada sisi kiri 5-10% paritas > 5
anak, sedangkan untuk AKB per provinsi yang tinggi plot menyebar di 5 sampai > 25 %.
Nilai koefisien korelasi yang didapat adalah 0,552 yang menunjukkan korelasi kuat antara
variabel paritas > 5 anak dengan AKB provinsi. Hubungan kedua variabel berpola positif,
yang artinya semakin tinggi persentase perempuan yang telah memiliki >5 anak pada suatu
provinsi maka semakin tinggi pula AKB per provinsinya. Nilai ρ 0,001 menunjukkan bahwa
secara statistik terdapat hubungan yang signifikan antara paritas >5 anak dengan AKB per
provinsi.
Dari diagram 5 di atas, dapat diketahui bahwa persebaran AKB per provinsi menurut berat
bayi lahir <2500 gram itu menyebar yang artinya tidak ada hubungan antara AKB per
provinsi dengan berat bayi lahir <2500gr. Nilai koefisien korelasi yang didapat adalah 0,283
yang menunjukkan korelasi sedang antara variabel berat bayi lahir <2500gram dengan AKB
provinsi. Hubungan kedua variabel berpola positif, yang artinya semakin tinggi persentase
berat bayi lahir <2500gram pada suatu provinsi maka AKB provinsinya semakin tinggi.
Namun, nilai ρ 0,111 menunjukkan bahwa secara statistik tidak terdapat hubungan yang
signifikan antara persentase berat bayi lahir <2500gram dengan AKB per provinsi.
Diagram 7. Scatter-plot AKB provinsi dan Penolong Persalinan Oleh Non-Tenaga Kesehatan
Dari diagram 7 di atas, dapat diketahui bahwa persebaran AKB per provinsi menurut
penolong persalinan, untuk AKB per provinsi yang rendah plot berkumpul pada sisi kiri 0-10
%, sedangkan pada AKB per provinsi yang tinggi menyebar di 5-30 %. Nilai koefisien
korelasi yang didapat adalah 0,527 yang menunjukkan korelasi kuat antara variabel penolong
persalinan oleh non-tenaga kesehatan dengan AKB provinsi. Hubungan kedua variabel
berpola positif, yang artinya semakin tinggi persentase persalinan yang ditolong oleh non-
tenaga kesehatan pada suatu provinsi maka AKB per provinsi semakin tinggi. Nilai ρ 0,002
menunjukkan bahwa secara statistik terdapat hubungan yang signifikan antara persentase
penolong persalinan oleh non-tenaga kesehatan dengan AKB per provinsi
Dari diagram 8 di atas, dapat mencerminkan cakupan IMD di Indonesia yang masih rendah.
Terlihat bahwa sebaran AKB provinsi berdasarkan tidak IMD berada di 40 sampai > 60 %.
Nilai koefisien korelasi yang didapat adalah 0,188 yang menunjukkan korelasi lemah/tidak
ada hubungan antara variabel tidak IMD dengan AKB provinsi. Hubungan kedua variabel
berpola positif, yang artinya semakin tinggi persentase perempuan tidak segera memberikan
ASI setelah melahirkan (tidak melakukan IMD) pada suatu provinsi maka AKB per provinsi
semakin tinggi. Namun, nilai ρ 0,294 menunjukkan bahwa secara statistik tidak terdapat
hubungan yang signifikan antara persentase perempuan yang tidak melakukan IMD dengan
AKB provinsi.
Diagram 5.9 Scatter-plot AKB provinsi dan Waktu Kunjungan Neonatal Pertama >7 Hari
Dari diagram 5.9 di atas, terlihat bahwa persebaran AKB per provinsi menurut waktu
kunjungan neonatal pertama >7 hari berada di 10-30 %. Nilai koefisien korelasi yang didapat
adalah 0,453 yang menunjukkan korelasi sedang antara variabel kunjungan neonatal pertama
>7 hari dengan AKB provinsi. Hubungan kedua variabel berpola positif, yang artinya semakin
Pembahasan
Daerah perdesaan memiliki korelasi yang kuat dengan angka kematian bayi provinsi, dan
secara statistik juga menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara daerah perdesaan dengan
angka kematian bayi provinsi. Hal ini sesuai dengan teori Mosley (1984) bahwa risiko
kematian anak dan bayi yang tinggal di daerah perdesaan lebih tinggi dibandingkan dengan
anak-anak atau bayi yang tinggal di perkotaan, karena orang tua yang tinggal di desa
umumnya dianggap mempunyai pengetahuan atau kepercayaan, sikap dan nilai-nilai sosial
yang berbeda dengan orang tua di kota, terutama mengenai hal-hal yang berhubungan dengan
nutrisi, tentang hal-hal yang menyebabkan kontaminasi lingkungan seperti kebersihan air,
makanan, penyakit menular, tentang perawatan dan pemeliharaan bayi/anak-anaknya
Korelasi antara usia ibu risiko tinggi bernilai negatif (hubungan terbalik). Hal ini
dikarenakan, dalam kuesioner SDKI 2012 pertanyaan tentang usia ibu adalah usia ibu saat itu,
bukan usia ibu saat kematian bayi terjadi. Sehingga, usia ibu yang digunakan tidak dapat
menggambarkan determinan kematian bayi pada penelitian ini.
Pendidikan tidak tamat SD/sekolah memiliki korelasi sedang dengan AKB provinsi.
Namun, secara statistik tidak terdapat hubungan yang signifikan antara pendidikan tidak tamat
SD/sekolah dengan AKB provinsi. Korelasi antara pendidikan dengan AKB per provinsi sama
dengan Uchimura dan Jutting dalam Robby (2010) yang juga menemukan bahwa tingkat
pendidikan yang rendah berhubungan dengan tingkat angka kematian bayi yang tinggi atau
buruk.
Paritas >5 anak memiliki korelasi yang kuat dengan AKB provinsi. Hasil penelitian ini
juga serupa dengan Martaadisoebrata dalam Noviani (2011) yang mengemukakan bahwa
wanita yang termasuk grandemultipara sering disertai dengan penyulit, seperti kelainan letak,
perdarahan antepartum, perdarahan post partum dan lain-lain.
Berat bayi lahir <2500 gram memiliki korelasi yang sedang dengan AKB provinsi.
Namun, secara statistik menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara
berat bayi lahir <2500 gram dengan AKB per provinsi. Jika dilihat dari korelasi yang didapat,
maka hal ini serupa dengan yang dikemukakan Behrman, Kliegman, dan Jenson (2004)
1. Variabel dari faktor demografi yang memiliki hubungan yang positif dengan AKB
provinsi ialah daerah perdesaan. Semakin tinggi persentase daerah perdesaan di suatu
provinsi, maka semakin tinggi pula AKB di provinsi tersebut.
2. Variabel dari faktor ibu dan bayi yang memiliki hubungan yang positif dengan AKB
provinsi ialah paritas > 5 anak. Semakin tinggi persentase paritas > 5 anak di suatu
provinsi, maka semakin tinggi pula AKB di provinsi tersebut.
3. Variabel dari faktor ibu dan bayi yang memiliki hubungan yang negatif dengan AKB
provinsi ialah usia ibu risiko tinggi. Semakin tinggi persentase usia ibu risiko tinggi di
suatu provinsi, semakin rendah AKB di provinsi tersebut.
4. Variabel dari faktor pengendalian penyakit per orangan yang memiliki hubungan yang
positif dengan AKB provinsi ialah :
a. Frekuensi ANC <4 kali
Semakin tinggi persentase frekuensi ANC <4 kali di suatu provinsi, maka semakin
tinggi pula AKB di provinsi tersebut.
b. Penolong persalinan oleh non-tenaga kesehatan.
Semakin tinggi persentase penolong persalinan oleh non-tenaga kesehatan di suatu
provinsi, maka semakin tinggi pula AKB di provinsi tersebut.
c. Waktu kunjungan neonatal pertama >7 hari.
Semakin tinggi persentase waktu kunjungan neonatal pertama >7 hari di suatu
provinsi, maka semakin tinggi pula AKB di provinsi tersebut.
Saran
Referensi
Bale, JR & BJ.S. (2003). Improving Birth Outcomes :Meeting The Challenge in The
Developing World. Washington DC : The National Academics Press.
Bappenas. (2009). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kelangsungan Hidup Anak. Badan
Perencanaan Pembangunan Nasional.
Beck,D; Ganges.F.Goldman, & Long.P. (2004). Care of The Newborn References Manual.
Washington : Kinetik.
Behrman, Kliegman, & Jenson. (2004). Nelson Textbook of Pediatrics 17th Edition.
Peddsylvania : Saunder.
Profil kematian neonatal berdasarkan sosio demografi dan kondisi ibu saat hamil di
Indonesia. Buletin Penelitian Sistem Kesehatan – Vol. 14 No. 4 Oktober 2011: 391–398
Chen, Aimin & Walter.J.Rogan. (2004). Breastfeeding and the Risk of Postneonatal Death in
the United States. Pediatrics Vol. 113 No. 5 May 1, 2004 pp. e435 -e439.
Departemen Kesehatan. (2004). Pedoman pemantauan wilayah setempat kesehatan ibu dan
anak (PWS-KIA). Jakarta: Direktorat Jenderal Pembinaan Kesehatan Masyarakat.
Departemen Kesehatan. (2010). Buku Saku Pelayanan Kesehatan Neonatal Essensal. Jakarta :
Kementerian Kesehatan
H.P, Sutanto & Luknis Sabri. (2011). Statistik Kesehatan. Jakarta : PT. Raja Grafindo
Persada.
Mosley & Chen. (1984). An Analytical Framework for The Study of Child Survival in
Developing Countries. Bulletin of the World Health Organization, 81 (2), 140-5.
Noviani. (2011). Hubungan Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR) dengan Kejadian Kematian
Neonatal Dini di Indonesia tahun 2010 (Analisis Data Riskesdas 2010). Tesis FKM :
Universitas Indonesia.