Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tingginya angka kematian ibu dapat menunjukkan masih rendahnya kualitas
pelayanan kesehatan. Penurunan AKI juga merupakan indikator keberhasilan derajat
kesehatan suatu wilayah. Pemerintah berupaya bahu membahu membuat berbagai
strategi untuk akselerasi menurunkan AKI.
Program Kesehatan Ibu dan Anak merupakan salah satu prioritas Kementerian
Kesehatan dan keberhasilan program KIA menjadi salah satu indikator utama dalam
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005 2025. Tingginya
Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia membuat pemerintah menempatkan upaya
penurunan AKI sebagai program prioritas dalam pembangunan kesehatan.
Masalah kematian dan kesakitan ibu di Indonesia masih merupakan masalah
besar. Angka Kematian Ibu (AKI) menurut SDKI (Survey Demografi Kesehatan
Indonesia) tahun 2007, di Indonesia mencapai angka 248 per 100.000 kelahiran hidup
dan Angka Kematian Bayi (AKB) sebesar 34 per 1.000 kelahiran hidup. Jumlah AKI
dan AKB masih jauh dari target Millenium Development Goals (MDGs) 2015 yaitu
AKI sebesar 102 per 100.000 kelahiran hidup dan AKB sebesar 23 per 100.000
kelahiran hidup, sehingga masih memerlukan kerja keras dari semua komponen untuk
mencapai target tersebut (Depkes RI, 2009).

Universitas Sumatera Utara

WHO memperkirakan bahwa sekitar 15% dari seluruh wanita yang hamil
akan mengalami komplikasi yang berkaitan dengan kehamilannya serta dapat
mengancam jiwanya. Sebanyak 5.600.000 wanita hamil di Indonesia, sebagian besar
akan mengalami suatu komplikasi atau masalah yang bisa menjadi fakta. Agar lebih
efektif dalam meningkatkan keselamatan ibu dan bayi baru lahir, asuhan antenatal
harus lebih difokuskan pada berbagai intervensi seperti pemberian edukasi dan
peningkatan mutu pelayanan antenatal yang telah terbukti bermanfaat menurunkan
angka kesakitan dan kematian ibu dan bayi baru lahir (Pusdiknakes-WHO-JHPIEGO,
2003).
Penyebab langsung kematian ibu terkait kehamilan dan persalinan terutama
adalah perdarahan sebanyak 28%. Penyebab lainnya seperti eklampsi (24%), infeksi
(11%), partus lama (5%), dan abortus (5%). Angka kematian yang tinggi disebabkan
2 sebab pokok yaitu (1) masih kurangnya pengetahuan dan penanggulangan
komplikasi penting dalam kehamilan, persalinan, serta nifas, (2) kurang meratanya
pelayanan kebidanan yang baik bagi semua yang hamil (Wiknjosastro, 2005).
Faktor lain penyebab tingginya angka kematian ibu yang juga cukup penting
seperti, pemberdayaan perempuan yang tak begitu baik, latar belakang pendidikan,
sosial ekonomi keluarga, lingkungan masyarakat. Pandangan yang menganggap
kehamilan adalah peristiwa alamiah perlu diubah secara sosiokultural agar
perempuan mendapat perhatian dari masyarakat. Sangat diperlukan upaya
peningkatan pelayanan perawatan ibu baik oleh pemerintah, swasta, maupun

Universitas Sumatera Utara

masyarakat (Depkes, 2007). Berbagai upaya sangat diperlukan untuk menurunkan


angka kematian ibu dan meningkatkan dukungan terhadap pelayanan dan kesehatan
ibu/maternal, baik dalam antenatal care (ANC) dan meningkatkan cakupan
persalinan oleh tenaga kesehatan.
Program kunjungan antenatal sebaiknya dilakukan paling sedikit 4 kali selama
kehamilan, dengan pelayanan / asuhan standar minimal 7 T : 1).Timbang berat
badan/Tinggi Badan, 2).Ukur tekanan darah. 3). Ukur tinggi fundus uteri, 4). Tetanus
Toxoid, 5). Pemberian tablet besi, 6). Test laboratorium sederhana, 7). Temu wicara.
Pemeriksaan ini bertujuan untuk memantau dan mengenali secara dini adanya
ketidaknormalan atau komplikasi yang mungkin terjadi selama hamil. Setiap
kehamilan dapat berkembang menjadi masalah atau komplikasi setiap saat, sehingga
sangat diperlukan pemantauan selama kehamilan.
Indikator yang digunakan untuk menggambarkan keberhasilan program
pelayanan kesehatan ibu adalah cakupan pemeriksaan ibu hamil terhadap pelayanan
kesehatan yang diukur dengan K1 dan K4. Cakupan K1 merupakan gambaran
besaran ibu hamil yang telah melakukan kunjungan pertama ke fasilitas pelayanan
kesehatan untuk mendapatkan pelayanan antenatal. K4 adalah kontak ibu hamil
dengan tenaga kesehatan yang ke-empat (atau lebih) untuk mendapatkan pelayanan
antenatal sesuai standar yang ditetapkan, dengan ketentuan : satu kali pada triwulan
pertama, satu kali pada triwulan kedua, dan dua kali pada triwulan ketiga (Depkes RI,
2004).

Universitas Sumatera Utara

Kecamatan Besitang merupakan kecamatan kedua paling utara yang


berbatasan langsung dengan Provinsi Nangroe Aceh Darussalam dengan luas 720,5
Km2 dan jumlah penduduk sebesar 55.225 jiwa. Penduduk di Kecamatan Besitang
didominasi oleh usia produktif (15 44 tahun). Kecamatan Besitang mempunyai
tingkat kepadatan yang tidak sama antara satu desa/kelurahan dengan desa/kelurahan
yang lainnya dengan masalah kesehatan yang ada di tiap desa/kelurahan memiliki
spesifikasi yang berbeda, terutama di dalam penelitian ini adalah masalah kunjungan
pemanfaatan pelayanan antenatal oleh ibu hamil secara teratur.
Puskesmas (Pusat Kesehatan Masyarakat) adalah suatu organisasi kesehatan
fungsional yang merupakan pusat pengembangan kesehatan masyarakat yang juga
membina peran serta masyarakat di samping memberikan pelayanan secara
menyeluruh dan terpadu kepada masyarakat di wilayah kerjanya dalam bentuk
kegiatan pokok. Menurut Depkes RI (2004) puskesmas merupakan unit pelaksana
teknis dinas kesehatan kabupaten/kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan
pembangunan kesehatan di wilayah kerja. Puskesmas Besitang adalah salah satu unit
pelayanan kesehatan terpadu di wilayah Kecamatan Besitang yang melakukan
pelayanan kesehatan dan antenatal. Ibu ibu hamil yang berada di Kecamatan ini
dapat memanfaatkan puskesmas tersebut untuk memeriksakan kehamilannya sesuai
dengan standar (4 kali).
Pemanfaatan pelayanan ANC oleh seorang ibu hamil dapat dilihat dari
cakupan pelayanan ANC (K1 dan K4). Berdasarkan data Profil Puskesmas Besitang

Universitas Sumatera Utara

Tahun 2010 dapat diketahui bahwa cakupan K1 yang dicapai oleh Kecamatan
Besitang yaitu sebanyak 896 dari 1244 ibu hamil (72,03%), sementara itu cakupan
K4 yaitu sebanyak 540 dari 1244 ibu hamil (43,41%). Pada data Profil Puskesmas
Besitang Tahun 2011 dapat diketahui cakupan K1 yaitu sebanyak 1214 dari 1270 ibu
hamil (95,59%), sementara itu cakupan K4 yaitu sebanyak 1255 dari 1270 ibu hamil
(98,82%).
Pemeriksaan kehamilan sesuai standar (4kali) sangat mempengaruhi
kesehatan ibu hamil dan janinnya. Pemeriksaan kehamilan pada trimester ketiga (>28
minggu) sangat penting karena pada trimester III dilakukan palpasi abdomen untuk
mendeteksi adanya kehamilan ganda, kelainan letak, atau kondisi lain yang
memerlukan kelahiran di rumah sakit (Pusdiknakes WHO JHPIEGO, 2003).
Berdasarkan hasil survei lapangan yang dilakukan oleh penulis di Kecamatan
Besitang, masih ditemukan ibu ibu hamil yang tidak melakukan pemeriksaan
kehamilannya ke petugas kesehatan pelayanan antenatal dengan teratur. Selain faktor
intrinsik ibu (pengetahuan, umur, pendidikan), faktor ekstrinsik (paritas, pendapatan
suami, keterjangkauan serta ketersediaan pelayanan) juga memengaruhi seorang ibu
untuk memeriksakan kehamilannya secara teratur ke petugas pelayanan antenatal.
Penelitian

sebelumnya

yang

pernah

dilakukan

mengenai

hubungan

pengetahuan ibu hamil terhadap jumlah kunjungan ANC menunjukkan bahwa


pengetahuan ibu memiliki pengaruh terhadap jumlah kunjungan antenatal care
(Mawaddah, 2011). Penelitian lainnya juga pernah dilakukan oleh Muniarti (2007),

Universitas Sumatera Utara

menunjukkan bahwa pengetahuan ibu, keterjangkauan pelayanan, serta peranan


petugas memiliki hubungan terhadap masalah kunjungan ibu hamil. Pengetahuan
memang sangat mempengaruhi tindakan seseorang untuk melakukan hal hal yang
dapat menunjang kesehatan bagi dirinya sendiri, di dalam konteks penelitian ini
adalah perilaku ibu hamil untuk memeriksakan kehamilannya. Pengetahuan
seseorang dapat dibentuk melalui proses pengalaman dan jenjang pendidikan.
Sebagian besar pendidikan terakhir ibu-ibu hamil di Kecamatan Besitang adalah
SMA/sederajat. Selain itu masih banyak juga didapati ibu ibu dengan pendidikan
terakhir SD dan SMP.
Kemudahan di dalam menjangkau tempat pelayanan antenatal juga sangat
menentukan seseorang untuk memanfaatkan pelayanan kesehatan dengan baik.
Alasan keterjangkauan dan akses yang sulit masih ditemukan di Kecamatan Besitang.
Kawasan desa desa yang masih banyak terisolir, akses jalan rusak dan jarak yang
jauh menyebabkan ibu hamil sulit memeriksakan kehamilannya ke petugas pelayanan
antenatal.
Ekonomi dan status sosial memiliki kaitan terhadap kemauan seseorang untuk
memanfaatkan suatu pelayanan kesehatan. Sebagian besar masyarakat di Kecamatan
Besitang bekerja sebagai pedagang, bertani, nelayan, dan buruh perkebunan.
Anggapan masyarakat bahwa menggunakan jasa pelayanan kesehatan medis
memerlukan biaya besar masih dapat dijumpai, terutama bagi penduduk yang tinggal

Universitas Sumatera Utara

di wilayah pedesaan. Mereka takut bila melakukan pemeriksaan ke petugas kesehatan


akan dikenai biaya yang mahal.
Masalah ketersediaan pelayanan juga sangat menentukan, di mana bidan
bidan di wilayah ini masih tergolong usia muda dan tidak berdomisili di desa,
sehingga bidan tidak dapat menyediakan pelayanan antenatal secara berkala serta
kurang dapat memantau perkembangan ibu hamil di desa desa yang jauh dari
jangkauan puskesmas. Hal ini mendorong ibu melakukan pemeriksaan kehamilan ke
dukun bayi terdekat, terutama bila sudah mengalami keadaan gawat darurat seperti
akan melakukan persalinan.
Berdasarkan hasil wawancara kepada beberapa petugas kesehatan dan ibu
hamil dapat diperoleh informasi bahwa pemeriksaan kehamilan ke pelayanan
antenatal tidak dilakukan karena selain masalah keterjangkauan yang sulit, juga
masih terdapat dukun bayi yang sudah lama banyak menolong dan dipercaya ibu
ibu untuk melakukan persalinan di tempat praktik, juga dapat dihadirkan di rumah
masing masing.
Paritas adalah keadaan seorang ibu yang melahirkan janin lebih dari satu
orang. Masalah paritas juga menjadi faktor yang dapat dipertimbangkan, di mana ibu
hamil yang memiliki paritas >3 anak cenderung tidak memeriksakan kehamilannya
secara teratur ke petugas kesehatan karena tidak pernah mengalami masalah pada
kehamilan kehamilan sebelumnya. Mereka datang ke petugas kesehatan untuk
melakukan pemeriksaan hanya bila ada keluhan selama kehamilannya.

Universitas Sumatera Utara

Melihat berbagai masalah yang cukup kompleks di dalam latar belakang


masalah di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul
Analisis Faktor-faktor yang Berpengaruh Terhadap Ibu Hamil dalam Melakukan
Kunjungan ANC di Kecamatan Besitang Kabupaten Langkat Tahun 2013.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah, maka diperoleh rumusan masalah
dalam penelitian ini yaitu : faktor faktor apa sajakah yang berpengaruh terhadap
ibu hamil dalam melakukan kunjungan ANC di Kecamatan Besitang Kabupaten
Langkat Tahun 2013.
1.3 Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi ibu hamil dalam
melakukan kunjungan ANC di Kecamatan Besitang Kabupaten Langkat.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk

mendeskripsikan

umur,

pendidikan,

pengetahuan,

paritas,

pendapatan/pekerjaan suami, keterjangkauan, kunjungan ANC pada ibu


hamil, serta ketersediaan pelayanan
b. Untuk menganalisis hubungan umur, pendidikan, pengetahuan, paritas,
pendapatan/pekerjaan suami, keterjangkauan, kunjungan ANC pada ibu
hamil, serta ketersediaan pelayanan terhadap frekuensi kunjungan ANC.

Universitas Sumatera Utara

1.4 Manfaat Penelitian


a.

Sebagai pertimbangan bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Langkat dan


Puskesmas Besitang dalam menentukan kebijakan khusus bagi ibu hamil
dan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan.

b. Sebagai gambaran dan pengembangan pengetahuan bagi penulis dalam


memberikan informasi tentang pentingnya kunjungan ANC kepada
masyarakat khususnya kepada ibu ibu hamil.
c. Sebagai tambahan kepustakaan bagi Fakultas Kesehatan Masyarakat
untuk dapat memperluas ilmu pengetahuan tentang ANC.
d. Sebagai dasar bagi penelitian lebih lanjut.

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai