Anda di halaman 1dari 30

PEDOMAN

ANC TERPADU

UPTD PUSKESMAS KEDUNGJATI

NOMOR : PDM / ….. / UKP / III / 2018

DINAS KESEHATAN KABUPATEN GROBOGAN

UPTD PUSKESMAS KEDUNGJATI

TAHUN 2018
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia saat ini telah berhasil diturunkan dari
307/100.000 kelahiran hidup (KH) pada tahun 2002 menjadi 228/ 100.000 KH
pada tahun 2007 (SDKI, 2007). Namun demikian, masih diperlukan upaya
keras untuk mencapai target RPJMN 2010-2014 yaitu 118/100.000 KH pada
tahun 2014 dan Tujuan Pembangunan Milenium (Millenium Development
Goals), yaitu AKI 102/100.000 KH pada tahun 2015.

Faktor yang berkontribusi terhadap kematian ibu, secara garis besar dapat
dikelompokkan menjadi penyebab langsung dan penyebab tidak langsung.
Penyebab langsung kematian ibu adalah faktor yang berhubungan dengan
komplikasi kehamilan, persalinan dan nifas seperti perdarahan, pre
eklampsia/eklampsia, infeksi, persalinan macet dan abortus. Penyebab tidak
langsung kematian ibu adalah faktor-faktor yang memperberat keadaan ibu
hamil seperti EMPAT TERLALU (terlalu muda, terlalu tua, terlalu sering
melahirkan dan terlalu dekat jarak kelahiran) menurut SDKI 2002 sebanyak
22.5%, maupun yang mempersulit proses penanganan kedaruratan
kehamilan, persalinan dan nifas seperti TIGA TERLAMBAT (terlambat
mengenali tanda bahaya dan mengambil keputusan, terlambat mencapai
fasilitas kesehatan dan terlambat dalam penanganan kegawatdaruratan).
Faktor berpengaruh lainnya adalah ibu hamil yang menderita penyakit
menular seperti Malaria, HIV/AIDS, Tuberkulosis, Sifilis; penyakit tidak
menular seperti Hipertensi, Diabetes Mellitus, gangguan jiwa; maupun yang
mengalami kekurangan gizi.

Selain itu masih terdapat masalah dalam penggunaan kontrasepsi. Menurut


data SDKI Tahun 2007, angka unmet-need 9,1%. Kondisi ini merupakan salah
satu faktor penyebab terjadinya kehamilan yang tidak diinginkan dan aborsi
yang tidak aman, yang pada akhirnya dapat menyebabkan kesakitan dan
kematian ibu.
Malaria pada kehamilan seringkali menimbulkan komplikasi yang
berbahaya bagi ibu, janin dan bayinya. Menurut laporan GFATM Malaria
periode tahun 2008 - 2010, di daerah endemis, prevalensi ibu hamil positif
Malaria 38,2%, dan menurut data SDKI 2007, di daerah endemis malaria,
ibu hamil yang memakai kelambu hanya 29,0%.

Masalah lain adalah HIV pada ibu hamil, selain mengancam keselamatan
ibu juga dapat menular kepada bayinya (mother-to-child transmission).
Menurut data Kementerian Kesehatan tahun 2009, dari 10.026 ibu hamil
yang menjalani test HIV, sebanyak 289 (2,9%) ibu hamil dinyatakan positif
HIV.

Sifilis merupakan salah satu infeksi menular seksual yang juga perlu
mendapat perhatian. Ibu hamil yang menderita Sifilis berpotensi untuk
melahirkan bayi dengan Sifilis kongenital. Data terbatas dari tiga kabupaten
model, dari 2.640 ibu hamil yang diperiksa, yang positif 52 ibu hamil
(1,97%).

Penyakit menular lain yang masih merupakan masalah utama kesehatan


masyarakat adalah Tuberkulosis (TB). Pada ibu hamil TB dapat
memperburuk kesehatan dan status gizi ibu, serta mempengaruhi tumbuh
kembang janin dan risiko tertular pada bayinya.

Penyakit kronis seperti hipertensi, diabetes mellitus, jantung, asma berat,


dan gangguan jiwa sangat mempengaruhi kondisi kesehatan ibu, janin dan
bayi baru lahir. Penanganan penyakit kronis pada ibu hamil masih belum
seperti yang diharapkan dan datanya juga belum terekam dengan baik.

Kekurangan gizi pada ibu hamil juga masih merupakan masalah kesehatan
masyarakat yang perlu mendapat perhatian khusus. Kurang asupan zat
besi pada perempuan khususnya ibu hamil dapat menyebabkan anemia
yang akan menambah risiko perdarahan dan melahirkan bayi dengan berat
lahir rendah, prevalensi anemia pada pada ibu hamil sekitar 40,1% (SKRT
2001). Di samping kekurangan asupan zat besi, anemia juga dapat
disebabkan karena kecacingan dan Malaria.
Masalah gizi yang lain adalah kurang energi kronik (KEK) dan konsumsi
garam beryodium yang masih rendah. Wanita usia subur (WUS) yang berisiko
kurang energi kronik (KEK) sekitar 13,6% dan 62,3% rumah tangga yang
mengkonsumsi garam beryodium cukup (Riskesdas 2007).

Selain penanganan masalah kehamilan dan komplikasi yang menyertainya,


perlu diupayakan peningkatan kualitas bayi yang akan dilahirkan, melalui
kegiatan brain booster meliputi stimulasi otak janin dan asupan gizi seimbang
pada ibu hamil.

Masalah Kekerasan terhadap Perempuan (KtP) merupakan masalah global


yang terkait dengan kesehatan dan hak asasi manusia. Ibu hamil yang
mendapat kekerasan secara fisik dan psikis baik dari suami maupun orang-
orang terdekatnya dapat mempengaruhi kehamilan dan perkembangan janin.

Indikator yang digunakan untuk menggambarkan akses ibu hamil terhadap


pelayanan antenatal adalah cakupan K1 - kontak pertama dan K4 - kontak 4
kali dengan tenaga kesehatan yang mempunyai kompetensi, sesuai standar.
Secara nasional angka cakupan pelayanan antenatal saat ini sudah tinggi, K1
mencapai 94,24% dan K4 84,36% (data Kementerian Kesehatan tahun 2009).
Walaupun demikian, masih terdapat disparitas antar provinsi dan antar
kabupaten/kota yang variasinya cukup besar. Selain adanya kesenjangan,
juga ditemukan ibu hamil yang tidak menerima pelayanan dimana seharusnya
diberikan pada saat kontak dengan tenaga kesehatan (missed opportunity).

Untuk mengatasi permasalahan tersebut di atas, maka pelayanan antenatal


di fasilitas kesehatan pemerintah maupun swasta dan praktik
perorangan/kelompok perlu dilaksanakan secara komprehensif dan terpadu,
mencakup upaya promotif, preventif, sekaligus kuratif dan rehabilitatif, yang
meliputi pelayanan KIA, gizi, pengendalian penyakit menular (imunisasi,
HIV/AIDS, TB, Malaria, penyakit menular seksual), penanganan penyakit
kronis serta beberapa program lokal dan spesifik lainnya sesuai dengan
kebutuhan program.

B. Tujuan Pedoman
Tujuan umum adalah :
untuk memenuhi hak setiap ibu hamil memperoleh pelayanan antenatal yang
berkualitas sehingga mampu menjalani kehamilan dengan sehat, bersalin
dengan selamat, dan melahirkan bayi yang sehat.

Tujuan khusus adalah :


1) Menyediakan pelayanan antenatal terpadu, komprehensif dan berkualitas,
termasuk konseling kesehatan dan gizi ibu hamil, konseling KB dan
pemberian ASI.
2) Menghilangkan “missed opportunity” pada ibu hamil dalam mendapatkan
pelayanan antenatal terpadu, komprehensif, dan berkualitas.
3) Mendeteksi secara dini kelainan/penyakit/gangguan yang diderita ibu hamil.

4) Melakukan intervensi terhadap kelainan/penyakit/gangguan pada ibu hamil


sedini mungkin.

5) Melakukan rujukan kasus ke fasiltas pelayanan kesehatan sesuai dengan


sistem rujukan yang ada.
C. RuangLingkup
Sasaran pelayanan:
1) Semua ibu hamil ditargetkan menjadi sasaran pelayanan antenatal
terpadu.

2) Pengguna buku pedoman


a) Tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan ibu,bayi
baru lahir dan keluarga berencana
b) Fasilitas kesehatan pemerintah dan swasta yang
menyediakanpelayanan antenatal
c) Lintas program terkait di tingkat pusat, propinsi dan kabupaten/ kota
d) Institusi pendidikan dan pelatihan tenaga kesehatan (perguruantinggi,
Poltekkes, STIKes, RS, Bapelkes, Pusat Pelatihan, dan lainnya).
e) Organisasi profesi terkait.

D. Batasan Operasional
1. ANC terpadu adalah pelayanan medis yang diberikan kepada pasien
untuk tujuan pengamatan, diagnosis, pengobatan, rehabilitasi dan
pelayanan kesehatan lainnya .
2. Pasien ANC terpadu adalah semua ibu hamil se wilayah Puskesmas
Kedungjati
E. Landasan Hukum
1. Undang Undang No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
2. Undang Undang No 29 Tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran
3. Peraturan menteri Kesehatan No.75 Tahun 2014 Tentang Pusat Kesehatan
Masyarakat
F. Tata Laksana
Pelayanan antenatal terpadu dan berkualitas secara keseluruhan meliputi hal-
hal sebagai berikut:
a. Memberikan pelayanan dan konseling kesehatan termasuk gizi agar
kehamilan berlangsung sehat;
b. Melakukan deteksi dini masalah, penyakit dan penyulit/komplikasi
kehamilan
c. Menyiapkan persalinan yang bersih dan aman;
d. Merencanakan antisipasi dan persiapan dini untuk melakukan rujukan jika
terjadi penyulit/komplikasi.
e. Melakukan penatalaksanaan kasus serta rujukan cepat dan tepat waktu
bila diperlukan.
f. Melibatkan ibu dan keluarganya terutama suami dalam menjaga
kesehatan dan gizi ibu hamil, menyiapkan persalinan dan kesiagaan bila
terjadi penyulit/komplikasi.
Kerangka konsep antenatal komprehensif dan terpadu

Dalam melakukan pemeriksaan antenatal, tenaga kesehatan harus Memberikan


pelayanan yang berkualitas sesuai standar terdiri dari:
1) Timbang berat badan
Penimbangan berat badan pada setiap kali kunjungan antenatal
dilakukan untuk mendeteksi adanya gangguan pertumbuhan janin.
Penambahan berat badan yang kurang dari 9 kilogram selama kehamilan
atau kurang dari 1 kilogram setiap bulannya menunjukkan adanya
gangguan pertumbuhan janin.
2) Ukur lingkar lengan atas (LiLA).
Pengukuran LiLA hanya dilakukan pada kontak pertama untuk skrining
ibu hamil berisiko kurang energi kronis (KEK). Kurang energi kronis disini
maksudnya ibu hamil yang mengalami kekurangan gizi dan telah
berlangsung lama (beberapa bulan/tahun) dimana LiLA kurang dari 23,5
cm. Ibu hamil dengan KEK akan dapat melahirkan bayi berat lahir rendah
(BBLR).
3) Ukur tekanan darah.
Pengukuran tekanan darah pada setiap kali kunjungan antenatal
dilakukan untuk mendeteksi adanya hipertensi (tekanan darah e” 140/90
mmHg) pada kehamilan dan preeklampsia (hipertensi disertai edema
wajah dan atau tungkai bawah; dan atau proteinuria)
4) Ukur tinggi fundus uteri
Pengukuran tinggi fundus pada setiap kali kunjungan antenatal dilakukan
untuk mendeteksi pertumbuhan janin sesuai atau tidak dengan umur
kehamilan. Jika tinggi fundus tidak sesuai dengan umur kehamilan,
kemungkinan ada gangguan pertumbuhan janin. Standar pengukuran
menggunakan pita pengukur setelah kehamilan 24 minggu.
5) Hitung denyut jantung janin (DJJ)
Penilaian DJJ dilakukan pada akhir trimester I dan selanjutnya setiap kali
kunjungan antenatal. DJJ lambat kurang dari 120/menit atau DJJ cepat
lebih dari 160/menit menunjukkan adanya gawat janin.
6) Tentukan presentasi janin;
Menentukan presentasi janin dilakukan pada akhir trimester II dan
selanjutnya setiap kali kunjungan antenatal. Pemeriksaan ini
dimaksudkan untuk mengetahui letak janin. Jika, pada trimester III bagian
bawah janin bukan kepala, atau kepala janin belum masuk ke panggul
berarti ada kelainan letak, panggul sempit atau ada masalah lain.
7) Beri imunisasi Tetanus Toksoid (TT)
Untuk mencegah terjadinya tetanus neonatorum, ibu hamil harus
mendapat imunisasi TT. Pada saat kontak pertama, ibu hamil diskrining
status imunisasi TT-nya. Pemberian imunisasi TT pada ibu hamil,
disesuai dengan status imunisasi ibu saat ini.
8) Beri tablet tambah darah (tablet besi),
Untuk mencegah anemia gizi besi, setiap ibu hamil harus mendapat
tablet zat besi minimal 90 tablet selama kehamilan diberikan sejak kontak
pertama.
9) Periksa laboratorium (rutin dan khusus)
Pemeriksaan laboratorium dilakukan pada saat antenatal meliputi: a.
Pemeriksaan golongan darah,
Pemeriksaan golongan darah pada ibu hamil tidak hanya untuk mengetahui jenis
golongan darah ibu melainkan juga untuk mempersiapkan calon pendonor darah
yang sewaktu-waktu diperlukan apabila terjadi situasi kegawatdaruratan.
b. Pemeriksaan kadar hemoglobin darah (Hb)
Pemeriksaan kadar hemoglobin darah ibu hamil dilakukan minimal
sekali pada trimester pertama dan sekali pada trimester ketiga.
Pemeriksaan ini ditujukan untuk mengetahui ibu hamil tersebut
menderita anemia atau tidak selama kehamilannya karena kondisi
anemia dapat mempengaruhi proses tumbuh kembang janin dalam
kandungan.
c. Pemeriksaan protein dalam urin
Pemeriksaan protein dalam urin pada ibu hamil dilakukan pada
trimester kedua dan ketiga atas indikasi. Pemeriksaan ini ditujukan
untuk mengetahui adanya proteinuria pada ibu hamil. Proteinuria
merupakan salah satu indikator terjadinya preeklampsia pada ibu
hamil.
d. Pemeriksaan kadar gula darah.
Ibu hamil yang dicurigai menderita Diabetes Melitus harus dilakukan
pemeriksaan gula darah selama kehamilannya minimal sekali pada
trimester pertama, sekali pada trimester kedua, dan sekali pada
trimester ketiga (terutama pada akhir trimester ketiga).
e. Pemeriksaan darah Malaria
Semua ibu hamil di daerah endemis Malaria dilakukan pemeriksaan
darah Malaria dalam rangka skrining pada kontak pertama. Ibu hamil
di daerah non endemis Malaria dilakukan pemeriksaan darah Malaria
apabila ada indikasi.
f. Pemeriksaan tes Sifilis
Pemeriksaan tes Sifilis dilakukan di daerah dengan risiko tinggi dan
ibu hamil yang diduga Sifilis. Pemeriksaaan Sifilis sebaiknya dilakukan
sedini mungkin pada kehamilan.
g. Pemeriksaan HIV
Pemeriksaan HIV terutama untuk daerah dengan risiko tinggi kasus
HIV dan ibu hamil yang dicurigai menderita HIV. Ibu hamil setelah
menjalani konseling kemudian diberi kesempatan untuk menetapkan
sendiri keputusannya untuk menjalani tes HIV.
h. Pemeriksaan BTA
Pemeriksaan BTA dilakukan pada ibu hamil yang dicurigai menderita
Tuberkulosis sebagai pencegahan agar infeksi Tuberkulosis tidak
mempengaruhi kesehatan janin. Selain pemeriksaaan tersebut diatas,
apabila diperlukan dapat dilakukan pemeriksaan penunjang lainnya di
fasilitas rujukan.

9
10) Tatalaksana/penanganan Kasus
Berdasarkan hasil pemeriksaan antenatal di atas dan hasil pemeriksaan
laboratorium, setiap kelainan yang ditemukan pada ibu hamil harus
ditangani sesuai dengan standar dan kewenangan tenaga kesehatan.
Kasus-kasus yang tidak dapat ditangani dirujuk sesuai dengan sistem
rujukan.
11) KIE Efektif
KIE efektif dilakukan pada setiap kunjungan antenatal yang meliputi: a.
Kesehatan ibu

Setiap ibu hamil dianjurkan untuk memeriksakan kehamilannya secara


rutin ke tenaga kesehatan dan menganjurkan ibu hamil agar
beristirahat yang cukup selama kehamilannya (sekitar 910 jam per
hari) dan tidak bekerja berat.
b. Perilaku hidup bersih dan sehat
Setiap ibu hamil dianjurkan untuk menjaga kebersihan badan selama
kehamilan misalnya mencuci tangan sebelum makan, mandi 2 kali
sehari dengan menggunakan sabun, menggosok gigi setelah sarapan
dan sebelum tidur serta melakukan olah raga ringan.
c. Peran suami/keluarga dalam kehamilan dan perencanaan persalinan
Setiap ibu hamil perlu mendapatkan dukungan dari keluarga terutama
suami dalam kehamilannya. Suami, keluarga atau masyarakat perlu
menyiapkan biaya persalinan, kebutuhan bayi, transportasi rujukan
dan calon donor darah. Hal ini penting apabila terjadi komplikasi
kehamilan, persalinan, dan nifas agar segera dibawa ke fasilitas
kesehatan.
d. Tanda bahaya pada kehamilan, persalinan dan nifas serta kesiapan
menghadapi komplikasi
Setiap ibu hamil diperkenalkan mengenai tanda-tanda bahaya baik
selama kehamilan, persalinan, dan nifas misalnya perdarahan pada
hamil muda maupun hamil tua, keluar cairan berbau pada jalan lahir
saat nifas, dsb. Mengenal tanda-tanda bahaya ini penting agar ibu
hamil segera mencari pertolongan ke tenaga kesehtan kesehatan.

e. Asupan gizi seimbang


Selama hamil, ibu dianjurkan untuk mendapatkan asupan makanan
yang cukup dengan pola gizi yang seimbang karena hal ini penting
untuk proses tumbuh kembang janin dan derajat kesehatan ibu.
Misalnya ibu hamil disarankan minum tablet tambah darah secara
rutin untuk mencegah anemia pada kehamilannya.
f. Gejala penyakit menular dan tidak menular.
Setiap ibu hamil harus tahu mengenai gejala-gejala penyakit menular
(misalnya penyakit IMS,Tuberkulosis) dan penyakit tidak menular

10
(misalnya hipertensi) karena dapat mempengaruhi pada kesehatan ibu
dan janinnya.
g. Penawaran untuk melakukan konseling dan testing HIV di daerah
tertentu (risiko tinggi).
Konseling HIV menjadi salah satu komponen standar dari pelayanan
kesehatan ibu dan anak. Ibu hamil diberikan penjelasan tentang risiko
penularan HIV dari ibu ke janinnya, dan kesempatan untuk
menetapkan sendiri keputusannya untuk menjalani tes HIV atau tidak.
Apabila ibu hamil tersebut HIV positif maka dicegah agar tidak terjadi
penularan HIV dari ibu ke janin, namun sebaliknya apabila ibu hamil
tersebut HIV negatif maka diberikan bimbingan untuk tetap HIV negatif
selama kehamilannya, menyusui dan seterusnya.
h. Inisiasi Menyusu Dini (IMD) dan pemberian ASI ekslusif Setiap ibu hamil
dianjurkan untuk memberikan ASI kepada bayinya segera setelah bayi
lahir karena ASI mengandung zat kekebalan tubuh yang penting untuk
kesehatan bayi. Pemberian ASI dilanjutkan sampai bayi berusia 6 bulan.
i. KB paska persalinan
Ibu hamil diberikan pengarahan tentang pentingnya ikut KB setelah
persalinan untuk menjarangkan kehamilan dan agar ibu punya waktu
merawat kesehatan diri sendiri, anak, dan keluarga.
j. Imunisasi
Setiap ibu hamil harus mendapatkan imunisasi Tetanus Toksoid (TT)
untuk mencegah bayi mengalami tetanus neonatorum.
k. Peningkatan kesehatan intelegensia pada kehamilan (Brain booster)
Untuk dapat meningkatkan intelegensia bayi yang akan dilahirkan, ibu
hamil dianjurkan untuk memberikan stimulasi auditori dan pemenuhan
nutrisi pengungkit otak (brain booster) secara bersamaan pada periode
kehamilan.

G. Dokumentasi
Untuk menyelenggarakan pelayanan antenatal terpadu diperlukan suatu manajemen
berbasis data. Kementerian Kesehatan menetapkan norma, standar, prosedur dan
kriteria (NSPK) untuk pelayanan antenatal terpadu, termasuk melakukan advokasi,
fasilitasi, pendampingan, koordinasi, pemantauan dan evaluasi penyelenggaraan
dan pelayanan antenatal terpadu.

1. Input
Input yang diperlukan untuk menyelenggarakan pelayanan antenatal terpadu
antara lain meliputi:

a) Adanya norma, standar, prosedur dan kriteria (NSPK) pelayananantenatal


terpadu.

11
b) Adanya perencanaan dan penganggaran tahunan tingkat pusat,provinsi
dan kabupaten/kota untuk penyelenggaraan pelayanan antenatal terpadu
di fasilitas pelayanan kesehatan.
c) Adanya sarana dan fasilitas kesehatan sesuai standar dalam
menyelenggarakan pelayanan antenatal terpadu.
d) Adanya logistik yang dibutuhkan untuk mendukung
penyelenggaraanpelayanan antenatal terpadu.
e) Adanya tenaga pengelola program KIA yang sesuai untuk
mengelolapelayanan antenatal terpadu di tingkat propinsi dan
kabupaten/kota.
f) Adanya tenaga kesehatan untuk memberikan pelayanan antenatal terpadu
sesuai standar.
g) Adanya informasi sistem dan tempat rujukan bagi masing-masingkasus
dalam pelaksanaan pelayanan antenatal terpadu.
h) Adanya informasi status endemisitas dan daerah berisiko tinggipenyakit
yang mempengaruhi kehamilan.
i) Adanya pedoman pelaksanaan program terkait dengan pelayanan
antenatal terpadu.
2. Proses
a) Sosialisasi norma, standar, prosedur dan kriteria (NSPK) pelayananantenatal
terpadu secara berjenjang.
b) Penyusunan perencanaan dan penganggaran program KIA tahunantingkat
pusat, provinsi dan kabupaten/kota untuk penyelenggaraan pelayanan
antenatal terpadu di fasilitas pelayanan kesehatan.
c) Melaksanakan pelayanan antenatal terpadu di sarana dan fasilitas
kesehatan.
d) Menggunakan logistik sesuai kebutuhan dalam penyelenggaraanpelayanan
antenatal terpadu.
e) Standarisasi pengelola program KIA dalam penyelenggaraanpelayanan
antenatal terpadu di tingkat propinsi dan kabupaten/kota.
f) Standarisasi tenaga kesehatan dalam memberikan pelayanan antenatal
terpadu.
g) Menggunakan informasi, sistem dan tempat rujukan kasus
dalampelaksanaan pelayanan antenatal terpadu.
h) Menggunakan informasi endemisitas dan daerah berisiko tinggiterjadinya
penyakit terkait kehamilan dalam memberikan pelayanan antenatal terpadu.
i) Menggunakan pedoman pelaksanaan program terkait dalam
menyelenggarakan pelayanan antenatal terpadu.
3. Output:
a) Tersosialisasinya norma, standar, prosedur dan kriteria (NSPK)pelayanan
antenatal terpadu.
b) Terlaksananya pelayanan antenatal terpadu di fasilitas pelayanankesehatan
sesuai perencanaan yang didukung anggaran tahunan di tingkat pusat,
provinsi dan kabupaten/kota.

12
c) Terlaksananya pelayanan antenatal terpadu di sarana dan fasilitas kesehatan
yang telah terstandar.
d) Digunakannya logistik pendukung yang dibutuhkan dalampenyelenggaraan
pelayanan antenatal terpadu.
e) Tenaga pengelola program KIA mampu mengelola pelayananantenatal
terpadu di tingkat propinsi dan kabupaten/kota.
f) Tenaga kesehatan mampu memberikan pelayanan antenatal terpadu sesuai
standar.
g) Digunakannya informasi sistem dan tempat rujukan dalampelaksanaan
pelayanan antenatal terpadu.
Pelayanan antenatal terpadu terlaksana sesuai dengan status endemisitas
dan daerah berisiko tinggi penyakit yang mempengaruhi kehamilan.

h) Digunakan informasi endernisitas dan daerah berisiko tinggi


terjadinyapenyakit terkait kehamilan dalam memberikan pelayanan antenatal
terpadu.
i) Digunakan pedoman pelaksanaan program terkait dalam menyelenggarakan
pelayanan antenatal terpadu.

BAB II

STANDAR KETENAGAAN

A. Kualifikasi Sumber Daya Manusia pelayanan klinis

Pelayanan antenatal terpadu diberikan oleh tenaga kesehatan yang kompeten


yaitu dokter, bidan dan perawat terlatih, sesuai dengan ketentuan yang
berlaku.

Berikut ini tenaga kesehatan pada pelayanan klinis yang ada di Puskesmas
Kedungjati:

Pelayanan Profesi Petugas

dr. Wahyu Indarti

Dokter umum dr.Harjoko

Ruang Pemeriksaan dr.Herry Yurianto


Umum dan lansia
Hadi Surahman, AMD

13
Perawat Mardoyo,AMD

Asrodin,AMD

Wiwit Dili AMK

Ruang Pemeriksaan gigi Dokter gigi Drg.Aulia


dan mulut

Perawat gigi Agus Toha,AMD

Ruang KIA Bidan Sri Mulyani, SKM

Ruang KB Bidan Sri Supatmi, Amd. Keb

Ruang MTBS Bidan Murtiana,Amd.Keb

Gizi Klinis Ahli Gizi Ayu Miftah Sari,Amd

Ruang Laboratorium Analis lab Fitri Handayani

Ruang farmasi Apoteker Sari Wiendarti,S.Apt

Ruang Gawat Darurat Perawat Novita Anggun, Ns

Ruang Rawat Inap Perawat Sri Ismiyati,Ns

Ruang Persalinan Bidan Sri Supatmi,Amd.Keb

B. Distribusi Ketenagaan dan pengaturan jadwal kegiatan


 Dokter setiap hari bertugas di ruang pemeriksaan umum, ruang gawat
darurat,Rawat Inap dan Pustu. Jumlah dokter ada 2 (dua) yang masing-
masing mempunyai tugasnya sendiri-sendiri sesuai jadwal. Bila ada
pertemuan yang menyangkut upaya klinis yang menjadi tugas keseharian
dokter atau yang berkaitan dengan tugas integrasinya, maka akan didisposisi
untuk melakukan pertemuan, tanpa mengganggu pelayanan karena semua
dokter saling mengisi dan bekerjasama

14
 Perawat setiap hari melakukan tugas sesuai jadwal yang dibuat dan telah
disepakati.Adapun tugas perawat di ruang pemeriksaan umum adalah
membantu tugas dokter dalam melakukan pelayanan kepada pasien,Selain
tugas utamanya,perawat juga diberi tugas lain seperti melakukan P Care
BPJS di akhir pelayanan.
BAB III

STANDAR FASILITAS

A. Denah Ruang

TB Paru Laborat UGD

KIA
MTBS

Konsultasi
KB

BP.Umum

Lansia
Loket Farmasi

Gigi

B. Standar Fasilitas
1. Fasilitas dan sarana
Ruang pelayanan kepada pasien terletak di bangunan depan puskesmas
sehingga memudahkan bagi pasien untuk mengakses. Bagian pendaftaran terletak
di bagian depan gedung, berdekatan dengan pintu masuk pengunjung, sehingga
mudah diakses. Di ruangan ini terdapat meja resepsionis sekaligus meja
kerja.Adapun ruangan untuk menyimpan status pasien ada di ruangan sebelahnya
yang mempunyai pintu tersendiri.

Ruang Pemeriksaan Umum merupakan ruangan dengan 1 meja pemeriksaan


dokter dengan bed periksa satu buah. Di bagian depan ruangan ini di sisi pintu
masuk adalah tempat untuk mengukur tinggi badan dan berat badan pasien yang
dilakukan oleh perawat.Disamping itu ruangan ini memiliki seperangkat komputer

15
sebagai salah satu client dari sistem informasi puskesmas yang terhubung dengan
server untuk memasukkan data pasien pada sistem informasi puskesmas.

Ruang Pemeriksaan gigi dan mulut memiliki satu unit kursi gigi beserta
peralatannya, satu meja periksa, 1 lemari peralatan,1 unit sterilisator untuk
memyimpan alat medis yang sudah steril dan wastafel.

Ruang KIA terhubung langsung dengan ruang KB/Imunisasi, sehingga


memudahkan pemberian pelayanan KIA berupa pemeriksaan ibu hamil, pelayanan
KB, pemeriksaan calon pengantin serta pemberian immunisasi pada balita.Ruangan
KIA memiliki meja administrasi, bed pemeriksaan, bed ginekologi, wastafel, lemari
peralatan.

Ruang laboratorium mempunyai meja administrasi, meja kerja sekaligus meja


peralatan, lemari reagen, kulkas, tempat cuci peralatan. Ruang farmasi memiliki
sarana meja kerja, meja tempat menyiapkan resep, lemari obat dan lemari untuk
menyimpan berkas.

2. Peralatan
Ruang Alat

R.Pemeriksaan Umum dan  Tensimeter


lansia  stetoskop
 termometer
 senter
 timbangan
 pengukur tinggi badan
 buku ischihara
 palu hammer
 dokumen untuk kir dokter dan surat sakit

R.Pemeriksaan Gigi dan  scaling elektric


mulut  light curing
 cabut gigi permanen
 tang cabut gigi decidui
 plastis instrumen
 sonde

16
 exavator
 pincet
 kaca mulut
 scalpel
 elevator
 tensimeter
 stetoscope
 dll
R. KIA/KB  tensimeter
 stetoskop
 stetoskop laennec
 termometer
 doppler
 KB set
 USG
 Midline
 Spuit
 Pita pengukur lila
 Hammer
 Pengukur panggul
 Timbangan bayi
 Timbangan dewasa
 Pengukur tinggi badan
R. laboratorium  Centrifuge darah
 Centrifuge urine
 Box fiksasi
 Lampu spiritus
 Objek glass
 Deck glass
 Tabung
 Mikroskop
 Spuit
R. farmasi
 Laminator
 Kalkulator

17
 Plastik obat
 Mesin puyer
 Kertas puyer
 Label obat
 Sendok obat
Loket Pendaftaran  alat tulis
 buku register
 rak status
 komputer
 nomor antrian
 Lemari
R.Persalinan  Partus set
 Stetoscope
 Doppler
 Tensi meter
 Timbangan Dewasa
 Timbangan bayi
 Vacum ekstraksi set
 Leanec
 Midline
 Slim secher
 Oksigen
 Infram warmer
 Incubator
 Hb Set
 Stirilisator
 Nebulizer
 Resusitasi set bayi
R.Rawat Inap dan R.Gawat  Tabung O2 dan humidifier
Darurat  Nebulizer set
 Suction
 Lampu tindakan
 Sterilisator
 Sketsel
 Heacting set

18
 Spuit
 Aligator
 Nierbeken
 Kom
 Tromol kassa
 Timbangan bayi
 Timbangan dewasa
 Stetoscope
 Tensimeter
 Termometer

BAB IV

TATALAKSANA PELAYANAN

Pelayanan antenatal terpadu terdiri dari :


a) Anamnesa
Dalam memberikan pelayanan antenatal terpadu, ada beberapa hal yang
perlu diperhatikan ketika melakukan anamnesa, yaitu:
1. Menanyakan keluhan atau masalah yang dirasakan oleh ibu saat ini.
2. Menanyakan tanda-tanda penting yang terkait dengan masalah
kehamilan dan penyakit yang kemungkinan diderita ibu hamil:
o Muntah berlebihan
Rasa mual dan muntah bisa muncul pada kehamilan muda terutama
pada pagi hari namun kondisi ini biasanya hilang setelah kehamilan
berumur 3 bulan. Keadaan ini tidak perlu dikhawatirkan, kecuali kalau
memang cukup berat, hingga tidak dapat makan dan berat badan
menurun terus.

o Pusing
Pusing biasa muncul pada kehamilan muda. Apabila pusing sampai
mengganggu aktivitas sehari-hari maka perlu diwaspadai.

o Sakit kepala
Sakit kepala yang hebat yang timbul pada ibu hamil mungkin dapat
membahayakan kesehatan ibu dan janin.

o Perdarahan
Perdarahan waktu hamil, walaupun hanya sedikit sudah merupakan
tanda bahaya sehingga ibu hamil harus waspada. o Sakit perut hebat

19
Nyeri perut yang hebat dapat membahayakan kesehatan ibu dan
janinnya.

o Demam
Demam tinggi lebih dari 2 hari atau keluarnya cairan berlebihan dari
liang rahim dan kadang-kadang berbau merupakan salah satu tanda
bahaya pada kehamilan.

o Batuk lama
Batuk lama Lebih dari 2 minggu, perlu ada pemeriksaan lanjut.

Dapat dicurigai ibu menderita TBC.

o Berdebar-debar
Jantung berdebar-debar pada ibu hamil merupakan salah satu
masalah pada kehamilan yang harus diwaspadai. o Cepat lelah

Dalam dua atau tiga bulan pertama kehamilan, biasanya timbul rasa
lelah, mengantuk yang berlebihan dan pusing, yang biasanya terjadi
pada sore hari. Kemungkinan ibu menderta kurang darah. o Sesak
nafas atau sukar bernafas

Pada akhir bulan ke delapan ibu hamil sering merasa sedikit sesak
bila bernafas karena bayi menekan paru-paru ibu. Namun apabila hal
ini terjadi berlebihan maka perlu diwaspadai. o Keputihan yang berbau

Keputihan yang berbau merupakan salah satu tanda bahaya pada ibu
hamil.

o Gerakan janin
Gerakan bayi mulai dirasakan ibu pada kehamilan akhir bulan ke
empat. Apabila gerakan janin belum muncul pada usia kehamilan ini,
gerakan yang semakin berkurang atau tidak ada gerakan maka ibu
hamil harus waspada.

o Perilaku berubah selama hamil, seperti gaduh gelisah, menarik diri,


bicara sendiri, tidak mandi, dsb.
Selama kehamilan, ibu bisa mengalami perubahan perilaku. Hal ini
disebabkan karena perubahan hormonal. Pada kondisi yang
mengganggu kesehatan ibu dan janinnya maka akan dikonsulkan ke
psikiater.

o Riwayat kekerasan terhadap perempuan (KtP) selama kehamilan


Informasi mengenai kekerasan terhadap perempuan terutama ibu
hamil seringkali sulit untuk digali. Korban kekerasan tidak selalu mau
berterus terang pada kunjungan pertama, yang mungkin disebabkan
oleh rasa takut atau belum mampu mengemukakan masalahnya
kepada orang lain, termasuk petugas kesehatan. Dalam keadaan ini,

20
petugas kesehatan diharapkan dapat mengenali korban dan
memberikan dukungan agar mau membuka diri.
3. Menanyakan status kunjungan (baru atau lama), riwayat kehamilan
yang sekarang, riwayat kehamilan dan persalinan sebelumnya dan
riwayat penyakit yang diderita ibu.
4. Menanyakan status imunisasi Tetanus Toksoid.

5. Menanyakan jumlah tablet Fe yang dikonsumsi.


6. Menanyakan obat-obat yang dikonsumsi seperti: antihipertensi,
diuretika, anti vomitus, antipiretika, antibiotika, obat TB, dan
sebagainya.
7. Di daerah endemis Malaria, tanyakan gejala Malaria dan riwayat
pemakaian obat Malaria.
8. Di daerah risiko tinggi IMS, tanyakan gejala IMS dan riwayat penyakit
pada pasangannya. Informasi ini penting untuk langkahlangkah
penanggulangan penyakit menular seksual.
9. Menanyakan pola makan ibu selama hamil yang meliputi jumlah,
frekuensi dan kualitas asupan makanan terkait dengan kandungan
gizinya.
10. Menanyakan kesiapan menghadapi persalinan dan
menyikapikemungkinan terjadinya komplikasi dalam kehamilan, antara
lain:
o Siapa yang akan menolong persalinan?
Setiap ibu hamil harus bersalin ditolong tenaga kesehatan. o Dimana
akan bersalin?

Ibu hamil dapat bersalin di Poskesdes, Puskesmas atau di rumah


sakit? o Siapa yang mendampingi ibu saat bersalin?

Pada saat bersalin, ibu sebaiknya didampingi suami atau keluarga


terdekat. Masyarakat/organisasi masyarakat, kader, dukun dan bidan
dilibatkan untuk kesiapan dan kewaspadaan dalam menghadapi
persalinan dan kegawatdaruratan obstetri dan neonatal

o Siapa yang akan menjadi pendonor darah apabila


terjadipendarahan?
Suami, keluarga dan masyarakat menyiapkan calon donor darah
yang sewaktu-waktu dapat menyumbangkan darahnya untuk
keselamatan ibu melahirkan.

o Transportasi apa yang akan digunakan jika suatu saat harusdirujuk?


Alat transportasi bisa berasal dari masyarakat sesuai dengan
kesepakatan bersama yang dapat dipergunakan untuk mengantar
calon ibu bersalin ke tempat persalinan termasuk tempat rujukan.

21
Alat transportasi tersebut dapat berupa mobil, ojek, becak, sepeda,
tandu, perahu, dsb.

o Apakah sudah disiapkan biaya untuk persalinan?Suami diharapkan


dapat menyiapkan dana untuk persalinan ibu kelak. Biaya persalinan
ini dapat pula berupa tabulin (tabungan ibu bersalin) atau dasolin
(dana sosial ibu bersalin) yang dapat dipergunakan untuk membantu
pembiayaan mulai antenatal, persalinan dan kegawatdaruratan.

Informasi anamnesa bisa diperoleh dari ibu sendiri, suami, keluarga, kader
ataupun sumber informasi lainnya yang dapat dipercaya.
Setiap ibu hamil, pada kunjungan pertama perlu diinformasikan bahwa
pelayanan antenatal selama kehamilan minimal 4 kali dan minimal 1 kali
kunjungan diantar suami.

b) Pemeriksaan
Pemeriksaan dalam pelayanan antenatal terpadu, meliputi berbagai jenis
pemeriksaan termasuk menilai keadaan umum (fisik) dan psikologis
(kejiwaan) ibu hamil.

Tabel 2. Jenis Pemeriksaan Pelayanan Antenatal Terpadu.

Pemeriksaan laboratorium/penunjang dikerjakan sesuai tabel di atas. Apabila


di fasilitas tidak tersedia, maka tenaga kesehatan harus merujuk ibu hamil ke
fasilitas pelayanan kesehatan yang lebih tinggi.

c)Penanganan dan Tindak Lanjut kasus.

22
Berdasarkan hasil anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
laboratorium/ penunjang lainnya, dokter menegakkan diagnosa kerja atau
diagnosa banding, sedangkan bidan/perawat dapat mengenali keadaan
normal dan keadaan bermasalah/tidak normal pada ibu hamil.
Berikut ini adalah penanganan dan tindak lanjut kasus pada pelayanan
antenatal terpadu.

23
Tabel 3. Penanganan dan Tindak Lanjut Kasus

24
Pada setiap kunjungan antenatal, semua pelayanan yang meliputi
anamnesa, pemeriksaan dan penanganan yang diberikan serta rencana
tindak-lanjutnya harus diinformasikan kepada ibu hamil dan suaminya.
Jelaskan tanda-tanda bahaya dimana ibu hamil harus segera datang untuk
mendapat pertolongan dari tenaga kesehatan.
Apabila ditemukan kelainan atau keadaan tidak normal pada kunjungan
antenatal, informasikan rencana tindak lanjut termasuk perlunya rujukan
untuk penanganan kasus, pemeriksaan laboratorium/penunjang, USG,
konsultasi atau perawatan, dan juga jadwal kontrol berikutnya, apabila
diharuskan datang lebih cepat.
Ibu hamil yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga adalah ibu hamil
yang mengalami segala bentuk tindak kekerasan yang berakibat, atau
mungkin berakibat, menyakiti secara fisik, seksual, mental atau
penderitaan; termasuk ancaman dari tindakan tersebut, pemaksaan atau
perampasan semena-mena kebebasan, baik yang terjadi di lingkungan
masyarakat maupun dalam kehidupan pribadi.

Pusat Pelayanan Terpadu (PPT) terhadap korban kekerasan merupakan


tempat dilaksanakannya pelayanan kepada korban kekerasan baik di
rumah sakit umum pemerintah dan swasta termasuk rumah sakit POLRI
secara komprehensif oleh multidisipliner dibawah satu atap (one stop
services).
d). Pencatatan hasil pemeriksaan antenatal terpadu. Pencatatan hasil
pemeriksaan merupakan bagian dari standar pelayanan antenatal

25
terpadu yang berkualitas. Setiap kali pemeriksaan, tenaga kesehatan
wajib mencatat hasilnya pada rekam medis, Kartu Ibu dan Buku KIA.

Pada saat ini pencatatan hasil pemeriksaan antenatal masih sangat


lemah, sehingga data-datanya tidak dapat dianalisa untuk peningkatan
kualitas pelayanan antenatal.

Dengan menerapkan pencatatan sebagai bagian dari standar pelayanan,


maka kualitas pelayanan antenatal dapat ditingkatkan.
e). Komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) yang efektif. KIE yang efektif
termasuk konseling merupakan bagian dari pelayanan antenatal terpadu
yang diberikan sejak kontak pertama untuk membantu ibu hamil dalam
mengatasi masalahnya.

Tabel 4. Materi KIE efektif dalam pelayanan antenatal terpadu

26
BAB V

LOGISTIK

Untuk menunjang terselenggaranya pelayanan klinis yang bermutu, maka


perlu didukung oleh penyediaan logistik yang memadai dan optimal, melalui
perencanaan yang baik dan berdasarkan kebutuhan masyarakat dan usulan
pemegang program yang sudah berdasarkan hasil pemetaan masalah. Ketersediaan
logistik harus dijamin kecukupannya dan pemeliharaan yang sudah dianggarkan dan
dijadwalkan. Pengadaan alat dan bahan dilakukan secara kerjasama dengan
BP3AKB Kecamatan Kedungjati dalam pelaksanaan upaya klinis Puskesmas
diselenggarakan sesuai dengan peraturan yang berlaku

BAB VI

KESELAMATAN PASIEN

Ada enam sasaran keselamatan pasien, yaitu:

1. Tidak terjadinya kesalahan identifikasi pasien


2. Komunikasi efektif
3. Tidak terjadinya kesalahan pemberian obat
4. Tidak terjadinya kesalahan prosedur tindakan medis dan keperawatan
5. Pengurangan terjadinya resiko infeksi di Puskesmas
6. Tidak Terjadinya pasien jatuh

Upaya Puskesmas untuk mencapai enam sasaran keselamatan pasien tersebut


adalah :

1. Melakukan identifikasi pasien dengan benar


Indikator melakukan identifikasi pasien secara benar adalah:

a. Pasien diidentifikasi menggunakan dua identitas pasien, seperti nama


pasien dan tanggal lahir pasien, alamat.
b. Pasien diidentifikasi sebelum melakukan pemberian obat atau tindakan
lainnya.
c. Pasien diidentifikasi sebelum memberikan perawatan atau prosedur
lainnya.
Prosedur dalam identifikasi pasien :
1. Petugas Puskesmas mengidentifikasi pasien dilakukan mulai saat pasien
mendaftar, memperoleh pelayanan sampai pasien pulang.
2. Petugas Puskesmas mengawali dengan memperkenalkan diri pada pasien,
3. Petugas Puskesmas menanyakan data pasien meliputi: nama lengkap
pasien, umur/tanggal lahir dan pernah di rawat di Puskesmas Kedungjati
untuk pencarian nomor rekam medis yang lama (Jangan menyebutkan
nama atau menanyakan apakah nama pasien sudah benar,
Sebaliknya, minta pasien untuk menyebutkan namanya),

27
4. Petugas Puskesmas menggunakan komunikasi aktif (berupa pertanyaan
terbuka) dalam mengidentifikasi pasien ,
5. Petugas Puskesmas memberikan pertanyaan terbuka menanyakan tanggal
lahir pasien/ umur ; “Kapan tanggal lahir/ umur Ibu?”
6. Saat pasien menyebutkan tanggal lahirnya, Petugas Puskesmas
mencocokkan dengan identitas pasien.
7. Petugas Puskesmas dapat melanjutkan pelayanan medis yang akan
diberikannya bila kedua identitas yang disebutkan pasien telah sesuai
dengan yang tercantum dalam identitas,
8. Petugas Puskesmas menjelaskan kepada pasien mengenai pelayanan
medis yang akan diberikannya.

BAB VII

KESELAMATAN KERJA

Dengan meningkatnya pemanfaatan fasilitas pelayanan kesehatan oleh


masyarakat maka tuntutan pengelolaan program Keselamatan Kerja di puskesmas
semakin tinggi, karena Sumber Daya Manusia (SDM) puskesmas,
pengunjung/pengantar pasien, pasien dan masyarakat sekitar puskesmas ingin
mendapatkan perlindungan dari gangguan kesehatan dan kecelakaan kerja, baik
sebagai dampak proses kegiatan pemberian pelayanan maupun karena kondisi
sarana dan prasarana yang ada di puskesmas yang tidak memenuhi standar.

Puskesmas sebagai institusi pelayanan kesehatan bagi masyarakat dengan


karateristik tersendiri yang dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan
kesehatan, kemajuan teknologi, dan kehidupan sosial ekonomi masyarakat yang
harus tetap mampu meningkatkan pelayanan yang lebih bermutu dan terjangkau
oleh masyarakat agar terwujud derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.

Dalam Undang-Undang No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, khususnya


pasal 165 :”Pengelola tempat kerja wajib melakukan segala bentuk upaya kesehatan
melalui upaya pencegahan, peningkatan, pengobatan dan pemulihan bagi tenaga
kerja”. Berdasarkan pasal di atas maka pengelola tempat kerja di puskesmas
mempunyai kewajiban untuk menyehatkan para tenaga kerjanya. Salah satunya
adalah melalui upaya kesehatan kerja disamping keselamatan kerja. Puskesmas
harus menjamin kesehatan dan keselamatan baik terhadap pasien, penyedia
layanan atau pekerja maupun masyarakat sekitar dari berbagai potensi bahaya di
puskesmas.

Program keselamatan kerja di puskesmas merupakan salah satu upaya untuk


meningkatkan mutu pelayanan puskesmas, khususnya dalam hal kesehatan dan
keselamatan bagi SDM puskesmas, pasien, pengunjung/pengantar pasien,
masyarakat sekita.

Tujuan umum

28
Terciptanya lingkungan kerja yang aman, sehat dan produktif untuk SDM
puskesmas, aman dan sehat bagi pasien, pengunjung/pengantar pasien, masyarakat
dan lingkungan sekitar sehingga proses pelayanan puskesmas berjalan baik dan
lancar.

Tujuan khusus

a. Terlindunginya pekerja dan mencegah terjadinya PAK (Penyakit Akibat Kerja) dan
KAK (Kecelakaan Akibat Kerja).
b. Peningkatan mutu, citra dan produktivitas puskesmas.

Alat Keselamatan Kerja

1. Pemadam kebakaran (hidrant)


2. Jas
3. Peralatan pembersih
4. Obat-obatan
5. Kapas
6. Plaster pembalut

Aturan umum dalam tata tertib keselamatan kerja adalah sebagai berikut:

a. Mengenali semua jenis peralatan keselamatan kerja dan letaknya untuk


memudahkan pertolongan saat terjadi kecelakaan kerja.
b. Pakailah jas (dokter, dokter gigi, analis) saat bekerja
c. Harus mengetahui cara pemakaian alat darurat seperti pemadam
kebakaran, eye shower, respirator, dan alat keselamatan kerja yang lainnya.
d. Buanglah sampah pada tempatnya.
e. Lakukan latihan keselamatan kerja secara periodik.
f. Dilarang merokok

BAB VIII

PENGENDALIAN MUTU

Pengendalian mutu (quality control) dalam manajemen mutu merupakan


suatu sistem kegiatan teknis yang bersifat rutin yang dirancang untuk mengukur
dan menilai mutu produk atau jasa yang diberikan kepada pelanggan. Pengendalian
mutu pada pelayanan klinis diperlukan agar produk layanan klinis terjaga kualitasnya
sehingga memuaskan masyarakat sebagai pelanggan.
Ishikawa (1995) menyatakan bahwa pengendalian mutu adalah pelaksanaan
langkah-langkah yang telah direncanakan secara terkendali agar semuanya
berlangsung sebagaimana mestinya, sehingga mutu produk yang direncanakan
dapat tercapai dan terjamin. Dalam pengertian Ishikawa tersirat pula bahwa
pengendalian mutu itu dilakukan dengan orientasi pada kepuasan konsumen. Dalam
bahasa layanan kesehatan keseluruhan proses yang diselenggarakan oleh
puskesmas ditujukan pada pemenuhan kebutuhan masyarakat sebagai konsumen.

29
BAB IX

PENUTUP

Penanggungjawab utama penyelenggaraan seluruh upaya pembangunan


kesehatan di wilayah kabupaten Grobogan adalah dinas kesehatan kabupaten
Grobogan. Sedangkan Puskesmas bertanggungjawab hanya untuk sebagian
upaya pembangunan kesehatan yang dibebankan oleh dinas kesehatan kabupaten
Grobogan sesuai dengan kemampuannya. Tujuan pembangunan kesehatan yang
diselenggarakan oleh Puskesmas adalah mendukung tercapainya tujuan
pembangunan kesehatan nasional. Yakni meningkatkan kesadaran, kemauan dan
kemampuan hidup sehat bagi setiap orang yang bertempat tinggal di wilayah kerja
Puskesmas, agar terwujud derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.

Kepala UPTD Puskesmas


Kedungjati

dr.Wahyu Tri Haryadi MM.


NIP. 19691229 200904 1 001

30

Anda mungkin juga menyukai