Anda di halaman 1dari 111

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Menurut WHO (World Health Organization) terdapat penurunan 45%

kematian ibu akibat komplikasi dan kelahiran, turun dari 523.000 pada tahun 1990

menjadi 289 000 wanita meninggal pada 2013.1 Di Indonesia sampai saat ini AKI

semula 334/100.000 (tahun 1997), dalam kurun waktu 10 tahun turun menjadi

228/100.000 (SDKI 2007), namun hasil SDKI 2012 AKI meningkat menjadi

359/100.000. Sementara AKB turun dari 46/1.000 KH (tahun 1999), menjadi

34/1.000 KH menurut SDKI 2007 dan data hasil SDKI 2012 menunjukkan

penurunan menjadi 32/1.000 KH.1,2,3

AKI merupakan salah satu indikator yang peka terhadap kualitas dan

aksesibilitas fasilitas pelayanan kesehatan. Jumlah ibu yang meninggal akibat

kehamilan, persalinan dan nifas di Aceh masih relatif tinggi, melebihi rata-rata

nasional. Tantangan utama adalah masih rendahnya kesadaran masyarakat tentang

kesehatan ibu hamil dan kurang berfungsinya sistem deteksi dini ibu hamil yang

beresiko tinggi dan sistem rujukan persalinan belum efektif disamping faktor

medis seperti pendarahan, hipertensi saat hamil atau pre eklamasi dan infeksi.2,4

Berdasarkan laporan Dinas Kesehatan Provinsi Aceh, jumlah kematian ibu

yang dilaporkan adalah 149 ibu dari perhitungan AKI di Aceh tahun 2014 sebesar

148,9 per 100.000 Lahir hidup. Bila dibandingkan pada tahun 2013 terjadi

penurunan dari 157,6 per 100.000 lahir hidup menjadi 148,9 per 100.000 lahir

1
2

hidup. Daerah paling banyak memberi kontribusi kematian ibu di Aceh adalah

Kabupaten Aceh Utara sejumlah 29 kematian ibu di ikuti oleh Kabupaten Aceh

Timur sejumlah 11 kematian ibu dan Kabupaten Aceh Singkil, Aceh Tenggara

serta Kabupaten Pidie masing-masing menyumbang 10 kematian ibu. Upaya

efektif untuk menurunkan angka kematian ibu adalah dengan meningkatkan

pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan profesional di fasilitas kesehatan,

meningkatkan penggunaan kontrasepsi paska persalinan dan penanganan

komplikasi maternal. Sedangkan jumlah kematian bayi di Aceh tahun 2014

sebanyak 1456 jiwa dan jumlah lahir hidup sebanyak 100.088 jiwa. Dengan

menggunakan definisi operasional yang telah ditetapkan untuk kedua indikator

tersebut maka AKB di Aceh tahun 2014 sebesar 15 per 1.000 kelahiran hidup.

Angka ini lebih tinggi dari tahun 2013 yaitu sebesar 13 per 1.000 kelahiran hidup.

Berbagai faktor dapat menyebabkan adanya penurunan AKB, diantaranya

pemerataan pelayanan kesehatan berikut fasilitasnya. Hal ini disebabkan AKB

sangat sensitif terhadap perbaikan pelayanan kesehatan.4

Dari analisa penyebab kematian ibu menunjukkan bahwa 90% kematian ibu

terjadi pada saat persalinan dan segera setelah persalinan dengan penyebab utama

kematian ibu adalah hipertensi dalam kehamilan (32%), komplikasi puerperium

(31%), perdarahan post partum (20%), abortus (4%), perdarahan ante partum

(3%), parus lama (1%), kelainan amnion (2%). Proporsi penyebab kematian bayi

di provinsi Aceh pada kelompok umur 0-11 bulan menurut Riskesdas 2013 adalah

asfiksia 9,4%, hipotermi 2,4%, bayi kuning 6,6%, kejang 3,3%, tali pusar merah

6,6%, tali pusar bernanah 6,2%.5,6


3

Masih tingginya AKI dan AKB termasuk neonatal juga dipengaruhi dan

didorong berbagai faktor yang mendasari timbulnya risiko maternal dan atau

neonatal, yaitu faktor-faktor penyakit, masalah gizi dari WUS/ maternal serta

faktor 4T (terlalu muda dan terlalu tua untuk hamil dan melahirkan, terlalu dekat

jarak kehamilan/ persalinan dan terlalu banyak hamil atau melahirkan). Kondisi

tersebut di atas lebih diperparah lagi oleh adanya keterlambatan penanganan kasus

emergensi/komplikasi maternal dan atau neonatal secara adekuat akibat oleh

kondisi 3T (Terlambat), yaitu: 1) Terlambat mengambil keputusan merujuk, 2)

Terlambat mengakses fasilitas pelayanan kesehatan yang tepat, dan 3) Terlambat

memperoleh pelayanan dari tenaga kesehatan yang tepat/ kompeten.7,8

Provinsi Aceh memiliki topografi datar hingga bergunung. Wilayah dengan

topografi daerah datar dan landai sekitar 32 persen dari luas wilayah, sedangkan

berbukit hingga bergunung mencapai sekitar 68 persen dari luas wilayah. Daerah

dengan topografi bergunung terdapat dibagian tengah Aceh yang merupakan

gugusan pegunungan bukit barisan dan daerah dengan topografi berbukit dan

landai terdapat dibagian utara dan timur Aceh. berdasarkan topografi wilayah

kerja puskesmas, wilayah kerja puskesmas sangat terpencil adalah 18,6%,

terpencil 40,8% dan biasa adalah 40,5%. Akses geografis masih menjadi

tantangan pada beberapa daerah. Walaupun median jarak untuk mencapai fasilitas

pelayanan kesehatan di Indonesia. Rata-rata lebih dari 18 persen orang Indonesia

memerlukan jarak tempuh lebih dari satu jam untuk mencapai rumah sakit

pemerintah, lebih dari 40,8% dari penduduk di Aceh mengalami kesusahan akses
4

pelayanan kesehatan. Keterbatasan akses terhadap pelayanan kesehatan

menentukan pemanfaatannya.4,9,10

Melihat permasalahan yang dihadapi maka dalam upaya mempercepat

penurunan AKI dan AKB termasuk Angka Kematian Neonatal (AKN) yang

begitu kompleks maka diperlukan upaya yang lebih keras dan dukungan

komitmen dari seluruh stakeholder baik Pusat maupun daerah, seperti dukungan

dari organisasi profesi dan seminat, masyarakat dan swasta serta LSM baik

nasional maupun internasional. Salah satu upaya yang telah dilaksanakan untuk

mempercepat penurunan AKI dan AKB melalui penanganan obstetri dan neonatal

emergensi/komplikasi di tingkat pelayanan dasar adalah melalui upaya

melaksanakan Puskesmas Mampu Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Dasar

(PONED).8

Menurut The Interntinational Federal on of Gynecology Obstetrics terdapat 4

pintu untuk keluar dari kematian Ibu yaitu: 1) status perempuan dan kesetaraan

gender; 2) Keluarga Berencana dan kesehatan reproduksi; 3) persalinan yang

bersih dan aman oleh tenaga yang kompeten 4) PONED-PONEK. Jadi upaya

PONED hanyalah salah satu upaya dan merupakan upaya terakhir untuk

mencegah kematian ibu.8,11

Tiga fungsi utama puskesmas PONED adalah 1) Penatalaksanaan persalinan

normal, bersih dan aman, 2) Penanganan gawat darurat maternal neonatal, dan 3)

Rujukan tepat waktu atau kasus tidak mampu ditangani.8 Potensi dan tantangan

dalam penurunan kematian ibu dan anak adalah jumlah tenaga kesehatan yang

menangani kesehatan ibu khususnya bidan sudah relatif tersebar ke seluruh


5

wilayah Indonesia, namun kompetensi masih belum memadai. Demikian juga

secara kuantitas, jumlah Puskesmas PONED dan RS PONEK meningkat namun

belum diiringi dengan peningkatan kualitas pelayanan. Peningkatan kesehatan ibu

sebelum hamil terutama pada masa remaja, menjadi faktor penting dalam

penurunan AKI dan AKB.7,8

Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam kasus gawat darurat antara lain

stabilisasi kondisi penderita dengan penggunaan alat kesehatan dan pemberian

obat secara cepat dan tepat, transportasi cepat, dan harus ada tenaga terlatih.

Sesuai dengan tugasnya, maka Puskesmas PONED harus mampu dan siap

melayani 24 jam. Jika masalah kekurangan sumber daya manusia, peralatan dan

perlengkapan dapat diselesaikan, maka pemberian layanan 24 jam ini dapat

menurunkan angka kematian ibu dan bayi secara tajam.12

Studi lain menunjukkan bahwa kurangnya tenaga kesehatan profesional

mengurangi jumlah penawaran pelayanan yang dapat diberikan dalam perawatan

kegawatdaruratan obstetrik 24 jam dan secara signifikan berkaitan dengan kualitas

pelayanan dan tingkat kematian ibu.13 Tenaga kesehatan terlatih harus didukung

oleh sumber daya, motivasi dan sistem untuk mendukung kinerja mereka. Sebagai

contoh, untuk mengurangi angka kematian ibu di Malawi dan negara-negara

dengan tingkat sosial ekonomi yang hampir sama dengan Malawi, upaya yang

harus dilakukan adalah pembenahan Puskesmas PONED dengan pelatihan

petugas dan pemberian peralatan dan perbekalan.14

Charles, et all (2012) yang melakukan penelitian dengan judul Status of

Emergency Obstetric Care in Six Developing Countries Five Years before the
6

MDG Targets for Maternal and Newborn Health, menyatakan bahwa empat tahun

dari tahun 2012, mayoritas perempuan di negara-negara yang disurvei masih tidak

memiliki akses terhadap intervensi yang menyelamatkan jiwa dari komplikasi

kebidanan dan perawatan awal bayi baru lahir. Ketersediaan Perawatan

Kegawatdaruratan Obstetri baik yang Dasar maupun yang Komprehensif

(PONED dan PONEK) masih jauh di bawah tingkat cakupan minimum.

Ketersediaan dan kualitas pelayanan di tingkat fasilitas pelayanan kesehatan perlu

ditingkatkan untuk mengurangi jumlah kematian ibu dan bayi baru lahir, sehingga

untuk mencapai MDG 5 membutuhkan strategi untuk PONED, memastikan

cakupan dan meningkatkan kualitas pelayanan Kegawatdaruratan Obstetri dan

neonatal.15

Hasil penelitian Anne Austin tahun 2015 menyatakan bahwa hambatan dalam

penyediaan pelayanan PONED di Addis Adaba Ethiopia adalah karena kurangnya

infrastruktur transportasi dan komunikasi, kepadatan pasien di rumah sakit

rujukan, kurangya pelatihan petugas dan tidak adanya pengawasan yang

mendukung.16

Badan kesehatan dunia (WHO) menargetkan agar minimal terdapat empat

Puskesmas PONED di tiap kabupaten/kota. Sampai dengan tahun 2014 jumlah

kumulatif Puskesmas PONED sebanyak 2.855 unit. Terdapat 347 kabupaten/kota

(67,77%) yang telah memenuhi syarat minimal tersebut. Angka ini lebih tinggi

dibandingkan tahun 2013 sebesar 333 kabupaten/kota (67%). Pada tahun 2014,

jumlah kabupaten/kota yang hanya memiliki satu sampai dengan tiga Puskesmas
7

PONED sebanyak 130 dan terdapat 34 kabupaten/kota yang belum memiliki

Puskesmas PONED.2

Keberadaan Puskesmas mampu PONED adalah salah satu jawaban untuk

mendekatkan akses masyarakat terhadap pelayanan kebidanan dan bayi baru lahir

untuk mencegah komplikasi dan/atau mendapatkan pelayanan pertama saat terjadi

kegawatdaruratan kebidanan dan bayi baru lahir, dengan persyaratan pelayanan

yang diberikan memenuhi standar pelayanan yang adekuat. Namun demikian,

cakupan dan kualitas pelayanan dasar tampaknya masih perlu ditingkatkan. Dari

data Risfaskes 2011 didapatkan fakta bahwa 241 kabupaten di Indonesia (60 %)

belum mempunyai 4 buah Puskesmas PONED per kabupaten seperti yang

dipersyaratkan. Hanya di 69,7% Puskesmas tersedia alat pemeriksaan

Haemoglobin dan hanya di 42,6% puskesmas PONED tersedia MgSO4,

sementara perdarahan dan Eklampsia merupakan dua penyebab kematian

terbanyak. Dari seluruh Puskesmas perawatan, termasuk PONED, hanya 76,5%

Puskesmas perawatan yang mempunyai alat transportasi (ambulans atau perahu

motor). Sebagian besar kegawatdaruratan kebidanan dan bayi baru lahir bisa

ditangani di fasilitas kesehatan dasar dengan teknologi yang sederhana, sehingga

dengan memperbaiki kualitas penanganan gawat darurat kebidanan dan bayi baru

lahir di puskesmas seharusnya memberikan kontribusi yang cukup besar untuk

pencegahan kematian ibu dan bayi baru lahir.6,17

Penelitian yang dilakukan oleh Mujiati dkk tentang kesiapan Puskesmas

PONED di lima regional Indonesia Sumber data dari hasil Riset Fasilitas

Kesehatan tahun 2011. Variabel tenaga kesehatan terlatih, pelayanan 24 jam, alat
8

kesehatan dan obat serta alat transportasi dikelompokkan berdasarkan 5 regional

(Sumatera, Jawa-Bali, Kalimantan, Sulawesi, dan Indonesia Bagian Timur). Dari

1.446 Puskesmas PONED, sebanyak 88,7% Puskesmas memberikan pelayanan 24

jam, melibatkan dokter 79,9%, bidan 96,1%, dan perawat 32,8%. Dari 17 jenis

obat dan 26 alat kesehatan (alkes) standar pelayanan PONED, rata-rata angka

ketersediaan di Puskesmas PONED hanya 6,06 jenis obat dan 14,12 alkes

PONED, sedangkan untuk angka kecukupan, rata-ratanya adalah 5,54 jenis obat

dan 12,43 alkes PONED. Sebanyak 53,3% Puskesmas PONED memiliki

Puskesmas Keliling, 43,0% memiliki ambulans, dan hanya 3,7% yang memiliki

perahu bermotor. Berdasarkan lima regional di Indonesia, terdapat perbedaan

kesiapan Puskesmas PONED dalam hal pelayanan 24 jam, tenaga kesehatan

terlatih, obat dan alkes, serta alat transportasi. Namun secara keseluruhan,

regional Jawa-Bali lebih siap dibandingkan dengan regional lain. Perlu perhatian

dan intervensi untuk meningkatkan kesiapan puskesmas PONED, terutama

meningkatkan ketersediaan dan kecukupan alat dan obat PONED, melibatkan

tenaga bidan dan perawat dalam pelayanan PONED, serta menyediakan dan

memfungsikan pusling dan ambulans untuk pelayanan PONED.12

Provinsi Aceh terdiri dari 23 Kabupaten/Kota memiliki jumlah puskesmas

sebanyak 337 puskesmas dengan rasio 2,14 puskesmas per 30.000 penduduk yang

terdiri dari 143 puskesmas rawat inap dan 194 puskesmas non rawat inap. Dari

337 Puskesmas, 58 Puskesmas sudah mampu memberikan Pelayanan Obstetri dan

Neonatal Emergensi Dasar (PONED), namun jumlah ini masih dibawah target 92

Puskesmas sesuai dengan standard Kementerian Kesehatan (1 Puskesmas


9

PONED/50.000 penduduk). Persentase kabupaten/kota yang telah memenuhi

syarat minimal empat Puskesmas PONED sebesar 56,52%. Untuk mendekatkan

pelayanan kesehatan kepada masyarakat, jejaring pelayanan kesehatan dasar

seperti Pustu, Poskesdes, Polindes dan Posyandu juga terus meningkat walaupun

belum merata diseluruh daerah, terutama di Daerah Terpencil, Perbatasan dan

Kepulauan (DTPK). Jumlah fasilitas pelayanan kesehatan rujukan (rumah sakit

umum - RSU) juga sudah tersedia di seluruh kabupaten/kota. Sekarang ini ada 58

Rumah Sakit diseluruh Aceh yang terdiri dari 32 RSU pemerintah dan 26 RSU

swasta, 17 diantaranya telah mampu melaksanakan Pelayanan Obstetri dan

Neonatal Emergensi Komprehensif (PONEK).2,4

Hasil survey pendahuluan yang dilaksanakan di 3 Kabupaten yaitu

Kabupaten Pidie yang memiliki 3 Puskesmas PONED, Kabupaten Pidie Jaya 3

Puskesmas PONED dan Kabupaten Bireuen 9 Puskesmas PONED, melalui

wawancara dengan kepala Puskesmas, Bidan KIA di Puskesmas dan perawat

menunjukkan bahwa PONED belum dapat berjalan disebabkan karena selama

ini belum ada dokter yang bertugas 24 jam, belum adanya sarana & prasarana

yang memadai, belum ada petugas/tenaga kesehatan yang telah mendapatkan

Pelatihan Penanganan Gawat Darurat (PPGD), struktur organisasi dan kebijakan

yang belum memadai terlaksananya puskesmas PONED.

Dari survey pendahuluan yang dilakukan pada 3 Kabupaten/Kota di Provinsi

Aceh yang telah mampu PONED didapatkan data :


10

Tabel 1.1. Kategori Puskesmas PONED

NO. Nama Kabupaten Struktur Tenaga Khusus Sarana Prasarana


dan PUSKESMAS Organisasi PONED PONED
PONED
Kabupaten Pidie
1. Puskesmas Kembang Tidak Ada Tidak Memadai Tidak Memadai
tanjong
2. Puskesmas Reubee Tidak Ada Tidak Memadai Tidak Memadai
3. Puskesmas Tangse Tidak Ada Tidak Memadai Memadai
Kabupaten Pidie Jaya
1. Puskesmas Bandar Tidak Ada Tidak Memadai Tidak Memadai
Baru
2. Puskesmas Bandar Tidak Ada Tidak Memadai Tidak Memadai
Dua
3. Puskesmas Ada Memadai Memadai
Meureudeu
Kabupaten Bireun
1. Puskesmas Tidak Ada Tidak Memadai Tidak Memadai
Samalanga
2. Puskesmas Jeunieb Tidak Ada Tidak Memadai Tidak Memadai
3. Puskesmas Peudada Tidak Ada Tidak Memadai Tidak Memadai
4. Puskesmas Juli Tidak Ada Tidak Memadai Tidak Memadai
5. Puskesmas Tidak Ada Tidak Memadai Tidak Memadai
Peusangan
6. Puskesmas Tidak Ada Tidak Memadai Tidak Memadai
Peusangan Selatan
7. Puskesmas Kuta Ada Memadai Memadai
Blang
8. Puskesmas Makmur Tidak Ada Tidak Memadai Tidak Memadai
9. Puskesmas Ada Memadai Memadai
Gandapura

Dari tabel di atas dapat disimpulkan bahwa dari 15 Puskesmas PONED yang

tersebar di 3 Kabupaten, 3 puskesmas yang aktif yaitu Puskesmas Gandapura,

Kuta Blang dan Meureudeu yang PONED-nya dapat berjalan sedangkan 12

Puskesmas yang lain belum dapat berjalan seperti yang diharapkan. Salah satu

kendala yang dialami Puskesmas PONED tersebut adalah tenaga kesehatan yang

dilatih PONED khususnya bidan. Bidan di Puskesmas yang telah dilatih PPGD

pindah di Puskesmas lain, dokter yang telah dilatih PPGD berdomisili jauh dari
11

Puskesmas.

Sumber daya manusia yang bertugas memberikan pelayanan terutama dokter

jumlahnya masih terbatas dan tidak adanya dokter Obgyn yang memberikan

pelayanan sekaligus pelindung menjadi alasan yang utama sehingga pasien lebih

memilih ke RS terdekat yang memiliki dokter Obsgyn. Selain hal tersebut di

atas juga belum adanya supervisi rutin dari Dinas Kesehatan Kabupaten

terhadap pelaksanaan PONED. Dinas Kesehatan Provinsi Aceh telah

melaksanakan upaya antara lain revitalisasi PONED, pemenuhan fasilitas dan

sarana pelayanan yang memadai serta penetapan tarif PONED yang akan di

Perda-kan.

Berjalan baik atau tidaknya sebuah program PONED dipengaruhi oleh

beberapa variabel yaitu sumberdaya, sarana prasarana, penyelenggaraan

pelayanan kegawatdaruratan dan kebijakan. Keempat variabel tersebut saling

mendukung dan mempengaruhi sehingga penelitian ini bertujuan menganalisis

faktor-faktor yang berhubungan dengan aktifitas Puskesmas PONED di Provinsi

Aceh. Adanya disparitas antar Kabupaten menyebabkan permasalahan yang

berbeda, sehingga memerlukan intervensi yang berbeda pula.

Tema sentral dalam penelitian ini adalah tingginya Angka Kematian Ibu
(AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) di Indonesia. Masih tingginya AKI dan
AKB dipengaruhi dan didorong berbagai faktor yang mendasari timbulnya risiko
maternal dan atau neonatal serta keterlambatan penanganan kasus
emergensi/komplikasi maternal dan neonatal secara adekuat. Salah satu upaya
yang telah dilaksanakan untuk mempercepat penurunan AKI dan AKB melalui
penanganan obstetri dan neonatal emergensi/komplikasi di tingkat pelayanan
dasar adalah melalui Upaya melaksanakan Puskesmas Mampu Pelayanan Obstetri
Neonatal Emergensi Dasar (PONED). Berbagai upaya yang dilaksanakan dalam
PONED antara lain peningkatan pengetahuan dan ketrampilan tim dalam
penyelenggaraan PONED, pemenuhan tenaga kesehatan, pemenuhan ketersediaan
peralatan, obat dan bahan habis pakai serta manajemen penyelenggaraannya.
12

Potensi dan tantangan dalam penurunan kematian ibu dan bayi adalah
keterbatasan sumberdaya manusia, sarana dan prasarana pelayanan, kurangnya
koordinasi, pembinaan terhadap pelayanan emergensi neonatal belum memadai.
Agar Puskesmas mampu PONED sebagai salah satu simpul dari sistem
penyelenggaraan pelayanan kesehatan maternal neonatal emergensi dapat
memberikan kontribusi pada upaya penurunan AKI dan AKB maka perlu
dilaksanakan dengan baik agar dapat dioptimalkan fungsinya. PONED di provinsi
Aceh masih belum semuanya berfungsi dengan baik. Belum pernah dilakukan
penelitian mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan aktifitas Puskesmas
PONED di Provinsi Aceh sehingga menjadi sangat penting untuk dilakukan
penelitian tentang hal tersebut.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas dapat dirumuskan masalah

penelitian sebagai berikut:

1) Apakah terdapat hubungan antara faktor sumber daya manusia dengan

aktifitas Puskesmas PONED di Wilayah Bagian Utara Provinsi Aceh?

2) Apakah terdapat hubungan antara faktor sarana prasarana dengan aktifitas

Puskesmas PONED di Wilayah Bagian Utara Provinsi Aceh?

3) Apakah terdapat hubungan antara faktor penyelenggaraan pelayanan

kegawatdaruratan dengan aktifitas Puskesmas PONED di Wilayah Bagian

Utara Provinsi Aceh?

4) Apakah terdapat hubungan antara faktor syarat administrasi puskesmas

PONED dengan aktifitas Puskesmas PONED di Wilayah Bagian Utara

Provinsi Aceh?

5) Apakah faktor dominan yang paling berhubungan dengan aktifitas Puskesmas

PONED di Wilayah Bagian Utara Provinsi Aceh.


13

1.3. Tujuan Penelitian

1) Menganalisis hubungan sumber daya manusia dengan aktifitas Puskesmas

PONED di Wilayah Bagian Utara Provinsi Aceh.

2) Menganalisis hubungan sarana prasarana dengan aktifitas Puskesmas PONED

di Wilayah Bagian Utara Provinsi Aceh.

3) Menganalisis hubungan penyelenggaraan pelayanan kegawatdaruratan dengan

aktifitas Puskesmas PONED di Wilayah Bagian Utara Provinsi Aceh.

4) Menganalisis hubungan syarat administrasi puskesmas PONED dengan

aktifitas Puskesmas PONED di Wilayah Bagian Utara Provinsi Aceh.

5) Menganalis faktor-faktor yang berhubungan secara simultan dengan aktifitas

Puskesmas PONED di Wilayah Bagian Utara Provinsi Aceh.

1.4 Kegunaan Penelitian

Kegunaan penelitian ini terdapat dua aspek yaitu :

1.4.1 Kegunaan Teoritis

1) Hasil penelitian ini sebagai bahan informasi dan kontribusi bagi pemerintah

daerah terutama Dinas Kesehatan dan Rumah Sakit mengenai kebijakan yang

berkaitan dengan pelaksanaan PONED.

2) Hasil penelitian ini sebagai masukan dalam mengelola penyelenggaran dan

persiapan perencanaan dalam meningkatkan fungsi Puskesmas Mampu

PONED.
14

1.4.2 Kegunaan Praktis

1) Instansi Kesehatan

(1) Hasil penelitian dapat memberikan masukan bagi Dinas Kesehatan

Provinsi dan organisasi profesi dalam penyelenggaraan dan berfungsinya

kembali puskesmas mampu PONED.

(2) Hasil penelitian dapat menjadi acuan dalam pendekatan dan sosialisasi

program puskesmas mampu PONED.

(3) Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi masukan dalam upaya

peningkatan mutu dan kemampuan pelaksanaan program puskesmas

mampu PONED.

(4) Hasil penelitian diharapkan dapat membantu para pembuat keputusan

mendapatkan data yang akurat sesuai kenyataan di lapangan sehingga

kebijakan dan strategi pembangunan kesehatan yang dilakukan tepat dan

efisien.

2) Puskesmas PONED

(1) Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi acuan pengorganisasian

PONED yang lengkap dan job description yang jelas

(2) Hasil penelitian diharapkan dapat membantu mengoptimalkan peran

tenaga kesehatan untuk memberikan pelayanan PONED sesuai dengan

standar yang diharapkan

(3) Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi acuan untuk membentuk

komitmen manajemen penyelenggaraan puskesmas mampu PONED.


15

BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

2.1 Kajian Pustaka

2.1.1 Puskesmas

Pusat Kesehatan Masyarakat yang selanjutnya disebut Puskesmas adalah

fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan

masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama, dengan lebih

mengutamakan upaya promotif dan preventif, untuk mencapai derajat kesehatan

masyarakat yang setinggi-tingginya di wilayah kerjanya. Upaya Kesehatan

Masyarakat yang selanjutnya disingkat UKM adalah setiap kegiatan untuk

memelihara dan meningkatkan kesehatan serta mencegah dan menanggulangi

timbulnya masalah kesehatan dengan sasaran keluarga, kelompok, dan

masyarakat.18

Puskesmas adalah unit pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten/kota yang

bertanggungjawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah

kerja.8

1) Unit Pelaksana Teknis

Sebagai unit pelaksana teknis Dinas Kesehatan kabupaten/kota (UPTD),

Puskesmas berperan menyelenggarakan sebagian dari tugas teknis operasional

Dinas Kesehatan kabupaten/kota dan merupakan unit pelaksana tingkat pertama

serta ujung tombak pembangunan kesehatan di Indonesia.


16

2) Pembangunan Kesehatan

Pembangunan kesehatan adalah penyelenggaraan upaya kesehatan oleh

bangsa Indonesia untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan

hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang

optimal.

3) Penanggungjawab Penyelenggaraan.

Penanggungjawab utama penyelenggaraan seluruh upaya pembangunan

kesehatan di wilayah kabupaten/kota adalah Dinas Kesehatan kabupaten/kota,

sedangkan Puskesmas bertanggungjawab hanya sebagian upaya pembangunan

kesehatan yang dibebankan oleh Dinas Kesehatan kabupaten/kota sesuai dengan

kemampuannya.

2.1.2 Peningkatan Fungsi Puskesmas Rawat Inap Menjadi Puskesmas

Mampu Poned

Kunci keberhasilan PONED adalah dilaksanakannya penyelenggaraan

puskesmas mampu PONED secara efektif, antara lain dengan mengevaluasi

tenaga pelaksana yang sesuai dengan kompetensinya, meningkatkan kemampuan

teknis petugas, dan mengatur penyelenggaraan pelayanan secara optimal. Selain

itu diperlukan pula dukungan lintas program dan lintas sektor terkait. Peningkatan

kemampuan teknis petugas yang disertai dengan pembinaan secara

berkesinambungan dapat meningkatkan kinerja petugas dan bisa berdampak pada

peningkatan kualitas pelayanan.19

Kriteria Puskesmas yang siap untuk di tingkatkan menjadi Puskesmas mampu

PONED:8,19
17

1) Puskesmas rawat inap yang dilengkapi fasilitas untuk pertolongan persalinan,

tempat tidur rawat inap sesuai kebutuhan untuk pelayanan kasus obstetri dan

neonatal emergensi/komplikasi.

2) Letaknya strategis dan mudah diakses oleh Puskesmas/ Fasyankes non

PONED dari sekitarnya.

3) Puskesmas telah mampu berfungsi dalam penyelenggaraan Upaya Kesehatan

Perorangan (UKP) dan tindakan mengatasi kegawat-daruratan, sesuai dengan

dan kewenangannya serta dilengkapi dengan sarana prasarana yang

dibutuhkan.

4) Puskesmas telah dimanfaatkan masyarakat dalam/ luar wilayah kerjanya

sebagai tempat pertama mencari pelayanan, baik rawat jalan ataupun rawat

inap serta persalinan normal.

5) Mampu menyelenggarakan UKM dengan standar.

6) Jarak tempuh dari lokasi pemukiman sasaran, pelayanan dasar dan Puskesmas

non PONED ke Puskesmas mampu PONED paling lama 1 jam dengan

transportasi umum mengingat waktu paling lama untuk mengatasi perdarahan

2 jam dan jarak tempuh Puskesmas mampu PONED ke RS minimal 2 jam

Kriteria Puskesmas mampu PONED yaitu:8,19

1) Memenuhi kriteria puskesmas rawat inap yang siap untuk ditingkatkan

menjadi puskesmas PONED seperti tercantum dalam butir A.

2) Mempunyai Tim inti yang terdiri atas Dokter, Perawat dan Bidan sudah dilatih

PONED, bersertifikat dan mempunyai kompetensi PONED, serta tindakan


18

mengatasi kegawatdaruratan medik umumnya dalam rangka mengkondisikan

pasien emergensi/komplikasi siap dirujuk dalam kondisi stabil.

3) Mempunyai cukup tenaga Dokter, Perawat dan Bidan lainnya, yang akan

mendukung pelaksanaan fungsi PONED di Puskesmas/Fasyankes tingkat

dasar.

4) Difungsikan sebagai Pusat rujukan antara kasus obstetric dan neonatal

emergensi/komplikasi, dalam satu regional wilayah rujukan kabupaten.

5) Puskesmas telah mempunyai peralatan medis, non medis, obat-obatan dan

fasilitas tindakan medis serta rawat inap, minimal untuk mendukung

penyelenggaraan PONED.

6) Kepala Puskesmas mampu PONED sebagai penanggungjawab program harus

mempunyai kemampuan manajemen penyelenggaraan PONED.

7) Puskesmas mampu PONED mempunyai komitmen untuk menerima rujukan

kasus kegawat-daruratan medis kasus obstetri dan neonatal dari Fasyankes di

sekitarnya.

8) Adanya komitmen dari para stakeholders yang berkaitan dengan upaya untuk

memfungsikan Puskesmas mampu PONED dengan baik yaitu:

(1) RS PONEK terdekat baik milik pemerintah maupun swasta, bersedia

menjadi pengampu dalam pelaksanaan PONED di Puskesmas

(2) Kepala Dinas Kesehatan kabupaten/kota bersama RS kabupaten/kota dan

RS PONEK terdekat dalam membangun sistem rujukan dan pembinaan

medis yang berfungsi efektif-efisien.


19

(3) Adanya komitmen dukungan dari BPJS Kesehatan untuk mendukung

kelancaran pembiayaan Upaya Kesehatan Perorangan (UKP) dalam

rangka Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

(4) Dukungan Bappeda dan Biro Keuangan Pemda dalam pengintegrasian

perencanaan pembiayaan Puskesmas mampu PONED dalam sistem yang

berlaku.

(5) Dukungan Badan Kepegawaian Daerah dalam kesinambungan keberadaan

tim PONED di Puskesmas.

(6) Dukungan politis dari Pemerintah daerah dalam bentuk regulasi (Perbup,

Perwali atau SK Bupati / Walikota) dalam mempersiapkan sumber daya

dan atau dana operasional, untuk berfungsinya Puskesmas mampu

PONED secara efektif dan efisien.

Seluruh petugas Puskesmas mampu PONED melakukan pelayanan dengan

nilai-nilai budaya: kepuasan pelanggan adalah kepuasan petugas Puskesmas,

berkomitmen selalu memberi yang terbaik, memberi pelayanan dengan hati

(dengan penuh rasa tanggung jawab untuk berkarya dan berprestasi mandiri bukan

karena diawasi), peduli pada kebutuhan masyarakat, selalu memberikan yang

terbaik pada setiap pelanggan.8,18,19

2.1.3 Tujuan Puskesmas PONED

Puskesmas PONED bertujuan untuk : 1) Mampu menangani kasus ibu dan

bayi normal; 2) Mampu menangani kasus-kasus gawat-darurat atau emergensi

maternal dan neonatal dasar secara tepat dan cepat; 3) Melaksanakan rujukan

secara cepat dan tepat untuk kasus-kasus yang tidak dapat di tangani di
20

puskesmas; 4) Bagi Puskesmas PONED yang tim PONED-nya tidak lengkap lagi,

tujuannya adalah penanganan kasus di sesuaikan dengan kewenangannya. Dalam

hal ini melakukan stabilisasi dan segera melakukan rujukan secara benar, cepat

dan tepat; 5) Melakukan pelayanan tindak lanjut pasca-rujukan setelah kembali

dari tempat rujukan (rumah sakit).8

2.1.5 Kriteria Puskesmas PONED

Puskesmas mampu PONED yang merupakan bagian dari jaringan pelayanan

obstetrik dan neonatal di Kabupaten/Kota sangat spesifik daerah, namun untuk

menjamin kualitas, perlu ditetapkan beberapa kriteria pengembangan. Berikut

beberapa kriteria puskesmas PONED:8

1) Puskesmas dengan sarana pertolongan persalinan.

Dari beberapa puskesmas yang ada diutamakan puskesmas dengan tempat

perawatan/ puskesmas dengan ruang rawat inap.

2) Puskesmas sudah berfungsi/menolong persalinan.

Puskesmas harus telah berfungsi/menolong persalinan sehingga sudah

memiliki pengalaman dalam membantu melahirkan.

3) Mempunyai fungsi sebagai sub senter rujukan

4) Jumlah dan jenis tenaga kesehatan yang perlu tersedia

Sekurang-kurangnya seorang dokter dan seorang bidan terlatih GDON dan

seorang perawat terlatih PPGDON. Tenaga tersebut bertempat tinggal di

sekitar lokasi puskesmas mampu PONED.

5) Jumlah dan jenis sarana kesehatan yang perlu tersedia


21

Sarana kesehatan yang harus dimiliki oleh puskesmas mampu PONED

sekurang-kurangnya adalah:

(1) Alat dan obat

(2) Ruangan tempat menolong persalinan

Ruangan ini dapat memanfaatkan ruangan yang sehari-hari digunakan oleh

pengelola program KIA, Luas minimal 3 x 3 m, ventilasi dan penerangan

memenuhi syarat, suasana aseptik bisa dilaksanakan, tempat tidur minimal

dua buah dan dapat dipergunakan untuk melaksanakan tindakan

(3) Air bersih tersedia

(4) Kamar mandi/ WC tersedia

(5) Jenis pelayanan yang diberikan dikaitkan dengan sebab kematian ibu yang

utama yaitu : perdarahan, eklampsi, infeksi, partus lama, abortus, dan

sebab kematian neonatal yang utama yaitu : asfiksia, tetanus neonatorum

dan hipotermia.

2.1.6 Batasan Kewenangan Dalam Pelayanan PONED8,11,20

Batasan kewenangan dalam pelayanan PONED pada kasus maternal adalah:

1) Perdarahan pada kehamilan muda :

(1) Diagnosis abortus, mola hidatidosa, kehamilan ektopik

(2) Resusitasi, stabilisasi

(3) Evaluasi sisa mola dengan verbocain

(4) Culdocentesis

(5) emberian cairan

(6) Pemberian antibiotika


22

(7) Evaluasi

(8) Kontrasepsi pasca keguguran

2) Perdarahan post partum:

(1) Diagnosis atonia uteri, perdarahan jalan lahir, sisa plasenta, kelainan

pembekuan darah.

(2) Kompresi bimanual

(3) Kompresi aorta

(4) Plasenta manual

(5) Pejahitan jalan lahir

(6) Restorasi cairan

(7) Pemantauan keseimbangan cairan

(8) Pemberian antibiotika

(9) Pemberian zat vasoaktif

(10) Pemantauan pasca tindakan

(11) Rujukan bila diperlukan

3) Hipertensi dalam kehamilan:

(1) Diagnosis hipertensi dalam kehamilan

(2) Diagnosis preeklamsi-eklamsi

(3) Resusitasi

(4) Stabilisasi

(5) Pemberian MgSO4 dan penanggulangan intoksikasi MgSO4

(6) Induksi/ akselerasi persalinan

(7) Persalinan berbantu (ekstraksi vakum dan forceps)


23

(8) Pemantauan pasca tindakan

(9) Pemberian MgSO4 hingga 24 jam post partum

(10) Rujukan bila diperlukan

4) Persalinan macet:

(1) Diagnosis persalinan macet

(2) Diagnosis distosia bahu/kala II lama

(3) Akselerasi persalinan pada inertia uteri hipotoni

(4) Tindakan ekstraksi vakum/forceps/melahirkan distosia bahu

5) Ketuban pecah sebelum waktunya dan sepsis:

(1) Diagnosis ketuban pecah sebelum waktunya

(2) Diagnosis sepsis

(3) Induksi/akselerasi persalinan

(4) Antibiotika profilaksis/terapeutik terhadap chorioamnionitis

(5) Tindakan persalinan berbantu (assisted labor) pada kala II

lama/exhausted

(6) Pemberian zat vasoaktif

(7) Pemberian antibiotika pada sepsis

(8) Pemantauan pasca tindakan

(9) Rujukan apabila diperlukan

6) Infeksi nifas:

(1) Diagnosis infeksi nifas (metritis, mastitis, pelvio-perotonitis,

thrombophlebitis)
24

(2) Penetalaksanaan infeksi nifas sesuai dengan penyebabnya (memberikan

uterotonika, antibiotika, dan zat vasoaktif)

(3) Terapi cairan pada infeksi nifas/ thrombophlebitis

(4) Drainase abses pada abses mammae dan kolpotomi pada abses pervis

(5) Pemantauan pasca tindakan

(6) Rujukan bila diperlukan

Batasan kewenangan dalam pelayanan PONED pada kasus neonatal adalah:

1) Asfiksia pada neonatal:

(1) Peletakan bayi pada meja resusitasi dan dibawa radiant warmer

(2) Resusitasi (ventilasi dan pijat jantung ) pada asfiksia

(3) Terapi oksigen

(4) Koreksi asam basa akibat asfiksia

(5) Intubasi (apabila diperlukan)

(6) Pemantauan pasca tindakan termasuk menentukan resusitasi berhasil atau

gagal.

2) Gangguan nafas pada bayi baru lahir :

(1) Penyebab dan tingkatam gangguan nafas pada bayi baru lahir

(2) Terapi oksigen

(3) Resusitasi bila diperlukan

(4) Menajemen umum dan spesifik (lanjut) gangguan pernafasan

(5) Pemantauan pasca tindakan

(6) Rujukan bila diperlukan

3) Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR):


25

(1) Diagnosis BBLR dan penyulit yang sering timbul (hipotermia,

hipoglikemia, hiperbillirubinemia, infeksi/sepsis, dan gangguan minum)

(2) Penyebab BBLR dan faktor predisposisi

(3) Pemeriksaa fisik

(4) Penemuan usia gestasi

(5) Komplikasi pada BBLR

(6) Pengaturan pemberian minum/jumlah cairan yang dibutuhkan bayi

(7) Pemantauan kenaikan BB

(8) Penilaian tanda kecukupan ASI

4) Hipotermia pada bayi baru lahir:

(1) Diagnosis hipotermi

(2) Menghangatkan bayi dengan inkubator

5) Hipoglikemi dari ibu dengan diabetes mellitus:

(1) Diagnosis hipoglikemi berdasarkan hasil pengukuran kadar glukosa

darah

(2) Pemberian glukosa mengikuti GIR (Glucose Infusion Rate), termasuk

pemeberian ASI apabila memungkinkan.

6) Ikterus:

(1) Diagnosis ikterus berdasarkan kadar bilirubin serum atau metode kremer

(2) Pemeriksaan klinis ikterus pada hari pertama, hari kedua, hari ketiga dan

seterusnya untuk perkiraan klinis derajat ikterus

(3) Diagnosis banding ikterus

(4) Pemberian ASI


26

(5) Penyinaran

7) Kejang pada neonatus:

(1) Diagnosis kejang pada neonatus

(2) Tatalaksana penggunaan fenobarbital atau fenitoin

(3) Pemeriksaan penunjang

(4) Pemberian terapi suportif

(5) Pemantauan hasil penatalaksanaan

8) Infeksi neonatus:

(1) Diagnosis infeksi neonatal

(2) Pemberian antibiotik

(3) Menjaga fungsi respirasi dan kardiovaskuler.

2.2 Penyelenggaraan Sistem Kesehatan

Ruang lingkup penyelenggaraan sistem kesehatan akan dihadapkan pada

beberapa unsur penting dalam input sistem seperti dalam faktor sumberdaya

akan terdapat unsur upaya kesehatan, obat-obatan, perbekalan kesehatan dan

penyediaan SDM yang handal dan sumber pembiayaan. Unsur proses

didalamnya terdapat manajemen seperti perencanaan, sistem administrasi,

regulasi dan legislative yang berperan banyak dalam mengatur organisasi dan

semua program yang terlibat didalam sitem. Sementara pemberdayaan

masyarakat sangat dipengaruhi oleh fungsi kerja sama lintas sektor lembaga

kesehatan dan pemerintah dalam mendidik masyarakat. Output yang

diharapkan adalah adanya penyediaan pelayanan kesehatan bagi semua

pihak.21,22
27

Menurut Roemer, terdapat beberapa komponen yang saling berkaitan

dalam membentuk sistem kesehatan berdasarkan hasil studi di berbagai

Negara. Agar pembangunan kesehatan yang didasarkan pada sistem kesehatan

dapat berhasil guna maka dipandang penting adanya hubungan antar berbagai

sub sistem dan komponen yang ada. Relasi antar komponen tersebut yaitu

tersedianya jenis sumber daya (manusia maupun fisik), berdasarkan sumber

daya yang ada maka organisasi melakukan program untuk medapatkan market

yang ada, sumber pembiayaan untuk membiayai penyedia sumber daya dan

jasa pelayanan, manajemen organisasi untuk mendapatkan jenis pelayanan

yang layak, dukungan sistem dalam menyediakan pelayanan jasa.22

SISTEM KESEHATAN

MANAJEMEN
Perencanaan
Administrasi PENYEDIAA
Regulasi Legislasi
N
SUMBER PELAYANAN
DAYA KESEHATAN
PRODUKSI PROGRAM Pencegahan
Kebutuhan Obat- ORGANISASI Hasil
Kesehatan,
Kesehatan obatan, Menteri Kesehatan, Pelayanan
Departemen Kesehatan, Perawatan
Perbekalan Kesehatan
Pemberdayaan Kesehatan,
Kesehatan, Masyarakat, Swasta dan Pengobatan
SDM, LSM Sekunder,
Upaya Perawatan
Kesehatan Penyakit
SUMBER
PEMBIAYAAN Spesial dan
Individu/Swasta Asuransi
Penerimaan Negara,
Pajak, Bantuan Luar
Negeri

Gambar 2.1 Komponen, Fungsi dan Keterkaitan Dalam Sistem


Kesehatan
2.3 Aktivitas PONED

2.3.1 Input
28

1) Sumber Daya Manusia

Manajemen sumber daya manusia merupakan salah satu bagian yang paling

penting dan tanggung jawab yang paling menantang dalam organisasi layanan

kesehatan. Organisasi layanan kesehatan harus memiliki kinerja yang tinggi dan

sumber daya manusia yang dianggap merupakan faktor yang paling penting dalam

menciptakan organisasi tersebut.23 Perencanaan sumber daya kesehatan

merupakan proses estimasi jumlah SDM berdasarkan tempat, ketrampilan dan

perilaku yang dibutuhkan untuk memberikan pelayanan kesehatan. Secara garis

besar perencanaan kebutuhan SDM kesehatan dapat dikelompokkan kedalam tiga

kelompok besar sebagai berikut: perencanaan kebutuhan SDM pada tingkat

institusi (perencanaan SDM kesehatan pada kelompok ini ditujukan pada

perhitungan kebutuhan SDM kesehatan untuk memenuhi kebutuhan sarana

pelayanan kesehatan seperti puskesmas, rumah sakit, poliklinik., perencanaan

kebutuhan SDM pada tingkat wilayah (kebutuhan SDM berdasarkan kebutuhan

ditingkat wilayah yang merupakan gabungan antara kebutuhan institusi dan

organisasi., perencanaan kebutuhan SDM kesehatan untuk bencana (dimaksudkan

untuk mempersiapkan SDM saat pra bencana, terjadi bencana dan post bencana

termasuk pengelolaan kesehatan pengungsi).22,23

Semua potensi SDM berpengaruh terhadap upaya organisasi dalam mencapai

tujuan. Betapapun majunya teknologi, perkembangan informasi, tersedianya

modal dan memadainya bahan, jika tanpa SDM sulit bagi organisasi itu untuk

mencapai tujuannya.24 Sesuai dengan kebijakan operasional dalam Pedoman

Revolusi KIA, masih dapat ditoleransi bila Tim PONED terdiri dari 1 dokter
29

umum, 1 bidan, dan 1 perawat yang kompeten menangani kasus-kasus PONED.

Namun, kebijakan Depkes/JNPK−2008 menyebutkan tim mampu PONED harus

terdiri dari: 1 dokter umum, 2 bidan, dan 2 perawat, yang siap menangani kasus

emergensi maternal neonatal dasar selama 24 jam sehari.8

Bamgboye Eniola A, dkk dalam penelitiannya yang berjudul Assessment of

Emergency Obstetric Care Services in Oyo State, Nigeria, menyatakan bahwa

semua fasilitas perawatan kesehatan sekunder direkomendasikan memiliki jumlah

dan kader tenaga kesehatan terampil. Masing-masing dari 10 fasilitas pelayanan

kesehatan sekunder memiliki setidaknya seorang dokter medis. Juga hanya 13,1%

dari fasilitas pelayanan kesehatan primer memiliki jumlah yang direkomendasikan

dari empat bidan per fasilitas dibandingkan dengan 80% dari pusat-pusat

pelayanan kesehatan sekunder. Poned juga direkomendasikan untuk memiliki

petugas laboratorium kesehatan, apoteker / farmasi teknisi.25

Kepala Puskesmas sebagai penanggung jawab pembangunan kesehatan di

wilayah kerjanya, harus dapat menggali potensi potensi sumberdaya khususnya

SDM dengan perannya masing masing, termasuk potensi para mitra kerja yang

berada di wilayah kerja Puskesmasnya. Proses ini dapat dilakukan melalui

Lokakarya Mini, baik yang diselenggarakan di Puskesmas maupun di tingkat

Lintas Sektor. Penyiapan tenaga yang berperan dalam PONED di Puskesmas

melalui pertemuan Lokakarya Mini Puskesmas. Perhitungan kebutuhan tenaga-

tenaga dimaksud tidak dapat secara tegas dipisahkan dari kebutuhan pelayanan

rawat inap lainnya, kecuali untuk kebutuhan Tim Inti PONED. Kebutuhan tenaga

diperhitungkan berdasarkan beban kerja yang dihadapi dalam rangka mencakup


30

pelayanan kasus yang seharusnya datang dilayani dan atau dirujuk melalui

Puskesmas mampu PONED.8

Dalam penelitian Health Facility Assessment of Emergency Obstetric &

Neonatal Care Services (EmONC) in Kigoma Region, Tanzania: Semua fasilitas

dinilai memiliki setidaknya satu bidan. Tetapi kebanyakan tidak memenuhi

standar kepegawaian minimum yang ditetapkan dalam pedoman nasional.

Meskipun pemerintah terus berupaya untuk meningkatkan jumlah tenaga

kesehatan berkualitas di Afghanistan, namun strategi inovatif diperlukan untuk

memfasilitasi penyebaran, pengembangan keterampilan.26

Langkah-langkah untuk mempersiapkan tenaga puskesmas yaitu:8

1) Menyiapkan Tim Kesehatan, terdiri dari:

Tim Inti sebagai pelaksana PONED:

(1) Tenaga pelaksaana adalah tenaga kesehatan yang berfungsi sebagai tim

inti pelaksana PONED harus yang sudah terlatih dan bersertifikat dari

Pusat Diklat Tenaga Kesehatan yang telah mendapat sertifikasi sebagai

penyelenggara Diklat PONED. Tim inti pelaksana PONED minimal terdiri

dari 1 orang dokter umum, 1 orang bidan minimal D3, 1 orang perawat

minimal 1 orang. Tenaga tim poned tersebut harus selalu siap (on side)

selama 24 jam/hari dan 7 hari/minggu.

(2) Bila tenaga dalam Tim Inti tersebut pindah tugas, Dinas Kesehatan wajib

untuk menggantikan dengan tenaga kesehatan (dokter, Bidan, dan

Perawat) terlatih PONED melalui pelatihan atau rekrutmen tenaga

kesehatan terlatih.
31

(3) Tim Inti PONED harus tinggal di kompleks Puskesmas, bila kondisi tidak

memungkinkan bertempat tinggal tidak jauh dari lokasi Puskesmas

(4) Petugas yang berperan sebagai pengganti anggota Tim Inti Puskesmas

mampu PONED yang pindah, atau karena kebutuhan tambahan juga harus

mengikuti pelatihan.

(5) Apabila kompetensi anggota Tim hasil pelatihan dirasa belum cukup (dari

hasil monitoring dan evaluasi pelayanan), maka Dinas Kesehatan

kabupaten/kota bersama RS PONEK dapat mengatur jadwal Tim Inti

PONED magang di RS, dilanjutkan pembinaan berkala penyelenggaraan

PONED, secara teknis oleh RS PONEK dan manajemen dari Dinas

Kesehatan Kabupaten.

(6) Tim Inti PONED terlatih dan bersertifikat, selanjutnya akan mendapat

Surat Penugasan sebagai Tim Inti PONED oleh Kepala Dinas Kesehatan.

Dalam Surat Penugasan tersebut harus disertai dengan uraian tugas, hak,

wewenang dan tanggung-jawabnya.

2) Tim Pendukung:

(1) Untuk terselenggaranya PONED di Puskesmas dengan baik, diperlukan

tenaga-tenaga kesehatan pendukung. Kepala Puskesmas, dibantu Dinas

Kesehatan Kabupaten meyiapkan calon tenaga pendukung PONED.

Tenaga kesehatan pendukung tersebut dapat diambil dari tenaga yang

ditugaskan di ruang rawat inap, bila perlu ditambah dengan tenaga yang

bertugas difasilitas rawat jalan.


32

(2) Tenaga-tenaga kesehatan harus dapat memenuhi kriteria tertentu untuk

menjadi calon tenaga pendukung PONED.

(3) Kebutuhan tenaga kesehatan sebagai Tim Pendukung Terdiri dari Dokter

umum (minimal 1-2 orang), Perawat D3 (minimal 5 orang), Bidan D3

(minimal 5 orang), Analis Laboratorium (1 orang) dan Petugas

administrasi (minimal 1 orang).

(4) Calon-calon terpilih sebagai tenaga pendukung (memenuhi kriteria) akan

memperoleh peningkatan pengetahuan dan kemampuan dalam mendukung

PONED, melalui: Proses pengkayaan/enrichment PONED untuk perannya

di bidang profesi masing masing, melalui magang berkala di RS PONEK,

On the job training di Puskesmas bersama Tim Inti PONED, sehingga

kemudian tenaga-tenaga tersebut dapat diperankan sebagai tenaga

kesehatan pendukung penyelenggaraan PONED.

(5) Setelah selesai mengikuti magang dan on the job training, akan diberi

Surat Penugasan oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten sebagai petugas

pendukung dengan ditegaskan rincian: tugas, hak, wewenang dan

tanggung-jawabnya.

(6) Tenaga pendukung tetap bertugas di posisinya masing-masing, sedangkan

penugasannya dalam PONED diatur terjadwal oleh Kepala Puskesmas.

(7) Secara berkala bidan desa yang bertugas di desa dan perawat di Puskesmas

pembantu dilibatkan dalam PONED di Puskesmas, sekaligus memberikan

kesempatan untuk meningkatkan pengetahuan dan kemampuannya.

3) Tim promosi kesehatan:


33

Selain kemampuan Komunikasi Informasi Edukasi/Komunikasi Inter

Personal dan Konseling (KIE/KIPK) dan pemberdayaan masyarakat dengan

difasilitasi Kepala Puskesmas, kemampuan tenaga promosi kesehatan

ditingkatkan dalam bidang:

(1) Pemasaran/marketing dan Public Relation (PR), sebagaimana pernah

dikembangkan melalui program Safe Motherhood a Partnership and

Family Approach (SMPFA). Untuk kemampuan tersebut diperlukan

pelatihan tambahan.

(2) Penggerak demand target sasaran (Ibu dan keluarganya) untuk

memanfaatkan pelayanan kesehatan obstetri dan neonatal terutama dalam

kondisi emergensi/komplikasi sekaligus akan diperankan secara aktif

sebagai tenaga pendukung PONED untuk mewujudkan pelayanan yang

berkualitas dan memuaskan.

(3) Kemampuan menjalin kerjasama dengan mitramitra Puskesmas di wilayah

kerjanya.

Menyiapkan Tenaga-tenaga non kesehatan sebagai penunjang pelayanan:

Diperlukan dalam penyelenggaraan pelayanan di fasilitas perawatan,

sebagai tenaga penunjang untuk kelancaran penyelenggaraan PONED di

Puskesmas. Tenaga penunjang dimaksud antara lain berupa:

1) Petugas dapur

2) Petugas laundry

3) Penjaga malam

4) Cleaning service
34

5) Pengemudi Ambulan 1 orang (bertugas bergantian dengan pengemudi

Puskesmas keliling).

Berdasarkan penelitian Sri Handayani, tentang analisis pelaksanaan pelayanan

PONED di Puskesmas Kendal, hasil penelitian didapatkan bahwa Puskesmas

PONED yang belum berjalan, sumber daya manusia belum memenuhi. SDM

secara kuantitas belum memadai dan secara kualitas belum mendapat pelatihan

PONED.27

Hasil penelitian Mirkuzie Alemnesh H, dkk dalam Current Evidence on Basic

Emergency Obstetric and Newborn Care Services in Addis Ababa, Ethiopia; A

Cross Sectional Study menunjukkan bahwa terdapat kemajuan di bidang

infrastruktur, pasokan tenaga kesehatan medis untuk pelayan PONED, namun

kompetensi petugas kesehatan masih kurang di PONED di Addis Ababa. Dengan

demikian, pelatihan pelayanan kegawatdaruratan perlu dilaksaakan dalam jangka

pendek dengan menggunakan pendekatan baru untuk memastikan kompetensi

atau keterampilan yang harus dimiliki petugas kesehatan.28

Kepala Puskesmas sebagai penanggung jawab pembangunan kesehatan di

wilayah kerjanya, harus dapat menggali potensi-potensi sumber daya khususnya

SDM dengan perannya masing-masing, termasuk potensi para mitra kerja yang

berada di wilayah kerja Puskesmasnya. Proses ini dapat dilakukan melalui

Lokakarya Mini, baik yang diselenggarakan di Puskesmas maupun di tingkat

Lintas Sektor. Penyiapan tenaga yang berperan dalam PONED di Puskesmas

melalui pertemuan Lokakarya Mini Puskesmas. Perhitungan kebutuhan tenaga-

tenaga dimaksud tidak dapat secara tegas dipisahkan dari kebutuhan pelayanan
35

rawat inap lainnya, kecuali untuk kebutuhan Tim Inti PONED. Kebutuhan tenaga

diperhitungkan berdasarkan beban kerja yang dihadapi dalam rangka mencakup

pelayanan kasus yang seharusnya datang dilayani dan atau dirujuk melalui

Puskesmas mampu PONED.8

Tenaga kesehatan di puskesmas mampu PONED harus kompeten

memeragakan penatalaksanaan kasus-kasus kegawatdaruratan maternal dan

neonatal, seperti perdarahan/syok pada klien, Manajemen Aktif Kala III,

Preeklampsia Berat/Eklampsia, Resusitasi Neonatus, Penatalaksanaan Langkah-

Langkah Inisiasi Menyusu Dini dan Memberikan ASI yang benar,

Penatalaksanaan Perawatan metode kanguru, dan keterampilan klinik yang

dibutuhkan untuk menatalaksanakan emergensi obstetri dan neonatal.29

2) Sarana Prasarana

(1) Sarana

Hasil penelitian Nova Dela Ira Ika Sejati tentang analisis pemanfaatan fasilitas

kesehatan puskesmas oleh masyarakat di kecamatan Ngrampal Kabupaten Sragen

menunjukkan bahwa tingkat pemanfaatan Puskesmas berkaitan dengan

kelengkapan sarana prasarana. Apabila fasilitas dari puskesmas itu memadai,

maka masyarakat tidak akan segan untuk lebih memilih berobat ke puskesmas itu

daripada ke fasilitas kesehatan yang lain.30 Puskesmas mampu PONED yang

merupakan bagian dari jaringan pelayanan obstetrik dan neonatal di

Kabupaten/Kota sangat spesifik daerah, namun ada beberapa kriteria

pengembangan untuk menjamin kualitas, di antaranya adalah ketersediaan,

kelengkapan dan kecukupan alat kesehatan dan obat PONED. Alat dan obat
36

PONED menjadi salah satu syarat yang harus dipenuhi oleh Puskesmas PONED.

Dalam penelitian M.Ichsan Mustain, et al juga menyebutkan bahwa salah satu

faktor yang harus dipenuhi suatu puskesmas yang mampu PONED seoptimal

mungkin adalah sarana dan prasarana yang lengkap, sehingga dapat menangani

kasus persalinan dengan baik.31

Bangunan perawatan Puskesmas mampu PONED, dan UGD Puskesmas

mampu PONED harus mempunyai akses mudah dengan jalan masuk dari luar

kompleks bangunan Puskesmas. Pelayanan PONED agar dapat berfungsi dengan

baik, maka pelayanan ANC, PNC, KB post partum di unit rawat jalan Puskesmas

harus difungsikan dengan baik sebagai tindak lanjut pelayanan PONED.32

Fasilitas rawat inap di Puskesmas yang dapat digunakan untuk PONED,

adalah: a) Area tindakan yang berada di area terbatas (restrictive area),

merupakan area tindakan secara umum yang dapat digunakan untuk tindakan

kasus dalam PONED, berupa:8

1) Ruang tindakan pasien untuk melakukan tindakan obstetri dan neonatal

dengan kondisi emergensi/komplikasi tertentu yang boleh dilakukan di

Puskesmas mampu PONED.

2) Ruang bersalin tanpa perlu tindakan khusus

3) Ruang pemulihan (Recovery Room) pasca tindakan PONED dan tindakan

lainnya,

4) Ruangan untuk sterilisasi, penyimpanan dan penyiapan alat-alat kesehatan.

5) Ruang Spool-hock, dimana limbah cair dibuang/ dialirkan ke septik tank

khusus, terpisah dari septik tank WC


37

6) Tempat cuci tangan dengan keran sikut dansabun/desinfektans khusus

7) Ruang perawatan bayi baru lahir disediakan untuk bayi baru lahir pasca

tindakan, bayi baru lahir dengan: BBLR, asfiksia dan kondisi lainnya yang

masih boleh dirawat di Puskesmas mampu PONED, namun perlu perawatan

khusus. Ruang perawatan bayi mempunyai akses langsung dengan kamar

perawat jaga. Ruangan dilengkapi box bayi yang terpelihara dengan

spesifikasi khusus, kelengkapan dan jumlah sesuai kebutuhan. Ruang kerja

sekaligus sebagai kamar jaga untuk perawat/bidan jaga (nurse station), dengan

syarat:

(1) Mempunyai akses langsung ke ruang perawatan bayi baru lahir dengan

masalah.

(2) Dilengkapi washtafel, kamar mandi dan WC untuk petugas.

(3) Ada ruang linnen, tempat menyimpan linnen siap pakai

(4) Ruang perawatan pasien: Ruang rawat persalinan dengan 4 tempat tidur

dewasa dan 3-4 box bayi yang akan digunakan sebagai Ruang rawat

gabung (rooming in) untuk ibu dan neonatal. Diperkirakan ± 30%

persalinan normal dari wilayah Puskesmas ditolong di Puskesmas, dan

dirawat di ruang rawat gabung dengan hari rawat ± 3 hari, sisanya di

polindes/ poskesdes. Ibu pasca tindakan, bila sudah memungkinkan

dikeluarkan dari tempat pemulihan pasca tindakan, dirawat di ruang rawat

gabung dengan hari rawat ±5 hari. Bayi dari ruang perawatan khusus, bila

kondisinya sudah memungkinkan, dapat dirawat bersama ibunya di ruang

rawat gabung. Ruang rawat sementara kasus obstetrik/maternal komplikasi


38

untuk stabilisasi/pra rujukan yang dipersiapkan untuk dirujuk ke RS

PONEK, diperkirakan perlu dirawat sementara ± 1 hari.

8) Pantry, ruang penyiapan makanan pasien

9) Kamar mandi dan WC pasien di luar kamar

10) Gudang tempat penyimpanan persediaan perlengkapan untuk ruang rawat.

Gudang ini bukan tempat barang bekas.

11) Yang belum tersedia dalam standar bangunan yang ada

adalah ruangan/fasilitas pendukung, berupa:

a. Tempat khusus penerimaan kasus rujukan obstetri dan neonatal

emergensi/komplikasi, namun Puskesmas dapat mempergunakan UGD

yang ada

b. Dapur sederhana dengan kelengkapan memasak.

c. Ruang cuci/laundry, tempat jemur dan setrika linen untuk ruang rawat inap

dan rawat jalan.

d. Tersedia kamar bagi petugas jaga (perawat dan pengemudi).

e. Garasi ambulan

f. Tempat petugas penjaga malam Puskesmas (Satpam).

g. Perumahan Petugas, bagi petugas inti Puskesmas mampu PONED

h. Untuk daerah-daerah yang sulit transportasi, sebaiknya Pemda

menambahkan bangunan sebagai tempat singgah, yang dapat menampung

kasus maternal berisiko, untuk datang lebih awal ke Puskesmas mampu

PONED, dan menginap beberapa hari disana menunggu saat persalinannya


39

tiba, sehingga sewaktu-waktu terjadi masalah, dapat cepat tertangani

ataupun dirujuk ke RS Rujukan/ PONEK.

i. Agar memberikan rasa nyaman bagi pengguna layanan dan pemberi

layanan, maka bangunan fasilitas rawat inap di Puskesmas mampu

PONED, fasilitas pendukung dan area lingkungannya, harus terawat dan

tertata baik, rapi, bersih, nyaman dan aman serta memperhatikan sirkulasi

udara di setiap ruangan.

(2) Prasarana

Peralatan sesuai standar dalam jenis dan jumlahnya, harus selalu tersedia

dalam keadaan bersih atau dalam keadaan steril dan siap pakai, antara lain untuk

kelengkapan di:8

1) Fasilitas rawat inap

2) Ruang tindakan/persalinan

3) UGD obstetri/neonatal atau UGD Umum

4) Peralatan standar KIA di ruang rawat jalan Puskesmas

Peralatan medis dan perawatan di fasilitas rawat jalan Ibu dan Bayi, UGD,

Klinik KB, sebagai bagian peralatan yang tidak terpisahkan dari peralatan khusus

PONED harus tersedia lengkap dan terpelihara baik dan siap pakai. Peralatan

penunjang medis sesuai standar. Peralatan non medis sesuai standar, terdiri atas:

a) Perlengkapan tempat tidur pemeriksaan ibu hamil, bayi, gynecologis bed di

klinik KB, berada di fasilitas rawat jalan, masing-masing dilengkapi dengan meja

dan kursi untuk pemberi pelayanan. Perlengkapan di UGD, berupa beberapa

tempat tidur periksa, dan kelengkapan penunjangnya, berada di


40

fasilitas khusus UGD. Perlengkapan di area terbatas (restrictive area), berupa: (1)

Tempat TIdur operatif sederhana di Ruang Tindakan; (2) Ginekologis bed di

ruang persalinan; (3) Tempat tidur dewasa di ruang pemulihan; (4) Lemari alat-

alat medis di ruang penyimpanan alat ; (5) Meja Mayo untuk tempat alat medis

saat tindakan/persalinan, di ruang tindakan dan ruang persalinan ; (6) Meja-meja

khusus untuk penempatan peralatan tertentu siap pakai di ruang tindakan,

persalinan dan lainnya ; (7) Lampu tindakan/operasi, di ruang tindakan dan

persalinan ; (8) Oksigen dan kelengkapannya ; d) Perlengkapan di Ruang

Perawatan Bayi Khusus, didekat ruangan perawat jaga: Diperlukan Box bayi baru

lahir dengan masalah, dan dapat dirawat di Puskesmas atau dipersiapkan untuk

rujukan RS. Apabila diperkirakan bayi dengan masalah dirawat rata-rata 5 hari,

dengan BOR 80%, maka kebutuhan Box Bayi bermasalah sebanyak=(61 x

5)/(80% x 365)= 1,04 Box Bayi dengan perlengkapan khusus. Bila bayi lahir

dengan masalah perlu dirujuk, maka sebelum dikirim perlu dilakukan

tindakan/stabilisasi prarujukan. Kebutuhan Box bayi untuk persiapan pra rujukan

adalah =(61x1)/(80%x365)= 0,21 TT. Untuk ini disediakan Box bayi dengan

perlengkapan khusus. Bila ibu melahirkan dengan tindakan, bayi baru lahir perlu

dirawat di ruang perawatan bayi (2-3) hari, kebutuhan box bayi=

(65x2,5)/(80%x365)= 0,56 Box.33

Jumlah Box Bayi dengan perlengkapan khusus/ inkubator di ruang khusus

perawatan bayi menjadi (1,04+ 0,21+0,56) = 1,8 = 2 Box Bayi dengan

perlengkapan khusus/inkubator, sedangkan box bayi biasa tetap disediakan (1-2)

box. Perlengkapan meubelair bagi tenaga kesehatan pemberi layanan di rawat


41

inap termasuk PONED dalam melaksanakan tugasnya, berupa: (1) Meja tulis dan

kursi; (2) Rak obat dan kulkas untuk penyimpanan obat; (3) Lemari untuk ATK,

Arsip, Dokumen (status, register rawat inap, surat- dan lainnya).33

Perlengkapan ruang perawatan, berupa: (1) Kebutuhan jumlah tempat tidur

(TT) perawatan maternal: mengacu pada contoh perhitungan jumlah pasien yang

perlu pelayanan kasus obstetri dan neonatal emergensi/komplikasi dengan

prakiraan hari rawat rata-rata 5 hari, Persalinan normal 3 hari, dan persiapan

rujukan diperhitungkan menggunakan TT 1 hari, maka: Persalinan normal

kebutuhan TT Hari (OH) untuk ketiga kategori pasien maternal diperhitungkan

sebagai berikut: Dari wilayah Puskesmas, hanya 30% melahirkan di Puskesmas,

dirawat selama 3 hari, membutuhkan hari rawat: (175 x 3)=525 OH. angka 175

diperoleh dari 30%x(1,05xCBRx jml penduduk Puskesmas mampu PONED).

Maternal dengan masalah, yang dapat dilayani di Puskesmas mampu PONED:

(65x5)= 325 (OH). Maternal dengan masalah, yang perlu dirujuk lebih lanjut

namun perlu persiapan rujukan (stabilisasi pra rujukan): (65x1)= 65 (OH).33,34

Jumlah kebutuhan hari rawat untuk ketiga kategori kasus maternal dimaksud,

jumlahnya = 915 (OH). Dengan BOR 80%, maka kebutuhan Tempat Tidur =

915/ (80%x365), akan memerlukan Tempat Tidur dewasa= 3,13 TT, dibulatkan

menjadi 4 Tempat Tidur perawatan ibu. Kebutuhan meubeler sederhana untuk

pasien di Ruang Rawat Inap, sebanyak tempat tidur untuk Ibu. Kursi tunggu

keluarga pasien diluar ruangan rawat inap (teras fasilitas rawat inap), sebagai

kelengkapan ruang rawat inap umumnya. Tempat dan perlengkapan ruangan cuci

linen/laundry: (1) Letaknya harus jauh dari ruang dapur; (2) Perlengkapan
42

sederhana yang diperlukan: (a) Tempat mengumpulkan linnen kotor/infeksius; (b)

Perlengkapan cuci/laundry, jemuran dan setrika; (c) Tempat membawa linnen

bersih. Kebutuhan perlengkapan kebersihan, untuk : Ruangan di Restrictive area,

disediakan tersendiri; Ruangan perawatan umumnya,; Ruangan dapur, ruang cuci;

Area lingkungan. Perlengkapan kebersihan digunakan sesuai peruntukannya,

dibersihkan dan dikeringkan sesudah dipakai dan disimpan/diletakkan dengan rapi

pada tempatnya masing-masing.34

3) Penyelenggaraan Pelayanan Kegawatdaruratan

Penyelenggaraan pelayanan kegawatdaruratan banyak ditekankan pada

peningkatan kemampuan fasilitas kesehatan untuk memberikan kualitas layanan

kegawatdarutan obstetrik. Meskipun tidak semua fasilitas dapat memberikan

pelayanan kebidanan canggih, namun semua fasilitas harus menyediakan

setidaknya pelayanan yang memenuhi standar minimal.22 Penanganan kasus

kegawatdaruratan obstetri dan neonatal memerlukan sumber daya yang jumlah

dan ketersediaannya harus mencukupi, antara lain fasilitas, obat-obatan, peralatan,

dan petugas kesehatan.35

Tim poned harus siap siaga dalam penanggulangan kegawatdaruratan obstetri

neonatal. Tim poned yang minimal terdiri dari seorang dokter umum, seorang

bidan dan seorang perawat harus siap dipanggil untuk penatalaksanaan setiap ibu

hamil, bersalin atau postpartum dan neonatus yang berada dalam kondisi

mengancam jiwa terkait adanya komplikasi. Oleh karenanya tim poned harus

kompeten dalam penanganan kasus tersebut, dan siap 24 jam di tempat fasilitas

pelayanan kesehatan.35,36
43

Hasil penelitian Cristina dkk tentang Evaluasi Pelayanan Kegawatdaruratan

Maternal Neonatal Pada Puskesmas Mampu Pelayanan Obstetri Dan Neonatal

Emergensi Dasar (Poned) di Kabupaten Bantul menyatakan Puskesmas PONED

lebih dipandang sebagai pekerjaan rutinitas karena provider pelayanan belum

mampu memahami tujuan pelayanan dengan baik. Pelayanan kegawatdaruratan

obstetrik dan neonatal belum seluruhnya dapat dilayani di 6 puskesmas hanya

Sewon I. sistem pendukung pelayanan PONED tersedia, namun ketersediaan

pelayanan belum seluruhnya tersedia yakni; alat, obat dan infrastruktur. Hal ini

karena jarangnya kasus komplikasi obstetric dan neonatus yang ditangani

sehingga obat dan alat yang tersedia kadaluarsa serta rusak. Pengelolaan rujukan

kasus kegawatdaruratan obstetri dan neonatal belum berjalan dengan baik sesuai

dengan kasus, cenderung melakukan rujukan dini. Situasi ini dapat ditingkatkan

dengan pelatihan staf medis yang ada untuk memberikan pelayanan obstetrik

darurat di daerah pedesaan dan pelatihan keterampilan manajemen bagi manajer

rumah sakit. Tim adalah sekelompok orang yang bekerja saling bergantung untuk

mencapai tujuan bersama. Mendorong kerjasama antara staf PONED

memanfaatkan kinerja kolektif yang diperlukan untuk menjaga fasilitas siap dan

bersedia untuk menyediakan cepat dan efektif tanggap darurat. Pengembangan

manajemen kinerja perawat dan bidan sebagai strategi dalam peningkatan mutu

klinis, bahwa advokasi dan komitmen stakeholder dan pelaksana, kepemimpinan,

kegiatan pembinaan dan pemantauan menjadi kunci dalam pelaksanaan

pelayanan.37
44

Peralatan dan perlengkapan untuk penatalaksanaan emergensi obstetri-

neonatal harus tersedia dan selalu dalam kondisi siap pakai . Harus ada

pemeriksaan rutin dan teratur terhadap kelengkapan dan kesiapan troli emergensi

obstetri-neonatal. Hal ini mencegah terjadinya keterlambatan dalam penanganan

kasus di fasilitas kesehatan.29

Sebagai upaya penyelenggaraan pelayanan kegawatdaruratan yang cepat

tanggap, setiap unit PONED harus menyediakan poster berisi algoritma/job-aids

tentang penatalaksanaan emergensi obstetri neonatal yang terpasang dengan jelas

pada setiap unit. Hal ini dapat membantu petugas kesehatan dalam penanganan

kasus yang memerlukan kecepatan dan ketepatan. Selain itu, tim PONED

sebaiknya menjadwalkan dan melakukan latihan/demo tim emergensi obstetri

neonatal secara rutin.38

4) Syarat administrasi puskesmas PONED

Manajemen kesehatan adalah tatanan yang menghimpun berbagai upaya

administrasi kesehatan yang ditopang oleh pengelolaan data dan informasi,

pengembangan dan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi serta pengaturan

hukum kesehatan secara terpadu dan saling mendukung guna menjamin

tercapainya derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.22,23

Data administrasi Puskesmas PONED, berupa : SK Bupati/Walikota tentang

Penetapan Puskesmas Mampu PONED, SK Dinas Kesehatan tentang Penetapan

Tim Teknis dan Tim Pendukung Puskesmas Mampu PONED, MoU pelaksanaan

rujukan antara puskesmas dengan fasilitas pelayanan kesehatan rujukan atau RS

mampu PONEK terdekat, tentang rujukan dan pembinaan teknis, MoU/kontrak


45

penyelenggaraan PONED antara Puskesmas dengan BPJS, Asuransi Kesehatan

lainnya untuk Puskesmas dengan persyaratan tertentu.8,19

Untuk dapat terlaksananya rencana kegiatan puskesmas, perlu dilakukan

pengorganisasian yang berupa penentuan penanggung jawab dan pelaksana untuk

setiap kegiatan dan untuk setiap satuan wilayah kerja, serta berupa penggalangan

kerjasana tim secara lintas sektoral. Penanganan kasus kesehatan yang tepat dan

efektif memerlukan pembagian tugas dan wewenang yang jelas pada setiap

anggota tim.36 Melalui pengorganisasian, seluruh sumber daya yang dimiliki oleh

organisasi akan diatur penggunaannya secara efektif dan efisien.21

Selain Tim yang dilatih PONED, maka untuk berfungsinya Puskesmas mampu

PONED dalam satu kesatuan sitem rujukan kasus obstetri dan neonatal

emergensi/komplikasi, perlu didukung dengan kemampuan manajemen dalam

penyelenggaraan pelayanannya. Pimpinan Puskesmas mempunyai peran penting

untuk terselenggaranya pelayanan yang berkualitas dan berfungsinya Puskesmas

mampu PONED sebagai rujukan-antara kasus emergensi/komplikasi obstetri dan

neonatal dalam wilayah regional sistem rujukannya.29

Manajemen pelayanan PONED merupakan bagian dari manajemen

pelayanan kesehatan lainnya dalam lingkup Puskesmas, sehingga proses

perencanaan, penggerakan pelaksanaan serta pengawasan, pengendalian dan

penilaian kinerjanya tidak dipisahkan dari proses Puskesmas seutuhnya.29,33

Demikian pula dalam proses pemantauan pelaksanaan dan hasil

kinerja yang dilakukan melalui Lokakarya Mini Puskesmas dan Lokakarya Mini

Triwulanan dengan Lintas Sektoral, maka segala sesuatu yang perlu dibahas
46

dalam penyelenggaraan pelayanan PONED juga turut dibahas dalam forum

tersebut.8

Hasil penelitian Wulan tahun 2012 yang berjudul Analisis Implementasi

Program Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Dasar (PONED) di Puskesmas

Tlogosari Kulon dan Karangmalang Kota Semarang menunjukkan bahwa dalam

pelaksanaan program PONED belum berjalan efektif dipengaruhi oleh aspek

komunikasi yaitu tidak dilakukannya sosialisasi lintas sektor dan belum

mempunyai STO khusus PONED lengkap, hanya terdiri dari seorang dokter,

bidan, dan perawat. Aspek ketersediaan sumber daya belum terpenuhinya

kuantitas petugas yang memadai, tidak adanya dana alokasi khusus PONED dan

pemberian dana insentif, fasilitas alat dan obat yang belum memenuhi standar,

namun keterjangkauan lokasi masih terjangkau. Aspek disposisi sebagian besar

petugas mendukung dan siap melaksanakan program PONED. Aspek stuktur

birokrasi tidak adanya format pencatatan pelaporan khusus PONED serta belum

ada kerjasama dengan RS PONEK dan organisasi profesi seperti POGI, PDAI,

serta IBI.39

2.3.2 Proses

1) Penyelenggaraan pelayanan obstetrik neonatal emergensi dalam 24 jam

sehari dan 7 hari seminggu

Puskesmas PONED adalah puskesmas yang mampu memberikan

pelayanan rutin dan pelayanan obstetri dan neonatal emergensi/komplikasi

tingkat dasar, dalam 24 jam sehari atau purnawaktu, dilengkapi dengan rawat

inap, tempat tidur rawat inap, dan alat serta obat-obatan terstandar. Pedoman
47

Penyelenggaraan Puskesmas Mampu PONED Kemenkes RI 2013 mengatakan

bahwa Puskesmas Mampu PONED adalah puskesmas rawat inap yang mampu

menyelenggarakan pelayanan obstetri dan neonatal emergensi/komplikasi

tingkat dasar dalam 24 jam sehari dan 7 hari seminggu.8,18,40

Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Dasar (PONED) adalah pelayanan

untuk menanggulangi kasus kegawatdaruratan obstetri dan neonatal yang

terjadi pada ibu hamil, ibu bersalin maupun ibu dalam masa nifas dengan

komplikasi obstetri yang mengancam jiwa ibu maupun janinnya. PONED

merupakan upaya pemerintah dalam menanggulangi Angka Kematian Ibu

(AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) di Indonesia yang masih tinggi

dibandingkan di Negara-negara Asean lainnya.Millennium Development

Goals (MDGs) sebagai road map atau arah pembangunankesehatan di

Indonesia mempunyai delapan tujuan, dimana dua diantaranya adalah untuk

menurunkan AKI dan AKB.36

Pelayanan untuk menggulangi kasus-kasus kegawatdaruratan obstetri

neonatal dalam PONED meliputi segi: Pelayanan Obstetri (pemberian

oksitosin parenatal, antibiotika parenatal dan sedative parenatal, pengeluaran

plasenta manual/kuret serta pertolongan persalinan menggunakan vakum

ekstraksi/ forcep ekstraksi), Pelayanan Neonatal (Resusitasi untuk bayi

asfiksia, pemberian antibiotik parenteral, pemberian bicnat

intraumbilitical/Phenobarbital untuk mengatasi ikterus, pemeriksaan thermal

control untuk mencegah hipotermia dan penanggulangan gangguan pemberian

nutrisi).8,36,40
48

2) Puskesmas menjadi sub senter rujukan

Puskesmas melayani sekitar 50.000-100.000 penduduk yang tercakup oleh

puskesmas (termasuk penduduk di luar wilayah puskesmas PONED). Puskesmas

harus memiliki jarak tempuh yang dekat dan mudah diakses dari lokasi

pemukiman sasaran, pelayanan dasar dan puskesmas biasa ke puskesmas mampu

PONED paling lama 1 jam dengan transportasi umum setempat, mengingat waktu

pertolongan hanya 2 jam untuk kasus perdarahan.

3) Pelayanan obstetri neonatal yang diberikan

Penanganan emergensi obstetri neonatal dasar dilaksanakan di puskesmas

PONED sesuai dengan ketentuan. Kasus-kasus yang bisa ditangani di puskesmas

PONED sangat tergantung pada kesiapan tim, ketersediaan alat, obat, dan sarana

pendukung lainnya. kasus-kasus penanganan PONED di puskesmas terdiri atas:8,11

(1) Kasus Maternal: Perdarahan pada kehamilan, perdarahan pasca-persalinan

atau post-partum, persalinan macet, ketuban pecah dini, sepsis, infeksi nifas,

hipertensi dalam kehamilan, pre-eklampsia dan eklampsia.

(2) Kasus bayi atau neonatal: gangguan napas pada bayi, asfiksia pada neonatal,

bayi berat lahir rendah, hipoglikemia pada bayi baru lahir, bayi/neonates

dengan icterus, kejang pada neonates, infeksi pada neonatus.

Menurut WHO, Puskesmas dengan mampu PONED harus dapat menyediakan

sinyal fungsi sebagai berikut : pemberian antibiotik Intravena (IV) /

intramuskular (IM), pemberian oksitosin secara IV / IM, pemberian antikonvulsan

secara IM / IV, tindakan manual plasenta, persalinan pervaginam dengan

tindakan.32
49

Tabel 2.1 fungsi PONED dan PONEK

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Pattinson R C, Makin J D,

Pillay Y, van den Broek N, Moodley J dalam penelitiannya yang berjudul Basic

and Comprehensive Emergency Obstetric and Neonatal Care in 12 South African

Health districts, bahwa fasilitas PONED sudah dapat memberikan pelayanan

sesuai fungsi PONED di berbagai tingkat perawatan, semua poned mampu

memberikan oksitosin dan antikonvulsan, tetapi hanya 32% yang bisa

memberikan antibiotik parenteral. Semua poned bisa memberikan magnesum

sulfat, hanya 48% yang memiliki alat refleks hammer. 14 % tidak memiliki alat

refleks hammer tetapi bisa memberikan magnesium sulfat. 30% poned belum

terampil melakukan pertolongan persalinan dengan tindakan seperti vakum. 16%

tidak bisa mengelola kasus abortus inkomplit. Hal yang mengherankan 17% tidak

bisa melakukan ventilasi pada neonatus.41

2.4 Logic Model

Logic model atau model logika adalah suatu gambaran sederhana dari

kebijakan/program/kegiatan, inisiatif, atau intervensi yang merupakan respons

dari keadaan tertentu. Logic model merupakan inti dari rangkaian perencanaan,
50

evaluasi, manajemen, komunikasi, dan koordinasi. Secara singkat model logika

diartikan sebagai suatu pemikiran logis dalam menyusun, memformulasikan, dan

mengevaluasi kebijakan/program/kegiatan.42

Menurut sebagian orang, model logika hanya dipakai dalam proses evaluasi,

namun sebenarnya tidak sesempit itu, karena penggunaan model logika penting

dan menolong ketika diaplikasikan ke dalam proses perencanaan, formulasi dan

penyusunan kebijakan/program/kegiatan, manajemen pelaksanaan program serta

dalam komunikasi dan koordinasi. Berikut adalah berbagai pengertian tentang

model logika dan manfaatnya untuk berbagai keperluan atau tahapan:42,43,44

1) Perencanaan

Model logika merupakan sebuah kerangka kerja dan proses perencanaan untuk

menjembatani kesenjangan antara kondisi saat ini dan kondisi yang diinginkan.

Model logika memberikan struktur pemahaman terhadap situasi yang

mengarahkan pada kebutuhan inisiasi, hasil akhir yang diharapkan dan bagaimana

investasi dikaitkan dengan aktivitas orang-orang yang ditargetkan dengan maksud

untuk mencapai program yang diharapkan.

2) Pelaksanaan Program

Model logika menggambarkan hubungan antara input, activity, dan outcomes.

Model logika berperan sebagai dasar untuk membangun rencana manajemen yang

lebih detail. Model logika digunakan untuk menjelaskan, merunut serta

memonitor operasi, proses, dan fungsi.

3) Evaluasi
51

Model logika merupakan langkah pertama dalam melakukan evaluasi,

menentukan kapan dan hal apa yang dievaluasi sehingga sumber daya evaluasi

digunakan secara efektif dan efisien. Melalui evaluasi dapat memverifikasi

kenyataan dari sebuah teori program. Model logika membantu kita untuk fokus

pada proses dan pengukuran outcome yang tepat. Beberapa orang berpikir bahwa

model logika adalah sebuah model evaluasi, karena begitu banyak evaluator yang

menggunakannya.

Tahapan perkembangan model logika mulai dari input, activity, output,

outcome, dan impact terlihat pada Gambar 2.1 berikut:42,43,44

Resources/ Activity Output Outcome Impact


Inputs

Your Planned Work Your Intended Result

Gambar 2.2 Logic Model Frame


Sumber: Kellogg27

Komponen model logika yaitu:42,43,44

1) Input, merupakan sumber daya yang digunakan, seperti sumber daya manusia

(SDM), sarana prasarana, petunjuk teknis/pedoman, dan anggaran yang

diperlukan untuk melaksanakan kegiatan

2) Activity, adalah kegiatan yang dilakukan berdasarkan sumber daya yang

digunakan, mencakup perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan

pengawasan.

3) Output, mengukur luaran yang langsung dihasilkan dari suatu pelaksanaan

kegiatan berupa fisik dan nonfisik.


52

4) Outcome, mengukur capaian dari berbagai kegiatan dalam suatu program yang

telah selesai dilaksanakan atau indikator yang mencerminkan luaran dari

kegiatan pada jangka menengah

5) Impact (dampak), menunjukkan pengaruh baik positif maupun negatif yang

ditimbulkan dari pelaksanaan kebijakan/program/kegiatan dan asumsi yang

telah digunakan pada jangka panjang.

2.5 Kerangka pemikiran

Penggunaan model logika penting ketika diaplikasikan ke dalam proses

perencanaan, formulasi dan penyusunan kebijakan/program/kegiatan, manajemen

pelaksanaan program serta dalam komunikasi dan koordinasi. Model logika

menggambarkan hubungan antara input, activity, dan outcomes. Model logika

berperan sebagai dasar untuk membangun rencana manajemen yang lebih detail.

Model logika digunakan untuk menjelaskan, merunut serta memonitor operasi,

proses, dan fungsi. Logic model merupakan inti dari rangkaian perencanaan,

evaluasi, manajemen, komunikasi, dan koordinasi. Secara singkat model logika

diartikan sebagai suatu pemikiran logis dalam menyusun, memformulasikan, dan

mengevaluasi kebijakan/program/kegiatan.42

Menurut Roemer, terdapat beberapa komponen yang saling berkaitan dalam

membentuk sistem kesehatan berdasarkan hasil studi di berbagai Negara. Agar

pembangunan kesehatan yang didasarkan pada sistem kesehatan dapat berhasil

guna maka dipandang penting adanya hubungan antar berbagai sub sistem dan

komponen yang ada. Relasi antar komponen tersebut yaitu tersedianya jenis

sumber daya (manusia maupun fisik), berdasarkan sumber daya yang ada maka
53

organisasi melakukan program untuk medapatkan market yang ada, sumber

pembiayaan untuk membiayai penyedia sumber daya dan jasa pelayanan,

manajemen organisasi untuk mendapatkan jenis pelayanan yang layak, dukungan

sistem dalam menyediakan pelayanan jasa.22

Angka Kematian Ibu dan Anak di Indonesia masih tinggi. Berbagai upaya

telah dilakukan. Salah satu upaya pemerintah untuk menurunkan AKI dan AKB

adalah dengan penyelenggaraan Puskesmas mampu PONED. PONED sebagai

bentuk upaya untuk mendekatkan akses masyarakat ke pelayanan kesehatan. Oleh

karena itu PONED harus berfungsi dengan baik, agar AKI menurun. Kenyataanya

banyak faktor yang berhubungan dengan pelaksanaan poned.8,18,45

Penurunan kemajuan dan peningkatan kualitas hidup ibu dan anak tidak

terlepas dari penanganan kasus emergensi di fasilitas pelayanan kesehatan dasar

melalui upaya peningkatan PONED di Puskesmas. Berbagai Upaya yang

dilaksanakan dalam PONED antara lain peningkatan pengetahuan dan

keterampilan tim dalam menyelenggarakan PONED, pemenuhan tenaga

kesehatan, pemenuhan ketersediaan peralatan, obat dan bahan habis pakai,

manajemen penyelenggaraan serta sistem rujukannya. Pelayanan Obstetri

Neonatal Emergensi Dasar (PONED) di Puskesmas juga sangat membutuhkan

kerjasama yang baik dengan Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi

Komprehensif (PONEK) di Rumah Sakit sebagai suatu kesatuan sistem rujukan

mempunyai peran yang sangat penting.8

Implementasi Program Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Dasar

(PONED) di Puskesmas, dalam pelaksanaan program PONED berjalan dengan


54

tidak efektif dipengaruhi oleh aspek komunikasi yaitu tidak dilakukannya

sosialisasi lintas sektor dan belum mempunyai STO khusus PONED lengkap,

hanya terdiri dari seorang dokter, bidan, dan perawat. Aspek ketersediaan sumber

daya belum terpenuhinya kuantitas petugas yang memadai, tidak adanya dana

alokasi khusus PONED dan pemberian dana insentif, fasilitas alat dan obat yang

belum memenuhi standar, namun keterjangkauan lokasi masih terjangkau. Aspek

disposisi sebagian besar petugas mendukung dan siap melaksanakan program

PONED. Aspek stuktur birokrasi tidak adanya format pencatatan pelaporan

khusus PONED serta belum ada kerjasama dengan RS PONEK dan organisasi

profesi seperti POGI, PDAI, serta IBI.39

Komponen input meliputi sumber daya manusia, sarana prasarana,

penyelenggaraan pelayanan kegawatdaruratan dan kebijakan. Komponen kegiatan

mencakup aktivitas puskesmas PONED yang meliputi penyelenggaraan pelayanan

obstetri neonatal selama 24 jam sehari dan 7 hari seminggu, puskesmas menjadi

sub senter rujukan dan pelayanan obstetri neonatal yang diberikan. Komponen

output yaitu aktivitas puskesmas PONED yang optimal dan cakupan penanganan

kasus PONED. Komponen outcome meliputi capaian dari berbagai kegiatan yang

telah selesai dilaksanakan pada jangka pendek atau menengah. Komponen impact

menunjukkan pengaruh baik positif maupun negatif yang ditimbulkan

pelaksanaaan PONED.26-28

2.6 Proposisi Teoritik


55

Aktivitas PONED dapat terlaksana dengan baik jika komponen input dalam

pelaksanaan PONED benar-benar dipilih dan dilaksanakan sesuai dengan

prosedur yang telah ditetapkan.

Berdasarkan uraian diatas kerangka penelitian dapat digambarkan seperti

dibawah ini:

Sumber Daya Manusia

Sarana Prasarana
Aktivitas Puskesmas
PONED
Penyelenggaraan Pelayanan
Kegawatdaruratan

Syarat Administrasi
Puskesmas PONED

Gambar 2.3 Kerangka Konsep Penelitian

2.7 Premis-premis

1) Salah satu penyebab kematian adalah kurangnya akses masyarakat terhadap

sarana pelayanan kesehatan.7

2) PONED adalah salah satu upaya mendekatkan akses sarana pelayanan

kesehatan.8

3) PONED harus berfungsi dengan baik.8


56

4) Sumber daya manusia baik kuantitas maupun kualitas berhubungan dengan

aktifitas PONED.8,32

5) Sarana prasarana yang baik menunjang pelaksanaan pelayanan puskesmas

mampu PONED yang baik.28,36

6) Kompetensi petugas PONED dapat memfungsikan puskesmas.27,36

7) Penyelenggaraan pelayanan kegawatdaruratan maternal neonatal yang sigap

memperkecil kemungkinan keterlambatan pelayanan kesehatan.27

8) Syarat administrasi penyelenggaraan pelayanan puskesmas mampu PONED

sangat diperlukan untuk menjadikan puskesmas PONED berjalan dengan

baik.8,15,27

9) Pembinaan teknis, administrasi dan manajemen perlu dipersiapkan untuk

pemantapan dan pengembangan fungsi puskesmas PONED.8,27,39

2.8 Hipotesis

1) Terdapat hubungan antara faktor sumber daya manusia dengan aktifitas

puskesmas PONED di Wilayah Bagian Utara Propinsi Aceh. (premis 4, 6)

2) Terdapat hubungan antara faktor sarana prasarana dengan aktifitas puskesmas

PONED di Wilayah Bagian Utara Propinsi Aceh. (premis 1,2,5)

3) Terdapat hubungan antara faktor penyelenggaraan pelayanan

kegawatdaruratan dengan aktifitas puskesmas PONED di Wilayah Bagian

Utara Propinsi Aceh. (premis 3,4,5,7)

4) Terdapat hubungan antara faktor syarat administrasi puskesmas PONED

dengan aktifitas puskesmas PONED di Wilayah Bagian Utara Propinsi Aceh?

(premis 3,4,5,7,8,9)
57

BAB III

SUBJEK DAN METODE PENELITIAN

3.1 Subjek Penelitian

Subjek pada penelitian ini adalah Tim inti PONED (Dokter Umum, Bidan,

Perawat) yang bertugas memberikan Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi

Dasar (PONED) di Puskesmas PONED Provinsi Aceh.

3.2 Populasi dan Sampel Penelitian

3.2.1 Populasi

Populasi pada penelitian ini adalah seluruh Tim Inti PONED (Dokter Umum,

Bidan, Perawat) yang bertugas di Puskesmas PONED di wilayah bagian utara

provinsi Aceh. Jumlah seluruh puskesmas PONED di wilayah bagian utara

Provinsi Aceh sebanyak 18 unit.

3.2.2 Sampel

Sampel pada penelitian ini adalah Tim Inti PONED (Dokter Umum, Bidan,

Perawat) yang bertugas di puskesmas PONED yang terpilih menjadi responden

yang berjumlah 72 orang. Penelitian ini menggunakan total sampling dimana

pengambilan sampel secara menyeluruh.

Merujuk pada perhitungan sampel dari pemodelan Rasch, tingkat ketelitian

yang digunakan adalah kalibrasi item pada instrumen yang stabil dalam ketelitian

pengukuran di +0,5logit dengan tingkat kepercayaan 95%, sehingga ukuran

sampel yang layak sebanyak 100 orang (64–144 sampel).46 Penggunaan sampel
58

sebanyak 100 orang akan menghasilkan kualitas pengukuran yang stabil dan teliti.

Salah satu faktor yang memengaruhi ukuran sampel dari responden adalah

kualitas pengukuran dan ketelitian instrumen yang digunakan.46,47

3.2.2.1 Kriteria Inklusi

1) Tim Inti PONED (Dokter Umum, Bidan, Perawat) yang bekerja di puskesmas

PONED wilayah bagian utara Propinsi Aceh.

2) Bersedia menjadi responden dan menandatangani lembar informed consent

yang disediakan.

3.2.2.2 Kriteria Ekslusi

Tim Inti PONED yang tidak berada di tempat pada saat penelitian

3.3 Metode Penelitian

3.3.1 Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik kuantitatif dengan

metode survey, penelitian bermaksud untuk mengukur faktor yang berhubungan

aktifitas puskesmas PONED. Pendekatan waktu yang digunakan cross sectional

study karena penelitian ini dilaksanakan dalam waktu yang tidak

berkesinambungan dan tidak panjang.48 Menurut Zikmund, dkk (2010), cross

sectional studies is a study in which various segments of a population are

sampled and data are collected at a single moment in time (studi yang mengambil

sampel dari berbagai segmen populasi dan data dikumpulkan pada waktu yang

bersamaan).49

Berdasarkan uji hipotesis yang akan digunakan, hubungan antara variabel

menggunakan metode korelasi. Penelitian korelasi atau korelasional adalah suatu


59

penelitian untuk mengetahui hubungan dan tingkat kekuatan hubungan antara dua

variabel atau lebih tanpa ada upaya untuk memengaruhi variabel tersebut sehingga

tidak terdapat manipulasi variabel.50

3.3.2 Alur Penelitian

Studi Pendahuluan

Penyusunan Proposal Penelitian

Ethical Clearance dan perijinan tempat penelitian

Populasi seluruh Tim Inti PONED

Dilakukan verifikasi ulang dengan


survey di tempat dari data Dinas
Kesehatan

Memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi

Tim inti PONED akan dinilai tentang :

sumber daya manusia, sarana prasarana, penyelenggaraan


pelayanan kegawatdaruratan dan syarat administrasi
puskesmas PONED.

PONED tidak aktif PONED Aktif

Analisis data

Hasil Penelitian

Gambar 3.1 Alur Penelitian


60

3.3.3 Identifikasi Variabel

Variabel bebas terdiri dari : sumber daya manusia, sarana prasarana,

penyelenggaraan pelayanan kegawatdaruratan dan syarat administrasi puskesmas

PONED.Variabel terikat yaitu aktifitas Puskesmas PONED.

3.3.4 Definisi Operasional

Penyebaran formulir pengumpulan data dilakukan penulis untuk memperoleh

data yang hendak dianalisis. Tabel 3.1 akan menggambarkan secara lengkap

operasionalisasi variabel penelitian ini:

Tabel 3.1 Definisi Operasional

No Nama Definisi Operasional Cara Skala Hasil Ukur


Variabel Pengukuran
Variabel
Terikat
1. Aktifitas Kegiatan dan pelaksanaan Survei yang Ordinal Aktivitas
Puskesmas pelayanan PONED yang menggunakan ditransformasi puskesmas
formulir yang berisi menjadi
PONED mampu Interval berdasarkan nilai
pernyataan dari
menyelenggarakan Logit Person.
persepsi responden.
pelayanan dalam 24 jam Formulir dengan a. Aktif, bila >
sehari (purnawaktu), Skala Likert (1-4) nilai 0,00 logit
menjadi sub senter dengan opsi : b.Tidak Aktif,
rujukan, memiliki tenaga Selalu (4), Sering bila < nilai
yang sudah terlatih dan (3), Kadang- 0,00 logit
sarana prasarana yang Kadang (2), Tidak
Pernah (1).
cukup

Variabel Bebas
2. Sumber Tenaga kesehatan yang Formulir yang Nominal Sumber daya
daya berfungsi sebagai tim berisi daftar ditransformasi manusia
menjadi
manusia inti pelaksana PONED pernyataan dengan Interval puskesmas
harus yang sudah Skala Guttman (1- berdasarkan nilai
terlatih dan bersertifikat 2) dengan opsi : Ya Logit Person.
dari Pusat Diklat (2), Tidak (1). a. Tersedia, bila >
Tenaga Kesehatan yang nilai 0,00 logit
telah mendapat b.Tidak Tersedia,
sertifikasi sebagai bila < nilai
61

penyelenggara Diklat 0,00 logit


PONED.

3. Sarana Penyediaan barang fisik Formulir yang berisi Ordinal Sarana Prasarana
Prasarana yang tidak habis pakai daftar pernyataan ditransformasi puskesmas
menggunakan skala menjadi
dan habis pakai oleh Interval berdasarkan nilai
puskesmas mampu likert 3 opsi yaitu Logit Person.
sudah tersedia (3),
PONED dalam a. Tersedia, bila >
cukup tersedia (2),
pelayanan nilai 0,00 logit
kurang tersedia (1).
kegawatdaruratan b.Tidak Tersedia,
obstetrik neonatal bila < nilai
0,00 logit
4. Penyeleng Pelaksanaan pelayanan Formulir yang Ordinal Penyelenggaraan
garaan kegawatdaruratan berisi pernyataan ditransformasi pelayanan
dari persepsi menjadi
pelayanan maternal dan neonatal, Interval berdasarkan nilai
responden.
kegawatda respon emergensi Logit Person.
Formulir dengan
ruratan terhadap kasus Skala Likert (1-4) a. Tersedia, bila >
kegawatdaruratan dengan opsi : nilai 0,00 logit
Selalu (4), Sering b.Tidak Tersedia,
(3), Kadang- bila < nilai
Kadang (2), Tidak 0,00 logit
Pernah (1).

5. Syarat Persyaratan administrasi Formulir yang Nominal Syarat


administrasi yang berkaitan dengan berisi daftar ditransformasi administrasi
Puskesmas menjadi
pemantapan dan pernyataan dengan Interval puskesmas
PONED pengembangan fungsi Skala Guttman (1- berdasarkan nilai
puskesmas PONED 2) dengan opsi : Ya Logit Person.
(2), Tidak (1). a. Tersedia, bila >
nilai 0,00 logit
b.Tidak Tersedia,
bila < nilai
0,00 logit

3.4 Teknik Pengumpulan Data

3.4.1 Intrumen Penelitian

1) Kuesioner

Pengumpulan data menggunakan kuesioner untuk mendapatkan informasi

mengenai semua variabel yang diteliti. Kuesioner yang digunakan merupakan


62

modifikasi pertanyaan yang telah memenuhi syarat uji validitas dan reliabilitas

(Lampiran 9 hal : 88-104).

Formulir pengumpulan data pada bagian awal berisi data responden yang

merupakan gambaran umum responden meliputi nama, jenis kelamin, profesi,

puskesmas dan kabupaten. Kemudiaan bagian selanjutnya adalah formulir

pengumpulan data pernyataan untuk mengukur sumber daya manusia di

puskesmas PONED yang terdiri dari 8 pernyataan, sarana prasarana yang terdiri

dari 11 kelompok pernyataan, penyelenggaraan pelayanan kegawatdaruratan

obstetri neonatal yang terdiri dari 7 pernyataan, syarat administrasi 9 pernyataan

dan aktivitas pusksmas PONED 12 pernyataan. Keseluruhan pernyataan

menggunakan model data dikotomi dengan jenis soal uraian menggunakan skala

Guttman dan data politomi dengan jenis soal uraian menggunakan skala peringkat

likert. Interprestasi pernyataan adalah sebagai berikut :

a. Penilaian aktivitas puskesmas PONED


1 2 3 4
Tidak pernah Kadang-kadang Sering Selalu

b. Penilaian sarana dan prasarana


1 2 3
Kurang tersedia Cukup tersedia Sudah tersedia

Sementara untuk mendapatkan data pada variabel sumber daya manusia dan

syarat administrasi puskesmas PONED menggunakan kuesioner dengan skala

Guttman dengan ketentuan nilai:

a. Diberi skor 2 bila jawaban Ya

b. Diberi skor 1 bila jawaban Tidak


63

Data yang telah terkumpul kemudian ditransformasikan menjadi data logit

dengan menggunakan perangkat winsteps versi 3.73 selanjutnya data dianalisis

secara kuantitatif dengan uji hipotesis.

2) Observasi

Teknik ini dilakukan untuk memperoleh data yang lebih kongkrit dan relistik.

Data hasil pengamatan ini digunakan untuk memperdalam pemahaman peneliti

dalam pembahasan hasil penelitian.

3) Studi dokumentasi

Studi dokumentasi merupakan proses pengumpulan data penelitian berupa

naskah ataupun dokumen dengan cara mempelajari dan mencatat bagian-bagian

yang memiliki nilai penting dari berbagai risalah atau sumber formal baik pada

lokasi penelitian maupun diluar instansi yang ada hubungannya dengan penelitian.

3.4.2 Uji Validitas dan Reliabilitas

Dalam penggunaan alat analisis kuesioner, maka uji validitas wajib untuk

dilakukan. Uji validitas digunakan untuk mengukur sah atau valid tidaknya suatu

instrumen. Valid yang dimaksud terlihat dari pertanyaan pada kuesioner,

pertanyaan tersebut harus dapat menggambarkan sesuatu yang akan diukur. Pada

penelitian ini tidak dilakukan uji validitas ulang, karena peneliti memodifikasi

dari kuesioner yang diadopsi dari pedoman PONED Dekpes RI dan instrumen

penilaian kinerja di puskesmas oleh USAID, yang sebelumnya sudah diteliti dan

diuji validitasnya (Lampiran 10).


64

3.4.3 Prosedur Penelitian

1) Persiapan.

Pada tahap persiapan setelah mendapat permohonan tealaah Etik dengan

nomor surat 391/UN6.C1.2.4/PP/2016, peneliti mengirimkan surat permohonan

izin dari Prodi S2 Kebidanan Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran kepada

Dinas Kesatuan Bangsa dan Perlindungan Masyarakat (KESBANGLINMAS) di

Propinsi Aceh. Setelah mendapatkan izin, peneliti menyampaikan surat kepada

Dinas Kesehatan Provinsi Aceh untuk memperoleh izin penelitian di puskesmas

PONED di wilayah bagian utara Provinsi Aceh dengan nomor surat

050.1/3257/IX/2016.

2) Pengumpulan data

Dalam proses pengumpulan data, maka metode/cara penyebarannya secara

umum diatur sebagai berikut :47

(1) Peneliti melakukan koordinasi dengan pihak instansi yang ditetapkan sebagai

lokasi peneliti, dengan menyampaikan maksud dan tujuan kedatangan tim

pengumpul data, termasuk menetapkan jadwal kunjungan.

(2) Di lokasi penelitian, setelah mengenalkan diri, menerangkan maksud dan

tujuan penelitian, serta menerangkan cara mengisi daftar pertanyaan,

selanjutnya daftar pertanyaan diserahkan untuk diisi.

(3) Pada waktu yang telah disepakati dengan pihak responden, peneliti beserta tim

pengumpul data mengambil instrument yang telah selesai diisi tersebut, sambil

menanyakan apakah ada kesulitan dalam menjawab pertanyaan. Setelah

kuisioner diserahkan, selanjutnya peneliti beserta tim pengumpul data


65

mengecek kembali seluruh pertanyaan apakah ada pertanyaan yang

terlewatkan / tidak dijawab, jawaban yang tidak jelas, tulisan yang tidak

terbaca, dan sebagiannya.

(4) Seluruh kuesioner tersebut dikumpulkan dan peneliti menetapkan lebih lanjut

apakah perlu dilakukan pengumpulan data ulang atau tidak.

3) Pengolahan Data.

Pengolahan data kuantitatif menggunakan cara-cara atau rumus tertentu

dengan langkah-langkah sebagai berikut:51

(1) Edit Data (Editing) dan Coding

Formulir pengumpulan data yang telah dikumpulkan kemudian diperiksa

kelengkapannya termasuk pemberian kode atau nomor responden. Langkah ini

dimaksud untuk pengecekan kelengkapan data, kesinambungan data dan

keseragaman data.

(2) Data Entry/ Processing Data

Data yang sudah terkumpul selanjutnya dimasukkan ke dalam software

Microsoft Excel sesuai dengan pilihan-pilihan subjek berdasarkan data mentah

yang diberikan oleh responden.

3.5 Rancangan Analisis Data Kuantitatif

Jenis analisis untuk menilai persepsi Tim inti puskesmas PONED

menggunakan pemodelan Rasch (Rasch Measurement Model). Pemodelan Rasch

merupakan alat analisis yang dapat menguji validitas (kesalahan) dan reliabilitas
66

instrumen riset, bahkan dapat menguji kesesuaian person dan item secara

simultan.46,49

Lima syarat yang harus dipenuhi dalam pengujian instrumen agar

mendapatkan hasil yang valid, yaitu: 1) unit kuantitas terukur, 2) konsep yang

terskala, 3) mempunyai interval yang linier, 4) replicable, dan 5) dapat melakukan

prediksi. Syarat-syarat tersebut dapat dipenuhi oleh pemodelan Rasch karena

mampu memberikan skala liner dengan interval yang sama; dapat melakukan

prediksi terhadap data yang hilang; dapat memberikan estimasi yang lebih tepat;

mampu mendeteksi ketidaktepatan model; dan dapat menghasilkan pengukuran

yang replicable.46,47,52

Model Rasch mampu mengubah data ordinal menjadi interval dengan cara

mentransformasikan logaritma pada fungsi Rasio Odd sehingga didapatkan data

dalam bentuk Equal dan Interval yang ditampilan dalam bentuk nilai logit

(logaritma odds digit) measure. Nilai logit measure inilah yang kemudian peneliti

gunakan untuk analisis dengan menggunakan perangkat SPSS versi 17.0 (analisis

univariat, bivariate dan multivariat).

3.5.1 Analisis Univariat

Analisis ini bertujuan untuk menyajikan analisis data terkait aktivitas

puskesmas PONED, sumber daya manusia, sarana prasarana, penyelenggaraan

pelayanan kegawatdaruratan obstetri neonatal dan syarat administrasi berdasarkan

karakteristik profesi, puskesmas dan kabupaten. Selain itu pada bagian ini akan

menyajikan data variabel dependen dan independen secara umum serta

berdasarkan karakteristik profesi, puskesmas dan kabupaten. Data disajikan dalam


67

bentuk deskriptif dengan menggunakan hasil analisis pemodelan Rasch. Penulis

menggunakan analisis deskriptif dalam penelitian ini untuk mendapatkan

persentase dari persepsi responden tim inti PONED pada formulir pengumpulan

data yang diberikan. Berdasarkan karakteristik responden dan keseluruhan

responden dalam memberikan pernyataan dan jawaban dengan melihat nilai logit

responden perlu analisis uji beda untuk mengetahui perbedaan secara statistik

dengan menggunakan uji One Way Anova.

3.5.2 Analisis Bivariat

Analisis terhadap dua variabel yang diduga berhubungan atau berkorelasi,

yaitu variabel independen (sumber daya manusia, sarana prasarana,

penyelenggaraan pelayanan kegawatdaruratan, syarat administrasi) dan variabel

dependen yaitu aktifitas puskesmas PONED dan berapa kuat hubungan tersebut

jika dihubungkan.48 Data hasil pengukuran dari formulir pengumpulan data yang

berbentuk skala ordinal kemudian ditransformasi menjadi skala interval

menggunakan permodelan Rasch dengan perangkat lunak Winsteps versi 3.73.

Pemodelan Rasch mengatasi masalah keintervalan data dengan cara

mengakomodasi trasformasi logit, dengan menerapkan logaritma pada fungsi

rasio odd. Menurut Boone, dkk (2014) data dapat dianalisis dengan statistik

parametrik apabila data memiliki skala interval yang sama.52 Artinya data logit

yang dihasilkan dari analisis dengan pemodelan Rasch memenuhi kriteria untuk

dianalisis menggunakan statistik parametrik untuk menguji hubungan kualitas

sumber daya manusia, sarana prasarana, penyelenggaraan pelayananan


68

kegawatdaruratan dan syarat administrasi dengan aktivitas puskesmas PONED

dengan uji korelasi pearson menggunakan program komputer SPSS versi 21.

3.5.3 Analisis Multivariat

Pada penelitian ini dilakukan analisis multivariat untuk mengetahui

kemaknaan hubungan (p) variabel independen. Analisis multivariat menggunakan

statistik regresi logistik ganda karena variabel dependen berupa kategorik

dikotom. Metode yang digunakan adalah metode Backward yaitu memasukan

semua variabel independen dan confounding dengan serentak satu langkah dengan

melewati kriteria kemaknaan tertentu, sehingga diperoleh model akhir yang

menunjukkan seberapa besar pengaruh dari beberapa variabel bebas dan terikat.

Rumus yang digunakan antara lain sebagai berikut :48,51

1
P(Y) =
1+ ecp−(a+b1x1+b2x2+b3x3+….bixi)

3.6 Tempat dan Waktu

Tempat dan waktu yang digunakan untuk pelaksanaan penelitian ini adalah

sebagai berikut:

3.6.1 Tempat Penelitian.

Penelitian ini dilaksanakan di Puskesmas PONED di Wilayah Bagian Utara

Propinsi Aceh tahun 2016.

3.6.2 Waktu Penelitian.

Waktu penelitian dimulai pada bulan 09 September sampai dengan 11 Oktober

2016.
69

3.7 Implikasi/Aspek Etik

Penelitian ini dilaksanakan telah mendapatkan surat kelayakan etik penelitian

dari Komite Etik Penelitian Kesehatan Fakultas Kedokteran UNPAD dengan

Nomor : 825/UN6.C1.3.2/KEPK/PN/2016. Selanjutnya peneliti mengajukan

permohonan izin penelitian kepada Dinas Kesehatan Propinsi Aceh. Penelitian ini

tidak merugikan responden, maupun melanggar kesusilaan masyarakat. Kesediaan

responden untuk ikut serta dalam penelitian ini secara sukarela, responden sudah

menandatangani surat persetujuan penelitian (informed consent).

Penelitian ini menerapkan 3 prinsip dasar etik penelitian yaitu:51

1) Menghormati harkat dan martabat manusia (Respect for persons)

Subjek penelitian diberikan informasi mengenai penelitian yang dilakukan

meliputi: tatacara/prosedur, risiko dan ketidaknyamanan, manfaat, kesukarelaan,

kerahasian data, penyulit, dan kompensasi serta contec person yang bisa

dihubungi bila ada yang perlu didiskusikan sehubungan dengan penelitian. Subjek

penelitian bebas menentukan keikutsertaannya dalam penelitian ini yang

dinyatakan secara tertulis dengan menandatangani lembar persetujuan sebagai

responden. Identitas responden dalam penelitian ini dirahasiakan.

2) Memenuhi persyaratan ilmiah dan bermanfaat (Beneficence)

Terdapat risiko ketidak-nyamanan psikologis responden dari beberapa

pemeriksaan obeservasi dan pertanyaan dari kuesioner, Oleh karena itu peneliti

harus memperhatikan kondisi fisik dan waktu luang aktifitas responden. Penelitian

ini sangat bermanfaat bagi responden, baik kelompok kasus maupun kelompok
70

kontrol karena akan mendapatkan keilmuan yang sama, sehingga bagi kedua

kelompok tersebut dapat memperbaiki puskesmas PONED masing-masing

3) Keadilan (justice)

Semua subjek penelitian mendapatkan perlakuan yang sama sesuai dengan

moral dan hak mereka sebagai subjek penelitian. Setelah pengisian

kuesioner/wawancara selesai, subjek penelitian diberi cendera mata sebagai

kompensasi waktu yang telah diberikan. Selanjutnya, peneliti menyediakan waktu

apabila terdapat hal yang perlu didiskusikan oleh subjek penelitian. Beberapa

responden meminta kesediaanya untuk menjadi informan dan dilakukan

wawancara mendalam dengan menggunakan daftar pertanyaan yang sudah

disusun terstruktur. Konsep untuk memberitahu dan mengajak responden menjadi

informan serta informasi yang harus mereka dapatkan disampaikan kembali.

Hasil penelitian ini tidak menyebutkan nama peserta, sehingga kerahasiaan

pribadi responden terjaga, tetapi apabila responden merasa dirugikan dengan

adanya penelitian ini responden berhak untuk tidak diikut-sertakan atau

mengundurkan diri dari penelitian ini. Penelitian ini akan dilaksanakan setelah

mendapatkan persetujuan Komite Etik Penelitian Fakultas Kedokteran Universitas

Padjadjaran dalam bentuk ethical clearance.


71

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

4.1.1 Gambaran Lokasi Penelitian

Provinsi Aceh terletak di ujung Barat Laut Sumatera (2o00’00”- 6o04’30”

Lintang Utara dan 94o58’34”-98o15’03” Bujur Timur) dengan Ibukota Banda

Aceh, memiliki luas wilayah 56.758,85 km2 atau 5.675.850 Ha (12,26 persen dari

luas pulau Sumatera), wilayah lautan sejauh 12 mil seluas 7.479.802 Ha dengan

garis pantai 2.666,27 km2. Secara administratif pada tahun 2009, Provinsi Aceh

memiliki 23 kabupaten/kota yang terdiri dari 18 kabupaten dan 5 kota, 276

kecamatan, 755 mukim dan 6.423 gampong atau desa.

Provinsi Aceh memiliki topografi datar hingga bergunung. Wilayah dengan

topografi daerah datar dan landai sekitar 32 persen dari luas wilayah, sedangkan

berbukit hingga bergunung mencapai sekitar 68 persen dari luas wilayah. Daerah

dengan topografi bergunung terdapat dibagian tengah Aceh yang merupakan

gugusan pegunungan bukit barisan dan daerah dengan topografi berbukit dan

landai terdapat dibagian utara dan timur Aceh.4,9,10

Secara geografis wilayah Bagian Utara Provinsi Aceh terbagi menjadi 4

Kabupaten dan 1 Kotamadya yaitu Kabupaten Pidie, Kabupaten Pidie Jaya,

Kabupaten Bireuen, Kabupaten Aceh Utara dan Kotamadya Lhokseumawe.

Topografi terdiri dari dataran rendah dan dataran tinggi, keadaan tanahnya terdiri

dari daerah rawa-rawa, persawahan, perbukitan, pegunungan dan pemukiman


72

dengan memiliki dua musim yaitu musim penghujan dan musim kemarau.

Adapun untuk bidang Pelayanan Kesehatan khususnya Pelayanan Obstetri

Neonatal Emergensi Dasar (PONED) Puskesmas yang ada di Wilayah Bagian

Utara Provinsi Aceh terdiri dari 19 Puskesmas yang tersebar di setiap Kabupaten.

Pada Kabupaten Aceh Utara Puskesmas Seunedon tidak dilakukan penelitian oleh

karena sedang dalam pembangunan infrasuktur gedung baru, yang ada pada saat

penelitian hanya satu gedung yang difungsikan sebagai tempat layanan umum dan

administrasi sehingga puskesmas PONED yang diteliti menjadi 18 puskesmas.

4.1.2 Karakteristik Subjek Penelitian

Responden berjumlah 72 orang yang merupakan tim inti pada puskesmas

PONED. Karakteristik responden (item demografi) dalam penelitian ini meliputi

profesi, puskesmas dan kabupaten. Analisis yang digunakan adalah deskriftif.

Karakteristik profesi responden dengan kategori: bidan sebesar 94,4%, dokter

sebesar 5,6%, hal ini terjadi oleh karena dokter yang ditugaskan sebagai tim inti

PONED pindah tugas khususnya dokter PTT yang dikontrak berdasarkan batas

waktu tertentu, sebagian dokter tidak berperan dalam pelayanan (sebagai kepala

Puskesmas) dan ada yang sedang melanjutkan pendidikan dokter spesialis.

Sedangkan tenaga perawat tidak menjadi responden karena tim inti PONED yang

dikirim untuk pelatihan sebagian besar adalah bidan dan dokter, ada beberapa

perawat yang dikirim untuk pelatihan PONED namun tidak bertugas di bagian

PONED. Karakteristik puskesmas sebanyak 18 puskesmas PONED masing-

masing sebesar 5,6% yaitu: Seunedon, Lhoksukon, Muara Batu, Nisam,

Samalanga, Peusangan Selatan, Peusangan, Jeunib, Kutablang, Makmur,


73

Gandapura, Peudada, Juli, Bandar Dua, Meureudeu, Bandar Baru, Tangse,

Reubee, dan Kembang Tanjong. Karakteristik kabupaten antara lain Kabupaten

Aceh Utara sebesar 16,7%, Kabupaten Bireuen sebesar 50%, Kabupaten Pidie

Jaya sebesar 16,7% dan Kabupaten Pidie sebesar 16,7%.

Tabel 4.1 Karakteristik Responden


Variabel Jumlah Responden
(Persen)
1. Profesi
Bidan 68 (94,4%)
Dokter 4(5,6%)

2. Puskesmas
Lhoksukon 4 (5,6%)
Muara Batu 4 (5,6%)
Nisam 4 (5,6%)
Samalanga 4 (5,6%)
Peusangan Selatan 4 (5,6%)
Peusangan 4 (5,6%)
Jeunib 4 (5,6%)
Kuta Blang 4 (5,6%)
Makmur 4 (5,6%)
Gandapura 4 (5,6%)
Peudada 4 (5,6%)
Juli 4 (5,6%)
Bandar Dua 4 (5,6%)
Meureudu 4 (5,6%)
Bandar Baru 4 (5,6%)
Tangse 4 (5,6%)
Reubee 4 (5,6%)
Kembang Tanjong 4 (5,6%)

3. Kabupaten
Aceh Utara 12(16,7%)
Bireuen 36(50,0%)
Pidie Jaya 12(16,7%)
Pidie 12(16,7%)
Jumlah 72 (100)

Tabel 4.2 menunjukkan bahwa karakteristik profesi responden sebagian

besar adalah bidan sebesar 94,4%, karakteristik puskesmas sebanyak 18

puskesmas PONED masing-masing sebesar 5,6% dan karakteristik kabupaten


74

antara lain Kabupaten Aceh Utara sebesar 16,7%, Kabupaten Bireuen sebesar

50%, Kabupaten Pidie Jaya sebesar 16,7% dan Kabupaten Pidie sebesar 16,7%.

4.1.3 Aktivitas Puskesmas PONED

a. Aktivitas Puskesmas PONED Secara Umum

Kriteria aktivitas puskesmas PONED berdasarkan item dibagi menjadi empat

pengelompokan kategori jawaban, yaitu: sangat mudah dilaksanakan, mudah

dilaksanakan, dilaksanakan, susah dilaksanakan sangat susah dilaksanakan.


Person - MAP - Item
<more>|<rare>
3 X +
XX |
T| SANGAT SUSAH DILAKSANAKAN
XX |
XXXX |T AK9
2 + Rata-rata logit person +2,51 logit
XXX S|
XXXXXXXXX |
XXXXXXX | AK8 SUSAH DILAKSANAKAN
XXXX | AK10
X |
|S
1 XXXXX M+
XXXXXXX |
XXxxXXX |
XXXXXXXX |AK11 DILAKSANAKAN
|
XXX S|
XX |AK12 AK4
0 X +M Rata-rata logit aitem 0,0 logit
XXX |
| AK3
X | MUDAH DILAKSANAKAN
| AK5
T| AK6
| AK7
TIDAK AKTIF AKTIF

-1 +
XX |S
| AK1 SANGAT MUDAH DILAKSANAKAN
AKTIF

| AK2
-2 +
Skala <less>|<frequ>
Logit

Gambar 4.1 Peta Wright Item Aktivitas Puskesmas PONED

Peta Wright Gambar 4.1 menunjukkan bahwa terdapat satu item yang sangat

susah dilaksanakan, kode AK9 (+2,18 logit) dengan isi item pertanyaan

"Pembinaan puskesmas PONED dan wilayah sekitar dari RS atau Dinkes".

terdapat dua item yang sangat mudah dilaksanakan yaitu kode AK1 (-1,35 logit)

dan AK2 (-1,65 logit), dengan isi item pertanyaan "puskesmas memberikan

pelayanan 24 jam, sudah berfungsi menolong persalinan".


75

b. Aktivitas Puskesmas PONED Berdasarkan Puskesmas


Item - MAP - Person
<rare>|<more>
3 + I
| D E
|T
| AA
|
X T| AA EE
2 + Rata-rata logit person +2,51 logit
|S II O
| C D D GG LLL R
| B D HHHH I
XX | C L N R
| M
S|
1 +M B C M RR
| BB M
| F OO
| C M NNN
| E F O P
X | F JJ KKKK AKTIF
|
|S G JJ
XX | G P
0 M+ P Rata-rata logit aitem 0,0 logit
| F P Q
X |
| Q
X | TIDAK AKTIF
X |T
X |

JULI

KEMBANG TANJONG
PEUSANGAN SELATAN

-1 +
NISAM

S| QQ
JEUNIB

MEUREUDU
LHOKSUKON

SAMALANGA

REUBEE
MAKMUR

PEUDADA
|

BANDAR DUA
GANDAPURA

TANGSE
KUTA BLANG

BANDAR BARU
PEUSANGAN
MUARA BATU

XX |
-2 +
Skala Logit <frequ>|<less>

Gambar 4.2 Peta Wright Aktivitas Puskesmas Poned Berdasarkan


Puskesmas

Peta Wright Gambar 4.2 menunjukkan bahwa persentase yang lebih aktif

dalam pelaksanaan puskesmas PONED berdasarkan kelompok puskesmas secara

berurutan adalah Lhoksukon, Muara Batu, Samalanga, Peusangan Selatan, Jeunib,

Kutablang, Makmur, Bandar Dua, Meureudeu, Bandar Baru, Kembang Tanjong

masing-masing (100%), Peusangan 75% dan Tangse 50%. Sedangkan yang tidak

aktif dalam pelaksanaan Poned adalah Peusangan (25%), Tangse (50%) dan

Reubee (100%).
76

Tabel 4.2 Distribusi Aktivitas Puskesmas PONED Di Wilayah Bagian Utara


Provinsi Aceh

Aktivitas Puskesmas PONED Jumlah (n) Persen (%)


Aktif 15 83,3
Tidak Aktif 3 16,4
Jumlah 18 100,0

Tabel 4.2 menunjukkan bahwa aktivitas Puskesmas Poned di wilayah bagian

Utara Provinsi Aceh terdapat 15 puskesmas Poned yang aktif (83,3%) dan 3

puskesmas Poned tidak aktif (16,4%).

4.1.4 Hubungan Faktor Sumber Daya Manusia Dengan Aktivitas

Puskesmas PONED

a. Sumber Daya Manusia Puskesmas PONED Secara Umum


Person - MAP - Item
<more>|<rare>
3 . +
|T
|
.##### | SANGAT SUSAH DIPENUHI
2 +
S|
| S5
.######## | Rata-rata logit person +2,51 logit
|S
| S3 S8
1 +
.### |
M| SUSAH DIPENUHI
|
| S6
.########## |
0 +M S4 Rata-rata logit aitem 0,0 logit
| S7
#### |
S|
-1 +
TERSEDIA

|S
TIDAK TERSEDIA

# | MUDAH DIPENUHI
| S2
-2 T+
| S1
S1
## |
|T SANGAT MUDAH DIPENUHI
-3
Skala Logit <less>|<frequ>

Gambar 4.3 Peta Wright Item Sumber Daya Manusia Puskesmas PONED

Peta Wright Gambar 4.3 menunjukkan bahwa terdapat satu item yang sangat

susah dipenuhi, kode S5 (+1,71 logit) dengan isi item pertanyaan "tim pendukung

sudah mengikuti on the job training bersama dengan tim inti pelaksana" dan
77

terdapat satu item yang sangat mudah dipenuhi yaitu kode S1 (-2,23 logit), dengan

isi item pertanyaan "ketersediaan tim inti pelaksana PONED minimal yaitu 1

dokter, 1 bidan, 1 perawat".

b. Sumber Daya Manusia Berdasarkan Puskesmas


Item - MAP – Person Puskesmas
<rare>|<more>
3 + I
T|
| AAAA B DDDD F O Rata-rata logit
2 +
|S person +2,51
X |
| B FF G I KKKK MMM O RRRR
S|
|
XX |
1 + TERSEDIA
| BB G J O PP
|M
|
X |
| EEEE F GG HHHH II JJ M NNNN O
0 X M+ Rata-rata logit
X | aitem 0,0 logit
| C J LLLL PP
|S
-1 +
| TIDAK TERSEDIA
S|
| CC
X |
|
-2 +T
X |

KEMBANG TANJONG
PESANGAN SELATAN

| QQQQ
T|
-3 + C
Skala <frequ>|<less>
GANDAPURA

PEUDADA

logit
SAMALANGA

KUTA BLANG
MAKMUR

JULI
JEUNIB

BANDAR DUA
NISAM

PEUSANGAN
LHOKSUKON

REUBEE
BANDAR BARU
MUARA BATU

TANGSE
MEUREUDEU

Gambar 4.4 Peta Wright Sumber Daya Manusia Berdasarkan Puskesmas

Peta Wright Gambar 4.4 menunjukkan bahwa persentase ketersediaan sumber

daya manusia puskesmas PONED berdasarkan kelompok puskesmas secara

berurutan adalah Lhoksukon, Muara Batu, Samalanga, Peusangan Selatan,

Peusangan, Jeunib, Peudada, Kutablang, Makmur, Bandar Dua, Meureudeu,

Bandar Baru, Kembang Tanjong masing-masing (100%), Gandapura (75%),

Tangse (50%).
78

Tabel 4.3 Distribusi Sumber Daya Manusia PONED Di Wilayah Bagian


Utara Provinsi Aceh

Sumber Daya Manusia Jumlah (n) Persen (%)


Tersedia 13 72,2
Tidak Tersedia 5 27,8
Jumlah 18 100,0

Tabel 4.3 menunjukkan bahwa sumber daya manusia Puskesmas Poned di

wilayah bagian Utara Provinsi Aceh terdapat 13 puskesmas Poned yang tersedia

(72,2%) dan 5 puskesmas Poned tidak tersedia (27,8%).

Tabel 4.4 Distribusi Sumber Daya Manusia Terlatih dan Tidak Terlatih
KARAKTERISTIK Jumlah Terlatih Tidak Terlatih
N % N %
Profesi Dokter 4 3 75 1 25
Bidan 68 28 41,1 40 58,9
Perawat 0 0 0 0 0
Keseluruhan Responden 72 31 43 41 57

Tabel 4.4 menunjukkan bahwa sumber daya manusia yang terlatih adalah

bidan (41,1%) dan dokter (75%). Sumber daya manusia yang terlatih secara

keseluruhan adalah 43%.

Tabel 4.5 Hubungan Sumber Daya Manusia Dengan Aktivitas Puskesmas


PONED Di Wilayah Bagian Utara Provinsi Aceh

Sumber Daya Aktivitas Puskesmas Total r Nilai p


Manusia PONED
Aktif Tidak Aktif
n % n % n %
Tersedia 55 96,4 2 3,6 57 10 0,367 0,002
0
Tidak Tersedia 11 73,3 4 26,7 15 10
0
Total 66 91,6 6 8,4 72 10
0
*Person Correlation test
79

Tabel 4.5 menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara faktor sumber daya

manusia dengan aktivitas puskesmas PONED dengan nilai p = 0,002. Nilai

korelasi sebesar 0,367 menunjukkan korelasi positif dengan kekuatan korelasi

lemah.

4.1.5 Hubungan Faktor Sarana Prasarana Dengan Aktivitas Puskesmas

PONED

a. Sarana Prasarana Puskesmas PONED Secara Umum.

Kriteria sarana prasarana dibagi menjadi empat pengelompokan kategori

jawaban, yaitu: sangat mudah dipenuhi, mudah dipenuhi, susah dipenuhi, dan

sangat susah dipenuhi.

Person - MAP - Item


<more>|<rare>
3 + S9K
XX T| S9H
XXX |
X | S9A S5U
|T S7C SANGAT SUSAH DIPENUHI
XXXX | S9B S5V S5T S10Q
XXX | S11AI
| S11AH Rata-rata logit
2 S+ S7B S9M S6N
XX | S10N S9L person +2,51 logit
X | S9F S6M
XXXXX | S10G S6A
XXXXXXX | S8M S9C S9G S9D S9E
XXX | S7E S10S S11L
XXXXXXXX |S S8L S7D S1C SUSAH DIPENUHI
XXX M| S6B S10F S11Q
1 + S11P S10R
XXXXXXXXX | S3U S5P S6C
XXXXX | S4E S4C S10E S1D S4D S8N
X | S9I S1E S5W S8H S4F
| S11AJ S6H S9J S11AF S11AG S1A S1B S5O S5G
X S| S5H S5I S4B S11R S11U S4G S11K S11S S11T S5A S11F S5J
X | S5K S11O S5S S6O S11G S5B S5C S5D S5E S5F S5L S5M S5M S5Q S8I S11Y S11J S8J S2H
XXXX | S11I S11Z S10K S11X S11AB Rata-rata logit
0 XXX +M S8E S11B S10O S11A S11D S11H S11M S11N S11V
S11AA S11AC S11AD S11AE aitem 0,0 logit
XX | S2G S11C S11E S11W
XX | S6J S6L
| S10J
X T| S3A S3AD S4A S10B S3W S3R S10H S10M S10T
X | S2K S10I S2I
| S6D S3K S3V S6F S7A S8K
| S2O S3N S3P S3Q S10A S10P S3F S3R S3AG
-1 +
| S2J S6I S8A S8F
|S S2F S3S S6K S7F S10L MUDAH DIPENUHI
| S2M S3G S6E
| S3H S3J S3Y S3AA S3AC S6G S8B S8G
TERSEDIA

|
| S2L S3B S8C S8D
TIDAK TERSEDIA

-2 + S3C S3D S3E S3I S3L S3M S3O S3T S3X S3Z S3AB
S3AE S3AF S10C S10D
|T
|
-3 + S S S S S S
Skala LogiT <less>|<frequ> SANGAT MUDAH DIPENUHI
80

Gambar 4.5 Peta Wright Item Sarana Prasarana Puskesmas PONED

Peta Wright Gambar 4.5 menunjukkan bahwa terdapat lima kelompok item

yang sangat susah dipenuhi dengan isi item pertanyaan "obat valium pada kuret,

abocath no.14, no. 16, tranfusi set, Lasix injeksi pada tranfusi darah, gentamicin

80 mg pada pemberian antibiotik, Lasix injeksi pada obat-obatan resusitasi,

gentamisin 80mg dan ampisilin pada obat-obatan vakum ekstraksi" dan terdapat

satu kelompok item yang sangat mudah dipenuhi dengan isi item pertanyaan

"ketersediaan sarana pelayanan PONED meliputi ruang perawatan kebidanan,

ruang tindakan obstetrik dan neonates, ruang perawatan pasca persalinan, ruang

jaga perawat dan dokter".


81

b. Sarana Prasarana Berdasarkan Puskesmas


Item - MAP - Person
<rare>|<more>
3 . +
. |T B D
| DDD
# | B
. T|
## | HH
. | B HH JJ Rata-rata logit
2 .# +S
# | B F person +2,51
# | N
# | F GG J M
.## | J MM NNN Q
.# | A F M Q
.# S| A E F G KK
.# |M AA KK
1 # +
.# | CC EE OOOO TERSEDIA
### | E G LL
.###### | C LL
###### |S C
######### | I
## | RRRR
0 ######## M+ III Rata-rata logit
## | QQ aitem 0,0 logit
# | PP
.#### |T P
.######## | P
-1 +
## | TIDAK TERSEDIA
.#### S|
.##### |
-2 .####### +
T|
-3 ### +
Skala Logit <frequ>|<less>
MUARA BATU

KUTA BLANG
PEUSANGAN SELATAN

KEMBANG TANJONG
SAMALANGA

PEUSANGAN

BANDAR DUA
LHOKSUKON

JEUNIB

GANDAPURA

MEUREUDEU

BANDAR BARU
NISAM

MAKMUR

PEUDADA

REUBEE
JULI

TANGSE

Gambar 4.6 Peta

Wright Sarana Prasarana Berdasarkan Puskesmas

Peta Wright Gambar 4.6 menunjukkan bahwa persentase sarana prasarana

puskesmas PONED yang tersedia berdasarkan kelompok puskesmas secara

berurutan adalah Lhoksukon, Muara Batu, Samalanga, Peusangan Selatan,

Peusangan, Jeunib, Peudada, Kutablang, Makmur, Bandar Dua, Meureudeu,


82

Bandar Baru, Kembang Tanjong, Gandapura masing-masing (100%). Sedangkan

yang tidak tersedia adalah Tangse (100%) dan Reubee (50%).

Tabel 4.5 Distribusi Sarana Prasarana Puskesmas PONED Di Wilayah


Bagian Utara Provinsi Aceh

Sarana Prasarana Jumlah (n) Persen (%)


Tersedia 16 88,8
Tidak Tersedia 2 11,2
Jumlah 18 100,0

Tabel 4.5 menunjukkan bahwa sarana prasarana Puskesmas PONED di

wilayah bagian Utara Provinsi Aceh terdapat 16 puskesmas Poned yang tersedia

(88,8%) dan 2 puskesmas Poned tidak tersedia (11,2%).

5 Penyelenggaraan Pelayanan Kegawatdaruratan Obstetri Neonatal

a. Penyelenggaraan Pelayanan Kegawatdaruratan Puskesmas PONED Secara

Umum.

Person - MAP - Item


<more>|<rare>
9 +
| P7
8 + Rata-rata logit
T| person +8,21 logit
.#### |
7 +T
|
6 +
|
5 S+
|
4 .#### +
|S
3 ######## +
M|
.##### | SULIT DILAKSANAKAN
2 +
#### |
##### |
1 . +
# | Rata-rata logit
0 . S+M
. | aitem 0,0 logit
| P3 P4 P5
-1 +
BAIK

| P2
KURANG

| P6 MUDAH DILKSANAKAN
-2 +
T|
-3 +
| P1
|S
-4 +
83

|
-5 ## +
Skala Logit <less>|<frequ>

Gambar 4.7 Peta Wright Item Penyelenggaraan Pelayanan


Kegawatdaruratan Obstetri Neonatal Puskesmas PONED

Peta Wright Gambar 4.7 menunjukkan bahwa terdapat satu item yang sulit

dilaksanakan dengan isi item pertanyaan "terdapat jadwal puskesmas melakukan

latihan/demo tim emergensi obstetri pada kasus syok, perdarahan post partum,

eklampsia, dan resusitasi neonates secara rutin dilengkapi dengan daftar hadir

peserta" dan terdapat enam item yang mudah dilaksanakan, kode P3 (-0,70 logit),

P4 (-0,75 logit), P5 (-0,51 logit), P2 (-1,34 logit), P6 (-1,68 logit), P1 (-3,38 logit)

dengan isi item pertanyaan "puskesmas memiliki jadwal shift, siap dipanggil,

peralatan dan perlengkapan tersedia dan siap pakai, pemeriksaan rutin kesiapan

alat, terdapat buku catatan serah terima alat dan obat, terdapat poster

penatalaksanaan emergensi".
84

b. Penyelenggaraan Pelayananan Kegawatdaruratan Berdasarkan Puskesmas


Item - MAP - Person
<rare>|<more>
9 +
X |
8 +
|T
| BB D E HHHH O
7 T+
|
6 +
| Rata-rata logit
5 +S
| person +5,21
4 + AA DD E G II K

S| BAIK
3 + AA EE GG JJJJ KK NNNN
|M
| BB D F G I K LLL P
2 +
| CC I L MMMM
| C FF OOO P RRR
1 + R
| F P Rata-rata logit
0 M+S
| C p aitem 0,0 logit
XXX |
-1 +
X |
X |
-2 + KURANG
|T
-3 +
X |
S|
-4 +
|
-5 + QQQQ
Skala Logit<frequ>|<less>
MUARA BATU

SAMALANGA
PEUSANGAN SELATAN
PEUSANGAN

KUTA BLANG

KEMBANG TANJONG
BANDAR BARU
LHOKSUKON

JEUNIB

BANDAR DUA

MEUREUDEU
GANDAPURA
NISAM

MAKMUR

PEUDADA

REUBEE
JULI

TANGSE

Gambar 4.8 Peta Wright Penyelenggaraan Pelayanan Berdasarkan


Puskesmas

Peta Wright Gambar 4.8 menunjukkan bahwa persentase penyelenggaraan

pelayanan kegawatdaruratan puskesmas PONED berdasarkan kelompok

puskesmas secara berurutan adalah Lhoksukon, Muara Batu, Gandapura,


85

Samalanga, Peusangan Selatan, Peusangan, Jeunib, Peudada, Kutablang, Makmur,

Bandar Dua, Meureudeu, Bandar Baru, Kembang Tanjong masing-masing

(100%). Sedangkan yang tidak baik adalah Nisam (25%), Tangse (25%) dan

Tangse (100%).

Tabel 4.6 Distribusi Penyelenggaraan Pelayanan Puskesmas PONED Di


Wilayah Bagian Utara Provinsi Aceh

Penyelenggaraan Pelayanan Jumlah (n) Persen (%)


Baik 15 83,3
Kurang 3 16,7
Jumlah 18 100,0

Tabel 4.6 menunjukkan bahwa penyelenggaraan pelayanan Puskesmas

PONED di wilayah bagian Utara Provinsi Aceh terdapat 15 puskesmas Poned

yang baik (83,3%) dan 3 puskesmas Poned tidak baik (16,7%).

6 Syarat Administrasi

a. Syarat Administrasi Puskesmas PONED Secara Umum.

Kriteria syarat administrasi dibagi menjadi empat pengelompokan kategori

jawaban, yaitu: sangat mudah dipenuhi, mudah dipenuhi, susah dipenuhi, dan

sangat susah dipenuhi.

Person - MAP - Item


<more>|<rare>
4 .### + A8 SANGAT SUSAH DIPENUHI
T|
.## |
3 + Rata-rata logit person +3,51 logit
| A1
|S
####### S| A7
2 + A9
###### |
1 + SUSAH DIPENUHI
| A6
M|
.###### |
0 +M Rata-rata logit aitem 0,0 logit
| A2
.###### S|
-1 +
| A5
-2 + MUDAH DIPENUHI
.# |
MENDUKUNG

|S A3
T|
-3 +
TIDAK MENDUKUNG

| A4
-4 ## + SANGAT MUDAH DIPENUHI
<less>|<frequ>
86

Gambar 4.9 Peta Wright Item Syarat Administrasi Puskesmas PONED

Peta Wright Gambar 4.9 menunjukkan bahwa terdapat satu item yang sangat

susah dipenuhi, kode A8 (+6,90 logit) dengan isi item pertanyaan "ada jadwal

rutin bimbingan, pendampingan dan pembinaan teknis medis dari RS PONEK"

dan terdapat satu item yang sangat mudah dipenuhi yaitu kode A4 (-3,74 logit),

dengan isi item pertanyaan "ada MoU penyelenggaraan PONED antara puskesmas

dengan BPJS dan asuransi lainnya".

b. Syarat Administrasi Berdasarkan Puskesmas

Item - MAP - Person


<rare>|<more>
4 X + DDDD G K M
|
|T
| E MMM O Rata-rata logit
3 +
X | person +3,51
S|
X |S B FFF G HH KK LL
2 X + K LL
| BB C E F G HH RR MENDUKUNG
1 + RR
X |
|M
| A A B CCC E G IIII O Rata-rata logit
0 M+
X | aitem 0,0 logit
|S A A E JJJJ NN OO
-1 + NN
X | TIDAK
-2 +
| PP MENDUKUNG
X S| P
|T
-3 +
| P
X | QQ
-4 + QQ
Skala <frequ>|<less>
Logit
MUARA BATU

KUTA BLANG
SAMALANGA
PEUSANGAN SELATAN

PEUSANGAN

KEMBANG TANJONG
BANDAR DUA
LHOKSUKON

JEUNIB

GANDAPURA

BANDAR BARU
MEUREUDEU
NISAM

MAKMUR

PEUDADA

REUBEE
JULI

TANGSE

Gambar 4.10 Peta Wright Syarat Administrasi Berdasarkan Puskesmas


87

Peta Wright Gambar 4.10 menunjukkan bahwa persentase syarat administrasi

puskesmas PONED yang mendukung berdasarkan kelompok puskesmas secara

berurutan adalah Muara Batu, Samalanga, Nisam, Peusangan Selatan, Peusangan,

Jeunib, Peudada, Kutablang, Makmur, Juli, Bandar Dua, Kembang Tanjong

masing-masing (100%). Sedangkan yang tidak mendukung adalah Nisam (50%),

Lhoksukon (50%), Gandapura, Meureudeu dan Reubee masing-masing (100%).

Tabel 4.7 Distribusi Syarat Administrasi Puskesmas PONED Di Wilayah


Bagian Utara Provinsi Aceh

Syarat Administrasi Jumlah (n) Persen (%)


Mendukung 11 61,1
Tidak Mendukung 7 38,9
Jumlah 18 100,0

Tabel 4.7 menunjukkan bahwa syarat administrasi Puskesmas Poned di

wilayah bagian Utara Provinsi Aceh terdapat 11 puskesmas Poned yang

mendukung (61,1%) dan 7 puskesmas Poned tidak mendukung (38,9%).

6.1.3 Analisis Bivariat

Untuk mengetahui hubungan antara sumber daya manusia, sarana prasarana,

penyelenggaraan pelayanan kegawatdaruratan, syarat administrasi dengan

aktivitas puskesmas PONED, dilakukan analisis bivariat uji corelation dengan

tingkat signifikan 95%.

Tabel 4.24 Hubungan Antara Sumber Daya Manusia, Sarana Prasarana,


Penyelenggaraan Pelayanan Kegawatdaruratan, Syarat
Administrasi dan Keaktivan Puskesmas PONED

No Hubungan (Korelasi) r Nilai


p*)
1. Sumber Daya Manusia >< Aktivitas Puskesmas PONED 0,367** 0,002
2. Sarana Prasarana >< Aktivitas Puskesmas PONED 0,060 0,619
3. Penyelenggaraan Pelayanan Kegawatdaruratan >< 0,585** 0,000
88

Aktivitas Puskesmas PONED


4. Syarat Administrasi >< Aktivitas Puskesmas PONED 0,469** 0,000
*)Pearson correlation test

Berdasarkan hasil statistik pada tabel 4.24 dapat diuraikan sebagai berikut:

1) Hubungan sumber daya manusia dengan aktivitas puskesmas PONED di

Wilayah Bagian Utara Provinsi Aceh.

Hasil analisis statistik pada derajat kepercayaan 95% menunjukkan adanya

korelasi yang signifikan secara statistik. Dapat disimpulkan bahwa terdapat

hubungan antara sumber daya manusia dengan aktivitas puskesmas PONED di

Wilayah Bagian Utara Provinsi Aceh. Nilai korelasi sebesar 0,367 yang

menunjukkan kekuatan hubungan lemah.

2) Hubungan sarana prasarana dengan aktivitas puskesmas PONED di Wilayah

Bagian Utara Provinsi Aceh.

Hasil analisis statistik pada derajat kepercayaan 95% menunjukkan adanya

korelasi yang tidak signifikan secara statistik. Dapat disimpulkan bahwa tidak

terdapat hubungan antara sarana prasarana dengan aktivitas puskesmas PONED di

Wilayah Bagian Utara Provinsi Aceh.

3) Hubungan penyelenggraan pelayanan kegawatdaruratan obstetri neonatal

dengan aktivitas puskesmas PONED di Wilayah Bagian Utara Provinsi Aceh.

Hasil analisis statistik pada derajat kepercayaan 95% menunjukkan adanya

korelasi yang signifikan secara statistik. Dapat disimpulkan bahwa terdapat

hubungan antara penyelenggraan pelayanan kegawatdaruratan obstetri neonatal

dengan aktivitas puskesmas PONED di Wilayah Bagian Utara Provinsi Aceh.

Nilai korelasi sebesar 0,585 yang menunjukkan kekuatan hubungan sedang.


89

4) Hubungan syarat administrasi dengan aktivitas puskesmas PONED di Wilayah

Bagian Utara Provinsi Aceh.

Hasil analisis statistik pada derajat kepercayaan 95% menunjukkan adanya

korelasi yang signifikan secara statistik. Dapat disimpulkan bahwa terdapat

hubungan antara syarat administrasi dengan aktivitas puskesmas PONED di

Wilayah Bagian Utara Provinsi Aceh. Nilai korelasi sebesar 0,469 yang

menunjukkan kekuatan hubungan sedang.

1.1.5 Analisis Multivariat

Faktor-faktor yang mempunyai hubungan yang kuat dengan aktivitas

puskesmas PONED yang merupakan variabel independent (sumber daya manusia,

sarana prasarana, penyelenggaraan pelayanan kegawatdaruratan, syarat

administrasi) dicari hubungan yang paling kuat hubungannya dengan variabel

dependent (aktivitas puskesmas PONED) di wilayah bagian utara Puskesmas

PONED Provinsi Aceh tahun 2016.

Berdasarkan hasil uji bivariat diketahui variabel independent (sumber daya

manusia, sarana prasarana, penyelenggaraan pelayanan kegawatdaruratan, syarat

administrasi) memiliki hubungan yang kuat dengan variabel dependent (aktivitas

puskesmas PONED) dengan nilai p<α dengan demikian dapat dilanjutkan dengan

uji regresi logistik.

Tabel 4.25 Hasil Analisis Regresi Logistik dari Hubungan Antara Sumber
Daya Manusia, Penyelenggaraan Pelayanan
Kegawatdaruratan, Syarat Administrasi dan Aktivitas
Puskesmas PONED

Variabel Penelitian Unstandardized Standardized Sig 95% Confidence


Coefficients Coefficients Interval for B
B Std. Error Beta
90

(Constant) 0.900 0.157 0.000 5.743 (0.587-1.213)


Sumber Daya Manusia 0.034 0.072 0.053 0.638 0.473 (-0.109-0.177)
Penyelenggaraan 0.189 0.041 0.539 0.000 4.576 (0.106-0.271)
Pelayanan
Syarat Administrasi 0.104 0.050 0.264 0.040 2.094 (0.005-0.203)
*)Multiple Linear Regression

Tabel 4.25 menunjukkan menunjukkan bahwa hasil uji statistik dengan

Multiple Linear Regression menunjukkan bahwa hubungan antara sumber daya

manusia, penyelenggaraan pelayanan kegawatdaruratan, syarat administrasi

dengan aktivitas puskesmas PONED yang paling dominan berpengaruh adalah

penyelenggaraan pelayanan kegawatdaruratan obstetri neonatal dengan nilai

signifikan yang paling kecil, kemudian diikuti sarana prasarana, syarat

administrasi dan sumber daya manusia. Model persamaan regresi diatas

menunjukkan signifikasi ditaraf 5% dengan nilai p=0,000 (p<0,05).

6.2 Pengujian Hipotesis

Berdasarkan hasil analisis statistik, maka pembuktian dari hipotesis yaitu akan

diuraikan sebagai berikut :

Hipotesis 1

Faktor Sumber Daya Manusia berhubungan dengan aktivitas Puskesmas

PONED.

Hasil yang mendukung:

Hasil analisis Pearson Correlation Test pada derajat kepercayaan 95%

menunjukkan bahwa korelasi signifikan secara statistik, terdapat hubungan antara

faktor sumber daya manusia dengan aktivitas puskesmas PONED di Wilayah

Bagian Utara Provinsi Aceh dengan nilai p=0,002 (nilai p≤0,05), nilai korelasi

sebesar 0,367 yang menunjukkan kekuatan hubungan lemah (Tabel 4.25).


91

Hasil yang tidak mendukung: Tidak ada

Simpulan : Hipotesis teruji dan diterima

Hipotesis 2

Faktor Sarana prasarana tidak berhubungan dengan aktivitas Puskesmas

PONED.

Hasil yang mendukung: Tidak ada

Hasil yang tidak mendukung:

Hasil analisis Pearson Correlation Test pada derajat kepercayaan 95%

menunjukkan bahwa korelasi tidak signifikan secara statistik, tidak terdapat

hubungan antara faktor sarana prasarana dengan aktivitas puskesmas PONED di

Wilayah Bagian Utara Provinsi Aceh dengan nilai p=0,619 (nilai p≥0,05), nilai

korelasi sebesar 0,060. (Tabel 4.25)

Simpulan: Hipotesis tidak teruji dan ditolak

Hipotesis 3

Faktor Penyelenggaraan pelayanan kegawatdaruratan berhubungan dengan

aktivitas Puskesmas PONED

Hasil yang mendukung:

Hasil analisis Pearson Correlation Test pada derajat kepercayaan 95%

menunjukkan bahwa korelasi signifikan secara statistik, terdapat hubungan antara

faktor penyelenggaraan pelayanan kegawatdaruratan dengan aktivitas puskesmas

PONED di Wilayah Bagian Utara Provinsi Aceh dengan nilai p=0,000 (nilai

p≤0,05), nilai korelasi sebesar 0,585 yang menunjukkan kekuatan hubungan

sedang (Tabel 4.25).


92

Hasil yang tidak mendukung: Tidak ada

Simpulan: Hipotesis teruji dan diterima

Hipotesis 4

Faktor Syarat administrasi berhubungan dengan aktivitas Puskesmas PONED

Hasil yang mendukung:

Hasil analisis Pearson Correlation Test pada derajat kepercayaan 95%

menunjukkan bahwa korelasi signifikan secara statistik, terdapat hubungan antara

faktor syarat administrasi dengan aktivitas puskesmas PONED di Wilayah Bagian

Utara Provinsi Aceh dengan nilai p=0,000 (nilai p≤0,05), nilai korelasi sebesar

0,469 yang menunjukkan kekuatan hubungan sedang (Tabel 4.25).

Hasil yang tidak mendukung: Tidak ada

Simpulan: Hipotesis teruji dan diterima

6.3 Pembahasan Hasil Penelitian

6.3.3 Hubungan Faktor Sumber Daya Manusia dengan Aktivitas Puskesmas

PONED

Berdasarkan hasil pengukuran dengan rasch model menunjukkan bahwa item

sumber daya manusia yang sangat susah untuk dipenuhi oleh responden adalah

"tim pendukung sudah mengikuti on the job training bersama dengan tim inti

pelaksana". Dalam penelitian ini on the job training bersama tim inti pelaksana

PONED tidak dilaksanakan, tim inti yang telah mendapatkan pelatihan tidak

melakukan sosialisasi terhadap tim pendukung. Dalam pelaksanaan pelayanan

PONED tim pendukung memberikan pelayanan sesuai dengan kompetensi yang

dimiliki dan standar oprasional prosedur yang telah ditetapkan oleh puskesmas.
93

Tim inti Untuk menjadi tim PONED tidak memiliki persyaratan khusus dan

tidak ditentukan dari lama kerjanya karena tim PONED ditunjuk langsung oleh

kepala puskesmas dan telah mendapatan pelatihan PONED. Namun tim PONED

tidak seluruhnya bekerja di bagian PONED, hal ini terjadi oleh karena dokter,

bidan dan perawat yang sudah dilatih PONED ada yang ditempatkan di bagian

lain (mutasi internal puskesmas) dan pindah tugas. Dengan tidak adanya pelatihan

ataupun ketrampilan sebagai tim PONED dan tidak adanya sosialisasi terhadap

tim pendukung menyebabkan kurangnya fokus pelayanan pada kegawatdaruratan

sehingga belum dapat optimal dilaksanakan dan memberikan kontribusi kualitas

layanan yang kurang baik.

Hasil analisis pada tabel 4.24 diketahui bahwa jumlah tenaga kesehatan di

puskesmas PONED sudah cukup dan memenuhi syarat minimal. Jumlah tim

PONED telah memadai, namun kualifikasi untuk tim PONED belum sesuai yaitu

tidak semua tim memiliki tenaga minimal 1dokter dan 1 perawat. Setiap

puskesmas PONED sudah memiliki staf sebanyak 13 sampai dengan 53 bidan,

tenaga tersebut terdiri dari bidan yang sudah dilatih Poned dan belum dilatih

Poned, PNS dan honorer puskesmas dan ada juga yang melibatkan tenaga bidan

desa untuk bertugas di bagian Poned. Sedangkan tenaga Dokter tidak hanya

bertugas dibagian PONED tetapi sebagai dokter Jaga puskesmas yang bertugas di

IGD yang siap dipanggil ke bagian PONED bila ada tindakan ataupun pelayanan

yang dibutuhkan.

Tenaga kesehatan di puskesmas mampu PONED harus kompeten

memeragakan penatalaksanaan kasus-kasus kegawatdaruratan maternal dan


94

neonatal, seperti perdarahan/syok pada klien, Manajemen Aktif Kala III,

Preeklampsia Berat/Eklampsia, Resusitasi Neonatus, Penatalaksanaan Langkah-

Langkah Inisiasi Menyusu Dini dan Memberikan ASI yang benar,

Penatalaksanaan Perawatan metode kanguru, dan keterampilan klinik yang

dibutuhkan untuk menatalaksanakan emergensi obstetri dan neonatal.29

Hambatan dalam membangun kapasitas PONED antara lain: mutasi tenaga

kunci kesehatan yang sering terjadi, khususnya dokter yang umumnya adalah

dokter PTT yang dikontrak berdasarkan batas waktu tertentu, tempat tinggal

anggota tim PONED jauh dari Puskesmas sehingga tidak bisa merespons cepat

saat terjadi kasus emergensi, kurangnya kemampuan RSUD dalam memberikan

pelatihan dan pendampingan kepada Puskesmas PONED.48 Tidak adanya dokter

yang bertugas (piket) di bagian PONED tersebut sangat berdampak pada

pelayanan yang diberikan. Bidan dalam menangani kegawatdaruratan tidak dapat

bekerja sendiri namun sangat diperlukan orang yang lebih kompeten dan

mempunyai kewenangan dalam memberikan pelayanan patologi kebidanan yaitu

seorang dokter. Tenaga kesehatan terlatih merupakan salah satu faktor penting

yang berkontribusi terhadap penurunan angka kematian ibu dan salah satu

indikator dalam meningkatkan kesehatan maternal.12,27

6.3.4 Hubungan Faktor Sarana Prasarana dengan Aktivitas Puskesmas

PONED

Berdasarkan hasil pengukuran dengan rasch model menunjukkan bahwa item

sarana prasarana yang sangat susah dipenuhi adalah prasarana kuret yaitu obat

valium, tranfusi darah yaitu abocath no. 14 dan no.16, tranfusi set, lasix injeksi,
95

pemberian antibiotik yaitu gentamicin 80 mg, resusitasi bayi yaitu lasix injeksi

dan vakum ekstraksi. Diketahui bahwa sarana prasarana berkaitan dengan

pelayanan puskesmas mampu Poned, sarana dan fasilitas harus tersedia dengan

lengkap. Jaminan ketersediaan sarana, peralatan dan pasokan yang memadai

adalah syarat untuk melaksanakan pelayanan kesehatan agar sesuai dengan

standar yang telah ditetapkan.8,36

Berdasarkan hasil wawancara pada saat observasi mengenai ketersediaan alat-

alat yang mendukung dalam pelayanan kegawatdaruratan obstetri dan neonatal

secara umum tersedia alat vakum ekstraksi dan kuret set namun tidak pernah

digunakan, dengan alasan tidak ada tenaga khusus pelaksana pertolongan

persalinan dengan alat tersebut. Penyediaan obat guna penatalaksanaan pre dan

eklamsi secara dini di puskesmas PONED yang belum memadai adalah obat anti

konvulsan yaitu Magnesium Sulfat (MgSO4). Seluruh puskesmas menyatakan

semua ada namun obat tersebut secara kualitas tidak layak lagi karena telah

kadualuarsa, hal ini karena jumlah kasus yang sedikit. Hasil observasi penempatan

obat-obatan ini juga tidak pada tempat khusus yang mudah dijangkau oleh petugas

pada saat dibutuhkan atau tersimpan pada tempat yang aman untuk menjaga

kualitas obat.

Berdasarkan hasil analisis pada tabel 4.24, kondisi fisik bangunan pada

sebagian besar puskesmas dalam kondisi baik, kebersihan umum dan perawatan

baik, ruangan dan tempat pertolongan persalinan cukup, namun pada puskesmas

Muara Batu, Tangse masih ada yang belum memiliki infrastruktur lengkap karena

terpisah dengan puskesmas induk. Setting tempat antara ruangan satu dengan
96

ruang lainnya juga masih belum sesuai dan tidak cukup memberikan ruang gerak

dan kenyamanan bagi pasien maupun petugas, karena letak atau jarak antara ruang

UGD/tindakan dengan kamar bersalin dan ruang perawatan akan sangat

mempengaruhi petugas untuk mampu memberikan pelayanan dengan cepat.

Ketersediaan infrastruktur kualitas fisik bangunan pada tiga puskesmas (Muara

Batu, Bandar Baru dan Kuta Blang) sedang dilakukan renovasi gedung dan saat

ini masih dalam kondisi baik dan layak. Ketersediaan kamar mandi bagi pelayanan

dibidang kesehatan sangat penting, namun di Puskesmas Meureudu antara kamar

bersalin dan kamar mandi tidak dalam satu lokasi. Jarak antara ruang unit

kegawatdaruratan dan bangsal bersalin tidak seluruhnya dalam satu lokasi yang

strategis. Fasilitas listrik dan penerangan pada puskesmas PONED terpenuhi baik,

kecuali Puskesmas Muara Batu yang masih terpisah dengan puskesmas induk.

Dalam penelitian ini tidak terdapat hubungan anatara sarana prasarana dengan

aktivitas puskesmas PONED. Puskesmas mampu PONED yang merupakan

bagian dari jaringan pelayanan obstetrik dan neonatal di Kabupaten/Kota sangat

spesifik daerah, alat dan obat PONED menjadi salah satu syarat yang harus

dipenuhi oleh Puskesmas PONED sehingga dapat menangani kasus persalinan

dengan baik.31

Ketersediaan alat sesuai dengan kapasitasnya, puskesmas disediakan untuk

menolong kasus emergency obstetric, instrumen untuk pertolongan pada

komplikasi obstetri seperti vakum ekstraksi, resusitasi dan alat kuret wajib

tersedia. responden dari puskesmas menyatakan tidak memilki fasilitas alat yang

lengkap dimana pada dasarnya alat–alat yang belum lengkap sebenarnya ada
97

namun karena alat tidak pernah difungsikan atau tersimpan digudang dan belum

pernah difungsikan sehingga dapat dikatakan masih baru tapi kondisi rusak.

Upaya pemenuhan sarana prasarana di Puskesmas yang menunjang program

PONED dengan cara pengajuan usulan obat dan alat sesuai kebutuhan Puskesmas

ke Dinas Kesehatan Kabupaten. Namun kenyataannya permintaan belum tentu

semuanya bisa terealisasi dengan segera pada tahun yang sama. Pemenuhan

terhadap permintaan obat sering lebih sedikit daripada usulan yang diberikan.

Demikian juga pemenuhan alat-alat yang mendukung pelayanan kebidanan sangat

sedikit yang terealisasi. Ketersediaan sarana dan prasarana yang baik merupakan

indikator peningkatan kualitas pelayanan, namun kurangnya kualitas ketrampilan

tenaga kesehatan profesional mengurangi jumlah penawaran pelayanan yang

dapat diberikan dalam perawatan kegawatdaruratan obstetrik 24 jam, dan secara

signifikan berkaitan dengan kualitas pelayanan dan tingkat kematian ibu.49

6.3.5 Hubungan Faktor Penyelenggaraan Pelayanan dengan Aktivitas

Puskesmas PONED

Berdasarkan hasil pengukuran dengan rasch model menunjukkan bahwa item

penyelenggaraan pelayanan yang sulit dilaksanakan adalah terdapatnya jadwal

puskesmas melakukan latihan atau demo tim emergensi obstetri pada kasus syok,

perdarahan post partum, eklampsia dan resusitasi secara rutin dilengkapi dengan

daftar hadir peserta. Dalam penelitian ini hal tersebut tidak pernah dilaksanakan di

puskesmas PONED, latihan tersebut hanya dilakukan apabila terdapat staf

puskesmas yang dikirim untuk mengikuti pelatihan yang diselenggarakan oleh


98

Dinas Kesehatan setempat dan setelah pelatihan tidak dilakukan sosialisasi

terhadap staf yang lain.

Hasil analisis pada tabel 4.24, diketahui bahwa penyelenggaraan pelayanan

kegawatdaruratan obstetri neonatal berkaitan dengan pelaksanaan PONED.

Terdapat hubungan antara penyelenggaraan pelayanan dengan aktivitas

puskesmas PONED. Dalam penyelenggaraan pelayanan kegawatdaruratan

maternal dan neonatal, tim poned siap siaga dan memiliki daftar shift jaga yang

terbagi dalam tiga jadwal dinas yaitu pagi, sore dan malam. Tim inti poned

memiliki jadwal khusus on call diluar jadwal jaga dan harus siap dipanggil untuk

penatalaksanaan setiap ibu hamil, bersalin atau postpartum dan neonatus yang

berada dalam kondisi mengancam jiwa terkait adanya komplikasi.35,36

Peralatan dan perlengkapan untuk penatalaksanaan emergensi obstetri-

neonatal tersedia dan selalu dalam kondisi siap pakai. terdapat pemeriksaan rutin

dan teratur terhadap kelengkapan dan kesiapan troli emergensi obstetri-neonatal

pada saat pergantian jadwal jaga PONED dan memiliki buku catatan serah terima.

Hal ini mencegah terjadinya keterlambatan dalam penanganan kasus di fasilitas

kesehatan.29

Pada delapan belas puskesmas PONED seluruhnya telah mempunyai standar

operasional prosedur seperti penanganan kasus perdarahan, kompresi bimanual

interna dan kompresi bimanual eksterna (KBI-KBE), penanganan kasus syok

hipovolemik atau perdarahan. Standar penatalaksanaan kegawatdaruratan

obstetrik dan neonatal pada delapan belas puskesmas tidak seluruhnya terpasang

ditempat yang strategis, ada yang tersimpan dalam folder map atau dalam bentuk
99

file. Kepatuhan sumber daya manusia dalam menjalankan standar operasional

layanan kegawatdaruratan menurut para kepala puskesmas dinyatakan baik.

SOP dalam pelayanan PONED, untuk pelayanan obstetri dan neonatal telah

terpasang, namun dalam pelaksanaannya belum begitu maksimal dikarenakan

tidak semua staf puskesmas mengerti tentang SOP. Standar operasional prosedur

akan sangat membantu petugas dalam pelaksanaan tugasnya serta mampu

mengantisipasi dan menekan tingkat kesalahan intervensi, yang pada gilirannya

dapat meningkatkan motivasi petugas untuk memberikan pertolongan secara

berkualitas dan percaya diri.50

Terjadinya Penyulit atau komplikasi pada kehamilan dan persalinan dapat

dihindari apabila kehamilan dan persalinan direncanakan, diasuh dan dikelola

secara benar. Sebagian besar komplikasi obstetri terjadi pada saat persalinan

berlangsung. Untuk itu tenaga kesehatan yang terampil dan profesional diperlukan

dalam menangani kondisi kegawatdaruratan sehingga mampu memberikan asuhan

kehamilan dan persalinan secara cepat tepat dan benar dan mampu mengenali

adanya komplikasi yang dapat mengancam jiwa ibu dan sekaligus melakukan

penanganan tepat waktu untuk menyelamatkan jiwa ibu dan bayi. Kurangnya

keterampilan dalam melakukan pelayanan obstetri dan kurangnya peralatan

serta perbekalan menjadi penghambat pemberian prosedur penanganan

kegawatdaruratan obstetrik dan neonatal.12,37

6.3.6 Hubungan Faktor Syarat Administrasi dengan Aktivitas Puskesmas

PONED
100

Berdasarkan hasil pengukuran dengan rasch model menunjukkan bahwa item

syarat administrasi yang sangat susah dipenuhi adalah terdapatnya jadwal rutin

bimbingan, pendampingan dan pembinaan teknis medis dari RS PONEK. Dalam

penelitian ini semua puskesmas PONED tidak memiliki jadwal rutin dan tidak

mendapat pembinaan teknis medis dari RS PONEK. Pada delapan belas

puskesmas PONED belum ada umpan balik pembinaan dari Rumah Sakit/ dinas

kesehatan ke Puskesmas Poned. Dengan demikian tidak ada pemantauan dan

evaluasi yang diperlukan dalam aktivitas puskesmas PONED sehingga program

PONED yang terencana sangat bagus tidak berjalan dengan optimal karena tidak

ada monitoring dan evaluasi. Keberhasilan program PONED dapat dicapai dengan

melibatkan berbagai pihak yang terkait (dokter spesialis kebidanan, dokter

spesialis anak dan IBI). Kegagalan program ini seringkali ditemui karena masih

kurangnya pembinaan sehingga pelaksanaan tidak sesuai dengan ketentuan.

Frekuensi supervisi diharapkan lebih dari 2 kali, dengan manfaat yang dapat

diambil adalah kesalahan yang ditemukan dapat segera diperbaiki atau dapat

melaksanakan tugas dengan baik dan dapat meningkatkan efektifitas dan efisiensi

kerja.

Hasil analisis pada tabel 4.24, diketahui bahwa laporan dan pencatatan pada

delapan belas puskesmas PONED belum memenuhi kriteria dokumentasi yang

efektif dan efisien pencatatan semua persalinan yang ditangani baik normal dan

patologis tercatat dibuku laporan dan kohort. Pencatatan yang sudah dilakukan di

puskesmas dilaporkan ke Dinas Kesehatan Kabupaten (pelaporan mengenai angka

kematian, kesakitan, angka rujukan dan penanganan). Pelaporan juga dilakukan


101

apabila terjadi kematian baik ibu dan bayi yang dipergunakan untuk Audit

Maternal dan Perinatal. Evaluasi kinerja secara khusus kegiatan PONED tidak

diselenggarakan namun dilaksanakan secara umum pada saat adanya kegiatan

supervisi dari Dinas Kesehatan Kabupaten (tanpa jadwal rutin), supervisi hanya

dilakukan oleh Dinas Kesehatan saja yaitu seksi Pelayanan Kesehatan (Yankes)

dan seksi Kesehatan Keluarga (Kesga), belum melibatkan dokter spesialis

kebidanan, dokter spesialis anak dan organisasi profesi (IBI) dan supervise oleh

Dinas Kesehatan provinsi satu tahun sekali. Supervisi juga diketahui berjalan

efektif. Hal ini juga merupakan hal penting untuk dilakukan dalam mendukung

program PONED di puskesmas, karena dengan adanya pelaporan PONED

pemerintah dapat mengevaluasi proses berjalannya program PONED, sehingga

jika ada sesuatu yang terjadi yang dapat menghambat proses PONED dapat

ditangani dengan cepat, dan pemerintah dapat mengetahui dan menemukan jalan

keluar yang tepat. Selain itu dapat pula sebagai panduan untuk mengetahui angka

kematian ibu dan bayi tiap tahunnya pada puskesmas tersebut.

Hambatan dalam membangun kapasitas PONED antara lain: kurangnya

supervisi atau akses untuk mendapatkan pelayanan dokter spesialis saat terjadi

emergensi, karena dokter spesialis tidak berada di tempat atau sibuk di RSUD,

kurangnya kemampuan RSUD dalam memberikan pelatihan dan pendampingan

kepada Puskesmas PONED sehingga memerlukan dukungan dan supervisi

berkelanjutan untuk mempertahankan kompetensi dan keterampilan tim PONED

dan Memberdayakan Puskesmas PONED agar bisa berfungsi sebagai elemen


102

utama dalam jejaring rujukan ke kabupaten, terhubung dengan Puskesmas non-

PONED lainnya dan RSUD.8,11,48

Untuk dapat terlaksananya rencana kegiatan puskesmas, perlu dilakukan

pengorganisasian yang berupa penentuan penanggung jawab dan pelaksana untuk

setiap kegiatan dan untuk setiap satuan wilayah kerja, serta berupa penggalangan

kerjasana tim secara lintas sektoral. Penanganan kasus kesehatan yang tepat dan

efektif memerlukan pembagian tugas dan wewenang yang jelas pada setiap

anggota tim.36 Menurut Pedoman Penyelenggaraan Puskesmas PONED,

pemantauan dengan memanfaatkan laporan dan umpan balik yang tujuannya

untuk menindaklanjuti berbagai masalah yang ditemukan dalam pelaksanaan

Poned. Supervisi dilakukan secara berjenjang dan terpadu dengan pihak terkait

seperti RS PONEK dan sesuai dengan kebutuhan. Sedangkan supervisi fasilitatif

dilakukan oleh Dokter Spesialis (DSOG,DSA) bersama dengan pengelola

program KIA. Evaluasi dilakukan pada tiap semester. Hasil evaluasi ini akan

disampaikan kepada pihak terkait baik lintas program maupun lintas sektor untuk

mencari pemecahan masalah dan tindak lanjuti.8

Faktor organisasi yang mendukung yaitu dengan adanya monitoring,

pelatihan, dan dengan adanya koordinasi yang cukup dari pihak puskesmas

maupun dari dinas kesehatan, serta yang didukung juga oleh sarana prasarana

puskesmas poned, dan kemampuan tenaga pelaksana dalam melaksanakan Poned

akan mengakibatkan tenaga pelaksana dalam melakukan asuhan kegawatdaruratan

obstetri dan neonatal dapat dilaksanakan dan dapat menangani kasus komplikasi

dengan baik.27,37,51
103

4.3.5 Faktor Paling Dominan Yang Berhubungan dengan Aktivitas

Puskesmas PONED

Berdasarkan Tabel 4.25 menunjukkan menunjukkan bahwa hasil uji statistik

dengan Multiple Linear Regression menunjukkan bahwa penyelenggaraan

pelayanan kegawatdaruratan obstetri neonatal lebih dominan berpengaruh

dibandingkan dengan faktor lainnya, hal ini berkaitan dengan Sebagian besar

komplikasi obstetri terjadi pada saat persalinan berlangsung. Untuk itu tenaga

kesehatan yang terampil dan profesional diperlukan dalam menangani kondisi

kegawatdaruratan sehingga mampu memberikan asuhan kehamilan dan persalinan

secara cepat tepat dan benar dan mampu mengenali adanya komplikasi yang dapat

mengancam jiwa ibu dan sekaligus melakukan penanganan tepat waktu untuk

menyelamatkan jiwa ibu dan bayi dan siap 24 jam di tempat fasilitas pelayanan

kesehatan.35,36

Pada penelitian ini terdapat hubungan yang paling dominan faktor

penyelenggaraan pelayanan kegawatdaruratan obstetri neonatal dengan aktivitas

puskesmas PONED di Wilayah Bagian Utara Provinsi Aceh, hal tersebut sesuai

dengan hasil penelitian Cristina dkk tentang Evaluasi Pelayanan

Kegawatdaruratan Maternal Neonatal Pada Puskesmas Mampu Pelayanan

Obstetri Dan Neonatal Emergensi Dasar (Poned) di Kabupaten Bantul menyatakan

Puskesmas PONED lebih dipandang sebagai pekerjaan rutinitas karena provider

pelayanan belum mampu memahami tujuan pelayanan dengan baik. Pelayanan

kegawatdaruratan obstetrik dan neonatal belum seluruhnya dapat dilayani di

puskesmas PONED yang ada di wilayah bagian utara Provinsi Aceh. Sistem
104

pendukung pelayanan PONED tersedia, namun ketersediaan pelayanan belum

seluruhnya tersedia karena jarangnya kasus komplikasi obstetrik dan neonatus

yang ditangani sehingga obat dan alat yang tersedia kadaluarsa serta rusak.

Situasi ini dapat ditingkatkan dengan pelatihan staf medis yang ada untuk

memberikan pelayanan obstetrik darurat di daerah pedesaan dan pelatihan

keterampilan manajemen bagi manajer rumah sakit. Tim adalah sekelompok

orang yang bekerja saling bergantung untuk mencapai tujuan bersama.

Mendorong kerjasama antara staf PONED memanfaatkan kinerja kolektif yang

diperlukan untuk menjaga fasilitas siap dan bersedia untuk menyediakan cepat

dan efektif tanggap darurat. Pengembangan manajemen kinerja perawat dan bidan

sebagai strategi dalam peningkatan mutu klinis, bahwa advokasi dan komitmen

stakeholder dan pelaksana, kepemimpinan, kegiatan pembinaan dan pemantauan

menjadi kunci dalam pelaksanaan pelayanan.37

6.4 Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini telah memberi gambaran tentang hubungan sumber daya

manusia, sarana prasarana, penyelenggaraan pelayanan kegawatdaruratan obstetri

dan neonatal, syarat administrasi dengan aktivitas puskesmas PONED di Wilayah

Bagian Utara Provinsi Aceh. Pada penelitian ini masih memiliki keterbatasan

yaitu hanya memberi gambaran di wilayah bagian Utara Provinsi Aceh dan tidak

mengikutsertakan faktor eksternal yang ikut mempengaruhi aktivitas puskesmas

PONED dikarenakan keterbatasan yang dimiliki oleh peneliti dalam hal sumber

daya, dana, waktu serta kondisi geografis lokasi penelitian.


105

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

1) Faktor sumber daya manusia berhubungan dengan aktifitas puskesmas

PONED di Wilayah Bagian Utara Propinsi Aceh.

2) Faktor sarana prasarana tidak berhubungan dengan aktifitas puskesmas

PONED di Wilayah Bagian Utara Propinsi Aceh.

3) Faktor penyelenggaraan pelayanan kegawatdaruratan berhubungan dengan

aktifitas puskesmas PONED di Wilayah Bagian Utara Propinsi Aceh.

4) Faktor syarat administrasi puskesmas PONED berhubungan dengan aktifitas

puskesmas PONED di Wilayah Bagian Utara Propinsi Aceh.

5) Faktor penyelenggaraan pelayanan kegawatdaruratan paling dominan

berhubungan dengan aktifitas puskesmas PONED di Wilayah Bagian Utara

Propinsi Aceh.

5.2 Saran

5.2.1 Saran Teoritis

1) Hasil penelitian ini melalui analisis multivariable terbukti bahwa

penyelenggaraan pelayananan memiliki dominasi yang lebih dibandingkan

faktor lain dalam hal aktivitas puskesmas PONED, sehingga


106

direkomendasikan untuk di Provinsi Aceh agar dilakukan upaya peningkatan

penyelenggaraan pelayanan di fasilitas puskesmas PONED.

2) Penelitian selanjutnya perlu dilakukan di kabupaten lainnya yang ada di

Provinsi Aceh dan penelitian yang lebih mendalam dengan meneliti variabel

lainnya agar dapat mengidentifikasi permasalahan dan hambatan yang

berhubungan dengan aktivitas puskesmas PONED dalam upaya optimalisasi

fungsi puskesmas PONED.

5.2.2 Saran Praktis

1) Instansi Kesehatan

(1) Perlu membentuk regulasi kebijakan dalam bentuk Surat Keputusan atau

Surat Edaran untuk mengatur kerjasama antara Puskesmas, DKK, RS,

Organisasi Profesi (IBI dan IDI), LSM, dan intansi lintas sektor terkait

sehingga program PONED mendapatkan dukungan dan dapat berjalan

dengan baik.

(2) Melakukan pendekatan dan sosialisasi program dengan organisasi profesi

kesehatan (IBI, IDI, PPNI), organisasi sosial (LSM, tokoh masyarakat,

majelis agama/kelompok pengajian, kelompok arisan), desa siaga,

posyandu untuk memotivasi masyarakat datang ke Puskesmas PONED.

(3) Perlu upaya peningkatan mutu dan kemampuan SDM pelaksana program

PONED melalui, diklat, kursus, seminar, pelatihan teknis, magang di

rumah sakit. Perlu melakukan advokasi kepada Bupati dan DPRD untuk

mengalokasikan dana dalam rangka pemenuhan sarana prasarana di

Puskesmas PONED.
107

(4) Peningkatan pelaksanaan supervisi secara berkala dan secara formal

(khusus program PONED), dan adanya umpan balik hasil supervise

sebagai suatu upaya untuk mengetahui pencapaian, permasalahan dan

pemecahannya, evaluasi dan pembinaan terhadap kinerja tenaga pelaksana

Poned.

(1) Puskesmas PONED

(1) Disarankan agar mengupayakan peningkatan kompetensi, kemampuan

tenaga pelaksana Poned baik melalui peningkatan jenjang pendidikan

tenaga pelaksana Poned (terutama bidan, perawat) dan maupun melalui

peningkatan pelatihan-pelatihan, seminar, support pengembangan profesi.

(1) Mengoptimalkan peran tenaga kesehatan untuk memberikan pelayanan

PONED dengan membentuk tim yang terdiri dari dokter, bidan dan

perawat dalam setiap pelayanan yang diberikan

(2) Membentuk struktur organisasi PONED yang lengkap dengan job

description yang jelas.


108

DAFTAR PUSTAKA

1. Departemen Kesehatan RI. Survei Demografi Dan Kesehatan Indonesia


Tahun 2012. Jakarta; 2013.

2. Kementerian Kesehatan RI. Profil Kesehatan Indonesia 2014. Vol 51.


Jakarta: Kementerian Kesehatan RI; 2015.

3. WHO. United Nations agencies report steady progress in saving mothers’


lives. In: ; 2014. http://www.who.int/mediacentre/news/releases/
2014/maternal-mortality/en/.

4. Kementrian Kesehatan RI. Profil Kesehatan Provinsi Aceh Tahun 2014.


Dinkes Aceh; 2015.

5. Kementerian Kesehatan RI. Riset Kesehatan Dasar Provinsi Aceh 2013


(RISKESDAS DALAM ANGKA). Vol 7. Jakarta: Kementerian Kesehatan
RI; 2013.

6. Kementerian Kesehatan RI. Rencana Aksi Percepatan Penurunan Angka


Kematian Ibu Di Indonesia. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI; 2014.

7. Kementrian Kesehatan RI. Rencana Strategis Kementrian Kesehatan Tahun


2015-2019. Jakarta; 2015.

8. Kementrian Kesehatan RI. Pedoman Penyelenggaran Puskesmas Mampu


PONED. (Taufiq dkk, ed.). Jakarta; 2013.

9. Kementerian Kesehatan RI. Health Sector Review Kumpulan Policy Brief.


Jakarta: Kementrian Kesehatan RI; 2015.

10. Bappeda Provinsi Aceh. Rencana Jangka Panjang Aceh (RPJP Aceh) Tahun
2005-2025.

11. AIPMNH. Peningkatan Mutu Pelayanan Kia Melalui Pendekatan Puskesmas


Mampu Poned. Jakarta: Coffey on behalf of the Australian Department of
Foreign Affairs and Trade; 2015.

12. Heny Lestary EL. Kesiapan Puskesmas PONED di Lima Regional Indonesia.
Media Litbangkes. 2014;24(1):36-41.
109

13. Odogwu K, Audu O, Baba-Lafia S, et al. Availability and Utilization of


Emergency Obstetric Care Services in Three Communities in Kaduna State,
Northern Nigeria. Afr J Reprod Health. 2010;14(3):83-88.

14. Kongnyuy EJ, Hofman J, Mlava G, Mhango C, Broek N. Availability,


utilisation and quality of basic and comprehensive emergency obstetric care
services in Malawi. Matern Child Health J. 2009;13(5):687-694.

15. Ameh C, Msuya S, Hofman J, Raven J, Mathai M, Broek N Van Den. Status
of Emergency Obstetric Care in Six Developing Countries Five Years before
the MDG Targets for Maternal and Newborn Health. 2012;7(12):9-15.

16. Austin A, Gulema H, Belizan M, et al. Author ’ s response to reviews Title :


Barriers to Providing Quality Emergency Obstetric Care in Addis Ababa ,
Ethiopia : Healthcare providers ’ perspectives on training , referrals and
supervision , a mixed methods study Authors : Anne Austin ( aaustin@h.
BMC Pregnancy Childbirth. 2015;15(January):74.

17. Kementerian Kesehatan RI. Laporan Akhir Riset Fasilitas Kesehatan 2011.
Jakarta: Kementerian Kesehatan RI; 2012.

18. Permenkes RI. PMK No. 75 Tahun 2014 tentang Puskesmas. 2014. 2014:1-
24.

19. Dinkes Provinsi Jawa Barat. Laporan Pengelolaan Dan Analisis Data
Puskesmas Mampu Poned Provinsi Jawa Barat. Vol 53. Bandung: Dinkes
Provinsi Jawa Barat; 2015.

20. Kementerian Kesehatan RI. Kurikulum Pelatihan Pelayanan Obstetri-


Neonatal Emergensi Dasar(PONED. 2011.

21. A.A Gde Muninjaya. Manajemen Kesehatan. 3rd ed. Jakarta: EGC; 2004.

22. Adisasmito W. Sistem Kesehatan. 4th ed. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada;


2012.

23. Sharon B and Nancy H. Buku Ajar Manajemen Pelayanan Kesehatan.


Jakarta: EGC; 2014.

24. Sutrisno E. Manajemen Sumber Daya Manusia. 1st ed. Jakarta: Kencana
Prenada Media Group; 2009.

25. Bamgboye EA, Adebiyi AO, Fatiregun AA. An Assessment of Emergency


Obstetric Care Services in Oyo State, Nigeria. Ann Community Med Pract.
2015;1(2):1-8.

26. Welfare S, Plan SO. Health Facility Assessment of Emergency Obstetric &
Neonatal Care Services ( EmONC ) in Kigoma Region , Tanzania : Selected
110

Findings. 2015:1-33.

27. Handayani S. Analisis Pelaksanaan Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi


Dasar (PONED) di Puskesmas PONED Kabupaten Kendal. Pros Semin Ilm
Nas Kesehat. 2012:102-118.

28. Mirkuzie et al. Current evidence on basic emergency obstetric and newborn
care services in Addis Ababa, Ethiopia; a cross sectional study. BMC
Pregnancy Childbirth. 2014;14(1):1-8.

29. USAID. Instrumen Penilaian Sistem Kinerja Di Rumah Sakit. Jakarta:


Kementrian Kesehatan RI; 2014.

30. Dela Nova Ira Ika Sejati. Analisis pemanfaatan fasilitas kesehatan puskesmas
oleh masyarakat di kecamatan ngrampal kabupaten sragen. 2013:1-16.

31. Ichsan M dkk. Evaluasi Pelaksanaan Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi


Dasar (PONED) di Puskesmas Jumpandang Baru Kota Makasar. J Kesehat
Masy. 2013;6.

32. Qazi Z. Neonatal Care ( EmONC ) Needs Assessment in Selected Health


Facilities in NEZ , Puntland - September 2011. 2011.

33. World Health Organization. Health Cluster Guide. 2009:21-44.


http://www.who.int/hac/global_health_cluster/guide/en/.

34. Federal Democratic Republic of Ethiopia. Basic Emergency Federal


Democratic Republic of Ethiopia. Ministry of Health; 2013.

35. CDC, USAID, Pepfar. Saving Mothers , Giving Life Emergency Obstetric
and Newborn Care : Access and Availability. 2014.

36. Path. Basic Emergency Obstetric Care : First Response Prepared for the
Merck for Mothers Program. 2012;(February):1 of 11. www.path.org.

37. Cristina dkk. Evaluasi Pelayanan Kegawatdaruratan Maternal Neonatal Pada


Puskesmas Mampu Pelayanan Obstetri Dan Neonatal Emergensi Dasar
(Poned) di Kabupaten Bantul. Kebijak Kesehat Indones. 2013;02(01):11-19.

38. Otolorin E, Gomez P, Currie S, Thapa K, Dao B. Essential basic and


emergency obstetric and newborn care: from education and training to
service delivery and quality of care. Int J Gynaecol Obstet. 2015;130
Suppl :S46-S53.

39. Wulan AN. Analisis Implementasi Program Pelayanan Obstetri Neonatal


Emergensi Dasar (PONED) Di Puskesmas Tlogosari Kulon dan
Karangmalang Kota Semarang. E-Journal UNDIP. 2012.
111

40. USAID. Petunjuk Praktis Magang Di RSUD Bagi Dokter Dan Bidan
Puskesmas. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI; 2014.

41. Pattinson RC, Makin JD, Pillay Y, van den Broek N, Moodley J. Basic and
comprehensive emergency obstetric and neonatal care in 12 South African
health districts. South African Med J. 2015;105(4):256-260.

42. McCawley Paul F. The Logic Model for Program Planning and Evaluation.
Universitas of Idaho Extension; 2013.

43. W.K. Kellogg Foundation. Logic Model Development Guide.; 2004.

44. Cooksy, L.J., Gill, P., & Kelly P. The program logic model as an integrative
framework for a multimethod evaluation. Eval Program Plann. 2001.

45. Dinkes Provinsi Jawa Barat. Laporan Pengelolaan Dan Analisis Data
Puskesmas Mampu PONED Provinsi Jawa Barat. Bandung

46. Creswell John. , Reserch Design Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, Dan


Mixed. 3rd ed. Jakarta: Pustaka Pelajar; 2012.

47. Sastroasmoro S. Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis. Jakarta: Binarupa


Aksara; 2010.

48. AIPMNH. Membangun Kapasitas Poned Di Puskesmas. Jakarta; 2013.

49. Awadalla HI, Kamel EG. Evaluation of maternal and child health services in
El-Minia City , Egypt. 2009:321-329.

50. Surahwady dkk. Evaluasi Pelaksanaan Pelayanan Obstetri Neonatal


Evaluation Implementation Of Emergency Obstetric And Neonatal Basic
( EMOC ) Clinic Mamajang Puskesmas pelaksanaan pelayanan obstetri
neonatal emergensi dasar ( poned ) merupakan puskesmas rawat inap yang m.
2013:1-11.

51. Hariyanti. Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Kinerja Tenaga Kesehatan


Pelaksana Penanganan Obstetri Neonatal Emergensi Dasar (PONED) Di
Puskesmas Kabupaten Sidrap Tahun 2014. 2014.

Anda mungkin juga menyukai