PENDAHULUAN
Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan salah satu indikator penting dalam
kematian terkait dengan kehamilan. Indikator AKI adalah jumlah kematian ibu
selama masa kehamilan, persalinan dan nifas yang disebabkan oleh kehamilan,
persalinan, dan nifas atau pengelolaannya tetapi bukan karena sebab-sebab lain seperti
Penurunan AKI di Indonesia terjadi sejak tahun 1991 sampai dengan 2007,
yaitu dari 390 menjadi 228. Namun demikian, SDKI tahun 2012 menunjukkan
peningkatan AKI yang signifikan yaitu menjadi 359 kematian ibu per 100.000
kelahiran hidup. AKI kembali menujukkan penurunan menjadi 305 kematian ibu per
100.000 kelahiran hidup berdasarkan hasil Survei Penduduk Antar Sensus (SUPAS)
2015. (Profil Kesehatan Indonesia 2016) Sedangjan target Global MDGs (Millenium
Development Goals) ke-5 adalah menurunkan AKI menjadi 102 per 100.000
Maternal and Neonatal Survival (EMAS) dalam rangka menurunkan angka kematian
ibu dan neonatal sebesar 25%. Program ini dilaksanakan di provinsi dan kabupaten
dengan jumlah kematian ibu dan neonatal yang besar, yaitu Sumatera Utara, Banten,
Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Sulawesi Selatan. Dasar pemilihan
provinsi tersebut disebabkan 52,6% dari jumlah total kejadian kematian ibu di
Indonesia berasal dari enam provinsi tersebut. Sehingga dengan menurunkan angka
kematian ibu di enam provinsi tersebut diharapkan akan dapat menurunkan angka
angka kematian ibu dan angka kematian neonatal dengan cara : 1) meningkatkan
kualitas pelayanan emergensi obstetri dan bayi baru lahir minimal di 150 Rumah Sakit
yang efisien dan efektif antar puskesmas dan rumah sakit. (Profil Kesehatan Indonesia
2016)
Di Sumatera Barat, data kasus kematian Ibu meliputi kematian ibu hamil, ibu
bersalin dan ibu nifas pada tahun 2017, kasus kematian Ibu berjumlah 107 orang,
menurun jika dibanding tahun 2015 yaitu 111 orang. Adapun rincian kematian ibu
terdiri dari kematian ibu hamil 30 orang, kematian ibu bersalin 25 orang dan kematian
sebesar 11%, eklampsia sebesar 24%, dan partus macet (lama) sebesar 5%.
sakit karena kesiapan petugas, ketersediaan bahan, peralatan dan sikap petugas. Di
perjalanan diakibatkan sarana transportasi, tingkat kesulitan dan waktu tempuh, serta
kesibukan keluarga dan sosial budaya) serta ketersedian transportasi (Lancet, 2005).
Penyebab terbanyak selanjutnya yaitu hipertensi, infeksi dan abortus. Partus lama
lain adalah penyebab kematian ibu secara tidak langsung, seperti penyakit kanker,
ginjal, jantung, tuberculosis atau penyakit lain yang diderita ibu. (Pusat Data dan
Informasi Kementerian Kesehatan RI, 2014).
kematian ibu pada tahun 2018 dimana terjadi penurunan dari tahun 2017 sebanyak 2
kasus. Oleh sebab itu penulis ber,aksud untuk mengetahui pencegahan angka
b. Bagaimana upaya penekanan Angka Kematian Ibu (AKI) di Wilayah Kerja Pauh?
c. Masalah apa yang ditemui dalam pelaksanaan program penekanan Angka Kematian
Kerja Pauh.
Metode penulisan makalah ini berupa tinjauan pustaka yang merujuk kepada
berbagai literatur dan diskusi dengan pemegang program penekanan Angka Kematian
Angka kematian ibu. Indonesia belum memiliki data statistik vital yang langsung
dapat menghitung angka Kematian Ibu (AKI). Estimasi AKI dalam Survei Demografi
dan Kesehatan Indonesia (SDKI) diperoleh dengan mengumpulkan informasi dari
saudara perempuan yang meninggal semasa kehamilan, persalinan, atau setelah
melahirkan. Tahun 1991, angka kematian ibu di Indonesia sebesar 390 per 100.000
kelahiran hidup.1 Meskipun hasil survei menunjukkan bahwa AKI di Indonesia telah
turun menjadi 307 per 100.000 kelahiran hidup antara 1998–2002 1, hal itu perlu
ditafsirkan secara hati-hati mengingat keterbatasan metode penghitungan yang
digunakan. Dari lima juta kelahiran yang terjadi di Indonesia setiap tahunnya,
diperkirakan 20.000 ibu meninggal akibat komplikasi kehamilan atau persalinan.2
AKI Kota Palembang berdasarkan Laporan Indikator Database 2005 UNFPA
6th Country Programme adalah 317 per 100.000 kelahiran, lebih rendah dari AKI
Propinsi Sumsel sebesar 467 per 100.000 kelahiran. Jumlah kematian ibu tahun 2009
di Kota palembang sebanyak 6 orang dengan penyebabnya yaitu preeklamsi dan
pendarahan. (sumber data Bidang Pelayanan Kesehatan Kota Palembang, 2009).
Sedangkan yang diharapkan tahun 2010 adalah 125/100.000 kelahiran hidup (sumber
data Depkes).3
Dengan kecenderungan seperti ini, pencapaian target MDG untuk menurunkan AKI
akan sulit bisa terwujud kecuali apabila dilakukan upaya yang lebih intensif untuk
mempercepat laju penurunannya.
AKI di negara lain. AKI di Indonesia masih relatif lebih tinggi jika dibandingkan
dengan negara negara anggota ASEAN. Risiko kematian ibu karena melahirkan di
Indonesia adalah 1 dari 65, dibandingkan dengan 1 dari 1.100 di Thailand.4
Disparitas. Seperti indikator kesehatan lain pada umumnya, terdapat perbedaan AKI
antarwilayah di Indonesia. Estimasi AKI menggunakan pendekatan PMDF
(proportion of maternal deaths of female reproductive age) tahun 1995 di lima
provinsi menunjukkan bahwa Jawa Tengah mempunyai AKI yang lebih rendah, yaitu
248, dibandingkan adalah Papua sebesar 1.025, Maluku sebesar 796, Jawa Barat
sebesar 686, dan NTT sebesar 554 per 100.000 kelahiran hidup.3
Aborsi yang tidak aman. Bertanggung jawab ter hadap 11 persen kematian ibu di
Indonesia (ratarata dunia 13 persen). Kematian ini sebenarnya dapat dicegah jika
perempuan mempunyai akses terhadap informasi dan pelayanan kontrasepsi serta
perawatan terhadap komplikasi aborsi. Data dari SDKI 2002–2003 menunjukkan
bahwa 7,2 persen kelahiran tidak diinginkan.4
Penyebab tidak langsung. Risiko kematian ibu dapat diperparah oleh adanya anemia
dan penyakit menular seperti malaria, tuberkulosis (TB), hepatitis, dan HIV/AIDS.
Pada 1995, misalnya, prevalensi anemia pada ibu hamil masih sangat tinggi, yaitu 51
persen, dan pada ibu nifas 45 persen.10 Anemia pada ibu hamil mempuyai dampak
kesehatan terhadap ibu dan anak dalam kandungan, meningkatkan risiko keguguran,
kelahiran prematur, bayi dengan berat lahir rendah, serta sering menyebabkan
kematian ibu dan bayi baru lahir. Faktor lain yang berkontribusi adalah kekurangan
energi kronik (KEK). Pada 2002, 17,6 persen wanita usia subur (WUS) men derita
KEK.11 Tingkat sosial ekonomi, tingkat pendidikan, faktor budaya, dan akses terhadap
sarana kesehatan dan transportasi juga berkontribusi secara tidak langsung terhadap
kematian dan kesakitan ibu. Situasi ini diidentifikasi sebagai “3 T” (terlambat). Yang
pertama adalah terlambat deteksi bahaya dini selama kehamilan, persalinan, dan nifas,
serta dalam mengambil keputusan untuk mendapatkan pelayanan kesehatan ibu dan
neonatal. Kedua, terlambat merujuk ke fasilitas kesehatan karena kondisi geografis
dan sulitnya transportasi. Ketiga, terlambat mendapat pelayanan kesehatan yang
memadai di tempat rujukan.
II. Tantangan
Koordinasi dan pendanaan pembangunan antar institusi dan lembaga donor sangat
krusial untuk menghindari terjadinya tumpang tindih dan terfragmentasinya program,
sehingga peningkatan kesehatan ibu lebih mudah dicapai. Keberlanjutan program juga
menjadi tantangan yang harus diatasi dalam tahun-tahun mendatang.
SAFE MOTHERHOOD
PELAYANAN KEBIDANAN
DASAR
PEMBERDAYAAN WANITA
Gambar 2. Empat pilar Safe Motherhood
Intervensi strategis dalam upaya safe motherhood dinyatakan sebagai empat pilar
safe motherhood, yaitu :
a. Keluarga berencana, yang memastikan bahwa setiap orang/pasangan
mempunyai akses ke informasi dan pelayanan KB agar dapat merencanakan
waktu yang tepat untuk kehamilan, jarak kehamilan dan jumlah anak. Dengan
demikian diharapkan tidak ada kehamilan yang tak diinginkan. Kehamilan
yang masuk dala, kategori “4 terlalu”, yaitu terlalu muda atau terlalu tua untuk
kehamilan, terlalu sering hamil dan terlalu banyak anak.
b. Pelayanan antenatal, untuk mencegah adanya komplikasi obstetrik bila
mungkin dan memastikan bahwa komplikasi dideteksi sedini mungkin serta
ditangani secara memadai.
c. Persalinan yang aman, memastikan bahwa semua penolong persalinan
mempunyai pengetahuan, keterampilan dan alat untuk memberikan
pertolongan yang aman dan bersih, serta memberikan pelayanan nifas kepada
ibu dan bayi
d. Pelayanan obstetrik esensial, memastikan bahwa pelayanan obstetrik untuk
resiko tinggi dan komplikasi tersedia bagi ibu hamil yang membutuhkannya.
GRKS dimulai oleh BKKBN sebagai kelanjutan dari Gerakan Sayang Ibu
Sehat Sejahtera. Gerakan ini intinya merupakan upaya promosi mendukung
terciptanya keluarga yang sadar akan pentingnya mengupayakan kegiatan
reproduksi. Di antara masalah yang dikemukakan adalah masalah kematian ibu.
Karena itu, promosi yang dilakukan melalui GRKS juga termasuk promosi untuk
kesejahteraan ibu.
Selain ketiga upaya lintas sector tersebut, masih ada perbagai kegiatan lain
yang dilaksanakan pihak terkait, seperti organisasi profesi, yaitu POGI, IBI,
Perinasia, PKK, dan pihak lain sesuai dengan peran dan fungsinya masing-masing
Pemantauan dan Evaluasi
Dalam memantau program kesehatan ibu, dewasa ini digunakan indicator
cakupan, yaitu : cakupan antenatal ( K1 untuk askes dan K4 untuk kelengkapan
layanan antenatal ), cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan dan cakupan kunjungan
neonatal/nifas. Untuk itu, sejak awal tahun 1990-an telah digunakan alat pantau
berupa Pemantauan Wilayah Setempat – Kesehatan Ibu dan Anak ( PWS-KIA ), yang
mengikuti jejak program imunisasi. Dengan adanya PWS-KIA, data cakupan layanan
program kesehatan ibu dapat diperoleh setiap tahunnya dari semua propinsi.
Walau demikian, disadari bahwa indikator cakupan tersebut cukup memberikan
gambaran untuk menilai kemajuan upaya menurunkan AKI. Mengingat bahwa
mengukur AKI, sebagai indicator dampak, secara berkala dalam waktu kurang dari 5-
10 trahun tidak realistis, maka para pakar dunia menganjurkan pemakaian indikator
praktis atau indikator outcome. Indicator tersebut antara lain :
a. Cakupan penanganan kasus obstetrik
b. Case fatality rate kasus obstetric yang ditangani.
c. Jumlah kematian absolute
d. Penyebaran fasilitas pelayanan obstetric yang mampu PONEK dan PONED
e. Persentase bedah sesar terhadap seluruh persalinan di suatu wilayah
Indikator gabungan tersebut akan lebih banyak digunakan dalam Repelita VII, agar
pemantauan dan evaluasi terhadap upaya penurunan AKI lebih tajam.
Pertolongan Persalinan
1. Pencegahan infeksi
2. Metode pertolongan persalinan yang sesuai standar.
3. Manajemen aktif kala III
4. Merujuk kasus yang tidak dapat ditangani ke tingkat pelayanan yang lebih
tinggi.
5. Melaksanakan Inisiasi Menyusu Dini (IMD).
6. Memberikan Injeksi Vit K 1 dan salep mata pada bayi baru lahir.