Anda di halaman 1dari 10

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Masalah Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) masih menjadi masalah kesehatan

di Indonesia. Hal ini dikarenakan masih tingginya angka kematian ibu dan angka

kematian bayi dan anak balita yang ada di Indonesia. Tinggi rendahnya Angka

Kematian Ibu (AKI), Angka Kematian Bayi (AKB) dan Angka Kematian Anak

Balita (AKABa) disuatu negara dapat dilihat dari kemampuan untuk memberikan

pelayanan kesehatan ibu dan anak yang bermutu dan menyeluruh. Menurut hasil

SDKI tahun 2018 Angka Kematian Ibu (AKI) secara nasional masih tinggi yaitu

359 per 100.000 kelahiran hidup, Angka Kematian Bayi (AKB) yaitu 32 per 1000

kelahian hidup dan Angka Kematian Anak Balita (AKABa) yaitu sebesar 40 per

1000 kelahiran hidup (Kemenkes RI, 2018).

Pemerintah menjadikan upaya penurunan AKI, AKB dan AKABa sebagai

upaya dalam pencapaian target Millennium Development Goals (MDGs). Sasaran

yang ingin dicapai sesuai target MDGs ke-4 yaitu menurunkan angka kematian

anak menjadi 23 per 1000 kelahiran hidup pada tahun 2015 dan target MDGs ke-

5 yaitu meningkatkan kesehatan ibu untuk menurunkan angka kematian ibu

menjadi 102 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2015. Berbagai program

KIA telah dirancang oleh Kementerian Kesehatan RI, yang ditinjaklanjuti oleh

dinas kesehatan di tingkat propinsi, kabupaten/kota, kecamatan, desa, sampai

dusun dan rumah tangga. Namun jumlah kematian ibu dan kematian anak tetap

1
2

tinggi, dan di berbagai propinsi malah mengalami peningkatan (Kemenkes RI,

2018).

Permasalahan kegawatdaruratan obstetri dan neonatal merupakan

permasalahan yang disebabkan oleh beberapa faktor. Salah satu faktor tersebut

adalah keterlambatan dan sistem rujukan yang belum paripurna. Sistem rujukan

pelayanan kesehatan adalah penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang mengatur

pelimpahan tugas dan tanggung jawab pelayanan kesehatan secara timbal balik,

baik vertikal maupun horizontal yang wajib dilaksanakan oleh peserta jaminan

kesehatan atau asuransi kesehatan sosial, dan seluruh fasilitas kesehatan. Sistem

rujukan tersebut dilakukan secara berjenjang mulai dari masyarakat, kader, bidan

ke tingkat pelayanan dasar (Puskesmas) dilanjutkan ke jenjang tingkat lanjutan

yaitu rumah sakit yang memiliki dokter spesialis, sehingga kematian ibu dan bayi

dapat dicegah secara dini (Kemenkes RI, 2018).

Sistem rujukan kegawatdaruratan maternal dan neonatal mengacu pada

prinsip utama kecepatan dan ketepatan tindakan, efisien, efektif dan sesuai

kemampuan dan kewenangan fasilitas pelayanan. Sistem rujukan yang dibangun

harus dilengkapi dengan manual supaya bisa dilaksanakan dengan lebih tertata

dan jelas. Manual rujukan sebaiknya disusun dan dikembangkan oleh kelompok

kerja (Pokja)/tim rujukan di sebuah kabupaten/kota (Zaenab, 2014).

Salah satu kelemahan pelayanan kesehatan adalah pelaksanaan rujukan

yang kurang cepat dan tepat, melainkan system rujukan tersebut merupakan suatu

tanggung jawab yang tinggi dan mendahulukan kebutuhan masyarakat. Tingginya


3

kematian ibu dan bayi salah satunya karena masalah 3T (tiga terlambat) yang

melatar belakangi tingginya kematian ibu dan anak, terutama terlambat mencapai

fasilitas pelayanan kesehatan. Dengan adanya sistem rujukan, diharapkan dapat

meningkatkan pelayanan kesehatan yang lebih bermutu karena tindakan rujukan

ditunjukan pada kasus yang tergolong berisiko tinggi. Oleh karena itu, kelancaran

rujukan dapat menjadi faktor yang menentukan untuk menurunkan angka

kematian ibu dan perinatal, terutama dalam mengatasi keterlambatan (Juniawati,

2014).

Upaya terobosan dalam penurunan AKI dan AKB di Indonesia salah

satunya melalui Program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi

(P4K) yang menitikberatkan fokus totalitas monitoring yang menjadi salah satu

upaya deteksi dini, menghindari risiko kesehatan pada ibu hamil serta

menyediakan akses dan pelayanan kegawatdaruratan obstetri dan neonatal dasar

di tingkat Puskesmas (PONED) dan pelayanan kegawatdaruratan obstetri dan

neonatal komprehensif di Rumah Sakit (PONEK). Melalui pengelolaan pelayanan

PONED dan PONEK, Puskesmas dan Rumah Sakit diharapkan bisa menjadi

institusi terdepan dimana kasus komplikasi dan rujukan dapat diatasi dengan

cepat dan tepat (Kemenkes RI, 2018).

Puskesmas yang sudah memenuhi standar Pelayanan Obstetric Neonatal

Essensial Dasar (PONED) seharusnya sudah mampu melakukan kegiatan PONED

yang meliputi manajemen kehamilan normal dan komplikasi dalam kehamilan,

proses persalinan dan periode post partum. Pelayanan gawat darurat maternal dan
4

neonatal termasuk pemberian antibiotik, obat oksitosin, obat anti konvulsan,

manual plasenta dan asuhan pasca keguguran (Sofyana, 2014).

Perbaikan sistem pelayanan kesehatan maternal tidak cukup dengan hanya

melakukan standardisasi pelayanan dan peningkatan kemampuan sumber daya

manusia tetapi juga perbaikan sistem rujukan maternal yang akan menjadi bagian

dari tulang punggung sistem pelayanan secara keseluruhan. Kasus maternal yang

harus mendapatkan pelayanan pada fasilitas kesehatan yang sesuai setelah

mendapatkan pertolongan awal di fasilitas pelayanan kesehatan primer. Beberapa

kasus kegawatdaruratan maternal memerlukan tempat rujukan untuk mendapatkan

pengobatan dan tindakan medis harus dikerjakan di fasilitas pelayanan yang lebih

baik oleh karena keterbatasan teknis baik di fasilitas pelayanan kesehatan primer

maupun tempat rujukan antara puskesmas (Devi, 2016).

Beberapa masalah dalam sistem rujukan kesehatan ibu dan anak menurut

Depkes (2017) yaitu: 1) Penerima pertama pada pasien bukan tenaga medis

terlatih. 2) Dokter atau bidan sebagai tenaga terlatih justru berada di lini belakang.

3) Prosedur penerima rujukan yang lambat karena birokrasi pelaporan. 4) Bank

darah rumah sakit belum berfungsi sebagai tempat antara penyimpanan darah. 5)

Belum tersedianya unit transfusi darah dari semua kabupaten/kota. 6)

Keterbatasan pelayanan pemeriksaan penunjang karena keterbatasan SDM, sarana

dan prasarana. 7) Keterbatasan Puskesmas dalam melakukan tindakan. 8) Secara

umum dikatakan bahwa Puskesmas sudah tidak melakukan pertolongan

persalinan normal maupun melakukan beberapa tindakan yang sebenarnya masih


5

dalam kewenangan Puskesmas seperti ekstraksi vacuum/forceps dan curettage. 9)

Umpan balik surat rujukan. 10) Petunjuk pelaksanaan sistem rujukan yang tidak

baku. 11) Belum terdapat persepsi yang sama tentang prosedur tindakan diantara

petugas pelaksana pelayanan kesehatan maternal dan neonatal. 12) Pengetahuan

masyarakat tentang kegawatdaruratan maternal dan neonatal. 13) Kemampuan ibu

dalam mengambil keputusan. 14) Konsekuensi finansial sebagai dampak proses

rujukan.

Menurut Profil Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Barat (2018) bahwa

AKI di Provinsi Sumatera Barat tahun 2018 yaitu 268/100.000 kelahiran hidup.

Target akhir tahun Renstra yaitu sasaran utama AKI tahun 2018 yaitu

menurunnya AKI menjadi 275 per 100.000 kelahiran hidup telah mampu dicapai.

AKB Sumatera Barat pada tahun 2017 yaitu 22,96 dan tahun 2018 yaitu 21,59 per

1.000 kelahiran hidup sementara target akhir tahun Renstra yaitu sasaran utama

AKB tahun 2018 yaitu menurunnya AKB menjadi 22 per 1.000 kelahiran hidup

telah mampu dicapai. Tingginya angka kematian ibu di Indonesia menunjukkan

rendahnya kualitas pelayanan kesehatan terutama kesehatan ibu (Ambarwati,

2018).

Berdasarkan laporan Dinas Kesehatan Kabupaten Pasaman jumlah

kematian ibu pada tahun 2017 yaitu 9 orang, pada tahun 2018 yaitu 7 orang dan

pada tahun 2019 mengalami penurunan menjadi 6 orang. Puskesmas Rao

merupakan salah satu puskesmas yang berada di Kabupaten Pasaman yang

menyumbang angka kematian ibu sebanyak 2 orang (Dinkes Pasaman, 2019).


6

Layanan kesehatan di puskesmas berhasil mencapai tujuan apabila pasien

yang berada dalam kondisi sakit cukup berat dan atau dalam kondisi kegawat-

daruratan medik yang dirujuk ke fasilitas puskesmas mampu PONED, sudah

dilayani sesuai dengan kompetensi dan kewenangannya. Berdasarkan standar

pelayanan medik dan SPO (Standar Prosedur Operasional). Apabila pasien tidak

dapat ditangani sampai tuntas dapat dipersiapkan dan dirujuk tepat waktu dan

tepat tujuan, sehingga mendapatkan layanan secara adekuat di fasilitas rujukan

yang lebih mampu (Ambarwati, 2018).

Penelitian Ambarwati (2018) tentang pelaksaan sistem rujukan pada kasus

kegawatdaruratan maternal neonatal di Puskesmas Kembaran 1, hasil penelitian

menunjukkan bahwa Sumber daya dan fasilitas yang dimiliki puskesmas sudah

sesuai dengan APKK dan APKR. Dana yang digunakan oleh masyarakat adalah

jaminan kesehatan seperti KIS, BPJS, Jamkesmas maupun Jampersal.

Pelaksanaan sistem rujukan sudah diawali dengan koordinasi menggunakan

SIJARIEMAS ke RS jejaring dan konsultasi dengan dokter jaga, penatalaksanaan

stabilisasi pasien dengan kasus kegawatdaruratan maternal neonatal berdasarkan

SOP yang berlaku sebelum dilakukan rujukan, proses merujuk pasien ke RS

jejaring dengan menggunakan ambulan dan didampingi oleh bidan yang

kompeten. Kesimpulan sumberdaya, sarana prasarana yang dimiliki oleh

Puskesmas Kembaran I telah memenuhi syarat minimal dalam pelaksanaan

penanganan kegawatdaruratan maternal neonatal dan proses pelaksanaan rujukan.


7

Penelitian Devi (2016) tentang evaluasi kegawatdaruratan maternal di

Puskesmas Bantul, hasil penelitian teridentifikasi lima tema yaitu pengetahuan

tentang sistem rujukan, pengalaman bidan dalam pelaksanaan sistem rujukan,

berbagai kendala dalam pelaksanaan sistem rujukan, sumber dukungan dalam

pelaksanaan sistem rujukan, keinginan untuk meningkatkan semua aspek.

Simpulan dari penelitian ini adalah pengalaman bidan dalam melaksanakan

rujukan kegawatdaruratan maternal dan neonatal di Puskesmas Indralaya secara

umum sudah berjalan sesuai dengan standar meskipun belum sempurna

dilaksanakan dan kendala bidan dalam merujuk pasien bervariasi. Disarankan

bagi tenaga kesehatan di tingkat pelayanan kesehatan dasar untuk merujuk ibu

yang mengalami komplikasi kehamilan, persalinan dan nifas lebih awal sebagai

upaya pencegahan kejadian kematian ibu dan bayi.

Penelitian Ignasius (2012) tentang evaluasi system rujukan maternal dan

neonatal di Wilayah Kerja Puskesmas Kimbaran Baru menjelaskan bahwa

pertimbangan utama dalam memilih tempat rujukan dari Puskesmas ke rumah

sakit sebagai penyedia layanan kesehatan sekunder adalah faktor kedekatan jarak

dan kemudahan jangkauan. Alur rujukan selama ini belum sepenuhnya

memperhatikan aspek ketersediaan dan kelengkapan jenis layanan pada fasilitas

kesehatan yang dituju. Masih ada stigma bahwa jika puskesmas tidak bisa

menangani masalah pasien maka rumah sakit menjadi pihak yang dianggap bisa

menyelesaikan masalah tersebut. Padahal disisi lain, rumah sakit di daerah belum

tentu memiliki kapasitas untuk menangani masalah tersebut. Salah satu masalah
8

dalam implementasi sistem rujukan adalah keterbatasan sumber daya dan

infrastruktur yang esensial dalam institusi kesehatan untuk menyediakan layanan

kesehatan yang minimal seperti PONEK dan tenaga spesialis.

Berdasarkan data yang peneliti dapat di atas, peneliti tertarik untuk

melakukan penelitian tentang Evaluasi Sistem Rujukan Kegawatdaruratan

Maternal di Puskesmas Rao Kabupaten Pasaman Tahun 2020.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan dari uraian latar Belakang di atas , maka di dapatkan rumusan

masalah bagaimana Evaluasi Sistem Rujukan Kegawatdaruratan Maternal di

Puskesmas Rao Kabupaten Pasaman Tahun 2020?.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui Evaluasi Sistem Rujukan Kegawatdaruratan Maternal di

Puskesmas Rao Kabupaten Pasaman Tahun 2020.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengevaluasi pelaksanaan sistem rujukan kegawatdaruratan maternal

dari segi puskesmas meliputi sarana pelayanan, kebijakan puskesmas dan

petugas kesehatan (Kompetensi dan pendidikan petugas) di Puskesmas Rao

Kabupaten Pasaman Tahun 2020.


9

b. Untuk mengevaluasi pelaksanaan sistem rujukan kegawatdaruratan maternal

dari segi pasien meliputi persiapan keuangan, kemauan pasien dan persetujuan

keluarga di Puskesmas Rao Kabupaten Pasaman Tahun 2020.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Tempat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan pelaksanaan sistem

rujukan agar dapat terlaksana secara maksimal.

2. Bagi Responden

Diharapkan dengan adanya penelitian ini dapat meningkatkan pengetahuan

responden bahwa dalam pelaksanaan sistem rujukan pengambilan keputusan

harus cepat dan tepat.

3. Bagi Institusi Pendidikan

Diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi bahan bacaan di Institusi

Pendidikan tentang evaluasi system rujukan kegawatdaruratan maternal.

4. Bagi Institusi Pendidikan

Diharapkan hasil penelitian ini dapat meningkatkan pengetahuan peneliti

tentang bagaimana sistem rujukan kegawatdaruratan maternal yang baik.

5. Bagi Peneliti Selanjutnya

Diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi bahan bacaan bagi peneliti

selanjutnya tentang evaluasi sistem rujukan kegawatdaruratan maternal.


10

E. Ruang Lingkup Penelitian

Dalam penelitian ini membahas tentang ”Evaluasi Sistem Rujukan

Kegawatdaruratan Maternal di Puskesmas Rao Kabupaten Pasaman Tahun

2020”. Input pada penelitian ini adalah sumber daya manusia (petugas

kesehatan), peran serta pasien dan ketersediaan sarana dan prasarana, prosesnya

adalah pelaksanaan rujukan kegawatdaruratan maternal. Outputnya adalah

keberhasilan rujukan kegawatdaruratan maternal. Jenis penelitian ini kualitatif

dengan desain fenomenologi. Penelitian akan dilakukan Puskesmas Rao

Kabupaten Pasaman pada bulan Februari - Maret 2020. Populasi pada penelitian

ini adalah 10 orang informant dari pihak puskesmas yang terdiri dari (1 orang

kepala puskesmas, 1 orang bidan koordinasi, 2 orang dokter dan 3 orang bidan),

sedangkan dari pihak pasien terdiri dari (1 orang pasien, 1 orang suami dan 1

orang penanggung jawab keluarga). Pengumpulan data dilakukan dengan

wawancara secara mendalam kepada partisipan.

Anda mungkin juga menyukai