PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pemantauan Wilayah Setempat (PWS) telah dilaksanakan di Indonesia
sejak tahun 1985. Pada saat itu pimpinan puskesmas maupun pemengang
program di Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota belum mempunyai alat pantau
yang dapat memberikan data cepat sehingga pimpinan dapat memberikan
respon atau tidakan yang cepat dalam wilayah kerjanya. PWS dimulai dengan
program imunisasi yang dala perjalanannya, berkembang menjadi PWS –
PWS lain seperti PWS – Kesehatan Ibu dan Anak (PWS KIA) dan PWS
Gizi.alahn baik,
Pelaksanaan PWS Imunisasi berjalan baik, dibuktikan dengan
tercapainya Universal Child Immunization (UCI) di Indonesia pada tahun
1990.Dengan dicapainya cakupan imunisasi, terjadi penurunan AKB yang
sihnifikan. Namun pelaksanaan PWS dengan indicator Kesehatan Ibu dan
Anak (KIA) tidak secara cepat dapat menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI)
secara bermakna walaupun cakupan pelayanan KIA meningkat, Karena
adanya factor – factor lain sebagai penyebab kematian ibu (ekonomi,
pendidikan,sasial budaya, dsb). Dengan demikian maka PWS KIA perlu
dikembangkan dengan memperbaiki mutu data, analisis dan penelusuran
data.
Angka Kematian Ibu (AKI),Angka Kematian Neonatus (AKN), Angka
Kematian Bayi (AKB), dan Angka Kematian Balita (AKABA) merupakan
beberapa indicator status kesehatan masyarakat. Dewasa ini AKI dan AKB di
Indonesia masih tinggi dibandingkan dengan Negara ASEAN lainnya.
Menurut data SDKI 2007, AKI 228 per 100.000 kelahiran hidup, AKB 34 per
1.000 kelahiran hidup, AKN 19 per 1.000 kelahiran hidup, AKBA 44 per 1.000
kelahiran hidup.
Penduduk Indonesia pada tahun 2007 adalah 225.642.000 jiwa
dengan CBR 19,1 maka terdapat 4.287.198 bayi hidup. Dengan AKI
228/100.000 KH berarti ada 9.774 ibu meninggal per tahun atau 1 ibu
meninggal tiap jam oleh sebab yang berkaitan dengan kehamilan, persalinan
dan nifas.Besaran kematian neonatal, bayi dan balita jauh lebih tinggi,
1
dengan AKN 19/1.000 KH, AKB 34/1.000 KH dan AKBA 44/1.000 KH berarti
ada 9 neonatal, 17 bayi dan 22 balita meninggal tiap jam.
Berdasarkan kesepakatan global MDGS 2000, pada tahun 2015
diharapkan AKI menurun sebesar tiga – perempatnya dalam rukun waktu
1990 – 2015 dan AKB, AKBA menurun sebesar dua – pertiga dalam kurun
waktu 1990 – 2015. Berdasarkan hal itu Indonesia mempunyai komitmen
untuk menurunkan AKI menjadi 102/100.000 KH, AKB dari 68 menjadi
23/1.000 KH dan AKBA 97 menjadi 32 / 1.000 KH pada tahun 2015.
Penyebab langsung kematian ibu sebasar 90% terjadi pada saat
persalinan dan segera setelah persalinan ( SKTR 2001). Penyebab langsung
kematian ibu adalah perdarahan (28%), eklamsia (24%) dan infeksi (11%).
Penyebab tidak langsung kematian ibu antara lain KEK pada kehamilan
(37%) dan anemia pada kehamilan (40%). Kejadian anemia pada ibu hamil ini
akan meningkatkan resiko terjadinya kematian ibu dibandingkan dengan ibu
hamil yang tidak anemia. Sedangkan berdassrkan laporan rutin PWS tahun
2007, penyebab langsung kematian ibu adalah perdarahan (39%),
eklamsia(20%), infeksi (7%) dan lain – lain (33%).
Menurut RISKESDAS 2007, penyebab kematian neonatal 0-6 hari
adalah gannguan nafas(37%), prematuritas(34%), sepsis(12%),
hipotermi(7%), klainan darah /ikterus(6%), posmatur(3%), dan kelainan
kongenital (1%). Penyebab kematian 7 -28 hari adalah sepsis(20,5%),
kelainan kongenital (19%), pneumonia (17%), Respiratori Distress Syndrom /
RDS ( 14%), prematuritas (14%), ikterus (3%), cedera lahir (3%), tetanus
(3%), defisiensi nutrisi (3%), dan Sunddely Infant Death Syndrom / SIDS
(3%). Penyebab kematian bayi (29 hari – 1 tahun) adalah diare (42%),
pneumonia (24%), meningitis / ensefalitis (9%), kelainan saluran cerna (7%),
kelainan jantung Kongenital dan hidrocepalus (6%), sepsis (4%), tetanus
(3%), dan lain – lain (5%). Penyebab kematian balita (1 – 4 tahun ) adalah
diare (25,5%0, pneumonia (15,5%), Necrotizing Enterocolitis E.Coli / NEC
(10,7%), meningitis/ensefalitis (8,8%), DBD (6,8%), Campak (5,8%),
tenggelam (4,9%) dan lain – lain (9,7%).
Upaya untuk mempercepat penurunan AKI telah dimulai sejak akhir
tahun 1980-1n melalui program Safe Motherhood Initiative yang mendapat
perhatian besar dan dukungan dari berbagai pihak baik dalam maupun luar
2
negeri. Pada ahkir tahun 1990-an secara konseptual telah diperkenalkan lagi
upaya untuk menajamkan strategi dan intervensi dalam menurunkan AKI
melalui Making Pregnancy Safer (MPS) yang dicanangkan oleh pemerintah
pada tahun 2000. Sejak tahun 1985 pemerintah merancang Child Survival
(CS) untuk penurunan AKB. Kedua strategi tersebut diatas telah sejalan
dengan Grand Strategi DEPKES tahun 2004.
Rencana Startegi Making Pregnancy Safer (MPS) terdiri dari 3 pesan kunci dan 4
stretegi.
Rencana Strategi Child Survival (CS) terdiri dari 3 pesan kunci dan 4 strategi.
3
sumber daya yang tersedia serta memantapkan koordinasi perencanaan
kegiatan MPS dan CS.
3. Mendorong pemberdayaan wanita dan keluarga melalui kegiatan peningkatan
pengetahuan untuk menjamin prilaku yang menunjang kesehatan ibu, bayi
baru lahir dan balita serta pemanfaatan pelayanan kesehatan yang tersedia.
4. Mendorong keterlibatan masyarakat dalam penyediaan dan pemanfaatan
pelayanan kesehatan ibu, bayi baru lahir dan balita.
B. Pengertian
Pemantauan wilayah setempat kesehatan ibu dan anak (PWS KIA )
adalah alat manajemen untuk melakukan pemantauan program KIA disuatu
wialyah kerja secara terus menerus, agar dapat dilakukan tindak lanjut yang
cepat dan tepat. Program KIA yang dimaksud meliputu pelayanan ibu hami, ibu
bersalin, ibu nifas, ibu dengan komplikasi kebidanan, keluarga berencana, bayi
4
baru lahir, bayi baru lahir dengan komplikasi, bayi dan balita. Kegiatan PWS KIA
terdiri dari pengumpulan data, pengolahan, analisis dan interpretasi data serta
penyebarluasan informasi ke penyelenggara program dan pihak / instansi terkait
untuk tindak lanjut.
Definisi dan kegiatan PWS tersebut sama dengan difinisi surveilens.
Menurut WHO, surveilens adalah suatu kegiatan sistematis berkesinambungan,
mulai dari kegiatan mengumpulkan, menganalisis, dan menginterpretasikan data
yang selanjutnya dijadikan landasan yang esensial dalam membuat rencana,
implementasi dan evaluasi suatu kebijakan kesehatan masyarakat. Oleh karena
itu, pelaksanaan surveilens dalam kesehatan ibu dan anak adalengan PWS KIA
diharapkan cakupan pelayanan dapat ditingkatkan dengan menjangkau seluruh
sasaran di suatu wilayah kerja. Dengan terjangkaunya seluruh sasaran
diharapkan maka diharapkan seluruh kasus dengan faktor risiko atau komplikasi
dapat ditemukan sedini mungkin agar dapat memperoleh penanganan yang
memadai.
Penyajian PWS KIA juga dapat dipakai sebagai alat advokasi,
informasi dan komunikasi pada sector terkait, khusunya aparat setempat yang
berperan dalam pendataan dan penggerakan sasaran. Dengan demikian PWS
KIA dapat digunakan untuk memecahkan masalah teknis dan non teknis.
Pealksanaan PWS KIA akan lebih bermakna bila ditindaklanjuti dengan upaya
perbaikan dalam pelaksanaan pelayanan KIA, intensifikasi manajemen program,
pergerakan sasaran dan sumber daya yang diperlukan dalam rangka
meningkatkan janagkauan dan mutu pelayanan KIA. Hasil analisis PWS KIA
ditingkat provinsi dapat digunakan untuk menentukan kabupaten / kota yang
rawan.
C. Tujuan
Tujuan Umum :
Tujuan Khusu:
1. Memantau pelayanan KIA secara individu melalui kohort.
5
2. Memantau kemajuan pelayanan KIA dan cakupan indicator KIA secara
teratur (bulanan) dan terus menerus.
3. Menilai kesenjangan pelayanan KIA terhadap standar pelayanan KIA.
4. Menilai kesenjangan pencapaian cakupan indicator KIA terhadap
target yang ditetapkan.
5. Menentukan sasaran individu dan wialayah prioritas yang akan
ditangani secara intensif berdasarkan besarnya kesenjangan.
6. Merencanakan tindak lanjut dengan menggunakan sumber daya yang
tersedia dan yang potensial untuk digunakan.
7. Meningkatkan peran aparat setempat dalam pergerakan sasaran dan
mobilisasi sumber daya.
8. Meningkatkan peran serta dan kesadaran masyarakat untuk
menafaatkan pelayanan KIA.
6
BAB. II
A. Pelayanan Antenatal
Pelayanan antenatal adalah pelayanan kesehatan oleh tenaga
kesehatan untuk ibu selama masa kehamilannya, dilaksanakan sesuai
standart pelayanan antenatal yang ditetapkan dalam Standar Pelayanan
Kebidanan (SPK). Pelayanan antenatal sesuai standart meliputi anamnesis,
pemeriksaan fisik (umum dan kebidanan), pemeriksaan laboratorium rutin dan
khusus, serta intervensi umum dan khusus ( sesuai resiko yang ditemukan
dalam pemerikasaan). Dalam penerapannya terdiri atas :
1. Timbang berat badan dan ukur tinggi badan.
7
2. Ukur tenakan darah.
3. Nilai status gizi ( ukur lingkar lengan atas).
4. Ukur tinggi fundus uteri.
5. Tentukan presentasi janin dan denyut jantung janin (DJJ).
6. Skrining status imunisasi tetanus dan berikan imunisasi tetanus
toksoid (TT) bila diperlukan.
7. Pemberian tablet zat besi minimal 90 tablet selama kehamilan.
8. Test laboratorium (rutin dan khusus).
9. Tatalaksana kasus.
10. Temu wicara (konseling), termasuk Perencanaan Persalinan dan
Pencegahan Komplikasi (P4K) serta KB pasca persalinan.
8
B. Pertolongan Persalinan
Pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan adalah pelayanan
kesehatan yang aman yang dilakukan oleh tenaga kesehatan yang kompeten.
Pada kenyataan di lapangan, masih terdapat penolong persalinan yang bukan
tenaga kesehatan dan dilakukan di luar fasilitas pelayanan kesehatan. Oleh
karena itu secara bertahap seluruh persalinan akan ditolong oelh tenaga
kesehatan kompeten dan diarahkan ke fasilitas pelayanan kesehatan.
Pada prinsipnya, penolong persalinan harus memperhatikan hal – hal
sebagai berikut :
1. Pencegahan infeksi.
2. Metode pertolongana persalinan yang sesuai standart.
3. Merujuk kasus yang tidak dapat ditangani ke tingkat pelayanan
yang lebih tinggi.
4. Melaksanakan inisiasi menyusu dini (IMD).
5. Memberikan injeksi vitamin K 1 dan salep mata pada bayi baru
lahir.
9
Pelayanan yang diberikan :
10
Manajemen Terpadu Bayi Muda (MTBM) untuk memastikan bayi dalam
keadaan sehat, yang meliputi :
1. Pemeriksaan dan perawatan bayi baru lahir :
Perawatan tali pusat
Melaksanakan ASI eksklusif
Memastikan bayi telah diberi injeksi vitamin K1
Memastikan bayi telah diberi salep mata antibiotic
Pemberian imunisasi hepatitis B
2. Pemerikasan menggunakan pendekatan MTBM
Pemeriksaan tanda bahaya seperti kemungkinan infeksi bakteri,
ikterus, diare, berat badan rendah dan masalah pemberian ASI.
Pemberian imunisasi hepatitis B0 bila belum diberikan pada waktu
perawatan bayi baru lahir.
Konseling terhadap ibu dan keluarga untuk memberikan ASI
eksklusif, pencegahan hipotermi dan melaksanakan perawatan bayi
baru lahir di rumah dengan menggunakan Buku KIA.
Penanganan dan rujukan kasus bila ditemukan.
E. Deteksi dini faktor risiko dan komplikasi kebiadan dan neonatus oleh tenaga
kesehatan maupun masyarakat.
Deteksi dini kehamilan dengan faktor risiko adalah kegiatan yang
dilakukan untuk menemukan ibu hamil yang mempunyai faktor risiko dan
komplikasi kebidanan. Kehamilan merupakan proses reproduksi yang normal,
tetapi tetap mempunyai risiko untuk terjadinya komplikasi. Oleh karenanya
deteksi dini oleh tenaga kesehatan dan masyarakat tentang adanya faktor
risiko dan komplikasi, serta penanganan yang adekuat sedini mungkin,
merupakan kunci keberhasilan dalam penurunan angka kematian ibu dan
bayi yang dilahirkannya.
Faktor risiko pada ibu hamil adalah :
1. Primigravida kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun.
11
2. Anak lebih dari 4.
3. Jarak persalinan terakhir dengan kehamilan sekarang kurang dari 2 tahun.
4. KEK dengan lingkar lengan atas kurang dari 23,5 cm atau penambahan
berat badan < 9 kg selama masa kehaminan.
5. Anemia dengan hemoglobin < 11 gr%.
6. Tinggi badan kurang dari 145 cm, atau dengan kelainan bentuk panggul
dan tulang belakang.
7. Riwayat hipertensi pada kehamilan sebelumnya atau sebelum kehamilan
ini.
8. Sedang / pernah menderita penyakit kronis antar lain : tuberculosis,
kelainan jantung – ginjal – hati, psikosis, kelainan endokrin ( DM,
Sistematik Lupus Eritematosus, dll), tumor dan keganasan.
9. Riwayat kehamilan buruk : keguguran berulang, kehamilan ektopik
terganggu, molahidatidosa, ketuban pecah dini, bayi dengan cacat
congenital.
10. Riwayat persalinan dengan komplikasi: persalinan dengan seksio sesarea,
ekstraksi vakum / forseps.
11. Riwayat nifas dengan komplikasi : perdarahan pasca persalinan, infeksi
masa nifas, psikosis post partum (post parytum blues).
12. Riwayat keluarga menderita penyakit kencing manis, hipertensi dan
riwayat cacat congenital.
13. Kelainan jumlah janin: kehamilan ganda, janin dempet, monster.
14. Kelainan besar janin: pertumbuhan janin terhambat, janin besar.
15. Kelainan letak dan posisi janin: lintang, sungsang pada usia kehamilan
lebih dari 32 minggu.
12
3. Hipertensi dalam kehamilan (HDK): tekanan darah tinggi (sistolik > 140
mmHg, diatolik > 90 mmHg), dengan atau tanpa edema pretibial.
4. Ancaman persalinan premature.
5. Infreksi berat dalam kehamilan: demam berdarah, tifus abdominalis,
sepsis.
6. Distosia: persalinan macet, persalinan tidak maju.
7. Infeksi masa nifas.
13
Komplikasi pada neonatus antara lain :
1. Prematuritas dan BBLR
2. Asfiksia
3. Infeksi Bakter
4. Kejang
5. Ikterus
6. Diare
7. Hipotermia
8. Tetanus neonatorum
9. Masalah pemberian ASI
10. Trauma lahir, sindroma gangguan pernapasan, kelainan congenital, dll.
14
Stabilitasi komplikasi obstetric untuk rujukan dan transportasi
rujukan.
2. Pelayanan Neonatus :
Pencegahan dan penangana asfiksia
Pencegahan dan penanganan hipotermia
Penanganan bayi berat lahir rendah (BBLR)
Pencegahan dan penanganan infeksi neonatus, kejang neonatus,
ikterus ringan – sedang
Pencegahan dan penanganan gannguan minum
Stabilisasi komplikasi neonatus untuk dirujuk dan transportasi
rujukan.
15
dengan komplikasi baik yang dating sendiri atau atas rujukan
kader/masyarakat, bidan desa, puskesmas dan melakukan rujukan ke RS/RS
PONEK pada kasus yang tidak mampu ditangani.
Untuk mendukung puskesmas mampu PONED ini, diharapkan RSU
kabupaten / kota mampu melaksanakan pelayanan obstetric dan neonatal
emergensi komprehensif yang siap 24 jam. Dalam PONEK, RSU harus
mampu melakukan peleyanan emergensi dasar dan pelayanan operasi seksio
sesaria, perawatan neonatus level II serta transfuse darah.
Dengan adanya puskesmas mampu PONED dan RS mampu PONEK
maka kasus – kasus komplikasi kebidanan dan neonatal dapat ditangani
secara optimal sehingga dapat mengurangi kematian ibu dan neonatus.
16
Konseling ASI eksklusif, pemberian makanan pendamping ASI, tanda
– tanda sakit dan perawatan kesehatan bayi di rumah menggunakan
Buku KIA.
Penanganan dan rujukan kasus bila diperlukan.
17
Sebagai upaya unutk menurunkan angka kesakitan da kematian balita,
DEPKES RI bekerja sama dengan WHO telah mengembangkan paket
pelatihan MTBS yang mulai dikembangkan di Indonesia sejak tahun 1996 dan
implementasinya dimulai sejak tahun 1997 dan saat ini telah mencakup 33
provinsi.
Pelayanan kesehatan anak balita meliputi pelayanan pada anak balita
sakit dan sehat. Pelayanan yang diberikan oleh tenaga kesehatan sesuai
standart yang meliputi :
1. Pelayanan pemantauan pertumbuhan minimal 8 kali setahun yang tercatat
dalam Buku KIA / KMS. Pemantauan pertumbuhan adalah pengukuran BB
anak balita setiap bulan yang tercatat pada Buku KIA / KMS. Bila berat
badan tidak naik dalam 2 bulan berturut – turut atau berat badan balita di
bawah garis merah harus dirujuk ke srana polayanan kesehatan.IDTKA
minimal 2 kali setahun.
2. Pelayanan SDIDTK meliputi pemantauan perkembangan motorik kasar,
motorik halus, bahasa, sasialisasi dan kemadirian minimal 2 kali pertahun.
(setiap 6 bulan). Pelayanan SDIDTK diberikan di dalam gedung ( sarana
pelayanan kesehatan) maupun diluar gedung.
3. Pemberian vitamin A dosis tinggi 2 kali dalam setahun
4. Kepemilikan dan pemanfaatan Buku KIA oleh anak balita
5. Pelayanan anak balita sakit sesuai standar dengan menggunakan
pendekatan MTBS.
J. Pelayanan KB berkualitas
Pelayaann KB berkualitas adalah pelayanan KB sesuai standart
dengan menghormati hak individu dalam merencanakan kehamilan sehingga
diharapkan dapat berkontribusi dalam menurunkan angka kematian ibu dan
menurunkan tingkat fertilitas dari pasangan yang telah cukup memiliki anak (2
anak atau lebih) serta meningkatkan fertilitas bagi pasangan yang ingin
mempunyai anak.
Pelayanan KB bertujuan untuk menunda (merencanakan) kehamilan.
Bagi pasangan usia subur yang ingin menjarangkan dan / atau menghentikan
kehamilan, dapat menggunakan metode kontrasepsi yang meliputi :
18
KB alamiah ( system kalender, metode amenore laktasi, coitus
interuptus)
Metode KB hormonal ( pil, suntik, susuk)
Metode Kb non hormonal (kondom,AKDR/IUD, vasektomi dan
tubektomi).
Sampai saat ini diIndonesia cakupan KB aktif mencapai 61,4% (SDKI
2007) dan angka ini merupakan pencapaian yang cukup tinggi diantara
Negara – Negara ASEAN. Namun demikian metode yang dipakai lebih
banyak jangka pendek seperti pil dan suntik. menurut SDKI 2007 akseptor KB
yang menggunakan suntik sebesar 31,6%, Pil 13,2%, AKDR 4,8%, susuk
2,8%, tubektomi 3,1 %, vasektomi 0,2% dan kondom 1,3%. Hal ini terkait
dengan tingginya angka putus pemakaian (DO) pada metode jangka pendek
sehingga perlu pemantauan yang terus menerus. Disamping itu pengelola
program KB perlu memfokuskan sasaran pada kategori PUS dengan “4
terlalu” ( terlalu tua, muda , sering dan banyak).
Untuk mempertahankan dan meningkatkan cakupan pesrta KB perlu
diupayakan pengelolaan program berhubungan dengan peningkatan aspek
kualitas, tehnik dan aspek menejerial pelayanan KB. Dari aspek kualitas perlu
diterapkan pelayanan yang sesuai standart dan variasi pilihan metode KB,
sedangkan dari segi tehnis perlu dilakukan pelatihan klinis dan non klinis
secara berkesinambungan. Selanjutnya aspek manajerial, pengelola program
KB perlu melakukan revitalisasi dalam segi analisis situasi program KB dan
system pencacatan dan pelaporan pelayanan KB.
Tenaga kesehatan yang dapat memberikan pelayanan KB kepada
masyarakat adalah dokter spesialis kebiadanan, dokter, bidan dan perawat.
19
BAB III
INDIKATOR PEMANTAUAN
Jumlah sasaran ibu hamil dlam 1 tahun dapat diperoleh melalui proyeksi,
dihitung berdasarkan perkiraan jumlah ibu hamil dengan menggunakan rumus
:
1,10 x angka kelahiran kasar (CBR) x jumlah penduduk
Angka kelahiran kasar (CBR) yang digunakan adalah angka terakhir CBR
kabupaten / kota yang diperoleh dari BPS di kabupaten / kota. Bila angka
CBR kabupaten / kota tidak ada maka dapat menggunakan ankga terakhir
CBR provinsi. CBR provinsi dapat juga diperoleh dari buku data penduduk
sasaran program Pembangunan kesehatan 2007 – 2011 ( pusat data
kesehatan Depkes RI tahun 2007).
20
B. Cakupan pelayanan Ibu hamil ( cakupan K4)
Adalah cakupan ibu hamil yang telah memperoleh pelayanan antenatal
sesuai dengan standart, paling sedikit 4 kali dengan distribusi waktu 1 kali tw
ke 1, 1 kali tw ke 2, 2 kali tw ke 3 disuatu wilayah kerja pada kurun waktu
tertentu.
Dengan indicator ini dapat diketahui cakupan pelayanan antenatal
secara lengkap (memenuhi standart pelayanan dan menepati waktu yang
ditetapkan), yang menggambarkan tingkat perlindungan ibu hamil disuatu
wilayah, disamping menngambarkan kemampuan manajemen atau pun
kelangsungan program KIA.
Rumus yang dipergunakan adalah :
21
Jumlah sasaran ibu bersalin dlam 1 tahun dihitung dengan menggunakan
rumus.
1,05 x angka kelahiran kasar (CBR) x jumlah penduduk
22
Jumlah sasaran bayi bida didapat dari perhitungan berdasarkan jumlah
perkiraan (angka proyeksi) bayi dalam suatu wilayah tertentu dengan
menggunakan rumus sebagai berikut :
X 100
20% x jumlah sasaran ibu hamil disuatu wilayah kerja dalam 1 tahun.
24
Rumus yang dipergunakan:
Jumlah neonatus dengan komplikasi yang mendapat penanganan definitive di
suatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu
X 100
15% x jumlah sasaran bayi disuatu wilayah kerja dalam 1 tahun.
X 100
25
L. Cakupan pelayanan kesehatan balita sakit yang dilayani dengan MTBS
Adalah cakupan anak balita (umur 12-59 bulan) yang berobat ke
puskesmas dan mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai standart (MTBS)
di suatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu.
Jumlah anak balita sakit diperoleh dari kunjungan balita sakit yang
dating ke puskesmas (register rawat jalan di puskesmas). Jumlah anak balita
sakit yang mendapatkan pelayanan standart diperoleh dari format pencatatan
dan pelaporan MTBS.
26
BAB IV
A. Pengumpulan Data
Pengumpulan dan pengolahan data merupakan kegiatan pokok dari
PWS KIA. Data yang dicatat per desa/kelurahan dan kemudian dikumpulkan
di tingkat puskesmas akan dilaporkan sesuai jenjang administrasi. Data yang
diperlukan PWS KIA adalah data sasaran dan data pelayanan. Proses
pengumpulan data sasaran sebagai berikut :
1. Jenis data
Data yang diperlukan untuk mendukung pelaksanan PWS KIA adalah :
a. Data sasaran :
Jumlah seluruh ibu hamil
Jumlah seluruh ibu bersalin
Jumlah ibu nifas
Jumlah seluruh bayi
Jumlah seluruh anak balita
Jumlah seluruh PUS
b. Data Pelayanan
Jumlah K1
Jumlah K4
Jumlah persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan
Jumlah ibu nifas yang dilayani 3 kali (KF3) oleh tenaga kesehatan
Jumlah neonatus yang mendapatkan pelayanan kesehatan pada
umur 6 – 48 jam
Jumlah neonatus yang mendapatkan pelayanan kesehatan lengkap
(KN lengkap)
Jumlah ibu hamil, bersalin dan nifas dengan faktor risiko /
komplikasi yang dideteksi oleh masyarakat
Jumlah kasus komplikasi obsterti yang ditangani
Jumlah neonatus dengan komplikasi yang ditangani
Jumlah bayi 29 hari – 12 bulan yang mendapatkan pelayanan
kesehatan sedikitnya 4 kali
27
Jumlah anak balita (12 – 59 bulan) yang mendapatkan pelayanan
kesehatan sedikitnya 8 kali
Jumlah anak balita sakit yang mendapat pelayanan kesehatan
sesuai standart
Jumlah peserta KB aktif
2. Sumber Data
Data sasaran berasal dari perkiraan jumlah sasaran (proyeksi) yang
dihitung berdasarkan rumus yang diuraikan dalam BAB III. Berdasarkan
data tersebut, bidan di desa bersama dukun bersalin/bayi dan kader
melakukan pendataan dan pencatatan sasaran di wilayah kerjanya.
B. Pencatatan Data
1. Data Sasaran
Data sasaran diperoleh sejak saat Bidan memulai pekerjaan di
desa/kelurahan. Seorang bidan di desa/kelurahan dibantu para kader dan
dukun bersalin/bayi, membuat peta wilayah kerjanya yang mencakup
denah jalan, rumah serta setiap waktu memperbaiki peta tersebut dengan
data tersebut dengan data baru tentang adanya ibu yang hamil, neonatus
dan anak balita.
Data sasaran diperoleh di desa/kelurahan dari para kader dan dukun
abyi yang melakukan pendataan ibu hamil, bersalin, nifas, bayi baru lahir,
bayi dan anak balita dimana sasaran tersebut diberkan Buku KIA dan bagi
ibu hamil dipasang stiker P4K di depan rumahnya. Selain itu data sasaran
juga dapat diperoleh dengan mengumpulkan data sasaran yang berasal
dari lintas program dan fasilitas pelayanan lain yang ada di wilayah kerja.
28
2. Data Pelayanan
Bidan di desa/kelurahan mencatat semua detail pelayanan KIA di
dalam kartu ibu, kohort ibu, kartu bayi, kohort bayi, kohort anak balita ,
kohort KB dan Buku KIA. Pencatatn harus dilakukan segera setelah bidan
melakukan pelayanan. Pencatatan tersebut diperlukan untuk memantau
secara intensif dan terus menerus kondisi dan permasalahan yang
ditemukan pada para ibu, bayi dan anak di desa/kelurahan tersebut,
antara lain nama dan alamat ibu yang tidak dating memeriksakan dirinya
pada jadwal yang seharusnya, imunisasi yang belum diterima para ibu,
penimbangan anak dan laian – lain.
Selain hal tersebut bidan di desa juga mengumpulkan data pelayanan
yang berasal dari lintas program dan fasilitas pelayanan lain yang ada di
wilayah kerjanya.
C. Pengolahan Data
Setiap bulan bidan di desa mengolah data yang tercantum dalam buku
kohort dan dijadikan sebagai bahan laporan bulanan KIA. Bidan coordinator di
puskesmas menerima laporan bulanan tersebut dari semua bidan dan
mengolahnya menjadi laporan dan informasi kemajuan pelayanan KIA
bulanan yang disebut PWS KIA. Informasi per desa/kelurahan dan per
kecamatan tersebut disajikan dalam bentuk grafik PWS KIA yang harus
dibuat oleh tiap bidan coordinator.
29
1. Narasi ; dipergunakan untuk menyusun lapora atau profil suatu wilayah
kerja, misalnya dalam laporan PWS KIA yang diserahkan pada instansi
terkait.
2. Tabulasi ; dipergunakan untuk menjelaskan narasi dalam bentuk
lampiran.
3. Grafik: dipergunakan untuk presentasi dalam mebandingkan keadaan
antar waktu, antar tempat pelayanan. Sebagian besar hasilPWS
disajikan dalam bentuk grafik.
4. Peta : dipergunakan untuk menggambarkan kejadian berdasarkan
gambaran geografis.
2. Pembuatan Grafik
Langkah – langkah yang dilakukan dalam menggambarkan grafik PWS
KIA (dengan menggunakan contoh indicator cakupan K1) adalah sebagai
berikut :
a. Menentukan target rata – rata perbulan untuk menggambarkan skala
pada garis vertical (sumbu Y).
31
Misalnya: target cakupan ibu hamil baru (cakupan K1) dalam 1 tahun
ditentukan 90% (garis a), maka sasaran rata – rata setiap bulan adalah
90%
X 100
12 bulan
Dengan demikian, maka sasaran pencapaian kumulatif sampai bulan
juni adalah ( 6 x 7,5%) = 45,0% (garis b).
b. Hasil perhitungan pencapaian kumulatif cakupan K1 per
desa/kelurahan sampai dengan bulan Juni dimasukkan kedalam jalur
% kumulatif secara berurutan sesuai peringkat. Pencapaian tertinggi
disebelah kiri, dan terendah disebelah kanan, sedangkan pencapaian
unutk puskesmas dimasukkan kedalam kolom terakhir (lihat contoh
grafik).
c. Nama desa/kelurahan bersangkutan dituliskan pada lajur
des/kelurahan (sumbu X), sesuai yang dituliskan pada butir b diatas.
d. Hasil perhitungan pencapaian pada bulan ini (JUNI) dan bulan lalu
(Mei) untuk tiap desa/kelurahan dimasukkan ke dalam lajur masing –
masing.
e. Ganbar anak panah dipergunakan untuk mengisi lajur tren. Bila
pencapaian cakupan bulan ini lebih besar dari bulan lalu, maka gambar
anak panah yang menunjukkan ke atas. Sebaliknyta, unutk cakupan
bulan ini lebih rendah dari cakupan bulan lalu, maka gambarkan anak
panah yang menunjukkan kerah bawah, sedangkan cakupan yan tetap
/ sama gambarkan dengan tanda (-).
Berikut ini adalah contoh grafik PWS KIA hasil perhitungan tersebut di
atas.
32
Contoh Grafik PWS
Cara perhitungan untuk keduabelas indicator yang lainnya sama
dengan seperti contoh.
Des – 90%
Nov – 82,5%
Okt – 75%
Sep – 67,5%
Ags – 60%
Jul – 52,5%
Apr – 30,5%
Mar – 22,5%
Feb – 15 %
Jan - 7,5%
Kumulatif 65 55 53 42 32 49
% Bulan ini 15 7,5 5 10 3 8
% Bulan lalu 10 7,5 6 8 5 7
Trend -
Nama desa A B C D E PKM
33
BAB V
ANALISIS, PENELUSURAN DATA KOHORT DAN
RENCANA TINDAK LANJUT
A. Analisis
Analisis adalah suatu pemeriksaan dan evaluasi dari suatu informasi
yang sesuai dan relevant dalam menyelesaikan duatu tindakan yang
terbaik dari berbagai macam alternative variasi. Analisis yang dapat
dilakukan mulai dari yang sederhana hingga analisis lanju sesuai dengan
tingkatan penggunaannya. Data yang dianalisis adalah data regiater
kohort ibu, bayi, dan anak balita serta cakupan.
a. Analisis sederhana
Analisis ini membandingkan cakupan hasil kegiatan antar
wilayah terhadap target dan kecendrungan dari waktu ke waktu.
Analisis sederhana ini bermanfaat untuk mengetahui desa/kelurahan
mana yang paling memerlukan perhatian dan tindak lanjut yang harus
dilakukan.
Selain di puskesmas, analisis ini dapat juga dilakukan oleh
bidan di desa dimana bidan di desa dapat menilai cakupan indicator
PWS KIA di desanya untuk menilai kemajuan desanya. Di poskesdes
serorang bidan di desa dapat membuat grafik cakupan indicator PWS
KIA sehingga dia bisa mengikuti perkembangan dan
menindaklanjutinya.
34
Desa / Cakupan Terhadap Target Terhadap Cakupan Bulan Lalu Status desa/kelurahan
kelurahan Diatas Dibawah Naik Turun Tetap
A + + Baik
B + + Baik
C + + Kurang
D + + Cukup
E + + Jelek
b. Analisis Lanjut
Analisis ini dilakukan dengan cara membandingkan variable
tertentu dengan variable terkait yang lainnya untuk mengetahui
hubungan sebab akibat antar variable yang dimaksud.
35
Contohnya analsis indikatrot kesehatan ibu :
K1 dibandingkan dengan K4
K1 dibandingkan dengan Pn
Pn dibandingkan dengan Kf dan KN
Jumlah ibu hamil anemia dibandingkan dengan K1 dan K4
36
Menilai kualitas pelayanan yang diberikan
Kematian ibu dan bayi
2. Membangun perencanaan berdasarkan masalah yang spesifik
Seorang bidan harus mencatat setiap ibu hamil, bayi baru lahir,
bayi dan anak balita, yang ada di desanya. Sehingga setiap bulan dia
dapat melakukan analisis dan penelusuran data kohort terhadap ibu
hamil, bersalin, nifas, neonatus, bayi dan anak balit di desanya. Bidan
harus mengaitkan data kohort ibu, kohort bayi dan kohort anak balita
untuk pendataan sasaran maupun cakupan pelayanan, jika jumlah
sasaran bayi di wilayah tidak sesuai dengan sasaran bayi, perlu
ditelusuri apakan ada kematian, ada persalinan yang ditolong oleh
tenaga kesehatan diluar wilayah, atau ada bayi baru lahir pindah atau
sebab yang lain. Nitifikasi risiko tinggi ibu hamil selain perlu lebih
diperhatikan ibunya juga bayinya, dalam tatalaksana dan rencana
tindak lanjut juga memperhatikan bayinya, jika dideteksi gawat janin,
premature atau BBLR harus disarankan persalinan di fasilitas yang
memadai.
37
(libatkan suami)
sampai usia >20
tahun dan status
gizinya baik
I
bu Tas, masyarakat miskin, Terlalu tua, Pantau
tidak punya jamkesma, 39 th, terlalu banyak kehamilan
G6P5H5, P4K lengkap, Tempat dengan ANC
rencana tempat persalinan di persalinan di teratur (tiap
rumah, ANC 1 pada usia rumah bulan)
kehamilan 22 mg, Lila 23 cm, ANC 1 trimester Periksa status
anemia 2 gizi
Status gizi (PMT,konseling
kurang gizi, libatkan
Anemia masyarakat unutk
Belum punya mendukung)
SKTM/Jamkesm Berikan Fe
as Pastikan
mendapatkan
Jamkesmas
Rencanakan
persalinan di RS(
untuk melakukan
kontap dan
persiapan
komplikasi)
Konseling KB
kontap (libatkan
suami)
38
C. Rencana Tindak Lanjut
Bagi kepentingan program, analisi PWS KIA ditujukan untuk menghasilkan
suatu keputusan tindak lanjut teknis dan non teknis bagi puskesmas.
Keputusan tersebut harus dijabarkan dalam bentuk rencana oprasional
jangka pendek untuk dapat menyelesaikan masalah yang dihadapi sesuai
dengan spesifikasi derah.
39
1. Bagi desa/kelurahan yang bersattus baik atau cukup, pola
penyelenggaraan pelayanan KIA perlu dilanjutkan, dengan beberapa
penyesuaian tertentu sesuai kebutuhan antara lain perbaikan mutu
pelayanan.
2. Bagi desa / kelurahan yang berstatus kurang terutama bersatatus
jelek, perlu prioritas intervensi sesuai dengan permasalahan.
3. Intervensi yang bersifat tehniss (termasuk segi penyediaan logistic)
harus dibicarakan dalam pertemuan minilokakarya puskesmas dan
atau rapar Dinas Kesehatan kabupaten /kota (unutk mendapatkan
bantuan dari kabupaten / kota).
4. Intervensi yang bersifat non tehnis (untuk motivasi, pergerakan
sasaran, dan mobilisasi sumber daya di masyarakat) harus dibicarakan
pada rapat koordinasi kecamatan dan atau rapat Dinas Kesehatan
kabupaten /kota (unutk mendapatkan bantuan dari kabupaten / kota).
40
BAB VI
PELEMBAGAAN PWS KIA
41
C. Pembinaan melalui supervise
Suverpisi yang terarah dan berkelanjutan merupakan system
pembinaan yang efektif bagi pelembagaan PWS . Dalam
pelaksanaannya supervise dilaksanakan dengan pengisian chec yang
digunakan dalam supervise ditingkat puskesmas dan kabupaten, untuk
kemudia dianalisis dan ditindaklanjuti.
42
BAB VII
PELAKSANAAN DAN PELAPORAN PWS KIA
43
c. Fasilitasi
Materi fasilitasi :
Pedoman PWS KIA
Kebijakan Program KIA
Pedoman pelayanan Kebidanan dasar
Perencanaan, pelaksanaan dan pemantauan kegiatan
44
b. Pertemuan sosialisasi
Pihak yang terlibat meluputi :
Dinas Kesehatan
BAPPEDA
Biro pembangunan masyarakat
Biro PP dan KB
c. Fasilitasi
Materi fasilitasi :
Pedoman PWS KIA
Kebijakan Program KIA
Pedoman pelayanan Kebidanan dasar
Perencanaan, pelaksanaan dan pemantauan kegiatan
45
P2PL
Data operator
Farmasi.
b. Pertemuan sosialisasi
Pihak yang terlibat :
Puskesmas
Camat
Kepala desa
Dewan kelurahan
LKMD
PKK
Koramil
Poksek
c. Memfasilitasi bidandesa
Materi fasilitasi :
Pedoman PWS KIA
Kebijakan Program KIA
Pedoman pelayanan Kebidanan dasar
Perencanaan, pelaksanaan dan pemantauan kegiatan
e. Tindak lanjut
Kegiatan ini bertujuan menindak lanjuti hasil –hasil pembahasan
implementasi PWS KIA di tingkat puskesmas.
46
Kegiatan ini bertujuan menindaklanjuti hasil –hasil pembahasan
implementasi PWS KIA di tingkat puskesmas.
47
SEKIAN DAN TERIMA KASIH
48