Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Neonatal (AKN) di Indonesia
masih tertinggi di antara Negara ASEAN dan penurunannya sangat lambat. AKI dari
307/100.000 kelahiran hidup (SDKI tahun 2002-2003), menjadi 228/100.000 kelahiran
hidup pada tahun 2007. Demikian pula Angka Kematian Bayi (AKB) 35/1000 kelahiran
hidup (SDKI tahun 2002-2003) menjadi 34/1000 kelahiran hidup pada tahun 2007.
Seharusnya sesuai dengan Tujuan Pembangunan Millenium (MDGs) 2015 target
penurunan AKI dari 408/100.000 (SDKI dan SKRT 1990) menjadi 102/100.000 pada
tahun 2015 dan AKB dari 68/1000 kelahiran hidup (SDKI dan SKRT 1990) menjadi
23/1000 kelahiran hidup pada tahun 2015.
Index Pembangunan Manusia di Indonesia berada pada urutan ke 124 dari 187
negara pada tahun 2011 dan selama 5 tahun terakhir ini mengalami perbaikan namun
sangat lambat.Pada Konferensi Tingkat Tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tahun
2000 disepakati bahwa terdapat 8 Tujuan Pembangunan Millenium (Millenium
Development Goals/MDGs) pada tahun 2015. Dua diantara tujuan tersebut mempunyai
sasaran dan indikator yang terkait dengan kesehatan ibu, bayi dan anak yaitu : 1.
Mengurangi dua per tiga tingkat kematian anak-anak usia di bawah 5 tahun. 2.
Mengurangi tiga per empat rasio kematian ibu dalam proses melahirkan. Meskipun
tampaknya target tersebut cukup tinggi, namun tetap dapat dicapai apabila dilakukan
upaya terobosan yang inovatif untuk mengatasi penyebab utama kematian tersebut yang
didukung kebijakan dan sistem yang efektif dalam mengatasi berbagai kendala yang
timbul selama ini.
Dua per tiga dari AKB didominasi oleh AKN. Penyebab dari AKN di negara
berkembang maupun di Indonesia kurang lebih sama. Berdasarkan data Riskesdas 2007,
penyebab kematian terbanyak neonatus usia 0-6 hari antara lain gangguan atau kelainan
pernafasan (35,9%), prematuritas (32,4%), dan sepsis (20%). Ketiga hal tersebut diatas
seharusnya dapat dihindari. Kendala yang dihadapi masih berkisar antara keterlambatan
pengambilan keputusan, merujuk dan mengobati. Sedangkan kematian ibu umumnya
disebabkan perdarahan (27%), eklampsia (23%), infeksi (11%), dan abortus (5%) (SKRT
2001). Mengingat kematian bayi mempunyai hubungan erat dengan mutu penanganan
ibu, maka proses persalinan dan perawatan bayi harus dilakukan dalam sistem terpadu di
tingkat nasional dan regional.
Pelayanan obstetri dan neonatal regional merupakan upaya penyediaan pelayanan
bagi ibu dan bayi baru lahir secara terpadu dalam bentuk Pelayanan Obstetri Neonatal
Emergensi Komprehensif (PONEK) di Rumah sakit dan Pelayanan Obstetri Neonatal
Emergensi Dasar (PONED) di tingkat Puskesmas.
Rumah sakit PONEK 24 Jam merupakan bagian dari sistem rujukan pelayanan
kedaruratan maternal dan neonatal, yang sangat berperan dalam menurunkan angka
kematian ibu dan bayi baru lahir. Kunci keberhasilan PONEK adalah ketersediaan tenaga
kesehatan yang sesuai kompetensi, prasarana, sarana dan manajemen yang handal.
Untuk mencapai kompetensi dalam bidang tertentu, tenaga kesehatan memerlukan
pelatihan-pelatihan untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan perubahan
perilaku dalam pelayanan kepada pasien.
Pada tahun 2005 telah dilakukan penyusunan buku Pedoman Manajemen
Penyelenggaraan PONEK 24 jam di Rumah Sakit Kabupaten/Kota yang melibatkan
Departemen Kesehatan, Dinas Kesehatan Propinsi dan sektor terkait lainnya. Telah pula
dilakukan bimbingan teknis tentang manajemen PONEK 24 jam di RS Kabupaten/Kota
pada RSUD di 4 Propinsi (Riau, Sumatera Barat, Kalimantan Selatan dan Kalimantan
Timur) untuk mempersiapkan penyelenggaraan PONEK 24 jam.
Pada tahun 2006 dilanjutkan dengan penyelenggaraan Lokakarya Upaya
Peningkatan Kesehatan Ibu, Bayi dan Anak melalui strategi Making Pregnancy Safer
(MPS) yang melibatkan 12 propinsi meliputi 6 propinsi Wilayah Timur dengan AKI dan
AKB tertinggi (NTB, Kalimantan Timur, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Maluku
dan Paupua) dan 6 propinsi yang telah dibina melalui program bantuan HSP-USAID
(NAD, Jawa Barat, DKI Jakarta, Sumatera Utara, Jawa Timur).
Pada tahun 2007 telah dilakukan pelatihan keterampilan bagi tim PONEK di
Rumah Sakit Kabupaten/Kota (dokter spesialis Anak, dokter spesialis Kebidanan dan
kandungan, Bidan dan Perawat) di 6 propinsi di Wilayah Timur dengan AKI tertinggi
(NTB, Kalimantan TImur, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Maluku dan Papua).
Dengan melibatkan POGI, IDAI, PPNI, IBI dan JNPK-KR (Jaringan Nasional Pelatihan
Klinik Kesehatan Reproduksi) dalam rangka mendukung pelaksanaan program PONEK
di RSU Kabupaten/Kota yang merupakan Rencana Strategis UKP (Upaya Kesehatan
Perorangan) Kementerian Kesehatan tahun 2014 yang diharapkan 100% Rumah sakit
kabupaten/kota telah menyelenggarakan PONEK.
Pelatihan yang sangat bermanfaat tersebut mendapat respon sangat besar terutama
dari wilayah Indonesia Timur karena hampir selama 15 tahun bidan dan perawat tidak
pernah mendapatkan pelatihan kedaruratan maternal dan neonatal. Pelatihan yang
sifatnya di kelas ini akan segera terlupakan oleh para peserta bilamana tidak dilanjutkan
dengan bimbingan langsung di lapangan oleh para trainer. Untuk itu, dicanangkan suatu
kegiatan pendampingan langsung di unit maternal neonatal RS yang sudah dilatih oleh
para trainer selama minimal 2 hari untuk setiap kali kunjungan. Program ini dinamakan
On the Job Training (OJT)
Sebagai tindak lanjut, perlu dipikirkan untuk memfasilitasi kegiatan OJT minimal
1 atau 2 bulan sekali pada setiap RS yang dilatih. Hal ini untuk menjamin tingkat
kompetensi yang diharapkan dan perubahan yang nyata dalam pencapaian penurunan
AKI dan AKN. Didalam kegiatan OJT juga diberikan masukan di bidang managerial, tata
ruang, letak, pencahayaan dan peralatan yang tepat guna . Hal-hal tersebut diatas perlu
disampaikan ke pimpinan RS agar dapat ditindaklanjuti.
Setiap 3 bulan atau minimal 3 kali dalam setahun perlu diadakan pertemuan
dengan pihak pemerintah daerah, DPRD, Lembaga Swadaya Masyarakat, Swasta dan
pihak yang terkait. Hal yang dibicarakan adalah gambaran/pencapaian tentang kondisi
pelayanan kesehatan neonatal maternal di RS di daerah tersebut. Diharapkan melalui
pertemuan itu, semua yang terkait memberikan bantuan/solusi yang nyata. Tenaga
kesehatan yang berada di setiap daerah baik yang berada di RS maupun di dinas
kesehatan mampu menjadi inovator/ motivator/akselerator pencapaian MDGs ini.
Diharapkan dari kedua tahap pelatihan PONEK tersebut dihasilkan para pelatih
regional yang mampu menjadi pelatih bagi tim PONEK Rumah Sakit yang belum dilatih
di wilayah masing-masing. Dengan demikian jumlah Tim PONEK Rumah Sakit yang
dilatih dapat cepat bertambah dengan dukungan dana dekonsentrasi pemerintah daerah
untuk akselerasi pencapaian target tahun 2015 tersebut.
Selanjutnya diharapkan Pedoman Penyelenggaraan PONEK dapat dijadikan
panduan bagi Tim PONEK Rumah Sakit dalam pelaksanaan program PONEK
khususnya di RS Pura Raharja Medika dapat dipergunakan untuk menurunkan Angka
Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) di wilayah kerja.

B. Tujuan Pedoman
1. Adanya kebijakan Rumah Sakit Pura Raharja dan dukungan penuh manajemen
dalam pelayanan PONEK
2. Terbentuknya Tim PONEK RS Pura Raharja yang dilantik oleh pimpinan , Direktur
RS dan memiliki SK/Surat tugas.
3. Tercapainya kemampuan teknis Tim PONEK RS Pura Raharja sesuai Standar
Kinerja Manajemen dan Standar Kinerja Klinis.
4. Adanya proses konsultasi dan pembinaan dalam pelayanan obstetri dan neonatal
emergensi antara RS PONEK, Puskesmas PONED, Puskesmas, Puskesmas
pembantu, Dokter dan Bidan Praktik Swasta, RS swasta lainnya.
5. Adanya koordinasi dan sinkronisasi antara pengelola dan penaggung jawab program
PONEK di Rumah Sakit Pura Raharja.

C. Ruang Lingkup Pelayanan

Ruang lingkup RS PONEK RS. Pura Raharja Medika meliputi Penyelenggarakan


PONEK 24 jam di RS, Pelaksanaan program RS sayang Ibu dan Bayi, Pelayanan
kesehatan BBLR dengan perawatan metode kangguru, Rawat gabung ibu dan bayi,
Pelayanan orang dengan HIV / AIDS ( ODHA), dan pelayanan TBC dengan strategi
DOTS.
1. Penyelenggarakan PONEK RS Pura Raharja
Rumah Sakit MAMPU PONEK 24 jam adalah Rumah Sakit yang MAMPU
menyelenggarakan pelayanan kedaruratan maternal dan neonatal secara komprehensif
dan terintegrasi 24 jam dalam sehari, 7 hari dalam seminggu. Hal ini harus dapat terukur
melalui Penilaian Kinerja Manajemen dan Penilaian Kinerja Klinis
Ruang lingkup pelayanan PONEK di RS dimulai garis depan/UGD dilanjutkan ke
kamar operasi/ruang tindakan sampai ke ruang perawatan. Secara singkat dapat
dideskripsikan sebagai berikut:
1. Stabilisasi di UGD dan persiapan untuk pengobatan definitif.
2.Penanganan kasus gawat darurat oleh tim PONEK RS di ruang tindakan.

3. Penanganan operatif cepat dan tepat meliputi seksio sesaria.

4. Perawatan intermediate dan intensif ibu dan bayi.

5. Pelayanan Asuhan Ante Natal Risiko Tinggi.


Seperti telah disebutkan sebelumnya bahwa di Indonesia terdapat beberapa kelas
RS. Oleh karena itu, maka penilaian Kinerja Klinis disesuaikan dengan kelas RS tersebut.
Syarat minimal pelayanan yang harus disediakan oleh RS PONEK adalah:
a. Mampu memberikan Pelayanan Kesehatan Maternal Fisiologis dan Risiko Tinggi pada
masa antenatal, intranatal dan post natal.
b. Mampu memberikan Pelayanan Neonatal Fisiologis dan Risiko Tinggi pada level IIB
(Asuhan Neonatal dengan Ketergantungan Tinggi)
Ruang lingkup RS PONEK akan disesuaikan dengan kelas dari masing-masing
Rumah Sakit antara lain :
a. Ruang lingkup RS PONEK KELAS D

I. Pelaksana.Pelayanan Kesehatan Maternal Fisiologis

 Pelayanan Kehamilan
 Pelayanan Persalinan
 Pelayanan Nifas
II. Pelayanan Kesehatan Neonatal Fisiologis
a) Asuhan Bayi Baru Lahir (Level I --> Asuhan Dasar Neonatal/Asuhan
Neonatal Normal)

b) Fungsi Unit:
 Resusitasi neonatus
 Rawat gabung bayi sehat – ibu
 Asuhan evaluasi pascalahir neonatus sehat
 Stabilisasi dan pemberian asuhan bayi baru lahir usia kehamilan 35-37
minggu yg stabil secara fisiologis
 Perawatan neonatus usia kehamilan <35 minggu atau neonatus sakit
sampai dapat pindah ke fasilitas asuhan neonatal spesialistik
 Stabilisasi neonatus sakit sampai pindah ke fasilitas asuhan neonatal
spesialistik
 Terapi sinar
a. Kriteria Rawat Inap Neonatus
Neonatus normal,stabil,cukup bulan dengan berat lahir ≥ 2,5 kg
 Neonatus hampir cukup bulan (masa kehamilan 35-37 mgg), stabil secara
fisiologis, bayi dengan risiko rendah
b. Imunisasi dan Stimulasi, Deteksi, Intervensi Dini Tumbuh Kembang (SDIDTK)

III Pelayanan Kesehatan Maternal Risiko Tinggi. Masa antenatal

 Perdarahan pada kehamilan muda


 Nyeri perut dalam kehamilan muda dan lanjut
 Gerak janin tidak dirasakan
 Demam dalam kehamilan dan persalinan
 Kehamilan Ektopik (KE) dan Kehamilan Ektopik Terganggu (KET)
 Kehamilan dengan nyeri kepala, gangguan penglihatan, kejang dan atau koma,
tekanan darah tinggi.
 Masa intranatal
 Induksi oksitosin pada hamil lewat waktu, IUFD
 Pelayanan terhadap syok
 Penanganan pecah ketuban
 Penanganan persalinan lama
 Persalinan dengan parut uterus
 Gawat janin dalam persalinan
 Penanganan malpresentasi dan malposisi
 Penanganan distosia bahu
 Penanganan prolapsuus tali pusat
 Kuret pada blighted ovum/kematian medis, abortus inkomplit --> mola hidatosa
 Aspirasi vakum manual
 Ekstraksi cunam
 Seksio sesarea
 Episiotomy
 Kraniotomi dan kraniosentesis
 Plasenta manual
 Perbaikan robekan serviks
 Perbaikan robekan vagina dan perineum
 Perbaikan robekan dinding uterus
 Reposisi Inversio uteri
 Melakukan penjahitan
 Histerektomi
 Ibu sukar bernafas/sesak
 Kompresi bimanual dan aorta
 Ligasi arteri uterine
 Bayi baru lahir dengan asfiksia
 Penanganan BBLR
 Resusitasi bayi baru lahir
 Anestesia umum dan local untuk seksio sesaria
 Anestesia spinal, ketamin
 Blok paraservikal
 Blok pudendal
 IUD post plasenta
 IUD durante seksio sesarea Masa Post Natal
 Masa nifas
 Demam pasca persalinan /infeksi nifas
 Perdarahan pasca persalinan
 Nyeri perut pasca persalinan
 Keluarga Berencana

IV. Pelayanan Kesehatan Neonatal dengan Risiko Tinggi

» Bayi prematur > 32 mgg

» Bayi dari ibu dengan Diabetes

» Bayi yg lahir dari kehamilan berisiko tinggi atau persalinan dengan komplikasi

» Gawat napas yg tidak memerlukan ventilasi bantuan

» Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) >1,5 kg


» Hiperbilirubinemia yang perlu terapi sinar

» Sepsis neonatorum

» Hipotermia

IV. Pelayanan Kesehatan Neonatal dengan Risiko Tinggi

Pelayanan obstetri dan neonatal emergensi komprehensif (sesuai dengan kemampuan


standar PONEK).

Fungsi Unit:

Kemampuan unit perinatal level II A ditambah dengan tersedianya ventilasi mekanik selama
jangka waktu singkat (<24 jam) dan CPAP (Continuous Positive Airway Pressure)

 Infus intravena, nutrisi parenteral total, jalur sentral menggunakan tali pusat dan jalur
sentral melalui intravena per kutan Kriteria Rawat Inap

Bayi prematur > 32 mgg

Bayi dari ibu dengan Diabetes

Bayi yg lahir dari kehamilan berisiko tinggi atau persalinan dengan komplikasi

 Gawat napas yg tidak memerlukan ventilasi bantuan

Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) >1,5 kg

Hiperbilirubinemia yang perlu terapi sinar

epsis neonatorum

Hipotermia

V. Pelayanan Ginekologis

 Kehamilan ektopik
 Perdarahan uterus disfungsi
 Perdarahan menoragia
 Kista ovarium akut
 Radang Pelvik akut
 Abses pelvik
 Infeksi saluran Genitalia
 HIV-AIDS

VI. Perawatan Khusus / High Care Unit dan Tranfusi Darah


VII. Pelayanan Penunjang Medik

a. Pencitraan Unit ini harus berfungsi untuk diagnosis Obstetri dan Neonatus
 Radiologi ,dinamik portabel
 USG Ibu dan Neonatal
b. Laboratorium bekerja sama dengan Laboratorium Pusat
Unit ini harus berfungsi untuk melakukan tes laboratorium dalam penanganan
kedaruratan maternal dalam pemeriksaan hemostasis penunjang untuk pre eklampsia dan
neonatal.
 Pemeriksaan rutin darah, urin
 Septic marker untuk infeksi neonatus yaitu DPL (Darah Perifer Lengkap), CRP (C-
Reactive Protein), IT ratio, kultur darah, kultur urin, kultur pus.
 Pemeriksaan gula darah, bilirubin, elektrolit, AGD.
c. TPNM (Total Parenteral Nutrition and Medication)
 Pada bayi prematur, bayi sakit dan pasca operasi yang tidak mendapat nutrisi
enteral adekuat memerlukan dukungan nutrisi parenteral.
Hal ini untuk mengurangi kesakitan dan agar bayi tetap bertumbuh dengan
memperhatikan komplikasi yang mungkin menyertai.
 Mencegah balans negative energy dan nitrogen.
 Mempertahankan keseimbangan cairan, elektrolit & fungsi metabolik
d. Ruang BMHP (Bahan Medis Habis Pakai)
e. Ruang Pencucian dan Penyimpanan alat steril yang sudah dibersihkan
 Area membersihkan alat merupakan tempat yang digunakan untuk membersihkan
alat yang kotor untuk didekontaminasi tingkat tinggi/ sterilisasi.
 Area penyimpanan alat bersih merupakan tempat yang digunakan untuk menyimpan
alat kedokteran yang sudah dibersihkan/ didekontaminasi tinggak tinggi/steril dan
siap pakai.
f. Ruang Menyusui bagi ibu yang bayinya masih dirawat dan tempat penyimpanan ASI
perah.
g. Klinik Laktasi.
h. Ruang Susu Dapur susu merupakan tempat yang digunakan untuk menyiapkan susu
formula bagi neonatus. Dapur susu terdiri dari 2 ruang yaitu ruang penyimpanan dan
ruang persiapan yang digabung menjadi satu ruang.
Ruang Penyimpanan :
 Ruangan mampu menampung rak-rak penyimpanan
 Ruangan terletak tidak jauh dari ruang persiapan
 Barang-barang disimpan pada rak dan tidak langsung di atas lantai
 Suhu penyimpanan berkisar 10-150C dan dimonitor setiap hari
 Rotasi barang berdasarkan sistem FIFO (First In First Out)
 Petugas mengisi kartu stok setiap kali mengeluarkan dan memasukkan barang ke
dalam rak penyimpanan.
Ruang Persiapan :
 Petugas menggunakan perlengkapan APD secara lengkap pada saat berada
diruang persiapan
 Petugas mencuci tangan dengan sabun dan/atau dengan cairan desinfektan
sebelum bekerja
 Petugas membersihkan meja kerja dengan cairan desinfektan
 Selama persiapan susu, pintu ruang persiapan harus selalu tertutup dan yang
boleh berada di dalam ruang hanya petugas gizi yang bertugas menyiapkan susu

Ruang Pencucian
Ruang pencucian memiliki akses yang terpisah untuk membawa botol kotor dari
ruangan dan botol bersih dari ruang pencucian.

2. Pelaksanaan program RS sayang ibu dan bayi


Rumah sakit Sayang Ibu dan Bayi adalah Rumah Sakit publik maupun privat,
umum dan khusus yang telah melaksanakan 10 Langkah menuju perlindungan ibu
dan bayi secara terpadu dan paripurna.

TUJUAN RSSIB
1. Tujuan Umum
Meningkatkan mutu pelayanan kesehatan ibu dan bayi secara terpadu dalam
upaya menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi
AKB).
2. Tujuan Khusus a
a. Melaksanakan dan mengembangkan standar pelayanan perlindungan ibu dan
bayi secara terpadu dan paripurna
b.Meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan ibu dan bayi termasuk kepedulian
terhadap ibu dan bayi
c. Meningkatkan kesiapan rumah sakit dalam melaksanakan fungsi pelayanan
obstetrik dan neonatus termasuk pelayanan kegawatdaruratan (PONEK
24 jam) d. Meningkatkan fungsi rumah sakit sebagai pusat rujukan pelayanan
kesehatan ibu dan bayi bagi sarana pelayanan kesehatan lainnya
e. Meningkatkan fungsi rumah sakit sebagai model dan pembina teknis dalam
pelaksanaan Inisiasi Menyusu Dini, Rawat Gabung dan pemberian ASI
Eksklusif
f. Meningkatkan fungsi Rumah Sakit dalam Perawatan Metode Kanguru (PMK)
pada BBLR
g..Melaksanakan sistem monitoring &Evaluasi pelaksanaan program RSSIB
STRATEGI PELAKSANAAN
Melaksanakan 10 (sepuluh) langkah perlindungan ibu dan bayi secara terpadu dan
paripurna menuju RS sayang ibu dan anak sebagai berikut :
1. Ada kebijakan tertulis manajemen yang mendukung pelayanan kesehatan ibu dan
bayi termasuk Inisiasi Menyusui Dini (IMD), pemberian ASI eksklusif dan
indikasi yang tepat untuk pemberian susu formula serta Perawatan
Metode Kangguru (PMK) untuk bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR).
2. Menyelenggarakan pelayanan antenatal termasuk edukasi dan konseling kesehatan
maternal dan neonatal, serta konseling pemberian ASI.
3. Menyelenggarakan persalinan bersih dan aman serta penanganan pada bayi baru
lahir dengan Inisiasi Menyusu Dini dan kontak kulit ibu-bayi.
4. Menyelenggarakan Pelayanan Obstetrik dan Neonatal Emergensi Komprehensif
(PONEK) selama 24 jam sesuai dengan standar minimal berdasarkan tipe RS
masing-masing.
5. Menyelenggarakan pelayanan adekuat untuk nifas, rawat gabung termasuk
membantu ibu menyusui yang benar, termasuk mengajarkan ibu cara memerah ASI
bagi bayi yang tidak dapat menyusu langsung dari ibu dan tidak memberikan ASI
perah melalui botol serta pelayanan neonatus sakit
6. Menyelenggarakan pelayanan rujukan dua arah dan membina jejaring rujukan
pelayanan ibu dan bayi dengan sarana kesehatan lain.
7. Menyelenggarakan pelayanan imunisasi bayi dan tumbuh kembang
8. Menyelenggarakan pelayanan kesehatan keluarga berencana termasuk pencegahan
dan penanganan kehamilan yang tidak diinginkan serta kesehatan reproduksi
lainnya.
9. Menyelenggarakan Audit Medik di RS dan Audit Maternal dan Perinatal
Kabupaten/Kota
10. Memberdayakan Kelompok pendukung ASI dalam menindaklanjuti pemberian
ASI eksklusif dan PMK

3. Pelayanan kesehatan BBLR dengan perawatan metode kangguru


Perawatan Metode kangguru adalah pelayanan kesehatan bayi dengan berat
badan lahir rendah ( BBLR) yang dapat bernafas spontan di RS dan jejaringnya
berupa Ruang rawat bayi baru lahir, ruang rawat gabung , NICU, Ruang Rawat/
PMK, puskesmas dan dirumah yang dilakukan oleh ibu dengan pengawasan dan
bimbingan tenaga kesehatsn ( Dokter, Bidan, Perawat, konselor).
Berat Badan Bayi Lahir Rendah ( BBLR) adalah kelompok bayi yang lahir
dengan berat kurang dari 2500 gram tanpa memandang usia kehamilannya baik
prematur, atau cukup bulan.
PMK terus - menerus ( continouses KMC) adalah perawatan metode kangguru
yang dipraktekan selama 24 jam terus - menerus dalam sehari.
PMK berselang ( intermitten KMC) adalah perawatan metode kangguru yang
dipraktekan selama beberapa jam atau tiap beberapa hari
Bangsal/ unit PMK adalah sarana kesehatan untuk mempraktekan PMK
Perawatan Metode kangguru
a. Persiapan
b. Pelaksanaan
 Posisi Bayi
 Nutrisi dengan pemberian Asi
 Dukungan ( suporrt )
 Pemulangan ( discharge)
 Monitoring kondisi ibu
 Penanganan pencegahan
4. Rawat Gabung Ibu dan Bayi
Rawat gabung adalah suatu cara perawatan dimana ibu dan bayi yang baru
dilahirkan tidak dipisahkan, melainkan di tempatkan dalam sebuah ruangan kamar
atau tempat bersama-sama selama 24 jam penuh dalam seharinya (Maryuni, 2009;
Rukiyah, 2010).
Tujuan rawat gabung adalah agar ibu dapat menyusui bayinya sedini mungkin
kapan saja dibutuhkan, ibu dapat melihat dan memahami cara perawatan bayi yang
benar seperti yang dilakukan oleh petugas, ibu mempunyai pengalaman dalam merawat
bayinya sendiri selagi ibu masih di rumah sakit dan ibu memperoleh bekal
keterampilan merawat bayi serta menjalankannya setelah pulang dari rumah sakit.
Rawat gabung juga memungkinkan suami dan keluarga dapat terlibat secara aktif untuk
mendukung dan membantu ibu dalam menyusui dan merawat bayinya secara baik dan
benar, selain itu ibu mendapatkan kehangatan emosional karena ibu dapat selalu kontak
dengan buah hati yang sangat dicintainya, demikian pula sebaliknya bayi dengan ibunya
(Maas, 2004; Mappiwali, 2008).
Syarat ibu dan bayi yang dapat di rawat gabung Bayi dan ibunya yang
dapat dirawat gabung harus memenuhi syarat atau kriteria antara lain : usia kehamilan
>34 minggu dan berat lahir >1800 gram (berarti berarti refleks menelan dan
menghisapnya sudah membaik), nilai APGAR pada lima menit pertama minimal 7,
tidak ada kelainan kongenital yang memerlukan perawatan khusus, tidak ada trauma
lahir atau morbiditas lain yang berat, dan bayi yang lahir dengan sectio caesarea yang
menggunakan pembiusan umum, rawat gabung dilakukan setelah ibu dan bayi sadar,
misalnya 4-6 jam setelah operasi selesai. Apabila pembiusan secara spinal, bayi dapat
segera disusui. Apabila ibu masih mendapat infus, bayi tetap dapat disusui dengan
bantuan petugas, dan ibu dalam keadaan sehat (Prawirohardjo, 2008)

Kontraindikasi Rawat Gabung


Kegiatan rawat gabung dimulai sejak ibu bersalin di kamar bersalin dan di
bangsal perawatan pasca persalinan. Akan tetapi, tidak semua bayi atau ibu dapat segera
dirawat gabung. Ibu yang tidak dapat melaksanakan rawat gabung adalah ibu dengan
kelainan jantung yang ditakutkan menjadi gagal jantung, ibu dengan preklamsia dan
eklamsia berat, ibu dengan penyakit akut yang berat, ibu dengan karsionoma payudara,
dan ibu dengan psikosis. Sedangkan bayi yang tidak dapat i rawat gabung adalah bayi
dengan berat lahir sangat rendah, bayi dengan kelainan kongenital yang berat, bayi yang
memerlukan observasi atau terapi khusus (bayi kejang, sakit berat) (Prawirohardjo,
2008).
Manfaat Rawat Gabung Kontak dini antara ibu dan bayi yang telah dibina
sejak dari kamar bersalin seharusnya tetap dipertahankan dengan merawat bayi bersama
ibunya. Secara fisik, rawat gabung bermanfaat memudahkan ibu untuk menjangkau
bayinya untuk melakukan perawatan sendiri dan menyusui setiap saat, kapan saja
bayinya menginginkan. Perawatan sendiri dan menyusui sedini mungkin, akan
mengurangi kemungkinan terjadinya infeksi silang dari pasien lain atau petugas
esehatan (Mappiwali, 2008; Suradi dan Kristina, 2004).
secara fisiologis, rawat gabung memberikan kesempatan pada ibu untuk dekat
dengan bayinya, sehingga bayi dapat segera disusui dan frekuensi ibu memberi ASI
akan lebih sering. Proses ini merupakan proses fisiologis yang lami, di mana bayi
mendapat nutrisi alami yang paling sesuai dan baik. Hal ini kan menimbulkan refleks
prolaktin yang akan memacu proses produksi ASI. elain itu, ibu dengan menyusui akan
mengalami refleks oksitosin yang akan membantu proses fisiologis involusi rahim
(Mappiwali, 2008; Suradi dan Kristina, 2004).

5. Pelayanan orang dengan HIV / AIDS ( ODHA)


AIDS : Acquired immunodeficiency syndrome. Sekelompok kondisi medis yang
menunjukkan lemahnya kekebalan tubuh, sering berwujud infeksi ikutan (infeksi
oportunistik) dan kanker, yang hingga saat ini belum bisa disembuhkan.
HIV: Human immunodeficiency virus. Virus yang memperlemah sistem
kekebalan tubuh, dan pada akhirnya menyebabkan AIDS.
HIV/AIDS (ODHA) adalah orang dewasa yang berada dalam usia kerja dan
hampir separuhnya adalah wanita, yang akhir-akhir ini terinfeksi lebih cepat daripada
laki-laki. Konsekwensinya dirasakan oleh perusahaan dan ekonomi nasional, demikian
juga oleh tenaga kerja dan keluarganya. Dalam konteks ini pemerintah mempunyai
kewajiban untuk menerapkan ketentuan- ketentuan United Nations Declaration of
Commitment on HIV/AIDS tahun 20011 yang mencakup komitmen untuk memperkuat
sistem pemeliharan kesehatan dan memperluas cakupan pengobatan, juga mengatasi
masalah HIV/AIDS di dunia kerja melalui peningkatan program pencegahan dan
kepedulian di tempat kerja publik, swasta dan informal. Belum ada vaksin untuk
mencegah HIV/AIDS, dan pengobatannya juga belum ada.
Pencegahan sangat tergantung pada kampanye kesadaran masyarakat dan
perubahan perilaku individu dalam lingkungan yang mendukung, yang memerlukan
waktu dan kesabaran. Dari segi pengobatan, peningkatan Terapi Anti Retroviral - TAR
(Anti Retroviral Treatment) yang efektif dan terjangkau telah membantu menjaga
kesehatan bagi mereka yang mempunyai akses pada obat-obatan, dan memperpanjang
usia dan memelihara kehidupan mereka.
Usaha dan inisiatif bersama yang sedang berlangsung yang dilakukan oleh negara,
organisasi pengusaha dan internasional, berkonsentrasi untuk mempercepat akses
terhadap TAR di negara-negara yang paling parah dampaknya, disamping memperkuat
kampanye pencegahan secara global. Bagaimanapun, mengobati orang dalam jumlah
besar memerlukan fungsi sistem pemeliharaan kesehatan yang mempunyai kemampuan
untuk memberikan dan memantau pengobatan disamping melaksanakan upaya
pencegahan yang sedang berjalan, serta memberikan kepedulian dan dukungan jangka
panjang.
Cara utama mendapatkan infeksi HIV berkaitan dengan perilaku pribadi. Sebagai
tambahan, pekerja sektor kesehatan dalam memberikan perawatan kepada pasien
HIV/AIDS juga berisiko mendapat penularan, khususnya bila aturan-aturan dasar
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) tidak dilaksanakan. Beban kerja yang lebih
besar akibat epidemi, ketakutan terhadap infeksi dan kurangnya syarat-syarat K3 atau
pelatihan khusus tentang HIV/AIDS menyebabkan pekerja sektor kesehatan mengalami
stres fisik dan psikologis yang hebat. Keadaan ini juga menyebabkan jumlah tenaga
yang tidak cukup, jam kerja yang panjang dan kekerasan. Akibat tekanan ini banyak
tenaga kesehatan terpaksa meninggalkan profesinya, meninggalkan sektor publik, atau
migrasi untuk bekerja di negara-nagara lain. Karena ketakutan terhadap stigma yang
melekat kepada profesi kesehatan, asupan yang lebih rendah sedang terjadi di negara-
negara berkembang, khususnya diantara pekerja lini terdepan seperti perawat. Hal ini
memperberat keterbatasan kapasitas untuk menyampaikan masalah HIV/AIDS dalam
sistem kesehatan.
Pekerja sektor kesehatan yang diperluas, terlatih baik, dilengkapi dengan sumber-
sumber yang memadai dan terjamin, adalah sangat penting untuk menghambat
penularan HIV disamping memberikan perawatan, pengobatan dan dukungan bagi
orang-orang yang membutuhkan mereka. Multiplikasi isu yang terlibat memerlukan
kebijakan yang koheren dan terpadu untuk membangun infrastruktur, kapasitas manusia
dan tehnik yang diperlukan.
6.Pelayanan TBC dengan strategi DOTS
Merupakan upaya untuk menjaring pasien-pasien yang dicurigai
menderita TB (suspek pasien TB), di RSU PURA RAHARJA
MEDIKA , yang dilakukan secara promotive case finding,
Tujuan Sebagai acuan tata laksana menjaring pasien dicurigai
menderita TB ( suspek pasien TB )
Prosedur :
1. Pasien dengan gejala sebagaimana di bawah ini harus dianggap
sebagai seorang suspek pasien TB :

a. batuk terus menerus > 2 minggu


b. batuk berdahak, kadang bisa disertai darah
c. dapat disertai : demam meriang > 1 bulan, nafsu makan
menurun, berat badan menurun, malaise, berkeringat malam
d. pasien yang kontak erat dengan pasien TB
e. pasien dengan gejala TB ekstra paru ( sesuai organ yang
diserang : pembesaran kelenjar limfe multiple, gibbus,
skrofuloderma,dll )

2. Pelaksana pelayanan kesehatan ( staf medis dokter / staf perawat ),


apabila menemukan pasien dengan gejala sebagaimana tersebut di atas
:
Di ruang rawat inap :
 catat data identitas suspek pasien TB pada form TB-06,
kolom 1 s.d kolom 6
 buatkan lembar permintaan pemeriksaan dahak S-P-S
( form TB-05 ), untuk penegakan diagnosis
 buatkan lembar permintaan pemeriksaan penunjang
lainnya, sesuai i ndikasi ( foto thorax / histo-patologi /
patologi-anatomi, dll )
 suspek pasien TB diberi pot dahak, dan dibantu untuk
mengeluarkan dahak yang benar, S-P-S
 pot dahak S-P-S suspek pasien TB di serahkan ke
laboratorium
 setelah diperoleh hasil pemeriksaan dahak S-P-S, maka
data hasil pemeriksaan dahak di catat pada form TB-06,
kolom 8 s.d 14
 melengkapi catatan rekam medik pasien
 pada saat pasien pulang dari rawat inap, dianjurkan untuk
kontrol rawat jalan di klinik rawat jalan SMF terkait
Suspek pasien TB selanjutnya dilakukan penegakan
diagnosis oleh staf medis dokter penanggung jawab perawatan
pasien tersebut.
D. Batasan Operasional

E. Landasan Hukum

Penyelenggarakan ponek 24 jam di RS. Pura Raharja Medika adalah merupakan bagian
yang harus terselenggara sesuai dengan :
1. Sesuai SK Menkes RI, nomer : 1051 ,Menkes, SK/ XI/2008 tentang: Pedoman
Penyelenggarakan Pelayanan Obstetri dan Neonatal Emergency Komprehensif
( PONEK ) 24 jam di RS disebutkan bahwa yang dimaksud RS PONEK 24 jam
adalah rumah sakit yang menyelenggarakan pelayanan.
2. Keputusan Menteri Kesehatan RI nomor 4603 Tahun 2008 tentang Pemberlakuan
Pedoman Rumah sakit sayang ibu dan Bayi ( RSSIB)
3. Keputusan Menteri Kesehatan RI nomor 203 Tahun 2008 Tentang Pembentukan
kelompok kerja Nasional perawatan Metode Kangguru
4. Surat edaran Direktur Jenderal Pelayanan Medik 00.03.3.5.1465 Tentang revitalisasi
Rumah Sakit sayang ibu dan bayi
BAB II

STANDAR KETENAGAAN

A. Kualifikasi Sumber Daya Alam


Memiliki Tim PONEK esensial yang terdiri dari:
1. 1 dokter Spesialis Kebidanan Kandungan
2. 1dokter Spesialis Anak
3. 1 dokter di Unit Gawat Darurat
4. 4 orang bidan (1 koordinator dan 3 penyelia
5. 1orang perawat
Tim PONEK ideal ditambah:
 1 Dokter spesialis anesthesia
 1 Perawat anesthesia
 4 Bidan pelaksan
 1 Perawat
 1 Petugas laboratorium (setingkat analis)
 1 Petugas Radiologi
 1 Pekarya kesehatan
 3 Petugas administrasi
 1 Tenaga Elektromedik

Staf :

 Dokter spesialis anak yang telah mengikuti pelatihan khusus neonatologi, harus
tersedia/dapat dihubungi 24 jam
 Dokter spesialis obstetri dan ginekologi, harus tersedia/ dapat dihubungi 24 jam
 Dokter spesialis anestesi, harus tersedia/dapat dihubungi 24 jam
 Dokter dan perawat harus terlatih dalam asuhan neonatal (ASI, resusitasi
neonatus, kegawatdaruratan neonatus). Tim UGD sebaiknya sebagai pemeriksa
awal dan cepat untuk menemukan kegawatdaruratan dan melakukan tindakan
stabilisasi untuk penyelamatan jiwa, sedangkan tindakan definitive sebaiknya
dilakukan di kamar bersalin.
 Rasio perawat : pasien = 1 : 2-4 dalam setiap tugas jaga
 Konselor laktasi yang dapat dihubungi 24 jam

B. Distribusi Ketenagaan

SDM instalasi kebidanan RS. Pura Raharja Medika berjumlah 4 orang dan sesuai
dengan struktur organisasi instalasi kebidanan.
Instalasi Kebidanan RS. Pura Raharja Medika dikepalai oleh seorang koordinator
dengan pendidikan D3 Kebidanan yang sudah menyelesaikan pendidikannya dan
bersertifikat.
C. Pengaturan Jaga
Di Rumah Sakit Pura Raharja Medika pengaturan jaga dengn system shift, selama 24
jam terdapat 3 shift kerja.
BAB III
STANDAR FASILITAS

A.Denah Ruang

IGD Laboraturium Ruang Poli

Pendaftaran Ruang Bersalin Ruang


Bayi

R. Terapi Bangsal R.
kKeperawatan Laktasi

Bangsal
Keperawatan

Bangsal
Bangsal Keperawatan L 2
Keperawatan L 2
Instalasi Gizi
B. Standar Fasilitas

No Nama Alat Jumlah Keterangan

1 Spygnomanometer 1 Baik

2 Alat Terapi sinar 1 Baik

3 Radiant Warmer 1 Baik

4 Ambubag 1 Baik

5 Alat Penghisap lendir 1 Baik

6 Alat USG 1 Baik

7 Timbangan Bayi 1 Baik

8 Lampu Emergency 1 Baik

9 Bad Obsgyn 2 Baik

10 Timbangan Dewasa 1 Baik

11 Timbangan Bayi 1 Baik

12 Box Bayi 3 Baik

13 Lampu Sorot 1 Baik

14 Troli Emergency 1 Baik

15 Troli 2 Baik

16 Tiang infus 3 Baik

17 Makrotoa 1 Baik

18 Dopller 2 Baik

19 Linex 2 Baik

20 Tensi Digital 1 Baik

21 Termometer Raksa 1 Baik

22 Termometer Digital 1 Baik


23 Bak Instrumen 3 Baik

24 Bengkok 3 Baik

25 Korentang 2 Baik

26 Partus Set 2 Baik

27 IUD Set 1 Baik

28 Implan set 1 Baik

29 IUD coper T 1 Baik

30 IUD Nova T 1 Baik

31. Curetase set 1 Baik


BAB IV TATA LAKSANA PELAYANAN

. Ruang lingkup pelayanan PONEK di RS dimulai dari garis depan/UGD dilanjutkan ke


kamar operasi/ruang tindakan sampai ke ruang perawatan.
Semua pasien rujukan maternal dan neonatal ke RS masuk melalui Instalasi Gawat
Darurat ( IGD), sesegera mungkin dilakukan identifikasi dan pengambilan keputusan untuk
melakukan tindakan.
BAB V LOGISTIK

Rumah Sakit Pura Raharja medika setiap bulan mempunyai permintaan rutin yaitu Bahan Habis
Pakai :

NO JENIS BARANG

1 Underpad 14. Masker

2 Pembalut Bersalin 15. Sarung Tangan steril

3 Pakaian Bayi 16. Jelly USG

4 Selang suction 17. Kasa steril

5 Gelang Ibu 18. Bethadin salp

6 Gelang Bayi 19. Salep mata Bayi


BAB VI KESELAMATAN PASIEN
BAB VII KESELAMATAN KERJA

UU No 23 tahun 1992 menyatakan bahwa tempat kerja wajib menyelenggarakan upaya


kesehatan kerja adalah tempat kerja yang mempunyai resiko bahaya kesehatan, mudah terjangkit
penyakit atau mempunyai paling sedikit 10 orang. Rumah Sakit adalah tempat kerja yang
termasuk dalam kategori seperti disebut diatas, berarti wajib menerapkan upaya keselamatan dan
kesehatan kerja. Program keselamatan dan kesehatan kerja di Unit Rekam Medis bertujuan
melindungi karyawan dan pelanggan dari kemungkinan terjadinya kecelakaan di dalam dan di
luar rumah sakit..

Dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 27 ayat (2) disebutkan bahwa “Setiap
warganegara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”. Dalam
hal ini yang dimaksud pekerjaan adalah pekerjaan yang bersifat manusiawi, yang memungkinkan
pekerja berada dalam kondisi sehat dan selamat, bebas dari kecelakaan dan penyakit akibat kerja,
sehingga dapat hidup layak sesuai dengan martabat manusia.

Keselamatan dan kesehatan kerja atau K3 merupakan bagian integral dari perlindungan
terhadap pekerja dalam hal ini pegawai Unit Rekam Medis dan perlindungan terhadap Rumah
Sakit. Pegawai adalah bagian integral dari rumah sakit. Jaminan keselamatan dan kesehatan
kerja akan meningkatkan produktivitas pegawai dan meningkatkan produktivitas rumah sakit.

Pemerintah berkepentingan atas keberhasilan dan kelangsungan semua usaha-usaha


masyarakat. Pemerintah berkepentingan melindungi masyaraktnya termasuk para pegawai dari
bahaya kerja. Sebab itu Pemerintah mengatur dan mengawasi pelaksanaan keselamatan dan
kesehatan kerja. Undang-Undang No.1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja dimaksudkan
untuk menjamin:

a. Agar pegawai dan setiap orang yang berada di tempat kerja selalu berada dalam keadaan
sehat dan selamat.
b. Agar faktor-faktor produksi dapat dipakai dan digunakan secara efisien.
c. Agar proses produksi dapat berjalan secara lancar tanpa hambatan.
Faktor-faktor yang menimbulkan kecelakaan dan penyakit akibat kerja dapat digolongkan pada
tiga kelompok, yaitu :

a. Kondisi dan lingkungan kerja


b. Kesadaran dan kualitas pekerja, dan
c. Peranan dan kualitas manajemen
Dalam kaitannya dengan kondisi dan lingkungan kerja, kecelakaan dan penyakit akibat kerja
dapat terjadi bila :

- Peralatan tidak memenuhi standar kualitas atau bila sudah aus;


- Alat-alat produksi tidak disusun secara teratur menurut tahapan proses produksi;
- Ruang kerja terlalu sempit, ventilasi udara kurang memadai, ruangan terlalu panas atau
terlalu dingin;
- Tidak tersedia alat-alat pengaman;
- Kurang memperhatikan persyaratan penanggulangan bahaya kebakaran dll.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan di bagian penyimpanan rekam medis:

- Peraturan keselamatan harus terpampang dengan jelas disetiap bagian penyimpanan.


- Harus dicegah jangan sampai terjadi, seorang petugas terjatuh ketika mengerjakan
penyimpanan pada rak-rak terbuka yang letaknya diatas. Harus tersedia tangga anti
tergelincir.
- Ruang gerak untuk bekerja selebar meja tulis, harus memisahkan rak-rak penyimpanan.
- Penerangan lampu yang cukup baik, menghindarkan kelelahan penglihatan petugas.
- Harus tersedia rak-rak penyimpanan yang dapat diangkat dengan mudah atau rak-rak
beroda.
- Perlu diperhatikan pengaturan suhu ruangan, kelembaban, pencegahan debu, dan
pencegahan bahaya kebakaran.
BAB VIII PENGENDALIAN MUTU
Prinsip dasar upaya peningkatan mutu pelayanan adalah pemilihan aspek yang akan
ditingkatkan dengan menetapkan indikator, kriteria serta standar yang digunakan untuk
mengukur mutu pelayanan Rumah Sakit , Oleh karena di Indonesia terdapat beberapa kelas RS,
maka dalam memberikan penilaian pada Standar Kinerja Manajemen disesuaikan dengan kelas
RS nya. Untuk RS tipe D, C, B dan A yang belum mencapai standar minimal kriteria RS
MAMPU PONEK berdasarkan Standar Kinerja Manajemen (Persentase pencapaian Standar
Kinerja Manajemen 100 % ), maka RS tersebut menyandang kriteria RS BELUM MAMPU
PONEK yang memerlukan perhatian khusus dan bimbingan serta didorong untuk segera
memperbaiki sistem pelayanan kesehatan di RS nya sehingga mampu memperoleh criteria RS
MAMPU PONEK.
kriteria serta standar yang digunakan untuk mengukur mutu pelayanan Rumah Sakit yaitu:
a. Standar Proses
Standar proses diukur dari mkinerja kelompok ada beberapa aspek yang bias
diukur yaitu respon time (RT) dan pelaksanaan audit maternal perinatal (AMP). Untuk
respon time bias dilihat pada pelayanan pasien Instalasi gawat darurat (IGD), pelayanan
pasien dikamar operasi, dan pelayanan darah. Standar respon time di IGD adalah kurang
dari 10 menit, diukur dari pasien tiba sampai mendapatkan pelayanan pertama. Standar
respon time dikamar operasi adalah kurang dari 30 menit, diukur dari dokter memutuskan
akan dilakukan operasi sampai dokter melakukan Irisan pertama standar pelayanan darah
adalah kurang dari 1 jam, diukur dari dokter memutuskan akan dilakukan tranfusi sampai
tetesan darah pertama mulai menetes. Demikian juga untuk pelaksanaan AMP perlu
ditentukan standar pelaksanaannya.
Standar pelaksanaan audit maternal di RS adalah paling lambat 2x24jam, diukur
dari saat terjadinya kematian maternal sampai dilakukan audit, sedangkan pelaksanaan
audit perinatal dapat dilakukan dengan konsep frekuensi bukan konsep kecepatan,
dimana kasus dikumpulkan perminggu baru dilakukan audit. Jadi seminggu sekali ada
audit perinatal berapapun jumlah kasusnya.

b. Standar Output
Diukur di Internal Rs, dimana yang diukur adalah case fatality rate ( CFR), maternal
mortality rate ( MMR) dan infant mortality rate ( IMR) ,standar CFR per 100.000
kelahiran hidup ( KH) adapun standar IMR adalah kurang dari 20 per 1000 KH.
BAB IX PENUTUP

Kesimpulan
1. Pelayanan obstetric dan neonatal emergensi yang adekuat merupakan upaya sungguh –
sungguh untuk mencegah kematian ibu dan anak.
2. Puskesmas PONED berperan sebagai tempat rujukan atau rujukan antara dalam
penanganan komplikasi obstetric dan neonatal
3. RS PONEK merupakan satu kesatuan system rujukan emergensi obstetric dan neonatal.
4. Perlu dukungan berbagai pihak untuk pengembangan system rujukan tersebut.

Anda mungkin juga menyukai