Tim Penyusun
SAMBUTAN
DIREKTUR RSUD dr. Lapalaloi
A. LATAR BELAKANG
Seperti kita ketahui bahwa Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian
Bayi (AKB) di Indonesia masih tertinggi di negara ASEAN dan penurunannya sangat
lambat. Berdasarkan survei demografi dan kesehatan Indonesia (BPS, 2013), angka
kematian ibu di Indonesia masih tinggi yaitu sebesar 359/100 ribu kelahiran hidup.
Angka ini sedikit menurun jika dibandingkan dengan SDKI (Survey Demografi
Kependudukan Indonesia) tahun 1991 yaitu sebesar 390/100 ribu kelahiran hidup.
Sedangkan untuk angka kematian bayi pada tahun 2016 sebanyak 4.912 kasus. Hal ini
mengalami penurunan dari tahun 2015 yaitu 4.999 kasus.
Disamping itu Index Pembangunan Manusia di Indonesia berada pada urutan ke
107 dibandingkan dengan bangsa lain dan selama 5 tahun terakhir ini mengalami
perbaikan namun sangat lambat.
Pada Konferensi Tingkat Tinggi Perserikatan Bangsa - Bangsa pada tahun 2000
disepakati bahwa terdapat 8 Tujuan Pembangunan Millenium (Millenium Development
Goals) pada tahun 2015. Dua diantara tujuan tersebut mempunyai sasaran dan indikator
yang terkait dengan kesehatan ibu, bayi dan anak yaitu :
1. Mengurangi angka kematian bayi dan balita sebesar dua per tiga
dari AKB pada tahun 1990 menjadi 20 dari 25/1000 kelahiran hidup.
2. Mengurangi angka kematian ibu sebesar tiga per empat dari AKI pada tahun
1990 dari 307 menjadi 125/100.000 kelahiran hidup.
Meskipun tampaknya target tersebut cukup tinggi, namun tetap dapat dicapai
apabila dilakukan upaya terobosan yang inovatif untuk mengatasi penyebab utama
kematian tersebut yang didukung kebijakan dan sistem yang efektif dalam mengatasi
berbagai kendala yang timbul selama ini.
Kematian bayi baru lahir umumnya dapat dihindari penyebabnya seperti Berat
Badan Lahir Rendah (40,4%), asfiksia (24,6%) dan infeksi (sekitar 10%). Hal tersebut
kemungkinan disebabkan oleh keterlambatan pengambilan keputusan, merujuk dan
mengobati. Sedangkan kematian ibu umumnya
disebabkan perdarahan (25%), infeksi (15%), pre-eklampsia / eklampsia (15%),
persalinan macet dan abortus. Mengingat kematian bayi mempunyai hubungan erat
dengan mutu penanganan ibu, maka proses persalinan dan perawatan bayi harus
dilakukan dalam sistem terpadu di tingkat nasional dan regional.
Pelayanan obstetri dan neonatal regional merupakan upaya penyediaan
pelayanan bagi ibu dan bayi baru lahir secara terpadu dalam bentuk Pelayanan
Obstetri Neonatal Emergensi Komprehensif (PONEK) di Rumah Sakit dan Pelayanan
Obstetri Neonatal Emergency Dasar (PONED) di tingkat Puskesmas.
Rumah Sakit PONEK 24 Jam merupakan bagian dari sistem rujukan dalam
pelayanan kedaruratan dalam maternal dan neonatal, yang sangat berperan dalam
menurunkan angka kematian ibu dan bayi baru lahir. Kunci keberhasilan PONEK adalah
ketersediaan tenaga kesehatan yang sesuai kompetensi, prasarana, sarana dan
manajemen yang handal.
Untuk mencapai kompetensi dalam bidang tertentu, tenaga kesehatan
memerlukan pelatihan-pelatihan untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan
perubahan perilaku dalam pelayanan kepada pasien.
Pada tahun 2005 telah dilakukan penyusunan buku Pedoman Manajemen
Penyelenggaraan PONEk 24 jam di Rumah Sakit Kabupaten/Kota yang melibatkan
Departemen Kesehatan, Dinas Kesehatan Propinsi dan sektor terkait lainnya. Telah pula
dilakukan bimbingan teknis tentang manajemen PONEK 24 jam di RS Kabupaten/Kota
pada RSUD di 4 Propinsi (Riau, Sumatera Barat, Kalimantan Selatan dan Kalimantan
Timur) untuk mempersiapkan penyelenggaraan PONEK 24 jam.
Pada tahun 2006 dilanjutkan dengan penyelenggaraan Lokakarya Upaya
Peningkatan Kesehatan Ibu, Bayi dan Anak melalui Strategi Making Pregnancy Safer
(MPS) yang melibatkan 12 Propinsi meliputi 6 propinsi Wilayah Timur dengan AKI dan
AKB tertinggi (NTB, Kalimantan Timur, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Maluku
dan Papua) dan 6 propinsi yang telah dibina melalui program bantuan HSP (NAD, Jawa
Barat, DKI Jakarta, Sumatera Utara, Jawa Timur).
Pada tahun 2007 telah dilakukan pelatihan ketrampilan bagi tim PONEK di
Rumah Sakit Kabupaten/Kota (dokter spesialis Anak, dokter spesialis kebidanan dan
kandungan, Bidan dan Perawat) di 6 propinsi di Wilayah Timur dengan AKI tertinggi
(NTB, Kalimantan Timur, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Maluku dan Papua)
dengan melibatkan JNPK-KR, POGI dan IDAI, dalam rangka mendukung pelaksanaan
program PONEK di RSU Kabupaten/Kota yang merupakan target UKP Departemen
Kesehatan RI. yaitu 75% RS Kabupaten dapat menyelenggarakan PONEK pada tahun
2009.
Pelatihan yang sangat bermanfaat tersebut mendapatkan respon sangat besar
terutama dari wilayah Indonesia Timur karena hampir selama 15 tahun bidan dan
perawat tidak pernah mendapatkan pelatihan kedaruratan maternal dan neonatal.
Pelatihan tersebut akan dilanjutkan dengan kegiatan On the Job Training (OJT) di
masing- masing Rumah Sakit yang dilatih yang semula direncanakan 3 (tiga) tahap
menjadi 1 (satu) tahap akibat keterbatasan dana.
Sebagai tindak lanjut perlu dilakukan pelatihan serupa pada tahap berikutnya di
propinsi lainnya hingga tahun 2009 untuk meningkatkan keterampilan bagi tim PONEK
di RS Kab/Kota (Dokter spesialis Anak, Dokter spesialis Kebidanan dan Kandungan,
Bidan dan Perawat) dalam rangka mendukung pelaksanaan program PONEK di RSU
Kabupaten/Kota yang merupakan target UKP Departemen Kesehatan sebesar 75%
pada tahun 2009 dengan melibatkan JNPK-KR, POGI dan IDAI.
Diharapkan dari ke dua tahap Pelatihan PONEK tersebut dihasilkan para pelatih
regional yang mampu menjadi pelatih bagi Tim PONEK Rumah Sakit yang belum dilatih
di wilayah masing-masing. Dengan demikian jumlah Tim PONEK Rumah Sakit yang
dilatih dapat cepat bertambah dengan dukungan dana dekonsentrasi pemerintah daerah
untuk akselerasi pencapaian target tahun 2009 tersebut.
Selain dari itu, saat ini Indonesia tengah menghadapi wabah bencana non alam
COVID-19. Pedoman ini merupakan salah satu panduan bagi pemberi layanan dalam
penatalaksanaan kasus emerging ibu hamil, ibu bersalin dan bayi baru lahir dalam
memberikan pelayanan sesuai standar dalam masa social distancing di fasilitas PONEK
Rumah Sakit.
Selanjutnya diharapkan Pedoman Penyelenggaraan PONEK di Rumah Sakit ini
dapat dijadikan panduan bagi Tim PONEK Rumah Sakit dalam pelaksanaan program
PONEK di RS Kabupaten / Kota serta bagi Dinas Kesehatan Propinsi / Kabupaten / Kota
dapat dipergunakan untuk menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian
Bayi (AKB) di wilayah kerjanya.serta sebagai pedoman pemberi layanan bagi ibu hamil,
ibu bersalin dan bayi baru lahir dalam menjalankan pelayanan sesuai dengan prinsip-
prinsip pencegahan penularan COVID-19.
B. TUJUAN PEDOMAN
1. Tujuan Umum
Terpenuhinya standar Pelayanan Obstetri Neonatal Emergency Komprehensif
(PONEK) dalam rangka menurunkan angka kematian bayi dan meningkatkan
kesehatan ibu.
2. Tujuan Khusus
a. Terstandarnya pedoman ketenagaan di PONEK.
b. Terstandarnya pedoman sarana prasarana di PONEK.
c. Tersusunnya panduan 10 penyakit terbesar di setiap instalasi
pelayanan PONEK.
d. Tersusunnya panduan PONEK pada kasus emergyn
E. LANDASAN HUKUM
Dasar hukum yang digunakan dalam penyusunan ini adalah sebagai berikut :
1. Keputusan Direktur Jenderal Bina Upaya Kesehatan mengeluarkan Standar
Akreditasi Rumah Sakit Nomor HK.02.04/I/2790/11 tentang Standar Akreditasi
Rumah Sakit;
2. Keputusan Komisi Akreditasi Rumah Sakit tahun 2012 tentang Panduan
Penyusunan Dokumen Akreditasi.
3. Undang - undang Republik Indonesia Nomor 29 tahun 2004 tentang praktek
kedokteran.
4. KEPMENKES RI no 1333/MENKES/SK/XII/1999 tentang Standar pelayanan
Rumah Sakit.
5. DIRJEN YANMED, DEPKES RI, 2007 tentang Pedoman, penyelenggaraan
PONEK di rumah Sakit,
6. DIRJEN YANMED, DEPKES RI, 2007 tentang Pedoman Pelaksanaan
Perlindungan Ibu dan Bayi secara Terpadu dan Paripurna menuju Rumah Sakit
Sayang Ibu dan bayi.
7. Kepmenkes RI No. 1457/menkes/SK/X/2003 tentang Standar Pelayanan Minimal
Bidang Kesehatan Di Kabupaten/Kota.
8. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1202/Menkes/SK/VII/2003 tentang
Indikator Indonesia Sehat 2010 dan Pedoman Penetapan Indikator Provinsi
Sehat dan Kabupaten/Kota sehat.
9. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia tahun 2020 tentang Pedoman Bagi
Ibu Hamil, Ibu Nifas, dan bayi Baru Lahir Selama Social Distancing.
10. Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit tahun 2020 tentang
Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Coronavirus Disease (COVID-19)
11. Standar Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia (POGI) tentang
Rekomendasi Penanganan Infeksi Virus Corona (Covid-19) pada Maternal.
BAB II
STANDAR KETENAGAAN
B. DISTRIBUSI KETENAGAAN
C. PENGATURAN JAGA
1. Ketua tim PONEK, berjaga sesuai dengan shift nya kemudian bila terjadi
kasus gawat darurat dikonsulkan kepada dokter spesialis lain yang berjaga.
2. Koordinator ruangan, jaga pagi yaitu jam 07.00-15.00
3. Dalam pengaturan jaga dokter pelayanan PONEK 24 jam terbagi 2 shift
yaitu:
a. Shift Pagi : 07.00 – 14.00 WIB
b. Shift Siang : 14.00 - 21.00 WIB
c. Shift Malam : 21.00 – 07.00 WIB
4. Dalam pengaturan jaga pelaksana (bidan/perawat) pelayanan PONEK 24
jam terbagi 3 shift yaitu :
a. Shift Pagi : 07.00 – 14.00 WIB
b. Shift Sore : 14.00 – 21.00 WIB
c. Shift Malam : 21.00 – 07.00 WIB
5. Dokter Obgyn, Dokter Anak, dan Dokter Anastesi sesuai dengan jadwal
konsulen yang terdapat pada jadwal hari tersebut.
a. Untuk dokter obgyn, jika konsulen pertama tidak bisa dihubungi 2x15
menit, maka dialihkan ke konsulen ke-2.
b. Untuk dokter anak, jika konsulen pertama tidak bisa dihubungi 3x10
menit, maka dialihkan ke konsulen ke-2.
c. Untuk dokter anastesi, jika konsulen pertama tidak bisa dihubungi 3x15
menit, maka dialihkan ke konsulen ke-2.
BAB III
STANDAR FASILITAS
BAB IV
TATALAKSANA PELAYANAN
Tata laksana pelayanan dalam PONEK diantaranya pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal adalah sbb:
KALA II :
Kala II adalah kala persalinan dimana pembukaan sudah lengkap, yang
dilakukan bidan adalah :
1. Pada kala II di pimpin mengedan apabila : kepala janin sudah tampak di .ulva
dengan diameter 5-6 cm, apabila kepala belum tampak di vulva maka ibu boleh
mengedan dalam posisi miring kiri.
2. Memberikan dukungan terus menerus kepada ibu
3. Menjaga personal hygiene
4. Menyiapkan posisi ibu saat bersalin
5. Menyiapkan ibu dan keluarga untuk membantu proses pimpinan
mengedan dengan posisi setengah duduk
6. Menolong kelahiran dengan persalinan yang bersih dan aman
7. Selama persalinan normal, intervensi hanya dilaksanakan jika benar
benar dibutuhkan.Prosedur ini hanya dibutuhkan jika ada infeksi atau
penyulit
8. Melakukan inisiasi menyusui dini selama 1 jam bila apgar score bayi bagus.
KALA III
1. Palpasi uterus untuk menentukan apakah ada bayi kedua: jika ada, tunggu
sampai bayi kedua lahir.
2. Memberikan oksitosin 10 iu im dalam waktu 1 menit. Apabila placenta belum lahir
setelah 15 menit maka dapat diulangi oksitocin 10 iu im kedua.
3. Menjepit dan menggunting tali pusat
4. Menilai apakah bayi baru lahir dalam keadaan stabil, jika tidak, lakukan resusitasi
segera dan apabila bayi langsung menangis maka lakukan inisiasi menyusui dini
selama 1 jam.
5. Melakukan peregangan tali pusat terkendali (PTT)
6. Masase fundus 15 detik
KALA IV
1. Periksa fundus, plasenta, selaput ketuban, perineum, perdarahan, lokhea,
kandung kemih, kondisi ibu, kondisi bayi baru lahir.
2. Berikan nutrisi dan hidrasi
3. Melanjutkan inisiasi menyusui dini selama 1 jam
4. Melakukan personal hygiene
5. Dokumentasi dan dekontaminasi alat.
BAB V
LOGISTIK
4. Ruang Perinatologi
Unit Perinatogi level I (Neonatus Normal)
a. Ruangan terpisah (ruang perawatan neonatus) atau rawat gabung ibu bayi
harus tersedia di semua RS atau pusat kesehatan dengan unit atauruang
bersalin (tidak memandang berapa jumlah persalinan setiap hari)
b. Jumlah boks bayi harus melebihi jumlah persalinan rata-rata setiap hari
c. Suhu dalam ruangan harus terkontrol (24 – 26°C)
Unit Perinatologi level II (Neonatus dengan Resiko Tinggi)
a. Unit asuhan khusus harus dekat dengan ruang bersalin, bila tidak
memungkinkan kedua ruangan harus berada di gedung yang sama dan
harus jauh dari tempat lalu lintas barang/orang.
b. Area yang diperlukan tidak boleh < 12 m2 (4 m2 untuk tiap pasien)
c. Unit harus memiliki kemampuan untuk mengisolasi bayi:
1. Area terpisah
2. Area terpisah dalam 1 unit
3. Inkubator di area khusus
Ruang harus dilengkapi paling sedikit enam steker listrik yang dipasang
dengan tepat untuk peralatan listrik. Steker harus mampu memasok beban
listrik yang diperlukan, aman dan berfungsi baik.
5. Area Laktasi
Minimal ruangan berukuran 6 m2, dilengkapi dengan kursi, wastafel dan tempat
sampah.
6. Area Pencucian incubator
Minimal ruangan berukuran 6-8 m2, dilengkapi dengan pasokan air pembuangan.
7. Ruang Operasi
a. Unit operasi diperlukan untuk tindakan operasi seksio sesarea dan
laparotomia.
b. Idealnya sebuah kamar operasi mempunyai luas: 25 m dengan lebar
minimum 4 m, di luar fasilitas: lemari dinding. Unit ini sekurang- kurangnya
ada sebuah bagi bagian kebidanan.
c. Harus disediakan unit komunikasi dengan kamar bersalin. Di dalam kamar
operasi harus tersedia: pemancar panas, inkubator danperlengkapan
resusitasi dewasa dan bayi.
d. Ruang resusitasi ini berukuran: 3 m2. Harus tersedia 6 sumber listrik.
e. Kamar pulih ialah ruangan bagi pasien pasca bedah dengan standarluas: 8
m2 per bed, sekurang-kurangnya ada 2 tempat tidur, selain itu isiruangan
ialah: meja, kursi perawat, lemari obat, mesin pemantau tensi/nadi oksigen
dsb, tempat rekam medik, inkubator bayi, troli darurat.
f. Harus dimungkinkan pengawasan langsung dari meja perawat ketempat
pasien. Demikian pula agar keluarga dapat melihat melaluikaca.
g. Perlu disediakan alat komunikasi ke kamar bersalin dan kamar operasi,
serta telepon. Sekurang-kurangnya ada 4 sumber listrik/bed.
h. Fasilitas pelayanan berikut perlu disediakan untuk unit operasi:
1. Nurse station yang juga berfungsi sebagai tempat pengawas lalu lintas
orang.
2. Ruang kerja-kotor yang terpisah dari ruang kerja bersih ruang ini
berfungsi membereskan alat dan kain kotor. Perlu disediakan tempat
cuci wastafel besar untuk cuci tangan dan fasilitas airpanas/dingin. Ada
meja kerja dan kursi-kursi, troli-troli.
3. pembuangan kotoran/cairan.
i. Kamar pengawas OK : 10 m2
j. Ruang tunggu keluarga: tersedia kursi-kursi, meja dan tersedia toilet.
k. Kamar sterilisasi yang berhubungan dengan kamar operasi. Ada autoklaf
besar berguna bila darurat.
l. Kamar obat berisi lemari dan meja untuk distribusi obat.
m.Ruang cuci tangan (scrub) sekurangnya untuk dua orang, terdapat di depan
kamar operasi/kamar bersalin. Wastafel itu harus dirancang agar tidak
membuat basah lantai. Air cuci tangan dianjurkan air yang steril dan
mengalir. n)Ruang kerja bersih. Ruang ini berisi meja dan lemari berisi
linen,baju dan perlengkapan operasi. Juga terdapat troli pembawa linen.
o. Ruang gas/ tabung gas.
p. Gudang alat anestesi: alat/mesin yang sedang direparasi, dibersihkan,meja
dan kursi.
q. Gudang 12 m2 : tempat alat-alat kamar bersalin dan kamar operasi
r. Kamar ganti: pria dan wanita masing-masing 12 m2, berisi loker,meja, kursi
dan sofa/tempat tidur, ada toilet 3 m2.
s. Kamar diskusi bagi staf dan paramedik: 15 m2.
t. Kamar jaga dokter: 15 m2. u) Kamar paramedik: 15 m2.
v. Kamar rumatan rumah tangga (house keeping): berisi lemari,meja, kursi,
peralatan mesin isap, sapu, ember, perlengkapan kebersihan, dsb.
w.Ruang tempat brankar dan kursi dorong.
BAB VI
KESELAMATAN PASIEN
A. FISIK
1. Semua tempat tidur pasien harus mempunyai pagar penghalang di setiap
instalasi
2. Khusus untuk pasien gelisah harus dipasang restrain
3. Ventilasi AC dilengkapi dengan filter bakteri
4. Air bersih dilakukan pemeriksaan fisik, kimia dan biologi setiap 6 bulan sekali
5. Tersedianya APAR
6. Dilakukannya kalibrasi berkala untuk peralatan elektronik
7. Adanya pengaman dikamar mandi pasien di setiap instalasi
8. Pintu toilet dibuka keluar
9. Penyediaan masker untuk pasien rawat inap untuk dipakai selama perawatan.
BAB VII
KESELAMATAN KERJA
A. FISIK
1. Lantai ruangan dari bahan yang kuat, rata, tidak licin dan mudah dibersihkan
2. Lantai kamar mandi dari bahan yang kuat, tidak licin, mudah dibersihkan
mempunyai kemiringan yang cukup dan tidak ada genangan air.
3. Pintu dapat dibuka dari luar
4. Ventilasi AC terdapat filter bakteri
5. Air bersih dilakukan pemeriksaan fisik, biologi dan kimia setiap 6 bulan sekali
6. Tersedianya APAR
7. Tersedianya fasilitas penanganan sampah medis
8. Fasilitas sanitasi yang memadai dan memenuhi persyaratan kesehatan
9. Tersedianya instalasi pengelolaan air limbah
10. Tersedianya tempat pembuangan limbah padat
BAB VIII
PENGENDALIAN MUTU
BAB IX
PENUTUP
Angka kematian Ibu dan Angka Kematian Bayi semakin meningkat dan tidak
mengalami perubahan berarti pada 5 tahun terakhir. Keadaan ini akan cenderung
meningkat bila tidak segera di antisipasi dengan berbagai terobosan yang optimal.
Karakteristik kasus kebidanan yang sifatnya akut dan fatal akan menurunkan kondisi
kesehatan pada ibu hamil dan bayi di masyarakat dan akan mempengaruhi prestasi dan
kinerja generasi mendatang.
Berdasarkan hal tersebut, maka dipandang perlu agar program Pelayanan
Obstetri dan Neonatal Emergensi Komprehensif (PONEK) dijadikan prioritas. RSUD dr.
Lapalaloi Kabupaten Maros sebagai penyedia layanan kesehatan untuk masyarakat
siap menjadi rumah sakit yang memberikan pelayanan terbaik untuk meningkatkan
kesehatan ibu dan anak bagi kemajuan bangsa melalui pelayanan PONEK yang
maksimal.