Anda di halaman 1dari 64

EFEKTIFITAS MOBILISASI DINI TERHADAP

PENCEGAHAN KONSTIPASI PADA MASA


NIFAS DI PUSKESMAS KINALI
KAB PASAMAN BARAT
TAHUN 2020

LAPORAN TUGAS AKHIR

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar


Sarjana Terapan Kebidanan di Fakultas Kebidanan
Universitas Fort De Kock Bukittinggi

Oleh :

RIKA PUTRI
NIM : 1915301220

PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN KEBIDANAN


UNIVERSITAS FORT DE KOCK BUKIT TINGGI
TAHUN 2020/2021
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Keberhasilan upaya kesehatan ibu nifas diukur melalui indikator

cakupan pelayanan kesehatan ibu nifas (Cakupan KF3). Indikator ini menilai

kemampuan negara dalam menyediakan pelayanan kesehatan ibu nifas yang

berkualitas sesuai standar. Capaian indikator Kf-3 dari tahun 2015 sampai

dengan tahun 2018 di Kabupaten Pasaman Barat menggambarkan

kecenderungan penurunan, yaitu mulai dari 85% pada tahun 2015 menjadi

81,9% pada tahun 2018 (Dinkes Kabupaten Pasaman Barat, 2018).

Berdasarkan data laporan puskesmas Kinali 2019, jumlah sasaran bulin

tahun 2018 capaian indikator KF1 sebanyak 96% dan pencapaian KF3

sebanyak 71%, sedangkan pada tahun 2019 mengalami penurunan menjadi

82,3% untuk capaian KF1 dan 68,4% capaian KF3 (Laporan Puskesmas

Kinali, 2019).

Masa nifas (post partum) dimulai setelah kelahiran plasenta dan

berakhir pada keadaan kandungan kembali seperti sebelum hamil. Setelah

kelahiran plasenta terjadi perubahan fisiologis pada ibu. Perubahan fisiologis

maupun psikologis yang dialami oleh ibu postpartum, salah satunya adalah

kontraksi uterus. Intensitas kontraksi uterus meningkat secara bermakna

setelah persalinan bayi yang merupakan respon segera untuk mengurangi

jumlah volume intra uterus atau biasa disebut dengan involusi uterus (Risa &

Rika, 2014).

1
2

Setelah persalinan juga sering terjadi trauma pada otot-otot rahim.

Trauma persalinan pada otot dasar panggul dapat menyebabkan gangguan

defekasi. Peningkatan tekanan vena-vena di bawah uterus, penekanan otot

dasar panggul dan saraf pudendal, pengaruh hormone progesteron pada otot

polos, dan dehidrasi selama persalinan, sering mengakibatkan konstipasi pada

post partum. Efek inhibitor nor-adrenalin pada enteric nerves, mengakibatkan

inersia kolon, motilitas kolon berkurang, dan obstruksi outlet atau ganggaun

sfingter ani eksterna, sehingga terjadi penurunan waktu transit stool dikolon,

hal ini menyebabkan terjadinya konstipasi. Inkontinensia feses sering

disebabkan adanya kerusakan sfingter anus dan cedera obstetrik. Pada partus

spontan, kelemahan otot dasar panggul atau gangguan yang bersifat mekanik

lebih dominan daripada kerusakan yang bersifat neurologi (Agustina, 2013).

Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya

konstipasi pada masa nifas yaitu dengan melakukan mobilisasi dini setelah

melahirkan. Mobilisasi dini salah satu yang terpenting yang harus dilakukan

segera setelah melahirkan. Manfaat melakukan mobilisasi dini pada ibu post

partum antara lain ibu post partum merasa lebih sehat dan lebih kuat dengan

early ambulation, sedangkan manfaat untuk sistem pencernaan membuat faal

usus, meningkatkan motilitas usus sehingga menghindari konstipasi, serta

menjadikan kembalinya fungsi kandung kencing menjadi lebih baik. Dimana

early ambulations bisa dilakukan beberapa jam setelah melahirkan (Agustina,

2013).

Perubahan yang paling nyata akibat ambulasi dini yaitu menyebabkan

perubahan faal pencernaan dan perkemihan pada masa post partum berubah
3

lebih lambat, sehingga dapat menguragi terjadinya keterlambatan buang air

besar, meskipun tidak terlalu berbahaya keterlambatan buang air besar

menimbulkan konstipasi. Konstipasi sebaiknya dihindari pada ibu setelah

melahirkan, selain menimbulkan rasa sakit, kontipasi menyebabkan rasa tidak

nyamam di daerah pelvik. Hal yang bisa dilakukan untuk mengurangi

konstipasi adalah dengan sesegera mungkin melakukan ambulasi dini setelah

melahirkan, selain itu factor makanan juga harus dijaga dengan baik.

Mengkonsumsi makanan yang berserat dapat membantu faal pencernaan.

Sedangkan. peran kita sebagai bidan adalah memberikan latihan ambulasi

dini kepada ibu post partum dan memperhatikan asupan cairan dan makanan

ibu, agar pola buang air besar dapat kembali normal secepat mungkin (Eny

Ratna Ambarwati, 2011).

Hal ini didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Putri

Agustina (2013) tentang efektivitas ambulasi dini tentang percepatan pola

buang air besar pada ibu nifas di Ruang Sakura RSUD. dr Soedomo

Trenggalek menyatakan bahwa hasil uji statistik Independent sample t test

diperoleh hasil nilai p= 0,000 < 0,05 sehingga dinyatakan bahwa ambulasi

dini efektif terhadap percepatan pola Buang Air Besar pada ibu nifas di ruang

Sakura RSUD dr. Soedomo Trenggalek.

Penelitian lain yang mendukung penelitian ini adalah penelitian yang

dilakukan oleh Rani Angraini (2018) tentang pengaruh mobilisasi dini

terhadap pengurangan kejadian konstipasi pada ibu nifas di BPS Mandiri

Anggrek yang menyatakan ada pengaruh mobilisasi dini terhadap


4

pengurangan kejadian konstipasi pada ibu nifas dengan nilai p value = 0,004

(p < 0,05).

Berdasarkan Laporan tahunan Puskesmas Kinali pada tahun 2017

jumlah persalinan 49 orang dan yang melakukan mobilisasi dini hanya 18

orang (36,7%), pada tahun 2018 jumlah persalinan meningkat menjadi 105

dan yang melakukan mobilisasi dini hanya 43 orang (40,9%), sedangkan pada

tahun 2019 jumlah persalinan meningkat kembali menjadi 187 orang dan

yang melakukan mobilisasi dini hanya 71 orang (37,9%). Dapat dilihat bahwa

lebih dari separoh ibu bersalin yang tidak melakukan mobilisasi dini (Laporan

Puskesmas Kinali, 2019).

Berdasarkan hasil survey awal yang dilakukan di Puskesmas Kinali

kepada 6 orang ibu yang baru melahirkan dengan teknik wawancara, 4 dari 6

orang ibu tersebut mengatakan mengalami konstipasi karena ibu tersebut

mengeluh feses keras dan mengejan saat BAB.

Berdasarkan latar belakang diatas penulis tetertarik meneliti tentang

“Efektifitas Mobilisasi Dini Terhadap Pencegahan Konstipasi Pada Masa

Nifas Di Puskesmas Kinali Kabupaten Pasaman Barat Tahun 2020”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan permasalahan diatas, maka rumusan masalah penelitian ini

adalah bagaimanakah ”Efektifitas Mobilisasi Dini Terhadap Pencegahan

Konstipasi Pada Masa Nifas Di Puskesmas Kinali Kabupaten Pasaman Barat

Tahun 2020”?
5

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui “Efektifitas Mobilisasi Dini

Terhadap Pencegahan Konstipasi Pada Masa Nifas Di Puskesmas Kinali

Kabupaten Pasaman Barat Tahun 2020”.

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui rerata konstipasi pada ibu nifas sebelum melakukan mobilisasi

dini kelompok intervensi dan kelompok kontrol di Puskesmas Kinali

Kabupaten Pasaman Barat Tahun 2020.

b. Mengetahui rerata konstipasi pada ibu nifas sesudah melakukan mobilisasi

dini kelompok intervensi dan kelompok kontrol di Puskesmas Kinali

Kabupaten Pasaman Barat Tahun 2020.

c. Mengetahui efektifitas mobilisasi dini terhadap pencegahan konstipasi

pada masa nifas di Puskesmas Kinali Kabupaten Pasaman Barat Tahun

2020.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Ilmiah

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan dalam

pengembangan ilmu tentang cara mengatasi permasalah konstipasi pada

masa nifas yang dimulai setelah melahirkan dengan melakukan mobilisasi

dini.
6

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Ibu Nifas

Diharapkan penelitian ini dapat bermanfaat bagi ibu untuk

menambah pengetahuan ibu tentang masalah konstipasi pada masa nifas

sehingga masalah ini dapat diatasi.

b. Bagi Institusi Pendidikan

Penelitian ini dapat dijadikan sebagai data dasar dalam

pengembangan kurikulum pendidikan, khususnya mengenai permasalahan

konstipasi pada masa nifas.

c. Bagi Tenaga Kesehatan

Hasil penelitian ini diharapkan bisa memberikan gambaran tentang

bagaimana cara mengatasi masalah konstipasi pada masa nifas yaitu degan

melakukan mobilisasi dini.

d. Bagi Peneliti Selanjutnya

Sebagai bahan informasi untuk penelitian selanjutnya yang akan

melakukan penelitian yang lebih mendalam tentang masalah konstipasi

pada masa nifas.

E. Ruang Lingkup Penelitian

Dalam penelitian ini membahas tentang ”Efektifitas Mobilisasi Dini

Terhadap Pencegahan Konstipasi Pada Masa Nifas Di Puskesmas Kinali

Kabupaten Pasaman Barat Tahun 2020”. Tujuan dalam penelitian ini untuk

melihat efektivitas antara variabel independen dengan variabel dependen.

Jenis penelitian yang digunakan adalah kuantitatif dengan desain penelitian


7

quasi eksperimen yaitu two group pre and post test. Populasi dalam penelitian

ini adalah seluruh ibu nifas hari 1-7 yang berada di wilayah kerja Puskesmas

Rawatan Kinali dari bulan Mei – Juni tahun 2020, teknik pengambilan sampel

pada penelitian ini adalah accidental sampling. Penelitian telah dilakukan

pada bulan Mei - Juni Tahun 2020. Data yang digunakan adalah data, analisis

data menggunakan uji t paired untuk melihat efektivitas antara variabel

independen dan dependent.


8

BAB II
LANDASAN TEORI

A. Konstipasi

1. Pengertian Konstipasi

Sembelit atau konstipasi merupakan keadaan tertahannya feses

(tinja) dalam usus besar pada waktu cukup lama karena adanya

kesulitan dalam pengeluaran. Hal ini terjadi akibat tidak adanya gerakan

peristaltik pada usus besar sehingga memicu tidak teraturnya buang air

besar dan timbul perasaan tidak nyaman pada perut (Akmal, dkk, 2010).

Konstipasi merupakan keadaan individu yang mengalami atau

berisiko tinggi mengalami stasis usus besar sehingga menimbulkan

eliminasi yang jarang atau keras, serta tinja yang keluar jadi terlalu

kering dan keras (Uliyah, 2018). Konstipasi adalah suatu gejala bukan

penyakit. Di masyarakat dikenal dengan istilah sembelit, merupakan

suatu keadaan sukar atau tidak dapat buang air besar, feses (tinja) yang

keras, rasa buang air besar tidak tuntas (ada rasa ingin buang air besar

tetapi tidak dapat mengeluarkannya), atau jarang buang air besar.

Seringkali orang berpikir bahwa mereka mengalami konstipasi apabila

mereka tidak buang air besar setiap hari, yang disebut normal dapat

bervariasi dari tiga kali sehari hingga tiga kali seminggu (Herawati,

2012).
9

2. Patofisiologi Konstipasi

Pengeluaran feses merupakan akhir proses pencernaan. Sisa-sisa

makanan yang tidak dapat dicerna lagi oleh saluran pencernaan, akan

masuk kedalam usus besar ( kolon ) sebagai massa yang tidak mampat

serta basah. Di sini, kelebihan air dalam sisa-sisa makanan tersebut

diserap oleh tubuh. Kemudian, massa tersebut bergerak ke rektum

(dubur), yang dalam keadaan normal mendorong terjadinya gerakan

peristaltik usus besar. Pengeluaran feses secara normal, terjadi sekali

atau dua kali setiap 24 jam ( Akmal, dkk, 2010 ).

Kotoran yang keras dan sulit dikeluarkan merupakan efek samping

yang tidak nyaman dari kehamilan. Sembelit terjadi karena hormon-

hormon kehamilan memperlambat transit makanan melalui saluran

pencenaan dan rahim yang membesar menekan poros usus (rektum).

Suplemen zat besi prenatal juga dapat memperburuk sembelit.

Berolahraga secara teratur, menyantap makanan yang kaya serat serta

minum banyak air dapat membantu meredakan masalah tersebut

(Kasdu, 2005 ).

3. Tanda Dan Gejala Konstipasi

Menurut Akmal, dkk (2010), ada beberapa tanda dan gejala yang

umum ditemukan pada sebagian besar atau terkadang beberapa

penderita sembelit sebagai berikut:

a. Perut terasa begah, penuh dan kaku.


10

b. Tubuh tidak fit, terasa tidak nyaman, lesu, cepat lelah sehingga

malas mengerjakan sesuatu bahkan terkadang sering mengantuk.

c. Sering berdebar-debar sehingga memicu untuk cepat emosi,

mengakibatkan stress, rentan sakit kepala bahkan demam.

d. Aktivitas sehari-hari terganggu karena menjadi kurang percaya diri,

tidak bersemangat, tubuh terasa terbebani, memicu penurunan

kualitas, dan produktivitas kerja.

e. Feses lebih keras, panas, berwarna lebih gelap, dan lebih sedikit dari

pada biasanya.

f. Feses sulit dikeluarkan atau dibuang ketika air besar, pada saat

bersamaan tubuh berkeringat dingin, dan terkadang harus mengejan

atupun menekankan perut terlebih dahulu supaya dapat

mengeluarkan dan membuang feses (bahkan sampai mengalami

ambeien/wasir).

g. Bagian anus atau dubur terasa penuh, tidak plong, dan bagai

terganjal sesuatu disertai rasa sakit akibat bergesekan dengan feses

yang kering dan keras atau karena mengalami wasir sehingga pada

saat duduk tersa tidak nyaman.

h. Lebih sering buang angin yang berbau lebih busuk daripada

biasanya.

i. Usus kurang elastis ( biasanya karena mengalami kehamilan atau

usia lanjut), ada bunyi saat air diserap usus, terasa seperti ada yang

mengganjal, dan gerakannya lebih lambat daripada biasanya.

j. Terjadi penurunan frekuensi buang air besar.


11

Adapun untuk sembelit kronis (obstipasi), gejalanya tidak terlalu

berbeda hanya sedikit lebih parah, diantaranya:

a. Perut terlihat seperti sedang hamil dan terasa sangat mulas.

b. Feses sangat keras dan berbentuk bulat-bulat kecil.

c. Frekuensi buang air besar dapat mencapai berminggu-minggu.

d. Tubuh sering terasa panas, lemas, dan berat.

e. Sering kurang percaya diri dan terkadang ingin menyendiri.

f. Tetap merasa lapar, tetapi ketika makan akan lebih cepat kenyang

(apalagi ketika hamil perut akan tersa mulas) karena ruang dalam

perut berkurang dan mengalami mual bahkan muntah.

4. Pengobatan Konstipasi

Menurut Herawati (2012), pengobatan konstipasi pada ibu hamil

dapat dibagi menjadi dua cara, yaitu terapi non obat dan terapi obat.

a. Terapi non abat

Pada umumnya, konstipasi pada masa kehamilan dapat diatasi

dengan melakukan penyesuaian pola makan dan perubahan gaya

hidup. Makanan kaya serat (30-35%), misalnya gandum, buah-

buahanan dan sayuran dapat meringankan konstipasi. Namun,

mengkomsumsi makanan kaya serat dalam jumlah besar secara tiba-

tiba dapat menyebabkan perut terasa tidak enak dan kembung. Ibu

hamil sebaiknya mengkonsumsi makanan secara teratur dan minum

air dalam jumlah cukup (6-8 gelas/hari). Perubahan gaya hidup,

misalnya: olahraga teratur dapat memperbaiki saluran cerna.


12

b. Terapi obat

Obat pencahar digunakan apabila konstipasi tidak dapat diatasi

dengan penyesuaian jenis makanan dan perubahan gaya hidup saja.

Kriteria obat pencahar yang boleh diberikan kepada ibu hamil

adalah:

1) Efektif

2) Tidak diserap oleh saluran cerna

3) Tidak teratogenik (tidak menyebabkan cacat pada janin)

4) Dapat ditoleransi dengan baik ( tidak menimbulkan efek samping

pada ibu dan janin ).

5. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Konstipasi

Pada Ibu Nifas

a. Usia Kehamilan

Usia kehamilan adalah ukuran lama waktu seorang janin berada

dalam rahim. Usia janin dihitung dalam minggu dari hari pertama

haid terakhir (HPHT) ibu sampai hari kelahiran. Lama kehamilan

yaitu 280 hari atau 40 minggu atau 10 bulan. Kehamilan dibagi atas

tiga trimester yaitu: trimester I antara 0-12 minggu, kehamilan

trimester II antara 12-28 minggu, dan trimester III antara 28-40

minggu. Pada minggu ke-9 usia kehamilan, kesulitan untuk buang air

besar sering terjadi dan hampir semuanya disebabkan oleh tingginya

kadar hormon-hormon di dalam tubuh yang memperlambat kerja

otot-otot usus halus (Ana, 2010).


13

Wanita yang sebelumnya tidak mengalami konstipasi dapat

memiliki masalah ini pada trimester ke dua atau ke tiga. Konstipasi

diduga terjadi akibat penurunan peristaltic disebabkan relaksasi otot

polos pada usus besar ketika terjadi peningkatan progesteron.

Pergeseran dan tekanan pada usus akibat pembesaran uterus atau

bagian presentasi juga dapat menurunkan motilitas pada saluran

gastrointestinal sehingga menyebabkan konstipasi (Varney, dkk,

2007).

b. Asupan Makanan

Diet, pola, atau jenis makanan yang dikomsumsi dapat

mempengaruhi proses defekasi. Makanan yang memiliki kandungan

serat tinggi dapat membantu proses percepatan defekasi dan jumlah

yang dikonsumsi pun mempengaruhinya (Uliyah, dkk, 2018 ). Serat

penting artinya bagi kesehatan sistem pencernaan dan mencegah

sembelit. Serat juga membantu menjaga kadar gula darah. Ada dua

macam serat, yaitu serat yang terlarut dan tak larut. Serat terlarut

ditemukan dalam makanan semisal apel, pir, gandum hitam, dan

polong-polongan. Serat membantu kenyang lebih lama dan menjaga

pelepasan gula yang stabil kedalam darah. Serat tak terlarut yang

ditemukan didalam kacang-kacangan, buah, sayuran hijau, kacang

india, dan sereal whole-grain membantu pergerakan makanan

melalui sistem pencernaan dan mencegah sembelit (Campbell,

2016).
14

Serat makanan adalah komponen dalam tanaman yang tidak

tercerna secara enzimatik menjadi bagian-bagian yang dapat terserap

di saluran pencernaan. Serat secara alami terdapat dalam tanaman.

Serat terdiri atas berbagai substansi yang kebanyakan adalah

karbohidrat kompleks. Rata-rata negara di dunia ini menetapkan

sebanyak 30 gram kebutuhan akan serat setiap harinya ( Akmal,dkk,

2010).

Komponen terbesar buah-buahan adalah air. Oleh karena itu,

kandungan serat pangan dalam buah-buahan lebih rendah.

Komponen terbesar dari serat pangan pada buah-buahan adalah

senyawa pektin dan lignin sel buah. Kandungan serat pangan

berbagai jenis buah dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

Tabel 2.1.
Kandungan Serat Pangan pada Beberapa Jenis Buah-buhan

Buah Serat Tidak Serat larut Total Serat


larut

Nenas 1,2 0,3 1,5


Papaya 0,91 - 0,91
Mangga 1,1 0,9 2,0
Lemon 1,0 1,1 2,1
Jeruk - - 2,9
Pisang 1,4 0,6 2,0
Apel 2,0 0,6 2,6
Strawberi 1,9 0,2 2,1
Semangk 0,2 0,1 0,3
a
Jambu biji 2,0 1,7 3,7
Anggur - - 0,8
Pir 2,5 0,4 2,9
Sirsak 0,9 0,6 1,5

Sumber : (Akmal,dkk, 2010)


15

c. Asupan Cairan

Pemasukan cairan yang kurang dalam tubuh membuat defekaksi

menjadi keras. Oleh karena proses absorbsi air yang kurang

menyebabkan kesulitan proses defekasi (Uliyah, 2018).

Menurut Simkin ( 2008 ), Air dan cairan lain merupakan elemen

yang penting dari diet yang seimbang. Retensi cairan, bagian normal

dari kehamilan yang sehat, memastikan terjadinya kenaikan volume

darah dan air ketuban. Sebagai wanita yang sedang hamil perlu

mempunyai cairan lebih banyak karena dua alasan berikut:

1) Volume darah meningkat 50% atau lebih (dari kira-kira 2,5

menjadi 2,75 liter).

2) Menjelang akhir kehamilan, berenang dalam cairan ketuban

yang banyaknya 1 liter, yang diganti setiap tiga jam sekali.

Cairan juga ditahan dalam jaringan, mengalir melalui dinding

pembuluh darah, untuk membantu mempertahankan

keseimbangan cairan yang sehat. Diperkirakan volume cairan

jaringan meningkat 2-3 liter selama kehamilan.

Dalam sehari ibu hamil dianjurkan untuk minum air putih/ air

segar minimal 8 gelas atau 2-3 liter. Air putih yang menyegarkan

baik bagi tubuh karena melancarkan peredaran darah. Jus buah

merupakan sumber vitamin dan penghilang rasa mual. Tetapi

sebaiknya ibu hamil membatasi komsumsi buah-buahan yang


16

mengandung kalori tinggi seperti jus alpukat, jus mangga, jus durian

( Pramono, 2012 ).

Minum susu sangat dianjurkan sebagai sumber kalsium dan

vitamin D terbaik untuk pertumbuhan tulang janin. Dianjurkan untuk

minum 1-2 gelas susu setiap hari. Boleh susu sapi biasa atau susu

sapi untuk ibu hamil. Bagi yang alergi atau tidak tahan susu sapi,

susu kedelai merupakan pilihan yang baik (Pramono, 2012).

d. Olahraga

Aktivitas dapat mempengaruhi proses defekasi karena melalui

aktivitas tonus otot abdomen, pelvis, dan diafragma dapat membantu

kelancaran proses defekasi. Hal ini kemudian membuat proses

gerakan peristaltik pada daerah kolon dapat bertambah baik (Uliyah,

2018).

Olahraga merupakan salah satu aktivitas yang baik dilakukan

selama hamil. Olahraga selama kehamilan tidak dilarang selama

tidak ada kondisi tertentu yang membahayakan kehamilan. Olahraga

malah dapat membantu menjaga kondisi ibu hamil dengan

meningkatkan volume aliran darah, meningkatkan kekuatan otot

diafragma untuk bernafas, dan membantu flekbilitas otot-otot. Hal

ini akan membantu bayi tumbuh lebih baik ( Hermawan dan Ayu,

2009). Kehamilan bukanlah waktunya untuk melakukan olahraga

berat seperti softball, tenis atau meluncur yang membutuhkan

keseimbangan yang baik atau gerakan menyentak yang mendadak.

Meskipun demikian, jika sudah terampil dan aktif bermain dalam


17

olahraga tersebut, tetap dapat terus bermain selama merasa nyaman.

Dengan kata lain, asalkan kehamilan tetap normal, dapat dengan

aman melanjutkan olahraga rekreasional atau aktivitas yang

dikuasai, termasuk tenis, berenang, lintas alam, ski, joging, atau

bersepeda (Simkin, dkk, 2008).

e. Konsumsi Tablet Besi

Zat besi diperlukan untuk memproduksi hemoglobin ( protein

pembawa oksigen dalam darah) karena volume darah meningkat

50% selama kehamilan, hemoglobin dan konstituen dara lainnya

juga meningkat. Selain itu, selama 6 minggu terakhir kehamilan,

janin akan menyimpan zat besi dalam jumlah yang memadai dalam

hatinya untuk memenuhi kebutuhannya pada 3 atau 6 bulan pertama

kehidupan. Orang yang sehat menyerap 10-20% dari zat besi yang

dicerna, institute of medicine menganjurkan suplemen zat besi

sebanyak 30-60 miligram setiap hari, selama kehamilan ntuk

memastikan terjadinya absorbsi dari zat besi dari zat yang

dibutuhkan setiap hari. Walaupun diperlukan untuk nutrisi yang

baik, suplemen zat besi dapat mengganggu saluran pencernaan

diantaranya konstipasi atau sembelit (Simkin, P, dkk, 2008). Penyulit

ini dapat diredakan dengan cara memperbanyak minum, menambah

komsumsi makanan yang kaya akan serat seperti roti, serealia dan

agar ( Arisman, 2010).


18

B. Mobilisasi Dini

1. Pengertian

Mobilisasi dini adalah suatu tindakan yang dilakukan oleh tenaga

kesehatan untuk membantu pasien keluar dari tempat tidurnya dan

membimbingnya sedini mungkin untuk berjalan ( Dewi, 2010).

Mobilisasi adalah kemampuan individu untuk bergerak secara

bebas, mudah dan teratur (Alimul, 2009). Mobilisasi adalah kebutuhan

dasar manusia yang diperlukan oleh individu untuk melakukan aktifitas

sehari-hari berupa pergerakan sendi, sikap dan gaya berjalan guna untuk

memenuhi kebutuhan aktivitas dan mempertahankan kesehatannya

( Potter & Perry, 2010).

Mobilisasi dini adalah menggerakkan tubuh dari satu tempat ke

tempat lain yang harus dilakukan secara bertahap dan langsung setelah

melahirkan, minimal 8 – 24 jam setelah persalinan (Siregar, 2017).

Mobilisasi dini adalah kebijaksanaan untuk selekas mungkin

membimbing penderita keluar dari tempat tidurnya dan

membimbingnya selekas mungkin berjalan. Menurut Carpenito (2010),

mobilisasi dini merupakan suatu aspek yang terpenting pada fungsi

fisiologis karena hal itu esensial untuk mempertahankan kemandirian.

Dari kedua defenisi tersebut dapat disimpulkan bahwa mobilisasi dini

adalah upaya mempertahankan kemandirian sedini mungkin dengan

cara membimbing penderita untuk mempertahankan fungsi fisiologis.


19

2. Tujuan Mobilisasi Dini

Tujuan mobilisasi adalah mempertahankan fungsi tubuh,

memperlancar peredaran darah, membantu pernapasan menjadi lebih

baik, mempertahankan tonus otot, memperlancar eliminasi buang air

besar (BAB) dan buang air kecil (BAK), mengembalikan aktivitas

tertentu sehingga pasien dapat kembali normal memenuhi kebutuhan

gerak harian, dan memberi kesempatan perawat dan pasien untuk

berinteraksi dan berkomunikasi (Garrison, 2014). Tujuan mobilisasi

dini adalah menurunkan kejadian komplikasi thrombosis vena, emboli

paru, pneumonia dan retensi urin serta meningkatkan kepuasan pasien

dan mengurangi long of stay (LOS) lama hari rawat pasien (Samuel,

2011).

3. Manfaat Mobilisasi Dini

Menurut Potter & Perry (2016), ada beberapa manfaat yang dapat

diperoleh dari dilakukannya mobilisasi dini pada klien, yaitu:

a. Sistem respiratori

Meningkatkan frekuensi dan kedalaman pernapasan diikuti oleh laju

istirahat kembali lebih cepat juga dapat meningkatkan ventilasi

alveolar (normal 5-6 L/mnt), menurunkan kerja pernapasan,

meningkatkan pengembangan diafragma jika mengubah posisi

pasien 2 jam sekali.


20

b. Sistem kardiovaskuler

Meningkatkan curah jantung, memperbaiki kontraksi miokardial,

menguatkan otot jantung dan menyuplai darah ke jantung dan otot

yang sebelumnya terjadi pengumpulan darah pada bagian

ekstermitas, menurunkan tekanan darah istirahat, serta memperbaiki

aliran balik vena. Jumlah darah yang dipompa oleh jantung (cardiac

output) normal nya adalah 5 L/mnt, dengan melakukan mobilisasi

meningkat sampai 30 L/mnt.

c. Sistem Metabolik

Meningkatkan laju metabolisme basal dimana apabila pasien

melakukan aktivitas berat maka kecepatan metabolisme dapat

meningkat hingga 20 kali dari kecepatan normal, meningkatkan

penggunaan glukosa dan asam lemak, meningkatkan pemecahan

trigliserida, meningkatkan motilitas lambung, serta meningkatkan

produksi panas tubuh.

d. Menurunkan insiden komplikasi

Mencegah hipotensi/ tekanan darah rendah, otot mengecil, hilangnya

kekuatan otot, konstipasi, meningkatkan kesegaran tubuh, dan

mengurangi tekanan pada kulit yang dapat mengakibatkan kulit

menjadi merah atau bahkan lecet.

e. Sistem musculoskeletal

Memperbaiki tonus otot sehingga mencegah konstipasi,

meningkatkan mobilisasi sendi, memperbaiki toleransi otot untuk


21

latihan, mengurangi kehilangan tulang, meningkatkan toleransi

aktivitas dan mengurangi kelemahan pada pasien.

4. Pembagian Mobilisasi Dini

Hidayat (2006) membagi mobilisasi menjadi dua bagian yaitu:

a. Mobilisasi penuh adalah kemampuan seseorang untuk bergerak

secara penuh dan bebas sehingga dapat menjalankan peran sehari-

hari serta melakukan interaksi sosial. Saraf motorik volunter dan

sensorik merupakan fungsi mobilitas penuh yang mengontrol

seluruh tubuh seseorang

b. Mobilisasi sebagian adalah kemampuan seseorang untuk bergerak

tetapi ada batasan gerak sehingga tidak dapat bergerak bebas karena

dipengaruhi oleh gangguan saraf sensorik dan motorik di area

tubuhnya. Mobilisasi sebagian dibagi menjadi dua yaitu :

1) Mobilitas sebagian temporer adalah kemampuan individu untuk

bergerak secara terbatas yang bersifat sementara. Hal ini dapat

disebebkan oleh trauma reversible pada sistem muskuloskeletal.

2) Mobilitas sebagian permanen adalah kemampuan individu untuk

bergerak secara terbatas yang bersifat menetap. Hal ini

disebebkan oleh rusaknya sistem syaraf yang reversible.

5. Tahap-Tahap Mobilisasi Dini

Tahap-tahap mobilisasi dini menurut Clark et al, (2013), meliputi :


22

a. Level 1 : Pada 6-24 jam pertama persalinan, ibu di suruh baring kiri

dan kanan di atas tempat tidur kemudian setelah itu diajak berjalan

disekitar tempat tidur.

b. Level 2 : Pada 24 jam kedua persalinan pasien diajarkan berjalan

keluar ruangan dan lebih banyak bergerak

c. Level 3 : Tahap terakhir pasien dapat berjalan secara mandiri.

6. Kontraindikasi Mobilisasi Dini

Menurut Zanni & Needham (2010), kontraindikasi pasien untuk

mobilisasi dini adalah:

a. Tekanan darah tinggi

Pasien dengan tekanan darah sistole > 200 mmHg dan diastole > 100

mmHg. Peningkatan tekanan darah yang mendadak pada orang yang

sebelumnya memiliki tekanan darah normal bisa menyebabkan

pembuluh darah di otak mengalami penciutan mendadak.

b. Pasien dengan fraktur tidak stabil

Pasien dengan fraktur atau patah tulang yang tidak stabil karena

pasien fraktur membutuhkan imobilisasi untuk mempertahankan

posisi dan kesejajaran yang benar sampai masa penyatuan.

c. Penyakit sistemik atau demam

Mobilisasi dilakukan dengan bertahap sesuai dengan pulihnya

keadaan atau kekuatan pasien. Pengobatan yang mendukung pada

sistemik atau demam meliputi isitirahat yang cukup, guna untuk


23

mencegah komplikasi dan mempercepat proses penyembuhan.

Pasien harus tirah baring sampai demam pasien menurun.

d. Trombus emboli pada pembuluh darah

Pembentukan thrombus dimulai dengan melekatnya trombosit-

trombosit pada pemeriksaan endotel pembuluh darah jantung. Darah

yang mengalir menyebabkan semakin banyak trombosit tertimbun

pada daerah tersebut. Pada saat mobilisasi, peningkatan aliran darah

yang cepat masa yang terbentuk dari trombosit akan terlepas dari

dinding pembuluh tetapi kemudian diganti oleh trombosit lain.

7. Hambatan Melakukan Mobilisasi Dini

Menurut Zanni & Needham (2010), ada beberapa hambatan

dalam melaksanakan mobilisasi, diantaranya :

a. Gejala fisik yang dialami pasien seperti merasakan lemah, nyeri dan

kelelahan.

b. Kurangnya tenaga kesehatan untuk membantu dan membimbing

pasien ketika melakukan mobilisasi.

c. Kurangnya pengetahuan dan kesadaran pasien tentang pentingnya

melakukan mobilisasi post pembedahan.

8. Mobilisasi Dini Dalam Mengurangi Konstipasi

Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah

terjadinya konstipasi pada masa nifas yaitu dengan melakukan

mobilisasi dini setelah melahirkan. Mobilisasi dini salah satu yang

terpenting yang harus dilakukan segera setelah melahirkan. Manfaat


24

melakukan mobilisasi dini pada ibu post partum antara lain ibu post

partum merasa lebih sehat dan lebih kuat dengan early ambulation,

sedangkan manfaat untuk sistem pencernaan membuat faal usus,

meningkatkan motilitas usus sehingga menghindari konstipasi, serta

menjadikan kembalinya fungsi kandung kencing menjadi lebih baik.

Dimana early ambulations bisa dilakukan beberapa jam setelah

melahirkan (Agustina, 2013).

Dampak yang paling nyata akibat ambulasi dini menyebabkan

perubahan faal pencernaan dan perkemihan pada masa post partum

berubah lebih lambat, sehingga dapat menguragi terjadinya

keterlambatan buang air besar, meskipun tidak terlalu berbahaya

keterlambatan buang air besar menimbulkan konstipasi. Konstipasi

sebaiknya dihindari pada ibu setelah melahirkan, selain menimbulkan

rasa sakit, kontipasi menyebabkan rasa tidak nyamam di daerah pelvik.

Hal yang bisa dilakukan untuk mengurangi konstipasi adalah dengan

sesegera mungkin melakukan ambulasi dini setelah melahirkan, selain

itu factor makanan juga harus dijaga dengan baik. Mengkonsumsi

makanan yang berserat dapat membantu faal pencernaan. Sedangkan.

peran kita sebagai bidan adalah memberikan latihan ambulasi dini

kepada ibu post partum dan memperhatikan asupan cairan dan makanan

ibu, agar pola buang air besar dapat kembali normal secepat mungkin

(Eny, 2011).
25

C. Kerangka Teori

Melahirkan

Keluhan

Konstipasi Upaya pencegahan

Mobilisasi dini

Faal usus meningkatkan menjadikan Pengembalian


motilitas usus kembalinya Fungsi Dinding
fungsi kandung Perut
kencing menjadi
lebih baik

Mengurangi Konstipasi

Sumber Modifikasi : Carlk (2013), Agustina (2013), Eny (2011)

Gambar 2.1
Kerangka Teori
26

BAB III
METODE PENELITIAN
A. Kerangka Konsep

Nazir, dkk, (2011) menjelaskan, yang dimaksud kerangka konsep

adalah suatu uraian atau visualisasi hubungan atau kaitan antara konsep satu

terhadap konsep yang lainnya, atau antara variabel yang satu dengan variabel

yang lain dari masalah yang ingin diteliti.

Konsep adalah suatu abstraksi yang dibentuk dengan

menggeneralisasikan suatu pengertian, oleh karena itu, konsep tidak dapat

diukur dan diamati secara langsung. Agar dapat diamati dan diukur, maka

konsep tersebut harus dijabarkan kedalam variabel-variabel. Dari variabel

itulah konsep dapat diamati dan diukur.

Pretest Intervensi Postest

X0 X X1

X0 X1

Gambar 3.1 Kerangka Konsep

B. Defenisi Operasional

Berdasarkan variabel pada kerangka konsep penelitian, maka penulis

memberikan batasan-batasan dalam defenisi operasional sebagai berikut :

Tabel 3.1
27

Defenisi Operasional Penelitian

N Definisi Cara Skala


Variabel Alat ukur Hasil Ukur
o Operasional ukur Ukur
1. Mobilisasi Mobilisasi Melaku Lembar Ordinal 1. Tidak
Dini adalah kan observasi melakukan
kemampuan mobilis mobilisasi
individu asi dini dini
untuk
bergerak 2. Melakukan
secara mobilisasi
bebas, dini
mudah dan
teratur
setelah
melahirkan
yang
dilakukan
selama 3
hari

2. Konstipasi Keadaan Wawan Lembar Ordinal Rata-rata


kesulitan cara Observasi konstipasi
atau tidak pada masa
buang air nifas
besar ≥ 2
hari sekali
dengan
kategori
feses keras
dan
mengejan
saat BAB

C. Hipotesa

Ha :Ada efektifitas mobilisasi dini terhadap pencegahan konstipasi pada

masa nifas dibandingkan dengan yang tidak dilakukan mobilisasi dini di

Puskesmas Kinali Kabupaten Pasaman Barat Tahun 2020.

Ha : Ada perbedaan konstipasi kelompok intervensi dan kelompok kontrol

sebelum dan sesudah melakukan mobilisasi dini terhadap pencegahan


28

konstipasi pada masa nifas di Puskesmas Kinali Kabupaten Pasaman

Barat Tahun 2020.

BAB IV

METODE PENELITIAN
29

A. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian eksperimen yaitu pretest and

posttest group with control group design dengan desain eksperimen (Two

experimental designs). Dalam penelitian ini observasi dilakukan sebanyak 1

kali yaitu posttest sesudah.

O1 X O2

P1 P2

Gambar 4.1 posttest with control group design

Keterangan :

O1 :Konstipasi sebelum melakukan mobilisasi dini kelompok intervensi (Post

test).

X : Melakukan mobilisasi dini (intervensi)

O2 :Konstipasi sesudah melakukan mobilisasi dini kelompok intervensi (Post

test).

P1: Konstipasi sebelum pada kelompok kontrol (Post test)

P2: Konstipasi sesudah pada kelompok kontrol (Post test)

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di Puskesmas Kinali Kabupaten

Pasaman Barat pada bulan Agustus 2020.

C. Populasi dan sample penelitian

1. Populasi
30

Populasi penelitian adalah seluruh ibu nifas hari 1-7 yang berada di

wilayah kerja Puskesmas Rawatan Kinali Kabupaten Pasaman Barat

saat penelitian berlangsung yaitu pada bulan Agustus Tahun 2020.

2. Sampel

Sampel adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan objek yang

akan diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi. Bila populasi

besar dan tidak mungkin mempelajari semua yang ada pada populasi

misalnya karena keterbatasan dana, tenaga dan waktu. Maka peneliti

dapat menggunakan sampel yang diambil dari populasi itu.

Kesimpulannya akan diberlakukan untuk populasi. Untuk semua

sampel yang diambil dari populasi harus betul-betul mewakili

(representative) (Nazir, dkk, 2011).

Dalam penelitian ini sampel di ambil secara accidental sampling

yaitu sampel di dapatkan dengan cara menunggu di Puskesmas Kinali

dalam waktu 1 bulan sebanyak 14 orang selama bulan Agustus 2020

Adapun kriteria inkulsi dan ekskulsi dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut :

a. Kriteria Inklusi

1. Ibu nifas yang bersedia menjadi responden

2. Ibu nifas hari 1 - 7 yang berada di Puskesmas Kinali Kabupaten

Pasaman Barat.

3. Ibu yang tidak mengalami komplikasi setelah persalinan seperti

perdarahan.

b. Kriteria Ekslusi
31

1. Tidak bersedia menjadi responden

2. Tidak bisa di ajak berinteraksi

3. Ibu nifas yang sakit.

D. Teknik Pengumpulan Data

Tahap pengumpulan data ini adalah sebagai berikut :

1. Pengambilan Data Awal (Pre Test)

Pengambilan data awal (pre test) yaitu melihat kejadian konstipasi pada

ibu post partum sebelum melakukan intervensi

2. Intervensi

Melakukan mobilisasi dini selama 3 hari. Dalam penelitian nya

kelompok yang melakukan mobilisasi dini hanya kelompok intervensi

saja, sedangkan pada kelompok kontrol melakukan mobilisasi dini.

a. Level 1 : Pada 6-24 jam pertama persalinan, ibu di suruh baring kiri

dan kanan di atas tempat tidur kemudian setelah itu diajak berjalan

disekitar tempat tidur.

b. Level 2 : Pada 24 jam kedua persalinan pasien diajarkan berjalan

keluar ruangan dan lebih banyak bergerak


32

c. Level 3 : Tahap terakhir pasien dapat berjalan secara mandiri.

3. Pengambilan Data Akhir (Post Test)

Pengambilan data akhir (post test) yaitu melihat kejadian konstipasi

pada ibu post partum setelah melakukan intervensi.

E. Instrumen Penelitian
33

Instumen yang digunakan dalam penelitian ini untuk melihat

Efektifitas Mobilisasi Dini Terhadap Pencegahan Konstipasi Pada Masa Nifas

adalah lembar observasi.

F. Teknik Pengolahan Data

1. Pemeriksaan Data (Editing)

Data yang telah didapat diperiksa kembali kelengkapannya, tidak ada

yang kosong semua telah terisi dengan lengkap.

2. Pengkodean (Coding)

Coding merupakan kegiatan pemberian kode numerik (angka) terhadap

data yang terdiri atas beberapa kategori.

3. Memasukan Data (Entry)

Memasukan data responden kedalam program “software”computer

menggunakan program SPSS for window.

4. Membersihkan data (Cleanning)

Data yang telah dimasukan di cek kembali untuk memastikan data

tersebut telah bersih dari kesalahan.

5. Tabulasi (Tabulating)

Setelah semua data terkumpul kemudian dilakukan pentabulasian data

dengan membuat tabel distribusi frekuensi masing – masing variabel.

(Nazir, dkk, 2011).

G. Teknik Analisa Data


34

1. Analisa Univariat

Analisa univariat ini digunakan untuk mendiskripsikan

permasalahan kejadian konstipasi pada ibu post partum sebelum dan

sesudah melakukan intervensi mobilisasi dini.

2. Analisa Bivariat

Dalam penelitian ini uji normalitas data yang digunkan adalah

Shapiro wilk (n < 50) jika data terdistribusi normal maka di lanjutkan

ke analisa data bivariat yaitu dianalisis dengan uji T- test paired dimana

nilai signifikan p value dari nilai α sebesar 0,05 dengan tingkat

kepercayaan 95%. Sedangkan jika data tidak terdistribusi nornal maka

dilanjutkan dengan uji non parametric yaitu uji wilcoxon. Untuk uji t-

test (tidak berpasangan) digunakan uji T-Independent untuk melihat

perbedaan konstipasi kelompok intervensi dan kelompok kontrol.

Dengan kriteria uji hipotesis yaitu apabila nilai p <0,05 maka

dikatakan terdapat efektivitas dan sebaliknya jika p > 0,05, maka

penelitian dikatakan tidak terdapat efektivitas.

BAB V
35

HASIL PENELITIAN
A. Hasil Penelitian

Hasil penelitian yang berjudul “Efektifitas Mobilisasi Dini Terhadap

Pencegahan Konstipasi Pada Masa Nifas Puskesmas Kinali Kabupaten

Pasaman Barat Tahun 2020” dengan jumlah responden 14 orang. Data yang

digunakan dalam penelitian ini adalah data primer untuk mengetahui

Efektifitas Mobilisasi Dini Terhadap Pencegahan Konstipasi Pada Masa Nifas

Di Puskesmas Kinali Kabupaten Pasaman Barat Tahun 2020, setelah data

terkumpul kemudian diolah secara komputerisasi dengan uji statistic T-test

menggunakan program SPSS dan disajikan dalam bentuk tabel.

1. Hasil Univariat

a. Rerata konstipasi pada ibu nifas sebelum melakukan mobilisasi dini


kelompok intervensi dan kelompok kontrol
Tabel 5.1
Rerata Konstipasi Pada Ibu Nifas Sebelum Melakukan Mobilisasi Dini
Kelompok Intervensi Dan Kelompok Kontrol Di
Puskesmas Kinali Kabupaten Pasaman Barat
Tahun 2020

Konstipasi sebelum
Kategori N Mean Min –Max 95% CI Std. Deviation

Kontrol 7 2,71 2-4 2,02 – 3,41 0,756


Intervensi 7 2,57 2–3 2,08 – 3,07 0,535

Berdasarkan tabel 5.1 dapat dilihat bahwa rerata konstipasi pada

ibu nifas sebelum dilakukan mobilisasi dini kelompok kontrol adalah 2,71

dengan standar deviasi 0,756. Nilai minimum 2 dan nilai maksimum 4.

Berdasarkan hasil estimate interval dapat disimpulkan bahwa 95% rerata

konstipasi pada ibu nifas sebelum dilakukan mobilisasi dini kelompok


36

kontrol berkisar antara 2,02 – 3,41. Sedangkan rerata konstipasi pada ibu

nifas sebelum dilakukan mobilisasi dini kelompok intervensi adalah 2,57

dengan standar deviasi 0,535. Nilai minimum 2 dan nilai maksimum 3.

Berdasarkan hasil estimate interval dapat disimpulkan bahwa 95% rerata

konstipasi pada ibu nifas sebelum dilakukan mobilisasi dini kelompok

intervensi berkisar antara 2,08 – 3,07.

b. Rerata konstipasi pada ibu nifas sesudah melakukan mobilisasi dini


kelompok intervensi dan kelompok kontrol
Tabel 5.2
Rerata Konstipasi Pada Ibu Nifas Sesudah Melakukan Mobilisasi Dini
Kelompok Intervensi Dan Kelompok Kontrol Di
Puskesmas Kinali Kabupaten Pasaman Barat
Tahun 2020

Konstipasi sesudah
Kategori N Mean Min –Max 95% CI Std. Deviation

Kontrol 7 2,29 1–4 1,41 – 3,17 0,951


Intervensi 7 1,43 1-2 0,93 – 1,192 0,535

Berdasarkan tabel 5.2 dapat dilihat bahwa rerata konstipasi pada

ibu nifas sesudah dilakukan mobilisasi dini kelompok kontrol adalah 2,29

dengan standar deviasi 0,951. Nilai minimum 1 dan nilai maksimum 4.

Berdasarkan hasil estimate interval dapat disimpulkan bahwa 95% rerata

konstipasi pada ibu nifas sesudah dilakukan mobilisasi dini kelompok

kontrol berkisar antara 1,41 – 3,17. Sedangkan rerata konstipasi pada ibu

nifas sesudah dilakukan mobilisasi dini kelompok intervensi adalah 1,43

dengan standar deviasi 0,535. Nilai minimum pengetahuan 1 dan nilai

maksimum 2. Berdasarkan hasil estimate interval dapat disimpulkan


37

bahwa 95% rerata konstipasi pada ibu nifas sesudah dilakukan mobilisasi

dini kelompok intervensi berkisar antara 0,93 – 1,192.

2. Hasil Bivariat

a. Efektifitas mobilisasi dini terhadap pencegahan konstipasi pada masa


nifas

Tabel 5.3
Efektifitas Mobilisasi Dini Terhadap Pencegahan Konstipasi Pada Masa
Nifas Di Puskesmas Kinali Kabupaten
Pasaman Barat Tahun 2020

Konstipasi N Mean Standar P Value


Deviasi
Sebelum 7 2,57 0,535
Sesudah 7 1,43 0,535 0,000

Berdasarkan tabel 5.3 diatas tentang efektifitas mobilisasi dini

terhadap pencegahan konstipasi pada masa nifas. Hasil uji statistik didapatkan

nilai p value=0,000 (p < 0,05), maka dapat disimpulkan terdapat efektifitas

mobilisasi dini terhadap pencegahan konstipasi pada masa nifas di Puskesmas

Kinali Kabupaten Pasaman Barat Tahun 2020.

b. Perbedaan konstipasi pada masa nifas kelompok kontrol dan


kelompok intervensi
Tabel 5.4
Perbedaan Konstipasi Pada Masa Nifas Kelompok Kontrol Dan Kelompok
Intervensi Di Puskesmas Kinali Kabupaten Pasaman Barat Tahun 2020

Kelompok N Mean Standar P Value


Deviasi
Kontrol 7 2,29 0,951
Intervensi 7 1,43 0,535 0,030
38

Berdasarkan tabel 5.5 diatas tentang perbedaan konstipasi pada masa

nifas kelompok kontrol dan kelompok intervensi. Hasil uji statistik

didapatkan nilai p value=0,030 (p < 0,05), maka dapat disimpulkan terdapat

perbedaan konstipasi pada masa nifas kelompok kontrol dan kelompok

intervensi di Puskesmas Kinali Kabupaten Pasaman Barat Tahun 2020.


39

BAB VI
PEMBAHASAN

A. Hasil Univariat

1. Konstipasi pada ibu nifas sebelum melakukan mobilisasi dini


kelompok intervensi dan kelompok kontrol

Berdasarkan tabel 5.1 dapat dilihat bahwa rerata konstipasi pada

ibu nifas sebelum dilakukan mobilisasi dini kelompok kontrol adalah 2,71

dengan standar deviasi 0,756. Nilai minimum 2 dan nilai maksimum 4.

Berdasarkan hasil estimate interval dapat disimpulkan bahwa 95% rerata

konstipasi pada ibu nifas sebelum dilakukan mobilisasi dini kelompok

kontrol berkisar antara 2,02 – 3,41. Sedangkan rerata konstipasi pada ibu

nifas sebelum dilakukan mobilisasi dini kelompok intervensi adalah 2,57

dengan standar deviasi 0,535. Nilai minimum 2 dan nilai maksimum 3.

Berdasarkan hasil estimate interval dapat disimpulkan bahwa 95% rerata

konstipasi pada ibu nifas sebelum dilakukan mobilisasi dini kelompok

intervensi berkisar antara 2,08 – 3,07.

Menurut teori setelah persalinan juga sering terjadi trauma pada

otot-otot rahim. Trauma persalinan pada otot dasar panggul dapat

menyebabkan gangguan defekasi. Peningkatan tekanan vena-vena di

bawah uterus, penekanan otot dasar panggul dan saraf pudendal, pengaruh

hormone progesteron pada otot polos, dan dehidrasi selama persalinan,

sering mengakibatkan konstipasi pada post partum. Efek inhibitor nor-

adrenalin pada enteric nerves, mengakibatkan inersia kolon, motilitas

kolon berkurang, dan obstruksi outlet atau ganggaun sfingter ani eksterna,

sehingga terjadi penurunan waktu transit stool dikolon, hal ini


40

menyebabkan terjadinya konstipasi. Inkontinensia feses sering disebabkan

adanya kerusakan sfingter anus dan cedera obstetrik. Pada partus spontan,

kelemahan otot dasar panggul atau gangguan yang bersifat mekanik lebih

dominan daripada kerusakan yang bersifat neurologi (Agustina, 2013).

Menurut Potter & Perry (2006) konstipasi merupakan gejala umum

yang terjadi akibat impaksi fekal. Jika hal ini dibiarkan maka impaksi

fekal dapat menyebabkan obstruksi usus mekanik sebagian atau

keseluruhan yang menyumbat lumen usus, menutup dorongan normal dari

cairan dan udara. Akibatnya ada cairan dalam usus menimbulkan distensi

dan peningkatan tekanan intraluminal. Selanjutnya fungsi usus menjadi

tertekan, terjadi dehidrasi, terhentinya absrobsi dan terjadi gangguan

cairan.

Hal ini didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Putri

Agustina (2013) tentang efektivitas ambulasi dini tentang percepatan pola

buang air besar pada ibu nifas di Ruang Sakura RSUD. dr Soedomo

menyatakan bahwa sebelum dilakukan ambulasi dini mayoritas responden

yaitu 67% mengalami masalah buang air besar dan setelah dilakukan

ambulasi dini terjadi perbaikan yaitu hanya 21% yang mengalami masalah

buang air besar.

Peneliti berasumsi bahwa, setelah melahirkan masalah yang sering

dialami ibu yaitu konstipasi atau kesulitan membuang air besar. Hal ini

terjadi karena efek inhibitor nor-adrenalin pada enteric nerves,

mengakibatkan inersia kolon, motilitas kolon berkurang, dan obstruksi

outlet atau ganggaun sfingter ani eksterna, sehingga terjadi penurunan


41

waktu transit stool dikolon, hal ini menyebabkan terjadinya konstipasi.

Terlihat pada penelitian ini baik kelompok intervensi maupun kontrol

sama – sama mengalami konstipasi.

2. Konstipasi pada ibu nifas sesudah melakukan mobilisasi dini


kelompok intervensi dan kelompok kontrol

Berdasarkan tabel 5.2 dapat dilihat bahwa rerata konstipasi pada

ibu nifas sesudah dilakukan mobilisasi dini kelompok kontrol adalah 2,29

dengan standar deviasi 0,951. Nilai minimum 1 dan nilai maksimum 4.

Berdasarkan hasil estimate interval dapat disimpulkan bahwa 95% rerata

konstipasi pada ibu nifas sesudah dilakukan mobilisasi dini kelompok

kontrol berkisar antara 1,41 – 3,17. Sedangkan rerata konstipasi pada ibu

nifas sesudah dilakukan mobilisasi dini kelompok intervensi adalah 1,43

dengan standar deviasi 0,535. Nilai minimum pengetahuan 1 dan nilai

maksimum 2. Berdasarkan hasil estimate interval dapat disimpulkan

bahwa 95% rerata konstipasi pada ibu nifas sesudah dilakukan mobilisasi

dini kelompok intervensi berkisar antara 0,93 – 1,192.

Menurut teori upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah

konstipasi pada ibu nifas yaitu dengan melakukan mobilisasi dini.

Konstipasi merupakan keadaan individu yang mengalami atau berisiko

tinggi mengalami stasis usus besar sehingga menimbulkan eliminasi yang

jarang atau keras, serta tinja yang keluar jadi terlalu kering dan keras

(Uliyah, 2018). Konstipasi adalah suatu gejala bukan penyakit. Di

masyarakat dikenal dengan istilah sembelit, merupakan suatu keadaan

sukar atau tidak dapat buang air besar, feses (tinja) yang keras, rasa buang
42

air besar tidak tuntas (ada rasa ingin buang air besar tetapi tidak dapat

mengeluarkannya), atau jarang buang air besar. Seringkali orang berpikir

bahwa mereka mengalami konstipasi apabila mereka tidak buang air besar

setiap hari, yang disebut normal dapat bervariasi dari tiga kali sehari

hingga tiga kali seminggu (Herawati, 2012).

Tujuan mobilisasi adalah mempertahankan fungsi tubuh,

memperlancar peredaran darah, membantu pernapasan menjadi lebih baik,

mempertahankan tonus otot, memperlancar eliminasi buang air besar

(BAB) dan buang air kecil (BAK), mengembalikan aktivitas tertentu

sehingga pasien dapat kembali normal memenuhi kebutuhan gerak harian,

dan memberi kesempatan perawat dan pasien untuk berinteraksi dan

berkomunikasi (Garrison, 2014).

Penelitian lain yang mendukung penelitian ini adalah penelitian

yang dilakukan oleh Rani Angraini (2018) tentang pengaruh mobilisasi

dini terhadap pengurangan kejadian konstipasi pada ibu nifas di BPS

Mandiri Anggrek yang menyatakan bahwa setelah melakukan mobilisasi

dini mayoritas ibu tidak lagi mengalami konstipasi.

Peneliti berasumsi bahwa, salah satu upaya yang dapat dilakukan

untuk memperbaiki pola buang air besar ibu setelah melahirkan agar

mencegah terjadinya konstipasi. Penurunan konstipasi paling baik terjadi

yaitu pada kelompok intervensi yaitu pada kelompok intervensi rata-rata

konstipasi yaitu 1,43 sedangkan pada kelompok kontrol rata-rata

konstipasi yaitu 2,29. Dapat dilihat bahwa kelompok intervensi konstipasi

lebih teratasi dibandingkan kelompok kontrol.


43

B. Hasil Univariat

1. Efektifitas mobilisasi dini terhadap pencegahan konstipasi pada masa


nifas

Berdasarkan tabel 5.3 diatas tentang efektifitas mobilisasi dini

terhadap pencegahan konstipasi pada masa nifas. Hasil uji statistik

didapatkan nilai p value=0,000 (p < 0,05), maka dapat disimpulkan

terdapat efektifitas mobilisasi dini terhadap pencegahan konstipasi pada

masa nifas di Puskesmas Kinali Kabupaten Pasaman Barat Tahun 2020.

Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya

konstipasi pada masa nifas yaitu dengan melakukan mobilisasi dini setelah

melahirkan. Mobilisasi dini salah satu yang terpenting yang harus

dilakukan segera setelah melahirkan. Manfaat melakukan mobilisasi dini

pada ibu post partum antara lain ibu post partum merasa lebih sehat dan

lebih kuat dengan early ambulation, sedangkan manfaat untuk sistem

pencernaan membuat faal usus, meningkatkan motilitas usus sehingga

menghindari konstipasi, serta menjadikan kembalinya fungsi kandung

kencing menjadi lebih baik. Dimana early ambulations bisa dilakukan

beberapa jam setelah melahirkan (Agustina, 2013).

Menurut Potter & Perry (2006) menyatakan bahwa mobilisasi dini

sangat baik untuk kesehatan salah satunya terhadap fungsi kolon. Pada

mobilisasi dini berperan dalam pengantar mekanika tubuh dimana suatu

usaha dalam mengkoordinasikan sistem musculoskeletal dan sistem saraf

yang mempertahankan keseimbangan, postur dan kesajajaran tubuh.

Mekanika yang tepat juga memfasilitasi pergerakan tubuh yang


44

memungkinkan tidak terjadinya ketegangan otot tubuh sehingga setiap

organ tubuh dapat bekerja dengan baik salah satunya faal usus.

Tahap mobilisasi dini yaitu pertama membantu ibu di tempat tidur

seperti merubah posisi, membantu miring kiri dan kanan jika ibu tidak

mampu melakukannya sendiri, membantu ibu dalam posisi duduk, dan

memindahkan ari tempat tidur ke kursi atau dari tempat tidur ke brankar.

Selanjutnya tahapan yang dilakukan jika kondisi ibu sudah semakin

membaik maka bantu ibu berjalan di sekitar ruangan rawatan sampai ibu

dapat melakukannya sendiri (Potter & Perry, 2006).

Hal ini didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Putri

Agustina (2013) tentang efektivitas ambulasi dini tentang percepatan pola

buang air besar pada ibu nifas di Ruang Sakura RSUD. dr Soedomo

Trenggalek menyatakan bahwa hasil uji statistik Independent sample t test

diperoleh hasil nilai p= 0,000 < 0,05 sehingga dinyatakan bahwa ambulasi

dini efektif terhadap percepatan pola Buang Air Besar pada ibu nifas di

ruang Sakura RSUD dr. Soedomo Trenggalek.

Penelitian lain yang mendukung penelitian ini adalah penelitian

yang dilakukan oleh Rani Angraini (2018) tentang pengaruh mobilisasi

dini terhadap pengurangan kejadian konstipasi pada ibu nifas di BPS

Mandiri Anggrek yang menyatakan ada pengaruh mobilisasi dini terhadap

pengurangan kejadian konstipasi pada ibu nifas dengan nilai p value =

0,004 (p < 0,05).

Peneliti berasumsi bahwa, pada penelitian ini terdapat efektivitas

mobilisasi dini terhadap pengurangan konstipasi pada ibu post partum.


45

Manfaat melakukan mobilisasi dini pada ibu post partum antara lain ibu

post partum merasa lebih sehat dan lebih kuat dengan early ambulation,

sedangkan manfaat untuk sistem pencernaan membuat faal usus,

meningkatkan motilitas usus sehingga menghindari konstipasi.

2. Perbedaan konstipasi pada masa nifas kelompok kontrol dan


kelompok intervensi

Berdasarkan tabel 5.5 diatas tentang perbedaan konstipasi pada

masa nifas kelompok kontrol dan kelompok intervensi. Hasil uji statistik

didapatkan nilai p value=0,030 (p < 0,05), maka dapat disimpulkan

terdapat perbedaan konstipasi pada masa nifas kelompok kontrol dan

kelompok intervensi di Puskesmas Kinali Kabupaten Pasaman Barat

Tahun 2020.

Menurut teori perubahan yang paling nyata akibat ambulasi dini

yaitu menyebabkan perubahan faal pencernaan dan perkemihan pada masa

post partum berubah lebih lambat, sehingga dapat menguragi terjadinya

keterlambatan buang air besar, meskipun tidak terlalu berbahaya

keterlambatan buang air besar menimbulkan konstipasi. Konstipasi

sebaiknya dihindari pada ibu setelah melahirkan, selain menimbulkan rasa

sakit, kontipasi menyebabkan rasa tidak nyamam di daerah pelvik. Hal

yang bisa dilakukan untuk mengurangi konstipasi adalah dengan sesegera

mungkin melakukan ambulasi dini setelah melahirkan, selain itu factor

makanan juga harus dijaga dengan baik (Eny Ratna Ambarwati, 2011).

Peneliti berasumsi bahwa, pada penelitian ini terdapat perbedaan

konstipasi antara kelompok intervensi dan kontrol. Dapat dilihat bahwa


46

pengurangan kejadian konstipasi lebih baik pada kelompok intervensi

karena pada kelompok intervensi dilakukan mobilisasi sehingga faal usus

menjadi lebih baik dibandingkan kelompok kontrol. Untuk itu kedepannya

sebaiknya petugas kesehatan tetap melakukan mobilisasi dini pada semua

ibu post partum agar dapat mencegah dan mengurangi terjadinya

konstipasi.
47

BAB VII
PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan di atas maka dapat

disimpulkan bahwa:

1. Rerata konstipasi pada ibu nifas sebelum dilakukan mobilisasi dini

kelompok kontrol adalah 2,71 dengan standar deviasi 0,756. Sedangkan

rerata konstipasi pada ibu nifas sebelum dilakukan mobilisasi dini

kelompok intervensi adalah 2,57 dengan standar deviasi 0,535.

2. Rerata konstipasi pada ibu nifas sesudah dilakukan mobilisasi dini

kelompok kontrol adalah 2,29 dengan standar deviasi 0,951. Sedangkan

rerata konstipasi pada ibu nifas sesudah dilakukan mobilisasi dini

kelompok intervensi adalah 1,43 dengan standar deviasi 0,535.

3. Terdapat efektifitas mobilisasi dini terhadap pencegahan konstipasi pada

masa nifas di Puskesmas Kinali Kabupaten Pasaman Barat Tahun 2020

dengan nilai p value = 0,000 (p < 0,05).

4. Terdapat perbedaan konstipasi pada masa nifas kelompok kontrol dan

kelompok intervensi di Puskesmas Kinali Kabupaten Pasaman Barat

Tahun 2020 dengan nilai p value = 0,030 (p < 0,05).

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan yang didapatkan dari hasil penelitian maka

peneliti dapat merekomendasikan beberapa saran :


48

e. Bagi Ibu Nifas

Diharapkan penelitian ini dapat bermanfaat bagi ibu untuk

menambah pengetahuan ibu tentang masalah konstipasi pada masa nifas

sehingga masalah ini dapat diatasi.

f. Bagi Institusi Pendidikan

Penelitian ini dapat dijadikan sebagai data dasar dalam

pengembangan kurikulum pendidikan, khususnya mengenai permasalahan

konstipasi pada masa nifas.

g. Bagi Tenaga Kesehatan

Hasil penelitian ini diharapkan bisa memberikan gambaran tentang

bagaimana cara mengatasi masalah konstipasi pada masa nifas yaitu

dengan melakukan mobilisasi dini.

h. Bagi Peneliti Selanjutnya

Sebagai bahan informasi untuk penelitian selanjutnya yang akan

melakukan penelitian yang lebih mendalam tentang masalah konstipasi

pada masa nifas.


MASTER TABEL

EFEKTIFITAS MOBILISASI DINI TERHADAP PENCEGAHAN KONSTIPASI PADA MASA NIFAS


DI PUSKESMAS KINALI KAB PASAMAN BARAT
TAHUN 2020
50

INTERVENSI
Sebelum S
No Nama Umur BAB (Hari) Kategori Kode BAB (Hari) K
1 Ny N 24 3 Konstipasi 1 1 Tida
2 Ny K 35 2 Konstipasi 1 1 Tida
3 Ny M 29 3 Konstipasi 1 2 K
4 Ny TL 27 2 Konstipasi 1 1 Tida
5 Ny E 28 3 Konstipasi 1 2 k
6 Ny YM 31 2 Konstipasi 1 1 Tida
7 Ny M 33 3 Konstipasi 1 2 k

KONTROL
Sebelum S
No Nama Umur BAB (Hari) Kategori Kode BAB (Hari) K
1 Ny R 26 4 Konstipasi 1 4 k
2 Ny S 25 3 Konstipasi 1 2 k
3 Ny K 39 2 Konstipasi 1 2 k
4 Ny L 29 3 Konstipasi 1 2 k
5 Ny Y 37 2 Konstipasi 1 3 k
6 Ny MI 37 3 Konstipasi 1 1 Tida
7 Ny KN 24 2 Konstipasi 1 2 k
ANALISA UNIVARIAT

1. Rata-rata konstipasi sebelum kelompok kontrol dan intervensi


Case Processing Summary

Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Rata - rata
konstipasi sebelum 7 100.0% 0 .0% 7 100.0%
kelompok kontrol
Rata - rata
konstipasi sebelum 7 100.0% 0 .0% 7 100.0%
kelompok intervensi
51

Descriptives

Statistic Std. Error


Rata - rata Mean 2.71 .286
konstipasi sebelum 95% Confidence Lower Bound 2.02
kelompok kontrol Interval for Mean Upper Bound
3.41

5% Trimmed Mean 2.68


Median 3.00
Variance .571
Std. Deviation .756
Minimum 2
Maximum 4
Range 2
Interquartile Range 1
Skewness .595 .794
Kurtosis -.350 1.587
Rata - rata Mean 2.57 .202
konstipasi sebelum 95% Confidence Lower Bound 2.08
kelompok intervensi Interval for Mean Upper Bound
3.07

5% Trimmed Mean 2.58


Median 3.00
Variance .286
Std. Deviation .535
Minimum 2
Maximum 3
Range 1
Interquartile Range 1
Skewness -.374 .794
Kurtosis -2.800 1.587

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnov(a) Shapiro-Wilk
Statistic Df Sig. Statistic df Sig.
Rata - rata konstipasi
sebelum kelompok .256 7 .182 .833 7 .086
kontrol
Rata - rata konstipasi
sebelum kelompok .360 7 .007 .664 7 .071
intervensi
a Lilliefors Significance Correction
52

Histogram

2
Frequency

Mean =2.71
Std. Dev. =0.756
N=7
0
1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5
Rata - rata konstipasi sebelumkelompok kontrol

Normal Q-QPlot of Rata - rata konstipasi sebelumkelompok kontrol

1.5

1.0
Expected Normal

0.5

0.0

-0.5

-1.0

2.0 2.5 3.0 3.5 4.0


Observed Value
53

Detrended Normal Q-QPlot of Rata - rata konstipasi sebelumkelompok


kontrol

0.6

0.4
Dev from Normal

0.2

0.0

-0.2

-0.4

2.0 2.5 3.0 3.5 4.0


Observed Value

4.0

3.5

3.0

2.5

2.0

Rata - rata konstipasi sebelumkelompok kontrol


54

Histogram

3
Frequency

Mean =2.57
Std. Dev. =0.535
N=7
0
1.5 2 2.5 3 3.5
Rata - rata konstipasi sebelumkelompok intervensi

Normal Q-QPlot of Rata - rata konstipasi sebelumkelompok intervensi

0.4

0.2
Expected Normal

0.0

-0.2

-0.4

-0.6

-0.8
2.0 2.2 2.4 2.6 2.8 3.0
Observed Value
55

Detrended Normal Q-Q Plot of Rata - rata konstipasi sebelumkelompok


intervensi

0.4

0.2
Dev from Normal

0.0

-0.2

-0.4

2.0 2.2 2.4 2.6 2.8 3.0


Observed Value

3.0

2.8

2.6

2.4

2.2

2.0

Rata - rata konstipasi sebelumkelompok intervensi


56

2. Rata-rata konstipasi sesudah kelompok kontrol dan intervensi


Case Processing Summary

Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Rata - rata
konstipasi sesudah 7 100.0% 0 .0% 7 100.0%
kelompok kontrol
Rata - rata
konstipasi sesudah 7 100.0% 0 .0% 7 100.0%
kelompok Intervensi

Descriptives

Statistic Std. Error


Rata - rata Mean 2.29 .360
konstipasi sesudah 95% Confidence Lower Bound 1.41
kelompok kontrol Interval for Mean Upper Bound
3.17

5% Trimmed Mean 2.26


Median 2.00
Variance .905
Std. Deviation .951
Minimum 1
Maximum 4
Range 3
Interquartile Range 1
Skewness .863 .794
Kurtosis 1.245 1.587
Rata - rata Mean 1.43 .202
konstipasi sesudah 95% Confidence Lower Bound .93
kelompok Intervensi Interval for Mean Upper Bound
1.92

5% Trimmed Mean 1.42


Median 1.00
Variance .286
Std. Deviation .535
Minimum 1
Maximum 2
Range 1
Interquartile Range 1
Skewness .374 .794
Kurtosis -2.800 1.587

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnov(a) Shapiro-Wilk
Statistic Df Sig. Statistic df Sig.
Rata - rata konstipasi
sesudah kelompok .332 7 .019 .869 7 .183
kontrol
Rata - rata konstipasi
sesudah kelompok .360 7 .007 .664 7 .054
Intervensi
a Lilliefors Significance Correction
57

Histogram

3
Frequency

Mean =2.29
Std. Dev. =0.951
N=7
0
1 2 3 4
Rata - rata konstipasi sesudah kelompok kontrol

Normal Q-QPlot of Rata - rata konstipasi sesudah kelompok kontrol

1.5

1.0
Expected Normal

0.5

0.0

-0.5

-1.0

-1.5

1.0 1.5 2.0 2.5 3.0 3.5 4.0


Observed Value
58

Detrended Normal Q-QPlot of Rata - rata konstipasi sesudah kelompok


kontrol

0.75

0.50
Dev from Normal

0.25

0.00

-0.25

1.0 1.5 2.0 2.5 3.0 3.5 4.0


Observed Value

1
4.0

3.5

3.0

2.5

2.0

1.5

6
1.0

Rata - rata konstipasi sesudah kelompok kontrol


59

Histogram

3
Frequency

Mean =1.43
Std. Dev. =0.535
N=7
0
0.5 1 1.5 2 2.5
Rata - rata konstipasi sesudah kelompok Intervensi

Normal Q-QPlot of Rata - rata konstipasi sesudah kelompok Intervensi

0.8

0.6
Expected Normal

0.4

0.2

0.0

-0.2

-0.4

1.0 1.2 1.4 1.6 1.8 2.0


Observed Value
60

Detrended Normal Q-QPlot of Rata - rata konstipasi sesudah kelompok


Intervensi

0.4

0.2
Dev from Normal

0.0

-0.2

-0.4

1.0 1.2 1.4 1.6 1.8 2.0


Observed Value

2.0

1.8

1.6

1.4

1.2

1.0

Rata - rata konstipasi sesudah kelompok Intervensi


61

ANALISA UNIVARIAT

1. Efektifitas mobilisasi dini terhadap pencegahan konstipasi pada masa nifas


Paired Samples Statistics

Std. Error
Mean N Std. Deviation Mean
Pair Rata - rata
1 konstipasi sebelum 2.57 7 .535 .202
kelompok intervensi
Rata - rata
konstipasi sesudah 1.43 7 .535 .202
kelompok Intervensi

Paired Samples Correlations

N Correlation Sig.
Pair Rata - rata konstipasi
1 sebelum kelompok
intervensi & Rata - rata 7 .750 .052
konstipasi sesudah
kelompok Intervensi

Paired Samples Test

Paired Differences
95% Confidence
Interval of the
Std. Error Difference
Mean Std. Deviation Mean Lower Upper t df Sig. (2-tailed)
Pair Rata - rata konstipasi
1 sebelum kelompok
intervensi - Rata - rata 1.143 .378 .143 .793 1.492 8.000 6 .000
konstipasi sesudah
kelompok Intervensi
62

2. Perbedaan konstipasi antara kelompok kontrol dan kelompok intervensi


Group Statistics

Std. Error
Kode N Mean Std. Deviation Mean
Perbedaan Konstipasi Kontrol 7 2.29 .951 .360
antara kelompok
kontrol dan intervensi Intervensi 7 1.43 .535 .202

Independent Samples Test

Levene's Test for


Equality of Variances t-test for Equality of Means
Mean Std. Error 95% Confidence Interval
F Sig. t df Sig. (2-tailed) Difference Difference of the Difference

Lower Upper Lower Upper Lower Upper Lower Upper Lower


Perbedaan Konstipasi Equal variances 12
antara kelompok kontrol assumed .836 .379 2.078 .030 .857 .412 -.041 1.756
dan intervensi
Equal variances
not assumed 2.078 9.446 .036 .857 .412 -.069 1.783

Anda mungkin juga menyukai