ASFIKSIA NEONATORUM
Disusun Oleh :
Ahmad Khusni Mubarok
113119052
0
LAPORAN PENDAHULUAN ASFIKIA NONATUS
A. Pengertian
Asfiksia berarti hipoksia progresif penimbunan CO2 dan asidosis jika
prosese ini berlangsung terlalu jauh dapat mengaibatkan kerusakan otak atau
kematian, mempengaruhi fungsi vital lainnya. Asfiksia lahir ditandai dengan
hipoksemia (PaO2 menurun) dan hiperkarbia (peningkatan PaCO2) (FKUI,
2007).
Asfiksia neonatum adalah keadaan bayi baru lahir tidak dapt bernafas
secara spontan dan teratur dalam satu menit setelah lahir (Hidayat, 2005).
Asfiksia neonatorum ialah keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernafas
scr spontan dan teratur setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh hipoksia janin
dalam uterus dan hipoksia ini berhubungan dengan faktor-faktor yang timbul
dalam kehamilan, persalinan, atau segera setelah bayi lahir. Akibat-akibat
asfiksia akan bertambah buruk apabila penanganan bayi tidak dilakukan secara
sempurna. Tindakan yang akan dikerjakan pada bayi bertujuan
mempertahankan kelangsungan hidupnya dan membatasi gejala-gejala lanjut
yang mungkin timbul. (Prawirohardjo: 1991).
Asfiksia ini dapat terjadi karena hipoksia kronik dalam uetrus
menyebabkan tersedianya sedikit energi untuk dapat memenuhi kebutuhan
pada saat persalinan dan kelahiran. Sehingga, asiksia intra uterin dapat terjadi,
denan masalah sitemik yang mungkin terjadi. (Ladewig dkk: 2006).
Asfiksia neonatarum adalah keadaan dimana bayi tidak dapat bernafas
secara spontan dan teratur segera stelah lahir keadaan tersebut dapat disertai
dengan adanya hipoksia, hiperkapnea, dan sampai ke asidosis. Keadaan
asfiksia ini dapat terjadi karena kurangnya kemampuan fungsi organ bayi
seperti pengembangan paru-paru. Proses terjadinya asfiksia neonatarum ini
dapat terjadi pada masa kehamilan, persalinan, atau dapat terjadi segera
setelah lahir, banyak fakto yang menyebabkannnya diantaranya adanya
penyakit pada ibu sewaktu hamil seperti hipertensi, paru, gangguan konstraksi
uterus pada ibu resiko tinggi kehamilan, dapat terjadi pada faktor plasenta
seperti janin dengan solusio plasenta, atau juga faktor janin itu sendiri.
(Hidayat, 2005).
B. Kalsifikasi
Klasifikasi asfiksia berdasarkan nilai APGAR:
1. Asfiksia berat dengan nilai APGAR 0-3
2. Asfiksia ringan sedang dengan nilai APGAR 4-6
3. Bayi normal atau sedikit asfiksia dengan nilai APGAR 7-9
4. Bayi normal dengan nilai APGAR 10
Nilai Apgar
a. Nilai 0-3 : Asfiksia berat
b. Nilai 4-6 : Asfiksia sedang
c. Nilai 7-10 : Normal
Dilakukan pemantauan nilai apgar pada menit ke-1 dan menit ke-5, bila
nilai apgar 5 menit masih kurang dari 7 penilaian dilanjutkan tiap 5 menit
sampai skor mencapai 7. Nilai Apgar berguna untuk menilai keberhasilan
resusitasi bayi baru lahir dan menentukan prognosis, bukan untuk memulai
resusitasi karena resusitasi dimulai 30 detik setelah lahir bila bayi tidak
menangis. (bukan 1 menit seperti penilaian skor Apgar)
C. Etiologi
1. Faktor ibu
a) Pre eklams dan eklamsi, DM, anemia, HT
b) Perdarahan abnormal (plasenta previa dan solusio plasenta)
c) Partus lama dan macet
d) Demam selama persalinan, infeksi berat (malaria, sifilis, TBC, HIV)
e) Kehamilan lewat waktu
2. Faktor tali pusat
a) Lilitan tali pusat
b) Tali pusat pendek
c) Simpul tali pusat
d) Prolapus tali pusat
3. Faktor bayi
a) Bayi premature ( < 37 minggu)
b) Presentasi janin abnormal
c) Persalinan dengan tindakan ( ekstraksi vacuum, ekstraksi forcep)
4. Faktor yang mendadakan
a. Bayi
1) Gangguan peredaran darah pada tali pusat karena tekanan tali pusat
2) Depresi pernafasan karena obat-obat anastesi atau analgetik yang
diberikan pada ibu, perdarahan itral karnial, dan kelainan bawaan.
b. Ibu
1) Gangguan his, misalnya hipertoni dan tetani
2) Hipotensi mendadak pada ibu karena perdarahan
3) Hipertensi eklamsi
4) Gangguan mendadak pada plasenta seperti solusio
D. Manisfestasi klinis
1. Pada kehamilan
a. DJJ > 160 x permenit atau < 100 x permenit,
b. Halus dan ierguler,
c. Adanya pengeluaran mekonium
2. Setelah bayi lahir
a. Bayi pucat dan sianosis
b. Usaha bernafas minimal atau tidak ada
c. Hipoksia
d. Asidosi metabolic dan respiratorik
e. Perubahan fungsi jantung
f. Kalau sudah mengalami perdarahan di otak maka ada gejala
neurologic, kejang, nistagamus, menangis kurang baik/tidak menangis
g. Bayi tidak bernafas/ nafas megap-megap, tidak ada reflex rangsangan,
denyut jantung < 100 kali permenit, kulit sianosis,pucat, tonus otot
mneurun, apgar Skor menurun.
E. Pemeriksaan diagnostic
a. Laboratorium AGD : mengkaji tingkat dimana paru-paru mampu
memberikan O2 yang adekuat.
b. Riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik
c. Babygram (photo rongten dada)
d. Ekstrolit darah
e. Gula darah
f. Pulse oximetry : metode pemantauan non invasive secara kontinau
terhadap saturasi O2 Hb, pemantauan SPO2
F. Patofisiologi
Penyebab asfiksia dapat berasal dari faktor ibu, janin dan plasenta.
Adanya hipoksia dan iskemia jaringan menyebabkan perubahan fungsional
dan biokimia pada janin. Faktor ini yang berperan pada kejadian asfiksia.
(Anonim:Online).
Bila janin kekurangan O2 dan kadar CO2 bertambah, timbulah rangsangan
terhadap nervus vagus sehingga DJJ (denyut jantung janin) menjadi lambat.
Jika kekurangan O2 terus berlangsung maka nervus vagus tidak dapat
dipengaruhi lagi. Timbulah kini rangsangan dari nervus simpatikus sehingga
DJJ menjadi lebih cepat akhirnya ireguler dan menghilang.
Janin akan mengadakan pernafasan intrauterin dan bila kita periksa
kemudian terdapat banyak air ketuban dan mekonium dalam paru, bronkus
tersumbat dan terjadi atelektasis. Bila janin lahir, alveoli tidak berkembang.
Apabila asfiksia berlanjut, gerakan pernafasan akan ganti, denyut jantung
mulai menurun sedangkan tonus neuromuskuler berkurang secara berangsur-
angsur dan bayi memasuki periode apneu primer. Jika berlanjut, bayi akan
menunjukkan pernafasan yang dalam, denyut jantung terus menurun , tekanan
darah bayi juga mulai menurun dan bayi akan terluhat lemas (flascid).
Pernafasan makin lama makin lemah sampai bayi memasuki periode
apneu sekunder. Selama apneu sekunder, denyut jantung, tekanan darah dan
kadar O2 dalam darah (PaO2) terus menurun. Bayi sekarang tidak bereaksi
terhadap rangsangan dan tidak akan menunjukkan upaya pernafasan secara
spontan. Kematian akan terjadi jika resusitasi dengan pernafasan buatan dan
pemberian tidak dimulai segera.
G. Pathway
H. Penatalaksanaan medis
1. Resusitasi
a. Apneu primer : nafas cepat, tonus otot berkurang, sianosis
b. Apneu sekunder : nafas megap-mega dan dalam, denyut jantung
menurun, lemas, tidak berespon terhadap rangsangan
c. Tindakan ABC
1) Assesment/Airway : observasi warna, suara, aktivitas bayi, HR,
RR, Capilary refill
2) Breathing : melakukan rangsangan taksil untuk mulai pernafasan
3) Circulation : bila HR < 60 x ermenit atau 80 x permenit, jika tidak
ada perbaiakan dilakukan kompresi.
I. Penanganan Asfiksia Pada Bayi Baru Lahir
Tindakan resusitasi bayi baru lahir mengikuti tahapan-tahapan yang dikenal
sebagai ABC resusitasi, yaitu :
1. Memastikan saluran terbuka
a. Meletakkan bayi dalam posisi kepala defleksi bahu diganjal 2-3 cm.
b. Menghisap mulut, hidung dan kadang trachea.
c. Bila perlu masukkan pipa endo trachel (pipa ET) untuk memastikan
saluran pernafasan terbuka.
2. Memulai pernafasan
a. Memakai rangsangan taksil untuk memulai pernafasan
b. Memakai VTP bila perlu seperti : sungkup dan balon pipa ETdan balon
atau mulut ke mulut (hindari paparan infeksi).
3. Mempertahankan sirkulasi
a. Rangsangan dan pertahankan sirkulasi darah dengan cara
1) Kompresi dada.
2) Pengobatan
J. Tindakan Resusitasi
1. Detail Cara Resusitasi
Langkah-Langkah Resusitasi
a. Letakkan bayi di lingkungan yang hangat kemudian keringkan tubuh
bayi dan selimuti tubuh bayi untuk mengurangi evaporasi.
b. Sisihkan kain yang basah kemudian tidurkan bayi terlentang pada alas
yang datar.
c. Ganjal bahu dengan kain setinggi 1 cm (snifing positor).
d. Hisap lendir dengan penghisap lendir de lee dari mulut, apabila mulut
sudah bersih kemudian lanjutkan ke hidung.
e. Lakukan rangsangan taktil dengan cara menyentil telapak kaki bayi
dan mengusap-usap punggung bayi.
f. Nilai pernafasan Jika nafas spontan lakukan penilaian denyut jantung
selama 6 detik, hasil kalikan 10. Denyut jantung > 100 x / menit, nilai
warna kulit jika merah / sinosis penfer lakukan observasi, apabila biru
beri oksigen. Denyut jantung < 100 x / menit, lakukan ventilasi
tekanan positif.
1) Jika pernapasan sulit (megap-megap) lakukan ventilasi tekanan
positif.
2) Ventilasi tekanan positif / PPV dengan memberikan O2 100 %
melalui ambubag atau masker, masker harus menutupi hidung dan
mulut tetapi tidak menutupi mata, jika tidak ada ambubag beri
bantuan dari mulur ke mulut, kecepatan PPV 40 – 60 x / menit.
3) Setelah 30 detik lakukan penilaian denyut jantung selama 6 detik,
hasil kalikan 10.
a) 100 hentikan bantuan nafas, observasi nafas spontan.
b) 60 – 100 ada peningkatan denyut jantung teruskan pemberian
PPV.
c) 60 – 100 dan tidak ada peningkatan denyut jantung, lakukan
PPV, disertai kompresi jantung.
d) < 10 x / menit, lakukan PPV disertai kompresi jantung.
e) Kompresi jantung
3) Perbandingan kompresi jantung dengan ventilasi adalah 3 : 1, ada 2
cara kompresi jantung :
a) Kedua ibu jari menekan sternum sedalam 1 cm dan tangan lain
mengelilingi tubuh bayi.
b) Jari tengah dan telunjuk menekan sternum dan tangan lain
menahan belakang tubuh bayi.
g. Lakukan penilaian denyut jantung setiap 30 detik setelah kompresi
dada.
h. Denyut jantung 80x./menit kompresi jantung dihentikan, lakukan PPV
sampai denyut jantung > 100 x / menit dan bayi dapat nafas spontan.
i. Jika denyut jantung 0 atau < 10 x / menit, lakukan pemberian obat
epineprin 1 : 10.000 dosis 0,2 – 0,3 mL / kg BB secara IV.
j. Lakukan penilaian denyut jantung janin, jika > 100 x / menit hentikan
obat.
k. Jika denyut jantung < 80 x / menit ulangi pemberian epineprin sesuai
dosis diatas tiap 3 – 5 menit.\
l. Lakukan penilaian denyut jantung, jika denyut jantung tetap / tidak
rewspon terhadap di atas dan tanpa ada hiporolemi beri bikarbonat
dengan dosis 2 MEQ/kg BB secara IV selama 2 menit. (Wiknjosastro,
2007)
2. Persiapan resusitasi
Agar tindakan untuk resusitasi dapat dilaksanakan dengan cepat dan
efektif, kedua faktor utama yang perlu dilakukan adalah
a. Mengantisipasi kebutuhan akan resusitasi lahirannya bayi dengan
depresi dapat terjadi tanpa diduga, tetapi tidak jarang kelahiran bayi
dengan depresi atau asfiksia dapat diantisipasi dengan meninjau
riwayat antepartum dan intrapartum.
b. Mempersiapkan alat dan tenaga kesehatan yang siap dan terampil.
Persiapan minumum antara lain :
1) Alat pemanas siap pakai – Oksigen
2) Alat pengisap
3) Alat sungkup dan balon resusitasi
4) Alat intubasi
5) Obat-obatan
c. Prinsip-prinsip resusitasi yang efektif
1) Tenaga kesehatan yang slap pakai dan terlatih dalam resusitasi
neonatal harus rnerupakan tim yang hadir pada setiap persalinan.
2) Tenaga kesehatan di kamar bersalin tidak hanya harus mengetahui
apa yang harus dilakukan, tetapi juga harus melakukannya dengan
efektif dan efesien
3) Tenaga kesehatan yang terlibat dalam resusitasi bayi harus
bekerjasama sebagai suatu tim yang terkoordinasi.
4) Prosedur resusitasi harus dilaksanakan dengan segera dan tiap
tahapan berikutnya ditentukan khusus atas dasar kebutuhan dan
reaksi dari pasien.
5) Segera seorang bayi memerlukan alat-alat dan resusitasi harus
tersedia clan siap pakai.
K. Komplikasi
Komplikasi yang muncul pada asfiksia neonatus antara lain
a. Edema otak & Perdarahan otak
Pada penderita asfiksia dengan gangguan fungsi jantung yang telah
berlarut sehingga terjadi renjatan neonatus, sehingga aliran darah ke otak
pun akan menurun, keadaaan ini akan menyebabkan hipoksia dan iskemik
otak yang berakibat terjadinya edema otak, hal ini juga dapat
menimbulkan perdarahan otak.
b. Anuria atau oliguria
Disfungsi ventrikel jantung dapat pula terjadi pada penderita asfiksia,
keadaan ini dikenal istilah disfungsi miokardium pada saat terjadinya,
yang disertai dengan perubahan sirkulasi. Pada keadaan ini curah jantung
akan lebih banyak mengalir ke organ seperti mesentrium dan ginjal. Hal
inilah yang menyebabkan terjadinya hipoksemia pada pembuluh darah
mesentrium dan ginjal yang menyebabkan pengeluaran urine sedikit.
c. Kejang
Pada bayi yang mengalami asfiksia akan mengalami gangguan pertukaran
gas dan transport O2 sehingga penderita kekurangan persediaan O2 dan
kesulitan pengeluaran CO2 hal ini dapat menyebabkan kejang pada anak
tersebut karena perfusi jaringan tak efektif.
d. Koma
Apabila pada pasien asfiksia berat segera tidak ditangani akan
menyebabkan koma karena beberapa hal diantaranya hipoksemia dan
perdarahan pada otak.
M. Pengkajian fokus
1. Data biografi
2. Riwayat persalinan
3. Pemeriksaan fisik
4. Riwayat kesehatan klien / bayi saat ini
5. Riwayat kelahiran bayi
6. Nilai apgar skore
7. Pengkajian ABC
8. Pemerikasaan tingkat perkembangan/efleks premitif
N. Diagnose dan Intervensi
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan
mucus
a. Bersihkan jalan nafas
b. Auskultasi suara nafas
c. Berikan O2 baik nasal atau dengan headbox
d. Monitor status O2
e. Monitor respirasi
f. Lakukan fisioterapi dada
g. Posisikan bayi untuk memaksimalkan ventilasi
h. Kalaborasi dengan tim medis untuk pemberian obat
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hipoventilasi
a. Buka jalan nafas
b. Posisikan bayi
c. Auskultasi suara nafas
d. Keluarkan lender dengar suction
e. Monitor adanya cuping hidung
f. Monitor respirasi
g. Berikan O2 sesuai indikasi
h. Pertahankan kepatenan jalan nafas dengan suction
i. Kalaborasi dengan untuk pemeriksaan AGD dan terapi obat
3. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan perfusi
ventilasi
a. Kaji bunyi paru, frekuensi, kedalaman pernafasan dan produksi sputum
b. Pantau saturasi O2 dengan oksimetri
c. Pantau keadaan dan keluhan pasien
d. Pantau vital sign
e. Pantau hasil AGD
4. Resiko cidera berhubungan dengan anomaly congenital tidak terdeteksi,
tidak teratasi pemajanan pada agen infeksius
a. Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien
b. Pakai sarung tangan steril
c. Ajarkan keluarga tentang tanda dan gejala infeksi
d. Bebaskan dari cidera dan komplikasi
5. Resiko ketidakseimbangan suhu tubuh (hipo/hipertermia) berhubungan
dengan transisi lingkungan
a. Hangatkan bayi
b. Monitor gejala hipotermi atau hipertermi
c. Monitor vital sign
d. Monitor adanya bradikardi
e. Monitor pernafasn
f. Kaji warna kulit dan gejala siaonosis
6. Proses keluarga terhenti berhubungan dengan pergatian status kesehatan
anggota keluarga
a. Tentukan proses tipe keluarga
b. Identifikasi efek pertukaran peran dalam anggota keluarga
c. Bantu anggota keluarga menggunakan metode support yang ada
d. Bantu anggota kelaurga untuk merencanakan strategi yang normal
dalam segala situasi
7. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan respon imun yang terganggu
a. Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan bayi
b. Lakukan tehnik aseptic dan antiseptic dalam pemberian askep
c. Lakukan perawatan tali pusat
d. Jaga kebersihan badan dan lingkungan bayi
e. Observasi tanda infeksi
f. Hindarkan bayi kontak dengan yang sakit
g. Kalaborasi pemberian obat dan antiseptic
8. Resiko terjadinya hipoglikemi berhubungan dengan metabolism
meningkat
a. Berikan nutrisi secara adekuat
b. Hanagtkan bayi
c. Observasi tanda vital
d. Lakukan cek GDS
e. Monitor keadaan umum
f. Kalaborasi dengan tim medis utnuk pemeriksaan laboratorium
O. Evaluasi
1. Bersihan jalan nafas efektif
2. Pola nafas efektif
3. Pertukaran gas adekuat
4. Resiko cidera dapat dicegah
5. Suhu kembali normal
6. Koping keluarga adekuat
7. Tidak terjadi infeksi
8. Tidak terjadi hipoglikemi selama masa perawatan
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
Nama : Yurlita
Tempat praktek : Perinatologi
Tanggal : Rabu, 3 Februari 2015
I. Identitas
Nama : Bn. P
Tanggal lahir : 03 Februari 2015
Nama ayah/ibu : Tn. S / Ny. P
Pekerjaan ayah/ibu : Buruh / IRT
Pendidikan ayah/ibu : SMA
Alamat : Delanggu, Klaten
Agama : Islam
Suku : Jawa
Keterangan :
Serumah
Perempuan
Pasien X Meninggal
V. Riwayat social
Hubungan orang tua dengan bayi belum terjalin karena Bn. P segera di rujuk
ke RSPA Boyolali karena Bn. P mengalami Asfiksia.
Anak yang lain : ibu mengatakan Bn P sekarang adalah anak pertama mereka.
Lingkungan rumah dipedesaan yang padat penduduknya.
X. Analisa data
Data Problem Etiologi
DS : - Bersihan jalan nafas Penumpukkan
DO : tidak efektif mucus
1. Bayi tampak sulit bernafas
2. Terdapat secret dimulut
3. Bayi tampak sesak
4. Bayi terpasang O2 HB 5lpm
5. RR : 66x/menit
6. HR : 145x/menit
7. Retraksi dada (+)
DS : - Resiko hipotermi Transisi
DO : lingkungan luar
1. Akral dingin
2. Suhu 36 C
3. RR : 66x/menit
4. Bayi tampak lemah
5. Kuku jari tampak sianosis
6. Apgar skore lahir 4/5/6
DS : - Resiko infeksi Respon imun yang
DO : terganggu
1. Umbilicus terpasang infuse D10%
10cc/jam mulai tanggal 4 februari
2015
2. Terpasang OGT