Anda di halaman 1dari 9

PROPOSAL PENGAJUAN SKRIPSI

NAMA : DWI MEIRINA SARI


NPM : 1726040226.P
PRODI : DIV KEBIDANAN

Mengajukan Judul :

1. Hubungan Paritas, Anemia dan Hipertensi dengan Kejadian BBLR di


Rumah Sakit Dr. Sobirin Lubuk Linggau
2. Efektivitas Tablet Fe dengan Kombinasi Jeruk Sankis terhadap Kadar
Hemoglobin ibu hamil dengan Anemia di Rumah Sakit Dr. Sobirin Lubuk
Linggau.
3. Hubungan Paritas dan Usia Ibu Hamil dengan Kejadian Preeklamsia di
Rumah Sakit Dr. Sobirin Lubuk Linggau.

PROGRAM STUDI DIV KEBIDANAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES)
TRI MANDIRI SAKTI BENGKULU
TAHUN 2017
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Keberhasilan pembangunan bidang kesehatan dapat dinilai dari indikator derajat
kesehatan masyarakat, salah satunya melalui Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka
Kematian Bayi (AKB). AKB menggambarkan tingkat permasalahan kesehatan
masyarakat. Apabila AKB di suatu wilayah tinggi, berarti status kesehatan di wilayah
tersebut rendah (WHO, 2015).
Menurut World Health Organization (WHO) dalam Lestari (2015), angka
kematian bayi di dunia pada tahun 2012 ialah sebesar 39 kematian per 1.000 kelahiran
hidup. Angka kematian bayi ini lebih tinggi di negara berkembang. Indonesia sebagai
negara berkembang memiliki AKB yang hampir mendekati AKB dunia. Berdasarkan
hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012, terdapat 34
kematian bayi dari 1.000 kelahiran hidup dan angka ini masih jauh dari target
Sustainable Development Goals yang harus dicapai pada tahun 2030 yaitu sebesar 12
kematian dari 1.000 kelahiran bayi.
Mayoritas kematian bayi pada tahun 2012 terjadi pada periode perinatal (0-7
hari) (SDKI, 2012). Kematian pada kelompok perinatal disebabkan oleh Intra Uterine
Fetal Death (IUFD) sebanyak 29,5% dan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) sebanyak
11,2% (Kementerian Kesehatan RI, 2015). Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kota
Padang pada tahun 2012, terdapat 46 kematian perinatal, dan tiga penyebab utama
kematian perinatal ini ialah asfiksia (34,7%), BBLR (17,5%) dan 2 kelainan
kongenital (8,7%). BBLR didefinisikan sebagai berat badan lahir yang kurang dari
2.500 gram tanpa memandang masa gestasi (Damanik SM, 2010).
Penetapan angka ini didasarkan pada data epidemiologi yang menyatakan bahwa
bayi yang lahir dengan berat kurang dari 2.500 gram memiliki risiko 20 kali lipat untuk
meninggal dibandingkan dengan bayi dengan berat yang melebihi 2.500 gram. Bayi
dengan berat badan lahir rendah merupakan masalah yang sangat kompleks dan
memberikan kontribusi berbagai hasil kesehatan yang buruk karena tidak hanya
menyebabkan tingginya angka morbiditas dan mortalitas, tetapi juga menyebabkan
peningkatan risiko non communicable disease seperti diabetes dan penyakit
kardiovaskular (WHO, 2004).
Menurut World Health Organization (WHO) pada tahun 2004, terdapat 20 juta
kasus BBLR di dunia dan 95.6% dari kasus tersebut terjadi di negara yang sedang
berkembang. Persentase rata-rata kasus BBLR dunia sejak tahun 2009-2013 adalah
sebesar 16% (UNICEF, 2014). Kasus BBLR terpusat di dua benua, yaitu benua Asia
(72 %) dan Afrika (22 %) (WHO, 2004). Indonesia sebagai salah satu negara di benua
Asia memiliki persentase kasus BBLR sebesar 10, 2% pada tahun 2013. Persentase
BBLR tertinggi terdapat di provinsi Sulawesi Tengah (16,9%) dan terendah di
Sumatera Utara (7,2%).
Sedangkan Sumatera Barat memiliki persentase BBLR sebesar 7,3% (Dinas
Kesehatan RI, 2013). Kota Padang sebagai ibu Kota Provinsi Sumatera Barat memiliki
kasus BBLR yang selalu meningkat tiap tahunnya. Selama tiga tahun terakhir, kasus
BBLR di Kota Padang mengalami 3 peningkatan dari 171 kasus BBLR pada tahun
2013 menjadi 297 kasus pada tahun 2014 dan 371 kasus pada tahun 2015. Salah satu
puskesmas yang mengalami peningkatan kasus BBLR dalam beberapa tahun terakhir
ialah Puskesmas Seberang Padang.
Pada tahun 2013, tidak terdapat kasus BBLR di puskesmas ini, namun pada
tahun 2014, terdapat lima kasus bayi BBLR dari 348 kelahiran (1,4 %). Sedangkan
pada tahun 2015, kasus BBLR di puskesmas ini meningkat hingga 24 kasus dari 334
kelahiran (7,2 %). Terjadi kenaikan kasus BBLR sebesar 5,8 % antara tahun 2014 dan
2015 di Puskesmas Seberang Padang. Persentase kenaikan ini tergolong tinggi jika
dibandingkan dengan persentase kenaikan di 22 Puskesmas lainnya (Dinas Kesehatan
Kota Padang, 2015). Terdapat beberapa faktor yang berhubungan kejadian BBLR yaitu
ibu hamil yang berumur kurang dari 20 atau lebih dari 35 tahun, jarak kehamilan
terlalu pendek, ibu mempunyai riwayat BBLR sebelumnya, mengerjakan pekerjaan
fisik yang berat, sangat miskin, berat yang kurang dan kurang gizi, merokok, konsumsi
obat-obatan terlarang, anemia, pre-eklampsia, hipertensi, infeksi selama kehamilan dan
kehamilan ganda (Depkes RI, 2008).
Penelitian yang dilakukan oleh Amalia (2011) di Gorontalo, menemukan bahwa
anemia selama hamil, status ekonomi rendah dan pendidikan rendah berhubungan
dengan kejadian BBLR. Penelitian yang dilakukan oleh Joshi et al (2010) menyatakan
bahwa paritas, usia saat melahirkan, jarak kehamilan yang dekat, kurangnya
pendapatan keluarga dan antenatal care (ANC) yang tidak adekuat sangat signifikan
berhubungan dengan BBLR. Penelitian yang dilakukan Bhaskar et al (2015),
menunjukan bahwa tingkat pendidikan ibu, pekerjaan 4 ibu, hipertensi dan anemia
berhubungan dengan kejadian BBLR di Nepal Timur. Selain itu, Kurang Energi Kronis
(KEK) yang terjadi pada ibu hamil juga menjadi salah satu faktor yang berhubungan
dengan kejadian BBLR (Janjua et al., 2008).
Mengingat angka kejadian BBLR yang meningkat tiap tahunnya di Kota Padang
khususnya Puskesmas Seberang Padang, maka diperlukan upaya untuk mengatasinya.
Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan mengetahui faktor-faktor yang
berhubungan dengan kejadian BBLR di wilayah kerja puskesmas tersebut. Dengan
mengetahui faktor tersebut, maka dapat dilakukan kegiatan intervensi yang tepat
sasaran sehingga kejadian BBLR dapat diturunkan . Berdasarkan uraian latar belakang
diatas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai faktor-faktor yang
berhubungan dengan kejadian berat badan lahir rendah di wilayah kerja Puskesmas
Seberang Padang tahun 2015.

B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah penelitian ini ialah apakah
faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian BBLR di wilayah kerja Puskesmas
Seberang Padang ?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang
berhubungan dengan kejadian BBLR di wilayah kerja Puskesmas Seberang
Padang.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui distribusi dan frekuensi karakteristik ibu yang melahirkan bayi
BBLR di wilayah kerja Puskesmas Seberang Padang.
b. Mengetahui hubungan karakteristik ibu (usia, tingkat pendidikan, aktivitas
fisik, status ekonomi) dengan kejadian BBLR di wilayah kerja Puskesmas
Seberang Padang.
c. Mengetahui hubungan jarak kehamilan dengan kejadian BBLR di wilayah kerja
Puskesmas Seberang Padang.
d. Mengetahui hubungan paritas dengan kejadian BBLR di wilayah kerja
Puskesmas Seberang Padang.
e. Mengetahui hubungan anemia dengan kejadian BBLR di wilayah kerja
Puskesmas Seberang Padang.
f. Mengetahui hubungan Kurang Energi Kronik (KEK) dengan kejadian BBLR di
wilayah kerja Puskesmas Seberang Padang.
g. Mengetahui hubungan jumlah kunjungan ANC selama kehamilan dengan
kejadian BBLR di wilayah kerja Puskesmas Seberang Padang.

D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat secara Teoritis
a. Memberikan sumber informasi tentang faktor yang berhubungan dengan
kejadian BBLR.
b. Memberikan referensi dan data dasar penelitian selanjutnya dengan sampel
yang lebih besar, dengan rancangan penelitian yang berbeda, sehingga 6
mendapatkan informasi yang lebih jelas terkait faktor yang berhubungan
terhadap kejadian BBLR.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Instansi Terkait (Puskesmas dan Dinas Kesehatan)
1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan dan
pertimbangan dalam pembuatan kebijakan kesehatan, khususnya kesehatan
ibu dan anak untuk menurunkan kejadian BBLR.
2. Menjadi aspek preventif untuk mengurangi angka kejadian BBLR dalam
rangka menurunkan AKB.
b. Bagi Masyarakat
Sebagai sumber informasi bagi masyarakat terutama ibu hamil, tentang faktor
yang berhubungan dengan kejadian BBLR. Sehingga ibu hamil dapat
melakukan intervensi terhadap faktor tersebut.
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Masa kehamilan dimulai dari konsepsi sampai lahirnya janin. Lamanya hamil
normal adalah 280 hari (40 minggu atau 9 bulan 7 hari) dihitung dari hari pertama haid
terakhir. Kehamilan dibagi dalam 3 triwulan yaitu triwulan pertama dimulai dari
konsepsi sampai 3 bulan, triwulan kedua dari bulan keempat sampai 6 bulan, triwulan
ketiga dari bulan ketujuh sampai 9 bulan. Data dasar pada kehamilan normal memiliki
komponenkomponen diantaranya adalah (perubahan anatomis dan fisiologis maternal,
penyesuaian psikologis maternal dan proses–prosesnya, pertumbuhan dan
perkembangan janin, perkembangan plasenta, sirkulasi, dan fungsi)(Helen Varney,
2007).
Selain itu ibu hamil mengalami perubahan peredaran darah sehingga
menyebabkan kebutuhan zat besi meningkat. Zat besi dalam bentuk Fe2+ dalam
hemoglobin memberikan warna merah pada darah. Dalam keadaan normal 100 ml
darah mengandung 15 gr hemoglobinnya mampu mengangkut 0,03 gr oksigen
(Varney, 2004). Pada wanita hamil akan mengalami perubahan pertambahan sel darah
yang tidak seimbang dengan peningkatan volume darah sehingga terjadi hemodilusi.
Hemodilusi menyebabkan berkurangnya jumlah sel darah merah atau jumlah
hemoglobin dalam sel darah merah, sehingga darah tidak dapat mengangkut 2 oksigen
dalam jumlah sesuai yang diperlukan tubuh. Dari keadaan diatas dapat menyebabkan
terjadinya anemia dalam kehamilan (Kusumawardani, 2010).
Menurut WHO kejadian anemia hamil berkisar antara 20-80% dengan
menetapkan Hb 11 gr% sebagai dasarnya (Amiruddin, 2007). Angka anemia
kahamilan di Indonesia menunjukkan nilai yang cukup tinggi yaitu
63,5%(Prawirohardjo, 2006) Berdasarkan hasil SKRT diwilayah jawa timur pada tahun
2002 50,9% ibu hamil menderita anemia. Hasil Survey Kesehatan Rumah Tangga
(SKRT) didaerah Kabupaten Jombang tahun 2008 46,34% (Dinkes, 2009). Angka
anemia ibu hamil tetap saja masih tinggi meskipun sudah dilakukan pemeriksaan
kehamilan dan pelayanan kesehatan. Data ibu hamil resiko tinggi menderita anemia
pada tahun 2008 di Puskesmas Peterongan sejumlah 76 orang menderita anemia dari
136 orang ibu resiko tinggi. Di desa Peterongan terdapat 10 orang menderita anemia
dari 18 orang yang mempunyai resiko tinggi (Dinkes, 2008).
Ibu hamil memiliki kebutuhan makanan yang berbeda karena ada janin yang
tumbuh didalam rahim. Karena itu, ibu hamil harus melipat gandakan jumlah kosumsi
makanannya, tetapi yang terpenting adalah kualitas makanan yang masuk kedalam
tubuh. Selain berusaha memenuhi kebutuhan tubuh akan makronutrien (protein, lemak,
dan karbohidrat), ibu dengan baik hamil juga perlu memberi perhatian pada
makronutrien, yaitu vitamin dan mineral. Kedua zat ini penting untuk melancarkan
proses metabolisme (proses perubahan makanan 3 untuk bisa digunakan oleh tubuh).
Ibu hamil memerlukan vitamin B kompleks, zat besi (Fe) dan seng (Zn), agar bisa
memanfaatkan protein sebagai zat pembangun/ membentuk sel – sel tubuh. Ibu hamil
juga membutuhkan kalsium (Ca) sejak awal kehamilan dan zat–zat seperti asam folat,
vitamin C, vitamin D, vitamin B12 dan lemak esensial (Imam Musbikin, 2007).
Vitamin C berperan dalam proses penyerapan zat besi nonorganik (zat besi dan
makanan nonhewani) sehingga dapat mencegah dan membantu penyembuhan anemia
(lesu darah). Vitamin C juga memiliki kemampuan sebagai antioksidan, yang dapat
membantu mencegah kerusakan sel akibat aktivitas molekul radikal bebas. Buah jeruk
merupakan sumber vitamin C yang berguna untuk kesehatan manusia. Kandungan
vitamin C sangat beragam antarvarietas, tetapi berkisar antara 27-49 mg/100 g daging
buah. Salah satu buah yang kaya akan vitamin C adalah buah jeruk manis. Selain
vitamin C, jeruk manis juga mengandung kandungan gizi lainnya antara lain : energi,
air, protein, lemak, karbohidrat, kalsium, zat besi serta vitamin B1 dan A (Soedarya,
2010).
Vitamin C yang terkandung dalam jeruk manis memperbesar penyerapan zat besi
oleh tubuh. Sehingga tubuh diharapkan dapat menyerap zat besi secara optimal dan
meningkatkan kadar zat besi dalam tubuh (Varney, 2007) Dengan latar belakang
diatas, peneliti mengangkat judul Pengaruh Konsumsi Tablet Zat Besi Dengan Perasan
Jeruk Manis Terhadap 4 Peningkatan Kadar Hb Ibu Hamil Di Wilayah Kerja Bidan
Umi Salamah Desa Peterongan Kecamatan Peterongan Kabupaten Jombang.

B. Rumusan Masalah
Apakah ada pengaruh konsumsi tablet zat besi dengan perasan jeruk manis
terhadap peningkatan kadar Hb ibu hamil di wilayah kerja bidan Umi salamah,SSt
Desa Peterongan Kecamatan Peterongan Kabupaten Jombang ?

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umun
Mengetahui pengaruh konsumsi tablet zat besi dengan perasan jeruk manis
terhadap peningkatan kadar Hb ibu hamil di wilayah kerja bidan Umi Salamah,SSt
Desa Peterongan Kecamatan Peterongan Kabupaten Jombang
2. Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi konsumsi tablet zat besi dengan perasan jeruk manis di
wilayah kerja bidan Umi Salamah,SSt,Desa Peterongan Kecamatan Peterongan
Kabupaten Jombang.
b. Mengidentifikasi peningkatan kadar Hb ibu hamil di wilayah kerja bidan Umi
Salamah,SSt desa Peterongan Kecamatan Peterongan Kabupaten Jombang
c. Menganalisis pengaruh konsumsi tablet zat besi dengan perasan jeruk manis
terhadap peningkatan kadar Hb ibu 5 hamil di wilayah kerja bidan Umi
Salamah,SSt desa Peterongan Kecamatan Peterongan Kabupaten Jombang.

D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Menambah wawasan dan mengembangkan teori pada perkuliaan patologi
kehamilan untuk menunjang pada penelitian selanjutnya.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Peneliti Menambah wawasan dan pengetahuan peneliti dalam
menerapakan teori yang telah didapat selama perkuliahan kebidanan.
b. Bagi Institusi Pendidikan Memberikan tambahan informasi bagi pendidikan
untuk dapat mengembangkan penelitian ini pada penelitian selanjutnya.
c. Bagi Tempat Peneliti Meningkatkan pengetahuan ibu tentang pengaruh
konsumsi tablet zat besi dengan perasan jeruk manis terhadap peningkatkan
kadar Hb ibu hamil di desa Mancar.
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Masalah Preeklampsia merupakan kelainan yang ditemukan pada waktu
kehamilan yang ditandai dengan berbagai gejala klinis seperti hipertensi, proteinuria,
dan edema yang biasanya terjadi setelah umur kehamilan 20 minggu sampai 48 jam
setelah persalinan. Sedangkan eklampsia adalah kelanjutan dari preeklampsia berat
dengan tambahan gejala kejang-kejang atau koma.
Menurut World Health Organization (WHO, 2001), angka kejadian preeklampsia
berkisar antara 0,51% - 38,4%. Preeklampsia dan eklampsia di seluruh dunia
diperkirakan menjadi penyebab kira-kira 14% (50.000-75.000) kematian maternal
setiap tahunnya (Hak lim, 2009). Angka kejadian preeklampsia di Amerika Serikat
sendiri kira-kira 5% dari semua kehamilan, dengan gambaran insidensinya 23 kasus
preeklampsia ditemukan per 1.000 kehamilan setiap tahunnya (Joseph et al, 2008).
Sementara itu di tiap-tiap negara angka kejadian preeklampsia berbedabeda, tapi pada
umumnya insidensi preeklampsia pada suatu negara dilaporkan antara 3-10 % dari
semua kehamilan (Prawirohardjo, 2006).
Salah satu penyebab kematian maternal di Indonesia adalah preeklampsia-
eklampsia. Berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh Angsar (1993), insiden
preeklampsia-eklampsia di Indonesia berkisar 10- 13% dari keseluruhan ibu hamil.
Sementara itu di dua rumah sakit pendidikan di Makasar insidensi preeklampsia berat
2,61%, eklampsia 0,84% dan angka kematian akibatnya 22,2% (Lukas dan
Rambulangi, 1995). Sedangkan selama periode 1 Januari-31 Desember 2000 di RSU
Tarakan mencatat dari 1431 persalinan terdapat 74 kasus preeclampsia eklampsia
(5,1%), preeklampsia 61 kasus (4,2%) dan eklampsia 13 kasus (0,9%). Kasus
preeklampsia terutama dijumpai pada primigravida dan usia 20-24 tahun (Sudiyana,
2003).
Tahun 2006, Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Tengah mencatat angka kematian
ibu akibat preeklampsia/eklampsia sebesar 31,57%. Sedangkan berdasarkan penelitian
pada persalinan dengan komplikasi tahun 2006 di Dinas Kesehatan Kota (DKK)
Surakarta, mencatat insidensi preeklampsia sebesar 13,42% dan eklampsia sebesar
0,48%, (Ryadi, 2008). Faktor predisposisi preeklampsia/eklampsia antara lain adalah
paritas, umur ibu hamil kurang dari 20 tahun dan lebih dari 35 tahun, diabetes melitus,
hipertensi kronik, riwayat keluarga dengan preeklampsia, dan penyakit vaskuler ginjal
(Offord,2002).
Catatan statistik seluruh dunia menunjukkan dari insidensi 5%-8% preeklampsia
dari semua kehamilan, terdapat 12% lebih diantaranya dikarenakan oleh primigravida.
Menurut data The New England Journal of Medicine pada kehamilan pertama risiko
terjadi preeklampsia sebanyak 3,9%, kehamilan kedua 1,7%, dan kehamilan ketiga
1,8% (Rozikhan, 2006). Angka kejadian preeklampsia/eklampsia akan menurun pada
ibu dengan paritas 1-3 kali, namun pada paritas tinggi akan terjadi lagi peningkatan
angka kejadian preeklampsia/eklampsia (Offord, 2002). Angka kejadian preeklampsia
berat ditemukan pada kelompok paritas 0 sebanyak (5,8%) dan pada kelompok paritas
lebih dari atau sama dengan 5 sebanyak (4,5%) (Roeshadi, 2006).
Menurut Offord (2002) pengaruh paritas sangat besar karena (20%) nullipara
pernah menderita hipertensi atau eklampsia dibanding multipara yang hanya (7%).
Preeklampsia lebih tinggi terjadi pada primigravida dibandingkan dengan multipara.
Resiko preeklampsia/eklampsia pada primigravida dapat terjadi 6 sampai 8 kali
dibanding multipara (Chapman, 2006). Sindrom preeklampsia ringan dengan
hipertensi, edema dan proteinuria sering tidak diketahui atau tidak diperhatikan oleh
wanita yang bersangkutan. Sehingga tanpa disadari preeklampsia ringan akan berlanjut
menjadi preeklampsia berat, bahkan eklampsia pada ibu hamil (Prawirohardjo, 2006).
Berdasarkan latar belakang tersebut diatas peneliti berkeinginan untuk
mengetahui apakah ada hubungan paritas dengan angka kejadian preeklampsia di RS
PKU Muhammadiyah Surakarta.

B. Perumusan Masalah
Adakah hubungan paritas dengan angka kejadian preeklampsia di RS PKU
Muhammadiyah Surakarta?

C. Tujuan Penelitian
Mengetahui hubungan paritas dengan angka kejadian preeklampsia di RS PKU
Muhammadiyah Surakarta.

D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat teoritik
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan informasi mengenai
hubungan paritas dengan angka kejadian preeklampsia pada ibu hamil.
2. Manfaat praktis
a. Sebagai bahan masukan dan informasi tentang pentingnya pelayanan antenatal,
intranatal, dan postnatal sebagai deteksi dini preeklampsia.
b. Hasil penelitian ini, diharapkan dapat memberikan masukan kepada pihak
pengampu kesehatan dalam penanggulangan masalah preeklampsia pada ibu
hamil.

Anda mungkin juga menyukai